Jilid 03
Bu Lim Sam Siu melesat pergi dengan wajah muram.
Ternyata mereka bertiga tahu bahwa di dasar jurang itu adalah Tok Coa Kok (Lembah Ular Beracun). Burung apa pun yang terbang melewati lembah itu, pasti mati terkena hawa beracun. Sedangkan Ciok Giok Yin terjatuh ke dasar jurang itu, bagaimana mungkin masih bisa hidup?
Lembah itu penuh berbagai macam ular beracun. Orang yang berkepandaian amat tinggi pun, kalau terjatuh ke dasar jurang itu, tidak akan bisa hidup. Bu Lim Sam Siu tidak menaruh dalam hati mengenai mati hidupnya Ciok Giok Yin. Mereka bertiga hanya merasa sayang, peta pusaka itu akan lenyap selama-lamanya di dasar jurang tersebut. Bagaimana keadaan Ciok Giok Yin? Apakah dia akan mati di dasar jurang itu? Ketika badannya merosot ke bawah, dia masih sempat berteriak. Tak lama dia sudah ditelan kabut tebal, namun kesadarannya belum kabur. Dia melihat sekelilingnya amat gelap, akhirnya dia berkeluh.
"Habislah!" Usai berkeluh, diapun pingsan.
Entah berapa lama kemudian, perlahan-lahan dia mulai siuman. Tetapi dia tidak membuka matanya. Hatinya terasa hampa, tidak memikirkan apa-apa dan tidak merasa apa-apa pula. Berselang beberapa saat kemudian, barulah kesadarannya mulai pulih. Dia berpikir, saat ini dia tidur dimana? Mendadak terlintas sesuatu dalam benaknya, ternyata dia sudah ingat apa yang telah terjadi.
Dirinya diserang Bu Lim Sam Siu hingga terjatuh ke dalam jurang, mungkin kini sudah berada di alam baka. Dia ingat akan apa yang pernah dikatakan kakek tua berjenggot putih, bahwa orang mati tidak akan merasa sakit. Kalau begitu, saat ini dia pasti tidak merasa sakit. Mendadak hatinya tergerak, dan berkata, "Mengapa aku tidak menggigit jariku untuk mencobanya?' Ciok Giok Yin segera menggigit jari tangannya, ternyata masih merasa sakit sekali.
"Apa gerangan yang telah terjadi? Aku... aku belum mati?" gumamnya. Dia menengok kesana kemari, tiba-tiba terdengar suara yang amat dingin.
"Bocah! Kalau bukan lohu (Aku Orang Tua), tulangmu pasti telah remuk semua."
Ciok Giok Yin mendengar dengan jelas suara itu. Dia cepat- cepat bangun, tapi sekujur badannya terasa sakit
sekali. Ternyata di sisinya duduk seorang tua rambut dan jenggot amat panjang serta putih awut-awutan. Orang tua itu mengenakan pakaian kasar yang amat kumal dan lusuh, sepasang matanya merah membara, mirip raja iblis. Setelah mendengar ucapannya, Ciok Giok Yin tahu bahwa orangtua itu yang telah menyelamatkan nyawanya. Maka dia segera berlutut di hadapannya. "Terimakasih lo cianpwee telah menyelamatkan nyawa...," ucapnya. Belum juga Ciok Giok Yin usai berkata, orang tua aneh itu sudah membentak keras.
"Orang masih kecil tapi tahu kesopanan!" Orang tua aneh itu mengangkat sebelah tangannya. Bukan main! Dia seperti main sulap. Ternyata badan Ciok Giok Yin telah terangkat ke
atas. Apa boleh buat Ciok Giok Yin terpaksa berdiri, namun dengan sikap yang hormat. Orang tua aneh itu menatapnya.
"Bocah, bagaimana kau terjatuh ke dalam lembah Tok Coa Kok ini?"
"Tok Coa Kok?" "Kau tidak tahu?"
Sekujur badan Ciok Giok Yin merinding. Dia menggeleng kepala. Orang tua aneh itu menunjuk ke suatu tempat seraya berkata,
"Kau lihat!"
Ciok Giok Yin segera memandang ke tempat yang ditunjuk oleh orangtua aneh. Ternyata di sana tampak begitu banyak tulang-belulang ular. Walau cuma merupakan tulang belulang, tapi tetap amat mengerikan.
"Bagaimana ular-ular beracun itu mati di sini?" tanya Ciok Giok Yin.
"Itu karena perbuatanku," sahut orang tua aneh.
"Lo cianpwee yang membunuh ular-ular beracun itu?" "Kau tidak percaya?"
"Bukan tidak percaya. Melainkan... begitu banyak ular beracun, bagaimana cara membunuhnya?" "Kau belum menjawab pertanyaanku," kata orang tua aneh dengan dingin.
Ciok Giok Yin segera menutur tentang kejadian yang dialaminya, namun tidak menyinggung tentang Ho Hong Hoa dan peta pusaka Si Kauw Hap Liok Touw. Setelah mendengar penuturan Ciok Giok Yin, orang tua aneh itu menggeleng- gelengkan kepala, lalu bergumam tapi sepertinya ditujukan pada Ciok Giok Yin.
"Bu Lim Sam Siu turun tangan jahat terhadapmu, itu merupakan kejadian yang amat aneh sekali!" Mendadak sepasang matanya menyorot dingin. "Dusta!"
bentaknya. Bukan main terkejutnya Ciok Giok Yin, sehingga tanpa sadar kakinya menyurut mundur selangkah.
"Aku menutur sejujurnya. Karena aku memandang rendah mereka, tidak sudi menjadi murid mereka, maka mereka amat gusar dan ingin menangkapku. Karena itu aku meloncat mundur, akhirnya terjatuh ke dalam jurang ini."
Orang tua aneh itu manggut-manggut.
"Ini masih masuk akal." Dia menunjuk tanah di hadapannya. "Bocah duduklah di sini!"
Ciok Giok Yin tidak tahu apa maksudnya, namun menurut dan duduk di hadapan orang tua aneh itu. Akan tetapi, walau Ciok Giok Yin sudah lama duduk di situ, orang tua aneh itu sama sekali tidak bersuara. Itu membuat Ciok Giok Yin tidak sabaran.
"Lo cianpwee, mengapa lo cianpwee tinggal di sini?" katanya.
Orang tua aneh itu mengerutkan kening, kelihatannya sedang memikirkan sesuatu.
"Pernahkah kau dengar, di dunia persilatan terdapat orang yang dijuluki Sang Ting It Koay (Satu Siluman Di Jagat)?"
Ciok Giok Yin belum pernah berkecimpung di dunia persilatan, tentunya tidak tahu tokoh-tokoh besar dunia persilatan. Lagi pula kakek tua berjenggot putih tidak pernah menceritakannya. Maka ketika orang tua aneh bertanya demikian padanya, dia cuma menggeleng-gelengkan kepala.
"Lo cianpwee, aku tidak pernah mendengarnya.” Orang tua aneh itu tampak tertegun.
"Berapa usiamu sekarang?" "Enam belas."
"Kau berdusta lagi."
"Aku tidak berdusta, aku berkata sesungguhnya. Usiaku memang baru enam belas."
Orang tua aneh itu menatapnya dengan penuh perhatian. "Melihat mukamu, kini kau harus berusia sembilan belas,
tidak mungkin akan salah." Ciok Giok Yin tersenyum.
"Usiaku memang baru enam betas, tapi... aku pernah makan buah Ginseng daging. "
Mendengar itu, orang tua aneh tersebut tampak tersentak. "Apa? Ginseng Daging?"
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Tidak salah. Setelah makan Ginseng Daging, di tantian terasa ada hawa panas, akhirnya aku pingsan. Setelah siuman, barulah aku tahu diriku bertambah besar dan tinggi."
"Bocah, kau sungguh beruntung! Sebab mulai sekarang kau akan awet muda." Orang tua aneh itu terus menatapnya dengan mata tak berkedip, kemudian manggut-manggut. "Pantas kau tidak pernah dengar nama itu! Lohu adalah Sang Ting It Koay."
"Bagaimana lo cianpwee bisa tinggal di sini?"
"Empat belas tahun yang lampau, aku dikeroyok oleh Kang Ouw Pat Kiat (Delapan Pendekar Sejati Dunia Persilatan) dan para pesilat tinggi dari berbagai partai besar rimba persilatan, dan aku nyaris mati di tangan mereka. Untung aku menggunakan ilmu Ku Sip Tay Hoat (Nafas Kura-Kura), maka mereka mengira aku sudah mati."
"Di mana lo cianpwee dikeroyok?" "Di puncak Gunung Muh San."
"Tapi... kenapa lo cianpwee tinggal di sini?"
"Sesungguhnya lohu ingin ke sebuah goa, namun ketika di tengah jalan, lukaku yang beracun mulai kambuh, membuatku sulit melakukan perjalanan. Aku terus memaksakan diri, akhirnya malah sampai di lembah Tok Coa Kok ini."
Orang tua aneh itu menghela nafas, kemudian melanjutkan. "Lohu amat kesal, melihat banyak ular beracun di lembah ini,
maka lohu menggunakan ilmu Sam Yang Hui Kang (Tenaga
Sakti Tiga Matahari) membunuh semua ular beracun itu, dan terlampiaslah rasa kekesalanku." Berkata sampai di sini, orang tua aneh itu mengatur pernafasannya.
Sedangkan Ciok Giok Yin berkata dalam hati. 'Kelihatannya orang tua ini berkepandaian amat tinggi, tapi mengapa aku tidak. '
Mendadak Sang Ting It Koay melanjutkan penuturannya. "Setelah lohu membunuh semua ular beracun itu, diri lohu
keracunan. Lohu beristirahat beberapa hari, akhirnya sepasang kaki lohu membusuk. Lohu ingin meninggalkan tempat ini, tapi sudah tidak mungkin, maka lohu tinggal di sini. Tak terasa sudah empat belas tahun, tak terduga kau malah terjatuh kemari."
Ciok Giok Yin tertegun, sehingga tanpa sadar dia bertanya, "Empat belas tahun?"
"Kau tidak percaya?" "Percaya."
Sesungguhnya dalam hati Ciok Giok Yin ada rasa kurang percaya. Bagaimana mungkin orang tak punya sepasang kaki, bisa hidup di dalam lembah seperti ini hingga empat betas tahun lamanya? Oleh karena itu, Ciok Giok Yin menengok kesana kemari. Ciok Giok Yin pernah belajar ilmu pengobatan, maka dia tahu bahwa di dalam hutan belantara, pasti terdapat rumput obat yang dapat membuat orang tahan lapar. Namun di tempat itu tidak terdapat rumput obat tersebut. Sang Ting It Koay terus memperhatikan gerak-gerik Ciok Giok Yin.
"Bocah, kau melihat apa?"
Wajah Ciok Giok Yin agak kemerah-merahan, dan dia tak dapat menyahut.
"Bocah, kau sedang mencari apa yang kumakan bukan?"
Wajah Ciok Giok Yin bertambah merah, akhirnya dia manggut-manggut.
"Lo cianpwee, tempat ini. "
Mendadak Sang Ting It Koay menyambar Ciok Giok Yin. "Jalan!" serunya. Sang Ting It Koa masih dalam posisi duduk,
namun sebelah tangannya menepuk tanah. Seketika badannya
melambung ke atas, sedangkan sebelah tangannya masih memegang bahu Ciok Giok Yin, maka Ciok Giok Yin ikut melambung ke atas. Tidak seberapa lama, mereka berdua melayang ke dalam sebuah goa. Tampak kabut tebal menyelimuti goa tersebut. Akan tetapi, setelah memasuki goa itu, justru terasa hangat sekali, membuat Ciok Giok Yin terheran-heran. Sang Ting It Koay duduk di atas batu besar, di hadapannya terdapat sebuah sumur, dan tampak kabut putih mengepul ke luar dari sumur itu.
"Bocah, itu adalah makanan lohu," katanya sambil menunjuk sumur itu. Kemudian dia menatap Ciok Giok Yin. "Itu adalah susu bumi, khasiatnya melebihi makanan apapun."
Tiba-tiba Ciok Giok Yin menjatuhkan diri berlutut di hadapan Sang Ting It Koay.
"Mohon lo cianpwee sudi...," ucapnya.
Akan tetapi Sang Ting It Koay mengibaskan tangannya. "Kalau kau ingin menjadi muridku, harus mencoba dulu
bagaimana rasanya susu bumi itu."
Kibasan tangan Sang Ting It Koay membuat Ciok Giok Yin terpental ke dalam sumur. Anak muda itu ingin menjerit, tetapi mulutnya tak dapat dibuka. Ternyata badannya sudah tenggelam ke dalam sumur itu, cuma tampak kepalanya. Ciok Giok Yin ingin meloncat ke atas. Namun jangankan meloncat ke atas, ingin bergerak pun tiada tenaga sama sekali. Selain badannya tidak bisa bergerak, mulutnya juga tidak dapat bersuara. Hanya sepasang matanya yang masih bisa bergerak kesana kemari. Oleh karena itu, Ciok Giok Yin menatap Sang Ting It Koay dengan penuh kebencian.
Akan tetapi, saat ini sepasang mata Sang Ting It Koay sudah terpejam. Dia duduk di atas batu, kelihatannya seperti telah melupakan urusan di depan matanya. Bukan main mendongkolnya hati Ciok Giok Yin! Dia berkertak gigi hingga berbunyi gemeretukan. Kini dirinya seperti berada di dalam kuali berisi air mendidih. Apa yang dideritanya saat ini, sulit diuraikan dengan kata-kata. Di depan matanya, justru muncul bayangan-bayangan masa lalunya. Di keluarga Tong Keh Cuang, dia dihina dan dipukuli oleh Tong Eng Kang, membuatnya nyaris kehilangan nyawanya. Terakhir dia bertemu Bu Lim Sam Siu, justru menyebabkannya terjatuh ke dalam jurang. Kini malah terjatuh ke tangan orang tua aneh, kelihatannya dia akan mati di tempat ini.
Tiba-tiba dia teringat pada Kakak Ping. Gadis itu entah berada di mana sekarang? Apakah dia baik-baik saja? Atau mungkinkah telah dihina oleh Tong Eng Kang? Bayangan tersebut, sirna perlahan-lahan. Setelah itu, muncul pula bayangan Ho Siu Kouw, gadis cantik yang tinggal di dalam Goa Toan Teng Tong. Dia telah makan buah Ginseng Daging, mungkin luka dalamnya telah sembuh. Namun sepasang kakinya masih dirantai, tentunya dia tidak bisa meninggalkan peti mati itu. Padahal Ciok Giok Yin berniat mencari sebilah pedang pusaka untuk memutuskan rantai itu, tapi kini cuma merupakan impian belaka. Sementara rasa panas itu terasa hingga ke dalam tulang, namun dia tetap terendam di dalam sumur tersebut. Wajahnya yang tampan itu, sudah berubah merah membara seperti kebanyakan minum arak.
Saat ini Sang Ting It Koay telah membuka sepasang matanya. Wajahnya tampak berseri, tapi tertutup oleh rambut dan jenggot yang awut-awutan, maka orang luar tidak akan melihat wajahnya sedang berseri. Sebaliknya akan membuat orang merasa merinding, sebab sepasang matanya melotot menyeramkan, lantaran merah membara seperti api. Dia menjulurkan tangannya ke dalam sumur untuk merasakan bagaimana air sumur tersebut, lalu menggeleng-gelengkan kepala. Mendadak dia membuka mulut, lalu menyemburkan uap putih ke dalam sumur. Tak lama kemudian, air sumur itu mulai mengepulkan uap putih lagi.
Setiap tiga kali berturut-turut dia menyemburkan uap putih ke dalam sumur itu, barulah berhenti. Sedangkan keningnya sendiri sudah mengucur keringat. Ternyata ketika dia menyembur uap putih ke dalam sumur itu, telah banyak menguras tenaganya. Setelah itu, dia menatap Ciok Giok Yin sejenak, lalu memejamkan mata untuk beristirahat.
Sementara sang waktu tak henti-hentinya berlalu. Sedangkan di dalam goa itu tidak akan tahu dari siang atau malam, tak terasa tiga hari tiga malam telah berlalu. Dalam waktu tiga hari tiga malam itu, Sang Ting It Koay juga terus menyemburkan uap putih dari mulutnya ke dalam sumur. Ternyata dia merasa air sumur tersebut masih kurang panas. Maka agar bertambah panas, harus dibantu dengan hawa murninya. Sesungguhnya tujuan Sang Ting It Koay berbuat demikian, tidak lain ingin merebus Ciok Giok Yin di dalam sumur tersebut, kemudian akan menikmati dagingnya hingga tahunan. Akan tetapi, justru terjadi hal yang di luar dugaan. Wajah Ciok Giok Yin yang merah membara itu, telah berubah menjadi ungu.
Setelah lewat tiga hari tiga malam, wajahnya menjadi merah membara lagi. Berselang beberapa saat, wajahnya sudah berubah normal kembali, bahkan kelihatan bertambah tampan. Ciok Giok Yin tampak tenang terendam di dalam sumur itu. Dia bernafas seperti biasa dan tersenyum-senyum, sepertinya sedang bermimpi indah. Ternyata dia tidak mati di rebus dalam sumur itu. Bukankah itu aneh sekali? Pada hari keempat, mendadak Sang Ting It Koay mengangkat sebelah tangannya, lalu membentak.
"Bocah, naik!"
Akan tetapi, Ciok Giok Yin tetap diam di dalam sumur, tidak menghiraukan bentakan Sang Ting It Koay. Tentunya membuat Sang Ting Koay menjadi gusar sekali. Di saat dia baru mau melancarkan pukulan ke dalam sumur, tiba-tiba Ciok Giok Yin meloncat ke atas.
"Berhenti!" bentak Sang Ting It Koay. Suaranya mengguntur memekakkan telinga, membuat Ciok Giok Yin tersentak, namun tidak merasa takut.
"Aku dengan lo cianpwee tiada...," katanya dengan gusar. "Bocah, coba kau masuk ke dalam lagi!" sergah Sang Ting It
Koay sambil mengibaskan tangannya. Ciok Giok Yin tidak sempat berkelit, maka tak ampun lagi dia terpental ke dalam sumur.
"Aaaah! Panas...!" jeritnya keras. Akan tetapi, setelah badannya terendam di dalam sumur, justru membuatnya tercengang. Ternyata dia tidak merasa panas, melainkan merasa amat nyaman. Oleh karena itu, dia memandang ke arah Sang Ting It Koay. Dia berharap orang tua aneh itu memberi penjelasan, mengapa kini dia tidak merasa panas lagi. Bukankah itu aneh sekali? Sang Ting It Koay cuma tertawa terkekeh-kekeh, setelah itu, tangannya dijulurkan ke depan dan disentakkan.
"Bocah, naiklah!" katanya.
Ciok Giok Yin merasa tenaganya telah pulih, langsung meloncat ke atas. Setelah berada di atas, dia merasa sekujur badannya amat segar dan nyaman sekali. Itu membuatnya sendiri termangu-mangu. Dia tidak habis pikir, apa gerangan yang telah terjadi atas dirinya. Sang Ting It Koay menatapnya dalam-dalam.
"Bocah, kau ingin belajar ilmu silat?" katanya dengan dingin. "Mohon petunjuk lo cianpwee," sahutnya.
Sepasang mata Sang Ting It Koay mendelik. "Baiklah! Kau boleh duduk!"
Ciok Giok Yin tahu, kali ini Sang Ting It Koay tidak akan mencelakai dirinya, maka cepat-cepat duduk. Ketika Ciok Giok Yin duduk, jari tangan Sang Ting It Koay bergerak cepat. Kini badan Ciok Giok Yin tidak bisa bergerak lagi, bahkan mulutnya tidak mampu bersuara. Berdasarkan pengalaman tadi, Ciok Giok Yin menjadi tenang, pasrah apa yang akan terjadi atas dirinya. Sang Ting It Koay beranjak dari tempat duduknya, kemudian mendorong Ciok Giok Yin ke tempat duduk itu.
Setelah duduk di atas batu itu, bibir Ciok Giok Yin tampak gemetar, dan keningnya mengucurkan keringat. Dia merasa seperti duduk di atas bara api, sehingga membuat sekujur badannya menjadi panas sekali. Semakin lama semakin panas, dan hawa panas itu menerjang ke dalam tubuhnya, bahkan menerobos ke seluruh jalan darahnya pula. Sementara Sang Ting It Koay yang duduk di sampingnya terus memperhatikannya. Berselang sesaat, Sang Ting It Koay berkata dengan suara dalam.
"Bocah, bertahanlah! Cuma rintangan ini yang harus kau lewati."
Ciok Giok Yin menurut. Dia terus bertahan, namun akhirnya pingsan juga karena tidak tahan. Sang Ting It Koay menatapnya sambil mengerutkan kening.
"Bocah, kau cukup menderita," gumamnya. Sesaat kemudian, dia manggut-manggut sambil berkata.
"Kalau tidak begini, waktu tidak mengijinkan." Sang Ting It Koay menatap Ciok Giok Yin lagi sambil berkata perlahan- lahan.
"Aku tersiksa belasan tahun, namun akhirnya menemukan anak berbakat. Kini legalah...!" Bibirnya bergerak, namun sudah tidak bisa mengeluarkan suara, hanya berkata dalam hati. Sang Ting It Koay tampak lelah sekali, dia terbatuk beberapa kali, terlihat darah segar mengalir ke luar dari mulutnya. Badannya bergoyang-goyang sejenak, namun sepasang matanya tetap menatap Ciok Giok Yin. Setelah itu, barulah memejamkan matanya untuk beristirahat.
Sementara, sang waktu terus berlalu. Satu hari, dua hari,
tiga hari. Sang Ting It Koay membuka matanya, menatap
Ciok Giok Yin. Tiba-tiba wajahnya tampak berseri, lalu tertawa gelak.
"Ha! Ha! Ha. !" Usai tertawa gelak, dia berseru.
"Bocah, bangunlah!"
Ciok Giok Yin membuka matanya. Dia mendapatkan dirinya masih tetap duduk di atas batu. Kini dia merasa badannya bertambah segar dan nyaman, sulit diuraikan dengan kata- kata. Dapat dibayangkan, betapa girang hatinya! Dia bangkit berdiri perlahan-lahan, lalu menjatuhkan diri berlutut di hadapan Sang Ting It Koay.
"Mohon lo cianpwee sudi...," katanya.
Mendadak serangkum tenaga yang amat kuat, membuat dirinya terangkat ke samping. Di saat bersamaan, Sang Ting It Koay yang sudah duduk di atas batu itu, berkata dengan dingin.
"Bocah, ingat! Sebelum lohu bersedia menerimamu sebagai murid, kau kularang menyinggung tentang itu! Kalau kau masih berani menyinggungnya, jangan menyalahkan lohu akan mengusirmu dari sini."
"Aku tidak berani berlaku kurang ajar terhadap lo cianpwee." Sang Ting It Koay tertawa gelak.
"Bagus! Aku senang begini!"
Ciok Giok Yin menarik nafas dalam-dalam dan berkata dalam hati. 'Dia melarangku berguru padanya, lalu aku harus memanggilnya apa?' Sang Ting It Koay sepertinya tahu akan apa yang dipikirkan Ciok Giok Yin.
"Bocah, aku tahu apa yang sedang kau pikirkan! Karena aku belum bersedia menerimamu sebagai murid, maka kau tidak tahu harus bagaimana memanggilku, bukan?"
Ciok Giok Yin mengangguk. "Ya."
Sang Ting It Koay tertawa.
"Kau boleh panggil aku Makluk Tua Aneh saja!" Ciok Giok Yin terbelalak.
"Bocah, kau tahu sudah berapa hari kau direndam di air susu bumi itu?"
Ciok Giok Yin menggeleng kepala. "Mohon lo cianpwee memberitahukan!"
"Kau direndam di situ empat hari empat malam, duduk di atas batu api tiga hari tiga malam."
Bukan main terkejutnya Ciok Giok Yin.
"Haaah? Kalau begitu, sudah tujuh hari tujuh malam!" Sang Ting It Koay manggut-manggut.
"Tiga tahun lalu, tanpa sengaja lohu menemukan tempat ini. Sumur susu bumi dan batu api, justru amat bermanfaat untuk melatih ilmu Sam Yang Hui Kang (Tenaga Sakti Tiga Matahari)." Dia menatap Ciok Giok Yin.
"Kuberitahukan, di puncak Gunung Muh San, lohu terpukul oleh pukulan beracun. Racun itu telah menyerang hati, mungkin tidak lama lagi lohu akan mati. Untung kau keburu kemari. Ini sudah merupakan jodoh kita. Sesungguhnya aku ingin menyantap dagingmu, namun kemudian kubatalkan niatku itu. Akan tetapi, aku tidak bisa secara cuma-cuma mengajar kau kungfu, kau harus menyelesaikan beberapa urusanku, barulah kita bisa menjadi guru dan murid."
"Asal lo cianpwee memberitahukan urusan apa, aku pasti berusaha menyelesaikannya."
"Kini belum waktunya kuberitahukan." "Kapan?"
"Setelah kau berkepandaian tinggi." "Menurut lo cianpwee, aku harus membutuhkan waktu berapa lama?"
"Itu tergantung pada kecerdasanmu."
Mendadak hati Ciok Giok Yin tergerak, dan dia langsung berkata.
"Lo cianpwee, aku pernah belajar ilmu pengobatan, maka. "
Belum juga Ciok Giok Yin usai berkata, Sang Ting It Koay sudah tertawa terkekeh-kekeh, lalu menyergah.
"Bocah, jangankan kau amat mahir ilmu pengobatan. Kalaupun Tiong Ciu Sin Ie berada di sini, dia juga tidak sanggup mengobatiku."
Mendengar itu, Ciok Giok Yin berkata dalam hati. 'Sudah dua orang menyinggung tentang Tiong Ciu Sin le. Obat Ciak Kim Tan yang berada di dalam bajunya justru adalah buatan Tiong Ciu Sin Ie, apakah kakek tua berjenggot putih itu adalah....
Tidak salah lagi, Tiong Ciu Sin Ie merupakan tokoh yang luar biasa di dunia persilatan, pasti tidak sulit mencarinya kelak.
Di saat Ciok Giok Yin sedang berpikir, mendadak Sang Ting It Koay berkata.
"Bocah, mulai hari ini kau harus merendam di sumur susu bumi selama tiga empat jam. Setelah itu, harus pula duduk di atas batu api ini."
Ciok Giok Yin mengangguk. “Ya.”
Tiba-tiba Sang Ting It Koay membentak. "Lepaskan pakaianmu!"
Ciok Giok Yin tertegun. "Le... lepaskan pakaian?" katanya gagap. "Ng!"
"Mengapa harus melepaskan pakaian?"
"Aku suruh kau lepaskan, kau harus lepaskan." "Tapi... malu kan?"
"Tidak jadi masalah."
Apa boleh buat, Ciok Giok Yin terpaksa menurut, namun masih tampak ragu. Seketika sepasang mata Sang Ting It Koay menyorot dingin.
"Masih tunggu apa lagi?" bentaknya.
Ciok Giok Yin bersifat keras, bahkan juga angkuh, maka membuatnya amat gusar.
"Lo cianpwee, walau di dalam goa ini cuma terdapat kita berdua, kalau aku harus bertelanjang bulat, rasanya kurang baik."
"Siapa suruh kau telanjang bulat?" "Kalau begitu. "
"Kau masih boleh pakai celana dalam."
Mendengar itu, legalah hati Ciok Giok Yin. Dia cepat-cepat melepaskan pakaiannya, sehingga hanya memakai celana dalam.
"Bereskan pakaianmu itu, taruh di samping!" perintah Sang Ting It Koay sambil menatapnya.
Ciok Giok Yin takut Sang Ting It Koay akan mengambil pakainnya, karena di dalam bajunya tersimpan peta Si Kauw Hap Liok Touw pemberian Ho Siu Kouw. Sesungguhnya Ciok Giok Yin masih ragu terhadap peta pusaka tersebut, namun masih ingin lihat bagaimana perkembangan selanjutnya. Oleh karena itu, dia cepat-cepat membereskan pakaiannya, lalu ditaruh ke samping.
"Mulai sekarang kau boleh belajar kungfu!" kata orang tua aneh itu.
Demi ingin belajar kungfu, Ciok Giok Yin rela menerima penderitaan maupun siksaan apapun. Sebab dia ingat akan sebuah pepatah, bahwa ingin menjadi orang teratas, haruslah bisa menahan segala penderitaan dan siksaan."
Karena itu, dia langsung masuk ke dalam sumur susu bumi, untuk merendam diri. Di saat bersamaan, Sang Ting It Koay mulai memberi petunjuk padanya.
"Bocah, hawa murni yang berada di Tantian, harus disalurkan ke seluruh nadi, kemudian dialihkan ke jalan darah Thian Koat Hiat. Selain itu, kau pun harus menghisap hawa susu bumi itu."
Begitu dengar, Ciok Giok Yin sudah paham, dan langsung dipraktekkan. Kini dia berendam di dalam sumur dengan rasa nyaman, tidak merasa panas lagi. Karena sebelumnya, dia telah berendam, di dalam sumur itu selama empat hari empat malam, maka tubuhnya telah kebal akan hawa panas itu.
"Ganti tempat!" kata Sang Ting It Koay tiga jam kemudian. Dia menggeserkan badannya ke samping, sedangkan Ciok Giok Yin duduk di atas batu api
tersebut. Begitulah! Tanpa membedakan siang atau malam, Ciok Giok Yin terus berlatih di dalam sumur susu bumi dan di atas batu api. Dengan latihan itu, Ciok Giok Yin berhasil menyatukan hawa murni dari Phing Phiauw Khek dengan tenaga buah Ginseng Daging yang pernah dimakannya. Setelah itu, Sang Ting It Koay juga mengajarnya Soan Hong Ciang (Ilmu Pukulan Angin Puyuh).
Sang waktu terus berlalu. Sehari lewat sehari, sebulan lewat sebulan. Tak terasa setahun telah berlalu, maka, kini tubuh Ciok Giok Yin pun telah tambah besar dan tinggi. Kini dia sudah berusia tujuh belas, namun kelihatan seperti sudah berusia sembilan. belas. Sikapnya tenang, gerak-geriknya kalem, dan wajahnya bukan main tampannya. Sepasang matanya bersinar terang, akan tetapi, kalau tidak sedang mengerahkan lwee kangnya, dia tampak seperti pemuda biasa. Pertanda lwee kangnya telah mencapai tingkat yang amat tinggi. Dia telah berhasil, namun Sang Ting It Koay, justru kian hari kian bertambah loyo dan lemah, setiap hari pasti muntah darah.
Sepasang matanya tampak suram dan badannya juga makin kurus, kelihatan lesu tak bertenaga. Kini, setiap hari dia harus duduk di atas batu api, demi memperpanjang nyawanya. Akan tetapi, dia masih memaksakan diri untuk mengajar Ciok Giok Yin ilmu silat. Sedangkan pemuda tersebut terus berlatih, kadang-kadang lupa makan dan tidur. Lagipula dia tetap memakai celana dalam, namun celana dalamnya itu sudah tidak karuan, kumal, lusuh dan berlubang-lubang. Hari ini Sang Ting It Koay membuka sepasang matanya, memandang Ciok Giok Yin sambil manggut-manggut.
"Bocah, pakailah bajumu!"
Ciok Giok Yin tercengang, mengapa mendadak Sang Ting It Koay menyuruhnya berpakaian? Dia menurut, dan cepat-cepat berpakaian.
"Masuklah ke dalam sumur susu bumi!" perintah Sang, Ting It Koay. Sudah sekian lama bersama Sang Ting It Koay, maka Ciok Giok .Yin sudah paham akan sifat aneh orang tua tersebut. Karena itu, dia segera masuk ke dalam sumur susu bumi. Akan tetapi, Sang Ting It Koay mendadak berseru.
"Cepat naik!"
Ciok Giok Yin segera meloncat ke atas. "Cepat kerahkan hawa murni!"
Sesungguhnya Ciok Giok Yin sudah mulai tidak sabaran, namun dia tetap menurut dan cepat-cepat mengerahkan hawa murninya. Seketika hidungnya mengeluarkan uap putih, dan dalam sekejap uap itu sudah menutupi sekujur badannya.
"Berhenti" bentak Sang Ting It Koay. Ciok Giok Yin membuka mulutnya, langsung menyedot uap putih itu ke dalam mulutnya.
Menyaksikan itu, sepasang mata Sang Ting It Koay tampak berbinar-binar, kemudian dia tertawa terbahak-bahak.
"Bocah, lihatlah pakaianmu!"
Ciok Giok Yin menundukkan kepalanya memandang pakaiannya. Hatinya tersentak kaget. Ternyata pakaiannya telah kering, maka membuatnya tertegun, tidak habis pikir apa sebabnya. Sepasang mata Sang Ting It Koay yang tadinya berbinar-binar, kini tampak sudah buyar. Dia berkata perlahan- lahan.
"Itu adalah tenaga sakti Sam Yang Hui Kang. Ketika kau mulai berlatih, maka aku suruh kau melepaskan pakaian, agar mengetahui bagaimana perkembangan Sam Yang Hui Kang yang kau latih itu. Jadi apabila kau berkecimpung di rimba persilatan, pakaianmu tidak akan tersobek-sobek oleh tenaga sakti itu. Kini kau paham akan maksudku?"
Ciok Giok Yin langsung berlutut di hadapan Sang Ting It Koay dan memanggil dengan rasa haru,.
"Suhu. "
":Siapa suhumu? Cepat berdiri!" bentak Sang Ting It Koay. Ciok Giok Yin tertegun.
"Kita tetap seperti apa yang telah kukatakan dulu. Aku cuma mengajarmu kungfu, tidak terikat guru dan murid, kau taati itu! Karena. " kata Sang Ting It Koay. Sang Ting It Koay tidak
melanjutkan ucapannya, tapi sepasang matanya menyorotkan sinar dendam kebencian. Ciok Giok Yin merinding menyaksikan itu, lalu berkata dalam hati. 'Mungkin dia teringat akan peristiwa di puncak Gunung Muh San. Aku harus menuntut balas untukmu. Meskipun kau tidak mengaku diriku sebagai muridmu, namun dalam hati aku mengakuimu sebagai guruku.' Sang Ting It Koay menghela nafas panjang.
"Bocah, tahukah kau sudah berapa lama berada di dalam goa ini?" katanya lembut. Ketika baru bersama Sang Ting It Koay, dia amat tersinggung jika dipanggil bocah. Tapi kini, panggilan tersebut justru membuatnya merasa nyaman dan hangat.
Mungkin sifat aneh makhluk tua itu sudah menular pada dirinya, sehingga dia pun berubah menjadi makhluk kecil yang bersifat aneh.
"Mungkin sudah ada setengah tahun lebih," sahutnya.
Sang Ting It Koay menggelengkan kepala. "Tepatnya sudah satu tahun."
"Satu tahun?" "Ng!"
Mendadak Ciok Giok Yin teringat pada Bwee Han Ping, lalu teringat pula akan Ho Siu Kouw yang tinggal di dalam Goa Teng Tong dengan kaki terikat rantai. Dalam waktu satu tahun ini, bagaimana keadaan Kakak Ping? Dan juga bagaimana keadaan Ho Siu Kouw? Apakah luka dalamnya sudah
sembuh? Kedua gadis itu, merupakan orang yang tidak dapat dilupakan Ciok Giok Yin.
Saat ini, Ciok Giok Yin ingin cepat-cepat meninggalkan goa itu, ingin segera pergi menengok kedua gadis tersebut. Akan tetapi Sang Ting It Koay belum menyuruhnya pergi, tentunya akan merasa tidak enak apabila dia pergi sekarang. Lagipula keadaan Sang Ting It Koay, kelihatannya. Maka dia tidak
berani memikirkan hal tersebut. Saat ini suasana di dalam goa itu amat sunyi. Berselang beberapa saat barulah Sang Ting It Koay berkata.
"Bocah, aku beritahukan padamu, mengenai ilmu Sam Yang Hui Kang, kalau kau tidak mengalami suatu kemujizatan, tentunya sulit berlatih hingga sempurna. Kini di dunia persilatan, hanya ada seseorang yang telah sempurna ilmu kungfunya." "Siapa?"
"Chiu Tiong Thau." "Siapa orang itu?" "Murid murtad." "Murid?"
"Ng!"
"Lo cianpwee tidak pernah menceritakannya?" "Menceritakannya?"
"Ya."
Wajah Sang Ting It Koay langsung berubah, bahkan juga berkertak gigi hingga berbunyi gemeletuk.
"Dia adalah musuhku." katanya dengan dingin sekali. Ciok Giok Yin terbelalak.
"Musuh?" "Tidak salah."
"Bagaimana kejadian awalnya?" "Kau terlampau banyak bertanya."
Ciok Giok Yin langsung diam, namun berkata heran dalam hati. 'Bagaimana murid bisa menjadi musuh? Sungguh aneh sekali!'
"Hmmm!" Orangtua aneh itu mendengus. "Lima lohu pun bukan lawannya." Mulut Ciok Giok Yin ternganga lebar seketika. Dia menatap seperti dengan mata terbeliak.
"Bocah, ketika aku mulai mengajarmu ilmu kungfu, aku sudah bilang akan tukar syarat. Oleh karena itu, kini sudah waktunya kau memenuhi syaratku."
"Mohon lo cianpwee memberitahukan apa syarat itu!" "Syaratku kau harus membunuh orang."
Ciok Giok Yin tersentak, dan air mukanya langsung berubah. "Membunuh orang?"
"Sungguh merupakan urusan sulit! Sebab membunuh orang adalah perbuatan jahat."
Ketika baru mulai belajar kungfu, Ciok Giok Yin cuma berpikir ingin membalas orang-orang yang pernah menghinanya, tidak pernah terlintas dalam benaknya akan membunuh orang. Kini Sang Ting It Koay membuka mulut menyuruhnya pergi membunuh orang, itu sungguh menyulitkannya.
"Tidak salah, membunuh orang!" sahut Sang Teng It Koay dengan dingin.
"Membunuh siapa?"
"Kang Ouw Pat Kiat (Delapan Pendekar Sejati Dunia Persilatan)."
"Mereka orang baik atau orang jahat?"
"Melihat keuntungan melupakan budi luhur, itu tergolong orang yang amat jahat."
Mendengar itu, Ciok Giok Yin tidak banyak berpikir lagi. "Mohon lo cianpwee memberitahukan nama mereka!"
katanya. Pada dasarnya Ciok Giok Yin memang amat membenci orang semacam itu, maka dia ingin membasmi mereka.
"Sekarang kau harus pergi membunuh Khiam Sim Hweshio, ketua Kuil Put Toan Si. Setelah itu, kau balik kemari memberitahukan padaku, lalu pergi cari orang lain." sahut Sang Ting It Koay.
"Apakah Khiam Sim Hweshio adalah salah satu di antara Kang Ouw Pat Kiat?"
"Ng!"
"Di mana kuil Put Toan Si itu?"
"Di daerah Ngo Pak. Dari sini ke sana berjarak seratus mil lebih."
"Bagaimana dengan hweshio-hweshio lain?"
"Mereka tiada dendam apapun dengan lohu, maka kau tidak boleh membunuh mereka. Tapi Kau harus membunuh Khiam Sin Hweshio."
Setelah mendengar itu, dalam hati Ciok Giok Yin timbul suatu kemarahan besar, sepertinya melihat Sang Ting Koay dikeroyok di puncak Gunung Muh San oleh Kang Ouw Pat
Kiat. Wajahnya yang tampan itu langsung diliputi hawa membunuh yang amat berat. Kemudian Ciok Giok Yin membungkukkan badannya dan menjura.
"Su..." katanya.
Maksudnya ingin memanggil suhu, namun cepat-cepat diubah, sebab Sang Ting It Koay tidak tahu mau dipanggil suhu.
"Lo cianpwee tunggu beritaku!"
Usai berkata. Dia segera melesat pergi, tapi mendadak Sang Ting It Kong berseru. "Kembali!"
Ciok Giok Yin langsung kembali ke hadapan Sang Ting It Koat. "Lo cianpwee masih ada pesan lain?"
Sang Ting It Koay tampak berpikir keras.
"Ini pertama kali kau keluar, selanjutnya kau akan sering keluar," sahutnya sesaat kemudian.
Ciok Giok Yin mengangguk.
"Ya. Aku harus memenuhi harapan lo cianpwee."
"Kelak kalau kau berkelana dalam rimba persilatan, tentu akan mendengar tentang suatu benda pusaka rimba persilatan, yaitu Gin Tie (Seruling Perak)."
"Gin Tie?"
"Ng!"
"Sesungguhnya itu merupakan pusaka apa?" "Benda pusaka peninggalan Han Siang Cu." "Apa gunanya benda pusaka itu?"
"Kini belum waktunya menceritakannya." "Lalu aku harus bagaimana?"
"Kalau kau menemukan benda itu, atau mendengar tentang jejaknya, maka kau harus berupaya agar memperolehnya.
Setelah itu, kau harus pergi mencari keturunan Hai Thian Tayhiap-Ciok Khie Coan, dan menyerahkan Gin Tie tersebut padanya." Ciok Giok Yin tertegun mendengar itu, karena merupakan kedua kalinya dia mendengar Gin Tie tersebut harus diserahkan kepada keturunan Hai Thian Tayhiap-Ciok Khie Goan. Apakah seruling perak itu amat penting bagi keturunan keluarga Ciok tersebut?
Karena memikirkan itu, membuatnya lupa akan pembicaraannya dengan Sang Ting It Koay. Sedangkan Sang Ting It Koay menatapnya dengan heran.
"Bocah, pernahkah kau mendengar tentang Gin Tie itu?" Ciok Giok Yin tersentak sadar.
"Aku pernah dengar." "Dengar dari siapa?" "Phing Phiauw Khek." "Phing Phiauw Khek?" "Ya."
"Apa katanya?"
"Seperti apa yang dikatakan lo cianpwee barusan."
"Kalau begitu, kau harus berupaya mendapatkan Gin Tie itu. Sekarang pergilah!"
Ciok Giok Yin tidak segera pergi.
"Di mana tempat tinggal keturunan keluarga Ciok itu?" "Kau boleh menyelidiki sendiri."
Ini pun merupakan urusan sulit, sebab dunia sedemikian luas, tidak tahu nama dan alamat, bagaimana mungkin mencarinya? Lagipula harus kemana mencari Seruling Perak itu? Walau dia akan berupaya semaksimal mungkin, namun tetap akan sia-sia belaka. Itu bagaimana nanti saja. Pikir Ciok Giok Yin, lalu melesat pergi. Di lembah Tok Coa Kok hanya terdapat sebuah jalan setapak, orang keluar masuk harus melalui jalan setapak itu. Di kanan kiri jalan setapak itu, terdapat tebing yang amat tinggi dan berlumut. Apabila di hadapan ada orang ingin masuk, maka salah seorang harus mengalah ke samping, sebab jalan itu sulit dilalui dua orang. Oleh karena itu, lembah Tok Coa Kok menjadi terlarang bagi kaum rimba persilatan, sebab siapa yang ingin cari mati dilembah tersebut?
Sementara Ciok Giok Yin terus melesat di jalan setapak itu, tampak bayangannya berkelebat kelebat. Tak lama kemudian, dia sudah berada di luar lembah. Saking gembiranya dia bersiul panjang. Bukan main nyaringnya suara siulannya, mengejutkan burung-burung yang bertengger di dahan, sehingga burung- burung itu langsung beterbangan, karena ketakutan.
Malam harinya, tampak seorang pemuda berdandan seperti pemuda desa, berjalan santai mendaki gunung. Ternyata di atas gunung itu terdapat kuil Put Toan Si. Jalan menuju kuil tersebut agak berliku-liku. Langkah pemuda desa itu kelihatan santai. Namun ternyata jalannya cepat sekali, membuktikan bahwa dia memiliki ilmu ginkang yang amat tinggi. Meskipun pemuda itu berpakaian kasar, tapi wajahnya tampan sekali.
Anak gadis manapun yang melihatnya, pasti akan jatuh hati padanya.
Berselang beberapa saat, pemuda itu sudah mendekati Kuil Put Toan Si. Dia mendongakkan kepala. Dilihatnya di atas pintu kuil terdapat sebuah papan bertulisan 'Put Toan Si' Setelah membaca huruf-huruf itu, sepasang matanya langsung menyorot tajam, dan wajahnya diliputi hawa membunuh. Siapa pemuda itu? Tidak lain adalah Ciok Giok Yin. Dia kemari ingin membalas dendam Sang Ting It Koay. Ciok Giok Yin berjalan ke kuil itu melalui undakan batu. Baru saja dia melewati beberapa undakan, mendadak muncul tiga orang hweshio.
"Kuil kami sedang mulai pelajaran malam, harap sicu segera turun gunung!" kata salah seorang dari mereka. Ciok Giok Yin menatap hweshio itu dengan tajam. "Apa hubungannya pelajaran malam kalian dengan diriku?"
"Peraturan kuil kami, melarang tamu masuk ke dalam kuil di malam hari," sahut Hwee Shio itu.
"Apakah tidak leluasa bagi orang yang menyucikan diri?' "Harap sicu mengerti!"
Sembari berkata, Ciok Giok Yin berjalan lagi.
"Kau berani masuk dengan cara paksa?" kata hwee shio itu dengan suara dalam. Sedangkan dua hweshio lainnya, menatap Ciok Giok Yin dengan bengis.
"Memangnya kenapa? Apalah di dalam kuil kalian terdapat suatu rahasia?" sahut Ciok Giok Yin.
"Bocah! Kau memang sudah bosan hidup, berani kemari cari gara-gara!"
Bukan main gusarnya Ciok Giok Yin dipanggil 'Bocah'! Sebelah tangannya langsung bergerak. Plak! Ternyata Ciok Giok Yin telah menampar hweshio itu, membuat mata hweshio itu berkunang-kunang.
"Bagaimana seorang hweshio boleh bermulut demikian kasar?" katanya dengan dingin.
Akan tetapi, ketiga hweshio itu justru gusar sekali.
"Bocah, kau berani memukul orang? bentak mereka serentak. Ketiga mereka menyerang Ciok Giok Yin dengan serentak pula.
Ciok Giok Yin tidak mau meladeni mereka bertiga, sebab Sang Ting It Koay telah berpesan padanya, jangan membunuh hweshio lain, kecuali Khiam Sim Hwee shio. Oleh kerena itu, Ciok Giok Yin cuma berkelit, sekalipun menerobos ke kuil.
Dalam waktu sekejap, dia sudah memasuki kuil tersebut. Ciok Giok Yin menuju ruang ketua, karena yang dicarinya adalah Khiam Sim Hweshio, ketua Kuil Put Toan Si ini. Ketika dia sedang menuju ruang ketua, mendadak muncul lima hweshio menghadang di depannya. Menyusul pula tiga hweshio di belakangnya.
"Hadang dia!" seru ketiga hweshio itu. Ciok Giok Yin berhenti, lalu menatap para hweshio itu dengan dingin sekali.
"Bolehkah kami tahu nama sicu?" tanya salah satu hweshio yang berdiri di hadapannya dengan suara dalam.
"Ciok Giok Yin."
"Ada urusan apa, bolehkah sicu memberitahukan, agar kami melapor pada ketua?"
"Kau tidak pantas."
Sahutan Ciok Giok Yin yang amat ketus, membuat hweshio itu menjadi naik darah.
"Kau kemari sengaja cari gara-gara?" bentaknya sambil maju dua langkah.
"Boleh dikatakan demikian."
Seketika terdengar suara seruan serentak. "Habisi dia!"
"Yang merasa bosan hidup, boleh cari mati!" sahut Ciok Giok Yin. Bukan main gusarnya para hweshio itu! Mereka mengepal tinju sambil menatap Ciok Giok Yin dengan bengis. Ciok Giok Yin juga menatap mereka dengan dingin.
"Kalian tidak percaya, silakan coba!" katanya sepatah demi sepatah. Salah satu hweshio, langsung menyerang Ciok Giok Yin dengan jurus Thay San Ap Teng (Gunung Thay San Menindih Atap). Ciok Giok Yin mendengus dingin.
"Hmmm!" kemudian membentak. "Cari mati!" Memdadaka dia menjulurkan sebelah tangannya. Seketika terdengar suara jeritan, ternyata hweshio itu telah roboh dan nafasnya pun sudah putus. Hati Ciok Giok Yin tersentak dan membatin. 'Aku... sudah membunuh orang. '
Sesungguhnya dia berhati bajik, hanya saja sering dihina dan dipukuli orang, maka di dalam hatinya terukir rasa benci.
Namun, dia tidak berniat membunuh orang. Kali ini dia datang di kuil Put Toan Si mencari Khiam Sim Hweshio, hanya demi membalas budi kebaikan Sang Ting It Koay yang telah menyelamatkan nyawanya, bahkan juga mengajarkan ilmu silat. Oleh karena itu, lawannya sudah pasti Khiam Sim Hweshio. Tapi kini dia justru kelepasan tangan membunuh seorang hweshio lain sehingga membuat hatinya tersentak.
Ciok Giok Yin sama sekali tidak menduga, bahwa hweshio itu begitu tak berguna sama sekali. Padahal tadi dia cuma menggunakan delapan bagian tenaganya, namun malah membunuh hweshio tersebut, itu sungguh diluar dugaannya. Di saat hweshio itu roboh, hweshio-hweshio lain, langsung berseru serentak.
"Soan Hoang Ciang (Ilmu Pukulan Angin Puyuh)!"
Ketika suara seruan itu sirna, terdengar pula suara pujian pada Sang Budha di belakang Ciok Giok Yin.
"Omitohud!"
Tampak seorang hweshio tua melayang turun. Badannya tinggi besar dan sepasang matanya bersinar terang. Begitu hweshio tua itu muncul, para hweshio segera memberi hormat padanya.
"Sicu ini masuk secara paksa, ingin bertemu ketua," kata salah seorang dari mereka. Tidak salah lagi, hweshio menatap Ciok Giok Yin.
"Apa maksud sicu kecil memhunuh orang di sini?" katanya perlahan. Ciok Giok Yin menatapnya dingin. "Siapa kau?"
"Khiam Sim Hweshio." "Kau adalah Khiam Sim?" "Tidak salah."
Wajah Ciok Giok Yin langsung diliputi hawa membunuh.
"Khiam Sim! Apakah kau telah melupakan peristiwa empat belas tahun yang lalu di puncak Gunung Muh San?" bentaknya keras.
Khiam Sim Hweeshhio tersentak ketika mendengar pertanyaan Ciok Giok Yin itu.
"Siapa kau?" katanya dengan suara dalam. "Murid Sang Ting It Koay. Ciok Giok Yin!"
"Mau apa kau kemari?" "Menagih hutang!" "Hutang padamu!" "Hutang pada suhuku!"
Khiam Sim Hweshio tertawa gelak.
"Sicu kecil, kau mengada-ada dan berdusta! Entah kau dengar dari mana, lalu kemari mencariku! Perlu kau ketahui, mungkin saat ini tulang Belulang Sang Ting It Koay sudah tiada! Kau berani kemari cari gara-gara, lebih baik menurutku agar hukumanmu menjadi agak ringan!"
"Khim Sim, serahkan nyawamu!" bentak Ciok Giok Yin. Badan pemuda itu bergerak cepat, begitu pula sepasang tangannya. Terdengar suara yang menyayat hati, dan tampak darah segar bercucuran. Ternyata Khiam Sim Hweshio telah roboh binasa, kepalanya pecah, darah dan otak berhamburan ke mana-mana. Setelah berhasil membunuh Khiam Sim Hweshio, Ciok Giok Yin bersiul panjang. Tampak bayangannya berkelebat, dia melesat pergi meninggalkan Kuil Put Toan Si, dan dalam sekejap sudah hilang di bawah sinar rembulan.
Para hweshio Kuil Put Toan Si, semuanya masih menggigil ketakutan. Tidak disangka pemuda yang belum berusia dua puluh, hanya dalam satu jurus sudah berhasil membunuh Khiam Sim Hweshio, salah satu Kang Ouw Pat Kiat yang amat terkenal itu.
Di saat Ciok Giok Yin melesat pergi, terlihat sosok bayangan hitam berkelebat ke atap kuil itu. Dia mendengar pembicaraan para hweshio, dan menyaksikan keadaan di kuil itu. Setelah memahami semuanya, barulah dia melesat pergi.
Keesokan harinya berita itu sudah tersebar luas di dunia persilatan. Karena itu, nyali Kang Ouw Pat Kiat menjadi ciut, mereka selalu tercekam rasa tegang dan takut. Mereka sama sekali tidak menyangka, bahwa bukan hanya Sang Ting It Koay yang belum mati, bahkan muncul muridnya menuntut
balas. Sementara Ciok Giok Yin terus melesat menuju Lembah Tok Coa Kok.
Tiba-tiba teringat akan peta Si Kau Hap Liok Touw pemberian Ho Siu Kouw. Sejak menyimpan peta tersebut, dia tidak pernah melihatnya. Mengapa tidak melihat sekarang? Sebetulnya peta itu asli atau palsu? Karana berpikir demikian, Ciok Giok Yin segera berhenti, kemudian merogoh ke dalam bajunya. Dia mengeluarkan peta itu yang masih terbungkus sapu tangan.
Berhubung dia pernah merendam dirinya di dalam sumur susu bumi, maka peta kulit kambing itu masih agak basah.
Dengan hati-hati sekali dia membuka peta tersebut, ternyata peta itu bergambar sembilan buah patung Buddha. Setiap gambar patung Budha itu terdapat tulisan 'Sembilan' Namun salah satu diantara gambar-gambar patung Buddha itu amat besar dan aneh, juga terdapat tulisan 'Sembilan' Ciok Giok Yin tidak paham sama sekali. Ketika dia baru ingin membuang peta itu, tiba-tiba hatinya tergerak. Niat membuang peta itu dibatalkannya, lalu peta tersebut dibungkus kembali dengan sapu tangan, dan disimpan ke dalam bajunya. Sesungguhnya peta tersebut sudah agak berlubang-lubang, lantaran terlalu sering terendam di dalam sumur susu bumi. Namun, Ciok Giok Yin memiliki ingatan yang kuat. Apa yang dilihatnya dalam peta itu, kini telah berpindah ke dalam otaknya.
Ciok Giok Yin terus melesat menuju Lembah Tok Coa Kok. Berselang beberapa saat, dia sudah memasuki lembah itu, dan langsung menuju ke dalam goa. Dia melihat Sang Ting It Koay duduk di atas batu api, mengiranya sedang bersemedi. Maka Ciok Giok Yin tidak berani bersuara, cuma berdiri di sisinya menunggunya usai bersemedi. Akan tetapi sudah satu jam dia menunggu, Sang Ting It Koay tetap diam dan matanya terus terpejam. Ciok Giok Yin merasa heran, kemudian memperhatikan Sang Ting It Koay.
Seketika sekujur badannya bergemetar. Rasa duka pun timbul mendadak, akhirnya dia menangis sedih. Ternyata Sang Ting It Koay telah meninggal, padahal Ciok Giok Yin pergi cuma setengah hari, tapi Sang Ting It Koay sudah tidak sempat menunggu kabar berita baik itu. Setahun lebih Ciok Giok Yin bersama Sang Ting It Koay, maka timbul suatu cinta kasih di antara mereka berdua. Ciok Giok Yin terus menangis hingga serak suaranya.
"Suhu, meskipun kau melarangku memanggilmu suhu, namun dalam hatiku tetap menganggapmu sebagai suhu. Maka biar bagaimana, aku pasti akan memenuhi harapan suhu. Aku... sudah membunuh Khiam Sim Hweshio, harap suhu dapat tenang di alam baka, aku pasti mencari yang lain."
Ciok Giok Yin terus menangis. mendadak dia baru ingat, siapa Kang Ouw Pat Kiat yang lain. Sang Ting It Koay cuma memberitahukan Khiam Sim Hweshio, tidak memberitahukan yang lain, lalu selanjutnya harus pergi cari siapa? Oleh karena itu, Ciok Giok Yin berhenti menangis. Dia menghapus air matanya, sambil bangkit berdiri. Beberapa saat dia berdiri termangu-mangu, namun tiba-tiba hatinya tergerak lalu dia berkata.
"Kang Ouw Pat Kiat amat terkenal di dunia persilatan. Apabila aku berkelana di dunia persilatan, bukankah aku bisa mencari informasi tentang mereka?" katanya.
Setelah itu hatinya terasa lega, pasti dapat membalas dendam suhunya kelak. Kini yang harus dilakukannya, pasti mengubur mayat suhunya. Ciok Giok Yin segera menggali sebuat lubang, kemudian mengubur mayat suhunya di dalam lubang itu. Akan tetapi, ketika dia mengangkat mayat suhunya, justru melihat sebuah kitap tipis dan beberapa tael uang perak di atas batu api.
Seusai mengubur mayat suhunya, barulah Ciok Giok Yin mengambil kitab tipis itu, ternyata berisi riwayat hidup Sang Ting It Koay dan nama-nama Kang Ouw Pat Kiat. Terakhir terdapat beberapa baris tulisan berbunyi demikian. 'Ingat! Kau harus berupaya mencari Seruling Perak dan sebuah kitab Cu Cian! Apabila kau tidak berhasil mencari keturunan keluarga Ciok itu, maka kau harus mempelajari ilmu silat yang tercantum di situ, agar dapat membersihkan pintu perguruanku! Murid murtad itu bernama Chiu Tiong Thau! Dan kau harus ingat satu hal, kita bukan guru dan murid,
aku. ' Tulisan habis sampai di situ. Mungkin Sang Ting It Koay
sudah tidak kuat menulis lagi, akhirnya menghembuskan nafas terakhir.
Ciok Giok Yin memegang kitap tipis itu dengan air mata berderai-derai.
"Suhu, biar bagaimanapun aku tetap menganggapmu sebagai suhu."
Dia menyimpan kitab tipis itu ke dalam bajunya, lalu memandang ke sekeliling goa itu sejenak. Setelah itu, barulah dia meninggalkan goa tersebut. Sampai di luar, dia memandang ke atas. Yang tampak kabut tebal. Entah berapa tinggi tebing itu. Sebetulnya dia ingin naik ke atas dengan cara memanjat tebing itu. Namun dia tidak tahu berapa tinggi tebing tersebut, lagi pula kalau kurang hati-hati, mungkin akan terpeleset jatuh.
Akan tetapi, biar bagaimanapun dia harus naik ke atas, sebab dia ingin berangkat ke Goa Toan Tong untuk menengok Ho Siu Kouw. Dia yakin dengan lwee kang yang dimilikinya sekarang, dirinya mampu memutuskan rantai besi itu. Tidak peduli gadis itu menghadiahkan peta asli palsu, yang jelas dia harus menolongnya.
Usai berpikir begitu, dia menarik nafas dalam-dalam mengerahkan lwee kangnya. Seketika tampak badannya melambung ke atas menembus kabut tebal, kemudian hinggap di dinding, dan mulai merayap ke atas dengan hati-hati
sekali. Akhirnya dia berhasil sampai di atas. Dia berdiri termangu-mangu di pinggir jurang. Setahun yang lalu, gara- gara Bu Lim Siu, dia terjatuh ke dalam jurang itu. Teringat akan Bu Lim Sam Siu, timbul pula kegusarannya sehingga membuat berkertak gigi. Ciok Giok Yin mengambil keputusan untuk ke Goa Toan Tong dulu, setelah itu barulah ke perkampungan Tong Keh Cuang menengok Bwee Han Ping.
Dia harus melaksanakan rencananya itu, maka mendadak badannya bergerak melesat pergi. Berselang beberapa saat, dia sudah berada di depan Goa Toan Teng Tong. Tanpa banyak pikir lagi, dia langsung masuk ke goa itu. Namun begitu masuk, matanya terbelalak, ternyata di dalam goa itu tergeletak belasan mayat, semua pecah kepalanya sehingga tampak amat mengenaskan. Akan tetapi, justru tidak tampak bayangan Ho Siu Kouw. Mengenai peti mati merah, juga tidak kelihatan, tiada jejak sama sekali. Mungkin dia masih berada di balik dinding batu, karena itu Ciok Giok Yin segera mengerahkan lwee kangnya, lalu menghantam dinding batu tersebut.
Maksudnya ingin menghancurkan dinding batu itu dengan pukulan. Sebab asal dinding batu itu hancur, pasti akan menemukan Ho Shin Kouw.
Blam!
Terdengar suara benturan yang amat keras memekakkan telinga, debupun beterbangan, sedangkan Ciok Giok Yin termundur satu langkah. Akan tetapi, setelah debu-debu hilang, dinding batu itu masih tampak seperti semula. Pukulan yang dilancarkan Ciok Giok Yin paling sedikit berkekuatan ratusan kati. Namun, dinding batu itu tidak hancur maupun rusak atau berlubang, sebaliknya Ciok Giok Yin malah merasa lengannya sakit sekali.
Bukan main penasarannya Ciok Giok Yin! Dia memperhatikan dinding itu, ternyata bukan batu, melainkan terbuat dari besi yang amat tebal. Ciok Giok Yin termangu-mangu, menatap dinding besi itu dengan kening berkerut-kerut. Mendadak terdengar suara bentakan nyaring dan amat dingin di belakangnya.
"Jangan bergerak!"'
Seketika sekujur badannya menjadi merinding. Di dalam goa yang menyeramkan ini, justru mendadak terdengar suara bentakan yang amat dingin. Di saat bersamaan, sebuah jari menyentuh punggungnya, dan terdengar suara ancaman.
"Apabila kau bergerak, aku pasti menghabisimu!"
Ciok Giok Yin memiliki sifat keras, kemudian ikut Sang Ting It Koay setahun lebih, maka ketularan sifat anehnya pula. Oleh karena itu, ketika mendengar suara tersebut, dia bergerak cepat laksana kilat melesat ke depan, sekaligus membalikkan badannya.
Begitu melihat orang itu, seketika juga Ciok Giok Yin mengeluarkan suara 'lh'. Demikian pula orang itu, ketika melihat Ciok Giok Yin, juga mengeluarkan suara 'Ih'. Siapa orang itu? Ternyata Heng Thian Ceng, wanita buruk rupa yang pernah bertemu Ciok Giok Yin setahun yang lalu.
Heng Thian Ceng sama sekali tidak menduga, pemuda yang berada di hadapannya itu Ciok Giok Yin. Maka, membuatnya tertegun, menatap Ciok Giok Yin dengan mata terbeliak lebar.
Suasana di tempat itu seketika berubah menjadi hening. Sekilas wajah Heng Thian Ceng tampak berseri.
"Bocah, cepat serahkan!" katanya dengan dingin.
Ciok Giok Yin tertegun. Namun kemudian terpikir olehnya bahwa wanita buruk rupa itu menghendaki peta Si Kauw Hap Liok Touw. Tidak perduli peta itu asli atau palsu, pokoknya tidak akan diserahkan kepada Heng Thian Ceng.
"Serahkan apa?" "Seruling Perak!" "Apa? Seruling Perak?"
Untuk ketiga kalinya Ciok Giok Yin mendengar Seruling Perak tersebut. Sungguh tak disangka wanita buruk rupa ini pun sedang mencari Cu Cian. Heng Thian Ceng mengangguk.
"Ng!"
"Aku tidak pernah melihat Seruling Perak atau Seruling Emas," kata Ciok Giok Yin. Wajah Heng Thian Ceng berubah menjadi dingin. Sepasang matanya menyorot tajam menatap Ciok Giok Yin sambil maju selangkah.
"Bocah, kau berani menyangkal? Orang-orang ini adalah bukti!" bentaknya sambil menunjuk mayat-mayat yang tergeletak. "Tak disangka dalam waktu setahun, kau telah berhasil menguasai kungfu tinggi!"
"Bagaimana kau tahu aku yang mengambilnya?" tanya Ciok Giok Yin.
"Kalau bukan kau lalu siapa?" "Kau melihat itu?"
"Mayat-mayat di sini adalah saksi. Cepat serahkan! Urusan di antara kita berdua jadi beres, kalau tidak. "
"Bagaimana?"
"Dua urusan akan diperhitungkan sekaligus!" "Urusan apa?" "Tahun kemarin kau membohongiku, katamu peta Si Kauw Hap Liok Touw berada pada Bu Lim Sam Siu! Walau aku belum bertemu mereka bertiga, namun mendengar kabar berita di rimba persilatan, peta itu berada di tanganmu!"
Heng Thian Ceng berhenti sejenak, menatap Ciok Giok Yin seraya melanjutkan.
"Sekarang asal kau serahkan Seruling Perak itu padaku, tidak menghendaki peta itu lagi!"
Ciok Giok Yin mendengus dingin.
"Hmm! Aku justru ingin bertanya satu hal padamu!" "Katakan!"
"Kapan kau kemari?" "Barusan!"
"Aku kemari cuma lebih cepat sepeminum teh darimu. "
"Selain kau tiada orang lain!"
"Kalau begitu, kau yakin aku yang mengambilnya?" "Tidak salah!"
Bukan main gusarnya Ciok Giok Yin!
"Jangan memfitnah dan jangan bermulut besar!" katanya dengan lantang.
"Pasti kau! Tahukah kau siapa aku?" "Heng Thian Ceng!"
"Tahukah kau mengenai peraturanku?" "Peraturan apa?"
"Aku ingin membunuh semua kaum lelaki di kolong langit!"
"Hmm! Tidak salah kataku, kau memang bermulut besar!"
Ketika Ciok Giok Yin sedang berkata, sepasang mata Heng Thian Ceng memandang ke arah dinding batu. Ternyata pada dinding batu itu terdapat sebaris tulisan. 'Gin Tie... Liok Hap Kun'
Usai membaca, Heng Thian Ceng juga mengeluarkan suara. "Iiih!"
Ciok Giok Yin tercengang, lalu segera memandang ke sana. Begitu melihat tulisan itu, dia langsung membacanya.
"Gin Tie, Liok Hap Kun."
Heng Thian Ceng juga bergumam. "Liok Hap Kun, Liok Hap Kun." "Siapa?"
"Nama ini, aku tidak pernah mendengarnya."
Mendadak Heng Thian Ceng berkata dengan suara rendah. "Ada orang datang, cepat bersembunyi!"
Badan Heng Thian Ceng bergerak cepat, dan dalam sekejap sudah menghilang. Ciok Giok Yin terbelalak. Ternyata dia tidak tahu Heng Thian Ceng bersembunyi di mana, bahkan juga tidak melihatnya. Hati Ciok Giok Yin menjadi dingin. Dia tidak menyangka bahwa wanita buruk rupa itu memiliki ginkang yang begitu tinggi. Di saat badan Heng Thian Ceng berkelebat menghilang, dalam waktu bersamaan masuklah tiga orang aneh. Ketiga orang itu, boleh dikatakan mirip tiga sosok mayat. Sepasang mata mereka tidak berkedip, terus menatap ke atas dinding batu. Mereka sama sekali tidak memperdulikan keberadaan Ciok Giok Yin. Ciok Giok Yin merinding dan berpikir, hari ini begitu banyak orang datang di Goa Toan Teng Tong, tentunya demi sebatang Seruling Perak. Kemudian ketiga orang aneh itu saling memandang. Mendadak masuk lagi seorang aneh kurus kecil. Dia membalikkan badannya menatap Ciok Giok Yin, seraya bertanya dengan suara parau.
"Siapa kau?"
Ciok Giok Yin langsung balik bertanya dengan nada yang sama.
"Siapa kau?"
"Sou Bin Koay Siu (Orang Aneh Wajah Kurus), sebetulnya siapa kau?"
"Ciok Giok Yin!" "Cepat serahkan!" "Serahkan apa?" "Gin Tie!"
"Kau buta huruf?" tanya Ciok Giok Yin sambil menunjuk dinding batu. Sou Bin Koay Siu-Sang Ceh Cing memandang ke arah dinding batu yang ditunjuk Ciok Giok Yin. Seketika wajahnya tampak tertegun. Namun kemudian sepasang matanya menyorot tajam, menatap Ciok Giok Yin seraya membentak,
"Bocah, kau berani macam-macam?" Dia menoleh ke arah tiga orang aneh itu. "Tangkap dia!" serunya lantang. Salah seorang aneh, langsung menerjang ke arah Ciok Giok Yin.
"Berani kau?" bentak Ciok Giok Yin menguntur. Mendadak dia mengibaskan tangannya. Kibasan yang penuh mengandung lwee kang. Dapat dibayangkan, betapa kuatnya kibasan tangannya itu.
Bum!
Terdengar suara benturan dahsyat, orang aneh itu roboh seketika.
Akan tetapi, sungguh menakjubkan! Ternyata orang aneh itu bangkit berdiri lagi, kemudian menyerang Ciok Giok Yin dengan sepasang tangannya. Ketika roboh, orang aneh itu sama sekali tidak menjerit, kelihatannya seperti orang gagu. Di saat bersamaan, Sou Bin Koay Siu membentak.
"Mundur!"
Orang aneh itu langsung mundur, sedangkan Sou Bin Koay Siu maju menyerang Ciok Giok Yin dengan tiga pukulan. Bukan main cepatnya gerakan Sou Bin Koay Siu! Ketiga pukulan itu dilancarkan dengan sekaligus, bahkan amat dahsyat pula, membuat Ciok Giok Yin terdesak mundur beberapa
langkah. Akan tetapi, mendadak Sou Bin Koay Siu meloncat ke belakang.
"Bocah, ada hubungan apa kau dengan Sang Ting It Koay?" "Tidak perlu kuberitahukan!"
Sou Bin Koay Siu maju selangkah.
"Kau tidak mau beritahukan?" bentaknya sambil melancarkan sebuah pukulan ke arah Ciok Giok Yin. Pemuda itu memang berkepandaian tinggi, cuma sayang kurang berpengalaman.
Maka dia terdesak mundur, ketika Ciok Giok Yin hampir kena. Namun mendadak terdengar bentakan keras.
"Berhenti!"
Sou Bin Koay Siu-Sang Ceh Cing langsung mencelat ke belakang, ke arah datangnya suara bentakan. Seketika sekujur badannya merinding, sehingga tanpa sadar dia berseru.
"Heng Thian Ceng!" "Tidak salah, matamu masih belum lamur!" "Kau kemari demi Gin Tie?"
"Betul terkaanmu!"
"Kau sudah memperolehnya?"
"Kau kok cerewet amat? Cepat enyah!"
Sou Bin Koay Siu sudah sekian tahun terkenal di dunia persilatan, bagaimana mungkin dia dapat menelan penghinaan ini? Namun nama besar Heng Thian Ceng telah membuat ciut nyalinya, sehingga tanpa sadar dia menyurut mundur selangkah.
Akan tetapi, dia sama sekali tidak berniat meninggalkan goa itu.
Mendadak badan Heng Thian Ceng bergerak, ternyata dia maju dua langkah ke hadapan Sou Bin Koay Siu.
"Kau masih belum mau enyah?" bentaknya. Sou Bin Koay Siu mundur dua langkah sambil melirik Ciok Giok Yin.
"Aku mau bawa bocah ini pergi!" katanya.
Heng Thian Ceng langsung melotot mendengar itu. "Jangan kentut di sini, dia punyaku! Cepat enyah dari sini!"
bentaknya gusar. Sou Bin Koay mendelik ke arah Ciok Giok Yin, lalu memberi isyarat pada ketiga orang aneh itu.
"Mari kita pergi!"
Sou Bin Koay Siu dan ketiga orang aneh itu segera meninggalkan goa, dan dalam sekejap sudah tidak kelihatan. Heng Thian Ceng menoleh memandang Ciok Giok Yin.
"Bocah, hari ini aku melepaskanmu! Tapi kelak kalau kita bertemu lagi, mungkin aku akan membunuhmu, pergilah!" "Mengapa kau ingin membunuhku?" "Tidak kenapa-kenapa!"
"Tentunya ada alasan!"
"Tiada alasan sama sekali, hanya tergantung pada kemauanku!"
"Apakah itu alasanmu?"
"Boleh dikatakan demikian, sebelum pikiranku berubah, lebih baik kau cepat-cepat pergi!"
Sebetulnya Ciok Giok Yin tidak mau dengar, namun setelah berpikir sejenak, dia pun meninggalkan goa tersebut. Karena di dalam goa itu tidak ada Ho Siu Kouw, lalu untuk apa lama-lama di situ? Ciok Giok Yin melesat ke luar. Berselang beberapa saat kemudian, dia merasa agak lelah. Karena itu, dia duduk beristirahat di atas sebuah batu. Tak seberapa lama, rasa lelahnya sudah hilang. Ketika dia membuka matanya, seketika terbelalak, ternyata di sekelilingnya telah berdiri dua puluh orang lebih kaum rimba persilatan, mengepungnya. Seorang tua maju selangkah, lalu bertanya dengan suara parau.
"Kau bernama Ciok Giok Yin?" "Tidak salah."
"Kau punya hubungan apa dengan Heng Thian Ceng?" "Tidak ada!"
"Tidak ada?" "Memangnya kenapa?"
"Kau harus berkata sejujurnya!" "Harap Anda bicara lebih jelas!" "Lohu adalah Sin Ciang (Pukulan Sakti) Yo Sian. Dengar- dengar kau dan Heng Thian Ceng telah menemukan Seruling Perak itu!"
Kini Ciok Giok Yin baru tahu, ternyata kemunculan mereka karena Seruling Perak.
"Kalian dengar dari siapa?" katanya. "Kau tidak usah tahu!"
Salah seorang tua maju ke depan.
"Tidak usah banyak bicara padanya," katanya dingin sambil melancarkan sebuah pukulan ke arah Ciok Giok Yin. Sedangkan Ciok Giok Yin sudah amat gusar karena didikte mereka, lagipula tidak menduga orang tua itu akan menyerangnya. Dia cepat-cepat menggeser badannya, sekaligus balas menyerang dengan cepat.
Orang tua itu adalah ketua Heng San Pai bernama Kang Sun Fang. Dia merasa serangan Ciok Giok Yin mengandung hawa panas, maka tersentaklah hatinya dan langsung mencelat ke belakang beberapa langkah. Ciok Giok Yin tidak tahu orang tua itu jahat atau baik. Karena itu dia tidak mau sembarangan membunuh, lagi pula kemunculan mereka cuma demi Seruling Perak. Mendadak seorang pengemis tua maju ke depan dan begitu melihat jelas Ciok Giok Yin, dia langsung mengeluarkan suara.
"Ih? Kok kau?"
Ciok Giok Yin masih ingat, setahun yang lalu pengemis tua itu dilukai perkumpulan Sang Yen Hwee. Justru tak disangka berjumpa kembali dengan pengemis tua itu di sini.
"Paman pengemis!" serunya. Namun pengemis tua itu malah mendengus.
"Hmm!" Setelah itu berkata. "Bocah, kita jangan membicarakan urusan lama dulu! Tadi kau bilang tiada hubungan apa-apa dengan Heng Thian Ceng?"
"Benar. Aku dan Heng Thian Ceng bertemu di dalam goa Toan Teng Tong, sama sekali tidak punya hubungan apa-apa."
"Lalu kenapa dia melindungimu?"
Kini Ciok Giok Yin sudah paham, ternyata mereka tergosok oleh Sou Bin Koay Siu.
"Mungkin berdasarkan keadilan rimba persilatan." serunya. Sesungguhnya pengemis tua itu Te Hang Kay (Pengemis
Bumi) yang amat terkenal.
"Itu bukan alasan yang tepat!" katanya dingin. Mendengar itu, timbullah rasa gusar dalam hati Ciok Giok Yin.
"Kalian mau bagaimana?" katanya dengan dingin dan ketus. "Kau harus ikut aku pengemis tua!" sahut Te Hang Kay. "Bagaimana kalau aku tidak mau?"
"Tentunya tidak bisa!"
Seketika maju empat orang, namun di saat bersamaan terdengar suara siulan yang amat nyaring, dan tampak sosok bayangan merah berkelebat laksana kilat lalu melayang turun di tempat itu.
Orang-orang itu langsung merasa merinding dan hati mereka menjadi dingin.