Seruling Perak Sepasang Walet (Gin Tie Suang Yen) Jilid 10

 
Jilid 10

Ternyata di hadapannya berdiri lima orang, menatapnya dengan penuh kegusaran.

"Aku ingin bertemu Can Hai It Kian!" kata Ciok Giok Yin dengan lantang.

"Can Hai It Kiam?" "Tidak salah!" Terdengar suara tawa getir, kemudian salah seorang berseru. "Sebutkan nama!"

"Ciok Giok Yin!"

Air muka kelima orang itu langsung berubah. Mereka menatap Ciok Giok Yin dengan penuh dendam kebencian, lalu membentak dengan serentak.

"Bocah jahanam! Can Hai It Kiam dan kau ada dendam apa? Mengapa kau turun tangan jahat terhadapnya? Kau sudah pergi kok masih berani balik ke mari?"

Kelima orang itu bersiul panjang, lalu menyerang Ciok Giok Yin dari atas ke bawah. Di saat bersamaan, Ciok Giok Yin justru ingin melesat ke atas. Begitu melihat situasi itu, dan juga mendengar perkataan mereka, bahwa Can Hai It Kian telah dicelakai orang, Ciok Giok Yin menjadi tertegun dan tidak habis pikir. Akan tetapi dia sudah tidak bisa banyak berpikir lagi, sebab kelima orang itu telah menyerangnya dengan

dahsyat. Ciok Giok Yin gusar bukan main. Dia meloncat ke belakang dua depa seraya membentak.

"Berhenti!"

"Bocah jahanam, kau harus mampus!"

Kelima orang itu menyerang lagi. Ciok Giok Yin bertambah gusar. Dia berkertak gigi seraya membentak lagi.

"Aku bukan takut pada kalian, melainkan kalian harus menjelaskan!"

Ciok Giok Yin terpaksa meloncat ke belakang lagi. "Tiada yang perlu dijelaskan!" sahut salah seorang dari

mereka.

Ciok Giok Yin tidak ingin bentrok dengan pihak Cong Lam Pay, maka dia berkelit dan menekan hawa kegusarannya. "Bagaimana keadaan Can Hai It Kiam?" katanya. "Kau masih pura-pura?"

"Pura-pura apa?"

Ciok Giok Yin terbelalak. "Hah? Apa? Aku?"

"Siapa lagi kalau bukan kau?"

"Kapan aku memasuki tempat kalian?" "Semalam!"

Kelima orang itu mulai menyerang lagi. Kemudian salah seorang berkata.

"Bocah jahanam, setelah membunuh orang masih meninggalkan nama, masih tidak mau mengaku?"

Dari tadi mereka berlima terus memakinya 'Bocah Jahanam', itu membuat kegusarannya semakin memuncak. Dia tertawa dingin seraya berkata,

"Kalian begitu tak tahu aturan, aku akan "

Mendadak Ciok Giok Yin sudah melancarkan jurus pertama limu pukulan Hong Lui Sam Ciang. Seketika terdengar suara jeritan.

"Aaaakh. !"

Tampak seorang roboh, kepalanya pecah. Di saat bersamaan, terdengar suara siulan beberapa kali. Tak lama kemudian, di tempat itu sudah bertambah dua puluh orang yang terdiri dari padri dan pendeta To. Di antara orang-orang itu, tampak pula Thian It Ceng dari Siauw Lim Pay. Thian It Ceng mengibaskan lengan jubahnya sambil mulutnya menyebut kemuliaan sang Buddha.

"Omitohud! Harap sicu berhenti!"

Keempat orang itu langsung mundur. Thian It Ceng menatap Ciok Giok Yin dengan dingin, lalu maju selangkah demi selangkah seraya berkata,

"Sicu kecil, kau masih mau berkata apa lagi?"

Sepasang mata Ciok Giok Yin yang tajam menyapu mereka semua lalu menyahut dengan dingin.

"Mengapa aku tidak boleh bicara?"

"Sicu itu bersalah apa terhadapmu?" Thian It Ceng balik bertanya sambil menujuk mayat itu.

"Tanyakan saja pada mereka," sahut Ciok Giok Yin dengan ketus.

"Can Hai It Kiam punya dendam apa denganmu?" "Aku ke mari justru ingin mencari Can Hai It Kiam." "Punya dendam?"

"Tidak."

"Kalau tiada dendam, mengapa kau turun tangan jahat padanya?"

"Ini bagaimana ceritanya, mohon Taysu menjelaskannya!" "Can Hai It Kiam terbunuh oleh pedangmu, apa maksudmu

membunuhnya?"

Ciok Giok Yin betul-betul kebingungan, sebab dirinya dituduh sebagai pembunuh Can Hai It Kiam, lantaran pembunuh itu meninggalkan namanya di situ. "Taysu juga menganggapku yang membunuhnya?" katanya. "Kalau bukan kau, lalu siapa?"

Ciok Giok Yin tertawa gelak, lalu menyahut,

"Aku ke mari justru ingin menemui Can Hai It Kiam lo cianpwee untuk mengambil sepucuk surat. Tapi kelima pendekar Cong Lam Pay ini tidak bertanya secara jelas, langsung menyerangku. Taysu adalah orang yang menyucikan diri, apakah juga tidak mau pakai aturan?"

Salah seorang tua yang berdiri di samping Thian It Ceng segera bertanya,

"Mengambil sepucuk surat?" "Ya."

"Surat apa?"

"Tidak dapat kuberitahukan!" Orang tua itu mendengus dingin.

"Hmm! Kau mau cari alasan belaka!" "Siapa Anda?"

"Lohu adalah Hui Pian (Cambuk Terbang) Cu Suang, ketua Cong Lam Pay!"

Dia menatap Ciok Giok Yin dengan dingin, kemudian membentak.

"Lebih baik kau serahkan nyawamu!" Ciok Giok Yin mengerutkan kening.

"Kalau begitu, ketua Cu juga menganggapku yang membunuh Can Hai It Kiam?" "Kalau bukan kau, apakah lohu?" Mendadak Thian It Ceng berkata,

"Sicu kecil, dengarkan nasihatku! Kalau kau ingin membersihkan diri, alangkah baiknya ikut aku ke Cong Lam Pay agar urusan ini menjadi jelas!"

"Kalau aku bilang tidak?"

"Itu berarti kau tidak bisa meninggalkan tempat ini." Bukan main gusarnya Ciok Giok Yin!

"Taysu memunculkan diri di dunia persilatan. Mengandal pada Siauw Lim Pay sebagai Bu Lim Beng Cu kau bisa perintahkan semua kaum rimba persilatan, namun terhadapku tidak!" Dia berhenti sejenak. "Kini Can Hai It Kiam telah mati. Aku yakin surat itu pasti ada di badannya. Maka aku ingin melihat mayatnya. Apakah Ketua Cu mengijinkan?"

Ucapan Ciok Giok Yin yang pertama itu ditujukan kepada Thian It Ceng, namun bernada ketus dan sinis. Walau usia Thian It Ceng sudah agak tua, dan dia merupakan padri tinggi Siauw Lim Pay, tapi hatinya masih belum terlepas dari  duniawi. Ketika mendengar ucapan Ciok Giok Yin itu, wajahnya langsung berubah menjadi kehijau-hijauan saking gusarnya. Di saat padri itu ingin membuka mulut, ketua Cong Lam Pay segera memberi isyarat padanya, lalu berkata pada Ciok Giok Yin.

"Bagaimana kalau di badannya tidak terdapat surat itu?" Ciok Giok Yin tertegun sebab dia tidak menyangka kalau

Ketua Cu akan bertanya seperti itu.

"Aku tidak akan bohong," sahutnya kemudian.

Mendadak Cu Suang tertawa sedih lalu berkata dengan lantang. "Jangankan Can Hai It Kiam sudah masuk peti mati, kalau pun belum, aku tetap tidak memperbolehkanmu memeriksa mayatnya! Hari ini kau harus menyerahkan nyawamu!"

Usai berkata, ketika ketua Cu baru mau melancarkan pukulan, tiba-tiba dari samping muncul dua orang tua berusia lima puluhan bersenjata pedang. mereka berdua memberi hormat. pada Cu Suang seraya berkata,

"Harap Ketua sabar, biar kami berdua yang menangkapnya!"

Kedua orang itu amat terkenal di dunia persilatan. Julukan mereka adalah Cong Lam Sang Kiam (Sepasang Pedang Cong Lam).

Cu Suang manggut-manggut seraya berpesan, "Sute berdua harus berhati-hati!"

Cong Lam Sang Kiam mengangguk, kemudian maju ke hadapan Ciok Giok Yin sambil menghunus pedang masing- masing.

Trang! Trang!

Kedua orang itu tertawa sinis, kemudian menyerang Ciok Giok Yin.

Ketika Ciok Giok Yin melihat situasi, dalam hati sudah tahu bahwa sulit bagi dirinya untuk berbiara baik-baik?

Di saat Ciok Giok Yin sudah siap menyambut serangan- serangan mereka, Cong Lam Sang Kiam meloncat ke belakang seraya berkata dengan serentak, "Keluarkan senjatamu!"

"Aku tidak punya senjata!" sahut Ciok Giok Yin dengan dingin.

"Kau sungguh bermulut besar! Baik, sambutlah seranganku!"

Kedua orang itu lalu maju serentak. Yang satu menyerang bagian atas badan Ciok Giok Yin, sedangkan yang satu lagi menyerang bagian bawah. Serangan gabungan mereka berdua, memang amat lihay dan dahsyat, bahkan menimbulkan suara 'Ser Ser!' Saat ini Ciok Giok Yin betul-betul sudah tidak bisa bersabar lagi.

"Kalian terlalu mendesak orang!" bentaknya keras.

Dia mengeluarkan jurus pertama ilmu pukulan Hong Lui Sam Ciang. Tampak sepasang telapak tangannya berkelebat, mengeluarkan hawa yang amat panas. Mendadak terdengar suara seruan kaum rimba persilatan yang berada di tempat itu.

"Hong Lui Sam Ciang!"

"Bocah itu tidak boleh dilepaskan!"

Mereka langsung menyerang Ciok Giok Yin.

Ciok Giok Yin dikeroyok belasan orang, yang terdiri dari padri, tosu dan kaum rimba persilatan biasa. Tampak berbagai macam senjata tajam berkelebatan. Meskipun Ciok Giok Yin berkepandaian tinggi, namun tetap sulit baginya untuk melawan sekian banyak pesilat tangguh itu. Punggungnya telah terhantam beberapa pukulan, membuat matanya berkunang- kunang dan darahnya bergolak tidak karuan. Kelihatannya Ciok Giok Yin akan segera roboh. Sekonyong--konyong tampak sosok bayangan berkelebat ke tempat itu, bukan main cepatnya.

Menyusul terdengar suara jeritan dan tampak darah muncrat ke mana-mana. Di saat bersamaan, Ciok Giok Yin juga menjerit. Ternyata kakinya telah terluka oleh pedang Cong Lam Sang Kiam sehingga darahnya langsung mengucur. Bersamaan itu, punggungnya juga terhantam pukulan dahsyat. Seketika matanya menjadi gelap, dia lalu roboh pingsan. Di saat itulah sosok bayangan tersebut menyambaruya, kemudian melesat pergi laksana kilat. Entah berapa lama kemudian barulah Ciok Giok Yin siuman perlahan-lahan. Dia membuka sepasang matanya, tampak seorang tua bongkok duduk di sampingnya.

Orang tua bongkok itu sedang meneguk arak, terdengar suara 'Kruk! Kruk! Kruk!' Ciok Giok Yin segera menghimpun hawa murninya. Ternyata dia tidak merasa apa-apa, hanya merasa agak sakit di kakinya. Dia cepat-cepat bangkit berdiri, lalu memberi hormat pada orang tua bongkok itu seraya berkata,

"Terimakasih atas pertolongan lo cianpwee yang telah menyelamatkan nyawaku."

Orang tua bongkok berhenti meneguk arak, kemudian memandang Ciok Giok Yin seraya bertanya,

"Siapa namamu?" "Ciok Giok Yin." "Ciok Giok Yin?" "Ya."

"Ciok Giok Yin, dulu aku pernah kenal seorang bermarga Ciok." Gumam orang tua.

"Siapa?"

"Ciok. " Orang tua bongkok itu menggeleng-gelengkan

kepala. "Kau tidak akan mengenalnya." Sepasang matanya menyorot tajam. "Tapi orang itu mirip kau."

"Kalau lo cianpwee tidak mau beritahukan, aku pun tidak akan bertanya. Entah sudah berapa kali lo cianpwee menyelamatkan nyawaku. Bolehkah aku tahu nama lo cianpwee?"

Orang tua bongkok itu menggeleng-gelengkan kepala, lalu berkata,

"Boleh jadi kita memang berjodoh. Mengenai pertolonganku tidak perlu kau simpan dalam hati. Tentang namaku, sudah lama kulupakan. Sampai jumpa!"

Mendadak dia melesat pergi, dan dalam sekejap sudah tidak kelihatan bayangannya. Dapat dibayangkan, betapa cepat geraknnya. Ciok Giok Yin tertegun dan termangu-mangu di tempat. Tak terduga di dunia persilatan terdapat orang yang begitu aneh. Percakapannya belum usai, sudah melesat pergi, bahkan juga tidak mau memberitahukan namanya. Tiba-tiba kakinya terasa sakit, membuatnya teringat akan luka di kakinya. Kemudian dia berkertak gigi seraya berkata dengan sengit.

"Cepat atau lambat aku pasti ke Gunung Cong Lam San lagi!"

Ciok Giok Yin lalu menelan sebutir pil Ciak Kim Tan, setelah itu, dia duduk menghimpun hawa murninya. Berselang beberapa saat keadaanya sudah pulih kernbali. Tiba-tiba terdengar suara desiran baju di sampingnya. Ciok Giok Yin segera menengok ke samping. Tampak Sou Bin Koay Siu-Sang Ceh Cing bersama tiga orang aneh yang menyerupai mayat berada di sampingnya, Ciok Giok Yin pernah bertemu mereka di Goa Toan Teng Tong.

Sou Bin Kay Siu-Sang Ceh Cing tertawa licik lalu selangkah demi selangkah mendekati Ciok Giok Yin. Akan tetapi mendadak dia menjerit dan roboh tak berkutik di tanah. Begitu pula ketiga orang aneh yang menyerupai mayat, menjerit dan roboh seketika.

Ciok Giok Yin tersentak dan langsung memeriksa keempat mayat itu. Ternyata bagian belakang kepala mereka tertancap ranting pohon yang amat pendek. Itu membuktikan si penyerang berkepandaian tinggi.

"Orang pandai dari mana, mohon perlihatkan diri. "

Ucapan Ciok Giok Yin terputus karena tiba-tiba sebuah benda hitam meluncur ke arahnya. Dalam waktu bersamaan terdengar pula seruan yang amat dingin,

"Sambut!"

Ciok Giok Yin menjulurkan tanganya menyambut benda tersebut sambil memandang ke arah datangnya suara seruan, namun tidak tampak siapa pun di sana. Hati Ciok Giok Yin menjadi berdebar-debar. Di dunia persilatan terdapat orang yang berkepandaian begitu tinggi. Kepandaiannya sendiri sungguh masih ketinggalan jauh. Dia menundukkan kepala, ternyata benda yang di tangannya berupa sebuah bungkusan.

Di dalam bungkusan itu terdapat baju panjang dan celana panjang, bahkan juga terdapat secarik kertas berisi tulisan 'Satu Stel Pakaian, Pertanda Ketulusan Hati' Gaya tulisan itu, sudah jelas tulisan seorang wanita. Namun Ciok Giok Yin tidak dapat menerka siapa wanita itu. Apa maksud wanita itu mengirim satu stel pakaian? Sungguh sulit dimengerti. Ciok Giok Yin terus mengingat-ingat semua wanita yang dikenalnya, namun semua wanita yang dikenalnya tiada satu pun yang berkepandaian begitu tinggi. Kalau begitu, siapa wanita itu?

Lama sekali Ciok Giok Yin berpikir, kemudian menggeleng- gelengkan kepala. Ketika dia mau membungkus pakaian itu, hatinya tergerak, 'Pakaianku sudah sobek tidak karuan, lebih baik kupakai pakaian baru ini' Dia segera melepaskan pakaiannya, lalu memakai pakaian yang baru itu. Sungguh pas pakaian itu di badannya! Dia tidak mau banyak berpikir lagi, langsung melesat pergi. Beberapa saat setelah melakukan perjalan, mendadak terdengar suara perkelahian.

Plak! duuuk!

Ciok Giok Yin cepat-cepat melesat ke arah suara itu. Tak lama suara perkelahian itu terdengar semakin jelas. Terlihat seorang berbadan langsing sedang bertarung dengan seorang pesilat berusia tiga puluhan. Tampak pula sekitar dua puluh orang berdiri di sana.

Pesilat itu menggunakan sebuah cambuk panjang. Cambuk itu meliuk-liuk bagaikan seekor naga ke arah lawannya yang ternyata seorang gadis. Kelihatannya pesilat itu sedang mempermainkan lawannya.

Sedangkan wanita muda berpakaian biru itu menggunakan sebatang pedang panjang, mati-matian menangkis serangan- serangan yang dilancarkan pesilat tersebut. Mendadak pesilat itu tertawa gelak, lalu berkata, "Nona, Han Cu Ya (Tuan Majikan) tertarik padamu! Apakah kau masih bisa meloloskan diri? Lebih baik kau ikut ke atas gunung, kau pasti akan hidup senang selamanya di sana!"

Ketika mendengar ucapan itu, kegusaran wanita muda itu menjadi semakin memuncak, sehingga permainan pedangnya menjadi kacau balau. Ciok Giok Yin yang bersembunyi di balik sebuah pohon terus memperhatikannya. Dari bentuk tubuh gadis itu, sepertinya Ciok Giok Yin pernah

mengenalnya. Namun wanita muda itu tidak menolehkan wajahnya, lagi pula rambutnya telah terurai menutupi wajahnya, maka Ciok Giok Yin tidak dapat melihat jelas wajah wanita muda itu. Mendadak wanita muda itu membentak sengit.

"Aku akan mengadu nyawa denganmu!" Suara itu amat dikenal Ciok Giok Yin. "Apakah dia?" serunya pelan.

Kebetulan wanita muda itu mengelak serangan cambuk lawan, maka wajahnya menghadap ke arah Ciok Giok

Yin. Tentunya Ciok Giok Yin melihat jelas wajah wanita itu, ternyata adalah Tong Wen Wen, putri keluarga Tong Keh Cuang. Bagaimana dia berada di tempat ini? Walau Ciok Giok Yin tidak begitu terkesan baik terhadap Tong Wen Wen, namun tidak terkesan buruk padanya. Lagi pula dia masih ingat akan kebaikan Tong Wen Wen, yang pernah menghadiahkan sebatang tusuk rambut padanya.

Akan tetapi tusuk rambut itu kini tidak lagi di tanganya, karena telah direbut orang. Begitu melihat Tong Wen Wen, giranglah hati Ciok Giok Yin.

"Kakak Wen jangan takut!" serunya dengan lantang sambil melesat ke luar dari persembunyiannya. Akan tetapi di saat bersamaan tampak bayangan orang berkelebatan ke arahnya. Bersamaan itu terdengar pula suara bentakan.

"Bocah jahanam, kau cari mampus!" Mereka langsung menyerang Ciok Giok Yin dengan berbagai macam senjata tajam. Ciok Giok Yin tertawa dingin lalu berkata lantang.

"Baik, aku akan mengantar kalian ke akhirat!"

Kegusarannya yang timbul ketika di Gunung Cong Lam San justru dilampiaskannya di tempat ini. Dia langsung menggunakan ilmu pukulan Hong Lui Sam Ciang menghadapi para penyerangnya. Terdengar suara menderu-deru dahsyat, yang disertai hawa yang amat panas. Seketika terdengar suara jeritan yang menyayat hati dan darah pun muncrat bagaikan hujan gerimis. Ternyata empat orang dari mereka telah tergeletak di tanah menjadi mayat. Sementara mata Tong Wen Wen melirik, begitu dia melihat Ciok Giok Yin, hatinya langsung berbunga-bunga.

"Adik Yin...!" serunya dengan girang.

Sudah barang tentu perhatiannya menjadi pecah, sehingga lengan kirinya tersambar cambuk lawan.

"Aduuuh!"

Dia menjerit dan terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah. Bukan main sakitnya lengan kiri gadis itu! Bahkan darahnya pun mengucur deras sehingga membuat wajahnya berubah menjadi pucat pias. Sedangkan pesilat itu sama sekali tidak memperdulikan para anak buahnya yang telah kehilangan nyawa. Dia tertawa gelak, lalu maju ke hadapan Tong Wen Wen sambil menjulurkan tangannya. Kelihatannya Tong Wen Wen akan tertangkap. Akan tetapi di saat bersamaan, terdengar bentakan Ciok Giok Yin yang menggguntur.

"Kau berani!"

Ciok Giok Yin langsung melesat ke sana, sekaligus menggerakkan sepasang tangannya. Pesilat muda itu mendengus dingin. "Hmmm!"

Namun mendadak badannya terpental dua depa, dan mulutnya menyemburkan darah segar. Tapi dia masih mampu bangkit berdiri, kemudian melarikan diri ke atas gunung. Para anak buahnya melihat dia kabur, mereka pun berebutan melarikan diri dengan ketakutan. Ciok Giok Yin tidak mengejar mereka, melainkan mendekati Tong Wen Wen lalu memapahnya bangun.

"Kakak Wen, bagaimana lukamu?" katanya.

Wajah Tong Wen Wen yang pucat pias itu berusaha tersenyum, lalu menyahut dengan suara yang agak gemetar.

"Aku tidak apa-apa."

Ciok Giok Yin tahu bahwa Tong Wen Wen sedang menahan sakit, maka dia segera berkata.

"Kakak Wen, biar kuperiksa lukamu."

Tong Wen Wen adalah seorang gadis, maka perkataan Ciok Giok Yin itu membuat wajahnya menjadi kemerah- merahan. Ciok Giok Yin tidak memikirkan apa-apa, langsung

menyingkap lengan baju Tong Wen Wen. Lengan gadis itu putih mulus, membuat hati Ciok Giok Yin berdebar-debar tidak karuan. Tiba-tiba Ciok Giok Yin ingat harus segera memeriksa luka itu, maka pikirannya tidak jadi menerawang. Karena itu, dia cepat-cepat memusatkan pikirannya untuk memeriksa luka di lengan Tong Wen Wen. Ternyata lengan gadis itu telah sobek tersambar cambuk dan darah segarnya masih mengalir.

Ciok Giok Yin cepat-cepat mengambil sebutir pil Ciak Kim Tan lalu dimasukkan ke mulut Ton Wen Wen. Setelah itu, dia pun menghancurkan dua butir pil yang sama, lalu dioleskan pada luka di lengan Tong Wen Wen. Seketika darahpun berhenti mengalir, bahkan rasa sakit juga berangsur-angsur

hilang. Tong Wen Wen langsung mendekap di dada Ciok Giok Yin dan berkata dengan terharu. "Adik Yin, kalau kau tidak muncul tepat pada waktunya, entah bagaimana akibatnya?" Dia memandang Ciok Giok Yin. "Adik Yin, lengan bajuku telah sobek, bagaimana melanjutkan perjalanan? Tolong buka bungkusanku, aku ingin berganti pakaian!"

Karena lengannya belum sembuh, maka dia merasa kurang leluasa mengambil bungkusan itu. Kebetulan bungkusan itu bergantung di bagian dadanya, membuat Ciok Giok Yin merasa serba salah dan hatinya pun berdebar-debar. Dia tidak berani menjulurkan tangannya mengambil bungkusan itu, hanya termangu-mangu.

"Cepatlah! Hari sudah mulai gelap, kita harus segera mencari penginapan," kata Tong Wen Wen. Ciok Giok Yin tersentak sadar, kemudian mencaci dirinya sendiri dalam hati. 'Dia boleh dikatakan sebagai kakakmu, bagaimana kau memikirkan yang bukan-bukan? Kelak bagaimana kau berkecimpung di dunia persilatan?'

Dia cepat-cepat menjulurkan tanganya mengambil bungkusan itu, sekaligus dibukanya. Tapi biar bagaimanapun, hatinya tetap berdebar-debar tidak karuan.

"Kakak Wen, sebetulnya apa gerangan yang terjadi?" katanya.

Lantaran mereka berdua begitu dekat, maka aroma tubuh gadis itu menusuk hidung Ciok Giok Yin, membuat Ciok Giok Yin lupa diri. Karena itu, dia terus menatap wajah Tong Wen Wen. Gadis itu meliriknya, lalu bertanya dengan lembut.

"Adik Yin, kenapa kau?"

Hati Ciok Giok Yin tersentak ketika mendengar suara Tong Wen Wen. Di saat bersamaan, dia pun teringat akan dirinya sendiri, yang telah makan Pil Api Ribuan Tahun, tidak boleh mencelakai orang lain dan dirinya sendiri. Seketika keringat dingin langsung mengucur. Maka dia cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke arah lain. Sedangkan hati Tong Wen Wen juga berdebar-debar. Bagaimana tidak? Sebab Ciok Giok Yin merupakan pemuda yang amat tampan, lagi pula mereka berdua telah berteman sejak kecil. Maka bagaimana hatinya tidak berbunga-bunga dan berdebar-debar!

Namun biar bagaimanapun, dia adalah seorang gadis perawan yang tahu akan tata krama dan tahu menjaga jarak antara wanita dengan lelaki. Ketika menyaksikan sikap Ciok Giok Yin, hatinya menjadi tergetar-getar.

"Adik Yin, apakah kau kurang sehat?" katanya perlahan- lahan.

Ciok Giok Yin cepat-cepat menyurut mundur dua langkah, lalu menggeleng kepala.

"Tidak apa-apa," sahutnya. "Kalau begitu. "

"Jangan khawatir! Cepatlah ganti pakaian!"

Tong Wen Wen mengambil pakaian itu dan segera berjalan ke balik sebuah pohon besar. Tak lama dia sudah usai berganti pakaian. Dia berjalan keluar dari balik pohon besar itu lalu berkata kepada Ciok Giok Yin dengan suara rendah.

"Adik Yin, semua telah berlalu, apakah kau masih mendendam pada kakakku?"

Seketika wajah Ciok Giok Yin berubah menjadi dingin, lalu dia berkertak gigi.

"Kakak Wen, tentunya kau tahu kejadian waktu itu. Kalau bukannya di dalam lembah itu terdapat salju tebal, mungkin aku sudah mati karena remuk seluruh tulangku."

Tong Wen Wen menghela nafas panjang.

"Aku tahu itu, namun aku mohon padamu memaafkannya." "Dia…." Sesungguhnya Ciok Giok Yin ingin memberitahukan apa yang dilihatnya di dalam Kuil Thay San Si, tapi merasa tidak enak, sebab Tong Wen Wen adalah seorang gadis, lagi pula Tong Wen Wen adalah kakaknya, maka bagaimana mungkin memberitahukan padanya? Oleh karena itu, dia batal memberitahukan pada Tong Wen Wen.

"Kenapa dia?" tanya Tong Wen Wen. Ciok Giok Yin tidak menjawab pertanyaannya.

"Kakak Wen, bagaimana kau berkelana di dunia persilatan? Dunia persilatan penuh bahaya lho!"

Tong Wen Wen menghela nafas panjang, dan matanya mulai bersimbah air,

"Kini Tong Keh Cuang sudah menjadi sarang iblis," katanya dengan gemetar. Ciok Giok Yin mencengkeram lengan Tong Wen Wen sambil bertanya.

"Bagaimana bisa jadi begitu?"

Tanpa sadar dia mengerahkan tenaganya, sehingga membuat Tong Wen Wen meringis kesakitan.

Namun Ciok Giok Yin tidak memperhatikannya malah menggoyang-goyangkan lengannya seraya berkata, "Kakak Wen, beritahukanlah padaku!"

Sambil menahan sakit, Tong Wen Wen menyahut, "Adik Yin, lenganku... terasa sakit."

Ciok Giok Yin cepat-cepat melepaskan tangannya.

"Maaf, Kakak Wen, aku... aku tidak sengaja menyakitimu," katanya gugup.

Tong Wen Wen menghela nafas panjang lagi, kemudian berkata, "Malam itu, setelah aku meninggalkan rumah kami, Tong Keh Cuang kedatangan beberapa orang yang memakai kain penutup muka. Mereka membunuh orang dan membakar.

Dalam waktu satu malam, Tong Keh Cuang telah musnah dilalap api."

"Bagaimana Kakak Ping?" tanya Ciok Giok Yin.

"Kakakku bilang, ketika dia pulang Bwee Han Ping sudah hilang."

Mata Ciok Giok Yin menyorot dingin. "Dia bohong." katanya sengit.

"Tidak, Bwee Han Ping memang hilang. Kakakku tidak bohong."

Ciok Giok Yin melirik Tong Wen Wen, kemudian bergumam. "Mudah-mudahan dia tidak terjadi apa-apa!"

Mendengar itu, Tong Wen Wen tampak agak cemburu, sehingga tanpa sadar air matanya telah meleleh. Diam-diam Tong Wen Wen membenci dirinya sendiri. Ketika Ciok Giok Yin berada di rumahnya, lantaran Tong Eng Kang membencinya, maka melarang Tong Wen Wen bermain dengannya. Lagi pula kakaknya itu sering menghasut yang bukan-bukan di depan ayahnya, menyebabkan Ciok Giok Yin sering dicaci dan dipukul oleh ayahnya. Ketika itu mengapa dia tidak berani membelanya? Semakin dipikirkan, hati Tong Wen Wen semakin berduka, akhirnya menangis terisak-isak.

Senjata wanita satu-satunya, memang air mata. Begitu Tong Wen Wen menangis, Ciok Giok Yin merasa tidak tega melihatnya.

"Kakak Wen, bagaimana Paman Tong. "

Pertanyaan Ciok Giok Yin terhenti karena, tiba-tiba Tong Wen Wen mendekap di dadanya dan tangisnya pun semakin menjadi. Beberapa saat kemudian gadis itu baru berkata, "Malam itu juga ayahku dibunuh, cuma aku dan kakakku berhasil meloloskan diri."

"Kau tahu siapa yang melakukan itu?"

"Selama ini aku terus menyelidiki, namun tiada hasilnya." Ciok Giok Yin teringat sesuatu dan langsung bertanya, "Bagaimana kau bertarung dengan pesilat muda itu?"

Tong Wen Wen menyahut dengan air mata berlinang-linang.

"Sesungguhnya aku sedang mencarimu, namun tidak ketemu. Beberapa hari yang lalu aku dengar, kau pergi ke arah barat, maka aku segera menyusul. Tidak disangka ketika sampai di sini, aku bertemu para penjahat itu. Mereka melontarkan perkataan yang kurang ajar. "

Tong Wen Wen berhenti menutur, dan air matanya mengucur lebih deras. Tidak usah gadis itu memberitahukan, Ciok Giok Yin sudah tahu apa yang terjadi. Seorang gadis berkelana di dunia persilatan, tentu akan bertemu penjahat, yang ingin berbuat kurang ajar terhadapnya. Untung Tong Wen Wen memiliki kepandaian yang cukup tinggi, maka masih dapat menjaga diri. Kalau tidak, mungkin dirinya sudah. Sementara

itu hari sudah mulai gelap.

"Kakak Wen, mari kita ke kota cari penginapan!" ajak Ciok Giok Yin. Tong Wen Wen mengangguk. Ciok Giok Yin menarik tangannya, lalu melesat pergi. Tidak seberapa lama kemudian mereka berdua sudah tiba di sebuah kota kecil. Mereka memasuki sebuah penginapan lalu memesan dua buah kamar. Setelah itu mereka juga makan di dalam penginapan itu. Mereka berhadapan sambil menuturkan pengalaman masing-masing. Ketika mendengarkan semua kejadian yang menimpa Ciok Giok Yin, Tong Wen Wen amat terkejut, tapi juga merasa girang. "Adik Yin, apakah kau membenciku?" tanya Tong Wen Wen.

Ciok Giok Yin menatapnya lekat-lekat, kemudian menyahut sambil tersenyum-senyum.

"Kakak Wen, bagaimana mungkin aku membencimu? Justru aku harus mengucapkan terimakasih padamu."

Tong Wen Wen tersenyum manis, kemudian berkata dengan lembut,

"Adik Yin, aku... aku selalu merasa bersalah padamu."

Ciok Giok Yin menggenggam tangannya erat-erat sambil berkata,

"Kakak Wen. "

"Adik Yin, dengarkan dulu perkataanku!" sela Tong Wen Wen.

Gadis itu menutur tentang Tong Eng Kang yang selalu memfitnah Ciok Giok Yin, setelah itu menambahkan.

"Adik Yin, pada waktu itu aku kurang berani membelamu. Aku sungguh tidak bisa melakukan itu!"

Kegusaran Ciok Giok Yin langsung memuncak.

"Aku bersumpah harus membunuhnya!" katanya sengit.

Tong Wen Wen balas menggenggam tangannya erat-erat dan berkata dengan perlahan-lahan.

"Adik Yin, pandanglah mukaku, maafkan dia. "

Mendadak Ciok Giok Yin meniup padam lampu yang ada di atas meja. Badannya bergerak, ternyata sudah melesat ke luar melalui jendela. Sampai di atap rumah, dia menengok ke sana ke man, tapi tidak melihat apa pun. Tong Wen Wen sudah menyusulnya. "Ada orang?" katanya.

"Tadi sekilas aku melihat seperti ada sosok bayangan berkelebat di luar jendela."

"Kalau ada orang, bagaimana mungkin sedemikian cepat hilang?"

"Ini sulit dikatakan."

Mereka berdua meloncat turun kembali ke dalam penginapan. Kini Ciok Giok Yin sudah tahu bagaimana perasaan dan isi hati Tong Wen Wen. Maka begitu berada di dalam kamar, mereka berdua langsung saling memandang. Di antara mereka berdua tidak mau memecahkan suasana yang romantis itu. Wajah mereka tampak berseri dan bibir mereka menyunggingkan senyuman yang penuh diliputi cinta kasih.

Ciok Giok Yin sepertinya ingin..., namun di telinganya mengiang suara bisikan.

"Badanmu tidak seperti orang biasa."

Itu membuatnya tersentak sadar, lalu berkata dengan ringan. "Kakak Wen, kau harus segera beristirahat, sebab esok pagi

kita masih harus melakukan perjalanan."

Perkataannya juga membuat Tong Wen Wen tersentak sadar. "Adik Yin, kau juga harus beristirahat," sahutnya perlahan.

Tong Wen Wen bangkit berdiri, menatap Ciok Giok Yin dengan penuh rasa cinta. Setelah itu, barulah pergi ke kamarnya. Ciok Giok Yin mengantarnya sampai di dalam kamarnya, kemudian baru kembali ke kamar sendiri. Dia duduk di atas ranjang, mulai menghimpun hawa murninya. Ini dilakukannya setiap malam, bahkan juga sering melatih Hiat Ci Kang (Tenaga Jari Darah). Sang waktu terus berlalu. Tak terasa sudah larut malam, sedangkan Ciok Giok Yin masih tetap duduk bersila di atas ranjang. Sementara Tong Wen Wen yang sudah berada di dalam kamarnya merasa amat lelah. Dia langsung berbaring di ranjang sambil memikirkan Ciok Giok Yin. Bibirnya menyunggingkan senyuman manis karena saking

gembiranya. Mulai sekarang dan selanjutnya dia akan selalu berada di samping adik Yinnya, berkelana di dunia persilatan mencari jejak musuh besarnya sekaligus mencari jejek Bwee Han Ping. Itu merupakan urusan yang tidak gampang, namun amat menyenangkan lantaran bersama Ciok Giok Yin.

Dia terus berpikir, sepertinya dirinya dan Ciok Giok Yin berada di sebidang padang rumput. Dia merasa lelah, langsung menjatuhkan diri di padang rumput itu. Ciok Giok Yin juga berada di sampingnya. Mereka berdua memandang gumpalan awan putih yang berterbangan terhembus angin. Tampak pula ribuan bintang bergemerlapan di langit. Mendadak dia merasa tangan Ciok Giok Yin mulai meraba-raba badannya. Mula-mula rambutnya, kemudian merosot ke bawah meraba bagian dadanya.

Bukan main gelinya! Akan tetapi justru merasa nikmat sekali. Pertama kali dia merasakan itu, membuatnya merasa girang, dan khawatir Ciok Giok Yin akan menarik kembali tangannya. Perlahan-lahan jari tangan Ciok Giok Yin terus meraba ke sana ke mari, kemudian meraba tempat terlarangnya, yaitu bagian yang paling berharga bagi kaum wanita. Tentunya membuat sekujur badan Tong Wen Wen gemetar, sebab merasa amat nikmat sekali.

Dia ingin mencegah tangan Ciak Giok Yin yang usil itu, namun merasa tak bertenaga. Tong Wen Wen merasa malu, namun mulutnya mulai berdesah.

"Adik Yin, kau. "

Dia membuka matanya perlahan-lahan. Ternyata memang Ciok Giok Yin berdiri di sampingnya, menatapnya sambil tersenyum-senyum. Gadis itu merasa malu.

"Adik Yin. ," panggilnya dengan suara rendah. Sedangkan Ciok Giok Yin sama sekali tidak bersuara, cuma tersenyum-senyum saja. Kemudian dia menjulurkan tangannya, membuka pakaian Tong Wen Wen. Sepasang payudara yang indah montok, mulai menampakkan diri, bukan main mulusnya! Ciok Giok Yin menelan air liur dan cepat-cepat melepaskan celana Tong Wen Wen. Sesungguhnya Tong Wen Wen ingin menolak, tapi setelah berpikir sejenak, dia merasa sama saja. Sebab cepat atau lambat, mereka berdua akan menjadi suami istri. Karena itu, dia memejamkan matanya menunggu... Terdengar suara 'Serrr'

Ternyata Ciok Giok Yin menanggalkan pakaiannya. Mendadak Ciok Giok Yin meloncat ke atas ranjang. Namun ketika dia baru menerkam tubuh gadis itu, sekonyong-konyong terdengar suara bentakan sengit.

"Dasar sepasang anjing yang tak tahu malu!"

Kemudian tampak sesosok bayangan berkelebat memasuki kamar itu. Itu sungguh mengejutkan Ciok Giok Yin! Dia langsung menyambar pakaiannya, bergerak cepat laksana kilat melesat pergi melalui jedela. Sosok bayangan itu langsung melesat ke luar mengejarnya. Tong Wen Wen yang masih terbaring di ranjang segera menarik selimut menutupi badannya. Namun dia merasa heran, dan bertanya dalam hati. 'Siapa orang itu? Kok suaranya amat kukenali?' Segumpal api yang penuh hawa nafsu langsung sirna seketika.

Dia cepat-cepat berpakaian, lalu duduk di pinggir ranjang menunggu Ciok Giok Yin pulang. Tiba-tia teringat olehnya, orang itu mengejar Ciok Giok Yin, mungkin mereka berdua sudah bertarung di pinggir kota. Oleh karena itu dia bangkit berdiri. Namun ketika dia baru mau melesat pergi, mendadak dari atap rumah melayang turun seseorang, yang ternyata Ciok Giok Yin.

Ketika Tong Wen Wen baru mau membuka mulut, Ciok Giok Yin justru sudah maju, bahkan juga mengayunkan tangan menamparnya.

Plak! Plak! Mata Tong Wen Wen langsung berkunang-kunang dan kedua belah pipinya membengkak merah.

"Kau tak tahu malu!" bentak Ciok Giok Yin sengit.

Sepasang matanya berapi-api menatap Tong Wen Wen, lalu dia membentak lagi, "Tak kuduga kau juga sedemikian tak tahu malu!"

Tong Wen Wen berdiri tertegun di tempat. Berselang sesaat, dia mendadak tertawa sedih lalu berkata sengit.

"Ciok Giok Yin, kau... kau... kau adalah. " Nada bicaranya

berubah sedih, kemudian dia tak mampu melanjutkan.

"Tong Wen Wen! Nama baik keluarga Tong kalian telah tercemar oleh kalian kakak beradik!" bentak Ciok Giok Yin dingin. Usai membentak, mendadak dia melesat pergi tanpa pamit. Perubahan yang mendadak ini sungguh membuat Tong Wen Wen tidak habis pikir. Namun kemudian wajahnya berubah menjadi penuh dendam kebencian, lalu dia bergumam dengan perlahn-lahan.

"Ciok Giok Yin, kau telah menghina diriku! Kalau kau tidak mati di tanganku, aku tidak mau jadi orang lagi! Kau. kau

adalah binatang!"

Kini hatinya telah remuk, sehingga air matanya bercucuran. Dia berdiri tertegun. Beberapa saat kemudian barulah dia melesat pergi melalui atap rumah. Keributan

mereka berdua telah membangunkan para tamu, tapi mereka tidak berani keluar, hanya mengintip melalui celah

jendela. Setelah melihat kedua orang itu pergi, para tamu menggeleng-gelengkan kepala, dan kembali ke tempat tidur masing-masing: Sedangkan pemilik penginapan itu terus- menerus mengomel. Ternyata Ciok Giok Yin dan Tong Wen Wen belum membayar sewa kamar. Bagaimana Ciok Giok Yin bisa muncul di kamar Tong Wen Wen? Ternyata setelah melatih ilmu Jari Darah, dia teringat pada Tong Wen Wen, entah sudah tidur atau belum? Karena itu dia langsung mengerahkan lwee kangnya, mendengarkan dengan penuh perhatian. Terdengar seperti suara rintihan dan desahan nafas. Semula dia mengira suara dengkur Tong Wen Wen. Dia tersenyum, dan ketika baru mau membaringkan dirinya, justru terdengar suara Tong Wen Wen memanggilnya. Walaupun suara itu amat lirih, namun terdengar amat jelas dalam telinga Ciok Giok Yin.

Tapi suara Sas Sus itu juga tidak berhenti, otomatis membuat Ciok Giok Yin menjadi bercuriga. Dia langsung turun, membuka daun pintu kamarnya perlahan-lahan, kemudian mendekati kamar Tong Wen Wen dan mengintip ke dalam melalui

jendela. Begitu mengintip kegusarannya langsung memuncak. Dia segera mendobrak daun jendela dan menerjang ke dalam. Sedangkan orang yang berada di atas ranjang juga bergerak cepat laksana kilat menyambar pakaiannya, sekaligus melesat pergi. Ciok Giok Yin ingin tahu siapa orang itu, maka mengejarnya. Akan tetapi orang itu

memiliki ilmu ginkang yang amat tinggi, sehingga Ciok Giok Yin tidak dapat menyusulnya, bahkan kemudian kehilangan jejaknya.

Dengan penuh kegusaran. Ciok Giok Yin kembali ke penginapan.

Ketika dia tiba di penginapan kebetulan melihat Tong Wen Wen sudah berkemas, siap meninggalkan penginapan itu. Ternyata hal itu menimbulkan kesalah-pahaman di antara mereka berdua. Ciok Giok Yin mengira bahwa Tong Wen Wen akan pergi di saat dia tidak ada, lantara merasa tidak enak terhadapnya. Mereka berdua adalah teman sejak kecil. Lagi pula sebelum Tong Wen Wen kembali ke kamarnya, mereka berdua sudah berbicara dari hati ke hati. Karena itu, Ciok Giok Yin mengambil keputusan, selanjutnya dia harus melindungi Tong Wen Wen, sebab gadis itu sudah tiada tempat tinggal dan yatim piatu pula.

Maka tidak mengherankan kalau ketika menyaksikan pemandangan itu, kegusaran Ciok Giok Yin memuncak tak terkendalikan, sehingga mencaci dan menamparnya. Setelah itu dia langsung melesat pergi. Kegusarannya telah menutupi kesadarannya. Dia terus berpikir bahwa Tong Wen Wen sungguh merupakan gadis yang tak tahu malu, sama sekali tidak berpikir hal-hal yang mencurigakan. Mendadak Ciok Giok Yin tertawa seperti orang gila. Dia ingin cepat-cepat meninggalkan Tong Wen Wen yang dianggapnya tak tahu malu. Dia terus melesat pergi. Angin malam menerpa wajahnya, sehingga membuatnya agak tenang. Tiba-tiba dia berhenti lalu menarik nafas dalam-dalam seraya bergumam.

"Sejak meninggalkan suhu, hingga saat ini masih belum menyelesaikan satu urusan pun. Mengapa aku harus memusingkan gadis yang tak tahu malu itu?"

Seusai bergumam, hatinya terasa agak lega. Dia menengadahkan kepala memandang ke langit, ternyata sudah subuh. Saat ini hatinya sudah bertambah tenang. Dia menunggu datangnya pagi untuk berangkat ke Kuil Thay San Si, melihat Fang Jauw Cang sudah berada di tempat itu atau belum. Meskipun belum sampai waktu yang dijanjikan, tapi dia berharap Fang Jauw Cang sudah berada di Kuil itu. Ketika dia baru mau duduk, mendadak hatinya terasa tersentak.

"Celaka!" serunya.

Sekujur badannya langsung berkeringat dingin dan seketika itu juga dia melesat ke dalam kota menuju penginapan itu. Di saat melesat menuju penginapan itu, mata Ciok Giok Yin bersimbah air dan mulutnya terus bergumam.

"Aku telah salah paham terhadap Kakak Wen, aku telah salah paham terhadapnya. "

Ternyata Ciok Giok Yin ingat, dia mendengar suara Tong Wen Wen memanggil 'Adik Yin'

Itu membuatnya teringat akan kejadian di Gunung Cong Lam San, ada orang berwajah menyerupainya membunuh Can Hai It Kiam. Apakah benar ada seseorang yang menyamar sebagai dirinya? Siapakah orang itu? Kalau begitu orang yang ingin berbuat yang bukan-bukan terhadap Tong Wen Wen, bukankah orang yang menyamar sebagai dirinya? Kalau tidak, bagaimana mungkin Tong Wen Wen memanggil orang itu 'Adik Yin?'

Bukan main menyesalnya Ciok Giok Yin! Mengapa ketika itu dirinya tidak memikirkan tentang itu, tapi malah mencaci dan menampar Tong Wen Wen? Kesalah pahaman itu sungguh besar sekali! Dia mengambil keputusan harus berlutut di hadapan Tong Wen Wen untuk menyatakan maaf padanya. Tak lama kemudian dia sudah tiba di penginapan itu. Dengan hati tercekam rasa bersalah, dia berjalan ke kamar itu perlahan- lahan. Akan tetapi kamar itu telah kosong, tidak tampak Tong Wen Wen di sana.

Oleh karena itu, dia langsung berlari ke luar seraya berseru- seru,

"Kakak Wen! Kakak Wen...!"

Dia terus belari sambil berseru-seru.

"Kakak Wen! Kau telah ditipu orang, itu bukan aku...!"

Suaranya mulai serak dan bernada sedih. Mendadak tampak seseorang berdiri di balik sebuah batu besar. Mendengar suara seruan Ciok Giok Yin itu, orang tersebut mengerutkan kening, lalu bertanya dalam hati. 'Kalau bukan Adik Yin, lalu siapa orang itu?' Tiba-tiba dia teringat akan cerita Ciok Giok Yin tentang kejadian di Gunung Cong Lam San. Apakah benar ada orang menyamar sebagai dirinya? Itu sungguh

menakutkan! Bukankah orang itu akan menimbulkan banyak musuh bagi Ciok Giok Yin, bahkan nama Ciok Giok Yin pun akan menjadi rusak karenanya?

Siapa orang itu? Ternyata Tong Wen Wen. Dia berkata dalam hati. 'Kini aku sudah tahu tentang itu, seharusnya aku membantunya memecahkan persoalan tersebut.' Namun dia merupakan gadis lemah, lagi pula kepandaiannya belum begitu tinggi. Lalu bagaimana cara untuk membantu Ciok Giok Yin?

Gadis itu ingin memunculkan diri lalu memeluk Ciok Giok Yin sambil menangis tersedu-sedu. Akan tetapi, dia justru merasa malu akan kejadian itu. Maka dia menahan diri untuk tetap diam di balik batu besar itu. Sementara suara seruan Ciok Giok Yin semakin menjauh, akhirnya tak terdengar sama sekali.

Barulah Tong Wen Wen melesat pergi ke arah yang berlawanan dengan arah yang dituju Ciok Giok Yin. Sedangkan Ciok Giok Yin masih terus berseru dan tak henti-hentinya berlari. Tak lama kemudian sampai di tempat yang banyak batu curam, tentunya amat berbahaya sekali.

"Kakak Wen! Kakak Wen...!"

Ciok Giok Yin masih terus berseru. Mendadak dia melihat sosok bayangan hijau berkelebat. Hatinya tergerak dan dia segera berseru lagi.

"Kakak Wen! Kakak Wen!"

Ciok Giok Yin menduga, mungkin Tong Wen Wen telah berganti pakaian warna hijau, dia tidak mau menyahut, karena amat marah padanya. Karena itu, dia langsung mengerahkan ginkang mengejarnya. Berselang sesaat, dia melihat sebuah goa yang amat besar di hadapannya. Ciok Giok Yin merasa girang dan kemudian berkata dalam hati. 'Asal kau bersembunyi di dalam goa itu, tentu tidak sulit bagiku mencarimu.' Dia mendongakkan kepala. Ternyata di dinding goa itu terdapat tulisan 'Mie Tong' (Goa Sesat).

"Peduli amat goa apa!" katanya.

Dia berjalan memasuki goa tersebut. Tampak dua sosok bayangan mengikutinya dari belakang. Dua sosok bayangan itu adalah Thian It Ceng dari Siauw Lim Pay dan Hwa Yang Totiang dari Gobi Pay. Ternyata kedua orang tersebut sejak tadi terus mengikuti Ciok Giok Yin. Mereka berdua ingin tahu apa yang akan dilakukan Ciok Giok Yin, setelah itu barulah mengumpulkan para kaum rimba persilatan untuk menangkapnya. Bagaimana Thian It Ceng dan Hwa Yang Totiang bisa mengutit Ciok Giok Yin? Ternyata ketika mereka berdua sedang beristirahat di bawah sebuah pohon besar, mendengar suara seruannya yang terus menerus memanggil 'Kakak Wen'

Karena itu mereka berdua segera menguntitnya. Begitu melihat Ciok Giok Yin memasuki goa tersebut, mereka berdua pun tidak ketinggalan, langsung mengikutinya dari

belakang. Mengenai kepandaian Thian It Ceng dan Hwa Yang Totiang, boleh dikatakan amat tinggi, lagi pula mereka tokoh penting di Siauw Lim Pay dan di Gobi Pay, ilmu kepandaiannya hanya sedikit di bawah ketua masing-masing. Karena itu, apabila ada suatu urusan di dunia persilatan, cukup mereka yang berdua tampil. Sementara Ciok Giok Yin yang telah memasuki goa, terus melesat ke dalam.

Lorong goa itu amat panjang, kira-kira empat puluh

depa. Setelah Ciok Giok Yin melewati sebuah tikungan terakhir, tampak tiga jalan di hadapannya. Ciok Giok Yin tidak tahu harus menempuh jalan mana. Dia berdiri termangu-mangu, sesaat kemudian barulah meneruskan langkahnya menempuh jalan yang di tengah. "Kakak Wen! Kakak Wen...!"

serunya. Suara seruannya bergema di dalam goa. Dia terus berjalan, dan tiba-tiba melihat sosok bayangan hijau berkelebat lalu menghilang. Dia tidak menghiraukan apa pun, langsung menerjang ke arah bayangan itu. Akan tetapi sampai di sana tidak melihat apa pun.

Dalam waktu bersamaan tampak asap putih ke luar dari empat penjuru. Saking tebalnya asap putih itu, membuat Ciok Giok Yin tidak dapat melihat apa-apa. Tentu saja dia menyedot asap putih itu. Hatinya tersentak karena asap putih itu berbau aneh. Kemudian dia berseru dalam hati 'Asap beracun!' Dia gugup sebab amat mencemaskan Tong Wen Wen.

"Kakak Wen, cepat keluar! Goa ini tidak beres!" serunya lantang.

Meskipun dia pernah makan buah Toan Teng Ko sehingga kebal terhadap racun apa pun, namun dia tetap menahan nafasnya, kemudian berjalan ke depan. Sementara asap putih beracun itu terus menerobos ke luar dari empat penjuru, kelihatannya tiada habisnya. Sejak memasuki goa itu, Ciok Giok Yin tidak melihat seorang pun. Setelah berjalan belasan langkah, dia berseru lagi, "Kakak Wen! Apakah kau tidak bersedia memaafkanku?" Walau dia berseru berulang kali, namun tetap tiada sahutan. Ciok Giok Yin putus asa, sebaliknya malah mengambil keputusan, biar bagaimanapun harus mencari Tong Wen Wen sampai ketemu.

Dia sangat mengkhawatirkan Tong Wen Wen sebab sungguh berbahaya seorang gadis berkecimpung di dunia

persilatan. Buktinya kejadian semalam. Bukankah kejadian itu amat membahayakan diri Tong Wen Wen?

Oleh karena itu hati Ciok Giok Yin semakin gugup dan cemas. Dia ingin mencari suatu tempat yang aman mencari Tong Wen Wen. Dia yakin di dalam goa tersebut pasti ada penghuninya, sebab kalau tidak, bagaimana mungkin ada asap putih beracun?

Jangan-jangan penghuni goa itu, telah Ciok Giok Yin tidak

berani memikirkan itu, melainkan berseru lantang.

"Aku memasuki goa ini mencari seorang kakak, sama sekali tidak berniat jahat! Kalau Anda melihat kakakku, mohon beri petunjuk! Kalau tidak, aku pun bukan orang yang takut urusan!"

Seusai Ciok Giok Yin berseru lantang, terdengar pula suara dengusan dingin.

"Hmmm!"

Hati Ciok Giok Yin tersentak. Kini dia bertambah yakin bahwa di dalam goa ini ada orang lain, yang berniat tidak

baik. Sementara asap putih beracun itu semakin tebal, sehingga Ciok Giok Yin tidak dapat melihat jalan di dalam goa itu. Walau mata Ciok Giok Yin amat tajam, namun tetap tidak bisa menembus asap putih beracun itu, kecuali dia telah mencapai tingkat Thian Gan Thong (Mata Tembus

Langit). Mendadak dia mendengar suara dengusan dingin di sampingnya. Karena itu dia bergerak cepat membalikkan badannya. Dilihatnya sesosok bayangan hijau, mencelat ke belakang. Ciok Giok Yin tidak berlaku ayal lagi, langsung bergerak cepat menyambar ke depan. Dia tidak melihat jelas wajah orang itu. Namun dalam hatinya yakin bahwa orang itu adalah Tong Wen Wen. Maka dia langsung berseru.

"Kakak Wen, aku telah bersalah padamu !" Terdengar suara

sahutan lemah,

"Cepat papah aku. meninggalkan goa ini!" Suara itu membuat Ciok Giok Yin merasa ada sesuatu gelagat tidak baik. Maka, dia langsung menegasi orang tersebut.

"Hah? Kau?" serunya kaget.

Ternyata gadis berbaju biru yang tempo hari ditolongnya ketika dikeroyok oleh enam orang tosu Gobi Pay, namun malah menimbulkan kerepotan bagi dirinya. Ciok Giok Yin merasa serba salah, harus memapahnya ke luar ataukah. Namun

nafas gadis itu tampak memburu, pertanda menderita luka dalam yang amat parah. Ciok Giok Yin berdiri termangu- mangu. Gadis baju hijau itu, kelihatannya seperti tahu akan apa yang sedang dipikirkan Ciok Giok Yin.

"Memang aku. Kita tidak leluasa berbicara di tempat ini. Cepat papah aku ke luar! Di sana kita berbicara," katanya dengan lemah.

Dia berhenti sejenak, kemudian melanjutkan, "Kau tidak takut asap putih beracun?"

"Ya."

"Bagus! Aku sudah menelan obat penawar racun, maka bisa bertahan sesaat. Mari kita cepat pergi!"

Ciok Giok Yin melihat gadis itu amat gugup dan panik, maka segera memapahnya ke luar. Akan tetapi gadis itu kelihatan sudah tidak kuat berjalan.

"Aku... aku... sudah... tidak... tahan. ," katanya tersendat-

senndat.

"Lalu bagaimana?"

"Mumpung... aku... aku masih punya nafas, aku akan

memberi... petunjuk agar kau... bisa keluar..... Kalau tidak...

seumur hidup... kau... tidak... akan... bisa... keluar. "

Hati Ciok Giok Yin tergetar. Kemudian tanpa peduli lagi tentang tata krama antara lelaki dengan wanita, dia langsung memeluk gadis itu erat-erat. Gadis itu terharu.

"Cepat membelok kiri..." katanya.

Ciok Giok Yin cepat-cepat membelok ke kiri, mengikuti petunjuk gadis itu. Akan tetapi baru berjalan beberapa langkah, mendadak terdengar suara yang amat memekakkan telinga.

Blam!

Ternyata sebuah pintu besi telah menghalangi mereka berdua.

Bukan main terkejutnya gadis itu! Dia cepat-cepat menarik nafas dalam-dalam lalu berkata, "Cepat ambil jalan tengah "

Ciok Giok Yin bergerak cepat menerjang ke tengah. Namun jalan itu amat sempit, maka dia terpaksa menggendong gadis itu. Setelah berjalan kira-kira dua tiga depa, mendadak terdengar lagi suara yang sama.

Blam!

Sebuah pintu besi menutupi jalan itu. Ciok Giok Yin yang menggendong gadis itu, merasakan jantung gadis itu berdetak lebih cepat, pertanda gadis itu amat tegang.

"Aku ketakutan setengah mati. Kalau terlambat, kita berdua pasti tertutup di dalam," kata gadis itu perlahan. Gadis itu mulai memberi petunjuk pada Ciok Giok Yin, harus menikung di mana dan membelok ke mana. Namun nafas gadis itu semakin lemah, dan sudah barang itu suaranya juga menjadi lemah.

Maka Ciok Giok Yin harus menempelkan telinganya ke bibir gadis itu. Berselang sesaat, asap putih beracun itu mulai menipis. Di saat bersamaan, tampak sesosok bayangan duduk di hadapan mereka.

Setelah mendekati bayangan itu, Ciok Giok Yin berseru tak tertahan. "Thian It Ceng!"

Hweshio Siauw Lim Si itu duduk bersila tak bergerak, kelihatan seperti sebuah patung. Ciok Giok Yin merasa serba salah. Sebab dia sedang menggendong gadis itu, yang dalam keadaan luka parah, sudah pasti tidak dapat menolong hweshio tua itu. Ciok Giok Yin berpikir keras, akhirnya dia mengambil keputusan, setelah membawa gadis itu ke luar, barulah kembali ke sana untuk menolong hweshio tua tersebut. Oleh karena itu, dia mempercepat langkahnya. Setelah menikung beberapa kali, terlihat seorang tosu tua duduk di depan, sedang menghimpun hawa murninya untuk menolak

racun. Tosu tua itu adalah Hwa Yang Totiang. Ciok Giok Yin tidak habis pikir, mengapa kedua orang itu terkurung di dalam goa tersebut? Ketika itu dia pun teringat akan dirinya sendiri, kalau tidak makan buah Toan Teng Ko, tentu dirinya juga akan sama seperti mereka.

Maka Ciok Giok Yin mempercepat langkahnya lagi, agar bisa segera meninggalkan goa itu. Tiba-tiba gadis berbaju hijau itu menarik nafas panjang, seperti balon yang

dikempiskan. Terdengar suara nafasnya yang amat lemah. Hati Ciok Giok Yin tersentak dan kemudian dia membatin. 'Sebetulnya siapa gadis ini? Bagaimana dia bisa bergabung dengan perkumpulan Sang Yen Hwee? Apakah dia adalah istri Bun It Coan? Kalau benar dia, aku akan mencincangnya untuk menuntut balas dendam saudara angkatku!'

Namun kemudian dia berpikir lagi, tidak masuk akal dugaannya itu. Sebab wajah gadis itu sangat anggun, tidak seperti wanita jalang.

Mendadak Ciok Giok Yin teringat akan sesuatu. "Apakah dia adalah Hui Hui?"

Kini Ciok Giok Yin yakin bahwa gadis berbaju hijau itu adalah Hui Hui. Akan tetapi itu pun tidak masuk akal. Sebab kalau benar gadis berbaju hijau itu adalah Hui Hui, bagaimana dia ke tempat ini? Ini adalah Goa Sesat, mengapa dia ke mari? Ciok Giok Yin terus berpikir, tapi sama sekali tidak menemukan jawabannya. Kecuali gadis berbaju hijau ini siuman, barulah bisa mengungkap teka teki ini. Karena itu, Ciok Giok Yin segera melesat ke luar.

Kini mereka sudah berada di luar Goa Sesat. Ciok Giok Yin menundukkan kepala memandang gadis itu. Tampak sepasang matanya tertutup rapat, wajah agak kehijau-hijuan, pertanda dia menderita luka dalam yang amat parah. Ketika Ciok Giok Yin mau membawa gadis berbaju hijau itu ke suatu tempat sepi untuk mengobatinya, mendadak terdengar suara tawa dingin di belakangnya. Ciok Giok Yin menolehkan kepalanya ke belakang. Ternyata Bu Lim Sam Siu telah berdiri di belakangnya. Kemudian tiga orang itu mengepungnya dan salah seorang dari mereka berkata, "Tak disangka kita akan bertemu di sini!"

Sepasang mata Ciok Giok Yin langsung merah membara dan dia membentak sengit.

"Ternyata kalian bertiga! Aku akan mengadu nyawa dengan kalian!"

Namun dia masih menggendong gadis berbaju hijau itu, membuatnya tidak bisa turun tangan menyerang Bu Lim Sam Siu.

Karena itu, dia segera menaruh gadis itu ke bawah. Ternyata dia teringat akan pesan Tiong Ciu Sin Ie. 'Terhadap seseorang yang terluka parah, baik dia wanita maupun lelaki, musuh atau kawan dan dalam situasi apa pun, kau harus bertanggung jawab sebagai seorang tabib! Mengobatinya sekaligus melindunginya agar dia bisa lekas pulih!' Namun keadaan saat ini amat mendesak, mau tidak mau Ciok Giok Yin harus menaruh gadis itu ke bawah.

Sementara Bu Lim Sam Siu tertawa licik. Kemudian dengan mata menyorot bengis mereka bertiga melangkah

maju. Mendadak Sangkoan Yun San tertawa dingin dan kemudian berkata sepatah demi sepatah,

"Bocah, kalau saat ini kau mampus, justru tidak akan kesepian lho!" Menyusul Cu Cing Khuang dan Kwee Sih Cun juga tertawa dingin.

"He he he he...!"

Sungguh menyeramkan suara tawa mereka bertiga! Siapa yang mendengar suara tawa itu pasti akan merinding. Ciok Giok Yin tahu, kalau tiada gadis berbaju hijau itu, dia seorang diri menghadapi Bu Lim Sam Siu, walau tidak bisa menang, namun juga tidak akan kalah. Akan tetapi kini dia justru ada halangan, sebab dia harus melindungi gadis

tersebut. Sedangkan Bu Lim Sam Siu amat membenci Ciok Giok Yin. Itu dikarenakan mereka bertiga memperoleh peta Si Kauw Hap Liok Tou palsu di Goa Toan Teng Tong. Kemudian mereka bertiga mendengar khabar tentang kemuncuan Ciok Giok Yin di dunia persilatan, maka segera menerima seorang murid wanita yang cantik manis, untuk memikat Ciok Giok Yin agar bisa mencuri peta tersebut.

Namun tak disangka, begitu bertemu Ciok Giok Yin, murid wanita mereka yang bernama Ceng Siauw Yun itu, malah tertarik hatinya. Seandainya Ciok Giok Yin merupakan pemuda yang buruk rupa, pasti mereka bertiga akan memperoleh peta tersebut dengan gampang sekali. Cen Siauw Yun memang berhasil mencuri peta itu, namun gadis itu justru menyuruh Ciok Giok Yin pergi ke Goa Cian Hud Tong duluan, untuk mengambil benda pusaka di dalam goa tersebut. Ternyata tidak mengecewakan gadis itu, sebab akhirnya Ciok Giok Yin memperoleh benda pusaka yang dimaksud.

Tentunya membuat Bu Lim Sam Siu amat gusar, maka mereka bertiga memusnahkan ilmu silat Cen Siauw

Yun. Untung setelah itu Cen Siauw Yun menemukan sesuatu. Tentang itu akan diceritakan nanti. Saking bencinya Bu Lim Sam Siu terhadap Ciok Giok Yin, maka ketika melihatnya, mereka bertiga berniat membunuhnya. Karena itu, seusai tertawa dingin, mereka bertiga langsung menyerang Ciok Giok Yin secara serentak. Ciok Giok Yin tidak menangkis, melainkan berkelit. Namun di saat Ciok Giok Yin berkelit, Sangkoan Yun San justru mendekati gadis berbaju hijau yang masih dalam keadaan pingsan. Ternyata Sangkoan Yun San ingin turun tangan jahat terhadap gadis tersebut.

Bukan main gusarnya Ciok Giok Yin! Dia menggeram sambil menerjang ke arah Sangkoan Yun San. Terkesiap hati Sangkoan Yun San. Apabila dia turun tangan jahat terhadap gadis itu, nyawanya pun pasti melayang di tangan Ciok Giok Yin. Oleh karena itu, dia terpaksa berkelit ke samping.

Sedangkan Ciok Giok Yin cepat-cepat menyambar gadis baju hijau itu. Kini dia tidak berani melepaskan gadis itu lagi, tapi justru membuatnya tidak leluasa bergerak. Menyaksikan itu, Bu Lim Sam Siu tertawa terkekeh, lalu mendadak melakukan serangan serentak lagi ke arah Ciok Giok Yin dari tiga arah.

Kali ini Ciok Giok Yin betul-betul tidak bisa berkelit. Dalam keadaan kritis itu, tiba-tiba Ciok Giok Yin mencelat ke atas setinggi dua depa. Tiga rangkum angin pukulan yang amat dahsyat itu, melewati di bawah kaki Ciok Giok Yin. Ciok Giok Yin tidak bisa berhenti di udara, sebab badannya sudah mulai merosot. Bu Lim Sam Siu tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Mereka langsung melancarkan pukulan lagi ke

arahnya. Ciok Giok Yin betul-betul dalam keadaan bahaya, sebab dia tidak bisa berkelit mau pun menangkis, lantaran menggendong gadis baju hijau. Kelihatannya Ciok Giok Yin akan. Mendadak terdengar suara siulan panjang yang amat

nyaring, bergema menembus angkasa.

Menyusul tampak sesosok bayangan kuning berkelebat laksana kilat ke tempat itu, sekaligus menangkis pukulan yang dilancarkan Bu Lim Sam Siu sambil membentak.

"Kalian sungguh tak tahu malu, tiga lawan satu! Ayo, cepat enyah!"

Orang yang baru muncul itu memakai kain penutup muka. Seusai membentak, dia melancarkan pukulan ke arah Bu Lim Sam Siu, bukan main dahsyatnya! Seketika terdengar suara jeritan Bu Lim Sam Siu, lalu kabur terbirit-birit tanpa menoleh lagi. Sedangkan Ciok Giok Yin sudah melayang turun. Karena agak jauh, maka tidak melihat orang itu melancarkan pukulan apa. Yang jelas pukulan itu membuat Bu Lim Sam Siu terluka dan kabur lintang pukang tidak karuan. Orang berbaju kuning memakai kain penutup muka itu menatap Ciok Giok Yin dengan tajam. Ciok Giok Yin tidak tahu siapa orang itu. Kemudian orang itu pun menatap gadis berbaju hijau dengan dingin.

"Siapa gadis ini?" katanya.

Ciok Giok Yin tertegun. Sebab dia memang tidak tahu siapa gadis tersebut. Walau berikut kali ini dia sudah dua kali menyelamatkannya, namun belum tahu namanya. Sesaat kemudian dia baru menjawab,

"Aku masih belum tahu namanya," Dia menatap orang itu. "Terima kasih atas pertolonganmu."

"Siapa kau?" tanya orang berbaju kuning dan memakai kain pemutup muka itu.

"Ciok Giok Yin."

Mendadak sepasang mata orang itu menyorot tajam sekali, membuat Ciok Giok Yin merinding dan tanpa terasa mundur dua langkah. Namun berselang sesaat, sikap orang itu kembali seperti semula. Hening sejenak. Kemudian orang berbaju kuning dan memakai kain penutup muka itu bertanya lagi,

"Siapa suhumu?"

"Suhuku adalah Sang Ting It Koay." "Sang Ting It Koay?"

"Ng"

Orang itu tertawa terkekeh-kekeh. Suara tawanya amat menusuk telinga. Terbelalak Ciok Giok Yin.

"Mengapa Anda tertawa? Apa yang lucu?" katanya.

Orang berbaju kuning dan memakai kain penutup muka itu berhenti tertawa lalu berkata dengan perlahan-lahan. "Aku memang pernah bertemu dengan suhumu. Tahukah kau bahwa karena kau murid Sang Ting It Koay, maka sulit bagimu menaruh kaki di dunia persilatan, baik golongan putih maupun golongan hitam?"

"Maksudmu?"

"Perlahan-lahan kau akan mengetahuinya." "Aku minta penjelasan!"

Ternyata Ciok Giok Yin mulai gusar. Namun orang-orang itu bersikap seperti biasa.

"Tidak perlu kujelaskan. Aku tahu kau melatih ilmu pukulan Soang Hong Ciang. Pukulan itu bisa menakuti kaum rimba persilatan lain, namun terhadapku. "

Perkataan orang itu berhenti mendadak, lalu sepasang matanya menyorot tajam, menatap wajah Ciok Giok Yin dan gadis baju hijau silih berganti. Karena wajahnya tertutup dengan kain, maka tidak tampak bagaimana air

mukanya. Perkataan orang itu bernada menghina Sang Ting It Koay, maka membuat Ciok Giok Yin menjadi gusar. Dia menatap orang itu sambil membentak sengit.

"Bagaimana terhadapmu?" Orang itu menyahut dingin,

"Kelak kau akan mengetahuinya." "Siapa kau?"

"Kelak kau pun tidak akan jelas." "Bolehkah aku tahu nama perguruanmu?" "Itu tidak perlu, tapi " Orang itu menghentikan ucapannya. Tapi ketika Ciok Giok Yin baru mau bertanya, dia sudah berkata lagi.

"Adik Kecil, kalau kau sudah merasa tiada tempat di dunia persilatan untukmu, maka kau boleh mencariku, aku pasti berupaya mencarikanmu jalan yang terbaik."

"Kalau begitu, di mana tempat tinggal Anda?" "Tidak dapat kuberitahukan."

Ciok Giok Yin mengerutkan kening.

"Kalau begitu bagaimana cara aku mencarimu?"

"Kau tidak perlu mencemaskan itu. Apabila sudah waktunya, aku pasti akan mencarimu."

Usai berkata, orang itu menatap Ciok Giok Yin dan gadis berbaju hijau lagi, lalu melesat pergi. Ciok Giok Yin terkesima menyaksikan ginkang orang itu, sebab amat tinggi sekali. Ciok Giok Yin tidak memikirkan orang itu. Dia menundukkan kepala melihat gadis berbaju hijau. Ternyata nafas gadis itu semakin lemah.

Karena itu, Ciok Giok Yin cepat-cepat menggendongnya ke bawah sebuah pohon besar. Sungguh di luar dugaan, di samping pohon besar itu terdapat sebuah goa. Bukan main girangnya Ciok Giok Yin! Dia langsung membawa gadis berbaju hijau ke dalam goa. Sampai di dalam goa, dibaringkannya gadis itu, kemudian dia mengambil sebutir pil Giok Jun dan langsung dimasukkan ke dalam mulut gadis itu. Berselang beberapa saat, wajah gadis itu mulai tampak kemerah- merahan dan nafasnya pun tidak begitu lemah lagi.

Ketika Ciok Giok Yin duduk di samping gadis itu mendadak tampak sesosok bayangan melesat ke dalam goa. Ciok Giok Yin langsung meloncat ke hadapan gadis baju hijau.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar