Serial Pendekar Bloon Eps 05 : Memburu Manusia Setan

 
Eps 05 : Memburu Manusia Setan


Di dalam ruangan bawah tanah itu pemuda bertampang tolol berambut hitam kemerah-merahan sedang bingung. Ia sudah mencoba segala cara untuk keluar dari perangkap yang dibuat oleh Mustika Jajar alias Betina Dari Neraka. Untuk lebih jelasnya (dalam episode Betina Dari Neraka). Namun semua cara yang telah ditempuhnya tidak menghasilkan sesuatu yang berarti.

Pemuda berpakaian biru muda dengan ikat kepala warna biru belang-belang kuning itu akhirnya hanya duduk termenung. Tidak jauh dari pemuda tampan itu duduk seorang laki-laki berambut putih berjenggot dan berkumis putih. Tubuhnya pendek  tidak  sampai setengah meter. Dialah Wiro Suryo alias Tenggiling Kedil. "Kau harus ikut mencari jalan bagaimana caranya agar kita bisa keluar dari kubangan lintah ini, Tenggiling Kedil!?" dengus pemuda berbaju biru muda yang tidak lain adalah Suro Blondo atau lebih dikenal dengan julukan Pendekar

Blo'on sambil garuk-garuk kepala.

"Aku... ha ha ha...! Apakah tidak keliru. Percuma kau dijuluki si anak ajaib. Ingatkah kau ketika menjelang kelahiranmu banyak tokoh-tokoh sakti di rimba persilatan datang berduyun-duyun ke Gunung Bromo untuk mendapatkanmu. Lalu mana keajaiban itu?" sindir Wiro Suryo sinis.

"Kau memang seorang kawan tidak punya guna, kawan yang membosankan yang telah membawaku terjerumus ke dalam perangkap gila ini!" maki Pendekar Blo'on berang.

"Hei... tidak perlu menyesali nasib. Semua yang terjadi sudah ada dalam surat hidupmu, juga hidupku."

"Suratan nasibmu dan nasibku mana bisa disamakan. Aku tetap aku, sedangkan kau sampai tua tetap seperti bayi, bayi bangkotan berkumis dan berjenggot putih. Huh betapa memalukan!"

"Tidak perlu menghina. Lihatlah, lintah-lintah celaka ini terus menghisap darah kita. Kalau terus bertengkar, kapan kita dapat menemukan jalan keluar dari sini?!" kata Wiro Suryo.

Pendekar Blo'on terdiam. Rasanya memang tidak ada gunanya bertengkar saat itu. Mereka telah terjebak di ruangan bawah tanah tersebut selama tiga hari, berarti hukuman yang akan dijatuhkan oleh Mustika Jajar si gadis sesat tersebut sekitar empat hari lagi. Otaknya yang cerdik segera memikirkan jalan keluar yang memungkinkan bagi mereka. Lalu saat ia memperhatikan dinding-dinding kamar di sekelilingnya. Maka terlihatlah olehnya sebuah saluran air. Suro mendekatinya, kemudian segera melakukan pemeriksaan.

Tuk! Tuk! Tuk!

Diketuknya dinding di samping saluran air tersebut. Ternyata saluran air yang cukup jernih dan telah dipergunakan untuk menghilangkan dahaga selama beberapa hari ini berongga. Pemuda tampan bertampang ketolol-tololan itu pun tersenyum.

"Kakek Suryo! Kemarilah sebentar!" panggil Suro Blondo dengan wajah berseriseri.

"Ada apa lagi? Kau telah menemukan lubang kubur untuk kita berdua?" ejek Tenggiling Kedil.

"Tentu saja. Mudah-mudahan jalan ini untuk keselamatan kita!"

"Kurasa saluran air ini menuju ke neraka!" sahut Wiro Suryo.

Tidak lama kemudian ia mulai mengetuk-ngetuk dinding di sebelah saluran. Ternyata di balik dinding batu itu memang berongga.

"Aku harus melepaskan pukulan untuk membuktikan apakah di balik dinding ini ada jalan keluar atau tidak!" tegas pemuda berambut hitam kemerahan tersebut. "Jangan! Pukulanmu hanya akan membuat dinding ini runtuh. Mati yang paling tidak menyenangkan adalah bila kita tertimbun longsoran tanah!" ucap Wiro Suryo.

"Lalu...?"

"Kita gali dinding ini!" kata kakek berbadan pendek ini tegas.

Tanpa bicara apa-apa lagi kedua laki-laki yang sama konyolnya itu mulai melakukan penggalian. Setelah sampai sepemakan sirih, maka dinding batu di samping saluran air telah selesai mereka gali.

"Lihat! Ada sebuah terowongan di sini! Kita bisa bebas...!" seru Pendekar Blo'on sambil berjingkrak-jingkrak kegirangan.

"Mudah-mudahan terowongan ini menuju ke dunia bebas! Ingat! Kau sekarang yang mencari jalan keluar. Jika ada malapetaka menghadang di depan sana, jangan lagi salahkan aku!" ujar Wiro Suryo.

"Kalau tidak setuju sebaiknya jangan ikut aku! Sekarang aku akan masuk ke dalam terowongan ini!" tegas Suro Blondo.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Pendekar Blo'on mulai memasuki terowongan tersebut. Ia terpaksa merangkak karena terowongan di samping saluran air yang menghubungkan ke kolam lintah ternyata agak sempit. Bagi Wiro Suryo yang berbadan kerdil tentu terowongan tersebut cukup lebar. Ia bahkan dapat berjalan tegak. Karena tinggi tubuhnya tidak lebih hanya setengah meter.

"Betapa   untungnya    mempunyai badan sepertiku. Aku tidak perlu merangkak seperti seekor babi yang terjebak perangkap!"

"Kau menyindirku!" dengus Suro Blondo kesal.

"Tidak usah marah-marah, aku bicara dengan diriku sendiri!"

"Dasar orang gila!" sahut Pendekar Blo'on.

Tidak lama mereka sampai di ujung terowongan. Tetapi di ujung terowongan itu terdapat dua buah terowongan pula. Yang satu ke arah selatan sedangkan yang satunya lagi ke arah utara.

"Sekarang bagaimana, kita akan menelusuri terowongan yang mana?" tanya Pendekar Blo'on sambil menggaruk-garuk kepalanya.

"Terserah kau! Aku kan hanya ikut kemana kau pergi."

"Kurasa otakmu lebih kecil dari otak semut. Tenggiling Kedil. Diajak bertukar pikiran saja kau tidak bisa." gerutu si pemuda sambil menyeka keringat yang membasahi wajahnya.

"Otakku memang kecil, tetapi pikiranku seluas jagad. Aku tidak mau kasih pendapat, sebab aku takut salah lagi. Kau tahu orang yang paling jelek di dunia ini bila sedang marah adalah kau!" ejek Wiro Suryo.

"Dan manusia yang paling menyebalkan kaulah orangnya!" jawab Pendekar Blo'on tidak mau kalah.

Lalu mereka saling diam lagi. Suro kemudian memutuskan untuk menelusuri terowongan yang menuju ke arah selatan. Sedang Wiro Suryo terus mengikuti di belakangnya. Di ujung lorong sebelah selatan tersebut ternyata terdapat sebuah sungai. Rupanya air sungai itulah yang mengairi kolam lintah di ruangan bawah tanah.

"Kita sudah bebas, benar-benar bebas. Kau lihat ada langit, pohon dan suara gemuruh air!" desis Pendekar Blo'on. Wiro Suryo tidak langsung menjawab. Hidungnya kembang kempis seakan sedang mengendus-endus sesuatu.

"Aku seperti mencium bau bangkai!" kata Wiro Suryo, matanya melirik pada kawannya yang tampak sedang mengagumi keindahan alam.

"Apa...?"

"Aku membaui sesuatu yang busuk!" tegas kakek berbadan kerdil seperti bayi dengan ketus.

Wiro Suryo malah tersenyum. Tatapan matanya tetap memandang lurus ke depan. Tepatnya ke permukaan air. Sungai yang lebar itu memang sepi, tetapi sekejab tadi ia melihat ada bayangan-bayangan putih berkelebat.

"Kurasa kolam lintah itu berisi tinja. Kotorannya Mustika Jajar. Tahu tidak walaupun gadis itu cantik. Tetapi kotorannya tetap bau. Sebentar lagi kita bisa mandi." jawab Pendekar Blo'on.

Bau busuk semakin menusuk, sehingga membuat Tenggiling Kedil jadi curiga. Tetapi ia terus mengekor di belakang Pendekar Blo'on ketika pemuda berpakaian biru muda tersebut keluar dari terowongan. Pemuda bertampang ketolol-tololan itu segera menarik nafas sedalamdalamnya.

"Hemm, lega rasanya! Tetapi... eh...!" Suro mendesis kaget. Ternyata ia juga mencium bau sesuatu yang sangat busuk. Tiba-tiba saja ia menoleh pada Wiro Suryo.

"Ada kau cium bau sesuatu?" tanya si pemuda.

"Kurasa kupingmu benar-benar tuli. Sudah kukatakan sejak tadi bahwa aku mencium bau yang teramat busuk!" sahut kakek berbadan super pendek sinis.

"Bau bangkai?"

"Tepat! Bau orang yang sudah mampus!" jawab Wiro Suryo.

Suro berjalan ke arah pinggiran sungai. Tetapi langkahnya tiba-tiba saja terhenti ketika melihat ada mayat yang telah membusuk tidak jauh di depannya. Ketika ia melakukan pemeriksaan, ternyata mayat itu adalah mayat seorang gadis memakai baju warna putih.

Ia tersentak kaget, sebab tadi ia juga sempat melihat ada bayangan putih seperti menari-nari di permukaan air yang deras arusnya itu. Bayangan itu tiba-tiba lenyap ketika Tenggiling Kedil mengajaknya bicara.

"Kau lihatlah ini...!" seru Suro. "Disini juga ada mayat." kata Wiro

Suryo pelan.

Setelah mereka mengitarkan pandangan matanya, ternyata banyak sekali mayat-mayat bergeletakan disitu. Dan mereka semuanya terdiri dari kaum sejenis.

"Siapa yang telah melakukan perbuatan keji ini?" tanya Suro.

"Mana aku tahu! Tetapi mayat-mayat ini sedikitpun tidak terluka. Cuma sekujur tubuh mereka membiru seperti keracunan!" gumam Tenggiling Kedil.

Mereka segera menyingkir menjauhi mayat-mayat tersebut karena tidak tahan dengan baunya yang busuk. Sekitar lima belas batang tombak mereka melangkah. Tiba-tiba terdengar suara seorang perempuan. Suaranya itu mirip ratapan seorang gadis yang sedang dirundung duka. "Bertanya pada orang kaya, langit, bumi, udara, tumbuhan dan makhluk punya jiwa siapa yang punya? Bertanya pada nafsu, amarah dendam, iri dengki, tamak dan sombong kemana perginya? Bertanya pada hati, cinta kasih sayang untuk siapa? Hidup tujuh puluh tahun entah buat apa? Orang-orang jujur mati terbujur. Manusia banyak dosa panjang umurnya. Lihatlah bangkai yang berserakan, mereka korban angkara murka! Lalu aku si tua bangka bisa apa? Aku tidak bisa apa-apa. Hik kik hik! Betapa menyedihkan!"

Pendekar Blo'on dan Wiro Suryo saling pandang dan sama-sama membasahi lidah.

"Siapa dia?" tanya Suro.

"Hemm, aku hidup hampir sembilan puluh tahun. Tetapi aku tidak pernah mendengar tentang orang ini. Barangkali Kuntilanak, wewe air atau penyair picisan sedang bersenandung" sahut Tenggiling Kedil seenaknya.

"Sudahlah buat apa kita pikirkan. Sekarang aku harus kembali mencari Mustika Jajar. Perempuan itu mempunyai dosa selangit tembus. Dan lagipula dia telah membunuh Pematung Kelana, selain itu manusia jelmaan patung batu itu harus kumusnahkan!" tegas Pendekar Blo'on. (Untuk lebih jelasnya siapa Pematung Kelana, dalam episode Pemikat Iblis). "Apa kau pikir hanya kau saja yang punya kepentingan. Betina Dari Neraka sangat sakti sekali. Aku tidak ingin melihatmu mati konyol di tangannya. Jadi aku harus ikut!" kata Wiro Suryo.

Pendekar Blo'on baru saja ingin mengatakan sesuatu. Namun ucapannya tertunda karena tiba-tiba saja air sungai yang deras itu bergolak hebat. Lalu terdengar suara menderu-deru seperti air bah. Kedua sahabat tersebut tercengang. Mereka menjadi kaget ketika melihat ada sesuatu bergerak-gerak di dalam pusaran air itu. Sampai kemudian tampak dua sosok bayangan putih melesat ke udara. Lalu mendarat lagi di permukaan air sambil menari-nari.

"Han... hantu...!" desis Pendekar Blo'on.

"Goblok, mereka bukan hantu. Kurasa kalau tidak salah mereka inilah Dewi Kehidupan!" ujar Wiro Suryo yang ternyata memang mempunyai pengalaman lebih luas dibandingkan Pendekar Blo'on.

2

Ternyata dugaan Pendekar Blo'on meleset. Kedua sosok berpakaian serba putih ini memang manusia. Tepatnya seorang nenek tetapi memiliki wajah cantik dan seorang gadis berparas jelita. Pendekar Blo'on sempat tercengang karena gadis itu wajahnya sangat mirip sekali dengan Dewi Bulan. Untuk lebih jelasnya (Dalam Episode Bayang-Bayang Kematian). Setelah melakukan gerakan seperti orang menari di atas air tanpa basah barang sedikit pun. Maka kedua perempuan itu langsung melayang ke daratan.

Jliik!

Keduanya menjejakkan kaki tanpa menimbulkan suara sama sekali. Sekejab gadis dan nenek cantik itu memperhatikan Suro Blondo dan Wiro Suryo silih berganti.

"Hari ini kulihat lagi sebuah kesedihan di balik duka yang kurasakan atas meninggalnya beberapa orang muridku! Kau siapakah pemuda tampan bertampang bego?" tanya si nenek tanpa memperkenalkan dirinya.

"Aku.... Aku Suro Blondo...! Sedangkan kawanku yang pendek tetapi sudah tua bangka ini namanya Wiro Suryo." sahut pemuda berambut hitam kemerahan itu setengah mendongkol.

"Kalian orang-orang konyol hendak kemanakah?" tanya si nenek cantik.

"Aku tidak mau menjawab jika kalian tidak memperkenalkan diri!" desis Suro bersunggut-sungut.

"Aku juga...!" timpal Tenggiling Kedil tidak mau kalah.

"Jika kau bicara seperti itu pada saat aku tidak sedang berduka. Mungkin aku masih bisa maklum. Tetapi sekarang jangan coba-coba membantah. Kalian berada di daerah kekuasaanku! Menolak permintaan berarti mati!" dengus si nenek cantik berang.

"Ha ha ha...! Kau dengar itu, bocah tolol. Ancamannya sungguh membuat tubuhku semakin bertambah kecil. Apakah kau mau menjawab pertanyaan nenek sinting ini?" ejek Tenggiling Kedil. Suro Blondo pencongkan mulutnya. Lalu keluarkan siulan panjang seperti suara kera.

"Hidup dan mati tidak pernah kutakutkan! Kalau tidak bersalah tentu aku bisa mati tertawa!"

"Bagus! Tertawalah kau sepuaspuasnya!" dengus si nenek cantik.

Sedangkan gadis yang menyertainya sejak tadi hanya diam saja sambil memperhatikan Suro Blondo.

"Bunuh! Bunuh!" teriak si nenek tidak jelas perintahnya itu ditujukan pada siapa.

Byur!

Tiba-tiba saja air di dalam sungai bergolak kembali. Lalu terdengar suara deru angin kencang disertai semburan air yang dingin. Sebuah kekuatan yang dahsyat telah menyeret tubuh Suro dan Wiro ke tengah-tengah pusaran air tersebut. "Haup...! Haup!"

Hanya dua kali saja kedua laki-laki ini tampak timbul tenggelam. Kemudian mereka lenyap dan tersedot ke dalam pusaran air tersebut. Wiro Suryo adalah tokoh kawakan dari Gunung Sembung. Sedangkan Pendekar Blo'on adalah seorang pendekar yang mempunyai ilmu olah kanuragan sangat tinggi. Jika keduanya tidak mampu melepaskan diri dari daya tarik pusaran air tersebut. Ini merupakan pertanda bahwa nenek cantik itu mempunyai keahlian yang sangat hebat.

Setelah lima belas menit Suro dan Wiro tenggelam, tidak lama kemudian mereka tampak muncul kembali. Tapi tubuh mereka sudah sangat lemas seakan tidak punya daya. Nenek cantik menyeret keduanya ke pinggir sungai. Kemudian menelentangkannya di atas pasir.

"Seandainya kalian tadi mati, apakah menurut kalian kematian itu enak...?" tanya si nenek.

"Apa sebenarnya keinginanmu, Ni sanak? Sehingga berani mempermainkan kami yang tidak punya salah apa-apa padamu?" protes Wiro Suryo geram.

"Aku sedih, hik hik hik...! Jangan berani macam-macam, jawab dulu pertanyaanku!"

"Jangan tanya aku dan kawanku! Kami belum pernah mati, lagi pula engkau sedih apakah aku juga harus ikut sedih, huk huk huk!" sahut Suro sambil tertawa.

Rupanya gadis jelita yang mendampingi si nenek cantik akhirnya tidak sabar juga melihat ulah si nenek cantik.

"Guru, tidak pantas menyiksa mereka. Lagipula kita tidak tahu apakah dia berada di pihak perempuan setan itu atau tidak. Sebaiknya kita tanya langsung pada persoalan yang kita hadapi!" saran si gadis. Si nenek cantik tidak langsung menjawab, melainkan kibaskan jubahnya yang menjela.

"Dewi Arimbi muridku, terlalu banyak manusia palsu di dunia ini. Terlalu banyak pula keanehan yang terjadi. Apakah mereka mau mengaku bila kita tanya tentang saudara-saudaramu yang sudah tewas!"

"Benar salahnya tergantung nanti! Yang penting kita tanya dulu kedua manusia konyol ini."

"Hemm, ucapanmu ada benarnya juga. Baiklah, sekarang aku akan menanyai mereka!" kata si nenek cantik, seraya melangkah maju beberapa langkah.

"Kalian lihat mayat-mayat itu?" Si nenek menuding salah satu mayat yang tergeletak tidak jauh di pinggir sungai.

"Hanya orang buta saja yang tidak melihatnya!" sahut Suro sambil garukgaruk kepala.

"Bagus! Kalian tahu mereka adalah korban perempuan yang berjuluk Betina Dari Neraka!" jelas si nenek cantik.

"Kami juga sedang memburu Manusia Setan itu beserta kaki tangannya!" tegas Wiro Suryo.

"Heh... benarkah begitu?" desis si nenek cantik Tambel Nyawa.

"Kawanku tidak berdusta. Kalau tidak percaya tanya saja pada para hantu, setan, jin, burung-burung yang sedang terbang atau iblis itu sendiri. Kami bahkan baru saja meloloskan diri jebakan Iblis Betina Dari Neraka." Suro Blondo menimpali.

Nenek cantik sebenarnya maklum dengan ucapan pemuda yang tampak radarada miring itu. Tetapi mungkinkah pemuda bertampang tolol seperti itu punya urusan dengan Betina Dari Neraka?

"Untuk sementara waktu aku terpaksa mempercayaimu! Tetapi awas jika kelak di kemudian hari kalian berdusta padaku. Maka aku akan membuat perhitungan dengan kalian!" kata si nenek cantik.

"Kalau percaya ya percaya, jangan harus terpaksa. Lagipula siapa yang memaksamu, nenek? Aku tidak memaksa apalagi kawanku?"

"Diam kau pemuda ceriwis! Sekarang kalian harus memejamkan mata!" perintah Dewi Arimbi.

Walaupun hati mereka dipenuhi dengan tanda tanya, namun Suro dan Wiro Suryo terpaksa memejamkan matanya. Tidak lama setelah mata mereka terpejam. Suro Blondo merasa tubuhnya terangkat menuju ke sebuah tempat yang serba asing. Sampai kemudian terdengar sebuah suara....

"Buka matamu!"

Pendekar Blo'on membuka matanya. Kemudian pemuda berambut hitam kemerahmerahan itu memperhatikan keadaan disekelilingnya. Ternyata ia sudah tidak berada di pinggir sungai lagi.

"Kawanku dimana? Siapa yang telah membawaku ke mari?" tanya Suro dengan bingung.

"Kami yang telah membawamu kesini. Sedangkan kawanmu sekarang sedang di pinggir sungai sana!" sahut gadis berbaju putih tenang.

"Apa keinginan kalian sehingga membawaku ke tempat yang sama sekali belum kukenal ini?" tanya si pemuda sambil menggaruk-garuk kepalanya.

"Lembah Tidak Bernama! Aku Dewi Kehidupan membawamu kemari tentu saja ingin bertukar pikiran denganmu?!" tegas si nenek Tambel Nyawa.

"Mengapa kawanku tidak kalian bawa serta?"

"Karena aku hanya ingin bicara padamu!" sahut si nenek cantik.

"Ha ha ha...! Tindakan kalian hanya membuat aku kehilangan kesempatan untuk menghancurkan Iblis Betina Dari Neraka!" dengus Suro Blondo.

"Jangan banyak bertingkah dihadapan ku! Sekarang kau diam dan dengarkan apa yang ingin kukatakan!!" tegas Dewi Kehidupan.

"Cepatlah! Karena aku tidak ingin berlama-lama berada disini!" kata Pendekar Blo'on.

"Baiklah,"  desah Nenek Tambel Nyawa. "Beberapa hari yang datang seorang perempuan cantik dan seorang laki-laki tinggi besar yang cuma memakai cawat...!" "Itu pasti Si Perkasa. Manusia patung yang telah dihidupkan oleh gurunya

perempuan itu!" potong Suro.

"Bocah gendeng! Jangan kau potong ucapanku!" dengus nenek berbaju putih itu marah.

"Kalau begitu teruskan!" sahut Suro Blondo serius.

"Perempuan itu mengatakan dirinya sebagai Iblis Betina Dari Neraka. Ia mengajakku agar mau bergabung dengan mereka. Waktu yang diberikan padaku hanya sepekan saja untuk berpikir. Ketika waktu yang ditentukan telah sampai masanya. Maka aku memutuskan tidak ingin bergabung dengan perempuan itu. Aku tahu dia perempuan iblis yang ingin menaklukkan rimba persilatan. Ia ingin mendirikan sebuah kerajaan persilatan yang paling besar di negeri ini. Akibat penolakanku, kau tentu sudah dapat menebak apa yang terjadi!"

"Dia membunuh murid-muridmu dengan serangan beracunnya?!" sahut Pendekar Blo'on.

"Tepat! Itulah sebabnya ketika kalian datang ke sungai itu aku merasa curiga. Kau tahu seumur hidupku, baru kali ini aku Dewi Air merasa kecolongan." ujar si nenek cantik.

"Apa yang dicolong, nenek?" tanya Suro Blondo.

"Nyawa murid-muridku, tolol!" maki perempuan itu sengit.

"Lalu apa yang kau inginkan dariku?"

"Jika memang benar kau bukan anak buahnya Betina Dari Neraka. Aku ingin minta bantuanmu untuk menangkap perempuan iblis itu!" tegas Dewi Kehidupan.

"Apakah engkau dan muridmu tidak dapat melakukannya sendiri?" pancing Pendekar Blo'on.

"Kau memang manusia menyebalkan. Tentu saja aku sanggup, aku hanya ingin membuktikan benarkah kau mau membunuh perempuan itu? Jadi apa salahnya jika aku sekalian menitipkan sebuah tugas untukmu!"

"Engkau tidak usah khawatir. Sudah lama aku memburu Iblis Betina Dari Neraka berikut patung itu. Sekarang aku harus pergi dari sini!" tegas Pendekar Blo'on.

"Eiit... tunggu dulu. Untuk meyakinkan kebenaran niatmu itu, sekarang muridku Dewi Arimbi harus ikut denganmu! Kalau apa yang kau lakukan nanti menyimpang dari apa yang kau ucapkan. Maka muridku ini akan mencincang tubuhmu!" tegas Dewi Kehidupan.

"Aku tidak melarang dia ikut denganku, kalau nenek cantik juga ingin turut serta, aku juga tidak larang!" ejek Pendekar Blo'on sambil mengusap-usap keningnya.

"Tidak...! Untuk sekarang ini sebaiknya muridku saja yang menjadi saksi...!" tegas Dewi Kehidupan.

Pendekar Blo'on walaupun belum pernah mengenal Dewi Arimbi. Namun ia merasa yakin gadis yang tidak banyak bicara itu baik hatinya. Tentu saja ia merasa senang pergi bersama Dewi Arimbi dibandingkan dengan nenek bawel seperti Dewi Kehidupan itu.

"Baiklah, kalau guru memerintahkan aku untuk mengawasi pemuda bertampang tolol ini. Sekarang aku mohon diri...!** kata Dewi Arimbi.

"Pergilah   muridku!   Ini   adalah pertama kalinya kau berada di rimba persilatan. Kau harus berhati-hati menghadapi tipu muslihat musuh-musuhmu. Termasuk juga terhadap pemuda ini...!" tegas Dewi Kehidupan alias Si Nenek Cantik Tambel Nyawa.

"Guru tidak usah khawatir, kalau pemuda ini bertingkah macam-macam tentu aku akan membunuhnya...!"

Suro Blondo sebenarnya mendongkol juga mendengar ucapan si gadis. Tetapi ia tidak ingin bertindak macam-macam. Sebagai pelampiasan kekesalannya Suro Blondo hanya menggaruk-garuk kepalanya. Tidak lama kemudian kedua muda-mudi itu segera meninggalkan Lembah Tidak Bernama.

3

"Kedua tawanan kita meloloskan diri, Junjunganku!" Lapor Perkasa begitu kembali dari dalam ruangan bawah tanah. Mustika Jajar alias Iblis Betina Dari Neraka jelas tampak terkejut sekali. Ia sama sekali tidak menyangka Pendekar Blo'on dan Wiro Suryo dapat meloloskan diri;

"Bagaimana hal itu dapat terjadi, kekasihku? Kita telah menjebak mereka. Jangankan manusia, seekor tikus pun tidak mungkin dapat meloloskan diri!" desis Mustika Jajar sengit.

"Ada sebuah lubang besar dekat saluran air. Lubang itu pasti mereka yang membuatnya. Lubang itu cukup besar, jangankan tikus. Babi pun pasti dapat meloloskan diri!" jelas Perkasa.

"Kau sudah mencarinya, kekasihku?" tanya si gadis.

"Sudah! Orang tolol dan orang pendek tidak ada di situ!"

"Kalau begitu kita harus segera bertindak. Kita harus membangkitkan orang-orang yang sudah mati untuk menjadi anak buah kita! Setelah itu kita kumpulkan orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi untuk membantu kita. Pendekar Blo'on itu adalah murid sekaligus cucu Malaikat Berambut Api. Guruku telah memberi perintah padaku untuk membunuh pemuda itu dan juga Malaikat Berambut Api. Kau tahu Perkasa... mata guruku menjadi buta karena perbuatan Malaikat Berambut Api. Untuk menghadapi kedua manusia keparat itu sekaligus, kita harus mempunyai kekuatan yang sangat besar!" tegas Iblis Betina Dari Neraka.

Perkasa belum sempat menanggapi ucapan majikannya. Ketika tampak seorang laki-laki dengan langkah terhuyung-huyung bergerak mendatangi. "Wiku Palawa...!?" desis Mustika Jajar terkejut.

Seperti sama-sama kita ketahui dalam (Episode Iblis Betina Dari Neraka) Wiku Palawa sempat tidak sadarkan diri karena mendapat serangan telak dari Wiro Suryo. Sekujur tubuhnya dipenuhi dengan luka, bahkan wajah laki-laki bersenjata Tongkat Maut itu juga hancur.

"Apa yang terjadi dengan dirimu, Wiku? Wajahmu hancur, siapa yang telah melakukannya?"

"Maafkan aku ketua. Wajahku menjadi begini karena perbuatan Wiro Suryo. Manusia super pendek sahabatnya pemuda tolol itu!" dengus Wiku Palawa sengit.

"Tidak usah khawatir. Aku dapat mengembalikan wajahmu yang rusak itu menjadi seperti sediakala. Tetapi kau harus menjalankan tugas dahulu. Setelah tugasmu selesai. Maka obat penyembuhan itu akan kau dapatkan dariku!" tegas Mustika Jajar.

Wiku Palawa sadar betul ketuanya memiliki kesaktian yang sulit tertandingi. Jika patung batu buatan Pematung Kelana dapat dihidupkan menjadi manusia. Mengobati luka-lukanya tentu tidak akan sulit! pikirnya.

"Ketua apakah engkau tidak menyembuhkan aku sekarang juga?" tanya sang Wiku pelan. "Hik hik hik...! Aku ketua di sini, kau tidak berhak memerintahku! Sekarang kau kerjakan apa yang menjadi tugasmu!" tegas Mustika Jajar serius. Wiku Palawa mana berani membantah. Walaupun hancur dan menimbulkan rasa perih bukan main. Akhirnya ia bangkit berdiri dan bermaksud segera pergi. Tetapi....

"Tunggu dulu, Wiku. Kita akan pindah ke Bukit Cadas Siluman. Kalau kau nanti dapat mengumpulkan anggota baru, maka bawalah ke Bukit Cadas Siluman. Sekarang kau bawalah ini! Gunanya adalah untuk membuat musuh-musuhmu pingsan dalam beberapa waktu lamanya. Bila musuhmu sudah pingsan. Tentu akan mudah bagimu melaksanakan tugas!" ujar gadis cantik berpakaian ketat tersebut. Ia kemudian menyerahkan sepuluh benda bulat berwarna hitam. Benda sebesar kepalan tangan ini segera dimasukkan di balik bajunya.

"Ingat, Wiku. Pada saat engkau melemparkan benda-benda ini. Maka kau harus menutup indera penciumanmu!" tegas Mustika Jajar. Wiku Palawa menganggukkan kepala. Setelah itu ia segera meninggalkan Mustika Jajar dan pengawal pribadi merangkap kekasihnya di tempat itu. Setelah Wiku Palawa sudah tidak terlihat lagi. Maka Mustika Jajar segera berpaling pada Perkasa.

"Kau tahu kuburan terdekat dengan tempat kita ini, kekasihku?" tanya si gadis dengan manja.

"Tentu saja tahu, Junjunganku." sahut Perkasa.

"Mari kita ke sana!" ajak Betina Dari Neraka.

Keduanya berjalan beriringan menuju ke kuburan terdekat.

* * *

Kuburan yang sangat luas tersebut terletak di tengah-tengah hutan belantara. Tempatnya tidak terurus dan ditumbuhi semak belukar. Ketika itu hari sudah menjelang senja. Suasana di sekelilingnya mulai bertambah gelap. Sesekali terdengar suara lolongan serigala hutan. Burung-burung hantu mengepakkan sayapnya, kemudian terbang menjauh. Seakan tidak sudi melihat apa yang akan terjadi di tempat itu.

Tidak lama kemudian di tanah pekuburan itu muncul seorang gadis cantik memakai baju warna ungu. Pakaiannya ketat tembus pandang. Sehingga bagian-bagian auratnya yang seharusnya dilindungi malah terlihat bertonjolan dengan jelas. Di samping gadis itu tampak pula seorang pemuda berbadan kekar, tegap. Dadanya bidang ditumbuhi bulu-bulu halus. Ia hanya memakai cawat. Wajahnya tampan dan rambutnya agak panjang. Dialah Perkasa dan Mustika Jajar. Gadis yang mempunyai seribu ambisi dan selalu haus dengan permainan asmara.

"Kurasa ada seratus kubur di sini. Orang-orang yang telah mati akan menjadi berguna bila kita mampu membangkitkan mereka seperti sediakala." desis Iblis Betina Dari Neraka.

"Bagaimana caranya, Junjunganku?" tanya Perkasa.

Pemuda yang cuma memakai cawat ini mengerutkan keningnya.

"Caranya...? Hik hik hik...! Aku punya ilmu Pembangkit Mayat. Dengan permainan cinta dan tentu saja atas kuasa iblis kita dapat membangkitkan mereka!" sahut si gadis disertai tawa mengikik macam setan.

"Aku kurang mengerti apa maksudmu?" ucap Perkasa berterus terang.

"Hi hi hi...! Kau memang selalu tidak mengerti, kekasihku! Tetapi aku tetap mencintaimu. Cinta luar dalam, terlebih-lebih pada bagian luar itu. Hmm, kau benar-benar sangat luar biasa!" puji Mustika Jajar. Matanya yang genit mengerling nakal. Lalu ia tersenyum pula, senyuman yang selalu mendebarkan hati. "Sekarang duduklah... jangan pernah bicara apa-apa. Karena aku akan membaca mantra-mantra permulaan." pesan si gadis serius,

Perkasa seperti monyet kudisan hanya mengangguk sambil menggaruk-garuk kepalanya. Setelah Perkasa duduk, maka gadis baju ungu juga ikut duduk dengan bertumpu pada kedua kakinya. Kemudian tanpa disangka-sangka Iblis Betina Dari Neraka menyentuh kancing-kancing bajunya. Barulah kancing-kancing itu dibukanya satu persatu. Perkasa walaupun sudah berulangkali bergumul dengan gadis ini. Namun sekarang ketika melihat dada si gadis yang putih menantang itu ia jadi ingin meremasnya, melumat atau mendekapnya. Namun ia tidak mungkin berani bertindak gegabah tanpa perintah Mustika Jajar. Setelah melepas habis seluruh penutup dadanya. Maka gadis itu tanpa malu-malu lagi segera melepas seluruh pakaian yang menempel di tubuhnya. Sehingga di lain waktu ia benar-benar dalam keadaan telanjang.

Perkasa memandangi semua ini dengan sorot mata tidak berkedip. Mustika Jajar adalah gadis yang sangat sempurna, pinggulnya ramping auratnya menonjol dan dadanya tegak menantang. Sayangnya ia adalah budak iblis yang salah kaprah dalam menentukan hidup. Perkasa sendiri merasa darahnya seperti panas terbakar, gelora di jiwanya tidak tertahankan lagi. Pada saat itulah terdengar suara lembut dari bibir si gadis yang setengah terbuka....

Dalam kesendirianmu di alam Baka Jasad terbujur tersia-sia....

Rohmu tersiksa karena didera Sampai kiamat dunia nyata Lebih enak di alam dunia

Kesenangan di dapat dengan suka cita

Lebih enak lagi sorga dunia tiada tanding orang bercinta

Hei... para jasad dan roh yang merana

Dari pada berkubur di alam sana Lebih baik kembali ke alam nyata Iblis pembangkit raja Segala

Mari bercinta dengan sukarela....

Bangkit... dan bangkitlah....

Berkat kuat pembangkit jenazah,..!!

Sekejab setelah suara Mustika Jajar lenyap. Maka secara tiba-tiba angin berhembus dengan hebatnya. Hembusan angin itu disertai dengan gelegar suara petir sambung menyambung tiada henti. Pohonpohon di sekeliling tanah pekuburan bertumbangan sehingga menimbulkan suasana yang mencekam. Alam seakan menjadi murka. Hujan turun dengan deras seperti tercurah dari langit.

"Perkasa... sudah waktunya kita bercinta untuk menarik perhatian mereka...!" ucap Betina Dari Neraka. Hanya beberapa saat setelah itu mereka di tengah-tengah derasnya hujan tampak saling rangkul dan berpelukan. Perkasa dengan rakusnya menjilati setiap keindahan di tubuh Mustika Jajar. Sehingga membuat gadis itu menggelinjang, merintih sambil tetap memeluk lawan jenisnya dengan erat. Dalam kesempatan itu tanah di setiap pekuburan bergetar hebat. Kemudian terjadi keretakan disana-sini disertai suara aneh seperti rintihan.

Sementara itu tanpa menghiraukan derasnya hujan. Kedua sosok tubuh berlainan jenis ini telah bergulingguling ke tanah. Nafsu setan tampaknya memang sudah menguasai jiwa mereka. Mustika Jajar bahkan mulai merentangkan kedua paha yang putih mulus itu selebarlebarnya. Sementara tangan kirinya telah bergerak liar ke bagian bawah perut Perkasa yang menegang.

"Aukh... ookh... aakh...!" gadis itu merintih-rintih.

Tidak lama setelah itu tubuh bagian bawah mereka pun telah menyatu. Saat diri Perkasa memasuki Mustika Jajar. Ketika itu pula terlihat sinar putih memancar dari tubuh mereka. Sinar itu menerangi seluruh tanah pekuburan. Secara perlahan muncul tangan-tangan berlendir penuh darah. Tangan-tangan tersebut mencuat ke permukaan tanah di susul dengan bagianbagian tubuh lainnya.

Sementara Perkasa terus bergerak teratur di atas tubuh Mustika Jajar. Sampai akhirnya terdengar suara lenguh dari bibir keduanya. Itulah puncak kenikmatan dari seluruh pendakian yang mereka lakukan.

"Auuckh... kau tetap hebat Perkasa...!" desis si gadis sambil mempererat pelukannya.

"Hemm." Perkasa menggumam tidak jelas.

Sedangkan raga mereka tetap dibiarkan menyatu untuk beberapa saat lamanya.

"Biarkan kita begini, kekasihku. Aku ingin melihat apakah ilmu Pembangkit Mayat masih dapat bekerja dengan baik...!" ucap si gadis lirih.

"Auk... kroaakh...!"

Tiba-tiba saja terdengar suarasuara di sekeliling mereka. Selanjutnya terdengar suara yang lebih jelas lagi....

"Ladalah... kita hidup lagi...

bagaimana ini... siapa yang menghidupkan kita. ?!"

Mustika Jajar segera bangkit berdiri. Ia menyambar pakaiannya yang berserakan dan basah oleh air hujan. Ia mengenakan pakaiannya kembali. Sedangkan Perkasa segera memakai cawatnya yang dibuka oleh kekasihnya tadi.

"Lihat Perkasa! Kita berhasil!" seru si gadis.

Mayat-mayat yang baru bangkit dari kubur tersebut kebanyakan di antaranya hanya tinggal tulang belulang. Hanya sebagian di antara yang mempunyai Ilmu Karang saja yang masih utuh. Mereka segera berkumpul di tengah-tengah tanah pekuburan itu.

"Kepada kalian semuanya, aku adalah majikan kalian sekaligus sebagai ketua yang bertanggung jawab. Karena akulah yang telah membuat kalian hidup lagi!" seru Iblis Betina Dari Neraka lantang. Sementara itu hujan sudah mulai reda.

"Kroakh... bagaimana bisa begitu?" protes salah satu mayat yang mempunyai rambut panjang dan kuku melingkar di tubuhnya.

"Atas bantuan iblis kalian hidup. Bagi yang tidak mau hidup silahkan kembali ke liang kubur."

"Kami tidak mau kembali ke kubur. Disana sangat sunyi, panas dan di siksa melulu! Kami ingin ikut dengan kau!" seru mayat-mayat hidup tersebut hampir serentak.

"Kalau itu keinginan kalian. Maka mulai saat ini harus menurut dan patuh kepadaku! Ingat setiap musuhku adalah musuh kalian juga. Karena itu harus di bunuh!" tegas si gadis lagi.

"Kami mengerti dan selalu mematuhi perintahmu, Junjungan!" sahut mayat-mayat hidup tersebut.

Lalu mereka seperti dikomando langsung menghaturkan sembah. Sehingga Betina Dari Neraka menjadi girang.

"Kau lihat Perkasa! Sekarang kita mempunyai kekuatan yang dapat diandalkan. Mulai saat ini aku ingin mengutusmu untuk membantu Wiku Palawa dalam mencari anggota baru!"

"Jadi aku harus meninggalkanmu?!" tanya Perkasa seakan ragu-ragu.

"Kau tidak perlu cemburu atau khawatir aku menyeleweng. Tubuhku dan cintaku hanya milikmu, mengertikah kau...?"

"Aku mengerti Junjunganku!" sahut Perkasa.

"Aku akan membawa mayat-mayat hidup ini ke Bukit Cadas Siluman. Jika kau kembali, maka kembalilah ke bukit itu. Karena disanalah kita akan memulai segala sesuatunya!" tegas Mustika Jajar.

"Baiklah, aku mohon pamit dulu!" kata Perkasa. Kemudian pemuda yang cuma memakai cawat tersebut dengan langkahlangkahnya yang kaku segera meninggalkan majikannya.

"Hemm, aku beruntung mendapatkan dia. Perkasa tidak pernah lelah melayani keinginanku yang satu itu." pikir Betina Dari Neraka sambil tersenyum manis. Tidak lama ia segera berpaling pada mayat-mayat hidup di depannya.

"Sekarang kalian ikuti aku kemanapun majikanmu ini pergi!" perintah Mustika Jajar. Benar saja ketika Mustika Jajar bergerak meninggalkan tanah pekuburan tersebut. Maka mayat-mayat hidup tersebut langsung mengikutinya. Di sepanjang perjalanan menuju Bukit Cadas Siluman. Bau busuk tercium dengan nyata. Namun tampaknya si gadis sudah mulai terbiasa dengan bau-bauan seperti ini.

4

Laki-laki itu selalu menundukkan kepala setiap kali melangkahkan kakinya. Wajahnya tidak terlihat dengan jelas, karena tertutup topi caning terbuat dari bambu. Bajunya yang berwarna hitam penuh dengan debu. Tampaknya ia baru melakukan sebuah perjalanan yang sangat jauh. Tidak jauh di belakang laki-laki tersebut, di angkasa sana terlihat kawanan burung pemakan bangkai selalu mengawasi kemana dia pergi.

Sedemikian banyaknya burung-burung tersebut. Sehingga suaranya memekakkan telinga. Namun orang bercaping itu bertindak acuh tidak acuh. Ia terus berjalan walaupun saat itu matahari seperti terasa memanggang batok kepala.

Dalam suasana yang cukup terik tersebut, tiba-tiba saja dari arah berlawanan tampak dua sosok tubuh berkelebat dengan cepat. Satu memakai baju warna biru, sedangkan yang satunya lagi seorang gadis cantik berkulit kuning langsat. Gadis itu memakai baju warna putih.

"Datuk Tabala Muka?" desis si gadis yang kiranya kenal begitu melihat seorang kakek tua menghadang di depannya. Yang memakai baju biru muda langsung hentikan larinya dan memandang pada kakek bertopi bambu di depannya.

"Kau mengenalnya?" tanya si pemuda yang tidak lain adalah Pendekar Blo'on.

"Dulu sekali dia pernah datang ke Lembah Tidak Bernama. Ia salah seorang datuk sesat yang tinggal di Pulau Pelebur Dosa." bisik gadis baju putih yang tidak lain adalah Dewi Arimbi. Mendengar nama tempat tinggal Datuk Tabala Muka. Suro Blondo langsung cengengesan.

"Ada-ada saja."

"Aku melihat dua calon bangkai di depanku. Perkenalkan nama kalian dan apakah kalian berdua termasuk anggota Betina Dari Neraka?" tanya si kakek. Suaranya serak sember seperti baru habis memakan kodok.

"Lagakmu tengil, menurut kawanku namamu Datuk Tabala Muka! Aku jadi ingin lihat apakah wajahmu benar-benar terbelah?" tanya Suro bersikap acuh tak acuh.

"Ha ha ha...! Berani benar kau membantah perintah! Kau sudah bosan hidup agaknya?" bentak Datuk Tabala Muka. Tanpa sadar saat ketawa tadi ia mendongakkan wajahnya ke atas. Astaga! Suro Blondo terkejut. Wajah yang tertutup topi caping tersebut ternyata benar-benar seperti terbelah. Sehingga sekilas terlihat ia memiliki dua hidung, dua mulut dan dua wajah.

"Wajahmu benar-benar jelek sekali. Pasti bundamu salah mengandung. Bunda seperti itu bagusnya di pentung!" kata Pendekar Blo'on sambil tertawa-tawa. Dewi Arimbi yang telah mengetahui kehebatan kakek berbaju hitam tersebut jelas menjadi gentar juga melihat ulah si pemuda. Apalagi setelah melihat di atas sana terlibat burung-burung bangkai terbang merendah.

"Jaga mulutmu! Dia dapat membunuh hanya dalam waktu sekedipan mata saja!" bisik Dewi Arimbi cemas.

"Mengapa takut mati, Rimbi? Hidup matinya seseorang hanya takdir yang menentukannya!" sahut Suro Blondo.

"Baru pertama kali bertemu kau sudah banyak tingkah berani menghina. Kuulangi lagi pertanyaanku! Sebutkan siapa namamu sekalian kau punya gelar!" Bentak Datuk Tabala Muka sengit.

"Aku Suro Blondo! Sedangkan sahabatku ini namanya Dewi Arimbi!" Sahut si pemuda.

"Kau anak buahnya Betina Dari Neraka?" tanya Datuk Tabala Muka.

"Justru aku sedang mencari iblis itu. Apakah kau saudaranya, Datuk?" tanya pemuda itu sambil garuk-garuk kepala.

"Pemuda tolol! Aku ingin mengetahui kehebatan Betina Dari Neraka yang kabarnya ingin menguasai rimba persilatan itu!" tegas Datuk Tabala Muka.

"Apakah engkau merasa tersaingi?" ejek Suro Blondo.

"Jelas! Dia boleh menyebut dirinya apa saja. Tetapi untuk menjadi ratu rimba persilatan ia harus berhadapan dulu denganku!"

"Sangat kebetulan sekali. Aku juga ingin membunuh manusia setan itu. Jadi kita bisa sama-sama mencarinya!" ujar si pemuda berambut hitam kemerah-merahan dengan lugu.

Datuk Tabala Muka terdiam, alisnya mengernyit dalam. Lalu terdengar suara tawanya yang panjang menyakitkan telinga. "Ha ha ha...! Kau bocah kemarin sore tahu apa! Kalian adalah calon bangkai yang tidak pantas berhadapan dengan perempuan itu!"

"Maksudmu?" tanya Dewi Arimbi. "Kalian akan kubunuh dan sebentar

lagi tentu menjadi santapan burung bangkai yang kelaparan di atas sana!" tegas Datuk Tabala Muka.

"Inilah kesempatan bagiku untuk melihat apakah kau mampu menghadapi datuk itu atau tidak!" bisik Dewi Arimbi ditujukan pada Pendekar Blo'on.

"Siapa di antara kalian yang ingin mati duluan?" tanya Datuk Tabala Muka.

"Aku...!" sahut Pendekar Blo'on.

Datuk Tabala Muka untuk sesaat lamanya memperhatikan Suro Blondo. Ia tersenyum sinis. Tiba-tiba saja Datuk Tabala Muka melepaskan topi capingnya dan langsung melemparkannya ke arah Pendekar Blo'on. Topi caping tersebut meluncur deras ke arah Suro. Sejengkal lagi topi bambu tersebut mengenai perut si pemuda. Maka Pendekar Blo'on segera menghindar dengan menggeser langkahnya ke samping kiri. Anehnya topi bambu tersebut terus bergerak mengikuti kemanapun Suro Blondo berusaha menghindar. Melihat bahaya susulan ini si pemuda terpaksa mengerahkan jurus 'Kacau Balau', yaitu salah satu jurus khusus menghindar warisan dari Malaikat Berambut Api gurunya sekaligus merupakan kakek kandungnya sendiri.

"Hiya...!"

Pemuda itu kemudian meliuk-liukkan tubuhnya. Kakinya bergerak dengan cepat sementara kedua tangannya terkadang menangkis serangan lawan. Atau sesekali menggaruk-garuk kepalanya.

Wuess...! "Huh...!"

Si pemuda tiba-tiba bergulingguling menghindar saat senjata milik lawan menyambar mukanya. Melihat pemuda konyol itu dapat menghindari serangan senjatanya. Maka diam-diam Datuk Tabala Muka merasa kagum. Belum pernah ada orang yang mampu menghindari serangan topi mautnya selama ini. Namun pemuda bertampang ketolol-tololan tersebut dengan baik dapat menyelamatkan diri.

"Kau boleh juga, anak muda! Tetapi coba kau terimalah yang ini!" dengus Datuk Tabala Muka. Tanpa diduga-duga tiba-tiba sang Datuk menjentikkan kedua jari tangannya ke arah Suro Blondo.

Set! Set!

Dua leret sinar hitam meluncur deras ke arah si pemuda. Sementara topi caping lawannya terus menyerang dari bagian atas. Pendekar Blo'on jadi kerepotan juga. Lalu dengan cepat ia berjungkir balik mirip dengan gerakan kera. Secepat kilat ia bangkit berdiri dan....

"Pukulan 'Kera Sakti Menolak Petir'! Hiyaa. !"

Pemuda berambut hitam kemerahmerahan ini langsung mendorongkan ke dua tangannya ke depan. Selarik sinar putih menderu disertai hawa panas yang sangat menyengat. Kedua kekuatan dahsyat itu akhirnya saling membentur di udara....

"Bumm. !"

"Wuaakh. !"

Pendekar Blo'on jatuh tergulingguling. Ia menjerit kesakitan, tetapi dengan cepat ia bangkit berdiri. Tampak jelas dari sudut-sudut bibirnya meneteskan darah kental.

"Sebentar lagi kau akan menjadi bangkai dan dimangsa oleh burung-burung itu!" dengus Datuk Tabala Muka.

"Ha ha ha...! Kau sedang melawak atau membanyol badut konyol!" sahut si pemuda.

"Hup. !"

Tanpa bicara lagi Datuk Tabala Muka langsung menerjang ke depan. Tangannya bergerak cepat ke lima jalan kematian bagi si pemuda. Suro tidak tinggal diam. Ia segera menggabungkan antara. 'Kacau Balau' warisan Malaikat Berambut Api dengan jurus 'Seribu Kera Putih Mengecoh Harimau' warisan Siluman Kera Putih Barata Surya.

Tentu saja keadaan menjadi semakin runyam bagi lawannya. Sebab bukan gerakan silat si pemuda ini saja yang kacau serta konyol. Tetapi tingkahnya pun seperti seekor monyet. Namun di balik gerakannya yang tidak menentu tersebut tersembunyi sebuah kedahsyatan yang sewaktu-waktu dapat membahayakan diri lawannya.

Agaknya Datuk Tabala Muka mengalami hal ini. Terbukti serangan-serangan tangan kosongnya selalu mengenai angin. Ia segera melakukan tendangan berantai yang penuh dengan tipu-tipu. Pada waktu kakinya melayang mengancam lambung dan ulu hati Suro Blondo. Pemuda itu berjingkrakan. Lalu....

Tap!

Suro berusaha menangkis kaki lawannya dengan telapak tangan. Namun Datuk Tabala Muka menarik balik tendangannya. Kemudian segera melepaskan tinjunya.

Duuk! "Hegk. !"

Dada Pendekar Blo'on tampak terguncang. Tampaknya ia menderita luka dalam yang tidak ringan. Merasa berada di atas angin, Datuk Tabala Muka tertawa membahak. 5

Suro Blondo menyeringai kesakitan. Walaupun sambil menyeka darah yang menetes dari sudut-sudut bibirnya. Pemuda itu masih dapat tersenyum. Sementara itu Dewi Arimbi rupanya tidak tega juga membiarkan Suro menjadi bulan-bulanan Datuk Tabala Muka yang mempunyai kepandaian tinggi tersebut. Sehingga ia bermaksud ingin membantu, tetapi rupanya Pendekar Blo'on mengetahui niat baik si gadis. Tetapi anehnya ia malah menggelengkan kepalanya dengan keras.

"Jangan, Rimbi...! Aku ingin mainmain dengan Datuk berwajah jelek ini. Aku mau lihat dia punya kesaktian sebanyak apa?" dengus Suro Blondo.

"Pemuda sinting! Kau pandai sekali bergurau. Meskipun jiwamu hampir melayang!" dengus Datuk Tabala Muka. "Lihatlah serangan...!" teriaknya kemudian,

Sepuluh jari tangan Datuk Tabala Muka terpentang. Dewi mengetahui lawannya bermaksud melancarkan serangan 'Jari Maut Bermata Satu'. Sehingga dengan gugup ia berteriak memperingatkan.

"Awas Suro! Serangannya dapat membunuhmu!"

Pendekar Blo'on rupanya sadar betul dengan bahaya yang mengancam jiwanya. Terlebih-lebih setelah melihat sepuluh leret sinar maut berwarna hitam bergerak ke sepuluh bagian di tubuh Suro. Merasa tidak punya pilihan lain lagi. Suro Blondo langsung mengerahkan jurus 'Tawa Kera Siluman'.

"Nguk! Nguk! Ha ha ha...!"

Sambil bergerak lincah atau terkadang berjingkrak-jingkrak. Mirip seperti gerakan kera. Pendekar Blo'on berputar-putar. Dari mulutnya terdengar suara desis dan tawa yang tidak ada putus-putusnya. Pada saat itu pula si pemuda mengerahkan dua pertiga dari seluruh tenaga dalam yang dimilikinya. Maka perubahan pun terjadi. Rambut si pemuda yang berwarna hitam kemerahmerahan tersebut berubah menjadi merah seperti bara. Rambut tersebut berumbaiumbai seolah terlihat bagai jilatan lidah api. Pada saat itu suara tawa si pemuda lenyap dan berganti dengan jeritan ketakutan yang seakan datang dari seluruh penjuru arah. Inilah Pukulan 'Neraka Hari Terakhir' yang Maha dahsyat tersebut.

"Hiyaa...!"

Si pemuda kemudian mengibaskan kedua tangannya ke depan. Terlihat sinar merah hitam menderu dan memupus habis sepuluh larik sinar yang menyerang ke sepuluh bagian tempat yang sangat berbahaya. Akibatnya.... Buummm! "Aakh...!"

Untuk pertama kalinya Datuk Tabala Muka menjerit keras. Tubuhnya terhempas dengan keras di atas batu. Batu hancur sedangkan dari mulut dan hidung Datuk Tabala Muka mengucurkan darah kental berwarna hitam.

Walaupun tubuh Pendekar Blo'on cuma tergetar saja. Tetapi sebelumnya ia sudah terluka dalam. Akibat pengerahan tenaga yang berlebihan tadi membuat luka yang dideritanya menjadi bertambah parah. Ia pun tergelimpang roboh dan tidak sadarkan diri. Dewi Arimbi yang sempat tercengang melihat perubahan yang terjadi pada rambut si pemuda beberapa saat tadi. Kini berubah cemas, sebelum Datuk Tabala Muka sempat sadarkan diri. Ia segera memondong Pendekar Blo'on dan melarikannya ke sebuah tempat yang aman.

Kita lihat dulu Datuk Tabala Muka yang sempat tidak sadarkan diri akibat pukulan yang dilepaskan oleh si pemuda. Ketika sang Datuk pingsan. Maka ratusan burung pemakan bangkai langsung meluruk turun. Tetapi kawanan burung-burung menjijikkan tersebut tidak memangsa tubuh majikannya. Malah mereka menunggui Datuk Tabala Muka dengan tekunnya. Sampai kemudian terdengar suara rintihan sang Datuk, "Ufh... pemuda itu, akh dimanakah dia...!" desis sang Datuk. Ia segera duduk, ia menjadi kaget ketika melihat disekelilingnya kawanan burung bangkai telah berkumpul dengan suaranya yang ribut memekakkan telinga. Datuk Tabala Muka mengedarkan pandangan matanya. Lalu ia memejamkan matanya untuk mengatur nafas setelah tidak melihat lawan berada di situ lagi. Tidak sampai sepemakan sirih, setelah nafasnya teratur dan luka dalamnya tersembuhkan kembali. Maka sang Datuk bangkit berdiri.

"Pemuda itu sungguh sangat luar biasa. Tampangnya saja yang ketololtololan. Aku benar-benar tertipu dengan penampilannya! Mudah-mudahan dia belum mendahuluiku menemukan Betina Dari Neraka! Gara-gara pemuda itu, urusanku jadi tertunda!" gerutu Datuk Tabala Muka salah tingkah. "Burung-burungku. Kali ini majikanmu belum bisa mempersembahkan mayat untuk kalian. Mari teruskan perjalanan, mudah-mudahan pesta besar akan kalian dapatkan di depan sana!"

Kreaak! Kreaak...!

Dan burung-burung bangkai tersebut segera mengikuti kemanapun majikan Pulau Pelebur Dosa ini melangkah.

*** Kita ikuti Dewi Arimbi yang sedang berusaha menyelamatkan pemuda yang punya banyak keanehan itu. Gadis cantik berbaju putih ini terus berlari tanpa mengenal lelah sambil memanggul tubuh Suro Blondo di bahunya. Sampai kemudian ia mendapatkan sebuah tempat yang aman di pinggir sungai kecil berair jernih. Ia segera menurunkan Pendekar Blo'on dari bahunya.

Ternyata pemuda itu, masih dalam keadaan pingsan. Dewi Arimbi menjadi khawatir nyawa pemuda tampan itu tidak dapat diselamatkan.

"Aku harus membantu pernafasannya!" pikir si gadis.

Tiba-tiba ia menyentuh bibirnya sendiri. Dan wajahnya seketika berubah merah seperti tomat matang. Membantu pernafasan berarti ia harus menyentuh bibir si pemuda dengan bibirnya. Agar udara dapat masuk ke dalam mulut si pemuda. Padahal hal semacam ini belum pernah dilakukannya seumur hidup. Tetapi jika ia tidak menolong, tentu nyawa pemuda itu terancam. Akhirnya Dewi Arimbi memberanikan diri. Setelah memastikan tidak ada orang lain di tempat itu. Maka dengan cepat ia bergerak. Bibirnya yang kemerah-merahan itu menempel ke bibir Suro. Lalu ia menghembus dengan kuat.

Sesaat setelah itu ia mengangkat kepala, lalu memperhatikan reaksi yang terjadi. Karena tidak ada perubahan dan tanda-tanda si pemuda akan sadar. Maka ia menempelkan bibirnya lagi. Dan....

Puuh. !

Demikianlah hal itu dilakukannya berulang-ulang. Karena tetapi tidak ada perubahan. Maka Dewi Arimbi lama kelamaan menjadi cemas. Padahal yang sesungguhnya Suro mulai sadar sejak hembusan pertama. Tetapi ia tetap menahan nafas dan berpura-pura pingsan terus. Di luar kesadaran si gadis. Ia merasa senang dicium oleh gadis secantik Dewi Arimbi. Sampai kemudian setelah puas membuat Dewi Arimbi cemas. Ia berpura-pura merintih.

"Aduh biyung... sakitnya dadaku ini. !"

"Akh... syukurlah kau sudah sadar, Suro...!" kata Dewi Arimbi tampak kegirangan.

"Ap... apa yang terjadi denganku? Apakah aku sudah mati?" tanya Suro dalam hatinya ia menjadi geli.

"Tidak... tidak! Kau belum mati, Suro. Kau hanya pingsan setelah melawan Datuk Sakti itu. Ach... tidak kusangka kau mampu membuatnya tidak sadar dan terluka! Kau hebat...!" puji si gadis.

"Dia pingsan, aku klenger. Berarti tidak ada yang kalah dan tidak ada pula yang menang!" desis si pemuda. "Sudah jangan pikirkan! Aku harus menyembuhkan luka dalam yang kau derita. Sekarang duduklah...!" perintah si gadis akrab.

"Ohk... aku tidak sanggup...!" sahut Suro.

Dewi Arimbi terpaksa mendukungnya. Karena ia berada di belakang. Maka dadanya yang kenyal menyentuh punggung Suro Blondo. Pemuda konyol ini benarbenar ingin menguji sampai di mana perhatian si gadis.

"Nah... tetaplah bertahan duduk seperti ini...!" perintah si gadis.

Tidak lama kemudian ia menyalurkan tenaga dalamnya ke bagian telapak tangan yang menempel di punggung si pemuda. Hawa hangat segera menjalar ke sekujur tubuh si pemuda. Tampak jelas keringat mengalir deras membasahi pakaian Dewi Arimbi. Sampai akhirnya si gadis menarik tangannya yang bergetar. Dewi Arimbi duduk bersila dan mengatur nafasnya yang tidak teratur. Setelah itu ia membuka matanya kembali. Di luar sepengetahuan si gadis. Tadi Suro sempat menelan obat pulung mujarab pemberian gurunya. Sehingga dalam waktu yang tidak lama luka yang dideritanya benar-benar telah sembuh.

"Bagaimana, Suro...?" tanya Dewi. Pemuda konyol itu tersenyum, senyumannya benar-benar menggetarkan hati si gadis. "Berkat pertolonganmu nyawaku tidak

jadi melayang... Kalau tidak ada engkau mungkin aku sudah mampus!" sahut si pemuda.

"Ahk... kau ada-ada saja. Masalah nyawa adalah urusan Malaikat. Sebaiknya kau istirahat dulu! Aku ingin mencari buah-buahan untukmu!" ucap di gadis. Dengan dibantu Dewi Arimbi, Suro merebahkan tubuhnya di atas rerumputan kering. Sebentar saja si gadis telah berkelebat pergi. Mata pemuda berbaju biru muda ini berkedap-kedip. Pikirannya menerawang. Tiba-tiba saja ia teringat pada Wiro Suryo.

"Kemana bocah tua, Tenggiling Kedil. Apakah dia setelah terpisah dariku kembali ke Gunung Sembung? Atau mencari Betina Dari Neraka? Semakin banyak saja orang yang memburu Manusia Setan itu." batin si pemuda.

Tiba-tiba ia mendengar suara gemerisik dedaunan tidak jauh dari sisinya. Lalu, tercium bau harum khas wanita. Pendekar Blo'on menyadari bahwa yang datang adalah Dewi Arimbi. Itu sebabnya ia langsung memejamkan matanya. Gadis itu kemudian muncul dengan membawa buah-buahan hutan yang enak dimakan.

"Ternyata dia tidur!" kata si gadis dengan suara perlahan saja. Dewi Arimbi meletakkan buah-buahan di sisi Suro.

"Sebaiknya aku mandi dulu!" katanya seorang diri

Dewi Arimbi kemudian melangkah ke arah sungai sejarak dua tombak dari tempat Suro berbaring. Karena mengira si pemuda benar-benar tidur. Maka tanpa curiga ia menanggalkan seluruh pakaiannya. Sehingga terlihatlah sekujur tubuhnya yang berkulit kuning langsat itu. Dewi kemudian masuk ke dalam sungai. Ia berenang kian kemari sambil bersenandung kecil. Suro Blondo si pemuda nakal membuka matanya sedikit dan memandang ke jurusan sungai. Sehingga ia dapat melihat lekuk lengkung tubuh si gadis. Lalu ia memejamkan matanya kembali. Dadanya menggemuruh, jantungnya memukul-mukul dengan keras. Darahnya mendesir.

"Aku sih kuat melihat pemandangan apa saja, tapi si entong tidak bisa kompromi!" kata hati Suro

Tidak lebih dari sepemakan sirih. Dewi Arimbi segera naik kembali ke daratan. Ia mengenakan pakaiannya satu persatu. Pada saat itulah Suro terbatukbatuk.

"Suro jangan melihat kemari!" seru Dewi sambil memalingkan tubuhnya ke arah lain. "Ada apa rupanya?" tanya si pemuda dengan lugu.

"Ak... aku... aku sedang... ahk...!" Dewi Arimbi jadi gugup,

"Sedang apa...?" desak si pemuda konyol.

"Se... sedang berpakaian...!" "Jangan takut. Aku bukan durjana

pemetik bunga!" sahut Pendekar Blo'on seenaknya. Dewi Arimbi segera mempercepat segala sesuatunya. Setelah selesai berpakaian ia langsung menghampiri Suro Blondo.

"Kau... kau mengintipku...!" bentaknya gusar.

"Tidak!" tegas Suro.

"Katakan terus terang!!" desak si gadis dengan wajah memerah.

"Hanya sedikit."

"Ackh... kalau kau orang lain pasti sudah kubunuh!" dengus Dewi Arimbi. Tibatiba tanpa sadar ia mencekik leher si pemuda. Suro Blondo hanya diam saja tanpa melakukan perlawanan.

"Kau yang telah menolongku, jika sekarang harus mati ditanganmu hanya karena kesalahan kecil aku tidak akan menangis!" kata si pemuda pelan. Seakan tersadar, Dewi cepat menarik tangannya.

"Kau menyebalkan sih...!" "Sudahlah, kau tidak perlu gusar.

Apa yang kulihat akan kurahasiakan. Percayalah...!" Dewi Arimbi kemudian terdiam, ia memberikan buah-buahan pada Suro. Sikapnya biasa kembali, seakan tidak pernah terjadi apa-apa antara dia dan pemuda itu.

"Sekarang sudah sangat sore. Kita tidak mungkin meneruskan perjalanan. Sebaiknya kita melewatkan malam di sini saja!" tegas Dewi Arimbi. "Tapi ingat, jangan kau berani kurang ajar padaku."

"Mana aku berani bertingkah macammacam. Sedangkan satu macam saja rasanya aku tidak berani." sahut Suro Blondo.

6

Mereka tidur di atas tumpukan daun yang ditata seadanya. Malam itu bulan bersinar cerah. Pendekar Blo'on yang memang sudah merasa letih sebentar saja sudah tertidur. Sementara itu Dewi Arimbi tampak gelisah. Sesekali ia melirik pada pemuda tampan yang tertidur tidak jauh di sampingnya. Beberapa hari ia mengenal Pendekar Blo'on, terus terang hatinya merasa tertarik. Apalagi bila mengingat pemuda itu mempunyai kepandaian sulit dijajaki. Selain itu ia suka dengan kepolosan pemuda itu, walau terkadang terkesan seperti pemuda bodoh yang tidak punya kepandaian apa-apa. Hati gadis berbaju putih ini selalu tergetar bila memandang mata si pemuda. Setiap kali mata mereka bertemu pandang, ia tidak kuat melihatnya berlama-lama. Tetapi pada sisi lain ia mengkhawatirkan sesuatu. Gurunya, si Nenek Cantik Tambel Nyawa tidak menghendaki murid-muridnya jatuh cinta pada pemuda mana pun. Ia tahu Dewi Kehidupan tidak pernah mengenal laki-laki seumur hidupnya. Sebab menurut si nenek, mengenal seorang laki-laki hanya akan merusak kehormatan. Padahal kesucian harus selalu dijaga sampai ajal tiba. Agar ia dapat mewarisi seluruh ilmu yang dimiliki oleh gurunya.

Kini hatinya menjadi bimbang, haruskah ia mengesampingkan perasaannya terhadap laki-laki. Padahal anak-anak manusia terlahir karena cinta. Tetapi menurut gurunya, manusia terlahir karena nafsu dan perbuatan usil ayahnya, dan juga karena emaknya tidak pakai celana.

"Mengapa aku harus merasakan halhal seperti ini! Guru pasti marah besar bila mengetahui aku jatuh cinta pada pemuda ini!" pikir Dewi Arimbi. Kenyataan ini membuat si gadis gelisah, sehingga tidak dapat memejamkan matanya.

"Uhuk...! Uhuk...!"

Suro Blondo terbatuk-batuk. Entah disengaja atau batuk sungguhan. Dewi Arimbi segera menghampiri. "Masih sakitkah dadamu, Suro?" tanya si gadis dengan suara lirih.

"Tidak." "Mengapa batuk?"

"Sebab aku ingin dekat denganmu, Kulihat kau gelisah, apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Pendekar Blo'on.

"Memikirkan dirimu, tolol!" batin Dewi dalam hati. Namun yang keluar dari bibirnya tetap lain. "Tidak ada." Ketika mereka bicara wajah mereka sejarak dua jengkal saja, sehingga masing-masing dapat mendengar tarikan nafasnya.

"Kupikir kau sedang mengingat kekasihmu!" pancing Suro Blondo sambil menggaruk-garuk kepalanya.

"Pacar apa, kenal laki-laki saja baru kali ini!" sergah Dewi ketus.

"Kalau begitu kau pasti sedang memikirkan aku!" ujar Suro nakal.

Tiba-tiba direngkuhnya Dewi dalam pelukannya. Gadis itu jelas kaget dan langsung meronta. Suro menjatuhkan ciuman lembut di bibir si gadis.

"Kk... kau kurang ajar...!" maki

Dewi.

Tiba-tiba ia menampar pipi Suro,

hingga pemuda itu terjengkang. Dari sudut bibir si pemuda menetes darah segar.

"Rupanya ini pekerjaanmu pada setiap perempuan yang kau temui?" desis Dewi Arimbi sambil mengusap-usap bibirnya bekas ciuman si pemuda. Setelah itu ia menendang perut Suro Blondo.

"Cepat mengaku!"

"Baru kali ini aku melakukannya! Itu kulakukan karena aku merasa berhutang nyawa padamu!" kata si pemuda sambil memegangi perutnya yang sakit.

"Kau bohong!"

"Aku tidak berdusta! Maafkan aku Dewi...!"

"Maafmu kuterima, tapi aku merasa muak melihat tampangmu! Kalau saja bukan karena guru memberi tugas padaku. Tentu aku telah kembali ke Lembah Tanpa Nama!" Dewi merajuk. Pendekar Blo'on akhirnya terdiam. Melihat si pemuda memegangi perutnya. Dewi merasa iba juga, amarahnya pun reda kembali. Ia segera datang menghampiri. Sesungguhnya Dewi Arimbi mempunyai hati yang lembut, tidak seperti Dewi Bulan yang ketus atau Dewi Kerudung putih yang misterius.

"Sakitkah?"

"Lumayan!" sahut si pemuda.

"Kau kurang ajar sih, kalau tidak mana begini jadinya?" kata si gadis. Ia kemudian seperti seorang tabib segera memeriksa perut si pemuda.

"Cuma luka sedikit, kurasa tidak apa-apa!" gumam Dewi pelan.

"Ssst...!"

Suro menempelkan jemari tangannya ke bibirnya sendiri sebagai isyarat agar gadis di sampingnya diam.

"Aku mendengar ada orang menuju kemari!" bisik Pendekar Blo'on sambil berusaha memasang telinganya dengan baik. "Dicari kemana-mana, tidak tahunya

bersembunyi di sini!" kata sebuah suara.

Tidak berselang lama tampak seorang laki-laki muda perkasa bertelanjang dada dan cuma memakai   cawat.   Pemuda itu memandang tajam pada Suro Blondo dan Dewi Arimbi silih berganti.

"Perkasa!!" seru Pendekar Blo'on yang memang pernah melihat manusia jelmaan patung batu itu.

"Kau Pendekar Blo'on?" bentak Perkasa.

Si pemuda dan si gadis segera melompat berdiri untuk menjaga segala kemungkinan yang tidak diingini.

"Benar kau Pendekar Blo'on?" Perkasa mengulangi pertanyaannya.

"Ha ha ha...! Apa yang lucu dalam dunia ini, Perkasa? Ketika Pematung Kelana mengukir sebuah keindahan dan nilai seni yang tinggi. Dirimu hanyalah batu marmar hampir tidak berguna. Tetapi orang yang telah membuatmu, dibunuh oleh Betina Dari Neraka. Atas bantuan iblis Tua Tengkorak Mata Api membangkitkanmu. Sehingga kau hidup seperti sekarang ini! Dirimu bernilai lima kantong emas! Tetapi setelah kau punya nyawa, engkau menjadi budak Betina Dari Neraka!" dengus Pendekar Blo'on sambil pencongkan mulutnya.

"Kau Pendekar Blo'on? Siapa kawanmu?"

"Kawanku adalah orang yang dekat dengan diriku!" sahut Suro tenang.

"Junjunganku memberi perintah untuk menangkapmu hidup atau mati!" tegas Perkasa.

"Begitu mudahkah, Perkasa? Menangkap nyamuk saja kau tidak becus. Yang pernah kulihat bisamu cuma menangkap, mendekap, membelai tubuh mulus majikanmu...!" ejek si pemuda rupanya sengaja memancing kemarahan lawannya.

Perkasa mendengus geram. Dengan langkah-langkahnya yang kaku bagaikan patung. Tangannya yang kokoh mencengkeram ke dada Suro. Dewi Arimbi jelas khawatir melihat keselamatan si pemuda. Sebab ia menyangka pemuda itu belumlah sembuh benar dari luka dalam yang dideritanya. Gadis itu tidak tahu, bahwa Suro adalah si bocah ajaib, yang apabila terluka tubuhnya segera sembuh.

Melihat tangan Perkasa terus terjulur memanjang. Maka Dewi Arimbi melepaskan pukulan jarak jauhnya.

Wuut!

Selarik sinar biru menderu dan menghantam pergelangan tangan Perkasa. Laki-laki itu mendengus geram. Ternyata pukulan yang dilepaskan Dewi Arimbi tidak membawa akibat apa-apa bagi Perkasa. Gadis berbaju putih itu tentu kaget bukan main. Kini ia melepaskan pukulan lagi ke arah lawan. Pada waktu bersamaan Perkasa berbalik dan mengejar Dewi Arimbi.

"Kau membantu pemuda itu? Kalau begitu aku juga harus menangkapmu!" dengus pemuda tinggi besar yang hanya memakai cawat ini. Hanya dengan dua tiga kali langkah. Maka Perkasa berhasil mendekati lawannya. Namun Dewi Arimbi tidak tinggal diam, dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah mencapai tahap sempurna. Maka Dewi Arimbi memper-gunakan jurus 'Bermain Di Atas Air'. Tiba-tiba saja tubuh gadis itu berputar-putar. Ia menggerakkan tangannya sebanyak tujuh kali. Di lain kesempatan pada setiap ujung jemarinya melesat seutas tali berwarna putih ke arah Perkasa. Sepuluh tali setipis kuku itu langsung membelit tubuh Perkasa. Pemuda itu meronta-ronta. Tetapi ternyata tali yang terdapat di ujung jari Dewi Arimbi ini ulet bukan main.

"Hiaa... keparat...!" teriak Perkasa marah. Perkasa meronta-ronta, demikian besar tenaga yang dimiliki oleh manusia jelmaan patung ini. Sehingga membuat Dewi Arimbi kewalahan mengikuti kemana saja gerakannya.

"Pukulan Tali Arus'! Heaaa...!" teriak si gadis.

Dengan cepat ia melepaskan lima jemari tangannya yang memegang tali. Setelah itu tangan kanan ia kibaskan ke depan. Seleret sinar putih berkilau laksana perak meluncur deras ke arah Perkasa. Karena hanya lima tali yang mengikat tubuhnya. Maka dengan sekali berontak ia dapat membebaskan diri dan langsung memapaki serangan lawan.

Wut!

Ketika tangannya dihentakkan ke depan.

Maka dari telapak tangan Perkasa meluncur sinar merah seperti bara. Sinar itu membentur sinar putih yang dilepaskan oleh Dewi Arimbi.

Glaar!

Terjadi ledakan dahsyat. Dewi Arimbi terpelanting sejauh tiga batang tombak. Sedangkan Perkasa sendiri, jangan bergetar sedangkan bergeming pun tidak. Dewi Arimbi merasa dadanya hendak pecah. Dari hidungnya tampak menetes darah segar. Ia mencoba bangkit berdiri. Namun kepalanya sakit berdenyut-denyut. Sedangkan pada waktu itu Perkasa telah menggerakkan kakinya menginjak-injak Dewi. Tapi gadis itu bergerak cepat dengan cara berguling-guling.

Melihat bahaya mengancam jiwa Dewi Arimbi, Suro Blondo tentu tidak diam saja. Ia segera menerjang ke depan. Dengan turunnya pemuda itu di arena pertempuran. Tentu saja gerakan Perkasa untuk membunuh Dewi Arimbi jadi terhalang. Sementara itu Pendekar Blo'on dengan gerakan-gerakan kacau terus melancarkan serangan-serangan ke bagian tubuh lawannya.

"Ciaat...!" Jtok! "Heh...!"

Pendekar Blo'on terkejut. Telapak tangannya yang menghantam dada Perkasa seperti menghantam batu saja. Pemuda ini kesakitan, lalu melompat mundur sambil garuk-garuk kepala.

"Setan yang satu ini benar-benar alot. Aku harus mencari bagian-bagian terlemah di tubuhnya!" pikir si pemuda. Tiba-tiba ia melompat ke depan. Tetapi lompatannya seperti gerakan seekor monyet yang bergelantungan. Ketika kaki Perkasa menghantam perutnya. Dengan terhuyunghuyung ia melompat mundur, tendangan kaki lawannya tidak mengenai sasaran. Suro menangkap kaki Perkasa yang lewat di atas bahunya. Kemudian jemari tangannya dengan sekuat tenaga meremas bola keramat milik lawan. Blop! "Akh...!"

Perkasa menjerit kesakitan. Suro Blondo tertawa membahak sambil seka keningnya.

"Ternyata kau punya bola bukan main-main besarnya. Dan kau punya pusaka gondal-gandil macam kentongan!" ejek Pendekar Konyol itu di sertai senyum. Perkasa tampak terpincang-pincang, ia memegangi perutnya yang terasa mulas.

"Haarrrgkh...!"

Di puncak kemarahannya, Perkasa menjerit keras. Suaranya menggetarkan dada. Kemudian kakinya bergerak cepat menendang apa saja yang ada di depannya. Batu-batu sebesar anak kerbau berpelantingan menghujani Pendekar Blo'on dan Dewi Arimbi. Kedua muda-mudi itu tentu saja dibuat kalang-kabut. Mereka menghindari hujan batu besar yang melayang akibat tendangan Perkasa. Rupanya manusia jelmaan patung ini kecewa melihat tidak satu batu pun yang mengenai sasaran. Ia kemudian mengangkat batu sebesar kerbau dan melemparkannya ke arah lawan.

"Menghindar Rimbi!" teriak Suro memberi peringatan.

Buum!

Batu jatuh berdebum tidak mengenai sasaran. Debu mengepul di udara. Perkasa mengamuk membabi buta. 7

"Bagus! Mengamuklah sesuka hati, kalau tenagamu sudah terkuras habis. Tidak lama lagi kau akan menjadi loyo!" kata Pendekar Blo'on sambil tersenyum mengejek.

"Aku akan membunuh kalian berdua!" teriak Perkasa.

Lagi-lagi ia melompat ke depan. Sebentar kemudian tangannya sudah terjulur menggapai leher Suro. Tetapi pemuda berambut hitam kemerah-merahan ini sudah menghindar ke samping. Serangan lawan tidak mengenai sasarannya. Pada saat itulah tanpa diduga-duga Perkasa menghantam ulu hati Suro dengan tendangan kaki kiri.

Duuk! "Hegkh...!"

Suro Blondo keluarkan seruan tertahan. Ia jatuh terguling-guling. Bukan main sesaknya nafas si pemuda, ia cepat bangkit berdiri. Tetapi hal itu sulit dilakukannya. Sementara Perkasa telah menyerangnya kembali dengan sebuah pukulan yang mematikan.

Melihat selarik sinar merah meluncur deras ke arah si pemuda. Maka Dewi Arimbi segera kirimkan sebuah pukulan 'Benteng Kincir Air'. Seketika itu juga terdengar suara angin menderuderu. Segelombang angin bercampur uap putih melesat deras dari telapak tangan si gadis. Tidak dapat dihindari lagi kedua pukulan dahsyat itu akhirnya bertemu di udara dan menimbulkan ledakan dahsyat.

"Blaam...!"

"Huukh...!"

Kali ini Perkasa tampak jatuh terduduk. Dewi Arimbi sendiri tampak terguling-guling. Sudut bibirnya mengucurkan darah. Gadis itu berusaha memperbaiki posisinya. Tetapi gerakannya ini malah membuat darah semakin banyak yang keluar.

Suro Blondo yang juga sudah terluka tidak mungkin membiarkan kenyataan ini terjadi. Ia segera bangkit berdiri. Lalu ia mengerahkan tenaga dalam ke bagian telapak tangan. Tiba-tiba ia melompat ke depan disertai seruan keras....

"'Ratapan   Pembangkit   Sukma' Hiyaa. !"

Pemuda berambut hitam kemerahan ini dengan serentak menghentakkan kedua tangannya ke arah Perkasa yang baru saja berusaha bangkit berdiri. Angin kencang bergulung-gulung laksana badai salju menderu. Tampak sinar putih memenuhi daerah tersebut. Pohon-pohon bertumbangan, pukulan tersebut menyapu apa saja yang berada di depannya. Melihat badai topan yang mendayu-dayu ini. Perkasa mencoba melepaskan pukulannya. Tetapi apa yang dilakukannya sudah sangat terlambat. Kemudian....

Glaar! "Aaaa. !"

Perkasa menjerit sambil memegangi dadanya. Tubuh laki-laki tinggi besar ini terguling-guling. Dari sudut-sudut bibir Perkasa tampak mengucurkan darah. Pendekar Blo'on tidak mau mengulur-ulur waktu lagi. Sekali lagi ia melepaskan pukulan 'Ratapan Pembangkit Sukma' ke arah lawan. Tetapi rupanya walau Perkasa telah terluka. Ia juga melepaskan pukulan andalannya.

Ketika tangannya ia kibaskan ke depan. Maka selarik sinar menebar hawa panas menderu ke arah Suro Blondo. Selagi pukulannya meluncur deras di udara. Maka Perkasa langsung berkelebat pergi.

Blaar! "Hekh. !"

Suro Blondo jatuh terjengkang. Dadanya terguncang, isi perutnya bergetar sehingga menimbulkan rasa sakit berdenyut-denyut. Sebenarnya Suro Blondo sempat melihat lawannya melarikan diri tadi. Namun ia tidak sempat mencegah, karena pukulan Perkasa menghadang langkahnya.

"Benar-benar manusia kampret! Ia melarikan diri di saat aku hampir mencapai sebuah kemenangan!" maki Pendekar Blo'on sambil golang-golengkan kepalanya.

"Sudahlah, cepat atau lambat kita pasti akan menemukannya lagi!" ujar Dewi Arimbi yang baru saja selesai mengobati luka dalam yang dideritanya.

"Kita harus memburu manusia setan itu!" tegas Pendekar Blo'on.

"Ya, kau sendiri bagaimana? Apakah sudah dapat meneruskan perjalanan kembali?" tanya Dewi Arimbi.

"Aku tidak apa-apa. Mari kita pergi...!" ajak Suro Blondo.

Tanpa berkata apa-apa lagi mereka segera berangkat ke arah matahari terbit. Tepatnya ke Bukit Cadas Siluman.

***

Setelah mengobrak-abrik tempat persembunyian Mustika Jajar yang lama. Kakek berbadan pendek tidak sampai satu meter itu segera membakarnya. Dalam waktu sebentar saja api pun telah berkobarkobar.

"Dia telah hengkang dari sini! Kemana perginya gadis iblis itu?" pikir laki-laki berkumis dan berjenggot putih ini. "Sekarang aku melakukan segalagalanya seorang diri. Bocah gendeng itu entah dimana rimbanya! Apa Dewi Kehidupan telah membunuhnya?" Wiro Suryo hanya menggelengkan kepalanya saja. Tidak lama setelah itu ia meneruskan perjalanannya kembali dengan hati kecewa.

Akan tetapi belum lama dia berjalan. Tiba-tiba saja dari semak-semak belukar bermunculan sosok tubuh menghadang Tenggiling Kedil. Melihat penampilan mereka tampaknya orang-orang ini dari rimba persilatan. Cuma yang agak mencurigakan kelima laki-laki tersebut seperti orang linglung,

"Berhenti...!" perintah salah seorang di antaranya yang memakai baju hijau. Wiro Suryo alias Tenggiling Kedil menghentikan langkahnya. Kemudian ia tertawa membahak.

"Kau memerintahkan aku berhenti.

Besar juga nyalimu!" bentak si kakek. "Kau harus menyerah pada kami,

Kisanak. Kalau engkau mau bergabung, tentu ketua kami tetap membiarkan engkau tetap hidup!"

"Ha ha ha...! Hidup sembilan puluh tahun, baru sekali ini ada orang berani membentakku! Aku jadi ingin bertanya apakah ketua kalian itu Betina Dari Neraka?"

"Benar!" sahut yang memakai baju hitam dengan angkuhnya.

"Kalian lihat api di belakang sana! Sebentar tadi aku baru saja membakar bekas tempat tinggal Iblis Betina Dari Neraka. Sekarang aku malah sedang memburu manusia setan itu. Tegasnya walaupun aku punya badan kecil dan pendek, tetapi aku tidak suka diperintah oleh siapapun. Mengerti!" dengus Tenggiling Kedil.

Ucapan Wiro Suryo ini tentu membuat kelima laki-laki yang menghadangnya menjadi sangat marah.

"Diberi kesempatan hidup malah minta racun. Bunuh si pendek jelek itu!" perintah yang berbaju hijau.

Serentak kelima orang ini menerjang Wiro Suryo. Kaki dan tangan mereka meluncur menghujani tubuh kakek berbadan sangat pendek ini. Tetapi dengan cara bergulung-gulung seperti Tenggiling. Ia berhasil menghindari serangan kelima lawannya. Bahkan ia kemudian melipat badannya sehingga berbentuk bulat seperti bola. Dengan begitu ia menggelinding kesana kemari dengan cepatnya. Kelima laki-laki yang menyerang Wiro Suryo jadi terkejut. Ia tidak menyangka lawan yang dihadapinya dapat melakukan tindakan yang aneh-aneh.

"Tendangan Berantai! Heaa...!"

Disertai teriakan keras, dalam waktu bersamaan mereka melepaskan tendangan ke arah Wiro Suryo. Semula kakek itu tetap berada di tempat. Tetapi ketika serangan kaki lawannya semakin bertambah dekat. Maka ia kembali menggelundung seperti bola. Tidak dapat dihindari lagi kaki mereka beradu dengan kaki kawannya sendiri.

Bletak! "Wadoww...!"

Mereka menjerit kesakitan. Ketika orang-orang ini melompat mundur. Maka tampak kaki mereka menjadi pincang.

"Goblok, mengapa menyerang kaki kawan sendiri!" bentak yang berbaju hitam sewot.

"Siapa sangka dia bakal menghindar!" sergah kawannya tidak senang.

"Sekarang serang pakai senjata!" perintah laki-laki berbadan tinggi besar yang berdiri tegak di sebelah kanan Wiro Suryo. Kawan-kawannya menganggukkan kepala.

Sring! Sriing!

Mereka segera mencabut clurit yang tergantung di pinggang masing-masing. Wiro Suryo segera bangkit berdiri. Ia mengusap-usap perutnya yang tidak memakai baju.

Ketika senjata-senjata itu di kibaskan ke depan. Maka terdengar desir angin menggiriskan hati. Clurit-clurit di tangan lawan terus bergerak kemana saja Wiro Suryo mencoba menghindar. Terkadang menusuk, membabat, mengait atau malah menebas. Dengan kelincahannya yang sangat luar biasa sekali Wiro Suryo terus berkelit. Karena hujan serangan bertubitubi. Maka kakek pendek ini terpaksa mengerahkan ajian 'Suket Sekilen'. Kehebatan ajian ini walaupun lawan sudah memastikan bahwa serangan senjatanya sudah mengenai sasaran. Tetapi serangan tersebut sesungguhnya hanya sejengkal lagi mengenai sasaran.

Berulang kali serangan-serangan gencar dilakukan oleh lawannya. Tapi sampai sejauh itu mereka masih belum berhasil melukai apalagi merobohkan Wiro Suryo. Lima belas jurus berlalu tanpa membawa hasil bagi lawan-lawannya. Si kakek merasa telah cukup memberi kesempatan pada mereka.

"Manusia-manusia tolol begundal iblis, kodok buduk kebo bunting! Serangan yang kalian lakukan tidak bermutu semuanya! Sekarang lihatlah baik-baik bagaimana caranya mempecundangi manusia tolol seperti kalian!" teriak Wiro Suryo.

Bet!

Sekali berkelebat, maka tubuh Tenggiling Kedil lenyap dari pandangan mata. Rupanya ia menyusup ke pertahanan lawannya. Karena tubuhnya yang pendek, ia menyelinap di bawah selangkangan lawan sambil menjambreti buah jambu yang cuma dua biji itu. Atau tidak jarang ia meremas tempat keramat ini. "Aarkh...!"

"Wuaaakh...!"

"Keparat...!"

Jerit kesakitan dan suara makian terdengar silih berganti. Mereka berjingkrakan seperti monyet-monyet yang terserang penyakit ayan. Sedangkan tangan kiri mereka memegangi pusakanya yang terasa semakin memanjang.

"Ha ha ha...! Bertarung ya... bertarung, tidak usah menjerit apa lagi memaki." kata Wiro Suryo sinis.

"Tua bangka setan kejepit bumi! Kau harus merasakan pembalasan kami!" teriak salah seorang di antaranya dengan geram.

Mendahului kawan-kawannya laki-laki itu menyerang Wiro Suryo dengan mempergunakan jurus 'Menepis Hujan di Siang Hari'. Ini merupakan salah satu jurus andalan bagi kelima lawan Tenggiling Kedil tersebut. Mula-mula ia melakukan gerakan-gerakan seperti menangkis, sedangkan kedua kakinya terkembang. Detik berikutnya seperti seekor babi hutan laki-laki tersebut meluruk deras ke arah Wiro Suryo. Serangan ini jelas sangat berbahaya bagi si kakek pendek. Namun ia menghindar ke samping, lalu merundukkan kepalanya serendah mungkin. Setelah clurit lewat di atas kepalanya. Maka ia menangkap pergelangan tangan lawan.

Tep!

Sambil mencekal pergelangan tangan lawan, tangan kiri si kakek merampas senjata milik lawan. Begitu senjata berada di tangannya. Ia mengibaskan senjata melengkung itu ke perut lawan.

Brebet...! "Aaakh...!"

Laki-laki berbaju hitam menjerit keras. Isi perutnya berbusaian keluar, sedangkan darah mengucur seperti kerbau disembelih. Anehnya Wiro Suryo tidak langsung melepaskan lawan. Ketika melihat lawan lain menyerangnya. Maka si baju hitam yang telah tewas tadi dilemparkan ke arah para penyerangnya.

Wees! Gabruuk!

Tiga orang lawan jatuh terduduk tertimpa mayat kawannya sendiri. Mereka segera bangkit berdiri dan berlompatan ke arah Wiro Suryo sambil mengibaskan senjata di tangan. Tetapi ketika itu Wiro Suryo telah berguling-guling menjauhi lawannya. Sehingga serangan-serangan itu hanya mengenai angin atau menghantam senjata kawan sendiri. 8

"Cincang bangsat pendek itu!" teriak salah seorang lawan kepada tiga orang kawannya. Teriakan itu segera disambut dengan teriakan yang lainlainnya. Lalu mengepung Wiro Suryo dari empat penjuru arah sekaligus.

"Hemm, nyali kalian memang cukup besar! Tetapi kemampuan tidak ada!" kata si kakek pendek mengejek. Ketika sedang bicara begitu, tiba-tiba terasa sambaran angin dingin dari bagian rusuk sebelah kiri. Tenggiling Kedil cepat berpaling. Dilihatnya sebuah clurit hampir menebas beberapa buah tulang rusuknya yang kecilkecil.

Kakek berambut jarang ini melompatlompat seperti seekor kodok. Lalu ia mengerahkan tenaga dalamnya ke bagian telapak tangan. Ketika tenaga dalamnya itu telah tersalur ke bagian telapak tangan. Maka sekujur tubuhnya tampak seperti memancarkan cahaya putih berkilauan. Kemudian Wiro Suryo melenting ke udara.

"'Aji Pancar Cahaya'! Shaaaa...!"

Disertai dengan teriakan keras menggelegar. Wiro Suryo mengibaskan kedua tangannya yang berwarna putih itu ke arah lawan-lawannya. Detik itu juga tampak melesat empat larik sinar putih menyilaukan mata. Sinar yang menebarkan hawa sejuk seperti di pegunungan ini langsung menghantam ke empat orang lawanlawannya.

Buum! "Huaakh...!"

Ke empat laki-laki tersebut jatuh terpelanting. Saat mereka masih melayang di udara. Dari mulut mereka menyemburkan darah. Begitu mereka terhempas di tanah maka jiwa mereka sudah tidak dapat diselamatkan lagi. Tampak dengan jelas dari pori-pori mereka keluar darah berwarna hitam. Begitu dahsyat ajian yang dimiliki oleh Wiro Suryo ini. Sehingga lawan-lawannya yang tewas pun sudah tidak merasakan rasa sakit lagi.

"Mati yang sia-sia adalah kematian yang orang itu sendiri tidak tahu untuk apa membela orang yang bersalah!" kata si kakek. "Weleh-weleh, perjalananku jadi tertunda gara-gara empat kroco pesing ini!" Tenggiling Kedil menggelengkan kepalanya. Ia baru saja bermaksud memutar langkah, ketika terdengar suara tidak jauh di belakangnya.

"Lima Iblis Clurit Maut, mati percuma membuang nyawa! Kita sekarang bertemu lagi. Aku gembira karena hutang lama segera terbalas!" bentak sebuah suara. Wiro Suryo menunggu untuk beberapa saat lamanya. Karena yang bicara tadi tidak kelihatan juga maka ia segera menyahuti....

"Mendengar suaramu seperti burung hantu, aku mana kena ditipu! Kalau badan belum menjadi setan lebih baik tunjukkan diri. Walau kau dapat merubah suaramu seperti burung bangkai. Aku pasti mengenal tampangmu!"

"Hak hak hak...! Bagus kalau kau masih kenal diriku. Kau tinggal sebutkan kematian yang bagaimana yang kau mau?" dengus orang itu. Lalu terlihat sosok tubuh berkelebat ke arah Tenggiling Kedil. Tidak sampai sekedipan mata, tampak seorang laki-laki bertubuh jangkung berdiri tegak di depannya.

"Ternyata mataku tidak kena ditipu. Kau pasti Wiku Palawa yang kutinggalkan dalam keadaan sekarat di depan pagar tembok majikanmu, Iblis Betina Dari Neraka!" dengus Wiro Suryo ketus.

"Tidak pernah kupungkiri kehebatan mu! Sayangnya kau kemari tidak bersamasama bocah miring itu. Apakah dia sudah mampus?" ejek Wiku Palawa. Untuk lebih jelasnya siapa Wiku Palawa (Dalam Episode Betina Dari Neraka).

"Kawanku Suro Blondo tampangnya memang ketolol-tololan, namun otaknya cerdik. Sekarang mungkin ia sedang bertarung dengan Iblis Betina Dari Neraka Majikanmu!" pancing Wiro Suryo memanasi. "Ha ha ha...! Bukan hanya tubuhmu saja yang membuat iba orang lain. Ternyata kau juga adalah seorang pemimpi. Bagaimana mungkin majikanku di Bukit Cadas Siluman dapat dikalahkan oleh bocah tolol itu. Sedangkan selain perkasa dia sendiri punya ratusan pengawal yang terdiri dari mayat-mayat hidup!" jawab Wiku Palawa. Tanpa ia sadari ucapannya barusan tadi sudah merupakan sebuah keterangan bagi Tenggiling Kedil.

"Walaupun Betina Dari Neraka punya seribu pengawal. Ia tidak mungkin lolos dari maut. Anak ajaib itu akan memenggal kepalanya, kemudian membuang tubuh Mustika Jajar ke taut Selatan!"

"Keparat pendusta! Kau hanya mengulur-ulur waktu saja! Kini giliranmu mati ditanganku." dengus Wiku Palawa.

"Jangan bicara seperti geledek. Buktikanlah kau punya kejantanan kalau tidak merasa malu." sahut Wiro Suryo disertai senyum.

Semakin panas hati Wiku Palawa mendengar ucapan lawannya. Tiba-tiba saja ia melompat ke depan sambil mengebutkan tongkat di tangannya. Si kakek tidak menyangka datangnya serangan secepat itu. Sehingga   dengan    telak    tongkat lawan menghantam punggungnya.

Buuk!

"Aduh... duh...!" Wiro Suryo terhuyung-huyung. Sedangkan Wiku Palawa terus mendesak dengan serangan tongkat hitamnya. Jurus yang dipergunakan oleh Wiku Palawa juga tidak tanggung-tanggung. Ia mempergunakan jurus Tongkat Pelebur Darah. Hanya dalam waktu singkat tampak sinar hitam seakan mengepung Wiro Suryo dari seluruh penjuru arah. Kakek berbadan pendek setinggi setengah meter ini dibuat kalang kabut.

"Hih...!"

Tiba-tiba saja ia melambung tinggi ke udara. Setelah berjumpalitan beberapa kali tubuhnya meluncur deras ke arah lawan. Kakinya yang pendek menghantam kepala lawannya. Walaupun Wiku Palawa sudah berusaha merundukkan kepalanya serendah mungkin. Tetapi kaki Wiro Suryo terus mengejar dan....

Gladuk. !

"Wuaakh. !"

Laki-laki berpakaian serba kuning ini merasa dunia seakan berputar-putar. Kepalanya sakit berdenyut. Walaupun begitu tampaknya ia menjadi semakin nekad. Apalagi mengingat beberapa waktu yang lalu Wiro Suryo pernah mempermalukan dirinya dengan membuat sang Wiku tidak sadarkan diri.

Kini ia menyodokkan tongkatnya ke perut Tenggiling Kedil. Tetapi si kakek super pendek sudah menggelundung dan bergerak menjauh.

Cwieet!

Serangan Wiku Palawa hanya membeset angin. Rupanya hal ini membuat sang Wiku menjadi bertambah geram. Kemudian ia menggeser kakinya ke samping sebanyak dua langkah. Sedangkan tongkat hitam di tangannya ia putar dengan cepat, sehingga menimbulkan suara angin menderu-deru.

"'Sabetan Geledek' Shaaa...!" teriak Wiku Palawa.

Sambil terus memutar tongkat, Wiku Palawa melompat-lompat ke depan mendekati musuh bebuyutannya. Tongkat dikibaskannya ke arah lawan, sedangkan kaki menyapu bagian bawah tubuh Wiro Suryo. Serangan seperti ini jarang dilakukan oleh orangorang rimba persilatan. Karena selain menguras tenaga, gerakannya pun sangat sulit.

Si kakek kerdil sempat terkesiap juga. Tetapi ia segera berjumpalitan ke belakang. Tendangan kaki Wiku Palawa luput, namun tongkatnya sempat menghantam perut Wiro Suryo.

Gdbuuk! "Atauww...!"

Tenggiling Kedil meringis kesakitan sambil berjingkat-jingkat. Tampaknya Tenggiling Kedil tidak kapok. Tiba-tiba saja ia berguling-guling perut sang Wiku.

Buuk! Lawannya sempat terdorong mundur. Tetapi sekejab kemudian ia sudah melompat dan menginjak dada Tenggiling Kedil.

Ngiik!

"Wei... orang gendeng, kualat kau menginjak dada orang tua!" teriak kakek konyol ini sambil meronta. Namun injakan kaki lawan semakin kuat. Malah Wiku Palawa menghantamkan tongkat di tangannya ke bagian kepala lawannya. Dengan gerakan yang sangat aneh, tubuh yang terinjak itu tiba-tiba meluncur ke depan. Sedangkan tongkat di tangan Wiku terus meluncur dan menghantam tulang kakinya sendiri.

Glotak! "Aduuh...!"

Wiku Palawa menjerit kesakitan terhantam tongkatnya sendiri. Wiro Suryo yang sudah berdiri sepenuhnya usap-usap dadanya yang memerah. Ia kemudian tertawa terbahak-bahak.

"Ha ha ha...! Agaknya otakmu benarbenar sudah miring. Masa kaki sendiri dipukuli. Makanya jangan terlalu bernafsu membunuh orang, otak di pakai, jangan asal mengumbar tenaga. Main serudakseruduk macam babi. Dasar anak buahnya iblis!" teriak Wiro Suryo seperti sedang memarahi anaknya yang nakal.

"Manusia bangsat! Makanlah nih tongkatku...!" geram Wiku Palawa.

Set! Bet! Bet!

Tongkat hitam itu kemudian menderuderu. Sesekali meliuk, menotok bagaikan seekor ular cobra yang sedang marah.

Menghadapi serangan yang bertubitubi ini penghuni Gunung Sembung segera mengerahkan ajian 'Suket Sekilen'. Hanya sebentar saja serangan-serangan lawannya tampak menjadi kacau dan tidak pernah mengenai sasarannya. Dalam penglihatan Wiku Palawa, setiap tusukan maupun gamparan tongkatnya mengenai bagian tubuh Tenggiling Kedil. Namun kenyataan yang di dapat sungguh sangat bertolak belakang sekali. Tidak satupun serangan itu mengena. Sebaliknya serangan balasan yang dilakukan oleh Wiro Suryo berulang kali menghantam dada maupun kening lawannya. Sehingga pelipis Wiku Palawa tampak mengucurkan darah dan membengkak sebesar telur ayam.

Sang Wiku tampaknya mulai bingung dan merasa kehabisan akal menghadapi orang tua yang sama konyolnya dengan Pendekar Blo'on ini. Akhirnya ia terpaksa melompat mundur ke belakang. Tongkat ditangannya ia campakkan ke samping. Tenggiling Kedil menanggapinya dengan tawa.

"Rupanya kau sudah jenuh mempergunakan tongkat, ya...? Sekarang apa kau mau mempergunakan tongkat kramatmu? Ha ha ha...! Sebaiknya jangan. Tongkat itu khusus untuk perempuan, mustahil kau memasukkannya ke lubang semut atau pantatku. Nanti semut-semut marah dan membuatmu menjadi konyol!" ejek si kakek rada-rada ngeres.

Pipi Wiku Palawa tampak menggembung menahan geram. Wajahnya merah padam. Tetapi ia tetap tutup mulut dan konsentrasi mengerahkan tenaga dalam ke bagian telapak tangan. Beberapa detik setelah kedua tangan itu telah menjadi hitam. Lalu....

"'Petaka Gila Durjana'! Hiyaa. !"

Disertai teriakan melengking seperti seekor serigala kelaparan, Wiku Palawa menghantamkan kedua tangannya ke depan. Sepuluh larik sinar hitam menebar bau busuk melesat bagaikan jilatan lidah api ke arah Wiro Suryo. Hanya beberapa saat kemudian sinar hitam tersebut menghantam Wiro Suryo.

Gledeng. !

"Aaaa. !"

Dengan telak pukulan tersebut menghantam tubuh lawannya. Wiro Suryo tergontai-gontai. Namun tidak ada satupun bagian yang kurang dari tubuhnya. Kiranya ketika lawan melepaskan pukulan tadi, Tenggiling Kedil membentengi dirinya dengan ajian 'Suket Sekilen'. Ketika debu lenyap dari udara, maka Wiro Suryo tertawa membahak. Ia berdiri bertolak pinggang.

"Pukulan picisan begitu kau pamerkan di depanku! Jika kau punya yang lebih ampuh lagi, kuberi kesempatan padamu untuk melepaskannya. Jika tidak kau bakal tidak mendapat pengampunan ke dua dariku!" dengus si kakek super pendek. Wiku Palawa tercengang. Ia telah melepaskan pukulan tingkat paling tinggi yang ia miliki. Sosok di depannya pastilah bukan manusia, sebab bila manusia sungguhan. Paling tidak tubuhnya telah hancur berkeping-keping.

Merasa tidak punya pilihan lain lagi, maka Wiku Palawa terpaksa mempergunakan asap pembius pemberian Mustika Jajar. Laksana kilat ia menyambitkan benda hitam sebesar kepalan tangan orang dewasa ke depan Wiro Suryo.

Buum!

Begitu suara ledakan terdengar. Maka asap tebal langsung menebar ke arah Wiro Suryo. Sebagai orang yang telah kenyang makan asam garam rimba persilatan. Tentu ia mengetahui kekuatan apa yang terkandung di dalam tabir asap itu. Sehingga sejak awal, sebelum bahan pembius itu meledak ia telah menutup indera penciumannya.

"Aakkkh... mengapa begini...!" desis si kakek. Kemudian tubuhnya tampak terhuyunghuyung. Setelah itu ia jatuh terlentang seperti orang yang tidak sadarkan diri.

Wiku Palawa merasa senang bukan main melihat lawannya roboh. Ternyata si pendek konyol ini masih kena diakali. Siapa kira akan semudah itu ia menangkap Wiro Suryo yang dianggapnya memiliki mukjizat tersebut.

"He  he he...!  Ternyata   jalan pikiranmu    sependek  tubuhmu! Manusia sepertimu   akan   sangat   berguna   bila bergabung dengan kami!" kata Wiku Palawa. Tanpa merasa curiga sedikitpun. Ia segera mendekati Tenggiling Kedil dengan maksud membawanya pergi ke Bukit Cadas Siluman. Namun diluar dugaan, Wiro Suryo membalikkan tubuhnya. Sedangkan kedua tangan  dihentakkan  ke    arah  lawan. Segulung sinar putih menderu. Begitu dekatnya jarak di antara mereka sehingga Wiku Palawa tidak sempat lagi menghindar. Tidak terelakkan   lagi  ajian 'Pancar Cahaya' yang dilepaskan Wiro menghantam tubuh lawannya. Nyawa Wiku Palawa putus seketika, sehingga dia tidak sempat lagi menyadari    apa  yang  terjadi  dengan

dirinya. Wiro Suryo bangkit berdiri.

"Dia entah ke akherat atau neraka aku tidak perduli. Yang terpenting aku sudah mendapat petunjuk dimana iblis bersembunyi!" kata kakek kerdil itu sambil melangkah pergi.

9

Dengan langkah terhuyung-huyung. Perkasa kembali ke Bukit Cadas Siluman dengan membawa kekalahannya. Ketika itu di bagian bangunan depan yang belum jadi sepenuhnya tampak sepasukan mayat hidup sedang berjaga-jaga. Selain mayat-mayat hidup ini masih ada lagi beberapa orang laki-laki berpakaian serba hitam.

Mereka juga adalah anak buah Iblis Betina Dari Neraka yang berhasil ditundukkan oleh Wiku Palawa. Mustika Jajar sedang mondar-mandir di dalam ruangan pribadinya ketika pintu depan terkuak dengan paksa. Ia tampak terkejut juga saat melihat Perkasa dalam keadaan terluka.

"Kekasihku, apa yang terjadi denganmu?" tanya Mustika Jajar.

Gadis cantik itu segera menghampiri kekasihnya. Kemudian ia memapahnya menuju ke tempat tidur.

"Pemuda tolol itu telah melukaiku. Dia tidak sendiri, melainkan datang bersama seorang gadis air." Lapor Perkasa dengan suara timbul tenggelam tidak beraturan.

"Dewi air maksudmu?" "Ya. "

"Keparat! Suro Blondo kelewat berani bertindak sewenang-wenang terhadap mu! Rupanya dia belum tahu bahwa melukai dirimu sama saja artinya menyakiti aku. Jangan khawatir kekasihku. Bila si keparat itu datang ke sini. Tentu tidak ada jalan hidup baginya dan sebuah kubur telah kusediakan buatnya!"

"Dia sangat kuat sekali!" sergah Perkasa seakan ragu.

"Biarkan dia punya kekuatan selangit tembus, namun aku adalah Iblis Betina Dari Neraka. Tidak ada yang dapat mengalahkan orang sepertiku! Nah sekarang kau istirahatlah. Aku akan menyediakan obat-obatan untukmu...!" kata Mustika Jajar.

"Tunggu Junjunganku!"

Si gadis hentikan langkah. "Ada apa?"

"Apakah kau lupa bahwa setiap penyakit yang kuderita tidak ada obatnya? Tubuhku tidak seperti manusia biasa. Badanku tidak bisa menyerap obat apapun. Terkecuali yang satu itu...!" Perkasa tidak melanjutkan kata-katanya. Tetapi Mustika Jajar cepat tanggap. Maka ia pun tertawa mengikik.

"Hik hik hik...! Hemm, akupun hampir lupa bahwa kau tidak pernah makan dan tidak pernah tidur. Makananmu adalah cinta...! Tetapi apakah kau sekarang sudah siap melakukannya?" tantang si gadis.

"Dalam keadaan hancur sekalipun aku selalu siap melakukan yang satu itu!" sahut Perkasa.

Mustika Jajar tersenyum. Tanpa membuang-buang waktu lagi ia segera melepaskan kancing-kancing bajunya. Setelah melepaskan seluruh pakaian yang menutupi auratnya. Maka ia langsung memeluki tubuh Perkasa. Dadanya yang membusung menekan dada Perkasa yang bidang. Dengan agresip sekali ia menjatuhkan ciuman bertubi-tubi di bibir dan leher kekasihnya. Perkasa menggeliatkan tubuhnya. Terdengar suara erangan dari mulut laki-laki penjelmaan patung tersebut.

"Perkasa. Kau tidak boleh mati, tanpamu hidupku akan menjadi sunyi. Tiada yang dapat menghilangkan dahaga yang kurasakan. Kau adalah segala-galanya bagiku!" desis si gadis dengan mata setengah terpejam.

Perkasa segera bersaksi atas apa yang terjadi pada dirinya ia memeluk Mustika Jajar dengan erat. Sementara tangannya yang kokoh bergerak nakal ke sekujur tubuh si gadis, sehingga membuat Mustika Jajar menggelinjang.

"Per-ka-sa...        se-ka-rang.... Cepatlah lakukan...!" bisik Mustika Jajar di telinga Perkasa. Apa yang terjadi kemudian terasa begitu cepat. Saat Perkasa memasuki diri si gadis. Maka Mustika Jajar menjerit lirih, sedangkan pelukannya semakin bertambah erat saja.

Apa yang terjadi di dalam ruangan tersebut. Selanjutnya hanyalah dinding kamar yang menjadi saksi bisu atas perbuatan terkutuk mereka. Sampai akhirnya mereka sampai pada puncak pendakian. Mustika Jajar terkapar di sisi kekasihnya. Gadis cantik itu tersenyum puas. Sedangkan diluar sepengetahuan Mustika Jajar. Luka-Iuka yang diderita oleh kekasihnya secara perlahan hilang dengan sendirinya.

"Walaupun dalam keadaan terluka, ternyata kau masih tetap hebat, Perkasa!" puji si gadis sambil menyeka bukit-bukit di dadanya yang berkeringat.

Perkasa hanya tersenyum. Tidak lama ia sudah bangkit berdiri dan berjalan mondar-mandir di tengah-tengah ruangan. Seakan tidak terjadi apa-apa pada dirinya.

"Cepat atau lambat dia pasti datang kemari! Disaat itulah seluruh anak buahku menghabisinya!" dengus si gadis sambil mengenakan pakaiannya kembali.

"Kuharap junjungan mampu membunuhnya!" kata Perkasa seakan merasa sangat khawatir,

"Tidak usah takut. Aku adalah orang nomor satu di kolong langit ini! Tidak seorang pun dapat mengalahkan aku!" sahut gadis itu dengan segala keangkuhannya.

***

Untuk sementara kita tinggalkan dulu Perkasa dan kekasihnya yang sedang berandai-andai itu. Sementara di halaman depan, mayat-mayat hidup terus berjagajaga dari segala kemungkinan. Pada kesempatan itu tiba-tiba di langit sana terdengar suara gemuruh disertai pekikanpekikan burung yang sangat banyak sekali jumlahnya.

"Kek... kreak... kreak...!"

Burung-burung bangkai semakin banyak berdatangan. Setelah kawanan burung bangkai itu memenuhi langit di atas Bukit Cadas Siluman. Maka tiba-tiba saja terdengar suara siulan. Gelombang suara siulan tersebut tidak beraturan.

"Bunuh...!"

Terdengar bentakan mengandung perintah. Dengan serentak dan disertai suara teriakan keras. Maka burung-burung pemakan bangkai itu meluncur turun menyerang mayat-mayat hidup. Para pengawal Mustika Jajar tampak menjadi panik. Mereka segera melakukan perlawanan. Tetapi burung-burung bangkai menjadi semakin ganas. Rupanya mereka mengetahui bahwa yang mereka serang sebenarnya adalah bangkai-bangkai hidup yang menjadi sumber makanan mereka.

Mayat-mayat hidup menjadi panik, daging busuk mereka tercabik-cabik di sana-sini. Tetapi mereka dengan sengit melakukan serangan balasan. Tangan mereka mencengkeram setiap burung-burung yang hinggap di bahu atau di kepala mayatmayat ini. Rupanya suara ribut-ribut di luar sempat di dengar oleh Mustika Jajar. Bersama Perkasa ia menghambur keluar. Betina Dari Neraka terkesiap setelah melihat kawanan burung itu menyerang anak buahnya.

"Pasukan hitam, mengapa kalian hanya diam menonton!" teriak si gadis ditujukan langsung pada belasan laki-laki bersenjata golok besar.

Mendapat perintah dari atasannya, maka belasan orang berbaju hitam itu langsung mencabut goloknya dan membantu mayat-mayat hidup.

"Perkasa! Burung-burung keparat itu bagianmu." tegas Mustika Jajar.

Perkasa pemuda gagah penjelmaan patung karya cipta Pematung Kelana dengan cepat mendongak ke langit. Di atas sana ia melihat ratusan ekor burung bangkai sedang terbang berputar-putar di sertai suara kak-kik-kok memekakan telinga.

Pemuda itu tiba-tiba mengibaskan kedua tangannya ke udara. Secara spontan tampak bunga api meluncur deras membelah udara. Lalu....

Blar! Blaar!

Pukulan dahsyat yang dilepaskan oleh Perkasa menghantam burung-burung pemakan bangkai tersebut.

"Kek. !"

Burung-burung itu berkaparan mati dengan tubuh hangus seketika. Walaupun begitu sebagian besar di antaranya selamat.

Burung-burung yang selamat kembali menyerang pengawal yang terdiri dari mayat-mayat hidup maupun pengawal Iblis Betina Dari Neraka yang memakai baju hitam.

Hanya dalam waktu yang singkat mayat-mayat hidup itu kehilangan dagingdaging busuk yang menempel pada badan mayat. Mayat-mayat itu jatuh bangun. Namun meskipun tinggal tulang belulang mereka bangkit lagi dan kembali menyerang kawanan burung-burung tersebut sehingga suasana di sekeliling tempat itu menjadi hingar-bingar.

Semakin lama pertarungan antara kawanan burung-burung bangkai dengan pasukan mayat hidup pengawal Mustika Jajar berubah menjadi semakin seru. Sudah banyak pula burung-burung bangkai yang mati, sebaliknya walaupun mayat-mayat hidup tersebut tercabik-cabik. Namun mereka masih tetap bertahan seakan tidak ada sesuatu apapun yang berkurang dalam diri mereka.

Lama kelamaan jumlah burung pemakan bangkai itu semakin menyusut. Tampaknya mayat-mayat hidup berada dalam kondisi yang menguntungkan. Pasukan berpakaian serba hitam yang melihat kenyataan ini segera berlompatan mundur. Sampai akhirnya mereka membentuk barisan seperti semula. Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara bentakan di sertai pengerahan tenaga dalam tinggi.

"Tahan...!"

Mayat-mayat hidup tampak terhuyung ke belakang. Dari arah lain terlihat seorang laki-laki memakai topi caping berjalan mendekati Mustika Jajar.

"Harum benar bau disini? Pasukan mayat. Setahuku hanya Tua Tengkorak Mata Api saja yang memiliki ilmu iblis Pembangkit Mayat. Tidak kusangka gadis secantik dan semudamu mempunyai kekuatan langka itu. Apa hubunganmu dengan Tua Tengkorak Mata Api?" tanya kakek bertopi caping bambu itu penuh selidik.

"Hik hik hik...! Kau sendiri siapa? Apakah burung-burung bangkai itu milikmu?" Mustika Jajar malah balik bertanya. Seakan pertanyaan kakek berwajah seperti terbelah ini hanya angin lalu saja.

"Akulah Datuk Tabala Muka alias Si Burung Bangkai!" jawab si kakek ketus.

"Sekarang coba kau sebutkan kau punya nama atau gelar kalau punya. Dan katakan pula siapa nama gurumu?"

"Aku Mustika Jajar alias Betina Dari Neraka. Guruku memang Tua Tengkorak Mata Api." jawab si gadis.

Jika semula wajah di balik topi caping bambu tampak berseri-seri mendengar julukan Mustika Jajar. Maka setelah gadis berpakaian tembus pandang ini menyebutkan nama gurunya. Maka wajah yang seperti terbelah itu tampak berkerut. Kini setelah mendengar nama gurunya. Maka keinginannya untuk menjajaki kehebatan Iblis Betina Dari Neraka hilang seketika.

"Benar kau muridnya Tua Tengkorak Mata Api?"

"Kau tidak percaya silakan mampus dulu dan tanyakan kebenaran di neraka...!" kata si gadis.

"Ha ha ha...! Pulau Pelebur Dosa. itu jauh dari mata jauh pula dari hati. Sengaja kucari kau ke sini semata-mata ingin menghapus julukanmu yang kelewat muluk itu. Tidak kusangka kau muridnya Tua Tengkorak Mata Api. Si tua bengal yang kehilangan matanya karena ingin menjajal kehebatan Malaikat Berambut Api...!" desis Datuk Tabala Muka. Jika semula Iblis Betina Dari Neraka telah bersiap-siap menjaga segala kemungkinan. Maka sekarang setelah kakek di depannya ada menyebut-nyebut nama gurunya. Maka Mustika Jajar jadi bertanya-tanya dalam hati. Siapa agaknya orang tua ini?

"Kau mau membunuhku? Apakah kau mampu?" tanya si gadis dengan senyum menantang.

"Semula memang.... Tetapi sekarang tidak lagi...!" jawab Datuk Tabala Muka tegas.

"Hik hik hik...! Mengapa? Apakah karena kau merasa terpikat dengan kecantikanku dan kemulusan tubuhku atau kau takut mampus?" ejek Iblis Betina Dari Neraka.

"Hak hak hak...! Datuk Tabala Muka tidak pernah mengenal rasa takut kepada siapapun. Jika benar-benar kau muridnya Tua Tengkorak Mata Api. Apakah manusia Maha Sesat itu tidak pernah bercerita kepadamu tentang adik seperguruannya yang tinggal di Pulau Pelebur Dosa?" Mustika Jajar terdiam. Tiba-tiba ia berseru....

"Guruku memang pernah bercerita tentang adik seperguruannya yang berjuluk Si Burung Bangkai... andakah orangnya?" tanya si gadis. "Ha ha ha...! Di dunia ini hanya ada satu julukan Si Burung Bangkai. Tidak kusangka aku punya murid keponakan yang mempunyai ambisi besar sepertimu! Betapa Tua Tengkorak Mata Api akan bangga kepadamu!" Melihat kenyataan bahwa Datuk Tabala Muka masih merupakan paman gurunya sendiri, maka Mustika Jajar segera menjura hormat dan sikapnya pun berubah menjadi ramah.

10

"Setelah mengetahui keinginan apa yang terkandung dalam niatku. Apakah paman guru kini bersedia bergabung denganku?" tanya si gadis sambil membasahi bibirnya yang kemerahan dan mengedipkan matanya yang nakal.

"Mengapa tidak. Jika telah kuketahui siapa kau. Tentu aku turut mendukung usahamu untuk mendirikan sebuah kerajaan persilatan. Aku akan membantumu sekuat kemampuanku!" kata Datuk Tabala Muka.

Iblis Betina Dari Neraka merasa senang mendengar keputusan Datuk Tabala Muka. Ia kemudian mendekati sang Datuk tanpa ragu-ragu lagi.

"Bersama pasukan Mayat ini aku telah mendirikan sebuah bangunan merah tidak jauh dari sini. Paman bisa melihatnya betapa megahnya kerajaan persilatan yang kubangun. Jika paman mau, mari kita ke sana. Sementara ini kita biarkan pasukan mayat hidup ini bertahan di Bukit Cadas Siluman. Mereka akan menjadi ujung tombak di barisan depan."

"Jauhkah tempat itu dari sini?" tanya Datuk Tabala Muka.

"Tidak jauh. Hanya dua jam dari bukit ini."

"Mengapa pasukan mayat hidup ditinggalkan disini. Bukankah lebih baik mereka menjaga singgasana mu?"

"Semua ini kulakukan untuk mengecoh perhatian musuh-musuhku! Singgasana megah dari batu pualam putih itu dibangun dengan bantuan iblis. Jika sampai rusak. Aku akan meratapinya seumur hidup!"

"Ha ha ha...! Ternyata kau sangat cerdik dalam mengatur siasat. Aku yakin bocah tolol itu tidak akan lolos bila telah sampai disini!"

"Siapa yang paman guru maksudkan?" tanya Mustika Jajar dengan kening berkerut.

"Siapa lagi kalau bukan si tolol Suro Blondo."

"Oh itu, aku sendiri memang ingin menangkapnya hidup atau mati. Pernah dia dan kawannya termakan jebakanku, tetapi entah mengapa ia dapat meloloskan diri!" ujar Mustika Jajar, geram.

"Jangan takut. Aku akan membantumu. Kelak aku akan menangkapi tokoh-tokoh rimba persilatan yang tidak mau tunduk kepadamu!" janji Datuk Tabala Muka.

"Aku senang mendengarnya." sahut si gadis sambil mengedipkan matanya. "Paman guru tahu, bahwa guru Suro Blondo adalah musuh besar guruku. Bahkan guru telah berpesan padaku agar mencari Malaikat Berambut Api. Cuma aku belum bisa melaksanakan perintah guru, karena sekarang ini aku harus melakukan tugas utama yang menjadi cita-citaku selama ini!"

"Dan cita-citamu hampir berhasil, bukan?"

"Memang. Tetapi hanya sebagian saja. Oh ya... sekarang kita lihat betapa megahnya singgasana yang dibangun hanya dalam waktu semalam itu." ujar si gadis. Tanpa menunggu lebih lama lagi, Iblis Betina Dari Neraka dengan diikuti oleh Datuk Tabala Muka dan Perkasa segera meninggalkan Bukit Cadas Siluman. Sehingga di atas bukit itu sekarang yang tertinggal hanya pasukan Mayat Hidup dan juga pasukan hitam yang jumlahnya tidak lebih hanya lima belas orang saja. Sedangkan mayat-mayat hidup tampaknya jumlah mereka tidak berkurang dan mencapai ratusan. * * *

Menjelang sore hari, di Bukit Cadas Siluman tampak sosok berbadan pendek berlari-lari seperti sedang bermain kucing-kucingan. Gerakannya lincah dan cepat. Sehingga sekilas seperti setan gentayangan yang sedang memburu waktu. Tingkah kakek yang cuma berselempang kain putih ini memang mirip dengan seorang bocah kecil yang nakal. Cuma yang membedakannya, kakek ini berambut putih, kumis dan janggutnya juga berwarna putih. Kakek bertampang lucu ini seperti kita ketahui bernama Wiro Suryo alias Tenggiling Kedil. 

Ia menyisir Bukit Cadas Siluman semata-mata karena mendapat keterangan bahwa Betina Dari Neraka membangun sebuah kekuatan baru disana. Setelah sampai di puncak bukit sebelah selatan. Tenggiling Kedil sekonyong-konyong hentikan larinya. Karena badannya yang setinggi setengah meter, maka ia tidak melihat keadaan di depannya.

"Susahnya jadi manusia adalah seperti diriku ini. Ingin menggapai langit, langit begitu tinggi. Mau menggapai matahari, tubuhku pasti hangus. Ingin melihat ke depan, terpaksa memanjat pohon dulu ah!" kata Wiro Suryo kesal.

Lalu dia menghampiri sebatang pohon berukuran sedang-sedang saja. Dengan gerakan cepat sulit diikuti mata ia mulai memanjat.

"Heh... ternyata aku sudah sampai di pucuk. Mengapa harus ke pucuk, kalau jatuhkan bisa mampus." gerutu Tenggiling Kedil. Ia bergerak agak turun. Di depan sana ia melihat sebuah bangunan yang tidak begitu mewah. Di depan bangunan terbuat dari kayu itu tampak ratusan laki-laki bertampang aneh-aneh sedang berjaga-jaga.

"Di situ rupanya manusia setan bersembunyi. Aku hampir kena di tipu jika Wiku Palawa tidak kasih petunjuk. Aku harus kesana!" pikir Wiro Suryo.

Ia bermaksud menuruni pohon yang dipanjatnya. Namun gerakannya terhenti ketika melihat dua sosok tubuh bergerak mengendap-endap di bawah pohon tersebut.

"Kurasa kita sudah hampir sampai!" kata yang berada di bawah pohon berbisik pada gadis baju putih yang berada di sampingnya.

"Lihatlah, penjagaan begitu ketat. Aku heran dalam waktu tidak lama Betina Dari Neraka mampu mengumpulkan pengikutpengikut yang cukup besar." gadis baju putih menyahuti. Pemuda di sampingnya julurkan kepala sambil mengangguk-angguk macam burung perkutut. Lalu digaruknya belakang kepala berulang-ulang. "Tidak heran. Orang-orang yang tidak mau berpihak padanya pasti dibunuh. Kita juga harus berhati-hati, aku khawatir gurunya yang dapat menghidupkan patung ada bersamanya. Urusan bisa jadi kapiran jika mata sumplung itu ada bersama Mustika Jajar."

"Kau takut, Suro? Kita berdua kurasa bisa mengatasi mereka." menyahuti gadis baju putih penuh keyakinan.

"Jangan kelewat memandang rendah dengan kemampuan lawan. Kau tahu tidak. Aku sendiri bersama bocah tua bangka berambut putih dan berkumis cuma beberapa lembar itu pernah masuk dalam perangkap iblis Betina. Sebenarnya bukan kesalahanku, tapi kesalahan si tolol itu. Untung gurumu memisahkan kami. Kalau tidak bocah sinting itu bisa membuat aku semakin miring!" dengus pemuda berambut hitam kemerahan.

Walaupun kata-kata Suro Blondo terdengar pelan, tetapi sempat didengar oleh Wiro Suryo.

"Pemuda edan ini kalau nggak dibikin babak belur pasti selalu menghina orang lain. Dia kira dirinya itu siapa!" dengus Tenggiling Kedil dalam hati.

Set! Ser,...!

Wiro Suryo tiba-tiba melakukan sesuatu.

"Hah... hujan gerimis." Suro Blondo menyeka tangannya yang terkena air. "Tidak ada mendung mengapa ada

hujan?" tanya Dewi Arimbi.

"Nah hujan lagi...!" kata si pemuda.

Lalu ia menyeka air yang bergulir di atas batang hidungnya. Tetapi ia mengendus bau pesing menyengat.

"Kurang ajar, bukan hujan. Tapi air kencing. Mana ada Malaikat kencing secara kurang ajar begini !" dengus Pendekar Blo'on.

Suro Blondo tidak disangka-sangka memungut batu di bawah kakinya. Sedangkan Wiro Suryo terpaksa menahan nafas dan menahan tawa.

"Kalau bukan perbuatan tua bangka edan kejepit bumi. Pasti ini perbuatan setan! Setiap setan usil harus dikasih mampus!" Pendekar Blo'on secepat cahaya melemparkan dua buah batu ke atas pohon.

Wuut! Jdaak! "Aduh...!"

Di atas pohon terdengar suara mengadu disertai melayangnya sosok tubuh pendek ke bawah.

Gubrak ..!

Tenggiling Kedil jatuh tepat di depan kaki murid Penghulu Siluman Kera Putih dan Malaikat Berambut Api. Begitu mengenali orang yang mengusilinya. Maka Suro tertawa membahak.

"Oh... rupanya kau setan yang telah mengirimkan hujan padaku! Manusia macam kau memang selalu bikin jengkel orang lain. Dasar tua bangka sinting." dengus Pendekar Blo'on sambil pencongkan mulutnya.

"Pemuda sinting! Jangan kau berani kurang ajar padaku. Kau punya kesalahan sudah melebihi takaran. Kini setelah kau bergandengan dengan seorang gadis cantik. Kau berpura-pura tidak mengenal kawan lama."

"Apa salahku Tenggiling Kedil. Kau hendak mengatakan bahwa berjalan seorang diri tidak enak atau kau malah merasa iri? Besarkan dulu badanmu, nanti kalau sudah besar dan dewasa baru kau boleh punya pasangan." ejek Wiro Suryo.

"Bukan... bukan itu...! Aku mau tau kau punya jawaban, mengapa tempo hari kau meninggalkan aku di pinggir sungai. Hayo mengapa, coba jawab?"

"Oh... itu. Kurasa hanya kebetulan saja guru Dewi Arimbi menyukai aku. Beliau tidak mau mengajakmu karena walau kau sudah berjenggot dianggapnya kau masih bocah kecil."

Dewi Arimbi hanya diam saja melihat Suro dan Wiro berdebat. Ia rupanya sadar bahwa kedua manusia yang dihadapinya benar-benar sinting. "Kau jangan meledekku. Sekarang kita punya tugas besar dan pesta pembantaian yang besar pula."

"Apa maksudmu?"

"Di depan sana ada sebuah bangunan. Turut Wiku Palawa yang sudah kojor di tanganku. Katanya Betina Dari Neraka sekarang menghimpun kekuatan di Bukit Cadas Siluman ini. Apa pendapatmu, sobatku?" desah Wiro Suryo ingin tahu.

"Wiku Palawa sudah mampus, aku sendiri hampir membunuh Perkasa. Sayang dia melarikan diri setelah terluka parah."

"Kurasa Perkasa segera pulih setelah mendapat kehangatan dari Mustika Jajar." sahut Tenggiling Kedil.

"Bagaimana kau tahu?" "Menurut ramalanku begitu."

"Sudahlah, sekarang lebih baik kita santroni manusia setan itu." tegas Suro Blondo memutuskan.

"Tunggu dulu...!"

"Ada apa lagi?" tanya Suro, seraya menghentikan langkah tanpa menoleh ke belakang.

"Kau belum memperkenalkan aku pada gadis cantik ini. Apakah dia sekarang telah menjadi sobatmu atau kekasihmu?"

Memerah wajah Dewi Arimbi mendengar ucapan Wiro Suryo. Lalu matanya melotot, namun Tenggiling Kedil malah tertawa. "Tanyakan saja padanya, aku tidak layak menjawab pertanyaanmu, orang tua gila." dengus si pemuda kemudian melanjutkan langkahnya kembali.

Karena berulangkali Dewi Arimbi terus memelototi Wiro Suryo. Maka kakek pendek itu tidak berani mengajukan pertanyaan. Lebih kurang dua puluh tombak berjalan. Akhirnya mereka sampai di depan bangunan yang belum jadi sepenuhnya itu. Serentak mayat-mayat hidup dan pasukan hitam mengepung mereka.

"Gila... orang-orang ini tidak ramah pada tamunya." bisik Wiro Suryo pada Pendekar Blo'on.

"Kurasa mereka bangkai berjalan. Cobalah rasakan bau yang sangat busuk ini." desis Suro sambil garuk-garuk kepalanya. Dewi Arimbi tidak menyahut. Sebaliknya tampak bersikap waspada menghadapi segala kemungkinan.

11

Hidung Tenggiling Kedil kembang kempis. Ternyata memang tercium bau bangkai di situ.

"Aku tahu cara mengatasinya. Sekarang kita hadapi mereka bersamasama...!" kata Wiro Suryo. Tidak seorang pun yang sempat menanggapi kata-kata Tenggiling Kedil. Karena pada saat itu mayat-mayat hidup tersebut telah menyerang mereka dari seluruh penjuru arah.

"Groak...! Hraaagh...!"

Terdengar suara-suara aneh di sanasini. Mayat-mayat hidup yang jumlahnya mencapai ratusan itu menghujani mereka dengan pukulan, tendangan maupun cakaran dengan mempergunakan kuku-kukunya yang panjang.

"Hiyaa...!"

Sambil berteriak keras, Dewi Arimbi tiba-tiba melentik ke udara. Ia berputarputar di sana, lalu ketika tubuhnya meluncur ke bawah. Maka kedua tangannya dihentakkan ke arah mayat-mayat hidup yang mengeroyoknya.

Wuut!

Selarik sinar merah laksana bara melesat dengan cepat ke arah lawanlawannya. Beberapa saat kemudian pukulan yang dilepaskan oleh Dewi menghantam sasaran.

Buum...! "Aaaa...!"

Terdengar jeritan keras. Beberapa mayat hidup jatuh terjungkal dengan sekujur tubuh hangus dan tidak bangkitbangkit lagi.

"Gunakan pukulanmu, Suro!" teriak Tenggiling Kedil. Begitu mendengar aba-aba dari kawannya, maka Pendekar Blo'on sambil menghindari setiap serangan yang datang segera melepaskan pukulan 'Matahari Rembulan Tidak Bersinar'. Ketika pemuda berambut hitam kemerahan-merahan menghentakkan kedua tangannya ke arah mayatmayat itu. Tampak selarik sinar redup menderu keluar dari telapak tangan Pendekar Blo'on. Detik itu juga pukulan yang dilepaskan oleh Pendekar Blo'on menghantam ke arah sasaran.

Glaar! "Hraaakh...!"

Terdengar jerit kesakitan disana sini. Tampak beberapa sosok mayat tergelimpang roboh. Hawa panas yang keluar dari telapak tangan si pemuda itu ternyata membuat mayat-mayat itu tidak dapat bertahan hidup. Setelah mengetahui kelemahan mayat-mayat hidup ini. Maka Suro, Wiro maupun Dewi segera melepaskan pukulan mautnya berulang-ulang. Korban dipihak mayat hidup terus berjatuhan. Tetapi mereka yang masih tetap bertahan tampak menjadi semakin bertambah beringas. Melihat keganasan mereka, Suro Blondo terpaksa mempergunakan jurus 'Kacau Balau' yaitu sebuah jurus khusus menghindar yang diwariskan oleh Malaikat Berambut Api. Suro meliuk-liukkan badannya, setiap langkahnya tidak beraturan. Terkadang tubuhnya terhuyung ke depan atau condong ke belakang. Tetapi terkadang dengan cepat ia menerjang ke depan sambil melepaskan tendangan beruntun ke arah mayat-mayat tersebut.

Duuk!. "Hegkh...!"

Satu dua sosok mayat hidup jatuh terpelanting. Tetapi kawan-kawannya yang berada di samping dan dari belakang menghujani si pemuda dengan seranganserangan menggeledek.

"Hraaakh...!"

"Wadoww...!"

Pendekar Blo'on jatuh tunggang langgang. Pukulan mayat-mayat hidup yang menghantam dada dan punggung serta perutnya, membuat pemuda ini merasa tubuhnya seperti remuk. Walaupun begitu Suro cepat bangkit berdiri. Sementara Tenggiling Kedil entah pergi kemana.

"Sialan. Si pendek malah merat di saat aku dan Dewi sibuk menghadapi bangkai-bangkai berjalan ini." gerutu si pemuda.

Baru saja Pendekar Blo'on mencoba melepaskan pukulannya yang paling ampuh. Pada saat itu pula dari dalam bangunan keluar Tenggiling Kedil dengan membawa obor menyala dengan jumlah besar.

"Sisakan tenaga kalian untuk menghadapi Betina Dari Neraka. Sekarang kita serang mayat-mayat bau ini dengan api!" teriak Wiro Suryo. Seraya kemudian melemparkan api ke tengah-tengah mayat yang mengeroyok Suro dan Dewi.

"Huaaah...!"

Mayat-mayat hidup tersebut berserabutan menyelamatkan diri dari amukan api.

"Melemparkannya pelan-pelan, bocah tua. Salah-salah mengenai diriku!" teriak si pemuda. Ia lalu menangkap salah satu obor yang melayang-layang di udara. Dengan mempergunakan obor menyala tersebut Suro menerjang ke arah lawanlawannya. Setiap sosok mayat yang terkena api, pasti mereka mengeluarkan jeritan aneh. Lalu tubuhnya ambruk dan tidak dapat bangun lagi. Walaupun pasukan mayat hidup ini jumlahnya cukup banyak. Tetapi karena ketiga lawan mereka mengetahui kelemahannya. Maka dalam waktu yang agak lama, mayat-mayat hidup ini terkapar dan kembali ke ujud aslinya.

Sekarang tinggallah lima belas sosok berpakaian serba hitam. Ternyata mereka ini tidak takut api. Kenyataan ini membuat Suro Blondo jadi golang-golengkan kepalanya.

"Tenggiling Kedil, bagaimana ini! Mereka tidak mampus kena api!" kata si pemuda sambil garuk-garuk kepala.

"Ha ha ha...! Tololnya kau. Mereka bukan mayat, tapi manusia hidup seperti kita juga. Hadapilah dengan kemampuan yang kau miliki!" sahut Wiro Suryo.

Dewi Arimbi yang juga sedang menyerang laki-laki berpakaian hitam menjadi geli hatinya. Pemuda yang telah menyita perhatiannya itu terlalu polos dan lugu. Walau kadang-kadang juga memperlihatkan kecerdikannya yang tersembunyi. Bagi Dewi sendiri menghadapi pasukan hitam ini tidak begitu mendapat kesulitan yang berarti. Karena tampaknya kekuatan, baik berupa tenaga dalam maupun ilmu silat yang dimilikinya jauh lebih tinggi dibandingkan lawan-lawannya. Walaupun begitu, untuk tidak membuang tenaga terlalu banyak. Dewi Arimbi kemudian melepaskan selendang yang melilit di pinggangnya yang ramping.

Ctar! Ctar!

Saat Selendang Api melecut di udara. Maka terlihat pijaran bunga api kemana-mana. Selendang itu kemudian meliuk-liuk bagaikan seekor ular. Lalu mematuk ke enam jalan kematian. Melihat keganasan senjata lawannya. Maka pasukan hitam ini mencabut golok besar yang tergantung di pinggang.

Sriing! Bet! Bet!

Laki-laki berpakaian hitam tersebut langsung mengibaskan golok besarnya menyambuti setiap serangan yang datang. Tetapi Dewi bertindak cukup cerdik. Ketika golok-golok lawannya menebas selendang mautnya. Maka ia menarik balik serangan, disaat lawan lengah maka selendang itu berubah kaku seperti pedang. Selendang meluncur deras menghantam perut dan wajah lawannya.

Jless! Praat! "Auukh...!"

Tiga orang laki-laki berpakaian hitam menjerit keras. Perut mereka ada yang tertembus ujung selendang. Dua di antara mereka mukanya hancur terhantam selendang.

Melihat kawan-kawannya berkaparan di atas tanah secara mengerikan. Maka lima orang lainnya dengan garang menerjang ke arah Dewi sejengkal lagi senjata-senjata lawan mencincang tubuhnya. Maka Dewi segera melentingkan tubuhnya di udara. Walau pun begitu salah satu golok lawan masih mengenai betis si gadis.

Sret!

"Akh...!" Dewi Arimbi keluarkan jerit tertahan. Tetapi tanpa menghiraukan rasa sakit di bagian kakinya ia berjumpalitan di udara. Sedangkan selendang di tangannya secepat kilat menghantam dua orang lawan yang terus bergerak mengejarnya. Karena kedua lakilaki itu sedang mengambang di udara, tentu sangat sulit bagi mereka untuk menghindari serangan selendang. Mereka kemudian membabatkan golok dengan maksud menangkis.

Tetapi Selendang Api milik Dewi Arimbi seakan tertahan di udara. Golok kedua laki-laki itu menebas angin, barulah setelah sabetan golok berlalu. Selendang itu meluncur kembali dan bergerak ke dua arah sekaligus.

Clep! Cleep! "Hekh...!"

Kedua anak buah Mustika Jajar ini melotot, suara tercekat karena tenggorokannya tertembus selendang Dewi. Mereka langsung jatuh ke semak-semak. Darah mengucur deras, tubuhnya berkelojotan sebentar kemudian terdiam untuk selama-lamanya.

Sementara itu Wiro Suryo yang juga sedang menghadapi pasukan hitam tanpa mengalami hambatan yang berarti segera menyudahi perlawanan dua orang lawan.

"Sudah bosan aku main-main denganmu. Hiii...!"

Kakek berbadan sangat pendek ini segera berguling-guling ke samping kiri. Lawan mengejarnya dengan sabetan golok bertubi-tubi. Kalaulah Wiro Suryo memiliki kepandaian biasa-biasa saja. Niscaya tubuhnya telah tercabik-cabik terkena sabetan golok. Namun tokoh dari Gunung Sembung ini punya segudang pengalaman di samping memang memiliki ajian 'Suket Sekilen'. Sehingga semakin sulitlah bagi kedua lawannya untuk melukai Wiro Suryo.

Tenggiling Kedil tiba-tiba saja bangkit berdiri. Kemudian ia melompat sejauh dua tombak ke belakang. Di saat itu kedua tangan maupun sekujur tubuhnya telah memancarkan cahaya putih. Itulah ilmu 'Pancar Cahaya' yang tidak ada duanya ini.

"Suuuit. !"

Wiro Suryo bersuit nyaring. Lalu kedua tangannya dikibaskan ke depan.

Wuus!

Detik itu juga meluncur dua larik sinar putih membutakan mata ke arah lawan-lawannya. Karena silau, tentu kedua orang ini melindungi matanya dengan telapak tangan. Mereka baru sadar bahwa maut mengancam jiwa mereka pada saat ilmu pukulan 'Pancar Cahaya' menghantam tubuh mereka.

Buuum! "Aaaa. !"

Jeritan panjang disertai dengan terpentalnya dua sosok tubuh beberapa batang tombak ke belakang. Mereka tewas detik itu juga dengan sekujur tubuh berubah putih macam debu. Di lain pihak Suro Blondo dan Dewi Arimbi juga baru saja selesai mengakhiri perlawanan pasukan hitam. Mereka jelas tampak sangat kelelahan.

"Bagaimana bocah tua. Apakah kau melihat ada manusia setan di dalam bangunan itu?" tanya Pendekar Blo'on serius. Wiro Suryo menggelengkan kepalanya. Suro menggaruk-garuk kepalanya karena bingung. Namun pada saat itulah secara tiba-tiba terdengar bentakanbentakan keras menulikan telinga. Ketiga orang ini serentak berpaling ke arah datangnya suara.

12

Dengan jelas mereka melihat ada tiga sosok bayangan bergerak cepat ke arah mereka. Hanya dalam beberapa detik saja, terlihat ada dua orang laki-laki dan seorang gadis berwajah cantik telah berdiri di depan mereka. Suro Blondo walaupun terkejut, namun tetap berusaha tersenyum.

"Manusia setan dan kekasihnya telah datang. Yang satunya lagi kalau tidak salah adalah Datuk Tabala Muka. Tenggiling Kedil, lihatlah tampang orang bercaping itu. Menurutmu apakah dia bukan sebangsanya siluman juga?" tanya Suro. Sambil bicara ia melirik ke arah Si Burung Bangkai.

"Iblis dan siluman bagiku hampir sama. Mari kita sikat saja!" tegas Tenggiling Kedil. Belum sempat Suro Blondo bicara, Mustika Jajar telah memotong.

"Kalian bertiga merupakan penghalang yang harus dienyahkan dari muka bumi ini. Sejak dulu aku menginginkan kematianmu dan juga kematian gurumu Pendekar Blo'on. Jika gurunya belum aku dapatkan, membunuh muridnya yang tolol pun bagiku sudah merupakan kesenangan tersendiri."

Secepat kilat tanpa disangka-sangka Betina Dari Neraka menyerang Pendekar Blo'on. Tinju kanan kirinya menderu menghantam pelipis dan dada si pemuda. Itulah sebuah jurus 'Gempa Di Lereng Cilawu'. Suro menyadari serangan lawannya ini sangat berbahaya. Sehingga ia segera mempergunakan jurus 'Seribu Kera Putih Mengecoh Harimau'.

"Nguk...! Nguuk!"

Suro Blondo berjingkrak-jingkrak, atau berjongkok sambil berguling-guling. Sesekali ia tampak menggaruk-garuk kepalanya seperti seekor monyet. Kemudian ia melompat ke depan. Tangannya terpentang menyambut tinju lawannya.

Tap! "Heh...!"

Mustika Jajar terkejut. Ia terus mendorongkan tinjunya ke arah lawan, tetapi lawannya tidak bergeming. Dengan licik gadis berpakaian merangsang ini kemudian menghantam perut lawannya dengan lutut terlipat.

Des! "Hekh...!"

Suro Blondo terbungkuk-bungkuk. Perutnya mual bukan main. Ketika ia menarik nafas, maka dari lubang hidungnya tampak darah menetes. Rupanya lawan telah mengerahkan tenaga dalam penuh dalam gebrakan pertama tadi.

Sementara itu Dewi Arimbi sendiri merasa terheran-heran melihat Datuk Tabala Muka malah bergabung dengan Betina Dari Neraka. Ketika bertemu beberapa waktu lalu Datuk Tabala Muka ingin membunuh Mustika Jajar karena dirinya merasa tersaingi, tetapi kini?

"Rupanya kau ular berkepala dua. Katanya kau ingin membunuh manusia setan itu, tidak tahunya kini kau malah menyeberang ke pihaknya." dengus Dewi gusar.

"Ha ha ha...! Waktu itu aku tidak tahu bahwa Betina Dari Neraka adalah murid keponakanku. Setelah kuketahui siapa dia. Maka kini tentu saja aku membelanya sekuat tenagaku!" sahut Datuk Tabala Muka.

"Iblis selamanya tetap iblis, Dewi. Dia tidak bisa berubah menjadi kambing, sapi atau kerbau, apalagi manusia seperti kita. Dia musuh kita yang nyata, mengapa sekarang kita tidak menggebuknya?" ujar Wiro Suryo.

Mendapat aba-aba dari kakek berbadan sangat pendek ini. Tentu saja Dewi tidak mau menunggu lebih lama. Ia segera menyerang Datuk Tabala Muka. Karena menyadari lawannya sangat tangguh. Maka begitu melancarkan serangan Dewi Arimbi langsung mengerahkan jurus-jurus andalannya. Datuk Tabala Muka tertawa mengekeh.

"Aku lebih suka berkelahi dengan gadis secantikmu. Kau pasti masih perawan. Jika kau nanti kalah, maka aku akan mengajakmu bermain cinta sampai kau merengek-rengek minta ampun!" ujar sang Datuk.

"Manusia cabul, makanlah selendangku!" teriak Dewi Arimbi dengan marahnya. Datuk Tabala Muka yang baru saja hendak bicara lagi langsung menutup mulut rapat-rapat. Terlebih-lebih ketika melihat lecutan selendang di tangan lawan menimbulkan percikan bunga api. Dengan cepat Datuk Tabala Muka alias si Burung Bangkai melepas capingnya dan langsung melemparkannya ke arah Dewi. Gadis ini tidak mau mengambil resiko. Segera ia mengerahkan tiga perempat dari seluruh tenaga dalam yang dimilikinya ke bagian selendang. Setelah itu selendang kembali dilecutkan ke arah topi bambu yang melayang-layang mengincar leher Dewi. Topi caping bambu seperti ada kekuatan yang menggerakkannya langsung berkelit. Namun Selendang Api terus bergerak mengejar, hingga akhirnya benturan keras terjadi.

Braak!

Caping bambu milik Datuk Tabala Muka hancur berkeping-keping. Tentu pemiliknya yang memandang enteng lawan jadi terkejut.

"Keparat! Makanlah ini...!" teriak si Burung Bangkai.

Kemudian jari tangannya dirapatkan. Setelah sepuluh jari tangan menyatu. Tubuhnya menerjang ke depan. Sedangkan tangan terus meluncur ke dada Dewi. Serangan ini sangat dahsyat, karena si Burung Bangkai mengerahkan jurus 'Jari Maut Bermata Satu'.

Dewi Arimbi segera dapat merasakan adanya satu tekanan hawa dingin menghimpitnya. Tetapi rupanya Wiro Suryo yang sedang bertarung melawan Perkasa sempat melihat serangan yang dihadapi Dewi. Tenggiling Kedil walaupun sedang repot segera menolong Dewi dengan melepaskan ajian 'Pancar Cahaya' ke arah Datuk Tabala Muka.

"Serangan keji!" dengus Wiro ditujukan pada si Burung Bangkai.

Wuut!

Segulung cahaya putih menderu-deru ke arah Datuk Tabala Muka. Ajian 'Pancar Cahaya' yang melesat dari tangan Wiro Suryo memotong tangan Datuk Tabala Muka. Jika kakek berwajah aneh ini tidak cepat menarik tangannya. Tentu tangan itu buntung atau paling tidak hangus terkena pukulan yang dilepaskan oleh Wiro Suryo.

"Jadah...!"

Si Burung Bangkai mengumpat sambil membanting dirinya ke samping.

Buum!

Terjadi guncangan keras ketika serangan Tenggiling Kedil mengenai tempat kosong.

Sebuah lubang menganga di samping Datuk Tabala Muka. Ia tidak dapat membayangkan apa yang terjadi dengan dirinya jika pukulan tadi menghantam tangan. Sambil memaki-maki dihati, Datuk Tabala Muka bangkit berdiri. Dewi yang selamat dari maut tanpa memberi kesempatan lagi langsung menyerang Datuk Tabala Muka.

Di lain pihak perkelahian antara Mustika Jajar dan Pendekar Blo'on sudah memakan waktu hampir enam puluh jurus. Tampaknya kedua belah pihak sudah samasama terluka. Apalagi ketika itu Mustika Jajar telah mempergunakan senjatanya yang berbentuk aneh macam bulan sabit ini. Senjata itu menderu-deru mengeluarkan sinar menyilaukan. Kemana Pendekar Blo'on menghindar, maka kesitu pula senjata Betina Dari Neraka mengejarnya. Suro merasa mati kutu, ia terus saja mengerahkan jurus 'Kacau Balau' dan jurus 'Seribu Kera Putih Mengecoh Harimau'. Dengan mengerahkan kedua jurus ini, serangan-serangan lawan dapat diatasinya.

Namun tiba-tiba saja Mustika Jajar membentak garang. Serentak tubuh gadis itu berkelebat lenyap dari pandangan mata Suro. Pemuda berambut hitam kemerahmerahan ini segera menyadari bahaya sedang mengancamnya. Untuk itu ketika merasakan sambaran angin dingin di bagian punggungnya. Ia segera melenting ke udara. Tetapi gerakannya itu kalah cepat dengan luncuran senjata Mustika Jajar. Sehingga bagian iganya kena dilukai oleh lawan.

Crees! "Akh...!"

Tanpa menghiraukan sakit yang ia derita. Pendekar Blo'on terus berputarputar di udara. Kemudian ketika tubuhnya meluncur deras ke bawah. Maka ia mengibaskan kedua tangan ke arah sasaran. "'Neraka Hari Terakhir'! Hiya...!" teriak si pemuda.

Buum! "Arkh...!"

Tidak dapat dihindari lagi, Mustika Jajar jatuh terpelanting. Kalau bukan dia yang terkena pukulan itu. Tentu sudah tewas meregang nyawa. Tanpa menghiraukan darah yang mengucur dari sudut-sudut bibirnya. Maka Betina Dari Neraka bangkit berdiri. Tiba-tiba ia tertawa, suara tawanya semakin lama semakin meninggi. Tentu saja Suro jadi terheran-heran. Ia tidak tahu bahwa tawa si gadis sebenarnya cara aneh yang mungkin jarang ditemui di rimba persilatan untuk menyembuhkan luka dalam yang dideritanya.

Ternyata sekejab kemudian memang tampak Mustika Jajar seperti tidak menderita luka dalam. Sekarang ia malah menghimpun tenaga dalam untuk melepaskan pukulan 'Segala Racun Segala Bisa'. Inilah salah satu pukulan maut yang paling diandalkannya. Hanya dalam waktu sekejab kedua telapak tangan Betina Dari Neraka telah berubah menghitam. Suro terkesiap. Namun segera mencabut Mandau Jantan dari balik bajunya. Mandan berwarna hitam dengan empat sisi lubang miring di tengah-tengahnya langsung dikibaskan ke depan.

Terlihat sinar hitam berkelebat. Lalu terdengar suara mendengung disertai rintihan semacam tangis dari senjata itu. Pada waktunya Mustika Jajar telah mengibaskan tangannya ke arah sasaran. Sinar hitam terus meluncur, lalu membentur senjata milik si pemuda.

Wees!

Anehnya begitu pukulan 'Segala Racun Segala Bisa' mengenai senjata milik Suro. Pukulan tersebut seperti menembus ruang hampa. Tidak ada suara ledakan terdengar. Betina Dari Neraka terkejut setengah mati. Kelengahannya yang cuma sebentar ini langsung dipergunakan oleh Suro Blondo. Tubuhnya tiba-tiba meluruk deras ke arah lawan. Sedangkan Mandau Jantan di tangan ia kibaskan.

Betina Dari Neraka sempat terkejut. Ia cepat menggeser tubuhnya ke kiri. Namun ujung Mandau membabat putus tangannya.

Craas! "Akh...!"

Mustika Jajar menjerit tertahan. Ia mengambil putusan tangan yang tergeletak di depannya. Tetapi ketika itu Suro telah berputar. Kembali Mandau berkelebat.

Cres! "Huaakg...!"

Mustika Jajar tampak terhuyunghuyung. Perutnya  robek,  ususnya berbusaian. Gadis itu merasa sekaranglah ajalnya tiba. Tetapi pada saat yang kritis itu sebuah bayangan berkelebat menyambar tubuh Iblis Betina Dari Neraka. Hanya sekejab saja bayangan lenyap, Suro bermaksud mengejar. Namun pada saat itu ia mendengar suara jeritan si Dewi Arimbi. Ketika ia menoleh ke arah datangnya suara. Kiranya ia melihat Dewi yang dalam keadaan tertotok sedang ditindih oleh Datuk Tabala Muka.

Masih memegang Mandau Suro Blondo memburu. Datuk Tabala Muka yang hampir saja dapat merenggut kesucian si gadis memang sempat merasakan sambaran angin dingin di punggungnya. Namun begitu ia menoleh senjata lawan langsung menebas lehernya. Datuk Tabala Muka tidak sempat menghindar lagi. Karena ia begitu terkesima melihat keindahan tubuh Arimbi.

Crees! Dhel...!

Kepala Datuk Tabala Muka langsung menggelinding dan menimpa dada si gadis yang tidak berpenutup apa-apa. Dewi Arimbi menjerit. Suro segera menendang kepala berikut tubuh sang Datuk yang menindih tubuh telanjang Dewi. Suro kemudian membebaskan totokan di tubuh si gadis. Begitu terbebas dari totokan Dewi Arimbi langsung menyambar pakaiannya yang tercabik-cabik. Karena pakaian itu tidak pantas dipakai maka Suro Blondo sambil cengar-cengir memberikan pakaiannya.

"Pakailah! Untung iblis itu tidak sempat membuatmu malu!" kata si pemuda berambut hitam kemerahan. Kemudian ia memandang ke arah Wiro Suryo alias Tenggiling Kedil. Ternyata kakek tua itu sedang berjuang habis-habisan menghadapi Perkasa. Manusia penjelmaan patung itu ternyata mempunyai daya tahan yang sungguh sangat luar biasa.

Dihadapan Perkasa, ternyata Tenggiling Kedil untuk sekian jurus lamanya terpaksa bergerak mundur. Ketika Perkasa mendesak dengan pukulan-pukulan yang mematikan. Ternyata Tenggiling Kedil ini memapakinya dengan sebelah tangan. Benturan keras tidak dapat dihindari lagi.

Duuk!

"Wei... eudan...!" dengus si kakek pendek. Sebenarnya tenaga dalam yang dimiliki oleh pemuda ini tidak lebih tinggi dari tenaga dalam yang dimiliki si kakek. Namun karena tubuhnya yang pendek dan agak kurus. Sehingga ia tidak dapat mempertahankan kuda-kudanya.

Dengan cepat ia bangkit berdiri

lagi.

Ketika itu Perkasa mulai menginjak-

injak dirinya. Bocah tua kerdil ini lalu menggelundung seperti bola kian kemari. "Hiaa...!"

Perkasa berteriak murka karena setiap injakannya hanya menghancurkan batu dan tampak seperti tidak teratur. Tiba-tiba saja laki-laki penjelmaan patung ini melepaskan pukulan dahsyat yang bersumber dari inti api.

"Hei... orang tua pendek jelek! Awas! Lawanmu kelihatannya tidak mainmain. Kau bisa gosong jadi ubi bakar, jika kau tetap membiarkan dia melepaskan pukulan!" Suro Blondo mengingatkan.

"Tidak usah takut. Aku akan menahannya dengan ajian Pancar Cahaya!" sahut si kakek aneh.

Benar saja, ketika sinar merah menderu cepat ke arah Wiro Suryo. Maka sekujur tubuh si kakek berubah putih di selimuti cahaya. Lalu tangannya yang juga telah berwarna putih segera dihentakkannya ke depan

Buum! Buum! "Aaaaa...!"

Terdengar jeritan keras di tengahtengah  suara  ledakan dahsyat yang terjadi. Wiro Suryo terjengkang sambil muntahkan darah kental. Lalu terdengar ledakan lagi. Ketika semua mata memandang ke arah Perkasa. Maka terlihatlah tubuh sosok patung itu hancur berkeping-keping menjadi batu terkena ajian Pancar Cahaya. "Hmm, bukan main-main!" desis Pendekar Blo'on memuji.

Dengan terpincang-pincang Tenggiling Kedil menghampiri dan langsung bertanya.

"Kemana Iblis Betina itu?"

"Dia sudah terluka parah. Tapi seseorang telah menyelamatkannya!" sahut Pendekar Blo'on.

"Pasti perbuatan gurunya!"

"Aku harus pergi! Tidak baik mata tua melihat sepasang muda-mudi yang sedang lirik-lirikan!"

Pendekar Blo'on baru saja mau memaki. Namun ternyata sahabatnya yang super pendek itu telah menghilang dari pandangan mata.

"Pakaian itu cocok denganmu, Rimbi?"

"Jangan menghina, baju jelek begini!"

"Ha ha ha! Yang terpenting bagianbagian yang terbuka dapat ditutupi. Hampir saja kau menjadi pengantin kesiangan Datuk Tabala Muka! Aduh... mana tahan aku membayangkannya!"

Dewi Arimbi cemberut. Lalu dengan wajah memerah ia segera berlalu meninggalkan Suro Blondo.

"Hei... tunggu.... Jangan kau tinggalkan aku...!"

"Hi hi hi! Kalau punya kaki mengapa tidak mengejar?" tantang si gadis sambil tertawa.

"Nantang nih! Awas kalau dapat aku pasti menciummu!" kata si pemuda lalu menyusul Dewi Arimbi.

T A M A T
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar