Raja Silat Jilid 13

 
Jilid 13

Sampai waktu seperti ini mau tak mau ibunya Siauw Ie pun terpaksa siap mengadu jiwa, sepasang golok tipisnya dicabut keluar siap menghadapi musuh.

Mereka bertiga sama-sama memusatkan seluruh perhatiannya menanti serangan musuh selanjutnya, asalkan pintu itu sedikit terbuka maka secara serentakan dan tiba tiba mereka akan melancarkan serangan untuk seIanjutnya menerjang keluar bagaimana kemudian mereka tidak berani berpikir lanjut bahkan memangnya tidak punya waktu untuk berpikir hal itu lebih teliti bagi. "Dak . . . duk . . duk . . . suara gedoran dari Pouw Beng sekali lagi bergema diseluruh ruangan, jika situasi pintu itu agaknya sebentar lagi tidak akan sanggup untuk menerirna gemparan telapak Pouw Beng.

Pada saat yang amat kritis itulah tiba-tiba dari belakang Perkampungan berkumandang bentakan serta suitan yang amat nyaring bagaikan kicauan burung kenari memecahkan kesunyian yang mencekam kemudian disusul dengan suara teriakan si gadis cantik pengangon kambing dengan suaranya yang amat keras.

"Liem Tou koko.” Serunya. ”Tunggu aku sebentar, kau jangan lari begitu cepat.”

Begitu teriakan itu muncul sesaat kemudian suara gedoran di pintu luar menjadi tenang kembali, sedang Liem Tou yang berada didalam ruangan pun dibuat menjadi melengak.

"Liem Tou koko. “Suara teriakan dari gadis cantik pengangon kambing itu berkumandang kembali. “Tadi kamu orang pergi kemana? Aduh..kau membuat aku merasa tersiksa dan menderita hanya karena mencari dirimu”

Dengan omongannya itu dengan amat jelas dia sudah beritahu pada orang lain kalau Liem Tou tidak berada disana. Pouw Beng, Ang in sin pian beserta para jago lainnya yang berada diluar rumah mendengar perkataan itu dengan sangat jelas, kalau memangnya begitu buat apa mereka buang tenaga dan waktu di luar rumah keluarga Lie ini?

"Ayoh jalan.” Suara teriakan yang amat keras segera bergema disana.

Serentetan suara langkah manusia yang amat keras berkumandang kemudian semakin lama semakin perlahan dan akhirnya lenyap dari pendengaran.

Bagaimana secara mendadak gadis cantik pengangon kambing itu bisa muncul di situ membantu Liem Tou lolos dari ancaman bahaya? Kiranya waktu itu sesudah Liem Tou berhasil menerjang keluar dari pintu ruangan Cie Eng Tong antara dirinya segera terjadilah suatu pertempuran yang amat sengit melawan Au Hay Ong Bo itu, karena kepandaian mereka seimbang karena itu untuk beberapa waktu lamanya tidak ada seorang diantara mereka yang menderita kalah.

Au Hay Ong Bo yang di dalam hatinya hanya punya tujuan terhadap Liem Tou seorang, ketika melihat Liem Tou melarikan diri dari dalam ruangan itu bagaimana pun juga membuat pikirannya sedikit bercabang, dengan kesempatan itulah gadis cantik pengangon kambing untuk beberapa saat lamanya berhasil menduduki diatas angin.

Siapa tahu dengan menggunakan kesempatan itulah si Ang in sin pian itu cungcu dari perkampungan Ie Hee Cung sudah melancarkan serangan kembali ke arah si golok naga hijau Sie Piauw tauw, bagaimana pun juga karena usia yang sudah tinggi ditambah lagi kepandalan silatnya memang sudah kalah satu tingkat dari Ang in sin pian itu tidak sampai mencapai dua puluh jurus sekali lagi si golok naga hijau sudah terjerumus kedalam keadaan yang sangat berbahaya.

Muridnya yang tertua Oei Poh ketika melihat suhunya terdesak dibawah angin bahkan keadaannya sangat bahaya segera menerjunkah diri ke dalam kancah pertarungan, pada saat yang bersamaan pula Lie Kian Poo sudah munculkan diri menahan serangannya mau tak mau terjadilah suatu pertempuran yang amat sengit antara Oei Poh dengan Lie Kian Poo.

Waktu semakin lama keadaan dari si goloknaga hijau Sie Piauw tauw semakin babaya lagi, pecut sakti yang berada ditangan Ang in sin pian sudah menutupi seluruh tubuhnya bahkan menekan badannya makin lama semakin berat, setiap saat nyawanya mungkin bisa melayang di bawah serangan cambuk tersebut. Gadis cantik pengangon kambing yang melihat keadaannya itu terpaksa harus melepaskan diri Au Hay Ong Bo untuk memberikan bantuannya.

Di dalam hati Au Hay Ong Bo hanya punya satu tujuan saja yaitu membalaskan sakit hati putri kesayangannya, begitu gadis cantik pengangon kambing itu menghindar ke samping dengan cepat dia merebut keluar dari pintu untuk mengejar Liem Tou.

Setelah gadis cantik pengangon kambing berhasil menolong golok naga hijau Sie piauw tauw itu keluar dari bencana kematian segera terjadilah pertempuran sengit melawan diri Pouw Sak San, tapi sewaktu dilihatnya Au Hay Ong Bo sudah tidak berada dalam ruangan dengan tergesa-gesa dia pimpin si golok naga hijau bersama muridnya turun dari gunung itu.

Sesudah meloloskan diri dari cengkeraman Ang in sin pian inilah dia baru bisa lari kearah Liem Tou dimana tadi melarikan dirinya sedang saat itu bertepatan sewaktu Au Hay Ong Bo menerobos setiap rumah untuk mencari jejak Liem Tou, dengan cepat dia mengerahkan ilmu meringankan tubuh Hui Si Ya In atau terbang layang bagaikan mega meloncat naik ke puncak pohon yang lebat, dari sanalah dia bisa melihat semua pemandangan di dalam perkampungan itu sehingga sewaktu Liem Tou bersembunyi di rumah Lie Siauw Ie orang lain tidak bisa tahu sebaliknya dia bisa melihat semuanya dengan teramat jelas.

Dia terus manyembunyikan dirinya sehingga dilihatnya Pouw Beng menggedor pintu dan Liem Tou di dalam keadaaan yang amat berbahaya, sampai waktu itulah dia baru bersuit nyaring kemudian mengeluarkan kata kata tersebut, dia sengaja berbuat begitu untuk memancing pergi Ang in sin pian serta Au Hay Ong Bo sekalian sehingga dengan begitu Liem Tou memperoleh kesempatan untuk melarikan diri.

Sewaktu Liem Tou tadi mendengar suara seruan dari gadis cantik pengangon kambing itu semula dia dibuat ragu ragu untuk beberapa saat lamanya kini mendengar cungcu sekalian sudah pada bubaran dan mengejar kearah mana datangnya suara tadi pikirnya segera berputar kembali, saat ini dia sudah sadar peristiwa apa yang sudah terjadi, karenanya dengan amat cemas ujarnya kepada Lie Siauw le serta ibunya.

"Pek-bo, cici, aku mau pergi harap Pekbo serta Cici baik- baik jaga diri.”

sambil berkata dia putar tubuhnya siap berlari dari sana. "Adik Tou tunggu sebentar" mendadak Lie Siauw Ie

rnembentak dengan keras menahan kepergiannya.

Liem Tou menjadi bingung dengan cepat ia menoleh kebelakang, terlihatlah Lie Siauw le dengan wajah penuh air mata sedang berlutut di hadapan ibunya memberi mohon dengan suara yang amat pedihnya,

"Ibu, hari ini le jie mau turun gunung bersama sama adik Tou, tentu ibu bisa mengabulkan bukan?"

Mendengar permintaan anaknya ini ibunya Siauw Ie menjadi amat terperanjat tanpa disadari dia sudah mundur setengah langkah kebelakang.

"Kau kau bilang apa?? " tanyanya dengan suara

gemetar sedang pedangnya dengan tertegun memandang wajah Lie Siauw le.

Dalam hati Lie Siauw Ie merasakan hatinya begitu hancur, tapi ketika teringat akan waktu, waktu yang lalu mendesak paksaan dengan paksakan diri sambungnya.

"Ibu, putrimu tahu saat ini kau orang tua merasa sangat terkejut, tapi sikap dari orang-orang keluarga Pouw betul- betul membuat putrimu tidak tahan lagi, jika putrimu berada di sini malah sebaliknya mendatangkan berbagai kesulitan kepada ibu, ini hari aku aku mau turun gunng bersama-sama adik Tou tentunya ibu bisa mengabulkan permintaanku ini,bukan? paling lama satu tahun asalkan kepandaian silat adik Tou sudah berhasil dilatihnya pasti putrimu akan kembali lagi."

Lie hujien ketika mendengar perkataan dari putrinya ini dalam hati betul-betul merasa sangat sedih sekali, selama ini dia hidap bersama-sama dengan Lie Siauw Ie sudah tentu tidak akan reIa ditinggal pergi oleh putrinya, tanpa terasa air matanya sudah meleleh keluar dengan derasnya, sambil bungkam seribu bahasa dia gelengkan kepalanya.

Tetapi bagaimana pun juga perasan seorang ibu jauh lebih tajam dan mengerti akan perasaan putrinya, cintanya terhadap Lie Siauw Ie boleh kata cinta yang muncul dari dasar lubuk hatinya, kini melihat dia bersama Liem Tou memangnya sepasang manusla yang setimpal walaupun di dalam hati dia merasa seperti diiris-iris tanpa terasa gelengkan kepalanya sudah berubah anggukkan tanda setuju sedang pada airmukanya pun muncul senyuman yang amat manis, sahutnya dengan suara yang rendah.

"Kalian pergilah, asalkan kalian berdua bisa berkumpul menjadi satu, hatiku sudah merasa amat gembira.”

Dengan wajah penuh air mata Lie Siauw le mendongakkan kepalanya memandang wajah ibunya yang amat ramah dan kasih penuh kasih sayang itu, mendadak sepasang tangannya sudah menubruk sepasang lutut ibunya.

"Oooh . . . ibu, wajahmu mengapa bisa berubah menjadi begini rupa?" teriaknya sambil menangis tersedu sedu "Kau bukannya sedang tertawa sungguh-sungguh, aku tidak akan pergi, tidak jadi pergi, kau jangan salahkan aku"

Perasaan antara cinta kasih ibu dengan anak yang mucul secara tiba-tiba membuat Lie-si tidak kuat menahan gejolak hatinya, dengaa cepat dia merangkul badan Lie Siauw le sembari menangis dengan amat sedihnya, untuk beberapa saat lamanya dia tak sanggup untuk mengucapkan sepatah katapun. Waktu itu Liem Tou yang melihat sikap mereka ibu beranak, tanpa terasa juga meneteskan air matanya, teringat olehnya keadaan dirinya yang sejak kecil sudah ditinggal mati oleh kedua orang tuanya, segera dia mendorong pintu sambil ujarnya kepada mereka berdua.

"Pek bo, cici aku mau pergi dulu."

Sehabis berkata dia putar tubuhnya kembali berlari keluar.

Baru saja berjalan dua langkah dari tempat semula mendadak Lie Siauw Ie dengan wajah penuh air mata mendongak keatas.

"Cici." teriaknya dengan suara yang menyedihkan sekali. Mendengar suara panggilan yang penuh perasaan duka itu

Liem Tou hanya merasakan hatinya diiris-iris dengan pisau tajam tubuhnya yang bergerak maju dengan sendirinya tertahan kembali ketempat semula. Dengan pandangan penuh perasaan sedih dia memandang wajah Lie Siauw le lama sekali mereka berdua saling berpandang-pandangan. Agaknya di dalam hati mereka berdua siapa pun tidak ada yang mau berpisah kembali hal ini bisa dilihat dari sinar mata mereka yang penuh kesedihan.

Lie-si yang melihat keadaan mereka dari samping dalam hatinya serasa tergetar amat keras sekali, pikirnya diam-diam.

"Kenapa aku harus berbuat demikian kejam? Sudah jelas cinta mereka berdua sudah mencapai pada titik puncak, sekali pun le-jie amat ku sayangi tapi bagaimana aku bisa berbuat demikian sehingga mereka berdua menjadi berpisah kembali?? Apalagi perkataan dari le-jie tadi memang ada betulnya, kenapa aku bisa berbuat demikian tolol”

Berpikir sampai disitu segera dia melepaskan kembali rangkulannya pada diri Lie Siauw Ie.

"Liem Tou." teriaknya sembari mengangkat kepalanya memandang tajam ke arah Liem Tou, "Kau tunggulah sebentar, aku ada perkataan yang hendak kusampaikan kepadamu"

Waktu ini perasaan cinta kasihnya sudah berubah menjadi kemantapan dengan demikian air muka yang sangat angker pun berubah menjadi penuh kewibawaan.

"Liem Tou" sambungnya kembali. "Aku tahu sifatmu sangat jujur dan merupakan seorang yang bisa dipercaya. Mulai saat ini juga aku akan serahkan Siauw Ie kepada dirimu walau pun dia jauh lebih tua dua tahun dari dirimu tapi bagaimana pun juga dia masih merupakan seorang gadis suci, sesudah turun gunung kau harus betul-betul jaga dan melindungi dirinya.

Semoga saja sejak kini kau bisa berlatih ilmu silat lebih giat lagi sehingga bisa kembali ke atas gunung secepat mungkin agar aku yang menunggu pun tak usah menanti Iebih lama lagi"

"Ibu aku tidak jadi pergi " teriak Lie Siauw Ie kemudian sesudah mendengar omongan ibunya ini.'Aku mau tinggal disini untuk mngawani ibu hidup hingga akhir jaman."

Cinta kasih serta keagungan dari kasih sayang seorang ibu walau pun harus berbuat bagaimana pun rela berkorban demi putrinya yang tercinta.

“Boanpwee takkan membiarkan Ie cici diganggu”

"Ie jie, kau harus dengar omonganku " ujarnya lagi dengan penuh rasa sayang. "Kau bisa pergi bersama-sama Liem Tou hal ini sudah menjadi keinginanmu, apalagi dnegan berbuat begini kau akan lolos dari siksaan orang-orang keluarga Pouw, kau bisa lolos dari bencana sudah tentu ibumu pun ikut bergembira. Pergilah, ibumu masih bisa menjaga dan mengurusi diriku sendiri. Ie-jie, kau tak perlu kuatir lagi”

Lie Siauw Ie hanya bisa menundukkan kepalanya saja sambil melelehkan air mata, sepatah kata pun tak bisa diucapkan kembali. Liem Tou yang berdiri disamping melihat dia tak berbicara lagi segera tahu kalau Lie Siauw Ie sudah menyetujui untuk pergi bersama-sama dia, karena itulah dengan sangat hormat sekal dia bungkukkan diri didepan Lie si untuk memberi hormat.

“Pekbo, harap kau berlega hati” ujarnya dengan penuh perasaan hormat.

“Sekali pun tubuh boanpwee hancur lebur pasti akan melindungi keselamatan Ie-cici. Boanpwee tak akan membiarkan Ie-cici diganggu orang lain sehingga mendapatkan cidera, bilamana Ie-cici terjadi urusan silahkan pekbo cari boanpwee untuk dimintai pertanggungjawaban”

Melihat perkataan dari Liem Tou yang penuh semangat dan lucu itu tanpa terasa Lie-si sudah anggukkan kepala sembari tertawa.

“Begitu pun juga baik,” sahutnya sambil tersenyum, “Keadaan di dalam dunia kangouw sangat berbahaya sekali, orang-orang banyak yang licik dan kejam jauh berbeda dengan di rumah, sehingga jangan sampai terjerumus ke dalam lembah kehinaan. Nah..sekarang kalian cepatlah pergi.”

Sekali lagi Liem Tou bungkukkan badan memberi hormat sembari tambahnya.

“Cukup Pekbo tunggu satu tahun saja, boanpwee serta Ie- cici tentu akan kembali ke perkampungan untuk menyambangi diri Pekbo”

Segera dia menarik tangan Lie Siauw le dan ujarnya. "Cici waktu sangat mendesak sekali kita tak bisa buang-

buang waktu kembali, ayoh jalan."

Lie Siauw Ie tak memberikan jawabannya mendadak dia jatuhkan diri berlutut dihadapan ibunya kemudian mengangguk-anggukkan kepalanya memberi hormat lama sekali baru panggilnya. “Ibu…” perkataan selanjutnya tak sanggup diucapkan kembali.

Waktu Liem Tou benar-benar merasakan waktu yang amat mendesak dia tak berani menunda waktu kembali, dengan sekuat tenaga ditariknya badan Siauw le untuk bangkit kemudian meninggalkan tempat itu dengan cepat.

Waktu itu Lie si pun ikut bantu mendesak Lie Siauw le agar cepat meninggalkan tempat itu sampai saat itulah dengan perasaan berat ia baru bangkit berdiri, satu Iangkah bergerak maju satu kali menoleh kebelakang, dengan perasaan hati yang amat berat dia mengikuti diri Liem Tou meninggalkan tempat itu.

Begitu sampai di luaran segera dia tahu kalau orang-orang yang mengepung di sekeliling tempat itu sudah dipancing itu gadis cantik pengangon kambing ke perkampungan bagian belakang, dergan begitu jika dia mau turun gunung haruslah melalui tiga tempat rintangan maut yang berada di depan.

Diam-diam pikirnya dalam hati.

"Dengan kepandaianku pada saat ini untuk melewati sungai kematian serta tebing maut mungkin masih sanggup tapi jembatan pencabut nyawa itu. . ."

Tapi urusan sudah sampai begitu rupa walau pun di dalam hati dia tahu tidak punya pegangan yang kuat terpaksa dengan menempuh bahaya harus dicoba juga.

Sesudah mengambil keputusan di dalam hatinya, dengan menggandeng tangan Lie Siauw Ie dia melanjutkan perjalanannya kedepan. “Cici, ayoh jalan," teriaknya.

Saat ini malam hari sudah menjelang datang cuaca amat gelap sehingga sukar melihat tempat jauh. Liem Tou serta Lie Siauw le segera melayangkan badannya ke depan menuju ke gunung bagian depan. Tidak selang beberapa lama sampailah mereka berdua ditepi jembatan pencabut nyawa.

"Cici " Tanya Liem Tou dengan suara perlahan.: "Sungai kematian serta Tebing maut sudah sukar untuk menahan diriku, tapi Jembatan pencabut nyawa ini keadaannya memang sungguh luar biasa bahayanya, cukup tidak tenang sedikit saja badan kita bisa hancur ditelan dasar jurang yang teramat dalam itu, bagaimana baiknya kita melewati tempat ini?"

“Adik Tou " sahut Lie Siauw Ie sembari menghela napas panjang. "Sejak kau meningalkan atas gunung waktu itu di dalam hatiku sudah punya maksud untuk turun gunung mencari dirimu. Jien Cui cici pernah memberi pelajaran ilmu meringankan tubuh kepadaku mungkin kini sudah bisa digunakan untuk melewati tempat ini, biarlah aku lewat dulu."

Liem Tou yang mendengar perkataan dari Lie Siauw Ie ini segera tahu bahwa sekali pun ilmu meringankan tubuhnya sudah mendapatkan kemajuan tapi selama ini belum pernah sungguh-sungguh mencoba untuk melewati jembatan pencabut nyawa ini, karenanya dengan perasaan tidak tenan jengahnya.

“Cici tempat ini bukanlah tempat untuk main-main biarlah adik Tou mencoba terlebih dulu”

"Tadi dia sudah bilang tak punya pegangan jika.. "

Berpikir sampai disini tanpa terasa lagi Lie Siauw Ie sudah menghembuskan napas dingin, dengan cepat ujarnya.

"Jangan... jangan. . Iebih baik kita cari cara yang lain saja untuk turun gunung ."

Dengan perkataan Lie Siauw Ie ini agaknya Liem Tou sudah dibuat ragu-ragu juga oleh kemampuan dirinya untuk balik ke perkampungan bagian belakang sudan tidak mungkin terjadi apalagi satu satunya jalan baginya sekarang untuk meloloskan diri hanya jalan ini saja membuat hatinya seketika itu juga dibuat bingung sekali.

Tapi ketika mengingat kekejamam dari Au Hay Ong Bo serta si Ang in sin pian itu Cung cu dari perkampungan le Hee Cung hatinya jadi mantap kembali, segera dia maju ke pinggir jembatan siap untuk menyeberanginya.

Melihat hal itu Lie Siauw Ie menjadi terperanjat. "Adik Tou, jangan" teriaknya dengan keras.

Tetapi Liern Tou sudah pusatkan tenaga dalamnya, dengan satu kali loncatan dia telah meloncat ke atas kawat baja yang menghubungkan tebing yang satu dengan tebing yang lain ini, dengan menutulkan kakinya bagaikan burung walet Liem Tou sudah berhasil menyeberangi jembatan pencabut nyawa itu.

Lie Siauw Ie menjadi sangat girang sekali, dengan cepat dia bergerak siap menyeberangi juga jembatan itu,

"Cici tunggu dulu," mendadak Liem Tou berteriak dengan keras.

Dengan dua kali loncatan dia berbalik kembali ke sisi Siauw le, sambungnya lagi. "Beruntung aku bisa melewati jembatan ini tapi cici dapat menyeberangi atau tidak belum bisa ditentukan sekarang.Kini aku sudah dapatkan cara harap cici mau mencobanya terlebih dulu, bisa menyeberangi atau tidak dapat kita ketahui.”

Siauw Ie menjadi sangat heran, dengan perasaan ingin tahu dia pandang wajah Liem Tou, lama kemudian barulah tanyanya.

"Kau punya cara apa untuk mengetahui aku bisa menyeberangi jembatan ini atau tidak ?”

"Itu soal gampang," sahut Liem Tou sembari tersenyum. "Asalkan ilmu meriangankan tubuh cici bisa mengalahkan ilmuku sudah tentu cici bisa menyeberangi tempat ini. Sekarang baiklah kita masing masing meloncat ke atas sekali, jika cici bisa meloncat !ebih tinggi dari diriku itu tandanya ilmu cici lebih tinggi dari diriku.”

"Baiklah" sahut Lie Siauw Ie menyetujuinya.

Demikianlah mereka berdua segera mengerahkan tenaga dalamnya untuk kemudian bersama sama meloncat ke atas udara.

Dengan loncatan ini segera terlihatlah kalau Lie Siauw Ie ternyata bisa meloncat sama tingginya dengan loncatan Liem Tou hal ini menunjukkan kalau kepandaian ilmu meringankan tubuh dari Lie Siauw Ie memang seimbang dengan kepandaiannya Liem Tou membuat dalam hati mereka berdua diam-diam merasa amat girang sekali.

Pada saat mereka sedang merasa gembira itulah mendadak

. . . dari ujung jembatan pencabut nyawa sebelah sana secara samar samar berkumandang datang suara manusia yang makin lama semakin mendekat.

“Hmmm . hmmm .. . bangsat Hek Loo jie dari Siok-to siang Moo ternyata begitu berani mencari gara-gara dengan partai Kiem Thian Pay kita, ini hari dia dapat loloskan diri boleh dikata keuntungan yang besar bagi dirinya,

hmmm . . . "

Mendengar perkataan itu Liem Tou serta Lie Siauw Ie menjadi amat terkejut, tanpa terasa lagi mereka berdua sudah mengeluarkan suara tertahan, masing-masing segera meloncat ke samping batu batu cadas dan menyembunyikan dirinya.

Beberapa saat kemudian dari bawah tebing kelihatan meluncur datang beberapa sosok bayangan manusia yang amat cepat, ditinjau dari gerakannya yang begitu ringan dan lincah sudah jelas kalau mereka merupakan jagoan yang berkepandaian sangat tinggi dan terkenal di dalam dunia kangouw saat ini, saat ini jarak mereka dengan tempat persembunyian Liem Tou masih sangat jauh sehingga sangat sukar untuk melihat jelas wajah mereka.

Perlahan-lahan beberapa sosok bayangan itu makin mendekat lagi akhirnya sudah tiba di ujung jembatan pencabut nyawa itu, saat inilah Liem Tou baru melihat mereka ternyata adalah si Soat Hu Li serta Song beng Lan sekalian dari Kiem Thian Pay.

"Cici" ujarnya kemudian kepada Lie Siauw Ie dengan suara yang amat lirih.

"Mereka-mereka itu semua adalah jago-jago dari Kiem Thian Pay yang berpusat di daerah Au Hay, orang orang itulah yang ditugaskan oleh Au Hay Ong Bo untuk datang menawan diriku."

"Adik Tou" tanya Lie Siauw Ie dengan parasaan heran. "Bagaimana kau bisa kenal dengan orang orang itu ? Jika didengar dengan perkataan siluman tua itu agaknya kau pernah mematikan putrinya, sebetulnya kau sudah terjadi urusan apa ?"

Ditanyai begitu oleh Lie Siauw Ie seketika itu juga mengingatkan Liem Tou atas peristiwa yang terjadi, dengan perasaan amat gusar sahut nya.

"Hmmm . . kurang sedikit budak anjing itu menyebabkan nyawaku hilang ditangannya, karena dia membuat jago-jago dari golongan Pek-to maupun Hek- to pada mencari diriku, bukan saja dia sudah kurung aku di dalam sebuah gua yang siang malam tidak melihat udara di tengah gunung Ngo Lian Hong bahkan sering dia pukul hingga aku terluka parah, akhirnya aku kirim satu pukulan maut yang mencabut nyawanya sehingga dendamku selama ini bisa kubalas.”

"Adik Tou" ujar Lie Siauw Ie sembari menghe!a napas perlahan. 'Sejak saat itu kau turun gunung, siang malam aku selalu memikirkan keselamatan dirimu tidak kusangka kau betul-betul menemui kesulitan dan berbagai siksaan yang begitu hebat. Heei . ."

Dengan peruh kemesraan Liem Tou memeluk pinggang Lie Siauw Ie, ujarnya dengan nada penuh kasih sayang.

"Cici, aku pun selalu merindukan diri cici sejak aku dengar berita yang mengatakan cici menjadi gila, aku.. tahukah.. adikmu menjadi sedih sekali, hanya aku gemas tidak punya sayap sehingga bisa cepat terbang ke sisi cici dan melihat keadaan yang sesungguhnya."

"Waktu itu aku hanya pura-pura gila," sahutnya sembari tersenyum. "Saat itu aku betul-betul galak sekali, orang-orang keluarga Pouw yang tidak tahu malu itu setiap hari datang ke rumah ku mendesak ibuku agar aku dijodohkan dengan Pouw Siauw Ling, karena gusarnya aku terus saja pura- pura menjadi gila dan kasih hajaran pada mereka, jika bukannya saya mau dengar omongan ibuku serta Jien Coei cici hendak ngasih hajaran mereka dengan senjata rahasianya Cu Gien Ciam."

Setelah mendengar kisah inilah Liem Tou baru sadar kembali kejadian apa yang sudah terjadi.

Saat ini si Soat Hu Li serta Song Beng Lan sudah berhasil melewati jembatan Pencabut nyawa itu dan melanjutkan perjalanan mereka menuju ke dalam perkampungan le Hee Cung.

oooXooo 9

Sesudah melihat bayangan mereka sekalian lenyap dibalik perkampungan barulah Liem Tou berani munculkan dirinya, sembari menarik tangan Lie Siauw Ie ujarnya.

"Cici, meminjam kesempatan tidak ada orang yang menyeberangi jembatan in marilah kita cepat berlalu” Kedua orang itu dengan cepat meloncat bangun dan berdiri menuju ke tepi jembatan.

“Cici”ujar Liem Tou kembali. “Kau meloncatlah terlebih dulu tapi harus berhati-hati”

“Tidak” bantah Lie Siauw le dengan cepat. “Kau menyeberanglah terlebih dulu.”

Siapa tahu perkataan ini diucapkan dari dalam Perkampungan secara tiba- tiba berkumandang datang beberapa kali suitan yang amat nyaring dan memekikkan telinga kemudian disusul dengan suara suitan yang saling susul-menyusul dari segala penjuru.

Dengan cepat Liem Tou menoleh ke belakang terlihatlah sinar obor yang terang benderang sudah mulai muncul di seluruh penjuru sekitar perkampungan itu kemudian dengan cepat bergerak menuju ke arah mereka berada bahkan di depan gerombolan orang-orang yang membawa obor itu berkelebat sesosok bayangan putih yang amat jelas sekali.

Dibelakang bayangan putih itu muncullah berpuluh puluh bayangan hitam yang mengejar dari belakangnya gerakan mereka ketat cepat bagaikan bertiupnya angin taupan, hanya di dalam sekejap saja titik-titik hitam itu sudah mula mendekat.

Segera Liem Tou menjadi sadar kembali bahwa mereka- mereka itu pastilah orang orang yang sedang mengejar diri gadis cantik pengangon kambing yang memakai pakaian warna putih itu, tanpa terasa lagi dia menjadi sangat terkejut, perasaan terperanjat ini bukanlah dikarenakan kuatir atas keselamatan gadis cantik pengangon kambing itu melainkan karena arah yang dituju mereka semua justru mengarah dimana kini dia berdua berada.

Dia tahu walau pun usia dari gadis cantik pengangon kambing itu masih sangat muda tapi kepandaian silatnya betul-betul sudah mendapatkan warisan dari ayahnya Lie Loo jie, ayahnya Lie Loo jie terbukti bisa melawan

Thian Pian Siauw cu dengan seimbang sudah tentu Au Hay Ong Bo tidak mungkin berhasil melukai dirinya.

Tapi yang membuat pikirannya menjadi bingung adalah arah yang jurusan mereka tempuh, jika mereka berdua tidak lekas-lekas meninggalkan tempat ini pastitah jejak mereka segera akan ditemukan, sampai waktu itu sudahlah mesti tidak mungkin baginya untuk melarikan diri.

Berpikir sampai disini tanpa berpikir lebih panjang lagi dengan cemas teriaknya.

“Cici, mereka sudah datang, kalau kau tidak mau lawan terlebih dulu baiklah aku yang menyeberangi dulu."

Sehabis berkata segera dia pusatkan tenaga dalamnya kemudian meloncati Jembatan Pencabut nyawa itu.

Tanpa mereka duga sesosok bayangan hitam sejak tadi sudah mengincar diri mereka bahkan semua perkataan yang mereka berdua katakan

sudah didengar olehnya, orang itu dengan rapatnya menyembunyikan dirinya di samping Liem Tou berada di tengah jembatan baru melancarkan serangan mengganggu dirinya.

Orang yang sembunyi di sisi jembatan pencabut nyawa itu bukan lain adalah salah satu anggota dari Siok to Siang Mo, Hek Loo-jie adanya.

Tadi sesudah dikejar oleh Soat Hu Li serta Song Beng Lan sekalian dari Kiem Thian Pay sehingga memaksa dia melarikan diri turun gunung dengan cepat dia menyelinapkan dirinya di suatu tempat kegelapan, dengan tidak perduli hubungan persaudaraan selama tiga tahun lamanya dia menyiksa dan menganiaya Hek Lotoa hanya bertujuan merebut kitab pusaka To Kong Pit Liok, ternyata sebelum dia peroleh sudah keburu didapatkan oleh Liem Tou, sudah tentu saat ini dia tidak rela meninggalkan puncak gunung Ha Mo San ini begitu saja.

Menanti sesudah beberapa orang jago dari Kiem Thian Pay ini naik kembali ke atas gunung dengan perlahan barulah dia meloncat keluar dari tempat persembunyiannya untuk selanjutnya meloncat ke pinggir tebing di samping Jembatan pencabut nyawa tersebut.

Saat itulah secara tiba-tiba dia merasa di samping jembatan ada orang yang sedang bersembunyi, dengan cepat dia menyingkir ke samping untuk melihat jelas orang tersebut.

Tak terkira girang hatinya setelah diketahui mereka ternyata adalah sepasang muda-mudi yang tidak bukan adalah Liem Tou serta Lie Siauw Ie. Diam-diam dalam hatinya mulai mengambil perhitungan, pikirnya:

“Hmmm..kali ini jika itu kitab pusaka To Kong Pit Liok sekali lagi lolos dari tanganku maka bangsat cilik she Liem itu harus dimusnahkan agar itu kitab pusaka untuk selamanya terkubur di dasar jurang "

Begitulah ketika dilihatnya Liem Tou sudah berada di tengah jembatan Pencabut nyawa itu secara tiba-tiba dia tertawa tergelak dengan amat kerasnya.

"Hey Liem Tou "teriaknya dengan berang. “Kali ini aku mau lihat kau lolos tidak dari cengkeraman aku orang tua."

Bersamaan suara bentakan tersebut Hek Looji meloncat keluar dari tempat persembunyiannya kemudian meloncat ke atas rantai jembatan pencabut nyawa itu siap menghadapi serangan musuh.

Munculnyr Hek Looji secara mendadak ini membuat Liem Tou betul-betul merasa amat terperanjat, bila Lie Siauw Ie yang berada di belakangnya begitu dilihatnya Hek Looji muncul secara tiba-tiba menghalangi kepergian mereka segera menjerit keras. "Adik Tou cepat kembali ... adik Tou cepat kembali..."

Liem Tou seudiri juga tahu kalau Hek Looji sedang menghalangi perjalanan mereka, segera dia tarik napas panjang untuk memberatkan badannya di atas kawat sedang dalarn hati diam-diam mulai mengambil keputusan.

Dia tahu jika saat itu Hek Looji melancarkan serangan ke arahnya, bagi dirinya tempat untuk menghindarkan diri tidak mungkin ada bahkan jika menerima serangan musuh dengan keras lawan keras hal ini akan mengakibatkan berat badannya semakin bertambah sehingga kemungkinan kawat yang diinjak akan putus.

Didalam keadaan yang amat kritis itulah suatu pikiran berkelebat didalam hatinya, tanpa berpikir panjang lagi dia sudah mengikutr suara teriakan dari Lie Siauw le, tubuhnya dengan cepat meloncat ke atas udara kemudian bersalto beberapa kali, ujung kakinya menutul kawat rantai siap meloncat balik ke tempai semula.

Dengan gerakannya ini sama saja suatu kesalahan di tambah lagi dengan kesalahan yang lain, segera terdengar Hek Looji tertawa keras sambil bentaknya."

"He he he .. Liem Tou, jika kau betul-betul berani meloncat ke sini kemungkinan karena memandang pada itu kitab pusaka To Kong Pit Liok aku tidak akan sampai mencelakai nyawamu, tapi kini kau malah balik ke arah sebelah sana, kau jangan salahkan hatiku terlalu kejam. Hey Liem Tou , ini hari pada setahun lagi merupakan ulang tahun kematianmu yang pertama, he he . pergilah."

"Cring .." Suatu suara yang sangat nyaring segera berkumandang dari bawah kaki Liem Tou.

Mendengar suara itu Liem Tou menjadi sangat terperanjat, dalam anggapannya tentu Hek Loo jie sedang menyambit senjata-senjata rahasia yang amat berbisa, tubuhnya dengan cepat melompat ke tengah udara untuk kemudian melayang kembali ke tempat semula.

Pada saat itulah dia memandang ke bawah, terlihatlah kegelapan di bawah kakinya gelap gulita kawat rantai yang semula terbentang di bawah kakinya kini sudah lenyap tanpa bekas, yang ada hanyalah suatu jurang yang dalamnya sampai tak tampak dasarnya.

"Celaka!” teriaknya dengan keras.

Dengan cepat dia menarik hawa murninya dalam pusar, walaupun kini kawat sudah terputus, dia tetap berusaha untuk bersalto dan berjumpalitan ditengah udara.

Apa daya kemauan ada tapi tenaga kurang, apalagi jarak dimana dia kini berada dengan tepi tebing ada berpuluh puluh kaki jauhnya, tubuhnya dengan cepat meluncur ke bawah dengan kecepatan yang luar biasa.

Melihat keadaan dari Liem Tou, Lie Siauw le merasa betul- betul seperti disambar petir, tanpa terasa lagi dia sudah berteriak amat keras.

"Adik Tou..Adik Tou !"

Teriaknya belum sampai terdengar, Liem Tou dengan menggunakan tenaganya yang terakhir juga sedang berteriak.

"Cici..! "

Tapi kata cici yang terakhir sudah berkumandang keluar dari dalam jurang yang dalamnya puluhan kaki dari atas tebing.

Perubahan yang terjadi secara taba-tiba itu membuat Lie Siauw le seketika itu juga kehilangan kesadarannya, di tengah suara tertawa Hek loo jie yang amat keras itu sekali lagi teriaknya.

"Adik Tou .. adik Tou .. " Tubuhnya dengan cepat berkelebat terjun ke dalam dasar jurang yang sangat dalam itu.

Pada waktu Lie Siauw le terjun kedalam jurang menyusul diri Liem Tou itulah dari tepi jurang secara mendadak berkumandang suara bentakan yang sangat nyaring disusul dengan berkelebatnya bayangan putih yang amat cepat melayang kedalam jurang, hanya di dalam sekejap saja bayangan itu sudah lenyap dari pandangan.

Menanti Au Hay Ong Bo serta Ang in sin pian sekalian tiba di tepi jurang terlihatlah suasana di dalam jurang sudah berubah tenang kembali, diantara mereka hanya Au Hay Ong Bo seorang saja yarg memiliki kepandaian silat paling tinggi masih sempat melihat sesosok bayangan putih yang berkelebat dengan amat cepatnya kemudian lenyap.

Keesokan harinya, berita kematian Liem Tou, Lie Siauw Ie serta gadis cantik pengangon kambing yang binasa di dasar jurang tepi Jembatan pencabut nyawa dari sekarang tersebar kepada orang yang lain, tidak sampai satu dua jam seluruh perkampungan Ie Hee Cung sudah tahu akan berita tersebut.

Lie si itu ibunya Lie Siauw le sejak ditinggal pergi oleh puterinya berserta Liem Tou selama semalaman sudah merasa sedih kini mendengar kematian mereka berdua di dasar jurang seperti juga guntur yang menyambarnya disiang hari bolong.

Semula dia masih tidak mau percaya atas berita itu, tetapi sesudah melihat dengan mata kepala sendiri kalau rantai jembatan pencabut nyawa itu betul-betul sudah putus barulah dia mau percaya dengan berteriak keras dia sudah jatuh tak sadarkan diri.

Akhirnya walau pun berhasil ditolong oleh orang lain tapi tetap tak mau meninggalkan tempat itu. Selama tiga hari tiga malam lamanya dia terus menangis saja, bila bukannya ada orang yang menjaga di sampingnya mungkin sejak semula dia sudah ikut terjunkan diri ke dalam jurang menyusul putrinya. Sampai hari keempat tangisan dari ibunya Lie Siauw le sudah mulai serak sedang air matanya pun sudah kering, karena itulah sepasang matanya menjadi buta. Pada hari kelima dia meninggal dunia dengan tenang semua rakyat di dalam perkampungan tidak ada yang merasa sedih dan menghela napas atas peristiwa ini.

Kira balik kepada Liem Tou yang menggunakan tenaganya yang terakhir berteriak "Cici” tubuhnya dengan cepat bagaikan kilat meluncur ke kebawah dengan amat santarnya.

Waktu ini dia merasakan angin dingin yang menyambar badannya hingga menusuk ke tulang sumsum, pada waktu itu dia tidak sanggup membuka matanya hanya di dalam hati secara diam-diam dengan sedih menghela napas panjang.

“Habislah sudah, kali ini habislah sudah diriku!”

Tetapi walau pun dia tidak punya harapan lagi untuk hidup di dalam benaknya masih pikirkan suatu keinginan untuk meloloskan diri dari bencana ini.

Tanpa terasa lagi semangatnya menjadi berkobar kembali dengan paksakan diri dia pentangkan matanya lebar-lebar.

Mendadak pandangan matanya terbentur dengan berjuta- juta bintang yang memancarkan sinar gemerlapan di angkasa, hatinya menjadi teramat heran, pikirnya.

“Waktu ini aku sedang jatuh ke dalam jurang dan meluncur dengan cepatnya mengarah dasar jurang yang amat curam, darimana datangnya bintang-bintang di hadapanku ini?”

Pada waktu pikirannya sedang berputar itulah cepat cepat dia tutup semua pernapasannya diikuti suatu gerakan yang amat keras sekali.

Liem Tou hanya merasakan punggungnya terbentur dengan benda yang amat keras sehingga menggetarkan seluruh isi badannya, pandangannya menjadi kabur dan berkunang- kunan ketika itu juga dia jatuh tidak sadarkan diri. Entah lewat beberapa waktu lamanya, di tengah pingsannya dia merasakan pinggangnya teramat sakit sehingga dia menjadi sadar kembali tanpa bisa mencegah darah segar segera memancar keluar dari mulutnya dengan amat keras.

Waktu itulah dia baru sedikit merasakan badannya menjadi segar, perlahan lahan suaranya dipentang lebar-lebar dan memandang keadaan sekeliling tempat itu. Terlihatlah tepat disisi dimana dia berbaring terdapatlah sebuah sungai lebar yang airnya mengalir dengan amat deras, bilamana dirinya terjatuh tepat di atas sungai apa yang akan terjadi selanjutnya? hal ini

membuat Liem Tou merasa bulu kuduknya pada berdiri.

Perlahan-lahan dia merangkak bangun dari atas batu cadas, dimana tadi dia berbaring kemudian memandang keadaan sekitar tempat itu.

Terlihatlah dua buah puncak yang amat tinggi mengelilingi suatu lembah yang sempit, pohon rotan tumbuh dengan lebatnya diseluruh tebing sehingga menyerupai naga yang sedang berkelompok ditambah dengan suara teriakan kera- kera, pemandangannya sangat indah sekali.

Melihat pemandangan ini Liem Tou yang baru sadar dari pingsannya menjadi termangu-mangu.

“Tempat manakah ini?” pikirnya dalam hati.

Mendadak dalam ingatannya berkelebat suatu syair dari penyair terkenal" Lie Thay Pak” didalam syairnya "Ha Kiang Ling" yang memuat kata-kata.

“Suara kera saling sahut-menyahut memenuhi dua tebing, perahu layar berdayung melalui gunung curam".

“Apa mungkin aku sudah sampai di selat Sam Shia?? kalau begitu gunung yang berada di depan pastilah gunung Wu San.?” Dia pandang sebentar keadaan cuaca, awan berkumpul dan bertumpuk-tumpuk amat tebal meinbuat cuaca agak gelap sehingga mirip sekali hendak turun hujan lebat, perlahan- lahan dia bangkit berdri dan melemaskan ototnya, semua badan terasa amat linu dan kaku bahkan terasa amat sakit apalagi badannya yang tadi separuh terpendam di dalam air kini terasa mulai mengejang dan memutih.

Dia tidak berani meloncat kembali ke dalam sungai, selangkah demi selangkah dia mulai berjalan melalui batu cadas yang amat curam, belum sampai beberapa kaki jauhnya terasa mulai tergoyang dan terhuyung-huyung, tak tertahan sekali lagi dia menjatuhkan diri keatas tanah tidur di atas batu itu.

Mananti dirasanya suatu hawa dingin menusuk ke dalam badannya barulah dia sadar kembali dari pulasnya, saat itu hujan sedang turun dengan amat derasnya cuaca amat gelap agaknya malam hari sudah tiba sahingga empat penjuru hanya terlihat kegelapan saja air sungai mendebur memecahkan ombak di tepian membuat suasana begitu sunyi sangat menyeramkan.

Liem Tou yang kejauhan kini benar benar di buat bingung oleh keadaan yang dihadapinya, perutnya lapar, badannya dingin apalagi di tengah selat yang sunyi di antara kedua gunung yang amat tinggi, harus kemanakah dia pergi? kemana dia harus meneduh menangsal perutnya yang lapar?

Waktu ini biar pun badannya terasa amat linu dan lelah mau tak mau dia harus berdiri juga, waktu ini buat dirinya hanya dua jalan saja untuk melanjutkan hidupnya pergi dari sana atau tetap berbaring di tempat itu tetapi kedua jalan ini pun harus menempuh bahaya.

Pada waktu Liem Tou sedang ragu-ragu itulah dari tempat kejauhan secara samar-samar terdengar suara orang yang sedang bersembahyang dan memuji Budha, suara ini perlahan sekali tetapi cukup membuat semangat Liem Tou berkobar kembali pikirannya.

Di tengah selat yang begitu sunyi begini liarnya bagaimana bisa ada suara sembahyangan jika didengar dari suara itu di sekitar tempat ini pasti ada kelenting.

Berpikir sampai disini matanya mulai berkeliaran memandang sekeliling tempat itu, walau pun waktu ini cuaca sangat gelap tapi dia bisa melihat sekitar tempat itu dengan amat jelas, hal ini disebabkan latihan yang diperoleh secara tidak sengaja sewaktu dikurung didalam gua gelap diatas puncak Giok Lian Hong.

Tetapi walau pun sudah dipandang beberapa waktu, jangan di kata kelenting sakalipun bayangannya juga tidak tampak.

Tetapi dia tidak menjadi putus asa, disaat ini dia membutuhkan tempat berteduh, tempat untuk mendahar karenanya dengan lebih teliti lagi dia pandang dan mendengar benar juga dari samping sebelah kanannya secara samar samar mulai terdengar kembali suara sembahyang itu.

Cepat cepat dia meraba keatas dengan mencekal ranting ranting yang tumbuh disekeliling tempat itu untung saja pisau pusaka pemberian gadis cantik pengangon kambing masih ada sehingga banyak membantu gerakannya kali ini.

Beberapa saat kemudian mendadak tempat yang diinjak berubah, tangga tangga batu yang masih utuh muncul dihadapannya, walaupun waktu ini tangga tangga batu itu tertutup oleh rerumput tetapi keadaaanya amat bersih dan terawat, melihat hal tai Liem Tou segera sadar di tempat itu pasti ada penghuninya.

Ternyata dugaannya sedikitpun tidak salah semakin dia berjalan dengan mengikuti tangga-tangga batu itu suara sembahyangan tersebut semakin terdengar jelas, bahkan bisa terdengar setiap kata kata yang diucapkan, suara orang itu amat rendah dan berat bahkan memiliki suatu daya tarik yang menggidikkan.

Waktu ini Liem Tou betul-betul merasa lapar dan dahaga ditambah lagi mendengar suara sembahyangan yang mempunyai daya pengaruh aneh, kontan saja badannya mulai terhuyung- huyung dan jatuh terduduk.

Cepat-cepat dia duduk bersila dan mulai mengatur pernapasannya dengan mengikuti petunjuk dari kitab pusaka Toa Loo Cin Keng dalam bagian pernapasan. Tidak selang lama kemudian seluruh badannya mulai terasa menjadi segar dan bertenaga kembali.

Tetapi pada saat itu juga terdengar suara jeritan serta cit- citan kera-kera yang amat santar kemudian disusul dengan suara berlarinya kera-kera itu untuk menyembunyikan dari keempat panjuru. Melihat hal ini diam diam pikir Liem Tou didalam hatinya.

“Kera-kera itu melarikan diri dengan begitu gugup, apa mungkin sudah kedatangan binatang buas lainnya?"

Berpikir sampai disini tanpa terasa hatinya menjadi berdebar dengan amat keras sedang pisaunya pun dipegang semakin kencang, matanya bagaikan mata elang dengan tajam memperhatikan sekeliling tempat itu.

Mendadak terlihat olehnya dari ujung puncak penyeberangan berkelebat bayangan manusia dengan cepatnya, hanya di dalam sekejap mata sudah lenyap dari pandangan.

Liem Tou menjadi melengak.

"Siapa mereka itu ?" pikirnya di dalam hati.

Mcndadak suara sembahyangan yang tadi terdengar berhenti secara tiba tiba disusul suara bentakan seseorang dengan nadanya yang amat rendah dan berat. "Sicu dari mana yang sudah datang ? ? Cepat sebutkan namamu."

"Siapa orang ini ?" Pikir Liem Tou dengan amat terperanjat."Jika didengar dari nada suaranya kini dia berada kurang lebih seratus langkah dari tempat aku berdiri sekarang tetapi bagaimana dia bisa tahu kedatanganku ini? Hmmm tenaga dalamnya tentu amat sempurna sekali, kalau tidak bagaimana dia bisa tahu tempat persembunyianku ? Lebih baik aku keluar saja untuk minta bertemu."

Baru saja dia mau keluar dari tempat persembunyiannya mendadak suara tertawa yang amat panjang memekikkan telinga kemudian disusul jawaban dari seseorang.

“Pengemis busuk serta aku Thiat Sie-poa rongsokan dari daerah Tionggoan ingin bertemu dengan Chie Liong To atau Penjahat naga merah yang terkenal pada dua puluh tahun yang lalu."

Sekali lagi Liem Tou dibuat terperanjat setelah mendengar suara orang itu karena orang itu adalah Thiat Sie sianseng serta pengemis pemabok, ada dua orang itu disini berarti dirinya juga mendapatkan pertolongan karenanya hatinya menjadi amat girang sekali, cepat-cepat dia siap keluar untuk berteriak.

Tetapi pikirannya segera berubah, pikirnya,

“Lihat-lihat dulu mereka bardua datang kemari ada urusan apa?” karenanya pandangannya mendadak berubah terlihatah sebuah selat yang amat kecil muncul dihadapannya selat itu bentuknya amat aneh sekali dan berbentuk amat sempit sehingga bila dilihat dari atas sangat mirip sebuah retakan kecil diantara dua gunung tinggi.

Liem Tou merangkak semakin mendekat lagi, terlihatlah sebuah rumah yang amat besar bentuknya muncul di hadapannya, rumah itu tidak mirip sebagai sebuah kelenting tempat beribadah melainkan sebuah rumah hartawan yang sangat besar dan kokoh.

Waktu ini didepan pintu rumah berdirilah si pengemis pemabok serta si Thiat Sie poa sedang dihadapannya berdirilah seorang hwesio gundul dengan bentuk badan tinggi besar. Walaupun pandangan mata Liem Tou amat tajam tetapi waktu ini tak dapat melihat lebih jelas lagi bagaimana bentuk wajah hwesio gundul itu, hanya saja sepasang matanya memancarkan sinar yang amat tajam dan menyilaukan saban orang yang memandang ke arahnya.

Liem Tou tahu orang itu pastilah seorang Bu lim yang mempunyai kepandain sillat yang amat tinggi, dia tak berani berlaku gegabah maka dengan perlahan tubuhnya mundur kemball dua langkah kebelakang, dua langkah untuk menyembunyikan diri.

Siapa tahu baru saja badannya mundur dua langkah ke belakang mundadak tubuhnya menginjak suatu benda yang amat Iemas dan empuk, cepat-cepat dia tundukkan kepalanya memandangnya.

"Haaa " Sesosok mayat menggeletak di atas tanah

dengan keadaan mengenaskan.

Liem Tou benar-benar terperanjat melihat keadaan mayat itu, dengan memberanikan diri dia menjongkok dihadapan mayat tersebut dan meIihat lebih jelas lagi, kiranya dia adalah ciangbunjin dari partai Bu Toug pay Leng Ceng Cu adanya.

Keadaan mayat dari ciangbunjin Bu Tong pay ini masih segar hal ini membuktikan baru saja dia binasa belum lama hanya saja badannya sudah hancur oleh pukulan yang amat hebat. Liem Tou segera tahu kalau tempat ini adalah tempat berbahaya.

Seketika itu juga dia memandang kembali ke arah si pengemis pemabok dan Thiat Sie poa kelihatan mereka bertiga sedang membicarakan sesuatu, agaknya mereka berdua tidak mangetahui kalau Leng Ceng Cu sudah binasa pikirnya.

"Buat apa meraka datang kemari mencari hweesio gundul itu ?"

Terdengar hweesio gundul itu dengan suaranya yang amat rendah dan berat sudab angkat bicara kembali.

"Orang budiman tak berbohong, kalian kemari ada urusan apa ? Si penjahat naga merah sekali pun berupa bajingan besar pada tempo hari tapi kini sudah menjadi pendeta. Aku sangat tidak senang melihat kalian beberapa kali datang mengacau ketenangan padaku"

"Terhadap kau kami berdua masih bisa menyebut kau sebagai seorang Cianpwee" jawab si Thiat Sie-poa.” Tapi kami berdua terang-terangan baru kali ini datang berkunjung bagaimana kau mengatakan sudah berkali kali? Omong terus, terang saja kami datang kemari hanya bertujuan pada kitab pusaka To Kong Pit Liok itu saja”

Mendengar disebutkannya kitab pusaka To Kong Pit Liok pikirnya Liem Tou seketika itu juga berkelebat suatu ingatan pikirnya.

“Sewaktu Hek Loo toa menjelang kematiannya dia pernah menulis sebuah hurup Wu dengan darahnya, apa mungkin gunung Wu san ini yang ditunjuk ?"

Setelah mendengar perkataan dari si Thiat siepoa ini agaknya si penjahat naga merah dibuat gusar.

"Siapa yang beritahukan urusan ini kepada kalian ?” bentaknya.

"Selain dia siapa lagi ?" Seru Thiat Siepoa sembari memukulkan siepoanya pulang pergi.

Dia berhenti sebentar lalu sambungnya lagi. "Tapi, agaknya kitab pusaka To Kong Pit Liok itu sampai kini belum kau dapatkan, bukan begitu ?"

Saat ini si pengemis pemabok yang berada di sampingnya ikut angkat bicara.

“Haa... haaa, . . hey Thiat Sie heng aku tidak percaya sie poa rongsokanmu itu bisa begitu lihay"

"Ha ha ha. . . kalau tidak percaya nanti kau boleh lihat sendiri” jawab Thiat sie poa tertawa terbahak-bahak. “Kenapa kau tidak pikir bila dia sudah peroleh kitab pusaka To Kong Pit Liok itu buat apa masih berada disini ?"

"Hmm, cukup " dengus si penjahat naga merah memotong pembicaraan mereka. "Walau pun saat ini kitab pusaka To Kong Pit Liok belum aku dapatkan tapi sudah berada di dalam cengkeramanku, ini hari kalian sudah mangetahui rahasia ini jangan harap bisa meninggalkan tempat ini dalam keadaan hidup. Leng Ceng Cu dari Bu Toug pay juga seperti kalian tidak tahu diri kini sudah binasa ditanganku, aku kira kalian berdua pun sebentar lagi akan seperti dia"

Si Thiat Siepoa serta si pengemis pemabok menjadi amat terperanjat, bersama-sama tanyanya.

“Apa benar perkataanmu itu?” “Hm..hm..siapa yang menipu kalian?”

Mendadak dengan disertai suara bentakan yang keras dia melancarkan satu serangan dahsyat.

“Lihat serangan”

"Blaaam. . "suara yang dahsyat memecahkan kesunyian menyerang Thiat sie poa berdua.

Bersamaan dengan serangan dahsyat itu Thiat sie poa berteriak keras.

"Hey pengemis busuk hati-hati." Liem Tou yang bersembunyi dibalik batu tahu bahwa diantara mereka bertiga sudah melakukan pertempuran karenanya dia bergerak lebih mendekat lagi. Terlihatlah si penjahat naga merah berdiri tegak ditempat semula sedang si Thiat sie poa serta si pengenais pemabok berdiri berpisah, yang satu di sebelah kiri yang lain di sebelah kanan dengan pandangan tajam memandang gerak-gerik si penjahat naga merah itu.

Terdengar sipenjabat naga merah itu tertawa dingin lagi, ujarnya.

"Didalam Bu lim waktu ini selain Lie Loojie, si majikan elang sakti serta Loo Ciang dari partai Kiem Thian Pay, seperti

kalian-kalian ini hanya gentong-gentong nasi semua, buat apa hantar kematian dengan sia-sa”

Selesai berkata tangannya dengan mangerahkan tenaga pukulan yang amat dahsyat melancarkan satu pukulan hebat mengarah si Thiat sie poa yang berada disebelah kanan agaknya si Thiat sie sianseng tahu bahwa dia bukan tandingannya, badannya dengan cepat melayang dua kaki kebelakang menghindari datangaya serangan tersebut.

Sedangkan sipengemis pemabok dengan meminjam kesempatan sewaktu dia sedang melancarkan satu serangan kearah Thiat sie sianseng tadi segera melancarkan satu serangan mengarah perutnya.

Siapa tahu si penjahat naga merah sama sekali tak manggubris datangnya serangan itu, menanti serangan tersebut hampir mengenai tubuhnya mendadak si penjahat naga merah mengebutkan ujung bajunya.

"Hey pengemis tua, jangan " teriak si Thia sie sianseng ketika melihat keadaan yang sangat kritis itu.

Tapi keadaan sudah terlambat, tubuh si pengemis pemabok seketika itu juga dipukul mundur tujuh delapan langkah ke belakang oleh serangan tak berwujud itu. Tanpa terasa Liem Tou merasa kuatir juga atas keselamatan si pengemis pemabok, agaknya dia sudah terluka parah oleh serangan itu, begitu badannya mundur kebelakang dengan terbuyung-huyung kemudian jatuh duduk ketanah,tidak bergerak lagi.

Hal ini jauh berada diluar dugaan semua orang. Liem Tou sendiri juga amat terperanjat, dia sama sekali tidak menduga kepandaian silat dari si penjahat naga merah bisa begitu lihaynya, bersamaan pula dia merasa cemas terhadap keselamatan dari si pengemis pemabok, kini dia sudah jatuh terduduk, jika misalnya si penjahat naga merah melancarkan satu serangan kembali apa yang akan terjadi atas diri si pengemis pemabok?

Untung saja sipeniahat naga merah tidak melakukan hal ini, mendadak dia putar badannya mendesak kearah si Thiat sie poa.

“Kali ini habis sudah” pikir Liem Tou di dalam hati, “Tadi sekali pun si Thiat Sie sianseng serta si pengemis pemabok bergabung pun masih bukan tandingannya, apalagi kini yang satunya sudah terlalca parah mana mungkin Thiat sie- sianseng kuat menahan serangannya?”

Mendadak si Thiat si non bersuit panjang dengan amat nyaringnya sehingga menggetarkan seluruh selat, badannya dengan cepat bagaikan kilat melayang dan melarikan diri keluar selat.

Waktu itu Liem Tou sedang memusatkan semua perhatiannya menonton jalannya pertempuran, ketika dilihatnya Thiat sie poa melarikan diri kearahnya cepat cepat dia menyembunyikan dirinya kesamping dan pada saat yang bertepatan pula tubuh Thiat sie poa sudah berkelebat melalui sisi badannya.

"Hmmm. Kau mau melarikan diri?" bentak si penjahat naga merah dengan suaranya yang dingin rendah dan amat berat. Badannya dengan cepat mengejar dari arah lakang, hanya didalam sekejap mata kedua bayangan itu sudah lenyap dari pandangan, harya terdengar suara kera-kera yang ribut berteriak dan melarikan diri diseberang sana.

Setelah melihat kedua bayangan itu lenyap dari pandangan, barulah Liem Tou berani menghunjukkan dirinya untuk menolong diri si pengemis pemabok, badannya dengan cepat bangkit berdiri dari tempat persembunyiannya dan berjalan menuju kesisi badan si pengemis pemabok, ujarnya.

“Cianpwee bagaimana keadaan lukamu?”

Waktu ini si pengemis pemabok sedang duduk bersila mengerahkan tenaganya untuk menyembuhkan luka yang diseritanya, karena itu terhadap semua perkataan dari Liem Tou dia sama sekali tidak mendengarkan.

Melihat hal ini Liem Tou betul-betul menjadi amat cemas sekali, jika tiba-tiba si penjahat naga merah balik kembali apa yang akan terjadi?

Terpaksa Liem Tou berdiri di sisinya menanti dengan cemas, dia akan menunggu si pengemis pemabok selesai menyembuhkan lukanya untuk kemudian bersama-sama meninggalkan tempat bahaya ini.

Pandangannya perlahan-lahan dialihkan ke atas bangunan besar di hadapannya, kelihatan rumah itu dibuat dari tembok yang kokoh, pintunya bercat merah dan kelihatan sangat megah sekali.

Suatu keiuginan untuk tahu segera, muncul meliputi hatinya tanpa terasa Iagi dia sudah berjalan mendekati pintu bangunan itu.

Baru saja kakinya menginjak pintu rumah, segera terilhatlah keadaan di dalam ruangan amat bersih sekali hanya saja secara samar-samar terdengar suara rintihan yang amat perlahan. Tanpa terasa Liem Tou menjadi terte gun dibuatnya, cepat cepat dia hentikan langkahnya dan mendengarkan suara itu dengan seluruh perhatiannya.

Agaknya suara rintihan tersebut berasal dari ruangan sebelah kiri, hatinya segera berpikir dan mengambil keputusan, sedang langkah kakinya pun sudah berputar ke arah sebelah kiri.

Baru saja berjalan dua langkah, mendadak suara rintihan berubah menjadi perkataan yang tidak jelas, hanya saja suara itu amat lama dan perlahan sehingga Liem Tou harus menghentikan langkahnya dan mendengar lebih teliti lagi.

Lama sekali barulah dia bisa mendengar kaa kata itu. "Mo Ku Tiauw Cong Ci Cie Tong. . .”

Mendengar kata-kata itu Liem Tou saking terperanjatnya hampir-hampir menjerit kaget, inilah kata-kata atau kode rahasia untuk mendapatkan kitab pusaka "To Kong Pit Liok” itu, semangatnya tanpa terasa berkobar kembali, cepat-cepat jawabnya.

"Pak Bun Kong Cen Tui Ja Kang ."

Selesai dia mengeluarkan kata-kata ini orang di sebelah sana segera memperkeras suaranya bahkan kali ini Liem Tou sudah mendengar suara itu berasal dari seorang perempuan sambungnya.

"Pek Hwie Sian Po Tong Ang Hwee." "Wu Ting Liau Soat Ta Cuang." "Siapa kau ?” tanya orang itu lagi.

"Makan tanpa ikan, pergi tanpa kereta tak punya rumah tinggal, hamba bukan manusia," jawab Liem Tou cepat.

Segera terdengarlah suara orang itu berubah menjadi amat nyaring dan penuh diliputi kegembiraan. "Ooh. sudah datang. . sudah datang " serunya kegirangan.”Akhirnya, datang juga orangnya, tapi kau bukan In-jien ku aku tahu kau bukan tuan penolongku bukan begitu

? sekarang beritahukan kepadaku. Apakah tuan panolongku baik baik saja ?"

Mendengar pertanyaan ini Liem Tou betul-betul dibuat bingung harus memberi jawaban yang bagaimana, akhirnya sesudah berpikir keras beberapa waktu lamanya barulah sahutnya.

"Caybe bernama Liem Tou dan Hek Loo cian pwee-lah yang perintahkan aku datang kemari, entah bagaimana sebutan dari cianpwee disana, sekarang berada dimana, apakah cayhe boleh bertemu ?"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar