PSDLL Bab 03 : Pesona laki-laki

 
Bab 03 : Pesona laki-laki

Dunia persilatan sangat luas, dalam lautan manusia mencari seorang gadis yang tidak ternama hanya mudah diucapkan saja! Namun Pek Soh-ciu harus dapat mencari Siau Yam, walau pun harus menjelajahi seluruh empat lautan, sepatu besi pun sampai rusak, dia harus berhasil menyelesaikan pekerjaan ini.

Dia masih memakai topeng seorang laki-laki setengah baya, sebilah pedang mengikutinya, berlari dengan lesu, mencari ke seluruh pelosok Lok-yang, melewati Ho-lam yang jalanannya tertutup oleh pasir kuning, dia masih belum berhasil mendapatkan jejak sedikit pun, hari ini di senja hari, dia tiba di Ku-yun-beng, lari menelusuri pantai sungai Yang-ce-yang airnya mengalir deras, dia berharap mendapat satu tempat untuk beristirahat.

Malam sudah tiba, langit malam yang hening, kadang terdengar suara gonggongan anjing, dia menghentikan langkahnya, memperhatikan pada arah suara gonggongan anjing. Mendadak satu bayangan manusia muncul diantara celah pohon Liu, sekali tubuhnya meloncat, loncatannya sudah menjauh beberapa tombak, gesit dan Iincah, sangat cepat.

Pek Soh-ciu sedikit tertegun, dia tidak menduga di topi sungai yang liar dan sepi ini, malah bersembunyi seorang yang berilmu setinggi ini, perasaan ingin tahunya bergerak, maka dia langsung mengikutinya.

Setelah melalui jalan yang tidak pendek, lalu menerobos sebuah hutan yang lebat, bayangan orang itu sudah menghilang tidak terlihat, tapi di dalam hutan, malah ada tangga tinggi menjulang ke langit, gedung yang besar ratusan jumlahnya, sungguh satu pemandangan yang megah, dia meloncat ke atas sebuah bangunan loteng, sepasang matanya mengawasi ke sekeliling, menyapu sekali pada bangunan besar ini sekali, mendadak terlihat di sebelah kanan ada sinar lampu berkedip-kedip, ada bayangan orang bergerak-gerak, seperti sedang terjadi sesuatu peristiwa besar, dengan ringan dia menghentakan kakinya ke genteng, maka dia melesat kearah tempat sinar lampu.

Ada sebuah tanah lapang yang sangat besar, dengan puluhan orang sedang memegang obor, berdiri di sekeliling lapangan, api yang menyala menerangi lapangan, Pek Soh- ciu bersembunyi diatas satu pohon Kuai tua didekat lapangan, memperhatikan keadaan di lapangan.

Kira-kira ada tiga puluh pesilat berbaju ringkas dengan tangan kiri memegang tameng, tangan kanan menggenggam tombak, membentuk sebuah lingkaran, di tengah lingkaran berdiri seorang laki-laki berperawakan tinggi, di tangannya memegang sebuah kipas lipat, kipasnya sebentar dibuka sebentar ditutup. Laki-laki tinggi itu mendadak berteriak, bayangan orang bergerak-gerak, tameng dan tombak masing-masing diangkat, para pesilat yang berbaju ringkas itu, dengan langkah ringan dan teratur, bergerak saling melintang, bergerak keseluruh lapangan, kerja samanya sangat erat sekali.

Pek Soh-ciu memperhatikan cukup lama, dalam hati dia tahu mereka sedang berlatih satu barisan. Dia pernah melawan Lo-han-tin yang sangat ternama di dunia persilatan, hingga Thian-kong-ti-sam-tin juga pernah mencobanya, barisan seperti ini sungguh hanya seperti mainan anak-anak saja.

Saat dia akan pergi, satu bayangan pelangi, secepat kilat melayang masuk ke lapangan, setelah bayangan pelangi itu berhenti, seorang remaja berbaju putih dengan wajah dingin angkuh, sudah berdiri d i tengah-tengah barisan.

Remaja baju putih yang mendadak turun seperti dari langit luar, membuat gerakan barisan jadi terhenti bergerak, para pesilat berbaju ringkas yang memegang tameng dan tombak, tidak berani menyerang sebelum mendapatkan perintah, tapi dengan wajah serius tampak jelas wajahnya sangat tegang.

Mendadak terdengar tawa keras, laki-laki tinggi yang tadi telah keluar dari barisan, di temani seorang wanita berbaju indah, berjalan keluar dari bayangan pohon, setelah tawanya berhenti, laki-laki tinggi itu mendengus dingin dan berkata:

"Sungguh dunia ini kecil sekali, orang she Pek, akhirnya kita berjodoh juga!"

Pek Soh-ciu mendengarnya jadi tertegun, didalam hati berkata: "Apa, orang ini juga she Pek?"

Saat ini remaja baju putih mengangkat alis, berkata dingin:

"Aku dengar ketua muda dari perkumpulan Ci-yan, Toat-hun-san (Kipas perampas nyawa) Liu Ti-kie, adalah seorang yang sekali menghentakan kaki dunia persilatan akan bergetar, Hun-hoan-ik-ki-tin (barisan hawa murni bercampur unsur) dari perkumpulan Ci-yan, juga setara dengan Lo-han-tin dari Siau-lim, malam ini. sungguh aku

merasa bangga sekali."

Toat-hun-san Liu Ti-kie? Satu peristiwa beberapa waktu lalu, kembali timbul di dalam hati Pek Soh-ciu, dulu jika bukan Liu Ti-kie, dia mungkin tidak akan mendapatkan sebuah pukulan dari Siau Yam, dia juga pernah bertemu dengan istri yang ditinggalkan Liu Ti-kie, Tan Li-ceng, hampir saja terjadi kesalahan menganggap dia adalah Liu Ti-kie, Liu Ti-kie... hubungan dengannya sungguh erat sekali.

Mengenai remaja baju putih yang dingin angkuh, juga seseorang yang tidak bisa dianggap enteng, dia she Pek, berpakaian putih lagi, makanya tidak peduli apakah ini kebetulan, juga perlu diselidiki lebih lanjut, sehingga, dia jadi memusatkan perhatian, diam memperhatikan perkembangan keadaan selanjutnya.

Pemikirannya belum habis, Liu Ti-kie sudah tertawa dan berkata:

"Tidak salah kata-katamu, aku marga Liu memang tidak berani menganggap enteng."

Remaja baju putih mencibirkan bibirnya, dengan sinis dan dingin mendengus sekali, katanya: "Jangan memuji diri sendiri, orang she Liu, menurut pandanganku, Toat-huri-san mu paling banter hanya bisa dihitung masuk kelas tiga saja, mengenai apa itu Hun-hoan- itki-tin? Itu hanya vampire yang berjalan saja."

Warna wajah Liu Ti-kie berubah: "Kau sendiri yang cari mati, aku she Liu terpaksa mengabulkannya."

Dia mengangkat lengan kanannya, saat akan memberi perintah menggerakan Hun-hoan-it-ki-tin menyerang, mendadak dia menurunkan lagi lengan tangan kanannya dan mendengus dingin:

"Aku masih ada satu hal belum mengerti?"

Remaja baju putih dengan wajah tanpa ekspresi berkata: "Coba kau katakan."

"Apa betul kau keturunannya Sin-ciu-sam-coat?"

"Kau hanya menginginkan pusaka Pouw-long-tui saja, apakah aku keturunan Sin-ciu-sam-coat atau bukan, sepertinya tidak ada sangkut pautnya."

"Kalau begitu kau sendiri mengaku membawa Pouw- long-tui."

"Ini     aku tidak akan memberitahu."

"Baik, asalkan kau bisa lolos dari Hun-hoan-it-ki-tin perkumpulan kami, orang she Liu tidak akan menahanmu."

"Hm.   didunia ini mungkin tidak ada hal yang semudah

itu."

"Lalu, maksudmu. "

"Mulai dari kau sendiri, semuanya harus mening galkan satu ciri!" "Kau sungguh sombong sekali, hanya saja mungkin hari ini di tahun depan adalah hari ulang tahun Kematianmu!"

Habis berkata Liu Ti-kie segera mengibaskan telapak kanannya, terdengar suara mendesis, para pesilat Hun- hoan-it-ki-tin sudah bergerak menurut cara barisan.

Awan hitam bergulung-gulung, ujung tombak mengeluarkan sinar yang menyilaukan mata, tameng saling beradu, saling mendukung, puluhan pesilat bertombak sepertinya di bawah pengaruh tenaga yang aneh, semakin menyatu, menjadi satu kesatuan.

Mata Remaja baju putih itu bersinar, sedikit pun tidak berkedip memperhatikan setiap bayangan tubuh yang bergulung-gulung, wajahnya dingin, mulut mengulum senyum, terhadap barisan yang bisa mem-buat orang pusing hati menjadi getir, seperti tidak melihatnya.

Mendadak, satu kelompok bayangan sinar tombak dengan kekuatan dahsyat menusuk seluruh tubuhnya, kekuatan itu seperti gunung golok, seperti papan berpaku, seperti air laksa yang dapat menembus menutupi seluruh tubuhnya, kekuatannya yang dahsyat membuat Pek Soh-ciu yang sembunyi menonton juga merasa tercekat.

Tapi, remaja baju putih sepertinya tidak pedulikan segumpal ujung tombak ini, tampak dia melayangkan sebelah tangannya, tubuhnya berputar, dalam sekejap sudah menyerang dengan pedang ke kiri kanan depan belakang, kecepatan dan kelincahannya, sungguh jarang ada di dunia persilatan.

Serangan Hun-hoan-it-ki-tin jadi terhenti dan mundur oleh empat tusukan pedang yang digerakan dalam sekejap mata, tapi setelah mereka mundur langsung maju kembali, kekuatannya lebih dahsyat dari pada yang sudah-sudah. . Remaja baju putih sepertinya tidak menyangka empat serangan pedangnya, sedikit pun tidak berhasil merusak Hun-hoan-it-ki-tin, Saat hatinya tertegun, sinar tombak bayangan tameng dan satu siulan panjang yang nyaring, membuat sinar pedang dan sinar tombak sudah bercampur jadi satu, terlihat awan bergulung gulung terdengar teriakan berturut-turut, penglihatan Pek Soh ciu jadi tidak jelas, hampir tidak bisa melihat dimana keberadaan remaja baju putih.

Mendadak, segaris asap putih tipis, seperti pelangi panjang melejit keatas, diudara dia sekali berputar, seperti dewi menyebar bunga, dia melepaskan duri dingin menyilaukan mata yang tidak terhitung banyaknya, para pesilat yang gagah perkasa itu, tidak bisa menahan serangan

-duri dingin itu, segera mereka roboh bergelimpangan di tanah liar, Hun-hoan-it-ki-tin yang dengan susah payah dilatih oleh perkumpulan Ci-yan, tampak sudah hancur berantakan.

Akibat yang berlangsung cepat ini, sulit bisa dibayangkan oleh Liu Ti-kie, otot hijaunya menonjol, sepasang matanya melotot bulat, amarahnya naik sampai taraf gila, kembali terdengan satu suara pelan "Ahh!", Toat-hun-san nya berturut-turut menyerang tiga jurus.

Remaja baju putih dengan angkuh mendengus sekali, pedang panjangnya pelan-pelan digetarkan membalas menyerang melawan tiga jurus pedang ciptaan liu Ti-kie yang menganggap jurusnya terhebat di dunia persilatan.

Setelah jurus ciptaannya berhasil di patahkan oleh lawannya, dia jadi sadar, remaja baju putih yang tampan ini, sungguh mempunyai ilmu silat tidak terukur, dia tidak tahan jadi gentar, dengan terkejut ketakutan mundur tiga langkah berturut-turut. Remaja baju putih itu berdiri ditempatnya, dia tidak maju mendesak, hanya dengan menyunggingkan bibir, dengan sinis sekali:

"Hm...!" dingin sekali berkata, "Ketua muda Liu, lebih baik kita persingkat saja."

Liu Ti-kie berteriak sekali tapi di dalam hati merasa takut:

"Kau mau apa?"

"Kau memang orang sibuk hingga cepat lupa, begitu cepat melupakan apa yang aku katakan tadi."

"Aku sudah mengaku kalah, kau.    "

"Jangan banyak bicara, orang she Liu, ucapan ku tidak bisa ditarik kembali, tinggalkan ciri dan cepat pergi sana!"

"Hay, adik kecil, kau sungguh keterlaluan, apa bisa melihat mukaku, kali ini lepaskan dia."

Tiba-tiba ada seorang nyonya muda yang memegang pedang panjang berwarna hitam pekat, dengan tertawa maju mendekat, dia berhenti lima che di depan remaja baju putih, tawa di wajahnya belum hilang, pedang panjang di tangannya mendadak ditusukan, dengan jurus Sia-cung-ci- houw (turun keperkampungan menusuk harimau), dengan cepat dia menusuk dadanya remaja baju putih, di atas sinar pedangnya, masih menyemburkan asap hitam.

Remaja baju putih itu terkejut, telapak kiri segera dikibaskan, menimbulkan angin telapak yang amat dahsyat, kakinya pelan dihentakan, mendadak dia mundur lima kaki.

Nyonya muda itu tertawa sebentar berkata:

"Mengapa adik kecil, cici hanya main-main denganmu." Wajah remaja baju putih menjadi dingin:

"Apa kau Ang-tan-yan (bunga merah cantik) Hong Liu- ceng?"

"Kau tahu aku? Adik kecil, matamu jangan melotot seperti itu, mari ikut cici masuk ke dalam berbincang- bincang."

"Ang-tan-yan Hong Liu-ceng, adalah istri Oh-siucay Liu Giauw-kun, mertua merangkap kekasihnya Liu Ti-kie, nama busuknya tersebar kemana-mana, bagaimana aku bisa tidak tahu!"

Secercah hawa pembunuhan, timbul di wajah Ang-tan- yan Hong Liu-ceng, pedang hitamnya segera didorong, menimbulkan angin keras menyambar, sebuah jurus Twie- cong-kan-gwat (mendorong jendela melihat rembulan) dengan ganas datang menyerang.

Membongkar borok orang adalah larangan besar, apa lagi dihadapannya anak buah perkumpulan Ci-yan, tidak heran saking marahnya dia ingin dengan sekali serangan pedang membelah lawannya jadi dua.

Walau remaja baju putih itu berilmu tinggi, tapi karena pedang Hong Liu-ceng berwarna hitam pekat, dia khawatir ada racunnya, dan juga ujung pedangnya bisa menyemburkan asap beracun, makanya saat bertarung, sedikit pun dia tidak berani lengah. Saat dia menyerang, dia tidak mau bersentuhan dengan pedang hitam, pergelangan tangan kanannya diturunkan, tubuh mengikuti jalannya pedang dalam sekejap berturu-turut menusuk tiga jalan darah besar dipunggungnya.

Ang-tan-yan Hong Liu-ceng sedikit memi-ringkan tubuh, pergelangan kanan mendadak diputar, pedang hitam dengan membawa asap hitam, membelah kearah t ubuh remaja baju putih.

Jurus ini sangat cepat, remaja baju putih tidak herani bersentuhan dengan pedang hitamnya, mau menghindar juga rasanya sudah terlambat, disaat bahaya yang sekejap ini, dia malah melingkarkan jari telunjuk dengan jari tengah lalu disentilkan, terdengar suara nyaring, pedang hitam Hong Liu-ceng, terlepas dari tangannya oleh sentilan jarinya. "Ah, Pouw-ci-sin-kang!"

Di lapangan terdengar teriakan terkejut, nama besarnya Sin-ciu-sam-coat, membuat para anak buah perkumpulan Ci-yan ketakutan, memang para anak buah yang ilmu silatnya masih rendah, tidak tahu apa itu Pouw-ci-sin-kang, mereka hanya terpengaruh oleh remaja baju putih yang dikiranya adalah keturunannya Sin-ciu-sam-coat, jadi tenaga sentilan jari ini disangka-nya adalah sentilan Pouw- ci-sin-kang.

Remaja baju putih juga tidak menjelaskan, hanya dengan dingin menatap pada Ang-tan-yan Hong Liu-ceng yang wajahnya sudah jadi pucat pasi dan Toat-hun-san Liu Ti-kie dan berkata:

"Apakah aku harus sendiri melakukannya? Kalian berdua."

Liu Ti-kie berkata:

"Kita tidak ada permusuhan juga tidak ada dendam, ada buat apa harus begitu kejam?"

"Hm...!" remaja baju putih dengan sinisnya menyunggingkan bibir berkata:

"Tidak ada permusuhan tidak ada dendam? Ha ha ha......" setelah tertawa dengan suara merdu, dia berkata lagi, "Apakah kau masih ingat Siau Yam? Ketua muda, dia adalah famili Siauya ini, kau pernah melecehkan dia, sekarang dia hanya ingin supaya kalian meninggalkan ciri saja, itu sudah sangat ringan, tahu tidak?"

Pek Soh-ciu tidak tahan lagi, jelas remaja baju putih itu tidak saja menyamar sebagai dirinya, terhadap masa lalu dirinya, juga begitu mengenalnya, siapa tahu dia itu adalah temannya Siau Yam atau saudara seperguruannya, dia ingin mencari Siau Yam, ini adalah kesempatan yang sangat bagus untuk menyelidik, maka dia mengibaskan pedang panjang, secepat meteor, melayang turun diatas lapangan.

Remaja baju putih seperti tidak menduga di atas pohon masih ada penonton, wajahnya sedikit tertegun, dia lalu mengangkat kepala memperhatikan orang yang datang, ketika dia melihat wajahnya yang dingin, tidak tahan dia berteriak terkejut berkata:

"Siapa kau?"

Pek Soh-ciu dengan tawar berkata:

"Aku seseorang yang kebetulan lewat saja."

Remaja baju putih malah sepertinya tidak percaya, dia mengawasi, lalu melihat pada Liu Ti-kie dengan mendengus sekali berkata:

"Tidak diduga dikeluarga Liu, masih ada seorang yang berilmu setinggi ini, aku sungguh tidak menduga sebelumnya. "

Pek Soh-ciu menggelengkan kepala berkata: "Kau jangan salah paham, aku bukan she Liu." Remaja baju putih sedikit ragu.

"Kau ingin mengatakan wajahmu, hanya sedikit mirip dengan Liu Ti-kie saja." "Tidak salah."

"Jika demikian, aku memberikan satu nasihat padamu, lebih baik keluar dari tempat yang bermasalah mi."

"Ini. kek, aku melibatkan diri juga tidak apa-apa kan?"

"Melibatkan diri artinya menantang, apakah anda bersedia melanggar pantangan besar dunia persilatan?"

"Tidak, aku tidak bermaksud menantang." "Kalau begitu kau boleh pergi."

"Sebagai orang pendamai apakah juga tidak boleh?" "Tidak bisa."

"Membunuh orang hanya cukup menganggukkan kepala saja, jika perkumpulan Ci-yan sudah mengaku kalah, mengapa kau tidak bisa mengampuni-nya!"

"Maaf sekali, tujuanmu sangat baik, sayang aku tidak berpikir menerimanya."

"Kek, permusuhan Liu Ti-kie denganmu tidak besar, kau kan sudah banyak menghabisi nyawa mereka, masih ingin meninggalkan ciri, bukankah akan membuat mereka menyesal seumur hidup!"

"Dengan bicara demikian, kau sudah bertekad akan melibatkan diri dalam masalah ini?"

"Harap kau bisa mengalah satu langkah." Sepasang mata remaja baju putih bersinar-sinar, menyorot dua sinar dingin katanya:

"Ilmu silatmu pasti sangat hebat, jika tidak pasti tidak akan mau melibatkan diri!"

"Ha ha ha!" Pek Soh-ciu tertawa, "Di jalan bertemu dengan ketidakadilan, mengangkat golok membantu adalah pendirian murni orang-orang dunia persilatan, ilmu silat tinggi atau tidak, aku tidak pernah memperhitungkannya!"

"Baik, cabut senjatamu."

Satu garis pelangi berkelebat di ikuti teriakan ke atas, dia seperti dewa naga melayang di langit, seperti guntur dan hujan, mendadak menyembur membuat hati orang-orang tergetar, dalam sesaat ini, sinar api obor juga jadi meredup karenanya.

Jurus pedangnya begitu dahsyat, lincah misterius tampak lebih hebat lagi, tapi wajah tampan Pek Soh-ciu yang ditutupi topeng itu, tetap saja tersenyum misterius, dia tampak dengan santainya melangkah, tahu-tahu sudah lolos dari pukulan yang amat dahsyat itu.

"Seranganmu memang luar biasa, tapi jika ingin membandingkan dengan jurus Im-cu-kiam dari Sin-ciu- sam-coat, sepertinya......kek, kek, masih sedikit dibawahnya. "

Wajah remaja baju putih itu tertegun, mendadak dia menurunkan tangannya, menyimpan pedang, mundur beberapa langkah, wajah yang cantiknya tidak kalah dengan Kiu-ie, mendadak timbul warna merah, sepasang mata yang lebih terang dari pada bulan di musim gugur, kembali mengawasi Pek Soh-ciu dengan seksama, lama, dia mendengus:

"Di hadapan Budha yang asli tidak perlu berbohong, beri tahu aku, siapa kau?"

"Aku?" Pek Soh-ciu tersenyum sedikit kata-nya, "Hanya seorang sastrawan miskin yang menggelandang di dunia persilatan, kau tidak perlu menanyakannya!"

"Baik, apa kau mau ikut jalan dengan aku?" "Ikut jalan denganmu? Ha......tentu saja boleh, kalau di dunia banyak teman, di ujung langit pun seperti tetangga, bisa berteman dengan orang macammu, itu bukanlah hal yang merugikan!"

"Hm... kau bicara harus hati-hati, jangan asal bicara pada non......Siauya. "

Remaja cantik yang tampangnya cerah, baju putih berkibar-kibar, sepertinya tidak pandai bertengkar, tidak sampai bicara tiga kalimat, tidak saja wajahnya sudah menjadi merah, sampai bicaranya pun terbata-bata.

Pek Soh-ciu tidak memperhatikan semua ini, hanya dengan "Iii!" sekali berkata:

"Ikut denganmu, kau yang mengatakan sendiri, kalau tidak mau ya sudah, buat apa marah begitu!"

Sebuah garis pelangi putih mendadak meloncat ke udara, sekali menghentakan kaki dengan pelan saja dia sudah tiba diatas atap rumah, dengan gaya Pek-ho-cong-thian, sekali berkelebat menghilang di kegelapan malam, hanya terdengar suara yang jernih berkata:

"Besok malam jam sepuluh, aku tunggu di penginapan Cing-coan."

Pek Soh-ciu melihat pada kegelapan malam yang menelan remaja baju putih, mendadak dia seperti teringat sesuatu, dia mengeluarkan satu keluhan panjang, tubuhnya memutar, akan meninggalkan pekarangan rumah.

"Liu Ti-kie dengan hati tulus mengucapkan terima kasih atas pertolongan anda, apakah bisa mengundang Tayhiap sementara mampir ke rumah, supaya perkumpulan kami bisa menjamu anda, sebagai kewajiban seorang tuan rumah." Setelah lolos dari penghinaan yang amat memalukan, semangatnya Liu Ti-kie sudah merosot drastis, dia tahu pendekar setengah baya yang wajahnya mirip dia, ilmu silatnya yang sulit diukur.

Maka dia ingin mengambil kesempatan mendekatinya, mengajak dia membantu dirinya, maka dia langsung mengundang dan sebisanya menahan dia. Pek Soh-ciu dengan tanpa perasaan berkata: "Masalah sekecil ini, ketua muda tidak perlu di pikirkan, tapi. "

"Tayhiap masih ada pesan apa?"

"Apakah ketua muda kenal dengan seorang wanita yang bernama Tan Li-ceng?"

"Ini......kek......tidak kenal.    "

Pek Soh-ciu jadi kecewa, segera mengangkat kepala tertawa sinis:

"Membuang ibu meninggalkan istri, lupa diri lupa kesetia kawanan, walau pun bisa mendapat nama yang menggemparkan dunia, coba tanya pada diri sendiri, apakah kau tidak merasakan perasaan bersalah? Aku sudah selesai bicara, harap ketua muda bisa sadar."

Dia sudah lari keluar dari perkumpulan Ci-yan, lari menelusuri jalan raya yang lebar.

Saat hari baru saja terang, Pek Soh-ciu sudah tiba di Han-kou yang penuh dengan perahu layar, semalaman belum tidur, dia tidak ada gairah menikmati pemandangan pasar yang ramai dan makmur, dia cepat mencari sebuah penginapan, setelah sedikit sarapan, dia langsung menutup pintu naik ke ranjang, tidur.

Tidur di siang hari hanya bisa berlangsung sebentar, suara yang ramai di luar membuat dia tidak bisa tahan lagi, dia segera mengganti baju dengan baju biru yang bersih, tetap memakai topeng itu, dia melangkah keluar kamar berjalan keluar penginapan.

Han Kou juga disebut Han-pu, adalah satu di antara empat kota besar ternama, perniagaannya ramai, adalah kota pelabuhan yang rakyatnya makmur kotanya ramai. Pek Soh-ciu belum lama terjun ke dunia persilatan, baru pertama kali dia datang ke tempat ini, tapi sebelumnya dia sudah menanyakan pada pelayan penginapan, terhadap keadaan rakyat setempat juga sedikit mengenal, yang disebut mengenal, sebenarnya juga sangat sedikit sekali.

Dia berjalan di jalan raya tanpa tujuan, mengikuti keramaian orang, tanpa disadari dia sampai di sisi sebuah lapangan, gelombang orang sudah berhenti, walau pun masih ada orang pelan-pelan berdesakan maju kedepan, tapi gerakannya sangat hati-hati sekali, sepertinya takut mengeluarkan suara, orang yang didesaknya juga paling banter hanya melihat dengan mata putih saja, satu orang pun tidak ada yang mengeluarkan suara memarahi dia.

Satu keadaan yang sangat aneh sekali, Pek Soh-ciu kebetulan menyaksikan hal ini, dia tidak bisa menahan rasa ingin tahunya, dia melihat kesekelilingnya, melihat di dekat sebelah kiri ada satu tiang bendera, pelan-pelan dia mendesak mendekatinya, sedikit meng-angkat tenaga dalamnya, segera melesat ke udara, lalu sebelah tangannya memegang tiang dengan mantap turun di dalam sebuah Soh-tou (semacam wadah diatas tiang), untungnya orang- orang di sekitar, semuanya sedang tegang, menjulurkan leher memperhatikan ke tengah lapangan, walau pun di siang hari bolong, tidak ada orang yang tahu diatas tiang bendera, disana sudah ada orang.

Dia duduk diatas Soh-tou, pandangannya bisa sampai jauh sekali, terlihat pada arah yang di pandang orang-orang, ternyata ada dua buah kuil yang berdiri berhadapan, dua bangunan kuil itu tidak terhitung besar, tapi bangunannya memang mewah, tiang bendera hanya berjarak satu panahan pada kuil itu, dengan ketajaman pandangannya, sampai tulisan di atas kuil itu juga bisa dilihat dengan jelas.

Bangunan sebelah kiri adalah rumah sembahyang nyonya Sun. sebelah kanannya adalah kuil Raja Naga.

Di masyarakat tersebar dongeng, pada jaman Sam-kok kaisar Lie-ti dari Han menyerang Gouw tapi kalah dan hancur di kota Pek-ti, nyonya Sun bersembahyang sambil menangis di pinggir sungai, kemudian dia bunuh diri dengan terjun ke dalam sungai untuk menemani suaminya, mayatnya malah naik melawan arus, baru ditemukan di Han-kou, orang yang bertanggung jawab lalu menguburnya di Kanglam, dan mendirikan rumah duka untuk mengenangnya.

Rumah dukanya tepat di seberang Liong-ong-am (kuil Raja Naga).

Yang tinggal di rumah sembahyang nyonya Sun adalah tokouw, sedang yang tinggal di dalam kuil Raja Naga adalah hweesio, To dengan Budha sebenarnya adalah satu keluarga, bertahun-tahun tidak pernah terjadi masalah. Siapa tahu beberapa tahun terakhir ini rumah sembahyang nyonya Sun tiba-tiba ramai dikunjungi orang beribadah, sedang kuil Raja Naga berubah jadi sepi, keadaan ini membuat iri dalam kenyataan hidup, dua aliran yang sama- sama menganut empat kosong, malah dari diam-diam bertarung menjadi terang-terangan, sehingga akhirnya sepakat membuat peraturan setahun sekali bertarung, hari ini tepat hari mereka bertarung, hingga mendatangkan begitu banyak penonton yang ingin melihat keramaian. Pek Soh-ciu mengira, pertarungan orang orang ini adalah pertarungan mengandalkan kekuatan otot, di luar dugaan ternyata diantaranya ada orang yang berilmu tinggi, para hwcesio sepertinya mengandalkan ilmu silat dari Siau-lim, Hok-houw-koan (pukulan menaklukan harimau) dan Lo- han-pang (tongkat Lo-han), semuanya sudah cukup terlatih, sedang para tokouw, mengandalkan Gwat-cia-san-sau (tangan rumah Gwat menabur) dan Gwat-lie-kiam-hoat (jurus pedang wanita Gwat), setelah bertarung beberapa babak, pihak nikoh sudah berada diatas angin.

Pertarungan yang sengit sudah terjadi berturut-turut, Pek Soh-ciu jadi tidak ingin melewatkan hal ini, dia tetap diatas menikmatinya, tiba-tiba didalam kuil Raja Naga, keluar lagi sekelompok hweesio, yang paling depan memimpin seorang hweesio tua berperawakan kurus kering, alisnya putih seperti salju, Pek Soh-ciu merasa mengenalnya, hweesio tua itu masuk ke lapangan. Setelah hweesio tua itu bertarung, dengan jurus Cap-ie-cap-pwee-tiap (menyentuh baju delapan belas kali jatuh.) salah satu dari tujuh puluh dua macam ilmu hebat Siau-lim, berturut-turut dia memenangkan beberapa babak, pendeta To wanita yang tadinya sudah berada diatas angin, sekarangberbalik menjadi kalah.

Orang-orang yang menonton menjadi ramai, mereka seperti merasa bersimpati pada para nikoh, tapi tidak ada seorang pun yang mampu membalikkan keadaan yang sudah terjadi ini, sehingga, sebagian orang sudah dengan sedih meninggalkan lapangan. Tiba-tiba.....

"Pertarungan ini sungguh tidak adil sekali, hweesio besar! Mari...aku pelajar ingin mencoba Cap-ie-cap-pwee- tiap kau sampai dimana kehebatannya."

Orang ini menyebut dirinya pelajar, tentu saja bukan pendeta To juga bukan hweesio, tapi seorang manusia biasa, pertarungan antara pendeta To dengan hweesio, orang luar tidak boleh ikut campur, tampaknya remaja ini terlalu sembrono, sehingga seluruh lapangan jadi ramai, semua orang jadi memperhatikan pada arah orang yang muncul itu.

Dia berpakaian putih, tampangnya tenang, berdiri tegak di tengah di antara pendeta To dan hweesio, tampan seperti pohon giok diterpa angin.

Pek Soh-ciu melihat orang itu adalah remaja baju putih yang kemarin malam bertemu di perkumpulan Ci-yan, tidak tahan dia mengerutkan alis, didalam hati berkata, 'Ilmu silat orang ini, memang hebat sekali, tapi mengapa dia menyamar jadi dirinya kemana-mana mencari musuh? Apakah dia tampil keluar saat ini juga adalah satu siasat liciknya?

Satu suara rendah menyebut nama Budha, menghentikan jalan pikirannya, hweesio tua meng-angkat alis berkata: "Sicu kecil tanpa diundang datang sendiri, sungguh Budha maha penyayang. "

Remaja baju putih terbengong berkata: "Hweesio tua kau sedang mencariku?"

"Tidak salah, Sicu kecil mengacau di Siau-lim, sudah melanggar larangan Budha, juga membunuh adik seperguruanku Pek Kuo, tidak bisa diampuni. "

"Ooo, kalau begitu, kau kenal denganku?"

"Keturunan dari Sin-ciu-sam-coat, belum tentu bisa meraja lela di dunia, Sicu kecil begitu sombong, mungkin itu bukan keberuntungannya Sicu kecil!"

"Kalau begitu hweesio tua bisa menggunakan tujuh puluh dua macam ilmu Siau-lim untuk membunuh ku, bukankah itu sama sekali tepuk dapat tiga hasil." "Sekali tepuk dapat tiga hasil? Apa maksud kata kata Sicu kecil?"

"Mudah sekali, jika kau berhasil membunuhku, selain bisa menyelesaikan masalah hari ini, juga bisa membalaskan dendamnya Pek Kuo.

"Lalu apa hasil ketiganya?" "Hasil ketiga, itu sedikit repot!" "Coba katakan saja."

"Jika aku bisa mengalahkanmu, maka hilangnya ketua Siau-lim yang terdahulu, dan siapa otak yang diam-diam menyerang Sin-ciu-sam-coat? Harap kau memberitahukan dengan terus terang."

"Ini... walau aku bisa dikalahkan oleh Sicu kecil, mungkin juga akan mengecewakan harapannya Sicu kecil!"

"Kalau begitu kau jadi tidak- mau minum arak kehormatan tapi ingin minum arak hukuman."

Hweesio tua seperti menjadi marah oleh tampang remaja baju putih yang meremehkannya, mulutnya berteriak marah:

"Tunggu setelah Sicu kecil bisa mengalahkan aku baru kita bicara lagi." Sebuah angin pukulan yang amat dahsyat, sudah dilancarkannya.

Remaja baju putih menyunggingkan bibir, tubuh nya sedikit bergeser, menghindarkan angin pukulan, saat sepasang tangannya diangkat dan diayunkan, berturut-turut dia menyerang enam jurus telapak tangan, kecepatan jurus, keanehan gerakannya, walau pun pesilat tinggi masa kini juga jarang bisa ditemukan, hweesio tua yang di panggil PekCan walau merupakan salah satu dari lima Tianglo Siau-lim, dia juga sampai mundur terdesak, tidak mampu balas menyerang.

Remaja baju putih tertawa, dia membalikan tangan kcbelakang, satu sinar perak berkelebat, dengan menggunakan jari telunjuk dia menyentil ujung pedang jadi bergetar katanya:

"Hweesio tua! Menurut pandanganku, kita harus membicarakan hasil ketiga, betul tidak menurutmu?"

Pek Kuo taysu mengambil tongkat hweesio dari seorang hweesio dibelakangnya, dengan nada dalam berkata:

"Jurus Im-cu-kiam, adalah jurus pedang paling hebat jaman sekarang, aku beruntung bisa bertemu dengan Sicu kecil, mana mungkin aku melewatkan kesempatan yang bagus ini."

Remaja baju putih mendengus sekali dengan dingin berkata:

"Kata-kata Hweesio tua tidak salah, jurus Im-cu-kiam memang tiada duanya di dunia persilatan, tapi menyesal sekali, terhadap jurus pedang ini aku tidak sembarangan menggunakannya, terhadap kau hweesio tua......he he he, masih belum perlu menggunakan jurus Im-cu-kiam."

Kedudukan Pek Can adalah salah satu dari lima Tianglo Siau-lim, belum pernah dia mendapat penghinaan seperti ini, dia langsung membentak, melintangkan tongkat hweesionya, dengan kekuatan yang amat dahsyat tongkatnya menyapu.

Melihat tongkat Pek Can taysu mengeluarkan kekuatan yang begitu dahsyat, dia jadi tidak berani menangkis menggunakan pedangnya, terlihat bayangan putih berkelibat, pedang dengan lincah menyerang seperti kilat, menyabet mengikuti tongkat hweesio, hawa dingin pedang yang tajam sudah mengarah pada pergelangan tangan Pek Can taysu. Pek Can tidak menduga jurus pedang remaja baju putih begitu hebatnya, beruntung tenaga dalamnya memang luar biasa, cepat dia menurunkan lengan memutar tubuh, dengan ekor tongkat memukul sambil memotong, baru dia bisa terhindar dari jurus berbahaya ini, tapi diatas kepalanya yang botaknya sampai bersinar, sudah muncul keringat sebesar kacang kedele.

Sambil tersenyum remaja baju putih berdiri di tempat, dengan sorot mata sinis melirik hweesio tua, berkata:

"Hweesio tua, apakah masih mau mencoba lagi?" "Hm...!" dengan marah Pek Can taysu berkata, "Sicu

kecil sudah bisa melakukan diam laksana gunung, bergerak laksana kelinci lepas, memang tidak malu sebagai keturunan Sin-ciu-sam-coat, tapi, hanya dengan sedikit jurus ini, aku masih belum sampai harus mengaku kalah."

Remaja baju putih mengangkat sepasang alis: "Cianpwee kuil Siau-lim, tentu saja malu mengaku kalah pada seorang angkatan muda, tapi kenyataannya kau tidak mungkin bisa mengalahkan aku, jika menunggu sampai melihat dulu peti mati baru meneteskan air mata, mungkin saat itu waktunya sudah terlambat."

Baru saja remaja baju putih selesai berkata, satu bayangan manusia berwarna merah yang tinggi besar, dari arah pantai sungai dengan cepat menghampiri, dalam sekejap mata, bayangan orang itu sudah sampai didepan remaja baju putih, seperti sebuah menara besi, dia menatap tajam pada remaja cantik itu, sesaat kemudian dia membelalakan sepasang mata, berkata:

"Bocah! Apa kau sungguh-sungguh keturunan Sin-ciu- sam-coat?" Remaja baju putih tanpa perasaan berkata: "Tuan ada masalah apa?"

"Aku ingin meminjam Pouw-Iong-tui."

"Pouw-long-tui adalah pusaka bersejarah, orang semacam kau mana boleh menyentuhnya."

"Bocah! Kau tahu siapa aku?" orang ini berambut merah, panjangnya menutupi bahu, matanya bersinar hijau seperti mata macan, dibawah hidung elangnya yang seperti kail tajam, ada mulut besar yang seperti baskom, penampilannya yang bengis jelek itu, sungguh tiada duanya, saat sedang teriak marah, rambut merahnya berdiri semua, ilmu silatnya tampak sangat tinggi, cukup mengejutkan orang.

Remaja baju putih mundur dua langkah, tampangnya tampak sedikit ketakutan, tapi tetap dengan nada bicara yang tegas berkata:

"Tidak peduli kau dewa atau iblis dari mana, jika ingin Pouw-long-tui? Kalahkan aku terlebih dahulu."

"Hi hi hi!" orang aneh berambut merah itu tertawa, "aku sudah puluhan tahun tidak terjun ke dunia persilatan, sekarang sudah ada bocah yang tidak tahu tingginya langit tebalnya bumi, baiklah, jika aku tidak bisa mcngalahkanmu, aku tidak mau lagi pada Pouw-long-tui."

Satu aliran hawa yang panasnya seperti api, menyembur dari tengah telapak tangannya orang aneh berambut merah, seperti lahar panas yang menyembur dari mulut gunung berapi, tempat yang dilalui aliran hawa semuanya hangus menjadi terbakar, pukulan telapak tangan seperti ini yang sangat jarang ditemui di dunia persilatan, sungguh mempunyai efek kekuatan yang menakutkan orang, remaja baju putih itu pun terkejut setengah mati, sampai Pek Soh- ciu yang menonton dari kejauhan juga hatinya tergetar.

Orang aneh berambur merah menghentikan pukulannya, menatap pada remaja baju putih dengan dingin berkata:

"Di dunia persilatan sekarang belum ada satu orang pun yang berani mengatakan tidak pada Liat-hwee-sin-kun (Dewa memisahkan api), serahkan Pouw-long-tui itu, aku ampuni kau sekali ini."

"Kita masih belum tahu rusa mati ditangan siapa, buat apa kau merasa yakin terlebih dulu."

Remaja baju putih sungguh pemberani sekali, dia jelas tahu Liat-hwee-sin-kun, adalah seorang kepala penjahat ulung di dunia persilatan, dia malah menggetarkan pedang panjangnya, sekilas sinar perak menerjang, dengan hawa pedang yang tiada benda yang keras bisa menahannya, berturut-turut menyerang lima jurus pedang pada Liat- hwee-sin-kun.

Liat-hwee-sin-kun berteriak marah berkata: "Jika kau tidak ingin hidup, maka aku kabulkan keinginanmu!" telapak tangan kanannya dibalikan, hawa panas bergulung- gulung menerjang, lima jenis pedang yang kekuatannya amat dahsyat, seperti terjun ke dalam lautan luas, tubuhnya juga digulung oleh kekuatan telapak Liat-hwee, tergulung di udara lalu jatuh di tepi sungai.

Dalam hati Pek Soh-ciu berteriak celaka, tidak peduli apa tujuannya remaja baju putih, bagaimana pun jangan sampai dia jatuh ditangan penjahat ini, segera dengan satu bentakan keras, dari atas tiang bendera dia terjun menerjang ke bawah, tapi jarak dia ke tempat jatuhnya remaja baju putih itu terlalu jauh, saat dia tiba di tepi sungai, remaja baju putih sudah dibawa oleh Liat-hwee-sin-kun masuk ke dalam perahu, dengan cepat berlayar mengikuti arus sungai. Pek Soh-ciu mengejar dengan menelusuri pantai, disatu cekungan yang dangkal, terikat sebuah perahu kecil tanpa ada orangnya, maka segera menggunakan ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui dia melayang turun di atas perahu, dengan cepat men-dayung keluar dari cekungan, dengan ketat mengejar pada perahu yang jaraknya semakin jauh itu.

Saat ini sedang di musim hujan, aliran sungai kuning yang besar, dengan kekuatan ribuan kuda berlari mengalir ke bawah, perahu kecil yang terapung dalam aliran sungai deras, kecepatannya seperti anak panah lepas dari busurnya, di tempat yang berbahaya, hampir saja membuat dia tenggelam.

Kira-kira ada dua jam, Liat-hwee-sin-kun menepikan perahunya di bawah bayangan pohon, dia meletakan remaja baju putih di bawah bayangan pohon, dengan sorot mata bengis, menatap pada Pek Soh-ciu. Pek Soh-ciu melihat kepala penjahat itu sedang menunggu dia, maka pelan-pelan dia pun menepi, diam-diam dia menyiapkan tenaga dalamnya, dan berjalan menuju bayangan pohon itu.

"Hi hi hi.......bocah! siapa kau? Berani sekali mengejar aku, apa kau telah makan hati naga empedu harimau?" Liat-hwee-sin-kun melihat orang yang mengejar dia, adalah seorang sastrawan setengah baya dengan wajah yang kaku, tidak tahan dia jadi merasa aneh.

Pek Soh-ciu tertawa:

"Mengapa, sudah mendapatkan Pouw-long-tui, sampai teman lama tiga puluh tahun lalu juga dilupakan?"

Liat-hwee-sin-kun bengong, dia berkata: "Sahabat, berapa usiamu tahun ini?"

"Aku.    kek, usiaku enam puluh tahun." "Jangan main-main denganku, siapa dirimu sebenarnya?" "Apakah kau sungguh ingin tahu siapa aku?"

"Hm... kalau kau tidak mau mengatakannya, aku akan bunuh kau."

"Sebenarnya aku memberitahukan padamu juga tidak apa apa, aku she Pek. "

Belum habis perkataannya langsung jarinya menotok, terlihat bayangan merah menggelinding, disertai suaranya seperti longlongan serigala, dalam sekejap, longlongannya sudah berada sejauh satu li lebih.

Pek Soh-ciu tidak menduga dengan Pouw-ci-sin-kang dia bisa melukai Liat-hwee-sin-kun, tapi memang ilmu silat penjahat tua ini sungguh hebat, setelah mendapat luka parah, dia masih tetap bisa melarikan diri dengan kecepatan yang mengejutkan.

Dia mengeluh merasa sayang, lalu membalikkan kepala melihat sekali pada remaja baju putih yang terlentang pingsan dibawah bayangan pohon, lalu dari kejauhan mengibaskan telapaknya, melancarkan jalan darah yang ditotok oleh Liat-hwee-sin-kun, sambil menghadap pada sungai, dia berkata dingin:

"Apakah kau sudah sadar?" "Heh!. "

"Apakah kau bisa menjawab beberapa pertanyaan dariku?"

"Apa karena jasa pertolongannya?"

"Bukan, mau jawab atau tidak, aku tidak memaksa." "Coba kau katakanlah."

"Kau kenal dengan Siau Yam?" "Ini. "

"Tidak mau mengatakannya?" "Bisa dikatakan kenal." "Sekarang dimana dia?"

"Ini. maaf tidak bisa memberitahukan."

"Ada hubungan apa kau dengan Sin-ciu-sam-coat?" "Tidak ada."

"Lalu, mengapa kau mau menyamar sebagai keturunannya Sin-ciu-sam-coat, mengapa menarik perhatian orang?"

"Bicaramu lebih baik sopan sedikit!"

"Kau tidak perlu marah, aku hanya membicarakan apa adanya." Kata Pek Soh-ciu.

"Apakah kau pernah dengar aku mengaku keturunannya Sin-ciu-sam-coat"

"Diam tidak bicara dan tidak mengaku, seperti tidak ada bedanya!"

"Jika saudara berpikiran demikian, itu terserah saja." "Baik, kita tidak membicarakan ini lagi, sekarang, aku

ada satu permohonan." "Kau mau apa?"

"Jika kau kenal dengan Siau Yam, aku harus mencari Siau Yam, sehingga, aku terpaksa mengikutimu."

"Apa, kau mau ikut aku?" "Tidak salah."

"Tidak bisa." "Masalahnya sudah sampai disini, mungkin kau tidak ada pilihan."

"H... aku tahu ilmu silatmu sangat tinggi, tapi kalau kau mau ikut aku, kecuali kau bunuh aku baru bisa!"

"Aku ikut denganmu, itu tidak ada masalah bagimu, buat apa begitu serius!"

"Aku katakan tidak bisa ya tidak bisa." "Apakah ada alasannya?"

"Seseorang harus bisa menilai diri sendiri, apakah kau sendiri tidak tahu kau. "

"Maaf aku bodoh, katakan saja yang jelas." "Kek... saudara. wajahmu menyebalkan"

“Ha ha ha......setelah tertawa terbahak bahak, Pek Soh- ciu melepaskan topeng kulitnya, lalu dia pelan-pelan membalikan tubuh, berkata:

"Ternyata aku begitu menyebalkan, hai... ini sungguh satu hal yang menyedihkan."

Remaja baju putih yang tadi menutup matanya, dia mendengar Pek Soh-ciu bicara seperti sangat sedih, tidak tahan dengan simpati melihat sekali, tapi begitu melihat hatinya sangat terkejut, sorot matanya seperti tidak bisa ditarik lagi. Sesaat, dia menghentakan sepasang kakinya, dengan suara benci berkata:

"Kau jahat......aku tidak ingin melihatmu..." dia membalikan tubuh lalu lari, baju putihnya melayang-layang menyusup kedalam hutan Liu.

Wajah Pek Soh-ciu sedikit tertegun, dia segera mengejar sambil berteriak:

"Hey, hey, kau dengar aku.    " Remaja baju putih tidak menerobos keluar hutan Liu, dia hanya memutar di pepohonan, Pek Soh-ciu menggunakan ilmu meringankan tubuh Co-yang-kiu-tiong-hui, akhirnya dapat menghadang di depannya, lalu mengepal sepasang tangannya berkata:

"Supaya bisa bergerak leluasa, maka.    "

"Hm... mengapa kau justru memakai topeng yang mirip dengan Liu Ti-kie, apa sengaja membuat aku marah, benar tidak?"

"Tidak, topeng ini, adalah pemberian supek Hong.    "

"Kalau begitu......aku ampun......kek, tidak salahkan kau."

Remaja baju putih yang misterius ini, tidak saja ilmu ulatnya sangat tinggi, juga tampan tiada duanya, dan juga sering menampilkan gerakan mirip wanita, saat mengatakan 'tidak salahkan kau', dia mengangkat alis tersenyum manis, Pek Soh-ciu yang melihatnya, sepasang matanya jadi melotot, tidak berkedip menatap, mendadak wajah tampan remaja itu jadi merah berkata:

"Kau ini mengapa, Pek Toako.    "

"Aku....." Pek Soh-ciu sedikit ragu ber-kata, "aku ada satu omongan yang tidak pantas. "

Mulut kecilnya dimonyongkan, remaja baju putih tersenyum berkata:

"Jika kata yang tidak pantas, buat apa dikatakan?" "Kek..... karena seperti tulang yang tersedak di

tenggorokan, tidak enak kalau tidak dikeluarkan." "Kalau begitu katakanlah!"

"Apakah kau she Siau?" "Jika she Siau lalu mengapa?"

"Kalau begitu kau pasti saudaranya nona Siau!" "Kali ini dugaanmu tepat sekali, nama ku Siau Kun." "Kakakmu dimana dia berada?"

"Siapa yang tahu dia ada dimana, mungkin., mungkin dia akan mencariku, eeh kau cari kakakku ada perlu apa?"

"Aku dengan dia pernah bertemu sekali.    "

"Hanya demi ini?"

"Tidak, ayahmu menculik istriku, maka aku men cari kakakmu untuk ditukarkan. "

"Tidak bisa." Kata-katanya ada nada kebencian, muncul diantara alis Siau Kun, mendadak dia membalik-an tubuh meloncat, menembus hutan lari menjauh.

Pek Soh-ciu tidak mengerti sifat Siau Kun, mengapa bisa tidak menentu seperti ini, dia tertegun sebentar, lalu lari mengejarnya.

Siau Kun tidak bisa meloloskan diri dari kejaran-nya, maka dia menghentikan langkah, dengan nada dalam teriak:

"Kau mau apa! Mengapa menempel terus tidak mau melepaskan? Apa ingin mempermainkan aku, betul tidak?"

Pek Soh-ciu tertawa tanda mengalah:

"Siau-heng jangan salah paham, aku hanya.    "

"Hm...!" sekali Siau Kun berkata, "hanya ingin menggunakan aku supaya bisa mencari cici? Hm. tidak

semudah itu!"

Pek Soh-ciu berkata tawar: "Kesalahan bukan ada padaku, harap Siau-heng bisa memaafkan."

Siau Kun berpikir sebentar, katanya: "Dimanfaatkan orang, itu bukanlah hal yang enak, jika kau mau minta tolong, kau harus membantu aku melakukan satu hal kecil."

"Asalkan dalam batas kemampuanku, pasti tidak akan mengecewakan Siau-heng."

"Baik, mari kita jalan." Selesai bicara dia langsung berlari kearah tenggara.

Sebuah perumahan yang megah, berdiri di dalam hutan pinus, di gerbang perumahan tertulis dua huruf besar warna emas 'Yun-liu'.

Sepuluh lebih laki-laki besar berbaju ringkas bergolok, seperti sayap walet berdiri di kedua sisi gerbang, seorang berbaju hitam berusia empat puluh tahunan, dengan wajah tersenyum sedang menyambut seorang tamu yang datang berkunjung.

Pek Soh-ciu mengikuti Siau Kun masuk ke dalam Yun- liu, di gerbang perumahan mereka melaporkan nama palsu, di dalam perumahan jalannya di hampar batu putih, kebun bunga dimana-mana, sangat luas sekali, sampai di ujung jalan, tiba di satu bangunan besar, terlihat banyak bayangan orang, ruangan sudah dipenuhi oleh orang-orang yang datang dari segala penjuru, kecuali kenal Pek Can taysu dari kuil Siau-lim, ketua para perampok Gin-sai-riang-wan Tiat Kie-bu, Hai-thian-sang-sat, Kang-pak-siang-eng, nyonya ketua perkumpulan Ci-yan Ang-tan-yan Hong Liu-ceng, dan Liu Ti-kie, yang lainnya semua dia tidak kenal.

Mereka duduk tidak lama, di dalam kelompok orang berjalan keluar seorang tua berjenggot putih dengan alis panjang matanya sipit, berperawakan gemuk pendek, walau pun sepasang kakinya kecil pendek, tapi sekali melangkah jauhnya satu kaki lebih, orang tua kecil yang tidak mencolok mata ini, adalah seorang yang hebat di dunia persilatan, dia tertawa dan mengepal sepasang tangan, memberi hormat ke sekeliling berkata:

"Para pendekar berkunjung ke tempatku, aku Goan Ang merasa sangat bangga sekali, silahkan para hadirin masuk ke ruang dalam untuk, sarapan, kalau ada pembicaraan apa nanti kita pelanipelan merundingkannya, silahkan."

Di bawah undangan tulus dari tuan rumah, para pesilat tinggi di ruangan itu berturut-turut masuk ke ruang dalam, Pek Soh-ciu dan Siau Kun juga terpaksa mengikuti masuk ke ruang dalam, setelah sarapan, orang baju hitam yang menyambut tamu di gerbang perumahan, membawa keluar sebuah kotak kayu Ci-tan yang panjangnya kira-kira delapan inci, lebarnya hanya tiga jari, Goan Ang mengambilnya, setelah itu dengan tertawa keras berkata:

"Tahun lalu kebetulan aku berhasil men-dapatkan sebuah pusaka yang berumur ribuan tahun..."

Perkataan Goan Ang belum selesai, sudah ada orang dengan gembiranya berteriak:

"Ho-leng-ci?"

Goan Ang tersenyum:

"Tidak salah, memang Ho-leng-ci, barang ini walau adalah barang pusaka, tapi harus di makan bersama dengan air liurnya Sian-giok-!eng-coa (Ular giok yang misterius dan pintar), Sian-giok adalah makhluk pintar perliharaan seseorang Cianpwee, sudah puluhan tahun ular pintar itu tidak muncul, dan usia ku juga sudah tua, aku khawatir sebelum Sian-giok ditemukan, aku sudah meninggal dunia, maka. " Sepasang sorot matanya yang seperti sinar dingin, menyapu kesekeliling, lalu melanjutkan perkataannya:

"Aku ingin memberikan Ho-leng-ci pada orang yang berjodoh dengannya, tapi......aku sulit mendapatkan cara yang bagus untuk melaksana-kannya."

"Kita hidup di dunia persilatan, yang dibicara-kan adalah yang kuat hidup yang lemah mati, yang benar hidup yang palsu mati, pendekar besar Yuan jika tidak keberatan, persilahkan saja teman-teman yang ada di lapangan, bertarung dalam ilmu silat menentukan siapa yang paling tinggi!"

Yang bicara adalah Gin-sai-tiang-wan Tiat Kie-bu, dengan nada bicara seorang perampok ulung, tapi usulan dia ini yang penuh dengan bau amis darah, malah mendapatkan tepukan tangan tanda setuju. Goan Ang tertawa:

"Jika kalian semua setuju dengan usulannya ketua Tie, aku tentu saja tidak bisa menolaknya, dengan demikian tanggung jawabku atas Ho-leng-ci sudah lepas, selanjutnya aku bisa tenang." Ujung kaki dia perlahan di hentakan, tubuhnya yang gemuk pendek seperti anak panah melejit ke udara, dari tempat asalnya naik lurus ke atas, tangan kiri menangkap palang atap, tangan kanan sudah dengan tepatnya ditaruh di atas palang atap.

Tangan kiri dia tetap masih memegang palang atap, jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya dengan pelan menekan tombol kotak kayu Ci-tan, lalu tutup kotak terbuka. Dia dengan hati hati mengeluarkan Ho-leng-ci, sebuah sinar merah padam, membuat jenggot dan alisnya para pesilat tinggi jadi merah semua.

Ini adalah sebatang pohon yang panjangnya sekitar enam cun, warnanya merah api, mulai dari akar sampai kepucuknya tumbuh tujuh daun merah yang indah, di kepala Ci nya di selubungi oleh asap, berwarna-warni mencolok mata, dilihat dari kejauhan seperti awan warna- warni, di langit berputar putar.

Benda pusaka didepan mata, para pesilat tinggi didalam ruangan, semua menyorotkan sinar mata ingin memilikinya, ada orang yang keserakah annya sangat berat, langsung memegang senjata, siap keluar, di dalam ruangan segera terbentuk situasi bergejolak.

Mata sipit Goan Ang melihat ke sekeliling, di sudut bibirnya tampak senyum dingin penuh arti, pelan-pelan menaruh kembali Ho-leng-ci ke dalam kotak. tangan kiri dilepaskan, perlahan dia melayang turun di sudut ruangan, tangannya mengusap jenggot perak, dengan tertawa berkata:

"Tanggung jawabku sudah selesai, sementara ini aku mengundurkan diri." Dia lalu membalikan tubuh, melayang pergi ke belakang pekarangan.

Tidak ada orang yang memperhatikan keberadaannya Goan Ang lagi, seluruh perhatian para pesilat tinggi, sudah terfokuskan pada kotak kayu Ci-tan yang berada di atas palang atap, mereka semua menginginkannya, tapi tidak ada seorang pun yang bergerak.

Para pesilat tinggi di dalam ruangan, tidak sedikit adalah ahli silat yang menggemparkan dunia persilatan, dan para pesilat tinggi hebat yang tersohor, tapi tidak peduli siapa dia, asalkan di tangannya menggenggam Ho-leng-ci, maka dia langsung akan menjadi sasaran semua orang, di dalam keadaan demikian, walau pun dia berilmu sangat tinggi, juga tidak berani sembarangan bergerak, sehingga, mereka berada dalam keadaan yang sangat tegang sekali, tetap bertahan diam, tapi setiap pasang sorot mata yang mengandung permusuhan, tidak henti-hentinya bergulir.

Satu jam sudah berlalu, diam-diam suasana tegang mengalir dalam hati semua orang, akhirnya, satu bayangan orang, tanpa suara tanpa gejala meloncat ke atas, ilmu meringankan tubuh orang ini walau pun tidak sehebat ilmu silat meringankan tubuh It-hui-cong-thian (terbang menerjang langit) Goan Ang, tapi juga ringan lincah dan cepat, sudah sampai tingkat yang tinggi sekali, tapi ketika dia mengulurkan tangan akan menangkap tiang palang atap, mendadak dia menjerit ngeri, bergulung jatuh ke bawah, di atas punggungnya, menancap sebuah pisau kecil yang bersinar.

Sesaat setelah bayangan orang itu meloncat, para pesilat tinggi diruangan hampir semuanya juga ingin meloncat maju, sekarang mereka kembali menjadi ragu, yang pertama tadi bisa diambil contoh, siapa orangnya yang ingin mempertaruhkan nyawa sendiri! tapi daya tarik Ho- leng-ci sungguh terlalu besar, asalkan masih ada sedikit harapan, siapa pun tidak mau melepas-kannya, walau pun harapan itu kecil sekali.

Gejolak semakin kentara, permusuhan di antara para pesilat tinggi juga semakin dalam, mereka seperti busur yang ditarik penuh, setiap saat juga bisa terjadi pertarungan.

Terhadap keadaan ini Pek Soh-ciu sangat tidak sabar, dia sedikit mengerutkan alis berkata:

"Siau-heng. "

Siau Kun mengangkat wajahnya menyahut: "Ada apa?" "Aku merasa dadaku sedikit sesak."

"Ooo, mari kita pergi keluar mencari angin." "Tapi. "

"Aku tahu, Ayolah."

Mereka tadinya juga berdiri dibelakang para pesilat tinggi, saat ingin mengundurkan diri dari dalam ruangan juga jadi mudah sekali, Siau Kun menuntun tangan Pek Soh-ciu berkata:

"Kak, kita sembunyi diatas pohon yang ada di sebelah kanan itu, dari atas ke bawah, mengawasi seluruh lapangan, menunggu orang yang mendapatkan pusaka keluar dari ruangan, baru kita hadang dia."

Tangan Pek Soh-ciu yang di pegang oleh dia, seperti berada di dalam kapas yang lembut hangat, tidak tahan di dalam hati berpikir saudara Siau ini mengapa tangannya begitu lembut seperti tangan wanita? Mungkin dia adalah seorang putra yang hidup di dalam kemewahan, maka dia tidak berpikir ke arah yang lainnya. Mereka meloncat ke atas pohon, duduk berdampingan di satu batang cabang pohon, angin meniup lembut, meniup wangi yang seperti dikenalnya, Pek Soh-ciu jadi merasa sangat heran, dia mengangkat angkat hidung, lama menghirup wewangian itu, tampangnya tampak sangat bingung.

Siau Kun menatap dia dengan merasa heran berkata: "Kak, kau menemukan apa?"

Pek Soh-ciu tersenyum malu berkata:

"Tidak apa, aku mencium bau wewangian, dan merasa sedikit bingung saja."

Wajah tampan Siau Kun menjadi merah, lalu melihat dia dengan mata putih berkata: "Dipekarang banyak ditanami bunga, wewangian itu tentu saja tidak aneh, lihatlah, sudah ada orang yang keluar."

Tidak salah apa yang dikatakan Siau Kun, benar ada orang yang keluar, tapi orang yang keluar itu, semuanya roboh ke tanah tidak bisa bangkit lagi, dalam sesaat, di luar pintu ruangan, sudah tergeletak tidak kurang tidak lebih tiga puluh sosok manusia.

Saat ini di dalam ruangan sangat ramai suara manusia, benturan senjata dan suara jeritan mengerikan, tidak henti- hentinya keluar dari dalam ruangan, setelah satu jam, pertarungan sepertinya sudah berhenti. kembali terdengar suara pertengkaran, Siau Kun jadi bersemangat berkata:

"Sudah waktunya, kak, kita masuk kedalam untuk melihatnya."

Waktu masuk ke dalam ruangan, Siau Kun melihat ke sekeliling, melihat kota kayu Ci-tan tempat menyimpan Ho- leng-ci, sudah pecah di atas lantai, tapi Ho-leng-ci tidak ada disitu, tidak tahan dia mengangkat sepasang alis, wajahnya jadi dingin, katanya:

"Dimana Ho-leng-cinya? Siapa yang mendapatkannya?" Pek Can taysu, pendeta To Hoan-ho, Ang-tan-yan Hong

Liu-ceng, dan Gin-sai-tiang-wan Tiat Kie-bu yang berdiri di

sisi pecahan kotak kayu, wajahnya membeku, diam tidak bicara, hanya seorang laki-laki besar berwajah bengis yang berdiri agak jauh dengan mendengus sekali berkata:

"Pergilah, bocah, di dalam ruangan ini kau tidak pantas bicara!"

Siau Kun memutar sepasang matanya, satu tangan diayunkan pada laki-laki besar itu berkata: "Kau punya mata anjing hanya melihat orang di bawah, sepasang matamu itu tidak ada gunanya ditinggalkan di situ, lebih baik buang saja."

Dua titik sinar berkelebat, laki-laki besar yang lantang itu, dua tangannya segera menutup sepasang matanya, sambil menjerit berguling-guling di lantai.

Gin-sai-tiang-wan yang pertama terkejut, Pek Can taysu dan pendeta To Hoan-ho berikut para pesilat tinggi yang ternama di dunia persilatan, juga warna wajahnya berubah, dua titik sinar perak itu mengandung kekuatan yang tiada tandingnya, orang yang julukannya sebesar apa pun, juga harus sedikit mengalah.

Sehingga, Pek Can taysu dengan menyebut nama Budha sekali berkata:

"Aku menurunkan kotak kayu dari atas tiang palang atap, Sicu Tiat dan kawan-kawan datang merebutnya, dalam keadaan saling berebut, sehingga kota kayu itu jadi pecah, tapi Ho-leng-ci malah sudah hilang entah kemana, tidak ada didalam kotaknya. "

Siau Kun balik bertanya pada Gin-sai-tiang-wan: "Apa betul begitu Ketua Tiat."

Tiat Kie-bu berbatuk sekali berkata: "Kejadiannya memang begitu, tapi. "

"Tapi bagaimana?"

"Pek Can taysu pernah memasukan kotak kayu itu ke dalam lengan bajunya. "

Pek Can taysu cepat berkata: "Sicu jangan sembarang menuduh orang, bagaimana aku bisa melakukan hal sehina itu!" Mata Siau Yam menyorot terang, melihat ke seluruh tubuh Pek Can taysu berkata:

"Apakah Pek Can taysu pernah menggunakan siasat To- long-hoan-hong (mencuri naga menukar burung hong.) untuk mencuri Ho-leng-ci, kita jadikan saja itu kecurigaan kita, hanya saja jika Ho-leng-ci sudah hilang, kalian sepertinya tidak perlu lagi tinggal lama-lama disini."

Gin-sai-tiang-wan Tiat Kie-bu menyahut: "Kata-kata Siauhiap benar, aku segera mengundurkan diri." Dia mengepal tangan menyapa, langsung memimpin para pesilat tinggi aliran hitam meninggalkan ruangan.

Siau-lim, Bu-tong, perkumpulan Ci-yan, dan para pesilat tinggi lainnya, semua masing masing mengepal tangan menyapa Siau Kun, masing-masing memimpin kelompoknya meninggal kan tempat yang berbau amis darah ini.

Sekarang, didalam ruangan besar ini, hanya tinggal Pek Soh-ciu dan Siau Kun dua orang, lama, Pek Soh-ciu "kek!" sekali batuk berkata:

"Siau-heng. "

Siau Kun tawar tertawa berkata:

"Kakak ingin menanyakan mengapa mereka ada sedikit segan pada kita?"

"Benar."

"Guruku berkelana di dunia persilatan menggunakan Pek-lek-bie-sin-ciam (Jarum sakti menghancurkan geledek) sebagai tanda beliau, orang-orang ini hanya melihat muka guru ku saja."

"Gurumu pasti seorang pesilat tinggi yang amat lihay?" "Ini......kek, beliau memang ada sedikit nama, tapi karena larangan perguruan, harap maklum aku tidak bisa memberitahukan sebutan beliau padamu."

"Ooo!" sekali, Pek Soh-ciu berkata, "Tidak apa-apa, hanya saja terhadap masalah Ho-leng-ci, aku tidak bisa membantu Siau-heng, sungguh merasa sedikit tidak enak."

"Seluruh pesilat tinggi di dunia persilatan juga terperangkap di dalam siasatnya Goan Ang, mana bisa salahkan kakak."

Pek Soh-ciu dengan perasaan heran berkata: "Maksudmu, Ho-leng-ci masih berada ditangan-nya Goan Ang?"

Siau Kun tertawa:

"Jika Toako tidak percaya, bisa naik ketiang palang atap memeriksanya."

Terhadap kata-kata Siau-kun, Pek Soh-ciu memang merasa ragu, maka dia menuruti kata-katanya meloncat keatas tempat di mana Wan Hong tadi menaruh kotak kayu Ci-tan, benar saja dia melihat satu lubang yang dalam, dan di bawah lubang, ada sebuah papan hidup yang bisa digerakan, menembus sampai ke dalam dinding, dia lalu turun sambil mengangguk dan mengeluh:

"Saudara orang yang sangat pintar, tapi mengapa masih menaruh curiga pada Pek Can taysu?"

Siau Kun memonyongkan bibir: "Ketua Siau-lim terdahulu, pernah terlibat peristiwa di perumahan Leng-in, hweesio tua itu tidak tahu malu masih berani mengganggu kita berdua, biarkan dia saja menjadi kambing hitam, anggap saja itu hukuman ringan bagi kuil Siau-lim." Dia habis bicara lalu dia bersiul panjang, beberapa saat kemudian, lima orang laki-laki besar berbaju ringkas hitam berlari mendekat, mereka berdiri berbaris, bersamaan menyapa pada Siau Kun, dari penampilannya, tampak sangat menghormat sekali. Siau Kun dengan dingin berkata: "Dimana Goan Ang?"

Salah seorang laki-laki baju hitam berkata: "Kami dari tadi mengawasi terus, tapi masih belum melihat Goan Ang atau satu orang pun yang meninggalkan Yun-liu. "

Wajah Siau Kun menjadi dingin berkata: "Geladah.    "

Lima laki-laki besar baju hitam segera menerjang masuk ke dalam rumah, kira-kira lewat sepertanakan nasi, lima orang itu berturut-turut kembali melapor:

"Siauya, seluruh Yun-liu sekarang sudah kosong tidak ada satu orang pun. "

Siau Kun mendengus sekali berkata:

"Siau-han-ngo-liong (Lima naga basah) yang namanya menggemparkan dunia persilatan, malah tidak bisa menjaga seorang Goan Ang, hm... apakah terpikir kalian akibat melalaikan tugas?"

Semua rubuh lima orang baju hitam itu bergetar, wajah yang tidak gentar apapun terlihat pucat, tidak diduga perkataan marah Siau Kun, membuat laki-laki yang gagah perkasa ini, seperti terhukum yang menunggu eksekusi. Pek Soh-ciu malah merasa tidak tega dia berkata:

"Pertemuan di Yun-liu, sudah merencanakan Goan Ang, kita semua bersalah, mana bisa hanya menyalahkan mereka berlima, saudara, sudahlah."

Siau Kun berpikir sebentar berkata:

"Kalian beruntung, Ada Pek Toako yang membela, tapi jika dalam waktu tiga bulan kalian tidak bisa mendapatkan Goan Ang, kalian bersiap-siap menanggung." Siau-han-ngo-liong menyahut sekali, lalu membalikan tubuh meloncat dengan cepat meninggal-kan tempat itu.

Siau Kun melihat bayangan mereka telah hilang, baru membalikan kepala tersenyum manis pada Pek Soh-ciu berkata:

"Toako! Temani aku lagi pergi ke gunung Kwo- tiang...ya?"

Pek Soh-ciu tertegun:

"Maksudmu, Goan Ang telah pergi ke gunung Kwo- tiang?"

"Lembah Ceng-eng di gunung Tian-chang, baru benar sarangnya Goan Ang, tapi lembah Ceng-eng tidak saja penuh jebakan tersembunyi, juga sangat dingin sekali, bahayanya, tidak kalah dengan neraka dingin, jika kakak ada minat, kita pergi kesana untuk menambah pengalaman."

Pek Soh-ciu tertawa:

"Bagus, aku bisa menambah pengalaman, hayo kita jalan."

Siau Kun mendapatkan dua ekor kuda tunggang, mereka berdua berdampingan berangkat dari Yun-liu, derap suara kuda, tertawa, berkata keras di daerah Kanglam ini, kembali akan membuat cerita muda mudi dunia persilatan yang mengharukan.

0-0dw0-0 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar