Pertempuran di Lembah Hay Tong Jilid 12

Jilid 12

Tepat di mulut Haytong-kok, lerotan dari Bancie sanchung lantas berhenti dan Kiongsin Hoa Ban Hie, si Malaikat Kemelaratan, sudah lantas perintah dua muridnya kasih dengar suaranya yang nyaring, "Sahabat- sahabat, dengar! Chungcu dari Bancie sanchung telah datang untuk memenuhi undangan berkumpul di dalam lembah Haytong-kok! Kita orang tidak lakukan suatu apa yang bertentangan sama pri-kehor-matan, maka itu andaikata kau orang tidak mau pergi memberi warta, kita orang akan maju terus dengan tidak pedulikan apa-apa lagi!"

Suara itu berkumandang dalam kesunyian tetapi tidak ada yang jawab, sedang seharusnya, dengan melihat lerotan api saja, pihak Haytong-kok sudah mesti keluar, akan melihat, minta keterangan atau menyambut.

Karena itu, Hoa Ban Hie lantas kasih perintah akan maju terus. Perintah ini sudah diturut dengan lantas oleh itu duabelas murid.

Dua tetua dari Kiushe Hiekee kuatir anak-anak muda itu nanti nampak rintangan yang membahayakan mereka, maka dua tetua itu lantas maju akan mendahului, hingga mereka berada di depannya dua pemuda yang paling depan.

Adalah di waktu itu, dari kiri dan kanan lembah, ada loncat keluar dua orang dari pihak Haytong-kok, dan satu di antaranya segera kasih dengar teguran, "Tetamu- tetamu yang terhormat, jikalau kau orang datang dengan turuti adat kebiasaan di kalangan kangouw, kenapa kau orang tidak mau bersabar untuk menantikan jawaban sampai pihak kita memberi kabar? Apakah tuan-tuan memandang rendah pada kita pihak Haytong-kok dan anggap di sini tak ada orang yang mampu merintang-kan pada tuan-tuan sekalian?"

Tan Ceng Po dan Lim Siauw Chong, berhentikan tindakan mereka, kedua tangannya ditaruh di depan tubuh mereka. "Sahabat, jangan kau bicara dengan cara yang tak beraturan!" ia balik menegur. "Chungcu yang terhormat dari Bancie sanchung telah datang ke Haytong-kok ini akan memenuhkan janji, kenapa kau

orang tidak siap untuk melakukan penyambutan? Kenapa tadi kau orang diam saja, tidak menyahuti pertanyaan kita? Kau orang berlaku begini jumawa, kau orang sambut kita seperti juga kau orang tidak melihat kita, dari itu, kita juga tidak perlu pakai aturan lagi!"

"Tuan, apakah kau ada Tan loo-suhu dari Kiushe Hiekee?" tanya orang tadi dengan tak pedulikan teguran orang. "Benar," menjawab Tonglouw Hiejin. "Kau orang telah kenalkan aku, maka terlebih tidak pantas bagi kau orang akan sambut kita secara begini! Bukankah kita ada orang-orang dari suatu golongan? Tuan, aku masih belum ketahui she dan nama yang mulia kau orang berdua."

Ditegur begitu rupa, itu dua orang lantas perkenalkan diri. Mereka ada Thio Ban Kui dan Tow Cu In dari Sinkee Coanpang.

"Jadinya kita ada orang-orang sendiri, maka baik kita orang jangan rusaki persahabatan kita di sini," Tan

Ceng Po kata pula. "Kita orang datang kemari umtuk berurusan sama si orang she Pian, maka itu, sahabat tolong kau orang lekas-lekas mengasih kabar ke Haytong-kok!"

Thio Ban Kui dan Tow Cu In menyahuti dengan berbareng. "Baiklah!" setelah mana mereka berikan tiga kali tanda suitan, tanda mana telah dapat jawaban dengan cepat.

Dari dalam lembah, dari dua puncak atau tanjakan, kelihatan muncul cahaya api obor dan lentera, yang segera merupakan suatu rombongan panjang, hingga romannya mirip dengan gerakannya tubuh naga api. Lekas sekali, munculnya api itu disusul sama suara suitan.

Berdua Thio Ban Kui dan Touw Cu In lantas menunjuk ke sebelah dalam.

"Tan loosu, Lim loosu, orang-orang yang menyambut telah datang, silakan kau orang masuk!" berkata mereka pada kedua tetamunya Itu waktu dari tanjakan di dalam lembah telah muncul empat orang atau chungteng, yang masing-masing menyekal satu lentera yang besar, dan seorang lain di tengah mereka maju menghampirkan Tan Ceng Po dan Lim Siauw Chong buat terus berkata, "Mulut lembah ini terpisah masih terlalu jauh dengan pusat, supaya tuan- tuan tetamu yang terhormat tidak usah menunggu terlalu lama, silakan tuan-tuan masuk! Warta sudah disampaikan kepada Pian pangcu yang tentu bakal keluar akan menyambut. Aku percaya tuan-tuan tidak akan curigakan kita "

Tan Ceng Po dan Lim Siauw Chong manggut, mereka lantas menoleh ke belakang, akan mengasih tanda pada kawan-kawan mereka, untuk maju.

Kiongsin Hoa Ban Hie bersama-sama Souwposu Cukat Pok, Yan Toa Nio dan anak serta duabelas muridnya sudah lantas maju dengan tidak sangsi-sangsi lagi.

Empat chungteng itu bersama tauwbak mereka sudah lantas bertindak, akan memimpin tetamu-tetamunya.

Mereka jalan dengan tindakan cepat sekali.

Selanjutnya, di sepanjang jalan, saban-saban ada muncul orang-orang Haytong-kok dengan pakaian mereka yang ringkas, yang masing-masing membawa lentera atau obor, semuanya masih muda, dengan berdiri di pinggiran, mereka unjuk hormat, tetapi tidak ada satu di antaranya yang bekal senjata.

Kapan rombongan ini sudah lintaskan tanjakan paling tinggi, lantas jauh di depan mereka, mereka lihat ada suatu kalangan di mana cahaya api ada terang laksana siang. Itu waktu segera terdengar suaranya suitan yang riuh, karena sambutan telah datang dari tanjakan dan hutan, dengan tidak kelihatan siapa yang bunyikan itu.

Dari suaranya suitan itu telah terbukti penjagaan yang kuat dan sempurna dari Haytong-kok itu pun menyatakan jelas maksudnya Pian Siu Hoo untuk hadapkan lawannya.

Selagi mendekati pusat Haytong-kok kira-kira dua lepasan anak panah, dari pusat itu tertampak mendatangi serombongan penyambut, yang kemudian kelihatan nyata semua ada berpakaian serupa dan rapi, dandanannya sebagai kaum nelayan.

Jumlah rombongan itu ada dua-puluh jiwa, mereka semua pakai ikat kepala, dan semua ada bekal golok dan senjata rahasia, tetapi tangan mereka ada memegang masing-masing satu lentera. Mereka pun mendatangi dengan cepat, adalah sesudah datang dekat kira-kira empat atau lima tombak dari rombongan Bancie sanchung, baru mereka berhenti, akan berdiri di kedua tepi jalanan pegunungan itu.

Belum terlalu lama segera kelihatan datangnya Tiathong-liong Pian Siu Hoo, ketua dari Kangsan-pang, bersama-sama kawan-kawan mereka yang kebanyakan ada orang-orang undangan, yang ia minta datang untuk membantu ia.

Tan Ceng Po dan Lim Siauw Chong mendahulukan maju ke depan.

"Pian pangcu, selamat ketemu!" Lim Siauw Chong berkata. "Pian pangcu, kau telah dirikan pusat baru di Haytong-kok ini, bagaimana angker kau kelihatannya di mata kita kaum Sungai Telaga!" Pian Siu Hoo tahu bahwa orang telah pukul sindir padanya dengan cara halus tetapi ia tidak pedulikan itu, ia terus bertindak maju akan menghampirkan, buat terus angkat kedua tangannya.

"Lim loosu, di Giokliong-giam Hiecun kita orang telah bertemu, aku tidak sangka, di sini pun kita orang bisa bertemu pula!" demikian ia berkata. "Lim loosu, Pian Siu Hoo girang sekali atas pertemuan ini!"

Lantas ia pun unjuk hormatnya pada Tan Ceng Po. "Aku tidak pernah sangka bahwa kau juga, Tan loosu,

sudi datang ke lembah ini," ia berkata pula. "Di sini telah

berkumpul semua orang kenamaan dari kalangan Sungai Telaga, sebentar aku si orang she Pian ingin sekali menerima pengajaran dari tetamuku sekalian! Ijinkan aku menemui terlebih dahulu Hoa loo-cianpwee dari Bancie sanchung, kemudian sebentar kita orang nanti pasang omong di dalam!"

Cukat Pok, Yan Toa Nio dan Yan Leng In telah datang dekat, pada mereka itu Pian Siu Hoo unjuk hormatnya sambil unjuk senyuman.

"Yan toanio, Yan kouwnio, kau orang benar-benar ada orang-orang yang terhormat!" menyambut tuan rumah. "Aku Pian Siu Hoo sangat kagum untuk kedatangan kau orang ini! — Nah, Cukat loosu, kau pun persilakan!"

Yan Toa Nio dan gadisnya membalas hormat tetapi mereka tidak bilang suatu apa mereka seperti tak sudi bicara sama itu musuh besar, sedang Souwposu juga tidak mau banyak omong.

Tiathong-liong maju lagi dua tindak, akan sambut Hoa Ban Hie. "Nama besarnya chungcu dari Bancie sanchung telah menggetarkan daerah Kanglam," ia berkata serta unjuk hormatnya, "dan aku Pian Siu Hoo juga telah lama mendengar nama loo-cianpwee itu, maka sekarang aku girang sekali yang kita orang bisa bertemu di sini.

Saudara-saudara dari pihak Kangsan-pang telah serahkan semua urusan padaku seorang, karena itu, sama sekali aku belum mempunyai ketika akan mengunjungi chungcu di Bancie sanchung untuk mengunjuk hormatku. Aku ada seorang yang telah jatuh nama, di Hucun-kang tidak ada tempat untuk aku taruh kaki, karena itu aku terpaksa datang kemari untuk tumpangi diri sementara waktu. Guna sekalian saudaraku, aku tidak bisa bubarkan mereka. Aku telah pilih tempat ini dengan tidak pemah sangka bahwa di sini aku telah jadi tetanggamu, loo-cianpwee. Kita baru saja sampai di sini, segala apa belum tersedia sempurna, oleh karena itu, jikalau kita berlaku kurang hormat, aku mohon loo-cianpwee sudi memberi maaf pada kita!"

Diam-diam Hoa Ban Hie tertawa dalam hatinya mendengar ucapan orang itu.

"Pian pangcu, kau ada terlalu sungkan," ia menjawab. "Aku si pengemis telah mendirikan kampung Bancie sanchung di mana aku kumpulkan semua kawanku tukang minta-minta, tidak lain maksudnya daripada supaya mereka itu dapat tempat bernaung, agar mereka tidak sampai dahar angin dan tidur di embun. Kita orang bangsa melarat yang hidup terlunta-lunta, sejak dahulu belum pernah berani banyak tingkah hingga menerbitkan onar. Aku sendiri, si melarat, sudah lama mendengar halnya berbagai rombongan dengan keangkeran dan pengaruh besar mereka, dari itu aku sengaja jauhkan diri dari mereka itu. Bancie sanchung tidak pemah mendekati lain-lain kaum, karenanya tidak lain ialah untuk luputkan diri dari keruwetan penghidupan, maka aku tidak sangka, Pian pangcu, kau justru telah dapat melihat letaknya lembah ini dan telah pindahkan golongan coanpang-mu kemari. Di daratan dari Haytong-kok kau telah mendirikan pusat dari rombongan perahu air, ini adalah suatu hal yang aneh dari kaum kangouw. Kau ada baik sekali, Pian pangcu, kau telah sudi terima kedatangan kita. Aku si melarat ternyata telah datang tak dengan sia- sia! Pian pangcu, kalau benar kau hendak bikin kita buka mata di dalam lembah Haytong-kok ini, silakan kau membuka jalan akan ajak kita masuk ke dalam! Aku si melarat mempunyai satu urusan untuk mana aku hendak mohon pertolonganmu, di dalam, kita orang akan bicarakan itu dengan leluasa."

Pian Siu Hoo memperdengarkan suara di hidung. Ia merasa tidak enak mendengar perkataannya si Malaikat Kemelaratan.

"Hoa chungcu, silakan!" ia berkata. "Aku Pian Siu Hoo juga mempunyai satu urusan untuk mana aku hendak minta pertolonganmu! Bersama aku ada sejumlah sahabat yang hendak bertemu dengan loo-cianpwee, maka, sebentar saja di dalam kita orang bicara sekalian!" 

Dengan satu tanda, segera semua orang bertindak maju. Maka itu, rombongan telah menjadi satu jumlah besar, karena kedua pihak telah menjadi satu: Pihak tamu terdiri hampir duapuluh orang dan pihak tuan rumah duapuluh lebih.

Sekarang mereka sudah masuk di daerah pedalaman dari lembah Haytong-kok, keadaan jauh terlebih tenang daripada di mulut lembah bagian luar, di sini tidak tertampak orang seliweran, hanya setiap jangka lima tindak, pasti ada berdiri dua orang di kiri dan kanan yang pe-gangi obor.

Sebentar kemudian mereka sudah sampai, bukan di depan, hanya di bagian belakang. Rumah terbikin dari batu. Di sini api dipasang terang luar biasa, hingga segala apa bisa terlihat nyata. Rumah itu besar dan tinggi dengan tiga ruangannya. Pintu telah dibuka lebar- lebar. Di kiri dan kanan berdiri delapan anak muda dengan sikap yang menghormat.

Pian Siu Hoo pimpin sekalian tamunya masuk terus ke dalam akan undang mereka mengambil tempat duduk. Di situ meja dan kursi telah teratur, di kiri dan kanan atau timur dan barat. Pihak tamu duduk di gansan tamu.

Bersama tuan rumah, ada hadir tujuh orang.

Setelah awasi semua orang dari pihak tuan rumah, akhirnya Kiongsin Hoa Ban Hie perhatikan satu orang yang duduk di kursi kelima, siapa terus tunduki kepala, seperti tidak berani melihat orang, sedang pakaiannya tua dan rombeng, sama dengan pakaiannya pihak Bancie sanchung, malah pakaiannya Hoa Ban Hie ada jauh terlebih bersih. Orang itu berumur kira-kira enam-puluh tahun dan romannya seperti orang berpenyakitan: muka kuning, alis gundul, mata celong, hidung mancung, tulang pipi bangun, sedang kumisnya pendek. Tangannya memegang sebatang huncwee, hingga kelihatan nyata tangan yang mirip dengan ceker ayam, seperti kulit hanya membungkus tulang.

Maka, dilihat sekelebatan, orang itu seperti orang miskin melarat dari kalangan kangouw atau seperti tukang tenung yang bersengsara. Hawa udara waktu itu cukup panas, tetapi orang itu memakai jubah sepan juga, warnanya merah tua dan berminyak. Di pundaknya ada selembar mantel hijau yang warnanya sudah salin rupa serta banyak tambalannya, seperti jubahnya sendiri.

Juga Tan Ceng Po dan yang lain-lain merasa aneh terhadap orang itu. Jika dia tertampak bukan di medan pertemuan, niscaya tidak ada satu orang yang pedulikan padanya, orang pasti sangka ia ada pengemis biasa yang tak cukup makan dan pakai. Tetapi beradanya orang itu di medan pertemuan ada lebih menarik hati, karena ada luar biasa yang Pian Siu Hoo mau undang sembarangan orang, justru pada saat bakal mati atau hidup....

Segera datang saatnya Tiathong-liong si Naga Besi berbangkit untuk memperkenalkan pihaknya dengan pihak tamu. Karena orang ada banyak, ia tidak mau ajar kenal satu per satu, hanya ia sebutkan saja nama sambil tunjuk orangnya.

Demikian, pertama kali telah ditunjuk Itcie Sinkang In Yu Liang, si Jeriji Liehay. Nomor dua adalah Kimtoo Cee Siu Sin, si Golok Emas. Nomor tiga adalah Lianhoan- piauw Hoo Cin Kong si Piauw Beruntun. Nomor empat Hay-pacu

To Seng, si Macan Tutul Laut. Nomor lima ada Lioktee Sinmo Khu Liong Gan, si Iblis Bumi. Nomor enam ada Sianciang Kaysan Khiu Cu Gie si Tangan Pembuka Gunung. Dan nomor tujuh ada Tin-sankang Siauw Cee Coan, si Jago Sankang.

Setelah belajar kenal, barulah Tonglouw Hiejin Tan Ceng Po tahu siapa adanya si orang aneh yang dandan sebagai pengemis rudin itu, ialah si Iblis Bumi yang namanya ada menggetarkan dunia kangouw, karena ia mempunyai kepandaian luar biasa, yang melebihkan orang banyak, sedang adatnya pun aneh, hingga sifatnya sama anehnya dengan Kiongsin Hoa Ban Hie.

"Aku tidak sangka Pian Siu Hoo bisa undang orang- orang seperti mereka ini," Tan Ceng Po pikir. "Kelihatannya urusan di Haytong-kok ini ada sangat sukar untuk dibereskan secara sederhana."

Sesudah belajar kenal, orang pada berduduk pula.

Setelah itu, Pian Siu Hoo hadapkan Hoa Ban Hie pada siapa ia unjuk hormatnya.

"Hoa chungcu," berkata ia. "Berhubung dengan kunjungan kau-orang ini aku Pian Siu Hoo ingin sekali dengar keterangan chungcu."

Hoa Ban Hie tertawa ketika ia menyahut, "Pian pangcu, aku Hoa Ban Hie datang ke Haytong-kok ini juga untuk mohon sedikit keteranganmu. Di dalam kalangan kangouw, tidak peduli kaum atau golongan mana, masing-masing ada punya aturannya sendiri, dan siapa juga tidak ada yang sembarangan berani ganggu atau rusakkan sesuatu aturan golongan itu. Pian pangcu, di Hucun-kang kau telah kepalai satu rombongan, dan Kangsan-pang-mu bukannya satu coanpang yang kecil, maka itu kau terlebih-lebih mesti bisa jaga baik aturanmu. Tapi sekarang, buktinya, kau telah rubah atau rombak aturanmu sendiri, ialah pusatnya Kangsan-pang kau telah geser pindah ke Haytong-kok. Aku Hoa Ban Hie kepalai serombongan pengemis rudin, akujuga ada punya aturan sendiri. Seumur hidupku aku telah hidup di dunia kangouw, aku telah merantau sampai ke Tiangkang udik dan ilir, belum pernah aku lihat ada orang yang jalankan perahu di daratan atau di atas gunung yang tinggi mendirikan pelabuhan pusat, tetapi kau, Pian pangcu, kau sekarang justru telah lakukan itu keanehan, maka itu aku jadi tidak mengerti, maka juga aku hendak minta keterangan dari kau!"

Sambil bicara, Hoa Ban Hie awaskan tuan rumah dengan tajam. Tiathong-liong tertawa dingin. "Aku sudah duga bahwa Hoa chungcu bakal tanyakan aku secara begini," ia menyahut. "Mengenai halnya aturan dari berbagi-bagi golongan, aku tidak berani sangkal bahwa aku telah langgar aturan. Cuma, dalam halnya pusat dari Kangsan-pang dipindahkan ke Haytong-kok ini, aku bisa terangkan, sifatnya ada untuk sementara waktu. Bahwa aku telah pindah kemari, hanya untuk pakai lembah ini sebagai tempat untuk membikin beres urusan perseorangan dari aku sendiri. Tentang kematian atau kehidupan aku si orang she Pian, itu ada urusanku sendiri, tidak ada sangkutan atau hubungannya sama Kangsan-pang, maka andaikata aku mesti binasa di dalam ini lembah, Kangsan-pang sendiri akan hidup terus, bakal ada orang yang nanti gantikan aku. Aku tidak ingin, karena urusanku sendiri, Kangsan-pang atau saudara-saudara dari Kangsan-pang, turut menyerahkan jiwanya. Sebabnya aku pindah kemari adalah karena urusanku dengan mereka berdua pihak." Dan ia tunjuk Yan Toa Nio ibu dan anak dan Lim Siauw Chong dari Kiushe Hiekee. "Dengan Yan Toa Nio dan puterinya, Yan Leng In, aku ada punya sakit hati untuk mana kita orang berdua pihak tidak seharusnya hidup sama-sama di dalam ini jaman, dan dengan Lim Siauw Chong dari Kiushe Hiekee ada satu urusan yang belum selesai diperhitungkan! Begitulah aku datang kemari, untuk bereskan utusan dengan mereka berdua pihak. Maka aku

tidah sangka bahwa sepak terjangku ini telah membikin kaget pada Hoa chungcu. Sekarang aku telah berikan keteranganku, maka adalah giliranku untuk minta keterangan dari chungcu, dengan kunjunganmu ini, kau hendak berikan pengajaran apa padaku?"

"Hm, Pian pangcu, kau ingin dengar penjelasanku?" Hoa Ban Hie menjawab. "Aku inginkan suatu apa yang ada sedikit bertentangan sama pri-kepantasan! Ialah aku minta supaya kau terlebih dulu mundur dari Haytong-kok ini! Aku Hoa Ban Hie telah datang di daerah ini jauh terlebih dahulu beberapa tahun daripada kau, maka kau, Pian pangcu, jikalau kau berniat mendirikan pusat di sini, kau mesti berdamai dahulu sama aku. Tapi sekarang buktinya tidak, nyata sekali kau telah tidak pandang mata padaku si pengemis, karena itu, aku si melarat jadi mau campur tahu urusan ini!"

Mendengar ucapan orang itu, Kimtoo Cee Siu Sin campur bicara.

"Hoa chungcu," ia berkata, mendahului Pian Siu Hoo, "kita orang datang ke Haytong-kok ini melulu karena kita dengan Pian pangcu ada utamakan persahabatan di kalangan kangouw. Kau sendiri, chungcu, adalah sahabat kita yang kita kangeni namanya. Pian pangcu telah dirikan pusatnya di lembah ini, kau tidak suka itu, dan kau inginkan ia lantas pindah, caramu ini adalah hebat dan sangat menyukarkan! Kita orang ada orang-orang kaum kangouw, meski kita orang ada dari lain kaum, kita orang toh masih harus utamakan persahabatan, menggunakan paksaan, itulah bukan keharusan!" Hoa Ban Hie tertawa berkakakan atas ucapannya si Golok Emas itu.

'Cee loo-suhu, kau bicara dengan kepantasan!" ia bilang. "Cuma kau harus ingat, ada orang yang datang duluan dan belakangan, dan dalam segala hal, orang mesti memandang mukanya lain orang. Kita orang di kalangan kangouw apa bukan paling utamakan muka terang? Pian pangcu telah punyakan pusatnya di Gocu- mui. Dulu-dulu kalau di sana terjadi keruwetan urusan di muka air, lain pihak atau kaum, tidak ada yang datang ke Gocu-mui akan ganggu ia atau bikin ia susah. Aku Kiongsin Hoa Ban Hie tinggal di Bancie sanchung bukan baru satu atau setengah tahun, tetapi si orang she Pian tidak memandang sedikit juga pada aku, ia telah datang ke Haytong-kok dengan pikiran istimewanya di tanah datar ia mau kendarakan perahu, di atas gunung ia mau bikin pelabuhan air! Coba ia mau pandang pada aku dan buka satu suara saja padaku! Tetapi ia tidak lakukan ini! Nyata sekali Pian pangcu sudah tidak pandang orang lain! Di lain pihak, pihaknya Pian pangcu sudah lakukan satu perbuatan yang melanggar kehormatan! la telah utus satu orang datang ke Bancie sanchung! Orang itu bukannya orang sembarangan, tetapi perbuatannya ada sembrono dan melewati batas! Ia telah langgar aturan kita— aturan yang telah diwariskan kepada kita oleh Kiongkee-pang — ialah ia telah geser pelita turunan kita yang maha suci! Hal ini, Cee loo-suhu, ada satu soal lain. Itu ada perbuatan dari nyali yang besar!

"Tapi, aku tidak ingin terbitkan gelombang besar!

Begitulah, dengan sekuat tenagaku, aku telah kendalikan hawa amarah dari saudara-saudara mudaku. Aku telah terangkan kepada mereka, bahwa kejadian adalah karena salah mengerti, bahwa itu disebabkan orang tidak ketahui adanya aturan rumah tangga kita! Aku terangkan juga, bahwa kalau orang ketahui aturan kaum kita, yang sangat suci, orang tidak nanti berani turun tangan!

Demikian aku bikin sabar saudara-saudaraku! Umpama aku si melarat tidak berpikir jauh, andaikata aku mau main gila, di mana pengaruh ada padaku, dengan gampang sekali aku bisa anjurkan semua saudaraku turun tangan! Harus dimengerti, asal aku bergerak, gerakanku pasti bakal disambut oleh kaum Kiongkee- pang di tujuh provinsi selatan di mana orang pasti tidak bakal diam saja! Coba pikir, berapa kekuatannya orang itu maka ia berani main gila terhadap aturan kita yang dipandang suci? Sekarang aku datang kemari dengan dua maksud, ialah pertama untuk minta Pian pangcu tolong urus dan tanyakan, apa maksudnya yang sebenarnya maka ia berani satroni Bancie sanchung dengan terbitkan kegaduhan di sana, dan kedua aku ingin bikin beres urusan sama itu sahabat kita "

In Yu Liang tahu orang maksudkan ia, maka ia lantas menyahut.

"Hoa chungcu, kedatanganmu kemari sebagian adalah untuk urusan dengan aku, aku bersedia akan bicara sama kau," ia kata. "Kita sama-sama pernah merantau dalam kalangan Sungai Telaga, meski kita tidak punya kepandaian yang bisa bikin langit kaget dan bumi bergerak, kendati hanya nama kosong, toh di mana kita sampai, kita masih bisa bicara dengan kepantasan, tetapi jikalau kau hendak gunakan kekuatan untuk menindih yang lemah, jikalau kau andalkan kepandaian tinggi untuk menghina orang, atau tegasnya urusan hendak diselesaikan dengan kekerasan, pembicaraan tak usah dilakukan lagi! Hoa chungcu, aku mau minta keterangan dari kau. Pian pangcu telah dirikan pusat di Haytong-kok ini dan anggap saja bahwa ia telah langgar aturan umum, tetapi kau sendiri bukannya sahabat kaum nelayan dari Hu-cun-kang, kau tidak masuk dalam rombongan coanpang, kau mana ada punya hak akan campur tahu urusan coanpang ini? Haytong-kok juga bukan kepunyaan perseorangan, kalau Pian pangcu tempatkan itu untuk sementara waktu, apakah itu tidak pantas? Umpama Bancie sanchung merupakan satu rombongan, dan ia menjagoi di satu tempat, tetapi kalau ia larang orang lain ambil kedudukan di sini, itulah ada perbuatan sewenang-wenang! Bahwa aku ln Yu Liang sudah datangi Bancie sanchung, itu ada yang dinamai, kunjungan harus dibalas! Jikalau tidak terlebih dahulu ada orang datang ke Haytong-kok ini, tidak nanti kita menempuh bahaya pergi ke sana! Hoa chungrju, sekarang aku si orang she In telah mengerti segala apa! Hoa chungrju, kau-orang datang untuk menegur, untuk menghukum kita, kalau kau datang hanya untuk paksa Pian pangcu pindahkan pula pusatnya, setelah itu barulah kau puas, kita orang baik tidak usah bicara terlebih jauh, tidak usah kita orang omong lebih banyak lagi, paling betul mari kita orang ambil putusan dengan andalkan kekerasan, biarlah kepandaian yang tinggi dan yang rendah, yang berikan putusan untuk kita orang hidup atau musnah! Perihal urusan keluarga Yan ibu dan anak dengan Pian pangcu, itu ada urusan lain lagi, aku si orang she In tak mau campur urusan itu!"

Hoa Ban Hie kembali tertawa. "In loosu, kau ada seorang jujur dan omonganmu ringkas jelas, ini adalah sikap yang aku Kiongsin Hoa Ban Hie paling sukai!" ia kata

Sampai itu waktu, Lioktee Sinmo Khu Liong Gan barulah angkat kepalanya, ia memandang pada Hoa Ban Hie, ia bersenyum.

"Sahabat tua, kau juga ada seorang ulung di kalangan Sungai Telaga," ia berkata, "seharusnya, setelah sejumlah sahabat datang ke daerah Bancie sanchung ini, kau mesti ambil sikap memburaskan perkara, maka aku heran, kenapa kau justru bicara sebagai juga mendorong ombak akan bantu membesarkan gelombang? Datangku kemari bukan karena undangannya Pian pangcu, aku datang untuk ketemui kau, karena sudah lama dengar yang kau, Hoa chungrju, di Bancie sanchung ini kau telah adakan pusat dari mana kau pegang pimpinan atas kaum Kiongkee-pang, hingga di dalam kalangan kangouw, kau menjadi salah satu orang besar! Sudah lama aku Khu Liong Gan memikir untuk kunjungi kau, cuma karena kita dengar kau telah menjagoi di daerah Kanglam ini, aku tidak berani berlaku sembarangan mengunjungi ke Bancie sanchung. Bahwa sekarang aku berada di sini, inilah karena aku kebetulan berada dalam perjalanan dan selagi lewat di sini, ternyata di sini ada dua sahabatku, maka aku mau ketemu sahabat-sahabatku itu, untuk minta keterangan perihal letaknya Bancie sanchung, sebab aku tahu, Bancie sanchung berada di bilangan ini. Maka adalah di luar sangkaanku, yang kau, Hoa chungcu, kau justru datang kemari, untuk terbitkan hal yang tidak- tidak Tindakan kau ini, aku anggap, tidak berharga.

Menurut pikiranku tidak selayaknya bagi Hoa chungcu akan datang kemari melulu untuk menegur dan menghukum! Si orang she Pian pindahkan pusatnya kemari, itu disebabkan ia mempunyai permusuhan yang tak gampang dapat diselesaikan dengan pihak Kiushe Hiekee, sedang dengan keluarga Yan ibu dan anak, ia pun mempunyai urusan lain. Tapi, ringkasnya, urusan mereka adalah urusan coanpang, dalam urusannya itu, orang luar tak berhak untuk turut campur tahu. Maka, Hoa chungcu, kalau menurut aku baiklah kita orang ambil sikap menjunjung keadilan, melindungi persahabatan, apabila kita orang sanggup bikin beres urusan mereka bertiga pihak, mari kita orang dengan sekuat tenaga selesaikan itu. Tapi andaikata kita orang tidak berhasil, baiklah kita orang jangan campur urusan mereka dan biarkan mereka sendiri yang bereskan itu!"

Hoa Ban Hie tidak puas yang ia telah ditegur secara demikian. "Sahabat tua, ucapanmu adalah nasehat yang berharga sekali, seharusnya aku turut itu dengan segera," ia berkata, "hanya sayang, kau cuma tahu ingin membikin akur perselisihan atau dendaman orang, tetapi kau tidak perhatikan aturan sendiri-sendiri dari masing- masing golongan. Sahabat tua, keangkeranmu di kalangan kangouw, aku Kiongsin telah ketahui dengan baik, ucapanmu sangat berharga Dengan meraba tulang iga sendiri, aku seharusnya turut itu. Dengan menuruti nasehat-mu, itulah yang dinamakan orang sayang diri sendiri! Melainkan dalam halku ini, ada suatu apa yang membikin aku tidak mampu berkuasa sendiri. Itu adalah aturan kaum kita yang tidak boleh dirusak oleh siapa pun! Maka juga, biar tulang-tulangku mesti lebur atau musnah menjadi abu, aku harus cari orang yang menghina Bancie sanchung itu dan barulah aku mau berhenti umpama kata ia sudah mau akui kesalahannya itu! Aku adalah ketua dari Kiongkee-pang, aku tidak bisa ijinkan orang ganggu aturan kita di hadapan mataku! Kalau toh perdamaian dikehendaki, Pian pangcu dan In loosu mesti diminta untuk memakai upacara pergi ke Bancie sanchung serta memperbaiki lagi kedudukannya lampu suci kita, kecuali itu, tidak ada lagi jalan damai!"

Hoa Ban Hie telah berikan putusannya yang tidak bisa ditawar lagi, mendengar demikian, Lioktee Sinmo Khu Liong Gan si orang aneh dari kalangan Sungai Telaga telah putar kedua biji matanya. Ia manggut-manggut.

"Bagus, Hoa chungcu, bagus, kau telah utarakan rasa hatimu," ia berkata, "dengan demikian kau telah bikin sahabat tuamu tidak bisa bilang apa-apa lagi."

Sampai di situ, dengan tidak tunggu sampai Hoa Ban Hie berikan jawabannya pada Khu Liong Gan si Iblis Bumi, Yan Toa Nio berbangkit akan hadapkan Pian Siu Hoo.

"Pian pangcu, aku ingin bicara dengan kau!" ia berkata. "Ketika pertemuan kita di Giokliong-giam Hiecun, kau telah janjikan pertemuan di Hucun-kang ke mana kau telah undang kita. Kau tahu, karena janjimu itu, kita ibu dan anak sudah lantas berangkat ke Hucun- kang, siapa tahu, sesampainya kita di Go-cu-mui, kita jadi hilang harapan! Sia-sia saja kunjungan kita ke pusatmu itu, karena kau sendiri sudah pindah dengan diam-diam! Kita hilang harapan, karena kita telah lakoni perjalanan ribuan lie untuk memenuhkan janji! Kenapa kau pindah dengan tak meninggalkan sedikit kata-kata, supaya kita bisa susul kau lebih jauh? Mana kita tahu bahwa kau telah pindah ke lembah Haytong-kok ini?

Jikalau tidak ada dua tetua dari Kiushe Hiekee, yang kita ketemukan dan sudi membantu pada kita ibu dan anak, niscaya sampai sekarang ini kita masih bergelandangan saja untuk mencari kau! Pian pangcu, kau ada satu laki- laki, kenapa terhadap orang-orang perempuan kau berlaku begini tak punya kehormatan? Tidakkah kau membikin hati orang menjadi tawar? Beruntung buat kita, kita sudah dapat menumpang di Bancie sanchung dan semua loo-cianpwee telah sudi membantu kita, dengan demikian akhirnya kita bisa sampai di lembah ini. Maka Pian pangcu, hutang kita yang lama, mari kita orang bereskan terlebih dahulu!"

Mukanya Pian Siu Hoo menjadi merah. Ia tahu adalah pihaknya sendiri yang kalah cenglie dan karena itu ia tidak bisa buka mulut dengan leluasa, hingga ia hanya bisa umbar hawa amarahnya.

"Yan toanio, jangan kau sembarangan bicara!" ia membentak. "Aku Pian Siu Hoo ada sahabat yang boleh dibunuh tetapi tidak diperhinakan! Memang dalam pertemuan di Giokliong-giam aku telah nampak kekalahan, tetapi selama napasku masih ada, tidak nanti aku sembunyikan diri! Aku telah kembali ke Hucun-kang, ke Gocu-mui, adalah melulu untuk bersiap, untuk memenuhkan janji kita! Kau harus ketahui, urusanku bukan hanya dengan kau orang saja, juga dengan Kiushe Hiekee. Di antara Kangsan-pang dan Kiushe Hiekee, salah satu pihak mesti sirna dari muka bumi ini! Gocu- mui ada pusat pelayaran, di sana masih berlaku undang- undang negara, coba kau pikir, negara mana ijinkan kita orang perang mati-matian di sana? Karena itu, maka aku telah pilih tempat yang sunyi ini. Aku tahu, dengan tindakanku ini, aku telah melanggar aturan dalam kalangan coanpang, tetapi dengan berbuat begini, aku ada kandung pikiran lain. Lembah ini aku hendak pakai untuk sementara waktu saja Dengan tetap pakai Gocu- mui, aku kuatir nanti muncul lain-lain keruwetan yang tidak ada hubungannya dengan kita orang. Di sini hanya kita orang berdua pihak saja yang berurusan, di sini aku harap didapat keputusan! Kangsan-pang musnah atau hidup terus! Di sini aku belum bersiap sempurna, itulah sebabnya aku belum sempat kembali atau kirim wakil ke Gocu-mui untuk papak dan sambut kau orang ibu dan anak. Tidak, nyonya, aku tidak sembunyi! Coba aku telah selesai dengan persiapanku, bukan kau tetapi aku yang akan cari padamu, karena aku juga tidak mau ijinkan kau lolos dari tanganku! Sekarang, Yan toanio, kalau kau hendak bikin perhitungan dengan aku, silakan! Silakan kau orang, ibu dan anak turun tangan, supaya tidak ada lain orang nanti gerecoki kita!" Dengan ucapannya yang terakhir itu, Pian Siu Hoo menyindir dua musuhnya yang lain.

"Hm, Pian Siu Hoo. k.au pandai sekali membantah!" Yan Toa Nio menegur. "Sekarang memang ada temponya untuk kita orang hidup atau binasa, maka silakan kita orang pergi ke luar!"

Itu ada permintaan atau tantangan yang Pian Siu Hoo harap-harap, maka ia lantas berbangkit. Tapi Hoa Ban Hie justru mau satrukan ia dan tidak berikan ia berlalu dengan begitu saja.

"Tunggu dahulu, Pian pangcu!" berkata tetua dari Bancie sanchung. "Urusan kau dengan keluarga Yan ibu dan anak baik ditunda sebentar! Bukankah urusan kita orang telah tertunda bertahun-tahun? Maka kenapa kau orang mesti repoti itu di saat ini juga? Kau mesti terlebih dahulu usir aku si pengemis tua bangka, barulah kau urus urusan kau orang!" "Hoa Ban Hie, kau benar-benar terlalu menghina!" Pian Siu Hoo membentak. "Apakah sikapmu ini disebabkan kau pandang terlalu hina padaku si orang she Pian? Apakah kau sangka aku tidak berani tandingi kau? Baik, Hoa Ban Hie, mari kita orang bicara di luar!" 

Ketika itu Tin-sankang Siauw Cee Coan berbangkit, ia memberi hormat pada Hoa Ban Hie dan Pian Siu Hoo.

"Jiewie loo-suhu," ia berkata, "aku numpang tanya, di antara kau orang dulu-dulu sebenarnya ada permusuhan bagaimana besar hingga sekarang urusan itu tidak bisa dibereskan kecuali dengan gunakan tenaga? Kau orang sama-sama hidup di kalangan kangouw, sama-sama mempunyai kaum sendiri, janganlah karena urusan salah mengerti yang kecil, kedua pihak jadi mesti celaka dan musnah! Tak menahan sabar bukanlah perbuatan dari kau orang yang sama-sama telah berusia lanjut! Aku si orang she Siauw datang di medan pertemuan ini mengandung satu harapan, ialah biarlah kedua pihak berlaku tenang dan dalam ketenangan menyelesaikan urusan secara damai. Kenapa mesti adu jiwa? Hoa loo-

suhu," Siauw Cee Coan melanjuti pada ketua dari Kiong- kee-pang, "terhadap Pian loo-suhu, aku minta kau sudi mengalah sedikit. Pian loo-suhu kembali dari Englok- kang, karena urusan permusuhannya yang lama, yang mesti diperhitungkan, dan karena itu, ia sampai pindahkan pusatnya ke Haytong-kok ini. Seperti ia sudah bilang, ia mau pakai lembah ini untuk sementara waktu, selama ia hendak bereskan perhitungan lamanya, maka itu, aku harap sudilah kau maklum padanya. Mengenai perbuatan In loo-suhu, yang telah masuk ke Bancie sanchung dan telah langgar aturan dari Kiongkee-pang, itu disebabkan melulu karena ia tidak paham terhadap aturan dari berbagai-bagai kaum, jadi ia lakukan itu tak dengan sengaja. Maka kalau loo-suhu desak ia keterlaluan, itu adalah tak selayaknya. Ringkasnya aku Siauw Cee Coan inginkan kedua pihak bereskan urusan secara damai! Atas nama persahabatan Rimba Persilatan, aku suka wakilkan In loo-suhu pergi ke Bancie sanchung untuk perbaiki kedudukan pelita suci dari Kiong-kee- pang. Biarlah salah mengerti disingkirkan dan itu dirubah menjadi persahabatan! Tidakkah ini ada terlebih baik daripada permusuhan diperhebat? Bagaimana, Hoa loo- suhu, maukah kau pandang pada mukanya si orang she Siauw ini?"

Hoa Ban Hie tahu Tin-sankang ada seorang jujur, sekarang terbukti pula dengan sikapnya ini yang malang di tengah. Ini ada sifat dari Siauw Cee Coan, yang di Kanglam semua orang menghargakan.

"Siauw loo-suhu, aku Kiong-sin berterima kasih untuk kebaikanmu ini," ia berkata sambil balas hormatnya kenalan itu. "Loo-suhu, jikalau aku berkokoh dengan anggapanku, orang niscaya akan katakan aku tidak kenal persahabatan, maka itu, dengan memandang pada kau, aku suka terima baik usulmu. Sekarang aku minta Pian pangcu datang sendiri ke Bancie sanchung untuk kembalikan pelita suci kita pada tempatnya, setelah itu, aku tidak akan usil-usil lagi soal ia mendirikan pusatnya di Haytong-kok ini. Tapi, andaikata Pian pangcu tidak bersedia akan perbaiki kesalahan itu, harap Siauw loo- suhu tidak katakan bahwa aku tidak hargakan padamu!"

Tapi, mendengar itu, Pian Siu Hoo tertawa dingin. "Siauw loo-suhu, terima kasih untuk kebaikanmu," ia

berkata. "Dalam halnya urusan malam ini, aku minta sahabat-sahabat baik jangan kecilkan hati lagi! Aku Pian Siu Hoo bukan bocah umur tiga tahun, aku telah bisa melihat dengan terang dan jelas! Nyata sekali orang mau bikin supaya aku tidak mampu angkat kepalaku di daerah Hucun-kang! Untuk pergi ke Bancie sanchung buat perbaiki kedudukannya pelita suci, adalah soal gampang, tetapi aku ingin itu dilakukan nanti, setelah di sini ada keputusan, siapa kuat dan siapa lemah! Sampai waktu itu, jangan kata aku si orang she Pian disuruh pergi ke Bancie sanchung untuk haturkan maaf, sekalipun aku dipaksa akan berlutut setiap satu tindak, aku tidak nanti berani tidak lakukan itu! Sekarang, Siauw loo-suhu, aku minta supaya semua orang sudi jadi juru pemisah yang adil, akan saksikan keputusan kita orang!"

Setelah berkata demikian, Pian Siu Hoo lantas unjuk hormatnya pada si pengemis tua.

"Hoa loo-suhu, silakan kita orang pergi ke luar!" ia berkata. Ia terima tantangan dengan menantang juga-

Begitulah semua orang berbangkit menuju ke luar.

Di luar, di depan rumah batu, sudah teratur dua baris tempat duduk, di kiri dan kanan. Itu adalah dua bangku panjang terbikin dari bamboo, dengan di tengah-tengah ada sebuah meja kecil. Letaknya ada timur dan barat, berdampingan dengan tembok bukit.

Di empat penjuru, di atas pohon-pohon haytong ada digantungkan banyak lentera merah.

Di kedua baris tempat duduk ada orang-orang dari Haytong-kok dengan obor di tangan mereka, hingga tanah lapang menjadi terang seumpama siang hari. Begitu lekas semua pihak sudah duduk, Pian Siu Hoo lantas berbangkit. Pada mukanya tertampak hawa amarahnya yang sedang meluap, terutama kegusarannya terhadap Hoa Ban Hie, yang ia anggap sangat menghina padanya. Ia angkat kedua tangannya ke jurusan pihak lawan.

"Anggap saja bahwa aku si orang she Pian, dalam hidupnya di kalangan kangouw sudah bertindak tak selayaknya,, hingga ia telah tanam banyak permusuhan, sebagaimana pada malam ini di Haytong-kok telah datang tiga musuh yang menagih hutang padaku. Ini ada kejadian yang cocok dengan perkataan: 'Hutang jiwa bayar jiwa, hutang uang, bayar uang'. Sekarang aku mau tahu, pihak mana yang ingin aku bayar hutangnya terlebih dahulu? "

Yan Toa Nio dan Leng In sudah lantas mendahului berbangkit. "Pian pangcu, lebih baik kau bikin perhitungan terlebih dahulu dengan aku!" berkata nyonya itu. "Aku tidak ingin yang kau main ayal-ayalan lagi!"

"Hm!" Tiathong-liong si Naga Besi memperdengarkan suaranya. "Sebabnya aku kembali ke Hucun-kang memang pertama adalah untuk menunggui kau orang ibu dan anak, sekalian supaya urusan di Hucun-kang diselesaikan di Hu-cun-kang juga!"

"Yan toanio," Tan Ceng Po me-nyelak, "aku minta kau berdua ibu dan anak suka menunggu sebentar. Dalam segala hal orang ada yang datang dahulu dan belakangan. Begitulah, urusan Giokliong-giam Hie-cun dengan Pian pangcu telah terjadi lebih dahulu, maka harap kau sabar dan sampai urusan kita sudah selesai, barulah kau perhitungkan urusanmu!"

Ketika Pian Siu Hoo sendiri hanya mengawasi dengan senyum ewah, Lioktee Sinmo Khu Liong Gan telah memperdengarkan suara tertawanya yang dingin. Ia tetap duduk di tempatnya dan tidak berbangkit, hanya mengawasi Tonglouw Hiejin.

"Tan loo-suhu, janganlah kau pandang empat penjuru lautan kosong melongpong!" ia berkata, "janganlah kau anggap di depan matamu tak ada lain orang! Si orang she Pian masih belum sampai pada jalan buntunya, di sampingnya masih ada sejumlah sahabat karibnya, hingga kau juga tidak pandang mata pada lain orang.

Urusan di Giokliong-giam adalah urusan Englok-kang Coanpang dengan kau dari pihak Kiushe Hiekee, aku dengar ketua dari Englok-pang telah roboh di tanganmu, karena itu, urusan sebenarnya sudah habis! Si orang she Pian benar campur urusan di Giokliong-giam Hiecun, tetapi waktu itu ia berada dalam kedudukan sebagai sahabat yang membantu sahabat, untuk persahabatan di kalangan kangouw kita, maka sekarang, Tan loosu, kalau kau timpakan tanggung jawab kepada si orang she Pian, nyata perbuatanmu yang keterlaluan!"

"Hm, Khu loo-suhu!" berkata Tan Ceng Po yang menjadi tidak senang. "Kau anggap hal itu tidak adil, tetapi kalau menurut pendapatmu, bagaimana?"

"Menurut aku, urusan sebenarnya gampang diatur," sahut si Iblis Bumi. "Di Haytong-kok ini, baiklah semua urusan kau orang dikesampingkan terlebih dahulu! Di sini sekarang ada berkumpul orang-orang pandai dari Rimba Persilatan dari selatan dan utara Sungai Besar, ini ada ketika baik yang,sukar untuk didapati, maka itu, kenapa ketika yang sebaik ini kita tak mau gunakan? Kenapa sekarang kita orang tak mau bikin pertemuan persilatan? Kita kesampingkan urusan kau orang, lantas kita orang pertunjukkan sedikit dari kepandaian masing-masing, batasnya adalah kemenangan dan kekalahan! Umpama si orang she Pian roboh, dalam hal urusannya dengan keluarga Yan, aku tak mau campur tahu! Usul lainnya aku tak mau tahu, bagaimana kau pikir sekarang?"

Sebelum Tan Ceng Po berikan jawabannya, Itcie Sinkang In Yu Liang sudah campur bicara, terhadap Hoa Ban Hie.

"Hoa chungcu, usulmu adalah tak pantas!" demikian katanya. "Satu laki-laki mesti bicara secara terhormat dengan kepercayaan! Di mana baru-baru ini telah diputuskan, pemecahan adalah pertemuan persilatan, aku tak akan sangkal itu! Hoa chungcu, aku In Yu Liang telah siap untuk menerima pelajaran!"

Hoa Ban Hie bersenyum tawar terhadap sikap jumawa itu.

"Sahabat baik, aku pun sudah siap!" ia menjawab. "Memang tidak ada lain jalan untuk selesaikan perbuatanmu di Bancie sanchung!"

"Mendengar suaramu, nyatalah kau anggap aku si orang she In bukannya tandinganmu, Hoa chungcu," berkata pula In Yu Liang "Nyatalah kau sangat takabur!"

Tiba-tiba, dari sampingnya Hoa Ban Hie, loncat maju satu orang", yang terus hadapkan Itcie Sinkin| in Yu Liang si Jeriji Liehay. "In Yu Liang, kau benar tahu diri!" kata ia, "apa yang kau bilang, sedikit pun tidak salah, kau memang bukan tandingan dari Hoa chungcu! Aku yang akan layani kau!"

In Yu Liang pandang orang yang baru muncul itu, satu pengemis muda. Ia tahu betul, orang itu mesti ada muridnya Hoa Ban Hie. Maka ia maju beberapa tindak, seraya menuding.

"Anak muda, cara bagaimana kau berani pandang sangat enteng padaku?" ia menegur. "Lekas beritahukan namamu!"

"Aku ada Chong Gim Ciu, murid dari Hoa chungcu, atau leluhur mudamu yang pegang pimpinan atas Kiongkee-pang Sankang!"

Pemuda itu tutup mulutnya sambil barengi maju menyerang sedikit juga ia tidak mau berlaku sungkan- sungkan lagi pada si Jeriji Liehay, hingga In Yu Liang jadi sangat gusar.

Atas serangan musuh, In Yu Liang egos kepalanya ke kiri, berbareng dengan itu, tangan kanannya dilonjorkan pada lengan musuh, tetapi Chong Gim Ciu sudah lekas tarik pulang lengannya itu, akan dengan tangan kiri, ia barengi menyerang pula, dengan Hokhouw tosim atau "Macan hitam menyambar hati", ia menjuju dada.

In Yu Liang tidak dapat totok lengan kanan musuh, sebaliknya tangan kiri musuh itu menyambar pula, ia lekas egos sedikit tubuhnya ke kiri, tangan kanannya diteruskan, dari kanan menekan tangan kiri musuh.

Serangan ini ada hebat.

Atas gerakan musuh yang sebat, Chong Gim Ciu lantas tarik pulang tangannya itu. Itcie Sinkang In Yu Liang ada seorang kenamaan, pengalamannya ada banyak, maka dalam tempo yang pendek, ia sudah ketahui yang pengemis muda itu telah gunakan ilmu silat Bie-ciong-kun atau "Kepelan Menyesatkan." Itu ada ilmu yang utamakan kegesitan kaki tangan dan tubuh. Maka untuk melayaninya, ia gunakan Ngoheng Lianhoan-kun.

Pertempuran sudah lantas berjalan dengan seru, karena kedua pihak sama-sama tidak mau mengalah, sebab dua-duanya justru ada sangat liehay.

Setelah melalui sepuluh jurus, In Yu Liang berlaku semakin hati-hati. Ia dapat kenyataan, dalam sengitnya, lawannya sudah berlaku telengas, sedikit pun dia itu tidak mengenal kasihan.

Kapan sudah sampai ke jurus yang kelimabelas, dalam penasarannya yang sangat, In Yu Liang merasa sibuk juga Ia, satu jago tua, tidak mampu rubuhkan dengan cepat satu anak muda. Buat ia, jangan kata kalah, tidak bisa kalahkan saja pemuda itu, sudah menurunkan pamor. Maka ia lantas gunakan Jie-pay-lian, atau "Runtunan huruf melintang," untuk tutup tangan kanan dari lawannya.

Dengan sebelah kaki menginjak tanah, dari kiri, Chong Gim Ciu putar tubuhnya ke kanan, sambil mutar, tubuh itu ia bikin kate, tapi sambil mutar juga, mendadakan ia bangun berdiri sambil kedua tangannya dimajukan dalam tipu silat Pek-wan hianko atau "Lutung putih persembahkan buah." Dua-dua tangan itu menyerang berbareng pada pundak kiri dari In Yu Liang. Gerakan itu semua ada sebat luar biasa. In Yu Liang geser kaki kanannya ke belakang, tubuhnya ikut mutar, berbareng dengan itu, pundaknya yang kiri turut berkelit, sebab kaki kirinya lantas turut bergerak, akan imbangi kaki kanan, selagi ia terlolos dari itu serangan hebat, di lain pihak — sekarang dengan kaki kanan berada di depan — ia bisa barengi membalas menyerang iga kanan orang. Ia telah gunakan Honghong tantian-cie atau "Burung hong pentang sebelah sayap".

Ketika itu, iga kanan lawan jadi kosong.

In Yu Liang telah gunakan antero tenaganya yang dikumpul di jari tangan, sedang keistimewaannya adalah jari tangannya yang liehay maka kalau iga terkena tangannya itu, urat-urat bisa putus, tulang-tulang bisa patah.

Chong Gim Ciu bisa lihat maksud musuh, cepat luar biasa, kedua tangannya ia tekan turun ke bawah selaku menindih, dan kaki kirinya ia geser, untuk jauhkan tubuhnya. Gerakan tangannya itu adalah buat barengi menghajar tangan kanan musuh yang mengarah iganya.

Ternyata In Yu Liang telah geraki serangannya dengan melihat selatan. Kapan ia dapatkan pihak lawan siap-siap akan balas menyerang, buru-buru ia pindahkan kaki kirinya ke kiri, tubuhnya mengikut, sedang tangan kanannya, ia juga tarik pulang. Tetapi di lain pihak, selagi lakukan gerakannya itu semua, ia pun membarengi menyerang pula — sekarang dengan tangan kirinya, tujuannya tetap ada iga kanan dari musuh. Oleh karena ia gusar sekali, semua serangannya telah dilakukan dengan tenaga sepenuhnya.

Diserang demikian rupa, walaupun ia sangat gesit, Chong Gim Ciu sudah tidak berdaya akan menangkis atau membatalkan serangan itu, sebagaimana ia mampu berbuat terhadap serangan yang pertama Bagus buat ia, ia bisa lihat gerakan musuh. Karena sudah tidak ada jalan lagi, terpaksa ia ambil jalan yang penghabisan, guna selamatkan iganya itu. Ia menjejak dengan kaki kanan, tubuhnya ikut naik dan mencelat ke belakang. Ia gunai Kimlee coanpo atau "Ikan gabus terjang ombak." Karena gerakan dilakukan secara kesusu, ia tidak mampu imbangi diri sebagaimana mestinya, ketika kakinya menginjak tanah di sebelah kiri ia, ia tidak bisa pertahankan tubuhnya, yang jadi bergoyang-goyang.

Adalah dengan susah payah, baru ia bisa berdiri tegak.

Tentu saja, untuk orang-orang terhormat, itu ada tanda dari kekalahan.

In Yu Liang telah dapatkan kemenangan, ia tidak merangsek, akan hajar lebih jauh pada lawan, yang kalah gesit itu, tetapi karena tadi ia sangat mendongkol, kemenangan ini bikin ia lupa adat sopan santun. Ia telah tertawa terbahak-bahak sambil berkata, "Begini saja kepandaiannya leluhur muda yang pegang pimpinan di Sankang! Baiklah kau pergi berlatih pula!"

Kejumawaan itu tidak pada tempatnya bagi seorang kenamaan sebagai ia, ejekan ini bikin Chong Gim Ciu sangat malu, muka siapa telah menjadi merah padam.

Adalah di saat itu, dari belakangnya Hoa Ban Hie, ada mencelat satu orang, yang maju ke tengah medan pertempuran. Karena letaknya mereka itu, ia ini justru sampai di belakangnya Itcie Sinkang. Ia ternyata tidak mau pakai aturan, begitu sampai terus saja ia menyerang sambil membentak, "Kau tertawakan apa?" In Yu Liang terperanjat, karena berbareng dengan suara itu, meski serangan belum sampai, angin toh sudah mendahului, maka terpaksa ia loncat ke samping kiri, jauhnya satu tombak lebih, setelah mana, ia putar tubuhnya akan melihat siapa yang sudah bokong padanya.

Penyerang tak memakai aturan itu ada satu pengemis berumur kira-kira enampuluh tahun, mukanya panjang dan romannya sangat jelek.

Sementara itu, atas tanda dari si pengemis tua, Chong Gim Ciu sudah undurkan diri sambil tunduki kepala.

"Sahabat, kenapa kau tidak pakai aturan kangouw?" Itcie Sinkang tegur si pengemis tua. "Kita orang di sini lakukan pertempuran secara persahabatan, tetapi kau telah bokong aku! Kau siapa?"

Pengemis itu tertawa dengan mengejek, matanya dilototi, satu tanda bahwa ia membalas teguran itu dengan penghinaan.

"Orang she In, kau anggap aku tidak pakai aturan kangouw," ia menjawab, "tetapi sayang adalah kau! Sebagai orang ternama, kenapa terhadap satu anak muda kau berlaku sangat takabur? Dalam pertempuran, kepandaian tinggi dan rendah akan menetapi kemenangan atau kekalahan, maka apakah artinya jika satu anak muda dari Bancie sanchung roboh di tangannya seorang tua yang namanya telah tersohor? Kenapa kau justru menghina keterlaluan terhadap satu anak muda? Orang she ln, kau adalah satu eng-hiong yang matanya tertutup, kalau leluhur muda tidak bisa lawan kau, si leluhur tua akan gempur padamu!" --ooo0dw0ooo--
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar