Perintah Maut Jilid 01

 
Jilid 01

MALAM TELAH TIBA, tentu saja menambahkan kesunyian tempat disekitar puncak gunung Tu Lung.

Angin menderu-deru, se-olah2 menyambut kehadiran sang rembulan yang memancarkan cahayanya terang benderang, keadaan puncak gunung itu dapat dilihat dengan jelas.

Nampak sesosok bayangan berlarian menuju ke puncak gunung itu, dari penerangan sang rembulan dapat dilihat, bayangan itu adalah seorang laki2 yang mengenakan baju berwarna biru berumur kurang lebih 30 tahun. Ia berlari tanpa melihat kanan dan kiri. Dari pesatnya ia berlari, dapat diduga laki2 itu adalah seorang jago dari dunia Kang-ouw yang sedang menggunakan ginkangnya, ia telah tiba didepan suatu bagunan kuno yang ternyata adalah sebuah bio besar, bio itu walaupun nampaknya sudah sangat tua tapi kemegahannya terkenal di-mana2, sehingga orang tahu dipuncak gunung Tu-lung bagian timur, terdapat bio megah bernama Ling-kuh Sak, dan senantiasa merupakan tempat pelancong yang sering dikunjungi orang.

Laki2 berbaju biru itu berdiri sejenak, lalu ia jejakan kakinya hingga tubuhnya melayang di udara dan hinggap di atas tembok pagar bangunan itu, ia memandang sekelilingnya, nampak sederetan bangunan yang menjulang tinggi, tiada penerangan yang terpencar keluar, menandakan biksu yang menghuninya telah pada tidur semuanya.

Laki2 berbaju biru itu menarik napas, dengan gerakan ringan tubuhnya melayang turun. Melalui lobang panjang ia berjalan menuju suatu tiang besar yang terdapat diruangan kedua, tia itu amat luas tapi kosong tiada benda maupun perabot yang terpancang didalamnya, hanya nampak sehelai kain putih tergantung dibalik sebuah meja, nampak diatas meja itu terdapat sepasang tempat lilin dan abu serta beberapa buah2an, di- tengah2nya nampak sepotong kayu papan kecil yang tertulis : “Meja abu almarhum Kang Sang Fung."

Laki2 berbaju biru setelah melihat jelas tulisan itu, lalu menyatohkan diri dan menyembah dengan hormatnya sambil berkata: “Inkong penolong yang mulia, boanpwe siang tadi mendengar berita buruk atas meninggalnya jiwamu, maafkan kalau boanpwe datang terlambat untuk menghaturkan duka cita. Semasa hidup nama Inkong telah menggetarkan dunia persilatan, disegani serta dihormati oleh kaum kangouw ! Mungkin Inkong tidak ingat lagi pada diri boanpwe yang rendah ini, akan tetapi boanpwe senantiasa mengingat budi pertolongan yang telah Inkong limpahkan kepada diri serta keluarga boanpwe, kini Inkong telah meninggalkan kami sekalian pulang ke alam baka, tidak memberi kesempatan untuk buanpwe membalas budi Inkong yang tak terhingga.     "

bicara sampai disini air matanya mengalir turun, ia memanggutkan kepala beberapa kali diatas lantai, lalu bangun melangkah masuk ke balik kain putih itu, remeng2 nampak sebuah peti mati berwarna hitam membujur terletak disitu.

Teringat budi pertolongan yang pernah dilimpahkan pada diri dan ibunya dimasa yang silam, kini ia melihat orang yang menjadi tuan penolongnya menutup mata dan berbaring dalam peti mati ini, hatinya amat berduka, air matanya tak dapat dibendung mengalir keluar !

Tiba2 kupingnya yang tajam dapat menangkap suara halus yang datang dari halaman muka, ia menduga bahwa itu adalah suara orang yang melompat dari atas tembok, hatinya merasa heran, ia berkata dalam hati : “Entah siapa gerangan yang datang di tengah malam ini."

Ia menengok sana sini mencari tempat untuk menyembunyikan diri namun tiada sesuatu selain dari peti mati itu, sedangkan suara langkah kaki orang kian mendatangi dalam sekejap telah tiba didepan pintu tia dimana ia berada, waktu tidak mengijinkan ia untuk berpikir lebih lama, dengan sekali menjejakan kakinya tubuhnya melayang keatas bersembunyi dibalik wuwungan tia.

Sementara itu ampat bayangan berkelebat masuk, disitu telah berdiri ampat orang yang membagi diri, dua orang disebelah kanan dan dua orang lainnya disebelah kiri remeng-remeng nampak keampat orang itu mengenakan baju serba hitam seluruhnya dan ampat2nya kepalanya ditutup dengan selubung topeng berkain hitam pula, mereka berdiri tegak tanpa mengucapkan sesuatu katapun hingga nampaknya bagaikan ampat buah patung yang biasanya terdapat disetiap bio (kelenteng).

Bagi orang yang berkecimplungan dalam dunia kangouw seperti Goan Tian Hoat, dengan sendirinya dapat menduga bahwa gerak-gerik mereka sedang menanti orang, diam2 dalam hatinya berkata: “Dari gerak-gerik keampat orang ini yang penuh misterius, tak mungkin mereka dari golongan putih, entah mereka hendak berbuat apa

?”

Goan Tian Hoat adalah nama dari pemuda baju hijau.

Sedang ia berpikir untuk menduga, tiba-tiba terdengar suara yang amat dingin tapi sangat terang : “Telah siapkah semuanya ?”

Suara itu sedemikian dinginnya sungguh membuat orang yang mendengar bergidik dan merasa ngeri.

Goan Tian Hoat bergetar hatinya saking terkejut, dalam hati berkata : “Sungguh luar biasa ilmu kepandaian orang ini, kedatangannya sedikit pun sampai tidak kuketahui.” sambil menengok kebawah, nampak olehnya di depan meja abu telah berdiri sesosok bayangan pula, hingga kini jumlah mereka menjadi lima orang.

Orang yang baru datang ini tidak beda dengan keampat orang itu, ia juga mengenakan baju serba hitam dengan kepalanya diselubungi topeng hitam pula, berdiri di-tengah2 ke empat orang itu dengan angkuhnya, dari kelakuan yang angkuh serta sikapnya dapat diduga ia berkedudukan yang lebih tinggi dari pada keampat orang lainnya.

Sementara nampak keampat orang yang datang lebih dulu, serentak menjura memberi hormat kepada orang itu sambil berkata :

“Lincu ketua pemberi perintah yang mulia, segalanya telah siap.”

“Bagus segera kerjakan !" Jawab yang ditanya.

Kemudian nampak dua orang diantara mereka menyalakan obor, dalam sekejap ruangan tia itu menjadi terang benderang, hingga Goan Tian Hoat kini dapat meneliti mereka dengan jelas, nampak keampat orang itu mengenakan baju warna hitam yang amat ketat, masing2 kepalanya ditutupi selubung kain hitam, hanya sinar matanya yang kelihatan, pada pinggang mereka terselip sebuah golok, yang berdiri ditengah-tengah itu memakai jubah hitam, tubuhnya agak tinggi besar, nampak pula sebilah pedang yang tergantung di pinggangnya dibungkus kain hitam, juga kepalanya seperti yang lainnya terselubung kain hitam, bedanya sinar matanya memancarkan cahaya yang lebih terang dan tajam.

Dari sifatnya yang tenang dan angkuh serta sorotan sinar matanya yang tajam itu tentu ia adalah orang yang berkepandaian tinggi yang tak boleh dipandang enteng !

Goan Tian Hoat tak berani bergerak sedikitpun, menahan napas, ia maklum bila tidak demikian persembunyiannya akan diketahui orang. Orang yang dipanggil lincu itu nampak berjalan kebalik kain yang terdapat peti mati, dengan diikuti keempat orang lainnya, setibanya dipeti mati itu, mereka berdiri dikiri kanan, dari dalam bajunya masing2 mengeluarkan sebuah pahat dan martir.

Hati Goan Tian Hoat mendidih seketika, ia menyadari mereka ini hendak membongkar peti mati inkongnya, ia heran, mengapa Lincu ini sedemikian keji dan kejamnya sampai2 orang yang telah meninggal pun masih hendak diganggu ? Apakah Lincu ini mempunyai dendam kesumat terhadap sang In-kong ?

Tanpa disadari tangannya merogo kedalam saku bajunya, tapi seketika ia sadar, untuk menghormati jenazah in-kongnya, senjata serta amgi senjata rahasianya tidak ia bawa, ditinggalkan dalam kamar penginapan. Dalam hati ia berkata :

“Ya, biarpun membawa senjata, belum tentu aku bisa menandingi Lincu itu, apa lagi mereka berjumlah lima orang.”

Serentetan suara ting, tang, memecahkan kesunyian ditengah malam pekat itu, kini mereka mulai membongkar peti mati, darah Goan Tian Hoat kian mendidih dibuatnya, tubuhnya bergidik saking menahan marah, dengan mengertakan gigi ia berkata dalam hati: “Goan Tian Hoat, In-kong sedemikian besar budinya terhadap diri kamu dan ibumu, masakan kini kau demikian pengecut membiarkan orang membongkar peti matinya ?" Tapi sebagai orang yang telah berkecimplungan dalam dunia kangouw, ia dapat menahan diri hingga tidak sampai mengambil langkah sembrono yang tiada hasilnya, ia dapat mengukur kepandaian yang ia miliki, tak mungkin dapat melawan mereka, maka ia sabarkan diri, hanya pandangan matanya mengikuti perkembangan lebih lanjut.

“Krek !" sekejap saja tutup peti itu berhasil dibongkar mereka, membuat Goan Tian Hong kian menegang dan ngilu, pandangan cepat2 ia tujukan kedalam peti mati itu, hampir2 ia berseru terkejut dibuatnya, karena ternyata dalam peti mati itu kosong tidak terdapat mayat Kang Sang Fung, yang ada hanya bantal dan beberapa potong baju celana berserakan tak keruan.

Kang Sang Fung adalah sang Inkong orang yang pernah memberi budi besar.

Setelah membuka tutup peti mati itu, dua orang berbaju hitam melongo bagai kesima, namun sejenak mereka sudah lantas maju dan berkata :

“Lincu yang mulia.    "

Lincu baju hitam itu agaknya tak sabar cepat memotongnya :

“Cepat keluarkan mayatnya."

“Lincu yang mulia, dalam peti mati ini tidak terdapat mayat," ulang orang yang membuka peti mati.

Lincu baju hitam itu sangat terkejut, dari lobang mata topeng terpancar keluar sinar mata tajam yang dapat membuat orang bergidik bila memandangnya, “Apa katamu?" tanyanya.

Baru saja suaranya lenyap, sekelebat saja ia telah berdiri disamping peti mati itu, melihat peti mati ternyata kosong, ia melongo berkata pelahan: “Sungguh aneh, dengan jelas aku melihat....." tapi cepat ia tidak meneruskan kata2nya dan melangkah mundur sambil mengangkat tangan dan berkata : “Cepat tutup kembali.”

Setelah keampat orang baju hitam itu memantek tutup peti mati, Lincu memberi perintah dengan suara yang sangat dingin. “Berangkat !" seketika ruangan itu gelap kembali seperti semula, dan berkelebat lima bayangan hitam sekejap saja lenyap didalam kegelapan.

Goan Tian Hoat bernapas lega, tubuhnya melayang turun kebawah, otaknya berpikir-pikir : “Mayat Inkong hilang tanpa jejak, apakah ia ber- pura2 meninggal untuk menghindarkan musuh2nya? Atau keluarganya sengaja memindahkan mayatnya untuk mencegah pengrusakan dari musuh2nya?"

Didalam dunia persilatan, masa ini yang sangat disegani dan dihormati oleh kaum kangouw ampat orang, mereka adalah : Sie dari timur, Kang dari selatan, Cing dari barat dan Lie dari utara, mereka merupakan datuk persilatan, lebih2 ilmu silat “Fi Lung Pa Kiam" atau delapan jurus naga berputar dari keluarga Kang itu sangat menggemparkan dan ditakuti serta disegani kaum kangouw dari golongan putih maupun hitam. In-kong Kang Sang Fung semasa hidupnya sangat ramah dan bijaksana terhadap siapa pun, walau ia termasuk seorang datuk persilatan, tapi beliau se-kali2 tak merasa bangga dan tinggi hati, ia selalu mengulur tangan menolong kaum lemah, maka ia selalu dihormati dan disegani oleh kaum kangauw, sepatutnya ia tidak mempunyai musuh.

Mayatnya tak terdapat dalam peti mati ini, tak mungkin ia ber-pura2 mati untuk menghindarkan musuh2nya, juga tak masuk diakal mayat itu dipindahkan hanya demi menghindarkan pengrusakan oleh musuh-musuhnya.

Walaupun ia telah berkelana beberapa tahun didunia kangauw, tapi ia belum pernah mendengar ada suatu perkumpulan yang menggunakan berseragam hitam seluruhnya. Juga ia belum pernah dengar ada orang yang berjulukan Lincu, entahlah siapa gerangan orang itu?

Ia masih ingat tadi, begitu melihat peti mati kosong tanpa mayat, Lincu itu mengucapkan, “Jelas aku melihat.  ”

Walaupun tidak diteruskan ucapannya, tapi Goan Tian Hoat dapat menerka inti sari dari ucapan itu. “Jelas aku melihatnya telah mati." atau “Jelas aku melihatnya dimasukan kedalam peti” inilah kemungkinan.

Bila Lincu itu melihatnya telah mati, bisa saja ia dengan cara mengintip akan tetapi kalau ia memaksudkan melihatnya dimasukan kedalam peti, ini berarti Lincu itu merupakan keluarga atau kawan dari keluarga Kang. Siapa orang berkerudung yang dipanggil Lincu?

Pikirannya Goan Tian Hoat dibuat kacau balau oleh kejadian2 malam ini, tapi ia dapat menerka serta yakin ini tentu ada sebab-sebabnya, pula ia tahu pasti ada hubungannya dengan kematian sang tuan penolong.

Ia telah menerima budi besar dari Kang Sang Fung, maka dalam hatinya ia bertekad bagaimanapun harus menyelidiki sampai jelas asal-usul diri orang yang disebut Lincu itu.

Kemudian ia menenangkan pikirannya dan sekali lagi mengamat-amati sekitar bangunan tua yang megah itu, lalu menggunakan ginkangnya, balik ke kota dimana ia menginap.

Besok paginya ia mengenakan baju panjang dan membungkus senjatanya dengan kain, meninggalkan penginapan, berjalan menuju gedung keluarga Kang.

Gedung keluarga Kang dalam kota Kim Lim (sekarang disebut Nam King) tiada kaum kangauw yang tidak mengetahuinya, bukan hanya bangunannya besar megah mengagumkan, tapi terutama karena Kang Sang Fung adalah seorang dari diantara ampat datuk persilatan yang ditakuti oleh kaum kangauw, gedung megah ini terletak di sebuah gang besar, disekitarnya terdapat gedung2 keluarga bangsawan tapi terdapat pula gang2 kecil yang penghuninya orang2 miskin, Goan Tian Hoat sejak kecil tinggal dilingkungan ini bersama ibunya, ibunya hanya mengandalkan sepuluh jari mencuci baju orang untuk bisa menyambung hidup sehari2, untung keluarga Kang sering mengulurkan tangan membantu mereka untuk meringankan penderitaannya, hingga ia berusia limabelas tahun, karena terlalu berat bekerja tubuh ibunya kian lemah dan penyakitan, tak lama kemudian menutup mata untuk selama-lamanya, bersyukur biaya penguburan ditanggung seluruhnya oleh keluarga Kang, sehingga kedukaannya agak ringan.

Melihat Goan Tian Hoat berbakat baik, Kang Sang Fung menulis sepucuk surat perantara ditujukan kepada kawan karibnya Kwee Se Hen Sirajawali bersayap emas, yang menjadi ketua Hai Yong piauwki (perusahaan pengangkutan) agar ia diterima sebagai pegawai.

Dengan perantaraan surat Kang Sang Fung, tentu saja ketua piauwki Kwee Se Fen memandangnya lain dari pada yang lain, bukan saja ia diterima untuk bekerja, karena melihat ia mempunyai bakat, hingga akhirnya diterima sebagai murid, lima belas tahun kemudian ia telah mempunyai kepandaian yang tinggi, hingga disegani oleh kawan2 seperguruannya, bahkan ia merupakan pembantu utama yang boleh diandalkan.

Terhadap semua ini Goan Tian Hoat tidak pernah lupa budi besar Kang Sang Fung yang pernah dilimpahkan pada dirinya.

Kini ia kembali pada tempat dimana ia dibesarkan, ketika melalui gang2 kecil itu, hatinya timbul perasaan suka dan rindu terhadap kampung halamannya. Gedung keluarga Kang yang tinggi besar baginya tidak asing lagi, tapi ketika menginjak lantai muka gedung itu kakinya dirasakan sangat berat.

Keadaan gedung keluarga Kang yang menggemparkan dunia kangauw itu kini kelihatan agak sunyi, sampai ia mengetok dua kali pada ring bulet yang tergantung di pintu, tidak lama ia menunggu dan pintu terbuka dengan per-lahan2, nampak seorang yang berpakaian hijau, setelah mengamat-amati diri Goan Tian Hoat kemudian bertanya, “Tuan hendak mencari siapa?”

Goan Tian Hoat mengangkat kedua tangannya memberi hormat sambil berkata: “Aku yang rendah adalah pegawai Hai Yong piauwki bernama Goan Tian Hoat, maksud kedatanganku hendak bertemu dengan putra Kang terbesar mohon bapak sudi memberitahukannya."

Laki2 baju hijau itu berkata: “Wah sayang Goan piauwsu datangnya terlambat, Kang Toa-kongcu telah pergi keluar."

Kang Toa-kongcu berarti putra pertama dari keluarga Kang.

“Kalau begitu, apakah Kang Jie kongcu ada dirumah ?” tanyanya. “Bagiku sama saja."

Laki2 baju hijau itu nampaknya ragu2, kemudian sambil tersenyum ia menjawab : “Harap dimaafkan, berhubung sakit, Kang Jie kongcu sedang istirahat, sementara tidak menerima tamu

!" Hati Goan Tian Hoat agak kaget mendengarnya dan cepat berkata :

“Mohon dimaklumkan, karena ada urusan penting, aku mohon kebijaksanaan bapak sudi menyampaikan untuk bisa bertemu."

Laki2 baju hijau itu merasa serba salah, katanya:

“Mengenai ini, aku tidak berani memberi putusan, karena selamanya putra kedua tidak menerima tamu, harap tuan Goan bisa memakluminya."

Mendengar jawaban itu ia tidak mau terlalu memaksa, lalu berkata: “Kalau begitu bolehkah aku menemui kepala pengurus rumah tangga bapak."

Dari keluarga Kang, Kang Sang Fung mempunyai dua putra, Kang Toa kongcu dan Kang Jie kongcu. Putra pertama Kang Toa kongcu getol silat, putra kedua Kang Jie kongcu lemah silat. Biasanya, semua urusan diatur oleh Kang Toa kongcu.

“Baiklah harap tunggu sebentar, akan aku panggilkan kepala pengurus rumah tangga kami," tanpa banyak kata2 lagi laki2 baju hijau itu masuk kedalam.

Tak lama kemudian laki2 baju hijau itu keluar kembali dengan disertai seorang laki2 berusia kurang lebih ampat puluh tahun, tubuhnya kurus tinggi, matanya sipit dan mempunyai hidung seperti burung betet, kupingnya lebar agak kedepan, ia mengenakan jubah hijau ke-abu2an, diatas kepalanya memakai topi dan air mukanya dingin memuakkan.

Sesampainya di pintu ia memandangi diri Goan Tian Hoat dengan penuh selidik, cepat ia mengangkat tangannya memberi hormat sambil tertawa kecil berkata. “Saudara tentu adalah Goan piauwsu, telah lama kudengar nama besar saudara sangat beruntung bisa berkenalan dengan saudara, silahkan masuk.”

Dalam hati Goan Tian Hoat merasa heran, sebenarnya yang ia maksudkan adalah si-orang tua yang bernama Kang Hok, entah siapa gerangan orang ini? Tapi cepat ia mengepalkan kedua tangannya balas menghormat supaya keheranannya tidak tampak keluar, “aku yang rendah bernama Goan Tian Hoat, saudara adalah. " tanyanya.

Laki2 baju hijau yang berada disebelah dengan ber-seri2 berkata. “Goan piauwsu, ini adalah kepala pengurus rumah tangga kami Cu Ju Hung.”

“Oh, maafkan kalau2 aku berbuat ceroboh," sambil ia memberi hormat pula.

“Nama saya Cu Ju Hung," kepala pengurus rumah tangga itu berkata sambil mempersilahkan masuk.

Tidak sungkan lagi Goan Tian Hoat mengikuti melangkah masuk, setelah melewati pintu kedua mereka masuk keruangan tamu yang besar, ia dipersilahkan duduk serta disuguhi tee, kepala pengurus Cu membuka suara : “Aku mendengar saudara Goan ingin bertemu dengan Kang Toa kongcu, entah ada urusan apakah?"

Goan Tian Hoat yang telah berpengalaman, soal yang demikian besarnya tentu saja ia tidak mau memberitahukan kepada sembarang orang, maka mendengar pertanyaan itu ia hanya mesem dan jawabnya :

“Aku sedang melakukan perjalanan dan kebenaran mampir dikota ini, aku dengar berita tentang meninggalnya tuan besar, maka segera datang hendak melawat, barusan aku diberitahukan bahwa putra besar keluar rumah."

Kepala pengurus Cu menganggukkan kepalanya dan katanya :

“Memang benar putra besar keluar. Goan piauwsu kalau mempunyai urusan dengannya katakan pada akupun sama saja.”

“Aku hendak menjumpai putra muda entah apakah kalian tidak keberatan?"

Mendengar permintaan Goan Tian Hoat, nampak pandangan mata kepala penguras Cu agak berobah, dengan ketawa kecil yang dibuatnya ia berkata: “Maafkan karena putra muda tidak bisa menerima tamu."

Goan Tian Hoat ketawa getir lalu sambungnya : “Sejak kecil hidupku ditolong oleh tuan besar,

hingga aku sering mengunjungi dan ber-main2 kesini, walaupun telah beberapa tahun tidak saling berjumpa dengan kedua putranya, tapi bagiku sudah tidak asing lagi."

Kepala pengurus Cu itu cepat menjura sambil ketawa sahutnya:

“Aku dipercayai oleh putra besar untuk membantu mengurus rumah tangganya, dan belum lama kubekerja disini, harap saudara Goan tidak sampai salah sangka." ia berhenti sebentar kemudian tertawa, sambungnya :

“Ha ha ha, kalau begitu Goan piauwsu adalah kenalan lama keluarga sini, kini aku pun tidak sungkan lagi, kesehatan putra muda memang selama ini agak terganggu, lebih2 setelah tuan besar meninggal dunia, ia bertambah lemah dan sakitan karena terlalu berduka, kini ia sedang beristirahat dikamar sastra, demi ketenangannya, tidak mau menerima tamu, harap Goan piauwsu tidak menjadi tersinggung karenanya."

“Kalau begitu aku tidak berani mengganggunya." sambil mendongakkan kepalanya Goan Tian Hoat bertanya pula:

“Entah bapak Kang Hok apakah ada dirumah? Telah berapa tahun aku tidak berjumpa, aku kangen hendak menengoknya."

Kang Hok adalah orang kepercayaan Kang Sang Fung almarhum.

Dengan mesem kepala pengurus Cu berkata: “Bapak Kang Hok ikut serta dengan Kang Toa kongcu, mungkin satu dua hari ini baru bisa kembali." Mendengar jawaban itu, Goan Tian Hoat menjadi serba susah, hatinya ragu2 dan bimbang apakah ia harus menanti sampai kembalinya Kang Toa kongcu ?

Kepala pengurus Cu dapat menduga apa yang sedang dipikirkan tamunya ini, maka cepat ia berkata: “Goan piauwsu bukan orang asing bagi keluarga kami, dari jauh2 datang kesini tentu tidak mudah, entah kini menginap di losmen mana? Akan kusuruh orang mengambil barang2 saudara."

Goan Tian Hoat segera bangkit dari duduknya, sapanya:

“Kepala pengurus Cu tidak usah repot2, biarlah, aku akan kembali dalam satu dua hari ini."

Kepala pengurus Cu itu memegang bahunya, dengan ketawa ia berkata:

“Kalau begini, bukankah Goan piauwsu berlaku sungkan2. Goan piauwsu adalah kenalan lama keluarga Kang, anggaplah ini sama dengan rumah sendiri, bukankah telah lama saudara tidak saling berjumpa dengan putra besar? Bahkan Goan piauwsu mempunyai urusan hendak menemuinya kalau saudara pergi begitu saja, kelak tentu aku akan disalahkan oleh Kang Toa-kongcu ?"

Goan Tian Hoat setelah mendengar kata2 itu tentu saja dapat menangkap makna yang terkandung dalam ucapannya, yakni urusanlah yang diutamakannya. Goan Tian Hoat tertawa dan jawabnya: “Sebenarnya aku pun tidak mempunyai urusan penting, hanya sekedar mampir saja."

Mendengar jawaban yang mengecewakan itu, kepala pengurus Cu agak mendongkol, dengan ketawa yang dibuat2 ia berkata : “Bagaimana pun tunggulah sampai Kang Toa kongcu pulang."

Tiba2 terdengar suara yang jernih : “Kepala pengurus Cu."

Dipanggil namanya kepala pengurus Cu menengok menyahut.

“Nona Ce Cien ada urusan apa?"

Goan Tian Hoat mengangkat kepala dan tampak olehnya seorang pelayan memakai baju hijau muda, parasnya cantik keluar dari balik tirai, tangannya menenteng tempat tatakan minuman, dengan agak membongkokan tubuhnya ia berkata :

“Putra muda mendengar kedatangan Goan piauwsu dan mengundangnya ke kamar perpustakaan.”

Kepala pengurus Cu mengerutkan alisnya dan katanya: “Tentu nona Ce Cien yang memberitahukannya, ketika putra besar hendak keluar, ia meninggalkan pesan bahwa putra muda perlu istirahat, jangan diganggu, nona Ce Cien, kau terlalu banyak omong."

Pelayan berbaju hijau mesem dan sahutnya: “Putra muda Kang Jie kongcu seharian tidak keluar rumah tentu agak kesepian dan iseng, ia gembira mendengar Goan piauwsu datang, maka menyuruh aku untuk mengundangnya."

Kepala pengurus Cu tak bisa berbuat apa2 sambil tertawa ia berkata kepada Goan Tian Hoat : “Kalau begitu silahkan Goan piauwsu menemuinya, hanya kesehatan putra muda belum pulih kembali, maka belum dapat ngobrol terlalu lama, harap Goan piauwsu maklum."

“Aku dapat mengerti kekuatiran saudara."

Kemudian ia mengikuti nona Ce Cien menuju ke kamar sastra, setelah berjalan beberapa lama tibalah mereka disuatu bangunan yang terdapat disuatu halaman kebon, penuh ditanami pepohonan serta bunga-bunga indah, keadaan sekelilingnya amat sunyi, setibanya didepan pintu bangunan itu, pelayan yang bernama Tie Cien itu berhenti, sambil mengungkapkan kain horden pintu dengan membengkokkan tubuhnya ia berkata:

“Silahkan masuk Goan piauwsu !"

Goan Tian Hoat tidak berlaku sungkan dan melangkahkan kakinya masuk.

Begitu masuk pandangan matanya meneliti keadaan kamar itu, kamar itu walaupun tidak seberapa besar, tapi dinding dan lantainya sangat bersih menyamankan, perabotan-perabotannya pun teratur rapi, pada dinding tergantung beberapa lembar lukisan kenamaan, diatas sebuah rak kayu nampak beberapa buah benda-benda antik terbuat dari logam kuningan, keadaannya sangat sunyi tiada terdengar suara apapun. Pelayan Ce Cien mengikutinya masuk sambil mesem ia berkata :

“Silahkan duduk Goan piauw, akan kupanggilkan putera muda keluar."

Setelah pelayan itu kedalam, hati Goan Tian Hoat timbul suatu perasaan aneh, katanya dalam hati: “Dari keadaan kamar perpustakaan ini tampak lebih mirip keluarga bangsawan, tidak seperti kediaman kaum bulim, Kang jie kongcu ini membiasakan diri pada kemewahan, niscaya tubuhnya menjadi lemah."

Selagi ia berpikir, terdengar suara langkah kaki orang dan nampak olehnya dari balik horden seorang pemuda yang mengenakan baju berwarna hijau, sebelah tangannya terletak diatas bahu seorang dayang berbaju biru.

Pemuda itu kira2 berusia duapuluh tahun, paras mukanya ganteng dan memiliki sinar mata yang bening dan jeli, hanya nampak air mukanya pucat-pasi, tubuhnya kurus dan lemah, pemuda itu tak lain adalah putra kedua dari datuk persilatan Kang Sang Fung, bernama Kang Han Cing.

Hati Goan Tian Hoat agak kesima, namun cepat tersadar, cepat ia bangkit dari duduknya memberi hormat seraya berkata.

“Aku yang rendah bernama Goan Tian Hoat menyampaikan salam kepada putra muda !"

Kang Han Cing balas menghormat sambil ketawa ia berkata : “Silahkan duduk saudara Goan, bapak Kang Hok sering menceritakan tentang diri saudara entah apakah saudara masih mengenal aku ?"

Sambil memandang diri Kang Han Cing, Goan Tian Hoat menyahut:

“Ketika aku meninggalkan kota ini, usia jie kongcu belum cukup sepuluh tahun, walaupun kemudian pernah berkunjung kesini dua kali, tapi selalu tidak bertemu muka, bila bertemu di jalan, niscaya tak dapat kumengenalinya."

Kang Han Cing tertawa katanya: “Sejak kecil kesehatanku kurang baik, maka tinggal bersama nenek, hingga ia meninggal pada tahun yang lalu aku baru kembali kesini, dengar dari bapak Kang Kok, saudara tinggal di Fai Yong piauwki, keadaanmu tentu menyenangkan.”

“Berkat pertolongan almarhum ayah saudara aku dipercayai bekerja disana, selama limabelas tahun ini senantiasa selalu teringat budi besar yang beliau limpahkan atas diriku, kemarin sekembalinya dari daerah utara, aku mendapat dengar beliau telah meninggal dunia, maka segera kuberkunjung kesini untuk menyampaikan duka citaku."

Dengan sedih Kang Han Cing menyahut: “Yah benar, beliau telah meninggal dunia seratus hari yang lalu."

Pelayan baju biru yang ada disebelahnya berbisik: “Jie kongcu, janganlah mengobrol sambil berdiri, masa tidak persilakan tetamu duduk." Kang Han Cing tertawa karena gelinya, katanya:

“Sungguh lucu ! Kita keenakan ngobrol sampai dudukpun lupa, saudara Goan silahkan duduk!" lalu ia dituntun oleh pelayannya ke sebuah bangku, setelah duduk ia berkata pada pelayannya: “Ce Cien, cepat tuangkan teh."

Diam2 Goan Tian Hoat menggeleng kepala, pikirnya, “Inkong adalah datuk persilatan yang menggemparkan dunia kang-ouw, sungguh tidak nyana putra mudanya sedemikian lemahnya sampai2 jalanpun harus dituntun."

Tak beberapa lama pelayan Ce Cien keluar dengan membawa dua cangkir teh dan diberikan pada mereka berdua.

Setelah menenggak teh Kang Han Cing membuka suara:

“Barusan Ce Cien di pintu muka mendengar saudara Goan berbicara dengan Kang Pio, mengatakan bahwa mempunyai urusan penting denganku, entah mengenai apa ?”

Goan Tian Hoat memanggutkan kepalanya serta menyahut :

“Kemarin malam setibanya dikota Kim Lim, langsung aku mengunjungi Lin Kuh Sak untuk memberi hormat pada Inkong, pagi ini aku mampir kesini memang mempunyai urusan, bermaksud hendak menemui saudara berdua.”

“Silahkan saudara Goan menjelaskannya, biarpun kakak tidak berada dirumah, bila ada yang bisa aku bantu, akan aku kerjakan dengan senang hati."

Goan Tian Hoat berkata : “Budi besar keluarga saudara belum bisa aku membalasnya, mana berani merepotkan pula.”

“Kalau begitu, urusan apakah yang hendak saudara Goan bicarakan."

“Semalam dalam Lin Kuh Sak aku menyaksikan suatu hal yang serba aneh," sahut Goan Tian Hoat.

Dengan tenang Kang Han Cing bertanya : “Keanehan apakah itu?"

Kemudian Goan Tian Hoat menceritakan kejadian yang terjadi dikuil Lin Kuh Sak, “ketika memberi hormat terakhir pada arwah Inkong, muncul ampat orang berbaju hitam hingga ia menyembunyikan diri dibalik wuwungan rumah, kemudian datang pula Lincu misterius yang berseragam hitam pula, mereka menghampirkan peti mati almarhum dengan masing2 membawa alat2 pahat dan martil. "

Belum habis ia bercerita, nampak olehnya tubuh Kang Han Cing menggigil dan sinar matanya berobah menjadi terang dan tajam, dengan amat marah ia memotong : “Tikus2 jahanam dari mana berani mengganggu peti mati ayahku ?"

Melihat perobahan sikap ini, Goan Tian Hoat diam2 terkejut, katanya dalam hati : “Kalau begitu putra muda Kang ini mempunyai ilmu silat yang luar biasa, tapi mengapa air mukanya amat lesu sakitan, hingga jalanpun harus dituntun? Apakah memang ia ber-pura2 ?"

Sekejap cahaya sorotan sinar matanya kian memburem, tanyanya cepat :

“Selanjutnya bagaimana saudara Goan ?" “Ketika itu hatiku terasa panas, tapi terpaksa

kubersabar karena menyadari bukan tandingan

Lincu baju hitam itu, kemudian mereka membongkar peti mati In-kong, ternyata sudah kosong tidak terdapat mayat Inkong."

Tubuh Kang Han Cing tergoncang hebat serta menggigil pula, serunya kaget: “Mayat ayah hilang. Siapa yang mencurinya ?”

Nampak air matanya berlinang, sambungnya : “Semasa hidup belum pernah ayah sembarangan membinasakan orang, ia selalu bijaksana memberi kesempatan berinsaf kepada orang yang sesat, kecuali orang yang sangat terkutuk dan tidak memperbaiki diri, seharusnya ia tidak mempunyai musuh. "

Goan Tian Hoat berkata: “Kata2 Jie kongcu memang benar, tiada kaum kangauw yang tak mengenal kepribadian Inkong yang bijaksana, entah berapa banyak yang telah menerima budi beliau, sungguh tidak dinyana masih ada orang yang berbuat kejam ini."

“Jie kongcu, bukankah Kang Liong dan Kang Hu berdua ditugaskan menjaga peti mati di Lin Kuh Sak? Mengapa mereka tidak datang memberi laporan ?" berkata Ce Cien dari samping. Kang Han Cing meng-geleng2-kan kepala berkata:

“Dengan kepandaian yang mereka miliki, mana bisa dibilang menjaga, yang benar hanya untuk membersihkan ruangan itu, bagi musuh yang mengandung maksud mencuri mayat ayah tentu sebelumnya telah direncanakan serapinya, mana bisa mereka memergokinya ?"

Dalam hati Goan Tian Hoat berkata : “Biarpun putra muda ini tidak berkecimpungan dalam dunia kangauw, akan tetapi untuk menguraikan sesuatu hal, ia mempunyai pandangan yang sungguh luar biasa."

Pandangan mata Kang Han Cing mengalih ke diri Goan Tian Hoat, tanyanya kemudian : “Saudara Goan sering berkecimpungan dalam dunia kangauw, atas pengalaman saudara apakah ada suatu perkumpulan yang berseragam serba hitam seperti yang saudara saksikan itu?" 

Goan Tian Hoat menjawab: “Bagi kaum kangauw yang melakukan perjalanan malam, memang kebanyakan mengenakan baju warna hitam, tapi belum pernah kudengar ada perkumpulan yang kepalanya berselubung kain hitam, julukan Lincupun baru pertama kali ini kudengar." 

Kang Han Cing berpikir sebentar, kemudian tanyanya pula:

“Selain dapat melihat bentuk tubuh Lincu yang agak tinggi itu, tentu saudara mendengar jelas logat suaranya?" “Suara bicaranya orang itu sangat tajam dan dingin," sahutnya.

Kang Han Cing berkata pula : “Bila saudara Goan berhadapan dengannya, mungkin dapat mengenalinya bukan ?"

Goan Tian Hoat berkata : “Aku yakin dapat mengenalinya."

Kang Han Cing mengeluh, katanya: “Untuk menyelidiki siapa pencurinya mayat ayah itu, hanya bisa dimulai dari diri Lincu itu, mohon saudara Goan sudi membantu."

Goan Tian Hoat cepat berkata : “Budi pertolongan keluarga putra muda sedemikian besarnya, sudah tentu aku yang rendah berkewajiban untuk menyumbangkan tenaga sedapat mungkin."

Tiba2 terdengar suara derapan kaki orang yang kesusu mendatangi sambil berseru : “Putra muda

...Pu...Putra muda..."

Cepat Cie Cien keluar memapaknya, sambil mengungkapkan kain horden ia berkata perlahan: “Siapa ribut2 mengagetkan orang ?"

Terdengar orang berkata dengan napas ngos2an: “Nona Ce...Cien, lekas beritahukan kepada putra muda, putra besar terluka, kepala pengurus Cu yang menyuruhku datang untuk memberitahukannya."

Ce Cien terkejut, katanya : “Apa ? Kang Toa kongcu terluka?" Tubuh Kang Han Cing tergetar mendengar berita itu, cepat ia berkata :

“Ce Cien, suruh Kang Cin masuk." “Jie kongcu menyuruhmu masuk."

Kang Cin melangkah masuk, sambil menjura ia memanggil: “Jie kongcu."

“Toa kongcu kenapa ?" tanya Kang Han Cing.

Kang Cin mengusap keringat diatas dagunya serta menjawab:

“Kepala pengurus Cu menyuruh hamba untuk cepat memberitahukan, bahwa Kang Toa kongcu diserang orang diperjalanan serta bapak Kang Hok telah meninggal."

Kang Han Cing terkejut dan tanyanya pula : “Kepala pengurus Cu tahu dari siapa ?"

“Hamba tidak jelas mengenai ini, kini toa kongcu berada diruangan tempat istirahat."

Kang Han Cing lalu bangkit dan berkata: “Saudara Goan, mari kita ber-sama2 menengok toako."

Goan Tian Hoat turut bangkit dan berkata: “Silahkan !"

Ce Cien segera berkata : “Jie kongcu, biar hamba menuntunnya."

Kang Han Cing berkata : “Kau tunggu disini saja, biar Ce Cien yang menuntunku." Ce Cien mengiakan lantas menuntun Kang Han Cing keluar dari kamar perpustakaan disertai oleh Goan Tian Hoat.

Sambil berjalan, Goan Tian Hoat ber-pikir2, katanya dalam hati:

“Siapakah orangnya yang begini berani menyerang putera besar Kang di jalan ? Apakah ada hubungannya dengan Lincu berseragam hitam itu?"

Ia menengok kebelakang, nampak olehnya air muka Kang Han Cing penuh gelisah, sebelah tangannya diletakan diatas bahu Ce Cien, langkahnya sangat lambat dan lemah bagai orang yang baru sembuh dari sakit.

Hati Goan Tian Hoat agak heran dan curiga, barusan dengan jelas ia melihat sorotan sinar matanya demikian terang dan tajam, betapa membuat orang bergidik bila terbentur pandangan dengannya, ini jelas menunjukan ia mempunyai tenaga dalam sangat tinggi, mengapa dan sebab apa ia ber-pura2 sedemikian lemahnya ?

Kalau benar ia menyembunyikan ilmu kepandaian silat, mengapa begitu mendengar kabar bahwa toakonya dan bapak Kang Hok mendapat kecelakaan, parasnya tertampak demikian tercengang dan gelisah, sedikitpun tiada ciri2 pura2, kian dipikir kian membuat Goan Tian Hoat bingung, maka ia hanya mengikuti dari belakang tanpa banyak bicara.

Tak lama mereka sampai ditempat yang dituju, nampak dari jauh kepala pengurus Cu melangkah cepat memapaknya seraya berkata: “Cu Ju Fung memberi hormat pada Jie kongcu."

“Bagaimana keadaan toako ?" tanya Kang Han Cing.

“Toa kongcu hanya mendapat luka luar yang tidak begitu menguatirkan, bapak Kang Hok karena terkena senjata rahasia yang beracun hingga meninggal."

Wajah Kang Han Cing nampak murung dan sedih, air matanya mengambang keluar, katanya sedih : “Bapak Kang Hok mengikuti kami telah tiga turunan lamanya, sungguh tidak dinyana seusia ini matinya secara menyedihkan !"

Cu Ju Fung menghiburnya : “Pecahnya genting tak jauh dari wuwungan rumah dan seorang Jendral gugur dalam medan tempur, kaum kangauw tak ada yang bisa mengetahui dalam keadaan yang bagaimana nyawanya direnggut, bapak Kang Hok telah lanjut usianya dan tak lama lagi pun akan meninggalkan kita semua. "

Belum habis ia berkata, tiba2 dari dalam ruangan istirahat terdengar suara orang memanggil

: “Jie-tee (adik kedua)," suaranya amat dingin namun terang, membuat hati Goan Tian Hoat tergetar dan terkejut.

“Toako, tidak apa2kah kau !" sahut Kang Han Cing cepat.

Cu Ju Fung melangkah serta mengungkapkan kain pintu, Ce Cien menuntun Kang Han Cing melangkah masuk disertai Goan Tian Hoat. Nampak pada sebuah kursi malas duduk seorang muda yang paras mukanya agak mirip dengan putera muda Kang Han Cing, usia pemuda itu kira2 dua puluh lima tahun, hanya sinar matanya tidak sejeli Kang Han Cing.

Selagi Goan Tian Hoat meng-amat2i diri putra besar Kang Puh Cing, pandangan pemuda itu pun jatuh pada dirinya, “Jietee, ini. " tanyanya.

Goan Tian Hoat sambil memberi hormat ia berkata :

"Aku yang rendah bernama Goan Tian Hoat, terimalah salamku ini."

Kang toa kongcu cepat bangkit dari kursi malasnya, ia tertawa sambil berkata mesra : “Oh! Saudara Goan, sudah beberapa tahun kita tidak saling berjumpa, silahkan duduk."

Begitu melihat ia bangkit berdiri, tampak tubuhnya tinggi walaupun mukanya berseri, tapi masih terasa olehnya parasnya dingin dan angkuh

!

Goan Tian Hoat sekali lagi diam2 terasa bergidik, hatinya terkejut serta katanya dalam hati: “Tidak mungkin ! Mana mungkin dia ?"

Mulai timbul curiga !

Dengan dituntun oleh Ce Cien, kemudian Kang Han Cing duduk dibangku sebelah toakonya sambil mempersilahkan Goan Tian Hoat duduk.

“Toa-kongcu mendapat luka ?" begitu duduk Goan Tian Hoat bertanya. Dengan sebelah tangannya mengusap bahu kirinya, Kang Puh Cing menyahut :

“Tidak apa2, hanya tergores sedikit di bagian bahu."

Kang Han Cing berkata sedih :

“Toako, bapak Hok telah meninggal ?" Wajah Kang Puh Cing agak murung, sahutnya dengan menganggukkan kepala:

“Benar, ia terkena senjata rahasia beracun."

Wajah Kang Han Cing menjadi merah padam saking marahnya, tanyanya pula : “Toako, jahanam2 itu sebenarnya dari golongan manakah?"

“Mereka semuanya berkepandaian tinggi, akupun tidak dapat ketahui dari golongan mana mereka itu," jawab Kang Puh Cing.

“Kali ini sedikit pun siautee tidak mengetahui bahwa toako pergi keluar, entah pergi kemanakah

?" tanya Kang Han Cing.

Cu Ju Fung tertawa selaknya: “Harap jie kongcu jangan gusar, karena toa kongcu sebelum berangkat sudah memesan, bahwa kesehatan jie kongcu belum pulih kembali masih memerlukan istirahat maka hamba tidak memberitahukan."

Kang Puh Cing menganggukkan kepala, katanya

:

“Benar, jietee, akulah yang memesannya jangan

memberitahukan."

Kemudian ia menyambung: “Jietee, tahukah kau pada Khen Yen piauwki?" Kang Han Cing tertawa, sahutnya: “Toako menganggap siautee seperti anak kecil saja, masakan siautee tidak tahu, bukankah kita pun mempunyai andil dalam Khen Yen piauwki?"

Kang Puh Cing berkata pula : “Tujuan kepergianku adalah kota Khen Kang."

Kang Han Cing terkejut, tanyanya : “Apakah Khen Yen piauwki terjadi sesuatu ?"

“Benar ! Kemaren dulu, mereka mengutus orang kemari untuk minta bantuan kita segera, mereka menerangkan bahwa mereka menerima sebuah barang titipan yang menguatirkan, tapi malam harinya mendapat sepucuk surat kaleng yang membingungkan.”

Goan Tian Hoat mendengar perutusan itu terkejut, dalam hatinya berkata : “Ban Cen San yang mempunyai julukan Si Cambuk Naga Harimau adalah ketua dari Khen Yen piauwki di kota Khen Kang, tak ada kaum kangauw yang tidak mengetahui bahwa ia adalah kaki tangannya almarhum Kang Sang Fung yang terpercaya ? Jangan kata ada datuk persilatan Kang dari selatan yang melindunginya, dengan kesaktian cambuk naga harimaunya serta hubungan luasnya dengan kaum bulim yang beraliran hitam maupun putih sudah membuat orang jeri mengutiknya, sungguh tidak dinyana kini masih ada orang yang berani menulis surat kaleng mengancamnya."

Kang Han Cing mengerutkan alis serta bertanya

:

“Apakah paman Ban pergi keluar ?" Kang Puh Cing tertawa, katanya: “Kalau paman Ban berada di kota Khen Kang, tentu mereka tidak sampai meminta bantuan kita.”

Cu Ju Fung menyelak bicara : “Toa kongcu, biarlah aku yang menjelaskannya.”

“Baiklah," Kang Puh Cing menganggukkan kepalanya, kemudian ia memejamkan matanya untuk istirahat.

Cu Ju Fung memberi penjelasan :

“Kemaren dulu pada senja hari, datang seorang penunggang kuda yang mengatakan ia adalah utusan dari Khen Yen piauwki, menurut keterangannya, pada dua hari yang lalu piauwki mereka kedatangan seorang tamu, kemudian ia menyerahkan sebuah peti besi kecil, serta minta diantarkan ke kota Wu Fuh."

Kang Han Cing memotong : “Apakah isinya peti besi itu ?"

Cu Ju Fung menyambung: “Ketika itu kasir itu meminta tamu itu membukanya, hal mana ditolak oleh tamu itu dan katanya: “Antarkan saja ke tempatnya, mengenai isinya tidak perlu tahu, apakah isinya adalah barang mustika yang harganya tak terhingga atau setumpuk rumput kering yang banyak terdapat dipinggir jalan, ini tidak ada sangkut paut dengan kalian." kemudian tamu itu mengeluarkan sehelai surat berharga, katanya pula: “Limaribu tail ini sebagai uang muka ongkos antar, sisanya limaribu tail lagi akan dibayar setelah barang ini tiba." Tanpa banyak bicara lagi tamu itu ngeloyor pergi. Setelah diam sejenak Cu Ju Fung melanjutkan penuturannya :

“Kasir serta dua orang piawsu yang berada disana tak dapat mengambil putusan, mereka menerima sepucuk surat yang isinya mengatakan, bahwa dikolong langit ini tidak ada seseorang yang berani mengawal peti besi itu, serta akan merampas barang itu di tengah jalan. Karena surat kaleng itu hingga kasir merasa gelisah, maka mengutus orang untuk minta bantuan."

Kang Han Cing bertanya: “Toako pergi ke kota Khen Kang apakah untuk urusan ini?"

Kang Puh Cing menjawab : “Karena para piauwsu yang berilmu tinggi pada keluar mempunyai urusan, walaupun paman Han satu dua hari ini akan kembali, tapi kasir khawatir kalau2 keadaan piauwkiok ini dapat diketahui oleh mereka, tentu mereka akan menggunakan kesempatan ini untuk merampas benda itu, maka ia memintaku untuk membantunya."

“Ditempat manakah toako alami penjegalan?"

Kang Puh Cing berkata : “Setelah menerima surat, malamnya kita segera berangkat dengan bapak Kang Hok, pagi tadi setibanya disuatu hutan lebat yang terletak disekitar Hia Tsu, tiba2 dari dalam hutan muncul delapan orang laki2, kedelapan orang ini semuanya mempunyai kepandaian yang luar biasa tingginya, mereka membagi dua kelompok masing2 ampat orang untuk menyerang aku dan bapak Hok, karena jumlah mereka banyak hingga membuat kami kualahan, tidak beberapa lama aku mendengar jeritan tertahan dari bapak Hok hingga perhatian aku terpencar, selagi aku menengok kearah bapak Hok, mereka menggunakan kesempatan ini, hingga berhasil melukai bahu serta punggungku. Seorang d¡antara mereka tertawa ter-bahak2 dan ucapnya : “Begitukah putra besar Kang dari Kim lim yang kesohor itu ? Ha,ha ha......." dan sekejap mereka menghilang dalam hutan."

Kang Han Cing berkata marah: “Kalau begitu jahanam2 itu memang mengandung maksud untuk menyusahkan keluarga kita !"

Dengan menggertak gigi Kang Puh Cing berkata

:

“Dari ucapannya jelas memang demikian, bukan

saja mereka mempunyai kepandaian yang tinggi, bahkan tindakannya amat keji dan kejam, hanya hingga saat ini aku belum dapat menerka maksud tujuan mereka. Dan dari golongan mana timbulnya be-cokok2 tersebut ?”

Kang Han Cing kemudian berkata : “Toako, keluarga kita mengalami suatu bencana pula !"

Pandangan Kang Puh Cing berobah aneh, tanyanya dengan terkejut :

“Bencana apakah yang jietee maksudkan?"

Nampak Cu Ju Fung tercengang heran, serta memandangi Kang Han Cing.

Betapa tidak, sebagai kepala pengurus rumah tangga, mengapa ia tidak mengetahui bencana yang telah terjadi dalam keluarga ia bekerja, tentu saja ia tercengang dan merasa heran.

Wajah Kang Han Cing menjadi pucat, ia mengertak gigi, kemudian berkata dengan nada sedih, “Mayat ayah telah hilang dicuri orang !"

Begitu mendengarnya, tubuh Kang Puh Cing dan Cu Ju Hung menggidik dan hati mereka tergoncang hebat, mata Kang Puh Cing memandang tajam, cepat ia menanyai, “Dari siapa jie-tee mendengarnya ?"

Sambil tangannya menunjuk kearah Goan Tian Hoat, Kang Han Cing menjawab: “Saudara Goan yang menyampaikannya, terjadinya baru kemarin malam."

Tubuh Kang Puh Cing nampak bergoncang hebat, ia menengok serta berkata: “Bagaimana saudara Goan dapat mengetahuinya?"

Goan Tian Hoat berkata: “Kemaren aku dalam perjalanan mendengar kabar bahwa Inkong telah meninggal dunia, malamnya lantas kupergi ke Lin Kuh Sak dengan maksud memberi hormat pada arwah beliau maka dengan mata kepala sendiri menyaksikan kejadian itu."

Nampak sinar mata Kang Puh Cing berkilat sejenak, kemudian ia berkata:

“Saudara Goan coba terangkan dengan jelas !”

Goan Tian Hoat menceritakan dengan jelas kejadian2 aneh yang kemarin malam ia alami.

Air mata Kang Puh Cing mengambang keluar, kepalanya didongakkan keatas serta berkata sedih: “Selama hidupnya, nama ayah terkenal diseluruh pelosok bumi ini, lebih2 kebijaksanaannya yang berlandasan kebenaran dan keadilan, sungguh dihormati dan dikagumi oleh kaum bulim, sungguh tidak dinyana, baru saja ia meninggal, mayatnya telah diganggu dan dicuri orang, betapa besar dosa putranya yang tidak berbakti ini. "

Hatinya sangat sedih dan air matanya bercucuran, ia ter-seduh2 menangis, sementara Kang Han Cing ikut menangis pula.

Wajah Cu Ju Hung berobah merah padam, dengan marah ia berkata:

“Jahanam2 yang berhati keji, perbuatanmu sungguh keterlaluan, mayat tuan besar pun masih berani diganggunya !”

Baru saja ucapannya selesai se-konyong2 ia lompat dari tempat duduknya dan sambungnya pula: “Aku suruh orang panggil Kang Hu dan Kang Liong untuk minta keterangannya."

Sementara Kang Puh Cing memukulkan tangan kanannya keatas meja dengan keras, pandangan matanya berkilauan marah, ia menggunakan gigi sambil berkata : “Kami keluarga Kang bersumpah akan membalas dendam ini."

Cu Ju Hung berkata cepat: “Harap Toa kongcu bisa menyabarkan diri, tentang hilangnya mayat tuan besar mungkin terjadinya bukan dalam beberapa hari ini ! seperti keterangan saudara Goan Lincu itu dikecewakan….” Setelah berhenti sebentar, kemudian ia menyambung :

“Menurut pendapat hamba, mungkin orang2 dari perkumpulan Seragam hitam itu pun kini sedang menyelidiki hal ini pula, terlebih dahulu biarlah hamba perintahkan orang untuk meng- amat2i, apakah dalam kota Kim Lin ada orang yang mencurigakan ? Selain ini kita menulis surat kepada kawan2 kaum kangouw untuk meminta bantuan mereka menyelidiki persoalan ini.”

“Baiklah, pergilah kau mengurusnya." Kang Puh Cing menyetujui.....

Cu Ju Hung minta diri untuk pergi, baru saja ia melangkahkan kakinya terdengar Kang Han Cing memanggil, ia berhenti dan bertanya :

“Ada pesan apakah putra muda ?”

Kang Han Cing berkata, “Bapak Hok mengikuti keluarga kita telah tiga turunan lamanya, kesetiaannya sedemikian besarnya, maka aturlah pemakamannya dengan sebaik-baiknya !"

“Jangan Jie-kongcu kuatir, barusan toa-kongcu telah memesannya."

Kang Puh Cing memanggutkan kepala, kemudian Cu Ju Hung melangkah pergi.

Setelah itu, Kang Puh Cing berkata sambil memandangi adiknya.

“Jie-tee, kesehatanmu belum pulih kembali, pergilah istirahat !" “Mari kita pergi, telah tiba waktunya jie-kongcu makan obat,” ajak pelayan Ce Cien.

Dengan tangan berpegang pada kursi, Kang Han Cing per-lahan2 bangkit dari duduknya, serta berkata : “Saudara Goan tinggallah untuk beberapa hari disini, datanglah ke kamar perpustakaan bila senggang."

Goan Tian Hoat turut bangkit dari duduknya, sambil memberi hormat dengan mengepalkan tangannya ia menyahuti :

“Kelak akan kudatang menengok."

Kang Han Cing mengangguk lalu meninggalkan ruangan itu dengan dituntun oleh Ce Cien.

Sambil memandangi tubuh belakang Kang Han Cing, Kang Puh Cing mengeluh perlahan serta berkata : “Jie-tee hidup dalam keluarga bulim, tapi tidak dinyana tubuhnya lebih lemah dari pada seorang sastrawan.”

“Sakit apakah ia sebenarnya ?" tanya Goan Tian Hoat.

“Menurut keterangan tabib, ia telah melupakan lahir bathinnya, lebih2 setelah ayah meninggal, tubuhnya amat lemah karena terlalu berduka."

Tidak seberapa lama setelah seorang pelayan membawakan lampu, nampak kepala pengurus Cu datang melaporkan kerjaan yang diperintahkannya.

Kemudian Kang Puh Cing menyuruh pelayan menyediakan makanan untuk menjamu Goan Tian Hoat, ditemani pula oleh Cu Ju Hung, selagi menenggak minuman, Goan Tian Hoat dapat merasai dalam minuman itu tercampur sesuatu, walaupun dalam hatinya terkejut, akan tetapi ia berlaku tenang2 saja, ia menenggak habis minuman itu kemudian dengan alasan tidak biasa minum, ia meminta diri.

Cu Ju Hung tak dapat berbuat apa2 dan mengantarkan tamunya ke kamar tamu.

Permainan apa yang ditonjolkan oleh Cu Ju Hung? Goan Tian Hoat mulai ber-hati2.

Setelah Cu Ju Hung pergi, segera ia mengeluarkan sebuah botol kecil, dari dalamnya ia tuangkan dua butir obat untuk ditelannya, lalu ia merebahkan tubuhnya diatas ranjang.

Belum lama ia berebahan, nampak pintu kamarnya terdorong dan masuk seorang jongos tangannya menenteng sebuah teko, begitu masuk ia berkata :

“Tuan Goan, hamba datang membawakan teh.” “Letakan diatas meja.”

“Bila tuan Goan perlu apa2 panggil saja," kata jongos itu pula.

“Tidak ada, aku hendak tidur !”

Setelah jongos itu berlalu, ia mematikan lampu kamarnya, kemudian menggulungkan kain selimut sedemikian rupa, kemudian ia tutup dengan bajunya sendiri, hingga dalam kegelapan seperti tubuh seorang yang sedang terlentang tidur. Sedang ia sendiri duduk dipojok kamar. Goan Tian Hoat berkelana dalam dunia kangouw telah beberapa tahun lamanya, maka ia mempunyai pengalaman yang cukup, ia dapat menyadari bahwa dirinya telah terlibat dalam peristiwa yang amat ruwet serta penuh bahaya, tapi ia telah menerima budi dari keluarga Kang, maka bagaimanapun ia tidak boleh berpeluk tangan tidak memperdulikannya.

Bahkan kini sudah terlambat biarpun ia tidak mau mencampuri urusan ini, ia menyadari hatinya harus bersabar untuk melihat perkembangannya lebih lanjut.

Kamar tamu ini terletak disebelah kanan ruangan depan dari bangunan ini, walaupun kamar itu adalah bagian dari gedung besar itu, tapi letak kamar tamu ini terpisah hingga merupakan bangunan tersendiri, menjelang tengah malam, nampak di lorong jalan berkelebat dua bayangan orang yang kemudian menghampiri kamar Goan Tian Hoat tidur.

Nah ! Mulai ada main !

Setibanya didepan jendela, mereka berhenti dan menempelkan kupingnya untuk mendengar keadaan didalam kamar, seorang diantaranya menyolok kertas jendela serta mengintip dari luar.

Remang2 orang itu melihat sesosok tubuh terlentang diatas tempat tidur dan terdengar suara napas yang keluar dari orang yang sedang tidur itu, kemudian dengan cepat ia mengeluarkan sebuah pipa yang kecil halus dari dalam bajunya, lalu menjujukannya keatas tempat tidur itu, nampak dalam kegelapan berkelebat suatu sinar yang ke-biru2an, terdengar olehnya suatu suara perlahan “Ng" dari dalam kamar itu, keadaan dalam kamar itu menjadi sunyi kembali.

Orang itu menganggukkan kepalanya pada kawannya, kemudian dengan gesit mereka pergi.

Dari dalam kamar berkelebat pula suatu bayangan orang yang ternyata adalah Goan Tian Hoat. Ia mengikuti kedua bayangan yang sedang berlarian dilorong jalan itu, tampak olehnya dua bayangan yang berada didepannya itu masuk kedalam suatu kamar, sejak kecil ia telah sering bermain digedung keluarga Kang yang megah, maka baginya tak asing lagi yang mana ia mengetahui kamar itu adalah kamarnya kasir keluarga Kang.

Nampak olehnya dari kamar itu terpencar keluar sinar lampu yang terang, ia tidak berani terlalu mendekat, ia lompat ke-atas tembok dan memilih tempat yang gelap untuk persembunyiannya, ia meneliti keadaan disekitarnya.

Mengapa ke kamar Cu Ju Hong ?

Baru saja ia hendak melompat masuk kedalam halaman itu, tiba2 ia melihat dari dalam berkelebat suatu bayangan yang amat ramping, nampak bayangan itu berlari menuju kebelakang bangunan itu.

Pandangannya dapat menangkap bayangan itu adalah pelayan Ce Cien, hatinya merasa heran dan pikirnya dalam hati: “Malam begini untuk apakah ia kemari?" Baru saja ia hendak mengikutinya, tiba2 ia merasakan dari belakang tubuhnya ada sesuatu yang menyerang dirinya, hatinya terkejut cepat ia mengelakan dengan memiringkan tubuhnya, tangannya bergerak menangkap benda yang menyerang itu, sekali lagi ia terkejut, begitu melihat benda yang ditangkapnya, ternyata benda itu adalah sebuah pecahan genting sekecil kacang hijau. Diam2 ia kagum: “Betapa hebatnya ilmu kepandaian orang itu !”

Ia menengok cepat kebelakang, tampak olehnya diatas genting sebelah timur, ada satu bayangan orang sedang me-lambai2kan tangan kemudian melayang diudara turun melompati tembok dan lenyap.

Hati Goan Tian Hoat ragu2, pikirnya penuh curiga: “Ia memberi tanda dengan lambaian tangan, apakah sengaja hendak menjebakku?" tapi kemudian pikirnya pula: “Bila hendak menangkap anak harimau haruslah berani memasuki goa harimau.”

Tanpa menunggu lebih lama lagi ia kerahkan ginkangnya mengejar, ilmu lari bayangan orang itu sangat gesit dan cepat, ketika Goan Tian Hoat melompati tembok ia dapat melihat kira2 sepuluh tumbak jarak darinya orang itu berhenti sejenak, ia melambaikan tangannya pula kemudian meneruskan larinya berlompatan diatas genting.

Goan Tian Hoat mengerahkan ginkangnya untuk mengejar terus, nampak orang itu berlari dengan kecepatan yang luar biasa, agaknya mengetahui benar keadaan disekitar bangunan itu, ia berlari selalu memilih tempat2 gelap saja hingga menambah kecurigaan Goan Tian Hoat, sambil mengejar ia berpikir : “Melihat gerak geriknya, nampaknya ia sengaja dirinya tidak mau diketahui oleh keluarga Kang, tapi siapakah ia sebenarnya yang mempunyai ginkang sedemikian tinggi ? Mengapa memancing diriku dengan lambaian tangan ? Kemanakah ia hendak membawa diriku ?"

Goan Tian Hoat mengejar terus, tentu saja harus mengerahkan seluruh ginkangnya, walaupun otaknya memikir, namun pandangannya tidak lepas dari bayangan yang sedang lari didepannya itu.

Tiba2 orang yang dikejar itu melayang turun dan lenyap didalam kegelapan, mana mau ia melepas begitu saja? Ia pun turut melompat kebawah, sesampainya di bawah, pandangan matanya menyapu teliti kesekelilingnya, hatinya kesal karena ia kehilangan jejak orang itu, tiba2 dari arah bawah rumah terdengar suatu suara yang ditekankan :

“Goan piauwsu, silahkan turun !”

Ia dapat mendengar yang memanggilnya adalah suara seorang wanita, setelah kagetnya hilang ia bertanya: “Siapa ?"

“Pelahan sedikit ! Aku Ce Cien."

Tanpa banyak pikir Goan Tian Hoat lompat turun, nampak dibawah wuwungan rumah berdiri sesosok tubuh yang amat ramping sedang meng- ulap2kan tangannya serta berkata: “Silahkan Goan piauwsu mengikutiku." Sambil memberi hormat Goan Tian Hoat bertanya : “Ada keperluan apakah nona mengajak aku kemari ?"

Dengan suara yang kecil Ce Cien menyahut : “Waktu terlalu sempit untuk menerangkannya,

aku ada urusan sedikit untuk meminta bantuan

saudara, Jie kongcu berada didalam kamar, mari kita masuk ke dalam," begitu ucapannya habis ia lompat masuk melalui jendela.

Selama Goan Tian Hoat mengejar hingga berada dibawah, ia tidak dapat meneliti jelas karena gelap, sehingga ia tidak dapat mengenal tempat ini, kini setelah meng-amat2i barulah ia menyadari ia telah tiba di sebelah belakang kamar perpustakaan, melihat Ce Cien melompat masuk, tentunya urusannya sangat serius, maka ia pun lantas melompat masuk.

Keadaan didalam kamar itu gelap tak nampak lampu, pandangan mata Goan Tian Hoat menyapu keadaan kamar itu, dengan penerangan cahaya rembulan, nampak olehnya Kang Han Cing duduk diatas sebuah kursi, wajahnya amat pucat lesu dan cemberut marah.

Ce Cien berkata perlahan : “Goan piauwsu, karena waktunya sangat mendesak, aku hanya bisa menerangkan dengan singkat saja, Cu Ju Hung mendapat perintah untuk membakar tempak sekeliling kamar perpustakaan ini pada jam tiga malam ini, maka aku mohon bantuan saudara untuk tolong gendongkan jie kongcu pergi meninggalkan tempat ini...” Hati Goan Tian Hoat sangat terkejut mendengar kata2 itu, Cu Ju Hung mendapat perintah untuk membakar tempat ini? Bukankah.......

Sementara terdengar suara yang parau Kang Han Cing:

“Ce Cien, lekas pergi ! Janganlah kau hiraukan diriku, aku hendak melihat, apa yang ia akan dilakukan terhadap kita?"

Ce Cien menjadi gelisah, cepat ia berkata :

“Jie kongcu, aku mohon dengan sangat, janganlah terlalu berkeras hati, waktunya hanya tinggal sedikit, ia telah berlaku kejam, dengan tidak memandang sedikit pun persaudaraannya, orang2 yang berada disini adalah kaki tangannya, menurut apa yang aku tahu, Cu Ju Hung selain dari membakar tempat ini, bawahannya masih mempunyai delapan buah Huang Pung Tok Ming Cen Tung (Antup tawon perenggut nyawa) yang sangat mengganas, bila tidak segera pergi, akan terlambatlah kita !"

“Tidak ! Aku tidak mau pergi !"

Air mata Ce Cien mengalir keluar, ia berusaha membujuk :

“Aku mati tidak menjadi soal akan tetapi sebagai seorang anak yang berbakti, jie kongcu masih mempunyai kewajiban untuk mendapatkan kembali mayat loya yang hilang dicuri orang, kau tidak mau pergi, bukan saja urusan tidak bertambah baik, sebaliknya malah orang akan membilang tidak berbakti terhadap orang tua !" Setelah mendengar kata2 Ce Cien yang memang masuk diakal, hati Kang Han Cing menjadi lemah, maka tanyanya, “Kemana kau hendak menyingkirkan diriku ?"

“Untuk sementara, hanya menyingkir dari tempat ini, marilah kita meninggalkan tempat ini segera !" Bab 2 *** DARI pembicaraan mereka, Goan Tian Hoat sedikit banyak dapat mengetahui apa yang dimaksud, maka ia cepat menyelak bicara : “Kata2 nona Ce Cien memang tidak salah untuk sementara putra muda lebih baik meninggalkan tempat ini.”

Kang Han Cing berkata sedih, “Saudara Goan, sinkang yang ada pada tubuhku telah lenyap semua, biarpun aku dapat menyelamatkan diri, tapi bagiku yang kelak akan cacat seumur hidup tiada gunanya, sungguh tidak dinyana. "

“Jie kongcu, asal masih tertinggal rimba itu, tak usah kuatir tidak ada kayu bakar, janganlah berkecil hati oleh karenanya, harap janganlah ragu2 lagi, waktu sudah tidak mengizinkan kita tinggal lebih lama," bujuk Ce Cien dengan gelisah.

Goan Tian Hoat segera membongkokkan tubuh sambil berkata:

“Silahkan jie kongcu naik, bila mempunyai sesuatu apa, bicarakan kelak." Kang Han Cing tak enak membantah lagi, katanya : “Baiklah, terlebih dahulu kuucapkan banyak2 terima kasih." kemudian ia menurut menelungkup diatas punggung Goan Tian Hoat.

Goan Tian Hoat berdiri, sambil menggendong tubuh Kang Han Cing ia bertanya:

“Nona Ce Cien, kita keluar dari mana?"

“Lebih baik kita lompat keluar dari jendela." kemudian Ce Cien melompat keluar dari jendela, dan Goan Tian Hoat mengikuti pula.

Setelah menutup jendela kembali, Ce Cien melompat ke atas rumah untuk menuntun jalan.

Mereka mengerahkan ginkangnya untuk bisa lebih cepat meninggalkan tempat yang penuh bahaya itu, tubuh mereka berkelebat cepat dengan memilih jalan pada tempat yang gelap, agar jejak mereka tak diketahui orang.

Sekejap saja mereka telah tiba di tembok pekarangan luar bangunan itu, mereka berlari terus setelah melompati tembok itu.

Goan Tian Hoat mempunyai ilmu kepandaian yang boleh digolongkan kelas satu, maka walaupun kini ia menggendong tubuh Kang Han Cing, namun untuk melompati tembok yang tinggi itu, ia tidak mendapat kesulitan sedikitpun, juga ia merasa kagum terhadap ilmu kepandaian yang dimiliki oleh Ce Cien, ia kagum atas kegesitan tubuh gadis itu, selagi melompat meliwati tembok yang amat tinggi itu, ia melihat gadis itu melayangkan tubuhnya diudara tanpa berhenti dari larinya, sedikit pun tidak terlihat gadis itu menendangkan kakinya atau dengan mengayunkan tangan untuk melompati tembok. Goan Tian Hoat berlari mengikuti gadis itu, dalam hatinya memuji ginkang yang dimiliki gadis Ce Cien.

Setelah mereka berlari kira2 setengah li, tiba2 Ce Cien menghentikan kakinya, ia menengok, kemudian katanya: “Silahkan Goan piauwsu mengendong jie kongcu untuk jalan dahulu, tungguilah aku di sebuah pondok istirahat yang berada lima li diluar kota, aku harus kembali dahulu."

“Untuk keperluan apakah kau kembali kesana

?" tanya Kang Han Cing.

“Untuk jangan sampai mereka merasa curiga, aku hendak kesana mengurusnya." Ce Cien menjelaskan sambil mesem. Kemudian tanpa menunggu lebih lama ia berlari ke jurusan semula.

Dengan memandang belakang tubuh gadis itu, Goan Tian Hoat berkata pada diri sendiri :

“Sungguh luar biasa keluarga Kang dari selatan ini, sampai2 seorang pelayan pun mempunyai kepandaian yang amat tinggi." Ia menengok ke belakang lalu berkata : “Jie kongcu, tempat ini tidak seberapa jauh dari rumahmu bila kau tidak merasa lelah, lebih baik kugendong ke tempat yang lebih aman."

Kang Han Cing mengeluh perlahan serta katanya: “Aku tidak lelah, hanya hatiku sungguh merasa tidak enak merepoti diri saudara." “Janganlah kau berkata seperti itu, budi besar keluarga Kang belum bisa kubalas, sudah merupakan kewajibanku untuk menolong orang yang membutuhkannya," sahut Goan Tian Hoat.

Sementara itu, ia mengerahkan ginkangnya untuk bisa lebih cepat sampai ke tempat tujuan, tak seberapa lama mereka telah tiba ditembok perbatasan kota, Goan Tian Hoat berhenti sejenak, setelah melihat sekelilingnya, nampak kakinya menendang ke tanah sedikit dan tubuhnya melayang naik ke atas tembok kota itu, dengan menarik napas sedikit ia melompat turun dan berlari menuju keluar kota.

Sekejap saja mereka telah tiba di depot istirahat yang dituju itu, terdengar dari kejauhan ronda malam memukulkan tok tok tok tiga kali.

Goan Tian Hoat melegakan napasnya, ia merendahkan tubuh untuk menurunkan tubuh Kang Han Cing, lalu ia menuntunnya ke sebuah bangku serta berkata :

“Jie kongcu, istirahatlah dulu."

Nampak wajah Kang Han Cing sangat pucat, air matanya mengambang keluar, dengan hati terharu ia menjura seraya berkata: “Sungguh malang nasib keluargaku ini, mayat ayah telah hilang dicuri orang, diriku sedemikian dibenci oleh toako, sangat bersyukur saudara Goan sudi menolong diriku, selain kuucapkan banyak2 terima kasih, pula terimalah penyembahanku ini." ia lalu menyembah.

Betul2 Kang Han Cing bersedih, mengapa sang toako bisa mengambil langkah seperti itu? Goan Tian Hoat sangat terkejut, cepat tangannya membangunkan, katanya :

“Silahkan bangun, janganlah berlaku demikian pula, bila tidak ada pertolongan Inkong mana bisa aku jadi seperti ini? Diri saudara tentu merasa lelah, istirahatlah dulu."

Kang Han Cing mengucurkan air mata menangis sedih, ia duduk kembali ke bangku, lalu katanya lemah: “Diriku terpaksa meninggalkan rumah, bila ilmu silatku lenyap dikemudian hari, hari depanku tidak ada harapan lagi, kalau saja mayat ayah tidak hilang dicuri orang, lebih baik aku mati saja dari pada hidup menderita."

Goan Tian Hoat menghiburnya : “Kau baru baik sakit, kesehatanmu belum pulih kembali, janganlah merasa kuatir, nanti setelah istirahat beberapa hari, tentu akan baik seperti semula."

Kang Han Cing tertawa dengan pedih serta katanya, “Saudara Goan kira diriku benar2 baru baik sakit hingga belum pulih kembali.”

Hati Goan Tian Hoat bergetar kaget, ia bertanya

: “Apakah ada lain sebab ?"

Kang Han Cing memejamkan matanya, air matanya bercucuran keluar, dengan hati yang sangat pedih dan duka, ia menjelaskannya:

“Ya, demikianlah ! Setelah ayah meninggal dunia, hatiku sedih, hingga menangis terus menerus untuk beberapa hari, hingga terasa tubuhku menjadi lemah serta tenagaku berkurang, semula akupun mempunyai anggapan bahwa semua ini dikarenakan terlalu berduka hati, sungguh tidak dinyana, selama tiga bulan ini, tenagaku kian lama kian lenyap, hingga akhirnya jalanpun harus dituntun.”

Goan Tian Hoat terkejut mendengarnya, katanya memotong: “Apakah lumpuh karena angin jahat?"

Kang Han Cing meng-geleng2kan kepalanya, lalu sambungnya:

“Sebelumnya aku mempunyai dugaan demikian, hingga malam ini baru dapat kuketahui sebab2nya. Malam tadi Ce Cien menangis sambil berlutut dihadapanku, ia menerangkan kepadaku, bahwa ia mendapat perintah dari Cu Ju Hung untuk dengan diam2 mencelakakan diriku dengan racun pembuyar tenaga yang bekerja lambat. "

Goan Tian Hoat memaki dengan sengitnya, “Hmm ! Jahanam yang sangat keji."

Kang Han Cing berkata pula. “Aih ! Ia bekerja karena perintah dengan sendirinya ia melakukannya di bawah perintah toako ! Toako selalu baik terhadap diriku, sungguh tidak disangka, setelah ayah meninggal, wataknya berobah sedemikian jauhnya, sedikit pun tidak memandang persaudaraan !"

Betulkah sifat Kang Puh Cing yang berubah ?

Goan Tian Hoat hendak memakinya pula, tapi kemudian ia menekan amarahnya, tanyanya pula: “Kalau begitu Ce Cien pun telah lama dicekok ?”

“Mereka menyuruh mencampurkan racun itu kedalam makananku, dengan alasan hendak mengobatiku, serta mengancamnya tidak boleh memberitahukan hal ini padaku, maka ia tidak menaroh curiga sedikitpun, ia tidak tahu, obat itu sebenarnya adalah bubuk racun, hingga malam tadi, ia dapat toako perintahkan Cu Ju Hung untuk membakar kamar perpustakaan, baru ia menyadari yang mana ia telah berbuat salah terhadap diriku, maka ia mengadukan semua ini padaku, menyuruh aku cepat meninggalkan rumah. Semula aku tidak mempercayai dan ragu, kemudian ia bilang, menurut dugaannya, kematian bapak Kang Hok mungkin juga toako yang mencelakainya, ia memberitahukan, bahwa begitu malam tiba, mereka telah menumpukan barang2 yang mudah dibakar disekeliling kamar perpustakaan, hendak dibakarnya pada jam tiga malam, bersamaan ini mereka akan mencelakakan saudara Goan guna menutup rahasia keji mereka, maka baru aku menyuruh Ce Cien cepat untuk memberi tahukan saudara Goan, kebetulan bertemu diperjalanan.”

Belum sampai Goan Tian Hoat membuka mulut, nampak Ce Cien mendatangi dengan menjingjing sebuah buntelan.

Kang Han Cing mengangkat kepalanya, tanyanya : “Kau telah kembali, apakah mereka mengetahui aku tidak berada disana?"

Ce Cien ketawa geli, sahutnya : “Mereka membakar rumah dengan maksud hendak menghilangkan bekas, dengan sendirinya tidak berani menggegerkan jie kongcu, barusan setelah mereka membakarnya, aku sengaja berteriak dari dalam “Cepat tolong jie kongcu” dengan sendirinya mereka tidak mencurigakannya."

Kang Han Cing mengertak gigi, tidak mengucapkan sesuatu apa.

Ce Cien mengerlingkan matanya, kemudian berkata : “Sebentar lagi hari akan terang, apalah jie kongcu telah mempunyai rencana mencari tempat untuk tinggal sementara ?”

“Menurut pendapatku, lebih baik pergi ke Fai Yong piauwki untuk berdiam sementara," kata Goan Tian Hoat.

“Jie kongcu, kata2 Goan piauwsu memang tidak salah, pula bila berdiam disana ada Goan piauwsu yang menemaninya, aku pun tidak begitu kuatir."

Mendengar kata2nya Goan Tian Hoat merasa heran, “Apakah nona Ce Cien tidak mau ikut serta?"

Tiba2 Ce Cien berlutut di hadapan Kang Han Cing. “Ada Goan piauwsu yang menemaninya, tak akan ada kesulitan apa2, kini aku meminta diri pada jie kongcu."

“Apakah kau ingin meninggalkan aku ?” Kang Han Cing berkerut alis.

“Telah beberapa tahun aku meninggalkan rumah, kali ini ingin menengok kedua orang tuaku."

“Baiklah !"

“Terima kasih banyak." sambil bangkit ia meletakan buntalan itu diatas meja serta katanya: “ini adalah pakaian jie kongcu dan bekal dalam perjalanan.” lalu membalikan tubuhnya berkata : “Goan piauwsu, tolong jagai jie kongcu."

“Janganlah nona berkata demikian, aku telah berhutang budi pada keluarga kang, menjaga jie kongcu adalah kewajibanku."

“Ada sesuatu yang masih hendak kuterangkan." “Urusan apakah itu ?"

“Menurut pendapatku, kali ini mereka membakar rumah, tentu tidak ada was-sangka kalau jie kongcu dapat menyelamatkan diri, maka lebih baik jangan sampai diketahui oleh orang bahwa ia masih hidup, terhadap diri Goan piauwsu, niat mereka akan membunuhmu untuk menutup mulut, harap bisa lebih hati2 kelak."

“Terima kasih atas nasehat nona."

“Sudah tiba waktunya untuk kita berpisahan, harap jie kongcu menjaga diri baik-baik." setelah menjura kemudian ia pergi.

Pandangan Goan Tian Hoat mengikuti kepergian Ce Cien. “Jie kongcu, nona Ce Cien ini apalah telah bekerja lama ?”

“Belum lama, setelah ayah meninggal baru ia masuk bekerja dengan perantaraan bapak Kang Hok."

Mendengar keterangan itu, hati Goan Tian Hoat merasa agak heran, nona Ce Cien itu bekerja setelah inkong meninggal, waktunya sungguh mengherankan, ia mempunyai kepandaian tinggi pula, dirinya sungguh mencurigakan, walaupun Goan Tian Hoat merasa heran, tapi ia tidak mau menanyanya, hanya disimpannya dalam hati saja.

Nampak Kang Han Cing mengeluh pelahan serta ucapnya, “Ce Cien kelakuannya lemah lembut, sungguh tidak disangka, ia mempunyai ilmu kepandaian yang begitu tinggi."

Goan Tian Hoat mendongak keatas serta berkata: “Sebentar lagi hari akan terang, ucapan Ce Cien memang benar, bahwa kita sementara tidak boleh menampakan diri."

“Bagaimanakah pendapat saudara Goan ?"

“Aku mengerti sedikit ilmu mengubah muka, mari kuubah wajahmu itu." tanpa banyak bicara lagi ia mengeluarkan obat pengubah muka dari dalam sakunya yang kemudian dioleskan ke wajah Kang Han Cing, sebentar saja wajah Kang Han Cing yang putih bersih dan tampan itu berobah menjadi suatu wajah yang kuning kehitam2an, lalu ia menggoreskan wajah itu beberapa kali, nampaklah wajah Kang Han Cing menjadi berkerut seperti wajah orang yang telah berusia kira2 empatpuluh tahun, setelah itu ia mengeluarkan setumpukan kumis serta menempelkannya diatas bibir Kang Han Cing.

“Telah selesai, ingatlah Jie kongcu, kini kau adalah seorang laki2 pertengahan umur, kalau bicara hati2, aku yakin tiada orang yang dapat mengenalimu."

Kemudian ia mengeluarkan sebuah kaca yang kecil dari dalam sakunya serta sebatang lilin, setelah menyalakannya ia mengoleskan obat itu diwajahnya pula, sekejap kulit wajahnya berobah menjadi warna ungu.

Kang Han Cing kagum atas kepandaiannya itu, pujinya, “ilmu mengubah muka saudara Goan sungguh mengagumkan."

Goan Tian Hoat mematikan lilin, katanya, “ilmu ini aku pelajari dari seorang rekan yang usianya telah lanjut, menurut keterangannya, ia dapat pelajari dari seorang sakti yang telah mengasingkan diri dari dunia kangouw, maka berbeda dengan ilmu yang biasa dipakai kaum bulim, mereka tak akan bisa dicurigakan orang.”

“Biar bagaimanapun orang mengubah mukanya, tapi orang dapat mengenali suaranya," berkata Kang Han Cing.

“Untuk ini umumnya kaum kangouw menggunakan pil merobah suara, tapi piauwsu tua itu mengajari aku logat suara orang yang usianya berlainan, serta mengajari berbagai bahasa daerah, bila dibandingkan dengan ilmu mengubah muka, ilmu ini sulit dipelajarinya, akupun mempelajarinya dengan susah payah, tiap subuh aku harus bangun dan pergi kerimba, dalam rimba aku bicara dengan diri sendiri, selama satu tahun aku belajar dengan tekun, baru dapat hasil lumayan. Jie kongcu, mari kita berangkat." sambil memasuki obat itu kembali kedalam sakunya.

“Saudara Goan, terima kasih banyak atas pertolonganmu, kelak kita saling memanggil dengan kakak adik, janganlah kau panggil Jie kongcu lagi." Jie kongcu berarti majikan muda yang kedua, khusus kata ganti panggilan Kang Han Cing bagi orang2nya.

“Kata2 Jie kongcu tidak salah, untuk menghindarkan kecurigaan orang, memang kita harus saling memanggil dengan kakak dan adik, kini jie kongcu adalah kakak, dan aku adiknya.” ia berhenti sebentar, lalu sambungnya :

“Ada satu hal lagi yang harus diperhatikan, dari tempat ini ke kota Yang Cou kira2 ada dua tiga ratus li jauhnya, setelah membakar bila toa kongcu tidak menemui mayatmu, mungkin mereka akan mencurigakan sesuatu, hingga menyebarkan kaki tangannya untuk mengejar, maka sedapat mungkin, kau jangan banyak bicara, serahkanlah semua ini padaku."

Mendengar disebutnya sang toako, Hati Kang Han Cing menjadi pilu dan sedih, dengan menganggukkan kepalanya ia menyahut, “Baiklah, aku mengikuti saudara Goan saja."

Adakah seorang saudara yang mau membakar adik sendiri? Ini terjadi pada Kang Han Cing dan Kang Puh Cing.

“Hari sebentar lagi akan terang, marilah aku menggendongmu," Berkata Goan Tian Hoat.

“Tidak usah ! Saudara Goan cukup menuntunku saja," Berkata Kang Han Cing.

“Jie-kongcu janganlah berlaku sungkan, kita berada tidak jauh dari kota Kim-Lin, lebih cepat kita sampai di pelabuhan lebih baik." Tanpa banyak bicara lagi, ia membongkokan tubuhnya dan menggendong Kang Han Cing.

Pelabuhan itu berada kira2 belasan lie jauhnya dari kota Kim Lin, merupakan satu pelabuhan kecil, mereka tiba pada hari baru saja terang, nampak dipinggiran pelabuhan itu para pedagang makanan baru mulai menjejerkan meja kursi dan mendirikan tenda untuk berdagang.

Dari jauh2 Goan Tian Hoat telah menurunkan Kang Han Cing, mereka menuju ke sebuah meja dan duduk untuk sarapan pagi, tak lama mereka duduk lantas ada dua tiga orang pemilik perahu mendatangi mereka.

“Apakah tuan2 hendak menyewa perahu ? Perahuku mempunyai tempat duduk yang bersih, sangat memuaskan, ongkosnya murah, entah tuan hendak pergi kemana ?”

“Toakoku ini sedang sakit, langsung hendak menuju kota Yan Cauw."

“Kalau begitu sewa perahuku saja, perahuku memang khusus untuk perjalanan kesana." Berkata orang itu.

Goan Tian Hoat menganggukkan kepala, setelah bicara harga, ia menuntun Kang Han Cing untuk naik keatas perahu, ternyata keadaan perahu itu memang bersih selain bisa dudukpun dapat digunakan untuk berbaring, kedua sisinya terdapat jendela hingga bisa memandang keluar.

Goan Tian Hoat menuntunnya duduk. “Toako, kau beristirahatlah." “Aku tidak merasa lelah, hanya sinkangku saja yang belum bisa kembali normal."

Kemudian pemilik perahu itu naik keatas perahu dengan membawa perbekalan yang diperlukan dalam perjalanan, seorang pembantu menghantarkan seteko teh kemudian melepaskan ikatan tali perahu untuk berangkat.

Tengah hari keesokannya, perahu telah tiba di kota Koa Cou, setelah menepi ke pinggir pemilik perahu menyalakan api untuk memasak nasi.

(Bersambung 2)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar