Pendekar Patung Emas Jilid 17

 
Jilid 17

Dia berhenti sebentar sesudah menghela napas panjang barulah tambahnya.

" Karena itulah selama puluhan tahun ini aku tidak membiarkan setiap orang masuk ke dalam loteng penyimpan kitab itu termasuk juga kau dan Huang puh siok karena aku takut sesudah kalian tahu rahasia ini lalu menceritakan kepada ibumu"

Berbicara sampai di sini dengan perlahan dia menoleh kearah Ti Then.

"Tadi sewaktn masih berada di ruang makan Ti Kiauw tauw menduga kemungkinan bersekongkolnya Hu pocu serta murid murtad itu dikarenakan hendak mencuri sesuatu barang dari Loteng penyimpan kitab ini kemungkinan memang benar, karena ketika mereka melihat lohu dengan tegas melarang setiap orang masuk ke dalam Loteng penyimpan kitab itu lalu di dalam alam pikiran mereka mem punyai suatu dugaan kalau di dalam tempat ini pasti disimpan barang-barang berharga yang sukar didapatkan. Heei. . Ini memang kesalahan Lohu seharusnya setelah istriku meninggal Lohu harus mengumumkan rahasia ini tetapi untuk itu Lohu masih takut kalau urusan ini sampai melukai hati putriku karena itu sampai kini tidak aku ceritakan terus, karena hal ini sudah mencelakakan seorang sute yang sudah hidup bersama-sama dengan Lohu selama puluhan tahun lamanya."

Dengan perlahan Wi Lian In menuding ke arah lukisan dari Shu Sim Mey itu. tanyanya: "Dia . apakah sudah meninggalkan empat puluh tahun lamanya? Waktu sudah lewat begitu lama kenapa Tia masih selalu saja menyiksa diri??"

Dengan amat sedihnya Wle Ci TO menghela napas panjang.

" Walau pun dia sudah meninggalkan empat puluh dua tahun lamanya, tetapi di dalam ingatannya ayahmu seperti juga peristiwa yang baru terjadi kemarin hari"

"Sejak hari ini apakah Tia ingin terus memikirkan dirinya?" tanya Wi Lian In lagi sembari bernapas panjang.

"Ulat sutera binasa karena seratnya dan musnah, lilin habis apinya baru padam"

"Tia, kau terlalu menyiksa diri" seru Wi Lian In. Wi Ci To tertawa pahit.

"Kau bukanlah aku sudah tentu tidak paham keadaan pikiran ayahmu sekarang ini, kita sejak kecil main bersama, tumbuh menjadi dewasa pun bersama-sama, dia sering berkata padaku secara diam-diam: Dilangit dia rela menjadi sepasang burung merpati, di tanah dia rela menjadi pohon seranting, tetapi saat itu ternyata aku begitu rela meninggalkannya seorang diri, coba kau bilang ayahmu harus merasa menyesal tidak.?"

"Tapi..." Bantah Wi Lian In lagi. "Orang yang sudah meninggalkan tidak akan hidup kembali, buat apa Tia begitu menyiksa diri untuk memikirkan dirinya terus menerus?"

Wi Ci To berdiam diri tidak menyawab, dia hanya menghela napas panjang saja. "Tia, maukah kau orang tua sejak hari ini tidak pikirkan dia kembali?" Wi Ci To gelengkan kepalanya, dia tertawa pahit.

"Aku sering berusaha tidak memikirkan dirinya, tapi selamanya tidak berhasil"

"Putrimu ada satu cara, hanya saja Tia mau melakukannya?" "cara apa?"

"Bakar saja lukisan itu" Ujar Wi Lian In sembari memandang tajam lukisan dari Shu Sim may itu.

Air muka Wi Ci To segera berubah amat hebat, dengan suara berat bentaknya:

“In-ji, jangan omong sembarangan”

"Pendapat dari putrimu itu sama sekali tidak punya maksud mendendam padanya, sebaliknya .."

"Tidak usah kau teruskan" potong Wi Ci To cepat.

"Kalau begitu sejak kini putrimu boleh memasuki Loteng Penyimpan kitab ini bukan" tanya Wi Lian In lagi.

"Kau kemari mau berbuat apa??"

"Baca buku, bukankah di dalam Loteng ini disimpan berbagai macam buku yang berharga? Kalau tidak dilihat terlalu sayang."

Dengan perlahan Wi Ci To menggelengkan kepalanya. "Selamanya kau paling tidak suka membaca buku, jikalau kau

betul-betul mau membaca di dalam kamar bukuku masih tersedia

buku dalam jumlah cukup banyak."

"Jadi maksud Tia putrimu tidak diperkenankan masuk ke dalam Loteng penyimpanan kitab ini lagi??"

"Benar" sahutnya mengangguk. "Lohu tak ingin ada orang yang datang kemari untuk menganggu dia."

"Tetapi itu hanya sebuah lukisan saja, bukan manusia betul- betul." "Tetapi selama puluhan tahun ini Lohu selalu merasa bahwa dia masih hidup di dalam Loteng Penyimpan kitab ini, setiap saat lohu masih merasa kalau sukmanya masih tetap ada dan karenanya lohu tidak ingin ada orang yang datang mengganggu dirinya, membuat sukmanya terkejut dan meninggalkan tempat ini.."

Dengan pandangan yang tajam dan mengandung arti mendalam Wi Lian In memandang wajah ayahnya, kemudian dengan air muka penuh perasaan sedih ujarnya.

"Tia,jika kau orang tua terus menerus begitu, kemungkinan sekali pada suatu hari bisa.... bisa. ." Akhirnya perkataan "Gila" berhasil ditahan juga dan tidak bisa sampai diucapkan-

Wi Ci To segera menurunkan kembali kain penutupnya kemudian menggerakkan alat rahasianya, menarik kembali rak buku itu ke tempat semula setelah itu sambil mengangkat kembali lampu yang ada di atas meja ujarnya: "Mari kita keluar"

Tua muda tiga orang segera turun dari loteng itu, sambil mengunci kembali pintu Loteng dengan perlahan Wi Ci To angkat kepalanya memandang cuaca yang sudah menggelap itu.

"Malam sudah larut, kalian pun harus kembali ke kamar untuk istirahat"

Selesai berkata dengan menggendong tangan ia berlalu dari sana, Ti Then serta Wi Lian In saling pandang, memandang tanpa seorang pun yang mengucapkan kata-kata kemudian tanpa terasa lagi suatu senyuman pahit menghiasi bibir mereka, setelah lewat beberapa saat kemudian mereka berdua berpisah untuk kembali ke kamarnya masing-masing.

Ti Then yang sekembalinya dari kamar segera dia duduk di atas pembaringan dan berpikir dengan keras, dia sedang memikirkan suatu persoalan yang amat penting, semula di dalam anggapannya Majikan Patung Emas memperalat dia tujuannya tentu terletak pada suatu barang pusaka yang disimpan dalam Loteng Penyimpan Kitab pusaka itu, tetapi menurut apa yang dilihatnya sekararg ini barang yang disimpan di dalam Loteng Penyimpan kitab itu bukan lain hanyalah suatu rahasia pribadi Wi Ci To sendiri.. kalau memangnya begitu lalu kenapa Majikan Patung Emas memerintahkan dia untuk bergabung dengan pihak Benteng Pek Kiam Po kemudian memperistri Wi Lian In, apa sebetulnya yang di arah ???

Apa mungkin Majikan Patung Emas pun sudah menganggap Wi Ci To menyembunyikan suatu barang pusaka di dalam Loteng penyimpan Kitabnya itu sehingga mau menggunakan kedudukannya sebagai menantu untuk masuk ke dalam Loteng Penyimpan kitab itu untuk mengadakan penyelidikan???

Tidak. Majikan Patung Emas menghendaki dirinya berlaku sebagai Patung Emasnya tentu di dalam hatinya tersimpan suatu rencana yang amat rapi Jikalau dia tidak tahu betul-betul barang pusaka apa yang sudah disimpan di dalam Loteng Penyimpan kitab pusaka itu, tidak mungkin mau menggunakan tenaga yang begitu besarnya.

Tapi jika dilihat cara bercerita serta perubahan mimik dari Wi Ci To, jelas sekali dia bukan sedang berbohong.

Apa mungkin tujuan dari Majikan Patung Emas tidak terletak di dalam Loteng penyimpan Kitab itu.

Sekali lagi dia terjerumus di dalam alam pikiran yang ruwet, alam pikiran yang sangat kacau.

"Ti Kiauw tauw, ini air tehmu."

Si Locia itu pelayan tua dengan membawa cawan teh panas bertindak masuk ke dalam kamar kemudian dengan amat hormatnya menyodorkan cawan itu ke hadapan Ti Then..

Ti Then segera menerima cawan itu dan mulai meneguknya, sedang pikirannya tetap diperas dengan segala tenaganya.

"Ti Kiauw tauw..." panggil si Lo-cia itu lagi sambil tertawa. Dengan perlahan Ti Then angkat kepalanya. "Ada urusan apa?"

Si Locia tersenyum-senyum malu, lama sekali baru mendengar dia berkata. "Budakmu tadi dengar katanya Pocu sudah membawa siocia serta Ti Kiauw tauw masuk ke dalam Loteng Penyimpan Kitab itu"

"Tidak salah" sahut Ti Then mengangguk.

"Sungguh heran, bagaimana Pocu bisa membiarkan orang lain mememasuki Loteng penyimpan Kitabnya?"

"Agar semua orang tahu kalau di dalam Loteng penyimpan Kitabnya itu tidak terdapat barang pusaka satu pun"

"Kalau memangnya tidak ada barang pusaka, kenapa selama ini tidak membiarkan orang lain untuk masuk?"

"Aku hanya bisa memberitahukan padamu kalau di dalam Loteng penyimpan kitab itu tidak terdapat barang apa-apa, sebaliknya hanya tersimpan suatu kisah pribadi dari pocu"

"Hanya tersimpan suatu kisah pribadi dari pocu?" Tanya si Locia setengah tidak percaya.

"Benar"

"Kisahnya bagaimana? " desak si Locia kembali.

"Aku hanya bisa memberitahukan padamu sekian saja, bilamana kau mau mengetahui hal yang lebih jelas seharusnya pergi tanya siocia sendiri"

Mendengar omongan itu Locia garuk-garuk kepalanya.

"Siocia tidak mungkin mau beritahu pada budakmu, dia sering memaki budakmu terlalu banyak omong"

Ti Then tersenyum: "Kau memang terlalu cerewet"

"Tetapi budakmu berbuat demikian hanya terlalu memperhatikan perkembangan pocu kita, kau harus tahu budakmu sudah mengikuti pocu selama puluhan tahun lamanya, segala sesuatunya ..."

"Sudah ..sudah. . pocu kalian tidak ada urusan yang harus kau sedihi, kau tidak per1u merasa kuatir hatinya, pergi tidur sana" Lo cia segera menyahut berulang kali dan mengundurkan diri dari sana.

Ti Then segera mengunci pintu kamarnya dan mengambil lampu mendekati jendela untuk kirim tanda, tetapi sesudah dipikir beberapa kali dia membatalkan kembali maksudnya itu, dia pikir tentu Majikan patung Emas sudah mengetahui kalau dia telah kembali ke dalam Benteng Pek Kiam Po sedang sebelum dirinya menjadi suami istri dengan wi Lian In dia pun tidak akan memberitahukan rencananya, karena itu dia merasa malas untuk mengadakan hubungan, segera dia buka pakaiannya dan naik ke atas pembaringan untuk beristirahat.

Dia sudah ada dua hari lamanya tidak tidur karena itu semangatnya saat ini sudah luntur, tidak selang lama dia berbaring ia sudah tertidur dengan amat pulasnya.

Entah sudah tertidur beberapa lamanya mendadak dia sadar kembali dengan perasaan amat terperanyat.

Ketika dia buka matanya terlihatlah itu patung emas sudah berdiri dengan angkernya di depan pembaringannya.

Tanpa terasa dia sudah menghela napas panjang, dengan perasaan tidak puas bercampur mangkel gumamnya.

"Aku sudah ada beberapa hari lamanya tidak tidur, kenapa kau tidak membiarkan aku tidur dengan nyenyaknya barang satu hari saja?"

Suara dari Majikan Patung Emas segera berkumandang datang dari atas atap. sahutnya dengan suara yang amat dingin:

"Aku ada perkataan yang harus diucapkan kepadamu"

Dengan lambat-lambat Ti Then bangkit berdiri: "Bukankah besok malam masih bisa?" serunya kembali

"Bangsat cilik" Teriak Majikan Patung Emas itu setengah gusar. "Kau jangan berberbuat begitu, kau adalah patung emasku, bilamana aku tidak membiarkan kau tidur kau pun terpaksa harus sadar terus."

"Bilamana patung emasmu binasa karena kelelahan?" Majikan patung emas segera tertawa dingin.

"Dengan usiamu seperti sekarang kau tidak akan binasa karena kelelahan, sekali pun sepuluh hari tidak tidur pun tidak mengapa"

"Di dalam keadaan gusar aku bisa mengambil keputusan pendek." ancam Ti Then tak mau kalah.

"Aku tahu kau tidak akan melakukan bunuh diri, karena di dalam benakmu masih ada urusan yang belum diselesaikan."

Ti Then segera mendengus dingin, "Sudah, sudahlah, ada perkataan cepat disampaikan."

Nada dari majikan patug emas segera berubah menjadi lunak kembali.

"Pertama-tama aku mau ucapkan selamat padamu terlebih dulu, karena akhirnya kau berhasil memenuhi harapanku dan kembali ke benteng Pek Kiam Po"

"Aku sudah tahu tentu kau amat girang" sahut Ti Then tawar. "Tetapi. ." ujar Majikan patung emas kembali sembari tertawa.

"Semua ini bukanlah atas pahala kau seorang, jikalau bukannya Anying langit rase bumi datang mencari setori Wi Ci To juga tidak akan mengubah pikirannya sedemikian cepat dan menahan dirimu untuk meneruskan jabatanmu sebagai Kiauw tauw"

"Lalu bagaimana pendapatmu tentang peristiwa di atas tebing Sian Ciang itu"

"Tidak jelek. kau menduga terlebih dulu gerakan dari musuh sehingga berhasil menghilangkan suatu bencana, tetapi dengan perbuatanmu itu berarti juga sudah mendatangkan suatu bencana buat dirimu sendiri, jadi ini bukanlah suatu keuntungan buatku mau pun buat dirimu sendiri bukan begitu?" "Kau mau bicara apa pun boleh"

" Kemarin malam sewaktu aku siap memasuki kamar Huang puh Kian Pek aku lihat dia sudah melakukan suatu gerakan, karena itu aku tak jadi turun tangan sendiri. Walau pun budak itu sudah menaruh kesalah pahaman dengan kau ternyata masih juga mau melaksanakan pendapatnya, hal ini membuktikan kalau dia sudah menaruh cinta kepadamu."

Ti Then hanya berdiam diri tidak menyawab.

"Sesampainya di dalam Istana Thian Teh Kong kau harus lebih hati-hati lagi," ujar majikan patung emas itu kembali serius.

"Si Rase Bumi Bun Jin Cu tentu akan mengundang orang untuk membantu bertempur, untuk berkelahi secara terang-terangan kau bersama-sama Wi Ci To tak akan kalah, tetapi keadaan dalam Istana Thian Teh Kong sama saja dengan keadaan di dalam Loteng Penyimpan kitab itu, setiap tempat dipasang alat rahasia, kau mungkin bisa masuk dengan selamat tetapi untuk lolos tentu sukar. Karenanya kau lebih baik jangan masuk ke dalam, kalau tidak begitu nyawamu hilang untuk menemukan kembali nyawamu itu aku akan menemui kesulitan yang amat besar"

"Aku pun mau beritahukan suatu urusan kepadamu, jikalau tujuanmu terletak pada suatu macam barang yang di simpan dalam loteng Penyimpan Kitab itu maka sebaliknya sejak kini kau hilangkan saja pikiran tersebut, karena semalam Wi Ci To telah membawa putrinya serta aku memasuki Loteng Penyimpan Kitab itu, di dalam sana kecuali hanya terdapat berbagai macam kitab serta lukisan sama sekali tidak ada barang pusaka apa pun."

Agaknya Majikan Patung Emas dibuat terperanyat oleh berita yang mendadak ini: "Haa. Wi Ci To membawa kalian jalan-jalan ke dalam Loteng Penyimpan kitabnya?"

"Tidak salah, urusan ini seharusnya kau tahu bukan ?? "

"Aku yang bersembunyi di dalam Benteng Pek Kiam Po ini setiap kali harus menanti setelah tengah malam tiba baru bergerak. maka tidak semua urusan bisa aku ketahui .. kau bilang di dalam Loteng Penyimpan Kitab itu selain kitab serta lukisan tidak terdapat barang lainnya?"

"Benar."

" Kalau memang begitu" ujar Majikan Patung emas kembali. " Kenapa dia melarang semua orang masuk ke sana?? Dan kenapa disetiap tempat di atas loteng itu dipasang alat-alat rahasia ?"

"Karena di dalam sana dia sudah menyembunyikan suatu rahasia pribadinya."

"Rahasia apa ?"

"Termasuk rahasia percintaannya."

Agaknya majikan patung emas itu tidak merasa sabaran lagi, bentaknya: " Cepat katakan-"

"Sebab-sebab dia tidak memperkenankan orang lain memasuki Loteng Penyimpan Kitabnya dikarenakan di sana dia sudah menyimpan lukisan dari istri pertamanya Shu Sim Mey. kiranya sebelum dia mengawini ibunda Wi Lian In terlebih dulu dia sudah mem punyai seorang istri.."

Segera dengan amat jelas dia menceritakan apa yang sudah didengarnya itu kepada majikan Patung Emas.

Dia mau menceritakan rahasia dari Wi Ci To ini kepadanya sudah tentu mengharapkan pihak lawannya, sudah tentu bilamana barang yang diincar pihak lawannya itu berada di dalam Loteng Penyimpan Kitab itu menjadi paham kalau di sana sama sekali tidak terdapat barang pusaka apa pun, dan mengharapkan pihak lawannya bisa menghapuskan maksud hatinya ini bahkan membatalkan kedudukannya sebagai patung emas yang diperbudak.

Siapa tahu selesai Majikan Patung Emas itu mendengar kisahnya segera tertawa terbahak-bahak:

"Kau mau percaya atas semua perkataannya itu???" "Sudah tentu percaya" Seru Ti Then cepat. "Karena sewaktu dia menceritakan kisahnya ini perubaban mimiknya persis dengan dia yang diceritakan, sudah tentu aku percaya penuh"

"Sebaliknya aku sama sekali tidak percaya.." seru Majikan Patung Emas tertawa dingin.

"Bilamana waktu itu kau hadir di sana, kau akan percaya terhadap semua perkataannya."

"Tidak, aku tidak akan percaya pada perkataannya." Bantah majikan Patung emas dengan tegas.

"Kau punya alasan apa untuk tidak mempercayai atas perkataan itu ?"

"Di dalam Bu lim saat ini kecuali aku seorang, tidak ada orang lain yang tahu lebih jelas riwayat hidupnya, dia sama sekali tidak mem punyai seorang istri yang bernama Shu Sim Mey, semua itu dia sengaja karang untuk membohongi kalian-"

Diam-diam Ti Then merasa amat terperanyat. "Benarkah?" "Sedikit pun tidak salah, jikalau kau punya waktu pergilah satu

kali ke daerah Su kho dan coba cari berita tentang riwayatnya, maka

kau segera akan tahu kalau apa yang dikatakan kemarin malam semuanya merupakan suatu omongan kosong yang amat besar"

Dalam hati Ti Then betul-betul merasa hatinya bergolak dengan amat keras:

" Kalau begitu dia sengaja karang cerita ini dengan tujuan untuk mengelabui putrinya sehingga dia tidak menaruh perasaan curiga lagi."

"Sedikit pun tidak salah"

"Kalau begitu rahasianya yang betul-betul sebenarnya apa?" Desak Ti Then lagi.

" Untuk sementara waktu aku tidak bisa beritahukan kepadamu" "Dia tentu sudah menyembunyikan semacam barang pusaka, kau ingin menggunakan aku pergi mencuri barang pusaka tersebut bukan begitu?" seru Ti Then sembari tertawa mengejek.

"Salah besar".

"Hmm, kau sedang berbohong."

Majikan Patung Emas segera memperdengarkan senyumannya yang amat misterius.

"Manusia seperti aku ini sekali pun diperlihatkan barang-barang pusaka yang bagaimana berharga dan bagaimana hebatnya sama sekali tidak akan menggerakkan hatiku, maka kau berlegalah hatimu, aku sama sekali tidak akan mencuri barang pusaka dari Wi Ci To barang sebuah pun juga."

Dia berhenti sebentar kemudian tambahnya sembari tertawa: "Jika lalu tujuanku terletak pada barang pusaka, di dalam istana

Thian Teh kong jauh lebih banyak lagi."

Ti Then segera putar otaknya, dia merasa perkataannya sedikit pun tidak salah, jikalau dia menghendaki barang pusaka di dalam istana Thian Teh kong memang jauh lebih banyak. tetapi dia sama sekali tidak ingin mencuri barang pusaka juga tidak ingin mencelakai diri Wi Ci To bahkan dia pernah bilang kalau dia menyamin tidak akan mengganggu orang-orang benteng Pek Kiam Po barang seujung rambut pun.

Kalau begitu, apa sebetulnya tujuan yang sedang direncanakan sehingga mengharuskan dirinya menyelundup masuk ke dalam benteng Pek Kiam Po kemudian mengawini Wi Lian In?

Agaknya Majikan Patung emas tahu apa yang sedang dipikirkan Ti Then di dalam hatinya, segera dia tertawa

"Aku tahu di dalam hatimu tentu mengandung bermacam perasaan curiga dan ragu-ragu, jikalau kau ingin cepat-cepat mengetahui apa tujuanku yang sebetulnya maka kau haruslah lebih mempergiat usahamu sehingga Wi Lian In budak itu bisa kau peristri secepat mungkin"

"Tapi Wi Ci To sudah tahu kalau aku adalah Lu Kongcu itu" bantah Ti Then- "Karena itu dia pun sudah tahu kalau aku masuk ke dalam benteng Pek Kiam Po membawa suatu maksud tertentu, aku kira dia tidak akan menjodohkan putrinya kepadaku"

"Tidak. kau sudah dua kali menolong nyawa putrinya bahkan kemarin malam sudah membantu mereka melenyapkan suatu bencana yang sebetulnya mengancam seluruh isi benteng, maka aku percaya di dalam hatinya dia pasti sangat berterima kasih kepadamu, sejak ini hari bilamana rahasiamu tidak sampai bocor maka dengan cepat dia akan menjodohkan putrinya Wi Lian In kepadamu."

"Ehmm... kau punya petunjuk lain?" tanya Ti Then dengan nada kemalas-malasan- "Kalau tidak ada aku mau pergi tidur."

"Masih ada satu urusan, kau masih ingat dengan pendekar pedang merah si pendekar pedang pemetik bintang Hong Kun?

"Oooh pendekar pedang merah yang waktu itu mengikuti Wi Ci To pergi mengejar Hong Mong Ling?"

"Benar, waktu itu Wi Ci To mengajak Hong Kun dengan alasan pergi mengejar Hong Mong Ling padahal secara diam-diam malam itu juga dia kembali ke dalam benteng dan bersembunyi di dalam Loteng Penyimpan kitabnya menanti kau terpancing ke dalam- jebakannya, sedangkan Hong Kun itu menerima perintah berangkat ke kota Tiangan untuk menyelidiki wajah yang sebenarnya dari Lu Kongcu, di dalam waktu dekat ini dia akan kembali ke dalam benteng"

"Lalu bagaimana baiknya?"

" Waktu itu untuk menutupi penyamaranmu aku sudah perintahkan orang lain untuk menyamar sebagai Lu Kongcu dan sengaja muncul di hadapan Hong Kun agar Hong Kun sudah salah menganggap kalau " Lu Kongcu memang benar-benar pernah pergi ke rumah pelacuran Tou Hoa Yuan, kini Wi Ci To sudah memastikan adalah Lu Kongcu itu sedang kau pun sudah mengakui kalau Lu Kongcu itu adalah hasil penyamaranmu, lewat dua hari lagi jikalau Hong Kun sudah kembali ke dalam benteng untuk melaporkan pertemuannya dengan Lu Kongcu dan membuktikan kalau Lu Kongcu memiliki kepandaian silat yang tinggi serta pernah memukul roboh Hong Mong Ling di rumah pelacur Tou Hoa Yuan, Wi Ci To tentu akan menjadi sadar kembali."

"Bukanlah dengan begitu perasaan curiga terhadap diriku bisa dilenyapkan?" Tanya Ti Then kegirangan.

"Tapi kau pernah mengaku kalau kau adalah Lu Kongcu itu dan yang memukul roboh Hong Mong Ling sewaktu berada di rumah pelacuran Touw Hoa Yuan juga kau. ."

"Haaa.. haaa... soal itu tidak usah kuatir, jikalau Wi Ci To menaruh curiga lalu atas ketidak cocokan ini aku punya cara untuk memberikan jawabannya."

"Kau mau Jawab bagaimana ?”

"Aku bisa bilang aku Ti Then seharusnya tidak patut dicurigai orang, makanya ketika ada orang yang mencurigai aku adalah Lu Kongcu itu dalam hatiku merasa amat mangkel, karena itu sengaja aku mengaku, karena aku punya anggapan pada suatu hari urusan pasti akan menjadi terang .. coba kau bilang tepat tidak jawaban ini?"

Majikan patung emas menjadi amat girang sekali.

"Cocok sekali cocok sekali" pujinya. "Jawaban ini cocok sekali dengan sifatmu yang keras dan angkuh, sungguh bagus sekali"

"Sekarang kau mengijinkan aku untuk tidur sebentar bukan?" "Sudah tentu.. sudah tentu, kau tidurlah." seru majikan patung

emas dengan amat girang.

Pendekar pedang merah dari benteng Pek Kiam po seorang demi seorang mulai kembali ke dalam benteng. Pada tiga hari sesudah Ti Then masuk ke dalam Loteng Penyimpan kitab suatu siang hari benar juga itu si pendekar pedang pemetik bintang Hong Kun yang mendapat tugas menyelidiki keadaan Lu Kongcu kembali ke dalam Benteng. Wi Ci To segera panggil dia untuk bertemu di dalam kamar bukunya. "Kau sudah bertemu dengan Lu Kongcu?" tanyanya dengan perasaan ingin tahu.

"Sudah." sahut si pendekar pedang pemetik bintang Hong Kun mengangguk.

"Pada hari pertama setelah tecu tiba di kota Tiang An di atas sebuah loteng rumah makan sudah bertemu dengan dia"

"Bagaimana dengan wajahnya ??" "Mirip sekali dengan Ti Kiauw tauw" Air muka Wi Ci To segera berubah.

"Bagaimana kau bisa memastikan kalau dia adalah putranya Lu Ko sian ???"

"Semula tecu tidak tahu, kemudian telah mendengar kawan- kawan yang doyan pelesiran dimana mereka minum arak bersama- sama dengan dia memanggil orang itu dengan sebutan Lu heng bahkan kelakuannya amat menghormat sekali, lalu tecu juga tanya pelayan, waktu itulah tecu baru tahu kalau dia adalan Lu Kongcu itu"

Wi Ci To segera tersenyum.

"Kemudian kau pura-pura mabok dan sengaja mencari setori dengan dia, bukan begitu" seketika itu juga sipendekar pedang pemetik bintang itu menjadi tertegun-

"Oh, kiranya suhu juga sudah berada di sana..." serunya keheranan.

"Tidak. aku tidak ada di sana" jawab Wi Ci To sambil gelengkan kepalanya. " Kalau tidak bagaimana suhu tahu kalau tecu pura-pura mabok dan mencari setori dengan dia orang ??" tanya Hong Kun keheranan.

" Hanya dugaanku saja, di dalam tempat seperti itu untuk menyajal kepandaian silat orang lain terpaksa harus pura-pura menjadi mabok"

Dia berhenti sebentar, sesudah menghembuskan napas panjang- panjang tambahnya. "Bahkan aku pun tahu atas hasil penyelidikanmu itu...bukankah dia tidak bisa bersilat"

"Tidak benar" Bantah si pendekar pemetik bintang itu cepat " Kepandaian ilmu silatnya tidak termasuk ilmu silat pesaran, tecu terpaksa harus menghamburkan tenaga yang amat besar dan lama baru berhasil menawan dirinya"

Ketika itu juga Wi Ci To menjadi melengak. "Haa, sungguh ???" Dengan perlahan si pendekar pemetik bintang itu mengangguk. "Benar, kepandaian silatnya agak sedikit berada di bawah

kepandaian silat pendekar pedang merah kita tapi jauh lebih tinggi dari para pendekar pedang putih"

Sekali lagi Wi Ci To dibuat terperanyat. "Kiranya ada kejadian semacam ini, lalu bagaimana?"

"Sesudah tecu berhasil menawan dirinya, lalu tecu tanyai apakah pada satu bulan yang lalu pernah datang ke kota Go bi??, memukul rubuh seorang pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po di dalam rumah pelacuran Touw Hoa Yuan?"

Sebelumnya dia tidak mau mengaku, tapi sesudah tecu desak terus menerus akhirnya dia mengaku juga, dia masih bilang yang rubuh olehnya adalah si naga mega Hong Mong Ling.”

Mendadak Wi Ci To bangkit berdiri, sepasang matanya memancarkan sinar yang amat tajam dan memandang wajah si pendekar pedang pemetik bintang tanpa berkedip. serunya dengan suara berat. "Kau sedang bohong bukan?"

" Urusan yang demikian besar tecu mana berani mengarang cerita bohong " Jawab si pendekar pedang pemetik bintang dengan wajah serius.

Agaknya Wi Ci To menemui kesukaran, alisnya dikerutkan rapat- rapat berulang kali dia berjalan bulak balik di dalam kamar bukunya, akhirnya baru dia berkata. "Baiklah, sekarang persilahkan Ti Kiauw tauw serta siocia datang kemari."

Dengan sangat hormat sekali si pendekar pedang pemetik bintang itu menyahut, setelah memberi hormat dia mengundurkan diri dari sana menuju ketengah lapangan latihan silat.

Ujarnya kemudian setelah bertemu dengan Ti Then yang sedang memberi pelajaran silat kepada Wi Lian In

"Ti Kiauw tauw, siocia kalian diundang pocu untuk berbicara di dalam kamar buku"

Ti Then sudah tahu peristiwa apa yang sudah terjadi, karenanya dengan sangat tegang dia mengajak Wi Lian In berjalam menuju kamar buku dimana Wi Ci To sudah menanti, setelah memberi hormat ujarnya:

"Pocu mengundang boanpwe datang kemari entah mem punyai petunjuk apa?"

"Silahkan Ti Kiauw tauw ambil tempat duduk." Ti Then segera menarik sebuah bangku dan duduk.

Lama sekali Wi Ci To memandangi dirinya sambil tersenyum, kemudian baru ujarnya . "Sifat dari Ti Kiauw tauw lain kali harus sedikit diubah."

" Urusan apa?" tanya Ti Then tertegun.

" Waktu itu kenapa kau mengakui kalau kau adalah Lu Kongcu itu?"

Ti Then tertawa serak. "Kiranya Pocu bermaksud demikian, apakah sekarang pocu sudah tahu kalau boanpwe bukanlah Lu Kongcu?"

"Tidak salah" jawab Wi Ci To sambil mengangguk. "Hari ini lohu baru tahu kalau Ti Kiauw tauw benar-benar bukanlah Lu Kongcu itu, tetapi kalau memangnya kau bukan dia kenapa waktu itu sudah mengaku"

Ti Then tak langsung memberikan jawabannya sebaliknya balas tanya: "Bagaimana Pocu berani memastikan kalau boanpwe bukanlah Lu Kongcu itu?"

" Urusan sudah begini untuk mengelabui pun tidak ada gunanya, Lohu sudah mengirim seorang pendekar pedang merah untuk pergi kekota Tiang An untuk melakukan penyelidikan, pendekar pedang merah itu sudah berhasil memperoleh keterangan kalau Lu Kongcu yang waktu itu memukul rubuh Hong Mong Ling di dalam rumah pelacuran Touw Hoa Yuan memangnya Lu Kongcu sendiri dan bukanlah Ti Kiauw tauw yang sengaja menyamar."

"Bagus sekali" Teriak Ti Then tertawa. "Boanpwe sudah menduga bahwa pasti ada satu hari urusan ini bisa dibikin terang"

" Waktu itu ketika lohu menanyai dirimu kenapa kau sudah mengakuinya?" tanya Wi Ci To lagi.

"Ku Ie mau pun Liuw Su Cen terus menerus mengatakan kalau boanpwe adalah Lu Kongcu, itu sedangkan Pocu sendiri pun agaknya sudah mempercayai perkataan mereka, di dalam keadaan seperti itu kalau boanpwe tidak mengaku apa mungkin Pocu mau mempercayainya??"

Air muka Wi Ci To segera berubah dan memperlihatkan perasaan menyesal.

" Waktu itu Lohu memang betul-betul sudah mempercayai perkataan mereka, tetapi kau tidak seharusnya mengakui semuanya itu, seharusnya kau bisa membedakan urusan ini dengan dirimu sendiri" " omong terus terus terang saja, boanpwe sama sekali tidak punya alasan untuk tetap tinggal ditempat ini oleh karena itu malas untuk mendebat urusan ini."

"Karena itu" ujar Wi Ci To lagi "Lohu anjurkan agar sifatmu itu sedikit diubah, sifat yang keras dan ketus kadang kala bisa mendatangkan kesukaran bagi dirinya sendiri"

"Benar, terima kasih atas petunjuk dari pocu"

Dengan perlahan Wi Ci To menoleh ke arah Wi Lian In, ujarnya kemudian sambil tertawa.

"Inyie, Ti Kiauw tauw memang benar-benar seorang pemuda yang bersih dan jujur, waktu itu kita betul-betul berbuat sesuatu yang salah terhadapnya, kau bilang benar tidak ??"

Semula di dalam anggapan wi Lian In 'Lu Kongcu' itu adalah hasil penyamaran Ti Then, tetapi dikarenakan dua kali Ti Then menolong dia lolos dari "mulut macan" bahkan lenyapkan pula bencana yang akan menimpa benteng Pek Kiam Po karena itulah perasaan curiga terhadap Ti Then menjadi lenyap dan di dalam anggapannya sekarang Ti Then sengaja menyamar sebagai Lu Kongcu semuanya dikarenakan dia mencintai dirinya.

Sekarang sesudah dia tahu kalau Ti Then bukanlah Lu Kongcu itu di dalam hatinya sekali pun merasa girang juga atas kebersihan diri Ti Then tidak urung merasa kecewa juga, setelah mendengar perkataan dari ayahnya dengan perasaan malu dia menundukkan kepalanya..

Dengan perlahan Wi Ci To berbatuk-batuk kering, ujarnya kemudian sambil tertawa.

"Para pendekar pedang merah telah ada sebagian yang telah kembali ke dalam Benteng makanya Lohu ambil keputusan untuk berangkat ini hari juga"

"Pergi mencari Hong Mong Ling?" tanya Ti Then

Air muka Wi Ci To segera berubah menjadi amat keren. "Benar" sahutnya perlahan- "Peraturan perguruan lohu selamanya keras terhadap murid-murid yang murtad dan berbuat jahat selamanya tidak meninggalkan kehidupan"

"Tia. ." Wi Lian In mendadak nyeletuk. "Kau orang tua tidak tahu dia sudah bersembunyi dimana, kau orang tua mau cari dimana?"

"Biarlah lohu cari disegala tempat, kemudian bila sampai waktunya langsung menuju ke istana Thian Teh Kong untuk memenuhi janyi."

" Kalau memangnya begitu, biarlah Ti Kiauw tauw serta putrimu ikut bersama-sama Tia?"

Dengan perlahan Wi Ci To gelengkan kepalanya.

"Jangan, bilamana kita bertiga harus melakukan perjalanan bersama-sama, hal ini terlalu menyolok dan mudah di ketahui oleh bangsat kecil itu."

"Tetapi Ti Kiauw tauw serta putrimu juga mau pergi ke istana Thian Teh Kong " bantah Wi Lian In ngotot.

"Begini saja, dua hari lagi kalian berdua baru berangkat dengan mengambil jalan lain, dengan demikian kesempatan untuk bertemu dengan bangsat cilik itu pun menjadi lebih besar."

Dia berhenti sebentar, kemudian dengan wajah yang amat dingin tambahnya.

"Bilamana kalian sudah berhasil bertemu dengan dia, tidak usah buang tenaga membawa dia kembali ke dalam Benteng, juga tidak perlu bertanya lebih banyak. ditempat itu juga turun tangan bunuh mati dirinya"

Diam-diam Wi Lian In melirik ke arah Ti Then, kemudian baru ujarnya sambil tertawa: "Kau sudah dengar belum??"

Ti Then terpaksa angkat bahunya, dia hanya tersenyum saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun, padahal di dalam hati diam- diam pikirnya: "Aku tidak akan berbuat demikian, bilamana berhasil menawan dirinya, aku harus menanyai lebih jelas lagi.."

Tampaklah Wi Ci To sudah bangkit berdiri ujarnya:

"Inyie, coba kau bantu ayahmu bereskan sedikit perbekalan, lohu mau kumpulkan semua pendekar pedang merah untuk diberi tugas, setelah itu aku harus segera berangkat." sambil berkata dia berjalan keluar dari kamar bukunya.

Ti Then pun segera ikut bangkit berdiri dan berjalan keluar, tinggal Wi Lian In seorang yang berada dalam kamar buku itu membantu ayahnya membereskan buntalannya.

Satu jam kemudian Wi Ci To di bawah hantaran Ti Then, wi Lian In serta berpuluh-puluh pendekar pedang merah meninggalkan Benteng Pak Kiam Po untuk melakukan perjalanannya.

Wi Lian In yang melihat ayahnya sudah berangkat meninggalkan benteng segera merasakan hatinya jauh lebih ringan, kepada Ti Then sambil tersenyum mesra ujarnya: "Kita mau berangkat hari apa??"

"Ayahmu minta kita baru berangkat dua hari kemudian, kita pastikan saja baru berangkat."

"Entah Tia sedang bermain sandiwara apa, padahal bilamana kita bisa berangkat bersama-sama bukankah jauh lebih bagus lagi?"

Ti Then hanya tersenyum saja dan tidak memberikan jawabannya, dia tahu kenapa Wi Ci To menghendaki melakukan perjalanan seorang diri, sebab-sebab Wi Ci To menghendaki demikian tentunya bukan dikarenakan dia mau memberikan kesempatan kepada Wi Lian In untuk lebih erat bergaul dengan dia. melainkan dia tidak menghendaki ada orang ketiga yang hadir sewaktu dia menawan diri Hong Mong Ling kemudian menghukum mati dia orang, dengan demikian rahasianya itu pun tidak akan sampai tersiar diluaran. Tetapi urusan ini dia tidak enak untuk menjelaskan kepada diri Wi Lian In- Wi Lian In yang melihat dia hanya tertawa saja tanpa memberikan jawabannya, wajahnya segera berubah semu merah, ujarnya: "Ayo kau bilang."

"Kau minta aku bicara apa ??"

"Coba kau bilang kenapa Tia tidak mengijinkan kita melakukan perjalanan bersama-sama dengan dia orang tua."

"Bukankah ayahmu sudah menjelaskan?, kita melakukan perjalanan dengan berpisah begitu kesempatan untuk bertemu dengan Hong Mong Ling pun menjadi jauh lebih besar."

Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya: "Kau kira hanya alasan ini saja ??"

"Mungkin memang begitu" sahut Ti Then tertawa.

Dengan manyanya Wi Lian In melototkan matanya ke arahnya. "Hmmm, kau orang sungguh pandai berpura-pura."

Di dalam hati Ti Then tahu dia sangat menginginkan dia berkata demikian, lalu ujarnya: "Mungkinkah masih ada satu alasan, tetapi bilamana aku katakan tentu akan dipukul. ."

"Siapa yang mau pukul kau??"

"Orang yang ada di sampingku" ujar Ti Then tersenyum. Wi Lian In segera tertawa senang.

"Buat apa aku pukul dirimu?? cepat kau katakan tentu aku tidak pukul dirimu"

"Baiklah aku katakan, ayahmu tidak membiarkan diri kita melakukan perjalanan bersama-sama dia orang tua memang masih ada satu alasan, dan alasan itu adalah tidak ingin mengganggu kita berdua." Wajah Wi Lian In segera berubah menjadi merah dadu, dengan nada manya ujarnya: "Aku tidak paham perkataanmu ini"

"Baiklah aku bicara lebih jelas lagi, ayahmu mau memberikan kesempatan pada kita berdua untuk melakukan perjalanan bersama- sama dengan begitu kesempatan buat kita berdua untuk bermesra- mesraan pun menjadi lebih banyak."

Wi Lian In merasa malu juga girang, dengan perlahan dia mendorong badannya kemudian dengan cepat lari keluar dari dalam kamar.

Keesokan harinya, baru saja fajar menyingsing dia sudah datang kekamar Ti Then, ujarnya.

"Hey. kita berangkat ini hari saja bagaimanaa??" . .

"Bukankah ayahmu minta kita berangkat dua hari lagi, sekarang baru satu hari" ujar Ti Then sambil menguap berulang kali.

"Pokoknya kan kita menganggur, berangkat ini hari atau berangkat besok juga sama saja"

"Kalau tidak ada bedanya kita berangkat besok saja" jawab Ti Then cepat.

"Tidak, kita berangkat ini hari saja"

Melihat kelakuan ini Ti Then tersenyum. "Buat apa begitu cemasnya???"

Wi Lian In segera medepakkan kakinya ke atas tanah. "Kau tidak mau berangkat, aku mau berangkat seorang diri."

Selesai berkata dia segera putar badannya siap mau pergi.

Dengan cepat Ti Then menarik pergelangan tangannya lalu ujarnya sambil tertawa:

"Jangan merasa bingung dulu, mau berangkat kita pun harus bersiap-siap dengan buntalan-" "Baiklah. kau cepat bersiap-siap. biar aku beritahukan para pendekar pedang merah."

Tidak lama kemudian mereka berdua masing-masing dengan mempergunakan seekor kuda berlari meninggalkan Benteng Pek Kiam Po.

Wi Lian In kelihatan girang sekali mendengar dia berkata sambil tertawa.

"Jarak dari sini ke gunung Kim Hud san masih ribuan lie lagi jauhnya, jika di dalam satu hari kita melakukan perjalanan sejauh dua ratus lie berarti lima hari kemudian haru sampai"

" Kau punya rencana jadi tamunya istana Thian Teh Kong??". "Bagaimana bisa dikatakan jadi tamu" tanya Wi Lian In tertegun- Ti Then tersenyum.

"Janyinya si rase bumi Bun Jin Cu masih ada dua puluh hari lamanya, jikalau kita sampai di sana setengah bulan lebih cepat, bukankah sama saja jadi tamu istana Thian Teh Kong ???"

Wajah Wi Lien In segera berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus.

"Tidak salah, aku sudah lupa kalau perjanyian kita masih ada dua puluh hari lamanya..."

"Karena itu kita tidak perlu cepat-cepat, berjalan perlahan pun tidak mengapa."

"Tidak sampai lima puluh li satu hari??" tanya Wi Lian In sambil memandangi wajah Ti Then-

"Jikalau kita melakukan perjalanan selambat itu, kiranya kuda kita tidak akan sabaran"

"Cepat tidak baik lambat juga tidak baik, lalu kita harus berjalan secara bagaimana?"

"Lebih baik kita cari tempat untuk bermain-main". Mendengar perkataan itu Wi Lien In menjadi amat girang.

"Bagus sekali, coba kau bilang kita baiknya bermain ke tempat mana ?"

"Bagaimana kalau gunung Kim Tong sam"

senyuman yang menghiasi bibir wi Lian In segera berubah menjadi senyuman pahit, dengan perasaan amat terkejut dia teriak tertahan.

" Gunung Kim Tong san ?"

" Kenapa??" tanya Ti Then tersenyum.

Wi Lian In dengan perlahan menarik napas panjang-panjang, lama sekali baru ujarnya:

" Gunung Kim Teng sen bukanlah tempat kediaman dari si kakek pemalas Kay Kong Beng".

" Kenapa .?"

"Kau mau kegunung Kim Teng san apa mem punyai maksud lain?" tanya Wi Lian In sambil pandang tajam wajahnya.

"Tidak ada" jawab Ti Then sambil menggelengkan kepalanya. "Aku merasa kalau pemandangan di atas gunung Kim Tong san sangat bagus sekali, aku pingin main-main ke sana."

"Kau kenal tidak dengan si kakek pemalas Kay Kong Beng ?" "Kenal.. kenal. hanya saja aku tidak    punya rencana untuk

mencari dia orang, sesampainya di atas gunung Kim Teng san

asalkan kita tidak mendekati tempat kediamannya perduli apa sikakek pemalas atau si kakek rajin" .

Agaknya Wi Lian In bisa dibuat paham maksudnya.

" Kalau begitu baiklah, aku mendengar sifatnya si kakek pemalas Kay Kong Beng sangat aneh, lebih baik kita jangan terlalu mencari gara-gara dengan dia." "Kau pernah dengar dari siapa kalau sifatnya si kakek pemalas Kay Kong Beng sangat aneh??" tanya Ti Then keheranan-

"Dari Tia, Tia pernah katakan walau pun si kakek pemalas Kay Kong Beng itu dari aliran lurus tetapi suka menyendiri dan jadi orang sangat sombong, dia bukanlah seorang manusia yang bisa diajak bergaul."

"Perkataan dari ayahmu itu sedikit pun tidak salah, makanya aku sendiri pun tidak suka padanya."

"Aku dengar katanya dia berdiam diri di atas puncak paling atas dari gunung Kim teng san, satu hari satu malam terus menerus duduk tidak bergerak. apa betul begitu?"

"Tidak salah" jawab Ti Then sambil mengangguk "Karenanya semua orang memberikan julukan si kakek pemalas kepadanya."

"Kenapa dia berbuat begitu?" tanya Wi Lian In lagi dengan perasaan heran-

"Siapa yang tahu, mungkin seperti apa yang ayahmu katakan karena sifatnya yang angkuh, sombong dan suka menyendiri itulah"

"Ada orang bilang kepandaian silatnya jauh lebih tinggi dari kepandaian silat ayahku, kau lihat bagaimana??"

"Aku pun dengar orang-orang lain berkata demikian, padahal keadaan yang sebenarnya siapa pun tidak tahu"

"Sekali pun boleh di hitung kepandaian silatnya sangat jauh lebih dari kepandaian silat ayahku, tetapi ayahku adalah seorang cianpwe yang paling dihormati di dalam Bu lim."

"Perkataanmu sedikit pun tidak salah" sahut Ti Then sambil mengangguk. "Kepandaian silat nomor satu bukanlah suatu yang aneh tetapi sifat paling baik dan nomor satu bukanlah suatu yang luar biasa."

Wi Lian In segera tertawa.

"Kau lihat bagaimana dengan sifat dan tindak tanduk Tia??" "Soal itu sukar untuk dikatakan-"

sekali lagi Wi Lian In tertawa cekikikan-

"Tia adalah seorang pendekar sejati, juga seorang malaikat dalam kasih sayang, perkataan ini kau setuju tidak??"

"Sangat setuju sekali" Jawab Ti Then sambil mengangguk.

" Waktu itu, ketika aku mendengar kalau Tia pernah menikah sebelum kawin dengan ibuku di dalam hati aku benar-benar merasa sangat sedih, kemudian sesudah tahu kalau shu sim Mey telah mati empat puluh tahun yang lalu, kesedihanku menjadi hilang.."

"Benar, Ayahmu mengawini ibumu sebagai istri yang syah dan bukannya dijadikan gundik, seharusnya kau tidak punya alasan untuk bersedih hati"

"Tetapi ternyata Tia merindukan seorang yang sudah mati empat puluh tahun yang lalu, belasan tahun ini terlalu keterlaluan?"

"Kurasa tidak." sahut Ti Then tersenyum. "orang yang bisa seperti ayahmu sungguh sedikit sekali."

"Karena itulah sesudah aku pikir bolak balik bukan saja aku tidak menyalahkan Tia, bahkan semakin menghormati dirinya, karena di dalam dunia ini orang lelaki biasanya suka yang baru dan bosan dengan yang lama, orang seperti Tia yang tidak melupakan cintanya yang pertama sungguh sukar ditemui"

"Benar benar" Barulah kali ini Ti Then menganggukkan kepalanya. Mendadak Wi Lian In tertawa merdu.

"Sedang kau kemungkinan sekali termasuk salah satu dari sembilan ribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang." TI Then menjadi tertawa geli.

"Bagaimana kau bisa tahu kalau aku jadi orang tidak suka yang baru dan bosan yang lama?"

"Aku bisa melihatnya" "Mungkin orang semacam aku ini tidak seperti ayahmu" jawab Ti Then sambil angkat bahunya. "Tetapi aku percaya aku jadi orang suka yang baru dan bosan dengan yang lama"

Wi Lian In dengan perlahan menundukkan kepalanya, sambil tertawa malu ujarnya: "Aku mau buktikan dengan menggunakan waktu"

"Sedikit pun tidak salah" sambung Ti Then dengan cepat. "Waktu adalah sebuah cermin, siapa pun tidak bisa menghindarinya"

Dengan periahan Wi Lian In menoleh ke arah lain, tanyanya tiba- tiba.

"Beritahukan padaku, bilamana Tia mendadak.. mendadak menghendaki dari. . . kau punya rencana mau berbuat apa?"

Sengaja Ti Then pura-pura tidak paham atas perkataannya itu. "Mendadak menghendaki apa. ."

Wi Lian In dengan gemas menoleh kembali, sambil tersenyum malu-malu dia melotot kearah Ti Then,

"Kau jangan pura-pura tolol, aku tak mau bicara lagi."

Sehabis berkata cambuknya segera diayunkan dan dia lantas melarikan kudanya ke arah depan.

Mereka berdua segera melanjutkan perjalanannya menuju ke arah Timur laut sambil melakukan perjalanan mereka tak henti- hentinya mencari jejaknya Hong Mong Ling, akan tetapi sama sekali tidak memperoleh hasil.

Di dalam sekejap mata saja sembilan hari sudah berlalu dengan cepat, mereka sudah tiba dipegunungan Kim Teng san.

Jarak antara gunung Kim Teng san menuju ke gunung Kim Hud san dimana istana Thian Teh Kong terletak masih ada tiga ratus li jauhnya, walau pun gunung Kim Hud san jauh lebih tinggi dari gunung Kim Teng san ini, tetapi pemandangannya jauh lebih indah, sedang kaum pelancong yang mengunjungi gunung ini pun amat banyak sekali.

Mereka berdua segera menitipkan kuda mereka disebuah rumah petani di bawah gunung, dengan alasan mau melancong ke atas gunung mereka melanjutkan perjalanannya naik ke gunung dengan berjalan kaki.

Wi Lian In yang sudah pernah mengunjungi berbagai tempat kenamaan tanpa terasa kini mengerutkan alisnya.

" Gunung Kim Teng san ini jauh berbeda dengan gunung Go bi kita."

Ti Then tertawa.

"Apanya yang tidak sama??" tanyanya

"Yang berbeda adalah digunung Go bi jarang ada orang yang melancong."

"Ha ha ha. .jadi maksudmu kau suka tempat yang tenang?" tanya Ti Then sambil tertawa terbahak-bahak.

"Benar. tidak seperti digunung ini dimana- mana ada orang yang berpesiar"

"Di sana ada sebuah pohon yang usianya sudah ribuan tahun." ujar Ti Then kemudian sambil menuding ke depan. "Di bawah pohon ada goanya, mari aku bawa kau ke sana. ."

Mereka berdua sesudah melihat pohon tua itu segera duduk beristirahat di bawah pohon itu juga, agaknya Wi Lian In bukanlah orang yang suka akan ketenangan, baru saja duduk sebentar mendadak dia sudah bertanya kembali.

"Si kakek pemalas Kay Kong Beng berdiam dimana, jaraknya masih jauh?"

"Tidak terlalu jauh.. jaraknya dari sini mungkin masih ada puluhan li, kau buat apa bertanya hal ini?" " Tidak mengapa, aku sedang berpikir satu hari penuh dia duduk terus di dalam guanya, apa tidak merasa kesepian dan jemu?"

"Di sampingnya masih ada seorang kacung buku yang bisa menghilangkan perasaan jemunya" jawab Ti Then perlahan.

"Bilamana dia melihat ada orang asing yang ke sana,dia bisa marah tidak??"

"Hal Ini sih tidak. bilamana kau tidak pergi mengganggu dia dan kau hanya lewat saja di depannya dia tidak akan memperdulikan dirimu"

" Kalau memangnya demikian, bagaimana kalau kita pergi lihat- lihat??"

"Bukankah kau tidak ingin mencari gara-gara?" tanya Ti Then sambil tertawa.

"Kita tidak usah mengganggu dia, asalkan lewat saja di depan guanya sudah cukup, aku belum pernah melihat sendiri bagiamana wajahnya jagoan nomor satu dari dunia ini."

"Ha ha ha. ." Tt Then tertawa terbahah-bahak. "Dia seperti juga manusia biasa punya dua mata ,satu hidung dan satu mulut."

Mendengar perkataan dari Ti Then ini wi Lian In menjadi agak gemas..

"Siapa yang bilang dia tidak punya mata hidung dan mulut? aku hanya pingin melihat wajahnya saja."

"Baiklah, mari ikut aku." ujar Ti Then kemudian sambil bangkit berdiri.

Demikianlah ..mereka berdua segera melanjutkan perjalanannya menuju ke tengah gunung.

setelah melewati tebing-tebing dan jalan pegunungan sejauh sepuluh li, di hadapan mereka munculah sebuah puncak gunung yang amat megah sekali, sambil menuding ke atas puncak tersebut ujar Ti Then perlahan. "Di atas puncak itulah tempat kediaman si kakek pemalas itu, mau naik ke atas?"

"Hmm. . ."

Walau pun puncak gunung itu kelihatannya amat megah dan aneh sekali tetapi tidak sukar untuk mendakinya, kedua orang itu dengan cepat mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya masing- masing untuk mendaki ke atas, tidak sampai sepertanakan nasi kemudian mereka sudah tiba di atas puncak tersebut.

Di atas puncak gunung sangat jarang terdapat tumbuh- tumbuhan yang tumbuh di sana, pemandangannya bebas dan meluas, baru saja mereka berdua tiba di atas puncak dari kejauhan sudah melihat goa tempat tinggal si kakek pemalas Kay Kong Beng itu, bahkan di depan goa masih kelihatan sesosok bayangan manusia.

orang itu. . adalah seorang pemuda, saat ini dia sedang berlutut menghadap ke dalam gua.

Karena jaraknya yang masih jauh mereka berdua tidak bisa melihat apakah si kakek pemalas Kay Kong Beng ada di dalam goa, juga tidak bisa melihat dengan jelas siapakah pemuda yang sedang berlutut di depan goa itu,

Wi Lian In begitu melihat di depan goa tempat tinggal si kakek pemalas Kay Kong Beng terdapat seorang pemuda yang sedang berlutut tidak bergerak. tanpa terasa sudah merasa terkejut, ujarnya dengan suara yang sangat lirih. "Aneh sekali, bukankah orang itu kacung bukunya?"

"Bukan-" jawab Ti Then dengan wajah amat serius. " Kacung bukunya aku pernah bertemu muka dengannya, wajahnya bukan demikian??"

"Kalau tidak siapa orang itu?" tanya Wi Lian In kurang puas "Kenapa dia berlutut di hadapan goa tempat tinggal sikakek pemalas Kay Kong Beng itu?" Ti Then segera terbayang kembali keadaannya setahun yang lalu dimana dia berlutut di hadapan kakek pemalas Kay Kong Beng ini mohon diterima sebagai murid, hatinya segera terasa bergolak, dengan perlahan dia mendengus.

"Aku kira orang itu tentu sedang mohon si kakek pemalas Kay Kong Beng menerimanya sebagai murid Hmm. sungguh goblok..."

"Bagaimana kau bisa tahu kalau orang itu ingin mengangkat si kakek pemalas Kay Kong Beng sebagai gurunya?" tanya Wi Van in dengan perasaan amat terkejut.

"Hanya orang yang mohon diangkat sebagai muridnya saja yang mau berlutut dengan sangat hormat tanpa bergerak di depan goa tempat kediamannya itu"

"Bagaimana kau bisa tahu kalau orang itu sudah berlutut sangat lama sekali di sana?" tanya Wi Lian In kembali.

"Coba kau lihat di atas punggung orang itu sudah terdapat dedaunan kering yang amat banyak sedang saat ini di atas puncak sama sekali tidak ada angin, ranting-ranting pohon pun tidak bergoyang maka aku menduga orang itu tentu sudah berlutut sangat lama sekali"

Dengan perlahan Wi Lian In menganggukkan kepalanya.

"Jikalau orang itu memang datang untuk mengangkat dia sebagai guru, maka si Kay Kong Beng ini memang sedikit pun tidak punya perasaan-"

Mendengar perkataan dari Wi Lian In ini sekali lagi Ti Then tertawa dingini

"Kecuali dia disebut sebagai si kakek pemalas yang kerjanya hanya duduk melulu, dia pun memiliki sebuah hati yang amat keras bagaika baja"

"Bilamana dia tidak ingin menerima orang itu sebagai muridnya, kenapa tidak mau terus terang saja beritahu kepadanya, sebaliknya menyuruh orang itu berlutut dalam waktu yang amat panjang?" "Dahulu aku juga pernah datang ke sini mohon dia menerima diriku sebagai muridnya, dia sepatah kata-kata pun tidak bilang, hanya pejamkan matanya terus sambil duduk tidak bergerak, Hmm.

."

"Ooh. ." seru Wi Lian In sambil pentangkan matanya lebar-lebar. "Kau. . kau juga pernah mohon mengangkat dia sebagai gurumu??"

"Benar" sahutnya Tt Then mengangguk. "Hal ini benar terjadi kapan??"

"Dahulu. ."

"Sebelum belajar ilmu dari Bu Beng Lojin?"

"Ehmm" Ti Then tidak membuka mulutnya kembali, dia tidak ingin membicarakan peristiwa yang sudah terjadi waktu yang lampau, karena bilamana harus menceriterakan urusan yang sudah lalu maka dia akan menemui kesulitan di dalam menceriterakan asal usulnya itu.

Wi Lian In yang melihat dia tidak mau memberi penjelasan sejelas-jelasnya segera mengira dia tidak ingin mengingat kembali peristiwa yang menyedihkan hatinya, karena itu dia pun tidak terlalu mendesak. sambil menarik ujung bajunya dia berkata: "Bagaimana kalau kita lihat-lihat di sana?"

"Baik, jika orang itu benar-benar ingin menganggap Kay Kong Beng sebagai guru, lebih baik cepat-cepat kita nasehatkan padanya untuk menghilangkan pikiran ini."

Sambil berkata dia segera mulai berjalan menuju ke gua tersebut.

Kurang lebih setelah mereka berjalan delapan sembilan kaki dari dimana pemuda itu berlutut, dari sana sudah dapat melihat si kakek pemalas Kay Kong Beng yang ada dalam gua.

selang pada saat ini mendadak si kakek pemalas Kay Kong Beng mementangkan matanya lebar-lebar, ujarnya dengan dingin.. "Kau belum pergi?" Usianya kurang lebih sudah mendekati sembilan puluh tahunan, rambut serta jenggotnya sudah memutih bagaikan perak. Wajahnya kaku dan sangat berwibawa disertai sifatnya yang dingin kaku. Pada badannya dia memakai jubah tipis berwarna hijau, mungkin karena sudah terlalu lama duduk di sana seluruh tubuhnya penuh dengan debu sehingga keadaannya mirip sekali dengan seorang pengemis.

Pemuda yang berlutut di depan gua ketika mendengar si kakek pemalas Kay Kong Beng membuka mulutnya terlihatlah seluruh tubuhnya tergetar dengan amat keras. segera dengan nada merengek ujarnya.

"Hamba mohon kau orang tua mau terima aku sebagai murid, sejak ini hari walau pun di suruh menjadi anying atau kuda sebagai pembalasan jasa hamba juga mau"

Ternyata tidak salah, dia memang datang untuk mohon diterima sebagai murid.

Tanpa terasa Ti Then mau pun wi Lian In bersama-sama menghentikan langkah kakinya, ketika mereka mendengar kalau si kakek pemalas Kay Kong Beng membuka mulut, hal ini berarti juga pemuda itu mem punyai harapan, karenanya tidak ingin maju untuk mengganggu. 

Tampak si kakek pemalas Kay Kong Beng mengerutkan alisnya yang sudah memutih, ujarnya dengan suara amat berat.

"Sekali pun kau berlutut seratus tahun lagi juga tidak berguna, Lohu sejak dulu sudah ambil sumpah tidak akan menerima murid lagi."

Pemuda itu menganggukkan kepalanya berulang kali, dengan nada memohon ujarnya lagi:

"Hamba mem punyai dendam berdarah yang harus dibalas, bilamana kau orang tua tidak mau menerima hamba sebagai murid berarti hamba tidak mem punyai kesempatan lagi untuk membalas dendam sakit hati ini. ." "Soal ini tidak ada hubungannya dengan lohu" jawab si kakek pemalas itu dengan suara amat dingin.

Hampir-hampir pemuda itu dibuat menangis karena cemasnya, dengan nada isak tangis yang ditahan-tahan mohonnya lagi.

" Hamba mohon kau orang tua mau berbuat baik, asalkan kau orang tua tidak mau terima aku sebagai murid. lebih . . lebih baik hamba mati. . mati. . di sini saja."

"Hmmm, setiap orang yang mohon Lohu terima dia sebagai murid tentu bilang punya dendam sakit hati yang harus dibalas, Lohu telah bosan terhadap omongan itu"

Pemuda itu tidak bisa menahan isak tangisnya lagi, dengan melelehkan air matanya, rengeknya lagi.

"Setiap perkataan yang hamba katakan adalah nyata,jlkalau kau orang tua tidak percaya boleh. . boleh pergi menyelidiki sendiri"

"Tidak perlu periksa lagi" Potong si kakek pemalas cepat "Lohu sama sekali tidak akan percaya kalau Wi Ci To bisa melakukan pekerjaan yang merugikan orang banyak ini"

Ketika Wi Lian In mendengar bahwa persoalan ini menyangkut ayahnya tanpa terasa tubuhnya tergetar keras, segera dia siap maju ke depan untuk menanyai lebih jelas lagi. Ti Then yang melihat tindak tanduknya ini dengan cepat-cepat mencegah dirinya, ujarnya setengah berbisik,

"Jangan keburu napsu, kita dengar lagi apa yang akan dikatakan-

"

Agaknya pemuda itu masih tidak merasakan Ti Then serta Wi

Lian In sudah ada di sampingnya, dengan perasaan yang bergolak dia angkat tangannya bersumpah.

"Bilamana perkataan dari hamba ada sepatah yang bohong, biarlah Thian memberikan kematian yang mengerikan kepadaku, Wi Ci To bajingan tua itu memang benar-benar sudah membunuh mati ayah ibuku bahkan sudah merampas pusaka keturunanku pedang pusaka Khang Lu Po Kiam."

-0000000-

Ada saat berbicara dia angkat kepalanya, dengan demikian Ti Then serta Wi Lian In bisa melihat bagian dari wajahnya, begitu mereka bisa melihat wajahnya tanpa terasa lagi mereka berdua menjerit kaget.

Dialah sinaga mega Hong Mong Ling adanya.

Ternyata dia sudah lari ke atas gunung Kim Teng san untuk omong sembarangan di hadapan sikakek pemalas Kay Kong Beng.

Wi Lian In merasa terkejut, gusar juga girang dia mana bisa bersabar lebih lama lagi, sambil membentak nyaring dengan cepat tangannya mencabut keluar pedangnya dan menubruk kearahnya.

Hong Mong Ling yang mendengar secara tiba-tiba dari belakang badannya muncul suara bentakan nyaring dengan cepat dia menoleh ke belakang, tetapi begitu dilihatnya mereka adalah Wi Lian In serta Ti Then saking terkejutnya dia menjerit keras, hampir- hampir sukmanya ikut melayang saking takutnya, sambil menjerit ngeri dia melayang dan melarikan diri menuju ke samping kanan dari gua tersebut.

"Bangsat kau mau lari kemana". Bentak Wi Lian In dengan amat gusar. Tubuhnya dengan cepat menubruk melakukan pengejaran dengan amat cepatnya.

Ti Then pun ikut menyusul dari belakang, tubuhnya bagaikan seekor kuda terbang, di dalam sekejap mata saja sudah melampaui diri Wi Lian In dan berada kurang lebih empat kaki di belakang Hong Mong Ling. Tetapi pada saat itulah Hong Mong Ling sudah berada di pinggiran puncak. dengan gugupnya dia tanpa memilih jalan lagi sudah meloncat turun dari atas puncak tersebut.

Ti Then yang tidak tahu keadaan dari puncak itu ketika dilihatnya dia meloncat turun dia pun ikut meloncat juga. Tetapi begitu dia sudah meloncat turun segera terlihatlah keadaan dari puncak itu tanpa terasa dia sudah menarik napas dingin, diam-diam pikirnya dtngan perasaan terkejut. "Bangsat cilik kau sungguh-sungguh tidak ingin nyawamu lagi"

Kiranya di bawah puncak itu adalah sebuah tebing yang amat curam. jaraknya dengan punggung puncak itu ada dua puluh kaki lebih, sedang ditengahnya sama sekali tidak terdapat pohon yang bisa menghambat daya luncur tersebut, karenanya bila meloncat turun dari sana berarti juga melakukan bunuh diri.

Sedang keadaan dari Hong Mong Ling saat ini seperti juga sebuah bintang yang rontok dengan cepatnya meluncur terus kearah bawah.

Ti Then yang berada di dalam keadaan terkejut itu tiba-tiba melihat tubuh Hong Mong Ling yang meluncur dengan cepatnya ke bawah itu mendadak mencabut keluar pedangnya. pada saat dia berhasil mencabut keluar pedangnya itulah tubuhnya sudah berada kurang lebih satu kaki dari permukaan tanah. "Triing. . "

Terdengar suara ujung pedang yang mengenai tanah kemudian disusul dengan suara benturan yang amat keras, seluruh tubuh Hong Mong Ling dengan amat beratnya terlempar jatuh ke atas permukaan tanah.

Mungkin karena dia menggunakan pedangnya terlebih dulu untuk menyentuh tanah sehingga bisa membuang sebagian besar dari daya tekanan itu, karena itulah dia tidak sampai menjadi terluka parah setelah jatuh terlentang beberapa saat lamanya dia segera berguling dan bangun kembali untuk kembali melarikan diri ke bawah puncak.

Ti Then pun segera ikut menggunakan caranya itu, pedangnya dengan cepat dicabut keluar kemudian dengan gaya menusuk menutul permukaan tanah dan membuang sebagian dari tenaga dan dengan gesitnya dia berguling ke samping.

Ketika memandang kembali terlihatlah saat itu Hong Mong Ling sudah berada kurang lebih beberapa kaki jauhnya dari tempat dimana kini dia berada dikarenakan tempat selanjutnya tumbuh dengan rapatnya pohon-pohon maka dengan enaknya dia bisa mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk melarikan diri.

Wi Lian In yang berdiri diujung puncak tidak berani langsung meloncat turun dengan cepat teriaknya.

" Cepat kejar.. cepat kejar jangan sampai dia lolos kembali." Dengan cepat Ti Then melayangkan tubuhnya ke tengah udara,

kemudian dengan kecepatan bagaikan kilat mengejar kearah depan.

Agaknya Hong Mong Ling sudah ambil keputusan biar pun dirinya mati juga tidak ingin sampai ditawan kembali oleh Ti Then tampak dengan nekatnya dia terus terjun ke bawah puncak.

Ti Then dengan kencangnya mengejar terus dari belakang, satu rintangan demi satu rintangan bisa dilaluinya dengan selamat.

Di dalam sekejap mata mereka berdua sudah tiba di kaki gunung, Hong Mong Ling yang pertama-tama mencapai permukaan tanah tubuhnya dengan cepat berkelebat menuju kearah hutan rimba yang agak lebat di samping tempat itu.

Begitu tiba di atas tanah datar kecepatan larinya Ti Then pun semakin lipat ganda, tampak di dalam satu dua kali loncatan saja dia sudah berada kurang lebih beberapa kaki di belakangnya.

Agaknya Hong Mong Ling sudah tahu kalau dia tidak mungkin berhasil lolos dari kejarannya, mendadak tubuhnya berputar sedang pedangnya dengan amat dahsyat melancarkan satu serangan mematikan kearah belakang.

Ti Then dengan cepat angkat pedangnya menangkis kemudian disusul dengan tiga serangan berantai melanda tubuhnya, di dalam sekejap saja sudah membuat Hong Mong Ling menjadi kalang kabut dibuatnya.

Dengan paksakan diri Hong Mong Ling berhasil juga meloloskan diri dari beberapa serangan itu, agaknya dia tahu dirinya sudah terjepit mendadak tertawa sedih. “Ti Then, kau sudah rebut calon istriku kini mau bunuh aku lagi, dimana letaknya hati nalurimu??

“Sebetulnya aku tidak punya maksud untuk membunuh kau, tetapi hatimu terlalu jahat,.”

“Aku hanya ingin mengangkat si kakek pemalas sebagai suhuku, sama sekali tidak mengandung maksud lain”

“Kalau begitu kenapa tadi kau bilang Wi Ci To sudah bunuh mati ayah ibumu bahkan sudah merebut barang pusaka turun temurunmu?”

Hong Mong Ling menjadi kelabakan dibuatnya.

“Itu...itu salahku bicara terlalu cepat, jikalau kali ini kau mau melepaskan aku, aku bersumpah akan mengubah sifatku yang jelek ini.”

Dengan meminyam kesempatan sewaktu mereka sedang berbicara itulah Ti Then dengan cepat menempelkan ujung pedangnya ke depan ulu hatinya kemudian memaksa dia mepet dengan pohon, bentaknya.

“ Lepaskan padangmu. “

Hong Mong Ling menurut perintahnya dan melepaskan pedangnya ke atas tanah, ujarnya sambil tertawa pahit :

“Bilamana kau bunuh mati aku mungkin selama hidupmu akan merasa menyesal, “

Ti Then tertawa dingin tak henti-hentinya.

“Sekarang aku mau tanya satu urnsan kepadamu, jika kau bisa memberikan jawaban yang memuaskan hati aku segera melepaskan satu jalan kehidupan buat dirimu.”

Hong Mong Ling menjadi amat girang, “Baik, silahkan bertanya.” “Apa tujuan dari Hu Pocu bersekongkol dengan kau untuk

menculik pergi nona Wi?” “Dia menaruh simpatik kepadaku”

Alis dari Ti Then segera dikerutkan rapat-rapat, ujarnya sambil tertawa dingin.

“Nona Wi dengan cepat akan sampai di sini, jikalau dia sudah sampai di sini aku tidak bisa membantu kau lagi, makanya cepat kau katakan terus terang.”

Hong Mong Ling dibuat ragu-ragu beberapa saat lamanya, akhirnya jawabnya juga.

“Baiklah, urusan yang sebetulnya adalah begini, ada orang yang melakukan jual beli dengan Hu Pocu dan sanggup memberi dia selaksa tahil perak sebagai balas jasanya, syaratnya adalah mintakan sebuah barang dari dalam Loteng penyimpan kitabnya..”

“Siapa orang itu?” desak Ti Then lebih lanjut. “Dia adalah …..”

“Plaak…” mendadak keningnya terpukul oleh semacam senyata rahasia sehingga darah segar memancar keluar membasahi empat penjuru.

Sebuah batu cadas dengan amat tepatnya bersarang dikeningnya, dikarenakan tenaga sambitan yang amat keras dan kuat membuat batu itu seketika itu juga bersarang amat dalam di dalam kepalanya itu, darah segar memancar keluar dengan amat derasnya.

Ti Then menjadi amat terperanyat dengan cepat dia putar pedangnya melindungi badan bentaknya dengan keras.

“Kawanan tikus dari mana yang sudah datang, cepat menggelinding keluar. “

Batu itu berkelebat dari belakang tubuhnya karena itu segera dia memutar tubuhnya ke belakang, dengan kepandaiannya sekarang serta kecepatan geraknya boleh di kata waktu antara dia putar badannya serta Hong Mong Ling terkena sambaran batu itu hanya terpaut tidak lebih sekejap mata saja, tetapi walau pun dia sudah putar matanya memandang keempat penjuru jangan dikata orangnya sekali pun bayangannya juga tidak tampak.

Ti Then merasa terkejut bercampur gusar baru saja dia siap hendak melakukan pengejaran mendadak dari kaki puncak sebelah depannya muncul dua sosok bayangan manusia..si kakek pemalas Kay Kong Beng serta Wi Lian In, segera tanyanya.

“Nona Wi, kau melihat tidak seorang melarikan diri dari tempat ini?”

Sambil lari mendekat sahutnya Wi Lian In cepat. “Tidak, apa dia berhasil melarikan diri ?”

“Yang aku maksudkan bukan Hong Mong Ling” jawab Ti Then semakin bingung.

“Dia adalah orang yang lain dan baru saja menyambit senyata rahasia membunuh mati Hong Mong Ling.”

Air muka Wi Lian In segera berubah amat hebat,

“Ada urusan apa? . , . siapa orang itu ?” tanyanya dengan amat terperanyatat.

“Karena aku tidak melihat dia baru bertanya dengan dirimu, ketika aku putar tubuhku orang itu sudah melarikan diri tanpa bekas..”

Agaknya Wi Lian In benar-benar dibuat terperanyat, tanyanya kepada si kakek pemalas Kay Kong Beng yang berdiri disisinya:

“Kay Lodianpwe, kau melihat tidak?”

“Tidak.” Jawab sikakek pemalas Kay Kong Beng sambil gelengkan kepalanya. “Lohu selama ini ikut kau turun kemari, kau tidak melihat sudah tentu Lohu juga tidak melihatnya.”

Waktu berbicara air mukanya masih tetap dingin kaku dan sangat tawar, agaknya semua urusan tidak ada hubungannya dengan dia. “Bajingan. Aku harus cari orang sampai dapat…” seru Ti Then dengan amat gusarnya.

Sambil berkata tubuhnya dengan cepat berkelebat mengejar kearah depan.

Dia memastikan orang itu tentu orang yang mengadakan jual beli dengan Hu Pocu, pihak lawan sengaja turun tangan membunuh mati Hong Mong Ling tentu bertujuan untuk menutup mulutnya, karena itulah dia sudah bulatkan tekad untuk mencari hingga dapat orang yang melakukan pemibunuhan itu.

Wi Lian In ketika melihat Ti Then melakukan pengejaran segera ujarnya kepada sikakek pemalas Kay Kong Beng.

“Kay Lo-cianpwe, kau bisa bantu kami untuk carikan orang itu ?” Si Kakek pemalas Kay Kong Beng tetap berdiri ditempat semula.

“Lohu tidak ingin terlibat di dalam urusan yang tidak berguna, kalian pergilah cari sendiri” ujarnya dengan amat tawar.

Wi Lian In tidak bisa berbuat apa-apa terpaksa dia mendepakkan kakinya keras-keras ke atas tanah kemudian mengejar dengan mengambil arah yang berlainan.

Menanti setelah mereka berdua lenyap dari pandangan barulah sikakek pemalas itu berjalan mendekati mayat Hong Mong Ling yang sudah putus napas itu, lama sekali dia memandang wajahnya kemudian baru menghela napas panjang.

“Hati bangsat cilik ini amat jahat, dia seharusnya binasa..” ujarnya sambil gelengkan kepalanya.

Ti Then yang kerahkan tenaga dalamnya sepenuh tenaga membuat larinya pun semakin cepat, bagaikan kilat cepatnya dia melakukan pemeriksaan disekeliling hutan itu. sesudah dicarinya ubek-ubekan selama setengah hari lamanya tetap tidak memperoleh hasil, dia pun dengan uring-uringan terpaksa kembali ketempat semula. Sesampainya di sana tampaklah olehnya si kakek pemalas masih berdiri di hadapan. mayat Hong Mong Ling, dia tidak berani berlaku ayal dengan cepat maju ke depan memberi hormat, ujarnya,

“ Kay Lo-cianpwe apa masih ingat dengan cayhe ?

Dengan perlahan kulit mata si kakek pemalas bergerak melirik sekejapkearahnya.

“Bukankah kau sipendekar baju hitam Ti Then yang pada tahun lalu memohon Lohu menerima dirimu sebagai murid?” ujarnya dengan nada amat tawar,

“Benar, urusan tahun yang lalu tidak usah kita ungkap lagi.“ Terlihat sikakek pemalas sedikit tersenjum.

“Jika dilihat dari gerakan tubuhmu tadi kelihatan sekali jauh tebih hebat berpuluh-puluh kali lipat dari tahun yang lalu jagoan dari mana yang sudah menggembleng dirimu ?”

“Maaf tidak bisa cayhe sebut”

Pada wajah sikakek pemalas Kay Kong Beng sedikit pun tidak kelihatan perasaan tidak puasnya, dia tertawa terbahak-bahak.

“Kau bocah cilik apa masih menaruh perasaan marah kepada diri Lohu?”

“Tidak.”

“Kalau begitu bagus sekali, bukannya Lohu tidak pandang dirimu sebaliknya dikarenakan sejak dulu Lohu sudah angkat sumpah untuk tidak menerima murid lagi.”

“Boanpwe sudah tahu kalau kau orang tua pada waktu yang lampau pernah menerima satu murid kemudian dikarenakan muridmu itu berbuat jahat dan durhaka maka di dalam keadaan gusar kau orang bunuh mati muridmu itu kemudian bersumpah untuk tidak menerima murid kembali, kau orang tua tidak mau menarima murid kembali memang sangat beralasan sekali. “ “Benar.” jawab Sikakek pemalas Kay Kong Beng mengangguk. “Makanya Lohu tidak ingin menerima murid kembali dan tidak ingin membunuh mati muridku yang kedua ini.”

Ti Then dengan perlahan-lahan menoleh memandang keempat penjuru.

“Nona Wi kemana?” “Mengejar orang itu.”

Dengan perlahan Ti Then berjongkok di depan mayat dari Hong Mong Ling dan memeriksanya dengan teliti luka pada bagian kepalanya, ketika dilihatnya batu yang menyambar tersebut bersarang sedalam satu cun tanpa terasa hatinya merasa berdesir juga, ujarnya.

“Sungguh hebat tenaga dalam orang itu.”

Si kakek pemalas Kay Kong Bang hanya mengangguk saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

“Locianpwe sudah tahu orang itu?” tanya Ti Then lagi sambil menuding kearah mayat Hong Mong Ling.

“Tadi sudah dengar dari nona Wi.”

“Locianpwe bisa percaya terhadap semua omongannya?” “Jikalau dia mengatakan orang lain, Lohu mungkin masih mau

percaya, tetapi dia bilang Wi Ci To yang sudah membunuh mati ayah ibunya hal ini Lohu tidak akan mempercayai,”

Ti Then menjadi amat girang.

“Itulah sangat bagus, padahal orang tuanya…” ,

Baru saja berbicara sampai di sini ranting-ranting di atas kepalanya mendadak bergoyang, tampak dengan ringannya Wi Lian In meloncat turun dari atas pohon itu.

“Kau menemukan sesuatu?... tanya Ti Then dengan cepat.

-ooo0dw0ooo- 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar