Pendekar Kidal Jilid 15

Jilid 15

Sepasang mata Giok-lan me mancar kan cahaya terang, bukan kepalang senang hatinya, serunya: "Ling-kongcu, kuaturkan selamat padamu"

Sin-ih juga terbelalak. serunya: "Ling- kongcu hanya pakai e mpat tetes obat dan getah setengah wadah ini telah tawar sama sekali, air obat ini tentu a mat lihay."

Tiba2 So-yok bertanya: "dari guci yang mana kau tadi mengambil air obat itu, apa kau masih ingat?"

Sengaja Kun-gi mengingat2, lalu mengasi guci2 obat, katanya sambil menghitung: "Kali ini aku me nga mbil dari guci ke 3, 5, 6, 8, dan 9 lima guci. Lalu dia berpesan kepada Sin-ih: "Sisa yang lain boleh kau buang ke belakang." cepat Sin- ih bersihkan sisa obat lain yang tidak terpakai lagi.

Kun-gi a mbil dua te mpayan kosong, lalu dia ukur air obat guci ketiga dan kelima, masing2 di a mbil 20 mangkuk, de mikian pula pada guci keenam dan kese mbilan masing2 dia a mbil 30 mangkuk, lalu guci kedelapan dia angkat, setelah sari obatnya dia bersihkan, seluruh air obatnya dia tuang kedalam te mpayan serta diaduk lagi dan kebetulan penuh kedua tempayan itu.

Menunjuk kedua tempayan obat itu, Kun-gi berkata kepada Giok- lan- "congkoan me mbatasi cayhae tiga hari untuk menyelesaikan tugas, hari ini telah kubuat dua tempayan air obat penawar getah beracun, harap congkoan suka menerimanya." Lekas Giok-lan balas hor mat, katanya: "Ling- kongcu me mang dapat dipercaya, hamba mengaturkan terima kasih."

Kata Kun-gi kepada So-yok: "Tadi aku sendiri yang mencoba dan berhasil, kini silahkan Hu- pangcu mencobanya sekali lagi." Lalu dia ambil sendok dan diangsurkan kepada So-yok.

So-yok tertawa manis, katanya: "Aku belum pernah mencoba, me mang ingin aku mencobanya."

Dengan sendok itu dia menyiduk air obat terus dituang pelan2 ke dalam wadah la in yang berisi getah beracun. Perubahan pada getah beracun dalam wadah kali ini lebih cepat, dari kental segera menjadi cair dan bening. Seru So-yok girang: "obat penawar ini me mang betul2 mujarab."

"Setengah sendok air obat yang dia mbil Hu-pangcu tadi sedikitnya bisa menawarkan satu baskom getah beracun."

"Jadi, berapa banyak getah beracun dapat di-tawarkan oleh air obat kedua tempayan ini?".

Kun-gi tertawa, katanya: "Thay-ouw seluas tiga puluh enam ribu hektar, kalau air danau se muanya getah beracun, kiranya cukup ditawarkan dengan air obat kedua tempayan ini"

Giok lan segera berpesan kepada Sin-ih: "Laporkan kabar gembira ini kepada Pangcu, katakan bahwa Ling-kongcu telah berhasil me mbuat obat penawarnya,"

Sin-ih mengiakan dan buru2 lari keluar.

"obat penawar sudah kubuat, air obat kedua te mpayan ini boleh silakan congkoan menerimanya "

Giok- lan manggut2, katanya: "Nanti kusuruh agar orang menggotongnya keluar," lalu dia tatap Kun-gi, "Cuma sudikah Ling- kongcu serahkan pula resep obatnya?".

Kun-gi, sudah menduga akan hal ini, katanya tersenyum: "obat penawar yang kubuat sudah ku-serahkan dan Pang kalian boleh me ma kainya, tentang resep obat " So-yok mengedip mata, katanya riang: "Mungkin resep itu warisan keluarga Ling-kongcu, jadi harus dirahasiakan?" .

"Bukan begitu," ujar , Kun-gi tertawa: "Jiwa raga cayhe ada di dalam Pang kalian, kesela matan jiwapun sukar dira malkan, kalau dalam jangka t iga hari cayhe tidak berhasil, batok kepala cayhe tentu sukar dipertahankan, tapi setelah berhasil mungkin tetap menghadapi kesulitan, salah2 bisa dibunuh untuk me nutup mulut. .

. . ."

Berubah air muka Giok-lan, katanya: "Ling-kongcu berjerih payah me mbuat obat untuk Pang kami, Pang kami berkecimpung dalam kangouw dan selalu menguta makan keadilan dan kepercayaan, mana mungkin me mbalas air susu dengan air tuba?"

"Dari siapa Ling-kongcu dengar orang bilang de mikian?" sela So- yok. "terang sengaja hendak me mecah belah belaka."

"Maaf, mungkin cayhe mengukur seorang Kuncu dengan hati seorang Siaujin, cuma dalam percaturan kangouw, tiada jeleknya berlaku hati2 terhadap sesama insan persilatan, air obat dalam kedua tempayan itu bertahan tiba bulan, selama itu bertahan pula jiwa raga cayhe, harap kalian tidak salah paha m."

"Ucapan Kongcu me mang masuk akal," Ujar Giok-lan, "liku2 kehidupan kangouw me mang serba buruk dan bahaya, adalah pantas kalau berlaku hati2. cuma Pek-hoa-pang kami takkan berlaku curang dan lupa budi terhadap Kongcu."

Kata So-yok manis mesra: "Kalau Ling- kongcu tidak mau serahkan resep obatnya juga tidak soal, kau boleh tinggal saja disini, me mangnya kau akan me mbocorkan hal ini kepada Hek- Liong-hwe?"

Sementara itu Sin-ih sudah balik bersa ma seorang pelayan baju hijau, "Lapor congkoan," kata Sin- ih, "Pangcu sudah siapkan perjamuan di Ing-jun-koan, Bak-ni (me lati) disuruh mengundang Ling- kongcu, Hu-pangcu dan congkoan kesana." Si me lati adalah salah satu pelayan pribadi Pek-hoa-pangcu, lekas dia tampil me mberi hor mat, katanya: "Mendengar Ling-kongcu berhasil me mbuat obat penawar, Pangcu sengaja mengada kan perjamuan di Ingjun-koan untuk merayakan keberhasilan Ling kongcu ini, silahkan pula Hu-pangcu dan congkoan mengir inya."

So-yok tertawa riang, katanya: "Toaci mengadakan perja muan di Ingrjun-koan, ini jarang terjadi, silakan Ling- kongcu"

Ing-jun-koan adalah tempat tinggal Pek- Hoa-pangcu, "ucapannya kedengaran simpatik, tapi mengandung nada sindiran," Lalu ia berpaling kepada si melati, katanya: "Hayo tunjukkan ja lan. "

Bak-ni atau ke mbang melati mengiakan, dia berjalan di depan So-yok dan Giok-lan mengiringi Ling Kun-gi langsung menuju ke Ing Jun-koan-

Setelah dekat si melati mendahului beberapa langkah serta me mbungkuk sa mbil berseru: "Lapor Pangcu, Ling- kongcu telah tiba"

Lenyap suaranya tertampak Pek hoa-pangcu sudah beranjak keluar menyongsong di a mbang pintu. Hari ini dia mengguna kan baju merah ge merlap dengan gaun panjang kain sutera bersulam mengikat pinggang, pada dua ujungnya dihiasi ronce beludru dan diikat menyerupai telur angsa, langkahnya ringan le mbut tak ubahnya bidadari, kelihatan suci dan anggun. Me mang setimpa l sebagai bunga peoni (Bok-tan) yang menjadi raja dari segala bunga.

Pek-Hoa-pangcu tetap mengenakan kedok, tapi sepasang matanya nan jeli dan bening tampa k bercahaya penuh kasih mesra, katanya merdu: "Sudah kutunggu cukup la ma, silakan Ling-kongcu masuk dan duduk."

Begitu beradu pandang, jantung Kun-gi lantas berdebar keras, tanpa terasa timbul semaca m perasaan aneh dalam benaknya, sesaat dia melongo mengawasi orang. Hal ini tak perlu dibuat heran, pemuda mana yang tidak terpesona berhadapan dengan sang jelita, apalagi pandangan Pek-Hoa-pangcu sedemikian mesra. Tapi cepat Kun-gi sadar, dengan muka merah ia menjura, katanya: "Pangcu mengundang dan menja mu secara besar2an, sungguh cayhe amat bangga dan terima kasih."

Pek-hoa-pangcu mengiringinya masuk ke ka mar makan, mereka jalan berjajar, katanya tersenyum manis: "Kongcu berhasil me mbuat obat, besar artinya bagi kepentingan Pang ka mi, aku hanya suruh mereka sekedar menyiapkan perjamuan untuk me mbalas budi kebaikan ini, rasanya masih jauh untuk mengimbali jerih payah Kongsu, ha rap tidak usah sungkan-"

"Bantuan yang tak berarti kenapa harus dipikirkan, Pangcu menya mbut begini rupa sungguh tidak tenteram perasaan cayhe."

Sebuah meja besar segi delapan berada di tengah ruangan sebelah timur yang bertutup kain gordyn, Pek-hoa-pangcu persilakan tamunya duduk di sebelahnya, sementara So-yok di sebelah kiri dan Giok- lan di depannya. Tanpa diperintah delapan pelayan bergiliran menyuguhkan hidangan dan arak.

Pek Hoa pangcu angkat cawan araknya, katanya: "Ling- kongcu sudah me mbuatkan obat mujarab bagi Pang ka mi, seluruh anggota Pek-Hoa-pang merasa bersyukur dan berterima kasih, secawan arak ini kusa mpaikan sela mat dan terima kasih, haraf kongcu sudi menerima nya . "

Kun-gi angkat cangkir araknya dan me njawab: "Seharusnya cayhe yang menyampaikan selamat pada Pangcu, sayang cayhe tidak biasa minum arak. apalagi nanti akan menghadap Thay-siang, terpaksa cayhe harus membatasi diri minum arak." Lalu dia teguk habis is i Cangkirnya.

"Kau akan menghadap Thay-siang?" seru Pek-hoa-pangcu heran "Ya, hal ini me mang akan kulaporkan kepada Toaci," ujar So-yok.

"waktu aku datang pagi tadi Thay-siang sudah berpesan bila Ling- kongcu berhasil, beliau minta aku me mbawanya mene muinya."

"Thay-siang a mat besar perhatiannya terhadap getah beracun ini, Ling- kongcu berhasil temukan obat penawarnya dalam waktu sesingkat ini, tak heran beliau ingin benar bertemu," lalu Pek- hoa- pangcu berkata kepada Kun-gi: "Biasanya thay-siang tak mau mene mui orang luar, umpa ma anggota Pang kita sendiri juga jarang dipanggil, Ling Kongcu ternyata lebih beruntung."

Sedemikian besar perhatiannya membicarakan undangan Thay- siang ini, padahal sinar matanya tidak mengunjuk rasa senang kalau tidak mau dikatakan mena mpilkan rasa kuatir dan gelisah ma lah.

Sudah tentu Kun-gi tak bisa menyela mi pikiran Pek hoa pangcu, katanya tertawa lebar: "Beruntung cayhe diundang Thay-siang, hal ini merupakan kebanggaanku seumur hidup,"

Pek hoa pangcu tersenyum, katanya: "Hanya bicara saja sa mpai lupa makan, hidangan sudah dingin, silakan ma kan-"

Baru dua cangkir arak mas uk perut, muka Ling Kun-gi lantas merah seperti kepiting rebus, celakanya So-yok selalu a mbilkan hidangan terus main dorong kepiringnya, ditolak tidak bisa, diterima akhirnya perutnya kekenyangan. Perjamuan ini untuk merayakan kesuksesan Ling Kun-gi, tapi lantaran yang dijamu tidak pandai minum arak sehingga makan minum berjalan kurang semarak, Pek hoa pangcu dan Giok- lan bersikap pasif pula karena tingkah So-yok yang ber-muka2. Ha mpir setiap masakan yang dihidangkan sedikit atau banyak masuk ke perut Kun- gi, untung perja muan ini berakhir juga , Kun-gi merasa seperti lepas dari hukuman, buru2 dia berdiri. Pek hoa pangcu mengiringinya ke mbali ke ruang tamu.

Baru saja Kun-gi menghabiskan teh panas yang disuguhkan, So- yok lantas berkata sambil berdiri "Toaci, hari sudah siang, kiranya Ling- kongcu harus berangkat."

"Mungkin Thay-siang akan menguji Ling kongcu me mbuat obat itu, Ji-moay sudah bawa obatnya belum?" tanya Pek hoa pangcu.

"Sa m- moay sudah menyiapkan untukku," sahut So-yok tertawa. "Baiklah, bolehlah kau bawa Ling kongcu dan segera berangkat,

supaya Thay-siang tidak terlalu la ma menunggu." So-yok mengia kan, dia menoleh dan berpesan kepada si melati: "Bak-ni, lekas kau beritahu supaya perahu disiapkan-" Si me lati mengiakan terus berlari pergi.

So-yok berdiri, katanya: "Ling kongcu, hayo berangkat" Sembari bicara dia me ngenakan mantel terus beranjak ke luar.

Kun-gi me mberi hor mat kepada Pek hoa pangcu serta Giok lan dan mohon diri. Mereka mengantar sa mpai di depan pintu.

Sepasang mata Pek hoa pangcu sejeli mata burung hong menatap Kun-gi, katanya: "Kami tidak mengantar lebih jauh."

Beradu pandang seketika terasa oleh Kun-gi sorot matanya mengandung kasih mesra nan penuh arti, diam2 terkesiap hatinya, berkumandang pula suara Pek hoa pangcu selirih bunyi nya muk di tepi telinganya: "Dihadapan Thay-siang kau harus berlaku hati2, setiap pertanyaan harus kau jawab dengan baik, kalau dia tidak tanya, jangan banyak bicara."

Segera Kun-gi balas menjawab dengan ilmu gelo mbang suara: "cayhe tahu." Lalu cepat2 dia megikuti langkah So-yok.

Perahu yang disiapkan ternyata kecil saja, di tengahnya beratap jerami, bentuknya bulat panjang, di kedua ujung perahu masing2 duduk seorang perempuan setengah umur berperawakan kekar kuat, So-yok melo mpat turun lebih dulu terus menyelinap masuk dan duduk, terpaksa Kun-gi ikut melo mpat turun, tapi dia berdiri saja, karena ruang perahu sempit, hanya cukup untuk dua orang bersimpuh berhadapan, di kanan kiri terdapat sebuah meja kecil rendah di mana ditaruh cangkir minuman, jadi tiada barang perabot lainnya, laki-pere mpuan duduk dekat berhadapan rasanya kurang leluasa, tapi setelah berada di atas perahu tak mungkin dia duduk. .

.

Apa boleh buat, akhirnya dia menyelinap masuk dan duduknya sedikit mundur di atas kasuran berhadapan dengan So-yok. dengan menyengir dia berkata: "Perahu ini terlalu kecil.". "Perahu ini me mang khusus ka mi buat secara istimewa, kalau badan perahu lebih besar sedikit t idak akan bisa masuk."

Perempuan di buritan segera angkat galah, ia menarik tali kerai bambu yang bentuknya bundar segera bergerak menutup tempat duduk So-yok dan Kun-gi. Keruan keadaan menjadi gelap. untung Lwekang Kun-gi. cukup tinggi, dia masih bisa melihat jelas keadaan sekitarnya. Tak la ma ke mudian So-yok me nyalakan lentera yang terletak di sa mping atas.

Terasa oleh Kun-gi perahu mula i bergerak. pengayuh bekerja menerbitkan gemercik air. Dia m2 Kun-gi me mbatin: "Kiranya tutup ini sengaja dipasang supaya aku tidak dapat melihat pe mandangan di luar"

Setelah api menyala, So-yok tersenyum, kata-nya: "Tentunya Ling- kongcu merasa heran kenapa perahu ditutup begini rapat?"

"Mungkin daerah rahasia yang penting artinya, orang luar dilarang me lihat keadaan di sini," kata Kun-gi..

"Bukan begitu, perahu ini khusus dibuat-untuk Thay-siang seorang saja. Beliau tidak ingin dilihat orang, apalagi diketahui tempat tinggalnya. Dalam Pang kita kecuali aku, Toaci dan Sa m- moay tiada orang lain yang tahu tempat beliau berse mayam, kau adalah orang luar satu2nya yang melanggar kebiasaan Thay-siang, ini menandakan betapa besar perhatian Thay-siang kepada mu."

"Sungguh cayhe amat bangga dan senang hati."

"Maukah kau tinggal di tempat kita ini untuk sela manya?" tanya So-yok menatap Kun-gi lekat2..

Berdetak jantung Kun-gi, katanya tawar: "Anggota Pang kalian semua pere mpuan, boleh cayhe tinggal di sini?"

"Asal kau manggut, aku akan bicara dengan Thay siang, dalam Pang kitakan juga ada laki2 lain-"

"Merekakan Hou-hoat-su-cia." "Jangan kau pandang enteng para Hou-hoat-su-cia itu, di antara mereka t idak sedikit murid perguruan terna ma, ilmu silatnya tinggi, kalau Ling- kongcu mau tinggal di sini, kau tidak akan dijadi- kan Hou-hoat-su-cia"

Sengaja Kun-gi, bertanya: "Hu-pangcu hendak me mberi jabatan apa kepada cayhe.?"

Merah muka So-yok, katanya menunduk malu. "Dinilai dari ilmu silat mu, masakah kau boleh diberi kedudukan rendah?, Sekarang kau tidak perlu tanya, soal ini akan kurundingkan dengan Thay- siang"

"Masakah Hu-pangcu tidak bisa me mperkirakan supaya cayhe bisa me mpertimbangkannya?" Se makin merah wajah So-yok. suaranya lirih:

"Bagaimana maksuk hatiku pada mu, me mangnya tidak terasa olehmu? Kalau tidak buat apa kubawa kau menghadap Thay-siang?" cukup je las dan ga mblang kata2nya.

Tanpa terasa tergunang juga hati Kun-gi, laki pere mpuan duduk berhadapan dan me mbuka isi hatinya lagi seCara blak2an, lalu bagaimana dia harus menanggapi? Terpaksa Kun-gi berkata sekenanya: "Hu-pangcu bermaksud baik, me mbimbingku, setulus hati kunyatakan terima kasih, soalnya beberapa temanku berada di tangan Hek liong-hwe, setelah kuketahui mereka terjeblos di sarang iblis, betapapun aku harus berusaha menolong mereka, karena itu sukar untukku tinggal dalam Pang kalian-"

"Menurut Thay-siang, Hek liong- hwe merajalela me lakukan kejahatan, kelak pasti mendatangkan petaka di Kangouw, sudah la ma kita berma ksud menumpasnya, cuma mereka me miliki getah beracun yang tiada obatnya sehingga soal ini tertunda sampai sekarang, kini setelah obat penawar getah telah kau buat, mungkin Thay-siang akan pimpin sendiri gerakan besar2an   untuk mengge mpur Hek liong-hwe, itu berarti kawanmu juga akan tertolong pula." Tengah bicara gemercik air tiba2 se makin keras, Kun-gi dapat me mbedakan suara gemercik air ini me mbawa pusaran yang keras dan berdaya sedot yang kuat, kalau tidak salah perahu kini tengah me masuki suatu gua yang dalam dan luas.

Terasakan pula laju perahu tiba2 menjadi la mbat, kalau tadi perahu bergerak melawan arus sehingga menimbulkan guncangan cukup keras, tapi laju perahu sekarang mesti lambat namun kira2 tiga puluhan tombak kemudian lantas pelahan dan Akhirnya berhenti. Tak tertahan Kun-gi bertanya: "Apakah sudah sa mpa i?"

So-yok cekikikan, katanya: "Kupingmu tajam juga ." "Kurasa perahu sudah berhenti."

"Krek." tiba2 kerai ba mbu yang rapat itu tersingkap. Tapi keadaan sekeliling gelap. tak terlihat bintang2 di langit, kiranya perahu berlabuh di bawah dinding batu yang terjal gelap.

So-yok mendahului berdiri, katanya: "Letak puncak tebing di atas cukup tinggi, biarlah ku lo mpat naik dulu, kau boleh me nyusul." Sekali tutul kaki, dengan enteng tubuhnya lantas melejit ke atas, hanya sekali berkelebat lantas tak kelihatan- Kejap lain terdengar suara So-yok berseru di atas batu: "Ling-kongcu, boleh kau lo mpat ke mari, tapi hati2, batu ini berlumut dan sangat licin-" Lalu terdengar suara percikan api.

Mata Kun-gi dapat melihat di tempat gelap. tanpa sinar api iapun bisa me lihat cukup jelas keadaan sekelilingnya, segera dia menjawab: "Ya, cayhe segera naik," iapun tiru gerakan orang, ujung kaki menutul papan perahu, tubuhnya terus mela mbung ke atas.

Karena tidak ingin pa mer kepandaian di depan So-yok, kira2 setombak lebih badannya melejit ke atas ia terus meluncur turun ke samping So-yok,

Buru2 So-yok ulur tangan pegang lengannya, katanya: "Berdiri ke sini sedikit, batu sebelah pinggir berlumut dan licin-" Karena tarikan ini badan mere ka ha mpir berhimpitan. Lekas So-yok menunduk dan meniup padam obor, seketika keadaan gelap gulita pula. Dalam kegelapan So-yok berkata pula: "Disini sebenarnya dilarang menyalakan api, demi kesela matanmu barusan aku me langgar larangan untuk selanjutnya kau harus menggre met di tempat gelap."   Tanpa   tunggu   Kun-gi   bersuara   cepat   ia mena mbahkan: "Tak usah kuatir, jalanan di sini aku sangat apal, asal kau gandeng tanganku, pasti takkan terjatuh dari ketinggalan-"

Jari tangan yang halus segera menarik Kun-gi, katanya manis: "Hayo, kita ke atas, hati2 lima langkah lagi ke atas adalah lorong sempit yang harus dilewati dengan badan mir ing, jangan sampa i kepala mu kebentur benjut."

Kun-gi t idak ingin orang tahu dirinya dapat melihat di te mpat gelap. maka ia biarkan saja dirinya ditarik dan digandeng. Apa yang dikatakan So-yok me mang tidak salah, di depan hanya sebuah lorong sempit, hanya cukup untuk tubuh seorang, kaki terasa menginjak tanah berbatu yang naik turun tidak rata.

Walau So-yok sudah apal tempat ini juga ja lan menggre met hati2, kembali dia bertanya: "Ling kongcu, di rumah mas ih adakah sanak saudaramu?"

"Keluargaku hanya ibu dan aku saja," sahut Kun-gi.

Bersinar mata So-yok di te mpat gelap. tanyanya: "Kau tidak punya adik perempuan?" tiba2 dia menghentikan langkah. "Bagaimana kalau aku menjadi adikmu?" Badannya yang padat dan montok tiba2 me nggelendot ke dada Kun-gi.

Kun-gi tahu, nona ini bertabiat buruk. ale man, keras kepala dan suka menang, Pek-hoa-pangcupun suka mengalah padanya, kalau dirinya sampa i me mbuatnya marah, bukankah usaha dan rencananya bakal gagal total? Maka tanpa pikir tangannya segera me mapah badan orang, katanya: "Hu-pangcu suci dan berbudi luhur, laksana berbadan e mas, mana cayhe berani terima?"

Menggeliat pinggang So-yok yang ramping, katanya aleman: "Ah, kau kira aku tidak setimpal? Jelas kau me mandang rendah aku."

"Mana cayhe berani pandang rendah dirimu?". So-yok mendongak, katanya, "Kami ada banyak saudara perempuan di sini, tapi tiada punya toako, mungkin ada jodoh, sejak pertama kali melihat mu se-olah2 kau sudah menjadi Toakoku, bagaimana jika betul kau me njadi, Toakoku?"

"Sungguh, cayhe tidak berani terima."

"Mau tidak mau aku tetap anggap kau sebagai Toako," o mel So- yok seperti anak kecil merengek minta permen, Kedua bola matanya terpentang lebar, walau dalam gelap dia tidak me lihat wajah Kun-gi, tapi badannya yang halus padat menempel badan Kun-gi, kepala mendangak dengan ma lu2 dan merdu dia me manggil: "Toako."

Kecuali tabiatnya yang jelek. perawakan So-yok boleh masuk hitungan, apalagi cantik menggiur kan, suara panggilannya berdaya tarik menggetar sukma, seketika hati Kun-gi terguncang, tanpa sadar dia me meluk pinggang So-yok yang ra mping dengan erat.

So-yok bersuara lirih terus merebahkan badannya ke dalam pelukan Kun-gi serasa lunglai otot tulang tubuhnya, maklumlah dia masih perawan ting-ting, tumbuh dewasa di kalangan wanita yang tidak pernah bergaul dengan le laki, apalagi disentuh dan dipeluk begini rupa, keruan hatinya berdebur seperti gelombang sa mudara me mukul pantai, seperti anak ka mbing yang kaget, takut dan jinak pula, badannya rada gemetar.

Kun-gi juga pe muda yang baru menanjak dewasa, jiwa laki2nya baru mekar pula begitu dia peluk So-yok, badannya seketika bergetar seperti kena aliran listrik, jantung seperti hendak copt, tiba2 pikirannya tersentak sadar dan cepat2 melepaskan pelukannya.

Walau ditempat gelap. tapi Kun-gi sendiri merasakan mukanya panas, katanya tergagap: "cayhe pantas mati, berani kurang ajar, terhadap Hu-pangcu, harap "

Cepat So-yok mendekap mulut anak muda itu, katanya lirih: "Tak usah menyalahkan diri sendiri, aku tidak menyalahkan kau, karena aku sudah anggap kau sebagai Toakoku" "Bisa punya adik seperti kau, sungguh a mat beruntung dan berbesar hati, cuma. . . "

"Tidak usah pakai alasan, kau mau terima aku sebagai adikmu?"

Apa boleh buat, terpaksa Kun-gi berkata: "Baiklah, kupanggil kau adik."

"Nah kan begitu, Toako yang baik."

Muka Kun-gi masih terasa panas, lekas dia mendesak: "Hayolah kita melanjutkan perjalanan."

"Biar tetap kugandang tanganmu, setelah lewat lorong sempit ini baru jalan agak datar"

Cukup panjang juga lorong sempit ini, kalau badan sedikit ge muk takkan bisa lewat lorong se mpit ini. Dinding batupun tidak rata, ada yang runcing, kurang hati2 sedikit pakaian biaa tercantol sobek. Begitulah mereka menggeremet mir ing ke depan. Kira2 semasakan air baru mereka keluar dari lorong se mpit ini: Di luar tanah me mang datar dan lapang, mereka berada di dalam gua alam yang besar, tapi tetap gelap dan lembab, sayup2 terdengar suara tetesan air dari langit2 gua.

Dia m2 Kun-gi heran, pikirnya: "Thay-siang-pangcu dari Pek- hoa- pang kenapa malah bertempat t inggal di tempat seperti ini?". .

So yok tetap menggandeng tangannya terus maju ke depan menuju dinding batu di depan. Ta mpa k dia ulur tangan mene kan sebuah lobang kecil di atas dinding. . . Maka terdengar seorang me mbentak tanya dari balik dinding: "Siapa?"

"Aku, So-yok" sahut So-yok. Lalu terdengar suara gemuruh, dinding batu persegi di depan mereka tiba2 bergerak dan ta mpa k sebuah pintu, sinar lampupun menyorot keluar, dari balik batu. Lalu muncul seorang pere mpuan setengah umur berbadan tinggi, sorot matanya dingin kaku, sekilas dia lir ik Kun-gi, tanyanya: "Dia inikah yang di-panggil Thay-siang?" So-yok manggut, katanya: "Dia berna ma Ling Kun-gi." Lalu dia berpaling, katanya pula: "Ling- kongcu, mari kuperkenalkan inilah Ciok-lo lo."

Lekas Kun-gi menjura, katanya: "cayhe menyampaikan hor mat kepada Ciok-lo lo."

Tidak na mpa k secercah senyum pada wajah keriput Ciok-lolo atau nenek ciok: "Tidak usah sungkan, lekas kalian naik ke atas."

So yok aturkan terima kasih dan ajak Kun-gi masuk. Kini mere ka berada di sebuah kamar batu berbentuk lonjong persegi, di depan ada undakan batu, di sebelah kiri ada sebuah pintu, agak-nya di sanalah ka mar tidur Ciok- lolo.

Dari atas dinding So-yok menurunkan sebuah la mpion, setelah menyulutnya dia berkata tertawa: "Ling- kongcu, ikutilah aku." Dia mendahului naik ke undakan batu. Undakan batu Cukup lebar, ia menenteng la mpion, ma ka tidak perlu bergandeng tangan lagi.

Undakan batu ini me lingkar naik ke atas, langkah mereka dipercepat, setiba di ujung undakan ke mbali mereka dia dang dinding batu.

Dia m2 Kun-gi menghitung sedikitnya dia sudah naik lima-ena m ratus undakan-Di depan dinding So-yok menekan dua kali, terdengar suara berkeriat-keriut, muncul sebuah pintu di dinding itu, pandengan mereka menjadi silau oleh benderangnya sinar matahari.

So yok tiup padam la mpion dan menggantung di atas dinding, lalu katanya: "Silakan Toako."

Kun-gi tidak rikuh2 lagi, segera dia melangkah keluar, terasa angin menghe mbus se milir, semangat seketika terbangkit. So-yok mengintil di belakangnya, setelah berada di luar, dia mene kan dinding dua kali pula, pintu batu pelan2 menutup sendiri.

Di luar pintu batu ini letaknya di sebuah paseban di lamping gunung, paseban ini besar dan megah, enam sakanya berwarna merah cukup sepelukan satu orang. Bunga bertaburan di segala pelosok me menuhi lereng yang terbentang luas, anehnya bunga yang tak diketahui namanya ini beraneka maca m jenis dan warnanya, Semuanya, mekar Se merbak. Tepat di tengah paseban ini di-pasang sebuah panggung batu kecil bulat halus mengkilap menyerupai meja bundar dikelilingi kursi bundar yang berbentuk men erupai gendang, se muanya terbuat dari batu gunung..

Setelah pintu merapat, tampak di pagan batu yang besar itu, setinggi setombak berukir e mpat. huruf yang berbunyi "Pek-hoa- thing-kip". "Te mpat apakah ini? " seru Kun-gi heran.

"Inilah Pek-hoa-ko k (le mbah seratus bunga)," sahut So-yok. “Hayolah, setelah me mbe lok ke la mping gunung sana, kau dilarang buka suara lagi." Lalu dia mendahului jalan me nyusuri jalanan yang dilandasi pagar batu.

Sambil mengikuti langkah orang Kun-gi ber-tanya: "Kenapa? " "Thay-siang tidak senang kalau ada orang suka bertanya, apalagi

beliau sudah berhasil meyakinkan Thian-ni-thong, setelah me mbelo k pengkolan gunung itu, semua pe mbicaraan kita akan terdengar olehnya."

Kun-gi manggut2. Langkah mere ka dipercepat, setelah keluar dari pengkolan gunung, seluas mata me mandang lembah ini bagai bertaburkan bunga, beraneka warnanya, di antara bayang2 pepohonan sana ada bangunan rumah bersusur, dengan berbagai bentuk artistik, 

Jauh di atas sana, seperti ada jembatan gantung yang menghubungkan satu rumah berloteng dengan bangunan megah yang lain-Sungguh pe mandangan per mai yang menyegarkan semangat dan perasaan. Tak tertahan Kun-gi menarik napas panjang, katanya memuji: "Bile cayhe tidak tahu tempat ini adalab tempat semaya m Thay-siang, melihat keadaan lembah yang perma i dan teratur rapi ini tentu membayangkan bahwa pemiliknya pasti seorang aneh dan me miliki kepandaian yang jauh me lebihi orang."

Mendengar Kun-gi buka suara. So-yok tampak kaget, mau mencegah tapi tak se mpat lagi. Syukurlah yang didengar adalah kata2-pujian, barulah lega hatinya. Tapi pada kejap lain ia mendengar seseorang mendengus sayup2 dari kejauhan.

Suara dengus ini kedengarannya sangat jauh, tapi seperti juga sangat dekat sehingga sukar orang meraba dari mana datangnya.

Yang terang So-yok berubah air mukanya, seketika dia bergidik, katanya lirih: "Lekaslah" Bergegas dia masuk ke le mbah sana.

Sudah tentu Kun-gi tahu suara dengus tadi dikeluarkan seorang yang memiliki Lwekang tinggi dan dia pasti Thay-Siang adanya. Ucapan Kun-gi tadi juga diutarakan secara spontan karena melihat panorama le mbah yang me mpesona ini, padahal kata2 pujiannya diucapkan setulus hati, me mangnya kenapa orang mendengus?. Ini berarti bahwa jiwa Thay-siang rada nyentrik, wataknya, pasti aneh dan menyendir i, tak heran Pek-hoa-pangcu dan So-yok berpesan wanti2 dihadapan Thay-siang nanti supaya dirinya tidak banyak bicara kalau tidak di-tanya.

Cepat sekali mereka sudah tiba di depan sebuah rumah berloteng yang dibangun a mat megah. So-yok berhenti, katanya meno leh: "Ikutilah aku." Dia bawa Kun-gi masuk ke sebuah ka mar tamu yang bentuknya agak kecil, katanya pula: "Ling- kongcu duduklah menunggu di sini, aku akan masuk me mberi laporan kepada Thay- siang, sebentar ku-ke mbali.”

“Hu-pangcu boleh silakan," ucap Kun-gi.

Tanpa bicara lagi So-yok beranjak keluar. Seorang diri Kun-gi duduk di kursi, dia kira So-yok akan segera ke mba li, tak tahunya ditunggu setanakan nasi masih belum keluar, la mbat laun hatinya menjadi gundah dan tidak tenteram, sa mbil menggendong tangan dia mondar- mandir melihat lukisan di dinding. cukup la ma juga dia meneliti setiap lukisan itu baru didengarnya langkah ringan seseorang mendatangi. cepat Kun-gi me mbalik badan, tampak yang datang adalah seorang gadis berpakaian kain ke mbang.

Usia gadis Cilik ini sekitar 12-an, tapi wajahnya tampak ayu jenaka, rambutnya dikuncir, bagian depannya dipotong poni, bibirnya yang merah delima ta mpak mungil dan mengulum senyum, kelihatannya masih kanak2: Waktu dia me langkah masuk kebetulan Kun-gi me mbalik badan, biji mata yang je li dan bening itu seketika menatap Kun-gi dengan tajam, langkahnyapun berhenti, pipinya yang putih halus seketika bersemu merah, cepat dia menunduk ma lu.

Maklumlah, sejak kecil nona ini dibesarkan di lembah nan sunyi dan putus hubungan dengan dunia luar, kapan dia pernah melihat seorang laki2, apa-lagi laki2 seperti Kun- gi yang cakap ganteng ini, karena malu, ha mpir saja dia tidak kuasa berbicara.

Kun-gi ma lah bersuara dulu dengan tertawa: "Apakah Hu-pangcu suruh nona me manggil cayhe? "

Setelah tenang hatinya baru gadis cilik itu manggut2 dengan ma lu2, katanya: "Jadi kau ini Ling kongcu? Thay-siang mengundangmu."

"Silakan nona tunjukkan jalan," kata Kun- gi.

Sambil menunduk gadis cilik itu me mbalik terus melangkah pergi, katanya: "Marilah Ling-kong-cu ikut aku." .

Keluar dari ruang ta mu dia belok ke kiri adalah serambi panjang yang menjurus ke le mbah diseberang sana, pemandangan menghijau per mai, air terjun mencurah deras di ujung timur sana, seluruh pe mandangan didasar lembah terlihat amat je las.

Pada ujung puncak di atas lembah itulah di-bangun rumah lima tingkat, yang ditengah merupakan pendopo luas dari besar, kelihatannya seperti ruang sembahyang, tepat di tengah ada sebuah meja panjang dengan patung Hud-co yang terbuat dari batu jade putih. Kiranya Thay-siang yang diagungkan itu beragama Buddha.

Gadis berpakaian ke mbang me mbawa Ling Kun-gi masuk ke ruang sembahyang, terus menuju ke pintu di sebelah timur dan berhenti di depan sebuah ka mar, dari luar kerai dia me mbungkuk serta berseru. "Lapor Thay-siang, Ling- kongcu telah tiba"

Terdengar seorang perempuan tua bersuara dari dalam: "Suruh dia masuk." Gadis baju ke mbang segera menyingkap kerai dan berkata lirih: "silakan masuk, Ling- kongcu."

Sedikit me mbungkuk badan Kun-gi melangkah masuk. Kiranya di sinilah Thay-siang bermukim, di sebelah sana adalah sebuah dipan yang berukir, bantal guling lengkap. serba baru bersih dan rapi, di atas dipan inilah duduk seorang perempuan berpakaian serba hitam. Wajahnya berkeriput tua, tulang pipinya sedikit menonjol, kulit badannya putih, rambutnya bercampur uban, tapi disisir rapi berminyak. jidatnya terikat selarik kain hitam bersulain indah dan tepat diantara kedua alisnya dihiasi sebutir mutiara.

Melihat sikap duduk orang yang kelihatan angker berwibawa meski wajahnya tidak kelihatan marah, jelas perempuan tua inilah Thay-siang-pangcu dari Pek-hoa-pang.

So-yok tampak berdiri di belakangnya, kedua tangan lurus ke bawah, sikapnya kelihatan amat hormat dan patuh. Di kedua sisi dipan ada delapan kursi, tepat di tengah ada sebuah meja segi delapan, di atas meja terletak semangkuk getah beracun dan sebotol air obat buatan Kun-gi.

Tak heran setelah So-yok masuk sekian la manya baru mengundang dirinya, kiranya ia hendak mencoba dulu kasiat obatnya dihadapan-Thay-siang.

Baru saja Kun-gi melangkah masuk. suara So-yok lantas berkumandang: "Ling-kongcu, inilah Thay-siang dari Pang kita." Karena dia berdiri di belakang Thay-siang, maka dengan leluasa dia bisa me mberi kedipan mata dan monyongkan mulut kepada Ling Kun-gi, ma ksudnya supaya Kun-gi lekas menyembah.

Kun-gi justeru anggap tidak tahu, ia maju dua langkah dan hanya menjura dengan me mbungkuk badan, serunya: "cayhe Ling Kun-gi, menya mpaikan hor mat kepada Thay-siang."

Thay-siang duduk diam saja, kedua biji matanya setajam ujung pisau menatap Kun-gi lekat2, seakan2 dari wajah orang dia hendak mene mukan apa2, sesaat lamanya baru dia berkata: "Kau duduklah" "Di hadapan Thay-siang, mana cayhe berani duduk? "

Terunjuk rasa dongkol pada sinar mata Thay-siang, suaranya lebih dingin: "Kusuruh kau duduk. maka kau harus duduk, ada pertanyaan akan ku-ajukan."

Sorot mata So-yok tampa k gelisah dan tidak tenteram, beberapa kali dia berkedip kepada Kun-gi. Maksudnya menganjur kan supaya anak muda itu menurut dan lekas duduk.

Kun-gi tertawa dengan tabah, katanya: "Terima kasih."

Ia lantas duduk dikursi sebelah kiri, lalu bertanya: "Thay-siang me manggil, entah ada keperluan apa, cayhe siap mendengar kan. "

Tertampak rasa dongkol pada rona muka Thay-siang, katanya tidak sabar, "Kau she Ling? Kelahiran mana? "

"Ya, hamba dilahirkan di cin-ciu dan sejak kecil tinggal di sana.” “Siapa na ma ayahmu? "

Kun-gi heran, agaknya Thay-siang amat me mperhatikan riwayat hidupnya, malah diwaktu mengajukan pertanyaan matanya menatapnya lekat2, mimiknya menunjukkan sikap yang kurang bersahabat. Memangnya dirinya pernah melakukan kesalahan terhadapnya? Tapi dengan kalem dia menjawab: "Ayah bernama Ling Swi-toh." .

"Ling Swi-toh?" Thay-siang mengulang na ma itu dengan suara lir ih, lalu bertanya pula: "Ayah-mu sudah mar hum? Berapa tahun dia meninggal? ”

“Waktu ayah wafat aku berumur tiga tahun, sa mpai kini sudah 19 tahun."

"Di waktu hidupnya apa kerja ayahmu?" pertanyaannya semakin aneh dan ber-belit2, So-yok yang berdiri dibelakangnyapun melongo heran

"Ayah hidup bercocok tanam dan belajar me mbaca." "Siapa pula keluarga mu? ” “Hanya ibunda seorang saja.” “Ibumu she apa? "

Pertanyaan semakin jelas dan teliti, mau tidak- mau timbul kewaspadaan Ling Kun-gi, maka sekenanya dia menjawab: "ibu she ong."

Setelah menjawab baru hatinya mence los, mendadak ia ingat pernah me mber itahukan kepada Pek-hoa-pangcu bahwa ibunya she Thi, untung Thay-siang tidak

Halaman 17/18 Hilang--

jaman ini, tokoh Bu-Iim yang tiada bandingannya pula, sudah la ma Losiu mengaguminya, sayang tiada jodoh bertemu, Ling- siangkong adalah murid kesayangan Taysu, Losiu merasa beruntung dapat bertemu denganmu."

Ling Kun-gi berdiri dan menyatakan tidak berani dan bersyukur juga . Dilihatnya So-yok yang berdiri di belakang Thay-siang menunjuk mimik aneh, kaget, heran, tidak percaya dan berbagai perasaan yang campur aduk. selamanya belum pernah dia mendengar Thay-siang bicara seramah ini, apa lagi merendah diri terhadap orang lain, lambat laun sorot matanya yang menatap Ling Kun-gi berubah menjadi tatapan mela mun, wajahnyapun berseri tawa.

Lebih lanjut Thay-siang   berkata:   "Ling-siangkong   berhasil me mbuatkan obat penawar getah beracun itu, sungguh Losin a mat senang dan berterima kasih." Setelah batuk2 kering dengan sikap rikuh dia mena mbahkan-. "Bolehkah Ling-s iangkong sekalian me mber itahu resep obatnya kepada Losin? "

Sebetutnya hal ini sudah dalam pikiraan Kun-gi, cuma sejauh ini dia belum berhasil mene mukan alasan apa untuk meno lak. apa lagi dia me mang tidak punya resep segala, sesaat dia jadi ragu2, sahutnya: "Ini "

So-yok segera menyeletuk: "Thay-siang, agak-nya Ling- siangkong sungkan bicara, biar Tecu saja yang menje laskan." "Baiklah, coba katakan," ucap Thay-siang sa m-bil meno leh.

Berseri tawa So-yok, Kun-gi dipandangnya lekat2, katanya: "Tecu pernah tanya soal resep itu kepada Ling-kongcu, katanya keselamatan jiwa raganya ditempat kita ini susah dira malkan, kalau resep obat diserahkan, dia kuatir kita mengambil tindakan yang merugikan dirinya."

Ternyata Thay-siang tidak marah, malah manggut2, katanya: "Liku2 kehidupan Kangouw me mang serba-serbi, penuh kejahatan dan berbahaya, me mang cukup beralasan kekuatiran Ling- siangkong, tapi selama hidup ini Los in sudah patuh akan ajaran agama, Pek-hoa-pang yang kudirikan inipun khusus untuk menghadapi kelaliman Hek- liong- hwe,  mungkinkah  sampa i me lakukan perbuatan sekotor dan sekejam itu?"

"Tecu juga bilang demikian," ujar So yok.

Kun-gi menjura, katanya: “Harap Thay-siang tidak salah paham, sebetulnya tiada maksud apa2 cayhe terhadap Pek-hoa-pang kalian, cuma. . sebetulnya."

"Ling-siangkong ada kesulitan apa, silakan bicara saja," tatap Thay-siang dengan mata bersinar.

Dasar otak Kun-gi me mang cerdas, tiba2 berkelebat suatu ilham dalam benaknya, seketika terpikir olehnya jawaban atas pertanyaan orang.

Soalnya wajah Thay-siang tadi berubah dan kini sikapnyapun berganti ramah tamah setelah dirinya menyebut nama kebesaran gurunya, biarlah soal resep obat ini dikatakan berada ditangan gurunya.

Maka dia lantas berkata sambil sedikit me mbungkuk: “Harap Thay-siang maklum, resep obat ini diperoleh guruku dari seorang pendeta  asing dari benua  barat, me mang khusus untuk me munahkan segala racun aneh dan jahat di kolong langit ini, cayhe hanya bisa me mbuat obat itu menurut catatan, soal resepnya kalau belum me mperoleh iz in langsung dari guru, cayhe tidak berani me mbocor kan kepada siapapun, untuk ini harap Thay-siang suka me maafkan-"

Alasannya memang tepat dan dugaan Kun-gi ternyata tidak me leset.

Mendengar resep obat itu milik Hoan-jiu- ji- lay yang dirahasiakan, Thay-siang tidak tanya lebih lanjut, katanya dengan tertawa lebar: "Ling-siangkong tidak usah rikuh, setiap aliran me mpunyai ilmu yang dirahasiakan, Losin takkan main paksa, untung Ling-s iangkong sudah bikin dua guci besar obat penawar itu, kukira cukup berkelebihan untuk digunakan-"

"Thay-siang," sela So-yok, "Ling-s iangkong bilang, dua guci obat hasil buatannya itu hanya berkasiat sela ma tiga bulan saja."

"Ya, itu dapat dimengerti," ujar Thay-siang, "kalau obat itu dibuat dari air, maka t idak boleh disimpan la ma2."

Mendadak ia seperti teringat sesuatu, katanya pula: "Ada sebuah permintaan Lo-sin, entah Ling-s iangkong sudi me mber i persetujuan tidak? "

"Berat kata2 Thay-siang" Kun-gi merendah, "Thay-siang ada pesan apa, silakan katakan."

Berkata Thay-siang dengan kale m: "Pek-hoa-pang aku yang mendirikan, maka seluruh anggota dimulai dari Pangcu sa mpai para dayang dan semua pembantunya adalah murid- muridku semua, tapi Pang kita juga ada puluhan Hou-hoat-su-cia, mereka adalah murid2 dari aliran ternama yang berhasil kami undang. Ling-s iangkong didikan Hoan-jiu-ji- lay, soal watak dan kepandaian silat jelas tidak perlu diragukan lagi, tapi Losin juga tahu, Pek-hoa-pang sebagai organisasi kecil terdiri dari kaum hawa ini mungkin sukar untuk menahan Ling-s iangkong di sini meski kami mengangkatmu sebagai Hou-hoat-su-cia segala, Tapi terus terang, dalam lubuk hatiku a mat ingin bantuan Ling siangkong terhadap Pek-hoa-pang, ma ka menurut he mat Losin, bagaimana kalau Ling-siangkong kita angkat sebagai kepala dari para Houhoat itu, entah bagaimana pendapat Ling-s iangkong? " So-yok yang berdiri di belakang Thay-siang tertawa lebar, matanyapun bercahaya.

Ber-ulang2 Ling Kun-gi menjura, katanya: "cayhe sebagai angkatan muda dari Kangouw a mat bersyukur dan terima kasih mendapat perhatian Thay-siang, sebetutnya sukar menampik kebaikan Thay-siang, tentang obat yang diperlukan se mbarang waktu cayhe masih bisa me mbuatnya pula, soal pengangkatan tadi, Harap Thay-siang suka menunda-nya saja."

"Losin tahu, Ling-siangko ng bak naga di antara sesama manusla, agaknya sukar Pek-hoa-pang menahanmu: tapi Houhoat yang kumaksud jauh berbeda dengan kedudukan para Hou-hoat-su Cia, Houhoat boleh bebas, tidak perlu selalu tinggal dalam Pang, kedudukan ini a mat cocok dengan Ling-siangkong, dan harap Ling- siangkong tidak menolak pengangkatan ini."

"Betapa senang dan terima kasih cayhe akan maksud baik Thay- siang, cuma cayhe masih muda dan Cetek pengala man, sungguh tak berani mener ima kedudukan setinggi dan seberat ini. Malah cayhe me mberanikan diri mohon petunjuk suatu hal kepada Thay-siang."

Terunjuk mimik aneh pada wajah Thay-siang, tanyanya: "Soal apa yang ingin Ling-siangkong tanyakan? "

"Mohon Thay-siang suka me mberitahu di mana letak sarang Hek- Liong-hwe?"

Berubah air muka Thay siang, la ma ia menatap lekat2, tanyanya pula: "Ling-siangkong ingin mencari sarang Hek- Liong-hwe?" Pelan2 sorot matanya yang tajam mulai pudar la lu berkata pula:-"Me mang tepat kalau Ling-siangkong tanya padaku, Hek-Liong-hwe merajalela di Kangouw, tapi mereka beraksi secara dia m2, kecuali beberapa pentolan tinggi, meski anggota setia mereka sendiri juga tiada orang yang tahu di mana letak sarang mereka yang sebenarnya, hanya aku saja yang tahu paling jelas. Untuk apa Ling-siangkong hendak pergi ke Hek- Liong- hwe"

Sudah tentu Kun-gi juga merasakan tatapan tajam serta perubahan air muka orang tadi, "Me mangnya ada hubungan rahasia yang sukar diketahui orang luar antara Hek-Liong-hwe dengan Pek- hoa-pang?" demikian batinnya, pikiran ini hanya berkelebat dalam benaknya, sementara mulutnya berkata: "Dari congkoan cayhe pernah dengar bahwa dua temanku katanya terjatuh ke tangan orang2 Hek- Liong-hwe, mereka menuntut barter dengan diriku."

"Ya, soal ini So-yok sudah me mberitaku kepada Losin, la lu bagai mana pendapat Ling-s iang-kong sendiri? "

"Kedua te man itu adalah sahabat setia cayhe, demi kesela matan mereka   cayhe   rela    berkorban,    semoga    Thay-siang   suka me mber itahu letak sarang Hek-Liong-hwe, menolong orang bagai meno long kebakaran, maka kupikir harus berangkat secepatnya."

Thay-siang manggut2, katanya tersenyum: "Ling-s iangkong me mang gagah perwira, keberanian dan kesetiaan diri terhadap kawan sungguh mengetuk sanubariku, cuma harus diketahui tidak sedikit jumlah jago2 kosen Hek Liong hwe, meski Ling-s iangkong mur id Hoan-jiu-ji- lay, tapi seorang diri mene mpuh bahaya, bukan saja mungkin tak berhasil menolong teman ma lah awak sendiri salah2 bisa celaka pula . . . . " merandek sebentar lalu ia menya mbung pula:. "Losin sendiri juga punya dendam kesumat sedalam lautan dengan Hek-Liong-hwe, sela ma 20 tahun bersemayam di sini, soalnya racun getah itu amat jahat dan lihay, sejauh ini sukar me mpero leh obat penawarnya, pula Losin seorang diri, jelas takkan unggul melawan keroyok-an musuh, tujuan Losin mendirikan Pek- hoa-pang adalah untuk menghadapi mere ka."

Kun-gi manggut2. Thay-siang berkata lebih lanjut: "Syukurlah, Thian me mang maha pengasih, hari ini Ling-siang-ko ng datang dan telah bikin obat penawar getah beracun itu, selama kuge mbleng 20 tahun ini, tidak sedikit pula kekuatan mur id2 perempuan yang kudidik dalam Pek-hoa-pang. Harap Ling-siangkong suka bersabar dua tiga hari, setelah Losin me mpersiapkan seluruhnya, akan kupimpin sendiri seluruh kekuatan kita untuk bikin perhitungan la ma dengan mereka, kalau Ling-siangkong hendak menolong teman2, boleh kau ikut bersa ma Losin" Tanpa menunggu jawaban Kun-gi, dia lantas berpaling kepada So-yok dan me mberi pesan: "So-yok, suruh Teh-hoa antar Ling siangkong turun gunung.”

"Biar Tecu sendiri yang mengantar Ling-siangkong" kata So-yok, "Tidak, kau tinggal di sini saja, ada tugas lain untukmu." Terpaksa So-yok mengiakan lalu beranjak ke pintu me manggil

Teh-hoa.

Teh-hoa, si bunga kamelia adalah gadis kecil yang tadi me mbawa Kun-gi ke mar i, segera muncul di a mbang pintu dan me mbungkuk berkata, “Hu-pangcu ada pesan apa?”

“Atas perintah Thay-siang, antarlah Ling-s iang-kong turun gunung."

Dia m2 Teh-hoa melirik Kun-gi, pipinya merah seketika, mulut mengiakan sambil berputar ke arah Kun-gi, katanya, "Silakan Ling- siangkong ikut ha mba."

Kun-gi menjura kepada Thay-siang mohon pamit, Thay-siang manggut2 tanpa bersuara. Setelah Kun-gi pergi, muka Thay-siang tampak me mbesi dingin, katanya mendesis: "So-yok, bagaimana pandanganmu mengenai dia? "

Tercekat   hati   So-yok.   katanya:   "Tecu   rasa   kita   jangan me mbiarkan dia meninggalkan gunung de mikian saja."

"Betul" pandangan Thay-siang ta mpak me muji, "sejak pertama me lihat bocah ini", gurumu sudah ber maksud me lenyapkan dia."

So-yok   kaget,    serunya    terbeliak:    "Thay-siang    hendak me mbunuhnya? ”

“Sungguh tak nyana bahwa bocah ini adalah murid Hoan-jiu-ji- lay."

So-yok merasakan nada perkataan Thay-siang agak ganjil, se- olah2 kalau murid Hoan-jiu-ji-lay dia tidak berani me mbunuhnya, maka hatinya jadi senang, tanyanya: "Apakah Hoan-jiu-ji- lay amat lihay? "

"20 tahun yang la lu, dia me mbuat onar di Siau-lim si, menjadi mur id murtad dari aliran-hud, padahal pihak Siau-lim-si tiada yang dapat menandingi dia, maka dapatlah kau bayangkan betapa hebat kepandaian silatnya. Selama bertahun2 tak pernah dia menerima mur id, kalau sekarang telah mendidik bocah she Ling ini, sudah tentu segala kepandaian telah diturunkan kepadanya, kalau gurumu bunuh bocah ini, me mangnya Hoan-jiu-ji- lay terima? "

"Lalu bagaimana sikap dan tindakan Thay-siang? " tanya So-yok. "Sudah tentu Losin punya perhitungan sendiri," ujarnya sambil

menge luarkan sebutir pil warna putih dari lengan bajunya terus diangsurkan kepada So-yok, katanya: "Serahkan kepada Toacimu, suruhlah Giok lan berusaha menca mpur kan di dalam ma kanan bocah she Ling, hati2, jangan gagal."

"Bi-s in-hiang-wan" (pil wangi penyedap pikiran), tangan So-yok yang menerima pil itu rada ge metar.

Tajam dan dingin penuh wibawa tatapan mata Thay siang, katanya: "Asal dia telah telan Bi-sin-hiang-wan ini baru dia akan tunduk dan patuh selama hidupnya terhadap Pek-hoa-pang, secara tidak langsung kita tidak akan menyalahi pula pada Hoan-jiu-ji- lay."

So-yok mengiakan dan me muji t indakan gurunya, Thay-siang mengulap tangan, katanya: "Beritahu pula kepada Toacimu, besok saat tengah hari, gurumu akan me milih orang2 yang akan diikut sertakan dalam gerakan di Pek-hoa-tian, maka seluruh Hou-hoat-su- cia dan anak didik Pang kita harus hadir sebelum waktunya." So-yok mengiakan dan cepat mengundur kan diri. .

Bahwa Thay-siang sendiri akan pimpin gerakan besar2an ini sudah tersiar luas ke seluruh Pek-hoa-pang.

Seperti dibakar dan penuh semangat 36 Hou-hoat-su-cia serta ratusan mur id2 pere mpuan Pek-hoa-pang, semuanya mengepa l tinju dan menggoso k tangan serta menyinsing lengan baju siap tempur.

ooo00d w00ooo

Cuaca masih re mang2, Pek-hoa-pangcu yang ke mba li dari ruang pendopo tampak melangkah berat dan lesu, pelan2 dia me mas uki Ing-jun-kuan. Di ruang pendopo dia hanya mengumumkan perintah Thay-siang, tapi tugas ini serasa beban berat yang menindih tubuhnya sehingga seperti orang yang baru sembuh dari sakit parah. Begitu masuk ka mar dia terus menjatuhkan diri di atas kursi kebesarannya, badannya lunglai, pelan2 dia pejamkan mata.

Dengan mata terbeliak. Bak-ni, si melati bertanya penuh perhatian: "Pangcu, kenapa kau? Badan kurang sehat? "

Pek-hoa-pangcu menggeleng dan berkata: "Tidak apa2, hanya sedikit pening."

Lekas Bak-ni tuang secangkir the terus di bawa ke depan Pangcu, katanya: "Minumlah teh panas ini, mungkin peningnya akan sedikit baik.”

“Taruh saja di meja," ucap Pek-hoa-pangcu.

Dari luar didengarnya langkah enteng yang tersipu2 mendatangi, cepat sekali Giok sian telah melangkah masuk. Bak-ni me mber i hormat lalu mundur ke sa mping. Terpentang lebar mata Pek-hoa- pangcu, tanyanya: "Sam- moay, kau sudah ke mba li."

"Pangcu tadi berpesan, setelah menyelesaikan tugas, harus lekas ke mari," sahut Giok sian.

"Ya!" Pek-hoa-pangcu manggut2, "ada satu hal ingin kurundingkan denganmu." Lalu dia berpaling kepada Bak-ni katanya: "Jagalah di luar pintu, siapapun tanpa seizinku dilarang masuk ke mar i."

Si me lati mengiakan terus beranjak keluar. "Duduklah Sa m- moay."

"Pangcu tidak enak badan? Ada soal apa serahkan kepada hamba saja? "

Dengan lesu Pek-hoa-pangcu mengeluarkan sebutir pil putih dan diangsurkan kepada Giok- lan.

Mendelik mata Giok- lan melihat pil itu, mulutpun mendesis: "Bi- sin-hiang-wan." Lalu dia ulur tangan mener ima, tanyanya tak mengerti: "Untuk apa ini Pangcu? "

Bola mata Pek hoa pangcu yang jeli la mbat laun berkaca2, suaranya lesu dan putus asa, katanya masguh "Usahakan supaya diminum olehnya."

Bergetar tubuh Giok sian, serunya heran: "Di- minumkan dia? "

Seperti main teka-teki saja, namun mereka sa ma maklum, apa artinya. "dia" dan siapa yang dimaksud, cuma mereka tidak mau bicara terus terang.

"Ya," suaranya sumbang, se-olah2 sukma Pek-hoa-pangcu telah meninggalkan raganya, badannya tampak le mah sekali.

Gemetar semakin keras tangan Giok sian yang menggenga m pil putih itu, suaranya tergagap: "Ini .... maksud .... Pangcu sendiri?

". .

Sedikit mengge leng, lemah suara Pek-hoa-pangcu, senyumnyapun pilu: "Sa m- moay, kau salah sangka terhadapku “

“Me mangnya maksud siapa? ” “Inilah perintah Thay-siang.” “Perintah Thay-siang? Pangcu tega?"

"Apa yang dapat kita lakukan? Kita tak ma mpu meno longnya.” “Kalau Pangcu ada ma ksud "

"Sa m- moay," tukas Pek-hoa-pangcu, "jangan kau berkata demikian." "Kurasa dia seorang berbakat, tunas muda punya harapan besar di ke mudian hari, sayang kalau Pangcu menyia2 kan kese mpatan baik ini.”

“Aku. .....". Pek-hoa pangcu menggeleng malu. .

"Siau- moay merasa engkau penujui dia. . Demi tercapainya keinginan Toaci, aku rela mene mpuh bahaya dan berkorban mala m ini biarlah dia "

Mendadak bercucuran dua baris air mata Pek-hoa-pangcu, katanya sambil me nggeleng: "Sa m- moay, aku amat berterima kasih akan keluhuran budimu, tapi ini bukan akal yang baik."

"Me mangnya Toaci ingin dia betul2 menelan pil penyerap pikiran ini?

"Kukira belum tentu pikirannya bisa terserap oleh pil ini," demikian ujar Pek-hoa-pangcu, "sudah lama hal ini ku timang2, yang terang kita tak mungkin me mbangkang perintah Thay-siang, sementara biarlah ia ma kan, obat ini "

"Tapi Toaci pil ini tiada obat penawarnya" seru Giok-lan. .

Pek-hoa-pangcu tertawa getir, katanya: "Sam- moay jangan lupa, kitakan juga tak punya obat penawar getah beracun"

Giok- lan menjer it tertahan sambil me mbanting kaki.

"Tadi J i- moay, ada bilang padaku, katanya dia murid Hoan-jiu-ji- lay, obat penawar itu juga buatan gurunya, bilamana dapat menawar getah beracun, sudah tentu juga dapat me munahkan racun dari Bi-s in-hiang- wan ini." Bercahaya mata Giok- lan.

"oleh karena itu, maksudku biar se mentara dia telan pil ini, setelah persoalan lewat, belum terla mbat kita berusaha lagi pelan2."

Berkedip2 mata Giok- lan, katanya sambil keplok tangan: "Kiranya Toaci sudah punya perhitungan-”

“Tapi hal ini harus kurundingkan dulu dengan kau baru berani kua mbil putusan" "Apa yang Toaci pikir me ma ng tidak salah."

"Kalau perintah sudah kita terima dari Thay-siang, tak boleh tidak dilaksanakan, biarlah persoalan ini berlalu sa mpa i besok pagi, untung kadar racun Bi-sin-hiang wan ini bekerja lambat dan lunak. kecuali tunduk dan patuh lahir batin, setia terhadap junjungan, tiada pengaruh sa mpingan terhadap kesehatan urat syaratnya, besok akan kita pikirkan lagi tindakan selanjutnya."

"Sa m- moay, kau me mang dapat menyela mi pikiranku, sungguh mengharukan."

"Toaci, jangan kau berkata demikian, sesama saudara sendiri pakai terima kasih segala? cuma kuharap "

"Sa m- moay," ucap Pek-hoa-pangcu dengan lembut, "kau tak usah kuatir, apa yang dapat kumiliki berarti menjadi milikmu juga ."

Seketika merah jengah selembar muka Giok- lan, suaranya lirih sambil me nunduk: "Ah, Toaci."

"Sa m- moay, hal ini tak usah diragukan lagi, Waktu a mat mendesak, lekaslah kau kerjakan."

Giok- lan mengiakan, setelah me mber i hor mat terus berlari keluar. Tapi dikala dia melangkah keluar pintu tiba2 dia berhenti dan bersuara heran dan kaget.

Sudah tentu Pek-hoa-pangcu mendengar seruan kaget ini, seketika mencelos hatinya, lekas dia me mburu maju, tanyanya: "Sa m- moay ....." begitu dekat dan mata melihat, seketika wajahnya berubah, teriaknya "Bak-ni, kenapa kau? "

Ternyata si melati yang ditugaskan jaga di luar pintu entah mengapa badan tampak lunglai bersandar dinding dengan mata terpejam, lagaknya seperti orang t idur pulas. Waktu itu hari baru saja gelap. belum saatnya tidur, meski capai dan mengantuk juga tak mungkin tidur sa mbil bersandar begitu. Giok lan sudah coba meraba dan mengurut beberapa Hiat-to ditubuhnya, tapi Bak-ni tetap tidur pulas, ia jadi heran, katanya: "Kelihatannya bukan tertutuk Hiat-tonya."

Pek-hoa pangcu mendekatinya ia me mbalik kelopak mata si me lati dan diperiksa kanan-kiri, ia meraba tangan kiri Bak-ni, me mer iksa nadinya, lalu katanya: "Darah berjalan nor mal, napas teratur, me mang bukan tertutuk Hiat-tonya, kelihatan me mang mirip tidur nyenyak. "Sembari bicara kedua tangannya menepuk pipi si melati seraya me manggil: "Bak-ni, hayo bangun "

Kepala Bak-ni tetap le mas lunglai, tetap tidak me mberi reaksi.

Tiba2 tergerak hati Giok-lan, lekas dia lari balik ke ka mar dan menga mbil secangkir air teh dingin terus diguyurkan ke muka Bak- ni. Bak-ni tampa k gelagapan, badannya bergetar serta membuka mata. Giok-lan menggeram, katanya gemas: "Kiranya terbius oleh obat wangi musuh,”

“Bagaimana perasaanmu? Adakah kau me lihat siapa dia? " tanya Pek-hoa-pangcu.

Bak-ni terbeliak. sahutnya: "Tiada kulihat apa2, sejak tadi aku berdiri di sini, cuma, tiba2 kurasa mengantuk. tahu2 jadi begini.”

“Lekas kau periksa keluar," suruh Giok-lan "Apakah Sui-hiang dan Jiang-hwi juga kecundang? " Kedua orang yang disebut mala m ini bertugas jaga dipintu besar bagian luar, Bak-ni mengiakan, bergegas dia lari keluar. Bertaut alis Pek-hoa-pangcu, katanya: "Sa m- moay, mungkin tidak "

"Kukira bukan Ji-ci," tukas Giok-lan, "dia sudah pergi sejak tadi, tak mungkin dia bisa menggunakan obat bius segala" Setelah menepekur lalu mena mbahkan: "Lalu siapa orangnya yang bisa menggunakan obat bius ini, bahwa dia beroperasi di Ing-jun- koan ini pasti berma ksud tujuan tertentu, jadi jelas dia bukan anggota Pang kita."

Tampak Bak- ni melangkah masuk, Swi-hiang dan Jiang-hwi ikut di belakangnya. . "Swi-hiang," tanya Giok lan, "ma lam ini kau berdua yang tugas dipintu luar, adakah me lihat orang masuk ke mari? "

"Lapor congkoan," seru Swi-hiang., "kecuali engkau, tiada orang kedua yang masuk ke mari."

Rada berubah air muka Giok- lan, katanya sambil mengulap tangan: "Baiklah, kalian boleh pergi, tiada urusan kalian di sini." Swi-hiang berdua me mber i hor mat dan mengundurkan diri.

"Toaci," ucap Giok- lan sa mbil mengawasi Pek-hoa-pangcu, "kuduga orang itu masuk dari jendela belakang, agaknya dia sudah apal seluk-be luk keluarga "bunga" kita "

Pek-hoa-pangcu manggut2, katanya: "Sa m- moay, lekaslah kau pergi, jangan menunda urusan, kejadian di sini akan kusuruh orang menyelidiki." Giok-lan me ngiakan terus mohon diri.

o0dw0o

Hari kedua pagi2 benar, mentari baru raja menongol. Di tengah pekarangan luas di depan pendopo keluarga Hoa (bunga) sudah berkumpul sekian banyak kembang2 nan molek. Me mang tidak berkelebihan kalau gadis2 cantik dan ayu itu diibaratkan kembang yang mole k dan mekar, karena mereka semua adalah anggota Pek- hoa-pang, gadis2 belia jelita, pakaiannya berwarna-warni, pakaian ketat dan me manggul senjata, dandanannya ringkas tapi juga sederhana, di sanggul mereka masing2 terselip sekuntum bunga yang   beraneka   warna   dan   berbeda   pula    jenisnya    untuk me mbedakan na ma dan julukan mere ka.

Umumnya di mana berkumpul sekian banyak gadis belia dan cantik2, ada berbisik, tapi ratusan gadis2 berpakaian r ingkas yang berdiri teratur dipelataran ini se muanya berdiri tegak tanpa bersuara. Maklumlah karena "apel" pagi hari ini akan langsung dipimpin oleh junjungan besar mereka. Thay-siang-pangcu simbo l junjungan mereka yang termulia dan agung bagai dewata, hanya dapat dipandang tak boleh disentuh. Bahwa Thay-siang sendiri yang akan pimpin pertemuan besar ini, betapa besar arti dan khidmat pertemuan ini, me mangnya siapa pula yang berani ribut, berkelakar atau bisik,?

Pandangan semua hadirin lurus kedepan, di atas undakan batu yang tinggi di depan ruang pendopo sana ditaruh sebuah kursi kebesaran yang berlapis kain sutera mengkilap. itulah tempat duduk Thay-siang. Di kedua siai kursi kebesaran ini mas ing2 ditaruh pula dua kursi yang sama bentuknya, cuma lebih kecil dan dilapisi sutera warna lain, itulah tempat duduk untuk Pangcu dan Hu-pangcu. Tapi di sebelah kursi kiri itu ditaruh pula sebuah kursi yang sama. Perhatian hadirin justeru tertuju pada kursi ketiga di sebelah pinggir ini, timbul herbagai pertanyaan dalam benak mereka, diperuntukan siapakah kursi yang satu ini?

Selain Pangcu dan Hu-pangcu, jabatan congkoan me mang cukup tinggi didalam Pek-hoa-pang, tapi dihadapan Thay-siang, dia masih belum setimpa l duduk berjajar di antara deretan kursi itu. Malahan didalam rapat besar yang langsung dipimpin Pangcu sendiri congkoanpun hanya boleh berdiri di sa mping kursinya.

Tak la ma ke mudian, dari kanan-kiri pintu beriring keluar serombongan orang. Kedua rombo ngan ini dipimpin dua orang laki2 tua berjubah biru. di belakangnya berbaris laki2 muda berseragam hijau pupus, jumlahnya ada 32 orang, dengan derap langkah rapi, teratur mereka berjajar dan berdiri di sebelah kiri undakan. Mereka inilah Hou-hoat-su-cia dari Pek-hoa-pang yang berjumlah 36 orang itu, dua diangkat sebagai pimpinan mereka. Seperti diketahui, dua orang Hou-hoat-su-cia telah dibunuh oleh So-yok dengan alasan lalai menjalankan tugas sehingga jumlahnya sekarang tinggal 34 . . .

Waktu berlalu tanpa terasa, sementara itu sudah menjelang tengah hari. Terdengar tiga kali bunyi lonceng dari dalam pendopo.

Semua hadirin seketika berdiri tegak dan khidmat, begini banyak hadirin di tengah iapangan ini, tapi suasana begitu sunyi, napas merekapun tertahan.

Dari serambi kiri di mana terdapat pintu bundar, dibawah iringan Congkoan Giok- lan beranjak keluar seorang pemuda berjubah panjang warna biru. Usia pe muda ini baru likuran tahun, kulit mukanya putih cakap, bibirnya merah, matanya terang bercahaya, di tengah pancaran sinar matahari pagi tampak gagah dan berwibawa.

Sudah tentu munculnya pemuda ini menar ik perhatian seluruh hadirin, terutama para anggota Pek-hoa-pang, semuanya masih muda belia, tiada sepasang mata mereka yang terkesip mengawas i pemuda ganteng ini. Tapi 34 Hou-boat-su-cia itupun tak kalah tajam pandangannya mengawasi pemuda yang satu ini. cuma sorot mata mereka me mancarkan perasaan lain, disamping kaget heran, merekapun merasa ir i dan ce mburu.

Semua orang sudah dengar bahwa Pang mereka kedatangan tamu agung, katanya seorang pemuda she Ling yang berwajah tampan kabarnya pemuda inilah yang berhasil me mbuat obat penawar getah beracun itu. Sebagai tamu terhormat adalah selayaknya kalau dia mendapat tempat duduk di bawah kursi Pangcu mereka.

Tapi Hou-boat-su-cia itu tiada yang tahu siapakah pe muda berjubah biru ini? Sebetulnya mereka terdiri dari orang2 yang cukup luas pengala man dan punya na ma di kalangan Kangouw, tunas2 muda dari berbagai aliran yang berkepandaian tinggi, tapi belum pernah mereka lihat atau dengar adanya pemuda seperti yang ada dihadapan mereka, sudah tentu mereka merasa kaget dan keheranan.

Kaget dan heran karena Giok-lan atau si Cong- koan sendiri yang mengiringi pe muda ta mpan ini malah sikapnya tampa k ra mah dan hormat, orang dipersilakan duduk di kursi ketiga yang disediakan- Hadirin juga tahu bahwa Thay-siang pendiri Pek-hoa-pang yang mereka agungkan adalah tokoh kosen yang punya kedudukan tinggi dan disanyung hormat di Bu- lim, padahal kedua pemimpin Hou-hoat itu juga sudah beken di kalangan Kangouw, termasuk orang kosen kelas satu dalam dunia persilatan, tapi mereka toh cukup berdiri di bawah undakan saja. Me mangnya siapa dan bagaimana asal-usul pe muda yang mendapatkan kedudukan yang tinggi dan terhor mat di dalam Pek- hoa-pang.

Tamu terhormat Ling Kun-gi telah berduduk, Cong koan Giok-lan segera mengundur kan diri berdiri ke sebelah kanan.

Menyusul empat perempuan berpakaian dayang terbagi menjadi dua pasangan berpakaian serba kuning beranjak keluar dari pendopo, dua orang di depan masing2 me meluk sebatang mistar dari batu jade warna hijau, dua orang di belakangnya, seorang me megang kebutan bergagang batu jade warna putih, seorang lagi me mbawa pedang kuno yang gagang dihiasi tujuh butir mutiara warna-warni, sesampai di belakang kursi kebesaran ditengah itu, keempat dayang ini lantas berdiri berjajar.

Melihat kee mpat dayang ini, hadirin lantas tahu sebentar Thay- siang pasti akan keluar, maka para hadirin sa ma tahan napas menatap ke depan, tapi sikap mereka tetap tegak dan hormat. Demikian Ling Kun-gi yang duduk di kursi ta mu juga pelan2 berdiri. Sementara itu dari pintu pendopo yang besar itu muncul pula tiga orang.

Yang di tengah mengenakan gaun panjang warna hitam, kepalanya berbalut kain sari, bagian depannya menjuntai turun menjadi cadar muka, itulah nyonya tua dan bukan lain Thay-siang adanya. Pek-hoa-pangcu disebelah kiri, Hu-pangcu So-yok berada disebelah kanan, mereka me mbimbing Thay-siang berjalan keluar pelan2.

Hari ini Pek- hoa-pangcu mengenakan pakaian warna kuning seperti bulu angsa, di depan dadanya bersulam sekuntum kembang Bok-tan sebesar mangkuk berwarna merah dadu bergaris benang emas.

Sedang So-yok juga mengena kan mode l pakaian yang sa ma cuma warnanya merah delima, bagian depan dadanya juga disulam sekuntum bunga warua kuning yang sedang mekar, pinggangnya ramping ge mulai. Mereka bimbing Thay-siang menuju ke kursi tengah, lalu masing2 mundur mene mpati kursi yang telah disediakan untuk mereka.

Kedua laki2 tua jubah biru segera pimpin ke 32 Hou-hoat-su-cia me mbungkuk seraya berseru: “Hamba co houhoat (pelindang kiri agama) Leng Tio-cong. Yu houhoat (pelindang kanan aga ma) coa- Liang bersama seluruh Hou-hoat-su-cia menyampa ikan se mbah sujud kepada Thay-siang."

Disusul seratusan gadis yang berada di sebelah kanan sere mpak berlutut dan menye mbah, suaranya nyaring merdu berpadu: "Para Tecu menya mpaikan se mbah sujud kepada Thay-siang."

Thay-siang duduk tegak di kursinya, sorot matanya yang tajam seolah2 mene mbus cadar laksana sinar matahari pagi, dingin laksana kilat menyapu pandang ke seluruh hadirin, akhirnya sedikit mengangguk sebagai jawaban. Lalu tangan kiri sedikit diangkat sambil meno leh kepada Hupang-cu yang duduk di sebelah kanan- Hu-pangcu So-yok segera berdiri, matanya yang jeli berputar, suaranya merdu: "Thay-siang suruh aku me mperkenalkan seorang tamu agung kepada hadirin . . . . " nada suaranya sengaja diperpanjang, sementara tangan menunjuk kearah Ling Kun-gi, suaranya semakin lantang,

"Inilah Ling Kun-gi, Ling-kongcu, murid kesayangan Put-thong Taysu dari siau- lim."

Lekas Kun-gi berdiri dan menjura ke arah hadirin-Hadirin menya mbut dengan tepuk tangan yang riuh-rendah. Sudah tentu suara tepuk tangan paling ramai datang dari sebelah kanan, seakan2 para nona itu ingin berlo mba keplok tangan, sementara para Hou-hoat-su-cia hanya beberapa orang saja yang ikut2an tepuk tangan-Malah kedua pemimpin Hou-boat yang berdiri di kiri- kanan, yaitu kedua laki2 tua jubah biru itu, hanya menatap tajam setengah mendelik kepada Ling Kun-gi, se-olah2 mereka tidak percaya. Put-thong hwesio alias Hoan-jiu- ji- lay, sudah 10 tahun tak terdengar kabar-beritanya lagi, mungkinkah bocah semuda ini betul2 murid didik Hoan-jiu-ji-lay?

Setelah suara keplok tangan tak terdengar lagi baru So-yok me lanjutkan kata2nya: "Ling-kongcu mas ih muda tapi penuh bakat dan serba mahir, kepandaiannya tinggi pengetahuan luas, atas undangan Pang kita, kali ini dia telah menyelesaikan suatu tugas yang teramat besar artinya bagi Pang kita semua. Yaitu berhasil me mbuat obat penawar getah beracun itu demi kesela matan Pang kita. Maka getah beracun milik Hek-liong-hwe itu selanjutnya tidak perlu kita takuti lagi."

Baru sekarang seluruh hadirin tahu duduk persoalan, tak heran pemuda she Ling ini bisa me mpero leh tempat kedudukan yang terhormat di hadapan Thay-siang, ke mbali tepuk tangan diir ingi suara tawa ramai lebih riuh daripada tadi.

So-yok berkata pula setelah tepuk tangan tak terdengar: "Sekarang akan kami perlihatkan obat penawar dari getah beracun ini kepada seluruh hadirin." Lalu dia me mberi tanda gerakan tangan kepada congkoan Giok- lan-Giok- lan mengangguk, dia mengulap tangan kependopo,   dua   orang gadis segera   keluar masing2 me mbawa sebuah tempayan dan ditaruh di atas undakan batu. Seorang disebelah kanan segera melo los pedang dan dicelupkan ke dalam te mpayan terus di angkatnya tinggi2

Hanya sebentar dicelup ke dalam getah beracun, semua hadirin sudah melihat jelas batang pedang yang semula ke milau cerah itu kini bagian depannya telah berubah warna hitam legam tak bercahaya, jelas ujung pedang itu sudah berlumur racun yang amat jahat, keruan hadirin sa ma terbelalak dan ciut nyalinya.

Maklumlah, biasanya senjata tajam atau senjata rahasia apapun sukar melumuri racun diatasnya, karena besi bukan benda yang gampang me nyerap sesuatu cairan, maka untuk melumuri senjata dengan racun harus dilakukan berulang kali dan me ma kan waktu yang cukup panjang. Untuk lebih meyakinkan, biasanya senjata tajam itu dibakar sa mpai menganga berulang kali serta dicelup beberapa kali pula ke dalam air yang mengandung racun itu.

Tapi kali ini gadis ini hanya sekali celup tanpa me mbakar senjata dan getah beracun itu sudah me mbuat ujung pedang bewarna hitam lega m, terang kadar racun yang menempel di atas pedang betul2 amat jahat. Dapatlah dibayangkan betapa ganas dan keras kadar racun getah hitam ini?

Dengan mengacungkan pedang tinggi2 di atas kepala, gadis itu mondar- mandir ke kiri-kanan undakan supaya hadirin dapat melihat lebih je las. Sementara gadis yang lain sudah menga mbil sebuah papan kayu dan diletakkan di lantai, gadis pemegang pedang segera tusukkan pedangnya ke papan kayu, hanya ujungnya saja yang mene mpe l sedikit, tapi ujung pedang yang mengenai papan seketika menimbulkan suara "ces" dan mengepulkan asap warna kuning. Seperti terbakar bagian papan yang kena ujung pedang, malah meninggalkan bekas lubang sebesar mata uang.-Menyaksikan semua ini, Kun-gi sendiri juga merasa diluar dugaan, batinnya: "Entah racun jenis apakah getah beracun ini? begitu ganas dan lihay? "

Melihat ujung pedang yang berlumur getah ternyata begitu ganas kadar racunnya, semua hadirin sama berubah pucat dan terbelalak matanya. Gadis pemegang pedang tetap kalem, dia tarik pedangnya mundur la lu mengha mpiri tempayan la innya disebelah kiri, ujung pedang yang berlumur racun warna hitam itu segera dia celup pula ke dalam tempayan yang satu ini, hanya sebentar terus diangkat pula pedangnya.

Hadirin sudah menunggu sambil tahan napas, pandangan semua orang. tanpa berkedip mengawasi pedang di tangan si gadis. Ujung pedang yang berlumur racun warna hitam tadi, setelah diangkat warna hitam hitam tadi kiri telah putih dan la mbat laun warna itupun sirna sa ma sekali, maka ta mpaklah cahaya cemerlang yang menyilaukan mata dari ujung pedang tadi maka ge muruhlah tepuk tangan dan sorak sorai dari ratusan gadis ayu dan puluhan Hou-ho- at-su-cia itu. Sementara kedua pelayan tadi menjura kearah Thay- siang lalu menje mput te mpayan serta menenteng pedang terus mengundurkan diri.

Wajah Thay-siang tampak mengunjuk rasa senang, meski teraling cadar, tapi sorot matanya kelihatan mencorong, katanya dengan nada tinggi: "Kalian sudah saksikan betapa lihay dan ganas racun getah ini, kita sudah punya obat penawarnya, Hek-liong- hwe tidak habis2 mengguna kan getah beracun ini, kelak pasti merupa kan petaka bagi insan persilatan khususnya, dan rakyat jelata pada umumnya "

Dia m2 tergerak Kun-gi, pikirnya: "Betulkah Hek- liong-hwe tidak akan   pernah   kehabisan   getah   beracun   untuk    sela manya. Me mangnya getah itu sudah tercipta oleh alam dan takkan pernah kering dan habis dipakai? "

Sorot mata Thay-siang menjelajah ke muka seluruh hadirin, semua orang berdiri tegak dan hormat, lalu diam menerus kan kata2nya: "Azas tujuan Losin mendir ikan Pek-hoa-pang adalah untuk menegakkan keadilan, kebenaran dan menunjang yang lemah me lawan kelaliman, maka Losin berkeputusan dalam waktu dekat ini akan pimpin   kalian untuk bergerak menyerbu Hek-liong-hwe, me lenyapkan bibit bencana demi kesejahteraan kaum Bulim "

Pidato Thay-siang me mperoleh sa mbutan yang gegap gempita dari seluruh hadirin.

Lebih lanjut Thay-siang berkata: "Jumlah kita boleh dikatakan terlalu banyak, tingkat kepandaian kalian juga tinggi rendah sukar dibedakan, apalagi gerakan besar2an ini adalah meluruk jauh ke sarang Hek-liong hwe, kita harus beraksi secara mendadak di waktu mereka tidak siaga, ma ka kekuatan kita harus bisa diandalkan, semua harus bergerak cepat, tegas dan perwira, oleh karena ini Losin putuskan, mula i hari ini diadakan seleksi untuk me milih orang2 yang akan kubawa serta"

Sampa i di sini, dia berpaling kepada So-yok dan berkata: "So- yok. umumkan peraturan seleksi ini." So-yok me mbungkuk dan menerima perintah. Lalu dari dalam lengan bajunya dia keluarkan sele mbar kertas, ia me mandang hadirin sejenak lalu terdengar suaranya lantang nyaring berkumandang

"Sejak sekarang Pang kita mengangkat seorang cong-hou-hoat- su-cia, kedudukannya sejajar dengan Hu-pangcu. Di bawah cong hou-hoat dibantu dua orang pemimpin Houhoat, Houhoat ada delapan orang, semetara Hou hoat-su-cia berjumlah dua puluh empat, semua calon2 Houhoat ini akan dipilih dari para Hou-hoat- su-cia yang hadir sekarang."

Sudah tentu dihadapan Thay-siang para Hou- hoat-su-cia yang berada di bawah undakan tak berani bicara atau berbisik, tapi dalam hati semua orang menimang2 sa mpai dimana tarap kepandaian sendiri serta jabatan apa nanti yang akan diraihnya?

Terdengar So-yok bersuara lebih lanjut: "Peraturan seleksi babak pertama, 32 Hou-hoat-su-cia akan dibagi dua barisan, setiap barisan 16 orang, jadi masing2 orang mendapat satu lawan, main kepalan atau pakai senjata diperbolehkan, kepandaian siapa lebih tinggi dia akan maju ke babak selanjut-nya, diwaktu bertanding hanya dibatasi saling tutul dan tidak boleh me lukai lawan, 16 orang pemenangnya, akan mendapat kese mpatan maju ke babak kedua

....."

Sampa i di sini dia merandek. menelan ludah lalu menerus kan: "Babak kedua, 16 pemenang tadi dibagi dua kelo mpok. masing2 tetap memperoleh satu lawan, siapa lebih Unggul dialah yang me masuki babak kedelapan besar, kedelapan orang ini akan diangkat jadi Hou-hoat, para Hou-hoat yang ter-pilih ini boleh berlo mba pula untuk merebut co-yu-hou-hoat, yang berkepandaian paling tinggi akan diangkat cong-hou-hoat."--Pandangannya tertuju ke bawah sebelah kanan-

"Di antara para saudara dalam Pang kita, kecuali 12 Tay-cia (peladen), diserahkan kepada congkoan untuk me milih dua puluh orang pula untuk ikut, jadi tidak usah diadakan pertandingan-" Giok- lan berdiri dan menerima tugas. So-yok berkata lebih lanjut: "Baiklah, pertandingan boleh segera di mulai, Babak pertama ini seluruh Hou-hoat-su-cia terbagi menjadi dua baris."

Me mangnya 32 Hou-hoat-su-cia itu sudah terbagi menjadi dua barisan, maka cepat sekali mereka beranjak ke tengah arena, tetap dengan formasi barisan yang sa ma.

"Sekarang antara barisan A dan barisan B menghadap ke utara dan selatan saling berhadapan, mas ing2 satu lawan satu dan siap."

Tanpa bersuara 32 Hou-hoat-su-cia berpencar mencari te mpat kosong, semua berdiri satu2 saling berhadapan-So-yok berkata pula: "Kalian boleh saling tanya pendapat lawan masing2, mau main kepalan atau adu senjata, kalau kedua pihak tidak tiada kecocokan, boleh saling tukar lawan-"

Pengumuman ini, me mang menimbulkan sedikit perubahan, bagi yang ingin main kepalan segera mencari lawan yang sama, demikian pula yang ingin adu senjata mendapatkan lawan yang setimpal, jadi satu sama lain bertukar lawan bertanding.

Setelah semua mendapatkan lawan dan ke mbali keposisi se mula, So-yok bersuara pula: "Ba-bak ini ada 16 pasang akan mula i bertanding, maka diperlukan enam belas wasit, setiap pasang seorang wasit untuk menentukan siapa kalah dan menang, supaya pertandingan ini berjalan secara adil, sekarang persilakan Ling- kongcu, congkoan dan 12 Tay-cia bersa ma co yu-hou-hoat menjadi wasit. silakan keluar. "

Terpaksa Kun-gi ta mpil ke bawah undakan, berdiri berendeng bersama Giok- lan dan kedua Hou-hoat berjubah biru. sementara kedua belas Tay-Cia yaitu Bwe-hoa, Lian-hoa, tho-hoa, Klok-hoa, Giok— ti, Bir kui, Ci-hwi, Hu-yong, Hong-sian, Giok-je, Hay-siang dan Loh-bi-jin beruntun keluar pula.

Dengan senyuman manis So-yok mengerling kearah Kun-gi lalu angkat tangan berseru: "Pertandingan akan dimula i, silakan para wasit turun gelanggang, setiap pasang satu wasit."

16 wasit segera beranjak turun ke gelanggang.

Terdengar So-yok bersuara pula: "Perlu ditegaskan sekali lagi, setiap peserta pertandingan dilarang menggunakan senjata rahasia, cukup saling tutul dan raba saja, ketentuan kalah menang berada ditangan wasit, keputusannya tidak boleh di gugat, kecuali me mang salah tangan melukai orang, dilarang saling dendam"-La lu dia berpaling menghadap Thay-siang, serunya: "Mohon petunjuk Thay- siang, apakah pertandingan boleh dimulai? "

Thay-siang mengangguk katanya: "Ya, suruh mereka segera mulai."

So-yok mengiakan, dengan suaranya lantang ia lantas berteriak: "Pertandingan boleh dimulai, sekarang semua siap. yang pakai senjata boleh keluarkan senjata masing2 dan dengarkan aba2ku."

Maka terdengar suara "srat-sret dan trang-treng" yang ramai, ternyata sebagian besar yang bertanding itu menggunakan senjata. Terdengar So-yok berseru keras: "Satu, dua, tiga "

Pada hitungan ketiga, 16 pasang Hou-hoat-su-cia yang bertanding serentak mengembangkan ke mahiran masing2 dan saling gebrak. 32 orang menjadi 16 pasang mulai serang menyerang. Lapangan di bawah undakan ini me manga mat luas, kiranya, cukup buat berdiri seribu orang, untuk bertanding 16

pasang orang ternyata masih cukup luang, suasana amat ramai dan menarik sekali. Ling Kun-gi menjadi wasit dari dua orang yang berusia 27-28 tahun, keduanya kebetulan bersenjata pedang.

Seorang bermuka bersih, berperawakan kurus tinggi, kelihatannya ramah dan lembut. Lawannya bertubuh agakpendek. tapi badannya kekar, otot-nya merongkol dan dagingnya kencang, kelihatan amat garang. Begitu kedua orang saling gebrak. Kun-gi lantas mendapatkan ilmu pedang kedua orang cukup terlatih baik dan cukup tinggi kepandaiannya. Gerak-gerik dan gaya permainan pedang si tinggi, ternyata rada aneh, semula me lancarkan serangan dibarengi dengan tubrukan ke depan, sekali tubruk terus melabrak dengan gaya seorang yang hendak menunggang kuda, tapi bukan naik kuda, sementara kedua matanya mencorong liar dan buas, sedang pedangnya menutul dan menusuk juga me mapas dan menabas tenggorokan lawan, permaima n pedangnya yang ganas dan keji ini terang bukan dari aliran yang baik.

Ilmu pedang sipendek kekar ternyata bergaya mantap dan kokoh seperti perawakannya, tenang dan kuat, yang dimainkan adalah Llok- hap-kia m, setiap jurus pedangnya merupakan rangsakan terbuka dan sekaligus me mbendung serangan lawan, terang ke mahirannya cukup meyakinkan- Dalam sekejap kedua orang sudah saling gebrak belasan jurus.

Setelah menyaksikan sekian gebrak, didapati oleh Kun-gi, setiap kali si kurus menubruk dan me lo mpat, salah satu kakinya entah kanan entah kiri pasti terseret ke belakang, sementara sorot matanya melirik buas, hatinya berdetak dan ingat sesuatu, diam2 ia berteriak dalam hati: "Thian- long-kia m? "

Gurunya pernah bercerita, kira2 30 tahun yang lalu, di daerah ce- pak beliau pernah berte mu dengan seorang Lo-lo ng-sin yang aneh, dengan meniru gerakan serigala dia berhasil menciptakan Thian- long-kia m-hoat, dikiranya Ciptaan ilmu pedangnya ini a mat lihay dan tiada bandingan di kolong langit, wataknyapun angkuh. Tapi sekali gebrak gurunya berhasil menyengkelitnya jatuh ter-guling2 dengan gerakan tangan kidalnya.

Gurunya pernah bilang, bahwa Thian-long- kia m- hoat ciptaan Lo- long-sin ini bukan saja gayanya amat ganas, gerak-geriknya juga mirip serigala yang liar dan buas itu, seperti serigala yang kelaparan, berputar kian-kemari mencari kese mpatan menyergap lawan-Dir inya diperingatkan supaya hati2 bila kelak berkecimpung di Kangouw, kalau bertemu dengan orang yang main pedang mata liar berjelilatan dan gayanya seperti serigala hendak menerka m mangSanya. Kini dilihatnya orang ini menggunakan Thian- long-kia m, mungkinkah dia mur id Lo- long-sin? Pada saat itulah matanya yang jeli berputar, cepat dia angkat tangan kiri serta menjentik sekali hingga menerbitkan sejalur angin kencang, mulutpun berseru tertahan-"Harap kalian berhenti." begitu dia membuka suara, maka terdengarlah suara "creng", pedang panjang si kurus t inggi menerbitkan suara getaran-.

Mendengar teriakan "berhenti" dari sang wasit, kedua orang yang bertanding segera melo mpat mundur sambil tarik pedang, bahwa pedang panjang si kurus tergetar dan mengeluar kan suara, hakikatnya orang lain t iada yang mengetahui atau me lihat je las.

Sebaliknya rangsakan si pendek ta mpak a mat bernafsu, ketika mendadak mendengar wasit menghentikan pertandingan, hatinya merasa heran ma ka matanya melir ik kearah Ling Kun Kun-gi tersenyum, katanya:

“Saudara yang kalah"

Melengak heran si pendek. serunya: "Masa aku yang kalah?" Dia yakin gerak serangan terakhir barusan hampir mengenai sasaran, sudah tentu ia tak percaya bila dirinya yang kalah ma lah. . .

Dia m2 Kun-gi berkata, dalam hati: "Thian- long-kia m-hoat me mang buas dan keji, kalau pedang orang tidak kujentik pergi sehingga ujung pedangnya tergetar mir ing beberapa mili, mungkin sekarang kau sudah menggeletak di tanah." Tapi lahirnya dia tersenyum ra mah, sahutnya: "Betul, saudara yang kalah"

Sipendek naik pita m, serunya: "Dalam jurus mana cayhe kalah? "

Kun-gi menuding pinggang kanan sipendek. katanya: "Silakan saudara periksa pinggang sebelah kanan."

Cepat sipendek menunduk. me mang dilihatnya pakaian di bagian pinggang sebelah kanan telah tergores robek me manjang beberapa dim oleh ujung pedang, seketika mukanya merah malu, lekas dia menjura dan mengundurkan diri. Sementara si kurus tinggi telah masukkan pedang ke dalam sarungnya, dengan gaya yang lengang dia menjura kepada Kun-gi, katanya: "cayhe Keng-sun Siang, selanjutnya harap Ling-kongcu suka me mberi petunjuk,"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar