Pendekar Kidal Jilid 08

Jilid 08

orang di depan ini agaknya pe mimpin rombongan, katanya sambil me nyeringai: "Tuan me mang ber mulut besar, entah bagaimana bekal kungfumu?"

"Kalian mencegat dan mengelilingi Lohu, tentu ada maksud turun tangan, kenapa tidak lekas coba saja?" tantang Cu Bun-hoa.

Menyipit mata orang itu, jengeknya: "Sekali kami turun tangan jiwa mu pasti tamat, hanya ada satu cara untuk menghindar i ke matian atau luka2 parah."

"cara apa?" tanya Bun-hoa.

"Kutungi sendiri sebelah lenganmu, lalu ikut ka mi me ne mui Thian-su."

"Thian-su (utusan langit)?" tergerak hati Cu Bun-hoa. "Siapakah Thian-su kalian?"

"Setelah kau tabas lenganmu, ku bawa mu me ne mui beliau."

Lantang gelak tawa Cu Bun-hoa, ujarnya: "Suruhlah Thian-su kalian mene muiku di sini saja."

Orang berjubah hitam sebelah kiri menggera m gusar, teriaknya: "Jangan me mbual, tua bangka. Tak perlu kita me mbuang waktu lagi, ringkus dia saja"

Cu Bun-hoa pandang sekelilingnya, katanya dengan tersenyum: "Hanya kalian bere mpat saja, ma mpukah meringkus Lohu?" "Berani kau me mandang enteng kami?" bentak orang di sebelah kiri. Mendadak dia melo mpat maju seraya ulur tangan diri, secepat kilat pundak Cu Bun- hoa dicengkera mnya.

Di atas kudanya terasa oleh Cu Bun-hoa Cengkera man orang setajam pisau sekuat tangga m, keruan ia heran, batinnya: "Senjata apa yang dia gunakan?" - otak bekerja, sementara tangan kanan sudah melolos pedang terus me mbabat pergelangan tangan lawan-

Gerakan pedangnya sungguh secepat kilat, maka terdengar suara "trang", dengan telak pedangnya me mbabat pergelangan tangan lawan, tapi tangan orang sedikitnya tidak terluka,   ma lah menge luarkan suara keras nyaring dan me mercikkan ke mbang api.

Sudah tentu terkesiap hati Cu Bun-hoa, tapi orang berjubah hitam itupun terpental oleh getaran pedang Cu Bun-hoa. Tapi pada detik lain, ketiga orang yang lain juga bergerak bersama, serentak mereka menubruk maju.

Cu Bun-hoa belokkan kudanya, pedang berputar sekeliling menciptakan tabir sinar kemilau, maka terdengarlah suara "trang, tang, tang," tiga kali secara berantai. Sekali gerak dia berhasil menangkis tiga serangan   musuh,   tapi   tangan   sendiri   yang me megang pedang juga terasa kesemutan- Kini baru dia jelas bahwa tangan keempat orang ternyata semuanya dipasang lengan besi. Semakin kaget dan heran hatinya: "Ilmu silat keempat orang ini a mat tinggi, entah dari aliran mana? Belum pernah terdengar jago silat menggunakan tangan besi di tangan kirinya di kalangan Kangouw."

Tatkala pikirannya bekerja, pada saat lawan terpental mundur, iapun sudah me lo mpat turun dari kudanya serta menepuk sekali pantat kuda. Begitu kaki menancap di tanah, Cu Bun-hoa lantas bergelak tertawa, katanya: "Kalian mau main keroyok. nah, majulah bersama."

Keempat orang berjubah hitam agaknya tidak mengira bahwa tua b angka tak terna ma ini ternyata memiliki lwekang dan kepandaian tinggi, walau wajah mereka me mbesi kaku tidak mena mpilkan perasaan, tapi sorot mata mereka tak urung meng- unjuk rasa kaget dan melenggong, sekilas mereka saling pandang dan tidak lantas turun tangan pula.

"Sebetulnya tuan dari kalangan mana?" tanya si jubah hitam sebelah depan-

"Lohu sendiri juga ingin tanya kalian?" balas Cu Bun-hoa tak acuh. .

"Jadi tuan tidak mau perkenalkan diri?" "Kalian toh tak mau me mperkenalkan diri?"

"Tuan harus tahu, bukan kami gentar terhadap-mu, soalnya kami perlu tahu siapa tuan, baru akan bertindak. menamatkan jiwamu atau me mbekukmu hidup,hidup,"

"Kalau begitu boleh silakan turun tangan," ujar Cu Bun- hoa tertawa tawar.

Pemimpin berjubah hitam itu angkat sebelah tangan, matanya yang mencorong me mandang ke-tiga kawannya, lalu berkata dengan suara berat, "Baik, kalian dengar, tak peduli mati atau hidup, ganyang dia" Belum habis bicara dia sudah mendahului menubruk maju, laksana kilat tangan kirinya mencengkeram tiba. Tiga orang berjubah hitam yang lain sere mpak beraksi pula dengan menubruk ma ju.

Cu Bun-hoa bergelak lantang panjang, sebat sekali pedangnya me lingkar bundar, segera ia kembangkan ilmu pedangnya dan me luruk sengit ke-e mpat lawannya.

Cu Bun-hoa, naga terpendam yang berkuasa di daerahnya sendiri me mang me miliki kepandaian yang mengejutkan sekali dan tidak bernama kosong, pedangnya bergerak laksana naga sakti yang lincah dan gesit, cahaya dingin yang me mancar dari batang pedangnya se-akan2 menaburkan bintik2 sinar kemilau ke delapan penjuru angin. Karena dia jarang berkelana di Kangouw, maka kee mpat musuhnya jadi sukar dan belum dapat menyela mi ja lan ilmu pedangnya, betapa tinggi kepandaian kee mpat orang ini dibuat keripuhan juga, tapi kepandaian keempat orang ini me mang juga aneh, apalagi lengan kiri mere ka semua terpasang lengan baja, kelima jari bagai cakar tidak takut segala senjata tajam, walau sementara Cu Bun-hoa berada di atas angin, namun dalam waktu singkat terang dia tidak akan ma mpu merobohkan atau me lukai lawan- Dengan cepat 20 jurus telah berlalu. Mau tak mau Cu Bun- hoa mence los juga hatinya, batinnya: "Kepandaian silat kee mpat orang ini terhitung kelas wahid di kalangan Kangouw, permainan merekapun berlainan satu dengan yang lain, kenapa sama2 mengutungi lengan sendiri serta menggantinya dengan tangan besi?"

Pada saat itulah, tiba2 dari kejauhan berkumandang sebuah bentakan keras: "Kalian berhenti" Bentakan ini berge ma laksana bunyi genta, lembah pegunungan serasa bergetar oleh bentakan keras ini.

000dw000

Pui Ji-ping yang ketinggalan setengah li di belakang pa mannya, waktu Cu Bun-hoa mengo mpes keterangan laki2 baju abu2 dan mene mukan bangkai anjing dan kedua anak buahnya di selat sempit tadi, iapun menyusul tiba, sudah tentu iapun melihat se mua kejadian yang diala mi pa mannya.

Cuma dia selalu ingat pesan pa mannya agar diri-nya menga mbil jarak tertentu, dilarang bicara lagi, maka kini dia hanya berdiri di tempat kejauhan saja. Setelah Cu Bun-hoa naik kuda dan berangkat pula baru diapun me mbedal kudanya kedepan.

Tak tahunya baru saja dia tiba di mulut le mbah, segera ia mendengar suara beradanya senjata tajam. Lekas dia melo mpat turun dari kudanya, pelan2 dia merunduk maju terus lompat ke atas sebuah batu besar dan menyembunyikan diri serta mengintip ke bawah.

Dilihatnya empat orang berjubah hitam tengah mengerubut pamannya. Melihat orang2 berjubah hitam itu, tergerak pula hatinya, pikirnya: "Hou Thi jiu juga mengguna kan lengan besi di tangan kirinya, demikian juga keempat orang ini, terang mereka adalah seko mplotan dengan Hou Thi-jiu."

Tak la ma ke mudian lantas didengarnya seo-rang me mbentak keras: "..Kalian berhenti"

Kuping Ji-ping mendengung pekak oleh bentakan keras bagai bunyi genta itu, keruan kagetnya bukan main, lekas dia berpaling ke sana, di-lihatnya kira2 setengah li di kejauhan sana ada dua titik sinar seperti api setan tengah terbang turun naik menyusuri kaki bukit berlari ke arah sini. Berta mbah besar rasa kejutnya, batinnya: "Masih setengah li jauhnya, tapi suara orang ini dapat me mbuat pekak kuping, kalau dia menghardik berhadapan mungkin aku bisa jatuh semaput."

Mendengar bentakan keras ini, keempat orang jubah hitam tadi segera melo mpat mundur berpencar pada posisi masing2. Dengan pedang melintang di depan dada Cu Bun-hoa berpaling ke arah datangnya suara, tertampak dari pegunungan sana beriring mendatangi enam orang berjubah hitam pula. Keenam orang ini bukan saja berpakaian sama, wajah dan sikap merekapun sa ma. kaku dingin tidak berperasaan- Masing2 dua orang berjajar beriring datang, gerak langkah mereka kaku mirip mayat hidup dan seperti tonggak berjalan-

Dia m2 kaget juga cu Bun-goa me lihat orang2 ini, dia insaf untuk menghadapi kee mpat lawan ini sudak cukup berat, kini keta mbahan enam orang lagi. agaknya nasib dirinya mala m ini lebih banyak celaka daripada selamat, semoga Ji-ping jangan lekas2 menyusul ke mari. De mikian batinnya.

Lekas sekali keenam orang ini sudah tiba di tanah berumput sebelah kiri, mendadak ta mpak pula sesosok bayangan orang tinggi besar berlenggang mendatangi, jangan kira gerak kakinya kelihatan seperti berlengang, mirip badut di atas panggung, lapi setiap langkah kakinya mencapai jarak dua tiga to mbak jauhnya, kedua kakinya seperti tidak menyentuh tanah.

Sekali pandang Cu Bun-hoa lantas tahu bahwa kepandaian si gede inijauh lebih tinggi dari kawanan jubah hitam ini, ma ka dia tumplek perhatiannya terhadap si gede ini.

Badan orang ini tingginya delapan kaki, dada lebar lengan besar, wajahnya mengkilap mirip te mbaga, alisnya pendek. matanya sipit, hidung besar mulut lebar, jubah sempit warna tembaga yang dipakainya hanya sebatas di lutut, kaki telanjang me makai teKiek tembaga.

Sebagai cengcu dari Liong-bin-san-ceng, mes ki jarang berkelana di Kangouw, tapi tokoh-tokoh Kangouw kena maan pada ja man ini tidak sedikit yang dikenalnya, paling tidak pernah mendengar na ma atau keahlian dan keistimewaannya. Kini me lihat dandanan si gede yang aneh ini, mendadak diingatnya seseorang, keruan hatinya kaget bukan ma in, batinnya: "Mungkinkah dia ini La m- kiang- it-ki Thong- pi-thian-ong?"

Jabatan atau kedudukan si gede serba tembaga ini terang jauh lebih tinggi daripada kawanan jubah hitam, ini jelas kelihatan dari sikap keenam orang jubah hitam yang baru datang serta cara mereka berdiri, kelihatan me mber i peluang untuk si gede ini nanti, tapi toh masih ada te mpat kosong lagi di sebelah mereka, hal ini me mbuat Cu Bun-hoa men-duga2 pula bahwa kecuali si gede agaknya pihak lawan masih ada tokoh lain pula yang berkedudukan lebih t inggi yang belum tiba. Siapakah orang yang belum t iba ini? 

Maklumlah si tokoh aneh dari La m-kiang (wilayah selatan) ini biasanya merajai daerah selatan, selamanya belum pernah tunduk terhadap orang lain, lalu siapakah yang telah ma mpu menundukkan dia sekarang?

Begitu si gede tiba dan berdiri di samping, Cu Bun-hoa lantas buka suara: "Yang menghentikan perte mpuran tadi apakah tuan?" Mendelik sebesar jengkol mata si gede, bentaknya: "Diam, tak boleh ribut" Suaranya me mang keras seperti bunyi genta.

Kini Cu Bun-hoa lebih yakin bahwa si gede me mang Thong- pi- thian-ong adanya, tapi caranya bicara jelas dia hanya mengawa l seseorang belaka. Sungguh luar biasa. Sema kin kejut dan heran Cu Bun-hoa, mendadak dia mendongak sa mbil bergelak tawa, katanya: "Dandanan dan tampang tuan ini mirip sekali dengan La m- kiang- it- ki Thong-pi-thian-ong, entah sejak kapan tuan terima diperbudak orang atau jadi pengawal pribadinya"

Semakin bulat mendelik mata si gede, suara-nya menggerung gusar: "Kusuruh kau dia m, kau harus diam, me mangnya kau tua bangka ini sudah bosan hidup?"

Gerungannya yang dahsyat itu me mbuat Pui Ji ping yang sembunyi di atas batu hampir pecah kupingnya,jantungnya ber- debar2, hampir saja dia me njerit.

Tiba2 terasa dari belakang tersalur sejalur tenaga yang tidak kelihatan me mbantu dirinya mengendalikan darah yang bergolak, kupingpun lantas mendengar suara lir ih berbisik seperti bunyi nyamuk: "jangan bersuara Siau-sicu, itulah Kim- loh-ong yang hebat dari Thong-pi-thian-ong. "

Heran Ji-ping, baru saja dia kendak berpaling, suara lir ih seperti nyamuk berkata pula: "Situasi ma lam ini a mat gawat dan berhahaya, sekali2 jangan Sicu meno leh ke belakang, mata dan kuping Thong-pi-thian-ong amat tajam. Jarakmu hanya sepuluh tombak dengan mereka, sedikit lena, jejakmu pasti konangan."

Tatkala itu tampa k dua buah la mpio n tengah mendatangi dari jalanan gunung sana. Dua gadis belia baju hijau tengah mendatangi dengan ge mulai sa mbil me nenteng dua la mpion-

Malam di tengah pegunungan sudah tentu amat gelap sehingga cahaya lampu la mpion ini terasa terang benderang. Tak jauh di belakang kedua gadis me mbawa la mpion menyusul sebuah tandu mewah dan indah, dan laki2 kekar me mikul tandu mini ini, langkah mereka enteng seperti berlari menuju ke tanah berumput ini. Selarik kain warna merah sutera panjang semampir di pundak dan pinggang kedua laki2 kekar pe mikul tandu itu bertuliskan empat huruf warna hitam yang berbunyi: "Wakil langit mengada kan ronda".

Akhirnya tandu mini itupun berhenti dan diturunkan di tanah berumput sebelah kanan atas. Kedua gadis pembawa la mpio n berdiri di kiri kanan tandu, di bawah sinar lampion tandu itu tampa k indah ge merlapan, kerai menjuntai le mbut dan rapat sehingga tidak kelihatan siapa yang duduk di dalamnya? Tapi Thong- pi-thian-ong dan kesepuluh kawanan jubah hitam serempa k me mber i hor mat lalu berdiri tegak dengan prihatin-

Tiba2 tergerak hati, Cu Bun-hoa melihat keadaan ini, tadi dia dengar salah seorang jubah hitam pernah menyinggung "Thiansu" atau duta langit, setelah melihat tulisan "Wakil langit mengada kan ronda", jelas bahwa orang di dalam tandu adalah Thian-su yarg dimaksud, cuma siapa dia dan tokoh maca m apa pula?

Pedang disimpan ke mbali, Cu Bun-hoa berdiri me mbusung dada sikapnya gagah berwibawa, tapi hatinya kebat-kebit, dia m2 dia kerahkan Lwekang-nya, me mpersiapkan diri untuk bertindak bila menghadapi sergapan musuh.

Maka terdengarlah sebuah suara halus nyaring berkumandang dari dalam tandu: "Thio thijiu" Suaranya bagai kicau burung kenari, le mbut dan merdu.

Tak pernah terpikir dalam benak Cu Bun-hoa bahwa Thian-cu atau "duta langit" ini ternyata seorang perempuan, dari suaranya kedengaran bahwa dia adalah gadis belia pula.

Tampak salah seorang jubah hitam yang berdiri paling depan tadi mengiakan sa mbil melangkah ke depan tandu.

Terdengar perempuan dalam tandu bertanya: "Kalian sudah tanya asal usulnya?"

"Dia tidak mau mengatakan," sahut Thio thi-jiu.

"Bagaimana ilmu silatnya?" tanya perempuan dalam tandu pula. "Ka mi berempat mengeroyoknya, tapi tak ma mpu mengalahkan dia."

"Pada jaman ini. dengan kekuatan kalian bere mpat, me mangnya siapa yang tak ma mpu kalian kalahkan, tapi siapakah dia" kata2 terakhir a mat lirih, seperti bicara untuk dirinya sendiri.

Thio thi- jiu berdiri tegak lurus, sudah tentu dia tak berani bersuara.

Sesaat kemudian perempuan dalam tandu berkata pula: "Baiklah, kau boleh minggir."

Thio-thi-jiu mengia kan, lalu mundur ke te mpatnya semula.

Perempuan dalam tanda lantas berpesan kepada gadis pe mbawa la mpion sebelah kiri. katanya: "Mintalah orang tua itu maju ke mari, ada pertanyaan hendak kuajukan padanya."

Gadis itu segera tampil ke depan Cu Bun-hoa, katanya setelah me mber i hor mat. "Tuan ini diharap maju kedepan, Siancu ( dewi ) kami ingin bicara dengan kau"

Cu Bun-hoa juga ingin tahu asal usul pihak sana, memangnya siapa sebetulnya Thian-cu yang serba misterius ini? Maka dengan menge lus jenggot dan tertawa lebar, katanya: "Lohu me mang ingin bertemu dengan Siancu kalian." Lalu dengan langkah lebar dia mengha mpiri, beberapa kaki di depan tandu dan berhenti, katanya sembari me mberi hor mat: "Silakan Siancu, terima kasih akan undanganmu, entah ada petunjuk apa?"

Perempuan dalam tandu cekikik riang, katanya: "Loyacu adalah tokoh kosen Bu-lim, sungguh beruntung kita bertemu di sini." Sampa i di sini tiba2 dia berseru keras: "Kenapa tidak singkap kerai ini?"

Kedua gadis yang berdiri di kiri kanan segera menyiba k kerai kedua sisi, kedua lampionpun di-arahkan ke depan tandu sehingga perempuan yang duduk di dalam tandu kelihatan wajahnya. Ternyata "Dewi yang mewakili langit menga-dakan ronda" ini hanyalah seorang nyonya muda belia yang berusia sekitar 25, berpakaian serba putih, dandanannya mirip puteri keraton, tengah tersenyum simpul me ngawasi dirinya.

Sesaat Cu Bun-hoa melenggong, dia jarang keluar pintu, tapi semua tokoh Kangouw yang sedikitpunya nama pasti pernah didengarnya. Nyonya muda mo lek ini ma mpu menundukkan Lam- kiang-it- ki sa mpai terima menjadi pengawal pribadinya, kenapa belum pernah dia mendengar adanya perempuan selihay ini, serba misterius lagi dalam tindak tanduk.

Me mang otaknya cerdik, banyak akal dan pandai mengikuti situasi, sekilas me lenggong segera Cu Bun-hoa berdehem, katanya tertawa: "Siancu me-ronda mewakili langit tentunya kau inilah Thian-su adanya? Entah siapakah na ma harum Siancu yang mulia?"

Jari jemari nan runcing halus dari nyonya muda itu terangkat dan menge lus gelung kundainya, katanya tertawa: "Agaknya tidak sedikit yang Loyacu ketahui. aku she Coh, karena biasanya aku suka mengenakan pakaian serba mulus begini, maka orang me manggilku Hian-ih-s ian-cu, harap Loyacu tidak mentertawakan diriku."

"Hian- ih-sian-cu" Cu Bun-hoa tetap tidak pernah dengar na ma julukan ini.

Mengerling biji mata Hian- ih-sian-cu, katanya sambil cekikikan "Loyacu adalah tokoh kosen pada ja man ini, mohon tanya siapakah nama besar Loyacu?"

Cu Bun-hoa bergelak tertawa, katanya: "Lohu Ho Bunpin, orang liar yang hidup di gunung, mana berani disebut tokoh kosen segala."

Hian-ih-s ian-cu cekikikan genit, katanya: "Na ma yang Loyacu sebutkan kukira bukan na ma tulen bukan?"

"Mungkin Siancu belum pernah dengar na ma- ku yang tidak terkenal ini, dan lagi apa perlunya Lohu harus menye mbunyikan nama dan asal-usul?" "Betul," kata Hian-ih-s ian-cu, "menurut penglihatanku, wajah Loyacu juga dirias, entah betul tidak perkataanku?"

Semakin terkejut hati Cu Bun- hoa, katanya dingin: "Tidak perlu Lohu ma in se mbunyi dengan cara me nyamar segala."

"Berkelana di Kangouw, supaya tidak menarik perhatian orang, mer ias diri dan ubah wajah asli itu sudah biasa, apakah Loyacu mer ias diri t iada sangkut pautnya dengan aku? cuma ingin kutanya, Loyacu main selidik me masuki daerah Tay-piat-san ini, entah apa maks udnya"

"Betul, Lohu juga ingin tanya kepada Siancu, tanpa sebab anak buahmu merintangi perjalananku, apa pula maksudnya?"

"Bukankah Ho- loyacu telah saksikan sendiri? Malam ini kebetulan aku meronda sa mpai di sini, anak buahku me lihat Loyacu me masuki selat gunung seorang diri, gerak-geriknya mencur igakan lagi, sudah tentu kau harus dimintai keterangan-"

Cu Bun-hoa mendengus, katanya: "Sekarang Siancu sudah jelas tentang keteranganku?"

"Pertanyaanku tadi sia2 belaka, karena Loyacu tidak menjawab sejujurnya."

"Lalu apa pula kehendak siancu?"

"Silakan Ho- loyacu ikut ka mi, setelah ka mi je las menyelidiki asal- usulmu akan kuantar kau ke luar gunung."

Terangkat alis Cu Bun-hoa, katanya: "Siancu kira orangmu banyak. mau main keroyok terhadap-ku seorang?" Mendadak dia mundur selangkah tangan sudah siap me lolos pedang.

"Aku tak perlu turun tangan terhadapmu," ujar Hian-ih sian-cu sambil tertawa.

Hanya sekejap itu, Cu Bun-hoa sudah merasakan adanya gejala2 yang tidak nor mal pada diri sendiri. Sudah timbul pikiran Cu Bun- hoa untuk mundur dan melo los pedang, tapi kaki tangan ternyata tidak menurut perintah lagi, keruan kejutnya bukan ma in, air mukapun berubah hebat, bentak-nya: "Sundel keparat "

Hian-ih-s ian-cu tetap unjuk senyum menggiurkan, katanya riang: "Dapat mengundang Ho- loyacu, sungguh merupakan kebanggaanku." Lalu dia mengulap tangan dan mena mbahkan: "Mari kita ke mbali"

Kedua gadis menurunkan kerai, pemikul tandu lalu berputar balik, di bawah pimpinan La m- kiang- it-ki, kesepuluh kawanan jubah hitam menggusur Cu Bun-hoa mengintil di belakang tandu.

oooodwoooo

Hampir saja Pui Ji-ping yang sembunyi di utas batu menjer it lagi me lihat adegan yang aneh ini. Suara le mbut bagai bunyi nya muk mengiang pula dipinggir kupingnya "Siau-s icu harus tahan sabar, jangan gegabah"

Mencelos hati Ji-ping, terpaksa dia tekan perasaannya, dengan cemas dia awasi kawanan jubah hitam itu menggusur pa mannya pergi, waktu dia meno leh, dilihatnya setombak di belakangnya berdiri seorang Hwesio tua kurus, sorot matanya berkilauan sedang mengawasi dirinya dengan tersenyum.

Tahu berhadapan dengan tokoh kosen, lekas Ji-ping mene kuk lutut me mberi hor mat, katanya: "Losuhu, lekas tolong pa manku" Karena gelisah ia lupa dirinya sedang menyaru laki2, cara me mber i hormat seperti anak gadis lazimnya.

Hwesio tua kurus pendek lekas merangkap kedua tangan, katanya heran: "Sicu kiranya seorang nona, jadi yang ditawan Hian- ih-lo-sat tadi adalah pa manmu?"

Merah muka Ji-ping, diam2 ia sesali kecerobohan sendiri, katanya mengangguk: "Ya, dia pa manku, apakah pere mpuan dalam tandu itu yang Losuhu maks udkan berna ma Hian- ih-lo-sat? Jadi orang2 itu ada hubungannya dengan Cin-Cu-ling?" "Lolap juga belum tahu asal-usul mereka," kata Hwesio tua itu, "cuma menurut apa yang kuketahui, Hian ih- lo-sat ini a mat lihay, orang2 yang terjatuh ke tangannya sudah cukup banyak, termasuk Kwi- kian-jiu Tong- citya, Un It-kiu dari keluarga Un, suteku Kim Kay- thay dan lain2 "

Ji-ping kaget, serunya: "Jadi Kim- loya cu juga tertawan oleh perempuan siluman itu."

"Nona juga kenal Kim-sute?" tanya si Hwesio tua.

"Aku tidak kenal, Tapi Toakoku adalah kenalan baik Kim- loyacu." "Siapakah Toako nona?"

"Toako bernama Ling Kun-gi," sahut Ji-ping, lalu bertanya: "Losuhu tentunya paderi sakti dari Siau-lim-si, entah siapa na ma gelaran Taysu yang mulia?"

"Lolap Ling-san,"jawab Hwesio tua kurus, "pejabat Bun- cu- wan dari Siau- lim-si."

Biasanya hanya paderi2 dari Lo-han-tong saja yang diperbolehkan keluar Siau-lim-s i, kini ketua Bun-cu-wan (ruangan agama) pun terpaksa harus dikerahkan keluar, dapatlah di simpulkan bahwa pihak siau lim me naruh perhatian besar terhadap peristiwa Cin-Cu-ling ini.

Lekas Ji-ping menjura, katanya " Losuhu ternyata pemimpin Bun- cu- wan, paman sudah tertawan perempuan siluman itu, aku akan segera pergi. "

"Tunggu sebentar nona." "Ada petunjuk apa Losuhu?"

"Bolehkah nona me mberitahu padaku, siapa sebenarnya pamanmu itu?"

"Tak enak kumain se mbunyi atas pertanyaan Losuhu, paman adalah cengcu Liong-bin-san-seng Cu Bun-hoa " Bergetar tubuh Ling san Taysu, katanya: "Kiranya cu cengcu . . .

. "

"Losuhu, meno long orang seperti menolong kebakaran, aku

harus cepat susul mereka."

Ling-san Taysu kaget, katanya: "Hian-ih-lo-sat amat lihay, Thong-pi-thian-ong me mbantu dia berbuat jahat, Cu-cengcupun bukan tandingan mere ka, mana boleh nona mene mpuh bahaya secara sia2,"

"Bukan begitu," ujar Ji-ping cekikik geli, "aku akan sa mpaikan kabar tertawannya Toako dan Tong- cityakepada ibu angkatku."

"Siapa pula ibu angkat nona?" tanya Ling-san Taysu.

"ibu angkatku adalah Tong-lohujin dari keluarga Tong di Sujwan."

"Jadi Tong- lohujin juga datang?"

"ibu angkat sekarang berada di Pat-kong san"

"Baiklah silakan nona berangkat Lolap akan menguntit Hian- ih-lo- sat lebih lanjut, akan kulihat di ma ma sarang ko mplotan orang2 ini?"

Ji-ping me mbatin: "Hwesio tua ini hanya berani mengunt it secara dia m2, agaknya iapun gentar terhadap Hian-ih-lo-sat, terpaksa aku harus cepat2 kembali kePat-kong san minta bantuan-" Tanpa banyak bicara lagi, cepat ia lo mpat turun terus cemplak kuda dan dibedal balik ke arah datangnya tadi.

ooo dewi ooo

Itulah hari kedua setelah Ling Kun-gi berada di Coat Sin-san-ceng atau hari pertama mulai tugas kerjanya di Hiat-ko-cay. Pagi hari itu setelah sarapan pagi, seorang diri dia langsung menuju ke Hiat ko- cay, begitu tiba, Long-gwat, si pelayan segera menyambut kedatangannya . Long-gwat bantu me mbuka pintu kamar kerjanya, dengan langkah tetap Kun-gi masuk serta mengeluarkan kunci me mbuka gembo k le mar i kecil, dia keluarkan segala perabot keperluan kerjanya, ada pisau, mangko k, tatakan dan cawan2 kecil serta peralatan lain yang sukar disebut namanya, terakhir ia keluarkan cupu2 berisi getah beracun itu. Sementara itu Long-gwat menyeduh teh dan disuguhkan di atas meja.

Dengan hati2 Kun gi me mbuka sumbat cupu2 lalu pelan2 menuang sedikit getah di atas sebuah tatakan, kembali dia tutup cupu2 itu serta dike mba likan ke almari.

Duduk di kursi kerjanya, sekenanya dia ambil sebatang jarum perak. dua kali dia celupkan ke dalam getah beracun, tampak ujung jarum yang runcing seketika berubah menjadi hita m. kadar racun ini ternyata keras dan hebat, lalu dia mendekatkan hidang mengendus ujung jarum-

Long-gwat berdiri di sebelahnya jadi kaget, serunya kuatir: "Awas Cu-cengcu, racun ini a mat jahat, sedikit kena saja jiwa orang tak dapat disela matkan."

Kun-gi tersenyum dan me mandang lekat2 pelayan itu, katanya: "Terima kasih atas perhatian nona, Lohu hanya ingin menciumnya apakah ada baunya?"

Merah malu Long-gwat ditatap sedemikian rupa, katanya menunduk:    "Cu-cengcu    panggil    Long-gwat    saja,    jangan me manggilku demikian-"

"Baiklah, Lohu akan panggil nona Long-gwat saja."

"Terinta kasih, kalau ada tugas lain ha mba di belakang, sekarang hamba mohon diri," lalu dia dia beranjak keluar.

Sambil tetap pegang jarum perak t iba2 Kun-gi me manggilnya: "Nona Long-gwat, tunggu sebentar."

Long-gwat berhenti di ambang pintu, tanyanya: "Ada pesan apa lagi Cu cengcu?" "Lohu baru datang, tidak tahu tata tertib yang ada di sini, ingin kutanya suatu hal padamu. Di sini ada empat kamar kerja, apakah satu sama lain boleh saling berkunjung?"

Long-gwat tertawa lebar, katanya: "Kalian bere mpat adalah tamu agung undangan cengcu kami segala keperluan sudah kami sediakan, sudah tentu gerak-gerik kalian juga tidak dibatasi, tempat ini me mang khusus untuk kerja, supaya tidak terpecah perhatian dan dapat bekerja dengan tenteram, maka masing2 diberikan satu kamar tersendiri, me mbagi tugas untuk sa ma2 mencapai tujuan, satu sama lain boleh saling berunding akan pene muan masing2, Sudah tentu boleh pula saling kunjung me ngunjungi"

"Baiklah, getah racun ini a mat lihay, mereka datang lebih dulu, tentunya sudah me mperoleh sedikit bahan penyelidikan, sebelum kerja, Lohu ingin mendengar saran dan pendapat mereka bertiga."

Setelah Long-gwat keluar, Kun-gi segera buka pintu dan keluar, dalam hati diam2 dia menimang2, akhirnya dia berkeputusan untuk mengunjungi Lok-san Taysu lebih dulu, setiba didepan pintu ka mar orang, pelan2 dia mengetuk pintu. Terdengar suara Lok-san Taysu berkata: "Siapa? Silahan masuk"

Kun-gi menjawab dengan suara lantang: "cay-he Cu Bun-hoa, sengaja kemari mohon petunjuk Taysu." Sembari bicara dia mendorong pintu serta melangkah masuk.

Mendengar Cu Bun-hoa yang datang, lekas Lok-san Taysu berdiri dari kursinya, katanya sambil merangkap kedua tangan: "Maaf Lolap terlambat menya mbut, silahkan Cu-cengcu duduk."

Ternyata Lok-san Taysu hanya duduk2 sama-dia m saja di kursinya, tidak me lakukan kerja apa2, perabot keperluan kerja tiada yang dia keluarkan

Setelah menutup pintu ke mbali, Kun-gi me njura, katanya, "Sengaja cayhe ke mari mohon petunjuk Taysu." Lok-san Taysu rendah hati, Kun-gi dipersilakan duduk di depan meja, iapun ke mba li ke te mpat duduknya, katanya: "Entah ada petunjuk apa kedatangan Cu-cengcu."

"Barusan cayhe sudah periksa getah beracun dari Sam-goan-hwe itu, kukira kecuali a mat beracun, sukar diraba sebetulnya barang beracun dari jenis apa? Taysu paham soal obat2an, selama ini juga selalu mengadakan penyelidikan, apakah   sudah   berhasil menyela minya?"- Habis berkata lalu dengan ilmu Thoa-im-jip-bit (ilmu mengirim gelombang suara) ia mena mbahkan: "Bagaimana pendapat Taysu tentang pribadi Cek Seng-jiang?"

Lok-san Taysu berlagak merenung sebentar, yang benar dia termenung karena mendengar pertanyaan Ling Kun- gi terakhir itu lalu sedikit mengangguk ia menjawab: "Lolap juga a mat menyesal, sejauh ini belum berhasil mene mukan terbuat dari bahan apakah getah beracun ini, kalau cuma diselidiki sukar dibedakan, obat2an umumnya harus dicicipi dengan mulut dan diendus baunya baru bisa dibedakan keasliannya. Tapi getah ini a mat beracun masuk mulut jiwa me layang, hakikatnya sukar dirasakan, paling hanya bisa diraba sesuai dengan sifatnya yang ganas, selama tiga bulan ini boleh dikatakan hasil Lolap nol besar." Lalu ia mena mbahkan pula dengan suara Thoa-im-jip-bit. "Menurut penga matan Lolap dalam persoalan ini ada tersembunyi suatu mus lihat besar"

Kun-gi manggut2, katanya: "Memang betul o mongan Taysu, getah ini merupakan hasil ca mpur aduk yang dlolah sede mikian rupa sehingga sudah kehilangan bentuk aslinya, kalau beberapa jenis racun yang sama sifatnya diaduk menjadi satu, maka kekuatan dan keganasannya menjadi berlipat ganda pula, kalau tidak, tak mungkin getah ini begini keras." Lalu ia mena mbahkan pula dengan ilmu bisik2: "Apakah Taysu tahu mereka punya muslihat apa?"

"Siancai siancay" Lok-san Taysu bersabda. "Cu-cengcu benar2 seorang ahli, demikian juga pendapat Lolap, beruntung Cu-cengcu hari ini datang, selanjutnya kita bisa saling bertukar pikiran " Lalu, iapun menjawab pelahan: "Soal ini Lolap belum bisa mengatakan, yang terang tujuannya bukan untuk menghindar kan petaka yang bakal menimpa kaum persilatan-"

"Usul Taysu baik sekali," kata Kun-gi rendah hati, "Taysu paham ilmu pengobatan, cayhe me mang ingin mohon petunjuk." Lalu dengan gelombang suara dan bertanya: "Apakah Taysu juga terbius oleh mereka waktu diculik ke mari?"

"Me mang sudah beberapa kali Lolap mengadakan percobaan dengan getah racun itu, tapi tiada yang kuperoleh, entah Cu-cengcu punya pendapat apa?" Habis kata2nya lalu dia menjawab dengan gelo mbang suara: "Ya, betul."

Dengan pura2 me mbicarakan penyelidikan getah beracun, kedua orang secara diam2 tukar keterangan dengan ilmu gelombang suara.

Kun-gi berkata lebih lanjut: "Di dalam obat mereka menca mpur obat beracun yang membuyarkan Lwekang orang, bagaimana Taysu?"

"Hawa murni dalam tubuh Lolap tak ma mpu dihimpun, sisa tenaga paling2 hanya satu dua bagian dari keadaan normal, sela ma tiga bulan ini betapapun usahaku tetap tak berhasil kukumpulkan- "

"Apakah Taysu masih ma mpu mengerahkan tenaga murni?" tanya Kun-gi.

Terang sinar mata Lok-san Taysu tanyanya menatap Kun-gi lekat2: "Maksud Cu-cengcu ."

Kun-gi tersenyum, ujarnya: "Taysu jangan tanya, jawablah dulu pertanyaanku."

Terbayang rasa sangsi pada muka Lok- san Taysu, katanya: "Sedapat mungkin Lolap masih bisa mengerahkan hawa murni."

Girang Kun-gi. katanya: "Itulah baik." Dia keluarkan Pi-tok-cu dan ditaruh ke tangan Lok-san Taysu, katanya: "Genggamlah mutiara ini pada kedua telapak tangan Taysu, pelahan2 kerahkan hawa murni ke telapak tangan, terus disalurkan kesekujur badan”.

Betapapun Lok-san Taysu adalah orang yang cukup luas pengetahuan dan pengala mannya dia m2 dia mengintip ke telapak tangan sendiri, katanya kaget dan heran, "Ini kan Le-liong-pi-tok-cu, mut iara yang dapat menawar kan segala racun."

"Lekas Taysu merangkap tangan dan kerahkan tenaga, lenyapkan dulu kadar racun yang mengera m dalam tubuh Taysu."

Sampa i di sini percakapan mereka me nggunakan Thoan-im-jip bit. Lok-san Taysu sedikit mengangguk. lalu berkata: "Harap Cu- cengcu duduk sebentar, belakangan ini Lolap sering merasa letih, sewaktu2 harus bersamadi, harap jangan berkecil hati." Segera Lok- san merangkap kedua telapak tangan di depan dada, pelan2 matapun terpeja m.

Kun-gi duduk di hadapannya, iapun diam saja menunggu dengan sabar, kira2 satu jam barulah didengarnya Lok-san Taysu menarik napas panjang, mendadak matapun terbuka.

Begitu orang me mbuka mata, sinar matanya seketika tampak mencorong terang dan kuat, jelas racun yang menggangu Lwekangnya telah tercuci bersih, dalam hati dia m2 Kun-gi bergirang, tanyanya: "Sudah agak baik Taysu"

Pelan2 Lok-san Taysu berdiri, katanya sambil tetap merangkap kedua tangan: "Bikin repot Cu-cengcu menunggu la ma, kini Lolap sudah segar ke mbali."

Sembari me mberi hor mat, lekas dia angsurkan Pi tok cu pada Ling Kun-gi, lalu berkata dengan gelo mbang suara: "Terima kasih atas bantuan Cu-cengcu, berkat kasiat Pi-tok cu, kadar racun dalam tubuh Lolap sudah tersapu bersih, tapi karena cukup la ma Lwekang buyar, mungkin dalam dua-tiga hari ini baru bisa pulih seperti sediakala."

Kun-gi terima mutiara yang dikembalikan, iapun berkata dengan gelo mbang suara: "Ku hatur-kan sela mat kepada Taysu."

"Budi dan bantuan cengcu me nyembuhkan racun   yang me mbuyarkan Lwekangku ini takkan terlupakan sela ma hidupku, entah apa pula rencana Cu-cengcu selanjutnya?"

"Dalam tahap per mulaan ini, rencana sih belum ada, lebih baik kita bekerja me lihat perke mbangan selanjutnya saja".

Lok-san Taysu manggut2, katanya: "Betul ucapan Cu-cengcu, menurut penyelidikan dan pengawasan Lolap sela ma t iga bulan ini, Cek Seng-jiang adalah ma nusia cerdik yang licik dan licin, banyak akal muslihatnya, terang dia bukan biang- keladi dalam peristiwa ini, umpa ma betul ada muslihat, sekarang masih sukar dijajaki sa mpa i di mana tujuan mereka yang sebenarnya, terutama kalau di belakang layar peristiwa ini ada orang la in yang mengenda likan."

Berpikir sejenak. lalu Kun-gi berkata: "Bagaimana pendapat Taysu tentang Tong Thian-jong dan Un It-hong?"

"Sela ma tiga bulan berkumpul dengan mere ka, pengalaman merekapun sa ma seperti kita, walau Cek Seng-jiang ada maksud merangkul mereka, segala keperluan mereka dilayani serba berlebihan, tapi selama ini mereka tak pernah bertekuk lutut, menurut he mat Lolap. boleh Cu-cengcu secara diam2 bantu mereka me lenyapkan kadar racun di tubuh mereka, dengan gabungan kekuatan kita berempat mungkin lebih gampang menyelidiki tujuan mereka yang sebenarnya menculik kita ke mari dan dari mana asal mula getah beracun ini."

"Pendapat Taysu me mang tepat, cayhe akan bekerja menurut keadaan," kata Kun-gi. Untuk menjaga percakapan mereka tidak didengar orang ma ka mereka pura2 bicara pula tentang penyelidikan getah beracun itu, berselang agak lama baru Kun-gi pamitan-

Kembali ke ka mar kerjanya, sengaja dia mencelup ujung jarum ke dalam getah beracun, lalu di-a mat2i serta berpikir sambil mengerut kening. Betul juga belum la ma dia ke mbali ke ka mar, secara diam2 Long- gwat sudah menarik pintu terus menyelinap masuk. dengan senyum manis dia me mberi hor mat, katanya: "Cu-cengcu tentu sudah letih, santapan siang sudah kuantar ke mari, silakan ma kan dulu." 

Dengan hati2 Kun-gi letakkan jarum perak serta getah beracun di atas tatakan, lalu disimpan ke dalam le mari serta dikunci. Waktu dia me masuki ka mar ma kan, hidangan me mang sudah di-persiapkan, Lok-san Taysu, Tong Thian-jong dan Un it-hong sudah datang lebih dulu dan sedang menunggu kehadirannya.

Ling Kun-gi, Tong Thian-jong dan Un It- hiong sa ma doyan arak dan melalap hidangan yang tersedia dengan lahapnya, hanya Lok san Taysu yang ciajay (makan vegetarian) dan cuma minum teh, tapi mereka bicara amat cocok dan tak habis2 bahan yang mereka bicarakan- Habis makan mereka duduk pula sebentar di ka mar samping, lalu ke mba li ke ka mar kerja masing2 melanjut kan tugas mereka.

Lewat lohor, Kun-gi istirahat sebentar, lalu keluar berkunjung ke kamar kerja Tong Thian-jong.

Kontak pembicaraan mereka sudah tentu seperti pembicaraan Kun-gi dengan Lok-san Taysu. cuma kali ini Kun-gi perlihatkan pedang pendak pember ian Tong-lo hujin serta menjelaskan asal usul sendiri secara ringkas, cara bagaimana dia menyamar cia m- Liong Cu Bun-hoa untuk menyelundup ke sarang musuh ini. Akhirnya dia keluarkan Pi-tok- cu, sehingga racun yang mengganggu di tubuh Tong Thian-jong pun berhasil dicuci bersih.

Hari kedua pada waktu yang sama, dengan cara yang sama dia berkunjung ke tempat Un It-hong serta melenyapkan racun di tubuhnya juga.

Langkah perta ma ini dia telah berhasil dengan baik, sudah tentu tetap di luar tahu Ling-hong dan Long-gwat, kedua pelayan yang selalu mengawasi gerak-gerik mereka setiap hari, apa yang mereka lihat dan perke mbangan apa yang terjadi pasti dilaporkan kepada sang cengcu alias Cek Seng- jiang. Dan Cek Seng jiang justeru menaruh curiga, ma klumlah cia m- liong Cu Bun-hoa seorang tokoh kosen, namanya juga beken, setelah diundang kemari dengan cara penculikan, mes ki dilayani sebagai tamu agung terhormat betapapun di tempat ini dia akan selalu kehilangan kebebasan, tak mungkin sede mikian getol dan besar perhatiannya terhadap getah beracun serta berusaha mene mukan obat penawarnya. oleh karena itu dia perintahkan kepada Ling-ho ng dan Long-gwat yang ada di Hiat-ko-cay, serta Hing- hoa yang ada di ka mar obat, serta ing-jun yang ada di kamar Cu Bun-hoa, untuk lebih me mperketat pengawasan terhadap cu Bun

- hoa.

Disa mping dia suruh anak angkatnya Dian Tiong-pit bertanggung jawab untuk me mperkuat penjagaan dan pengintipan, setiap saat harus selalu me ngawasi gerak-ger ik kee mpat "ta mu agung" itu.

Sudah tiga hari Ling Kun-gi me lakukan tugas kerja di Hiat-ko-cay. selama tiga hari ini dia sibuk, botol2 besar kecil sama berserakan di atas meja kerjanya, ada puyer, ada cairan obat, ada pula dedaunan, maka ka mar kerjanya itu diliputi bau obat yang tebal.

Sudah tentu Cek Seng-jiang tidak percaya begitu saja bahwa dia betul sedang menyelidiki obat penawar, dia berpendapat gairah kerjanya itu justeru sedang berdaya untuk mene mukan obat penawar Lwekang yang ada ditubuhnya. Untuk soal ini dia tidak perlu kuatir, karena di dalam ka mar obat itu hakikatnya tiada satupun bahan obat yang tulen untuk mera mu obat penawar racun yang membuyarkan Lwekang mereka. Terutama "tamu" yang telah berada di Coat Sin-san-ceng, tumbuh sayappun jangan harap bisa terbang keluar.

Tengah hari ketiga, setelah makan siang, seorang diri Kun-gi beranjak ke ka mar kerja sendiri, perasaannya terasa berat seperti dibebani apa-apa. Karena selama tiga hari ini, setelah berlangsung pembicaraan dengan Lok-san Taysu, Tong Thian-jong dan Un It- hong, walau dia sudah punahkan racun di badan mere ka, namun persoalan pelik yang mere ka hadapi dan sukar diatasi masih ber- tumpuk2. Umpa manya: "Kenapa Cek Seng-jiang bersusah payah dengan berbagai muslihat mengundang mereka kemar i? Sudah tentu soal getah beracun ciptaan Sam-goan hwe yang diceritakan itu tak boleh dipercaya, kalau tidak mau dikatakan hanya bualan belaka, tapi dari mana sebetulnya getah beracun itu? Kenapa dia ingin cepat2 me mpero leh obat penawarnya?

Lok-san Taysu berpendapat, Cek Seng-jiang adalah orang yang diberi tugas me ngepalai Coat Sin-san-ceng dan minta mereka berdaya mene mukan obat penawarnya, di belakang tabir semua persoalan ini tentu masih ada biang keladinya. Lalu siapa orang yang ada dibalik tabir? Apa pula tujuannya?

Waktu datang jelas terlihat dirinya berada di depan sebuah perkampangan di kaki bukit, kenapa kenyataan Coat Sin-san-ceng sekarang dikelilingi air, di luar lingkaran air dipagari gunung pula? Umpa ma mereka tumbuh sayap juga jangan harap bisa terbang pergi.

Sudah tentu persoalan yang paling penting adalah getah beracun itu, menurut Tong Thian jong dan Un It-hong yang ahli di bidang racun, getah yang amat keras kadar racunnya ini sungguh sulit untuk meramu obat penawarnya. Walau komplotan ini me mpunyai getah beracun yang begini lihay, tapi selama obat penawarnya belum diperoleh, mereka masih jeri dan ragu2 untuk bergerak. tapi betapapun hal ini cukup prihatin dan besar bahayanya. Seumpa ma seperti apa yang dikatakan Cek Seng Jiang, mereka bertindak terhadap golongan hitam atau aliran putih dari kaum persilatan, maka petaka yang akan menimpa setiap insan persilatan sungguh sukar dibayangkan-

Duduk di belakang meja kerjanya, pikiran Ling Kun-gi sema kin butek. semakin dia pikir terasa persoalan semakin ruwet dan sukar diraba.

Mendadak terpikir olehnya, segala persoalan yang dihadapinya me lulu menyangkut getah beracun ini, se mua persoalan timbul juga karena getah beracun ini, kalau obat penawarnya bisa dite mukan, segala persoalan dengan sendirinya tiada lagi. Mengingat obat penawar, seketika dia teringat pada Pi-tok-cu di dalam kantongnya. Pi-tok-cu dapat menawarkan segala maca m racun di jagat ini, sudah tentu bisa pula menawarkan kadar racun getah itu. Segera dia merogoh keluar mutiaranya. dengan hati2 dan pelan2 dia tutulkan mut iaranya ke atas getah yang dia taruh di tatakan- Sungguh tak terduga hanya sedikit menutul saja, mendadak terdengar suara "ces" yang cukup keras dipermukaan tatakan, bunyi seperti lembar besi yang me mbara tiba2 di masukkan ke dalam air, getah beracun yang ada di tatakan seketika mengepulkan asap kuning yang tebal.

Keruan kaget Kun-gi bukan main, lekas dia periksa Pi-tok-cu di tangannya, untung tidak kurang suatu apa2.

Pada saat itulah, didengarnya pintu ka mar kerjanya terbuka, Long-gwat, pelayannya secara diam2 me langkah masuk me mbawa poci berisi air teh. Untung Kun-gi cukup cekatan, lekas dia sembunyikan mut iara ke dalam bajunya.

Sudah tentu Long-gwat sempat melihat asap kuning yang menguap dari tatakan, matanya mengerling Kun-gi, katanya tertawa: "Kenapa Cu-cengcu tidak istirahat sebentar? Sibuk kerja terus."

Kun-gi angkat kepala sambil berkata tertawa: "Saking iseng, Lohu coba2 pakai beberapa macam obat ini untuk me ncoba kadar racunnya."

"Se mangat kerja cu cengcu me mang menyala2 . . . . " sembari bicara dia maju mende kati meja, baru saja dia mau menuang secangkir teh untuk Kun-gi. Mendadak ia menjerit tertahan, cang-kir dan poci dia taruh di atas meja, serunya kegirangan: "Cu-cengcu, kau berhasil coba lihat, getah di tatakan ini sekarang berubah menjadi air bening."

Me mang betul, setelah asap kuning lenyap dari per mukaan tatakan, getah setengah tatakan yang semula berwarna hitam legam kini telah berubah menjadi air bening.

Karena Long-gwat tadi masuk secara mendadak. Kun-gi sibuk menye mbunyikan mutiara, bukan saja tidak me mperhatikan perubahan yang terjadi di dalam tatakan, malah sekenanya dia bilang sedang mencoba dengan beberapa maca m jenis obat. Kini setelah mendengar teriakan Long-gwat, diam2 ia mengeluh: "Wah, terlihat oleh dia, urusan mungkin bisa runyam?" Terpaksa dia harus bersikap kejut2 girang. segera ia pura2 periksa air bening di dalam tatakan dengan seksama, akhirnya ia bergelak tertawa.

Dengan tertawa senang Long-gwat memberi hor mat kepada Kun- gi, katanya: "Selamat cu-ceng-cu pasti akan berhasil mene mukan obat penawarnya."

Tiba2 berubah kaku mimik tawa Kun-gi, kedua matanyapun jelalatan kian ke mari se mentara tangan sibuk me mba lik2 botol diatas meja yang berserakan, dengan lagak gugup tangan yang lain garuk2 kepala, serunya: "celaka, barusan Lohu a mbil beberapa maca m obat terus diaduk dan diramu jadi satu, entah obat2 mana saja tadi yang telah kugunakan untuk menawarkan getah beracun ini?"

Long gwat tertawa, katanya: "cu-cengcu sudah berhasil menawarkan getah beracun ini, asal dicoba lagi beberapa kali pasti akan berhasil dite mukan dengan mudah, ini kabar baik, sungguh gembira, sayang cengcu kita tidak di rumah "

Tergerak hati Kun-gi, tanyanya: "Cek-cengcu pergi ke ma na?" "Ha mba tidak tahu, semalam cengcu keluar, mungkin besok

ma lam baru pulang," lalu dia tuang secangkir teh dan berkata:

"cengcu tiada, tapi ada Kongcu yang bertanggung jawab di sini, Cu- cengcu berhasil menawarkan getah beracun ini, ha mba harus segera melaporkan kabar baik ini kepada Kongcu." Habis bicara pelayan itu terus berlari keluar.

"Nona, tunggu sebentar," cegah Kun-gi.

"Cu-cengcu ada pesan apa?" seru Long-gwat berhenti. "Kongcu yang nona katakan, tentunya anak Cek-cengcu?" "Dian- kongcu adalah anak angkat cengcu kita." "Entah siapakah na ma Dian-kongcu?" "Dian- kongcu berna ma Tiong-pit."

Ling Kun-gi manggut2, katanya sambil menge lus jenggot: "Getah beracun ini hanya secara kebetulan dapat kupunahkan, tapi belum bisa aku mene mukan obat2 ra muan yang mana adalah penawar yang sebenarnya, kalau dikatakan berhasil maka baru lima puluh persen saja, perlu kucoba pula untuk beberapa kali, oleh karena itu, kukira hal ini belum saatnya untuk dilaporkan kepada Kongcu kalian

........"

"Ha mba tahu, tapi kalau hal ini tidak kulaporkan, bisa jadi kepalaku akan dipenggal?" habis berkata buru2 dia berlari pergi.

Kun-gi jadi menjublek di te mpatnya, pada saat dia ragu2 dan merancang sikap apa yang harus dia lakukan untuk menghadapi perkembangan selanjutnya, tampak daun pintu terdorong, Ling- hong tampak berlari masuk sa mbil berseri senang, katanya sambil me mber i hor mat: "Konon Cu-cengcu berhasil menawar kan getah beracun, buru2 hamba ke mar i menyampa ikan sela mat kepada Cu- cengcu."

Kun-gi bergelak tertawa, katanya: "Terima kasih nona, Lohu hanya mene mukan obat penawarnya secara kebetulan."

"Itupun berkat usaha Cu-cengcu. Konon getah beracun ini tiada obat penawarnya di dunia ini, kini kenyataan Cu-cengcu berhasil menawarkannya," de mikian Ling-hong.

"Ah, masih terlalu pagi untuk dikatakan berhasil," ujar Kun-gi. Tengah bicara, tampak Lok-san Taysu, Tong Thian-jong dan Un

It-hong yang mendengar kabar itu serempak juga masuk ke kamarnya. Lekas Ling- hong mengundurkan diri.

"o mitohud" Lok-san Taysu bersabda, "Lolap dengar Cu-cengcu berhasil menawarkan getah beracun itu, sungguh menyenangkan dan harus diberi sela mat" Habis berkata lalu dengan Thoan- im-jip- bit dia bertanya: "Apa yang telah terjadi?" Untuk me mber i kesempatan Lok-san Taysu bicara dengan Kun-gi, sengaja Tong Thian-jong tertawa keras, katanya: "Cu-heng me mang lihay, tiga bulan kami bersusah payah tanpa berhasil, hanya tiga hari Cu-heng datang lantas berhasil me munahkan getah beracun ini."

"Ah, mana, mana?" ujar Kun-gi merendah hati, lalu dia jelaskan kejadian tadi.

Un It-hong lantas menyambung "Dalam waktu singkat ini pasti Cu-heng bisa mera mu obat penawar yang lebih se mpurna lagi"

Berkerut alis Lok-san Taysu, sejenak dia merenung, katanya dengan mengir im gelombang suara: "Bahwa Pi-to k-cu dapat me munahkan getah beracun me mang satu hal yang patut dibuat girang, selanjutnya getah beracun ini tidak perlu ditakuti lagi, tapi hal ini sudah telanjur terjadi, Cek Seng-jiang pasti akan mendesakmu agar selekasnya meramu obat penawarnya yang asli, sementara waktu mungkin kau bisa berpura2, kalau sa mpa i ber- larut2 la ma mungkin mere ka akan curiga."

"Biarlah kita bekerja melihat gelagat saja," sahut Kun-gi, "yang penting, sekarang kita harus selekasnya mene mukan muslihat dan tujuan mereka? Siapa pula yang berada dibelakang layar mengenda likan Cek Seng-jiang? Kalau sekaligus dapat kita bongkar seluruhnya, sudah tentu baik sekali."

Sampa i di situ pe mbicaraan mereka, tampa k Ling-hong me langkah datang dengan cepat, katanya me mberi hor mat: "Lapor Cu-cengcu, Kongcu ka mi tiba."

Terdengar langkah r ingan dengan ter-buru2, cepat sekali Long- gwat telah mendorong pintu. Tampak seorang pe muda berjubah biru dengan gelung ra mbut berkundai e mas di atas kepala me langkah masuk dengan bersenyum, katanya sambil menjura: "Siautit Dian Tiong-pit me mberi salam hor mat kepada pa man cu."

Sekarang lebih nyata bagi Kun-gi bahwa Dian Tiong-pit ini me mang pe muda baju biru yang telah dikuntitnya sejak dari Kayhong itu, lekas iapun me mbalas hor mat, katanya: "Dian-siheng tak perlu banyak adat."

Alis menega k. mata besar bersinar, sikap gagah dan kereng, demikianlah keadaan Dian Tiong-pit, kini dia bersikap hor mat dan ramah, ber-turut2 ia-pun me mberi salam kepada Lok-san Taysu, Tong Thian-jo ng dan Un It-hong, lalu berkata pula kepada Kun-gi: "Siautit dengar katanya paman cu berhasil me munahkan getah beracun, inilah kabar gembira, sungguh keberuntungan besar kaum persilatan di seluruh jagat pula, sayang Gihu kebetulan keluar rumah, sengaja Siautit kemar i menyampaikan sela mat, sekaligus mohon pa man cu da-tang ke Kia m-khe k sebetar untuk bicara."

"Khian-khek me ma ng belum pernah dikunjungi, kebetulan sekiranya dirinya diajak kesana, lekas Ling- Kun-gi berkata: "Terima kasih atas undangan Dian-s iheng. Baiklah Lohu ir ingi kehendakmu."

Terunjuk rasa senang pada wajah Dian Tiong-pit, katanya: "Baik, silahkan pa man cu"

Berkelebat rona curiga pada sorot mata Tong Thian-jong, lekas dia berkata dengan Thoan-im-jip-bit kepada Ling Kun-gi: "Sorot mata bocah she Dian ini agak mencur igakan, Ling- lote harus hati2."

Kun-gi me mber i hor mat dan pamit sebentar kepada Lok-san Tay- su bertiga terus keluar. Pada saat bicara, diam2 dia mengangguk kepada Tong Thian-jong.

Dian Tiong-pitpun me mberi hor mat dan mohon pa mit kepada mereka bertiga, lalu berkata: "Marilah Siautit menunjukkan jalannya." Lalu dia mendahului berjalan di muka.

Khia m- khek terletak bagian ujung barat, sekitarnya dikelingi air, tepat di tengah2 air sana berderet tiga petak gardu yang dikelilingi pagar kayu,jembatan batu yang menghubungkan darat dan ketiga gardu itu berliku sembilan kali, letaknya kebetulan saling berhadapan dengan Hiat-jo-cay di sebelah timur sana.

Di bawah ir ingan Dian Tiong pit, setelah melewati je mbatan batu sembilan liku, langsung me nuju ke deretan tiga gardu di tengah air sana, gardu ini ditabiri kerai ba mbu, kelihatan a mat hening dan tenteram, Baru saja mereka t iba di depan gardu, seorang dayang pakaian hijau segera menyingkap kerai dan me mbungkuk hor mat kepada Dian Tiong- pit, katanya: "Siancu sudah menunggu di dalam gardu, harap Kongcu mengir ingi Cu-cengcu ke dalam mene mui beliau."

Dian Tiong- pit me mba lik dan menyila kan, "Silahkan pa man cu" "Lohu baru datang, Dian-siheng jangan sungkan, silakan tunjuk

jalannya," ujar Kun-gi. Ter-paksa Dian Tiong-pit beranjak masuk

lebih dulu.

Itulah sebuah ka mar ta mu yang kecil tapi terpajang serba sederhana dan serasi dengan keadaan dan suasana, meja kursi seluruhnya terbuat dari bambu kuning, pada sebuah kursi yang terletak di sebelah atas duduk seorang nyonya muda berpakaian ala puteri keraton, melihat Dian Tiong-pit masuk mengir ingi Ling Kun-gi, matanya me-ngerling pelan2 berdiri.

Sekali pandang, Kun-gi lantas kenal nyonya muda yang dipanggil Siancu ini ternyata adalah Hian-ih- lo-sat.

Hal ini tidak menjadikan dia heran atau kaget, karena Hian-ih-lo- sat me mang seko mplotan dengan peristiwa Cin-Cu-ling itu.

Lekas Dian Tiong-pit maju me mberi hor mat, katanya: "coh ih (bibi coh), paman cu telah da-tang." Lalu dia berkata kepada Ling Kun-gi: "inilah bibi coh, anggota keluarga Gihu, ayah sedang keluar, segala urusan besar-kecil dalam Coat Sin-san-ceng ini ada bibi coh yang mengurus dan bertanggung jawab, tadi mendapat laporan bahwa paman cu berhasil me munahkan getah beracun, maka beliau ingin berhadapan dengan pa man cu ma ka Siautit diperintahkan mengundang pa man Cu ke mari."

Pada saat Dian Tiong-pit bicara, sepasang mata Hian- ih-to sat menatap Kun-gi lekat2 kini iapun berkata dengan tersenyum: "Sudah la ma ku- dengar na ma besar Cu-cengcu dari Liong-bin-san- ceng, hari ini dapat berhadapan dan ternyata memang tidak bernama kosong." Lalu dia melirik Dian Tiong-pit dan mengo me l: "Dian-toasiauya, Cu-cengcu adalah ta mu kita, lekas silakan duduk"

Ter-sipu2 Dian Tiong-pit mengiakan, dan angkat tangan: "Silakan duduk pa man cu"

Kun-gi me mberi hor mat pada Hian-ih- lo-sat, katanya: "Kiranya nona coh, beruntung dapat bertemu." Lalu dia duduk di hadapan Hian-ih- lo-sat.

Dian Tiong-pit hanya berdiri saja di samping dengan sikap hormat.

Pelayan masuk menyuguhkan air teh. Kata Hian-ih-lo-sat: "Silakan minim Cu-cengcu." Lalu dia berpaling pada Dian Tiong-pit di samping: "Aku mau bicara dengan Cu-cengcu, kau boleh keluar saja."

Dian Tiong- pit mengiakan dan mohon diri.

Segera Kun gi berkata sambil menatap muka orang: "nona coh mengundangku ke mari, entah ada urusan apa?"

"Dalam waktu dua hari Cu-cengcu berhasil me munahkan getah beracun yang tiada obat penawarnya di kolong langit ini, sungguh suatu hal yang mengge mbirakan, tapi juga agak mengherankan."

Tergerak hati Kun-gi, katanya: "Darimana nona tahu kalau getah beracun milik Sa m-goan-hwe itu t iada obat penawarnya?"

Melenggong Hian- ih-lo-sat oleh pertanyaan yang tak pernah diduganya ini, dia bersenyum lebar, katanya: "Paling tidak sebelum hasil Cu-cengcu ini, racun ini tiada obat penawarnya . "

"Sebetulnya cayhe juga tidak yakin, namun kegaiban telah terjadi secara kebetulan, sejauh ini caybe masih belum tahu kenapa maca m obat di antaranya yang cocok dalam ramuan itu untuk mengubah getah beracun itu menjadi air bening? Se mula kupikir sebelum semua ini menjadi se mpurna, sebaiknya hal ini jangan diketahui orang banyak."

"o, jadi Cu-cengcu mau menye mbunyikan kesuksesanmu ini?" Ling Kun-gi menyengir, katanya: "Ada sesuatu yang tidak nona coh ketahui, usahaku ini baru berhasil dalam langkah per mulaan, perlu diselidiki lebih me ndalam pula, setelah diadakan beberapa kali percobaan pula baru akan bisa ditemukan obat penawarnya yang benar2 tulen."

"Entah berapa lama Cu-cengcu akan mene mukan obat penawarnya yang tulen itu?"

"Sukar dikatakan, yang terang aku akan kerja keras."

Pembicaraan soal getah beracun berakhir sampai di sini. Tapi Hian-ih- lo-sat kelihatannya suka ngobrol, dia unjuk senyum menggiurkan kepada Kun-gi, lalu bertanya: "Kudengar Cu-cengcu punya seorang puteri yang cantik, orang2 Kangouw me manggilnya Liong- bin- it-hong, entah siapa na manya dan berapa usianya?"

Dia m2 Kun-gi menge luh dalam hati, hal2 yang ditanyakan ini padahal tidak pernah dia ketahui sebelumnya, beruntung dia tahu kalau Pui Ji-ping punya seorang Piauci, usianya sebaya meski agak lebih tua sedikit, kalau Pui Ji-ping berusia 19 ia yang sela ma bicara Ji-ping tidak menyebut siapa piaucinya, kini Hian-ih-lo-sat bertanya, otaknya yang cerdik segera berpikir kalau Piau- moay bernama Ji- ping, bukan mustahil sang Piauci berna ma Ji-lan, maka dengan gelak. tertawa dia menjawab: "Puteri- ku bernama Ji-lan, tahun ini berusia 19"

Hian-ih- lo-sat tersenyum manis, katanya: "Cu-cengcu, di sini ada seorang, entah kau mengenalnya tidak?" Lalu dia berpaling dan berseru: "Giok-je, suruhlah Ho Tang-seng ke mari."

Seorang pelayan di luar pintu segera meng ia- kan terus berlalu. Dia m2 Kun-gi menimang2. "Entah siapa pulia Ho Tang-seng ini?

Kenapa dia menyuruhnya ke mari? Mungkinkah dia kenal baik dengan cu- ceng-cu? "

Cepat sekali pelayan itu sudah ke mba li dan berseru: "Lapor Siancu, Ho Tang- seng sudah datang."

"Suruh dia masuk" Kerai disingkap. masuklah seorang laki2, bermuka burik beralis tebal dan berpakaian ketat warna ungu, dengan munduk2 dia me mber i hormat serta berseru: "Hamba Ho Tang-seng menghadap Siancu."

"Ya," Hian- ih-lo-sat tertawa, katanya: "Cu-cengcu masih mengenalnya?"

"Ho- congsu ini me mang seperti pernah kulihat entah di ma na." Seperti tertawa tapi tidak tertawa Hian-ih-lo-sat meliriknya,

katanya. "Ho Tang seng, hayo mem-beri hor mat kepada Cu-

cengcu."

"congsu tidak usah banyak adat."

Hian-ih- lo-sat Cekikan, katanya: "Kalau demikian, Cu-cengcu tidak menyalahkan dia telah berkhianat terhadap perkampunganmu, kini dia mondo k diperka mpungan kami."

Dia m2 tersirap darah Ling Kun- gi, bila Ho Tang-seng betul2 orang dari Liong-bin-san-ceng. kalau anak buah saja tidak kenal, bukankah diri-nya telah menunjukkan gejala2 kurang sehat? Untung otaknya encer, sorot matanya menunjukkan perasaan dingin mena mpilkan amarah yang tertekan, katanya tawar sambil menge lus jenggot: "cay-he sendiri telah kini menjadi tawanan di sini, apa-lagi hanya seorang anak buahku?"

Hian-ih- lo-sat tetap tersenyum, katanya, "Ho Tang-seng tiada tempat berpijak di Liong- bin-san-ceng, maka terpaksa dia lari ke mari, harap Cu-cengcu tidak marah " Lalu dia berpaling dan tanya pada orang itu "Berapa tahun kau berada di Liong-bin-san-ceng?"

"Dua tahun," sahut Ho Tang-seng.

"Cu-cengcu punya seorang puteri, siapa na manya dan berapa usianya, kau tahu?"

"siocia berna ma Ya-khim, berusia 19."

Hian-ih- lo-sat manggut2, tangannya mengulap. katanya: "Kau boleh pergi." Ho Tang seng segera mengundurkan diri. Rada kelam air muka Hian-ih-lo-sat, kata-nya menatap Ling Kun- gi dengan nada setengah menyindir: "cu cengcu, menyebut na ma puterimu sendiri kok salah?"

Berubah roman Kun-gi, katanya dengan gusar: "Apakah tidak keterlaluan kata2 nona?"

"Bicara terus terang, kurasa wajah Cu-cengcu mungkin juga dirias sedemikian rupa."

Sikap Kun-gi se ma kin garang, katanya: "Lo-hu berjalan tidak perlu ganti na ma, duduk tidak perlu mengubah she, kenapa harus pakai mer ias diri segala?"

"Me mangnya aku juga berpikir de mikian, tapi melihat kenyataannya mau t idak ma u aku harus bercuriga."

"Maksud nona, kalian salah mengundangku ke mari?"

"Mungkin de mikian, cuma kupikir apakah kau sengaja me wakili Cu-cengcu ke mari."

"Sengaja mewa kili Cu-cengcu?" kata2 ini betul2 menggetar sanubari Ling Kun-gi, dia m2 ia kerahkan tenaga di tangan kiri, mukanya kereng, katanya: "Apa, maksud nona?"

"Jangan marah Cu-cengcu, aku hanya ingin me mbongkar rahasia hatiku sendiri, tiada ma ksud jahat terhadapmu," tanpa menunggu Kun-gi bersuara, dia lantas mena mbahkan: "peduli Cu-cengcu tulen atau palsu kau tetap adalah tamu agung terhormat di Coat Sin-san- ceng ini."

Kun-gi bersikap tidak mengerti, katanya sambil menatap Hian-ih- lo-sat: "Apa maksud nona sebenarnya?"

"Dihadapan seorang asli tidak perlu berbohong," tiba2 Hian- ih-lo- sat cekikikan, "se mala m di Liong-bun- kin aku me nawan seorang, kalau dibandingkan dengan kau "Cu-cengcu", dia agak sedikit mirip."

"Agak sedikit mirip", maksudnya orang yang dibekuknya se mala m itu pasti adalah cia m- Liong Cu Bun-hoa yang tulen. Semula Kun-gi masih ragu, tapi setelah dia hitung waktunya, me mang saatnya tepat sesuai janji Cu Bun-hoa untuk me luruk ke mari meno long dirinya dari luar, jadi kini cu Bun- boa telah tertawan oleh mus uh. Bagaimana ilmu silat Cu Bun-hoa ia sendiri tidak tahu. Tetapi Kim Kay-thay, Un It-kiau, Lam-kiang-it-ki dan tokoh2 silat la innya ber-turut2 menghilang, ke mungkinan se muanya telah menjadi tawanan ko mplotan C in-Cu-ling, bahwa cia m- Liong juga menjadi tawanannya, kiranya dapat dipercaya.

Cuma di ma na orang2 ini di sekap? Apakah di dalam Coat Sin- san-ceng juga? Mendadak dia ingat pada ibunya yang telah menghilang beberapa waktu la manya, kemungkinan beliau juga terkurung bersa ma orang banyak ini. Bukan Mustahil di ta man bunga ini terdapat ka mar tahanan di bawah tanah.

Melihat sekian la ma orang tidak bersuara, dengan suara lembut Hian-ih- lo-sat berkata pula: "Kini kau sudah percaya?"

"Lohu justeru tidak percaya, di kolong langit ini mana bisa muncul dua cia m-Liong Cu Bun-hoa sekaligus."

"Yang tulen tentu hanya satu, kalau Cu- Ceng cu punya minat, bisa kubawa kau me lihatnya," demikian ajak Hian-ih-lo-sat.

"Baik sekali, Lohu me mang ada maksud ini."

"Bolehkah ini dina ma kan pertemuan dua naga? Dua cia m-long bernama Cu Bun-hoa akan saling berhadapan, kisah ini tentu akan menjadi dongeng yang mengasyikan di Bu- lim."

Ling Kun-gi berdiri, katanya: "Di mana dia?"

"Mari Cu-cengcu ikut aku," lalu Hian-ih- lo-sat menuju gardu atau paseban sebelah.

Agaknya sedikitpun dia tidak menaruh prasangka apa2, dia berjalan di depan me mbe lakangi Ling Kun-gi, seluruh Hiat-to di belakangnya berarti terpampang di hadapan anak muda itu. Jarak kedua orangpun amat dekat, asal mau ulur tangan Kun-gi pasti bisa me mbe kuknya. Tapi Hian- ih-lo-sat berjalan dengan gemulai se- olah2 dia yakin bahwa Ling Kun-gi tidak akan berani turun tangan terhadap dirinya.

Kun-gi sendiri juga ragu2 dan kebat-kebit, terpaksa ia ikuti masuk ke sebuah ka mar kecil di belakang paseban.

Waku ia awasi kamar kecil ini, tampak di sebelah timur sana, di atas sebuah dipan kayu rebah telentang seorang. Wajahnya tampak halus putih, alisnya tebal, jenggot hitam sebatas dada, sekilas pandang dia lantas tahu wajah orang ini mirip sekali dengan muka dirinya, muka asli cia m- Liong Cu Bun-hoa.

Sudah tentu Kun-gi t idak tahu bahwa orang ini cia m- Liong tulen atau palsu? Tanpa terasa ia, mengejek: "Mirip sekali sa marannya."

Hian-ih- losat meliriknya, katanya dengan hambar: "Kau tidak percaya kalau dia ini yang tulen?"

"Nona coh tadi mengatakan, yang tulen hanya ada satu? Kenapa tidak kau suruh dia bangun, supaya Lohu menanyai dia"

"Me mbangunkan dia boleh saja, kalau tidak mana Cu-cengcu mau menyerah dan tunduk lahir batin, betul tidak?" la lu dia mena mbahkan: "cu-,cengcu yang satu ini hanya tertutuk jalan darah penidurnya, tolong kau sendiri yang turun tangan me mbuka Hiat- tonya, kau boleh tanya siapa dia?"

Kun-gi me ndengus sekali, kuatir dijebak orang, dia m2 ia kerahkan tenaga di kedua lengan, pelan2 dia mende kati pembaringan dan me mbuka Hiat-to penidur Cu Bun-hoa.

Cepat sekali Cu Bun-hoa sudah me mbuka mata dan pelan2 dia bangkit berduduk, keadaannya seperti amat payah dan letih, namun sorot matanya me mancarkan a marah, sekilas dia pandang kedua orang ,dihadapannya. Waktu melihat seorang laki2 yang berparas mirip dirinya berdiri di depan pe mbar ingan, sekilas dia ta mpa k me lenggong, bentaknya rendah: "Pere mpuan hina, kalian ma u berbuat apa terhadap diriku?"

Begitu dia buka suara, Kun-gi lantas tahu bahwa orang ini me mang cia m- Liong cu un-hoa yang asli, keruan ia kaget. Hian-ih- lo-sat cekikikan, katanya: "Cu-cengcu mesti marah begini rupa? Beginilah duduk persoalan-nya, Cu-cengcu yang kami undang ke mari tidak percaya bahwa kau adalah cengcu dari Liong-bin-san- ceng, maka terpaksa kuiringi dia ke mari me lihat mu, kukira kalian satu sama lain pasti kenal, tak perlu aku me mperkenalkan kalian lagi."

Terunjuk rasa kaget, heran serta curiga sorot mata Cu Bun-hoa, katanya setelah mengawasi Ling Kun-gi : "Siapakah cengcu Liong- bin-san-ceng? Lohu t idak tahu."

"Kenapa Cu-cengcu masih pura2? Sejak kutawan tadi, muka mu sudah kucuci bersih, siapa di antara kalian adalah Cu-cengcu tulen, tentu kalian sendiri mengerti."

"Sedikitpun aku tidak mengerti," seru Cu Bun-hoa marah. Lalu dia berpaling kepada Ling Kun-gi, bentaknya: "Siapa kau?"

Sekilas Kun-gi mengerut kening, tapi otaknya yang cerdik lantas berkeputusan bagaimana dia harus bersikap katanya, ter-gelak2: "Siapa Lohu? Kalian me mang pandai ma in sandiwara. Di dalam bubur kalian menaruh racun, menutuk Hiat-to di dadaku lagi, dalam hati kalian sudah tahu sendiri, kenapa tanya kepadaku ma lah?"

Kalau kepepet timbul akalnya, secara tidak langsung kata2nya ini me mber i mengingatkan Cu Bun-hoa yang sembunyi di ka mar rahasia, bahwa dia pasti menyaksikan bagaima na In Thian-lo k menutuk Hiat-tonya, kalau Cu Bun-hoa dihadapannya ini samaran pihak lawan sengaja mau menjajal dirinya, maka kata2nya itupun tidak akan menarik perhatian pihak lawan-

Ternyata sorot mata Cu Bun-hoa tampak berubah, mendadak dia bertanya dengan mengirim gelo mbang suara, "Betulkah kau Ling- lote?" - Kini terbukti bahwa Cu Bun-hoa dihadapannya me mang tulen.

Dengan mengelus jenggot dan manggut2 Kun-gi menjawab dengan gelo mbang suara: "cayhe me mang Ling Kun-gi, bagaimana Cu-cengcu bisa tertawan mereka?" "Lohu terjebak dan di bokong oleh perempuan siluman itu

.........."

Keduanya saling tatap dan pura2 saling menga mati, mere ka bicara secara diam2, tapi sampai di sini pe mbicaraan mereka tiba2 Hian-ih- lo- sat cekikikan, tukasnya: "Kalian sudah selesai bicara?" tangannya menuding ke arah Cu Bun-hoa, katanya lebih lanjut: "Kukira Cu-cengcu yang ini perlu istirahat pula, kami tidak mengganggumu lagi."

Tampak Cu Bun-hoa berbangkis, kelihatan semakin loyo dan kecapaian, pelan2 dia menjatuhkan diri dan rebah pula di atas pembaringan-

Keruan Kun-gi terperanjat, batinnya: "Mungkin pere mpuan siluman ini mengerja inya lagi?"

Sambil tersenyum Hian-ih- lo-sat pun angkat tangannya ke arah Ling Kun-gi, katanya. "Silakan Cu-cengcu duduk di luar."

Kun-gi sudah waspada, me lihat tangan orang bergerak ke arahnya, lekas dia menyurut mundur sa mbil tahan napas, katanya sambil me njengek: "Tak tersangka ia juga ahli pe makai obat bius."

"Cu-cengcu tidak usah kuatir," ujar Hian-ih- lo-sat sambil cekikikan genit dan menger ling, "peduli kau ini yang tulen atau palsu, kau tetap sebagai tamu terhor mat Coat Sin-san-ceng kita, aku tidak akan menggunakan obat bius terhadapmu, mari silakan kita bicara di luar saja."

Entah muslihat apa di balik kera mah tamahan orang, terpaksa Kun-gi ikut keluar. Mereka ke mbali ke ka mar tamu dan duduk di tempat se mula.

"Nona coh masih ada urusan apa, katakan saja," kata Kun-gi. "Kau sudah berhadapan dengan Cu-cengcu yang asli, kalau tidak

salah malah kalian sudah mengada kan pembicaraan, kini tak perlu

menyinggung siapa tulen siapa palsu, tapi satu hal perlu kutegaskan padamu " "Soal apa?"

"Mengenai obat penawar getah beracun itu." "cayhe sudah bilang "

"Aku mengerti," tukas Hian-ih lo-sat, "kalau kau bisa ubah getah hitam kental itu menjadi air bening, pasti telah menemukan obat penawarnya, setelah kau menciptakan obat penawarnya baru kalian yang tulen dan palsu boleh pergi dari coat-sin-san Ceng dengan selamat."

"Kau menganca m dan me meras Lohu?"jengek Kun-gi.

"Jangan pakai istilah menganca m atau me meras segala, terlalu menusuk telinga, katakan saja sebagai syarat imba lan-"

Bertaut alis Kun-gi, katanya: "cayhe tidak begitu yakin-"

Mendadak berubah ketus nada Hian-ih-lo-sat, katanya: "Kau harus menyelesaikan tugas mu, kuberi waktu sela ma 10 hari."

"Mungkin sulit, 10 hari terlalu pendek waktunya, cayhe "

"10 hari sudah terlalu la ma bagiku, sebetulnya cukup lima hari."

Setelah me-nimang2 Kun-gi berkata sambil menggeleng: "10 hari betul2 a mat "

Hian ih- lo-sat berdiri, katanya tandas: "Tak usah bicara lagi, semoga dalam 10 hari ini kau bisa menyerahkan obat penawarnya, kalau tidak "

Kun-gi ikut berdiri, tantangnya: "Memangnya kenapa kalau tidak?"

"Kalau tidak kau serahkan obat penawarnya dalam 10 hari, urusan menjadi berabe bagi kita se mua. Nah, silahkan Cu-cengcu."

Mendadak tergerak hati Kun-gi, kata2 "kita se mua" mungkin terlanjur diucapkan- Kita se mua, yang dimaksud mungkin termasuk dia sendiri, itu berarti orang di belakang layar itu sudah mendesak terlalu keras, maka perintah batas waktu 10 hari tidak boleh ditawar lagi, ma ka dirinya harus tepat waktunya menyerahkan obat penawarnya.

Kun-gipun tidak banyak bicara lagi, setelab menjura dia berkata: "cayhe akan bekerja sekuat tenaga."- ia menyingkap kerai dan beranjak keluar.

Ia menyusuri je mbatan liku se mbilan menuju ke deretan kolam bunga, sepanjang jalan ini dia melangkah la mbat2, waktu dia tiba di depan gunung buatan, tampak Tong Thian jong tengah mendatangi dari jalanan kecil berbatu krikil sana sambil menggendo ng tangan, waktu me lihat Kun-gi segera dia menyongsong sa mbil tertawa: "Cu- heng sudah ke mbali?"

Lekas Kun- gi me mberi hor mat, katanya: "o, kiranya Tong-heng sedang jalan2 di sini."

"Menjelang magrib ini pe mandangan alam disekitar sini sungguh indah," ujar Tong Thian-jong. Lalu dengan gelo mbang suara dia bertanya, "Ling-lote, untuk apa bocah she Dian itu mengundangmu kepaseban sana? Kuatir me ngala mi kesulitan, Lohu ditugaskan naik ke atas bukit mengawasi keadaan sana, sementara Un-heng berada di kolam bunga, di belakang gunung buatan sana, bila perlu kami akan me mberi bantuan pada mu."

Demikianlah se mbar i ber-cakap2 dan bersenda gurau mereka menyusuri kolam bunga sana, setelah celingukan tidak terlihat bayangan orang, secara ringkas Kun- gi ceritakan pengala mannya tadi. Tong Thian jong kaget, katanya. "Cu-heng terjatuh juga ke tangan mereka, bagaimana ini bisa terjadi?"

Kun-gi menengadah me mandang ke te mpat yang jauh, katanya: "Hian- ih-lo-sat menjadikan cu cengcu sebagai sandera untuk mendesakku menyerahkan obat penawarnya dalam 10 hari, sekarang urusan belum kasip. apa2 menolo ng orang boleh ditunda sementara, sulitnya kebun ini dikelilingi air, sukar untuk terbang keluar " "Bukankah Ling- lote pernah bilang bahwa waktu kau datang tempo hari, jelas perkampungan ini terletak di depan kaki gunung, tiada air yang mengelilingi perkampungan ini?"

"Ya,justeru di sinilah letak persoalannya yang sulit terpecahkan .

. . . " lalu dengan suara lirih dia mena mbahkan, "menurut dugaan cayhe, lorong bawah tanah untuk keluar masuk terletak di bawah coat- sin-san-tang ini."

Tong Thian-jong manggut2 menyatakan sependapat. Ling Kun-gi lantas utarakan pendapatnya:

"Kim-khe k itu merupa kan sebuah paseban yang berdiri di atas air, tapi menurut dugaanku di sanalah tempat untuk menyekap para tawanan, kalau tidak. buat apa Hian-ih- lo-sat me manggilku kesana."

Tong Thian-jong manggut2, ujarnya: "Yaa masuk akal"

"Kalau betul paseban itu tempat untuk menyekap tawanan, pasti bukan Cu-cengcu saja yang ditawan di sana."

Terkesiap Tong Thian-jong, tanyanya: "Jadi Ling- lote kira Locit, Un In ji dan la in2 juga terjatuh ke tangan mereka?"

"Mungkin saja, di antara mereka termasuk Kim Kay-thay, ciangbunjin murid2 pre man Siau- limpay, Lam-kiang- it-ki Thong-pi- thian-ong, Kiam hoan-siang-coat Siau Hong-kang dan puteranya dari Lam-s iang."

Berpikir sebentar, Tong Thian-jong berkata dengan menghe la napas: "Jika benar orang2 itu terjatuh ke tangan mereka, kita berempat mungkin bukan tandingan mere ka, masa kita ma mpu meno long mere ka?"

"Soal meno long orang bukan urusan sulit," ujar Kun- gi, "bicara tentang kepandaian silat sejati, kuyakin sukar bagi mereka untuk me mbe kuk orang sebanyak itu, mereka pasti mengguna kan mus lihat dan main sergap "

Sembari bicara tanpa terasa mereka tiba di ujung timur kebun. Di sini letaknya sudah dekat dengan pemukaan air sungai, sepanjang pinggiran sungai dipagari kayu merah, di luar pagar sana ditanami pula pepohonan Yang-liu. Selepas mata me mandang per mukaan seluas puluhan to mbak ini begitu tenang laksana kaca, di seberang sana pohon2 Yang-liupun berderet menjuntai dahan2nya, pegunungan nan hijau per mai melatar belakangi panora ma yang sejuk dan nya man ini.

Berpegang pada pagar kayu, mereka me mandang ke per mukaan air, perasaan seperti tertindih barang berat. Kecuali mereka bisa mene mukan jalan keluar dari Coat Sin-san-ceng ini, kalau tidak- bukan saja sulit menolo ng teman, untuk menyeberang sungai inipun tak mungkin-

Dia m2 Kun-gi me-nimang2 cara bagaimana dirinya harus menyelidiki siapa2 yang terkurung di dalam paseban itu? Menyelidiki di mana letak mulut jalan rahasia di bawah coat -sin-san-ceng ini? Sem-bari berpikir, tanpa sadar dia menjemput sebuah krikil, di mana tangan kiri terayun, batu krikil itu dia sa mbitkan ke tengah permukaan sungai, Gerakannya ini boleh dikata acuh tak acuh atau iseng belaka.

Betapapun usia Kun- gi baru likuran, watak kekanakan masih belum hilang seluruhnya, belum lagi Tong Thian- jong yang sudah berusia lebih setengah abad, tak mungkin dia main le mpar batu segala. Bahwa Kun-gi berkebiasaan menggunakan tangan kiri atau kidal, me mang sudah sejak kecil berkat didikan gurunya, karena gurunya adalah Hoan-jiu-ji-lay (siBuddha kidal) yang tersohor menggunakan tangan kiri, oleh karena itu, kekuatan tangan kirinya tentu jauh lebih besar daripada tangan kanan-

Walau hanya iseng dan seenaknya saja dia sa mbitkan batu krikil itu, tapi batu krikil itu me luncur tak kalah cepatnya daripada anak panah yang terlepas dari busurnya, malah mengeluar kan deru angin kencang lagi. Tong Thian-jong sa mpa i me longo, tak dikiranya semuda ini usia Ling Kun-gi sudah me miliki kekuatan begini hebat.

Pada saat itulah tiba2 terjadi suatu keanehan. Batu kerikil itu me luncur kira2 lima-ena m tombak. jadi se mestinya kerikil itu masih me luncur di atas permukaan air sungai yang lebarnya lebih sepuluh tombak, tak terduga tiba2 terdangar suara. "traak" yang keras. Ternyata batu krikil itu telah me nyentuh "per mukaan air" yang tenang bening itu serta mengeluarkan suara aneh, suara benda pecah ber-keping2.

Suara "trak" yang agak keras itu sudah tentu menimbulkan perhatian Ling Kun gi dan Tong Thian-jong. serentak mereka me mandang ke te mpat kejadian-.

Waktu itu me mang sudah magrib, matahari sudah ha mpir terbenam, alam semesta mulai ditaburi keremangan, tapi jarak lima- enam to mba k tidak terlalu jauh, keadaan masih bisa terlihat je las.

Begitu mereka tumplek perhatian me mandang ke sana, permukaan air yang kelihatan tenang itu setelah tersentuh krikil tadi ternyata meningga lkan bekas2 warna hitam retak sebesar buah apel. Batu krikil timpukan Kun-gi me mbuat retak permukaan air, dan permukaan air ternyata membuat batu kerikil itu pecah ber-keping2. Bukankah hal ini merupa kan kejadian aneh yang t idak masuk akal?

Semula Ling Kun-gi dan Tong Thian-jong sa ma melongo, akhirnya saling pandang sa mbil tertawa penuh arti. Karena kejadian ini me mbuktikan bahwa permukaan air dalam jarak lima- enam tombak itu, hakikatnya bukan permukaan air. Kalau permukaan air bukan per mukaan air, la lu apa?

Kedua orang ini sudah tahu sekarang, permukaan air dalam jarak enam to mbak dari daratan itu, sebetulnya adalah sebuah dinding tembok yang tinggi. cuma pada dinding itu dilukis sede mikian rupa sehingga menyerupai permukaan air yang tulen, demikian pula pohon2 Yang-liu yang menjuntai menyentuh per mukaan air di seberang, setelah dita mbah alam pegunungan menghijau di luar tembok. selintas pandang lantas kelihatannya mir ip betul air sungai yang mengalir dengan tenang.

Apalagi di luar pagar kayu, di atas tanggul sungai sebelah luar ditanami pohon2 asli yang rimbun dan ber-goyang2 tertiup angin lalu, sehingga menjadi aling2 pandangan orang di sebelah sini, seolah2 seorang melihat sekuntum bunga di tengah kabut, maka sulit baginya untuk me mbedakan bahwa permukaan air disebelah luar itu hanyalah lukisan di atas dinding belaka.

Pembuat dekorasi ini me mang lihay dan ahli betul2. Kalau Kun-gi tidak main le mpar batu tanpa sengaja, sungguh mimpipun mereka tidak akan menduga tadinya lukisan yang mengelabui pandangan mata ini.

Tapi hal ini tidak menjadikan persoalan lebih mudah diselesaikan, meski rahasia lukisan ini sudah diketahui, permukaan air yang semula lebar puluhan tomba k kini kenyataan hanya lima-ena m tombak. bagi seorang ahli Ginkang, untuk me lo mpat sejauh lima- enam to mba k me mang bukan pekerjaan sukar.

Sukarnya justeru di luar lima-enam to mbak dari per mukaan air ini mereka teralang oleh pagar tembok yang begitu tinggi. Tiada tempat berpijak lagi di kaki te mbok. manus ia bukan burung yang dapat terbang, umpama ma mpu me lo mpati per mukaan air ini, cara bagaimana akan dapat me lo mpati te mbok setinggi itu?

Setelah saling pandang dan tertawa, wajah Ling Kun-gi dan Tong Thian-jong akhirnya sama2 kecut dan mengerut kening, mereka menyadari adanya kesulitan2 yang tidak teratasi ini .Jadi walau rahasia permukaan air ini sudah terbongkar, tumbuh sayappun mereka tak bisa keluar, umpa ma nanti berhasil mene mukan di bawah tanah dan menolong keluar kawan2 yang disekap di sana, mereka tetap harus menemukan pula jalan keluar yang mereka duga pasti berada di bawah perka mpungan besar ini.

Dengan tajam Tong Thian-jong pandang sekelilingnya, agaknya tiada orang menyaksikan kejadian di sini, ma ka dengan suara lirih dia berkata: "Ling-lote, kita masih punya waktu 10 hari, soal ini harus dirundingkan lebih dulu, kita jangan la ma2 di sini."

Kun-gi mengangguk. seperti tidak terjadi apa2, sambil mengobrol mereka terus ke mbali ke pondok mereka.

Makan mala m mereka biasanya disediakan di te mpat penginapan. Cek Seng- jiang pernah mengatakan pondok ini boleh dianggap sebagai ruma h sendiri. Setiap kali habis ma kan mala m Kun-gi pasti keluar jalan2 di taman, tapi ma lam ini banyak persoalan yang bergelut dalam benaknya, maka ma lam ini dia tidak keluar jalan2 seorang diri dia duduk di kursi ma las di bawah jendela, bermalas2an- Tapi otaknya terus bekerja, berdaya cara bagaimana menyelidiki kurungan bawah tanah dipaseban air itu cara bagaimana supaya mene mukan ja lan rahasia keluar masuk Coat Sin-san-ceng ini? Kedua tugas berat ini harus dia kerjakan tanpa diketahui orang2 coat- sin-san-ceng, langkah kedua baru berusaha me nolong para kawan yang tertawan-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar