Pedang Keadilan II Bab 45 : Badai Di Bukit Hong-san

 
Bab 45. Badai Di Bukit Hong-san

Terbayang kembali bagaimana dia melukai gadis tersebut sewaktu di perahu tempo hari, timbul perasaan menyesal dalam hati seebun Giok-hiong, namun dasar wataknya keras dan selama ini enggan mengaku salah kepada siapa pun maka sahutnya ketus: "Berpisah pun baru berapa bulan, kenapa aku tidak baik?"

"Tapi ketika itu aku kan masih pengikut kalangan sesat, tidak terhitung sebagai manusia."

"Dan sekarang?"

"Sekarang sudah baik kembali pada wajah asliku sendiri, seorang gadis lemah yang banyak penyakitan, asal cici menutukku dengan ujung jari pun jiwaku akan tercabut." "Kelihatannya kondisi badanmu sekarang jauh lebih buruk ketimbang ketika bertemu di kota si-ciu berapa waktu berselang."

"Memang, tapi hidupku sekarang jauh lebih gembira daripada keadaanku dulu." seebun Giok-hiong menengok Lim Han- kim sekejap lalu tertawa hambar, katanya:

"Aku tak habis mengerti, kenapa sih kau enggan mempelajari ilmu sesat sembilan iblis lagi untuk mengobati penyakitmu?".

"Enci tak akan mengerti..."

"Masa di balik kesemuanya ini masih terdapat alasan lain yang lebih dalam artinya?" Pek si- hiang tersenyum lembut.

"Apabila cici bisa memahami arti yang sebenarnya, badai pembunuhan yang bakal digelar di sini seketika akan punah dan lenyap tak berbekas."

Tiba-tiba Nyonya Li menyela:

"Ajaran Buddha maha luas namun hanya menampung mereka yang berjodoh, nak. lagi lagi kau suka mencampuri urusan orang lain."

"Thian itu maha adil dan bijaksana," kata Pek si- hiang tertawa, "Kenapa manusia harus berpikiran kerdil?

Nyonya..."

"Tidak usah kau lanjutkan" tukas Nyonya Li ketus.

Pek si-hiang sama sekali tak marah, dengan nada yang tetap ramah dan halus katanya: "Bila ucapanku tadi ada kesalahan mohon nyonya sudi memaafkan." "Nyonya Li..." Mendadak seebun Giok-hiong berseru sambil tertawa keras, "Aku pernah dengar orang persilatan bilang bahwa nyonya adalah jago silat nomor wahid di kolong langit saat ini, entah berita tersebut benar atau tidak?"

"Kau anggap ilmu silatmu sudah paling hebat?" jengek Nyonya Li dingin.

"Kalau harus bertarung satu lawan satu, rasanya jarang ada orang yang bisa menandingiku"

"Kalau memang begitu mudah sekali"

Seebun Giok-hiong harus termenung beberapa saat sebelum memahami makna dari ucapan Nyonya Li itu, segera katanya: "Aaaah, maksud nyonya, kau suruh aku menjajal?"

Setelah melirik Li Tiong-hui sekejap kata nyonya Li:

"Sebetulnya aku enggan mencampuri urusan dunia persilatan, sekalipun urusan itu menyangkut putriku ..."

"Tapi sekarang, kau sudah berubah ingatan bukan?" sambung seebun Giok-hiong sambil tertawa.

"Benar, walaupun aku tak ingin terlibat karena masalah hubungan keluarga, namun sudah menjadi kewajibanku berbuat amal demi masyarakat orang banyak."

"Oooh, artinya kau ingin membunuh aku untuk menentramkan dunia persilatan?"

"Sekalipun aku tak sampai membunuhmu paling sedikit ilmu silatmu harus kumusnahkan, agar kau tak bisa mengandalkan kepandaian silatmu itu untuk melakukan kejahatan lagi."

Sekilas rasa gusar melintas di wajah seebun Giok- hiong, tapi sesaat kemudian sudah lenyap tak berbekas, katanya kemudian sambil tersenyum manis:

"Nyonya Li, kau harus sadar, apa yang kau inginkan belum tentu bisa terlaksana dengan gampang."

Nyonya Li tidak banyak komentar, ia berpaling ke arah Tui-im serta Po-hong sambil pesannya:

"Selama aku bertarung melawan nona Seebun nanti, kalian dilarang untuk turut membantu, tahu?"

"Hmmm..." Dengan sombong seebun Giok-hiong tertawa dingin, "Sekalipun mereka turut membantu juga tidak apa-apa..."

Nyonya Li tertawa hambar.

"Seebun Giok-hiong" katanya, "Bila kau sanggup mengungguli diriku, rasanya kau pun bisa penuhi harapanmu untuk merajai seluruh dunia persilatan tanpa tandingan."

"Cepat atau lambat akhirnya kita toh harus melangsungkan juga pertarungan ini, maka yang harus terjadi biarlah terjadi sekarang ini, nyonya seorang wanita yang saleh, sudah sepantasnya bila aku yang muda mengalah dua jurus dulu untukmu."

"Kau kelewat latah" dengus Nyonya Li hambar, pelan- pelan ia berjalan menghampiri gadis tersebut.

Lim Han- kim sadar, selama masih tenang maka keadaan kedua orang ini ibarat batu karang, namun begitu pertempuran berlangsung, situasinya pasti sangat mengerikan dan akhirnya salah seorang di antara mereka tentu ada yang terluka atau tewas. sementara dia masih berpikir, tiba-liba terdengar Pek si-hiang berteriak keras: "Jangan berkelahi"

Dengan dibimbing Siok-bwee ia maju mendekap kemudian terusnya:

"Saat dan keadaan sekarang masih belum waktunya bagi kalian untuk bertempur"

"Kenapa?" tanya seebun Giok-hiong, "Masa untuk bertarung pun harus memilih waktu dan hari yang baik?"

"Semua orang gagah akan berkumpul di bukit Hong- san untuk menyelenggarakan pertemuan paling akbar, bila kalian ingin bertarung, seharusnya pertempuran ini menjadi acara puncak pada penutupan pertemuan akbar tersebut, bila acara menarik semacam ini sudah kalian langsungkan sekarang, bukankah para jago yang hadir dalam pertemuan ini bakal merasa kecewa?"

Selesai mendengar perkataan ini, seebun Giok-hiong segera berpaling ke wajah nyonya Li sambil katanya:

"Perkataan dari Pek si- hiang ada benarnya juga, bagaimana menurut pendapat nyonya?"

"Nak. kau kelewat suka mencampuri urusan orang lain," keluh Nyonya Li sambil melirik Pek si- hiang sekejap. kemudian ia balik badan dan beranjak pergi meninggalkan tempat tersebut,

Tampaknya saja ia berjalan sangat lamban, namun hanya dalam waktu sekejap bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas. Sepeninggal nyonya Li, Pek si- hiang baru berpaling ke arah Li Tiong-hui sambil ujarnya:

"Ketika aku datang kemari tadi, kudapat berita yang mengatakan sudah banyak jago persilatan yang berdatangan di luar lembah Ban siong-kok. cici harus segera pulang untuk menyambut kedatangan mereka."

Li Tiong-hui berkerut kening, namun ia berlalu juga diikuti Tui-im dan Po-hong. Lim Han- kim yang melihat hal ini diam-diam berpikir.

"Semua orang disingkirkan Pek Si-hiang dari sini, berarti dia ada urusan yang hendak dibicarakan dengan seebun Giok-hiong, aku tak leluasa berdiam terus di sini..."

Berpendapat begitu maka dia pun balik badan dan bermaksud pergi meninggalkan tempat tersebut.

"Tunggu dulu saudara Lim" seru Pek si-hiang tiba-tiba. "Bukankah kalian hendak berbincang? Kurang leluasa

bila aku tetap tinggal di sini," Pek si-hiang tertawa.

"Bila kehidupan manusia ibarat sebuah panggung sandiwara, kau adalah pemegang peran utama dalam sandiwara ini, sebelum memainkan perananmu masa kau hendak pergi?"

"Nona Pek. permainan setan apa yang sedang kau persiapkan?" tegur seebun Giok-hiong tidak habis mengerti.

"Kau pun pemegang peran utama..." sambung Pek si- hiang sambil tertawa. Seperti baru memahami akan sesuatu, seebun Giok- hiong segera tertawa terkekeh-kekeh:

"Hahahaha... bagaimana dengan kau sendiri? juga Li Tiong-hui? Kalian termasuk juga pemegang peran utama."

"Bagaimana bisa membandingkan ikan dengan telapak beruang yang mahal harganya? Nona Li sudah berhasil merebut kedudukan Bu-lim Bengcu, bagi seorang gadis berusia belasan tahun, kemampuannya untuk memimpin seluruh dunia persilatan sudah merupakan prestasi yang luar biasa, sedang aku? Diriku tak lebih hanya seorang nona lemah penyakitan, hidupku di dunia pun tak terlalu lama, posisi ku hanya tak lebih sebagai benang pembuka jalan"

Senyuman yang semula menghiasi wajah Seebun Giok-hiong seketika hilang tak berbekas, dengan sikap dingin dan kaku pelan-pelan ujarnya:

"Li Tiong-hui dengan kedudukannya sebagai Bu-lim Bengcu telah mengundang datang begitu banyak jago lihay untuk berkumpul di lembah Ban-siong-kok. untuk mengimbangi kekuatannya yang sangat memojokkan diriku, taksalah bila aku pun mengundang beberapa orang jago untuk membantu posisiku, dalam satu- dua hari mendatang mereka pasti sudah tiba di sini. Terlepas dari dendam kesumat kematian orang tuaku, bicara dari situasi saat ini, keadaanku tak ubahnya seperti menunggang di punggung harimau, tak mungkin lagi buatku untuk mengundurkan diri, jadi pertarungan berdarah ini cepat atau lambat pasti akan terjadi juga.

Dalam keadaan semacam ini aku rasa tak cocok bila kita singgung lagi masalah muda mudi yang tak berguna..." setelah berhenti sejenak, kembali terus-nya:

"Yang paling penting sekarang adalah kau harus tentukan sikap sejak dini, betul aku seebun Giok-hiong tak berani punya harapan dengan mengharapkan simpati darimu untuk berpihak padaku, paling tidak aku hanya berharap kau bisa berpangku tangan dan pergi tinggalkan perkampungan ini dengan mengajak serta Lim Han- kim, hiduplah berapa tahun dengan tenang di suatu tempat terpencil. Yaaa, semua perkataanku ini kuucapkan dengan setulus hati, bila kau tetap tidak percaya yaa apa boleh buat."

"Tidak. aku tak boleh pergi." Pek si-hiang gelengkan kepalanya.

"Kenapa?"

"Aku belum sempat menyelesaikan pekerjaan yang telah kusanggupi kepada Nyonya Li untuk diselesaikan, lagipula aku sudah ambil keputusan untuk tidak mempelajari ilmu sesat lagi, dengan kondisi tubuhku yang begini lemah, paling berapa bulan saja aku bisa hidup di dunia ini, sisa hidup ini harus kunikmati sepuas- puasnya."

"Hmmm,jadi kau anggap perkampungan keluarga Hong-san ini sangat kuat seperti benteng baja hingga Nyonya Li mampu melindungi keselamatan jiwa kalian semua?" tukas seebun Giok-hiong dingin. Pek si- hiang tertawa hambar.

"Dan kau berpendapat pasti dapat mengungguli nyonya Li?" balik tanyanya. "Aku pun tahu ilmu silat yang dimiliki Nyonya Li memang luar biasa hebatnya, bila mesti bertarung satu lawan satu belum tentu aku sanggup mengunggulinya, tapi dia pun jangan harap bisa mengalahkan seebun Giok-hiong secara gampang, pada akhirnya mungkin yang terjadi adalah pertarungan habis-habisan yang menyebabkan tewasnya kedua belah pihak. Kecuali kau memang berniat tetap tinggal di sini untuk membantunya, kalau tidak turuti saja nasehatku, tinggalkan tempat ini segera,"

"Siapa sih yang kau undang untuk membantumu? Tampaknya kau sudah punya perhitungan pasti dapat menangkan pertarungan ini?"

"Pertempuran yang bakal berlangsung merupakan suatu pertarungan kekerasan yang saling mengandalkan kepandaian, aku rasa walaupun nona Pek punya kecerdikan yang luar biasa pun jangan harap bisa temukan siasat bagus untuk menangkan pertarungan ini."

Pek si-hiang segera menghela napas panjang: "Aaaai... ditinjau dari nada perkataanmu yang begitu

tegas dan meyakinkan, tampaknya bagaimanapun kau

bertekad hendak menangkan pertarungan kali ini?"

"Yaa, situasi telah berkembang jadi begini, rasanya aku sudah tidakpunya harapan lagi untuk selesaikan masalah ini secara baik-baik dan damai." Agak berubah paras muka Pek si- hiang, katanya:

"Bila aku tak berdaya mencegahmu melakukan badai pembunuhan ini, namun aku mampu mengubah kemampuan silat nyonya Li dalam semalam saja menjadi jauh lebih tangguh "

Mula-mula seebun Giok-hiong agak tertegun, menyusul kemudian sahutnya sambil tertawa hambar:

"Karena perkataan ini diucapkan sendiri oleh Pek si- hiang, mau tak mau aku harus mempercayainya, aaai... kenapa harus kau utarakan keluar? Pepatah kuno memang benar, sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya toh jatuh juga."

"Kenapa? Masa kau ingin membunuhku?"

"Tepat sekali dugaanmu, setelah kau terbunuh maka kemungkinan besar aku akan peroleh kesempatan untuk meraih kemenangan"

Seraya berkata, pelan-pelan dia angkat tangan kanannya siap melepaskan sebuah pukulan .

"Sreeet" Dengan suatu gerakan cepat Lim Han- kim meloloskan pedang pendeknya dan maju menghadang di depan Pek Si-hiang, serunya:

"Apa-apaan kamu? Dia toh bermaksud baik dengan membujukmu, mau dituruti atau tidak terserah kamu sendiri.." seebun Giok-hiong tertawa dingin, tukas-nya:

"Lim Han-kim, kau betul-betul manusia yang tak tahu diri, kau anggap hanya andalkan kekuatanmu seorang sudah cukup untuk selamatkan Pek si- hiang? Biarpun aku seebun Giok-hiong adalah wanita, tapi aku cukup tahu bahwa sebagai manusia aku tak boleh punya pikiran lemah seorang wanita, untuk selamatkan jiwa sendiri pun masih tanda tanya besar, masa kau mampu selamatkan orang lain?" "Betul, aku mengerti bahwa diriku masih bukan tandingan nona, tapi aku Lim Han-kim masih punya semangat tidak takut mati," ucap Lim Han-kim serius.

"Hahaha... biarpun punya semangat juga percuma, toh tak bisa selamatkan jiwamu." seebun Giok-hiong tertawa terkekeh.

Setelah berhenti sejenak. dengan nada suara yang berubah dingin membekukan hati tambahnya:

"Cepat kau menyingkir dari situ"

Lim Han-kim tidak menggubris, dengan pedang disilangkan di depan dada dan hawa murni dipersiapkan, ia tetap berdiri tak bergerak di tempat semula.

Sebaliknya paras muka Pek si- hiang berubah hebat, sambil tertawa dingin katanya: "Seebun Giok-hiong, masa kau nekat ingin menjajal kebolehanku?"

Mula-mula seebun Giok-hiong agak tertegun, menyusul kemudian sahutnya sambil tertawa hambar:

"Nona Pek. tampaknya kau sudah kehabisan akal hingga gertak sambal pun kau pergunakan?"

Tiba-tiba Pek si- hiang mendorong mundur siok-bwee dan Hiang- kiok. lalu bisiknya pula kepada Lim Han-kim: "Saudara Lim, coba minggirlah"

Lim Han-kim berpaling, ia saksikan paras muka Pek Si- hiang saat itu telah berubah menjadi amat serius, selapis warna merah menyelimuti wajahnya, seakan-akan gadis itu telah berubah menjadi seseorang yang lain Perubahan ini tentu saja sangat mencengangkan hatinya, diam-diam ia berpikir. "Masa dia betul-betul memiliki kepandaian yang hebat?"

Sebaliknya Seebun Giok-hiong dengan sorot matanya yang tajam juga sedang mengawasi Pek Si-hiang dengan tatapan tajam, seakan-akan ia berniat mencari tahu rahasia di balik mimik mukanya itu.

Lim Han-kim segera menyingkir dari arena sambil berpesan: "Nona Pek, kau harus lebih berhati-hati."

"Sudah kuketahui kekejian, kebengisan serta cara kerjanya, lagipula ia pernah melukai aku satu kali, masa akan kubiarkan dia melukai diriku untuk kedua kalinya?"

Lim Han-kim coba berpaling ke arah Siok-bwee dan Hiang-kiok, namun wajah kedua orang dayang itu pun diliputi kebimbangan, jelas mereka pun tidak memahami tindakan dari majikannya itu

Terdengar Pek Si-hiang berkata lagi:

"Hey Seebun Giok-hiong, kenapa kau tak segera turun tangan?"

Saat itu Siok-bwee dan Hiang-kiok telah meloloskan pula senjatanya sambil memperhatikan arena dengan penuh perhatian, mereka telah siap sedia memberikan pertolongan setiap saat.

Lim Han-kim tak mau ketinggalan dia pun mempersiapkan diri dengan baik sambil berjaga-jaga.

Paras muka seebun Giok-hiong amat serius, dengan sorot mata yang tajam dia awasi Pek si- hiang tanpa berkedip. Lebih kurang sepeminum teh kemudian, mendadak ia berbungkuk membopong tubuh siau-cui sambil katanya dingin:

"Tidak kusangka nona Pek telah berhasil mempelajari ilmu pukulan tangan berdarah."

Kemudian tanpa banyak bicara dia balik badan dan beranjak pergi, sekejap kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas.

Lama sekali Pek si- hiang berdiri kaku tanpa bergerak sebelum akhirnya berbisik pelan

"Seebun Giok-hiong sudah pergi jauh?"

"Yaa, ia sudah pergi entah ke mana," sahut Lim Han- kim.

"Bagus sekali..." sahut Pek si-hiang sambil mencabut lepas sebatang jarum emas dari iganya.

Berbareng dengan tercabutnya jarum tersebut, tubuhnya ikut roboh terjungkal ke tanah.

"Nona..." buru-buru siok-bwee dan Hiang- kiok maju ke muka membimbing tubuh majikannya.

Sambil membuka matanya dan menghembuskan napas panjang bisik Pek Si-hiang:

"Kita harus tinggalkan tempat ini secepat-nya, bila dugaanku tak keliru, dalam waktu singkat seebun Giok- hiong sudah menyadari kelemahanku ini."

"Apakah nona telah menggunakan siasat untuk menipunya?" tanya Lim Han-kim. "Di dalam dadanya penuh dengan rasa dendam kesumat dan api amarah, andaikata ia balik kembali ke sini pasti semua orang akan dibabatnya sampai habis termasuk kau sendiri, yaaa... situasi saat ini amat gawat, aku tak sempat lagi memberi penjelasan kepadamu, pokoknya kita harus tinggalkan tempat ini secepatnya."

Siok-bwee dan Hiang-kiok tidak banyak bicara lagi, mereka sebera menggotong tandu dan meninggalkan tempat itu secepatnya.

Lim Han-kim dengan pedang terhunus mengikuti di belakangnya.

Baru saja melewati sebuah tikungan bukit, mendadak jalan pergi mereka terhadang oleh seorang perempuan berambut panjang yang berwajah sangat jelek-

Sedemikian jeleknya wajah orang itu hingga boleh dibilang jarang sekali dijumpai di kolong langit saat ini, tak heran bila Hiang-kiok dan siok-bwee segera menjerit tertahan.

Dengan gerakan cepat Lim Han-kim mendahului tandu dan berdiri melintang di depan Pek si-hiang, lalu tegurnya ketus:

"Seebun Giok-hiong, kau tak perlu menyamar sebagai setan iblis untuk menakuti orang,"

Begitu tahu kalau perempuan itu adalah seebun Giok- hiong, serentak siok-bwee dan Hiang-kiok menurunkan tandu ke tanah dan bersama-sama meloloskan pedangnya bersiap sedia. Seebun Giok-hiong mendengus dingin, tanpa menengok sekejap pun ke arah dua orang dayang itu tegurnya:

"Pek si-hiang, kepergianmu terlalu terburu- buru."

Pelan-pelan Pek si-hiang bangkit berdiri dari tandunya dan menyahut:

"Belalang menubruk comberet, burung nuri mengincar dari belakang, coba tengoklah ke belakang, periksa siapa yang telah berdiri di situ?" seebun Giok-hiong agak tertegun, tanpa terasa ia berpaling,

Namun suasana di situ amat hening, tak nampak sesosok bayangan manusia pun di situ. sambil tertawa terkekeh-kekeh seebun Giok-hiong segera berkata:

"Pek si- hiang, tampaknya kehebatan serta kemampuanmu hanya sebatas begitu saja, tak kusangka kata-kata bohongan semacam begini pun bisa kau gunakan untuk menipuku . . ." Kemudian setelah berhenti sejenak. dengan nada yang dingin bagaikan es terusnya:

"Mengingat kita adalah kenalan lama, maka cukup pantas rasanya bila kuberi kesempatan kepadamu untuk memilih cara mati, mau bunuh diri? Ataukah aku harus turun tangan untuk membantumu?"

"Nona seebun, tampaknya kau sudah melupakan aku orang she Lim?" tegur Lim Han-kim tiba-tiba.

Seebun Giok-hiong tersenyum manis,

"Apa gunanya kehadiranmu di sini?" ejeknya. "Meskipun aku sadar bahwa kepandaian silatku masih bukan tandinganmu, tapi sebelum kau dapat membunuh nona Pek, paling tidak harus kau singkirkan dulu diriku."

"Ehmmmm, di kala masih hidup tak dapat hidup seatap. memang paling baik pabila setelah mati bisa dikubur dalam satu liang. Wahai Lim Han-kim Kupenuhi harapanmu itu."

"Jangan lupa dengan kami berdua.." jerit siok-bwee dan Hiang- kiok berbareng.

"Kalian berdua?" sambung seebun Giok-hiong sambil melirik kedua orang itu sekejap.

"Tak usah kuatir, segera kusempurnakan juga keinginan kamu berdua..."

Sementara berbicara mendadak tubuhnya mendesak maju ke muka, tangan kanannya segera menyambar ke tubuh siok-bwee sementara tangan kirinya mencakar Hiang-kiok. Buru-buru siok-bwee melompat mundur sambil melepaskan sebuah sapuan pedang.

Hiang-kiok merasakan nadi pada pergelangan tangannya menjadi kaku, tahu-tahu pedangnya telah berhasil dirampas oleh seebun Giok-hiong.

Rupanya tujuan perempuan itu memang hanya merampas pedang sehingga serangan yang ditujukan ke arah siok-bwee itu hanya berniat memaksanya mundur ke belakang dan tak sempat menolong rekannya.

Melihat betapa cepatnya gerak serangan tersebut, diam-diam Lim Han-kim berpikir. "Habis sudah riwayatku, tampaknya gabungan tenaga kami bertiga belum tentu sanggup membendung sepuuh jurus serangannya."

Sementara itu siok-bwee pun amat terkejut setelah melihat pedang Hiang-kiok berhasil dirampas hanya dalam satu gebrakan saja, pedangnya segera digetarkan dan melepaskan sebuah tusukan kilat

Seebun Giok-hiong putar pedangnya menangkis datangnya ancaman itu. "Traaaang..."

Kembali terdengar suara benturan yang amat nyaring, siok-bwee merasa pergelangan tangannya kesemutan, pedangnya tak sanggup lagi digenggam dalam tangannya, tak ampun senjata tersebut terlempar ke tengah udara...

Berhasil mementalkan pedang siok-bwee dengan getaran pedangnya, lagi-lagi seebun Giok-hiong melepaskan satu bacokan kilat menyambar tubuh gadis itu.

Menyaksikan begitu cepat datangnya ancaman tersebut, buru-buru siok-bwee menyusut mundur untuk menghindar namun terlambat selangkah...

"Sreeet" Di tengah desingan angin tajam, segenggam rambutnya rontok terpapas kutung.

Lim Han-kim membentak nyaring, sambil menggetarkan pedangnya ia mendesak maju ke muka dan menghadang persis di depan tubuh Pek si-hiang.

"Lim Han-kim" Dengan sangat marah seebun Giok- hiong membentak, " Tampaknya kau benar-benar sudah bosan hidup?" Pedangnya digetarkan, seperti menusuk seperti pula membacok ia lepaskan sebuah ancaman ke depan

Lim Han-kim merasa datangnya seranganku aneh sekali, ia sama sekali tak dapat menduga sasaran manakah yang sebenarnya sedang dituju, dalam terkejutnya terpaksa ia menggerakkan pedangnya untuk melindungi seluruh badan.

Posisi ini merupakan suatu sistim pertahanan secara total betapa pun hebatnya serangan yang datang mustahil bisa melukai tubuhnya,

Siapa tahu ketika ujung pedang Seebun Giok-hiong hampir mengenai tubuhnya tiba-tiba ia tarik kembali serangan tersebut sambil katanya dengan dingin: "Lim Han-kim, aku ingin bertanya kepadamu dan kau harus menjawab secara jujur"

"Soal apa?"

"Kau ibarat patung lumpur yang menyeberangi sungai, untuk menyelamatkan diri pun tak mampu, kenapa kau masih berusaha untuk menyelamatkan Pek si- hiang?"

"Kau kuat sedang dia lemah, kau yang kuat berusaha menghina yang lemah, tentu saja aku Lim Han-kim tak boleh berpangku tangan."

"Hanya karena alasan itu?" seebun Giok-hiong menegaskan

"Apa alasan ini kurang cukup?"

"Yaa, kurang, jawab saja terus terang, apakah kau sangat mencintainya?"

Agak tertegun Lim Han-kim berpikir: "Kalau mesti kujawab perempuan mana yang paling kucintai di dunia ini, orang tersebut tak lain adalah Pek si-hiang."

Berpikir begitu, tanpa terasa ia menoleh ke arah si nona, terlihat Pek Si-hiang sedang bersandar pada sebatang pohon siong dengan senyum lembut menghiasi wajahnya, tak terlintas sedikit pun rasa takut di wajahnya.

Melihat hal ini maka sahutnya kemudian sambil busungkan dada:

"Betul, aku memang mencintainya, ada apa?" "Aaah, tidak apa-apa..." jawab seebun Giok-hiong.

Pelan-pelan dia turunkan kembali pedangnya, kemudian melanjutkan

"Kalau kau begitu mencintai dirinya, mengapa tidak kau ajak dia untuk pergi jauh meninggalkan tempat ini? Lim Han-kim, walaupun aku tak punya keyakinan yang terlalu besar untuk menangkan pertarungan ini, tapi Li hujin sesungguhnya juga telah kehilangan berapa kesempatan untuk meraih kemenangan, bila pertarungan ini mulai berkobar, drama berdarah ini pasti akan diakhiri dengan banjir darah serta pemandangan yang sangat mengerikan. Turutilah nasehatku, ajak dia dan pergi ke tempat yang jauh, dengan selesainya pertarungan ini, dunia persilatan akan mengalami ketenangan untuk jangka waktu yang lama, aku percaya dengan bimbingan Pek si- hiang yang prima, dalam tiga sampai lima tahun kepandaian silatmu akan maju pesat, bila kau muncul kembali saat itu maka dunia persilatan akan menjadi milikmu." Perkataan itu diutarakan dengan sungguh-sungguh dan serius, dari balik matanya yang bulat besar terlihat dua butir air mata jatuh berlinang.

Lim Han-kim melongo dan termangu-mangu, begitu cepat seebun Giok-hiong berubah sikap ibarat datangnya halilintar di siang hari bolong, selain munculnya tiba-tiba juga berlangsung begitu cepat, akibatnya untuk berapa saat dia tak tahu harus berkata apa. Pelan-pelan Pek si- hiang menanggapi:

"Biarpun seebun Giok-hiong kejam hatinya dan buas, namun perkataannya ini benar-benar diucapkan dari lubuk hatinya."

Lim Han-kim memandang Pek si- hiang sekejap lalu berganti memandang seebun Giok-hiong, kemudian sambil menghela napas panjang katanya:

"Walaupun nona bermaksud baik, tapi terpaksa hanya bisa kuterima di dalam hati saja, aku tak bisa pergi dari sini, terlebih nona Pek."

"Kenapa tak bisa pergi?" teriak seebun Giok-hiong marah, "Dunia begitu luas, kau bisa berempat tinggal di mana saja, kenapa bersikeras ingin tinggal di sini dan memusuhi aku?"

Mendadak Pek Si- hiang maju mendekat, selanya: "Enci Seebun, setelah kau ketahui bahwa dunia sangat

luas, kenapa bukan kau sendiri yang mengalah dengan mengundurkan diri dari kancah pertarungan ini? Kenapa kau nekat ingin beradu jiwa dengan nyonya Li? Apalagi menurut pengamatanku, keinginanmu sukar untuk terkabul..." "Ooh, maksudmu aku masih bukan tandingannya?" tukas seebun Giok-hiong ketus.

"Meskipun kau berbakat alam namun tenaga dalammu masih kalah setingkat bila dibandingkan dengan nyonya Li, terus terang saja aku katakan, dalam lima ratus jurus nyonya Li dapat mengungguli dirimu."

"Aku tak perduli apakah tandingannya nyonya Li atau bukan, tapi satu hal sudah pasti, tak ada manfaatnya bagi kalian untuk tetap tinggal di sini," ucap seebun Giok- hiong dengan wajah serius. Pek si-hiang tersenyum.

"Aku harus tetap tinggal di sini untuk mengurusi akhir dari pertarungan ini, demi kau maupun demi nyonya Li aku tak boleh berpeluk tangan pergi dari sini,"

"Baiklah" seebun Giok-hiong tertawa dingin "sudah kucoba untuk nasehati kalian secara baik-baik tapi kalian tetap keras kepala dan mau tetap tinggal di sini untuk menunggu kematian, kalau begitu jangan salahkan bila aku berhati kejam, akan kulihat dengan cara apa kau hendak mengurusi akhir dari pertarunganku..." Pelan- pelan ia siapkan pedangnya, lalu menambahkan:

"Aku tak percaya, dengan andalkan kecerdasan kau seorang dapat mengubah bencana yang sudah berada di depan mata menjadi keselamatan"

"Kusangka kau sudah tidak memiliki perasaan cinta lagi rupanya dalam hati kecilmu masih terselip rasa cinta yang lembut terhadapnya, ehmmm, cukup meninjau dari soal ini aku harus tetap tinggal di sini untuk selamatkan jiwamu." "Hmmmm Kematian sudah di ambang pintu kau masih mencoba bersilat lidah terus..." pedangnya segera digetarkan menciptakan dua kuntum bunga pedang yang secara terpisah menusuk tubuh siok-bwee dan Hiang- kiok.

Buru-buru kedua orang dayang itu menggerakkan pedangnya untuk menangkis datangnya ancaman tersebut

Namun tenaga serangan yang disertakan seebun Giok- hiong dalam tusukan itu kuat sekali, begitu siok-bwee berdua menyambut serangan itu dengan keras lawan keras, tubuh mereka sebera tergetar keras hingga masing-masing mundur satu langkah. sambil gelengkan kepalanya dan menghela napas Pek si- hiang berseru: "Enci seebun, coba berpalinglah lihat siapa yang telah datang."

"Tak usah dilihat lagi," tukas seebun Giok-hiong sambil melancarkan sebuah bacokan lagi.

Dengan menghimpun segenap tenaga yang dimiliki Lim Han-kim mendorong pedang di tangan kanannya ke muka untuk menyambut serangan tadi, katanya:

"Seebun Giok-hiong, bila kau berniat membunuh kami semua, seharusnya kau lakukan sekarang juga."

Seebun Giok-hiong tertegun, ia berpaling, tampak nyonya Li dengan wajah serius telah berdiri dua kaki di belakangnya.

"Cepatlah pergi cici," bisik Pek Si-hiang. "Saat ini bukan saat yang tepat untuk mengumbar napsu." Seebun Giok-hiong tidak menggubris, ditatapnya nyonya Li lekat-lekat seraya menantang:

"Bagus sekali nyonya Li, mumpung kau sudah datang, bagaimana kalau mencoba dulu sebuah tusukanku sebelum pergi?"

"Bagus sekali, gunakanlah seluruh kekuatanmu untuk melancarkan tusukan, apabila tusukanmu itu berhasil membinasakan aku, maka paling tidak kau sudah dapat separuh kesempatan untuk meraih kemenangan dalam pertarungan di perkampungan keluarga Hong-san nanti, sebaliknya jika kau gagal melukaiku, kau masih berkesempatan untuk mengundurkan diri dari kancah pertarungan tersebut."

"Sudah lama kudengar keaneka ragaman ilmu silat yang dimiliki perkampungan keluarga Hong-san, terlebih Nyonya Li sebagai seorang tokoh nomor wahid dalam dunia persilatan, maka di dalam menghadapi pertarungan malam ini, aku yang muda sudah cukup paham bila kemampuanku masih bukan tandinganmu"

"Lalu berapa jurus yang kau inginkan agar bisa punya kesempatan untuk meraih kemenangan?"

"Bila kejadian ini berlangsung tiga bulan lalu, untuk menjawab pertaruhanku dengan nyonya Li malam ini aku tak perlu memikir terlalu banyak dan segera akan kusanggupi, tapi kini keadaannya sudah berbeda, ibarat anak panah sudah berada di atas busur, mau tak mau harus dilaksanakan juga Jadi aku rasa kita tak usah mempertaruhkan apa pun, toh pertarungan ini harus berakhir dengan terluka atau tewasnya salah satu pihak, sehingga pabila nyonya Li berniat mencegahku melakukan pembantaian dan menghindarkan umat persilatan dari pertumpahan darah ini, satu-satu-nya jalan hanyalah berusaha untuk menghabisi nyawaku."

Sembari berkata, kembali dia persiapkan pedangnya untuk melancarkan serangan.

Sambil berdiri serius, Nyonya Li mengawasi pedang di tangan seebun Giok-hiong itu dengan seksama, katanya:

"Aku dengar, untuk menghadapi diriku kau telah mengundang kehadiran dua orang jago tangguh, apa benar begitu?"

"Benar, dalam pandanganku satu-satunya orang yang sanggup bertanding habis-habisan melawanku hanyalah Nyonya Li seorang..."

"Kau toh sudah anggap diriku sebagai tandinganmu apa gunanya kau mengundang dua orang pembantu?"

"Hal ini disebabkan aku tak punya keyakinan untuk bisa mengungguli dirimu nyonya Li, jadi untuk menjaga segala sesuatunya, terpaksa aku harus sedia payung sebelum hujan."

"Terima kasih banyak kau telah menghargai kemampuanku Nah, kau boleh turun tangan sekarang"

"Terima kasih, nyonya Li, kau harus berhati-hati"

Mendadak gadis itu menggetarkan pergelangan tangannya, pedang baja tersebut seketika berubah jadi sangat lembek bagaikan sebuah angkin saja, dalam beberapa kelebatan senjata tersebut sudah menyambar ke tubuh Nyonya Li. Dalam perkiraan Lim Han-kim semula, pertarungan antara dua orang jago lihay ini pasti berlangsung dalam gerak cepat lawan cepat disertai perubahan yang tak terhingga banyaknya.

Siapa tahu gerak serangan dari seebun Giok-hiong itu justru begitu lambat bagaikan siput yang sedang berjalan saja, jangan lagi untuk melukai Nyonya Li, rasanya untuk menusuk seseorang yang tak mengerti ilmu silat pun sukar sekali.

Dia mencoba perhatikan nyonya Li, ternyata perempuan setengah umur itu berdiri angker bagaikan sebuah batu karang, sepasang matanya yang tajam justru mengawasi ujung pedang seebun Giok-hiong dengan serius, hati-hati dan penuh perhatian.

Tatkala ujung pedang tersebut hampir mencapai di depan dada Nyonya Li, mendadak seebun Giok-hiong mengubah gerakannya dari lambat menjadi cepat sekali, di antara kilatan cahaya yang menyilaukan mata, terbentik bunga pedang yang menyebar ke empat penjuru.

Dalam sekejap mata, sekujur tubuh Nyonya Li sudah terkurung dalam lapisan bunga pedang itu.

Tak terlukiskan rasa kaget Lim Han-kim setelah menyaksikan peristiwa ini, pikirnya:

"Tak nyana sama sekali serangan pedangnya begitu ganas, mampu tidak Nyonya Li untuk meloloskan diri tanpa cedera?"

Sementara ia masih termenung, suasana dalam arena telah terjadi perubahan, tampak bunga pedang yang dipancarkan oleh serangan seebun Giok-hiong tersebut tiba-tiba hilang lenyap tak berbekas.

Nyonya Li masih tetap berdiri di tempat semula, hanya paras mukanya kelihatan lebih dingin dan serius.

Seebun Giok-hiong juga masih berdiri dengan senjata tergenggam, mereka berdua berdiri saling berhadapan tanpa mengucapkan sepatah kata pun

Gara-gara pecah perhatiannya Lim Han-kim tak sempat melihat secara jelas bagaimana cara Nyonya Li memunahkan ancaman dari seebun Giok-hiong yang demikian dahsyatnya itu, diam-diam ia merasa sayang.

Sepeminum teh lamanya kedua orang itu berdiri saling berhadapan, akhirnya seebun Giok-hiong turunkan pedangnya ke bawah seraya berkata pelan:

"Kesempurnaan tenaga dalam yang nyonya miliki memang bukan nama kosong, Hari ini aku merasa puas dengan hasil pertarungan ini."

Selesai bicara, pelan-pelan ia balik badan dan beranjak pergi meninggalkan tempat itu.

Meskipun dia berusaha menjaga ketenangan serta kemantapan langkahnya, namun Lim Han-kim dapat menyaksikan bahwa langkahnya agak gontai dan enteng, jelas isi perutnya sudah terluka parah.

Menanti sampai bayangan punggung seebun Giok- hiong sudah lenyap di balik tikungan jalan, nyonya Li baru cepat-cepat bergerak menuju ke belakang sebuah batu besar. Lim Han-kim menyaksikan gerak langkah perempuan ini pun agak gontai dan mengambang, hal ini sangat mencengangkan hatinya.

"Heran" Demikian ia berpikir, "Masa nyonya Li juga menderita luka dalam?"

Terdorong rasa ingin tahunya, tanpa terasa ia melangkah ke depan berniat menyusul di belakangnya.

"Cepat berhenti" seru Pek Si-hiang mendadak.

Lim Han-kim menghentikan langkahnya seraya berpaling.

"Kau memanggil aku?"

Pek Si-hiang tidak menjawab, dia hanya menggapai berulang kali,

"Ada apa nona memanggilku?" tanya Lim Han- kim sambil berjalan menghampiri

"Apa kau bermaksud menengok nyonya Li?" bisik Pek Si-hiang.

"Yaa, rasanya dia kurang beres, jangan-jangan isi perutnya juga terluka."

"Betul." Pek Si-hiang mengangguk, "Dia memang berluka dalam, cuma luka yang diderita Seebun Giok- hiong jauh lebih parah. Aaaai... Tampaknya aku tak boleh berpeluk tangan.."

Mendengar itu, Lim Han-kim berpikir dengan keheranan:

"Sejak kau tinggalkan ilmu sesat sembilan iblis, kondisi tubuhmu sudah pulih kembali seperti sedia kala, lemah, banyak penyakitan, dengan cara apa kau hendak bertanding melawan mereka?"

Meski berpikir begitu, jawabnya juga:

"Lebih baik lagi pabila nona dapat menemukan sebuah siasat jitu yang bisa memaksa seebun Giok-hiong mengundurkan diri secara suka rela, dengan begitu pertarungan berdarah ini pasti dapat terhindar"

"Seebun Giok-hiong mustahil mau mengurungkan niatnya untuk menciptakan pertumpahan darah ini apalagi membatalkan di tengah jalan, kau rasa selain kita berusaha mengalahkan dirinya dalam pertarungan nanti, satu-satunya jalan adalah menghabisi nyawanya sebelum pertemuan terselenggara, dengan kematiannya secara otomatis pertumpahan darah ini pun bisa dihindari..."

Kemudian setelah berhenti sejenak. lanjutnya: "Aku yang salah menilai dirinya."

"Bagaimana kau bisa salah menilainya?"

"Dalam anggapanku, kehadiranmu mungkin bisa selamatkan dia dari jurang kehancuran ini, siapa tahu dia lebih suka memutuskan tali hubungan cinta ketimbang membatalkan rencananya."

"Aaah, nona Pek hanya bergurau, dengan kepandaian silat yang kumiliki ini rasanya sepuluh jurus pun aku tak mampu menghadapinya."

"Yang kumaksudkan bukan ilmu silatmu, aaai . . . bagaimana pun urusan toh sudah menemui jalan buntu, lebih baik tak usah disinggung lagi, masalah terpenting saat ini adalah menemukan orang yang sanggup menaklukkan Seebun Giok-hiong dalam waktu yang amat singkat ini."

"Nyonya Li terhitung jagonya nomor wahid di kolong langit, selain dia, siapa lagi yang mampu mengunggulinya?"

"Kalau cuma menghadapi Seebun Giok-hiong seorang, Nyonya Li sudah cukup untuk membendungnya, tapi situasi saat ini telah berubah, para jago yang diundang Seebun Giok-hiong untuk membantu kubunya pasti bukan manusia sembarangan bila orang yang diundangnya persis seperti apa yang kuduga, tampaknya kita harus menggunakan taktik racun melawan racun untuk menghadapinya, dengan menghalalkan segala cara kita berusaha meraih kemenangan"

"Dengan menghalalkan sebala cara?" gumam Lim Han- kim tidak habis mengerti.

"Yaa, seebun Giok-hiong mulai duluan menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan tentu saja kita pun tak usah sungkan-sungkan untuk mengikuti tindakannya itu."

"Maksud nona..."

Sekilas hawa napsu membunuh melintas di atas wajah Pek si-hiang, katanya:

"Dia enggan menuruti nasehatku dengan memaksakan terus kehendaknya, terpaksa aku harus membantu nyonya Li untuk membinasakan dirinya."

Mendengar itu Lim Han- kim hanya bisa menghela napas panjang tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar