Pedang Keadilan II Bab 28 : Taruhan Menjadi Pelayan

 
Bab 28. Taruhan Menjadi Pelayan

Lim Han- kim hanya menonton jalannya pertarungan itu dengan wajah kesemsem, sekalipun kedua orang itu hanya membatasi diri dengan menggunakan dua jenis ilmu silat, namun perubahan gerakannya betul-betul hebat dan luar biasa.

Meskipun ilmu Pukulan Penyanggah Langit yang diandalkan kakek berambut panjang itu hanya terdiri dari delapan belas jurus, namun setelah digunakan ternyata memiliki perubahan yang luar biasa banyaknya, sebentar ia menyerang dengan menggunakan tangan tunggal, sejenak kemudian mencecar dengan kedua belah tangannya, namun jurus yang digunakan ternyata berlainan satu sama lainnya.

Pertarungan yang berlangsung saat ini betul-betul merupakan suatu pertarungan sengit yang langka terjadi dalam dunia persilatan pertarungan itu membuat Lim Han- kim begitu terpesona hingga lupa segala-galanya.

Tak selang berapa saat kemudian, kedua belah pihak telah bertempur hingga ratusan jurus lebih, namun keadaan tetap berimbang dan tak satu pun berhasil mengalahkan lawannya.

Tiba-tiba kakek berambut panjang itu memperketat serangannya, setelah melepaskan tiga buah pukulan berantai, ia melompat mundur sambil berteriak: "Tahan" "Ada apa?" seebun Giok-hiong ikut menghentikan serangannya dan mundur dua langkah.

"Bila pertarungan harus dilangsungkan dengan cara begini, aku rasa walau bertarung sampai besok pun, susah untuk menentukan siapa lebih unggul di antara kita"

"Lalu apa pendapatmu?"

"Aku tak perlu harus terus menggunakan delapan jurus ilmu pukulan Penyanggah Langit, sedang kau pun tak terbatas hanya menggunakan ilmu Langkah Tujuh Bintang serta ilmu sentilan jari sakti. Kita masing-masing bebas menggunakan segala kemampuan yang dimiliki untuk bertarung habis-habisan, Aaaai... sudah puluhan tahun aku tak pernah bertarung melawan seseorang hingga sepuas hari ini"

"Baik, kupenuhi permintaanmu itu"

"Ha ha ha... puas sungguh puas Tak nyana kau meski cuma seorang bocah perempuan, namun punya kegagahan yang mengagumkan" selesai bicara, ia membentak nyaring dan segera lancarkan sebuah gempuran dahsyat

seebun Giok-hiong segera mengayunkan tangan kanannya, Dengan ujung jari dan jari tengahnya, ia sodok urat nadi pada pergelangan tangan kakek tersebut.

Buru-buru kakek berambut panjang itu menarik tangannya sambil membatalkan serangan. Diiringi bentakan nyaring, telapak tangan kirinya kembali melancarkan sebuah bacokan kilat. Dalam melancarkan setiap pukulannya, kakek itu selalu membentak nyaring lebih dulu, Hasil pukulan yang dilontarkan ternyata dahsyat, bahkan diselingi desingan angin tajam yang membuat baju para penonton di seputar arena pun turut berkibar.

Diam-diam Lim Han- kim berpikir: " Kehebatan tenaga pukulan kakek ini jarang sekali dijumpai dalam dunia persilatan sayang, kendatipun ia memiliki tenaga dalam yang sempurna, bila pertarungan harus dilalui dengan cara begini, mungkin ia tak bisa bertahan lama.

Tampaknya seebun Giok-hiong enggan melayani kakek tersebut dengan pertarungan keras lawan keras, selama pertempuran berlangsung, sepasang tangannya hanya mengandalkan ilmu memotong urat untuk mengancam nadi-nadi penting di tangan lawan yang memaksa kakek berambut panjang itu membatalkan setiap ancamannya di tengah jalan.

Pertarungan ini benar-benar merupakan suatu pertarungan tenaga melawan akal, Keganasan ilmu jari yang digunakan seebun Giok-hiong serta keganasan dan kedahsyatan ilmu pukulan kakek berambut panjang itu, ditambah pula dengan suara-suara bentakan yang memekik telinga, membuat pertarungan ini berlangsung amat sengit dan amat berbahaya.

Dilihat dari kedahsyatan tenaga pukulan dari kakek berambut panjang itu, seandainya seebun Giok-hiong tersambar sekali saja, niscaya nyawa gadis itu bakal melayang, namun ilmu jari yang diandalkannya justru mampu membatalkan setiap ancaman yang dagang, bahkan dipakai tepat pada saatnya. Tak selang berapa saat kemudian, kakek berambut panjang itu sudah lepaskan ratusan pukulan dahsyat, sementara seebun Giok-hiong juga telah membendung ratusan pukulan itu, Namun suara bentakan yang dilontarkan justru makin lama makin nyaring, Angin pukulan yang dilepaskan juga kian lama kian bertambah kuat dan ganas, seakan-akan dia memiliki tenaga dalam yang tiada habisnya.

Kembali kedua belah pihak bertarung hampir dua puluh gebrakan, Tiba-tiba terdengar seebun Giok-hiong membentak nyaring: "Hati- hati"

Mendadak permainan jurusnya berubah, Dengan tangan kanan melepaskan pukulan dan tangan kiri melepas sentilan jari, ia kembangkan serangan balik yang tak kalah dahsyatnya.

Ketika desingan angin jarinya yang cepat berhasil mendesak keluar pukulan yang dilepaskan kakek berambut panjang itu, pukulan tangan kanannya segera menerobos masuk-pukulan yang dilontarkan tak nampak hebat, juga tak kedengaran deruan angin pukulan yang kuat, tapi kakek berambut panjang itu berhasil dipaksa untuk mundur berulang kali.

Lim Han- kim yang menonton jalannya pertarungan dari sisi arena diam-diam harus memuji juga, pikirnya: "llmu silat yang dimiliki seebun Giok-hiong benar-benar luar biasa hebatnya, jika malam ini ia benar-benar berhasil menaklukkan sepasang manusia yang tak diketahui asal-usulnya ini, posisinya ibarat harimau tumbuh sayap. Dunia persilatan akan bertambah repot lagi menghadapi kedua gembong iblis ini..." sementara dia masih termenung, mendadak terdengar nyonya cantik itu berteriak keras:

"Hei bocah jelek, berani kau bertarung melawanku?"

Lim Han- kim angkat kepalanya memandang nyonya cantik itu sekejap. lalu tanyanya: "Kau ingin menantangku untuk berduel?"

"Dalam ruangan kuil Thian-li-bio ini cuma ada empat orang. Dua orang sudah bertarung, berarti tinggal dua orang lagi, Kalau aku tidak menantangmu, lantas kau anggap aku menantang diriku sendiri?"

Lim Han- kim segera berpikir. "Ilmu silat yang lelaki saja sudah begitu hebat dan luar biasa, jelas kepandaian silat yang dimiliki perempuan ini tak kalah hebatnya, Aku tak mungkin menolak tantangan wanita ini, Menampik tantangan seorang wanita akan sangat memalukan diriku dan menurunkan pamorku. Tampaknya malam ini aku mesti bertarung habis-habisan, aku tak boleh tunjukkan kelemahan di hadapannya."

Berpikir sampai di situ, ia pun menjawab dengan suara dingin: "Kita akan bertarung dengan cara apa?"

Nyonya cantik itu termenung berpikir sejenak. kemudian jawabnya: "Terserah kau, mau adu pukulan tangan kosong atau beradu senjata?"

"Bertarung dengan senjata kelewat bahaya, bagaimana kalau kita beradu tangan kosong saja?"

"Baik, bagaimana kalau kita pun bertaruh?"

"Celaka," pikir Lim Han- kim. "Bagaimana mungkin aku bertaruh dengannya? Asal ilmu silat yang dimilikinya ada separuh saja dari kemampuan yang dimiliki suaminya, aku sudah tak mampu mengungguli dia..."

Meski berpikir begitu, tanpa sadar ia bertanya juga: "Apa yang kita pertaruhkan?"

"Kalau kita harus tentukan taruhan sendiri, rasanya kelewat repot, bagaimana kalau kita bertaruh secara berangkai saja?"

"Bertaruh secara berangkai? Bagaimana maksudmu?" "Pertaruhan kita mempertaruhkan menang kalah

mereka berdua saja, Bila dia kalah, aku pun kalah hingga kami berdua sama-sama kalah, maka kami akan mengaku kalah dengan perasaan puas..."

setelah melirik sekejap pertarungan yang masih berlangsung antara seebun Giok-hiong dengan kakek berambut panjang itu, kembali lanjutnya: "Sebaliknya bila bocah perempuan itu kalah dan kaupun kalah di tanganku, berarti kalian berdua sama-sama kalah, maka kalian harus secara ikhlas menjadi budakku..."

"Bagaimana kalau masing-masing pihak menang sekali kalah sekali?"

"Bila aku dapat mengungguli kau sedangkan suamiku kalah di tangan bocah perempuan itu, maka pertarungan harus dibatalkan Kita harus mengulangi kembali dengan pertaruhan baru"

Cepat-cepat Lim Han- kim gelengkan kepalanya berulang kali. "Tidak bisa Lebih baik apa yang kita pertaruhkan hanya terbatas untuk kita berdua, tak perlu disangkut pautkan dengan orang lain"

Karena ia tak yakin bisa mengungguli nyonya cantik itu, pemuda tersebut tak berani menyanggupi tantangannya.

Melihat pemuda itu sangsi, sambil tertawa dingin nyonya cantik itu mengejek lagi:

"sebagai seorang lelaki sejati, masa kau tak punya keberanian untuk melayani tantangan perempuan tua macam aku?"

Rupanya perempuan cantik ini sudah melihat bahwa pertarungan antara suaminya melawan seebun Giok- liong bakal di-menangkan gadis tersebut. Untuk menghindari taruhan yang menyebabkan mereka harus jadi pelayan gadis tersebut, dia pun melirik Lim Han- kim yang dipandangnya sebagai musuh enteng. Dia berharap bisa mengalahkan pemuda tersebut dan membatalkan pertaruhan tersebut.

Termakan sindiran tersebut, kontan saja Lim Han- kim naik darah. Dengan kening berkerut ia berseru: "Nyonya, jadi kau anggap aku takut kepadamu?"

"Yaa, sudah sepantasnya kau takut kepadaku" ejek nyonya cantik itu sambil tertawa.

"omong kosong" bentak Lim Han- kim sambil meluncurkan sebuah pukulan dahsyat ke depan.

Nyonya cantik itu segera mengebaskan tangannya menangkis pukulan itu, kembali ia berseru: "Bagaimana dengan taruhannya?" "Kita tak usah bicara soal taruhan, Masing-masing pihak boleh andalkan semua kekuatan yang dimiliki untuk meraih kemenangan, yang kuat akan unggul dan yang lemah akan mampus" sepasang kepalannya diayunkan, beruntun ia melepaskan dua pukulan berantai yang dahsyat.

Dengan enteng dan cekatan perempuan cantik itu berkelit dari dua pukulannya itu, lalu ia kembali berseru dengan ketus: "Jika kau enggan bertaruh, sama artinya dengan mencari penyakit buat diri sendiri" sementara berbicara, ia lepaskan dua serangan balasan.

Diam-diam Lim Han- kim berpikir: "Tampaknya ilmu silat perempuan ini tak beda jauh dengan kepandaian yang dimiliki kakek berambut panjang itu, Aku tak boleh membiarkan ia menduduki posisi di atas angin." Berpikir begitu, secara beruntun kepalannya melepaskan lagi serangkai pukulan berantai.

Didesak hebat oleh serangan Lim Han- kim, mau tak mau perempuan cantik itu harus mengeluarkan pula segenap kemampuannya untuk saling menyerang dengan lawannya.

Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah bertarung hampir empat-lima puluh gebrakan, Di awal pertarungan perempuan cantik itu belum menunjukkan kehebatan atau keistimewaannya, ia mengambil posisi bertahan dan membiarkan Lim Han- kim melepaskan pukulan gencarnya.

Begitu lewat empat-lima puluh gebrakan, tiba-tiba perempuan cantik itu mulai melancarkan serangan balasan, pukulan demi pukulannya dilancarkan makin lama semakin hebat.

Belasan gebrakan kemudian, jurus serangan yang digunakan perempuan cantik itu makin gencar dan hebat, Dalam keadaan demikian, bukan saja Lim Han- kim tak berhasil melancarkan serangan balasan, ia malah keteter hebat dan terperosok dalam posisi yang berbahaya sekali.

Pada saat itulah tiba-tiba terdengar seebun Giok-hiong berseru: "saudara Lim, cepat mundur tiga langkah sebelum meneruskan pertarungan ketahuilah sepasang kakinya sudah dirantai orang ke atas dinding, Bila kau mundur tiga langkah, maka jangkauannya tak bakalan mencapai tubuhmu. serangannya yang dahsyat pun akan hilang separuh daya hancurnya"

Mendengar teriakan itu, Lim Han- kim segera berpikir "Tampaknya segala masalah akan nampak gampang dan sederhana sekali bila rahasianya sudah terungkap. Ketika masuk ke dalam ruang kuil Thian-li-bio tadi kami berdua sama-sama sudah melihat rantai yang membelenggu perempuan itu, heran, kenapa aku tak berpikir sampai ke situ?"

sambil berpikir ia benar-benar menuruti anjuran tersebut dengan mundur berapa langkah.

Tampaknya perempuan cantik itu pun sudah menduga niat Lim Han- kim. Mendadak ia lancarkan serangan mematikan, tangan kanannya melepaskan sebuah pukulan dahsyat sementara kelima jari tangan kirinya dipentangkan lebar-lebar dan langsung mencengkeram tubuh pemuda tersebut Buru-buru Lim Han- kim mengeluarkan jurus Burung Merak Pentang sayap untuk membendung gempuran perempuan tersebut, kemudian kakinya mundur setengah langkah menghindari datangnya cengkeraman maut itu.

Mendadak perempuan cantik itu menekuk kelima jari tangannya sambil menyentil, beberapa desingan tajam langsung menggempur bahu kiri Lim Han- kim.

Pemuda itu seketika merasakan lengan kirinya kesemutan sadar kalau gelagat tidak menguntungkan, buru-buru dia menghimpun tenaga murninya dan melompat mundur sejauh lima langkah.

Apa mau dikata, sepasang kaki perempuan cantik itu dirantai ke atas dinding, Begitu Lim Han- kim melompat mundur, posisi pemuda itu pun telah berada di luar jangkauan tangannya lagi, otomatis ia tak sanggup melanjutkan sergapannya.

Di saat lengan kiri Lim Han-kim menderita luka itulah, pertarungan antara seebun Giok-hiong dengan si kakek berambut panjang telah menunjukkan hasil, Terdengar kakek berambut panjang itu mendengus tertahan, secara beruntun tubuhnya mundur sejauh tiga langkah sebelum berhasil berdiri tegak kembali.

seebun Giok-hiong berdiri dengan wajah dingin dan serius, sambil menyeka peluh dingin yang membasahi jidatnya ia menegur: "Bagaimana? Mengaku kalah?"

seraut wajah kakek berambut panjang yang jelek dan aneh itu kini sudah berubah jadi merah padam, ia mendongakkan kepalanya dan menghembuskan napas panjang. "Yaa, aku harus mengaku kalah," sahutnya. seebun Giok-hiong tersenyum, katanya lagi: "Padahal ilmu silat kita berimbang, Aku hanya lebih mujur karena berhasil mengungguli kau satu jurus"

sebagaimana diketahui, gadis ini berniat menarik lawannya agar memihak dia, karena itu nada pembicaraannya ikut berubah pula, Dia tak ingin membuat malu orang tersebut sehingga jadi nekat dan beradu jiwa dengannya.

Perempuan cantik itu buru-buru menyela: "Meskipun kau berhasil melukai suamiku, tapi aku pun berhasil melukai suamimu, jadi kita berimbang"

Waktu itu Lim Han-kim merasa beberapa buah jalan darah pada lengannya terasa sakit sekali. ia jadi naik pitam setelah mendengar perkataan itu, teriaknya segera: "Hei, apa yang kau ocehkan?"

"Memangnya aku salah bicara?"

"Kami memang bukan suami istri" buru-buru Seebun Giok-hiong menerangkan sambil tertawa.

"sekalipun bukan suami istri, kalian tentu sepasang kekasih"

"sayang, kami pun bukan pasangan kekasih" "Kalau bukan suami istri, juga bukan sepasang

kekasih, kenapa kalian melakukan perjalanan bersama? Macam apa itu?" teriak perempuan cantik itu gusar.

"Kau tak usah mencampuri urusanku" tukas Lim Han- kim ketus, "Aku toh sudah jelaskan sejak awal, pertarungan kita tak ada sangkut pautnya dengan pertarungan mereka" "sekalipun tak ada sangkut pautnya, tapi pertarungan kita juga belum selesai Ke sini kamu, biar kucabut nyawamu untuk memenuhi janjiku tadi"

"sudah, sudahlah," sela kakek berambut panjang itu tiba-tiba sambil menggoyangkan tangannya berulang kali, "Selama bertahun-tahun aku selalu berharap bisa menderita kekalahan, tapi harapanku itu belum pernah terkabul. Hari ini beruntung sekali aku dapat berjumpa dengan nona yang berilmu sangat tinggi, aku benar- benar kalah dengan ikhlas..."

"Apa?Jadi kau benar-benar hendak memenuhi janjimu dan berbakti sebagai pelayannya?" potong perempuan cantik itu

"Pembicaraan kaum perempuan macam kau boleh saja tak usah dipegang, tapi sebagai seorang lelaki sejati aku tak ingin ingkar janji, setelah kalah, aku wajib memenuhi janjiku."

Perempuan cantik itu menghela napas panjang, katanya kemudian: "Aku tahu, kau ingin pergi meninggalkan tempat ini. Aaaai... sudah puluhan tahun lamanya kau sekap aku di sini, sesungguhnya akupun sudah terbiasa dengan penghidupan yang sepi macam begini, Tak nyana justru kaulah yang tak tahan dengan penghidupan sepi di sini..."

"Siapa bilang aku tak tahan dengan penghidupan begini" bantah kakek berambut panjang itu mencak- mencak. "Aku hanya kalah bertanding dengan orang sehingga aku tak ingin ingkari janjiku" "Setelah kepergianmu jadi pelayannya, bagaimana pula dengan aku? Kau hendak tinggalkan aku seorang diri di sini?"

"Tentu saja aku akan mengajakmu pergi"

"Tapi ingat, dalam dunia persilatan banyak terdapat jago-jago yang ganteng dan gagah. Kau tak takut aku jatuh cinta kepada mereka dan meninggalkan dirimu? pikirlah dulu, jangan menyesal di kemudian hari"

Lim Han-kim yang mendengar perkataan tersebut jadi tertegun, pikirnya tanpa terasa: "Kenapa perempuan itu bicara begitu? Apa maksudnya memaksa suaminya agar tidak meninggalkan dirinya?"

Tampak kakek berambut panjang itu berjaan mondar- mandir dengan perasaan tak tenang, sambil berjalan gumamnya: "Justru persoalan inilah yang paling aku khawatirkan. Aaaai... gara-gara persoalan ini, sudah puluhan tahun aku terbelenggu di tempat ini, sudah kusia-siakan masa remajaku dengan percuma."

Kini Lim Han-kim baru mengerti duduknya persoalan Diam-diam ia jadi geli sendiri, pikirnya: "Rupanya dia takut istrinya tertarik dengan pria lain, maka ia sengaja menyekap istrinya di tempat ini, bahkan mengurungnya sampai puluhan tahun. Tindakan orang ini betul-betul tolol. Masa sampai dia sendiri pun rela berdiam di tempat seperti ini hanya untuk menemani istrinya... Di lain sisi terbukti juga bahwa cinta kasihnya terhadap sang istri teramat mendalam, meski agak goblok."

Dalam saat itu si kakek berambut panjang masih berjalan hilir mudik sambil bergumam tiada hentinya, jelas ia tak bisa mengambil keputusan gara-gara pertanyaan yang diajukan istrinya itu. Selama ini Seebun Glok-hiong hanya berdiam diri saja tanpa komentar sekecap pun.

Tiba-tiba kakek berambut panjang itu menghentikan langkahnya seraya berseru: "Aaaah, ada akal, ada akal Aku berhasil temukan sebuah cara yang bisa mencegah agar kau tidak mencintai orang lain"

"Apa caramu itu?" tanya perempuan cantik itu.

Tiba-tiba kakek berambut panjang itu kembali menghela napas panjang, katanya: "cara ini bagusnya sih bagus, cuma kau bakal lebih sengsara"

"Tidak apa-apa, coba kau terangkan"

"cantik jeleknya seseorang bukankah tergantung pada pandangan sepasang mata?"

"Betul, dan kau berniat mencongkel keluar sepasang mataku ini agar aku tak bisa melihat kegantengan lelaki iain?"

"Tepat sekali dugaanmu cuma aku membayangkan kembali betapa menderita dan tersiksanya kau tatkala kucongkel keluar sepasang biji matamu nanti, sehingga aku merasa cara ini kurang baik,"

Tergerak perasaan Lim Han- kim setelah mendengar perkataan ini, diam-diam dia berpikir. "sungguh tega dan keji perasaan orang ini Hanya gara-gara khawatir istrinya tertarik pada kegantengan lelaki lain, ia begitu tega hendak mencongkel keluar sepasang matanya."

sebaliknya seebun Giok-hiong hanya berdiri santai di tempat itu. ia bersikap tak acuh terhadap tanya jawab kedua orang itu, seolah-olah tidak mendengar sama sekali.

"Baiklah" terdengar perempuan cantik itu berkata kemudian, "Selama ini aku memang bukan tandinganmu. Jika kau bersikeras hendak mencongkel sepasang mataku, lakukanlah sesuai dengan keinginanmu"

"Biarpun aku sangat ingin mencongkel keluar sepasang matamu, tapi aku pun tak tega menyaksikan kau tersiksa dan menderita, Kita harus temukan dulu sebuah jalan pemecahan yang sempurna."

Lim Han- kim tak sanggup menahan diri lagi tiba-tiba ia menimbrung: "cara apa pun yang bakal kau temukan, mencongkel sepasang matanya sama berarti membuatnya menjadi cacad, dengan membuatnya jadi cacad, apa bedanya dengan membuat ia menderita?"

Mencorong sinar tajam dari balik mata kakek berambut panjang itu, ditatapnya wajah Lim Han- kim dengan garang, lalu umpatnya: "Anjing sialan, apa urusannya dengan kau?"

"Manusia ini benar-benar tidak tahu diri.." pikir Lim Han-kim dalam hati.

Dengan suara berbisik seebun Giok-hiong segera berkata: "orang itu pencemburu berat, Asal kau tidak mengajak bininya bicara, urusan apa saja dapat dirundingkan"

Terdengar perempuan cantik itu berkata: "Suamiku, begini saja, bagaimana kalau kau biarkan aku berdiam seorang diri di kuil Thian-ii-bio ini?" "Tidak bisa" Kakek berambut panjang itu gelengkan kepalanya berulang kali, "Membiarkan kau berdiam seorang diri di sini membuat hatiku semakin tak lega."

Tiba-tiba seebun Giok-hiong menimbrung: "Bukankah kau hanya tak ingin dia tertarik dengan pria lain?"

"Betul" kakek itu membenarkan

"Kalau begitu kau tak perlu mengorek biji matanya.

Aku punya pemecahan yang amat bagus."

"Nona, bagaimana caramu?" seebun Giok-hiong tertawa.

"Aku akan membiarkan dia menelan sejenis obat, setelah itu dia akan menaruh rasa benci dan muak yang amat sangat terhadap kaum pria. Bila rasa muak itu sudah muncul, otomatis dia tak bakal tertarik lagi pada pria lain."

"Apakah obat tersebut dapat dipercaya?" tanya si kakek dengan kening berkerut

"Tanggung sangat manjur" setelah berhenti sejenak. seebun Giok-hiong meneruskan "Cuma ada satu hal aku perlu jelaskan lebih dulu."

"Masalah apa?"

"setelah dia minum obat tersebut, maka rasa muaknya terhadap kaum pria akan berlaku merata, termasuk juga terhadap dirimu sendiri".

"Itu bukan masalah"sahut kakek itu cepat-cepat. "Kalau begitu, beres sudah" Kakek berambut panjang itu segera menjulurkan tangannya ke muka sambil berkata:

"sekarang serahkan dulu obat tersebut kepadaku" "Kenapa kau terburu napsu?" sahut seebun ciiok hiong

dengan kening berkerut "Lagipula obat tersebut tidak

berada dalam sakuku sekarang..."

"Sebelum dicobakan, dari mana aku bisa tahu jika obat itu pasti manjur dan bisa dipercaya."

Hampir meledak suara tertawa Lim Han-kim saking gelinya menyaksikan tingkah pola kakek itu. ia pun berpikir "Dari dulu sampai sekarang, mungkin hanya dia seorang yang punya rasa cemburu sehebat ini."

Kebetulan waktu itu si kakek sedang melirik ke arah Lim Han-kim. Melihat ujung bibir pemuda itu menyungging senyuman, dengan mata mendelik kontan ia membentak penuh amarah: "Hei, apa yang kau tertawakan?"

Lim Han-kim melirik perempuan cantik itu sekejap. kemudian katanya: "Aku lihat sifat istrimu sangat halus dan berbudi, mustahil dia bakal melakukan perbuatan yang menyalahi dirimu, Aku rasa keinginanmu untuk mencongkel matanya dan membuat ia benci pria dengan obat-obatan merupakan tindakan yang berlebihan"

"Huuuuh Dengan usia semuda itu, tahu apa kau? Aku sudah banyak pengalaman, memangnya aku tidak lebih jelas darimu?"

"Masa seorang lelaki sejati tak mampu melindungi kesetiaan istri sendiri.." "omong kosong" bentak kakek berambut panjang itu gusar, "sudah puluhan tahun lamanya kutinggalkan nama dan kedudukan hanya agar ia hidup tenteram di sini, Kalau sampai detik terakhir aku tidak mengurusi dirinya bukankah usahaku selama puluhan tahun bakal sia-sia belaka...?"

Kembali Lim Han- kim berpikir "Bukan cuma kau, apakah istrimu juga tidak merasa bahwa kehidupannya selama puluhan tahun hanya sia-sia saja karena selama ini tersekap di tempat semacam ini." Namun demi menyaksikan kakek itu sedang marah besar, ia segan untuk membantah lebih jauh.

Dalam situasi itulah seebun Giok-hiong menyela: "Kalian berdua sudah berusia lanjut, Jadi suami istri pun sudah puluhan tahun lamanya, ibarat perasaan cinta pun mungkin sudah membatu dan membesi, mana mungkin masih punya pikiran untuk nyeleweng..."

setelah berhenti sejenak. seebun Giok-hiong melanjutkan "Lebih baik kalian bicarakan dulu masalah ini baik-baik. Tiga hari lagi aku akan datang kemari untuk menjemput kalian pergi meninggalkan tempat ini."

"Baik, akan kutunggu kedatanganmu tiga hari lagi" jawab kakek berambut panjang itu cepat, "Selewatnya tiga hari, bila kau belum datang, maka taruhan ini kuanggap batal."

"Bila kau belum puas dengan kekalahanmu hari ini, tiga hari kemudian kita boleh bertaruh sekali lagi"

Kakek berambut panjang itu seketika terbungkam dan tak mampu berkata apa-apa. sambil mengangkat tangannya, kembali seebun Giok-hiong berkata: "Tiga orang gadis yang kau tawan semalam adalah anak buahku, kau harus merawat mereka baik-baik. Tiga hari lagi bila aku datang kemari akan kubawa mereka pergi."

Tanpa menunggu jawaban dari kakek itu lagi, dengan menggandeng tangan Lim Han- kim ia segera berlalu dari situ.

Lim Han-kim sendiri meski tidak berkata apa-apa, namun dengan perasaan keheranan pikirnya: "sesungguhnya persoalan apa sih yang ia hadapi sekarang? Kenapa begitu terburu- buru sehingga waktu untuk menolong siau-cui sekalian pun diabaikan?"

Dengan menarik tangan Lim Han-kim, seebun Giok- hiong langsung keluar dari kuil Thian-li-bio dan menempuh perjalanan sejauh dua-tiga li sebelum secara tiba-tiba ia jatuhkan tubuhnya ke dalam pelukan anak muda itu.

"Cepat cari sebuah tempat yang sepi dan terpencil" bisiknya lirih. "Aku harus mengatur napas untuk menyembuhkan lukaku."

Ketika Lim Han-kim menengok wajahnya, tampak paras muka gadis itu sudah berubah pucat pias bagaikan mayat, matanya redup dan wajahnya amat kuyuh.

Dengan perasaan terkejut segera tegurnya: "Kenapa kau?" seebun Giok-hiong tertawa getir.

"Bukankah kau selalu mengagumi ilmu silatku dan kau katakan tanpa tandingan? Lihatlah sendiri, hari ini aku telah bertemu dengan musuh paling tangguh yang belum pernah kujumpai sebelumnya."

"Kau maksudkan kakek berambut panjang itu?" "Betul, dialah orangnya"

Boleh dikata saat ini Lim Han-kim harus meneruskan perjalanan dengan membopong tubuh seebun Giok-hiong yang lemas, sambil berlari kecil ia berkata lagi: "Tapi jelas kau yang berhasil mengungguli pertarungan tadi bahkan ia berhasil kau kalahkan dengan mudah."

"Apabila kemenangan tadi tidak kuraih dengan susah payah, mustahil ia bersedia mengikuti aku secara sukarela."

"Lalu kau sudah terluka sekarang?"

"Yaa..." seebun Giok-hiong menghela napas panjang, "Bahkan lukaku cukup parah, Bila kau ingin balaskan dendam bagi kematian Pek si-hiang, sekaranglah kesempatan yang terbaik untukmu, Kini, keadaanku amat lemah, kemampuanku untuk bertarung masih jauh di bawah kemampuanmu. Bila ingin membunuh seebun Giok-hiong, kau dapat melakukannya segampang membalikkan telapak tanganmu sendiri"

"sayang sekali, Lim Han- kim bukan manusia pengecut yang berjiwa kerdil, aku bukan orang yang suka memanfaatkan kelemahan orang lain."

"Mungkin selama hidupmu kau hanya mempunyai kesempatan sebaik ini satu kali ini saja, Bila kau lewatkan kesempatan ini, mungkin selama hidup kau akan merasa menyesali".

"Hingga detik ini, terus terang saja aku masih belum percaya bahwa kaulah pembunuh Pek si-hiang..."

"Jadi kau percaya dia masih hidup di dunia ini?" tanya seebun Giok-hiong sambil tertawa. "Benar, aku percaya dia belum mati."

"Tapi semua peristiwa itu merupakan kenyataan, bahkan dengan mata kepala sendiri kusaksikan ia putus nyawa, buat apa aku membohong imu?"

"Bila kau benar-benar membunuhnya, suatu ketika nanti aku pasti akan membalaskan dendam sakit hatinya"

"Kenapa kau tidak turun tangan sekarang juga?" "Tidak Kalau ingin membalas dendam, aku harus

dapat mengalahkan kau dengan andalkan ilmu silat Aku ingin suatu pertarungan yang adil. Aku baru akan membunuhmu bila memang aku berhasil mengalahkanmu"

"Dalam sepuluh tahun mendatang, belum tentu kau akan menjumpai kesempatan seperti ini lagi."

sementara pembicaraan masih berlangsung, tibalah mereka berdua di tepi sebuah hutan. Lim Han-kim segera membimbing seebun Giok-hiong masuk ke dalam hutan mencarikan sebuah tanah berumput yang datar dan membimbingnya untuk duduk, kemudian baru ia melanjutkan:

"Bagi seorang lelaki sejati, membalas dendam pada sepuluh tahun kemudian pun belum terhitung terlambat

.Biarlah kutunggu sepuluh tahun lagi sebelum membunuhmu."

"Bagaimana seandainya sepanjang hidup kau tak punya kesempatan ini?" tanya seebun Giok-hiong sambil tertawa. "Pasti ada. Paling lama sepuluh tahun, paling cepat lima tahun, aku pasti akan berhasil mempelajari ilmu silat yang sanggup digunakan untuk membunuhmu"

Tertegun juga seebun Giok-hiong ketika dilihatnya pemuda itu bicara dengan begitu serius dan yakin, katanya kemudian: "Tidak banyak guru kenamaan di dunia saat ini yang sanggup mengalahkan diriku."

"Aku percaya pasti ada jalan untuk mempelajari ilmu tangguh tersebut, kau tak usah ikut merisaukan"

"Boleh kau terangkan padaku kepada siapa kau hendak belajar ilmu silat tangguh itu?" Dengan cepat Lim Han-kim menggeleng.

"Maaf, aku tak boleh menjawab pertanyaanmu ini," katanya.

seebun Giok-hiong tidak banyak bicara lagi, ia segera pejamkan mata dan mulai mengatur pernapasan.

Dua jam berlalu dengan cepatnya, saat itulah seebun Giok-hiong baru selesai bersemedi, sambil membuka mata ia bertanya: "Sudah jam berapa sekarang?"

"Mendekati sore."

"Terima kasih banyak atas perlindunganmu selama ini."

"Bagaimana keadaanmu sekarang? sudah agak baikan?"

"Yaa, sudah segar kembali"

"Kalau begitu, nona harus jaga diri baik-baik. Aku hendak mohon diri lebih dulu." "Kau hendak pergi ke mana?" seebun Giok-hiong segera melompat bangun.

"Dunia amat luas, kemana kakiku melangkah, ke sanalah aku pergi"

"Bila kau ingin menonjolkan diri dalam dunia persilatan, hanya ada dua jalan yang bisa kau tempuh, Kesatu adalah bekerja sama denganku, Jalan kedua adalah bergabung dengan Li Tiong-hui. selain kedua jalan tersebut mungkin sulit bagimu untuk membentuk kelompok tersendiri dalam dunia persilatan saat ini."

"Aku tak percaya selain bergabung dengan kalian berdua, maka aku tak akan temukan jalan lain" selesai berkata, ia membalikkan badan dan beranjak pergi dengan langkah lebar.

"Kini posisi kami berdua sudah terbentuk. situasi ini tak mungkin bisa diubah lagi dengan kekuatan satu- dua orang, Asal kau berniat untuk bergabung dengan kelompokku, setiap saat seebun Giok-hiong akan menyambut kedatanganmu dengan segala hormat"

Lim Han-kim berpaling seraya menjura, ucapnya: "Maksud baik nona biar kuterima dalam hati saja, sayang kepandaian silat yang kumiliki masih belum mampu membantu usaha nona." selesai berkata, tanpa menunggu jawaban dari seebun Giok-hiong lagi, ia teruskan perjalanannya meninggalkan tempat itu. Dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.

Memandang hingga bayangan punggung pemuda itu lenyap dari pandangan mata, seebun Giok-hiong menghela napas panjang, pelan-pelan ia pun berjalan meninggalkan tempat tersebut.

sementara itu Lim Han-kim melakukan perjalanan cepat sejauh puluhan li sebelum menghentikan langkahnya, Ketika berpaling dan tidak melihat seebun Giok-hiong mengikutinya, ia menghembuskan napas panjang dan memperlambat langkahnya.

Angin gunung yang berhembus lewat menimbulkan rasa dingin di badan. Hitung-hitung, ia baru sadar bahwa hari ini telah memasuki bulan kedelapan, Teringat dengan janjinya pada malam Tiong-ciu, pemuda itu segera bergerak menuju ke kota Bu-chong.

Hari itu, ketika mendekati tengah hari, sampailah pemuda itu di kota Bu-chong. Tanggal menunjukkan bulan delapan tanggal empat belas, berarti selisih satu hari dengan tanggal perjanjiannya. Pengembaraan selama ini telah membuat pemuda tersebut berhasil menghimpun banyak pengalaman.

Mula-mula ia mencari rumah makan dulu untuk mengisi perut, kemudian baru ia berangkat ke rumah makan Ui-hokslo, tempat yang dijanjikan sebagai tempat pertemuan.

Rumah makan Ui-hok-Io dibangun dekat sungai dengan pemandangan alam di sekitarnya yang sangat indah, Lim Han- kim mencari sebuah tempat dekat rumah makan tersebut dengan merek Kanglam-cun.

Dicari-nya sebuah tempat yang terpencil. ia menarik turun topi caping yang dikenakan hingga menutupi sebagian besar wajahnya dan diam-diam memperhatikan orang yang lalu lalang dalam rumah makan Ui-hok-lo di hadapan-nya.

Meskipun tempat duduk yang dipilihnya agak memojok dan terpencil namun cukup strategis, pemandangannya luas dan setiap orang yang memasuki rumah makan Ui- hok-lo dari sudut mana pun tak akan luput dari incarannya.

Tak lama setelah ia duduk. muncul seorang pelayan sambil menyapa: "Tuan, hendak pesan apa?"

"Sediakan sepoci arak bagus dan empat macam sayur."

Pelayan itu mengiakan Tak lama kemudian sepoci arak dan empat macam sayur telah dihidangkan Dengan santai Lim Han- kim penuhi cawannya dengan arak lalu mencicipi setegukan, sementara sepasang matanya mengawasi terus orang yang lalu lalang di rumah makan Ui-hok-lo.

Mendadak terdengar suara derap kaki kuda yang ramai berkumandang datang, disusul kemudian tampak empat ekor kuda bergerak mendekat dan berhenti di depan rumah makan Ui-hok-lo tersebut Penunggangnya serentak melompat turun dari kudanya.

orang yang terakhir bertugas menerima tali les kuda rekan-rekannya dan menggiring binatang itu ke sisi lain.

Lim Han-kim menghela napas panjang, diambilnya cawan arak di hadapannya dan meneguk isinya hingga habis. Ternyata mereka bertiga adalah Han si-kong, Li Bun-yang serta Hongpo Lan. Tampak ketiga orang itu memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian bersama-sama masuk ke dalam rumah makan.

Lim Han-kim yang menyaksikan hal ini segera berpikir: "Mereka bertiga datang sehari lebih awal, hal ini membuktikan bahwa perhatian serta cinta kasih mereka kepadaku amat mendalam. Kini aku sudah tiba di sini, kenapa tidak segera kujumpai mereka bertiga?" 

Baru saja dia hendak memanggil pelayan untuk membuat perhitungan, tiba-tiba dilihatnya seorang pemuda berbaju biru dengan seorang pemuda bertopi hijau sedang berjalan memasuki rumah makan Kanglam- cun di mana ia berada sekarang.

Begitu melihat jelas paras muka orang tersebut buru- buru Lim Han-kim melengos ke arah lain dan tak berani meliriknya kembali, Ternyata pemuda bertopi hijau itu tak lain adalah Yu siau-Iiong, sedangkan pemuda berbaju biru yang ada di sisinya tak lain adalah samaran dari Li Tiong-hui.

sementara itu Li Tiong-hui telah melirik sekejap sekeliling tempat itu, kemudian pelan-pelan mengambil tempat duduk di meja sisi Lim Han-kim dan berkata: "Siau-liong, yakinkah kau bahwa Lim suheng- mu pasti akan datang kemari?"

"Aku dibesarkan bersama dia, aku tahu jelas sifat serta wataknya, Asalkan saudara Hongpo Lan tidak bohong, ia pasti akan datang untuk memenuhi janjinya."
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar