Pedang Keadilan II Bab 13 : Berkorban Demi kekasih

 
Bab 13. Berkorban Demi kekasih

"sialan" umpat Hiang-kiok. "Ingin mampus rupanya"

Tangan kirinya segera meraba tombol rahasia dan setiap saat siap menggerakkan alat rahasia yang tersedia, ketika berada sekitar beberapa depa darijalur masuk, perahu itu menghentikan gerakannya secara tiba- tiba, lalu pada ujung geladak muncullah seorang pemuda tampan berbaju hijau yang menyoren sebilah pedang dipinggangnya. seraya memberi hormat kearah jalur masuk, tegurnya: "Adakah orang di situ?"

Hiang-kiok berpaling memandang siok-bwee sekejap. kemudian bisiknya: "Cici, kau saja yang menjawab"

siok-bwee melangkah keluar dari tempat persembunyian lalu sambil bertolak pinggang sahutnya ketus: "Kau hendak mencari siapa?"

"Aku mendapat perintah dari nona seebun" "Kembali saja kejalurmu semula," tukas Siok-bwee

cepat "Katakan kepada Seebun Giok-hiong, hari ini nona

kami tidak terima tamu"

Pemuda itu tampak agak tertegun, serunya keras: "Tapi menurut perintah nona seebun, katanya beliau telah mengadakan janji dengan tuan rumah"

"Tidak apa-apa, katakan saja hari pertemuan diubah" "Baiklah" seru pemuda itu kemudian dengan perasaan

apa boleh buat, "Akan kusampaikan hal ini pada nona seebun, tapi sebelum itu aku harus sampaikan sedikit bingkisan untuk tuan rumah, apakah nona bersedia untuk menerimanya?"

"Bingkisan apa?" tanya siok-bwee sesudah termenung sebentar

Dari sakunya pemuda berbaju hijau itu mengeluarkan sebuah daftar, kemudian dibacanya:

"Bunga aneh sepuluh unting, tusuk konde kemala satu pasang, surat rahasia satu pucuk, peti mati sebuah dan mayat satu sosok."

" Kurang ajar" umpat siok-bwee gusar "Masa peti mati dan mayat juga dijadikan bingkisan? Buang saja mayat itu ke dalam telaga sedang peti matinya lebih baik kalian gunakan sendiri"

"Kata- kataku belum selesai diucapkan, nona, Lebih baik dengarkan dulu penjelasanku hingga selesai sebelum menimbrung," tukas pemuda berbaju hijau itu tegas.

Hawa marah makin menggelora dalam dada siok- bwee, tapi perasaan ingin tahu mendesaknya untuk mengendalikan emosi, tak tahan serunya: "Baiklah, kau boleh lanjutkan penjelasanmu"

"Nona Seebun telah berpesan, tuan rumah boleh menampik bingkisan berupa bunga dan tusuk konde itu, tapi mayat berikut peti matinya harus diterima..."

"Kenapa?"

"Nona seebun berpesan, dengan menerima mayat berikut peti mati itu maka tuan rumah bisa memperlihatkan sedikit rasa baktinya." "Apa kau bilang?" seru siok-bwee terperanjat "Dengan menerima mayat berikut peti mati itu berarti

majikanmu bisa menunjukkan rasa baktinya kepada

orang tua."

siok-bwee menarik napas panjang-panjang berusaha menenangkan pikirannya yang gejolak. setelah itu tanyanya: "Apa isi peti mati itu? Mayat tersebut mayat siapa pua?"

"Walaupun peti mati dan mayat itu kedengarannya merupakan dua jenis bingkisan yang berbeda, sesungguhnya kedua benda tersebut telah menjadi satu padu. isi peti mati itu jelas adalah mayat, sedang mayat dalam peti mati itu tak lain adalah mayat dari Gadis naga berbaju hitam..."

"Omeng kosong" jerit siok-bwee penasaran "Majikan kami berilmu tinggi, tak nanti seebun Giok-hiong mampu melukainya."

Pemuda berbaju hijau itu tertawa hambar "Nona seebun hanya menitahkan aku untuk menyampaikan pesan tersebut, kini semua pesannya telah kusampaikan tanpa mengurangi ataupun menambah dengan sepatah kata pun."

"Di mana peti mati itu sekarang?" tanya siok-bwee setelah memaksakan diri untuk menenangkan hatinya,

"Kini masih berada dalam ruang perahu."

"ooooh, mengerti aku sekarang." siok-bwee tertawa dingin "Rupanya kalian sengaja menciptakan berita yang mengejutkan ini agar bisa menyusup masuk ke dalam pesanggrahan pengubur bunga bukan?" Pemuda berbaju hijau itu tertawa, "Dalam hal ini nona seebun juga telah berpesan, ia berkata dalam jalur masuk ini pasti telah dipersiapkan alat jebakan yang sangat hebat oleh karena itu bila aku sudah selesai menjelaskan maksudnya maka aku harus segera tinggalkan perahu ini untuk mengundurkan diri"

Bicara sampai di situ, ia segera terjun ke dalam air dan berenang menjauhi tempat itu. Menyusul pemuda berbaju hijau itu, kedua orang lelaki pendayungpun ikut menceburkan diri ke dalam telaga dan berenang menjauhi perahu yang mereka tumpangi Kani di atas jalur masuk itu tinggal perahu tesebut terombang ambing dimainkan ombak.

Memandang perahu itu sekejap. Hiang-kiok berbisik kepada saudaranya: "Cici, mari kita tengok perahu itu"

"Jangan, kita tak boleh termakan tipu muslihatnya." "Aaaah, betul Untung cici lebih tua dan lebih matang

pengalamannya daripada aku, sudah pasti perahu

tersebut termasuk satu bagian dari siasat busuk seebun Giok-hiong."

Mereka berdua dengan empat buah sorot matanya mengawasi terus gerak gerik perahu itu tanpa berkedip. sepenanakan nasi sudah lewat, namun dari balik perahu itu belum juga kelihatan sesuatu gerakan.

siok-bwee tak dapat menahan diri lagi, segera bisiknya: "Kau berjagalah di sini, biar aku tengok perahu tersebut seorang diri, Bila terjadi sesuatu atas diriku, jangan perdulikan keselamatanku lagi, segera gerakkan semua alat rahasia." "Tapi... mana boleh begitu?"

siok-bwee tidak perduli apakah Hiang kiok setuju atau tidak. la segera melompat naik ke atas sebuah sampan dan mendayungnya ke tengah. ia bertindak sangat hati- hati, sambil melompat naik ke atas perahu tersebut, ia menghimpun segenap tenaga dalamnya untuk bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan.

Benar juga, di atas perahu itu tak tampak kehadiran orang lain, persis di tengah ruang perahu membujur sebuah peti mati.

Di atas peti mati itu tertera beberapa huruf besar yang berbunyi: "La yon dari Gadis naga berbaju hitam."

Penutup peti mati tersebut sudah ditutup, bahkan disegel rapat, Di atas tutup peti mati itu tergeletak sepasang tusuk konde kemala, di belakang tusuk konde berjajar sepuluh unting bunga berbentuk aneh, sepasang tusuk konde itu bersih berkilat dan memantulkan cahaya berkilauan, sekilas pandangan saja orang sudah tahu kalau benda itu merupakan benda ber-harga.

Dengan penuh seksama dan perhatian siok-bwee memeriksa seluruh perahu itu, namun belum juga terlihat sesosok bayangan manusia pun.

Menyaksikan kesemuanya ini ia mulai sangsi, pikirnya: "Apa betul isi peti mati ini adalah jenasah nyonya besar?Tapi kalau bukan jenasah nyonya besar, kenapa ia utus orang untuk mengirimnya balik kepesanggrahan pengubur bunga? Bila sekarang aku membawa peti mati ini balik ke daratan, bukankah tindakanku ini akan terjebak dalam siasat busuk seebun Giok-hiong? Tapi kalau misalnya kubiarkan disini, bagaimana seandainya isi peti mati ini benar-benar jenasah dari Nyonya besar?"

sudah cukup lama dia mengikuti Pek si-hiang, kecerdasan maupun pengalamannya sudah cukup hebat, namun terhadap tindakan seebun Giok-hiong ini dia tetap dibuat bingung dan tak habis mengerti.

Akhirnya sambil menghela napas pikirnya: "Sebetulnya hanya nona yang bisa memecahkan teka teki ini, sayang ia sedang tertidur nyenyak..."

sementara dia masih termenung, terdengar suara dari Hiang-kiok telah bergema datangi "Enci siok-bwee, adakah peti mati di perahu itu?"

"Ada"

"Apakah isi peti mati itu adalah jenasah nyonya besar?"

"Di atas penutup peti mati itu memang tertUlis nama besar nyonya, tapi isinya betul atau tidak masih sukar ditentukan-"

"Kenapa tidak kau buka danperiksa isinya? "Peti mati itu sudah dipaku dan disegel."

" Kalau begitu biar aku menyusul ke sana untuk ikut memeriksa"

siok-bwee tahu, kedatangan Hiang-kiok ke atas perahu itu sebenarnya tak berguna, Dengan usianya yang masih muda, pengetahuan serta pengalamannya masih kalah jauh bila dibandingkan dengan dirinya.

Sementara dia masih termenung, Hiang-kiok sudah melompat naik ke atas perahu itu serta menerobos masuk ke dalam ruangan, Dasar gadis ini masih muda, bersifat kekanak-kanakan, polos dan berpikiran suci, begitu membaca tulisan yang tertera di atas penutup peti mati itu, sambil cucurkan air mata ia segera jatuhkan diri berlutut dan menangis meraung-raung.

Dengan cepat Siok-bwee menarik lengan saudaranya sambil berseru: "Ayoh cepat bangun, sampai sekarang kita masih belum bisa pastikan apakah isi peti mati ini benar-benar jenasah nyonya besar atau bukan, siapa tahu hal ini termasuk salah satu dari siasat busuk Seebun Giok-hiong?"

Sambil melompat bangun dan menyeka air mata, sahut Hiang-kiok: "Betul juga perkataan cici, percuma aku menangis tersedu-sedu bila akhirnya terbukti isi peti mati ini bukan jenasah nyonya besar melainkan tipu muslihat Seebun Giok-hiong."

Dengan suatu gerakan cepat ia menyambar penutup peti mati itu dan siap membukanya secara paksa.

Baru saja hawa murninya hendak dikerahkan untuk mengoyak penutup peti mati itu, dengan suatu gerakan cepat Siok-bwee telah menekan tangan Hiang-kiok sambil menegur: "Adik Kiok, jangan bertindak gegabah"

"Kalau tidak kita buka penutup peti mati ini, dari mana bisa kita ketahui isinya?"

"Lebih baik kita kirim dulu peti mati ini ke daratan pesanggrahan pengubur bunga sebelum mendongkelnya."

"Baiklah." pelan-pelan Hiang-kiok menarik kembali tangannya, "Pengetahuan serta pengalaman cici jauh melebihi diriku, pendapatmu ini tentu lebih pas dan tepat."

Kedua orang itu pun lalu bekerja keras mendayung perahu tersebut menuju kedaratan, kemudian dengan susah payah menaikkan peti mati tadi ke daratan sebelum mendorong kembali perahu tadi keluar dari perairan sana.

Lim Han-kim memandang peti mati itu sekejap. ia seperti hendak mengucapkan sesuatu tapi niat itu dibatalkannya kemudian

"Gerakkan alat rahasia," bisik siok-bwee kepada Hiang-kiok. "Dengan begitu seandainya seebun Giok- hiong mengetahui tempat pendaratan kepesanggrahan pengubur bunga pun, ia tak mampu merapatkan perahunya kemari."

Tanpa banyak bicara Hiang-kiok mendorong sebuah batu besar di belakang sana, diiringi suara gemerincing nyaring. permukaan air telaga tampak sedikit beriak. tapi dengan cepat segala sesuatunya pulih kembali dalam keheningan

Melihat tiada suatu gejala aneh yang tampak pada permukaan jalur air, dengan perasaan keheranan Lim Han-kim menegur: "Apakah alat rahasianya sudah digerakkan?"

"Alat rahasia itu khusus dirancang di dasar telaga yang berhimpitan dengan dua dinding tebing, karena itu meski sudah digerakkan namuntak nampak dari permukaan air, Tapi jika ada orang atau perahu yang berani melewati jalur air tersebut, mereka pasti akan menyentuh alat rahasia yang berakibat perahu itu tenggelam atau orang tersebut tewas."

"ooooh, rupanya begitu ..."

sambil menekan permukaan peti mati pemuda itu melanjutkan "seandainya ada orang berbaring dalam peti mati ini, bukankah dengan mudah orang tersebut dapat ikut menyusup masuk kemari?"

Diam-diam ia mengerahkan tenaga dalamnya lalu disalurkan ke balik peti mati itu.

"sesungguhnya budak pun telah berpikir sampai ke situ," jawab siok-bwee pelan, "Tapi aku pun kuatir seandainya isi peti mati itu betul- betul adalah jenasah Nyonya besar, bila dibiarkan terapung di telaga hingga tenggelam ke dasar air, bukankah aku harus menanggung rasa sesal sepanjang hayat?"

Tergerak juga perasaan Lim Han-kim setelah usahanya menghantam isi peti mati tersebut dengan tenaga dalam ternyata tidak memberikan hasil apa pun, pikirnya: "seebun Giok-hiong licik, keji dan banyak akal muslihatnya. Kini ia sudah menganggap Pek si-hiang sebagai musuh tangguhnya, berarti ia tentu berupaya untuk menyingkirkan musuhnya ini secepat mungkin.

Tapi dia pun keder oleh kehebatan Pek si-hiang sehingga tak berani turun tangan sembarangan. siapa tahu ia betul-betul pergi mencari Gadis naga berbaju hitam dan membunuhnya .. ."

Berpikir sampai di situ, tanpa terasa muncul perasaan bergidik dalam hati kecilnya, Misainya seebun Giok-hiong betul- betul mencari ibU Pek si-hiang untuk melampiaskan rasa dendamnya, apa sulitnya bagi perempuan iblis itu untuk mengunjungi lembah Hong- yap-kok di Pak-gak untuk menyatroni ibu kandungnya?

Melihat anak muda itu hanya berdiri termangu tanpa menjawab sambil memegangi penutup peti mati itu, tak tahan Hiang-kiok menegur: "Hei, kenapa kau termangu- mangu. Masa gabungan tenaga kita bertiga masih kuatir tak mampu mengalahkan dia seorang?"

Pelan-pelan Lim Han-kim menarik kembali tangannya dari atas peti mati, ucapnya: "Seebun Giok-hiong licik, banyak akal serta memiliki ilmu silat yang maha dahsyat Aku rasa tenaga gabungan kita bertiga masih bukan tandingannya, lebih baik nona berdua bersiap lebih hati- hati."

"Apa yang perlu dikuatirkan?" Hiang-kiok membuka matanya lebar-Iebar. "Sebelum membuka peti mati ini kami sudah membuat persiapan yang matang, Asal kami tahu kalau isi peti mati bukan nyonya besar, maka kami akan turun tangan berat-berat tanpa memberi kesempatan kepadanya untuk melawan."

Ia percaya kata- katanya tersebut amat cerdik dan jitu hingga sengaja diutarakan dengan nada tinggi, Tampaknya ia bermaksud agar orang yang berada dalam peti mati itu ikut mendengar

Meskipun usia siok-bwee dan Hiang-kiok hanya selisih sedikit, namun watak serta perangai mereka berbeda jauh, Kalau siok-bwee tenang dan penuh perhitungan maka Hiang-kiok polos dan bersifat kekanak-kanakan, Lim Han-kim tidak tahu akal apa yang sedang dipersiapkan gadis itu hingga sengaja bicara keras, karenanya dia pun tidak banyak bertanya dan membungkam diri

Dengan susah payah kedua orang dayang itu menggotong peti mati tersebut ke depan hutan bambu, lalu meletakkannya di tengah sebuah tanah lapang, Dari punggUngnya Hiang-kiok meloloskan pedangnya lalu disodorkan ke hadapan Lim Han-kim sambil serunya: "Bawalah senjata ini."

Lim Han-kim menerima pemberian senjata itu. Belum sempat ia menanyakan sesuatu, Hiang-kiok sudah berlari masuk ke dalam rumah.

Tak selang beberapa saat kemudian ia sudah muncul kembali sambil membawa sebuah martil besi, katanya: "Enci siok-bwee, kau dan Lim siangkong berjaga-jagalah di tepi peti mati dengan pedang terhunus, sedang aku akan berusaha membuka penutup peti mati ini. jika isinya bukan nyonya besar, kalian harus segera mencincang orang itu sampai mati"

Dia menganggap cara ini amat jitu dan sempurna, maka tanpa meminta persetujuan dari Lim Han-kim serta siok-bwee, ia segera menggerakkan martilnya untuk menghancurkan penutup peti mati itu,

Begitu penutup peti mati itu terbuka, terlihatlah di dalamnya berbaring sesosok tubuh perempuan berbaju hijau yang wajahnya tertutup oleh rambut hingga sulit untuk menyaksikan raut wajah sesungguhnya.

Baru saja Hiang-kiok menjulurkan tangannya hendak menyingkap rambut yang menutupi wajah perempuan berbaju hijau itu, mendadak terdengar siok-bwee membentak keras: "Adik Hiang, jangan" "Kenapa?" tanya Hiang-kiok terkesiap sambil menarik kembali tangan kanannya.

"Apabila orang itu bukan nyonya besar tapi musuh kita, maka bila tanganmu menyusup ke dalam secara ceroboh,jalan darahmu pasti akan dicengkeram lawan, Bayangkan bila sampai begitu, bukankah kami berdua tak mampu turun tangan?"

"Betul juga ucapan cici"

siok-bwee segera mengerahkan tenaga dalamnya yang disalurkan ke ujung pedang lalu dengan menggunakan ujung pedang yang tajam ia singkap rambut yang menutupi wajah perempuan berbaju hijau itu.

Lim Han-kim yang cuma sekejap bertemu dengan Gadis naga berbaju hitam memang tidak terlalu mengenal wajah perempuan itu, Berbeda dengan siok- bwee serta Hiang. dengan sekilas pandang saja mereka sudah bisa mengenalinya.

siapa tahu apa yang terjadi ternyata jauh di luar dugaan siapa pun. Mereka berdua dengan empat mata yang tajam menatap wajah perempuan berbaju hijau itu tanpa berkedip. sampai lama sekali mereka tetap membungkam tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Menyaksikan sikap mereka yang aneh, dengan perasaan tak sabar Lim Han-kim menegur "Apakah orang itu nyonya Pek?"

siok-bwee tidak menjawab, ujung pedangnya tetap menuding di atas tenggorokan perempuan berbaju hijau itu, sedang Hiang-kiok dengan kening berkerut menyahut: "Rasanya agak mirip. tapi juga tidak mirip ..."

"Masa kalian pun tak bisa memastikan wajah nyonya Pek?" seru sang pemuda keheranan

"Bukannya tak bisa memastikan, cuma orang ini rasa- rasanya mirip tapi juga tidak..."

"Heran," pikir Lim Han-kim. "Masa ada orang begini bodoh, sebagai pelayan masa wajah nyonya besar sendiri pun tidak kenai?"

Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, pemuda itu segera berkata: "Bagi aku seorang pria, rasanya kurang leluasa untuk periksa jenasah perempuan, coba kalian berdua saja yang periksa adakah bekas luka di tubuh perempuan itu?"

"Bila ia menderita luka dalam, dari mana kita bisa temukan gejala serta pertandanya?" bantah Hiang-kiok.

"Tak usah diperiksa lagi" potong siok-bwee mendadak dengan suara dingin, " orang ini bukan nyonya besar, cepat tutup kembali peti mati ini, kita bakar saja sampai ludas"

Hiang-kiok tidak tahu kalau siok-bwee sengaja berkata begitu karena hendak memancing reaksi dari dalam peti mati, ia betul- betul menyahut sambil menarik penutup peti mati itu.

Dalam hati kecilnya siok-bwee mengeluh setelah melihat saudaranya benar-benar menarik penutup peti mati itu, tapi dia pun tak bisa membongkar siasat sendiri, terpaksa pedangnya ditarik kembali. Pada saat Hiang- kiok hampir merapatkan kembali penutup peti mati itulah mendadak terasa ada segulung tenaga dahsyat menerjang ke atas. seketika itu juga Hiang-kiok merasakan sepasang pergelangan tangannya jadi kaku, tahu-tahu penutup peti mati itu sudah mencelat ke udara setinggi tujuh-delapan depa.

Menyusul mencelatnya penutup peti mati itu, terlihat sesosok bayangan manusia meluncur ke tengah udara, sementara penutup peti mati itu tergantung di udara dan tengah meluncur kembali dengan kecepatan tinggi, di sisi penutup peti mati itu sudah berdiri seorang perempuan berbaju hijau.

sambil membenahi rambutnya yang awut-awutan terdengar perempuan berbaju hijau itu mengumpat sambil tertawa: "Budak sialan, kejam amat hatimu Masa aku hendak dibakar hidup,hidup...?"

Lalu sambil mengalihkan pandangan matanya ke wajah Lim Han-kim, dia menambahkan "Ehmmm ... kau juga tega benar, melihat aku mau dibakar juga berdiam diri saja"

"Rupanya betul- betul kamu, seebun Giok-hiong" seru Lim Han-kim.

seebun Giok-hiong menyeka wajahnya dengan tangan hingga pulih kembali ke wajah aslinya, kemudian sahutnya tertawa: "Betul, memang aku selama ini aku belum pernah berjumpa dengan Gadis naga berbaju hitam, hanya pernah mendengar orang menceritakan bentuk mukanya, maklumlah kalau samaranku kurang mirip. karena itu terpaksa kututupi wajahku dengan rambut. Eeei, siapa tahu rahasia ini pun berhasil kalian bongkar" "Hmmm, hari ini nona Pek tidak terima tamu, mau apa kau menyusup ke mari?" tegur Lim Han-kim ketus.

seebun Giok-hiong tertawa terkekeh-kekeh, "Ha ha ha... kenapa? ia sudah sakit parah hingga tak mampu bergerak lagi?" ejeknya.

Lim Han-kim sangat terkesiap. segera pikirnya: "Hebat benar perempuan ini, nyata sekali dia memang musuh paling tangguh buat nona Pek."

Untung saja wajahnya masih berwarna-warni dengan penuh bekas luka bacokan yang malang melintang, hingga meski dia kaget dan sedikit panik, luapan perasaan hatinya tak sampai terlihat di wajahnya.

Sesudah termenung sesaat, sahutnya: "Nona Pek pintar dan menguasai segala pengetahuan yang ada di dunia ini, mau adu kecerdasan atau adu kepandaian kau masih bukan tandingannya. Kini dia enggan menjumpaimu karena..."

Dengan sorot mata yang tajam Seebun Giok-hiong awasi terus sepasang mata Lim Han-kim tanpa berkedip, tukasnya: "Kau tak usah menghindari persoalan pokok dengan memberi jawaban bukan sebagaijawaban sesungguhnya. Katakan kepadaku, apa betul penyakit yang diderita Pek Si-hiang sudah begitu parah hingga tak mampu bergerak? Atau mungkin ia sudah mampus?"

"Kurang ajar" umpat Hiang-kiok gusar, "Nona kami masih segar bugar, kenapa kau menyumpahinya agar cepat mampus?"

Seebun Giok-hiong tersenyum, "Oooh, kalau begitu penyakitnya tentu sangat parah?" Siok-bwee maupun Hiang-kiok cukup tahu bahwa kondisi penyakit yang diderita nonanya akhir-akhir ini bertambah hari bertambah buruk, Teriebih lagi Lim Han- kim, ia tahu dengan pasti kondisi Pek Si-hiang yang setiap saat dapat menghembuskan napas penghabisan oleh karena itu pertanyaan langsung yang diajukan Seebun Giok-hiong ini membuat mereka bertiga tak mampu memberikan jawabannya.

Seebun Giok-hiong menengadah memandang fajar yang baru menyingsing di ufuk timur lalu tertawa, katanya lagi: "Kalian tak usah beriagak pilon di hadapanku, padahal tanpa bertanya kepada kalian pun aku sudah mengetahui dengan amat jelas, Pek si-hiang tak nanti bisa hidup melewati hari ini"

Kembali Lim Han-kim berpikir: "Pek si-hiang menderita penyakit aneh yang sangat parah, tidak sulit bagiorang yang mengerti ilmu pertabiban dan pengobatan untuk mengetahui kondisi tubuhnya. sebenarnya luar biasa sekalijika ia bisa menghitung secara tepat saat kematiannya, namun nyatanya sekarang seebun Giok- hiong dapat mengungkapnya, Meski selisih sedikit tapi dari situasi yang dipaparkannya jelas sekali kalau semua masalah sudah berada dalam perhitungannya.

Aneh betul, manusia dengan kemampuan sehebat ini kenapa justru tak berani berhadapan secara langsung dengan Pek si- hiang? Padahal kalau dia mau, dalam sekali pukulan saja ia dapat mengirim Pek si- hiang berpulang ke alam baka..."

sementara dia masih termenung, sambil tertawa hambar seebun Giok-hiong telah berkata lagi: "Biarpun kamu bertiga turun tangan bersama pun masih bukan tandinganku. Aku percaya kalian tentu menyadari akan hal ini, lantas kenapa tidak kalian simpan senjata yang terhunus itu? Atau mungkin betul-betul ingin bertarung melawanku?"

"Tahu kalau kau yang ada di dalam peti mati, semestinya kuceburkan kalian ke dasar telaga" sumpah Hiang-kiok gemas.

"Hanya sayang seribu kali sayang, menyesal sekarang pun tak ada gunanya" sambung seebun Giok-hiong sambil tertawa.

Lim Han-kim cukup sadar akan kekuatan yang mereka miliki, maka ia membuang senjatanya paling dulu, katanya: "Apa yang dia katakan memang betul, biar kita bertiga turun tangan bersama pun masih tetap bukan tandingannya, aku rasa nona berdua tak perlu berkeras kepala lagi."

Pelan-pelan siok-bwee membuang pedangnya ke tanah, kemudian katanya: "sebetulnya apa maksudmu berlagak macam orang mati untuk menyusup masuk kepesanggrahan pengubur bunga ini?"

"Nanti saja kita baru bicara, sekarang ajak dulu aku menjumpai nona Pek..." tukas seebun Giok-hiong tersenyum.

"sejak semula kami bertiga toh sudah jelaskan berulang kali, hari ini nona Pek tidak menerima tamu," ungkap Lim Han-kim. "Lebih baik kau datang lagi besok" sambung siok-bwee. "Dari pada susah payah pulang balik, lebih baik aku menunggu semalam di sini saja."

"Huuuuh, si mUka tebal Tak tahu malu" maki Hiang- kiok jengkel "Belum pernah kujumpai ada tamu tak tahu malu macam kau, nekat ingin menginap di rumah orang"

Berubah paras muka seebun Giok-hiong, tegurnya ketus: "Hati-hati kalau bicara budak busuk. jangan sampai membangkitkan hawa amarahku Hmmmm Kau pasti menyesal berat nanti. .."

Meskipun seebun Giok-hiong di luarnya tampak seperti seorang gadis muda yang nampak manja dan menawan hati bila sedang tertawa, setelah naik darah, segera terpancarlah suatu kewibawaan dan keketusan yang menggidikkan hati.

sepasang matanya mencorongkan sinar tajam melebihi tajamnya sembilu, Ditatapnya wajah Hiang-kiok tanpa berkedip membuat dayang itu bergidik tanpa terasa, tundukkan kepalanya dan tidak berani banyak bicara lagi.

Melihat situasi sudah berubah kaku, selain itu juga kuatir Hiang-kiok tak bisa menahan diri hingga memancing hawa napsu membunuh dari seebun Giok- hiong, buru-buru Lim Han-kim menyela: "Baik. jika kau tak kuatir menimbulkan amarah nona Pek. silakan saja menunggu di sini."

seebun Giok-hiong kelihatan agak tertegun, segera tanyanya: "Di mana ia sekarang?"

"Maaf, sebelum mendapat ijin dari nona Pek. aku tak berani memberikan jawaban" "Bila aku menyetujui syarat yang di-ajukannya, bukankah dari posisi bermusuhan aku jadi sahabatnya?" kata seebun Giok-hiong tertawa.

Lim Han-kim tidak menjawab, dalam hati kecilnya kembali ia berpikir "setelah berulang kali dipecundangi Pek si-hiang, nampaknya ia betul-betul menaruh perasaan ngeri dan takut yang luar biasa terhadap nona Pek. itu berarti apabila aku bisa memanfaatkan kesempatan yang terbaik untuk menakut-nakuti iblis perempuan ini, mungkln saja sifat liarnya bisa sedikit agak terkendali..."

Berpikir sampai di situ, tiba-tiba saja ia teringat dengan siasat ke-37 yang pernah dibaca dari kitab milik Pek si- hiang. Di situ dikatakan:

"Untuk berhasil menipu orang lain, tipulah diri sendiri lebih dulu." Pemuda itu pun kembali berpikir: "Aku harus dapat menipu diriku sendiri lebih dulu, dengan demikian peranan yang kubawa baru bisa dimainkan secara hidup dan luwes, Dengan peranan yang hidup, ia baru mau percaya padaku ..."

Melihat pemuda itu membungkam sampai lama sekali, seakan-akan ada masalah serius yang sedang dipikirkan, tak tahan lagi seebun Giok-hiong menegur dengan nada ingin tahu: "Apa yang sedang kau pikirkan?"

Lim Han-kim menghela napas panjang, "Aaaai... sebetulnya penyakit yang diderita nona Pek memang parah sekali," ucapnya.

Begitu ucapan tersebut diutarakan, siok-bwee dan Hiang-kiok sama-sama dibuat terperanjat tanpa terasa sorot mata mereka dengan penuh rasa kaget bercampur ngeri mengawasi anak muda itu tanpa berkedip.

seebun Giok-hiong berpaling memandang kedua orang dayang itu sekejap. tiba-tiba serunya sambil mengulapkan tangan: " Kalian berdua boleh pergi dulu, aku hendak berbincang-bincang dengan Lim siang kong "

siok-bwee berkerut kening, serunya: "Lim siang kong, kau ..."

Lim Han-kim takut dayang ini salah bicara hingga rahasianya terbongkar, bila begitu maka rencana yang sedang dipersiapkanpun akan gagal total, maka buru- buru dia menyela: "Maksud kedatangan nona seebun kemari tidak berniat jahat, lebih baik nona berdua mengundurkan diri lebih dulu"

Hiang-kiok seperti hendak bicara lagi, tapi ia segera ditarik siok-bwee untuk bersama-sama beranjak pergi dari situ

Menunggu sampai kedua orang dayang itu pergijauh, Lim Han-kim baru menghela napas panjang dan berkata lebih jauh: "Menurut penuturan nona Pek kepadaku, dia mesti beristirahat selama tiga hari penuh sebelum dapat lolos dari cengkeraman elmaut, Aaaai.. Tapi kalau menurut hasil analisaku pribadi, kelihatannya kecil sekali harapan baginya untuk hidup terus."

Beberapa patah kata yang terdahulu jelas merupakan bagian dari rencana yang sedang diaturnya, sedangkan kata- kata yang terakhir merupakan kenyataan sesungguhnya, hingga tanpa terasa matanya jadi pedas, titik air mata pun jatuh bercucuran seebun Giok-hiong hanya membungkam diri tanpa mengomentari sepatah kata pun, hanya sepasang matanya yangjeli mengawasi wajah Lim Han-kim tiada hentinya. sampai lama kemudian pelan-pelan ia baru berkata: "Bagaimana perubahan mimik wajahnya ketika mengucapkan perkataan tersebut kepadamu?"

"orang ini memang luar biasa pintarnya," batin Lim Han-kim cepat. "sekalipun pertanyaan yang diajukannya amat sederhana, padahal mengandung arti yang amat mendalam, apa yang harus kujawab?"

sementara pemuda itu masih berpikir, seebun Giok- hiong telah berkata lebih jauh: "Beritahu kepadaku sejujurnya, maka aku pun dapat memberitahukan kepadamu masih adakah harapan untuk menyelamatkan dia dari cengkeraman elmaut..."

Lim Han-kim kuatir bila ia menunda-nunda waktu lagi, tindakan tersebut justru akan memancing kecurigaan seebun Giok-hiong, Dengan terpaksa ia pun menjawab: "Ia mengucapkan dengan nada rendah, wajahnya kelihatan sedih sekali."

"Coba pikirkan lagi dengan cermat, apakah begitu saja mimik mukanya?" desak seebun Giok-hiong dengan kening berkerut.

Lim Han-kim tidak tahu apakah ucapannya tepat atau tidak, tapi berhubung sudah terlanjur diucapkan dan mustahil ditarik kembali, terpaksa sambil keraskan kepala katanya cepat: "Aku masih ingat semua mimik mukanya secara jelas, hanya itu saja yang kulihat."

Tiba-tiba seebun Giok-hiong menundukkan kepalanya sambil membungkam diri, sampai lama kemudian ia baru mengangkat kepalanya lagi seraya berkata: "Dia masih ada separuh harapan untuk tetap hidup,"

"syukur ..." pekik Lim Han-kim di dalam hati. "Tak nyana dugaanku secara ngawur ternyata tepat sekali."

Dia pun menyela: "Padahal nona Pek sudah menduga akan kedatanganmu pagi ini."

"sayang penyakit yang dideritanya kelewat parah dan lagi khawatir kehadiranku di sini bisa membahayakan keselamatan jiwanya, maka ia menitahkan kepada kalian untuk menghalangi kedatanganku?" sambung seebun Giok-hiong cepat.

"Nona Pek tak punya maksud menghalangi kedatanganmu."

"Lalu maksud siapa?, Masa ide kedua orang dayang itu?"

"Juga bukan. sebetulnya akulah yang mengusulkan ide tersebut."

" Kalau begitu aneh sekali." seebun Giok-hiong tertawa cekikikan " Kenapa kau halangi kedatanganku kepesanggrahan pengubur bunga ini?"

"sederhana sekali alasanku, Kini nona Pek sedang sakit, padahal kami bertiga bukan tandinganmu membiarkan kau hadir dipesanggrahan pengubur bunga ini bukankah sama artinya dengan mengundang srigala masuk ke dalam kamar?"

"Hmmm, meski perumpamaamnu tepat, tapi tak sedap betul didengar" tegur seebun Giok-hiong dengan kening berkerut "Aku tak pandai memilih kata- kata indah, aku hanya tahu bicara apa sebenarnya."

"Mungkin Pek si- hiang terlalu parah sakitnya hingga kesadarannya menghilang, masa dia lupa dengan perjanjian hari ini?"

"soal itu belum sempat kudengar darinya."

Pelan-pelan seebun Gok-hiong mendongakkan kepalanya memandang cuaca sekejap. kemudian katanya: "Tapi hal ini tak bisa salahkan dia, memang kedatanganku terlalu awal sedikit."

"Apa yang ingin kukatakan kini sudah selesai diucapkan, apa rencanamu selanjutnya?"

"sekarang Pek si- hiang ada di mana?" tanya seebun Giok-hlong sambil memandang bangunan loteng itu sekejap.

"sedang merawat penyakitnya di dalam ruang rahasia."

"Aku berjanji tak akan mencelakai jiwanya, apakah kau bersedia mempercayaiku?"

"Tidak"

Mula-mula seebun Giok-hiong agak tertegun menyusul kemudian sahutnya sambil tertawa hambar "seandainya aku bersikeras hendak menjumpainya?"

"Meskipun aku bersama siok-bwee dan Hiang-kiok mengerti bahwa kekuatan kami bukan tandinganmu tapi kami sudah siap untuk menghalangimu dengan sekuat tenaga" Berkilat sepasang mata Seebun Giok-hiong, ia mendengus dingin, "HHmmmm Kau anggap aku betul- betul tak berani membunuh kalian?"

Lim Han-kim tertawa hambar.

"Bila Pek si-hiang dapat meloloskan diri dari cengkeraman elmaut, ia pasti akan balaskan dendam kami."

Tiba-tiba seebun Giok-hiong menggerakkan tangan kanannya, dengan kecepatan bagaikan sambaran petir ia cengkeram urat nadi pada pergelangan tangan kanan Lim Han-kim.

"Akan kutotok urat nadi Ngo-im-meh-hiat-mu, agar kau cicipi bagaimana sakit dan menderitanya peredaran darah yang mengalir terbalik" ancamnya.

Kembali Lim Han-kim tertawa, "Wajahku sudah kau hancurkan, siksaan dan penderitaan yang berpuluh kali lipat lebih hebat dari siksaan totokan pun sudah kuaiami, apa yang harus kutakuti menghadapi kematian?"

"Apakah kau sangat mencintai Pek si- hiang?" pelan- pelan seebun Giok-hiong melepaskan cengkeramannya atas urat nadi pemuda itu.

"Kecantikan nona Pek bagaikan bidadari yang turun dari kahyangan ia pintar, baik dan berbudi luhur, tentu saja aku amat menghormat dan mencintainya."

"Tahukah kau bahwa dia tak mungkin memberi keturunan kepadamu?" "Bila dua hati sudah bersatu padu, jangan lagi soal keturunan, biar ia berwajah sejelek kuntil anakpun aku Lim Han-kim tak akan persoalkan di dalam hati"

"Waaah, kalau begitu kau betul- betul menaruh rasa cinta yang mendalam ter-hadapnya" kata seebun Giok- hiong sambil tertawa.

Lim Han-kim tidak langsung menjawab, pikirnya: "Kecerdikan perempuan ini luar biasa. Di antara 36 siasat yang ada mustahil bisa mengelabuinya, terpaksa aku harus gunakan siasat menipu aku lebih dulu baru membohonginya guna menjatuhkan dirinya ..."

Berpikir demikian, dia pun berkata sambil menghela napas panjang: "Hanya sayang sekali penyakit yang diderita nona Pek amat parah, sedang kemampuanku juga tak mungkin bisa menolongnya ..."

Paras muka Seebun Giok-hiong agak berubah, tapi ia segera tertawa hambar "Antara Li Tiong-hui dengan Pek Si-hiang, masing-masing memiliki keistimewaan yang berbeda, walaupun begitu, Li Tiong-hui berasal dari keluarga kenamaan, kenapa sih kau justru lebih mencintai Pek Si-hiang yang sudah sekarat dan setiap saat bisa mampus itu?"

"cinta itu memang buta, meski tahu pahit pun tetap manis rasanya di dalam hati."

"Tidak kusangka kau seorang pemuda yang begitu romantis" setelah berhenti sejenak. kembali terusnya: "Bila kau percaya dengan janjiku, mari kita rundingkan satu persoalan penting."

"Soal apa?" "Asal kau bersedia memberitahu kepadaku di mana Pek Si-hiang berada sekarang, aku berjanji akan jodohkan kau dengan Li Tionghui, Bahkan aku pun tak segan-segan menggunakan obat mestika simpananku untuk memulihkan kembali wajahmu seperti sediakala"

"Ternyata ia memang datang dengan membawa rencana busuk," pikir Lim Han-kim cepat, "Tampaknya sehari ia belum berhasil membunuh Pek Si-hiang, sedetik pula dia tak akan melepaskan diri..."

Berpikir begitu, ia pun balik bertanya dengan nada dingin: "Bagaimana kalau aku tak setuju?"

"Sekalipun kau tak takut mati, toh masih ada kedua orang dayang itu, aku tak percaya mereka terdiri dari otot kawat balung besi."

Lim Han-kim tertawa hambar.

"Kesetiaan mereka terhadap majikannya melebihi apa pun, aku yakin keteguhan hati mereka masih jauh di atas diriku."

"Hmmm, kau kira tanpa mengatakan tempat persembunyiannya maka aku tak bisa mencarinya sendiri?" Dengan langkah lebar ia berjalan menuju ke bangunan loteng itu.

Lim Han-kim tahu percuma saja berusaha menghalangi niatnya, karena itu dia hanya mengikuti di belakang gadis itu.

Dalam saat itu Hiang-kiok dan siok-bwee sudah mengundurkan diri ke dalam bangunan loteng itu, sudah cukup lama mereka berunding rapi belum juga berhasil menemukan cara terbaik untuk menghadapi seebun Giok-hiong, Belum lagi keputusan diambil, tahu-tahu seebun Giok-hiong telah menerjang masuk ke dalam bangunan loteng itu dengan langkah lebar.

"Mau apa kau?" siok-bwee segera menegur sambil menghadang di depan pintu masuk.

"Minggir" bentak seebun Giok-hiong sambil mencengkeram lengan kiri siok-bwee dan melemparnya ke belakang.

Tak ampun lagi tubuh siok-bwee terlempar sejauh tujuh-delapan depa lebih dan roboh terjengkang di atas tanah, untuk berapa saat ia tak mampu merangkak bangun.

Melihat kedahsyatan seebun Giok-hiong dalam serangannya, Hiang-kiok jadi terkesiap dan berdiri melongo, sangat cepat gerakan tubuh seebun Giok- hiong, sementara Hiang-kiok berdiri melongo, ia sudah menerjang masuk ke dalam ruangan.

Menanti Hiang-kiok sadar dari lamunan dan siap mencegah, seebun Giok-hiong telah naik ke atas loteng dan lenyap dari pandangan mata. Lim Han-kim yang menyusul tiba segera menarik ujung baju Hiang-kiok sambil bisiknya: "Nona Kiok. jangan dikejar, mustahil kita bisa menghalanginya, Cepat kau tolong nona siok-bwee"

Pikiran Hiang-kiok memang masih polos dan belum punya pendirian, ia pikir menolong siok-bwee memang pekerjaan yang terpenting saat itu, karenanya ia segera memburu ke sisi tubuh saudaranya dan menegur dengan rasa khawatir: "parah tidak lukamu cici Bwee?" "Masih agak mendingan," jawab siok-bwee sambil menggeteng. "Adik Hiang-kiok. ucapan Lim siangkong memang betul, kita bertiga bukan tandingannya, Yang kutakuti sekarang hanya nona, bila ia gagal menemukan tempat persembunyian nona, sudah bisa dipastikan ia akan menggunakan siksaan yang paling keji untuk paksa kita menunjukkan tempat persembunyiannya. ingat baik- baik adik Kiok, kau tak boleh membongkar rahasia tersebut kendati apa pun yang terjadi."

"Tak usah kuatir cici, biar dibunuh pun aku tak akan bicara..." sahut Hiang-kiok tegar, kemudian sorot matanya dengan ragu dialihkan ke wajah Lim Han-kim, tambahnya: "Cuma saja... Lim siangkong..."

"Huusss, jangan sembarangan bicara" tukas siok-bwee cepat "Lim siangkong adalah seorang lelaki sejati, mana mungkin dla akan menghianati nona... Aaaai Adik Hiang- kiok, aku tahu kau tidak takut mati, tapi orang itu licik dan kejam, ia pasti mempunyai banyak cara untuk menyiksa kita habis-habisan, aku kuatir kita tak bisa menahan siksaan tersebut."

"Lantas apa baiknya?" Dari dalam sakunya siok-bwee merogoh keluar sebuah botol porselen dan menuang sebutir pil berwarna merah, katanya: "Masukkan pil ini ke dalam mulut Apabila kau tak tahan dengan siksaan dari seebun Giok-hiong nanti, gigitlah pil tersebut dan segera telan ke dalam perut"

Hiang-kiok segera menerima pil itu, dipandangnya sekejap lalu segera dimasukkan ke dalam mulut, tanyanya kemudian: "Bila tertelan, apakah kita akan segera mati?" "Yaa, cepat sekali, belum sampai hitungan kesepuluh, racun itu sudah mulai bekerja."

Bicara sampai di situ, dia pun menuang keluar sebutir dan memasukkannya ke dalam mulut

"Bagaimana kalau berikan sebutir juga untukku?" pinta Lim Han-kim tiba-tiba. siok-bwee tersenyum.

"Lim siangkong tak usah minum racun untuk menemani kami mati. sebagai dayang, sudah menjadi kewajiban kami untuk berkorban diri, sedang Lim siangkong... kau tidak harus berbuat begitu."

"Baiklah" seru Lim Han-kim sambil tertawa. "Bila kalian ingin tahu alasanku untuk minum pil racun itu, katakanlah bahwa aku berkorban demi cinta"

siok-bwee membelalakkan matanya lebar- lebar, serunya tak tahan: "sudahkah kau katakan hal tersebut kepada nona kami?"

"Nona Pek amat cerdik dan luar biasa, tiada secuwil urusan di dunia ini yang bisa lolos dari dugaannya, buat apa aku mesti jelaskan secara terang-terangan?"

"Bila nona tahu kalau Lim siangkong mencintainya, semangat untuk hidupnya tentu akan meningkat..."

"Sstt... Seebun Giok-hiong telah datang," mendadak Hiang-kiok berbisik, Dengan suatu gerakan yang amat cepat Lim Han-kim menyambar sebutir pil kemudian menjejalkannya ke dalam mulutnya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar