Pedang Keadilan II Bab 09 : Menemani sang Kekasih

 
Bab 09. Menemani sang Kekasih

Pertanyaan itu lagi-lagi membuat Lim Han-kim gelagapan dan tak tahu bagaimana harus menjawab. Lama sekali ia termenung sambil putar otak, kemudian baru katanya: "Keselamatan nona menyangkut mati hidupnya umat persilatan di dunia saat ini..."

"Masalah itu terlalu besar ruang lingkupnya. Aku hanya ingin tahu apa maksudmu datang menjengukku?" kembali Pek si-hiang menukas.

"Aku pernah berhutang budi kepada nona, jadi sudah sewajarnya bila aku menyusul kemari untuk menjenguk keadaan sakit yang nona derita."

"Aaaai... kalau begitu kau sangat menguatirkan keselamatan jiwaku?" Pek si-hiang menghela napas panjang.

"Bukan hanya aku seorang, aku percaya setiap jago dari dunia persilatan pasti amat menguatirkan keselamatan jiwa nona." "Betul, memang banyak orang yang menguatirkan keselamatanku, tapi ada siapa pula yang bisa membuat aku bisa hidup berapa tahun lebih lama?"

"Soal ini... soal ini..."

Pek si- hiang tertawa hambar, kembali ujarnya: "Aku percaya dalam benakmu tentu dipenuhi berbagai pertanyaan yang mencurigakan bukan? Mumpung kesadaranku masih amat baik sekarang, ajukan saja semua persoalan yang tidak kaupahami."

"Kedatanganku kali ini dengan tujuan utama hendak menjenguk keadaan sakit yang nona derita, selain itu juga berharap bisa menyumbangkan sedikit kemampuanku untuk memenuhi keinginan nona."

"Aku sudah hampir mati, apa gunanya kau bersikap begitu baik kepadaku?"

"Kebesaran jiwa nona dan sifat kependekaranku dikagumi dan dihormati oleh setiap insan manusia dalam dunia persilatan, sedang aku tak lebih hanya segelintir di antara mereka."

"Waaaah, kalau menuruti penuturanmu itu, agaknya aku sudah menjadi seorang tokoh yang sangat termashur dalam dunia persilatan"

"Bukan cuma termashur, boleh dibilang setiap umat persilatan menaruh rasa hormat, salut dan kagum kepadamu"

"Kau pun sangat berterima kasih kepadaku?" "Rasa terima kasihku tak terlukiskan dengan kata,

bahkan muncul dari dasar lubuk hatiku yang terdalam" Agak berubah paras muka Pek si-hiang sesudah mendengar ucapan itu, katanya: "Betulkah kau begitu berterima kasih kepadaku, sampai seandainya aku suruh kau mati pun, kau tak akan menampik?"

"silakan nona memberikan perintahnya, aku pasti akan berusaha dengan sepenuh tenaga, meski harus berkorban nyawa pun aku rela."

"Kalau begitu aku ingin kau melakukan satu tugas bagiku, bersedia bukan?"

"Rasa cinta dan hormatku kepada nona tak terlukis dengan kata, bahkan aku sampai tak berani mengucapkannya keluar, pokoknya perintah apa pun pasti akan kulaksanakan."

"Bagus setelah aku mati nanti, aku minta kau menjaga kuburanku di pesanggrahan pengubur bunga ini selama tiga tahun, bersediakah kau melakukan untukku?"

"Baik, aku terima tugas ini, cuma aku harus menyuruh orang untuk mengirim sepucuk surat ke rumah, agar ibuku tidak terlalu mengkhawatirkan keselamatanku."

"Aaaai... sebagai putra manusia, kita memang wajib berbuat demikian"

Lim Han-kim mengalihkan pandangan matanya ke wajah Pek si- hiang yang pucat pias, hatinya sangat sedih, pikirnya: "Gadis ini amat cerdik, kepintarannya tiada tandingan di dunia ini, ditambah lagi wajahnya cantik jelita, sayang umurnya begitu pendek."

Dalam saat itu Pek si-hiang telah membetulkan letak rambutnya sambil menegur lembut: "Apa yang sedang kau pikirkan?" "Aku sedang berpikir, kenapa orang secerdik nona harus diberi umur yang begitu pendek. Aaaai... Thian sungguh tak adil"

Pek Si-hiang tertawa, "Dari zaman dulu, orang pintar memang sering berumur pendek. Mana ada orang di dunia ini yang diberkahi kepintaran serta kehidupan yang bahagia? seandainya aku dilahirkan sebagai orang bodoh, mungkin saja hidupku akan berapa tahun lebih lama."

Lim Han-kim tahu bahwa gadis ini tak bisa hidup lebih lama lagi, apa mau dibilang dia pun tak punya cara untuk mengatasi masalah tersebut sambil bangkit berdiri katanya kemudian "Nona, baik- baiklah beristirahat, aku tak akan mengganggu lagi" selesai bicara dia membalikkan badan dan berlalu dari situ.

"Tunggu sebentar" seru Pek si-hiang tiba-tiba. "Ada apa lagi nona?"

"Apakah kau berharap aku bisa hidup berapa tahun lebih lama?"

"Aku berharap umur nona bisa mencapai seratus tahun" jawab Lim Han-kim dengan mata bersinar.

Lama sekali Pek si-hiang termenung, kemudian katanya lagi: "Aaaai, sudahlah, sekalipun aku beruntung bisa berhasil, akhirnya toh akan dianggap orang sebagai manusia yang ingkar janji"

Lim Han-kim tidak paham dengan maksud perkataan itu, ia tertegun dan serunya: "Nona Pek. kata-katamu mengandung nada sandi, aku tidak paham dengan maksudmu" "Kalau tak paham, yaa sudahlah," Pek si-hiang tersenyum, "Mari kita bicarakan soal nona Im- yang Losatmu itu, Dia hendak mengajakmu pergi ke mana? Mau mencari barang peninggalan tokoh silat yang mana?"

"Kalau soal itu... aku kurang jelas, ia belum pernah menjelaskan kepadaku."

"Apakah kau sudah menyadari bahwa dirimu telah tertipu olehnya, maka secara diam-diam kau minggat dan datang ke pesanggrahan pengubur bunga untuk mencari aku?"

"Aku telah menuruti nasehat nona dengan mengawasi gerak-geriknya secara diam-diam. Benar juga, aku telah menemukan banyak titik kecurigaan pada dirinya."

"Kau sudah tahu siapakah dia?"

"Kalau masalah ini... rasanya sukar untuk mengambil kesimpulan."

"Kau tak usah putar otak lagi," ucap Pek si-hiang sambil tertawa, "Sebetulnya Im- yang Losat- mu itu tak lain adalah seebun Giok-hiong yang telah merusak wajahmu."

"Sebetulnya aku pun punya dugaan sampai ke situ, tapi masalah yang tidak kupahami adalah kenapa ia mesti menyamar sebagai Im-yang Losat yang berwajah buruk untuk mempermainkan aku?"

"Ia sudah taruhan dengan Li Tiong-hui untuk mengubah jalan pikiranmu, maka dia berusaha membuat Li Tiong-hui patah hati dan merasakan siksaan karena putus cinta ..." setelah mendeham berapa kali, kembali lanjutnya: "Rasa cinta Li Tiong-hui kepadamu sesungguhnya tulus dan serius, tapi susah untuk diterangkan sampai taraf yang mana keseriusannya. Berangkat dari situasi saat ini, bila kau betul-betul berubah pikiran, Li Tiong-hui pun belum tentu akan sangat sedih dan menderita, Tapi bila seebun Giok-hiong ikut mencemooh dan mengejeknya, maka sulitlah baginya untuk mengendalikan diri"

Berbicara sampai di situ, mendadak ia seperti teringat suatu masalah yang sangat menggelikan tak tahan lagi ia tertawa cekikikan "sebetulnya seebun Giok-hiong merupakan pihak yang menang dalam taruhan ini. sayang ia kelewat terburu napsu, Kalau peranannya dalam babak pertama bisa dibawakan secara sempurna dan sukses, maka pada babak berikut ia telah melakukan banyak kesalahan sehingga peranannya jadi kedodoran dan banyak kelemahannya."

Lim Han-kim hanya mendengarkan penuturan itu dengan mata terbelalak Karena tak tahu bagaimana harus menanggapi terpaksa ia cuma membungkam diri dalam seribu basa, Agaknya Pek si-hiang sedang membicarakan masalah yang paling menggembirakan hatinya. Dari balik wajahnya yang pucat, senyuman manis menghiasi ujung bibirnya.

Kembali ia berkata lebih jauh: "Seebun Giok-hiong mengira ilmu silat dan kecerdikannya tanpa tandingan di dunia saat ini, ia telah melimpahkan semua kegusaran atas kekalahannya dalam pertemuan puncak di kota Si- ciu ke atas pundak Li Tiong-hui, yang lebih menggelikan lagi dua orang ini dari pura-pura berebut cinta pada akhirnya malah berebut sungguhan." "Bila kudengar dari pembicaraan nona Li, tampaknya semua kejadian ini memang hasil rancangan nona?"

"Tentu saja aku yang rancang, kalau aku tidak mengalihkan perhatian serta kekuatannya dalam perebutan cinta, kedua belah pihak tentu akan menghimpun segenap pikiran dan perhatiannya untuk mempersiapkan pertarungan akhir tiga bulan mendatang, Coba bayangkan sendiri, seandainya pertarungan itu betul-betul pecah, berapa banyak jago pilihan dari dunia persilatan yang bisa lolos dari musibah itu?"

"Oooh, rupanya begitu."

Pek Si-hiang tertawa cekikikan: "oleh sebab itulah aku sengaja merancang permainan yang lain daripada yang lain ini untuk mengalihkan perhatian mereka, Tentu saja andaikata Li Tiong-hui sama sekali tidak menaruh rasa cinta kepadamu, cara ini pun mustahil bisa berjalan lancar. sungguh kebetulan ternyata Li Tiong-hui memang menaruh hati kepadamu, maka setelah kubujuk berulang kali, dia pun bersedia melakukan rancangan ini..."

Ia berhenti sejenak. dengan matanya yang jeli diliriknya Lim Han-kim sekejap. kemudian melanjutkan "Dari pengamatanku pribadi, aku tahu seebun Giok-hiong memiliki sifat dan watak yang amat keras, Dia ingin lebih unggul dari orang lain dalam segala masalah, lagipula mata-matanya sangat lihai serta tersebar luas di mana- mana. Tak ada kejadian yang bisa mengelabui dirinya,

Karena itulah kami pun sengaja membuka diri agar gerak-gerik kami diketahui olehnya. Ternyata betul juga, dengan cepat kejadian ini telah diketahui oleh seebun Giok-hiong..." Kembali ia tertawa merdu sambil membetulkan letak rambutnya, lalu sambungnya: "sebetulnya wajahmu cukup ganteng. sayang seebun Giok-hiong sudah terlalu sering menjumpai orang ganteng macam kau, pandangan yang sepintas lewat tak akan meninggalkan kesan yang mendalam baginya.

Namun setelah melalui peristiwa ini, tanpa seebun Giok-hiong sadari, ia telah melepaskan jerat cinta untuk memperangkap diri sendiri.."

Bicara sampai di situ, senyuman di wajahnya mendadak lenyap. ia menghela napas panjang dan membungkam diri, sebaliknya secara diam-diam Lim Han-kim berpikir: "Bila seebun Giok-hiong benar-benar mencintai aku, tak mungkin ia rusak wajahku ..."

Lama sekali dia menunggu, ketika tidak mendengar juga Pek si-hiang melanjutkan perkataannya, tak tahan akhirnya dia bertanya: "Nona, apa manfaat dan keuntungannya antara rancangan yang nona susun dengan situasi dunia persilatan?"

"Rancangan ini sudah seharusnya diakhiri sampai di sini. Apabila seebun Giok-hiong betul- betul jatuh cinta kepadamu dia tak akan berani melakukan perbuatan yang melanggar hukum lagi. Bila aku ajarkan pula ilmu jarum emas kepadamu, lalu secara diam-diam kau tusuk salah satu jalan darahnya agar ilmu hipnotisnya gagal total, maka dia akan lebih mudah untuk kau taklukkan. Menunggu sampai ia betul-betul terjatuh ke dalam pelukanmu, bujuklah dia untuk meninggalkan kebiasaan membunuh serta sifat sadisnya. Aku percaya ia pasti akan menuruti kemauanmu dan mengubah sifatnya jadi begitu halus, lembut dan penurut."

"Apa mungkin bisa begitu?"

"Ilmu yang bakal kuwariskan kepadamu itu merupakan sejenis ilmu pengobatan tinggi, juga termasuk sejenis ilmu silat yang luar biasa hebatnya. Padahal bila kau sudah mengetahui rahasianya, hal itu sesungguhnya amat lumrah, hanya sayang..." Tiba-tiba ia tutup mulut

"sayang kenapa?" desak Lim Han-kim.

"Aaaai... siapa bermain api akhirnya ia bakal terbakar sendiri, ungkapan kuno ini memang sangat tepat," kata Pek si-hiang dengan wajah bersungguh-sungguh, "Pada mulanya aku hanya ingin mempermainkan orang lain, siapa sangka... siapa sangka ternyata..." Dua titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya.

Dengan perasaan terkejut Lim Han-kim berseru: "Nona Pek. kenapa kau? Bagian mana yang tak enak?"

"Aku baik-baik saja" sahut Pek si-hiang sambil menyeka air mata dengan ujung bajunya.

Diam-diam Lim Han-kim merasa keheranan, pikirnya: "Perasaan wanita memang susah diukur, air matanya seakan-akan disimpan dalam saku saja yang setiap saat setiap detik bisa diambil keluar... entah kenapa ia menangis...?"

Sebenarnya dia ingin menghiburnya dengan berapa patah kata, tapi pemuda itu tak tahu harus mulai dari mana. Terdengar Pek si-hiang berkata lebih lanjut: "Aku telah membantu Li Tiong-hui menyiapkan siasat untuk membendung kebrutalan seebun Giok-hiong. Aku rasa mereka berdua dapat saling berhadapan dalam dunia persilatan dengan kekuatan yang berimbang."

"Nona Pek. jikalau kau sudah memutuskan untuk membantu Li Tiong-hui, mengapa kau tidak membantunya dengan sepenuh tenaga, agar dalam sekali pukulan ia mampu mengalahkan seebun Giok- hiong?"

Dengan sepasang matanya yang jeli Pek si-hiang mengawasi sekejap wajah Lim Han-kim, kemudian setelah tertawa mesra, jawabnya: "Bila kedua orang itu tidak dibuat berimbang kekuatannya dalam dunia persilatan, bukankah perananmu jadi tak ada artinya sama sekali?"

Mendengar sampai di sini, sesungguhnya Lim Han-kim sudah paham sekali, tapi ia tetap berlagak tidak mengerti, Kembali ia bertanya: "Apa sangkut pautnya urusan ini dengan aku?"

"Hei, kau betul-betul tidak mengerti atau pura-pura berlagak pilon . . .?" tegur Pek si-hiang sambil tertawa.

"Tentu saja benar-benar tidak mengerti."

"Dari dulu sampai kini, kekuasaan tertinggi dalam dunia persilatan selalu berada di tangan kaum pria. Meski dalam periode itu pernah muncul beberapa orang jago perempuan yang pegang peranan, namun kehadiran mereka sering hanya sekejap. tak pernah langgeng selama banyak tahun.

Oleh sebab itu bila pundak kekuasaan dunia persilatan saat ini dipegang oleh dua orang wanita, situasi seperti ini tentu akan berlangsung cukup lama, Nah, sementara itu pamor kaum lelaki sudah mulai memudar, jika secara tiba-tiba muncul seorang lelaki gagah dalam situasi begini, bahkan dalam berapa bulan yang amat singkat mampu menaklukkan kedua orang wanita cantik ini, bukan saja kekuasaan tertinggi dunia persilatan akan terjatuh kembali ke tangan kaum pria, bukankah orang itu juga akan disanjung dan dihormati oleh setiap umat persilatan?"

"Tapi dalam dunia persilatan dewasa ini mana ada pria semacam ini?"

"Tentu saja ada, bahkan orang itu jauh di ujung langit, dekat di depan mata."

"Nona maksudkan aku?" tanya Lim Han-kim tertegun- "Masa sampai kini pun kau belum paham?"

"Dengan sedikit kepandaian silat yang kumiliki sekarang, mana mungkin bisa menandingi kehebatan seebun Giok-hiong?"

"Li Tiong-hui juga bukan tandingannya, bila kita hanya berbicara soal taraf ilmu silatjangan lagi cuma tiga bulan, biarpun kita beri waktu satu tahun bagi Li Tiong-hui untuk melatih diri, ia masih belum mampu memiliki ilmu silat yang sanggup menandingi seebun Giok-hiong."

Karena terlalu tergesa-gesa waktu mengucapkan kata- kata ini, napas gadis itu jadi ter-sengal, maka dia pun pejamkan matanya untuk beristirahat Lim Han-kim mencoba untuk memperhatikan keadaan gadis itu.

Ketika dilihatnya peluh telah membasahi jidat Pek si- hiang, ia jadi amat terkejut. Dalam gugup dan paniknya ia tidak perdulikan soal batasan antara lelaki dan wanita lagi, cepat-cepat ia genggam tangan nona itu.

Segera terasa olehnya tangan kanan Pek si-hiang dingin bagaikan es, bahkan bergetar keras, tak terlukiskan rasa kagetnya melihat keadaan tersebut, buru-buru teriaknya: "siok-bwee, cepat kemari, nonamu..."

Belum habis teriakan itu diucapkan, siok-bwee telah menerjang masuk ke dalam kamar. Tampaknya siok- bwee sudah berpengalaman sekali dalam menangani keadaan majikannya, Begitu masuk ia menubruk ke atas ranjang, membopong tubuh Pek si-hiang, merogoh keluar sebutir pil dari sakunya dan menjejalkannya ke mulut Pek si-hiang, sementara sepasang tangannya menguruti seluruh tubuh gadis itu dengan seksama.

Sebaliknya Lim Han-kim hanya bisa berdiri tertegun di sisi pembaringan, dia tak tahu bagaimana harus membantu. Gerak-gerik siok-bwee sangat berpengalaman dan tidak kalut, setelah mengurut beberapa buah jalan darah penting di tubuh majikannya, ia baru membaringkan kembali tubuh Pek si-hiang ke atas pembaringan-

"Lim siangkong, kau tak usah takut," katanya sambil menghembuskan napas panjang, "Nona memang sering mengalami keadaan seperti ini..."

Mendadak ia saksikan wajah Lim Han-kim yang aneh, jelek dan menyeramkan itu, tak kuasa ia menjerit kaget sambil melompat mundur, "Siapa kau?" tegurnya setelah berhasil menenangkan diri

"Aku Lim Han-kim." "Lim siangkong berwajah tampan dan gagah, kenapa wajahmu begitu buruk dan jelek?"

Lim Han-kim tertawa hambar, "seebun Giok-hiong telah merusak wajahku, akibatnya aku jadi jelek. buruk dan menyeramkan."

"Tentu nona semaput lantaran kaget melihat wajahmu yang aneh dan menyeramkan itu," keluh siok-bwee.

"Tidak mungkin, nona Pek sudah lama mengetahui wajahku berubah jadi begini, sedikit pun dia tidak takut."

Sambil membelalakkan sepasang matanya bulat-bulat siok-bwee awasi wajah Lim Han-kim tanpa berkedip. sampai lama kemudian baru ia bisa tertawa cekikikan.

"Setelah mendengar penjelasanmu ini, aku pun jadi tak takut," katanya, "Memang pada mulanya orang akan takut sekali setelah melihat wajahmu yang berwarna- warni, tapi kalau dipandang lebih lama, aku jadi merasa tertarik sekali..."

Lim Han-kim menghela napas panjang, ia hanya tundukkan kepalanya tanpa menjawab,

Agaknya siok-bwee sadar kalau perkataannya sudah melampaui batas dan menyinggung perasaan orang, buru-buru serunya lagi sambil tersenyum "Lim siangkong, kau tentu merasa lapar sekali, aku segera siapkan hidangan untukmu"

Lim Han-kim memang merasa perutnya sedikit lapar, ia pun mengangguk " Kalau begitu kuucapkan terima kasih lebih dulu." "Tak usah sungkan-sungkan- kau duduk saja di sini menemani nona... Mungkin sebelum bakmi yang kumasak matang, nona sudah sadar dari pingsannya." selesai berkata ia segera membalikkan badan dan beranjak pergi.

Dalam kamar tidur yang kecil tapi indah itu kini tinggal Lim Han-kim seorang diri, Ketika menoleh, ia menjumpai Pek si-hiang tertidur nyenyak sekali, maka dia pun berpikir "Biarkan ia beristirahat dengan baik,Jika aku berada dalam kamar, mungkin malah mengganggu tidurnya, Lebih baik kutunggu di ruang tamu saja..."

Berpikir begitu, pelan-pelan ia berjalan keluar dari kamar tidur. segulung angin berhembus lewat mengibarkan kain putih yang melapisi dinding ruangan.

Satu ingatan melintas dalam benak Lim Han-kim, pikirnya: "Rupanya kain putih yang melapisi dinding ruangan ini dapat disingkap."

Dia pun berjalan menghampiri dinding, menyingkap kain putih yang melapisi tempat tersebut dan mengamati lukisan yang berada di baliknya, tapi begitu dipandang ia pun tertegun.

Ternyata lukisan yang tergantung di balik kain putih itu tak lain adalah lukisan dirinya. Di samping lukisan itu tertera berapa huruf yang kira-kira berbunyi begini: " orang dalam impian."

Sedang di bawahnya tertulis: Dilukis oleh Pek si-hiang.

Memandang lukisan dirinya yang begitu tampan dan gagah, Lim Han-kim menghela napas sedih, sambil gelengkan kepalanya ia turunkan kembali kain putih itu dan berjalan ke sudut dinding yang lain, di sana ia temukan sebuah lukisan lagi tertutup kain putih, Tapi setelah disingkap. sekali lagi pemuda itu termangu.

Rupanya lukisan yang tergantung pada dinding di sebelah sana pun merupakan potret dirinya, Di sisi lukisan tertera pula tulisan " orang dalam impian", hanya di bawahnya tertulis: Dilukis oleh Li Tiong-hui.

Lim Han-kim menghembuskan napas panjang, gumamnya tanpa terasa: "Aneh... sungguh aneh, apa yang sebenarnya telah terjadi?" Tak kuasa lagi ia meraba wajah sendiri yang penuh dengan parutan dan luka bacokan, berbagai masalah yang membingungkan hati ikut menyelimuti pula benaknya .

Dalam keheningan ia mendengar suara langkah kaki manusia bergema dari belakang tubuhnya, menyusul kemudian terdengar siok-bwee bersemi "Lim siangkong, mari makan bakmi"

"Terima kasih nona" pelan-pelan Lim Han-kim membalikkan badan.

Siok-bwee tampak sedang berjalan menuju ke sisi sebuah meja dengan membawa baki porselen Dalam bakinya terlihat semangkuk mie serta empat macam lauk.

"Lim siangkong" kembali dayang itu berseru sambil tertawa, "Budak tidak pandai memasak. harap siangkong makan seadanya"

Lim Han-kim memang merasa lapar sekali waktu itu, tanpa sungkan ia sikat habis semua hidangan yang tersedia, setelah kenyang baru pujinya: "Ehmmm ... lezat sekali."

Siok-bwee tertawa, "siangkong, ada berapa masalah yang budak ingin bicarakan denganmu apakah Lim siang kong bersedia?"

"Katakan saja blak-blakan, asal aku sanggup melakukannya, tentu akan kulakukan dengan sepenuh tenaga"

Siok-bwee menghela napas panjang, ka-tanya: "Sebelum siang kong datang kemari, setiap hari nona kami hanya mengurung diri di dalam kamar, Belum pernah kulihat ia tertawa atau mengucapkan sepatah kata, tapi setelah kedatangan siang kong, keadaannya sama sekali berubah, Karena itu budak berpendapat mungkin rtengan meminta bantuan siangkong, kau mampu membuat nona kami hidup lebih gembira dan mungkin hidup lebih lama lagi didunia ini..."

Lim Han-kim tertegun, sahutnya: "Mati hidup nona Pek menyangkut pula keselamatan umat persilatan di dunia saat ini.Jadi seandainya aku bisa menghadiahkan sebagian umurku kepadanya, aku pun rela, Hanya saja aku tak mengerti ilmu pengobatan, mana mungkin aku bisa mengobati penyakit nonamu?"

Siok-bwee menghela napas panjang, katanya: "Gara- gara penyakit yang diderita nona, loya serta nyonya besar kami telah menjelajahi seluruh dunia untuk mencari tabib kenamaan, tapi kenyataannya penyakit yang diderita nona belum juga kunjung sembuh..."

"Segenap tabib kenamaan yang ada di duniapun dibuat gelagapan dan tak mampu menyembuhkan penyakit nonamu, apalagi aku yang hanya seorang yang tidak paham soal ilmu pertabiban apa yang bisa kulakukan?"

"Sudah cukup lama budak serta adik IHiang-kiok mendampingi nona kami. Selama mengikutinya akhir- akhir ini kami selalu berpendapat bahwa nona telah menyembunyikan suatu rahasia yang tak ingin diketahui orang lain, mungkin suatu rahasia yang penting sekali artinya..."

"Sudah banyak tahun kalian mendampinginya, masa sedikit pun tidak kalian ketahui apa rahasianya itu?"

"Jangankan budak, biar loya dan nyonya besar pun tidak mengetahui akan rahasia tersebut."

"Masa ada kejadian seperti ini?"

"Budak tidak mengibul atau sengaja berbohong, Kalau bukan ada fakta, tak nanti budak berani bicara sembarangan itulah sebabnya budak memberanikan diri untuk mohon bantuan siangkong agar membantu kami semua."

"Asalkan tugas ini sanggup kulakukan, aku pasti akan berusaha dengan sepenuh tenaga."

"Atas dasar ucapan serta tingkah laku nona pada hari- hari terakhir ini, kemudian setelah budak rundingkan dan telaah selama berbulan-bulan dengan adik Hiang-kiok, maka akhirnya kami simpulkan bahwa nona telah menyembunyikan suatu rahasia yang amat besar."

"Apa rahasia itu?" "Budak dan adik Hiang-kiok menemukan bahwa nona kami sesungguhnya mempunyai sebuah cara untuk mengobati penyakit aneh yang dideritanya itu. Paling tidak cara tersebut dapat digunakannya untuk memperpanjang usianya sampai delapan-sepuluh tahun kemudian, tapi entah apa sebabnya ia tak pernah mau mengobati penyakitnya tersebut dengan cara yang diketahuinya."

"Sungguhkah perkataanmu itu?"

"Budak dan Hiang-kiok yakin penemuan kami itu tak bakal salah."

"Kalau begitu aneh sekali kejadian ini..."

"Sepanjang hidupnya nona kami suka menyendiri dan enggan mengandalkan bantuan orang lain. sikapnya terhadap masalah orang lain pun selalu acuh tak acuh, sehingga boleh dibilang belum pernah budak berdua menyaksikan nona betul-betul menaruh perhatian serius terhadap satu masalah atau seseorang, tapi sikapnya terhadap Lim siang kong justru berbeda sekali."

"Bagaimana bedanya?" tanya Lim Han-kim setelah termenung sejenak.

"Masa kau begitu bodoh? sejak membangun pesanggrahan pengubur bunga, kecuali aku dan Hiang- kiok, bahkan loya serta nyonya besar pun belum pernah diajak nona datang kemari, Tapi kenyataannya sekarang ia justru mengundang Lim siang kong bertandang ke sini, bahkan mengundangmu menjumpainya di kamar tidur pribadinya. sikap serta tingkah lakunya ini berlawanan sekali dengan kebiasaannya, Coba bayangkan sendiri, apakah hal ini tidak aneh?" "Yaa, aku pribadi pun merasakan hal tersebut sikap nona Pek terhadapku memang sangat baik dan istimewa, cuma aku sendiri tak berani mempunyai pikiran atau angan-angan lain-.."

Siok-bwee tertawa cekikikan "Bila kau sampai mempunyai angan-angan lain, tak nanti ia bersikap begitu baik kepadamu..."

Kemudian setelah berhenti sejenak. kembali lanjutnya: "Jangan kau lihat tubuh nona kami lemah tak berkekuatan dan wajahnya pucat pias seperti kertas, sesungguhnya ia memiliki keanggunan yang luar biasa, keanggunan yang tak dapat ditandingi orang lain yang menimbulkan rasa kasihan, iba dan sayang bagi siapa pun yang melihatnya.

Entah sudah berapa banyak manusia menaruh perhatian khusus kepadanya, Kendatipun ia mengerti bahwa usianya sudah tak lama lagi, setiap saat setiap detik kemungkinan besar jiwanya akan melayang, tapi betapapun begitu banyak orang datang melamarnya, mengajaknya jadi suami istri, namun ia tak pernah mau menerimanya. siang kong, aku ingin tahu bagaimana pula pandanganmu terhadap nona kami?"

"Kalau soal ini... belum pernah terpikir olehku." "Baiklah, sementara kita tak usah membicarakan

masalah itu lagi, siang kong, budak memohon kepadamu, bantulah kami semua untuk membujuk nona agar ia bersedia untuk hidup berapa tahun lagi."

"Baik, terlepas berhasil atau tidak, aku pasti akan berusaha dengan segala kemampuanku. " Siok-bwee segera menjura dalam-dalam, ucapnya: " Untuk kesediaan siang kong, terimalah dulu penghormatan serta rasa terima kasih budak kepadamu"

"Tidak usah, tidak usah banyak adat"

Setelah membereskan mangkuk dan sumpit dari meja, siok-bwee berbisik lirih: "sebentar lagi nona akan sadar, siang kong, kumohon kepadamu untuk tidak menyinggung tentang permintaan budak tadi di hadapan nona."

"Ehmmm, aku mengerti.."

"Bila siang kong mampu membujuk nona untuk hidup berapa tahun lebih lama, budak dan adik Hiang-kiok pasti akan berterima kasih sekali kepada siangkong," ucap

siok-bwee sambil tersenyum.

"Aaah, kau kelewat serius" siok-bwee tersenyum dan tidak banyak bicara lagi, dia pun beranjak turun dari ruang loteng,sepeninggal budak itu, tanpa terasa Lim Han-kim meraba parut serta codet yang menghiasi wajahnya. suatu perasaan bimbang, perasaan hampa tiba-tiba muncul dari lubuk hatinya, tanpa terasa pikirnya

.Dengan wajahku yang begitu aneh dan menyeramkan, rasanya tak pantas bagiku untuk mendampingi gadis- gadis cantik jelita macam mereka, Tapi... paling tidak aku harus berhasil membujuk Pek si-hiang agar mau memperpanjang hidupnya sebelum pergi meninggalkan tempat ini..."

Dengan termangu-mangu ia duduk di sisi meja. pikirannya sangat kalut, begitu kalutnya sampai tidak menyadari berapa lama waktu sudah berlalu... Tiba-tiba ia mendengar suara Pek si-hiang yang sedang berteriak memanggil siok-bwee dan dalam kamar tidurnya.

Secara otomatis Lim Han-kim melompat bangun dan menerjang masuk ke dalam kamar, tapi apa yang kemudian terlihat membuat anak muda itu segera tertegun.

Rupanya saat itu Pek si-hiang sudah bangun terduduk. selimut yang menutupi pakaiannya sudah tertanggal, pakaian tidurnya yang berwarna putih juga tersingkap. hingga dengan sangat jelas ia dapat menyaksikan paha si nona yang putih, halus dan mulus itu.

Terlihat gadis itu sedang mengigau dengan suara keras: "Siok-bwee... siok-bwee... Cepat kemari, aku kepanasan... oooh, panas sekali..."

Lim Han-kim agak ragu-ragu sejenak, tapi dengan cepat ia memburu ke tepi pembaringan- menggenggam lengan Pek si-hiang dengan^enuh kasih sayang dan bisiknya: "Nona Pek, kau kepanasan sekali?"

"Yaa ...panas ... oooh ...panas ..."

Mendadak gadis itu merangkul leher Lim Han-kim dan memeluknya kencang-kencang, seketika itu juga Lim Han-kim merasakan sebuah tubuh yang halus, lembut seolah-olah tak bertulang menubruk ke dalam rangkulannya. Bau harum semerbak terendus dari tubuh gadis

Sejak dilahirkan belum pernah pemuda tersebut mengalami kejadian seperti ini, memeluk seorang gadis cantik dalam keadaan setengah telanjang, Tak terbendung lagi jantungnya berdetak keras, peredaran darahnya ikut mengalir cepat, wajahnya pun ikut terasa panas sekali.

Terdengar Pek si-hiang dengan suaranya yang lembut kembali berseru: "Cepat tanggalkan semua pakaianku... bopong aku ke kamar mandi... rendamkan tubuhku ke air kolam..."

"Menanggalkan semua pakaianmu?" Lim Han-kim tertegun- "Waaah... kalau soal ini ... kalau soal ini... biar kupanggil siok-bwee untuk melakukannya,.."

Tapi sepasang tangan Pek si-hiang yang merangkul tubuh pemuda itu makin lama makin mengencang, kembali serunya: "Ayoh cepat... oooh panas sekali..."

Lim Han-kim berusaha keras menenangkan pikirannya, ia mencoba meraba lengan kanan Pek si-hiang. Ternyata memang terasa panas tapi tidak terlalu menyengat Dalam hati kecilnya pun pemuda itu berpikir "Betul lengannya terasa panas, tapi rasa-rasanya tidak mungkin sedemikian panasnya sampai ingin berendam di dalam air..."

Ia ingin melepaskan diri dari pelukan Pek si-hiang, lari turun ke bawah loteng untuk mencari siok-bwee, tapi dia pun kuatir tindakan tersebut menyinggung perasaannya, Untuk berapa saat anak muda ini jadi ragu untuk memutuskan, akhirnya entah berapa lama ia cuma duduk termangu- mangu di situ.

Berapa lama ia sudah di situ pemuda itu kurang jelas, ia cuma merasa tiba-tiba saja sekujur badan Pek si-hiang basah kuyup oleh keringat Rontaan tangan dan kakinya juga mendadak lebih tenang, sampai akhirnya secara mendadak gadis itu melepaskan pelukannya pada tubuh Lim Han-kim, menjerit tertahan dan buru-buru menyembunyikan badannya di balik selimut.

Suasana dalam kamar pun pulih kembali dalam keheningan yang luar biasa, begitu heningnya sampai dapat mendengar detak jantung masing-masing. Diam- diam Lim Han-kim mengumpat diri sendiri: "Lim Han-kim, wahai Lim Han-kim, kenapa kau begitu sembrono menerjang masuk ke dalam kamar seorang gadis? Kalau sampai nona Pek marah padamu nanti, apa jadinya?

Betul pikiranmu bersih tanpa ingatan jahat, tapi kenyataan sudah berada di depan mata, bagaimana caramu untuk menjelaskan masalah ini kepadanya?"

Sementara ia sedang mengumpat diri sendiri, dari balik selimut terdengar Pek si-hiang berkata: "Lim siangkong, kau tentu kaget dan ketakutan melihat tingkah lakuku yang jalang bukan ...?"

"Aaaai... semuanya ini memang merupakan kesalahanku, kenapa aku tidak memanggil siok-bwee, tapi sebaiknya malah menerjang masuk ke dalam kamarmu. Aaaai... terus terang aku bukan sengaja ingin berbuat kurang ajar kepadamu, harap nona jangan mempersoalkan di dalam hati."

Pek si-hiang segera munculkan kembali wajahnya dari balik selimut wajah yang berseri penuh senyuman, katanya sambil tertawa cekikikan- "Tadinya kukira kau akan kaget dan ketakutan, rupanya kau sedikit pun tidak takut."

"Aku sedang memikirkan satu persoalan-" "Memikirkan soal apa? Bersedia untuk menjelaskan kepadaku?"

"Tentu saja harus kujelaskan padamu."

"Kalau begitu, katakanlah . . ." ucap Pek si-hiang sambil tersenyum, "Selama hidup belum pernah kualami kehidupan segembira hari ini, seakan-akan aku telah berhasil memperoleh sesuatu, Kehidupanku serasa telah memperoleh banyak hasil..."

"Sayang sekali kehidupan semacam ini tak bisa kita nikmati terlalu lama"

"Kenapa? Kau hendak pergi?"

"Bukan begitu, meski setiap hari aku berada di sini, namun usia nona sudah tidak lama lagi."

"Oooh, rupanya soal itu" Pek si-hiang ter-tawa, "Bila sisa hidupku bisa kunikmati se-gembira saat ini, biarpun harus mati apa yang perlu disayangkan ..,"

Tiba-tiba ia berpaling dan tanyanya lirih: "Lim siang kong, percayakah kau orang yang telah mati bakal berubah jadi setan?"

"Soal ini susah untuk dikatakan."

"Seandainya orang yang sudah mati dapat berubah jadi setan, tiap hari aku akan mengikuti kemanapun kau pergi, sebaliknya bila setelah mati, kita lantas tak akan tahu apa-apa: dengan kematianku itu bukankah semua kemurunganku akan turut lenyap? Aaaai... kalau tidak tahu betapa pahitnya perasaan rindu, tak akan mengerti pula betapa gundahnya di kala sakit." "Tidakkah kau merasa bahwa pikiran seperti itu kelewat mementingkan diri sendiri?" Lim Han-kim tertegun, "Bila kau anggap kematianmu akan menyelesaikan semua persoalan maka ini cuma berlaku bagi dirimu pribadi sebaiknya kau justru memberikan semua kepedihan dan kesedihan untuk kedua orang tuamu, memberikan perasaan rindu kepada orang lain-.."

"Untuk siapa?" tukas Pek si hiang.

"Kepada ku" jawab Lim Han-kim setelah mendeham dan memberanikan diri

"Kau?" Pek si-hiang membelalakkan matanya lebar- lebar, "sungguhkah perkataanmu itu?"

"Tentu saja sungguh" sahut Lim Han-kim tegas, apalagi setelah teringat pesan dari siok-bwee.

Pek si- hiang tertawa terkekeh-kekeh, "Aku tidak percaya."

Lim Han-kim merasa malu sendiri bilamana ia membayangkan betapa buruk dan jeleknya wajah yang dimilikinya sekarang, Tapi apa lacur perkataan sudah diucapkan, ibarat anak panah yang sudah terlepas dari busur, tak mungkin bisa ditarik kembali Terpaksa dengan tebalkan muka katanya lagi: "Apa yang harus kuperbuat agar nona percaya?"

"Tahukah kau bahwa aku mempunyai banyak sekali kekurangan?" tanya Pek si-hiang sambil berhenti tertawa.

"Tidak terlihat olehku."

"Baik, kalau begitu biar kujelaskan padamu" setelah berhenti sejenak untuk mengatur napas, lanjutnya: "Aku tak pandai menanak nasi memasak lauk. aku tak mengerti mengurus urusan rumah tangga, tak pandai melayani mertua, tidak pandai memberi kehangatan untuk suami dan yang paling penting aku tak dapat memberi keturunan ..." setelah tertawa terkekeh-kekeh, terus nva: "Cukup tidak?"

"Aaaah, hal itu bukan masalah penting, hanya masalah penting, hanya masalah keduniawian sedikit pun tidak mempengaruhi kehidupan perkawinan itu sendiri"

"Kenapa? Kau yakin dapat mengesampingkan masalah-masalah tersebut dari benakmu? Dapat mengesampingkan pendapat orang banyak?"

Dalam hati Lim Han-kim berpikir: "Tidak berbakti ada tiga, pertama adalah kalau tak punya keturunan Bila aku betul-betul mengawini seorang istri yang tak dapat memberikan keturunan kepadaku, bukankah generasi keluarga Lim akan pupus sampai generasiku saja?"

Tapi ingatan lain dengan cepat melintas dalam benaknya, diam-diam ia mengumpat:

"Wahai Lim Han-kim, Pek si-hiang adalah seorang gadis cantik yang jenius, mana mungkin ia sudi kawin dengan seorang manusia jelek dan buruk rupa macam kau?"

Berpikir demikian, dia pun berkata: "se-kalipun aku dapat mengesampingkan masalah tersebut mengesampingkan pendapat orang banyak. belum tentu nona mau ..." Berbicara sampai di sini, tiba-tiba ia merasa ucapannya sudah keterlaluan maka cepat cepat ia tutup mulut

"Kenapa tidak kau lanjutkan kata-katamu? Belum tentu aku kenapa?" desak Pek si-hiang.

Lim Han-kim tertawa jengah, "Biar diucapkan juga tak ada gunanya, lebih baik tak usah saja."

"Huuh. sebagai seorang lelaki jantan, seorang lelaki sejati, masa tak berani terus terang?"

Lim Han-kim mencoba memeriksa sekeliling tempat itu. lalu pikirnya: "Dalam kamar ini kecuali kami berdua tak ada orang lain, meski bakal ditertawakan, paling juga ditertawakan oleh dia seorang. sebaliknya kalau aku berhasil membujuknya untuk hidup berapa tahun lebih lama, rasanya meski ditertawakan juga tak apa"

setelah berpendapat begitu, keberaniannya segera muncul kembali, katanya kemudian-"Maksudku, meski ada orang dapat mengesampingkan masalah tersebut dan tidak menggubris kata orang banyak. belum tentu nona bersedia kawin dengannya."

"Siapa yang kau maksudkan?"

"Misalkan saja orang itu adalah diriku sendiri..." "Tidak bisa, soal perkawinan adalah masalah besar,

tak bisa dipakai kata misal. Kalau orang itu kau, katakan

saja kau, kalau dia, yaa dia Tentu orang itu punya nama lengkap, aku tak mau menjawab sembarangan Katakan dulu siapa orangnya dan siapa nama lengkapnya?" Setelah dipojokkan Pek si-hiang dengan kata-kata tersebut Lim Han-kim tak dapat berkelit lagi, terpaksa sambil busungkan dada jawabnya: "orang itu adalah diriku, Lim Han-kim"

"Dari mana kau tahu kalau aku pasti tak mau kawin denganmu?" tanya Pek si-hiang cepat

"Nona cantik, jenius dan hebat, sebaiknya aku berwajah buruk. Kalau nona sampai mau kawin dengan aku, ibarat sekuntum bunga mawar ditancapkan di atas tahi kebo, keadaan ini sangat merugikan keadaan nona."

"Hei, dari mana kau pelajari perumpamaan yang tak sedap didengar itu ...? HuUUh, aku tak mau mendengarnya" teriak Pek si-hiang seraya tertawa.

"Meskipun kurang enak didengar perumpamaan itu tapi persis sekali dengan kenyataan."

"Orang penyakitan macam diriku ini seharusnya memang paling cocok bila kawin dengan seseorang yang buruk rupa, justru karena ia malu dan rendah diri akan kejelekan wajahnya, ia baru bersedia melayani diriku ini sebagai istri tersayang"

BAB l0. kunjungan Tak Terduga

Belum sempat Lim Han-kim memberikan tanggapannya, mendadak terdengar suara langkah kaki yang keras bergema datang, menyusul kemudian tampak siok-bwee dengan napas terengah-engah berseru: "Celaka nona, celaka nona ..."

"Apa yang terjadi, katakan" "Adik Hiang-kiok telah datang dengan membawa seorang Lim siangkong lagi"

"Haaah, ada kejadian apa ini?" Pek Si hiang tersentak bangun.

"Di mana orang itu sekarang?" sambung Lim Han-kim cemas.

"Ada di bawah loteng, ditemani adik Hiang-kiok." "Baik, biar kutengok manusia macam apa dia, berani

amat mencatut namaku"

"Tak usah gelisah," cegah Pek si-hiang. "Biar aku berpakaian dulu kemudian baru menengoknya bersama."

Sikap tegang yang semula menyelimuti wajahnya kini sudah lenyap tak berbekas, Tampaknya ia sudah memahami sekali apa yang sebenarnya telah terjadi.

"Aku menunggu nona di luar kamar" Buru-buru Lim Han-kim beranjak keluar dari ruangam Tidak sampai sepeminuman teh kemudian, Pek si-hiang telah muncul dengan bersandar di bahu siok-bwee. Kali ini dia mengenakan pakaian berwarna putih, gaun putih, sepatu putih dan ikat pinggang putih, tidak berbedak tidak bergincu dan membiarkan rambutnya terurai di bahu.

Baru saja Lim Han-kim hendak menerobos turun ke bawah, tiba-tiba Pek si-hiang mencegahnya: "Tak usah emosi, bungkus dulu kepalamu dengan kain"

ia lemparkan sapu tangan berwarna putihnya ke tangan pemuda itu. Berada dalam keadaan dan situasi seperti ini terpaksa Lim Han-kim membiarkan gadis itu mengatur segala sesuatu untuknya, setelah terima sapu tangan, ia bungkus wajahnya yang jelek itu

Agaknya Pek Si-hiang sudah tidak gelisah sama sekali, ia menunggu sampai Lim Han-kim selesai membungkus kepalanya baru berkata: "Lebih baik kau berjalan di belakangku Tak usah emosi, tak usah panik, sebelum mendapat persetujuanku lebih baik jangan banyak bicara."

Lim Han-kim manggut-manggut "Segala sesuatunya aku menuruti perintah nona," sahutnya.

"Ehmmm, kau memang sangat penurut,"

Pek Si-hiang tertawa, kemudian dengan di-bimbing Siok-bwee, ia turun lebih dulu dari loteng itu, Lim Han- kim mengikuti di belakang si nona.

Hiang-kiok yang mengenakan pakaian serba hijau kelihatan sedang berdiri di ruang tamu dengan wajah bimbang dan ragu. Agaknya ia sudah memperoleh penjelasan dari Siok-bwee hingga perasaan sangsinya kelihatan kentara sekali.

Di hadapannya duduk seorang manusia berbaju putih yang membungkus kepalanya dengan kain hijau, Dengan wajah amat santai Pek Si-hiang duduk di bangku tepat di hadapan orang itu, lalu setelah membetulkan rambutnya ia menegur

"Boleh aku tahu siapa namamu?" Manusia berbaju putih itu melirik Lim Han-kim sekejap, lalu jawabnya:

"Lim ..."

"Lim apa? Kenapa tidak kau lanjutkan?" orang itu termenung sejenak, kemudian katanya: "Namaku kurang sedap didengar, aku takut akan mengecutkan nona bila mendengar."

"Aaaah, kalau begitu namamu pastilah Im-yang Losat"

Tiba-tiba orang berbaju putih itu melepaskan kain hijau pembungkus kepalanya hingga terlihatlah wajahnya yang separuh merah dan separuh putih itu, "Nona memang cerdik dan berwawasan luas, sekali tebak sudah berhasil," ujarnya.

Sebaliknya Lim Han-kim dengan perasaan terkejut menjerit tertahan: "lm-yang Losat...?"

"Kenapa? Mengejutkan kau?" ujar im-yang Losat sambil tertawa.

Pek si-hiang tersenyum, katanya: "Bersusah payah menempuh perjalanan ribuan li untuk menemukan jejak sang kekasih, tujuan luhurmu sangat mengharukan hati, Aku tak boleh menjadi tuan rumah yang kurang bijaksana..."

Seraya berpaling ke arah kedua orang dayangnya, ia berseru: "siapkan arak"

Siok-bwee berdua saat itu hanya bisa berdiri kebingungan tapi mereka tak berani membangkang perintah Pek si-hiang. Buru-buru kedua orang itu mengundurkan diri

Sepeninggal siok-bwee berdua, Lim Han-kim melepaskan kain pembungkus kepalanya lalu sambil memandang Im-yang Losat, tegurnya dingini "sebenarnya siapa kau?" Im-yang Losat tertawa, " Kesehatan nona Pek kurang baik, lebih baik jangan mengganggu ketenangannya, urusan pribadi kita berdua kenapa tidak diselesaikan dalam kamar tidur nanti?"

Pek si-hiang tertawa hambar, selanya: "Dengan susah payah kau menempuh perjalanan ribuan li jauhnya hingga ke tempat ini, bukankah tujuan utamamu hanya ingin melihat sampai kapan aku baru mati?"

"Nona terlalu curiga," sahut Im-yang Losat tertawa, "Sesungguhnya kedatanganku kemari hanya ingin menyusul dia dan mendesaknya agar mau pulang bersama aku."

Pek si-hiang tertawa terkekeh-kekeh: "seebun Giok- hiong, tidak sulit bila kau ingin melihat jenasah ku terkubur untuk selamanya di pesanggrahan pengubur bunga dan selama lima puluh tahun kemudian hanya kau yang merajai dunia persilatan tapi kau meski mengabulkan satu permintaanku dulu."

Tiba-tiba Im-yang Losat menggosok wajahnya dengan sepasang tangan, Wajah jelek menyeramkan yang semula menghiasi dirinya tahu-tahu hilang lenyap tak berbekas, sebagai gantinya muncullah selembar wajah yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan.

Bagi Lim Han-kim, meski sejak awal ia sudah menduga kalau Im-yang Losat adalah hasil samaran dari seebun Giok-hiong, namun setelah melihat dengan mata kepala sendiri bahwa dugaannya ternyata tepat, ia tertegun juga dibuatnya. "Ternyata memang benar-benar hasil penyamaranmu" pekiknya. "Betul, aku adalah seebun Giok-hiong..." kata perempuan itu sambil tertawa.

Kemudian sambil mengalihkan pandangan matanya ke wajah Pek si- hiang, katanya pula: "Nona Pek, syarat apa yang harus kupenuhi?"

"Jangan terlalu cepat menyanggupi dengarkan dulu penjelasanku sebelum mengambil keputusan"

"Baiklah, akan kudengarkan dengan seksama." Pek si-hiang termenung sambil berpikir sejenak,

kemudian tanyanya: "Kau benar-benar mencintai Lim Han-kim?"

Dengan matanya yang jeli Seebun Giok-hiong melirik wajah pemuda itu sekejap. kemudian sahutnya: "sulit bagiku untuk menjawab, sebab terus terang saja aku katakan, bahkan aku sendiri pun tidak tahu."

"Kalau begitu sulit untuk dijadikan sebagai dasar pembuktian," kata Pek si-hiang. "Begini saja, asal kau bersedia kawin dengannya..."

"Tidak bisa nona Pek..." potong Lim Han-kim cemas. "Bagaimana kalau kau jangan menimbrung dulu?"

tegur gadis itu dingin,

Lim Han-kim tertegun, akhirnya ia tundukkan kepalanya dan tidak berbicara lagi.

Seebun Giok-hiong segera tertawa ter-kekeh, serunya: "Coba lihat, yang bersangkutan saja belum ingin menikahi aku, buat apa aku mesti menuruti perkatanmu?" "Nona seebun, kita sedang merundingkan soal syarat, pikirkan dulu masak-masak. mau diterima atau tidak syarat tersebut?"

"Apa manfaatnya bila kuterima syarat itu?"

"Bila setuju, maka aku akan melangsungkan upacara pernikahan kalian terlebih dulu, Bila kalian sudah melewati malam pertama dan secara resmi sudah menjadi suami istri, aku akan memohon bantuan dari kalian berdua untuk membereskan soal pemakamanku."

"Bila aku menolak?"

"Perjalananmu ke telaga Tay-oh ini akan menjadi suatu perjalanan yang sia-sia."

Dengan sorot mata yang tajam seebun Giok-hiong menatap wajah Pek si-hiang lekat-lekat, lalu katanya: "sekalipun aku tidak terima syaratmu itu, kau sendiri juga tak akan bisa hidup lebih dari tiga bulan"

"Oooh, jadi kau tak percaya bila aku memiliki kemampuan untuk hidup terus?"

"Seandainya kau betul-betul memiliki kemampuan untuk hidup terus, sekalipun aku setuju kawin dengannya, bukankah kau sama saja dapat hidup terus di dunia?"

"Aku tak suka bergaul, tak acuh dengan segala keramaian duniawi, sesungguhnya tak berminat sama sekali untuk hidup terus di dunia yang penuh dengan serba masalah ini. maka dari itu belum pernah terpikir olehku akan soal mati atau hidup, Tapi semenjak bertemu dengan kau. seebun Giok-hiong. aku mulai putar otak memikirkan masalah mati hidupku..." "Kenapa?"

"Kau liar bagaikan seekor kuda yang terlepas dari kendali, andai kata aku mati, siapakah di dunia saat ini yang mampu membereskan dirimu ?"

"Masih ada yang lain?" Pek si-hiang tertawa, katanya: "Meskipun kau bukan tandinganku, paling tidak kemampuan yang kau miliki itu masih mampu bertarung berapa gebrakan melawan aku. Kalau kuhadiahkan predikat sebagai "musuh tangguh" untukmu. tentunya kau cukup puas bukan?"

Senyuman yang semula menghiasi ujung bibir seebun Giok-hiong hilang lenyap seketika, sebagai gantinya sikap dingin bagaikan es menyelimuti seluruh wajahnya, pelan- pelan ia berkata: "Kecuali kau memiliki suatu keanehan yang sukar diduga orang sebelumnya, aku rasa penglihatanku tak bakal keliru."

Pek si-hiang tertawa, pelan-pelan tangannya membetulkan letak rambutnya, menggunakan kesempatan itu ia tusuk jalan darah di belakang tubuhnya dengan sebatang jarum emas, lalu katanya lembut: "salah melihat apa?"

"Selain menderita penyakit aneh yang cukup parah dan susah disembuhkan, seharusnya kau tak mengerti ilmu silat sama sekali"

Begitu ucapan tersebut diutarakan, semua yang hadir seketika terkejut dibuatnya, terutama siok-bwee serta Hiang-kiok yang sudah banyak tahun mengikuti majikannya, mereka cukup mengerti bahwa Pek si-hiang betul-betul tak pandai bersilat. Karena hal itu, secara diam-diam mereka menghimpun tenaga dalamnya bersiap sedia, Asal pihak lawan menunjukkan gejala yang tak beres, mereka siap melancarkan serangan dengan sepenuh tenaga.

Lim Han-kim sendiri setengah percaya setengah tidak, tapi diam-diam dia pun menghimpun tenaganya bersiap sedia, Apabila seebun Giok-hiong menunjukkan tanda- tanda akan menyerang, meski ia tahu bahwa kemampuannya bukan tandingan lawan, pemuda ini sudah siap untuk beradu jiwa.

Pek si-hiang mengerdipkan sepasang matanya yang bulat besar, lalu tertawa: "oooh... maksudmu, bila aku betul-betul tak mengerti ilmu silat, maka kau akan manfaatkan kesempatan ini untuk membunuhku bukan?"

"Apa salahnya aku berbuat..." Belum selesai perkataan itu diucapkan, begitu sorot matanya saling bertemu dengan sorot mata Pek si-hiang, seketika itu juga hatinya bergetar keras, kata-kata berikut pun tak mampu dilanjutkan.

Ternyata dari balik mata Pek si-hiang tiba-tiba memancar keluar sinar tajam yang menggidikkan.

Jelas pancaran semacam itu hanya bisa dilakukan seseorang yang memiliki tenaga dalam amat sempurna, orang yang tak kenal ilmu silat tak bakal bisa melakukan hal tersebut.

Tak terkirakan rasa kaget, seram dan ngeri yang mencekam perasaan seebun Giok-hiong saat itu, untuk sesaat dia hanya bisa memandangnya dengan termangu, "Mau apa kau memandangi terus wajahku?" tegur Pek si-hiang sambil tertawa.

"Aku merasa bingung, banyak hal yang tidak kupahami."

"Dalam soal apa? Katakan saja terus terang" "Sebetulnya kau pernah belajar silat atau tidak?"

Pek si-hiang tertawa lebar. "Aku tak ingin kau bunuh, juga tak ingin kau menyerempet bahaya, Lebih baik tak usah membicarakan lagi persoalan ini^..."

Kemudian setelah berhenti sejenak. lanjutnya: "Tapi ada satu hal yang kau tak perlu khawatir, walaupun kau termasuk salah satu tamu yang berani mengunjungi pesanggrahan pengubur bunga, asalkan kau tidak melakukan suatu tindakan yang kelewat batas, aku tak akan mengganggu keselamatan jiwa mu"

Seebun Giok-hiong menengadah memandang bunga yang bermekaran di luar ruangan sana dengan termangu, lalu gumamnya: "Betulkah seseorang dapat berubah jadi begitu wajar dan sederhana, sama sekali tidak meninggalkan tanda-tanda apabila ilmu silat yang dimilikinya telah mencapai puncak kesempurnaan?"

"Tidak dapat," potong Pek si-hiang cepat. "Bila seseorang dapat menyembunyikan ketajaman matanya, berarti ilmu silatnya sudah mencapai tingkatan yang tiada tara, Gejala yang dimiliki orang itu tak mungkin bisa diketahui oleh orang yang memiliki ilmu silat setara dengan nona seebun." "Kalau begitu aku betul-betul mohon petunjukmu kenapa nona Pek juga tidak memperlihatkan tanda-tanda bahwa kau mengerti ilmu silat?"

"Lalu bagaimana sekarang?"

"Sekarang kau tampak begitu segar, matamu begitu tajam bersinar, jelas inilah pertanda seseorang yang memiliki tenaga dalam amat sempurna."

Sekali lagi Pek si-hiang tertawa, "Untung aku sudah peringatkan dirimu sejak dini, Coba kalau tidak. salah satu di antara kita berdua kini sudah tergeletak sebagai mayat."

"Kalau begitu aku sudah salah memandangmu?"

"Tidak. kau tidak salah melihat Cuma keadaanku memang sedikit agak berbeda dengan keadaan pada umumnya."

"Boleh aku tahu penjelasannya?"

"Kejadian ini sederhana sekali penjelasannya, karena aku mengidap suatu penyakit yang sukar disembuhkan"

Gadis ini memang luar biasa cerdiknya, secara lamat- lamat ia hanya memberi penjelasan separuhnya saja dan sengaja menyembunyikan sisanya yang separuh, dengan demikian seebun Giok-hiong harus menduga sendiri sisanya.

"Yaa, betul juga ucapanmu itu," kata seebun Giok- hiong kemudian "Justru karena kau mengidap suatu penyakit yang sukar disembuhkan maka kendatipun kau memiliki tenaga dalam yang sempurna, namun keadaan- mu sekilas pandang tak jauh berbeda dengan keadaan orang biasa."

"Anggap saja begitu"

Seebun Giok-hiong menghela napas panjang, "Aaaai... yang membuat aku tak habis mengerti sekarang adalah seseorang yang mengidap penyakit parah, mengapa sanggup melatih diri hingga memiliki tenaga dalam yang begitu sempurna?"

"Aku tak pernah bilang mengidap penyakit yang tak bisa disembuhkan Aku hanya bilang penyakitku sukar untuk disembuhkan"

"Jikalau kau sudah tahu cara untuk menyembuhkan penyakit itu, kenapa sampai sekarang belum juga turun tangan untuk mengobatinya?" tanya seebun Giok-hiong keheranan

"Sebab aku bosan hidup Aku segan meneruskan kehidupanku di dunia ini. Bagi seseorang yang sudah lama tersiksa oleh penyakit aneh, sering kali dia tidak terlalu sayang dengan nyawa sendiri, memandang remeh masalah keselamatan jiwanya"

Seebun Giok-hiong menggeleng bingung, ia merasa seperti mengerti jawaban gadis itu tapi seperti juga tidak. yang pasti kata-katanya itu mengandung arti yang mendalam sekali, Tak tahan akhirnya dia menghela napas panjang, katanya: "Aaaai... misalnya aku tak tahu kalau kau cerdik, kalau aku tidak melihat bahwa ilmu silatmu luar biasa, aku pasti tak akan percaya dengan kata-katamu yang membingungkan itu." "Kuanjurkan kepadamu, lebih baik jangan percaya dengan kata-kataku tadi," kata Pek si-hiang sambil tertawa, "Dengan begitu akupun dapat padamkan sebuah harapanku."

"Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan sekarang." "Aku tak percaya kau betul-betul tahu"

"Bukankah kau ingin memancing amarahku, agar aku terpengaruh emosi, lupa keadaan, lupa kemampuan sendiri dan turun tangan menyerangmu dengan begitu kau dapat memperoleh alasan untuk membinasakanku?"

Berubah hebat paras muka Pek si- hiang, segera serunya dingin: " Kelihatannya aku betul-betul harus membunuhmu" seebun Giok-hiong segera tertawa terkekeh-kekeh.

"Eeeh... jangan marah dulu" serunya, "Tadi kau toh sudah berjanji, asal aku tidak bertindak macam-macam, maka kau tak akan turun tangan lebih dulu untuk membunuhku, sekarang sudah mulai menyesal?"

Tak terlintas sedikit senyuman pun di wajah Pek si- hiang, katanya hambar "Aku tak pernah menyesali apa yang sudah kukatakan"

Seebun Giok-hiong kelihatan bangga sekali, kembali katanya sambil tertawa terkekeh-kekeh: "Aku tahu semua orang yang menganggap dirinya seorang tokoh silat, baik dia lelaki atau perempuan, semuanya takut bila rahasia hatinya ketahuan orang, termasuk diriku sendiri, Bila pihak lawan berhasil menebak jitu semua yang menjadi pikiranku, aku tentu akan berusaha untuk membinasakan dirinya ..," "Seebun Giok-hiong, sudah selesai perkataanmu?" tukas Pek si- hiang ketus.

"Nona Pek ingin mengusir aku?" ucap seebun Giok- hiong sambil bangkit berdiri.

"Selama hidup aku tak pernah mengingkari janji yang sudah terlanjur kuucapkan, demikian juga hari ini"

"Kalau begitu aku tak akan mengganggu ketenanganmu lagi. Mengenai masalah kau hendak menjodohkan aku dengan Lim Han-kim, biar kuputuskan tengah hari besok"

"Mungkin saja tengah hari esok aku enggan bertemu lagi denganmu, lebih baik dibicarakan besok saja, Hiang- kiok, antar nona seebun naik ke sampannya"

"Tunggu sebentar, aku ingin berdiam sebentar lagi di sini," kata seebun Giok-hiong tertawa.

Ia mengeluarkan kain hijau dari sakunya dan membungkus seluruh wajahnya, kemudian katanya lebih jauh: "Terima kasih banyak atas pelayanan nona Pek hari ini, semoga kita dapat bersua lagi esok tengah hari"

Sementara itu Hiang-kiok sudah tak sabar menunggu, teriaknya: "Cepat, kita harus segera berangkat."

Seebun Giok-hiong yang berhati keras dan berangasan, saat itu ternyata mempunyai tabiat yang sangat baik, sahutnya cepat: "Baik, baiklah..." Tergopoh- gopoh dia bangkit berdiri dan beranjak keluar meninggalkan ruangan-

Pek si-hiang hanya duduk tak bergerak dengan wajah sedingin es. Menunggu bayangan tubuh seebun Giok- hiong sudah lenyap dari pandangan dan menurut perkiraannya ia sudah jauh dari daratan, baru gadis itu berseru: "siok-bwee, cepat cabut keluar jarum emas dari punggungku, cepat, cepat sedikit"

Dengan langkah itu cepat siok-bwee menghampiri majikannya dan mencabut keluar jarum emas

Begitu jarum tercabut, secara tiba-tiba kondisi Pek si- hiang berubah amat drastis, seakan-akan ia telah berubah menjadi seseorang yang lain, air keringat jatuh bercucuran bagaikan hujan, wajahnya pucat pasi seperti mayat, badannya gemetar keras dan tiba-tiba tubuhnya jatuh terguling dari atas bangku.

Dengan perasaan terkejut Lim Han-kim memburu ke depan dan menyambar tubuh gadis itu. Dengan mata terpejam dan napas tersengal-sengal Pek si-hiang berbisik lemah: "Cepat bopong aku ke atas loteng"

Lim Han-kim tidak sempat banyak bertanya lagi, tergopoh-gopoh ia bopong Pek Si-hiang naik ke loteng dan membaringkan gadis itu di atas pembaringannya

Dengan napas tersengal-sengal Pek si-hiang berbisik, "Di bawah bantal ada sebuah botol obat, cepat ambil sebutir dan jejalkan ke mulutku"

Cepat-cepat Lim Han-kim membalik bantah Betul juga, di situ terdapat sebuah botol porselen, tapi begitu dibuka penutup botol itu, ia segera tertegun dan berdiri termangu mangu. Ternyata isi botol itu tinggal sebutir pil berwarna putih.

"Cepat jejalkan ke mulutku" terdengar Pek si-hiang kembali berseru, "Masih banyak... masih banyak persoalan yaa... yang hendak kusampaikan kee... kepadamu..."

Perkataan itu beberapa kali terputus di tengah jalan, jelas napasnya sudah semakin melemah dan nyaris tak sanggup mempertahankan diri, Lim Han-kim tak berani membuang banyak waktu lagi, cepat ia jejalkan pil berwarna putih itu ke mulut Pek si-hiang.

Setelah menelan pil itu, sambil menggenggam lengan Lim Han-kim kencang-kencang, kembali gadis itu berseru: "Aku ingin tidur sebentar, kau duduklah di sisiku dan temani aku."

"Tidur saja nona dengan tenang, aku akan menemanimu di sini"

Sekulum senyuman segera tersungging di ujung bibir Pek si-hiang, tak lama kemudian ia sudah tertidur nyenyak.

Lebih kurang satu jam lamanya Pek si-hiang tertidur sebelum bangun kembali, ketika ia membuka matanya dan melihat Lim Han-kim masih duduk manis di sisinya, sambil tertawa ia pun menegur "Kau belum pergi?"

"Nona tidak membiarkan aku pergi, bagaimana mungkin aku bisa tinggalkan tempat ini?" jawab Lim Han- kim tenang.

Menyaksikan tangan kirinya masih menggenggam lengan pemuda itu kencang-kencang, Pek si-hiang tertawa jengah, Buru-buru ia kendorkan genggamannya seraya berkata: "Bila seseorang berada dalam keadaan sakit, seringkali ia berharap ada orang lain yang selalu menemaninya. saudara Lim, harap kau jangan marah dengan kelakuanku."

Lim Han-kim tertawa, "Aku sangat berbangga hati karena nona sudi mempercayai diriku, masa aku mesti marah?"

Pek si-hiang menghembuskan napas panjang, ucapnya: "sebetuinya seebun Giok-hiong sanggup menghabisi nyawaku cukup dengan sebuah pukulan saja."

"Tapi sayang, kecerdikannya tak mampu mengungguli kepintaran nona, hingga setiap langkahnya sudah berada dalam perhitunganmu."

"Saat ini ia setengah percaya setengah tidak. meski sementara waktu dapat kukelabui, tapi esok siang dia akan kemari lagi, Aku takut sampai waktunya sulit bagi kita untuk menghadapinya . "

"Betul juga perkataan ini," pikir Lim Han-kim dalam hati, "Dengan kemampuannya ia dapat mengetahui bila Pek si-hiang menderita penyakit parah, sudah barang tentu dia pun bisa melihat kalau Pek si-hiang tak mengerti ilmu silat, Cuma saja dia tak pernah mengira kalau Pek si-hiang telah membangkitkan tenaga simpanannya dengan rangsangan tusukan jarum emas hingga sepintas lalu nampaknya ia memiliki tenaga dalam yang sempurna.

Namun sebagai orang yang tinggi hati dan keinginannya mengungguli orang lain begitu kuat, seebun Giok-hiong pasti tak akan berpeluk tangan saja, setelah tergertak oleh Pek si-hiang, ia pasti tak puas dan penasaran berarti ia bisa datang lagi untuk mencoba. Bila dia sampai mengambil resiko untuk menjajal kepandaian nona Pek. waah ... apa jadinya...?"

Mendadak perasaan hatinya bergidik karena ngeri, ia tak berani berpikir lebih jauh. sambil menghela napas panjang, Pek si- hiang menegur "Apa yang sedang kaupikirkan?"

"Aku sedang berpikir, bagaimana caranya menghadapi seebun Giok-hiong bila ia datang lagi esok siang."

"Kalau berbicara dari soal ilmu silat, gabungan kekuatan kau bersama siok-bwee serta Hiang-kiok rasanya masih bukan tandingan seebun Giok-hiong."

"Kalau begitu nona harus carikan akal yang jitu untuk menanggulangi persoalan ini"

"Tampaknya kau takut mati?" tanya Pek Si-hiang sambil tertawa.

"Orang yang paling ditakuti seebun Giok-hiong cuma nona seorang, Apabila nona sampai terluka di tangannya, kejadian ini akan menambah semangat serta ambisinya, Bilamana ia sampai lupa daratan, sudah dapat dipastikan dunia persilatan akan dilanda bencana pembunuhan yang amat mengerikan."

Pek si-hiang tertawa hambar, ucapnya: "sekalipun dia tidak membunuhku, toh aku sendiri juga tak bisa hidup terlalu lama."

"Sekalipun nona tak dapat menghindari kematian, paling tidak kau harus mati dengan perasaan sangat tenang, Berikan teka teki yang membingungkan untuk seebun Giok-hiong" "Lalu bagaimana aku harus mati?"

Gadis ini berbicara amat santai dan ringan bahkan disertai senyuman yang ceria, seolah-olah mati hidup sama sekali tidak terpikirkan olehnya, Melihat itu Lim

Han-kim berpikir "Pek si-hiang memang nyata agak aneh, tampaknya bukan saja ia tak cemas atau ngeri dalam menghadapi kematian, bahkan kelihatannya ia seperti cenderung melangkah lebih cepat ke gerbang kematian..."

Sementara itu Pek si- hiang sudah bangkit dan duduk di pembaringan, tiba-tiba ujarnya: "Bagaimana kalau kita kurung saja seebun Giok-hiong?"

"Tidak baik, dia congkak. liar dan susah dikendalikan, ilmu silat yang kita miliki pun bukan tandingannya, Mana mau ia menyerahkan diri secara ikhlas? Malahan bisa jadi bila terdesak oleh keadaan, ia bisa nyerempet bahaya untuk beradu jiwa denganmu, Kalau sampai terjadi begini, bukankah rahasia nona yang tak mengerti ilmu silat akan segera ter- bongkar?"

Agaknya kesegaran badan Pek si-hiang telah pulih kembali, dengan penuh semangat ia melompat turun dari pembaringan, lalu serunya sambil tertawa: "Ayo ikut aku, kuperlihatkan sesuatu kepadamu"

"Melihat apa?"

"Melihat tempat yang akan kugunakan untuk mengubur jenasah ku"

Sekali lagi Lim Han-kim berpikir "Bencana besar telah berada di depan mata, tampaknya ia tidak khawatir sedikit pun, Apa bagusnya kuburan yang dipakai untuk mengubur jenasahnya? "

Tapi ia merasa segan untuk menampik ajakan tersebut, maka berangkatlah pemuda itu mengikuti di belakangnya.

"Aku betul-betul mengkhawatirkan keselamatan nona," bisik Lim Han-kim.

"Apabila seebun Giok-hiong itu cerdik, besok dia harus menyatakan persetujuannya untuk menikah denganmu," kata Pek si-hiang sambil tertawa, "Bila sampai terjadi begini, maka tempat kubur yang kubangun dengan susah payah itu terpaksa harus kuserahkan kepada kalian berdua untuk menjadi kamar malam pertama kalian berdua."

"Perkawinan adalah masalah besar yang harus dirundingkan dulu dengan orang tua," kata Lim Han-kim dengan kening berkerut " Hingga kini ibuku masih hidup segar bugar, maka soal perkawinan sudah menjadi kewajibannya untuk memutuskan bagiku, Apa hakmu dan kenapa kau berani ambil keputusan untukku?"

"Tidak apa-apa, kalian boleh kawin dulu, kemudian baru kujelaskan masalah ini kepada ibumu," sela si nona sambil tertawa.

"Dari mana kau bisa tahu kalau ibuku pasti setuju?" "Aku punya keyakinan untuk menaklukkan ibumu"

Tiba-tiba saja muncul perasaan mendongkol dan marah dari hati kecil Lim Han-kim, Rengeknya ketus: "Lebih baik kau berhasil membujuk diriku lebih dulu" "Kenapa?" kata Pek si-hiang sambil ter-tawa. "Dengan susah payah aku sudah mencarikan seorang calon istri yang begitu cantik untukmu, bukan berterima kasih, kau malah jengkel kepadaku?"

Rasa malu dan gusar karena merasa seperti diejek dan dipermalukan membuat Lim Han-kim semakin naik darah, hardiknya penuh amarah: "Nona Pek, sekalipun seumur hidup aku Lim Han-kim tidak beristri, kau juga tak perlu bersusah payah mencarikan jodoh bagiku. Maksud baikmu biar kuterima dalam hati saja, selamat tinggal"

Setelah memberi hormat, ia membalikkan badan dan beranjak turun dari loteng dengan langkah lebar.

"Lim siangkong..." teriak Pek si-hiang gelisah, Buru- buru ia sambar tangan pemuda itu dan mencoba menariknya, saat itu api amarah sedang berkobar dalam benak Lim Han-kim, tanpa berpikir panjang la membalikkan tangannya sambil mendorong, sementara kakinya melangkah terus meninggalkan tempat itu.

Ia baru menyadari perbuatannya setelah tangannya mendorong gadis itu, dengan perasaan terkejut ia berpaling, tapi sayang sudah terlambat Blaaammmm ...

Tubuh Pek si-hiang sudah terdorong olehnya hingga jatuh terjerembab enam-tujuh depa di belakang sana.

Dengan rasa kaget bercampur menyesal Lim Han-kim memburu ke sisi gadis itu dan menarik tangannya sambil berkata: "Nona Pek, nona Pek, terluka tidak kau? Aaaai... aku betul-betul ceroboh..."

"Aku sangat baik, kau tak usah kuatir," potong Pek si- hiang sambil tertawa. Lim Han-kim sungguh merasa amat menyesal kembali ujarnya: "Gara-gara kecerobohanku menyebabkan nona terjatuh Aaai... aku sangat berdosa kepadamu"

"Tidak apa-apa, selama hidupku jarang aku diperlakukan orang lain macam hari ini."

"Aku betul-betul menyesal, aku tidak sengaja ..." anak muda itu menghela napas

"Aku mengerti, jangan dilanjutkan lagi persoalan itu.

Ayo cepat bimbing aku turun dari loteng" "Nona perlu istirahat sebentar."

"Tidak usah..." sambil berkata gadis itu berusaha meronta untuk bangun lalu meneruskan langkahnya.

Melihat itu Lim Han-kim berpikir "Meskipun badannya lemah dan sakit-sakitan, tapi wataknya sungguh keras... nampaknya susah untuk menghalangi niatnya..."

Terpaksa ia bimbing gadis itu untuk melanjutkan perjalanan setelah turun dari loteng, melewati ruang tamu, mereka berjalan menuju ke tepi sebuah tebing yang curam. siok-bwee yang datang menyusul segera berseru: "Nona, apa perlu budak membimbingmu?"

Waktu itu, seluruh kekuatan tubuh Pek si- hiang telah disandarkan pada dada Lim Han-kim, sambil meneruskan langkahnya ia menyahut "Tidak usah, biar Lim siangkong yang mendampingiku, Kau boleh ke dapur untuk menyiapkan berapa macam hidangan yang lezat, juga jangan lupa siapkan guci arak yang berisi arak. jamur dan jinsom. Hari ini aku harus minum sampai mabuk sebelum esok menghadapi seebun Giok-hiong." siok- bwee tak berani membangkang, setelah menyahut ia pun mengundurkan diri.

Kembali Lim Han-kim berpikir: "Dengan kondisi badannya yang begitu lemah, apa jadinya kalau sampai mabuk? Bisa jadi dua hari pun belum tersadar..."

sementara ia masih berpikir, Pek si-hiang telah menengadah dan bertanya sambil tertawa: "Kau pernah mabuk?"

"Belum pernah," Lim Han-kim menggeleng. "Bagus, bagaimana kalau hari ni temani aku minum

sampai mabuk?"

Lim Han-kim tertawa. "Kalau kita belum sadar dari mabuk sampai tengah hari esok dan seebun Giok-hiong sudah keburu datang, apa yang akan kita lakukan?"

"Li Pak harus mabuk dulu sebelum menciptakan syair, aku rasa semakin kita mabuk, tentu otak kita makin pintar."

Lim Han-kim kembali berpikir setelah mendengar jawaban itu:" semua perbuatan dan tingkah lakunya jauh di luar dugaan, siapa tahu memang betul seperti apa yang dia katakan."

sementara masih termenung, tibalah mereka di tepi tebing curam, Pek si-hiang segera bangkit berdiri dari pelukan Lim Han-kim, Dengan tangannya ia menutul permukaan tebing batu di hadapannya, setelah itu ia membalikkan badan berjalan tujuh langkah ke utara, menutul lagi permukaan dinding batu dengan jari, lalu berjalan balik ke samping Lim Han-kim. Katanya seraya menuding pohon kecil yang muncul di dinding tebing karang itu: "Tolong geser pohon kecil itu."

"Apa susahnya..."juwab pemuda itu sambil melompat ke depan dan membetot pohon kecil itu. Tapi begitu tergenggam ia baru merasa bahwa keadaan tidak wajar, Ternyata pohon kecil itu keras dan dinding seperti terbuat dari besi baja. Belum sempat ia lepaskan genggamannya, pohon besi itu sudah melesak masuk ke balik dinding batu karang itu. Dari sisi pohon besi tadi segera terbukalah sebuah pintu batu karang.

Tak tertahan lagi tubuh Lim Han-kim ikut terjatuh ke balik pintu batu itu, Belum sempat ingatan kedua melintas lewat, pintu batu itu kembali sudah tertutup rapat

Lim Han-kim segera berusaha menenangkan pikirannya sambil periksa sekeliling tempat itu, Tampak sebuah tangga batu menjorok turun ke sisi kanan, itulah satu-satunya jalan yang tersedia, tiada pilihan lain. Tak tahan pemuda itu menghela napas sedih, pikirnya: "Yaa betul, tadi aku sudah menyebabkan ia jatuh terjerembab tentu amarahnya belum mereda, sekarang ia berusaha mengurungku dalam gua batu ini. Bagaimana pun toh aku sudah kemari, kenapa tidak sekalian kuperiksa isinya...?"

Dengan menelusuri anak tangga batu, pemuda itu berjalan terus turun ke bawah, setelah menuruni anak tangga itu sampai ratusan kaki jauhnya, pemandangan yang terbentang di depan mata tiba-tiba berubah, Kilauan cahaya yang terang benderang memancar dari seluruh dinding, membuat pemuda itu merasa seolah- olah berada dalam istana bawah air.

setelah berusaha menenteramkan hatinya, baru Lim Han-kim dapat melihat keadaan ruangan itu dengan jelas. Ternyata saat ini dia berada dalam sebuah ruang batu yang amat besar, sekeliling dinding terbuat dari kaca yang tembus cahaya, sedangkan di balik dinding kaca itu ternyata merupakan air jernih yang lengkap dengan aneka jenis ikan yang berenang kian kemari.

Pelan-pelan Lim Han-kim melangkah masuk ke dalam ruang batu itu, ia melihat sebuah pembaringan kayu terletak di dinding sebelah barat perlengkapan pembaringan itu sangat indah dan penuh sulaman, Di dinding dekat pintu masuk terdapat dua buah jendela batu yang terbentang lebar, angin segar berhembus masuk dari sana, hanya saja tidak tampak cahaya matahari.

Mungkin letak ruang bawah tanah itu berliku-liku sehingga hanya angin segar yang bisa berhembus masuk.

Pada dinding sebelah timur di mana terdapat dinding kaca yang lebar, terletak sebuah meja lengkap dengan segala peralatan tulis.

Bagian belakang meja merupakan sebuah rak buku yang dipenuhi dengan susunan kitab.

Lim Han-kim mencoba mengambil sejilid kitab yang bersampul kulit kambing dan mencoba membalik isinya, tapi tulisan yang ada dalam kitab itu melingkar seperti lukisan tapi bukan tulisan, mirip huruf tapi lebih menyerupai huruf aneh, walaupun pemuda itu mencoba untuk mengamati, tak sehuruf pun yang dapat dipahaminya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar