Pedang Keadilan II Bab 07 : jarum Emas Membebaskan Racun Panas

 
Bab 07. jarum Emas Membebaskan Racun Panas

Memandang senyum licik yang menghiasi wajah kakek itu, Lim Han-kim segera merasa hatinya bergidik dan tubuhnya merinding semua. sahutnya agak ragu: "Maaf kakek, berhubung aku kelewat lapar, sebagian besar hidangan milikmu telah kuhabiskan."

Kakek itu melompat bangun lalu tertawa terbahak- bahak. suara tertawanya begitu keras dan nyaring membuat seluruh ruangan bergetar keras dan cahaya lilin berkedip tiada hentinya.

Dari gelak tertawa yang penuh tenaga itu Lim Han-kim segera mengetahui bahwa tenaga dalam yang dimiliki kakek itu amat sempurna, pikirnya cepat: "Ternyata ia hanya pura-pura sakit..."

Terdengar kakek itu berkata lebih jauh: "Aaaai... anak muda, rupanya kau kelewat goblok, sama sekali tak mau menggunakan otakmu ..."

"Kenapa?" "Kau tak percaya dengan perkataanku ini? Kau goblok sekali..."

"Sikap kakek dalam berpura-pura amat luwes dan hidup, aku memang tak bisa mempercayai begitu saja."

"Untung kau hanya menghabiskan separuh hidanganku," kata kakek itu sambil tertawa, "Coba kalau semuanya kau habiskan, saat ini mungkin kau sudah berubah bentuk."

"Berubah bagaimana?" Lim Han-kim tetap kebingungan tak habis mengerti.

Kakek itu tertawa terbahak-bahak, "Ha ha ha... betul, kau telah berubah bentuk Tahukah kau siapa aku ini?"

"Tidak" pemuda itu menggeleng.

"Pernah dengar orang persilatan menyebut seorang tokoh tersohor yang dipanggil Cau-hua lojin?"

"Sayang cayhe belum pernah mendengar."

Berubah hebat paras muka kakek itu, serunya dingin: "Kalau memang belum pernah mendengar, akan kusuruh kau saksikan sendiri sekarang..."

"Bagaimana caranya untuk menyaksikan sendiri?" diam-diam Lim Han-kim mengerahkan tenaga dalamnya bersiap sedia,

"Di dalam hidangan yang telah kau sikat habis tadi telah dicampuri dengan sejenis obat hasil ramuanku yang hebat sebentar lagi, bila obat itu mulai bekerja, seluruh tubuhmu akan terasa panas luar biasa. Kecuali cara pengobatan tunggalku, tiada lagi orang mu yang bisa menyembuhkan siksaan tersebut." Diam-diam Lim Han-kim mencoba mengatur napas, tapi ia tak menemukan sesuatu gejala yang aneh, maka serunya: "Tapi sebelum obat itu mulai bekerja, aku masih mampu melakukan perlawanan habis-habisan"

Kakek itu tertawa dingin, "Mari kuperlihatkan sesuatu lebih dulu, sebelum kau ingin bertarung melawanku."

"Melihat apa?" timbul rasa ingin tahu di hati kecil Lim Han-kim.

Kakek itu mengambil lilin dari atas meja lalu mendorong dinding di belakang ranjangnya seketika muncullah sebuah pintu yang cukup dilalui satu orang.

Melihat itu Lim Han-kim segera berpikir "Bagaimana pun aku toh sudah bertemu dengan peristiwa ini, ditakuti juga tak ada gunanya, lebih baik kutengok apa yang hendak diperlihatkan kepadaku."

Tampaknya orang tua yang menyebut diri sebagai Cau-hua lojin itu juga tak takut Lim Han-kim berusaha melarikan diri, ia malah berjalan lebih dulu di depan, Kalau mau sebetulnya saat itu Lim Han-kim mempunyai cukup kesempatan untuk melarikan diri, tapi rasa ingin tahu yang meluap membuatnya tanpa sadar mengikuti kakek itu masuk ke dalam pintu rahasia.

Kalau di luar pintu adalah sebuah rumah gubuk yang reyot danjelek. maka di balik pintu rahasia tersebut justru terdapat sebuah ruangan dengan lantai terbuat dari batu hijau, Beberapa sosok tubuh manusia berbaring berada di atas lantai itu dan mereka semua tertidur amat nyenyak! Lim Han-kim mencoba untuk menghitung jumlahnya, ternyata ada delapan orang, Ketika ia melihat jelas orang yang terakhir, perasaan hatinya seketika bergetar keras. ternyata orang yang berbaring paling ujung tak lain adalah Yu Siau-liong, orang yang siang malam dirindu dan dilacak jejaknya.

Setelah meletakkan lilin di atas lantai, cau-hua lojin pelan-pelan berkata: "Aku hendak memilih dua belas orang murid inti untuk perguruan cau-hua- bun yang kudirikan, kau akan menjadi orang pilihanku yang kesembilan ..."

Lim Han-kim berusaha menahan diri dari gejolak emosinya, sedapat mungkin jangan sampai meneriakkan nama Yu Siau-liong. perubahan dan pengalaman yang dialaminya selama beberapa waktu belakangan ini membuat sikap pemuda ini jauh lebih tenang dalam menghadapi segala masalah.

Pelan-pelan sorot matanya dialihkan ke wajah kakek itu, kemudian ujarnya: "Masalah mengumpulkan murid sebaiknya disetujui oleh kedua belah pihak. Jadi bagaimana kalau aku tak bersedia menjadi anggota perguruanmu?"

Cau-hua lojin tertawa "Sistim perguruan cau-hua- bun dalam penerimaan murid selalu begini, tak pernah menanyakan kepada si calon apakah setuju atau tidak, Asal aku tertarik dengannya. maka biar dia keberatan pun harus tetap menjadi muridku, sebaliknya bila aku tidak tertarik, biar kau merengek dengan cara apa pun, aku tak bakalan menerimanya ... " Kemudian setelah tertawa terbahak-bahak, lanjutnya: "Aku tak akan memaksa orang lain masuk menjadi anggota perguruanku tanpa sebab musabab yang jelas, karena itu aku mendirikan rumah gubuk ini jauh terpencil dari keramaian orang, Kau sendiri yang kini mengantarkan diri kemari, Bila aku tidak tertarik denganmu, mana mungkin kubiarkan kau melahap hidangan daging, ikan dan arak milikku?"

"Hidangan yang terlanjur kuhabiskan bisa kuganti dengan harga sepuluh kali lipat, anggap saja aku telah membelinya darimu."

"Tidak bisa, kau sudah kupilih menjadi salah seorang calon muridku, jadi sekarang kau sudah tak punya pilihan lain"

"Kakek. percuma kau membujukku dengan cara begini, sekali aku orang she Lim mengatakan tak tertarik. sampai mati pun aku tak tertarik"

"Kau pun tak usah banyak bicara, sekarang aku harus mencoba dulu dasar kemampuanmu sebelum menjadi anggota perguruanku." Tiba-tiba Cau-hua lojin mengayunkan telapak tangannya melepaskan sebuah babatan kilat.

Tampaknya Lim Han-kim sudah mempunyai persiapan yang matang, hendak menunggu sampai kakek itu melancarkan serangannya baru badannya bergerak ke sisi Yu siau-liong dan menyambarnya untuk diajak melarikan diri

Oleh sebab itu ketika melihat serangan lawan menyambar tiba, dengan cepat tubuhnya bergeser dua langkah kesamping kiri, tangan kanannya melepaskan satu pukulan untuk membentur ancamam lawan sementara tangan kirinya menyambar tubuh Yu siau- liong, kemudian katanya melayang ke depan menendang dinding ruangan.

Termakan tendangan yang sangat kuat itu, pintu ruangan segera retak beberapa depa lebarnya, Dengan tangan kiri membopong Yu siau-liong, tangan kanan melindungi diri, Lim Han-kim menerobos keluar dari dinding dan kabur secepatnya meninggalkan tempat itu.

Terdengar cau-hua lojin tertawa terbahak-bahak, dari kejauhan sana ia berseru: "Hei, anak muda Bila kau tak sanggup menahan siksaan panas dalam tubuhmu, segera baliklah kemari"

Ketika kakek itu menyusul keluar dari rumah gubuk itu, Lim Han-kim telah berada puluhan kaki jauhnya di depan sana, Ternyata Cau-hua lojin tidak berniat mengejar, ia malah balik ke dalam kamar untuk melanjutkan tidurnya.

Sudah puluhan li jauhnya Lim Han-kim melarikan diri sambil membopong tubuh Yu siau-liong, tiba-tiba ia merasakan timbulnya hawa panas yang sangat aneh dari bagian Tan-tiannya, dalam waktu singkat hawa panas itu menyelimuti seluruh badannya.

Dalam perasaan terkejutnya pemuda itu berpikir "Tampaknya apa yang dikatakan cau-hua lojin sangat tepat Hawa panas ini munculnya sangat ganas dan hebat, tampaknya tidak mudah bagiku untuk melawannya ..."

Dalam keadaan begini ia tak berani melanjutkan perjalanannya lagi. setelah meletakkan Yu siau-liong ke tanah, ia duduk bersila untuk mengatur pernapasan ia berharap bisa mengusir keluar hawa panas yang aneh itu dengan mengandalkan tenaga dalam miliknya.

Dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimilikinya itu, setelah mengatur pernapasannya beberapa saat, kondisi tubuhnya terasa jauh lebih segar, maka dia pun berpikir "Tampaknya Cau-hua lojin hanya membual, buktinya racun panasnya hanya begitu saja kehebatannya ..."

Ia lalu mencoba memeriksa Yu siau-liong yang dibaringkan di sisinya, ia semakin tercengang setelah melihat bocah itu tetap tertidur nyenyak sekali kendatipun sudah dibawa lari sekian jauh, pikirnya: "Paling tidak aku telah membawanya berlarian sejauh puluhan li, kenapa ia masih tertidur pulas?" Dengan suara keras iapun berteriak: "siau-liong, siau-liong, cepat bangun"

Ia sudah mencoba berteriak beberapa kali Yu siau- liong tetap juga tidak menjawab Dicobanya memeriksa dengus napasnya, namun semuanya berjalan normal tanpa sesuatu kekurangan pun.

Sekali lagi ia periksa jalan darahnya, ternyata semuanya lancar tanpa gangguan, Kenyataan ini membuat anak muda ini semakin tak habis mengerti "Heran... aneh... sungguh tak habis mengerti," pikirnya, " Ia tak nampak seperti kena obat bius, juga tidak mirip tertotok jalan darahnya, tapi kenapa begitu nyenyak tidurnya? Apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya?"

Sementara ia masih gelagapan tak habis mengerti, mendadak hawa panas yang muncul dari arah Tan-tian dalam tubuhnya itu menggelora kembali, bahkan kali ini munculnya lebih ganas dan hebat, beberapa kali lipat lebih hebat daripada yang pertama, ia merasa paru-paru, hati, usus dan limpanya seolah-olah dibakar dengan api yang luar biasa besarnya, begitu sakit, panas dan tersiksa hingga sulit dilukiskan dengan kata-kata.

Tak lama kemudian hawa panas itu menyembur keluar dari Tan-tian langsung menembus ke atas dan seakan- akan menyembur keluar melalui mulutnya.

Perasaan sakit ibarat hatinya hancur dan jantungnya retak ini membuat anak muda tersebut tidak berkemampuan lagi untuk mengerahkan tenaga dalamnya. ia mulai merasa haus, mulutnya kering dan perutnya melilit-lilit seperti akan pecah.

Lim Han-kim telah menggunakan semua kesabaran terbesar yang dimilikinya tapi tetap tak mampu menahan siksaan yang dialaminya saat ini. isi perutnya seperti terbakar semua, hancur berkeping-keping dan menyembur keluar semua lewat mulutnya.

Akhirnya pemuda itu menjerit keras, berteriak seperti orang gila, melompat bangun dan berlarian kesana kemari tanpa tujuan, kesadaran pikirannya saat itu sudah dibuat kabur oleh panasnya kobaran api yang membara dalam tubuhnya, hanya satu ingatan yang melintas dalam benaknya saat ini yakni mencari air dingin dan minum sebanyak-banyaknya untuk memadamkan hawa panas yang membakar badannya. Maka sambil berteriak kesana kemari, jeritnya melengking "Air ... Air ..." Tubuhnya makin lama terasa semakin berat, kakinya seperti diborgol dengan bulatan besi yang sangat berat, langkahnya pun makin lama semakin lambat.

Mendadak terlihat sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu Cau-hua lojin telah munculkan diri menghadang jalan pergi Lim Han-kim. serunya sambil tertawa ter-bahak-bahak: "Ha ha ha . . . anak muda, kau ingin minum air?"

Bagaimana kaburnya kesadaran Lim Han-kim saat itu, ia masih dapat mempertahankan setitik kejernihan otak. Ketika lamat- lamat mendengar ada orang mengajaknya bicara, dia pun berseru: "Aku minta air, minum air"

"Mari kuajak kau minum" seru cau-hua lojin sambil mencengkeram pergelangan tangan kanan Lim Han-kim dan mengajaknya ke depan.

Tampaknya orang tua itu hapal sekali dengan keadaan di sekeliling tempat itu, Belum setengah li berjalan, sampailah mereka di depan sebuah kolam besar, sambil lepaskan genggamannya atas pergelangan tangan Lim Han-kim, ia berseru seraya tertawa: "Anak muda, sekarang kau boleh minum sepuasnya"

Seperti orang yang kehausan dipadang pasir dan tiba- tiba melihat air, Lim Han-kim melompat ke depan, menceburkan diri ke dalam kolam dan minum sepuas- puasnya. sampai perutnya sudah menggelembung kenyang dengan air dan tak mampu menelan lagi, ia baru berhenti meneguk air kolam itu.

Tampaknya setelah minum sepuas-puasnya tadi, hawa panas yang membakar isi perutnya sudah jauh berkurang, kejernihan otaknya juga makin segar. Tatkala dia angkat kepala dan melihat Cau-hua lojin sedang memandang ke arahnya dengan senyum dikulum, tak kuasa lagi pemuda itu menjerit kaget: "Cau- hua lojin ..."

"Betul, memang aku," kata Cau-hua lojin sambil tersenyum, "Hei, anak muda, sekarang kau sudah percaya dengan perkataanku bukan?"

Lim Han-kim merangkak keluar dari kolam untuk duduk di tanah berumput sisi kolam, ia menghembuskan napas panjang dan tidak berbicara lagi.

Kembali Cau-hua lojin berkata: "Meskipun kau telah kenyang minum air, tapi air kolam tersebut hanya bisa meredam sementara waktu hawa panas yang membakar isi perutmu, Tak selang beberapa saat kemudian hawa panas itu akan mulai membakar lagi, bahkan siksaan yang kau alami akan berpuluh lipat lebih hebat dari semula. Dalam keadaan begini kau hanya bisa minum dan minum terus sampai perutmu pecah kekenyangan air. Bila perut sampai pecah karena kebanyakan air, tentu kau bisa bayangkan sendiri bukan apa yang terjadi denganmu saat itu..."

Membayangkan kembali penderitaan dan siksaan yang dialaminya ketika hawa panas membakar isi perutnya tadi, diam-diam Lim Han-kim merasa merinding dan bergidik.

Tapi sebagai pemuda keras kepala, tentu saja ia tak sudi menyerah dengan begitu saja, ia tak mau menyerah tanpa berusaha lebih dulu.

Sesudah menghela napas panjang cau-hua lojin kembali bekata: "Watakmu betul-betul keras kepala, sudah delapan orang murid yang kuperoleh selama ini. Delapan orang dengan delapan watak yang berbeda, memang itu yang sebetulnya kuharapkan.

Aku membayangkan punya dua belas orang murid dengan dua belas macam watak yang berbeda-beda. Kekerasan hatimu, kegagahanmu dan kejantananmu menghadapi kematian merupakan salah satu watak yang sesungguhnya sangat kubutuhkan."

"Aku mengerti, saat ini tubuhku keracunan hebat.

Hawa panas akan menggerogoti isi perutku sedikit demi sedikit, tapi kau salah mengira bila menganggap aku bakal menyerah kepadamu, Bagiku lebih baik mati terbakar oleh hawa panas itu daripada takluk dan menyerah menjadi anggota perguruanmu"

Cau-hua lojin tertawa terbahak-bahak. "Ha ha ha ... Aku paling segan membuang banyak pikiran dan tenaga untuk mendidik anggota perguruan, Bagiku lebih baik orang lain yang susah payah mendidik dan mengajar ilmu kepadanya, Kemudian asal aku tertarik, baru aku berusaha untuk menariknya jadi anggota perguruanku ini namanya hemat waktu, hemat tenaga dan hemat segala- galanya. Biar orang lain mengumpatku, mengutukku, biarkan saja, pokoknya yang penting aku tinggal terima bersih... Ha ha ha..."

Saat ini Lim Han-kim boleh dibilang amat membenci Cau-hua lojin, mendendamnya hingga merasuk ke tulang sumsum Kalau bisa, dan punya tenaga, dia ingin melompat bangun serta membacoknya hingga mampus.

Sayang sekali apa yang dikehendakinya tak mungkin terwujud. Disiksa oleh hawa panas yang merongrong isi perutnya, ia sudah kehabisan tenaga, tak berkekuatan sama sekali, ia hanya punya keinginan tapi tak punya kemampuan untuk mewujudkan

Dari sakunya Cau-hua lojin mengambil keluar sebuah botol porselen, ditaruhnya botol itu di atas tanah, lalu katanya sambil tertawa: "Dalam botol ini terdapat tiga biji pil, pil itu bernama Cau-hua- wan, hasil ramuanku sendiri Khasiatnya adalah untuk melenyapkan hawa panas dalam tubuhmu dan sangat mujarab, Cuma, setelah menelan pil itu, keadaanmu tak akan berbeda jauh dengan kedelapan orang yang kau saksikan tadi, tidur nyenyak tak tahu apa-apa. Dan ketika kau tersadar dari tidurmu, semua asal-usulmu akan kau lupakan sama sekali Kau hanya akan tahu bahwa dirimu adalah anggota perguruan cau-hua-bun ..."

Setelah tertawa terbahak-bahak. terusnya: "Meskipun aku tertarik dengan watakmu, bakatmu, tapi aku tak akan memaksamu masuk menjadi anggota perguruanku Asal kau mampu menahan siksaan dan derita akibat rongrongan hawa panas dalam tubuhmu, kau boleh tidak menelan pil dalam botol itu dan kesadaranmupun akan tetap utuh. Nah, aku hanya bisa bicara sekian saja, Mau menurut atau tidak terserah pada putusanmu sendiri, selamat tinggal"

Berbicara sampai disini, ia membalikkan badan dan beranjak pergi meninggalkan tempat itu,

Mendadak Lim Han-kim teringat sesuatu, segera teriaknya: "Berhenti"

"Ada apa lagi yang ingin kau tanyakan?" cau-hua lojin betul- betul menghentikan langkahnya. "Bila aku tidak menelan pil pemunah itu, apakah akhirnya aku akan mati terbakar oleh racun itu?"

"Meskipun daya kerja racun panas itu makin lama semakin menghebat, tapi dalam sepuluh hari belum akan membinasakan dirimu, bukankah terlalu enak jika dibiarkan mampus kelewat cepat? Kalau segampang itu masalahnya, lalu siapa pula yang bersedia masuk menjadi anggota perguruanku?"

"sepuluh hari kemudian?"

"Nah, itu susah dikatakan, sebab hingga hari ini belum ada seorang manusia pun yang sanggup bertahan hingga melewati batas waktu tersebut."

"Baiklah, jika dalam sepuluh hari aku tak sanggup menahan siksaan dan derita akibat daya kerja hawa panas itu, aku akan mencarimu dan menjadi anggota perguruanmu"

"Bagus sekali. Bila kau mampu bertahan sampai sepuluh hari, aku bersedia menghadiahkan obat penawar racunnya secara gratis,Bukan saja kau bebas merdeka, aku pun tak akan memaksamu lagi untuk menjadi anggota perguruanku"

"Bagus, kita tetapkan dengan perkataanmu itu" "Baik" Cau-hua lojin tertawa, "Hei, anak muda, aku

berharap kau memiliki kemampuan tersebut dan mampu

menahan derita selama sepuluh hari ini."

"Sepuluh hari kemudian, seandainya aku ingin mencarimu untuk mengambil obat pemunah, ke mana aku harus mencarinya?" "Kau tak usah mencari aku," kata Cau-hua lojin sambil tertawa, "Tengah hari pada sepuluh hari kemudian aku akan utus orang untuk mengantar obat pemunah untukmu."

"Kalau begitu kuucapkan terima kasih lebih dulu ..." Pemuda itu segera melompat bangun dan beranjak pergi dengan langkah lebar.

Memandang bayangan punggung Lim Han-kim yang menjauh, Cau-hua lojin mengelus jenggotnya sambil manggut-manggut, pujinya: "Benar-benar seorang bocah yang keras hati" Saat itu kejernihan otak Lim Han-kim masih utuh, Ketika ia kembali ke tempat semula dengan langkah lebar, bayangan tubuh Yu Siau-liong sudah lenyap entah ke mana, agaknya sudah diajak pulang oleh Cau-hua lojin Maka setelah menengadah menentukan arah, pelan-pelan ia mengayunkan langkah kembali ke tempat pertemuannya dengan Im-yang Losat.

Ia sadar setiap saat hawa panas yang membakar isi perutnya bisa kambuh, tapi dia pun kuatir terlambat datang memenuhi janjinya dengan Im-yang Losat, maka dengan sepenuh tenaga ia melanjutkan perjalanannya dengan harapan bisa tiba di tempat tersebut secepatnya.

Benar juga, lebih kurang dua li kemudian, hawa panas yang membakar di perutnya mulai kambuh, Cepat-cepat Lim Han-kim menghentikan langkahnya, jatuhkan diri duduk bersila dan atur pernapasan, ia kerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya untuk melawan kobaran hawa panas itu.

Setelah memiliki pengalaman yang lalu,pemuda ini tak berani bertindak gegabah, ia sadar bila membiarkan hawa panas itu bekerja lebih dulu baru mengatur napas untuk melawan, keadaan bakal terlambat dan ia tak akan sanggup melakukan perlawanan.

Itulah sebabnya begitu ia merasa hawa racun mulai bekerja, cepat-cepat dia mengerahkan tenaga murninya untuk melawan, Dengan cepat hawa panas yang luar biasa hebatnya itu menyembur keluar dari arah Tan-tian menyebar luas ke seluruh badannya, isi perutnya mulai bereaksi dan sakitnya bukan alang kepalang, pertarungannya melawan siksaan dan derita ini betul- betul merupakan suatu perjuangan yang maha berat.

Lim Han-kim harus mengerahkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya untuk melawan menjalarnya hawa panas yang merayap dan menggerayangi sekujur badannya itu.

Makin lama hawa panas yang membakar isi perutnya makin menjadi dan menghebat, seluruh isi perutnya seperti dibakar di atas bara api yang menggelora, keringat mulai bercucuran membasahi sekujur tubuhnya.

Lebih kurang sepenanakan nasi kemudian Lim Han- kim mulai merasa kehabisan tenaga, ia sadar kekuatannya sudah tak sanggup untuk melawan hawa panas itu, sambil menghela napas sedih pikirnya: "Aaaai... kedahsyatan hawa panas ini telah melampaui batas yang bisa diterima dan dilawan oleh kekuatan tubuhku, Kelihatannya meski ilmu silat yang kumiliki lebih hebat pun masih sulit untuk melawan derita ini...

Tapi aku Lim Han-kim bukan lelaki cengeng, bukan lelaki pengecut yang takut mati, Aku adalah seorang lelaki sejati, Lebih baik aku mati tersiksa oleh kobaran api racun ini daripada takluk dan menyerah kepada cau-hua lojin... lebih baik tubuhku punah terbakar oleh hawa panas ini daripada merengek minta ampun..."

Membayangkan soal kematian, semangat dan ketegangan yang mencekam perasaannya seketika mengendor, kembali pikirnya: "Mati nanti atau mati sekarang sama saja, akhirnya toh manusia harus mati juga, kenapa aku harus takut menghadapinya? Kalau memang tak takut menghadapi kematian, apa pula yang mesti aku kuatirkan?"

Berpikir sampai di situ ia segera membaringkan diri sambil memejamkan mata, mengendorkan seluruh sendi tulangnya dan membiarkan hawa panas itu menjalar ke seluruh tubuhnya, menggerayangi setiap pori dan sendi tubuhnya.

Ketika ia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk melawan hawa panas tadi, pemuda itu merasa hawa panas yang mengalir ke seluruh badannya itu sukar untuk dilawan.

Tapi setelah ia pasrah, tidak memikirkan soal kematian, mengendorkan tenaga dan sendi-send i tubuhnya serta membiarkan hawa panas itu menggerayangi setiap pori-pori badannya, ia malah merasa daya tahan tubuhnya semakin meningkat semangatnya terasa ikut bangkit pula.

Namun hawa panas yang menyerang isi perutnya makin lama semakin kuat dan menghebat lambat laun kesadarannya makin memudar dan akhirnya jatuh tak sadarkan diri

Ketika ia tersadar kembali dari pingsannya, sinar mata hari sudah mulai muncul di ufuk timur, Rupanya tanpa disadari ia telah tertidur semalaman di padang rumput itu, Embun pagi telah membaur dengan peluh yang membasahi tubuhnya, membasahi pula seluruh pakaian yang dikenakan.

Lim Han-kim mencoba melemaskan otot-otot lengannya sambil bangun dari tidurnya, tapi ia merasa badannya lemas, layu tak bertenaga seolah-olah baru sembuh dari suatu penyakit yang parah, ia meronta dan merangkak bangun, setelah menentukan arah, selangkah demi selangkah ia berjalan menelusuri jalan setapak.

Dalam keadaan seperti ini, tiba-tiba saja ia teringat pada Im-yang Losat, tiba-tiba rindu kepadanya, sebab di dunia yang luas ini tinggal dia seorang yang mau tahu dengannya, mau menjadi sahabatnya bahkan saudara angkat-nya. ia harus secepatnya berangkat ke tempat perjanjian, memenuhi janji sahabatnya itu karena ia tahu mungkin inilah kesempatan terakhir baginya untuk memenuhi janji seorang sahabat Mungkin setelah- ini dia tak akan pernah mengerti lagi tentang arti sahabat

Ia tak tahu kapan dan bila hawa panas yang membakar tubuhnya akan kambuh lagi, Dia pun tak bisa meramalkan dapatkah ia mencapai tempat pertemuan itu sebelum saat yang dijanjikan lewat, tapi janjinya dengan perempuan jelek itu telah menjadi suatu masalah yang amat penting baginya saat ini, suatu masalah yang harus diutamakan. Kelembutan Li Tiong-hui dan kehalusan Pek si-hiang telah menjadi bunga seruni di hari kemarin, seandainya ia menaruh perasaan apa-apa terhadap mereka, perasaan itu pun harus dikubur untuk selamanya dalam lubuk hatinya yang paling dalam.

Rasa rendah diri karena rusaknya wajah membuat Lim Han-kim merasa bahwa hubungannya dengan umat manusia telah dipisahkan oleh sUatu jarak. suatu dinding yang amat tebal.

Karena hal itulah ia berpendapat bahwa manusia sejelek dia hanya pantas bergaul dengan perempuan sejelek Im-yang Losat

Inilah perjalanan yang paling sengsara dan paling berat baginya, sepanjang perjalanan dua kali ia harus menahan derita akibat kambuhnya hawa panas dalam tubuhnya, tapi ia tak berani mengerahkan tenaga lagi untuk melawan, Di-biarkannya hawa panas itu menyusup sesuka hatinya di sekujur badannya.

Hingga mata hari sudah terbenam di langit barat, pemuda itu baru tiba di tempat pertemuannya dengan im-yang Losat, Dari kejauhan sana ia melihat bayangan punggung seorang gadis yang indah dengan rambut panjang yang terurai dipundaknya sedang duduk di atas batu besar itu, duduk termangu sambil mengawasi senja yang menjelang tiba, sikapnya begitu tenang, halus, lembut,amat mengesankan.

Sambil mendeham Lim Han-kim segera berseru: "Maaf nona bila aku datang terlambat. Racun panas menyerang tubuhku sehingga aku tak bisa bergerak bebas, Untuk bisa mencapai tempat ini aku telah menggunakan segenap kekuatan yang kumiliki."

Pelan-pelan gadis berambut panjang itu membalikkan tubuhnya, lalu sambil tersenyum manis serunya: "siangkong"

Lim Han-kim tertegun, ia mencoba mengucak matanya sambil memandang lebih teliti, setelah itu panggilnya agak ragu: "Kau ... nona Pek?"

"Ehmmm, Pek si-hiang" gadis itu tertawa sambil pelan- pelan bangkit berdiri.

Lim Han-kim dapat menyaksikan wajah itu amat jelas, di bawah sorot mata hari senja ia nampak begitu cantik dengan matanya yang bening, hidungnya yang mancung serta bibirnya yang kecil mungil

Dengan perasaan bergetar keras karena goncangan jiwa Lim Han-kim berseru: "bagaimana kau bisa kenali aku?"

"Kenapa aku tak bisa mengenalimu?" Pek si-hiang balik bertanya sambil tertawa.

Lim Han-kim mencoba meraba wajah sendiri yang penuh dengan gambar tato lalu bisiknya lagi: "Bukankah wajahku telah berubah, berubah begini aneh, jelek dan menyeram-kan?"

"Siapa bilang kau berubah? wajahmu toh masih tetap seperti sedia kala?" kata Pek si-hiang sambil mengamati wajah pemuda itu.

"Waah... aneh kalau begitu" Lim Han-kim semakin bimbang. "Apanya yang aneh?"

"Seebun Giok-hiong telah mengukir banyak guratan dan parutan di atas wajahku, bahkan melumurinya dengan pelbagai macam warna, mana mungkin masih sama dengan du-lu?"

"Jadi kau sangat takut kalau wajahmu berubah amat jelek?" kata Pek si-hiang tersenyum.

"Sebagai seorang lelaki jantan, lelaki sejati, jelek atau tampan tidak banyak pengaruhnya, kenapa aku mesti takut?"

"Bagus sekali walaupun seebun Giok-hiong telah meninggalkan banyak parutan di atas wajahmu, melumuri aneka warna dipipimu, tapi ia tak akan mampu mengubah pikiran serta perasaanmu seorang lelaki sejati tak akan patah semangat Apakah gara-gara wajahmu berubah maka kau jadi membenci umat manusia, mengubah cita-cita serta prinsip hidup sendiri?"

"Aku tak pernah berpikir begitu," sahut Lim Han-kim setelah termangu-mangu sesaat

Pek Si-hiang segera tertawa manis, sambil menepuk batu di sisinya ia berkata: "Nah, kalau begitu duduklah di sini"

Lim Han-kim berdiri ragu, ia sangsi untuk menuruti permintaan gadis itu, setelah lama tertegun akhirnya ia baru maju ke depan dan duduk di atas tanah, sahutnya: "Biar aku duduk di sini saja. Nona ada urusan apa, katakan saja" "Kenapa kau menampik untuk duduk bersanding denganku? Menganggap wajah sendiri terlalu jelek? Rendah diri?"

"Bukan... bukan begitu..." Lim Han-kim tersipu-sipu, "Kalau begitu tentu menganggap aku terlalu cantik?"

"Nona lembut, anggun dan cantik, ibarat bidadari yang turun dari khayangan ..."

"Kau memuji aku karena hanya bicara dari keadaan luarku," tukas Pek si-hiang cepat "seandainya suatu hari wajahku dirusak juga oleh seebun Giok-hiong hingga berubah sangat jelek. aneh dan menyeramkan, apakah kau tetap akan bersikap demikian kepadaku?"

Lim Han-kim berpikir sebentar, kemudian baru sahutnya: "seandainya hal seperti itu betuI-betul terjadi, aku yakin sikapku terhadap nona akan jauh lebih baik." Pek si-hiang tersenyum manis.

"Sekarang saja kau sudah amat baik kepadaku. Bila sampai waktunya kau bersikap lebih baik lagi kepadaku, berarti dalam hal dan urusan apa pun kau tentu akan menuruti aku, sayang aku, dan memanjakan aku bukan?"

"Memang begitulah yang kumaksudkan."

"Kalau begitu aku lebih beruntung ketimbang Li Tiong- hui?"

Lim Han-kim menghela napas panjang, "Sayang wajah yang kumiliki sekarang sangat tidak leluasa untuk selalu mendampingi nona"

"Apabila wajahmu tetap tampan, tetap ganteng dan gagah, semua wanita di dunia ini pasti akan suka kepadamu cinta padamu dan bersedia kawin denganmu, Lalu, apa artinya aku Pek si-hiang dalam pandanganmu?" Tiba-tiba pipinya berubah jadi merah dadu, buru-buru ia menghentikan perkataannya .

Pelan-pelan Lim Han-kim bangkit berdiri, ujarnya: "Niat baik nona biar kuterima dalam hati saja. sayang, aku Lim Han-kim masih punya urusan yang mesti diselesaikan, biarlah aku mohon diri lebih dulu..." setelah memberi hormat ia membalikkan badan dan beranjak pergi dengan langkah lebar.

"Tunggu sebentar..." seru Pek si-hiang sedih, ia turut bangkit berdiri sambil menyusul,

Baru berapa langkah Lim Han-kim ber-jalan, mendadak hawa panas dari Tan-tian dalam tubuhnya menyembur keluar lagi, Kali ini dengan cepatnya menyebar ke seluruh badan, seketika itu juga kepalanya terasa berat dan kakinya menjadi ringan, langkahnya jadi gon-tai, tak ampun lagi tubuhnya roboh terjungkal ke atas tanah.

Buru-buru Pek si-hiang menyusul ke muka dengan napas terengah-engah, Ketika melihat Lim Han-kim roboh terjungkal ke tanah, tampaknya ia sadar kalau kekuatan pemuda itu tak akan mampu membimbingnya bangun. ia lalu berjongkok di samping pemuda itu, mencekal nadi pada pergelangan tangannya serta memeriksa denyutannya.

"Sakitmu amat parah" katanya kemudian dengan suara halus.

"Aku tidak sakit, tapi dipecundangi orang tanpa kusadari." "Dipecundangi bagaimana?"

"Termakan olehku sejenis obat yang sangat aneh. setiap selang waktu tertentu muncul sejenis hawa panas yang luar biasa dari dalam tubuhku, Hawa panas itu menyebar dengan cepat ke seluruh badanku ..."

"Kau sangat tersiksa?"

"Yaa, seluruh badanku bagaikan dibakar dalam api yang besar," keluh Lim Han-kim sambil menghela napas,

"Nona, lebih baik kau menyingkirlah jauh-jauh ..." "Kenapa?"

"Sekarang hawa panas itu sudah menjalar dalam keempat anggota badanku, nadi-nadiku dan otot-otot tubuhku. sebentar lagi kesadaranku akan hilang karena pengaruh panas yang luar biasa itu, Aku takut dalam keadaan begini aku tak bisa mengenali nona lagi..."

Pek si-hiang tidak banyak bicara, ia mengeluarkan dua batang jarum emas dari sakunya dan langsung menusukkannya jalan darah di tubuh Lim Han-kim.

Begitu jalan darahnya tertusuk jarum emas itu, benar juga Lim Han-kim merasakan kasiat yang tak terduga sama sekali olehnya, hawa panas yang menyiksa dirinya seketika berkurang banyak. Kenyataan ini kontan saja membuat hatinya terkejut bercampur keheranan pikirnya: "Pek si-hiang memang terbukti seorang tokoh yang luar biasa"

Sementara dia masih berpikir, dengan suara lembut Pek si-hiang telah menegur "Bagaimana rasanya sekarang?" "Kehebatan nona memang bisa diibaratkan Hoa Tuo menitis kembali, kehebatan nona luar biasa sekali..."

"Terima kasih, terima kasih atas pujianmu.

Bagaimana? Apakah rasa panasnya sudah berkurang banyak?" kata Pek si-hiang tertawa.

"Yaa, sudah banyak berkurang."

Peksi-hiang segera mengalihkan pandangan matanya kearah lain, katanya seraya tertawa: "Cahaya rembulan malam ini pasti indah sekali..."

Lim Han-kim mencoba memperhatikan keadaan di seputar sana, kini senja sudah lewat kegelapan malampun menyelimuti angkasa, beberapa titik cahaya bintang sudah mulai nongol di angkasa.

Melihat itu pemuda kita berpikir: "Kini malam sudah tiba, kenapa Im-yang Losat belum juga menampakkan diri? Mungkinkah ia sudah datang lalu pergi lagi?" Berpikir sampai di situ, tak kuasa lagi dia menghela napas sedih,

"Kenapa menghela napas?" tegur Pek si-hiang cepat "Apakah lantaran orang yang berjanji denganmu tidak kemari memenuhi janjinya?" sambil berbicara lagi-lagi ia mengeluarkan sebatang jarum dan menusuk jalan darah pemuda itu.

Lim Han-kim tertawa hambar sahutnya: "Memang betul, aku sedang menantikan kedatangan seseorang"

"Boleh tahu manusia macam apakah itu?"

"Aku tidak tahu siapa namanya, hanya kuketahui julukannya" "Kalau begitu boleh tahu siapa julukan-nya?"

"Ia disebut Im-yang Losat" jawab Lim Han-kim setelah termenung dan berpikir sejenak.

"lm- yang Losat? Laki-laki atau perempuan?" "Perempuan"

"Dia menunggang seekor kuda hitam?" tanya Pek si- hiang sambil tertawa manis.

"Yaa betul, kau telah bertemu dengannya . ..?"

Tiba-tiba muncul suatu kecurigaan dalam hati kecilnya, pemuda itu segera berpikir: "Kenapa Pek si-hiang bisa muncul di sini secara kebetulan? Mau apa dia berada di tengah tanah berumput ini seorang diri?"

Terdengar Pek si-hiang berkata lebih jauh sambil tertawa: "Aku menyaksikan seorang gadis berbaju hitam menunggang seekor kuda hitam datang mengelilingi pohon ini satu putaran, setelah itu ia segera berlalu dari sini."

"Aaaai... ia tentu datang mencari aku" "Perempuan itu sedikit pun tak punya rasa sabar.

Coba ia mau menunggu beberapa saat lagi, bukankah kalian akan saling bertemu."

Memandang senyum manis dari Pek si-hiang, lalu membayangkan pula kejelekan wajah Im-yang Losat, tak kuasa lagi Lim Han-kim menghela napas sedih, katanya: "Dia bukan takut kepadamu, tapi enggan berjumpa dengan manusia lain di dunia ini." "Kenapa? Antara kami toh tak ada dendam atau sakit hati, lagipula tidak saling mengenal, kenapa dia enggan berjumpa denganku?"

"Sebab wajahnya terlalu jelek. dia tak ingin bertemu dengan gadis secantik kau"

"Oooh,jadi lantaran ia amat jelek maka kau pun sangat merindukan dirinya?"

"Anggap saja begitu, senasib sependeritaan memang mudah membangkitkan rasa simpati, aku rasa ini lumrah."

Pek si-hiang mengeluarkan sebatang jarum emas untuk ditusukkan ke tubuh Lim Han-kim, setelah itu katanya: "Tahukah kau, orang di dunia persilatan saat ini kecuali aku Pek si-hiang, tak akan ada orang lain yang mampu memunahkan racun panas dari tubuhmu?"

Membayangkan kembali betapa tersiksanya ketika hawa panas itu menggerogoti badannya, tak kuasa lagi Lim Han-kim menghela napas sedih, "Meskipun aku merasa amat menderita dan tersiksa ketika hawa panas beracun itu menggerogoti tubuhku, tapi aku tak bisa mengingkari janji gara-gara persoalan ini, lagi-pula aku telah berjanji kepadanya."

"Berjanji apa dengannya?"

"Berjanji mengikutinya pergi mencari barang peninggalan dari seorang tokoh persilatan zaman dulu serta mempelajari ilmu silat peninggalannya."

"Kau tidak kuatir dibohonginya?" tanya Pek Si-hiang tertawa. "Aku percaya dia tak akan membohongi aku." "oooh, jadi lantaran wajahnya amat jelek, maka kau

mempercayai semua perkatannya seratus persen?"

"Soal ini... soal ini..."

"Tidak usah ini itu lagi, kau tak bisa mengucapkan alasan kedua bukan..." Seraya berkata pelan-pelan dia mengalihkan wajahnya ke arah lain, sementara Lim Han- kim menanti gadis itu berpaling lagi, ia telah berubah menjadi seseorang yang lain, wajahnya yang semula cantik jelita kini berubah menjadi sebuah wajah berwarna keemasan yang amat mengerikan hati.

"Bagaimana wajahku sekarang bila dibandingkan dengan Im-yang losat?" tanyanya sambil tertawa.

"Kejelekannya boleh dibilang seimbang," sahut Lim Han-kim setelah mengamatinya beberapa waktu.

"Padahal yang kukenakan sekarang hanya sebuah topeng kulit manusia, aku bisa mengenakan berarti orang lain pun bisa juga, Aku tak bisa menebak tokoh persilatan mana lagi yang telah meninggalkan kitab pusaka ilmu silatnya di dunia ini."

"Ada benarnya juga perkataan ini." Lim Han-kim mulai berpikir "Seandainya kejelekan wajah Im-yang Losat lantaran mengenakan topeng kulit manusia, berarti..."

Terdengar Pek si-hiang berkata lagi dengan Iembut: "Meskipun aku belum pernah bertemu dengan nona Im- yang Losat itu, tapi aku berani memastikan ia tentu sedang mengenakan topeng kulit manusia..."

"Dengan dasar apa kau begitu yakin?" "Bila kau bersedia menuruti perkataanku gampang untuk membongkar rahasia ini."

Terpancing juga rasa ingin tahu Lim Han-kim, ia segera berseru: "Bagaimana caranya untuk membongkar rahasia ini? Nona, harap kau memberi petunjuk"

"Kau cukup memperhatikan secara diam-diam semua tingkah lakunya dalam kehidupan, Dengan cara begini maka tak sulit bagimu untuk membongkar penyamarannya. Cuma kau tak boleh membiarkan ia tahu akan niatmu itu. sekali kau bersikap kurang hati- hati, usahamu itu akan sia-sia belaka..."

Tergerak perasaan hati Lim Han-kim, ia tak berniat mendengar lebih jauh, buru-buru tukasnya: "Kalau didengar dari pembicaraan nona, Im-yang Losat bakal datang kemari lagi?"

"Mungkin di saat aku melangkah pergi meninggalkan kau, dia pun melangkah datang menjumpaimu. Bisa juga lewat dua-tiga hari dia baru datang menjumpaimu, Tapi kau tak usah kuatir, nona Im-yang Losat itu tak bakal meninggalkan dirimu dengan begitu saja."

Lim Han-kim segera dapat menangkap bahwa di balik ucapan Pek si-hiang ini terkandung suatu maksud yang mendalam, hanya untuk sesaat dia tak bisa memecahkan apa artinya.

Pek Si-hiang bekerja keras menusuk jalan darah penting di tubuh Lim Han-kim dengan jarum emasnya, setiap satu tusukannya, pemuda itu merasa hawa panas yang membara dalam tubuhnya semakin berkurang. Ketika gadis itu sudah menusuk kedua puluh empat buah jalan darah penting di badannya, Lim Han-kim baru merasakan seluruh sisa hawa panas di tubuhnya lenyap. badannya jadi segar dan rasa mengantukpun menyerang, tak kuasa lagi ia pejamkan matanya,

Di dalam lelap tidurnya ia masih sempat menangkap ucapan Pek si-hiang dengan nada sedih: "Baik-baiklah beristirahat Kalau bangun nanti, telanlah pil yang sudah kusediakan disisi kepalamu, Racun panas dalam tubuhmu lambat laun akan punah dengan sendirinya, Paling lama tujuh hari, paling cepat tiga hari kau sudah akan sehat kembali..."

Setelah menghela napas panjang, lanjutnya: "selama ini, aku pandang kematian sebagai masalah yang enteng, Aku tak pernah merisaukan masalah itu kendatipun sudah kuketahui saat ajalku tiba, tapi sekarang... tiba- tiba saja aku tak ingin cepat mati... aku masih ingin hidup terus..."

Walaupun saat itu Lim Han-kim sudah dicekam perasaan ngantuk yang luar biasa, namun ia belum seratus persen terlelap tidur Kesadarannya masih tersisa, dengan sendirinya semua perkataan Pek si-hiang itu dapat didengarnya dengan jelas.

Ketika mendengar bahwa gadis itu tak ingin cepat mati tiba-tiba ia menimbrung: " Kalau nona bisa tak mati, memang itu lebih baik lagi".

Pelan-pelan Pek si-hiang mencabut keluar jarum-jarum emas dari tubuhnya, setiap mencabut sebatang jarum, rasa mengantuk Lim Han-kim terasa semakin berat. Dengan semakin bertambahnya rasa mengantuk kesadaran Lim Han-kim pun semakin memudar, lamat- lamat ia sempat mendengar Pek si-hiang berkata lagi: "Aku harus pergi, masalah lainnya biar diselesaikan nanti oleh nona Im-yang Losat-mu itu. Biar dia yang merawatmu serta melayani segala kebutuhanmu. Bila kau ingin menikmati perawatannya yang lebih lembut, berlagaklah sakitmu itu makin parah dan berat, maka dia pasti akan merawatmu dengan penuh kasih sayang..."

Dalam lamat-lamat tidurnya kembali Lim Han-kim mendengar perkataan gadis itu setelah berhenti sejenak: "Perpisahan hari ini mungkin akan menjadi perpisahan untuk selamanya. Bila kau rindu kepadaku, dalam dua bulan mendatang kau harus datang mencari aku di pesanggrahan May-hoa-kit ditelaga Tay-ou, ingat pesanggrahan pengubur bunga ditelaga Tay-ou Aaaai... Tapi seandainya kau keberatan yaa sudahlah ..."

Mendengar sampai di situ, suara tersebut lantas lenyap tak berbekas, walaupun Lim Han-kim ingin sekali meronta untuk bangun, ia tapi ia tak mampu melawan rasa kantuknya yang semakin menjadi, akhirnya tak kuasa lagi ia tertidur sangat nyenyak.

Entah berapa lama sudah lewat... Ketika bangun kembali dari tidurnya, pemandangan di sekelilingnya telah berubah, Kini ia menjumpai tubuhnya sedang berbaring di sebuah pembaringan yang empuk. perabot dalam ruangan itu diatur sangat rapi dan bersih, meskipun terbuat dari bambu namun jendela dan lantai sangat bersih, bahkan dari balik seprei dan selimut tercium bau harum semerbak yang menyegarkan napas. Setelah perhatikan sekejap keadaan di seputar tempat itu, mendadak Lim Han-kim teringat kembali pada pesan Pek si-hiang sebelum meninggalkan dirinya, Tanpa sadar ia meraba ke atas kepalanya, Namun apa yang diraba hanyalah seprei yang halus, Tak terlihat benda apa pun di situ, tak terasa dia menghela napas.

"Aaaai... mungkin obat yang ditinggal Pek si-hiang sudah jatuh dan hilang ketika badanku dipindahkan dari tengah semak ke tempat ini," pikirnya, "Ruangan ini sangat harum, entah kamar seorang laki-laki atau perempuan? Tapi rasa-rasanya lebih mirip kamar tidur seorang gadis... lalu siapakah dia?"

Sementara masih berpikir, mendadak terdengar seseorang tertawa merdu seraya menyapa: "sudah agak baikan saudara Lim?"

Suaranya lembut dan merdu, sangat menarik hati. Menyusul suara teguran itu, pelan-pelan muncullah seorang gadis berperawakan indah tapi berwajah jelek, dia tak lain adalah Im-yang Losat, ia muncul dengan membawa sebuah baki porselen, wajahnya penuh dihiasi senyuman hingga terlihat sebaris giginya yang putih dan bersih.

Lim Han-kim menghela napas panjang, ia berusaha untuk duduk dan sahutnya cepat: "Terima kasih banyak atas pertolongan cici."

Im-yang Losat tertawa, "cepatlah berbaring, lukamu belum sembuh sama sekali, lebih baik jangan sembarangan bergerak."

"Sekarang aku sudah merasa agak baikan, rasa- rasanya semua penyakitku telah hilang." "Aaaai..." Im-yang Losat menghela napas panjang, "Gara-gara terhadang masalah, aku baru bisa datang ke tempat pertemuan pada kentongan kedua malam. cici jadi bingung setelah melihat kau tidur sendirian dialam terbuka, karena itu terpaksa kuputuskan membawa adik beristirahat di rumahku ..."
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar