Pedang Keadilan I Bab 09 : Tiga siksaan dari Partai Hian-Hong

 
Bab 09. Tiga siksaan dari Partai Hian-Hong

Kalau diingat kembali pembicaraan Ci Mia-cu, agaknya ia menyimpan banyak rahasia yang mencurigakan seakan-akan mati hidup Ciu Huang mempunyai sangkut paut yang erat dengan dirinya, Kemudian ia teringat pula pada teka-teki mengenai asal-usulnya.

Sejak dia dapat berpikir, dia selalu belajar silat dengan tekun di bawah pengawasan gurunya yang keras serta belajar sastra di bawah bimbingan ibunya. Namun setiap kali dia menanyakan soal ayahnya, ibunya selalu menegur dengan gusar.

Teringat soal gurunya yang selalu bersikap ketat dalam memberi pelajaran silat kepadanya, tapi justru bersikap begitu hormat terhadap ibunya, hal ini membuat kecurigaan dalam hatinya makin bertambah.

Berdasar pengamatan yang dilakukan secara diam- diam, ia dapat mengetahui bahwa ibunya bukan cuma berpengalaman luas, bahkan ilmu silat yang dimilikinya sangat hebat, tapi kenapa ia tak pernah membicarakan soal ilmu silat dengan dirinya?

sementara pikirannya sedang kalut, tiba-tiba terdengar suara tertawa merdu berkumandang memecah keheningan, lalu tampak seorang gadis berbaju merah muncul dengan membawa baki kayu. Begitu bertemu dengan Lim Han- kim, gadis itu berkata sambil tertawa: " Hidangan yang kami kirim tadi tentunya sudah diserobot si monyet tua, bukan? Aku percaya siangkong sudah lapar sekarang."

Dari baki itu dia hidangkan sepoci kecil arak wangi, sepiring kue tipis dan empat piring ikan laut yang lezat.

Bau harum semerbak yang tercium dari hidangan itu segera membuat Lim Han- kim merasa lapar sekali, Dengan matanya yang jeli, gadis berbaju merah itu memandang pemuda itu sekejap. lalu sambil menuding kue tipis di piring ia berujar sambil tertawa: "Kami orang- orang Kang lam biasanya makan nasi, tapi sam-kau tahu siangkong datang dari barat- laut. Kuatir siangkong tak biasa makan nasi, maka beliau khusus turun tangan sendiri di dapur untuk menyiapkan sepiring kue tipis. semoga siangkong cukup berselera untuk makan."

Lim Han- kim memandang hidangan itu sekejap. lalu pikirnya: "Dalam usaha melarikan diri malam ini tak bisa dihindari pertempuran sengit pasti terjadi. Memang ada baiknya kalau aku bersantap dulu untuk menambah semangat dan tenaga.,."

Melihat gadis berbaju merah itu berdiri di sisinya sambil mengawasi dengan mata mendelik, meski merasa lapar pemuda itu merasa sungkan untuk melahap hidangan yang tersedia. Ketika melihat Lim Han- kim belum juga bersantap. tiba-tiba gadis berbaju merah itu memenuhi cawan dengan arak dan meneguknya sampai habis, lalu diambilnya sepotong kue tipis dan dicicipi pula sayur lainnya, begitu selesai dia baru berkata sambil tertawa: "Sekarang siangkong boleh bersantap dengan tenang bukan...?" Dengan langkah gemulai dia berjalan meninggalkan ruangan.

Biarpun tubuh Lim Han- kim masih di-rantai, namun tidak mengganggunya untuk bersantap sendiri Ditambah lagi dia tahu malam nanti bakal berlangsung pertempuran sengit. Tanpa terasa semua hidangan yang tersedia di sikat nya sampai habis.

Tak lama kemudian dayang berbaju merah itu muncul kembali untuk membereskan mangkuk dan sumpit, sikap maupun tindak tanduk dayang-dayang tersebut terhadapnya selama ini tampak amat sungkan dan hormat, tiada sikap permusuhan barang sedikit pun yang mereka tunjukkan kepada pemuda kita, Namun Lim Han- kim yang tak suka berbicara dengan orang pun enggan banyak bertanya, sekalipun di hati kecilnya dia merasa amat keheranan.

selang sesaat kemudian muncul lagi seorang gadis berbaju cutih menghidangkan teh wangi, Gadis ini tidak bicara apa-apa, setelah air teh dihidangkan ia segera mohon diri. Langit pun makin lama makin gelap. suasana dalam ruangan semakin meredup, Lim Han-kim dengan ketajaman matanya yang dapat melihat di dalam kegelapan segera menghimpun tenaga dalamnya mencoba mematahkan borgol dan rantai yang melilit tubuhnya.

Beberapa kali dia mencoba untuk mematahkan rantai tersebut, namun setiap kali pula usahanya gagal, Hal mana membuatnya amat terperanjat segera pikirnya: "Kalau aku gagal mematahkan rantai dan borgol ini, sekalipun bisa lolos dari ruangan ini belum tentu aku mampu melayani serangan musuh."

Berpikir begitu, ia bersiap-siap mengerahkan ilmu menyusut tulang untuk melepaskan borgolan tangannya, setelah itu ia baru mencoba mematahkan rantai di tubuhnya.

Tapi sebelum ia bertindak sesuatu, tiba-tiba tampak cahaya lampu berkilauan diujung lorong, disusul kemudian tampak dua orang gadis berjalan masuk ke dalam ruangan.

orang yang di depan membawa lentera adalah dayang baju merah yang mengantar hidangan siang tadi. orang kedua memakai baju berwarna hijau, juga berdandan seorang dayang, Mereka muncul dengan tangan telanjang dan senyum dikulum, sikap dan tingkah laku mereka santai dan sama sekali tidak menunjukkan sikap permusuhan Gadis berbaju merah itu sambil mengangkat lenteranya berkata: "Kami mendapat perintah untuk mempersilahkan siang-kong.."

Tiba-tiba ia menghentikan perkatannya, Lim Han-kim segera bangkit berdiri dan siap melangkah ke luar dari ruangan tersebut

Sebenarnya gadis berbaju merah itu berniat jual mahal agar pemuda itu terpancing dan mengajukan pertanyaan kepadanya. siapa sangka Lim Han- kim bukan saja tidak bertanya, bahkan segera bangkit dan melangkah pergi, seakan-akan dia sama sekali tidak mempersoalkan keselamatan jiwanya, kontan saja dia tertegun.

Akhirnya tanpa bicara lagi dia membalikkan badan dan berjalan lebih dulu untuk membuka jalan, Lim Han- kim mengikuti di belakang gadis berbaju merah itu sedang si nona berbaju hijau menyusul sang pemuda.

sesudah keluar dari pintu mereka berjalan menuju keluar Lorong yang dilalui dari arah atas terasa makin turun ke bawah, jelas mereka sedang berjalan menuju ke bawah tanah, Hal ini membuat Lim Han- kim keheranan, pikirnya tanpa terasa: "Kenapa menuju ke bawah tanah? Jangan-jangan mereka sedang mengantarku balik lagi ke penjara bawah tanah?

Lorong itu penuh liku-liku dengan penjagaan yang ekstra ketat, Ditiap sudut tikungan selalu tampak lentera digantungkan untuk menerangi suasana, di bawah lentera berdiri seorang lelaki berbaju hitam.

Ketika Lim Han- kim coba memperhatikan, ia lihat lelaki berbaju hitam itu selain membawa senjata di tangan kanan, tangan kiri mereka masing-masing membawa sebuah kotak busur yang panjangnya satu depa lima inci. semuanya berdiri dengan sikap dingin tapi serius, biarpun ada orang berlalu di hadapannya, bukan saja tidak menghalangi bahkan melirik pun tidak. sesudah melalui sembilan kali tikungan, pemandangan yang terbentang di depan mata pun berubah.

Di hadapannya sekarang terbentang sebuah ruang utama yang amat luas. Lentera dan lilin menerangi seluruh ruangan hingga tampak jelas, sementara bayangan manusia nampak berdiri berjajar sekalipun hadir banyak orang, namun tak kedengaran suara sedikit pun.

Mendadak gadis berbaju hijau itu mempercepat langkahnya menyusul ke samping Lim Han-kim, lalu bisiknya: "Tadi nona berpesan agar kusampaikan kepada siangkong, seandainya kaucu mengajukan pertanyaan, lebih baik kau jangan menghadapinya dengan kasar atau mengumbar emosi."

"Ketua apa?" "Siangkong tak perlu banyak tanya, Asal kau laksanakan apa yang kupesan, tentu segalanya akan beres, Untuk persoalan lain, nona kami pasti akan membantu siang- kong dengan petunjuknya . "

selesai menyampaikan pesannya, gadis berbaju hijau itu kembali memperlambat langkahnya dengan mengintil di belakang Lim Han-kim.

setelah tiba di pintu gerbang ruang utama, gadis berbaju hijau itu menurunkan lenteranya ke bawah dan menjura dalam-dalam sambil melapor: "Lim Han-kim telah datang menghadap"

Dari balik ruangan muncul seorang lelaki berwajah bengis, Dengan kasar dia jambret borgol di tangan Lim Han-kim lalu menyeretnya masuk ke dalam ruangan dengan langkah lebar. sementara itu dua orang dayang yang mengawal Lim Han-kim tadi serentak mengundurkan diri dari situ

Lim Han-kim sebera merasakan bahwa tenaga yang membetot borgol tangannya luar biasa kuatnya, Diam- diam ia menghimpun tenaga dalamnya dan tetap berdiri di tempat tanpa berderak.

Begitu gagal menggeser posisi anak muda tersebut, lelaki berwajah bengis itu langsung merasa terperanjat pikirnya segera: "Tak nyana bocah muda ini memiliki tenaga yang luar biasa besarnya. Tampaknya aku tak boleh bertindak kasar."

Cepat dia berpaling sambil tersenyum, lalu sambil menggandeng pemuda itu dengan halus dia melangkah masuk.

sambil mengikuti lelaki tadi memasuki ruangan, Lim Han- kim gunakan kesempatan untuk memperhatikan sekejap suasana di sekelilingnya.

Tampak olehnya dua belas orang manusia berbaju hitam yang tinggi besar berdiri mengelilingi seluruh ruangan, Mereka berdiri kaku tanpa bergerak sementara wajahnya dilapisi hawa pembunuhan dan kelicikan yang luar biasa. Pada dinding sebelah belakang berdiri sebuah panggung kayu, Di atas panggung berjajar tiga buah kursi berlapis kulit harimau.

Di sisi kiri panggung kayu itu berdiri dua orang bocah lelaki berbaju hijau sedang di sebelah kanannya berdiri dua orang bocah perempuan berbaju kuning, Di depan panggung terletak sebuah hiolo kemala setinggi berapa depa, jilatan api berwarna bini berkobar dari balik hiolo, memancarkan asap hijau yang membuat seluruh ruangan berbau sangat harum.

Luas ruangan pertemuan itu lebih kurang lima kaki, Pada masing-masing sisi ruangan berbaris pula belasan buah bangku kayu yang telah diduduki banyak orang, ada lelaki ada pula perempuan namun wajah mereka dikerudungi kain hitam sementara tangannya memakai borgol dan tubuhnya dirantai.

Lelaki berwajah bengis itu membawa Lim Han-kim menuju ke sebuah bangku kayu yang tersedia lalu bisiknya: " Duduklah"

Dari atas dinding ia tarikseuntai rantai yang segera diikatkan pada borgol di tangan Lim Han-kim, kemudian ia juga mengenakan selembar kain kerudung hitam di kepalanya.

Entah berapa waktu sudah lewat. Tiba-tiba keheningan dipecahkan oleh suara genta yang dibunyikan tiga kali, kemudian suasana pulih kembali dalam keheningan

Waktu itu sepasang mata Lim Han-kim sudah ditutup oleh selapis kain hitam yang tebal sehingga sulit baginya untuk menyaksikan suasana dalam ruangan pertemuan tersebut, tapi ia mendengar ada suara langkah kaki manusia yang bergema, jelas ada orang memasuki ruang tersebut.

suara langkah kaki yang kacau itu tiba-tiba saja berhenti Lalu ia mendengar ada suara yang lembut bergema di sisi telinganya, namun suara itu teramat lembut sehingga Lim Han-kim hanya mendengar lamat- lamat dan sepotong-sepotong. "... ilmu silatnya sangat tangguh... terima saja ke dalam organisasi kita..."

Tiba-tiba Lim Han-kim merasakan pandangan matanya jadi silau. Ternyata kain kerudung hitam yang semula menutupi matanya telah dilepas orang, Pada saat itu di kursi kebesaran di atas panggung kayu telah duduk sebaris manusia, orang yang duduk di sebelah kanan ternyata tak lain adalah pelacur cantik dari loteng Hul-jui- lo, Lik-ling adanya.

orang yang duduk di sebelah kiri adalah seorang manusia berwajah putih bersih tanpa jenggot ia mengenakan jubah berwarna hijau dan tampaknya sangat halus, namun wajahnya menampilkan kebengisan dan kelicikan yang luar biasa. Waktu itu matanya setengah terpejam, seakan-akan baru saja mendusin dari tidurnya yang nyenyak.

orang yang duduk di tengah mengenakan sebuah topeng berbentuk aneh, ia memakai jubah warna kuning dan tangannya mengenakan seperangkat sarung tangan berwarna hitam. Kecuali sepasang matanya yang nampak memancarkan sinar tajam, boleh dibilang seluruh tubuh lainnya tersembunyi di balik jubah dan topengnya.

Terdengar sastrawan berbaju hijau yang duduk di sebelah kiri itu menghardik dengan suara rendah: "Bawa ke mari Han Si-kong" Dua orang lelaki berbaju hitam tadi segera menyeret ke luar seseorang dari bangku sebelah selatan, setelah sampai di tengah ruangan mereka lepaskan kain kerudung yang menutupi wajahnya.

Lim Han- kim segera mengalihkan perhatiannya ke tengah ruangan, benar juga, orang yang dihadapkan ke tengah ruangan tak lain adalah si raja monyet ceking Han Si-kong, si monyet tua yang pernah dijumpai dalam penjara batu bawah tanah itu.

Biarpun tangannya diborgol dan tubuhnya dirantai, Han Si-kong sama sekali tak nampak jeri atau keder, Dengan tegarnya ia berdiri di tengah ruangan sambil mengawasi sekeliling tempat itu, kemudian ujarnya dingin: "Hukuman apa yang hendak kalian jatuhkan kepadaku? Hmmm, silahkan turun tangan"

Biar sudah dua tahun hidup tersiksa dalam penjara bawah tanah, ia masih tetap angkuh, tinggi hati dan berhati tegar. Manusia berbaju kuning yang duduk di kursi tengah itu menggunakan sepasang matanya yang memancarkan sinar tajam mengawasi wajah Han si-kong tajam-tajam, namun ia tidak mengucapkan sesuatu.

Terdengar sastrawan berbaju hijau itutertawa dingin,jengeknya: "Han Si-kong, tahukah kau situasi yang sedang kau hadapi?" "Hmmm" Han Si-kong balas menghardik dengan marah. "Sejak kalian menawanku dan mengurung di sini, aku sudah tak pernah pikirkan lagi mati hidupku, Mau bunuh, mau cincang, silahkan Kalau aku orang she- Han sampai berkerut kening, anggap saja aku bukan manusia."

sastrawan berbaju hijau itu tertawa licik "Han si-kong, ucapanmu itu rada kelewatan. Kalau ingin membunuh atau menghabisi nyawamu, tak nanti kukurung dirimu selama dua tahun lebih di dalam penjara bawah tanah."

"Lantas apa yang hendak kalian perbuat terhadapku?" tanya Han Si-kong agak tertegun.

sastrawan berbaju hijau itu kembali tertawa dingin: "Hehehe... Han si-kong, kau bilang pengetahuan dan pengalamanmu sangat luas, coba lihat, kenalkah kau dengan aku?"

Han si-kong angkat kepalanya dan mencoba memperhatikan wajah sastrawan berbaju hijau itu dengan pandangan tajam, ia lalu termenung dan tidak bicara lagi.

Dengan sinar mata yang dingin dan menggidikkan hati sastrawan berbaju hijau itu balas menatap wajah Han Si- kong, sambungnya lagi: "Kau tak usah tergesa-gesa, Coba pikirkan lagi pelan-pelan, mungkin saja kau dapat teringat." sampai lama Han si-kong termenung sambil berpikir namun ia belum berhasil juga mengingat siapakah orang itu, akhirnya sambil menggeleng katanya: "Aku tak bisa mengingatnya kembali."

sastrawan berbaju hijau itu kembali tertawa dingin: "He he he he Coba kau saksikan nanti beberapa

macam alat siksa yang akan diperagakan, mungkin dari situ bisa mengingatkan kembali daya ingat-mu."

Bicara sampai di situ, dia ulapkan tangannya memberi tanda, Dua orang lelaki berbaju hitam segera muncul kembali dan menyeret balik Han si-kong menuju ke bangku tempat duduknya semula.

orang berbaju kuning yang duduk di tengah dan memakai topeng di wajahnya itu tidak pernah mengucapkan sepatah kata pun sejak tadi, kecuali matanya saja yang berkedip. Meski demikian, ternyata sastrawan baju hijau itu menaruh sikap yang sang at hormat terhadapnya, sambil menjura dalam- dalam ia berbisik: "Apakah siksaan terhadap dua orang penghianat bisa segera dimulai?"

orang berbaju kuning itu manggut-manggut, ia tetap membungkam tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

sastrawan berbaju hijau itu segera bertepuk tang an dua kali sambil menghardik: " Hadapkan para penghianat" Dari bangku sebelah selatan ruangan dua orang lelaki berbaju hitam segera menyeret ke luar dua orang gadis yang didorong ke depan hiolo batu dan melepas kan kain kerudung mukanya.

Lim Han-kim mencoba mengamati kedua orang gadis itu dengan lebih teliti, ternyata mereka baru berusia delapan sampai sembilan belas tahunan, wajahnya cantik tapi saat ini dalam keadaan pucat pias seperti mayat.

Di bawah sorotan cahaya lilin, wajah itu demikian pucat hingga kelihatan mengerikan Tubuh mereka bergetar keras, menandakan perasaan ngeri dan takut yang teramat sangat dalam diri mereka.

Lik-ling yang duduk disusunan panggung kayu tiba- tiba membentak dengan suara dingin: "Besar amat nyali kalian berdua, berani menghianati perkumpulan dan mencoba melarikan diri.."

Belum lagi dua orang gadis tersebut membantah tuduhan tersebut, kembali Lik-ling membentak lagi: "setelah bertemu kaucu, kenapa tidak berlutut?" Dua orang gadis itu buru-buru jatuhkan diri berlutut.

Dengan suara dingin sastrawan berbaju hijau itu berkata pula: " Kalian bersekongkol untuk melarikan diri, Kesalahan macam ini sudah cukup beralasan untuk menjatuhkan hukuman mati buat kalian, sekalipun mungkin perbuatan tersebut didasari alasan yang cukup  kuat, aku rasa alasan tersebut tak perlu dikemukakan lagi di sini."

Mendengar perkataan tersebut diam-diam Lim Han- kim menghela napas, pikimya: "Ucapan macam apa ini? sudah jelas tahu kalau perbuatan mereka dilatarbelakangi alasan yang kuat, kenapa tidak diijinkan mengemukakannya ke luar..?"

Terdengar sastrawan berbaju hijau itu meneruskan katanya: "siapkan alat siksa air"

Tirai di sudut ruangan itu segera terbuka lebar, Delapan orang lelaki kekar yang bertelanjang dada dengan menggotong sebuah kuali besi yang amat besar muncul dengan langkah lebar.

Dasar kuali besi itu dihubungkan langsung dengan sebuah tungku batu yang sangat tinggi dan besar, Api dalam tungku itu berkobar-kobar sedang dalam kuali penuh berisi air. Benda-benda itu mereka letakkan di depan hiolo batu tersebut Tampak salah satu lelaki itu mengayunkan tangannya membuka mulut api di tungku besar tersebut jilatan api yang membara dalam tungku itu kelihatan makin berkobar, lidah api berwarna hijau segera menjilat setinggi dua depa lebih.

satu ingatan segera melintas dalam benak Lim Han- kim, pikirnya tanpa terasa: "Mungkinkah yang dimaksudkan siksaan air adalah memasukkan seseorang ke dalam air mendidih lalu menggodoknya sampai mampus? Aaaai, kalau benar-benar seperti apa yang kuduga, kejadian ini benar-benar mengerikan sekali."

sementara itu dua orang gadis yang sedang berlutut di tanah itu tampak melompat bangun begitu melihat air yang mulai mendidih dalam kuali serta melihat kobaran api di tungku tersebut Membayangkan bagaimana tersiksanya bila digodok dalam air mendidih, mereka jadi bergidik, Beg itu melompat bangun, tangannya segera diayunkan ke atas batok kepala sendiri, mereka mencoba untuk membunuh diri.

Tampaknya sastrawan berbaju hijau itu sudah menduga hal itu. Melihat kedua orang gadis tersebut mencoba bunuh diri, ia segera tertawa dingin: "He he he,.. ingin mampus? Tidak semudah itu,.,"

sekali tangan kanannya diayunkan, lengan kedua orang gadis tersebut yang sudah terangkat tiba-tiba saja kembali terkulai lemas. Dengan ketajaman mata yang dimilikinya Lim Han-kim dapat saksikan bahwa sewaktu sastrawan berbaju hijau itu mengayunkan tangannya tadi, sebutir butiran perak yang kecil ikut meluncur ke luar dengan kecepatan luar biasa.

Tanpa terasa ia jadi terkesiap. pikirnya: "Hebat betul ilmu silat yang dimiliki orang ini. Tak disangka dia sudah menguasai ilmu "Butir Beras Menotok Jalan Darah" yang susah dikuasai itu." Terdengar sastrawan berbaju hijau itu kembali membentak dengan suara rend ah tapi berat: "siksaan dilaksanakan"

Delapan orang lelaki bertelanjang dada itu serentak mengiakan dan maju ke depan, Mereka gantung tubuh dua orang gadis itu diudara lalu menggesernya pelan- pelan ke arah kuali penuh air tersebut

Begitu sampai di atas kuali, mereka mulai kendorkan talinya pelan-pelan sehingga tubuh dua orang gadis itu terseret turun pelan-pelan. Dalam sekejap lutut mereka sudah terbenam ke dalam air mendidih dalam kuali tersebut.

Agaknya dua orang gadis tersebut sudah tahu bahwa jeritan serta rengekan minta ampun mereka tak mungkin bisa menimbulkan iba di hati orang tersebut, karenanya sambil menggertak gigi kencang-kencang, mereka coba menahan siksaan rasa sakit dibagian tubuh mereka yang terendam dalam air mendidih itu. Mereka tak terdengar mengeluh maupun merintih.

Tali derek makin diturunkan, air mendidih yang merendam tubuh dua orang gadis itupun makin meninggi, sekejap kemudian selangkangan mereka sudah terbenam rata. Dalam keadaan begini, meski dua orang gadis itu tahu bahwa mereka pasti mati dan coba bertahan, namun akhirnya mereka tak tahan juga. jeritan ngeri yang menyayat hati pun mulai bergema memenuhi seluruh ruangan. jeritan kesakitan itu melolong menggidikkan hati, membuat siapa pun tak tahan mendengarnya.

Tiba-tiba saja Lim Han-kim merasakan emosinya bergelora dalam hatinya, tak tahan lagi ia membentak keras: "Tahan"

Bentakan itu keras bagaikan suara guntur yang membelah bumi, seluruh ruangan ikut bergetar sampai goncang keras, bahkan cahaya lilin dan lentera pun ikut bergoncang tiada hentinya.

sastrawan berbaju hijau itu segera ulapkan tangan kirinya memberi komando. Lelaki yang bertugas di samping alat siksaan segera menarik kembali talinya dan menderek naik tubuh kedua orang gadis yang sedang menjalani siksaan tersebut

Dengan cepat Lim Han-kim mengalihkan pandang matanya, ia melihat pakaian yang dikenakan dua orang gadis tersebut sampai sebatas selangkangan sudah menempel pada tubuh mereka, Lamat- lamat ia saksikan lepuh-lepuh besar menghiasi seluruh kaki mereka,

Menyaksikan semua itu, tak tahan lagi dia menghela napas sedih, Tampak sastrawan berbaju hijau itu dengan sinar matanya yang dingin dan tajam mengawasi wajah Lim Han-kim lekat-lekat, lalu sambil tertawa hambar tegurnya: "Buat apa kau berteriak-teriak? Apa ingin menggantikan mereka untuk menjalankan siksaan terse- but?"

"Aku tahu setiap partai dan perkumpulan mempunyaiperaturan yang ketat dan wajib ditaati," sahut Lim Han-kim dingin. "Tapi semestinya setiap pelanggaran cukup dijatuhi hukuman sewajarnya, kenapa kau mesti menggunakan alat siksa semacam ini untuk menghadapi dua orang gadis muda? Tidakkah kau merasa bahwa perbuatan tersebut tidak cukup gagah?" Kembali sastrawan berbaju hijau itu tertawa dingin.

"Justru aku sedang melaksanakan kewajiban partai terhadap kaum pembangkang, Kami mempunyai tiga pantangan berat dan bagi yang melanggar harus menjalani siksaan air, siksaan api dan siksaan manusia."

Lim Han-kim sangat emosi, dia merasa hawa amarahnya memuncak sampai ke ubun-ubun. sayang tangannya masih diborgol dan tubuhnya masih dirantai, dan rantai yang dipergunakan sangat kuat serta susah dipatahkan sekalipun ia mempunyai niat untuk menolong orang, apa mau dikata dirinya tidak memiliki kekuatan untuk melakukan nya.

Terdengar gadis-gadis itu dengan suara yang merengek mulai berseru: "Kaucu... berbuatlah kebaikan dengan menghadiahkan kematian utuh buat kami....

sampai di alam baka pun kami tak. tak akan melupakan

budi kebaikan kaucu. " Nada suara mereka amat memelas, membuat iba siapa pun yang mendengar. orang berbaju kuning yang mengenakan topeng itu tetap membungkam, ia Hanya memandang sekejap dua orang gadis tersebut dengan sorot matanya yang dingin menggidikkan. Tampaknya hatinya tak tergerak sama sekali oleh rengekan yang mengibakan hati itu.

Kembali sastrawan berbaju hijau itu berkata sambil tertawa dingin: " Apa yang kalian alami baru sedikit

siksaan yang tak berarti, siksaan yang lebih berat nanti akan segera menyusul."

Kemudian setelah mengulapkan tangannya memberi tanda, ia melanjutkan. "sementara waktu siksaan air dianggap selesai. Biarkan mereka menikmati siksaan dari tubuh yang melepuh itu selama tiga hari, kemudian siksaan manusia baru di-laksanakan"

Dua orang lelaki berbaju hijau mengiakan dan segera muncul untuk menurunkan dua orang gadis yang sudah setengah sekarat itu dari kuali air mendidih dan kemudian menggotongnya pergi.

sementara itu delapan lelaki berwajah bengis yang bertelanjang dada itu tetap tinggal dalam ruangan tanpa bergerak. Diam-diam Lim Han-kim menghela napas, pikirnya: "Entah siapa lagi yang mendapat giliran untuk menjalankan siksaan paling keji ini..."

Dengan mata yang setengah terpejam, sastrawa berbaju hijau itu menyapu sekejap seluruh ruangan. Kata nya kemudian sambil tertawa: "Gerak-gerik organisasi kami selalu rahasia, oleh sebab itu jarang sekali umat persilatan yang mengetahui..."

"Aku ingat sekarang.." mendadak terdengar seseorang berteriak keras.

Ketika Lim Han-kim berpaling, ia temukan si pembicara ternyata adalah Han Si-kong si monyet tua.

"Coba terangkan apa yang kau ingat," perintah sastrawan itu.

" Kalau tebakanku tidak keliru, kalian semestinya adalah perkumpulan Hian hong- kau yang biasanya malang melintang diwilayah barat-daya dan bermarkas diperbukitan Im-kui..."

sastrawan berbaju hijau itu segera tertawa terbahak- bahak: "Ha ha ha ha... tepat sekali dugaanmu, Ternyata Han tayhiap mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang benar-benar luas, Betul, organisasi kami memang selalu berkeliaran di wilayah perbukitan Im-kui dan jarang sekali menginjakkan kaki di wilayah Kang-lam serta Tionggoan, Tapi sekarang dunia sudah ka-cau, banyak malapetaka terjadi di kolong langit. Ketua partai kami sebagai seorang yang berhati besar dan penuh belas kasih menganggap inilah saatnya bagi kami untuk menghimpun rekan-rekan persilatan dan bekerja sama menegakkan kembali keamanan dalam dunia."

"Huuuuh, partai aliran sesatpun ingin omong besar, Hmmm jangan harap kalian ? mampu melaksanakan pekerjaan besar itu," ejek Han Si-kong ketus.

sastrawan berbaju hijau itu tertawa dingin, berpaling ke wajah Lik-ling, ujar-nya: "Monyet tua ini begitu sombong dan tekebur, Kalau tidak diberi sedikit siksaan rupanya dia belum tahu kehebatan kita..."

Lik-ling tersenyum, tukasnya: " orang ini sang at tersohor di wilayah Kang-lam maupun Tionggoan, sebagian besar jago persilatan merupakan kenalan lamanya, oleh sebab itu, semenjak membekuknya aku tak pernah menyiksa dirinya, Sungguh tak disangka biarpun sudah kupenjarakan hampir dua tahun lamanya, sikap angkuh dan jumawanya belum juga luntur. Kalau memang hendak diberi sedikit pelajaran, silahkan Huhoat (pelindung hukum) mengambil keputusan"

sastrawan berbaju hijau itu mengalihkan pandangannya ke wajah manusia berbaju kuning yang duduk di tengah itu dan memohon pendapatnya: "Bagaimana kau-cu?" Manusia bertopeng itu tetap membungkam, Hanya kali ini dia menggelengkan kepalanya.

"Baiklah," ujar sastrawan berbaju hijau itu kemudian. "sebentar kaucu masih harus menjumpai tamu agung, kalau memang tak ada petunjuk lain, kami semua tak berani merepotkan kaucu lagi."

Pelan-pelan orang berbaju kuning itu bang kit berdiri, memutar badan dan berjalan meninggalkan ruangan, Lik- ling dan sastrawan berbaju hijau itu serentak bangkit berdiri untuk menghantar kepergian ketua-nya, sementara orang-orang berbaju hitam beserta

kedelapan lelaki bertelanjang dada itu bersama-sama jatuhkan diri berlutut sambil menyembah, sampai bayangan tubuh orang berbaju kuning- itu keluar dari ruangan diiringi empat lelaki dan empat perempuan kecil, baru mereka bersama-sama bangkit berdiri

sesudah bayangan punggung ketuanya lenyap daripandangan, sastrawan berbaju hijau itu baru berpaling ke wajah Han si-kong sambil ujarnya: "Kaucu kami benar-benar berbelas hati, dia tak tega menyiksa atau menyakiti tubuhmu..."

Mendadak terdengar suara langkah kaki yang terburu- buru berkumandang datang. Paras muka Lik-ling dan sastrawan berbaju hijau itu segera berubah, serentak mereka bangkit berdiri Lik-ling mengayunkan tangannya dengan cepat memberi tanda, lalu melompat turun dari panggung kayu dan buru-buru keluar dari ruangan- sementara itu si sastrawan berbaju hijau menyapu pandang sekejap ke seluruh ruangan- kata nya kemudian- "sementara bawa mereka ke penjara air, singkirkan semua peralatan siksa yang ada..."

Delapan orang lelaki tinggi besar bertelanjang dada itu segera menggotong pergi kuali besi dan tungku raksasa tersebut menuju ke belakang ruang utama, sedang belasan lelaki berbaju hitam yang ada di secutar ruangan serentak turun tangan me-ngerudungi tawanan masing- masing dengan kain hitam dan menggiringnya ke luar dari ruangan-

Lim Han-kim merasa tangannya yang di-borgol diggndeng seseorang meninggalkan ruangan tersebut, jalan yang ditempuh dari atas makin merendah ke bawah, tak lama kemudian ia mendengar suara aliran air, seakan-akan lalu ia dilemparkan ke dalam sebuah sungai kecil. Air yang dingin cepat membenamkan sepasang kakinya sebatas lutut.

Kedengaran seseorang dengan suara yang parau sedang mencaci maki: "Jika aku berhasil melepaskan diri dari sini, bila aku tak mampu meratakan pesanggrahan Tho-hoa-kit ini rata dengan tanah, percuma aku si raja monyet ceking berkelana hampir puluhan tahun lamanya dalam dunia persilatan-.."

Ternyata suara itu berasal dari Han si-kong, semakin memaki, ia semakin marah sehingga kata- kata makiannya pun makin lama semakin tak sedap didengar. Namun para pengiring mereka itu rata- rata memiliki pendidikan iman yang cukup tangguh, sekalipun mendengar kata-kata makian kotor yang sangat tak sedap didengar itu, tak seorang pun di antara mereka yang menanggapi ataupun menunjukkan suatu reaksi.

Waktu itu, biarpun sepasang mata Lim Han-kim tertutup oleh kain hitam, pendengarannya sama sekali tidak terganggm Dia dapat merasakan rantai di tubuh nya bergetar keras seakan-akan diikatkan pada sesuatu benda, disusul kemudian suara air yang beriak. Agaknya para manusia berbaju hitam yang menggiring mereka ke situ telah mengundurkan diri

Han si-kong sendiri, ketika makiannya tidak memperoleh tanggapan, lama kelamaan dia jadi bosan sendiri dan berhenti dengan sendirinya.

Dalam keheningan yang menyelimuti seluruh ruangan, tiba-tiba terdengar suara seorang gadis memanggil sambil menghela napas panjang: "Lim siangkong"

Lim Han-kim dapat menangkap suara panggilan itu berasal dari samping tubuh nya, tapi ia tak yakin apakah di antara belasan orang yang sama-sama terkurung dalam penjara air itu tak ada orang dari she Lim, karenanya untuk sesaat dia tetap membungkam tanpa

menjawab.

Ketika panggilannya tidak mendapat tanggapan, gadis itu segera mempertinggi suara panggilannya dan berteriak lagi: "Lim Han-kim"

Karena panggilan kali ini langsung menyebut namanya, Lim Han-kim tidak ragu-ragu lagi, sahutnya: "Ada urusan apa nona?"

Mendengar jawaban tersebut berasal dari samping tubuh nya, gadis itu segera mem-perkecil suara nya dan berkata lagi: "Aku kuatir obat jinsom milikmu itu sudah berhasil mereka rampas, aaaai... sebetulnya aku berharap dengan mencuri obat mestika-mu itu, aku bisa mengobati penyakit nona kami, siapa sangka usahaku gagal, aku malah terjebak oleh perangkap orang-orang Hian-hong-kau hingga tertawan-.."

Teringat betapa pentingnya artipil mestika itu, buru- buru Lim Han-kim bertanya: "Bukankah kalian telah mengutus orang untuk mengantar pil mustika tersebut berangkat duluan?"

Gadis itu menghela napas panjang: "sebenarnya kami hanya menipumu, ketika datang untuk menyambangi lelayonmu tempo hari. Pil tersebut telah kami sembunyikan lebih dulu, kemudian sesudah berpamitan, baru pil itu kami ambil lagi,"

Diam-diam Lim Han-kim mengeluh, pikirnya: "Ternyata manusia dalam dunia persilatan benar-benar licik dan penuh tipu muslihat, tak nyana aku tertipu lagi oleh mereka waktu itu"

Tapi dengan pendidikannya yang baiki serta wataknya yang lembut, dia enggan memaki atau menegur orang lain meski kejadiannya jadi begini parah, Mulutnya tetap membungkam dalam seribu basa.

Terdengar gadis itu berkata lebih jauh: "Tahu bakal terjadi peristiwa macam ini, aku tak bakal mencuri obat mustikamu itu sehingga bukan cuma kami terseret dalam keadaan seperti ini, kaupun ikut menderita."

Lim Han-kim membatin- "Betul juga perkataan ini, Kalau bukan gara-gara pil mestika tersebut, tak nanti aku balik kepesanggrahan Tho-hoa-kit dan aku pun tak usah tersekap di tempat semacam ini."

sedang di luar ia menjawab dengan hambar "Kejadian yang sudah lewat biarkan saja lewat Kita tak perlu menyinggungnya kembali Cuma... ada satu persoalan yang ingin kutanyakan kepada nona, bersediakah kau untuk menjawab nya?" "soal apa?"

"Yakinkah nona, pil mustika tersebut benar-benar sudah terjatuh ke tangan orang-orang Hian- hong- kau?"

Gadis itu berpikir seb entar, kemudianjawabnya tegas: "Aku yakin dugaanku tak salah, Ketika kami terbokong oleh serangan gelap orang-orang Hian- hong- kau hingga pingsan di tepi hutan, begitu sadar kami jumpai sudah terkurung disini, padahal pil mestika itu tersimpan dalam sakuku, sudah pasti mereka telah menggeledah dan mengambilnya."

Mendengar keterangan itu kembali Lim Han-kim berpikir "Pil mustika itu mempunyai kaitan yang erat dengan mati hidup Ciu locianpwee.Jika kudengar dari penuturan ketua kuil awan hijau, orang ini rupanya mempunyai hubungan yang cukup akrab dengan keluargaku. Kalau tidak, tak nanti ibu mengutus aku dan adik Liong untuk menghantar sendiri pil mustika itu ke- padanya, sedang suhupun tak nanti menderita luka parah gara-gara pil itu. Hmmm, aku mesti cari akal untuk meloloskan diri dari kurungan ini dan berupaya merebut kembali pil mustika itu.,."

ingatan tersebut segera mengobarkan semangatnya untuk meloloskan diri, diapun mulai peras otak mencari jalan keluar Ketika sampai lama ditunggu tidak terdengar juga jawaban dari Lim Han-kim, tak tahan gadis itu menghela napas sambil berkata lagi:

"Nona kami cantik tiada taranya di kolong langit Aaaai Kasihan gadis secantik itu ternyata mengidap sejenis penyakit yang amat parah hingga sepanjang tahun harus tersiksa oleh penyakit itu dan tiap hari mesti pingsan satu kali."

"Betul majikan tua kami telah mengumpulkan tabib- tabib kenamaan dari seluruh dunia untuk mengobatinya, Pelbagai obat mustika pun sudah dicari untuk menyembuhkan penyakit tersebut, namun tak satu pun berhasil menyembuhkan dirinya, oleh sebab itulah kami selalu bersedih hati lantaran peristiwa ini."

sesungguhnya Lim Han-kim sedang berpikir bagaimana caranya merebut kembali obat mustika itu agar bisa digunakan untuk menyelamatkan jiwa Ciu Huang yang terancam, tapi dia pun tak bisa tidak memberi tanggapan atas perkataan gadis itu, maka tanyanya sambil lalu: "Penyakit apa sih yang dideritanya?"

Padahal yang benar ia tidak mendengar secara jelas apa yang sedang dibicarakan gadis itu, Hanya secara lamat-lamat saja ia mendengar kalau terkena sejenis penyakit, maka dia pun ajukan pertanyaan itu seada-nya. Gadis itu menghela napas sedih: "Penyakit yang diderita nona kami sangat aneh, pelbagai tabib kenamaan yang ada di dunia ini tak berhasil menduga- duga sumber dan sebab-sebab penyakitnya, Penyakit itu sudah dibawanya semenjak lahir. Meskipun di masa mudanya ia sudah banyak mewarisi pelbagai ilmu silat dari tuan kami namun didikan ilmu silat tersebut tak pernah berhasil membentuk tubuh nona kami jadi sehat dan kuat."

"Aaaai... kalau penyakit itu tidak kambuh, keadaannya tak beda jauh dtngan orang biasa, bisa bergurau dan omong-omong, tapi begitu kambuh... tahu-tahu saja dia pingsan tidak sadarkan diri..."

Ia berhenti sejenak memb eri kesempatan kepada Lim Han-kim untuk mengajukan pertanyaan Ketika tidak mendengar pemuda itu bersuara, tak tahan dia bergumam lebih jauh: "Loya kami tak berputra, dia Hanya memiliki seorang putri tunggal itulah sebabnya sejak kecil nona kami sangat disayang dan dimanja, Aaaai.,. padahal nona kami cantik bagaikan bidadari, kecerdasannya tiada bandingan, dia pun ramah terhadap siapa pun sehingga siapa saja senang dan kerasan berkumpul dengannya. sayang Thian tidak memberkahinya tubuh yang sehat baginya sehingga seorang nona yang begitu cantik dan pintar harus tersiksa sepanjang tahun oleh gerogotan penyakit aneh itu..." "oooh.,." Tiba-tiba Lim Han-kim memotong pembicaraan gadis itu Bisiknya: "Apa-kah nona masih menggembol pisau belati atau sejenis nya?"

"Pisau belati untuk apa?" tanya nona itu tertegun- "Akan kucoba membebaskan borgol di tanganku."

Gadis itu termenung sejenak. lalu jawab-nya: "Setelah tertangkap. semua barang milik kami telah digeledah dan dirampas mereka, tapi dalam sakuku masih tersembunyi sebilah pedang pendek yang sebetulnya siap kugunakan bilamana perlu, hanya saja... hanya saja..."

Agaknya dia malu untuk meneruskan perkataan itu sehingga sesaat lamanya ia tak mampu melanjutkan keterangannya, Waktu itu ingatan Lim Han-kim hanya dipenuhi bagaimana caranya merebut kembali pil mustika miliknya. Melihat gadis tersebut tergagap dan tidak melanjutkan per-kataannya, tak tahan ia bertanya: " Hanya kenapa? Harap nona jelaskan-"

sepasang mata mereka berdua sama-sama dikerudungi kain hitam sehingga kedua belah pihak tidak dapat saling memandang.

Terdengar perempuan itu menjawab dengan suara rendah: "Sepasang tanganku diborgol, sulit bagiku untuk mengambil ke luar pedang pendek itu." "Katakan saja pedang pendek itu kau sembunyikan di mana, biar aku ambil sendiri.."

Lama sekali perempuan itu membungkam, akhirnya dia baru berkata agak lirih: "Aku sembunyikan di balik pakaian dalam-ku. siangkong... siangkong... apa bisa.." sebenarnya dia ingin bilang apakah siangkong bisa mengambil sendiri, tapi kemudian ia anggap perkataan semacam itu tak pantas diutarakan, Tapi dia pun tak ingin dianggap permintaan pemuda tersebut ditolak mentah-mentah, maka untuk sementara waktu gadis tersebut jadi bingung dan tak tahu apa yang mesti diucapkan-

Lim Han-kim sendiri pun dibuat tertegun, sampai lama kemudian ia baru berkata: "Waaah... kalau begitu,., kalau begitu.,, kurang baik rasanya jika aku mengambil sendiri.."

Kedua nya sama-sama membungkam suasana dalam ruang itupunpulih kembali dalam keheningan, tak kedengaran suara sedikit pun yang bergema disitu, Tiba- tiba terdengar suara langkah kaki manusia bergema memecahkan keheningan.

Terdengar seseorang dengan suara yang parau dan kasar bertanya: "siapa di antara kalian yang bernama Lim Han-kim?"

"Aku" Terdengar suara langkah orang berjalan menghampirinya, disusul suara orang membebaskan ikatan rantainya, setelah itu baru orang tersebut berseru: "Ayo ikut aku"

"jangan kuatir, tak bakal kau dibunuh." "Ke mana?"

Lim Han-kim tertawa dingin, dia segera bangkit berdiri,

sambil menarik borgol di tangan pemuda tersebut, lelaki itu berkata lagi: "Biar aku menuntunmu. . . "

Lim Han-kim merasa borgoinya jadi kencang, tahu- tahu dia sudah dituntun meninggalkan tempat itu. sebagai pemuda yang lembut di luar, keras di hati, Lim Han-kim jadi teramat gusar setelah dia dibetot orang itu secara kasar. sebenarnya dia hendak mengerahkan tenaga dalamnya untuk melawan, tapi satu ingatan segera melintas dalam benaknya, Tanpa membantah lagi dia menurut dan berjalan meninggalkan tempat tersebut,

Melihat Lim Han-kim sama sekali tidak melawan- orang itu tertawa tergelak kegirangan "Ha ha ha ha... memang pintar orang yang tahu keadaan-"

Kali ini dia kendorkan cengkeramannya dan melanjutkan perjalanan menuju ke depan Lim Han-kim mengikuti terus di belakang orang itu, Dia selalu menjaga jarak sejauh satu langkah. Tiap kali kaki kiri orang itu melangkah, Lim Han-kim segera menyusul dengan melangkahkan pula kaki kirinya, sedang bila orang itu mengangkat kaki kanannya, pemuda itu segera mengikuti pula jejaknya.

Jangan dilihat sepasang matanya ditutupi dengan kain kerudung hitam, hanya mengandalkan ketajaman pendengarannya pun dia bisa mengikuti semua gerak- gerik orang itu dengan tepat. Bila orang cepat, ia pun cepat. Bila orang itu melambatkan langkah nya, dia pun turut melambat Kerja sama semacam ini tak ubahnya seperti tubuh dengan bayangan.

Tampaknya orang itu bermaksud menjajal kepandaian silat Lim Han-kim, sepanjang perjalanan kadangkala dia percepat langkah nya, di lain ketika dia sengaja memperlambat langkahnya.

Lim Han-kim merasa jalan yang dilalui-nya makin naik ke atas, tampaknya mereka sedang berjalan menuju ke atas dengan banyak liku-liku dan tikungan jalan-

Entah sudah berapa jauh mereka berjalan, tiba-tiba orang itu menghentikan langkahnya sambil memuji: "llmu meringankan tubuh yang anda miliki sUngguh hebat. Ketajaman pendengarannya pun luar biasa.

SUngguh mengagUmkan- sUngguh mengagUmkan-" Pelan-pelan Lim Han-kim menurunkan kembali kaki kanannya yang sudah terangkat dia tetap membUngkan dalam seribU basa, Tiba-tiba terdengar suara seorang perempuan berkata dengan merdu: "Lepaskan kain kerudung yang menutupi wajahnya"

Lim Han-kim segera mengenali suara perempuan itu sebagai suara Lik-ling. sementara dia masih termenung, tiba-tiba matanya jadi silau, Ternyata kainpenutup matanya telah dilepaskan

Apa yang diduga Lim Han-kim tidak salah, perempuan itu memang Lik-ling, wanita itu sedang duduk dipembaringan dengan wajah ceria. Tempat di mana dia sekarang adalah sebuah kamar tidur yang dihias sangat indah dan mewah, bau harum semerbak tersiar memenuhi seluruh ruangan itu.

Dua orang dayang berbaju hijau yang membawa pedang pendek berdiri disisi perempuan cantik itu.

sementara itu Lik-ling telah mengayunkan tangannya sambil berseru: "Kau boleh mengundurkan diri"

Lim Han-kim coba berpaling, ia jumpai seorang lelaki berpakaian ringkas warna hitam sedang melangkah ke luar dari ruangan tersebut Biar cuma sekejap pandangan, namun ia dapat melihat separuh wajah lelaki itu. Ternyata orang itu berkulit halus dan putih, wajahnya sangat tampan, Dengan jari tangannya yang ramping dan indah Lik-ling menuding sebuah bangku di sebelah ka nanny lalu kata nya sambil tertawa manis: "siangkong, silahkan duduk."

Lim Han-kim memandang bangku itu sekejap lalu menurut dan duduk. sikapnya yang dingin dan hambar nampaknya segera membangkitkan hawa amarah dua orang dayang berbhijau itu, alis mata mereka segera berkerut, matanya melotot besar.

Dayang yang berada disebelah kiri malah mengumpat sambil mendengus: "Hmmmm, benar-benar manusia tak tahu diri"

Mendadak Lim Han-kim melompat bangun, wajahnya diliputi hawa amarah. Tapi sesudah tertegun sejenak. pelan-pelan ia duduk kembali.

Lik-ling tersenyum, katanya: "Lim siang-kong takusah gusar lantaran sikap mereka berdua. Biasa, anak perempuan memang suka cerewet dan kalau bicara tak dipikir dulu..."

Lim Han-kim mengalihkan pandangan matanya ke wajah Lik-ling, tapi dia hanya memandang sekejap. sementara mulutnya tetap membungkam. "siangkong" kembali Lik-ling menegur sambil tertawa. "sudah banyak ragam manusia yang pernah kujumpai, tapi belum pernah kutemui orang sediam dan setenang Lim siangkong, Bahkan kalau tak perlu, agaknya kau segan untuk buka suara..."

Kemudian setelah tertawa cekikikan tambahnya: "Apakah Lim siangkong sudah pikirkan?"

"Pikirkan soal apa?"

"Tentu saja soal mati hidupmu." "Hmmm, belum pernah"

"Bolehkah aku menasehatimu sepatah dua patah kata?"

Dengan sinar mata tajam Lim Han-kim memandang sekejap sekeliling ruangan, lalu dia membungkam.

"Benar-benar seorang manusia mandiri yang aneh.,." gumam Lik-ling perlahan, setelah membetulkan letak rambutnya yang kusut, ia melanjutkan lagi.

"Berbicara dari situasi yang kau hadapi sekarang, boleh dibilang aku bisa membuatmu hidup tapi dapat juga membuatmu mati, Tentang hal ini tentunya kau sudah paham bukan?" Lim Han-kim hanya tertawa hambar, mulutnya tetap membungkam. Lik-ling berpaling sekejap. ketika menjumpai kedua orang dayangnya sudah diliputi hawa amarah dan siap mengumbar emosinya. Buru-buru dia memberi tanda kepada mereka berdua dan katanya seraya tertawa: "Lebih baik kalian berdua masuk ke dalam"

Dua orang dayang itu mengangguk dan berlalu dari situ, tapi sebelum meninggalkan ruangan mereka sempat berpaling dan tetap melototi Lim Han-kim dengan pandangan penuh amarah.

Lim Han-kim benar-benar keheranan, pikirnya: "Aneh benar, kenapa ucapannya terhadap dua orang dayang itu begitu sopan dan sungkan-sungkan-.."

setelah dua orang dayangnya berlalu, Lik-ling baru bangkit berdiri, Tampak tangan kanannya diayunkan, dari balik ujung bajunya terlintaslah sekilas cahaya putih yang menyambar lewat dari sisi jidat kanan Lim Han-kim.

"Plaaaak..." benda itu segera menancap di atas tiang ruangan dan menembusinya dalam- dalam. Ternyata benda itu adalah sebilah pisau terbang. Terdengar Lik- ling tertawa terkekeh-kekeh:

"Pisau terbang itu sudah kububuhi racun yang amat ganas, Betapa pun lihaynya ilmu silat seseorang, jangan harap sanggup menahan kehebatan racun tersebut Hmmm, asal kulit badanmu terluka sedikit saja, niscaya kau akan keracunan dan mati..." "Apa maksud nona berkata demikian?" tegur Lim Han- kim sambil menatap wajah perempuan itu tajam-tajam, Lik-ling tertawa terkekeh, "Aku ingin kau mulai memikirkan masalah mati hidupmu, seandainya serangan golok terbangku tadi melukai tubuhmu, mungkin saat ini jiwamu sudah melayang dan tubuhmu mulai kaku."

Lim Han-kim tidak berkata apa-apa, wajahnya tetap dingin dan kaku, hanya sinar matanya tampak lebih tajam berkilat.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar