Pedang Keadilan I Bab 03 : Sapu tangan penyelamat

 
Bab 03. Sapu tangan penyelamat.

"Aneh benar kejadian ini." Diam-diam Yu siau liong berpikir sambil berkerut kening.

"Darimana mereka tahu kalau kami membawa obat mustika seribu tahun? Padahal kejadian ini amat dirahasiakan..." sementara ia masih berpikir, gadis berbaju hijau itu sudah melanjutkan kata-katanya: "Sebenarnya kami siap- siap hendak merampasnya di dermaga penyeberangan sungai Tiang kang. Tak nyana ternyata kalian malah menginap di pesanggrahan Tho Hoa kit ini..."

Berbicara sampai disini, tiba-tiba dengan suara lebih keras dan nyaring serunya: "Sekarang aku telah menjelaskan kepada kalian. Nah, tinggal kamu berdua pilih sendiri jalan kehidupan atau jalan kematian yang hendak dipilih. Kalau ingin pergi darisini dalam keadaan selamat, lebih baik serahkan pil jinsom seribu tahun itu kepadaku..."

"Waah... seram amat" ejek Yu siau-liong sambil tertawa, "sayang, aku tak pernah takut mati, jadi bagaimana kalau kupilih jalan kematian saja?"

" Kecil orangnya besar amat lagaknya, hmmm Tampaknya susah amat melayani manusia macam kau. "

"Terima kasih, terima kasih." kata Yu Siau-liong sambil angkat bahu, "Aku rasa umur nona tak lebih tua beberapa tahun dariku, ditambah pula kau adalah kaum wanita, Tak nyana perempuan muda macam kau pun berani merampok orang sayang sekali kau telah salah

mencari sasaran." "salah mencari sasaran?" tanya gadis berbaju hijau itu tertegun, "jadi perkataanmu tadi cuma bohongan. "

"Bukan, bukan begitu" Yu siau-liong menggeleng sambil tertawa, "Aku tak pernah berbohong, apa yang kalian katakan memang sudah betul semua dan tepat, Hanya saja meskipun kami membawa sebotol pil

mustika seribu tahun, yang menjadi persoalan sekarang adalah mampukah kau merampasnya dari tangan kami."

Gadis berbaju hijau itu mengernyitkan keningnya, sambil mencabut pedangnya ia menjengek dingin: " Kalau begitu aku harus mencobanya dulu"

Baru saja ucapannya selesai diutarakan, tubuh beserta pedangnya sudah menerjang ke tubuh Yu siau-liong yang menghadang di depan pintu.

Memandang cahaya pedang yang menyambar dadanya, Yu siau-liong segera bentangkan senjatanya dengan jurus "Angin Puyuh Menyapu saiju" untuk membendung serangan itu. Tiba-tiba gadis berbaju hijau itu menarik kembali senjatanya di tengah jalan, sambil mundur dua langkah, ujarnya: "Aku harus mengajukan pertanyaan dulu sebelum melanjutkan pertempuran denganmu^

" Kalau tak mampu mengalahkan aku, buat apa bertanya lagi. Huuuh Benar-benar manusia tak tahu malu" Nona berbaju hijau itu sama sekali tak menggubris sindiran tersebut, kembali tanyanya lantang: "Benarkah pil mustika seribu tahun itu masih tersimpan dalam saku kakakmu yang berlagak mampus itu?"

"Apa gunanya cerewet terus, kalau tak mampu mengalahkan aku, lebih baik cepat menggelinding pergi dari sini" bentak Yu siau-liong gusar.

"Baiklah." kata gadis berbaju hijau itu kemudian setelah memutar pedangnya membentuk sebilas cahaya bianglala, "Kalau kau enggan menjawab, akan kugeledah sendiri saku kakakmu" sebuah tusukan kilat kembali dilancarkan. "Traaaangg.."

suara benturan nyaring bergema di tengah kegelapan, sepasang pedang itu saling beradu dengan kerasnya.

Gadis berbaju hijau itu segera merasakan lengan kanannya menjadi kaku dan kesemutan, badannya tergetar sampai mundur dua langkah.

Yu siau-liong sendiri pun merasakan badannya bergetar keras, untung ia masih sanggup berdiri tegak di depan pintu.

Dengan penuh amarah gadis berbaju hijau itu melotot ke arah lawannya, namun kali ini dia tidak melancarkan serangan lagi. Untuk sementara waktu, kedua belah pihak berdiri saling berhadapan tanpa melakukan sesuatu gerakan pun. Tiba-tiba Yu siau-liong mendengar suara lembut berbisik di sisi telinganya: "saudara cilik, tak usah ribut lagi dengan budak itu, Lebih baik cepat ajak kakakmu untuk mengundurkan diri dari tempat berbahaya ini."

Jelas bisikan itu berasal dari Li Bun-yang yang bersembunyi di belakang pintu dan menyampaikan dengan ilmu menyampaikan suara.

selesai mendengar ucapan itu, Yu siau-liong memandang gadis berbaju hijau itu sekejap. lalu bentaknya: " Kalau tak berani berkelahi, mengapa masih berdiri di situ?"

"Kalau aku tak mau pergi, mau apa kau?"

"Kalau kau tak pergi, biar aku saja yang pergi dari sini"

Gadis berbaju hijau itu memandang rekan- rekannya sekejap. lalujengeknya dingini "Kau yakin punya kepandaian untuk meninggalkan pesanggrahan Tho-hoa- kit ini?"

Kalau dilihat dari sikapnya itu, mungkin ia sedang menunggu datangnya bala bantuan.Yu siau-liong mengerutkan dahinya. setelah menyarungkan kembali pedangnya, ia berdiri dengan sikap santai di depan pintu sambil memandangi bunga Tho yang tumbuh di hadapannya.

Mendadak... sekali melejit, bocah itu sudah melompat ke depan pemilik pesanggrahan lalu dengan gerakan mencengkeram ia tangkap pergelangan tangan kakek itu, setelah berhasil menguasai musuhnya, baru ia berkata sambil mendengus dingini "Hmmm inilah cara yang akan kami gunakan untuk meninggalkan pesanggrahan Tho- hoa-kit"

"Hmmm, dia cuma seorang yang tak pandai silat, dan lagi ia tak punya kekuasaan apa-apa, biarpun dibunuh juga tak ada gunanya"

"Aku akan memaksanya untuk menyerahkan kembali perbekalan serta kuda-kuda kami"

sambil berkata ia kerahkan tenaga dalamnya untuk menggencet pergelangan tangan musuh makin keras, Tak ampun pemilik pesangrahan itu berteriak kesakitan Biar begitu ia tak berani mengucapkan sepatah kata pun, hanya sinar matanya dialihkan ke wajah nona berbaju hijau itu, jelas sudah nona berbaju hijau itu bukan putri pemilik pesanggrahan.

Tiba-tiba gadis berbaju hijau itu menghela napas panjang, ujarnya kemudian: "Kembalikan kuda-kuda itu kepada mereka, biarkan mereka pergi dari sini. " Bagaikan menerima firman, cepat-cepat pemilik pesanggrahan itu berseru keras: "Tuan kecil, lepaskan aku dulu, akan kuperintahkan mereka untuk mengambil kuda-kuda kalian?"

"Baiklah, aku juga tak kuatir kau akan kabur dari sini" Seraya berkata ia kendorkan cengkeramannya .

Sambil melemaskan otot-ototnya yang sakit, pemilik pesanggranan itu memberi perintah kepada pelayannya:

"cepat ambilkan perbekalan serta kuda milik tuan kecil ini."

"Hmm, jangan lupa barang-barang milik kakakku." sela Yu Siau-liong. "Sekalipun dia sudah mati, aku tak ingin barangnya berkurang satu pun."

Pemilik pesanggrahan itu mengangguk berulang kali, Selang beberapa saat kemudian dua orang pelayan masuk ke ruangan dengan tergesa-gesa, lalu lapornya: "Kuda sudah disiapkan, perbekalan juga ada di sini, silahkan tuan kecil periksa dulu."

Yu Siau-liong sendiri tak tahu berapa banyak perbekalan yang mereka bawa, tapi ia berlagak memeriksanya dengan seksama, sesudah itu baru bertanya: "Di mana kudanya?"

"Sekarang kudanya ada di... di. " ia tak berani

meneruskan perkataan tersebut hanya sorot matanya dialihkan ke wajah nona berbaju hijau serta pemilik pesanggrahan.

"Ehmmm, lepaskan mereka" Akhirnya nona berbaju hijau itu mengangguk Maka pelayan itu pun melanjutkan

"Sekarang kuda-kuda itu sudah disiapkan di luar hutan Tho "

Saat itulah Li Bun-yang yang bersembunyi di balik pintu mengirim pesannya lagi lewat ilmu menyampaikan suara:

"Saudara cilik, lebih baik suruh mereka gotong ke luar juga peti mati yang berisi kakakmu, letakkan di punggung kuda dan cepatlah pergi dari tempat ini. "

Sebetulnya Yu Siau-liong sedang bingung dan tak tahu apa yang harus dilakukan, semangatnya jadi bangkit kembali setelah mendapat petunjuk dari Li Bun-yang.

Maka dengan suara keras ia memberi perintah: "Kalian gotong juga peti mati itu"

"Hanya kami berdua?" tanya kedua orang pelayan itu tercengang, "Kalian akan kubantu"

Dua orang pelayan itu berjalan menuju tepi peti mati dan menggotong dari satu sisi, sedang Yu Siau-liong menggotong dari sisi yang lain, Begitu keluar dari hutan. Tho, benar juga, dua ekor kuda telah dipersiapkan di sana. Sesuai dengan petunjuk dari Li Bun-yang, Yu Siau- liong meletakkan peti mati itu di atas punggung kuda. setelah mengikat semua perbekalannya, baru ia melompat naik ke punggung kuda.

Pada saat itulah bayangan manusia nampak berkelebat lewat, gadis berbaju hijau itu sudah menyusul datang sambil bertanya: "Apakah kakakmu benar-benar sudah mati?"

"Hmmm Mati hidup adalah kejadian luar biasa, buat apa aku bicara sembarangan?"

Gadis berbaju hijau itu berjalan menghampiri peti mati, tiba-tiba ia menghantam peti mati itu keras-keras, setelah itu baru ujarnya:

" Untung dia membawa pil jinsom berusia seribu tahun yang berkasiat menghidupkan kembali orang mati, moga- moga kakakmu bisa hidup kembali setelah menelan pil mestika tersebut."

Yu siau-liong temukan di atas peti mati itu samar- samar tertera bekas lima jari yang terukir nyata, Tapi ia percaya penuh dengan kepandaian silat yang dimiliki kakaknya, meski sadar bahwa nona berbaju hijau itu sudah melepaskan serangan gelap. namun hal itu tidak terlalu dipikirkannya di dalam hati. Tanpa membuang tempo lagi dia tuntun kudanya dan bergerak meninggaikan tempat itu. Malam semakin kelam angin berhembus kencang membawa udara yang sangat dingin, Yu siau-liong tak ingin berada terlalu lama di situ, ia percepat lari kudanya menembusi kegelapan, Entah berapa jauh sudah jarak yang ditempuh, suara air sungai mulai kedengaran dari depannya.

Ketika ia alihkan pandangannya ke muka, terlihatlah bentangan air sungai yang amat lebar telah menghadang perjalanannya, Ternyata ia telah tiba di tepi sungai

Tiang- kang.

"saudara cilik, berhentilah sebentar." Tiba-tiba terdengar suara teguran yang rendah dan berat bergema dari arah belakang.

Cepat-cepat Yu siau-liong menghentikan lari kudanya sambil berpaling, tapi ia menjadi amat terperanjat, ternyata Li Bun-yang yang berada di sampingnya, tanpa ia sempat menyadari kapan datangnya orang itu. "Waaah... cepat nian gerak tubuh orang ini" pikirnya.

sementara itu Li Bun-yang telah berkata lagi sesudah memandang peti mati itu sekejap: "Kita sudah jauh meninggaikan hutan Thoa-hoa-tin, aku rasa kita tak perlu bersandiwara seperti ini lagi, Cepat buka peti mati itu, kita lihat apakah saudaramu telah terlu. "

Belum selesai perkataan itu, penutup peti mati di atas punggung kuda tiba-tiba sudah mencelat ke udara, menyusul kemudian tampak Lim Han-kim melompat ke luar dari peti mati tersebut.

sebagai pemuda yang kurang senang bicara, kali ini pun ia tak banyak cakap. hanya ditatapnya Li Bun-yang sambil manggut-manggut dan tertawa.

Biarpun senyuman mulai membentuk di ujung bibirnya, namun tidak melenyapkan kemurungan yang menyelimuti wajahnya.

"Ada apa?" tanya Li Bun-yang agak tertegun "Apakah kau terluka?" Lim Han-kim menggeleng, ia tetap membungkam.

"Maaf saudara Li." Yu siau-liong cepat-cepat menyela, " Kakakku paling tidak suka banyak bicara. Aku saja yang sudah belasan ? tahun berkumpul dengannya juga mendapat perlakuan yang sama. Biasanya ia tak banyak bicara, kalauperlupun ia cuma bicara sepatah dua patah kata saja."

"Aku dapat memaklumi wataknya itu," Li Bun-yang tertawa, "setiap orang memang mempunyai watak aneh yang berbeda. Kalau toh saudara Lim enggan banyak bicara, aku pasti tak akan memaksa..."

Tiba-tiba Lim Han-kim menghela napas panjang, selanya: "saudara Li, kalau ada persoalan katakan saja sekarang, Aku siap mendengarkan" "saudara Lim." kata Li Bun-yang setelah mendehem beberapa kali. "setelah mengalami sendiri peristiwa yang baru saja berlangsung, tentunya kau mengerti bukan bahwa tuduhanku bukannya tanpa dasar."

Lim Han-kim manggut-manggut, setelah memandang lawan bicaranya sekejap. Li Bun-yang melanjutkan: "semula kukira saudara Lim dan saudara cilik ini telah celaka oleh perbuatan manusia-manusia keji Tho-hoa-kit sehingga aku segera memburu datang untuk memberi bantuan. Tapi setelah menyaksikan ilmu silat saudara Lim, baru kusadari bahwa kalian adalah jago-jago tangguh yang tidak membutuhkan bantuanku, saudara Lim, bukan aku sengaja memujimu, tapi beberapa jurus serangan yang kau pergunakan tadi benar-benar hebat, Belum pernah kujumpai jago setangguh kau sebelum ini."

Lim Han-kim menggerakkan bibirnya seperti ingin mengucapkan kata merendah, tapi hanya bibirnya yang bergerak. tak kedengaran sedikit suara pun yang terucap ke luar. Kembali Li Bun-yang termenung sambil mengawasi wajah pemuda itu, lalu terus-nya:

"Sebenarnya aku ingin minta bantuan dari saudara Lim untuk menyelidiki siapa gerangan otak di belakang layar Tho-hoa-kit. Tapi sekarang aku sudah berubah pikiran."

"Mengapa berubah pikiran?" tanya siau-liong keheranan "Menurut hasil analisisku, meskipun rencana keji yang sedang diatur pihak Tho-hoa-kit mempunyai dampak yang sangat besar terhadap keamanan dunia persilatan namun mereka tak bakal melaksanakan rencananya dalam waktu singkat. sebaliknya saudara Lim telah menempuh perjalanan jauh dengan membawa pil mustika seribu tahun menuju kota Kim-ling. Aku yakin kau pasti sedang mengemban suatu tugas maha penting bukan?"

Lim Han-kim manggut-manggut, sebelum ia memberikan jawabannya, Yu siau-liong telah menyela lebih dulu: "Ya a, kami sedang menuju kuil Cing-im-koan di kota Kim-ling untuk menghantar obat buat seorang tua, tapi sekarang obatnya sudah hilang, Aaai Biasanya toako sudah jarang bicara dan selalu bermuram durja, apalagi setelah mengalami kejadian ini, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi dengannya."

"Ketua Cing-im-koan ada hubungan yang cukup akrab dengan keluargaku, Bagaimana kalau kudampingi perjalanan kalian berdua sehingga bila perlu dapat memberikan bantuannya?"

"Aaaai.,." Lim Han-kim menghela napas panjang, "Guruku harus membuang banyak pikiran dan tenaga untuk membuat sebotol jinsom seribu tahun, Bahkan ia sampai terluka parah dan butuh istirahat yang cukup untuk memulihkan tenaganya gara-gara pembuatan obat tersebut, tapi sekarang... aku tak mampu melindungi obat tersebut, bahkan dicuri orang pun tanpa kusadari.,., Aku benar-benar tak punya muka untuk bertemu lagi dengan guruku. "

Tiba-tiba sorot mata tajam terpancar ke luar dari balik wajahnya yang murung, terusnya: "Biarpun obatnya sudah hilang, tapi aku tetap akan melanjutkan perjalananku menuju kuil Cing-im-koan. Aku harus minta maaf dulu kepada orang tua itu kemudian baru kembali ke lembah Yap-hong-kok untuk menjalankan hukuman. "

"Untuk sementara saudara Lim tak usah terlalu sedih dan menyiksa diri, Menurut apa yang kuketahui, ilmu pengobatan yang dimiliki ketua Cing-im-koan sangat hebat, Lebih baik tunggu saja sampai aku bertemu dengan beliau dan merundingkan apakah masih ada obat lain yang bisa menggantikan, baru kau mengambil keputusan."

Lim Han-kim tertawa hambar, sinar tajam di balik matanya telah meredup, wajahnya kembali nampak murung.

Pada saat yang sama Yu siau-liong telah menurunkan peti mati itu dari punggung kudanya dan membuang ke tepi jalan, kepada Lim Han-kim ia berbisik: "Kebaikan dan kebajikan kakaklah yang menyebabkan kau menderita seperti ini. Kalau menurut pendapatku, lebih baik kita tangkap laki perempuan pencuri obat itu, Aku tak percaya dengan siksaan yang berat mereka enggan menunjukkan tempat obat itu disembunyikan Nah, kalau jejaknya sudah ketahuan, tidaklah sulit buat kita untuk merebutnya kembali."

Lim Han-kim hanya memandang saudaranya sekejap. ia tetap membungkam.

"Aku rasa." kata Li Bun-yang pula, "Hal terpenting yang sedang kita hadapi adalah menghadapi manusia- manusia laknat dari pesanggrahan Tho-hoa-kit. Aku yakin mereka tak akan melepaskan kalian berdua dengan begitu saja, bisa jadi mereka sedang melakukan pengejaran sekarang, Menurut pengamatanku secara diam-diam, dalang di balik semua ini pastilah seorang jago tangguh yang licik, keji, sadis dan berilmu silat serta ilmu sastra yang tangguh, Boleh dibilang mata-mata mereka sudah tersebar di seantero jagad.

sementara pembicaraan masih berlangsung, tiba-tiba kedengaran suara keleningan perak berdentang memecah keheningan Tanpa terasa Lim Han-kim dan Yu siau-Iiong mengalihkan pandangan matanya ke arah asal suara itu, tapi kegelapan malam amat pekat Meski pun mereka berdua memiliki ketajaman mata yang luar biasa, tetap tak terlihat dengan jelas apa yang telah terjadi. Tiba-tiba Li Bun-yang mengeluarkan sebuah sumpritan dari sakunya lalu ditiup kencang-kencang, suara yang terpancar ke luar kedengaran jangat nyaring dan menusuk pendengaran Yu siau-liong jadi tertarik dengan permainan itu, tak tahan tegurnya: "Hey, apa yang sedang kau tiup?"

"Mungkin burung merpati yang dilepas adikku" sahut Li Bun-yang sambil tertawa.

"Yaa, aku pernah dengar cerita ini dari guruku," ujar Yu siau-liong manggut-manggut "Katanya di dalam dunia persilatan terdapat sejenis burung merpati yang dapat menyampaikan berita sampai jauh sekali..."

Belum lagi selesai berkata, kedengaran suara sayap burung membelah angkasa, seekor merpati putih yang besar dan kekar telah menukik turun dan hinggap di atas bahu Yu siau-liong. Dari bawah sayap merpati itu Li Bun- yang melepaskan sebuah tabung bambu kecil.

Dari dalam tabung itu dikeluarkan secarik kertas. ia segera menyalakan sebatang obor api dan membaca isi surat itu dengan pandangan cepat.

Selesai membaca, ia menulis beberapa huruf di balik kertas putih tadi dengan arang, lalu setelah memasukkannya ke tabung bambu dan mengikatnya di sayap merpati, serunya sambil tertawa: "Bunga putih. " Burung merpati itu pun segera melesat ke udara dan terbang menjauh, Yu siau-liong coba memperhatikan, tapi ia jadi keheranan ketika tidak mendengar suara ke leningan tak tahan tanyanya:

"Bukankah di tubuh merpati itu diikat keleningan?

Mengapa tak kedengaran suaranya?"

Li Bun-yang segera tertawa, "saudara cilik, adikku paling suka memelihara pelbagai unggas dan burung, siBunga Putih tadi merupakan salah satu burung kesayangan adikku, selain gesit juga amat cerdik, memang di kaki kirinya terdapat keleningan Tapi biasanya merpati itu baru mematuk putus tali pengikatnya apabila orang yang sedang dicari tidak ditemukan, dengan begitu suara keleningan bisa memancing perhatian orang yang dicari. Tadi aku telah bantu mengikatkan kembali keleningan tersebut jadi kau tak mendengar lagi suara keleningannya."

"Waaah... sungguh hebat siBunga Putih itu" gumam Yu siau-liong sambil menghela napas, "Tak nyana dia pun bisa mencari orang, konon. " sambil gelengkan

kepalanya Li Bun-yang menukas:

"Bagaimana pun cerdiknya toh ia cuma seekor burung merpati, mana bisa dibandingkan dengan manusia?

SiBunga Putih memang jagoan di antara burung merpati, ia cerdik dan hebat, tapi tidak seperti yang didongengkan orang, bisa mencari orang di tempat jauh." "Lantas bagaimana caranya ia bisa mencarimu di pesanggrahan Tho-hoa-kit ini?"

" Ketika hendak meninggalkan rumah, adikku telah serahkan burung merpati itu kepadaku sebagai persiapan kalau perlu digunakan Ketika aku tinggal di loteng Tia- chan-thay dan menemukan bukti bahwa orang-orang di pesanggrahan Tho-hoa-kit bukan hanya berdagang, lalu dalam beberapa kali penyelidikan menemukan juga

gadis-gadis yang menyanyi dan menari di loteng Gi- hong-lo serta Hui-jui-lo rata-rata memiliki ilmu silat tangguh, maka secara diam-diam kukirim pesan lewat burung merpati itu untuk mengundang adikku datang membantu.

Aku takut bila sampai terjadi pertarungan di sarang jago-jago tersebut aku tak sanggup menahan diri, siapa tahu tunggu punya tunggu burung itu belum balik juga. Tak disangka baru malam ini kuterima surat jawabannya."

"Kalau begitu lebih baik saudara Li tinggal di sini saja menanti kedatangan adikmu." tukas Lim Han-kim tiba- tiba. "Biar kami berdua meneruskan perjalanan ke Cing- im-koan."

"Kau tak usah kuatir." kata Li Bun-yang tertawa, "Dalam surat balasan tadi aku telah mengajaknya bertemu di kuil Cing-im-koan. Ketua Cing-im-koan paling sayang dengan adikku bahkan pernah mewariskan ilmu silat kepadanya. selain itu adikku amat cerdik, ia menguasai ilmu pertabiban dan pengobatan, siapa tahu kehadirannya justru sangat membantu saudara Lim "

Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya: " Waktu sudah siang, marl kita melanjutkan

perjalanan"

"saudara Li." Tiba-tiba Yu siau-liong berkata sambil menepuk kudanya. " usia mu lebih tua beberapa tahun dariku, silahkan melanjutkan perjalanan dengan menunggang kudaku"

"Hahaha terima kasih atas kebaikan-mu" seru Li

Bun-yang tertawa, ia segera melangkah ke depan meneruskan perjalanan Terpaksa Lim Han-kim dan Yusiau-liong menuntun kudanya masing-masing mengikuti di belakangnya, Dalam sekejap mata mereka telah tiba di tepi sungai.

ombak sungai nampak menggulung-gulung bagaikan selaksa kuda yang sedang berkejaran sepanjang mata memandang hanya air sungai yang terbentang hingga ke ujung langit sana.

"sudah tengah malam begini, dari mana kita bisa mendapat perahu untuk menyeberang?" kata Yu siau- liong. "Tempat ini memang bukan tempat penyeberangan jangan lagi di tengah malam begini, biarpun di siang hari juga tak akan menemukan perahu tambang di sini."

Pada saat itulah kedengaran suara langkah kaki manusia berkumandang dari kejauhan sana, Dengan sigap ketiga orang itu berpaling dan mengawasi datangnya suara tersebut.

Tampak dua sosok bayangan manusia berkelebat datang dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, Hanya dalam waktu singkat kedua orang itu sudah sampai di hadapan mereka bertiga.

Kedua orang itu adalah gadis-gadis berambut panjang, satu di antaranya tak lain adalah nona berbaju hijau yang pernah tarung dengannya dipesanggrahan Tho-hoa-kit tadi, sedang rekannya adalah seorang gadis berbaju biru.

Baik usia, paras muka maupun perawakan tubuhnya tak jauh berbeda dengan gadis berbaju hijau itu, hanya dia membawa sebilah pedang yang tersoren di punggungnya.

Li Bun-yang tak ingin raut mukanya dikenali dua orang gadis itu, cepat-cepat ia berdiri membelakangi mereka.

sedangkan Yu siau-liong sebera menegur sambil tertawa dingin: "Mau apa kalian mengejar ke mari?" Dengan sinar mata tajam nona berbaju hijau itu mengawasi mereka bertiga, kemudian tanyanya: "siapa di antara mereka adalah kakakmu?"

"Kedua-duanya Ada apa?" Gadis berbaju hijau itu tertegun, serunya tanpa terasa: "Banyak benar kakakmu"

"sudah, tak usah banyak cakap." tukas Yu siau-liong sambil mencabut pedangnya, "Mau apa kalian mengejar ke mari?"

"Hmmm ingin minta suatu barang." "Barang apa?"

"Pil jinsom berusia seribu tahun."

"Hmmm Kalau begitu tanya dulu pada-saudaraku ini." seru Yu siau-liong sambil memutar pedangnya,

Nona berbaju hijau itu sudah pernah bertarung melawan Yu siau-liong, ia tahu apa yang diucapkan bukan gertak sambal belaka, berbeda dengan gadis berbaju biru itu, ia menjadi amat gusar. "sreeeetttt..."

Pedangnya diayunkan ke muka melancarkan serangan, bentaknya nyaring: "Kaupingin mampus rupanya" Dengan jurus "Gadis Langit Memutar Tombak" ia langsung tusuk dada bocah itu.

Selapis bunga pedang menyelimuti angkasa, Yu Siau- liong segera memutar pedangnya dengan jurus "Cahaya Emas Bagaikan Awan" untuk membendung datangnya tusukan itu. "Traaaang.,."

Di tengah benturan nyaring, tusukan pedang nona berbaju biru itu sudah tertangkis oleh serangannya, "Waaah... aku pingin hidup sampai delapan puluh tahun, masa disuruh mampus sekarang " ejeknya sambil

tertawa.

Di tengah ejekan, pedangnya telah melancarkan serangan balik yang tak kalah dahsyatnya, sejak membendung tusukan gadis berbaju biru itu, secara beruntun Yu siau-liong telah melancarkan tiga jurus serangan. seketika itu juga gadis berbaju biru itu dipaksa mundur sejauh satu langkah.

Tampaknya gadis berbaju biru itu sama sekali tak mengira kalau seorang bocah secilik itu ternyata memiliki jurus serangan yang begitu ganas dan kejam. Tak terlukiskan rasa kaget yang menyelimuti hatinya. Cepat dia melirik nona berbaju hijau itu sekejap, lalu bisiknya:

"Cici, cepat kau pulang mencari bala bantuan, aku akan mencoba bertahan melawan mereka "

"Hmmm jangan harap kalian bisa meninggalkan tempat ini" tukas Yu siau-liong berteriak.

setelah mengatur napas sebentar, gadis berbaju biru itu kembali sudah menerjang ke depan, pedangnya dibabat berulang kali menyerang Yu siau-liong habis- habisan. Gerak serangan yang digunakan gadis itu benar- benar ganas dan aneh, lagi pula dia mulai

menyerang dengan sepenuh tenaga, tampaknya ia sudah siap-siap beradu nyawa.

Boleh dibilang semua sasaran yang dituju ujung pedangnya merupakan jalan-jalan darah penting di seluruh tubuhnya.

Dalam keadaan begini, sekalipun ilmu pedang yang dimiliki Yu siau- liong jauh lebih tangguh daripada lawannya, tapi untuk mengalahkannya dalam waktu singkat juga bukan suatu pekerjaan yang mudah.

Suatu pertempuran sengit pun segera berlangsung, masing-masing pihak berusaha mengerahkan segenap kemampuannya untuk menjatuhkan lawan, Tampak cahaya putih menyelimuti seluruh angkasa, selapis kabut pedang mengelilingi tubuh kedua orang itu, sepanjang pertarungan itu berlangsung, nona berbaju hijau itu memusatkan seluruh perhatiannya ke tengah arena, wajahnya nampak sangat tegang.

Mendadak terdengar Yu siau-liong membentak keras, cahaya putih yang saling menyambar itu tiba-tiba lenyap tak berbekas, Dua sosok bayangan manusia yang semula bergumul pun tahu-tahu berpisah satu sama lainnya Yu siau-liong berdiri dengan pedang melintang di depan dada, wajahnya amat keren dan serius. sebaliknya nona berbaju biru itu nampak bergetar keras sekujur tubuhnya, kemudian ia terhuyung-huyung mundur sejauh lima langkah, pedangnya terlepas dari genggaman, sedang tangan kirinya menekan di atas bahu kanannya yang berdarah.

Agaknya gadis berbaju hijau itu sudah menduga kalau rekannya akan terluka oleh pedang Yu siau-liong, sehingga ia sama sekali tidak tercengang, sambil menghela napas sedih ia berjalan menghampirinya, lalu bertanya perlahan: "Parahkah lukamu?"

"Ehmm... lukaku cukup parah." Nona berbaju biru itu manggut-manggut sambil menahan sakit "Mungkin lengan kananku akan cacad selamanya."

"Aku mengerti, bahkan akupun tak sanggup mengalahkan dia." bisik Nona berbaju hijau itu sambil memungut kembali pedangnya yang tergeletak di atas tanah. Bersandar di tubuh gadis berbaju hijau itu, nampak nona berbaju biru itu berbisik lagi:

"Cepatlah kabur menyelamatkan diri, toh kembali ke markas pun tidak mungkin kau bisa hidup,"

Nona berbaju hijau itu tertawa getir. "Aku harus kabur ke mana? Mata-mata mereka tersebar di seantero jagad, biar bersembunyi di ujung langit pun akhirnya toh tertangkap juga."

Di tepi sungai yang sepi, kegelapan malam yang kelam, dua orang gadis itu berdiri saling berhadapan dengan air mata bercucuran pemandangan ini benar- benar menghibakan hati, Yu siau-liong berpaling sekejap ke arah kakaknya, setelah menyarungkan kembali pedangnya kepada dua orang gadis itu katanya:

"Kalian boleh pergi" Gadis berbaju hijau itu mengeluarkan secarik sapu tangan untuk membalut luka di bahu rekannya, kemudian sambil menggandeng tangan gadis berbaju biru itu ia berjalan menuju ke tepi sungai.

Yu siau-liong jadi sangat keheranan, pikirnya: "Masa mereka berdua akan menyeberang ke tepi seberang dengan berenang..? Kalau tidak mengapa menuju ke tepi sungai?"

sementara ia masih berpikir, kedua orang gadis itu dengan membusungkan dada telah berjalan menuju ke tengah sungai sikap mereka begitu pasrah seakan-akan kematian tidak menakutkan bagi mereka berdua.

"Nona, tunggu sebentar" bentak Lim Han- kim tiba- tiba, dengan cepat ia melompat ke depan. Begitu cepat gerakan tubuhnya bagaikan anak panah yang terlepas dari busurnya, dalam sekejap mata ia sudah tiba di depan kedua orang gadis itu, lalu sekali cengkeram ia tarik kedua orang itu ke tepi sungai.

"Mau apa kau?" tegur nona berbaju hijau itu sambil menoleh ke arah Lim Han- kim.

Perlahan-lahan Lim Han- kim mundur dua langkah, ujarnya:"Buat apa kalian berdua mencari mati?"

"Kau tak usah turut campur " Tapi ketika dirasakan

ucapan tersebut kelewat tak sopan, buru-buru ia menambahkan:

"Tidak terbentang jalan kehidupan lagi buat kami berdua, apa salahnya kalau kami mencari mati saja?"

Lim Han- kim menghela nafas panjang: "Delapan sampai sembilan puluh persen kehidupan manusia di dunia ini tidak membahagiakan, apalagi nona berdua cuma gagal memperoleh obat jinsom mustika yang sebetulnya sudah kedahuluan dicuri orang. Bagi kamu berdua sama sekali tak ada rugi-nya, mengapa kalian lantas mengambil keputusan pendek? Apakah kamu berdua tidak merasa bahwa tindakan semacam ini sangat tidak menghargai kehidupan kalian sendiri?"

Tiba-tiba gadis berbaju biru itu menangis dengan air mata bercucuran, katanya. "Kami tak sanggup mengalahkan kalian, berarti selama hidup kami tak punya harapan lagi untuk memperoleh pil mustika itu, daripada pulang ke rumah hanya menderita akibat tiga siksaan, lebih baik mati saja di sini."

"Apa sih yang kau maksudkan tiga siksaan?" tiba-tiba Li Bun-yang menyela.

Kedua orang gadis itu saling berpandangan sekejap. setelah manggut-manggut nona berbaju hijau itu berkata:

"Kami toh akan mati, tak ada salahnya kalau kuterangkan kepadamu, yang dimaksud tiga siksaan adalah siksaan air, siksaan api dan siksaan manusia "

Lim Han-kim bukanpemuda yang suka bicara, bila tak terpaksa ia segan bertanya, begitu juga dengan sekarang. walaupun tidak mengerti, dia pun enggan banyak ber-tanya. sambil menggoyangkan kipasnya, Li Bun-yang berkata:

"Dari sebutan siksaan air dan siksaan api, kita tak sukar untuk membayangkan siksaan macam apakah itu, tapi siksaan manusia? Aku belum pernah mendengar sebelumnya, apakah kalian berdua bersedia memberi penjelasan agar menambah pengetahuanku?"

Tiba-tiba paras muka kedua orang gadis itu berubah jadi merah padam, kepalanya tertunduk malu dan tak seorang pun bersedia menerangkan Li Bun-yang bukan orang bodoh, dari sikap kedua orang gadis itu ia segera menyadari apa yang dimaksud.

"Baiklah" ujarnya kemudian "Kalau kalian segan menjelaskan tak apalah, Tapi dunia begitu luas, di mana pun kalian bisa menyembunyikan diri, mengapa kamu berdua tetap putus asa?"

"Aaaai. " Gadis berbaju hijau itu menghela napas

panjang, "Kami saksikan banyak sekali saudara senasib yang mencoba melarikan diri, tapi belum pernah kujumpai seorang pun di antara mereka yang berhasil dengan cita-citanya. Begitu tertangkap dan dikirim

balik, penderitaan serta siksaan yang mereka terima sungguh tak terbayangkan oleh siapa pun. "

Begitu sampai di situ, tiba-tiba ia bergidik dan tidak melanjutkan kembali kata-katanya.

Li Bun-yang berpikir sebentar, kemudian tanyanya:

"Apa yang harus kuperbuat sehingga kalian berdua melepaskan niat untuk bunuh diri? Katakan saja, asal sanggup pasti akan kubantu."

Nona berbaju hijau itu melirik Lim Han- kim sekejap. kemudian biru menjawab: " Kecuali tuan itu bersedia menghadiahkan pil jinsom seribu tahun itu kepada kami, dengan begitu kami dua bersaudara baru dapat lolos dari tiga siksaan berat itu."

Dengan nama dan kedudukan keluarganya dalam dunia persilatan, pemuda itu mengira kedua orang gadis tersebut tentu minta bantuannya untuk mencarikan tempat persembunyian siapa sangka yang diminta kedua gadis itu adalah pil jinsom dari Lim Han- kim. Lim Han- kim justru tertawa lebar.

"sayang kalian berdua terlambat, pil jin-som seribu tahun itu sudah dicuri orang."

" Kalau memang jinsom seribu tahun itu telah dicuri orang, mengapa kau masih pura-pura mati?"

Lim Han- kim mengerutkan dahinya, dari sakunya ia keluarkan sapu tangan putih, lalu berkata:

"setelah memeriksa sapu tangan itu, kalian berdua tentu akan mengerti bahwa apa yang kuucapkan benar."

Setelah menerima sapu tangan itu dan membaca isi surat serta meneliti lambang kupu-kupu dan elang di akhir surat, gadis berbaju hijau itu berkata:

"Tuan, asal kau bersedia menghadiahkan sapu tangan itu kepadaku, mungkin jiwa kami dapat diselamatkan." Lim Han- kim tertegun, untuk sesaat ia tak mampu menjawab,

Perlu diketahui, pil jinsom seribu tahun itu mempunyai hubungan yang amat besar dengan keselamatan jiwanya, sedang sapu tangan itu merupakan satu- satunya jejak yang bisa menerangkan siapa pencuri obat tersebut Bila jejak tersebut sekarang dihadiahkan orang lain, berarti dia akan kehilangan jejak sama sekali.

Menyadari bahwa persoalan ini serius, untuk beberapa saat ia tak mampu mengambil keputusan Nona berbaju hijau itu serahkan kembali saputangan tersebut, lalu katanya:

"Kalau tuan keberatan, kami pun tak akan memaksa, cuma kami harap kalian jangan menghalangi niat kami untuk bunuh diri lagi."

sambil menggandeng nona berbaju biru itu, ia meneruskan langkahnya menuju ke tengah sungai, Di tengah aliran arus sungai yang begitu deras dan pukulan ombak yang begitu besar, jika kedua gadis itu sampai tercebur ke dalam sungai, niscaya jiwa mereka akan hilang.

"Nona berdua, harap tunggu sebentar." teriak Lim Han- kim tiba-tiba sambil mengejar. "Tuan, kumohon biarlah kami berdua bunuh diri, sebab hanya jalan inilah yang bisa menyelamatkan jenazah kami dari kenistaan."

"Yakinkah kalian berdua bahwa sapu tangan tersebut bisa menyelamatkan jiwa kamu berdua?" tanya Lim Han- kim serius. Gadis berbaju hijau itu manggut-manggut.

" Lambang kupu-kupu serta elang yang tertera di akhir surat itu pasti merupakan lambang dari pencuri obat mustika itu, dengan adanya jejak tersebut berarti kami bisa pulang untuk memberi laporan kepada nona kami"

" Kalau memang begitu, ambillah Gunakan untuk memberi laporan kepada nona kalian," sambil berkata demikian Lim Han-kim menyodorkan sapu tangan tersebut.

Nona berbaju hijau itu mengulurkan tangan untuk menerima, tapi sebelum menyentuh sapu tangan tersebut, tiba-tiba ia menarik tangannya kembali sambil serunya: "Kau sungguh-sungguh akan menghadiahkannya kepada kami?"

Dengan air mata bercucuran dia awasi wajah Lim Ha kim tanpa berkedip. seakan-akan tidak percaya. "Tentu saja sungguh" setelah menerima sapu tangan itu, gadis berbaju hijau tersebut segera tertawa gembira, kepada rekannya ia berseru: "Kita tak usah mati"

Tingkah lakunya begitu polos dan ke-kanak-kanakan. Mendadak Li Bun-yang melangkah ke depan menghalangi jalan pergi mereka berdua.

"Harap nona berdua tunggu sebentar, ada sesuatu ingin kutanyakan kepada nona sekalian."

"soal apa?"

"Tadi nona berdua mengatakan harus memberi laporan kepada nona kalian, boleh kutahu apakah nona yang kalian maksudkan adalah pemimpin yang menguasai pesanggrahan Tho-hoa-kit?"

Gadis berbaju hijau itu berpikir sebentar setelah itu baru sahutnya:

"Kami hanya tahu menjalankan perintah dari nona kami. soal apakah dia pemimpin dari pesanggrahan Tho- hoa-kit atau bukan, kami sendiri pun kurang begitu jelas, bila kau memang bernyali, mengapa tidak pergi menjumpainya?"

"Boleh tahu bagaimana caraku menjumpainya?"

" Cari saja Liok Ling di loteng Hui-jui-lo" selesai berkata cepat-cepat dia tarik tangan rekannya dan terburu-buru meninggalkan tempat itu Memandang bayangan punggung kedua orang gadis itu hingga lenyap di kejauhan, Li Bun-yang menghela napas panjang, dia seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi segera diurungkan setelah termenung sejenak. dia berpaling dan bisiknya:

"saudara Lim, dunia persilatan penuh dengan kelicikan dan tipu muslihat, bila kau harus bersikap jujur terhadap setiap orang, bagaimana mungkin kau bisa bergerak dalam dunia persilatan?"

Lim Han- kim hanya tertawa hambar, memandang arus sungai yang mengalir deras dia hanya membungkam diri. Li Bun-yang mengerti bahwa pemuda itu memang tak suka banyak bicara, maka soal itu pun tidak terlalu dipikirkan di dalam hati, kembali ujarnya: "Tampaknya kita tak bisa menyeberangi sungai malam ini"

"Bagaimana kalau kita menuju ke dermaga penyeberangan?" usul Yu siau-liong sambil angkat bahu.

Li Bun-yang menghela napas panjang, "Aaaai, seandainya adikku berada di sini, dia pasti bisa mencarikan akal untuk menyeberangi sungai ini."

Berkilat sepasang mata Lim Han-kim, dia seperti hendak mengucapkan sesuatu tapi kemudian niat tersebut diurungkan Wajahnya kembali teriihat murung dan sedih. seolah-olah perasaannya sedang diselimuti kekesalan yang dalam sehingga tidak tertarik oleh persoalan apa pun.

Tiba-tiba, di tengah gulungan ombak dan arus sungai yang deras, muncul setitik cahaya lampu di kejauhan, Tak lama kemudian muncullah sebuah perahu yang amat besar meluncur mendekat.

Dengan pengalaman yang begitu luas, Li Bun-yang segera curiga setelah melihat kehadiran perahu itu, kepada Lim Han-kim bisiknya:

"Saudara Lim, di tengah malam buta begini dari mana datangnya perahu besar itu? Aku rasa lebih baik kita sembunyikan diri, coba kita lihat dulu apa yang sebenarnya akan terjadi"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar