Jilid 11

UCAPAN ini membuat wajah sianak muda itu berubah jadi merah padam.

"Berhubung perguruan kami ada hubungan maka diantara kami berduapun pernah berhubungan tak bisa dikatakan ada hubungan istimewa" sahutnya, " Aku dengar gadis kedua adalah seorang gadis she-Sa".

"Betul, dia adalah " Peng-Sim-Siancu " si dewi berhati beku Salichi, parasnya cantik jelita dan genit sekali, hubungannya dengan Kauw Heng Hu, sang lootoa dari tiga belas Sahabat paling baik, dan mengadakan hubungan gelap dengan Goan Ci Tiong sehingga mendongkolkan hati bibi Yong, beberapa kali ia sampai bentrok dengan dirinya!"

Liem Kian Hoo melengak, Sani ganti nama jadi Salichi serta pengorbanan dirinya yang maha besar dapat dipahami sianak muda ini, sebaliknya nama dari Goan Ci Tiong belum pernah ia dengar diantara tiga bersahabatpun tak ada nama orang ini, ia tak tahu dari manakah orang ini dan tidak tahu pula mengapa iab sampai ada maidn dengan Sani.

Ong Bwee Chi tebrtawa dingin dan berkata kembali: "Salichi memuji dirimu tiada hentinya, Lie Hong Hwie pun menilai dirimu sangat tinggi, katanya bukan saja kau pandai dalam soal Boe, soal Boen pun luar biasa, bakat serta kecerdikanmu tiada tandingan, hal ini membuat bajingan tua itu menderetkan dirimu sebagai musuh tangguh nomor dua...".

"Siapakah yang dinilai sebagai musuh tangguh nomer satu

?".

"Katanya orang itupun punya hubungan dengan dirimu,

orang orang lama yang duduk dalam Perserikatan Tiga Belas Sahabat pernah menderita kerugian besar ditangannya, aku tidak tahu siapa kah namanya, mungkin cuma kau sendiri yang paham siapakah orang itu !".

Liem Kian Hoo tahu yang dimaksudkan gadis itu bukan lain adalah ayah kandungnya Liem Koei Lin, buru buru katanya:

"Cayhe sendiripun tidak tahu siapa namanya orang berkerudung itu hanya pernah mewariskan ilmu silatnya kepadaku !".

"Sekalipun tidak kau katakanpun tidak mengapa, mereka segera akan berhasil menemukan orang itu !". "Dimana ?" tanya Kian Hoo terperanjat sebenarnya Ong Bwee Chi tidak ingin bicara, namun menyaksikan sikapnya yang cemas tak tahan lagi ia tertawa cekikikan.

"Sewaktu datang kemari Kauw Heng Hu membawa dua orang gadis, yang rada tua bernama Toan Kiem Hoa, katanya dia adalah seorang yang tersohor diwilayah Biauw, orang itu sudah dikurung hampir puluhan hari lamanya disini, suatu malam mendadak tanpa menimbulkan sedikit suarapun perempuan itu lenyap tak berbekas, mereka jadi kelabakan setengah harian lamanya tanpa peroleh hasil sedikitpun maka disimpulkan bahwa dia tentu sudah ditolong orang, selama beberapa hari ini Kauw Heng Hu sekalian berkeliaran ditempat luaran untuk mencari jejaknya, menanti kehadiranmu ini hari barulah boleh dikata mereka berhasil mendapatkan hasil yang diharapkan !"

"Kenapa aku bisa diikut sertakan dalam masalah itu ?". "Berkumpulnya kembali tiga belas sahabat bukan lain

bermaksud untuk menghadapi simanu-sia berkerudung yang

misterius itu, mula-mula mereka menaruh curiga bahwa orang itupun sudah mati, tapi sewaktu kau berada bdidepan pintu tdadi mengatakan abahwa orang itubpun sudah mencari kesini, mereka baru percaya bahwa usaha menolong orang yang telah terjadi adalah hasil perbuatannya, ketika kau bikin onar diluar pintu tadi, Kauw Heng Hu memang tak ada disini, beberapa saat setelah Heng-Thian-Siang-Li masuk kedalam Kauw Heng Hu telah pulang, namun setelah mendengar ucapan itu tanpa banyak bicara ia segera berangkat kegunung Thay-Heng-san !".

"Mau apa ia berangkat kegunung Thay-Heng San ?"

"Toa Kiem Hoa terkena racun pembuyar tulang dari Kauw Heng Hu, seluruh badannya lemas tak bertenaga dan tak bisa berkutik, untuk memunahkan racun tersebut hanya seorang yang tinggal digunung Thay-heng-san saja yang dapat melakukan, maka Kauw Heng Hu menduga orang itu menduga orang itu pasti membawa Toan Kiem Hoa berangkat kesitu, mereka hendak menyusul kesana dan menghalangi niatnya, sebab ilmu silat Toan Kiem Hoa lihay sekali, untuk menangkap perempuan itu Kauw Heng Hu pun harus menggunakan akal, maka mereka rasa seandainya tenaga lweekangnya bisa pulih kembali hal hal akan mendatangkan banyak kerepotan bagi mereka.

Oleh sebab itulah Kauw Heng Hu tak ada waktu menghadapi dirimu lagi, buru buru ia tinggalkan pesan dan berlalu, sedangkan Bibi Giok Yong serta Goan Ci Tiong ditinggalkan ditempat ini untuk menghadapi dirimu, agaknya Goan Ci Tiong tidak ingin tinggal disini mencari penyakit, maka setelah menaruh obat pemabok didalam sayur dan arak, buru- buru ia bersama bibi Giok Yong berlalu...".

"Selama ini kau selalu tinggal ditempat ini ?"

"Tidak salah, disini adalah rumahku, sekali pun bibi Giok Yong tidak mau namun aku masih membutuhkannya !".

"Lalu apa sebabnya kau biarkan rekan-rekanku maban obat pemabok itu !...".

"Hmmm ! gadis jelek itu sudah merusak singa batu didepan rumahku." seru Ong Bwee Chi sambil cibirkan bibirnya, "sedangkan sepasang pengemis itu merusak pintu rumahku, maka aku harus kasi sedikit pelajaran kepada mereka..."

"Nona, perbuatanmu ini sudah merusak pekerjaan besar ku, tenaga dalam yang dimiliki gembong gembongr iblis itu luart biasa sekali, qseandainya mererka berhasil temukan orang itu maka kejadian yang tidak diinginkan bisa berlangsung, sekarang bagaimana baiknya.".

"Aneh benar sih kau ini ? kan obat pemabok itu bukan aku yang lepaskan, apa gunanya kau salahkan diriku ? kalau sejak tadi aku tahu kalau kau adalah orang yang tidak pakai aturan, sepatah katapun tidak ingin kuberitahukan kepadamu !". Liem Kian Hoo dibikin apa boleh buat, terpaksa ia menjura dalam-dalam sambil berkata:

"Pelbagai kesalahan yang pernah kulakukan selama ini, harap nona suka maafkan, dapatkah nona carikan akal untuk menyadarkan beberapa orang itu ?...".

"Aku tak bisa melakukannya, sebab obat pe mabok dari Goan Ci Tiong tak bisa dipunahkan dengan obat apapun, sebelum dua hari dua malam mereka tak bakal mendusin !".

"Apa ? dua hari dua malam ? kalau sampai demikian adanya bukankah urusan bakal runyam ?"

"Eeeei... sebenarnya apa hubunganmu dengan orang yang sedang berangkat kegunung Tha Hengsan itu ? mengapa kau kelihatan begitu cemas ?..." tegur Bwee Chi sambil tertawa.

Liem Kian Hoo berpikir sebentar, kemudian baru jawabnya dengan serius:

"Beliau adalah ayahku !".

"Aaaah, bukan kan ayahmu adalah Tihu thay jien ?...". "Tidak salah ! ayahku bukan lain adalah si manusia

berkerudung itu, seperti halnya ayahmu, meskipun ayahku belajar silat namun tidak pernah digunakan, sewaktu masih muda ayahku sudah mencampuri urusan orang lain yang mengakibatkan kerepotan bagi diri sendiri."

Ong Bee Chi jadi ikut gelisah, serunya:

"Waaaah, kalau begini bisa celaka ! lebih baik kau tinggalkan saja mereka ditempat ini dan berangkat lebih dahulu menuju kegunung Thay-Heng san !".

Wajah Kian Hoo kelihatan murung sekali, ia termenung dan membungkam.

Agaknya gadis she-Ong ini tahu akan maksud hatinya, buru-buru ia berkata: "Legakanlah hatimu, dalam waktu sesingkat ini tidak mungkin ada orang-orang datang ke mari, mereka tidak akan menemui mara bahaya, sedang orang-orang itupun baru berangkat setengah harian, asal kau cepat-cepat menyusul rasanya masih sempat untuk mendahului mereka, bukankah dalam gedung masih ada seorang kakek tua yang jadi gurumu

? akan kusampaikan berita ini kepadanya, urusan tak boleh terlambat lagi, cepat-cepatlah berangkatlah !".

"Kalau begitu aku harus merepotkan diri nona !" seru sianak muda itu terharu.

"Sudahlah, jangan banyak bicara lagi, berangkatlah menuju kearah barat ! urusan ini penting dan mendesak sekali, asalkan kau dapat merebut waktu sedetik berarti kau dapat menolong ayahmu dari ancaman mara bahaya, ilmu meringankan tubuhku jauh lebih cepat daripadamu sebentar kemudian aku susul dirimu !".

"Nona, kaupun hendak berangkat kegunung Thay Heng san

?" tanya Liem Kian Hoo melengak.

Merah jengah selembar wajah Ong Bwee Chi.

"Di antara Tiga Belas sahabat terdapat pula bibi Giok Yong serta Goan Ci Tiong, akupun tak bisa menghindari tanggung jawab ini maka sudah sepantasnya kalau aku bantu dirimu !" katanya.

Liem Kian Hoo tidak tahu apa yang harus dikatakan, mendadak dari belakang tubuh mereka berkumandang suara seseorang yang serak dan tua:

"Loohu sudah tahu duduknya perkara, menolong orang bagaikan menolong api, nona Ong-pun tak usah repot-repot beritahukan kabar tersebut kepadaku, kalian boleh segera berangkat, dua hari kemudian loohu akan berusaha untuk susul kalian semua kegunung Thay Han san !".

-o O o- Dengan rasa kaget Liem Kian Hoo berpaling kebelakang, tampaklah Liuw Boe Hwee guru nya sudah berdiri tidak jauh dari sisi mereka, buru-buru ia bertanya:

"Suhu ! sejak kapan kau tiba disini ? ,,, " Kau melangkah didepan aku menyusul di belakang, berkelana selama puluhan tahun dalam kangouw bukan perjalanan sia sia, masa aku tak dapat mengelabuhi pendengaran kalian sudahlah. sekarang bukan waktunya untuk bicara, cepatlah kalian berangkat !"

Sianak muda itu merasa amat geblisah, iapun tiddak kasi penjelaasan lagi, segebra ia menjura kepada gurunya.

"Suhu ! baik-baiklah jaga diri, tecu akan berangkat lebih dahulu !".

Habis bicara ia lantas menerobos kedalam hutan berangkat kearah Barat, beberapa saat sudah ia berlari namun tidak kedengaran suara di-belakangnya, ia kira Ong Bwee Chi tidak menyusul.

Siapa tahu ketika ia berpaling, tampaklah gadis itu sambil tersenyum membuntuti dibeIakang-nya, melihat pemuda itu berpaling dara tadi segera percepat langkahnya dan jalan sejajar dengan dirinya.

Dalam hati Kian Hoo ada urusan, ia tak ada kegembiraan untuk banyak bicara, sepanjang perjalanan mulutnya bungkam dalam seribu bahasa, sedangkan Ong Bwee Chi adalah seorang gadis, tentu saja leluasa baginya untuk ajak bicara lebih dahulu, maka dalam sekejap mata ratusan li sudah ditempuh.

Suasana semakin gelap, cahaya sang surya lenyap dibalik gunung, sampailah mereka disebuah jalan datar, di hadapan mereka muncul bukit-bukit kecil bagaikan gundukan tanah pekuburan.

Kian Hoo buru buru akan menerjang keatas. namun dengan cepat Ong Bwee Chi menghalangi niatnya itu sambil menegur: "Tunggu sebentar ! kau sudah meluapkan pesan yang kutulis dalam surat peringatan itu ?"

Teguran ini menyadarkan sianak muda itu ia teringat dalam surat peringatan yang dikirim dara tersebut memang tercantum kata-kata yang berbunyi:

"Berhati-hatilah terhadap bahaya api beracun bila mana berjumpa dengan bukit bertanah lumpur.".

Namun meninjau dari situasi yang amat sunyi disekeliling tempat itu ia jadi ragu ragu deng an rasa tercengang segera tanyanya:

"Mungkinkah ada orang yang bersembunyi ditempat ini untuk membokong kita ?".

"Ehmm !" Ong Bwee Chi manggut-2.

"Goan Ci Tiong mendapat tugas untuk menghalangi jalan pergimu, sewaktu ia hendak berangkat aku sempat melihat ia siapkan senjata apinya kemudian mengatakan bahwa bukit tanah lumpur merupakan posisi yang paling bbagus untuk menyderang, dengan paerbuatannya yanbg keji lagi pula suka bermain api beracun dan sebangsanya maka aku duga ia akan melancarkan serangan bokongan kepadamu ditempat ini, oleh sebab itulah senjata ku tinggalkan surat peringatan agar kau waspada..."

Liem Kian Ho meninjau sejenak situasi di sekeliling tempat itu, kemudian berkata:

"Bukit ini gundul kelimis dan tidak nampak sebatang pohonpun, bahkan sebuah tempat untuk bersembunyi pun tak ada, dengan siasat licik apakah ia hendak menyerang aku dengan api beracunnya".

"Makin datar tempat itu semakin sulit bagi seseorang untuk berjaga diri !". "Namun kita kan tidak mungkin berdiri terus menerus ditempat ini.".

"Aku tidak bermaksud begitu." sahut Bwee Chi seraya mengerling sekejap kearahnya. "Kita harus bersiap sedia sehingga tidak sampai menemui bencana, keadaan begitulah yang kita ihginkan, tidak ada salahnya bukan kalau kita bertindak hati-hati !"

Sembari berkata ia merogoh kedalam sakunya dari ambil keluar sebuah botol porselin kecil lalu ambil keluar dua butir pil berwarna putih, satu ditelan sendiri sedang yang lain diberikan kepada Kian Hoo.

"Telanlah pil itu! inilah pil salju Peng-Soat Wan yang khusus punya daya lawan terhadap api beracun, Iagipula mempunyai daya terhadap hawa panas yang menyerang tubuh !" katanya kembali. "Nanti, apabila kita menyerbu kemuka, pertajam mata serta telinganmu, munkin dengan berbuat demikian kita bisa melewati bencana ini dengan selamat !".

Liem Kian Hoo menerima pil tadi dan dimasukkan kedalam mulut, kemudian ia menerjang naik keatas bukit tersebut.

Nampaklah sebuah jalan lumpur yang kecil lagi sempit terbentang didepan mata, tak sesosok bayangan manusiapun yang ada disitu, Belum sampai ia mengucapkan sesuatu kepada diri OngBwee Chi, mendadak terdengar ledakan dahsyat berkumandang dari bawah kakinya, diikuti dari balik lumpur diempat penjuru tempat itu bermunculan jilatan api berwarna hijau, dalam sekejap mata sekeliling tubuh mereka telah berubah jadi lautan api.

Menyasikan empat penjuru sekeliling tubuh nya telah berubah jadi lautan api, sianak muda itu jadi gugup dan rgeragapan. Dalatm keadaan gelisqah ia enjotkan rbadan ketengah angkasa, dari situ ia bisa melihat keadaan disekitarnya, namun dengan cepat hatinya terjelos. Kiranya dalam waktu singkat itulah seluruh penjuru telah berubah jadi lautan api, baik diatas bukit bawah bukit maupun dijalan depan atau jalan belakang, semua tempat sudah penuh dengan jilatan api berwarna hijau, kecuali kalau mereka adalah seekor burung yang bisa terbang ke angkasa, mungkin bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk lolos dari tempat itu.

Liem Kian Hoo kehabisan akal, terpaksa ia gertak gigi sambil mengepos tenaga murni hasil latihan dari hioIoo Chi- Liong-Teng keseluruh tubuh nya dan membentuk selapis dinding hawa yang kuat dan bisa membendung sambaran api, lalu perlahan-Iahan melayang masuk ketengah jilatan api.

Ketika kakinya menginjak permukaan tanah, jilatan api itu segera menyingkir seolah-olah terdesak oleh dinding hawa murninya yang kuat dan tak sanggup mendekati tubuhnya namun kobaran api semakin menjulang tinggi keangkasa dan melampaui batok kepalanya, dengan begitu terbentuk lah sebuah jala api yang segera mengurung badannya.

Untuk sementara waktu kobaran api warna hijau itu tak bisa melukai badannya, hal ini mem buat Kian Hoo rada lega, otaknya pun jadi makin dingin, sekarang ia mulai mencari akal untuk meloloskan diri dari tempat bahaya itu,

Mula pertama yang paling mengherankan hatinya adalah asal mula dari lautan api itu, jilataa api berkobar dari atas permukaan namun diatas tanah sama sekali tidak nampak adanya benda terbakar lalu darimana datangnya jilatan api itu

? dan bagaimana mungkin api tadi bisa berkobar dengan hebatnya ?.

Masalah kedua yang merisaukan hatinya adalah keselamatan dari Ong Bwee Chi, karena simpatik gadis berbaju hitam kecil mungil dan cantik itu sudah menyertai dia berangkat ke Barat, ketika ia menempuh bahaya tadi, dara tersebutpun ikut serta, hal ini berarti bahwasanya iapun, sudah terjebak pula didalam lautan api ini. "Nona Ong, dimana kau ?" segera teriaknya dengan hati cemas,

Baru saja ia selesai berteriak, dari balik kobaran api muncul sesosok bayangan manusia, dia bukan lain adalah Ong Bwec Chi. ketika itu dara tersebut telah melepaskan pakaian warna hitam nya dan membungkus seluruh tubuhnya dengan sebuah serat lembek berwarna keperak-perakan, menyaksikan ia selamat sianak muda itupun meng hembuskan napas lega.

"Liem... Liem kongcu, badanmu tidak sampai terluka bukan

?" terdengar dara itu berteriak. "Huuu ! hatiku benar benar amat cemas kenapa kau sudah menerjang masuk kemari sebelum habis mendengarkan perkataanku...".

Sembari berkata ia membuka serat lemas warna perak tadi kemudian mengerudungi pula tubuh Kian Hoo kedalam serat tadi, setelah itu ia menegur kembali:

"Untuk menghindarkan diri dari ancaman bahaya api, sengaja kubawa sisik ikan Hiu salju Peng-Wan-Ciauw-Siauw dari rumah, benda itu merupakan salah satu benda mustika dari istana kerajaan yang bisa menghindari sengatan api, belum sempat kuambil keluar benda itu kau sudah lari keluar lebih dulu.".

Meskipun serat tipis itu lebar namun tidak cukup untuk mengerudungi tubuh dua orang sekaligus, maka terpaksa Ong Bwee Chi harus menempelkan tubuhnya rapat-rapat diatas badan pemuda itu.

Bau harum semerbak terhembus keluar menusuk lubang hidungnya, gesekan kulit dengan kulit menimbulkan sesuatu daya rangsang yang aneh sekali dalam tubuh kedua orang itu, meski timbul perasaan aneh namun berada dalam keadaan seperti ini tak sempat bagi mereka berdua untuk berpikir yang bukan bukan.

Berada didalam naungan serat lembek Peng Wan-Ciauw- Siauw, Kian Hoo malahan merasa rada sumpek dan kepanasan, segera ujarnya kepada sang gadis dengan suara lirih:

"Nona Ong ! lebih baik biarkanlah aku keluar dari naungan seratmu, aku rasa api tersebut tidak terlalu lihay".

"Omong kosong ! api beracun dari Goan Ci Tiong sangat lihay, besi bajapun dapat meleleh apa lagi badanmu." Seru sang dara tidak percaya. "Kau anggap badanmu jauh lebih kuat daripada sekeping besi baja ?".

"Aku tidak bermaksud demikian,b sebelum nona tdiba disini aku asudah agak lamab terkurung didalam lautan api, seandainya api itu betul-betul hebat sejak tadi badanku sudah meleleh, namun apa yang terjadi ? bukankah tubuhku masih tetap utuh ?".

Mendengar ucapan iai Ong Bwee Chi baru mendusin, sekalipun serat lembek Peng-San-Ciauw Siauw punya kemampuan untuk membendung hawa panas, namun berada lingkungan kobaran api yang begitu dahsyat apa sebabnya mereka sama sekali tidak merasakan hawa panas barang sedikit pun jua ?"

Berpikir sampai disitu, ia lantas membuka sedikit serat lembek yang mengerudungi badannya dan menonjolkan sebagian dari badannya.

Tampaklah jilatan api yang menempel diatas tubuhnya sama sekali tidak mendatangkan perasaan apapunt Liem Kian Hoo tidak sabar lagi, ia segera menerobos keluar dan sengaja memperkurang hawa khie-kang yang melindungi tubuhnya hingga seluruh badannya terjilat api tanpa mendapat perlindungan apapun.

"Apa yang terjadi ?" ternyata ia tidak merasa kan sesuatu apapun, jangan dikata terluka, merasa panaspun tidak. Ia masih belum percaya, tangannya segera dimasukkan kedalam kobaran api dan terasalah jilatan api itu amat dingin, suatu peristiwa yang aneh sekali.

"Aaaaah...! mengapa jilatan api ini sama sekali tidak terasa panas ?. " tak kuasa ia menjerit.

"Ooooouw....! sekarang pahamlah sudah aku, api ini pastilah api palsu !. ".

"Api palsu ? mana apipun bisa dipalsukan ?"

"Goan Ci Tiong adalah seorang manusia yang licik dan punya banyak akal busuk, permainan2 setan yang berhasil ia pahamipun tidak sedikit jumlahnya, entah dengan cara apakah ia berhasil menciptakan sejenis api palsu yang dipandang sepintas lalu seolah olah mengerikan sekali, padahal sama sekali tidak terasa panas.".

"Apabila api ini benar-benar tidak melukai orang, ayoh kita cepat cepat menerjang kedepan!"

"Tidak boleh, jangan bertindak gegabah." buru buru Ong Bwee Chi menggeleng serta mencegah. "Semakin ia berbuat demikian, semakin kelihatan betapa menakutkannya orang itu, ia tentu sudah menyiapkan suatu perangkbap yang jauh ledbih mengerikan abagi kita !" 

"Tbapi, kita kan tak bisa selalu berada disi-ni belaka ? bagaimanapun kita musti cari suatu akal untuk meninggalkan tempat ini !".

Ong Bwee Chi berpikir beberapa saat lamanya, kemudian ia baru berkata:

"Satu satunya cara yang dapat kita lakukan adalah perlahan-Iahan maju kedepan sambil membungkus tubuh kita dengan serat lembek Peng-i Wan-Ciauw-Siauw tersebut, dengan berbuat demikian, kendati ia akan mengeluarkan siasat paling keji siperangkap paling busukpun tidak akan mencelakai diri kita !".

"Tidak bisa jadi ! serat tipis itu paling banter hanya bisa mengerudungi seseorang belaka, apabila kita berdua harus dilindungi berbareng maka kakipun sukar ditekuk, dalam keadaan semacam itu mungkin kita bisa bergerak kemuka ?"

"Kalau begitu menyeberanglah lebih dahulu dengan mengenakan serat mustika itu" kata Ong Bwee Chi setelah tertegun sesaat

"Biarkanlah aku berjaga jaga disini, tujuan dari Goan Ci Tiong adalah menghadapi dirimu seorang, ia tidak akan berani mengapa apakan dirimu !".

"Hal ini mana boleh jadi ?" Dengan cepat Kian Hoo menggeleng berulang kali, "seandainya nona sampai menemui mara bahaya bagaimana cayhe bisa berlega hati ? untung sekali aku punya hawa khie-kang pelindung badan asal kita menerjang kedepan dengan sekuat tenaga mungkin kita masih bisa meloloskan diri dari bencana ini !".

"Huuuu...!" Ong Bwee Chi mencibirkan bibirnya, " Akutahu kalau kepandainmu sanggat lihay, tak perlu orang lain menguatirkan keselamatanmu ".

Berada dalam keadaan seperti iai.LiemK.ian Hoo merasa malas untuk cekcok mulut dengan dirinya, ia tertawa dan segera berseru:

"Nona, harap kau suka berhati hati, aku akan berangkat lebih dahulu ".

Selesai bicara ia enjotkan badan menerjang kedalam lautan api yang berkobar dengan dahsyatnya itu, kini ia tak sanggup membedakan arah lagi maka dengan andalkan ingatannya sewaktu masih berada diatas puncak bukit tadi ia menerjang kearah lekukan tanah yang jauh lebih rendah, ia merasa arah yang dituju tak bakal salah maka seluruh perhatiannya dipusatkan kearah sana danr menerjang kemutka dengan cepatqnya.

Didalam berberapa kali loncatan, ia sudah berada sangat jauh dari tempat semula.

Telinganya masih sempat menangkap teriakan Ong Bwee Chi dari belakang dengan nada cemas namun ia tidak ambil perduli, sianak muda itu lan jutkan larinya kearah depan.

Kurang lebih beberapa li kemudian keluarlah Kian Hoo dari lingkaran lautan api, memandang jilatan api yang begitu dahsyat dibelakang tubuhnya ia berteriak keras:

"Nona Ong, aku sudah keluar dari lingkaran lautan api, cepatlah datang kemari !".

Tiada jawaban dari Ong Bwee Chi, sebaliknya dari balik semak belukar berkumandang keluar suara teguran seseorang dengan nada yang sangat dingin:

"Keparat cilik, kau sedang mengigau disiang hari bolong ? Hmmm ! tahukah kau bahwa perbuatanmu sekarang justru sudah terjatuh kedalam dugaanku, kini kau sudah masuk kedalam perangkapku !".

Mendengar suara itu Liem Kian Hoo terperanjat, ia segera berpaling kearah berasalnya suara itu.

Tampaklah seorang lelaki berpotongan siucay dengan memakai baju warna hijau munculkan diri dari balik perumputan, dari sepasang mata orang itu terpancar keluar cahaya mata penuh kelicikan.

"Siapa kau ?" segera ia menegur.

" Haaa... haaaa... haaaa... bukankah sibudak cilik itu sudah beritahukan kepada dirimu ?".

"Hmmm ! kiranya kau adalah Goan Ci Tiong!" "Tidak salah ! aku masih punya suatu gelar yang disebut Ban Miauw Sin Koen, selamanya apa yang telah kuperhitungkan tidak pernah meleset, perangkap yang kupasang tidak pernah kosong.".

"Hmmm ! bukankah kau ingin menggunanakan api beracun untuk menghadapi diriku ? setengah harian sudah lewat, tidak lebih yang kutemui cuma api api palsu belaka !".

"Siasat yang paling bagus adalah sulitnya seseorang untuk menentukan kebenaran serta kepalsuan." Kata Goan Ct Tiong seraya tertawa tergelak.

"Api palsu yang kulepaskan tadi memang cuma serangan kosong belaka, namun pada saat itulah aku sudah menanamkan bibit dari api sebenarnya, bahkan bibit api yang sebenarnya telah kutanamkan diatas tubuhmu !"

Liem Kian Hoo merasa amat terperanjat sehabis mendengar perkataan itu, buru-buru ia meraba seluruh tubuhnya namun sama sekali tidak menemukan sesuatu tanda yang mencurigakan sementara ia hendak menegur akan kebohongan orang, tiba-tiba Goan Ci Tiong tertawa terbahak- bahak dan melancarkan sebuah serangan bokongan, pukulan ini dilepaskan amat cepat dan ganas bahkan mempunyai daya pukulan yang maha dahsyat.

Liem Kian Hoo mengira ucapan yang diutarakan pihak lawan barusan tidak lain hanya ingin memecahkan perhatiannya agar serangan yang dilepaskan bisa bersarang dengan telak, menyaksikan datangnya ancaman ia membentak keras, dengan kerahkan segenap tenaga yang dimilikinya sepasang telapak tangannya didorong kedepan seraya memaki dengan penuh kegusaran:

"Bajingan keparat yang tak tahu malu..".

Dua gulung angin saling bertemu ditengah udara menimbulkan suara ledakan yang amat keras, dalam bentrokan tersebut tubuh Goan -Ci -Tiong terpental mundur beberapa langkah kebelakang lalu mendongak dan tertawa terbahak-bahak.

" Haaa... haaaa... haaa... keparat cilik, kau anggap gelar Ban Biauw Sin Koen tersebut aku dapatkan dengan gampang ? bibit api sudah kutanamkan dan kobarkan api segera akan menjilat tubuhmu, nah nantikanlah bagaimana rasanya apabila seseorang tubuhnya terbakar oleh kobaran api !".

Habis berkata badannya mundur beberapa langkah kebelakang, Kian Hoo ingin pengejar namun secara tiba-tiba ia menemukan sesuatu yang tidak beres dalam tubuhnya, ia mencium suatu bau sangit yang sangat menusuk hidung, bersamaan itu pula dari depan dadanya mulai mengepulkan segulung asap yang tipis.

Terdengar Goan Ci Tiong tertawa tergelak dari tempat kejauhan, ia berseru:

"Hey keparat cilik ambil kesempatan sebelum kau terpancang jadi babi panggang tiada halangan kuberitahukan apa sebabnya sehbingga kau harusd mati, didalan akobaran api palbsuku tadi secara diam-diam terkandung uap belirang yang gampang terbakar, uap tadi telah terhisap oleh badan serta baju yang kau kenakan! ketika kau melancarkan sebuah serangan kepadamu tadi, sengaja aku berbuat demikian agar kaupun menyalurkan hawa murnimu, dengan demikian hawa panas dalam tubuhmu akan semakin meningkat nah ! hawa panas dalam tubuhmu itulah yang segera akan membakar uap belirang yang menempel dilubang pori porimu sehingga bajumu terbakar kini api sudah mulai berkobar, nah saudaraku, selamat menikmati penderitaan yang betul betul nyaman bagi dirimu. ".

Belum habis ia berkata, Liem Kian Hoo sudah merasakan hawa panas yang membakar tubuhnya sukar ditahan lagi, pakaiannya mulai terjilat oleh bunga bunga api, rasa sakit begitu hebat sampai menusuk ketulang sumsum. Dalam keadaan gelisah bercampur gusar, men dadak ia membentak keras:

"Bajingan ! sekalipun mati aku tidak akan mengampuni dirimu !",

Tubuhnya meluncur kemuka laksana anak pa nah yang terlepas dari busur, dengan kerahkan se genap tenaga Iweckang yang dimilikinya ia kirim sebuah pukulan dahsyat kemuka.

Goan Ci Tiong terlambat untuk menghindar badannya tersapu oleh angin serangan musuh hingga sempoyongan dan mundur beberapa langkah kebelakang.

Liem Kian Hoo masih ingin melancarkan sebuah serangan kembati, namun jilatan api yang berkobar ditubuhnya semakin ganas dan semakin menghebat, bagaikan seorang manusia berapi ia roboh kesakitan keatas tanah.

Pada saat itulah Ong Bwee Chi dengan memakai serat lemas Peng Wan Ciauw Siauw tiba ditempat itu, menyaksikan keadaan Kian Hoo ia menjerit kaget.

"Liem Kongcu ! cepat jatuhkan diri keatas tanah dan berguling-guling.".

Bagaimanapun juga tenaga dalam yang dimi liki sianak muda itu amat sempurna dan punya dasar yang kuat, meskipun berada dalam keadaan seperti itu namun kesadarannya sama sekali belum punah, buru buru ia jatuhkan diri berguling-guling diatas tanah.

Tetapi api beracun itu benar-benar luar biasa sekali, ketika api tadi mencium tanah seketika kobarannya padam, namun begitu meninggalkan permukaan tanah, api berkobar kembali semakin hebat.

" Cepat lepaskabn seluruh pakaidanmu..." kembalai Ong Bwee Chi bberteriak. Pada saat itu Liem Kian Hoo sedang berguling-guling diatas tanah bagaimakan sebuah bola berapi, tiada kesempatan sama sekali baginya untuk melepaskan pakaian yang melekat ditubuhnya, namun teriakan dari Ong Bwee Chi tersebut telah mendatangkan suatu ingatan didalam benaknya.

Ia meraung keras, dengan kerahkan segenap tenaga dalam yang dimiliki ia semburkan hawa Iweekang itu keluar dari badan. Tersebarlah berpuluh puluh bunga api ketengah udara, kemudian laksana bintang kejora berjatuhan keempat penjuru.

Dalam getaran yang terakhir ia telah menggetar hancurkan seluruh pakaian yang melekat di atas tubuhnya, bersamaan itu pula ia sudah memaksa keluar seluruh jilatan api yang bersumber dari lubang pori porinya, dengan demikian maka iapun pada saat ini jadi telanjang bulat, tak sehe lai bennngpun yang melekat ditubuhnya.

Goan Ci Tiong menjerit kaget, laksana anak panah yang terlepas dari busur dalam beberapa kali loncatan ia menjauhi tempat kejadian dan melarikan diri.

Menyaksikan pihak musuh lari, tanpa memperdulikan segala apapun Liem Kian Hoo meloncat bangun dan siap melakukan pengejaran.

"Liem Kongcu ! " Ong Bwee Chi segera ber teriak keras, " Musuh rudin tak perlu dikejar lebih jauh, perhatikan kesehatan badan sendiri..."

Mengungkap tentang Badan, sianak mudaitu mendusin keadaan yang mengenaskan daripada dirinya, buru-buru ia menerobos kedalam rerumputan dan menyembunyikan diri disitu,

"Liem Kongcu ! bagaimanakah keadaan Iuka ditubuhmu ? " buru-buru Ong Bwee Chi berseru sambil berjalan menghampiri. Liem Kian Hoo memeriksa sekejap keadaan tubuhnya, ia lihat banyak gelembung gelembung air muncul diatas badannya dan ketika itu terasa sakit sekali.

Namun teringat keadaan dirinya yang bugilt tanpa memperdulikan rasa sakit lagi ia berteriak:

"Nona Ong ! carikanlah sedikit benda yang dapat menutupi tubuhku".

Sebenarnya Ong Bwee Chi hendak menyingkap rumput untuk memeriksa keadaan lukanya, namun sehabis mrendengar teriaktan tersebut ia qbaru teringat brilamana sianak muda itu sedang berada dalam keadaan bugil, tak kuasa lagi merah padam selembar wajahnya, cepat-cepat ia mengundurkan diri.

Permintaan yang diajukan sianak muda itupun membuat ia serba salah, sebab pada saat ini ia sendiripun memakai seperangkat baju ringkas yang tak mungkin bisa diberikan kepada orang lain, setelah termangu mangu beberapa saat lamanya ia baru teringat bahwa mantel berwarna hitamnya masih tertinggal disisi kobaran api palsu, buru-buru ia mengenakan serat Peng-Wan-Ciauw-Siauw untuk melewati lautan api guna mengambil pakaian tersebut kemudian dilempar kedalam rerumputan.

Beberapa saat kemudian Liem Kian Hoo te lah merangkak keluar dari balik rerumputan, menyasikan keadaan sianak muda itu meski wajahnya masih kelihatan kaget dan tegang namun tak kuasa lagi Ong Bwee Chi tertawa terbahak-bahak.

Perawakan tubuh mereka berdua berbeda jauh, dengan sendirinya pakaian hitam yang dikenakan sianak muda itu cuma bisa menutupi sampai lututnya belaka, keadaannya jadi lucu sekali, kakinya telanjang, mukanya hitam dan rambutnya hangus, potongan Kian Hoo ketika itu benar-benar mengenaskan sekali. "Wajahku tentu amat mengenaskan bukan ?" kata Liem Kian Hoo dengan nada jengah.

"Haaaa.... haaaa.... haaaa... siapa yang bilang ?" Seru Ong Bwee Chi sambil menahan rasa gelinya. "pakaian yang kau kenakan adalah baju perempuan, namun berada diatas tubuhmu kelihatan jauh lebih indah daripada dikenakan oleh kaum wanita sendiri, ada orang mengatakan walaupun See- Sie berada dalam keadaan rambut yang awut awutan dan baju yang kusut namun kecantikan wajahnya tak akan berkurang aku rasa ucapan ini pantas sekali kalau dipersembahkan untuk anda !".

Merah jengah selembar wajah Liem Kian Hoo.

"Nona Ong, harap kau jangan mentertawakan diriku lagi..." mohonnya. "Aaai... perbuatan Goan Ci Tiong benar benar mengerikan.".

"Hmmm ! seandainya kau suka mendengarkan nasehatku dan kita berjalan keluar sambil mengenakan serat Peng-Wan- Ciauw Siauw, bukankah kau tak usah menderita kerugian sebesar ini ?".

"Dibicarakan pada saat ini apa gunanya ? seandainya aku tidak menelan pil Peng-Soat-Wan yang nona berikan kepadaku tadi, mungkin pada saat ini seluruh badanku sudah terbakar oleh api beracun itu. bahkan tenaga untuk menolong diri sendiripun tak ada !".

Melihat sianak muda itu sudah menyesali atas perbuatannya, Bwee Chi merasa tidak enak hati untuk mengejek lebih jauh, maka dengan nada penuh perhatian ia bertanya:

"Bagaimana keadaan luka di tubuhmu ?".

"Luka parah sih tidak ada, cuma banyak gelembung gelembung air muncul diatas tubuh ku !". "Oooouw ! keluar gelembung air diatas tubuhmu ? " Seru Sang dara dengan nada cemas, jangan sekali-kali kau pecahkan gelembung air tersebut, sebab api yang membakar tubuhmu itu mengandung racun yang maha dahsyat, untung pil Peng-Soat-Wan bisa melenyapkan racun api, mari kita cepat cepat mencari tempat pemondokan kemudian mempolesi gelembung air diatas tubuhmu dengan Peng-Soat- Wan, kalau tidak mungkin akan mendatangkan bencana bagimu dikemudian hari!"

"Kita membutuhkan waktu beberapa lama untuk menyembuhkan luka luka itu ?"

"Pil Peng-Soat-Wan mempunyai daya kasiat yang sangat tinggi, asalkan dipoleskan diatas luka maka dalam dua tiga hari saja luka lukamu akan sembuh kembali ".

"Aaaai...! pingin cepat akhirnya jadi lambat, semoga saja selama dua tiga hari ini tidak sampai terjadi sesuatu hal yang luar biasa !".

Ong Bwee Chi tertawa.

"Gelisahpun tak berguna." katanya. " Siapa suruh kau tidak mau dengarkan perkataanku ?" Liem Kian Hoo mengerutkan alisnya, sebelum ia sempat berbicara Ong Bwee Chi sudah mengerti akan maksud hatinya, buru buru ujarnya kembali:

"Janganlah kau terburu buru ingin melanjutkan perjalanan apabila gelembung air diatas tubuhmu tidak cepat-cepat dilenyapkan, bakal keracunan atau tidak perlu bita bicarakan, cukup asal kulitmu robek dan air darah yang amis mengucur keluar tiada hentinya, keadaan tersebut sudah cukup untuk menyiksa dirimu".

Liem Kian Hoo menghela napas panjang dan membungkam, Dara tersebut telah mengutarakan keluar seluruh isi hatinya, ia sadar kecuali beristirahat selama beberapa hari dengan sabarkan hati tak ada cara lain yang bisa menolong dirinya. Ong Bwee Chi ambil keluar dua butir pil Peng-Soat-Wan dan suruh dia menelan kemudian melanjutkan perjalanan lambat-lambat.

Liem Kian Hoo benar-benar risau dan gelisah, namun ia tak berani melanjutkan perjalanan terlalu cepat, sebab Ong Bwee Chi sudah menerangkan kelihayan dari api beracun itu, apabila gelembung diatas tubuhnya sampai pecah maka racun yang mengalir keluar akan membusukan kulit badan dibagian yang lain, kalau sampai demikian adanya maka bukan saja perjalanannya akan tertunda beberapa hari mungkin malah berbulan bulan lamanya.

Untung tak selang beberapa saat mereka melakukan perjalanan sampailah disebuah kota keciI. Mereka mencari sebuah rumah penginapan dan beristirahat dengan tenang selama dua hari,

Pil Peng-Soat-Wan benar-benar manjur sekali, bukan saja gelembung air itu lenyap tak berbekas bahkan kulit badannya telah rata kembali seperti sedia kala.

Dalam pemeriksaan yang dilakukan kemudian atas kerugian yang diderita akibat kecerobohannya kali ini, ia merasa besar sekali kerugian yang didapatkan, kecuali banyak waktu sudah terbuang juga sebutir mutiara serta sebatang seruling emas boleh dibilang banyak benda berharga lainnya ikut terbakar habis dalam peristiwa ini. Tersebut juga catatan seruling yang diserahkan Liuw Boe Hwie kepadanya.

Untung catatan rahasia itu sudah hapal diluar kepala sedang kitab catatan ilmu silat yang di tinggalkan Soen Tong Hay pun berada ditangan Liuw Boe Hwie, kalau tidak mungkin ia akan merasa menyesal akibat kejadian itu.

Perjalanan yang kemudian dilangsungkan aman tenteram dan tidak menemui hadangan lain, setelah mereka digunung Thay-Heng-san, tetapi pada saat itulah kembali Liem Kian Hoo menemukan suatu hal baru yang merisaukan hatinya. Ia teringat bahwa Liuw Boe Hwie serta Soen Tong sekalian berangkat hanya terlambat sehari daripada dirinya, namun untuk menyembuhkan luka api tersebut ia sudah membuang waktu dua hari, dus berarti dengan perjalanan yang dilakukan Liuw Boe Hwie sekalian, rombongan tersebut pasti berhasil disusul oleh dirinya beserta Ong Bwee Chi yang melakukan perjalanan siang malam.Tetapi mengapa sampai waktu itu belum ada kabar beritanya barang sedikitpun ?

Persoalan inilah yang membuat ia risau, apa lagi keadaan ayahnya yang tidak begitu jelas semakin merisaukan hatinya, maka yang ia pikirkan saat ini adalah cepat cepat naik gunung.

Ketika Liem Kian Hoo serta Ong Bwee Chi tiba dikaki gunung Thay-Heng san, mereka segera meneruskan perjalanannya untuk mendaki gunung tadi, dua hari sudah mereka buang untuk mengarungi daerah pegunungan seluruh tujuh ratus li persegi namun hasilnya nihil, hal ini membuat mereka jadi kecewa.

Kiranya gunung-Thay-Heng-san merupakan sebuah gunung yang penuh dengan tebing yang tinggi lagi curam serta hutan yang lebat, jarang sekali pemburu yang berdiam disana, jangan dikata untuk mencari jejak Liem Koei Lin serta Toan Kiem Hoa, bahkan bayangan dari Kauw Heng Hu sekalianpun tidak nampak.

Peristiwa ini tentu saja membuat sianak muda itu jadi gelisah bercampur cemas bagaikan seekor lalat tak berkepala, ia lari kesana kemari mencari tanpa tujuan, apabila Ong Bwee Chi tidak menasehati dirinya terus menerus mungkin sianak muda itu sudah dibikin sinting saking gelisahnya.

Menurut pandangan Ong Bwee Chi, ia merasa setelah Toan Kiem Hoa menderita luka parah dalam didalam kolong langit cuma ada seseorang tokoh sakti yang telah lama mengasingkan diri dari keramaian dunia persilatan bahkan punya kepandaian yang luar biasa tentang ilmu pertabiban. Seandainya digunung Thay-Heng-san benar-benar terdapat seorang tabib yang begitu lihay, maka beberapa orang diantara pemburu yang berdiam disekitar gunung itu tentu pernah menerima budinya, maka untuk mencari kabar berita tentang tabib tersebut harus mencari dari mulut orang-orang itu.

Liem Kian Hoo mempunyai pandangan yang berbeda dengan dara tersebut, tetapi berada dalam keadaan seperti ini ia tak dapat berbuat lain kecuali menuruti cara dari gadis itu untuk mencari kabar dari para pemburu yang berdiam disekitar sana.

Siapa sangka belasan orang yang mereka tanyai, semuanya geleng kepala sambil menjawab:

"Tidak tahu !".

Hanya dua patah kata itu belaka dan tak ada tambahan kata kata lain, walaupun begita bagi Ong Bwee Chi yang memperhatikan mimik wajah orang-orang itu dengan seksama, ia tahu kalau jawaban itu tidak jujur dan iapun sadar tentu mereka mem punyai suatu kesulitan yang tak bisa diutarakan kepada orang lain.

Ketika mereka menanyai orang yang keempat belas, orang itu adalah seorang gadis dusun yang mencari sesuap nasi dengan menangkap ular, didalam rumahnya banyak sekali terdapat keranjang bambu yang digununakan untuk menyimpan ular bahkan memelihara pula beberapa ekor ular beracun, disamping itu dalam rumahnya tergantung pula berapa stel baju pria, mungkin pakaian suaminya atau ayahnya yang naik gunung mencari ular dan belum pulang.

Dalam usahanya yang keempat belas ini kembali Ong Bwee Chi serta Liem Kian Hoo tidak berhasil memperoleh hasil yang diharapkan, jawaban yang mereka terima tetap cuma dua patah kata belaka:

"Tidak tahu !". Dalam keadaan seperti ini mendadak suatu ingatan berkelebat dalam benak Ong Bwee Chi, ia masuk kedalam rumah gadis dusun itu dan melepaskan ular beracun yang sedang dipelihara didalam keranjang bambu tadi.

Menyaksikan perbuatan dara itu, gadis dusun tersebut buru-buru lari masuk hendak menghalangi perbuatannya, siapa sangka pada saat itulah tiba tiba Ong Bwee Chi menotok jalan darahnya, lalu menangkap salah seekor ular kecil bersisik merah dan memagutkan ular tersebut keatas iga gadis tersebut.

Setelah itu ia membinasakan ular tersebut dan disusupkan kedalam genggaman gadis dusun itu, selesai berbuat demikian ia tarik tangan Liem Kian Hoo untuk berlalu.

Terhadap tingkah laku Ong Bwee Chi yang aneh dan kukoay ini, Liem Kian Hoo jadi tercengang, ia hendak turun tangan menghalangi perbuatannya namun dengan wajah serius gadis itu segera menegur:

"Seandainya kau ingin mengetahui jejak serta kabar berita dari ayahmu, lebih baik pada saat ini janganlah mencampuri urusan orang lain !"

Walaupun Liem Kian Hoo belum paham dengan maksud tujuannya, tetapi bergaul selama beberapa hari ini ia merasa bahwa Ong Bwee Chi adalah seorang gadis yang budiman dan penuh welas kasih, ia tidak mungkin akan melakukan perbuatan yang keji dan telegas tanpa sesuatu alasan, maka dengan hati setengah percaya setengah tidak ia biarkan dara tersebut berbuat sekehendak hatinya.

Ong Bwee Chi menarik tangan Liem Kian Hoo untuk bersembunyi dibelakang sebuah batu cadas, lalu dengan bangga ujarnya:

"Nanti apabila keluarganya pulang, aku percaya orang yang sedang kita cari segera akan ditemukan. Ular yang kugunakan untuk memagut iga gadis dusun itu bernama Hoa-Bi-Lian dan merupakan salah satu diantara lima ekor ular paling beracun dikolong langit, setelah kena terpagut maka dalam waktu singkat seseorang bisa menemui ajalnya."

"Aaaah, seandainya tidak kunjung kembali bukankah dia bakal mati..." seru sianak muda itu kaget.

"Kau tak usah kuatir, aku telah menotok jalan darah Hu- Hwie serta Pak-Ciat-hiat nya, dengan begitu sari racun yang terhisap kedalam tubuhnya tidak akan menyerang jantung, Untuk sementara waktu ia memang merasa tersiksa namun tidak sampai membahayakan jiwanya.".

Liem Kian Hoo berpikir sejenakb lalu berkata kdembali: "Bagaimaanapun juga akub merasa cara ini kurang sesuai

untuk kita gunakan, seandainya mereka benar-benar tidak tahu tempat tinggal dari tokoh sakti itu, lalu bagaimana jadinya ?".

"Dugaanku tidak bakal meleset" sahut Ong Bwee Chi sambil tertawa dingin, "Orang-orang itu pasti tahu akan kabar beritanya, namun berhubung mereka sudah mendapat pesan agar jangan membocorkan rahasianya, bila gadis itu benar- benar mati, aku bisa mengiringi pula kematiannya !".

Melihat gadis itu gusar, lagipu!a teringat bahwa ia berbuat demikian demi kebaikannya terpaksa Liem Kian Hoo membungkam dalam seribu bahasa. Setelah menanti lama sekali tidak salah lagi, dari tempat kejauhan muncul seorang lelaki setengah baya yang menggendong keranjang bambu dipunggungnya, ketika tiba didepan pintu ia lantas berteriak:

"A-Kim ! akhirnya ini hari kita berhasil menangkap ular rasaksa tersebut, nanti kita bisa kirimkan ular tersebut kepada Ban Loo Ya-cy, seandainya ia tahu akan berita ini pasti akan kegirangan setengah mati.". Sembari berkata ia melangkah masuk kedalam rumah, namun dengan cepat lelaki setengah baya itu sudah menjerit kembali dengan nada kaget:

"A-Kim, kenapa kau ".

Agaknya ia sudah menemukan perubahan yang terjadi dalam rumah itu, setelah berkumandang suara jeritan tadi terdengarlah suara yang sangat ribut disusul suara lelaki tadi sambil mrnahan isak tangis berteriak tiada hentinya:

"A-Kim... A-Kim...".

Liem Kian Hoo merasa amat tidak tenteram dengan peristiwa lersebut, sebelum ia sempat berbuat sesuatu tiba tiba terasa Ong Bw'ee Chi menyentuh lengannya sambil memberi tanda agar ia menengok keluar.

Tampaklah lelaki setengah baya itu sambil tetap mengendong keranjang bambu tersebut segera menyambar tubuh gadis dusun yang berada dalam keadaan tidak sadar tadi dan buru-buru lari keluar.

Ong Bwee Chi mengedipkan separang matanya dan tersenyum kearah sang pemuda untuk menunjukkan rasa bangga, menanbti lelaki tadi dsudah pergi jauah mereka berduab baru munculkan diri dari tempat persembunyian dan menguntit secara diam-diam.

Agaknya lelaki setengah baya itu merasa amat cemas dan ingin buru-buru menolong orang, maka sepanjang perjalanan ia berlari terus tanpa memperdulikan apakah di belakangnya ada orang yang menguntit atau tidak, kurang lebih setelah berlari satu jam lamanya sampailah ia didepan sebuah dinding tebing yang menjulang tinggi ke angkasa, lelaki tadi segera menarik-narik tali rotan yang tergantung ditebing tersebut.

"Sungguh tak nyana diatas tebing curam itupun terdapat hal hal yang luar biasa." Bisik Liem Kian Hoo tak tahan lagi. Tampaklah tebing bukit itu menjulang tinggi keangkasa, bukan saja curam bahkan boleh dikata tegak lurus dan tak mungkin bisa didaki oleh siapapun, tidak aneh kalau mereka tidak menemukan jejak seorang manusiapun kendati sudah beberapa kali melewati tempat itu.

Terlihatlah lelaki itu menarik narik tali rotan itu semakin gencar, beberapa saat kemudian terde ngarlah seseorang menegur dari atas bukit dengan suara berat:

"Siapa ?".

"Ban Loo Ya-cu, hamba adalah Tan Loo-toa !" sahut pria itu dengan suara keras.

"Bukankah aku sudah berpesan bahwa selama beberapa hari ini kalian dilarang mengganggu diriku ? apa maksudmu datang kemari ?" hardik orang yang ada diatas bukit dengan nada gusar.

"Putri hamba AKim telah terpagut ular berbisa Hoa-Bi-Xian, hamba mohon bantuan dari kau orang tua agar suka menyembuhkan lukanya!"

"Gentong nasi ! bangsat ! sungguh memalukan sekali, bukankah kaupun seorang tukang tangkap ular ? setelah tergigit oleh ular Hoa-Bi-Lian apa bisa tertolong lagi ? aku cuma bisa mengobati penyakit, tak dapat mengobati nyawa yang mau melayang!"

"Ban Loo Ya-cu ! " rengek pria itu setengah sesenggukan "A-Kim benar benar belum mati, harap Loo-cu suka berbelas kasihan dan menyelamatkan selembar jiwa putriku !".

Orang yang ada diatas bukit termenung beberapa saat lamanya, setelah itu baru bertanya:

"Dia belum mati ? bagaimanakah keadaannya pada saat ini

?". "Jantungnya masrih berdenyut, dtari mulut lukanqya mengalir kelruar air warna hitam dan daya kerja racunnya belum menyebar luas, sekarang ia jatuh tidak sadarkan diri dan seperti tertidur pulas, badannya sama sekali tak berkutik..."

"Bagian manakah yang terpagut ular berbisa itu ?".

"Diatas dadanya !". Orang yang berada diatas kembali termenung beberapa saat lamanya lalu ujarnya lagi:

"Selama setengah bulan mendatang ia tidak bakal mati, sekarang kau tak usah gelisah, bawalah pulang lebih dahulu, aku bisa berkunjung ke-tempat tinggalmu untuk menyembuhkan lukanya ini hari mungkin...".

"Loo Ya-cu ! mungkinkah jiwanya bisaber tahan selama setengah bulan..." keluh pria itu sambil menangis,

"Bangsat ! keparat ! aku bilang ia tak bakal mati pasti tak bakal mati !..." maki orang yang ada diatas bukit semakin gusar. "Kalau ia sampai mati, akan kuganti selembar jiwanya! apakah ucapanku pun kau tidak percaya...".

Agaknya pria setengah baya itu menaruh kepercayaan yang luar biasa terhadap orang yang diatas bukit itu, bukan saja percaya bahkan menaruh pula rasa hormat, mendengar bentakan tadi ia lantas menggendong tubuh gadis tersebut siap meninggalkan tempat itu.

Liem Kian Hoo serta Ong Bwee Chi yang mengikuti dibelakang pria itu jadi sangat kecewa sekali.

Sebab walaupun suara orang itu berkumandang dari atas bukit namun tak dapat kedengaran dimanakah orang itu menyembunyikan diri, satu satunya hal yang bisa ditentukan adalah suara itu bukan berasal dari puncak tebing, sebaliknya berasal dari balik dinding tebing. Tebing itu licin lagi tegak lurus, sama sekali tak ada tempat yang bisa digunakan untuk berpijak kaki, dimanakah orang itu menyembunyikan diri.

Letaki itu berjalan beberapa langkah meninggalkan tempat itu, tiba-tiba ia berhenti kembali dan sekali lagi menarik tali rotan tersebut

"Tan Loo-toa! " terdengar orang yang ada diatas bukit kembali memaki dengan gusarnya. "Bukankah aku suruh kau pulang lebih dahulu ? mengapa kau masih banyak bacot disini

? kalau kau cari gara gara terus disini. hati-hati ! bisa jadi aku tidak akan mengurusi putrimu lagi !".

" Loo Ya-cu ! " ujar pria itu dengan nada hormat. "Ular rasaksa yang kau inginkan telah berhasil kutangkap !".

"Benar ?" jerit orang diatas bukit dengan gembira, " Apakah ular yang berhasil kau tangkap adalah ular yang kumaksudkan

?".

"Sedikitpun tidak salah ! hamba telah bertindak menuruti perintah kau orang tua, sampai ini hari siang aku selalu berjaga jaga disisi gua-nya, dan tadi ular tersebut munculkan diri maka aku segera menghadang jalan baliknya dan merobohkan ular tersebut dengan bubuk belirang, ternyata ular itu benar benar berhasil kutangkap..."

Suasana hening mencekam dipuncak bukit tersebut, akhirnya dari balik rerumputan diatas tebing bukit itu muncul sebuah keranjang bambu yang amat besar dan dilemparkan kebawah, keranjang itu dihubungkan dengan sebuah tali.

Pria itu buru-buru menggendong putrinya duduk didalam keranjang bambu itu, kemudian bagaikan terbang keranjang tadi ditarik naik keatas tebing.

Menyasikan kejadian itu Liem Kian Hoo merasa sangat gembira, ia siap mengejar dari belakang namun perbuatannya ini dengan cepat dihalangi oleh Ong Bwee Chi. Dengan cepat keranjang bambu itu ditarik naik keatas tebing dan akhirnya lenyap dibalik rerumputan, Liem Kian Hoo yang perjalanannya di halangi Bwee Chi jadi sangat cemas, gerutunya:

"Tempat itu tingginya mencapai puluhan tombak, sekalipun kita mempunyai ilmu meringankan tubuh yang lebih sempurna pun jangan harap bisa naik kesitu, dengan perbuatanmu barusan, coba bayangkan kita harus naik keatas dengan cara apa ?".

"Apakah kau ada maksud untuk ikut naik keatas tebing itu dengan nunut dibawah keranjang yang dipakai dua orang itu

?".

"Kecuali cara ini, apakah kau mempunyai jalan lain?" tanya Kian Hoo dengan mata meIotot.

"Cara lain sih belum berhasil kudapatkan namun aku tahu seandainya kita menggunakan ca ra ini niscaya kita tak bakal berhasil naik keatas !"

"Bagaimana kau bisa tahu ?"

"Gampang sekali untuk menerangbkan alasan tersdebut, sitokoh saakti Ban Loo Yab-cu sengaja mencari tempat yang ia tak suka diganggu oleh kehadiran orang lain, kita sudah lama sekali mencari jejaknya, tentu iapun sudah tahu akan hal ini, apa bila ia ingin berjumpa dengan kita sejak semula orang itu sudah munculkan diri untuk mencari kita berdua, tetapi kalau ditinjau dari sikapnya pada saat ini jelas orang itu tak mau bertemu dengan kita, apabila kita bersikiras untuk ikut nunut didalam keranjang tadi, seandainya ia merasakan bobot yang berbeda dan tak suka menarik kita keatas, kemungkinan besar ia bisa melemparkan tubuhmu dari tengah udara.".

"Lalu apa yang harus kita lakukan saat ini ?" tanya Kian Hoo melengak, Ong Bwee Chi tertawa misterius. "Cara adalah suatu hasil pemikiran seseorang asal kita sudah tahu tempatnya, aku rasa tidak sulit untuk mendaki bukit tersebut" katanya.

Liem Kian Hoo tahu kalau gadis itu sudah punya rencana matang dalam benaknya, buru-buru ia menjura dalam dan berkata:

"Nona Ong, aku tahu kecerdasanmu melebihi orang lain, cepatlah katakan caramu itu !".

Ong Bwee Chi tersenyum, sambil menuding kearah rotan yang tergantung kebawah bukit ujarnya:

"Rotan itu bukankah merupakan tangga yang paling tepat bagi kita untuk mendaki tebing bukit ini ? Ban Loo Ya-cu tersebut sengaja menaruh seutas tali rotan yang terkulai kebawah bukit tujuannya bukan lain sebagai alat untuk berhubungan berita dengan orang bawah, namun kita bisa menggunakan benda itu sebagai alat untuk naik keatas !".

Seolah-olah baru mendusin dari impian, Liem Kian Hoo berseru tertahan, ia ada maksud untuk lari keluar dan memanjat bukit dengan rotan itu namun kembali Ong Bwee Chi mencegah:

"Tunggu sebentar ! apa bila kau berbuat de mikian, ia yang sudah mendapat kabar berita lebih dahulu pasti akan turun tangan menghalangi maksud kita untuk naik, oleh sebab itu apabila kita hendak mendaki keatas maka kita harus melakukannya dikala ia tidak sadar dan ia tidak menduga sama sekali !".

Liem Kian Hoo berdiri tertegunb, ia tak paham dapa yang dimaksaudkan gadis terbsebut, sambil garuk-garuk kepala tanyanya:

"Lalu kau punya apa lagi ?"

"Tentu saja menggunakan rotan tersebut, namun tanpa menggerakan benda itu barang sedikitpun !". "Walaupun gerakan tubuh kita ringan bagaikan kapas, sedikit banyak masih ada pula yang dinamakan bobot badan." kata sang pemuda serba salah dan semakin tidak mengerti. "Kalau kau suruh memakai rotan itu untuk mendaki namun melarang untuk menggoyangkannya, hal ini boleh dikata merupakan suatu hal yang tak mungkin bisa kita lakukan !".

"Justru hal-hal yang tak mungkin terjadi akan kulakukan hingga mungkin terjadi, Nah, ikutilah diriku !" seru Ong Bwee Chi sambil tertawa bangga.

Terpaksa Liem Kian Hoo mengikuti dibelakang dara tersebut, setibanya dibawah tebing Ong Bwee Chi ambil keluar dua bilah pisau belati yang tajam dari pinggangnya dan serahkan sebilah diantaranya ketangan sianak muda itu, kemudian sambil tertawa ia berkata: 

"Pisau belati ini tajamnya luar biasa, bawa lah benda itu dan tirukan saja apa yang aku lakukan !".

Dengan pandangan bodoh Liem Kian Hoo menerima pisau belatinya yang digenggam ditangan segera ditusukkan kearah batu gunung didinding tebing lalu bergelantungan ditengah udara, setelah itu tangan yang lain mencekal tali rotan itu kencang kencang dan memberi tanda kepada Liem Kian Hoo.

Dengan cepat sianak muda itu dapat memakai cara yang digunakan gadis tersebut, buru-buru ia gigit pisau belati itu dimulut kemudian sepasang tangannya mencekal tali rotan tadi dan memanjat naik keatas, oleh karena Ong Bwee Chi sudah me narik rotan itu lebih dahulu keatas, maka dengan sendirinya ujung rotan yang ada disebelah atas sama sekali tidak menunjukkan tanda apa apa.

Menanti sianak muda sudah tiba disisi Ong Bwee Chi, tanpa menunggu perintahnya ia segera keluarkan tungan sebelahnya untuk menusukkan pisau belatinya keatas batu gunung, setelah itu ia tepuk bahu sendiri. Ong Bwee Chi terrsenyum dan mentgangguk ujung kqakinya menginjark diatas bahu Kian Hoo dan meminjam tempat pijakan tersebut badannya meloncat kembali ketengah udara setinggi satu tombak, lalu dengan cara yang sama menarik sianak muda itu naik keatas.

Begitulah segera bergilir dan saling bantu membantu, dalam sekejap mata Ong Bwee Chi serta Liem Kian Hoo sudah berada kurang lebih tiga puluh tombak dari atas permukaan, kalau dihitung hitung maka mereka tinggal mendaki dua puluh tombak lagi untuk mencapai rerumputan tersebut.

Siapa sangka diluar dugaan mereka ternyata tali rotan itu berakhir disana, ujung rotan sebelah atas dihubungkan lewat sebuah lubang kecil yang ada diatas dinding dan gua itu besarnya cuma sekepalan, tidak mungkin bagi seseorang untuk menerobos masuk.

Menyaksikan kejadian itu Liem Kian Hoo memandang kearah Ong Bwee Chi dan tertawa getir, ia menunjukkan suatu perbuatan apa boleh buat.

Sambil kerutkan dahi Ong Bwee Chi berpikir beberapa saat lamanya, tiba-tiba ia angkat kakinya dan ditunjukkan kepada Kian Hoo yang menunjukkan bahwa ia membutuhkan tempat untuk berpijak.

Liem Kian Hoo tertegun, dengan suara lirih segera serunya. "Masih ada dua puluh tombak lebih, mana mungkin kau

bisa loncat keatas ?".

Ong Bwee Chi tetap bersikeras menunjukkan tanda tersebut terpaksa Liem Kian Hoo menekuk lututnya dan membiarkan dara itu berdiri diatas kakinya.

Dengan sangat berhati-hati Ong Bwee Chi mencekal tali rotan tersebut dan memotongnya sampai putus, setelah itu ia berdiri lurus dan menusukkan pisau belatinya keatas batu dinding. Kali ini berhubung ia membawa tali rotan yang panjangnya puluhan tombak bobot badannya jadi makin bertambah panjang lenganya paling hanya mencapai ketinggian tujuh depa belaka.

Liem Kian Hoo kerutkan dahinya, ia merasa apabila harus mendaki naik dengan cara begini mungkin sebelum mencapai diatas puncak ia sudah mati kecapaian, sebab bobot rotan itu sendiri sudah mencapai seratus kati, ditambah bobot seorang manusia dan harus bergelantungan diatas pisau belati dengan andalkan tangan sebelah, bagaimanapun cara ini sangat membuang tenaga.

Maka dari itu sewaktu tubuhnya merangkak naik dan tiba disisi tubuh Ong Bwee Chi, mendadak sianak muda itu menemukan suatu akal, ia tidak buru-buru merangkak naik namun menggunakan sepasang kakinya untuk menjepit rotan tersebut guna mempertahankan tubuhnya, setelah itu ia membuat sebuah lubang kecil diatas dinding dengan memakai pisau belatinya, setelah itu ia baru memotong rotan tadi sepanjang beberapa tombak sedang sisanya ia biarkan tetap bergelantungan dibawah dengan ujung rotan tersebut ditancapkan kedalam lubang yang baru ia buat.

Menyaksikan perbuatan sianak muda itu Ong Bwee Chi tersenyum, ujarnya:

"Aku sedang menguatirkan bahwa tenaga kita tidak cukup dan ada maksud untuk memotong rotan tersebut, namun akupun takut apabila kita potong rotan tadi maka perbuatan ini akan mengejutkan orang yang berada diatas, caramu untuk mengatasi masalah ini benar-benar lihay sekali, bahkan jauh lebih cerdik daripada diriku".

Liem Kian Hoo tersenyum, ia benarkan posisi bahunya biar gadis itu menginjak tubuhnya sebagai tempat pijakan. Berhubung beban yang dibawa semakin enteng maka tenaga untuk merangkak naikpun semakin besar, gerakan merekapun dengan sedirinya semakin cepat.

Dalam beberapa saat kemudian sampailah mereka disisi rerumputan tersebut, kali ini demi keselamatan dan keamanan Ong Bwee Chi, sianak muda itu mendaki keatas lebih duluan, ia lihat tempat dimana mereka munculkan diri bukan lain merupakan sebuah jalan sempit ditengah selat yang hanya cukup dilalui oleh satu orang.

MuIut selat penuh tumbuh rerumputan yang tinggi lagi subur, tempat itu terletak pula diatas dinding tebing yang curam maka dengan sendirinya sulit ditemukan oleh orang yang beradu dibawah, apabila tak ada orang yang membawa jalan mimpipun mereka tidak akan menduga kalau diatas bukit yang tegak lurus dan terpencil itu masih ada manusia yang hidup disana.

Keranjang bambu serta tali rami yang digunakan untuk mengerek orang tadi naik keatas bukit masih terletak dimulut selat tersebut Liem Kian Hoo menunggu Ong Bwee Chi sudah naik keatas baru masuki selat tersebut dengan langkah hati- hati.

Jalan sempit didalam selat itub memanjang ke-adrah depan, makian jauh jalanan bitu semakin lebar dan akhirnya sampailah mereka discbuah tanah lapang yang sangat luas.

Ternyata tempat itu merupakan sebuah bukit yang berdiri menyendiri itu terdapat sebuah dataran yang menekuk kedalam serta luas sekali, dise keliling tanah lapang tadi penuh berserakan batu-batu cadas yang besar dan tinggi, boleh dikata tempat itu merupakan sebuah tempat misterius yang bagus sekali untuk menyembunyikan diri.

Ketika itu lohor sudah lewat, sang surya condong kearah barat, suasana dalam selat terasa dingin dan menyeramkan hembusan angin menyambar kian kemari menusuk tulang, meminjam sorotan cahaya sang surya dari balik gunung tampaklah ditengah lapangan tiidi berdiri berpuluh buah rumah batu, sekeliling rumah rumah batu itu tumbuh rumput dan bunga yang aneh serba aneka ragam jenisnya.

Setelah tiba ditempat itu, Liem Kian Hoo takut diusir orang lagi, ia menghembuskan napas panjang dan bergumam:

"Sungguh tak nyana ditempat ini masih terdapat dunia lain yang begini indah !"

Sebaliknya Ong Bwee Chi memperhatikan rerumputan yang tumbuh disekitar sana dengan seksama, lalu berkata:

"Ban Loo Ya-cu ini benar-benar seorang tabib sakti ! rumput obat serta bunga obat tumbuh ditempat ini tak sebuahpun yang bukan benda-benda berharga, entah bagaimana sulitnya ketika ia mengumpulkan bibit-bibit rumput dan bunga itu yang kemudian menanamnya disini !"

"Nona Ong, agaknya kau punya pengertian yang mendalam sekali tentang ilmu pertabiban." goda Kian Hoo sambil tertawa.

Ong Bwee Chi tertawa hambar.

"Aku cuma mengerti sedikit sekali" sahutnya, "sewaktu aku masih kecil seringkali aku ikut belajar ilmu obat obatan dari ayahku almarhum, dahulu ayahku pun punya pengetahuan yang sangat luas tentang kepandaian tersebut, sayang terlalu cepat ia meninggal dunia, kalau tidak mungkin aku masih bisa mendapatkan pelajaran yang lebih banyak lagi !".

Mengingat tentang ayahnya, sepasang mata dara tersebut jadi memerah, Liem Kian Hoo sama sekali tidak mengira ucapan yabng diutarakan sdecara bergurau aitu sudah membabngkitkan rasa sedih dalam hatinya:

Buru-buru sambil tertawa: "Padahal dengan kecerdasan serta pengetahuan yang nona Ong miliki sekarang, jarang sekali orang yang ada dikolong langit dewasa ini bisa menandingi kecerdikanmu, terutama sekali akal nona Ong dikala hendak mendaki bukit ini, pengetahuan serta pengalamanmu benar-benar membuat cayhe merasa sangat kagum !".

Sudah tentu Ong Bwee Chi pun mengerti akan maksud tujuannya, dalam hati ia merasa terharu sekali, sambil tertawa hambar segera ujarnya: "Tidak berani kuterima pujianmu yang setinggi langit itu, akupun tidak berani terlalu menyanjung kehebatan ayahku, Apakah kau lupa bahwa ayahmu pun seorang tokoh sakti yang berkepandaian silat amat lihay namun pintar merahasiakan asal-usulnya selama puluhan tahun ? seandainya tiada Kauw Heng Hu yang dibikin gara- gara mungkin dia orang tuapun belum suka munculka diri... disamping itu siauw-moay pun mempunyai satu persoalan yang selalu tersimpan dalam hatiku, entah sudikah Liem-heng kasi penjelasan ?"

"Entah persoalan apakah yang hendak nona Ong tanyakan kepadaku ?" tanya sang pemuda melengak.

Ong Bwee Chi tersenyum manis, "sebenarnya apakah hubungannya antara ayahmu dengan Toan Kiem Hoa dari wilayah Biauw ?" tanyanya.

"Nona Ong, apa sebabnya kau menanyakan persoalan ini

?".

"Mungkin hal ini disebabkan siauw-moay suka mencampuri

urusan orang lain, tempo dulu siau w moay tidak tahu kalau sijago aneh berkerudung itu adalah ayahmu, maka timbullah suatu perasaan dalam hati siauw-moay bahwasannya hubungan ayahmu dengan Toan Kiem Hoa tentu luar biasa sekali !"

"Berdasarkan alasan apakah kau mengatakan demikian ?". "Dua orang gadis yang terkurung dalam penjara, aku dengar salah satu diantaranya adalah bakal bini Liem heng, namun ayahmu hanya menolong Toan Kiem Hoa seorang belaka dari cengkeraman musuh, ditinjau dari sudut ini jelaslah sudah bahwa diantara mereka berdua pasti pernah terjalinr suatu hubungant yang sangat erqat !".

"Tentangr soal ini cayhe sendiripun kurang jelas." kata Liem Kian Hoo tersipu-sipu. "Aku cuma tahu sewaktu masih muda ayahku pernah berjumpa dengan Toan cianpwee, sebenarnya apa yang pernah terjadi diantara mereka berdua, ayahku maupun Toan cianpwee tidak pernah menceritakannya kepadaku !".

"Ditinjau dari tindak tanduk serta sikap Liem heng, aku berani memastikan bahwa ayahmu pada masa mudanya tentulah seorang pendekar yang sangat romantis, kecantikan Toan Kiem Hoa hingga kini tidak berkurang, bisa dibayangkan betapa cantik jelitanya perempuan itu ketika masa mudanya, memang sudah jamak kalau pendekar gagah mendapatkan gadis jelita. Liem-heng, apakah kau merasa ucapan dari siauw-moay rada keterlaluan ?"

Dari pembicaraannya dengan Toan Kiem Hoa tempo dulu, sedikit banyak Kian Hoo telah berhasil mendapatkan suatu bayangan atas apa yang pernah terjadi antara ayahnya dengan perempuan Biauw itu dikala mereka milih muda, dan kini apa yang diduga Ong Bwee Chi persis seperti apa yang dibayangkan pula, meski demikian berhubung masalah ini menyangkut perbuatan ayahnya dikala masih muda, sebagai anak tentu saja ia tak berani mengaku atau pun membantah.

-oo0dw0oo-

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar