Pedang Bengis Sutera Merah Jilid 6

Jilid 6

Ing Chun menggosok-gosok matanya menjawab, "Di Ruang belakang, tetapi..."

Pui Cie sudah berjalan, berhenti lagi, "Tapi apa?"

Ing Chun dengan sikap dingin berkata, "Tuan muda, aku adalah pelayan, orang bawah, banyak kata-kata yang tidak boleh diucapkan, tapi tidak tahan ingin dikeluarkan. Nona-nona mungkin tidak mau menemui tuan muda."

Pui Cie dengan mata terbelalak bertanya, "Kenapa bisa begitu?"

Bibir Ing Chun menyungging lagi berkata, "Tuan muda cakep dan ganteng, tersohor di dunia persilatan, tempat yang disinggahi Tuan muda pasti banyak wanita cantik yang mendekati. Nona kami dulu pernah berkata, dia tidak sepadan dengan Tuan."

Pui Cie merasa sesak nafasnya, dia langsung merasa yang dimaksud pastilah soal Yipha Yauci, Liu Siang E, kabar ini pasti dari Hie Ki Hong. Tapi masalah ini tidak perlu dibahas dengan Ing Chun, dengan menggigit bibir dia mengangkat kaki berjalan menuju ke halaman belakang.

Baru masuk pintu pojok, sudah terdengar suara tangisan yang amat sedih dari ruangan tengah, ciutlah hati Pui Cie, langkahnyapun menjadi perlahan, selangkah demi selangkah mendekat ke pintu ruangan, tak bisa digambarkan bagaimana perasaanya.

Sampai didepan pintu, keringat didahi sudah bercucuran, entah karena tegang atau terharu, sejauh mata memandang seluruh tubuhnya seperti tersengat listrik dan menjadi kesemutan.

Dia merasa tak ada keberanian untuk masuk ke dalam pintu.

Di tengah-tengah ruangan ada meja sembahyangan papan nama almarhum Kim Hong Ni dikiri kanan terbakar dua lilin putih, mengepul asap dari dupa. Li Se Kian dan Hie Ki Hong berdua bersama-sama berlutut di depan meja sembahyang dan menangis tersedu-sedu. Pengurus rumah tangga Tu Toa Nio dipinggir juga sedang menghapus air matanya. Suasana sangat mencekam dan menyedihkan.

Pui Cie terbengong-bengong berdiri di depan pintu ruangan.

Tu Toa Nio mengangkat kepala melihat Pui Cie, spontan berkata, "Tuan muda tidak disangka Tuan masih mau pulang!" kata-katanya sedikit menusuk kuping.

Li Se Kian dan Hie Ki Hong sama-sama berdiri, memutar badannya, wajahnya serupa benar. Matanya berair juga sama, hanya pakaian yang dipakai saja tidak sama. Li Se Kian terlihat lebih pucat dan lesu, dipandang sepintas sulit bisa membedakannya.

Pui Cie merasa sulit sekali mengangkat kakinya, dengan pelan- pelan dia masuk ke dalam ruangan, dia tidak tahu harus bagaimana memulai pembicaraan.

Kelihatanya sepasang saudari kembar yang mengalami kemalangan ini sudah saling memahami. Li Se Kian bercucuran air mata, pelan-pelan mulai berkata, "Kabarnya kau tergila-gila pada seorang wanita persilatan yang genit, apa betul?"

Pui Cie menghela nafas dalam-dalam berkata, "Ini adalah salah paham, aku hanya ingin membalas budi baiknya."

Hie Ki Hong menghapus air mata, meninggikan alis sambil berkata, "Aku melihat sendiri kau bermesraan dengan perempuan itu dan juga penuh perhatian."

Pui Cie goyang-goyang kepala berkata, "kau mau berkata begitu juga aku tidak bisa apa-apa, tapi kalau bukan Yipha Yauci yang menolongku, mungkin aku sudah mati di penjara bawah tanah Shin Kiam Pang, demi aku dia mengkhianati perkumpulannya. Demi aku dia dikejar-kejar mau dibunuh, apa aku yang menerima budinya tidak boleh membalas?"

Tu Toa Nio dengan sikap dingin menyambungi, "Tuan muda, membalas budi jangan dicampur aduk dengan masalah cinta laki dan perempuan."

Pui Cie dengan tegas berkata, "Tua nio, aku bisa bawa diri, tidak akan menyeleweng."

Li Se Kian berkata, "artinya... tidak ada masalah?" Pui Cie dengan tegas berkata, "Tidak ada!"

Mata Li Se Kian berputar, "Baiklah, aku percaya. Kau pulang tepat pada waktunya. Sekarang di hadapan papan nama ibu, aku mohon kau untuk menjaga Ki Hong, ibu semasa hidup sudah berharap kalian rukun selamanya."

Pui Cie membelalakan matanya, lama sekali tidak bisa berkata- kata.

Hie Ki Hong mengigit bibir berkata, "kakak, aku tidak mau!"

Li Se Kian dengan susah berkata, "Ki Hong, kami sudah sepakat. Kau dan dia sepasang suami istri yang resmi. Nama dan kenyataan sesuai..." Tidak, aku tidak bisa.." "Tidak bisa apa?"

"Aku., merasa malu pada ibu yang telah tiada juga merasa utang budi padamu..."

"Aku pernah bilang, aku sudah tidak tertarik pada dunia ini. Aku mau menjadi murid Budha tua didalam vihara.

"Aku juga!"

"Apa kau mau ibu di alam sana menjadi risau?" "Pokoknya aku orang yang penuh dosa."

"Aku tidak mengizinkan kau berbuat begitu semua sudah menjadi nasib, kau tidak bersalah, sandiwara penuh duka ini sudah selesai. Yang sudah mati ya sudah. San Chai Men Cu memang yang paling bersalah. Tapi dia juga ada jasanya membesarkanmu..."

Hie Ki Hong menjerit, "Aku benci dia!"

Pui Cie merasa merinding, babak kesedihan yang baru sudah dimulai lagi, sangat menyedihkan, mengapa manusia harus berbuat sesuatu yang merugikan orang lain tapi tidak bisa menguntungkan diri sendiri? Ketua San Chai Mui, Hie Bun Cun sebenarnya bukan orang jahat, juga bukan orang bodoh, kenapa bisa terjebak di dalam masalah ini?

Li Se Kian memandang Pui Cie bertanya, "Bagaimana pendapatmu?"

Hati Pui Cie bergetar terus bibirnya tidak bisa berkata-kata, dalam hatinya semua terasa kusut.

Tu Toa Nio dengan sedih berkata, "Se Kian, kau masih mempunyai nenek, dia tidak akan mengijinkan kau bertindak seperti itu? Kau dan Pui Cie atas perintah ibumu telah bersembahyang menjadi suami istri, ada saksi comblangnya. Kalian kakak adik sekandung kenapa tidak..." Li Se Kian angkat tangan melarang Tu Toa Nio berkata terus, dengan suara keras dia berkata, "Tua Nio, niatku sudah bulat, tidak bisa dirubah lagi, aku sudah menerima nasib."

Hie Ki Hong menyambung, "Aku juga tidak akan merubah pikiran, aku., bernasib buruk, juga bukan anak yang berbakti, aku harus menanggung resiko hari ini. Kakak.."

Li Se Kian meneteskan air mata, "kau mau berbuat bagaimana?"

Hie Ki Hong melirik papan nama Kim Hong Ni lalu berkata, "aku ingin selamanya menemani arwah ibu."

Li Se Kian berkata, "ibu tidak bermaksud begitu." "Jangan memaksaku!"

"Aku tidak memaksamu!"

"Kalau begitu tak usah bicara apa-apa lagi!" "Dia bagaimana?" matanya memandang Pui Cie. "Tadinya dia kan kakak ipar!"

"Kami bukan suami istri betulan..."

"Sekarang juga belum terlambat." Pui Cie sedang gemetar, dia tidak tahu dengan cara apa mereka mengatur dirinya. Perkawinan ini dari pertama sudah salah, bibinya Nam Kong Phang Teng tentu menyesal waktu itu membuat keputusan.

Ing Chun diam-diam masuk berdiri di belakang Li Se Kian, mukanya penuh amarah.

Air muka Li Se Kian berubah, tiba-tiba dia membalik badan berlutut sambil melepaskan ikatan rambutnya. Tangan kirinya memegang rambut sedangkan tangan kanan mengambil gunting yang sudah disiapkan dalam pelukan.

Hie Ki Hong dan Ing Chun menjerit.

Paras muka Pui Cie berubah. Tu Toa Nio dengan gemetar berkata, "Se Kian, kau mau berbuat apa?" Hie Ki Hong menjulurkan tangan mau merebut gunting. Tapi terlambat setengah langkah. Guntng dengan cepat menotong segenggam rambut yang sudah di dalam tangan kiri Li Se Kian.

Semua orang menjadi bengong.

Li Se Kian memegang rambutnya yang sudah terputus, lalu bangun dan berdiri, air matanya mengalir.

Tu Toa Nio dengan suara sedih berkata, "Se Kian, kau., kenapa berbuat begitu?"

Gunting yang tajam sudah memotong rambut, sudah menyatakan keteguhan hatinya, kenyataan sudah tak bisa ditarik kembali. Pui Cie terharu, tak disangka kesudahannya menjadi begini, tragedi perkawinan ini sudah selesai. Apa masih ada tragedi yang satunya lagi? Dia seperti sebuah perahu diombang ambing gelombang dahsyat dan ketakutan yang tidak menentu.

Siapa yang berbuat menjadi begini? Siapa penyebabnya? Apakah semua memang nasib atau perbuatan manusia? Hie Ki Hong dengan sepasang mata melelehkan air mata, menjerit terharu, "Kau berbuat begitu apakah mau menbuat aku sengsara seumur hidup. Aku tidak mau menerima budimu.

Li Se Kian saat ini malah dengan tenang menjawab, "aku tidak suruh kau menerima budi, tapi inilah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah.

Ing Chun sambil menghapus air mata dengan marah-marah berkata,"nona, anda salah. Ibu di dalam sana juga tidak akan merasa tenang."

Li Se Kian menggelengkan kepala berkata, "Ing Chun, kau belum ngerti."

Ing Chun menjawab, "Memang, pelayan tidak mengerti apa-apa."

Li Se Kian mendekat kepada Hie Ki Hong berkata, "Ki Hong, ini adalah rumahmu. Kau dan.. Pui Cie tinggallah disini, sambil menjaga dupa ayah dan ibu." Hie Ki Hong tiba-tiba menjerit, "aku tidak punya rumah, di dunia ini aku juga tidak punya famili..."

Tu Toa Nio terharu berkata keras-keras, "Tuan muda, kau harus buka suara."

Saat itu juga, seorang tua dengan seluruh badannya yang berlumuran darah dengan sempoyongan datang ke depan pintu ruangan lalu terjatuh.

Semua yang ada di tempat itu menjadi kaget sampai mukanya pucat. Tu Toa Nio menjerit lari menghampiri. Pui Cie dan Li Se Kian dan lain-lain memburu ke pintu masuk. Pesuruh laki perempuan semua datang mendekat.

Tu Toa Nio terduduk, setengah menggendong orang tua yang terluka, mukanya mengencang. Luka orang itu sangat parah, mulutnya mengeluarkan buih darah. Nafas terasa sesak.

Li Se Kian dengan suara gemetar berkata, "Ini.. bukankah ini Tu Lau Tie?"

Tu Lau Tie, apakah dia itu suaminya Tu Toa Nio? Pui Cie merasa seperti kenal dengan nama ini, Dia berpikir terus.

Tu Toa Nio bercucuran air mata dengan keras berkata, "Siapa yang berbuat sekeji ini?"

Tu Lau Tie meronta sekuat tenaga hanya bisa mengeluarkan tiga hururf, "Kui.. Siu Chai!" kerongkongan mengeluarkan suara berdahak.

Tu Toa Nio memekik dengan suara bergetar, "Kui Siu Chai?"

Pui Cie terperanjat. Kui Siu Chai adalah Pengurus Utama Shin Kiam Pang, kenapa dia membunuh orang tua ini? Berpikir begitu spontan dia bilang, "Kui Siu Chai!"

Tu It He matanya mendadak melotot, terputus-putus mulut bersuara, "Yang paling keji., hati., perempuan!" kerongkongan berbunyi, kepalanya menjadi miring ke sisi. Kemudian meninggal, semua orang yang ada disana hati serasa dipukul keras-keras. Tu Toa Nio setelah menjerit menjadi terdiam, mukanya berubah rupa, air matanya bercucuran tapi sudah tidak bersuara, kelihatannya dia keliwat sedih, rupanya menjadi sangat menakutkan.

Pui Cie mengerutkan dahi sedang berpikir-pikir, "Tu It He sepertinya dilukai oleh Ti Kuang Beng, dia terakhir berkata, paling keji hati wanita, apa artinya? Apakah ada kaitannya dengan wanita?"

Tu Toa Nio menggunakan tangannya menutup mata Tu It He. Mulutnya sambil bergmam, "Pak, kau sekarang sudah meninggal. Aku., tidak tidak marah padamu lagi. Sebagai suami istri tapi berjalan masing-masing, akhirnya seperti daun jatuh ke akar juga, kau., tidak mati di sel atau di pinggir jalan, tapi mati di pelukanku, Pak, ada pepatah berkata, tidak ada jodoh tapi ada jodoh. Sayang., terlalu singkat., juga terlalu menyedihkan. Kenapa tidak lebih awal menemuiku? Aku., tidak sungguh-sungguh membencimu! Hanya., tidak mau mengalah saja.."

Kata-kata yang tulus tapi menyedihkan, dalam pikiran Pui Cie masih terbayang Ti Kuang Beng, perempuan..

Ing Chun maju ke depan berjongkok di samping Tu Toa Nio, dengan suara sedih berkata, "Tua Nio, menangislah! menangislah sepuas-puasnya! Tapi Tu Toa Nio tidak menangis, air matapun tidak mengalir lagi, malah Ing Chun yang menangis tersedu-sedu. Hidung Pui Cie merasa panas, dengan murung dia berkata, "Tua Nio, aku pernah bertemu dengan Tua Lau Tie sekali. Waktu itu saya ditolong orang bertopeng berbaju abu-abu bersamanya ada Ke Co Ing, ditempat Lau Tie aku dirawat sampai sembuh."

"Ke Co Ing adalah adik seperguruannya.!"

Pui Cie kaget, tak disangka, Tu Lau Tie dan Ke Co Ing adalah saudara seperguruan, pantas saja Shin Kiam Pang mengutus orang membunuhnya. Ke Co Ing mati di jurang gunung pinus, saat ajal menjemput dia mengungkap jati diri Shin Kiam Pangcu Phei Cen. Ke Co Ing memancing istri Pangcu Ma Gwe Kiaw, pantas dibunuh sesuai dengan dosanya. Tapi Tu Lau Tie? Apa karena ada hubungan dengan Ke Co Ing jadi terkena akibat? Sesudah berpikir begitu dengan terharu dia berkata, "Tua Nio, aku akan membantu Lau Tie membikin perhitungan terhadap musuhnya!"

Tu Toa Nio mengangkat kepala, dan membelalakan matanya berkata, "Siapa itu Kui Siu Chai?"

"Pengurus utama Shin Kiam Pang!"

"Shin Kiam Pang.. kenapa membunuh orang?"

"Mungkin karena Ke Co Ing ada perselisihan dengan Shin Kiam Pangcu."

"Utang darah., harus dibayar darah!"

Mendadak Ing Chun terkejut dan menjerit, "Kemana perginya nona?"

Semua orang kaget, Pui Cie baru tahu Li Se Kian sudah tidak berada di tempat, keadaan begini dia sebagai tuan rumah seharusnya mengurus soal Tu Lau Tie. Tak mungkin diam-diam meninggalkan tempat.

Ing Chun tergopoh-gopoh lari ke kamar di ruangan belakang, kemudian lari lagi ke depan, dengan gemetar dia berkata , "Nona sudah pergi."

Semua orang membelalakan mata. Pui Cie mendekat ke sisi Ing Chun bertanya, "Apakah benar nona sudah meninggalkan rumah?"

Ing Chun mengangkat ke atas tangannya berkata, "Nona meninggalkan pesan, rumah ini diserahkan pada nona kedua dan Tuan muda."

Pui Cie merasa sekujur tubuhnya kesemutan, tiba-tiba dia merasa bumi dan langit berputar.

Hie Ki Hong sekonyong-konyong menjerit histeris, "Aku tak punya rumah, ini bukan rumahku!" suara belum habis, orang sudah lari pergi. Semua orang di rumah menjadi tercengang. Pui Cie berdiri seperti patung, daging di pipinya sering bergetar. Tu Toa Nio masih memeluk mayat Tu Lau Tie, dengan serak berkata, " Inilah namanya orang mati, rumah hancur. Ya Tuhan! Keluarga Li kenapa begitu sial, sebelum lahir apa kita pernah berbuat dosa?"

Ing Chun menutup mukanya menangis, lalu memekik, "Semua ini dicelakai oleh sepupu ibu San Chai Men Cu."

Pui Cie menggerakkan kakinya keluar pintu.

Tu Toa Nio berkata dengan suara gemetar, "Tuan muda, anda juga mau pergi?"

Pui Cie murung sekali berkata, "Tua Nio, aku., apa masih ada alasan untuk tetap tinggal disini?"

Tu Toa Nio menjawab, "Kenapa tidak? Bukankah Tuan adalah mantu keluarga Li. Coba Tuan katakan di depan papan nama ibu mertua. Dari aturan rumah tangga apa Tuan tidak ingin bertanggungjawab terhadap keluarga ini?"

Ing Chun tangannya memegang meja sembahyang sambil menangis berkata, "Majikan, Tuan..kenapa tidak menjaga keluarga ini? tegakah? Siapa yang akan menjaga dupa Tuan besar nanti? Ohl Waktu itu kau yang yang menentukan perkawinan ini. Kau.."

Pui Cie hatinya terasa kusut sekali. Seolah-olah mau gila rasanya. Ing Chun berjalan ke pinggir pintu, dengan sedih berkata, "Tuan muda, kami., disini semua orang luar. Orang bawahan, kalau Tuan tidak disini, kami harus bagaimana?"

Pui Cie berpikir keras, entah jodoh entah dosa, nama keluarga sudah disandangnya, dia harus menerima nasib. Tidak ada jalan lain. Dia dengan mantap berkata, "Rumah ini harap Tua Nio dan kalian semua bantu mengurusnya. Aku akan pergi mengejar nona kembali." Setelah berkata itu tidak memperdulikan apa-apa lagi dia tergesa- gesa pergi.

Sesudah keluar pintu Pui Cie merasa bingung, hati Li Se Kian sudah teguh tak dapat diubah lagi. Sekarang dia hanya bisa mencari istri yang sebenarnya dulu Hie Ki Hong. Apakah dia mau kembali mengakui keluarga Li? Tadi dia pergi dan marah, rasanya dia tak mungkin kembali lagi ke San Chai Mui. Harus kemana mencari dia? Orang hidup kenapa banyak sekali masalah?

Hari sudah sore Pui Cie seperti manusia yang tak berjiwa, berjalan sendiri tak ada tujuan, pandangannya kosong. Entah harus bagaimana dan kemana, hati menjadi bimbang otak terasa kosong.

Tengah dia berjalan, terdengar suara phipa yang begitu merayu. Pui Cie seolah-seolah tersadar dari kebimbangannya. Dia begitu terkejut dan gembira, sewaktu meninggalkan sungai Tang Yipha Yauci tinggal di perahu dengan tetua San Chai Mui Han Shi Wei sedang melakukan pengobatan menggunakan Giok Ju Yi. Dia saat itu sedang tak sadarkan diri. Kenapa tiba-tiba bisa muncul disini? Phipanya dibawa pergi Bo Ta Su Seng dari mana dia bisa mendapat phipanya lagi? Didengar dari suara phipanya, pasti dia yang sedang memetiknya.

Tapi di dalam suara phipa itu membawa hawa membunuh. Ini pertanda bahwa dia sedang bertarung dengan musuhnya.

Dia ingin melupakannya, dia tidak boleh bertemu dengannya lagi.

0-0-0

Belum bisa tenang

Demi menghindari tumbuhnya benih cinta lagi, Pui Cie sudah memutuskan dalam hati, mencari jalan lain pergi menjauh. Tapi tak berapa lama, dia berhenti lagi, terpikir olehnya, "Aku tidak boleh begini, dia sudah berhutang budi kepadanya yang telah menolong jiwanya, sekarang sudah bertemu kalau menghindar bukankah sangat keterlaluan. Masalah Giok Ju Yi, apakah sudah diberikan kepada tetua Han untuk disampaikan pada Bo Ta Su Seng untuk memenuhi janji dengan Bo Yu Sien Ce.." akhirnya dia balik kembali, lari menyusuri suara yang terdengar. Tiba-tiba suara phipa berhenti.

Dia berlari menuju arah sungai Tang mengira-ngira tempat dalam rimba yang gelap. Tampak Yipha Yauci berdiri memeluk phipa. Yang berhadapan dengannya adalah San Chai Men Cu Hie Bun Cun. Mereka berhadapan kira-kira lima meteran.

Di tanah sudah bergelimpangan beberapa mayat, ada juga tanda Shin Kiam Pang. Begitu tiba Pui Cie diam-diam melihat situasi dan cepat-cepat menyembunyikan diri.

Mengapa San Chai Men mencari Yipha Yauci?

Selendang merah membungkus badan yang mungil terlihat kulitnya yang mulus. Tidak terasa hati Pui Cie berteriak.

San Chai Men Cu dengan sikap yang dingin bertanya, "Nona Liu, sudah terpikir belum?"

Yipha Yauci dengan suara nyaring menjawab, "Sudah!" "Bagaimana?"

"Suruh aku melepas Pui Cie. Tidak bisa!"

"Kau benar-benar mau merusak rumah tangga orang?" "Apakah Pui Cie mencintaimu?"

"Aku tidak perduli. Aku hanya tahu aku mencintainya. Tidak mau tahu dia bagaimana terhadapku."

"Kau.."

"Kau tak mungkin bisa membereskan persoalan ini."

Pui Cie menggigil di kegelapan. Ternyata San Chai Men Cu demi Hie Ki Hong melarang Yipha Yauci mencintai dirinya, dan tidak disangka Yipha Yauci begitu teguh hatinya. Percintaan abnormal ini kalau dibiarkan berkembang akibatnya bisa fatal.

Orang bukan Tuhan. Mana bisa tidak berperasaan. Memang susah menahan budi wanita cantik. Pui Cie juga dari semula bukan tidak tertarik. San Chai Men Cu mukanya berubah lalu berkata, "Nona Liu, kata- kata baik sudah habis aku ucapkan. Kalau kau masih tidak mau sadar.."

"Bagaimana?"

"Demi kebahagiaan putriku, aku akan bertindak." "Mau membunuh?"

"Mungkin saja!" "Silahkan coba."

Pui Cie menjadi gelisah. Yipha Yauci bagaimanapun juga bukan lawan San Chai Men Cu. Tadi dia telah mendengarkan Yipha Yauci memainkan phipa. San Chai Men Cu matanya bersinar-sinar dengan suara rendah berkata, "Nona Liu, pikirkan baik-baik, ini bukan urusan main-main."

San Chai Men Cu mendehem dan berkata, "Dua puluh tahun yang lalu aku pernah mendengar gurumu memainkan Tai Si San Thie, kalau nona merasa merasa kehebatan musiknya melebihi gurumu, boleh coba memainkan, kalau tidak, kau akan menyesal seumur hidup."

Yipha Yauci mulai berubah wajahnya.. Dia tidak tertawa lagi, dengan keras dia berkata, "Siapa sebenarnya dirimu?"

San Chai Men Cu dengan sikap dingin berkata, "Kau tidak perlu tahu."

Yipha Yauci berpikir sebentar, dengan mengigit bibir dia berkata, "Aku tak percaya kau sanggup menahannya!"

"Baik, silahkan mulailah! Keluarkan semua kepandaianmu, jangan ada yang disisakan."

"Kalau... aku menang gimana?"

"Dengan sendirinya aku akan membatalkan pernikahan putriku dengan Pui Cie. Sama sekali tidak akan campur tangan lagi, kalau tenagamu tidak cukup, ilmu silatmu akan kumusnahkan." Pui Cie kesal karena Yipha Yauci, San Chai Men Cu adalah pewaris orang aneh masa itu Tien Ji Ce, kehebatan sulit diukur. Kalau dia sudah berkata begini pasti ada dia ada kemampuan seratus persen. Yipha Yauci kalau tahu San Chai Men Cu yang sebenarnya mungkin takkan berani begitu.

Yipha Yauci sama sekali tidak perhitungkan untung ruginya lalu menjawab, "Baik" Dia langsung duduk disitu. Phipa disandarkan miring di bahunya, mukanya tampak serius, jarinya terlihat enteng..

Satu getaran suara terdengar nyaring "Ting Tung!"

Hati Pui Cie jadi menciut, suara phipa mengalun berangsur meninggi, seperti tidak ada habisnya seperti sungai yang panjang datang bergulung-gulung. Kenyataannya suara phipa itu kerasnya tidak seperti yang dibayangkan, Pui Cie tidak mengerti dimana letaknya keistimewaan suara phipa itu? San Chai Men Cu dengan tenang bernafas, tegap berdiri seperti gunung.

Suara phipa itu sebenarnya khusus ditujukan pada San Chai Men Cu, jadi Pui Cie merasakan tidak ada yang istimewa pada suara phipa itu

Yipha Yauci pelan-pelan menutup matanya. Jari-jari tangannya beraturan kesana kemari berloncatan di atas senar. Suara phipa dari pelan menjadi kencang, tubuhnya juga ikut bergetar.

Teng!" seperti hujan keras mendadak berhenti. Senarnya sudah putus, putus di tengah, muka Yipha Yauci berubah berdiri sambil melotot, badannya gemetaran, terlihat kemampuan San Chai Men Cu jauh lebih tinggi daripadanya.

"Ha.. Ha.. Ha..* San Chai Men Cu tertawa, "Nona Liu, apa yang ingin kau katakan sekarang?"

Yipha Yauci dengan gemetar berkata, "Silahkan musnahkanlah ilmu silatku!"

"Aku tidak mau berlebihan, kalau kau menyanggupi meninggalkan Tiong Guan, memutuskan hubunganmu dengan Pui Cie, aku akan memberi dirimu satu jalan kehidupan." "Tak mungkin!" "Apa? kau.."

"Kau boleh musnahkan ilmu silatku, tapi untuk aku putuskan hubunganku dengan Pui Cie aku tidak mau!"

"Rupanya sebelum melihat peti kau tidak bisa mengeluarkan airmata?"

"Mungkin!"

"Pikirkan sekali lagi, setelah ilmu silatmu dimusnahkan, kau akan menjadi orang biasa. Bagaimana nanti sikap Pui Cie kepadamu?"

"Itu urusanku!"

"Dapatkah Shin Kiam Pang membebaskan dirimu?"

Yipha Yauci tidak ragu-ragu berkata, "Orang hidup di dunia harus punya cita-cita, berkorban demi cita-cita kenapa harus menyesal?"

San Chai Men Cu termenung sebentar berkata, "apakah cita- citamu adalah menghancurkan rumah tangga orang lain."

Yipha Yauci tidak gentar menjawab, "kalau aku sudah cinta, apapun akan kulakukan!"

San Chai Men Cu dengan suara jadi ketus berkata, "kalau begitu jangan salahkan aku berbuat kasar!"

Yipha Yauci dengan keras berkata, "Silahkan." "Kau tidak akan menyesal?"

"Tidak ada yang patut disesalkan."

"Baiklah, aku sudah cukup bijaksana, semua adalah kau yang cari!"

Suara hati Pui Cie serasa terbetot tentu dia tidak bisa tinggal diam saja melihat ilmu silat Yipha Yauci dimusnahkan. Jangan dikatakan lagi dia berbuat begini karena cinta yang sangat dalam, hatinya yang bersikeras begini karena dimabuk cinta. San Chai Men Cu pelan-pelan maju., keadaan di tempat itu sangat menegangkan.

Yipha Yauci memalangkan phipanya, gemertak gigi sambil menjerit, "Aku mau mengadakan perlawanan!"

San Chai Men Cu secara kejam berkata, "Tentu kau boleh melawan, tapi akan percuma saja."

Jarak antara keduanya tinggal dua meter lagi. Pui Cie gemertakan giginya, dia sudah mau..

Tiba-tiba muncul suara bentakkan, "Tunggu dulu!"

Mulut Pui Cie sudah terbuka hanya belum bersuara. Begitu kaget langsung mulutnya dikatubkan lagi, San Chai Men Cu kenal suara yang muncul ini, dia langsung mundur tiga langkah besar, air mukanya berubah tajam.

Seorang wanita   cantik   dengan   dandanan   keraton   muncul.

Ternyata dia Hie Ki Hong.

Pui Cie terharu luar biasa, benar-benar diluar dugaan, ayah dan putrinya yang bukan sebenarnya ini harus menyelesaikan semua masalah.

Langit sudah gelap sama sekali, tapi di mata pesilat, dalam kegelapan ini masih bisa membedakan peubahan di wajah seseorang. San Chai Men Cu dengan suara gemetar memanggil,"Ki Hong!"

Yipha Yauci berdiri bengong, dia diam saja melihat perubahan keadaan. Hie Ki Hong memandangi Yipha Yauci dengan pandangan dingin seperti es berkata, "kau tahu siapa aku?"

"Tahu. Kau istrinya Pui Cie!" "Kau mencintainya?" "Aku tidak menyangkal!" "Apakah dia mencintaimu?"

"Itu urusannya. Aku hanya tahu aku mencintai orang yang aku suka, dia suka atau tidak padaku., aku tidak perduli, semua tidak bisa dipaksakan." "Kau pasrah sekali?" "Aku tidak ingin berdebat."

Hati Pui Cie seperti bercampur lima macam botol bumbu. Entah apa rasanya." 0-0-0

Rintangan tak berujung

Hie Ki Hong diam beberapa saat tiba-tiba dengan suara gemetar berkata, "Baiklah, cintailah dia, aku tidak akan melarangmu."

Yipha Yauci bengong oleh perkataan yang diluar dugaan ini, dia menjadi salah tingkah, lalu berkata, "Kau., apa artinya ini?"

Hie Ki Hong tertawa, suaranya amat menyedihkan, "Liu Siang E, kata kataku tulus, aku tidak mau meneruskan perkawinan yang menyedihkan ini."

Yipha Yauci spontan berkata, "Kalian berdua... tidak harmonis?" Hie Ki Hong tidak berpikir lagi langsung berkata, "kau benar,

perkawinanku dengan Pui Cie adalah sebuah kekeliruan!"

San Chai Men Cu dengan suara gemetar memekik, "Ki Hong, kau., sembarangan!"

Hie Ki Hong tidak membantah perkataan San Chai Men Cu, dia terus berkata dengan Yipha Yauci, "Kau boleh pergi!"

San Chai Men Cu marah-marah dan memekik, "Tidak boleh, aku harus memusnahkan ilmu silatnya!"

Hie Ki Hong pura-pura tidak mendengar, sambil mengibaskan tangan berkata, "Pergilah!"

Yipha Yauci dengan tidak percaya memandangi Hie Ki Hong, dia membalikan badannya dan melangkah..

San Chai Men Cu seluruh tubuh gemetar, matanya mengeluarkan sinar yang menakutkan badan sudah bergerak..

Hie Ki Hong secepat kilat menghadang dengan suara gemetar berkata, "Biarkan dia pergi!"

San Chai Men Cu dengan marah berkata, "Kau., kau sudah gila.." Yipha Yauci mempercepat langkahnya, sebentar saja sudah menghilang, Pui Cie terpaku di kegelapan, berdiri pun sudah tidak mantap, Hie Ki Hong tiba-tiba bersujud marah bercampur sedih berkata, "Ayah, putrimu disini mengucapkan terimakasih atas budimu yang telah membesarkan. Ini adalah kali terakhirnya aku memanggilmu ayah..."

San Chai Men Cu badan sempoyongan, mukanya berdenyut- denyut.

Hie Ki Hong meneruskan bicara, "Mulai sekarang kita putus hubungan untuk selamanya!"

San Chai Men Cu memegang jidatnya, dengan kesal berkata, "Ki Hong, aku., tahu aku telah berbuat kesalahan besar dan susah untuk menebusnya. Tapi aku., sudah menganggap kau seperti anakku sendiri..."

Hie Ki Hong menggigit bibir berkata dengan suara tangisan, "Karena itu,., aku tak berani berkata benci!" sambil berkata, dia berdiri dan beri hormat lagi. San Chai Men Cu, badannya bergoyang seperti mau roboh. Dengan suara sedih berkata, "Ki Hong, kau., benar begitu tega memutuskan tali kasih hampir dua puluh tahun ini... Ki Hong, kau tidak bsia maafkan kesalahan ayah?"

Hie Ki Hong terus-terusan mengemertak gigi, lama sekali baru berkata, "Ibuku., meninggal karena dendam dan menanggung malu, kakakku memotong rambut pergi meninggalkan rumah keluarga Li.. sekarang semua menjadi hancur lebur, aku darah daging keluarga Li. Aku., apa bisa tidak sedih? Apa bisa tidak mendendam? Tapi., aku harus dendam sampai bagaimana?" habis berkata begitu sambil menutup muka dia lari pergi.

Pui Cie ingin sekali mengejar, tapi kedua kakinya seperti berakar, tidak bisa diangkat.

Tangan San Chai Men Cu sudah diangkat, tapi diturunkan lagi, dia bergumam sendiri, "Habis, semua habis seperti mimpi, akhirnya hanya mimpi, apa yang aku dapatkan? Orang yang berbuat salah memang harus menanggung resiko.. Ki Hong, aku tidak menyalahkanmu, juga tidak membencimu. Aku., hanya membenci diri sendiri." habis berkata dia menarik nafas panjang melihat ke langit, lalu dengan sempoyongan pergi.

Pui Cie juga keluar, jalan ke tempat tadi San Chai Men Cu berdiri, pikirannya merasa risau, semua sudah selesai. Tapi belum tamat.

Hubungan ayah dan putri boleh dibilang sudah putus. Bagaimana selanjutnya?

Ada semerbak bau wangi masuk ke hidungnya. Hati Pui Cie berteriak, satu bayangan manusia berwarna merah sudah berdiri di depan matanya.

Pui Cie berseru ,"Oh, kau!"

Ternyata dia adalah Yipha Yauci Liu Siang E yang tadi sudah pergi kembali lagi.

Yipha Yauci tertawa renyah, ketika aku pergi aku melihat kau sembunyi di sini, maka aku tidak jadi pergi.

"Ow!"

"Kenapa kau tidak mau keluar menemui istrimu?" "Kau tidak suka dia?"

"Siang E, ini bukan urusanmu!"

"Baiklah, kita jangan membicarakannya. Kakak Cie, pertama-tama aku mau berterimakasih kepadamu yang telah menolong jiwaku."

"O, bagaimana dengan Giok Ju Yi nya?"

"Kau kan meninggalkan pesan diserahkan kepada orang tua itu, kebetulan sahabatmu di tengah jalan balik lagi.."

"Sudah diserahkan kepadanya?"

"Aku langsung serahkan padanya. Kalau tidak, dapat dari mana phipa ini?"

"Bagus! Eh, kau kenapa bisa ada disini?" Yipha Yauci dengan gaya merayu dan santai berkata, "setelah lukaku sembuh, ternyata kau sudah pergi, aku sangat sedih, aku mencarimu tapi tidak tahu kau pergi ke arah mana, akhirnya aku sembarangan jalan saja. akhirnya menemuimu juga. Tuhan berbaik hati," dia tersenyum lagi, menyambung lagi berkata,"Kenapa dengan mertuamu?"

Muka Pui Cie jadi asam, "Jangan bicarakan dia!"

Yipha Yauci tercengang, tak lama kembali dia tersenyum seperti bunga bermekaran, lalu berkata, "Baik, kita jangan bicarakan dia." lalu mendekat pada Pui Cie. Saking dekatnya nafasnya sampai terdengar, dia berkata lagi, "Kakak Cie, aku mau bertanya, tapi kau harus jujur menjawab.."

Dengan sendirinya hati Pui Cie melayang, dan menjawab, "Apa pertanyaannya?"

Yipha YauCi mengadahkan mukanya berkata, "Apakah kau menyukaiku?"

Sudah diduga, dia pasti akan mengajukan pertanyaan yang sulit dijawab. Pui Cie tiba-tiba terasa muka panas jantungnya berdebar, bukan terharu karena kecantikannya, tapi terharu oleh tekadnya dan ketulusannya. Kalau dia berkata tidak suka itu berarti membohong pada diri sendiri. Kalau bilang suka, masalah cinta akan berlarut-larut karena dia sendiri sudah berkeluarga...

Yipha Yauci berkata lagi, "Kakak Cie, jawablah ya atau tidak, jangan dipaksa, keluarkankan isi hatimu!"

Pui cie terpaksa dengan pelan berkata ."Siang E, aku., aku memang suka padamu..*

Yipha Yauci memegang tangan Pui Cie, dia merasa gembira sekali seperti tidak percaya, "Benar?"

"Benar. Tetapi.." "Tetapi apa?"

"Kaukan tahu aku sudah menikah."  "Tidak apa-apa, aku tidak membutuhkan status." "Maksudmu?"

Yipha Yauci dengan serius pelan-pelan berkata, "Aku hanya

membutuhkan perkataanmu ini aku sudah puas. Aku.. tahu mencintaimu sama degan mengikat diri sendiri. Tapi aku tidak tahan, aku seumur hidup baru pertama kali mencintai seseorang, aku serahkan hatiku. Kakak Cie, harap kau menyayangi hati adik yang tulus ini untuk selamanya.. ?"

Hati Pui Cie berbunga-bunga, kalau mau berkata dia betul-betul mencintai wanita, Yipha Yauci yang didepan matanya adalah orang yang pertama, dulu terhadap Li Se Kian, Hie Ki Hong perasaan ini seperti antara ada dan tiada.

Spontan dia berkata, "Perkenalan kita sudah terlambat rasanya!"

Yipha Yauci memutar badannya yang mungil, menyandar di depan dada Pui Cie, bergumam seperti mimpi, "Tidak terlambat, tidak terlalu terlambat!"

Badannya mungil sintal, hangat dan wangi. Pui Cie tidak tahan memeluknya dengan tangan gemetaran berkata, "Siang E, sudah terlambat, aku tidak punya., sesuatu yang baik untukmu lagi."

Yipha Yauci berkata, "aku tidak ingin mendapatkan apa-apa, aku hanya ingin memberi, dan kau dapat menerima. Itu sudah cukup."

Pui Cie mabuk dalam kata-lata cinta yang indah ini. Tapi masih tercampur sedikit sedih, dia bukan bangsa bufiya, dia punya perasaan, dia sudah tidak berhak mencintai lagi wanita lain. Bagaimanapun juga dia sudah mempunyai istri.

Suara batuk kering tiba-tiba mambangunkan mimpi indah yang tidak bertepi ini, kedua orang ini tiba-tiba memisahkan diri.

Tamu yang tidak diundang ini ternyata adalah Thu Sing Sien.

Muka Pui Cie terasa panas, dengan memberi hormat dengan malu berkata, "Ternyata Cianpwe. Apa kabar?" Thu Sing Sien mendehem, matanya bolak balik memandangi kedua orang ini lama sekali. Baru berkata, "Kelakuanmu sangat memalukan!'

Pui Cie tersegak, dengan amat kikuk dia berkata, "Cianpwe, Wanpwe.. tidak melakukan apa-apa.."

Thu Sing Sien lalu berkata, "Apa mata kakekmu sudah buta, sehingga salah lihat?"

Yipha Yauci dengan sikap dingin berkata, "Cinta bisa terjadi dimana saja, asal hati tetap suci, yang dilihat mata belum tentu benar, anda juga tidak perlu menuding sampai begitu." Habis berkata itu mulutnya tersenyum.

Thu Sing Sien menarik nafas berkata, "Liu Siang E, kau pintar sekali bicara!"

Yipha Yauci dengan santai berkata, "Apakah anda adalah pencuri ulung Thu Sing Sien yang kesohor itu?"

Mata Thu Sing Sien bercahaya, "Betul akulah orangnya!" habis berkata begitu dia memandang Pui Cie, secara ketus berkata, "Pui Cie, pikir-pikirlah akibatnya, kalau kau tidak mau namamu hancur dan memalukan leluhurmu!"

Pui Cie menggigit giginya berkata, "Wanpwe bisa menjaga diri.

Jangan kuaur."

Thu Sing Sien seperti marah sekali dengan suara ngap-ngapan berkata, "Harap kau jangan bermain api yang bisa membakarmu sendiri."

Yipha Yauci berkata, "Aku bukan api, Pui Cie juga bukan orang yang suka main api."

Pui Cie menyambung, "Berawal dari kasih sayang berakhir dengan peraturan, semua Wanpwe masih ingat."

Thu Sing Sien berkata, "Didunia ada berapa banyak orang yang tahu aturan? Kalau dari awal tidak dicegah, akan seperti api besar yang tak bisa dipadamkan lagi!" Tu Sing Sien adalah teman karib ayahnya semasa hidup, Pui Cie mendengar nasihat, yang dikatakan Thu Sing Sien memang masuk akal. Perasaan memang aneh, sekali mulai sulit diakhiri. Pui Cie tidak mengerti aturan ini.

Thu Sing Sien berkata lagi, "Orang bukan rumput bukan kayu, mana bisa tidak berperasan, di dunia ini yang paling susah diprediksi adalah cinta. Kau sudah melihat dan mendengar banyak percintaan yang kusut sukar di atasi. Masa belum cukup untuk dibuat contoh?

Pui Cie bergidik, cerita yang dekat dan yang terjadi didepan mata, San Chai Men Cu dan Kim Hong Ni gara-gara cinta terjadi tragedi yang menyedihkan. Pui Cie segera membungkukkan badan berkata, " Wanpwe menerima nasihat!"

Thu Sing Sien mulut berbunyi, "Hem", langsung mengganti topik pembicaraan "Kali ini persoalanmu yang gagal dengan menyamar masuk ke Shin Kiam Pang, aku sudah tahu semua. Sekarang timbul masalah yang lebih membingungkan. Nona Liu pernah menjadi penasihat Shin Kiam Pang, mungkin bisa memberi penjelasan?"

Yipha Yauci masih kesal atas nasihat yang panjang lebar dari Pencuri Ulung, maka secara dingin menjawab, "Coba anda ceritakan!"

Thu Sing Sien lihat sana sini, dengan suara rendah berkata, "Bagiaman asal usul Pengurus Utama Shin Kiam Pang, yaitu Kui Siu Chai Ti Kuang Beng?"

Yipha Yauci berpikir sebentar berkata, "Ti Kaung Beng adalah salah satu jagoan dari daerah selatan. Tahun lalu dengan cara terkutuk telah membunuh raja pejagal Law Cong dengan dua belas anak buahnya yang tangguh. Karena penampilannya menonjol, dia terbujuk dan masuk menjadi pengurus Shin Kiam Pang.

Pui Cie diam-diam menagngguk, pejagal Law Cong pernah membantu merampas Pedang Raja, waktu itu dia dihantam sampai cedera oleh orang bertopeng, si baju abu-abu Ke Co Ing, bersumpah mau membalas, tidak disangka malah mati ditangan Ti Kuang Beng. Thu Sing Sien berkata, "Yang aku maksud dengan asal usulnya, apa dia ada sangkut pautnya dengan salah satu perkumpulan di dunia persilatan?"

"Kalau soal ini aku tidak tahu menahu."

Pui Cie menyambung, "Kenapa Cianpwe mau menyelidik asal-usul Ti Kuang Beng?"

Thu Sing Sien dengan nada rendah berkata, "Menurut berita pasti yang aku dapat belum lama, perkumpulan itu sewaktu mengejar tuan Chang Hua Ma Gwe Kiaw dan Ke Co Ing di pegunungan pinus. Ti Kuang Beng diam-diam membunuh Guan Cen Ce yang menjabat sebagai komandan.

Yipha Yauci dengan kaget berkata, "Ada kejadian begitu? Shin Kiam Pangcu mengira itu adalah perbuatannya Ma Gwe Kiaw..."

Thu Sing Sien berkata, "Menurut penilaianku, semua mungkin karena perebutan kekuasaan atau dendam pribadi."

Tergerak hati Pui Cie, dengan spontan berkata,"Banyak yang bisa dipelajari."

Thu Sing Sien terkejut, lalu bertanya ."Bagaiman menurut pikiranmu?"

Peui Cie menceritakan kembali bagaimana Ti Kuang Beng membunuh kepala cabang dan menolong dirinya. Diam-diam beritahu bahwa Penasihat Utama Thong Tih Chiu membawa pusaka, diluar rumah petani sengaja melanggar janji membantu Thong Thih Chiu sehingga akhirnya terbunuh.

"Wanpwe sampai sekarang belum mengerti mengapa Ti Kuang Beng makan dalam bantu luar. Apa maksudnya?"

Yipha Yauci bengong karena kaget, semua kejadian aneh ini diluar dugaan.

Thu Sing Sien menarik napas dan berkata, "Benar-benar aneh, dan di luar dugaan kita, kenapa Ti Kuang Beng berbuat begini?" Sesudah berpikir-pikir Pui Cie berkata, "Mungkin dia adalah utusan musuh Shin Kiam Pang yang menjadi mata-mata?"

Yipha Yauci berkata, "Shin Kiam Pangcu orangnya sangat cerdik, tidak begitu gampang tertipu."

Thu Sing Sien memandangi Pui Cie lalu berkata, "Anak muda, hayo ikut aku untuk mengurus suatu urusan."

Hati Pui Cie tersentak, berkata, "Urusan apa?"

Thu Sing Sien berkata, Rahasia langit tidak boleh bocor, pokoknya urusan besar. Sampai waktunya nanti aku baru akan memberitahumu. Sekarang mari kita berangkat."

Yipha Yauci mukanya berubah, "Bagaimana dengan bagianku?" Thu Sing Sien berkata, "Maaf, ini adalah urusan pribadi."

Mata Yipha Yauci berkedip-kedip berkata, "Apakah anda sengaja mau memisahkan kami?"

"Ha., ha., ha..", Thu Sing Sien berkata, "Kakek tidak pernah mencurangi anak kecil, sama sekali tidak, kau jangan kuatir."

Hati Pui Cie sedikit risau, pelan-pelan berkata, "Siang E, kalau begitu., kita bertemu di lain waktu."

Tentu saja Yipha Yauci seratus kali tidak mau, tapi dia tidak bisa menahan Pui Cie, juga tidak bisa memaksa ikut, dengan susah dia berkata, "Kita., kapan bisa bertemu lagi?"

Pui Cie juga sangat berat berpisah, "Waktu bertemu masih banyak..."

Yipha Yauci dengan sedih berkata, "Siapa yang tahu lain kali kita bertemu seperti apa?'

Thu Sing Sien mendesak berkata, "Ayolah jalan, kalau terlambat bisa celaka." Sambil berkata begitu badannya mulai bergerak.

Pui Ciemengigit bibir berkata, "Siang E, kau hati-hati ya! Habis berkata dia ikut lari pergi. Yipha Yauci tinggal sendiri didalam hutan yang kosong. Bingung.

Bengong sendiri.

Saat ini mendadak muncul satu bayangan orang. Seperti roh muncul di belakang Yipha Yauci.

0-0-0

Cinta membawa sengsara

Saat itu Yipha Yauci sedang sedih dan merenung, dia sama seklai tidak mengetahui sudah ada orang di belakang badannya.

Yang datang adalah seorang wanita setengah baya. Saat ini kalau dia mau mencabut nyawa Yipha Yauci sangat mudah sekali. Tangannya sudah diangkat, tapi dia tunda lagi. Secara dingin berkata, "Liu Siang E, putar badanmu kemari!"

Hati Yipha Yauci kaget luar biasa, sebagai seorang pesilat selalu mempunyai cara tersendiri terhadap sesuatu yang mendadak, badan langsung menghindar, lompat sampai sejauh empat meteran baru membalikan badannya. Phipa di tangannya siap dipukulkan. Mulut menggertak, "Siapa?"

Orang yang muncul ternyata adalah bibi perempuan Pui Cie yang bernama Nam Kong Phang Theng dengan penampilan dingin seperti es Nam Kong Theng berkata, "Kau tak usah tahu aku siapa. Aku khusus kemari mau beritahumu supaya menjauh dari Pui Cie."

Mula-mula Yipha Yauci terkejut, berikutnya dia tertawa geli, "Lucu, kau., apa dasarnya?"

Secara ketus Nam Kong Phang Theng berkata, "Karena aku adalah angkatan tua Pui Cie!"

"Angkatan tua?" "Ya!"

Keinginanmu bagaimana?"

"Aku tidak mau lihat dia hancur di tanganmu!" "Lucu benar, aku., bisa menghancurkan dia?"

"Kau tahu dia sudah berumah tangga, kenapa masih mau menggangunya?"

"Itu urusan pribadiku."

"Liu Siang E, kita sama-sama perempuan, bertindak apa-apa harus ada batas-batasnya, melihat wajahmu tidak usah takut tidak mendapat jodoh, kenapa mau menjadi wanita murahan?"

"Murahan?"

"Kau menyukai orang yang sudah beristri, selain merusak kebahagiaan orang lain, apa yang bisa kau dapatkan?"

Yipha Yauci alisnya terangkat berkata, "Kau juga wanita, kalau kau sudah jatuh cinta kepada seseorang, kau akan tahu apa itu cinta."

Nam kong Phang Theng dengan kecut berkata, "Aku tidak mau berdebat denganmu, aku hanya mau menasehatimu, kalau kau tetap bersikeras begitu, nanti kau akan menyesal."

Yipha Yauci tertawa berturut-turut. Lalu berkata, "Hatiku ada didalam, aku cinta siapa. Siapapun tidak bisa melarang."

Dengan sikap amat dingin Nam Kong Phang Theng berkata, "Kalau kau tetap menganggu Pui Ciu, aku akan bertindak."

Yipha Yauci berkata, "Kenapa tidak sekarang saja mencobanya?"

Dalam hati Nam Kong Phang Theng muncul hasrat untuk membunuh, berkata, "Kalau kau belum melihat besarnya sungai kuning (Huang Hoo)hatimu tentu penasaran?"

Yipha Yauci sedikitpun tidak mau mengalah, berkata, "Ya, Aku tidak percaya."

Nam Khong Phang Theng berkata, "Aku bisa membuatmu percaya!"tangannya yang putih dengan jari tengahnya menunjuk kepada Yipha Yauci. Aneh. Tidak ada suara desisan diudara.

Yipha Yauci bukan orang sembarangan. Hatinya berpikir dengan reflek langsung menjaga ulu hatinya dengan phipanya. Suara 'Chiang' terdengar keluar. Yipha Yauci terdorong mundur dua langkah besar, hatinya menjadi gentar sekali. Dia memekik, "Bo Ya Chai!" (Jari Tanpa Bayangan)

Nam Khong Phang Theng berkata, "kau sudah mengenalinya. Ayo silahkan coba lagi!" kata-kata belum habis dua telapak tangannya sudah melayang. Membuat lingkaran dan menggaris orangnya aneh sekali. Memukau dan menakutkan.

Hati Yipha Yauci sangat gentar, dia mengumpulkan semua tenaga pada phipanya .menggoyang, menyetem, mengayun dan memercik, menyerang yang harus diserang.

"poopp! Poopp!" dua kali getaran terjadi. Angin keras menyebar ke empat penjuru. Yipha Yauci terdorong mundur lagi dua langkah. Sekarang dia harus mengambil inisiatif. Badannya digoyangkan. Phipanya langsung dihantamkan. Sesudah di tengah jalan dia segera merobah posisinya menjadi menyilang. Gayanya aneh dan keras, sangat menakutkan. Pesilat yang biasa-biasa saja pasti tak mampu menghadapinya.

Nam kong Phang Theng adalah penerus orang yang paling menakutkan, yaitu Pek Bo Tan (Bunga Botan Putih), kekebatan ilmunya sudah tak perlu dikatakan lagi, badannya berputar berturut- turut sudah menyerang tiga kali, gerakan dan posisinya semua diluar dari kebiasaan seorang pesilat. Dari posisi yang sama sekali tidak mungkin, menyerang bagian-bagian yang tidak terduga.

Yipha Yauci kewalahan, tidak terasa mundur terus.

Nam Kong Phang Theng tidak mau mengalah. Seperti barang dengan bayangan menjulurkan lagi lima jari-jarinya.

Terdengar suara mengaduh, Yipha Yauci sudah terduduk di tanah.

Nam kong Phang Theng telapak tangan sudah berada di atas kepala Yipha Yauci dengan sikap yang sangat dingin berkata, * Liu Siang E, sekali aku mengeluarkan tenaga, kau tahu akibatnya apa?"

Pucat sekali muka Yipha Yauci mengigit bibir dia berkata, "Lakukanlah!" "Aku akan melepaskan kau bila kau menyanggupi aku satu syarat."

"Syarat apa?"

"Jangan menggangu Pui Cie lagi!" "Tidak bisa!"

"Kalau begitu kau lebih suka mati dengan kepala pecah?"

Yipha Yauci berkata keras, "Manusia hidup harus ada cita-cita, mati karena cita-cita kenapa harus disesalkan?"

Nam Kong Phang Theng berkata lagi, "Menggangu laki-laki yang sudah beristri, inikah cita-citamu?"

Yipha Yauci berkata, "Aku hanya tahu aku cinta apa yang aku suka, yang lain aku tidak perduli."

Nam Kong Phang Theng dengan suara gemetar, "Kalau sudah kehilangan nyawa apa masih bisa mencintai apa yang kau suka?"

"Aku takkan meminta ampun supaya kau tidak membunuh aku.

Tapi aku juga takkan melepas cita-citaku."

"Kalau begitu kau memaksa aku membunuhmu?" "Tidak apa-apa karena ilmu silatmu lebih hebat." "Kau benar-benar tidak takut mati?"

"Aku hanya ingin ketenangan hati, yang lain tidak perlu aku takuti."

”Pantaskah?"

"Tentu saja pantas, apa yang wanita kejar? Kalau tidak dapat diraih, hidup dan mati tidak ada bedanya."

Nam Kong phang Theng pelan-pelan mengeluarkan tenaga, mendesak nadi di atas kepala.

Mengalirlah darah dari mulut Yipha Yauci. Nam kong Phang Theng dengan suara keras bertanya, "Mau tidak menerima tawaranku?" Yipha Yauci menjerit, "Tidak, tidak bisa!"

Guguplah Nam Kong Phang theng. Dia juga seorang perempuan, dia bisa merasakan bila seorang perempuan mencintai laki-laki hasratnya sulit digoyahkan, tapi dia adalah bibinya Pui Cie, dia memaksa menjodohkan Pui Cie dan Li Se Kian akhirnya menjadi tragedi yang menyedihkan, dia menyesal sekali., dia tidak bisa tidak perduli. Kalau tidak Hie Ki Hong akan seperti Li Se Kain lagi, dia mengambil keputusan berkata, "Kau yang mendesak aku membunuhmu!"

Yipha Yauci dengan sedih berkata, "Asal Pui Cie tahu saja kenapa aku mati, aku cukup puas."

Nam Kong Phang Theng tersentak, kalau dia membunuhnya apa reaksi dari Pui Cie? Jangan-jangan malah bertambah salah, malah akan menjadikan perpecahan antara Pui Cie dengan Hie Ki Hong. Dia mulai goyah...

Yipha Yauci berkata, "Kau berkata kau angkatan tuanya?" "Ya!"

"Angkatan bagaimana?" "Aku bibinya."

"Ow! bibi., bagus, kau boleh mulai membunuhku!" "Kau sampai matipun tak mau berubah?"

"Aku sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi!"

Saat itu, muncullah seorang yang mungil dan cantik.

Nam Kong Phang Theng melihatnya, dengan terharu berkata, "Mirip sekali dengan Li Se Kian. Kau tentu Hie Ki Hong?"

"Li Ki Hong, aku sekarang tidak bermarga Hie!"

"Ya, kau., memang bermarga Li. Kita baru pertama kali bertemu, dulu aku mengira kau Li Se Kian. Ki Hong, apa kau kenal aku?"

"Aku harus panggil anda bibi, harap lepaskanlah dia." "Apa?"

”Bibi tidak boleh membunuhnya!" "Kenapa?"

"Dia mencintai Pui Cie. Pui Cie juga mencintainya." "Ki Hong, kau., kaukan istrinya Pui Cie?" ,

Li Ki Hong mengeleng-gelengkan kepala, dengan muram berkata, "Tidak, itu hanya nama saja. Dia membenciku..."

Nam Kong Phang Theng dengan suara gemetar berkata, "Tidak mungkin, dulu memang banyak salah paham maka jadi begini, sekarang asal usulmu sudah jelas, dia tidak mungkin membencimu lagi!"

Li Ki Hong menggelengkan kepala lagi, "Semua tidak ada yang berobah, dia tetap membenciku malah, seharusnya dia., harusnya milik kakakku!''

Li Ki Hong menarik nafas, "Ki Hong, apa kau mau ibumu mati penasaran?"

Li Ki Hong memelas, dari sudut matanya mulai berair, sedapat mungkin mengigit bibir, lalu berkata, "Bibi, sudahlah!"

Nam Kong Phang Theng terpaksa menarik tangannya, dan mundur beberapa langkah.

Yipha Yauci pelan-pelan bangun, menghapus nda darah di bibirnya, sambil mengigit bibir bawah dia berkata, "Aku tidak akan merebut suamimu, harap kau tahu."

Pelan-pelan Li Ki Hong berkata, "Aku pernah berkata kepadamu, kalau kau mencintainya, teruskan saja mungkin kau bisa memberinya kebahagiaan!"

Nam Kong Phang Theng menyentak dengan keras, "Ki Hong, kau gila! Apa artinya kau berbuat begini?"

Li Ki Hong berkata, "Bibi, aku tidak gila. Aku., hanya menerima kenyataan, tidak mau membohongi diri sendiri." Nam Kong Phang Theng dengan kesal berkata, "Jangan tolol, kau adalah menantu keluarga Nam Kong. Kenyataan ini tidak bisa dibantah."

Air mata Li Ki Hong akhirnya jatuh ke pipi, dia memutar badannya kepada Yipha Yauci berkata, "Kenapa kau masih belum mau pergi?"

Bibir mungil Yipha Yauci bergerak, mau berkata tapi tidak jadi, sampai terakhir tetap tidak berkata apa-apa, badannya sekali melenting masuk dalam kegelapan malam. Pergi melalui hutan.

Nam Kong Phang Theng maju memegang pundak Li ki Hong dengan suara gemetar berkata, "Kau salah! Kau tidak boleh begitu!"

Li Ki Hong dengan penuh air mata berkata sambil ketawa kecut, "Semua sudah nasib, tidak menerima juga tidak boleh. Bibi, aku., harus mencari kakak."

Nam Kong Phang Theng mengangguk, "Mari kita pergi mencari bersama-sama, aku., aih.. aku malu terhadap ibumu, oya, kau masih kembali ke San Chai Mui?"

Li Ki Hong mengigit mulut berkata, "Aku tak bisa membalas dendam kepada Hie Bun Cun, tapi budi dan dendam ini tak bisa dihilangkan begitu saja. Aku sudah ganti marga, sudah putus hubungan dengan San Chai Mui.

Nam Kong Phang Theng mengangguk lalu berkata, "Mari kita berangkat!"

0-0-0

Thu Sing Sien dan Pui Cie pergi bersama, diperjalanan Pui Cie mengingat suara Li Ki Hong yang berkata kepada Yipha Yauci,".. kau cintailah dia, aku takkan melarang... aku sudah tidak mau meneruskan perkawinan yang menyedihkan ini., perkawinanku dengan Pui Cie adalah sebuah kekeliruan..." kesusahan yang tidak jelas mencekamnya dalam-dalam, tidak terasa dia menghela nafas.

Thu Sing Sien dengan keras berkata, "Mengapa menghela napas?

Masih tidak bisa melupakan wanita siluman itu?" Pui Cie sengaja membelokan perkataan,"Cianpwe kita mau pergi mengurus apa?"

"Sebuah urusan besar!" "Urusan besar apa?"

"Menyelesaikan perkara Lau Hou Ji tentang terbunuhnya lima tua dan tiga muda dari perkumpulan kami!"

Darah Pui Cie tiba-tiba terasa mengalir lebih cepat. Amat gelisah gara-gara pusaka tak terhingga anak buah kelas atas Khang Khang Mui Yi Ce Jen dibunuh masai. Pembunuhnya melakukan dengan memakai nama Pui Cie. Mencelakai dirinya menanggung beban ini. Berpikir begitu bersuara keras bertanya ,"sudah ketemu pembunuhnya?"

"boleh dibilang begitu." "siapa dia?"

"sesudah melihat kamu pasti tahu!"

"kalau begitu., kecurigaan terhadap Wanpwe sudah boleh dihapus?"

"hem!"

jam empat subuh sudah mau liwat. Di jalan tidak ada orang. Dari kejauhan sudah terdengar ayam berkokok yang bersahut-sahutan. Di depan mata sekarang terlihat sebuah pekuburan yang tidak teratur. Kunang-kunang terlihat beterbangan yang menjadikan tempat itu menjadi begitu seram. Dibagian tengah tempat yang agak tinggi, berdiri sebuah kelenteng kecil. Thu Sing Sien menunjuknya, ",Itu di kelenteng kecil."

Hati Pui Cie menggerutu, kenapa mengunakan tempat seperti ini?"

Berdua mereka melalui kuburan yang tidak beraturan, akhirnya sampailah mereka di depan kelenteng kecil. Sebuah papan nama butut yang sudah terkelupas cat emasnya, samar-samar masih bisa terbaca Ling Kuan Bio tiga huruf. Didepan pintu terdapat dua pohon kering, tidak berdaun, dibawah sinar bulan yang hampir tenggelam, kelihatan sangat menyedihkan, pintunya terbuka tapi tak ada satu manusiapun.

Siapa yang mau tinggal di tempat seperti ini seperti bertetangga dengan hantu.

Begitu masuk ke dalam ada satu ruangan utama dan satu ruangan lain di dalam. Thu Sing Sien langsung masuk ke ruangan dalam. Pui Cie juga mengikutinya. Begitu masuk dalam hatinya timbul perasaan ngeri, didalam ruangan penuh dengan sarang laba-laba. Ada juga beberapa buah peti mati yang terbuat dari kayu putih, entah titipan atau menunggu untuk dikubur tidak ada yang tahu. Dengan dingin Thu Sing Sien berkata, "Peti mati ini semua kosong, sumbangan dari orang baik hati yang disimpan khusus untuk mengubur mayat-mayat yang tidak ada keluarganya. Sekarang, kau buka peti kedua di sebelah kanan."

Ceritanya memang begitu, tapi orang tetap merasa tidak nyaman melihatnya. Pui Cie tidak mau banyak bertanya, dia menurut saja pergi membuka tutup peti, yang hanya diletakan begitu saja tutupnya sedikitpun tidak susah untuk dibuka, begitu melihat Pui Cie mundur tiga langkah sambil memekik dengan keras, "Kenapa seorang nenek tua?"

Thu Sing Sien terkejut, dengan suara gemetar dia bertanya, "Apa katamu?"

"Yang berbaring dalam peti itu adalah seorang nenek tua." "Nenek tua? Tidak mungkin!., coba kau lihat lagi yang jelas!"

"Jelas sekali, sedikitpun tak salah!" Thu Sing Sien sekali loncat sampai disisi peti itu, begitu melihat dia tersentak.

Pui Cie dengan aneh bertanya, "Cianpwe, bagaimana ini?"

Thu Sing Sien dengan gemas berkata, "Kenapa bisa jadi seorang nenek tua? Kemana Orangnya?"

Pui Cie dengan bingung bertanya, "Orangnya! Memang tadinya siapa disitu?" Thu Sing Sien berkata, "Orang muda bertopeng berbaju putih, mengaku dirinya Pui Cie."

Pui Cie terkaget, spontan berkata, "Mungkin dia Bo Ta Su Seng!" Thu Sing Sien tidak pikir lagi langsung menjawab, "Bukan dia!"

Bukankah Bo Ta Su Seng pergi ke Tian Ceng Tong mencari obat untuk Yipha Yauci, jika dihitung waktunya tidak mungkin begitu cepat kembali. Pui Cie tidak dipikir lagi langsung berkata. Begitu dengar Thu Sing Sien menjawab dia merasa aneh, bukankah mereka sama sekali belum pernah bertemu, dengan mata membelalak dia bertanya, "Apakah Cianpwe juga kenal dengan Bo Ta Su Seng?"

Thu Sing Sien terdiam sebentar berkata, "Pernah bertemu!" "Siapa yang ditangkap Cianpwe dalam peti mati itu?"

"Dia mengaku sebagai Pui Cie."

"Karena ini urursan yang aneh, maka aku sudah menangkapnya dan mencarimu untuk menjernihkan kebenarannya."

"Kenapa disebut urusan aneh?" "Dia membawa barang bukti." "Barang bukti?"

"Ya! Kau lihat sendiri!" sambil mengambil sesuatu dalam bajunya, lalu diberikan kepada Pui Cie.

Pui Cie menerima barang itu dan diletakan di dalam telapak tangannya, begitu dilihat dia menjadi kaget luar biasa. Seperti pembuluh darahnya membuka, terharu sampai gemetaran.

Thu Sing Sien bertanya, "Bagaimana?"

0-0-0 Barang bukti itu ternyata papan agung Bok Yang Mui.

Pui Cie terharu sampai tak bisa berkata-kata. Lama sekali baru berkata, "Ini siasat Shin Kiam pangcu Phei Cen!"

Thu Sing Sien mata bersinar-sinar, "Darimana kelihatannya?"

Pui Cie berkata, "Waktu itu Wanpwe menyamar menjadi si Baju Ungu, menyelinap masuk ke markas Shin Kiam Pang tapi ketahuan dan ditangkap, papan nama ini digeledah Phei Cen dan dirampas. Jadi ini tentu siasat Phei Chen, melihat gelagatnya, pasti ada maksudnya."

Thu Sing Sien menghentakaan kaki berkata, "Aku sangat bodoh! Orang tua dibohongi anak-anak yang mengaku adik seperguruanku!"

Pui Cie menggertak giginya berkata, "Wanpwe mengerti Phei Cen ingin membuat lagi seorang anak didik Bu Lim Ce Cun agar orang- orang di persilatan menjadi bingung, dia ingin mengganti posisiku. Agar dikemudian hari bila dia muncul dengan wajah asli tidak menjadi masalah."

Dengan marah Thu Sing Sien berkata, "Siasat jahat dan kejam!"

Mata Pui Cie memandang ke peti mati dan berkata, "Kenapa bisa menjadi nenek tua?"

Thu Sing Sien mendekat ke peti mati itu setelah diteliti lalu memekik, "Ini Tua Nio pengurus rumah tangga Li!"

Seperti dipentung, badan Pui Cie jadi gontai. Tangannya memegang peti mati. Betul, ternyata betul Tua Nio. Tangannya sudah keras dan dingin, kemarahannya seperti mau meledakkan dadanya. Tu Lau Tie baru dibunuh Ti Kuang Beng. Tu Toa Nio juga bernasib sama. Thian tidak adil.

Tu Toa Nio berjanji mau menjagakan rumah keluarga li. Kenapa sekarang bisa terbunuh disini?

Orang yang menyamar sebagai Pui Cie sudah tertangkap sekarang kenapa masih bisa kabur?" Thu Sing Sien yang cerdik dan banyak akal. Sekarang menjadi bengong, dengan mata penuh air berkata, "aku telah salah bertindak. Seharusnya yang menyamar ditindak langsung saja!"

Pui Cie dengan gemetar berkata, "Kenapa Tu Toa Nio bisa celaka disini? Heran.."

Langit sudah terang, tapi hati Pui Cie tetap gelap gulita.

Thu Sing Sien dengan suara terbatuk berkata, "Kita kubur dulu yang sudah meninggal, nanti baru mencari tahu apa sebenarnya terjadi!"

Pui Cie dengan gereget berkata, "Tidak salah lagi. Ini pasti perbuatan Shi Kiam Pang. Cianpwe apakah baru-baru ini pernah ke rumah keluarga li di Siang Yang?"

Thu Sing Sien menggelengkan kepala berkata, "Tidak, kenapa?"

Lalu Pui Cie menceritakan soal Tu Lau Tie yang datang kerumah Li dan meninggal itu.

Thu Sing Sien berpikir dan berkata, "Pantas Tu Toa Nio ingin membalas dendam suaminya, dan meninggalkan rumah keluarga Li, hanya sayang dia bernasib sial. Tapi siapakah yang membunuh dan yang menolong orang yang berada di dalam peti?"

Pui Cie berkata, "Cianpwe kapan menangkap orang yang menyamar Wanpwe itu?" "Kemarin sore."

"Kalau waktu itu diinterogasi dulu..."

"Celakanya karena papan nama hitam ini, aku sampai percaya dia adalah adik seperguruanmu. Hai! Siapa yang sangka! Tempat yang seram begini bisa ada orang!"

Memdapatkan kembali papan namanya, adalah hasil besar luar dugaan Pui Cie. Tapi semuanya kemudian terhapus oleh dendam terbunuhnya Tu Toa Nio. Ti Kuang Beng membunuh Tu Lau Tie motifnya belum jelas, Tu Lau Tie terakhir sebelum mati berkata, yang paling jahat adalah hati wanita. Perkataan ini tidak ada ujung ada pangkalnya juga merupakan sebuah teka-teki. Tu Lau Tie adalah kakak seperguruan Ke Co Ing. Ke Co Ing dan Phei Cen ada ganjelan karena merebut istri. Ini dan itu semua berkaitan dengan Phei Cen. Tapi Ti Kuang Beng diam-diam membunuh orang sendiri bagaimana ceritanya?"

Dua orang itu bekerja sama, di belakang kelenteng menggali dan menguburkan Tu Toa Nio dengan alat yang ada. Sesudah selesai hari sudah tampak sore.

Pui Cie memikir ulang semua kejadian, lalu berkata, "Cianpwe, menurut pandangan Wanpwe mereka setelah berbuat begini tentu akan datang lagi melihat hasilnya. Cianpwe pergilah ke dekat-dekat sini dengan meninggalkan jejak, Wanpwe mengintip disini. Mudah- mudahan ada titik terang."

Thu Sing Sien mengangguk dan berkata, "Ini ide yang cukup bagus, Biaklah, aku segera pergi."

Sesudah Thu Sing Sien berkata, dia langsung berjalan pergi. Pui Cie kembali lagi ke dalam kelenteng menyembunyikan diri di ruangan besar menunggu sesuatu yang belum pasti.

Diluar dan di dalam sunyi senyap. Pui Cie dengan sabar menunggu, pikiran melayang. Dia terpikir lagi Yipha Yauci, Li Se Kian, dan yang sudah merobah marga aslinya Li Ki Hong satu persatu dipikirnya, semangkin dipikir semangkin bertambah kusut hatinya dia tidak tahu harus bagaimana menghadapi tiga wanita yang berbeda keinginan ini.

Matahari masih menyorot shingga berkurang rasa serem dalam kelenteng itu. Waktu terasa panjang, perutnya mulai terasa lapar. Pui Cie sudah merasa tidak tahan. TiBa-tiba dia melihat bayangan orang sekelebat lewat. Bayangannya tersorot matahari terlihat di dinding kelenteng, hati mendadak bergetar. Dia tahu sudah ada orang datang, dia segera mendekat ke jendela dari lubang yang kertasnya sobek dia melihat keluar. Begitu melihat darah seperti mendidih, nafsu untuk membunuh bergelora. Yang muncul ternyata Pengurus Utama Shin Kiam Pang Kui Siu Chai Ti Kuang Beng. Dia sedang berdiri diluar pintu ruangan dalam, mukanya penuh perasaan aneh.

Hanya Ti Kuang Beng seorang? Alangkah baiknya kalau Phei Cen juga muncul. Belum habis berpikir terlihat satu orang kampung berlari-lari masuk ke dalam kelenteng seraya bersoja pada Ti Kuang Beng lalu berkata, "Hamba Yi Ping Nam memberi hormat kepada Pengurus Utama!"

Ti Kuang Beng menggoyangkan tangannya berkata, "Tidak usah memberi hormat, kau penanggung jawab daerah sini?"

"Ya!"

"Kemana peti matinya?" "Dikubur orang!" "Siapa?"

"Pui Cie dan seorang tua yang kurus." Ti Kuang Beng terkejut.

Dengan suara gemetar berkata, "Pui Cie sudah kesini?" "Ya!"

"Mana orangnya?" "Mungkin sudah pergi!" "Mungkin., apa artinya?"

"Maafkan Pengurus Utama, hamba ceroboh, hamba hanya melihat yang tua pergi. Sudah ada setengah hari tidak ada perubahan apa- apa. Mungkin Pui Cie pergi kearah yang lain.

Tidak usah ditanya, orang kampung tadi adalah mata-mata Shin kiam Pang. Tak disangka pihak lawan masih belum mau melepaskan pengawasan terhadap daerah ini. Pui Cie sekali meluncur sudah muncul diluar ruangan utama.

Ti Kuang Beng dan mata-mata itu sama-sama memekik, "Pui Cie!" Pui Cie mendekat kehadapannya kira-kira tiga meteran. Dengan sikap amat dingin berkata, "Orang yang bermarga Ti, selamat bertemu lagi."

Mata-mata yang bernama Yi Ping Nam itu merasa takut sekali dan mundur terus sampai punggungnya menempel ke pintu ruangan.

Ti Kuang Beng berusaha tenang dan berkata, "Ha., ha., ha., kebetulan sekali!"

Mata-mata tadi tiba-tiba meluncurkan tubuhnya.. Pui Cie siap-siap mau menghalangi...

"Aa..!" berbarengan dengan pekikan itu. Mata-mata yang tadi mau kabur sudah roboh di halaman, yang melakukan adalah Ti Kuang Beng. sadis sekali. Orang itu belum sempat bersuara sudah putus napas.

Pui Cie tercengang sekali, dia memandang Ti Kuang Beng tidak berkata apa-apa. Ini adalah ketiga kalinya Ti Kuang Beng membunuh orang sendiri. Kenapa?

Ti Kuang Beng melihat lagi mayat itu dengan santai berkata, "Ada petunjuk apa?"

Pui Cir berusaha menenangkan diri baru berkata, "Mengapa harus membunuhnya?"

Ti Kuang Beng berkata, "Biar kita lebih leluasa bicara!"

Pui Cie diam-diam merasa ngeri sendiri. Panjangnya pikiran, jahatnya perbuatan. Kejinya hati susah dicari tandingannya. Dia spontan berkata, "Anda tidak satu kali saja menghabisi orang sendiri. Apa maksud sebenarnya?"

Ti Kuang Beng dengan sikap dingin berkata, "Demi keselamatan diri sendiri kadang-kadang tidak boleh terlalu baik."
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar