Jilid 26
BUKAN SAJA JALAN DARAH MATI HIDUP DALAM
BADANNYA SUDAH terjebol, malah pada tubuhnya timbul suatu keajaiban yang tidak bisa diterima akal sehat, semakin besar dan kuat, tekanan luar bertambah besar pula tenaga pertahanan dari dalam tubuhnya. Tenaga perlawanan ini timbul wajar dan tidak perlu dipaksakan, soalnya latihan belum matang sehingga ia tidak mampu menggunakan tenaga perlawanan wajar dalam tubuhnya ini, jika ditempat lain ia menggunakan tenaga, tenaga pertahanan dalam badannya menjadi kendor dan lemah, itulah sebabnya kenapa sektiap kali ia menggunakan tenaga untuk berontak, terasa pinggangnya kesakitan malah. Jikalau dia lepas dan diam saja pasrah nasib, sedikitpun tidak menggunakan tenaga, tenaga pertahanan itu bisa berkembang mencapai puncakanya yang tertinggi, sehingga segala tenaga luar apapun tidak akan mampu meluakai dirinya.
Jelas bahwa hidangan lezat sudah berada didalam mulut, namun tidak mampu mengegaresnya, sementara Koan San Gwat yang telah menyadari keadaan diri tinggal diam saja sehingga kelabang raksasa itu mencak mencak sendiri, makin kelaparan dengan marah ia merambat kian kemari seperti gila, sampai akhirnya sambil merambat dan mencak mencak mulutnyapun mengeluarkan suara aneh, Koan San Gwat berpeluk tangan dan enak enakan menonton kemarahan sang kelabang yang menjadi jadi, dilihatnya sorot matanya sudah berapi api, seolah olah hampir membawa, tak tertahan ia bergelak tertawa. Keadaannya memang cukup longgar, adalah lain pula keadaan Kang Pan begitu melihat Koan San Gwat kena dicaplok diujung mulut kelabang raksasa itu kaget dan gugup Kang Pan luar busa, meski tahu dihadapannya sedang berjaga seekor kelabang raksasa yang terbesar, ia tidak hiraukan keselamatan diri sendiri. Sembari menghardik, sebat sekali badannya melebat terbang kearah sana. Kelabang raksasa itu sudah sekain lama mengincar mangsanya, selama ini selalu dirintangi oleh Giok tai, sehingga sia sia segala usahanya.
Maka begitu Kang Pan bergerak, inilah kesempatan yang ditunggunya sejak tadi cepat ia pentang mulut menyemburkan segulung asap tebal, sementara Giok taipun tidak tingggal diam, dimana ekornya menyeendal dadanya lantas menegak tinggi sekaligus ia sedot masuk kedalam mulutnya, sementara badannya mendadak melar menjadi besar beberapa lipat, semula badannya, panjang setumbak lebih, sebesar lengan tangan, setelah memanjang kini tinggal sebesar ibu jari.
Dengan kencang ia belit, seluruh badan kelabang raksasa itu, keduanya lantas bergulingan ditanah. Begitu menerjang datang disamping Koan San gwat, King Pan berteriak. “Koan toako… bagaimana kau. ”
Sikap Koan San gwat tenang, sahutnya tersenyum lebar “Nona Kang! Aku tidak apa apa. Lebih baik kau perhatikan dirimu saja!”
Memang keadaan Koan San gwat tidak perlu dikutirkan, sebalikanya kedatangan Kang Pan membuat ia terjeblos ketempat bahaya, seperti diketahui ada tiga ekor kelabang raksasa yang mengepung Koan San Gwat. Seekor kena tertabas kutung seluruh giginya, kecuali menyemburkan asap berbisa, tidak mampu berbuat apa lagi. Seekor lagi berhasil menggigit Koan San Gwat, sementara seekor yang lain jadi kehilangan sasaran. Kedatangan Kang Pan justru menjadi sasarannya yang utama, maka sambil menggerakkan kedua sungutnya yang tajam seperti pisau itu, dengan buas ia menerjang tiba tiba.
Meski Kang Pan tidak membekal senjata, namun kepandaian ilmu silatnya mempunyai dasar yang cukup kuat, boleh dikata sudah mendapat taraf dimana setiap benda bisa dia gunakan sebagai alat senjata, lekas ia kebaskan lengannya, lengan baju sutranya segera menggulung kedepan membelit gigi runcing kelabang raksasa itu, dimana ia kerahkan tenaga, seketika kelabang raksasa itu kena diseretnya kesamping.
Kelabang raksasa itu tidak putus asa, putar badan ia menyerbu balik lagi. Lekas Koan San Gwat berseru kepadanya. “Nona Kang! Sambutlah!” lalu Ui tiap kiam ditangannya ia lontarkan kesana. Lengan baju Kang Pan meski dapat membendung serbuan kelabang raksasa itu, namun lengan baju sutranya itu pun sobek karena tajamnya gigi seperti ujung pisau itu. Kalau pertempuran dilanjutkan Kang Pan tentu terdesak dan menghadapi bahaya. Maka begitu memegang senjata pusaka ditangan Kang Pan tidak perlu takut lagi menghadapi kelabang raksasa yang sedang menubruk maju pula.
Otakanya memang cukup cerdik, ia tahu bahwa kelabang raksasa ini tidak gampang dibunuh, kalau ditebas kutung sebatas pinggang nya, kedua potongan tubuhnya bisa tumbuh pula menjadi dua kelabang yang lain yang sama besarnya pula, kalau dibacok terbelah menjadi dua dari atas kepala sampai keekornya. meski kena terbunuh namun mayatnya bakal menjadi hidangan kelabang lainnya, akibatnya bakal tumbuh seekor kelabang yang lain yang lebih besar lagi, untuk menghadapinya tentu teramat susah dan makan tenaga.
Maka dia mencontoh tindakan Koan San gwat tadi, maka pedangnya hanya memapas kutung gigi kelabang itu, begitu pedang dan gigi saling sentuh, terdengarlah suara benturan yang cakup keras ternyata gigi kelabang raksasa itu sedikitpuu tidak kurang satu apa!
Bukan karena Ui tiap kiam sudah kehilangan kesaktiannya, juga bukan karena kelabang raksasa itu bertambah lihay, adalah tenaga tebasan Kang Pan sendiri yang kurang kuat dan keras. Bicara mengenai lwekang, sebetulnya kekuatannya tidak lebih lemah dari Koan San Gwat, soalnya dasar ajaran mereka berlainan, demikian kondisi merekapun berbeda. Koan San gwat termasuk positip sedang Kang Pan termasuk negatip, Ui tiap kiam termasuk positip, maka berada ditangannya, sudah tentu tidak bisa menunjukan perbawanya yang tulen, akan tetapi benturan itu mengakibatkan sesuatu yang menguntugkan juga.
Karena benturan keras itu, hampir saja pedang ditangan Kang Pan tergetar lepas, tak kuasa ia tergentak dan mencelat beberapa langkah. Sementara kelabang raksasa itu karena giginya terpapas rompal sebagian, sakitnya bukan main sampai kepala terasa pusing, hingga sesaat ia tidak bisa mendesak kepada Kang Pan, malah menentang mulut menggigit kearah Koan San Gwat yang berada didekatnya. Koan San Gwat terangkat ditengah sementara pinggang tergigit dimulut kelabang, meski tidak luka, namun gerak gerikanya terganggu juga, sasaran mulut kelabang adalah sebelah atas badannya. Meski ia tahu jika kelabang raksasa itu menggigit dirinya tidak akan kurang suatu apa, namun ia tidak berani menyerempet bahaya, lekas ia membentang kedua tangan, gesit sekali ia berhasil menangkap kedua gigi taringnya, sehingga kelabang itu tidak bisa mendesak lebih dekat.
Begitu merasa mulutnya mengulum benda, peduli apapun lekas lekas kelabang itu mematupkan mulutnya. Terasa oleh Koan San Gwat tenaganya besar sekali, maka ia tidak berusaha mengadu tenaga dengan lawannya. Begitu gigi runcing itu hampir katup lekas Koan San gwat lepaskan sebuah tangannya, sementara tangannya yang lain kebetulan memegang ditempat peluang dimana pipinya terkurung oleh tebasan pedang Kang Pan tadi. Maka meski gigi runcing kelabang terkatup rapat, namun tidak membawa akibat apa apa bagi tangan Koan San Gwat. Begitu ia menunduk kepala hendak menyerang lebih lanjut, kepala susah di gerakan lagi karena Koan San gwat menyekal kencang gigi taringnya dan tidak dilepas lagi.
Karena dia harus memecah perhatian untuk menghadapi kelabang lain ini tenaga pertahanan dalam tubuh menjadi lemah, tekanan pada pinggangpun terasa bertambah besar, namun Koan San Gwat tidak bisa hiraukan keadaan diri sendiri. Karena kalau kelabang lain yang menyerbu lagi dan berhasil menggigit anggota badan lainnya, tentu dirinya bakal jadi umpan yang dibuat bulan bulanan. Kedua kelabang raksasa ini ditengah udara, betapa rasanya sungguh ia tidak berani membayangkan.
Kelabang yang gigi taringnya digenggam kencang koan San gwat meronta mengeleper geleper, kepalanya digoyang goyangkan, namun Koan San Gwat tidak mau melepaskannya, setelah bertahan dan main berontak, mendadak terasa olehnya jepitan pinggangnya menjadi kendor dan badanpun terjatuh ketanah.
Itulah karena kelabang yang mengigit pinggangnya melepaskan gigitaanya, maklum karena perut amat kelaparan, namun tidak kuasa menelan Koan San gwat, di saat ia kebingungan dan marah marah, kelabang yang lain menyerbu datang pula, meski giginya kena dipegang Koan San Gwat dan tidak dilepaskan, namun kelabang raksasa itu tidak tahu disangkanya kawannya datang hendak merebut mangsanya.
Langsung gusar seluruh rasa penasaran dan kemaranan dia tumplekan kepada kawan sejeninya ini lebib baik ia lepaskan Koan San gwat dia terus menggigit kebadan kelabang yang lain.
Melihat kesempatan yang amat baik dan mengantungkan ini lekas Koan San Gwat lepaskan pegangannya dan mundur ketempat jauh. Kedua kelabang raksasa itu jadi tergumul dan berkelahi mati matian.
Melihat Koan San Gwat terhindar dari marabahaya, sungguh girang Kang Pan bukan main, serunya “Koan toaku! Marilah kita tinggal pergi saja!”
Koan San Gwat menjelajah keempat penjuru, di lihatnya Ki Houww masih tergigit pinggangnya dan terangkat kontal kantil di udara agaknya tenaga sudah terkuras habis sehingga gerak berontakanya sudah jauh amat lemah, sementara tiga ekor kelabang lainnya masih menunggu disamping. Cuma badan mereka rada kecil maka tidak berani mengeroyok mangsa dengan kelabang raksasa yang menggigit Ki Houww ini, namun demikian mereka toh telah siap gegares sisa sisa dari badan Ki Houw yang ketinggalan.
Sementara dengan bumbung bambunya Sebun Bu yam masih berusaha menghalau dan menundukan kelabang kelabang itu supaya tidak menyer ng dirinya, namun kini ia sudah tidak kuasa memberi aba aba dan main perintah lagi supaya mereka menyerbu kepada musuh.
Dalam pada itu, kelabang raksasa paling besar yang dibelit Giok tai masih bergumpul dan bertempur amat sengitnya badan Giok tai sudah mengecil semakin panjang dan kencang sebesar jari kelingking, begitu kencang ia belit seluruh kelabang besar itu.
Koan San Gwat jadi berpikir, katanya. “Kalau kita tinggal pergi, bagaimana dengan Siau giok?”
Kata katanya ini didengar oleh Giok tai, kelas ia mengeluarkan suara mendesis yang keras, mendengar itu Kang Pan lantas berkata. “Dia suruh kita jalan lebih dulu, dia akan bisa berusaha meloloskan diri, kelabang itu tidak akan mampu melukai dia, setelah dia mengatasi habis tenaga lawannya Siau giok akan dapat menundukannya, selanjutnya dia akan menyusul dan menemukan kita pula. Koan toako!
Kalau sekarang tidak segera pergi, nanti mungkin tidak bisa. ”
“Takut apa?” ujar Koan San Gwat menggeleng. “Beberapa kelabang itu kini tidak akan sempat menghadapi kita, biar kira tonton dulu kedua keparat durjana ini mati dengan konyol dimulut mereka ”
Kang Pan menjadi gugup, katanya. “Bila kelabang kelabang itu makan daging manusia, menghisap kemudian darah yang bakal menambah besar tenaganya, selera makannyapun bertambah besar, kecuali daging manusia, bahan makanan apapun dia tidak akan mau makan lagi, saat mana bisakah kita melawannya?”
Koan San Gwat tertegun, tanyanya “Masakah benar seperti apa yang kau katakan?”
“Memangnya aku menipu kau!” seru Kang Pan gugup, “waktu di jian coa kok kulihat Coa sin menggunakan cara ini untuk memelihara ular ularnya beracun, setelah mereka mendapat daging berdarah watakanya menjadi liar dan ganas, tidak mau makan makanan lain.”
Berubah air muka Koan San Gwat mendadak ia merebut Ui tiap kiam ditangan Kang Pan terus memburu kearah Ki Houw, beberapa kelabang yang lain serempak putar badan menghadapi dirinya.
Karena kelabang kelabang itu jauh lebih kecil cukup Koai San Gwat mainkan pedang nya, tanpa menggunakan banyak tenaga ia berhasil mengutungi seluruh gigi gigi mereka. Kejap lain pedangnya sudah menyambar ke arah Ki Houw.
Ki Houw sudah kehabisan tenaga dan tongol tongol, begitu melihat sinar menyambar datang kontan mulutnya menjerit. “Koan San Gwat, sungguh kejam kau!”
Belum lenyap suaranya tiba tiba badannya sudah terbanting diatas tanah.
Ternyata kilat pedang Koan San Gwat menyambar kemulut kelabang dan mengutungi giginya. Sungguh mimpi pun Ki Houw tidak menyangka bahwa Koan San gwat bakal menolong jiwanya. Disaat ia menjublek, sementara Koan San Gwat sudah memburu kearah Sebun Bu yam. Pengalamannya kali ini cukup luas, beruntun pedangnya terayun pulang pergi, satu persatu ia kutungi seluruh gigi kelabang kelabang itu. Serelah kehilangan gigi kelabang itu tidak bisa mengganas lagi terpaksa hanya menyemburkan kabut berbisa.
Begitu tekanan menjadi ringan Sebun Bu yam menjawab. “Bisa! Kami sudah menelan obat pemunahnya, tidak sampai terkena bisanya, kalian….”
Kang Pan mendengus. jengeknya. “Sejak kecil aku dibesarkan makan ular, Koan toako pernah menelan empedu ular kami justru tidak perlu takut lagi. Kalian hanya meninggalkan bibit bencana bagi manusia lain saja….” Koan San Gwat menjadi gugup, tanyanya. “Adakah cara untuk melenyapkan kabut berbisa ini?”
“Tiada cara apa apa, terpaksa dibiarkan saja dihembus angin keperkampungan manusia bagaimana kalau sampai tersedot oleh orang?”
Sebun Bu yam tergagap, sahutnya. “Orang yang menyedot hawa beracun ini seluruh badannya bakal melepuh bernanah dan mati membusuk menjadi genangan air darah. Malah mungkin bisa menjadikan penyakit menular yang jahat…”
Dengan bengis Koan San gwat menyercah “Kalian hanya hendak menghadapi ku namun berani melakukan perbuatan durjana yang pasti akan dihukum oleh Thian, bagaimana kalian hendak menempatkan diri selanjutnya ?”
Sebun Bu yam tertunduk menyesal, sesaat baru bersuara. “Aku sendiri tidak menduga kejadian bisa berkembang sampai sedemikian rupa, tak kuketahui pula mereka bisa tumbuh semakin besar, malah akhirnya aku sendiri tidak kuasa mengendalikan mereka!”
“Kau sendiri yang melepas binatang binatang jahat ini, cara bagaimana kau tidak tahu akan akibatnya?” demikian maki Koan San Gwat.
“Aku memang tidak tahu, waktu Thio Hun cu memberikan kepada aku, dia hanya mengajarkan cara untuk menundukan dan mengatasinya saja, kau sendirikan sudah lihat aku sudah tidak mampu mengendalikan lagi…”
“Thio Han cu !” seru Koan San gwat naik pitam, “Akan kucari padanya dan membuat perhitungan. ”
“Aku pun tidak akan mengampuninya, dia bikin aku serba celaka dan sengsara ”
Waku itu Giok tai kembali mendesis desis, mendengar itu lekas Kang Pan berkata “Koan toako! Siau giok bilang dia bisa melenyapkan kabut beracun ini, tapi kau harus bantu dia membunuh kelabang kelabang raksasa itu, baru dia bisa bebas bekerja. ”
“Oh ya,” teriak Koan San gwat kegirangan. “Aku menjadi pikun malah, kabut beracun semburan kelabang raksasa tadi bukankah tersedot hilang oleh Siau giok, memang aku harus segera bantu dia membebaskannya, ” lekas ia memburu
maju dimana pedangnya berkelebat ia memapas kegigi kelabang raksasa itu. “Trang!” batang pedangnya tergentak balik, sedikitpun gigi kelabang itu tidak cidera keruan Koan San gwat melengak katanya. “Binatang ini teramat besar, aku sendiri sudah tidak mampu menundukannya lagi….”
Siau giok mendesis panjang pendek Kang Pan lekas memberi tahu. “Tusuk kedua matanya ” lekas Koan San
Gwat angkat pedang dan menusuk, kedua biji mata kelabang itu ternyata amat lemah, cukup pedangnya menyambar kontan biji matanya pecah dan darah muncrat, karena kesakitan kelabang raksasa itu menggeleper dan berguling ditanah.
Menggunakan kesempatan ini lekas Siau giok mengkeretkan badan terus menerobos masuk kedalam perutnya, gerak gerikanya amat gesit dan cekatan, sekejap saja seluruh badannya sudah tertelan masuk kedalam mulutnya dan tahu tahu kepalanya sudah menongol keluar pula diujung buntut kelabang raksasa itu.
Setelah kelejetan sebentar, kelabang raksasa itu akhirnya berhenti bergerak jiwanya melayang. Namun Siau giok tidak lantas berhenti, cepat sekali ia sudah menerobos masuk pula kemulut kelabang raksasa yang lain.
Koan San Gwat keheranan, serunya “Mereka sudah tidak akan mampu menggigit orang, kenapa harus mengeluarkan banyak tenaga…”
Kata Kang Pan tertawa. “Meski mereka tidak bisa menggigit orang, namun masih bisa menyemburkan kabut beracun, kalau tidak dilenyapkan keakar akarnya, malah merupakan bencana juga, hanya cara Siau giok ini yang dapat melenyapkan mereka sebersih bersihnya,”
“Memang benar,” ujar Koan San Gwat mengerti. “Agakanya ularmu itu amat cerdik dan lebih tahu urusan dari manusia. ”
Setelah kabut hilang seluruhnya, baru Koan San Gwat berkata dengan tertawa riang. “Siau giok! Terima kasih padamu, untunglah ada kau dan berkat bantuanmu pula ”
Siau giok menegakan kepala dan mendesis desis, kepala diangguk anggukan kepada Koan San Gwat.
Kang Pan segera memberi penjelasan. “Siau giok juga mengucapkan terima kasih kepadamu, kabut berbisa dan empedu meski berbahaya bagi manusia, namun teramat berguna bagi dia, hari ini hasil pendapatannya berlimpah ruah. ”
Koan San Gwat tertawa dan manggut manggut, lalu ia berpaling kepada Sebun Bu yam dan Ki Houw katanya. “Sekarang apa pula yang perlu kalian katakan?”
Terdiam sebentar akhirnya Sebun Bu yam menjawab “Adu pedang kita bukan lawanmu, Cu bo hwi siong juga kau lenyapkan, apa pula yang harus kami katakan, terserah pada mu saja apa yang hendak kau lakukan kepada kami…”
Koan San Gwat berpikir sebentar lalu berkata dengan sikap sungguh. “Menurut perbuatan kalian hari ini serta selalu bersikap bermusuhan terhadap aku. sebetulnya tidak patut aku mengampuni jiwa kalian, tapi selama nya aku tidak pernah membunuh musuh yang sudah tidak mampu melawan lagi. ”
“Bila kau hendak bunuh aku, akan kuberi kesemparan kepada kau,” demikian Sebun Bu yam segera menukas berkata, “Harap pinjam pedang mu, mari kita bertempur sekali lagi, supaya kau punya alasan terang dan jujur…” Koan San Gwat jadi tertegun, serunya. “Kau tidak ingin hidup?”
“Hiduppun tiada artinya lagi bagiku, Cia Ling im sudah tidak lagi menarah perhatian lagi terhadap aku. Apa lagi kau menolong aku dari mulut Cu bo hwi siong, aku berhutang jiwa kepada kau. ”
“Sudahlah, bukan maksudku menolong kau, kalau toh aku sudah menolong jiwamu tiada alasan untuk menghabisi jiwamu pula. Silahkan kau pergi, lebih baik kalau kau tidak bantu Cia Ling im melakukan kejahatan menjadi kaki tangannya kau tidak akan memperoleh akibat yang baik bagi dirimu.”
“Selanjutnya aku tidak akan mengekor kepadanya lagi, sudah tiada tempatku berpihak lagi disana, namun tiada tempat lain pula aku berteduh, kecuali mengikuti dia kemana pula tempat yang haru kupilih?”
“Apa apaan ucapanmu ini, asal kau tidak mengikuti jejakanya, kami akan suka menyambut kedatanganmu.”
“Tidak!” Ujar Sebun Bu yam menggeleng. “Suruh aku ikut kelompok kalian untuk melawan Cia Ling im sekali kali tidak boleh terjadi. Meski dia tidak mau menerima diriku, apapun yang terjadi, dia sudah terhitung suamiku. ”
“Terserah kepada kau! Aku tak bisa memberi nasehat kepada kau, kau pun tidak bisa mati mendengar pesanku, cuma perlu juga ku beritahu kepada kau, kau tidak cocok menjadi jodoh Cia Ling im. ”
“Sejak lama aku sudah tahu,” demikian ujar Sebun Bu yam manggat manggut dengan pilu. “Maka tidak pernah aku berangan angan supaya dia mencintaiku sepenuh hati, namun sekarang cinta palsunya terhadap akupun sudah tidak berbekas lagi aku sendiri pun sudah sadar, seorang yang bermuka jelek tiada punya kuasa untuk memikmati atau mengharapkan berempuan cinta yang indah, Ibu guruku merupakan contoh yang paling gamblang, cuma boleh dikata aku jauh lebih bahagia diban ding beliau…”
“Kau lebih bahagia?”
“Ya, ilmu silatku jauh bukan tandingan Cia Ling im maka ia akan memberi ijin aku hidup didalam dunia fana ini, supaya aku bisa memberikan sekedar sumbangan tenaga dan bakti, sebaliknya ilmu silat ibu garuku jauh lebih ungggul dari guruku akhirnya betapa suci dan besar rasa cintanya terhadap guruku, sebaliknya guru selalu berdaya upaya hendak membunuhnya…”
Koan San Gwat menjublek, katanya kemudian. “Lubuk hatimu jauh lebih elok dari bentuk luarmu, kau bisa membekal lubuk hati yang begitu bajik dan bijaksana, asal kau tidak punya angan angan kosong, kelak pasi bisa mencari seorang kekasih...”
“Terlambat! Sudah terlambat….” demikian ujar Sebun Bu yam menggeleng, “Dulu aku terima diperalat oleh Cia Ling im karena atas perintah guru dan demi keperluan latihan silat, sejak mana sudah menjadikan ketentuan bagi nasib hidupku ini.”
“Jalan pikiranmu ini tidak dibenarkan,” lekas Koan San Gwat menyanggah, “Li Sek hong sama seperti keadaanmu, kenapa dia bisa….”
“Li Sek hong berwajah cantik, dia bisa memisahkan perasaan dan kenyataan, aku sebalikanya tidak bisa, perempuan jelek tiada hak untuk memilih laki laki tampan, tidak peduli siapapun yang ditemui, kalau sudah salah ya biar salah lebih lanjut. Jangan kata usiamu jauh lebih cukup lanjut, meski aku masih muda belia, akupun tidak akan mencari laki laki lagi. Memang begitulah pasangan hidup dan nasib seorang bermuka jelek seperti aku, terpaksa aku mudah menerima permainan nasib ini…”
“Jadi kau masih ingin kembali pada Cia Ling im?” “Ya, terpaksa aku menjadi seekor anjing nya yang paling setia, selamanya mengekor padanya, sampai dia sendiri tidak sudi lagi memberi sedekah makan kepadaku, baru akan ku cari sebuah tempat untuk menyembunyikan diri, selama hidup tidak akan bertemu lagi dengan manusia lagi…”
Koan San Gwat mendelong, akhirnya ia berpaling menghadapi Ki Houw. Sementara itu semangat Ki Houw sudah rada pulih, katanya sambil mengerahkan lengan tunggalnya “Koan San gwat, aku tidak perlu banyak cerewet lagi, kami sudah berkeputusan meski kau sudah menolong jiwku, aku tidak akan berterima kasih kepada kau selanjutnya aku tetap akan menjadi musuhmu!”
“Memangnya aku sudi terimakasih, soalnya aku kuatir bila kelabang kelabang itu menelan badanmu, hanya menambah keliaran dan kebuasannya saja untuk mencelakakan orang lain!”
“Begitu lebih baik, sekarang aku tidak usah menaruh dalam hati akan kejadian ini, bila aku harus hidup dengan menanggung belas kasihan dan pertolongan musuh aku lebih baik bunuh diri saja!”
Koan San Gwat menyeringai dingin. Kang Pan tidak tahan, jengekanya. “Dalam hal ini aku punya keyakinan yang cukup besar dalam hati Koan San Gwat berharap membunuh aku, tetapi bukan pada saat sebelah tanganku sudah buntung begini ” habis berkata ia putar tubuh tinggal pergi tanpa
berpaling lagi. Mengawasi panggung orang, hampir saja Koan San Gwat tidak kuasa menahan gejolak hatinya, ingin rasanya mengajar orang serta menggenjotnya sampai mampus. Tapi setelah Ki Houw bejalan cukup jauh, dia masih tidak bergerak dari tempatnya.
Sebun Bu yam menonton diam dari samping, sesaat kemudian baru ia bersuara lirih. “Sebetulnya tidak patut kau melepaskan dia orang macam itu mungkin adalah musuh besar yang paling menakutkan, rasa bencinya jauh lebih besar dari Cia Ling im,. ”
Koan San Gwat medengus ujarnya. “Kalau tadi dia bicara menghadap kepadaku, tentu dia tahu bahwa aku tidak akan turun tangan membunuh orang dari belakang.”
“Memang, Ki Houw adalah orang yang menyelami pribadimu paling mendalam, sampai ilmu silat, watak dan hobby serta lain lain dia pernah menyelidikinya secara cermat.”
“Dia menyelidiki aku? Apa tujuannya?”
“Semula dia hendak kebaikanmu dan menadingimu, akhirnya mengorek ngorek cacad atau kelemahanmu untuk melenyapkan jiwa mu, alhasil kedua tujuannya itu sama sama gagal total. ”
Koan San Gwat heran katanya. “Untuk melenyapkan aku sih masih logis, bahwa dia hendak menandingi dan menjiplak diriku, hal itu aku jadi kurang paham!”
“Bila kau paham tujuannya tentu tidak akan hendak lagi. Dia mempelajari kau atau membunuh kau, malah menjadi antek Cia Ling im yang paling setia, tujuannya hanya satu...
yaitu hendak mempersunting Ih yu sumoy !”
“Jadi demi Liu Ih yu !” teriak Koan San Gwat, “tidak perlu dia bertindak sedemikian jauh !”
Sebun Bu yam tertawa getir, katanya. “Diapun sudah tahu bahwa kau tidak punya maksud apa apa terhadap Sian sumoy, kenyataan memang begitu sifat manusia, sepenuh hati dengan seluruh jiwa raganya Sian sumoy mencintai kau, sebalik nya sejak lama dia sudah terpincut, dan tergila gila kepada sian sumoy, Cia Ling im pernah memberikan janjinya untuk membantu merangkap perjodohan ini soal itu bukan mustahil namun sejak kamu maucul, posisinya menjadi terdesak, maka hilanglah harapan nya ” Koan San Gwat melongo lagi, sunguh suatu uraian yang lucu dan mengherankan sekali, sulit ia menerima dengan nalar yang sehat akan kejadian yang sebenarnya tidak masuk di akal. Namun diapun tahu bahwa Sebun Bu yam tidaklah bicra dengan karangan khayal belaka, apa yang dikatakan memang benar benar terjadi dan kenyataan.
Begitulah sekian saat mereka berdiri mematung tanpa bicara, sesaat kemudian baru sebun Bu yam berkata sambil menuding mayat mayat kelabang itu. “Koan San Gwat! sekarang ada sebuah permintaanku terhadap kau kuharap kau suka bantu aku membereskan mayat kelabang kelabang ini.
Tapi terserah akan kerelaanmu, tidak menjadi soal kau menolak.”
Koan San Gwat berpikir sebentar lalu tanyanya. “Kita kjra perlu berapa lama?”
“Badan mereka sudah sedemikian besar, untuk membereskannya seluruhnya sampai bersih paling cepat perlu makan waktu setengah harian, dengaa demikian kau ”
“Dengan demikian aku tidak akan bisa menyusul tiba ke Jian coa kok dalam waktu tiga hari sesuai dengan waktu yang telah dijanjikan. ”demikian jengek Koan San Gwat.
“Permintaanku ini bukan demi keuntungan Cia Ling im untuk mengejar waktunya, dan karena itu maka aku berani mengajukan permintaanku , kalau tidak, aku juga bisa masa perduli, biar mereka membusuk disini dan menjadi bibit bencana bagi masyarakat sekitar sini. ”
Sedikit berubah air muka Koan Sai Gwat tanyanya “Bencana apa saja yang ditimbulkan oleh mayat mayat kelabang ini?”
“Kata kataku mungkin kau tidak percaya, oleh karena itu silahkan kau tanyakan kepada nona Kang Pan saja!” Tanpa ditanya segera Kang Pan menjelas kan. “Mayat mayat kelabang ini gampang membusuk dalam waktu singkat, dalam dua belas jam bakal menjadi air darah beracun, bila terkena sinar matahari dan menguap, hawanya yang beracun tiada bedanya dengan kabut beracun yang mereka semburkan tadi!”
SebunBu yam menambahkan tertawa dingin. “Koan San Gwat! Kau mendengar tidak? menurut tabiatku biasa nya boleh kutinggal pergi saja habis perkata, soal bencana atau mala petaka apa yang bakal terjadi, hakikatnya bukan menjadi perhatianku. Adalah setelah melihat sepak terjang dan tindak tanduk belakangan ini, memangnya setimpal disebut sebagai Enghiong teladan, maka kuajukan permintaanku ini, kalau kau salah paham menyangka kehendakku ini demi keuntungan Cia Ling in, baiklah biar kulakukan sendiri saja!”
“Apakah orang lain bisa membantu kesulitanmu ini?” tanya Koan San Gwat.
“Tidak bisa! Ki Houw sudah pergi hanya kau dan nona Kang yang tidak takut kena pengaruh racun kelabang ini, orang lain jangan kata menyentuh dalam jarak yang agak dekat saja mereka bakal mampus seketika. ”
Disaat Koan San Gwat sedang ragu ragu Sebun Bu yam segera menjemput pedang kutung yang terjatuh ditanah tadi terus mulai menggali lubang. Gerak gerikanya cukup cepat dan cekatan.
Menurut pertimbangan Koan San Gwat setelah memperhitungkan besarnya mayat mayat kelabang kelabang itu, paling kecil mereka harus menggali lubang lima enam tumbak persegi, dengan empat tumbak dalamnya baru bisa memendam seluruh mayat mayat kelabang itu.
Mengandal kecepatan kerja Sebun Bu yam ini paling cepat dua hari baru selesai, malah harus terus bekerja tanpa istirahat, makan minum atau tidur. Tatkala itu mayat mayat kelabang itupun sudah membusuk. Naga naga permintaan orang supaya dirinya membantu memang bukan bertujuan demi keuntungan pribadi, maka setelah ragu ragu sebentar maka dengan menggairahkan semangat segera ia melolos Ui tiap kiam mulai ikut bekerja menggali tanah.
Melihat orang toh akhirnya sudi membantu, sedikitpun Sebun Bu yam tidak menam pilkan perubahan air mukanya. Akan tetapi tiba tiba ia menghentikan kerjaannya, putar tubuh terus tinggal pergi masuk kedalam hutan dipinggir tanah.
Keruan Kang Pan menjadi naik pitam makinya. “Kau perempuan keparat ini memang patut dibunuh, satelah kami terikat kerja disini, kau hendak tinggal pergi malah !”
Tanpa orang bicara habis Sebun Bu yam segera mendengus, ujarnya. “Siapa mau bekerja silahkan, tidak mau silahkan pergi, tiada orang yang memaksa kau untuk mengerjakan nya!”
Karena semakin membara amarah Kang Pan, cepat ia melompat maju seraya mengayun tangan menampar pipi orang, sedemikian keras tamparan ini sampai Sebun Bu yam terpental mundur sempoyongan, ujung mulutnya melelehkan darah, pipi pun bengap, sambil mengusap darah dipinggir mulutnya tanpa bicara ia terus masuk kedalam hutan.
Saking marah Kang Pan hendak memburunya lagi, lekas Koan San Gwat mencegahnya. “Nona Kang! Jelas kerjaan ini harus kita lakukan, marilah bekerja sekuat tenaga tidak perlu minta bantuan orang lain. Marilah kau bantu aku!”
Dengan bersungut Kang Pan kembali ke tempatnya, memungut potongan pedang yang ditinggalkan Sebun Bu yam, mulai dia bantu mengeduk ranah, namun masih penasaran ia menggerundal. “Perempuan buruk ini memang bukan manusia, kukira memang dia sengaja hendak menahan kita disini. Kelabang kelabang kan dia yang melepas, kenapa kita mesti. ” “Nona Kang!” ujar Koan San Gwat menggeleng sambil menarik napas, “Dia anggota Thian mo kau, terhadapnya jangan kita meminta sesuatu banyak, peduli kemana tujuannya, bagaimana juga kita tidak bisa berpeluk tangan apalagi jalan raya ini cukup ramai, orang berlalu lalang tidak sedikit, janganlah mereka yang tidak berdosa menjadi korban secara konyol.”
“Peduli Kau pihak Thian mo kau yang memikul dosanya!” “Ya, namun paling tidak kelabang ini dilepas gara gara kita,
kau kau pula yang membunuh, kalau aku tidak tahu bencana apa yang ditimbulkan sudah tentu boleh tinggal pergi saja, habis perkara, namun persoalan sekarang jauh berbeda. ”
“Apakah kau seorang bisa mengurus segala persoalan tetek bengek di seluruh jagat ini!” seru Kang Pan sengit dan keras.
“Segala urusan yang ganjil didunia ini meski tidak seluruhnya bisa kuselesaikan, namun setiap urusan yang kebentur ditanganku tidak bisa tidak harus kuurus. Itulah sumpah setiaku diwaktu aku menerima jabatan Bing tho ling cu nan jaya dan agung. ”
Kang Pan jadi melongo sesaat berkata dengan lirih “Koan toako! Memang kau yang benar, sungguh aku harus menyesal kenapa punya pikiran egois, agakanya untuk menjadi istri idamanmu, aku harus banyak belajar. ” bicara sampai disini
tenaga dikerahkan kedua tangan bekerja semakin cepat tanah batu seketika beterbangan dan berjatuhan, sekejap saja ia berhasil mengduk tanah beberapa banyak dan dalamnya, malah dengan kedua tangan yang halus dan putih itu ia menyerok tanah serta dihamburkan keluar lubang.
Koan San Gwat menjadi risau malah oleh beberapa patah kata katanya yang terakhir.
“Masa iya!” sahut Kang Pan, setelah mengendurkan tanah galiannya, Kang Pan ganti menggunakan kedua lengan baju yang di saluri tenaga dalam mengebut beberapa kali, kontan tanah tanah yang digalinya itu beterbangan ke luar lubang, kejap lain ia berhasil menggali sebuah lubang cukup besar.
Begitulah mereka bekerja sepera saling berlomba, lambat laun Kang Pan mendekati di pinggir Koan San Gwat, karena ketajaman pedang Ui tiap kiam dimana tajam pedang bekerja tanah berhamburan menjadi kendor, kontan Kang Pan membantu dengan caranya tadi, setiap padang Koan San gwat bekerja, lekas lengan bajunya dikebutkan. Cara kerja sama ini ternyata hasilnya lebih besar dan cepat. Kira kira setengah jam kemudian, mereka sudah mengeduk lubang lebar dua tumbak dan setumbak lebih dalamnya.
Tiba tiba diatas lubang berkelebat sesosok bayangan orang, kiranya Sebun Bu yam kembali lagi. Sambil mendongak bertanya Kang Pan. “Untuk apa kau kembali pula?”
Sebun Bu yam menyeringai, sahut nya. “Jangan kau anggap setiap orang Thian mo kau orang jahat jahat, terutama aku Sebun Bu yam bukanlah seorang manusia rendah hati ini, bhwa aku kembali memangnya aku hendak membuktikan kata kataku.”
“Lalu kenapa kau tadi tinggal lari?”
“Kenapa kau tidak naik kemari melihat nya?”
Kang Pan segera melompat naik, tampak dipinggir lubang sana bertumpuk setumpuk kayu kayu kering, tanyanya dengan heran.
Mata Sebun Bu yam tertawa dingin. “Bekerja harus sempurna, berapapun dalamnya kau memendam mayat mayat kelabang itu. bila menguap menjadi hawa beracun, masih ada kemungkinan bisa merembes keluar bumi, terpaksa harus dibakar dulu ”
“Menang benar!” kata Kang Pan sesaat kemudian setelah tertegun. “Tadi akulah yang salah, kenapa kau tidak menyelesaikan lebih dulu? Sampai kupukul kau, maafnya!” Sebun Bu yam tertawa dingin, ujarnya “Setiap orang boleh bekerja sekuat tenaga melakukan kerjaan apa saja yang harus dia kerjakan. Kenapa harus menjelaskan kepada kau lebih dulu. Sekali pukulanmu akan ku ingat dalam hati ”
Sifat Kang Pan memang polos dan jujur sungguh hatinya amat menyesal, cepat ia berkata. “Kalau kau hendak membalas boleh sekarang juga silahkan. ”
Sebun Bu yam mendengus, katanya. “Aku tak punya waktu!” habis berkata ia tinggal pergi lagi kali ini rada lama baru kelihatan dia kembali, satu jam kemudian ia kembali membawa seonggok bersamaa kayu kering.
Waktu itu lubang sudah tiga tumbak. Maklumlah waktu itu musim rontok sedang mendatang, apalagi kedua tangan Sebun Bu yam sudah cacad, gerak geriknya tidak begitu leluasa, tanpa menggunakan alat senjata dan tidak bisa menggerakkan tenaga lagi, sedang dahan dahan kayu itu harus dipanjat diatas pohon untuk mendapatkasnnya, meski hasilnya kira kira sudah dua ratusan kati, dilihatnya keadaannya kelihatan sudah amat payah.
Kang Pan jadi tidak tega, setelah berpikir ia berkata “Kau istirahatlah, biar aku yang cari kayu bakar…”
“Tidak usahlah!” sahut Sebun Bu yam menggeleng.”Kerja sama kalian suami istri amat baik, kalau aku yang melakukan tentu tidak sebaik dan cepat itu, bagi seorang yang sebatang kara hanya kerjaan tunggal saja bagiannya!”
Mendengar sindiran tajam ini seketika merah jengah muka Kang Pan.
Setelah pekerjaan memakan waktu kira kira tiga jam, lubang itu sudah sedalam tiga tumbak, dan luas empat tumbak. Koan San Gwat dan Kang Pan sudah sama keletihan, mereka berdiri dipinggir lubang, istirahat. Dalam pada itu, cuaca sudah gelap bintang bintang kelap kelip dicakrawala dan cerah tampak Sebun Bu yam menyeret dua onggok kayu besar sedang mendatangi dengan tertatih tatih. Setelah meletakkan kayu kayu itu, ia berkata menarik napas “Mencari kayu bakar dalam musim sekarang ini sungguh sukar sekali. Kedua onggok ini kutemukan empat li dihutan sana.”
Sikap dan pandangan Koan San Gwat terhadapnya sudah berubah sama sekali, katanya lemah lembut. “Kau tidak usah bercapek lelah kukira sedemikian banyak sudah lebih dari cukup!”
“Masih kurang banyak lagi,” sahut Sebun Bu yam menggerakan kepala. “Tapi kalian tidak perlu kuatir, biar kukerjakan sendiri mengubur dan membakar mayat mayat kelabang ini. Kalian boleh sekarang berangkat saja!”
Koan San Gwat melihat cuaca, lalu berkata. “Sampai saat ini, cepat atau lambat kita berangkat sama saja…”
“Tidak!” tukas Sebun Bu yam, “melihat tekad kerja kalian, sungguh aku tidak rela kalian kena terjebak dan menjadi korban kelicikan Cia Ling im. Boleh kau perhitungkan, sebelum terang tanah bisakah kalian tiba di Jian coa kok?”
“Sudah tentu tidak menjadi soal, tapi setelah terang tanah, berarti sudah lewat hari ketiga seperti yang dijanjikan, menyusul tiba kesana juga tidak berguna lagi, ada lebih baik…”
Sebun Bu yam menjadi gelisah, katanya. “Asal sebelum matahari terbit kalau sudah bisa sampai disana, mungkin masih bisa mencegah tipu daya Cia Ling im, melindungi keselamatan jiwa kalian, kalau terlambat habis sudah ...”
Koan San Gwat merasa heran, tanyanya “Dengan cara apa Cia Ling im hendak menghadapi kami?” Sebun Bu yam ragu ragu sebentar, akhirnya bicara juga. “Dari mulut Ban li bu in Cia Ling im mengetahui segala seluk beluk mengenai Coa sin, maka dia lalu mengatur suatu tipu daya yang keji, dengan caranya ini dia dapat menundukkan Coa sin dan memperalatnya. ”
Diam diam bercekat hati Koan San gwat. Justru yang dikuatirkan memang hal itu, namun lahirnya dia berlaku tetap tenang, kata nya acuh tak acuh. “Kukira tidak mungkin! Cara bagaimana Coa sin bisa mendengar perintahnya?”
“Cia Ling im tidak akan melakukan kerjaan yang semduma, di sudah berhasil memegang dua titik kelemahan Coa sin, dengan dua alat kepercayaannya ini, Coa sin pasti terjeblos kedalam tipu dayanya
“Kelemahan Coa sin yng mana dipegang Cia Ling im?” “Seseorang pasti punya cacat karena dia tidak melakukan
sesuatu keinginan yang tidak bisa dikerjakan. Coa sin kemaruk akan paras cantik, namun dia tidak mampu bersenggama dengan perempuan, ada tidak kejadian ini?”
Pucat muka Kang Pan, teriakanya. “Benar, masakah Cia Ling im bisa membuatnya.”
“Ya, kepandaian simpanan Thian mo kau yang paling diandalkan adalah Im yang sin hap perpaduan ganjil antara negatif dan positif justru Cia Ling im paling ahli dalam bidang ini, memang benar dia bisa mengajarkan sesuami kepandaian yang aneh, sehingga dia bisa mencapai kenikmatan dari hubungan antara perempuan dan laki laki. Belum cukup dibekalnya ini, Cia Ling im pun membawa serta Thio Hun cu, pasti mereka bisa mengubah bentuk Coa sin sekarang menjadi manusia yang normal.”
Mencelos hari Koan San Gwat, katanya. “Kedua hal itu memang kejadian yang paling diharapkan oleh Coa sin ” “Maka kalian harus cepat menyusul ke sana. Ilmu perpaduan Im dan Yang itu cukup dalam tempo sehari sudah bisa diajarkan sempurna, cuma operasi untuk menormalkan anggota badan itu yang rada sulit dan makan waktu, paling cepat harus dua hari baru bisa selesai dan baru bisa digerakan dengan leluasa seperti manusia umumnya. Cia Liog im beramat dua hari lebih dulu tiba disana Coa sin sebelum matahari terbit kalian bisa tiba disana, Coa sin masih belum mumpu bergerak ”
Koan San Gwat berpikir sebentar lalu katanya. “Seumpama Coa sin mau menerima syarat yang mereka ajukan, belum tentu dia terima diperbudak oleh Cia Ling im. Ilmu silatnya jauh lebih tingggi dari mereka. ”
“Betapa pandai dan licik cara Cia Ling im menundukkan seseorang, menghadapi Coa sin tokoh yang bosan itu, kalau tidak punya pegangan yang meyakinkan, masakah dia sudi membantu orang begitu saja?”
Bercekat pula hati Koan San Gwat teriaknya “Apakah betul betul dia bisa mengendalikan dan menundukkan Coa sin secara keseluruhannya?”
“Masakah diragukan. Disaat ia mengajar kan perpaduan Im yang itu, dia gunakan pula semacam ilmu sihir, asal Coa sin mau menerima pelajarannya, selamanya dia akan menjadi alat paling setia!”
“Koan toako !” teriak Kang Pan gugup, “Marilah lekas. ”
“Tidak!” Koan San Gwat tegas “ Kilau Coa sin mau menerima ajaran Cia Ling im maka sekarang dia sudah bisa diperalat oleh Cia Ling im. Kalau kita menyusul tiba disana, paling paling hanya mencegah operasi memulihkan anggota badannya menjadi manusia normal, bukankah waktunya sudah terlambat juga?”
“Belum terlambat!” seru Sebun Bu yam dengan penuh keyakinan, “Asal kalian bisa datang tepat pada waktunya dan secara kebetulann pula Coa sin belum mampu bergerak kalian bisa melenyapkannya lebih dulu, tipu daya Cia Ling im tidak berguna lagi.”
Koan San Gwat meliriknya sebentar, tanyannya. “Kenapa mendadak kau mau membantu aku, kalau kau punya maksud baikmu ini, kanapa pula kau harus melepaskan kelabang beracun itu, sehingga menunda dan membuang waktu kami secara cuma cuma?”
Seban Bu yam menarik napas dan menundukkan, sahutnya menyesal “Mendadak aku menjadi sedih. Bukan saja aku suka membantu kalian apalagi kalau kalian bisa melenyapkan Coa sin sehingga Cia Ling im kehilangan sandaran yang diandalkan, terpaksa dia harus menyembunyikan diri, maka aku masih ada harapan bersanding disebelahnya Atau sebalikanya, ambisinya amat besar, tujuannya hendak merajai dunia, kalau itu sampai terjadi selama hidup ini aku tidak akan mendapat penghargaan nya. ”
Berpikir sebentar lalu Koan San Gwat berkata kepada Kang Pan. “Nona Kang, marilah kita lanjutkan menggali!” sembari berkata dia sudah siap hendak melompat turun.
Keruan Kang Pan menjadi gugup, serunya. “Koan toako! kenapa kau tidak begitu prihatin akan persoalan ini?”
“Prihatin juga tidak berguna, kalau sekarang kita menyusul kesana, paling paling hanya bisa membunuh Coa sin, apalagi aku tiada permusuhan atau dendam kepadanya, malah sebelum ini aku menerima kebaikannya! Demikian juga kau, pantaskah kita membunuhnya? Jangan kau melulu terlalu kuatir dia bakal menjadi alat setia Cia Ling im, toh kenyatan belum terjadi atau sudah kau saksikan sendiri!”
Kang Pan terbungkam. Sebun Bu yam menyela bicara sambil menghela napas. “Kau tidak, percaya padaku, akan datang saatnya kau menyesal diri.” Koan San gwat menggeleng, ujarnya “Aku percaya akan keteranganmu, tapi aku seorang laki laki sejati, keturunan perguruan tenar, apalagi untuk menghadapi seorang yang pernah memberikan manfaat kepadaku, tidak bisa aku membalas kebaikan budinya dengan kejahatan. Aku tidak bisa memberi penilaian pada sepak terjang dan kebaikan hatimu ini, cuma kurasa kau terkekang oleh rasa kesetiaan dan cinta kasih yang tidak berharga, bukanlah menjadi seorang kelana Kangouw tulen yang harus dipuji. ”
“Masakah aku berani angkat diri jadi pendekar segala. Tapi aku punya sebuah prinsip, setiap tindak tandukku hanyalah menuruti kelurusan hati dan kesucian nurani belaka, untuk membunuh orang kitapun harus punya alasan alasan yang setimpal. Waktu di Sin li hong, aku pernah membebaskan Cia Ling im, karena kurasa dia belum melakukan kejahatan yang keluar takaran, mengenai Coa sin, aku berpegang akan keyakinan yang sama. Bila dia benar benar melanggar kejahatan yang sudah tidak terampun, aku pasti tidak akan memberi ampun padanya. Tapi sekarang bagaimana juga aku tidak bisa membunuhnya.”
Sebun Bu yam derdiam sebentar, lalu katanya. “Belum tentu aku harus membunuh dia mungkin meski kau hanya bisa mencegah pulih nya menjadi manusia normal sehingga selamanya mengurung diri didalam Jian coa kok dia tidak akan keluar menimbulkan bencana bagi dunia ramai. ”
Koan San Gwat tertawa besar, ujarnya. “Hal ini lebih tidak bisa kulakukan. Karena aku menelan empedu ular wulung bertanduk itu, shingga hilang harapan Coa sin pulih menjadi manusia normal, karena hal itu hatiku jadi tidak enak dan rasanya hutang budinya padanya. Kini kalau toh ada cara lain bisa mengabulkan angan angannya ini, sepantasnya aku ikut bergirang dan syukur baginya, mana boleh merusak usahanya ” Sebun Bu yam menjublek tidak bersuara lagi. Adalah Kang Pan yang menyeletuk. “Koan toako, jadi untuk apa pula kita tergesa gesa hendak memburu tiba disana?”
“Semula aku belum tahu rencana apa yang sedang di atur oleh Cia Ling im, maka aku ingin buru buru menyusul kesana melihatnya kini setelah aku tahu aku jadi tidak perlu tergesa gesa, jadi kau tidak takut bila Coa sin sampai diperalat oleh Cia Ling im?” tanya Kang Pan gelisah.
“Jadi kau tidakatakut bila Coa sin sampai diperalat oleh Cia Ling im?” tanya Kang Pan gelisah.
“Tidak salah! Memang aku sedang memikirkan hal itu, tapi akupun tidak percaya kan terjadinya hal itu, mungkin Coa sin memang punya cacat, dia suka kepincut paras cantik namun tidak kuasa menikmatinya, tapi dia adalah manusia, sebagian besar badannya adalah raga manusia, adalah pantas mempunyai keinginannya itu, tidak bisa aku beranggapan bahwa hal ini adalah kesalahannya. Mengenai takut dia diperalat oleh Cia Ling im, itu tidak mungkin terjadi, ilmu sihir merupakan semacam kepandaian silat juga, mengandal dasar latihan lwekang Coa sin yang tinggi, kemungkinan kena terpengaruh dan hilang ingatannya adalah kecil sekali, sebaliknya bukan mustahil Cia Ling im sendiri yang bisa ditundukan olehnya...”
Kang Pan tidak bicara lagi, kembali mereka terjun kedalan lubang, yang satu mengeduk yang lain membersihkan tanah, tak lama kemudian galian tanah itu sudah hertambah lebar dan dalam.
Koan San Gwat melompat keluar dan katanya tertawa. “Semula dia perhitungkan memerlukan waktu enam jam, kini kita hanya memerlukan waktu empat jam, dari sini dapatlah dimengerti, bahwa bekerja harus memperhatikan cara dan manfaatnya, gunakanlah otak berpikir….” Sebun Bu yam melemparkan kayu kayu bakar dibagian bawah sebgai alas dasar, Koan San Gwat membantu memotongi kayu kayu itu kecil kecil dengan pedangnya, setelah kayu merata baru mereka mulai mengotong mayat kelabang itu ditumpuk diatasnya.
Setelah persiapan selesai mulailah menyulut api pada sebatang dahan pohon kering, tak lama kemudian api sudah menyala besar berkobar kobar, mayat mayat kelabang itu ada mengeluarkan minyak gajihnya sehingga kobaran api semakin besar membantu kayu kayu itu terbakar semakin cepat dan membara.
Kira kira setengah jam kemudian tinggal abu abu dan karang karang masih membara yang tinggal dalam lubang, serempak mereka bertiga kerja sama lagi mengurukkan tanah ke dalam lubang lubang, serta menginjak injak dengan kaki biar rata dan padat.
Setelah pekerjaan selesai, barulah Sebun Bu yam berkata prihatin. “Lekaslah Kalian beraungkat. Setelah bertemu dengan Cia Ling im tolong kirimkan kabar dariku, katakan aku akan kembali ke Ngo tai san, pulang ketempat lama untuk menetap disana. Kalau dia sudah tiada tempat untuk berteduh boleh datang kesana, aku akan melayaninya dengan setia selama hidup ini.. tapi kukira kata kataku ini pun bakal sia sia, aku berani pastikan dia tidak akan sudi kesana. ” habis
berkata dengan rawan dan sedu ia tinggal pergi lebih dulu.
Koan San Gwat dan Kang Pan jadi melongo dan hampa, sesaat lamanya mereka memjublek, akhirnya berangkat juga menuju ke Jian coa kok.
Keadaan Jian coa kok sudah tidak seperti keadaan semula tempo hari, celah celah batu yang sempit kecil itu kini sudah dipagari oleh tenaga manusia, jalan lebar dan datar, maka Koan San Gwat dan Kang Pan tidak perlu susah payah harus mencari jalan untuk masuk kedalam. Belum jauh mereka memasuki jalan lurus ini, tibalah mereka dilapangan luar itu, tempat kediaman Coa sin msih berada disebelah belakang, lapangan kosong melompong tiada kelihatan bayangan seorangpun juga.
Adalah di kedua pinggiran lapangan sana tergantung dua ekor ular sanca yang amat besar, keduanya menegakan kepala dan membuka mulur menjulurkan lidah, sikapnya garang dan siap mematuk sambil mendesiskan suara.
“Apa yang terjadi ini?” tanya Koan San Gwat tidak mengerti.
Kang Pan berpikir sebentar, lalu katanya. “Mungkin mereka sedang repot mengerjakan sesuatu, maka mengatur ular ular besar ini untuk menjaga pintu, barisan ular macam ini adalah yang paling lihay. ”
Koan San Gwat tidak percaya, katanya. “Meski aku tidak pernah mempelajari strategi militer, namun aku tahu barisan ular hanyalah barisan yang paling gampang dan umum, dimana tempat kelihayannya.”
“Ya, memang hanya pinjam nama saja, maknanya berlainan, sebetulnya semakin besar kadar racunnya ular semakin kecil, hanya ular sanca bersisik merah ini, semakin besar kadar racunnya semakin berbisa, sepanjang jalan ini semua dijaga oleh ular ular sanca peliharaan Coa sin selama puluhan tahun, tujuannya adalah untuk mencegah sembarangan orang masuk mengganggu.”
“Bisa merintangi orang lain masakan bisa merintangi kita, sejak kecil kau dibesarkan di tempat ini, masakan mereka bisa menyerang terhadap kau juga, soal aku…”
Kang Pan menggeleng, katanya. “Ular sanca berbisa macam ini tidak mengenal jenis dan persaudaraan, kecuali Coa sin, tidak lawan yang terpandang dalam mata mereka, meski kau pernah menelan empedu ular, merekapun tidak akan bisa kau gertak ” Melihat orang bicara serius, Koan San Gwat jadi ragu ragu, katanya. “Kenyataan kita sudah melewati puluhan ekor, kenapa tidak kelihatan mevunjukan sesuatu aksi apa?”
“Ya, aku sendiri juga sedang tidak mengerti, menurut biasanya, sejak tadi mereka sudah mulai bergerak, tapi kulihat mereka rada rada rakut dan bimbang, seolah olah ada sesuatu yang mereka takutkan. ”
“Kalau toh tidak takut kepadaku dan kau apa pula yang mereka jerihkan?”
Sebegitu jauh Kang Pan sendiri belum bisa menyimpulkan sesuatu, cuma ia coba mendekati salah seekor yang terbesar, sikapnya kelihatan tegang dan menegakan kepala dengan garang dan berjaga jaga. Cuma kelakuannya tidak sebegitu garang lagi, malahan badannya mengkeret mundur, sementara kedua biji matanya berjelalatan mengawasi kantong dibawah ketiaknya.
Mendadak Kang Pan menjadi paham duduk perkaranya, katanya tertawa besar. “Ternyata mereka takut terhadap Siau giok!”
Kuatir Koan San Gwat tidak paham segera ia menjelaskan. “Mereka adalah lawan bebuyutan dangan Siau giok tidak perlu takut, namun keadaan hari ini lain pula, mungkin Siau giok tidak akan kuasa menghadapi lawan sedemikian banyak, menuruti biasanya mereka sudah maju bersama, untunglah Sebun Bu yam telah memberi berkah kepadanya.”
Tanya Koan San gwat masih rada bingung. “Kenapa ada hubungannya dengan Sebun Bu yam?”
“Kelabang yang dilepas Sebun Bu yam itu telah menambah perbawa kekuatan Siau giok berlipat ganda, kebetulan menjadi lawan penunduk mereka lagi, tak heran mereka tidak berani banyak bergerak.” Kata Koan San Gwat mengerut kening “Coa sin mengatur barisan ularnya ini, tujuan nya hendak merintangi kita masuk, tentu sebelumnya dia tidak memikirkan bakal terjadi seperti ini, kesempatan baik bagi kita malah, marilah lekas maju!” segera dengai langkah lebar ia maju dengan cepat. Kang Pan mengikuti jejakanya. Tapi ular ular yang menghadang disebelah depan mendadak bergerak serempak, bersama dari kanan kekiri mematuk bersama.
Sigap sekali Koan San Gwat membacokan pedangnya memapak kearah ular yang menyerang paling depan. Tapi ular itu sedikit pun tidak takut menghadapi Ui tiap kiam yang tajam luar biasa itu.
Kepala mendongak keatas badanpun menjulur maju lebih dekat dan membiarkan pedang Koan San Gwat membacok dipingangnya namun sedikitpun tidak cidera apa apa, malah dengan cepat dan gesit sekali badannya melingkar terus membelit pedang.
Dalam waktu dekat Koan San Gwat tidak kuasa menarik lepas pedangnya, sementara ular yang lain sudah menyerang tiba, didalam keadaan gawat, terpaksa ia angkat sebelah kakinya menendang telak sekali kepala ular kena ditendangnya, tapi paling paling ular hanya tergeliat sedikit, cepat sekali kepala nya sudah putar balik mematuk dengan beringas.
Ular sanca jenis ini bukan saja lihay merekapun punya daya kecerdikan, mereka me ngenal cara pengeroyokan yang dilancarkan secara bergelombang dan teratur, ular yang membelit pedang itu tidak mau melepaskan, dengan ketat ia menarik semakin kencang dan kuat. Malah sisa badan kepalanya yang menegak masih bisa bergerak dengan leluasa, karena Koan San gwat harus menggerakan tangan menghadapi rangsakan ular yang lain, maka diapun ikut menyerang setiap ada kesempatan.
-oo0dw0oo-