Patung Emas Kaki Tunggal Jilid 20

 
Jilid 20

ALIS GWAT HOA HUJIN BERTAUT kencang, katanya “Bukan mustahil secara diam diam Koan San gwat membawa Thio Ceng ceng tinggal pergi secara diam diam?”

“Kau hanya mencari cari alasan belaka. Apa lagi alasannya dia harus tinggal minggat secara diam diam! Dan lagi bila hendak meninggalkan apa pula alasannya dia harus turun tangan keji membunuh orang yang tidak berdosa!”

Jing Tho juga mengerut kening, timbrungnya : “Hambapun berpendapat demikian tidak mungkin Koan Kongcu minggat secara diam diam. Pertama Koan Kongcu tiada alasan berbuat demikian, kedua jejak Siau hong yang menghilang amat mencurigakan, biasanya Siau hong dan Siau lik adalah dayang Hujin yang terpercaya, namun dari apa yang dapat kutahu biasanya Siau hong jauh lebih rapat dan dekat kepada Hwi Kak, bukan mustahil mereka bersekongkol menculik lari nona Thio …”

“Katakan!” sentak Gwat boa Hujin dengan marah marah, “Dalam detik detik macam ini kau masih main ulur waktu dan jugal mahal segala.”

Jing Tho mengiakan, lalu katanya lebih lanjut “Yaitu bahwa kemungkinan Koan kongcu sendiri sudah mengalami kecelakann.”

“Bohong! Seumpama dia meninggal paling tidak mayatnya pasti dapat diketemukan.” “Dibawah jurang terdapat sebuah aliran sungai yang amat deras arus airnya, dan lagi batu menonjol disamping jurangpun telah hilang, hamba berpendapat kedua amat besar kemungkinannya”

Gwat hoa Hujin menarik muka dan tertunduk diam.

Pek Thi hun segera berteriak “Kalau Kaon San gwat benar benar kena dibokong celaka, betapapun aku tidak akan mengampuni bocah keparat itu.”

“Tho ong! duduk perkaranya belum lagi jelas …”

“Lalu bagaimana dengan Koan San gwat?” sentak Gwat hoa Hujin dengan murka.

“Jejak Koan kongcu ada dua kemungkinan, pertama, begitu dia mendapat nona Thio menghilang, dilihat gelagat disekitarnya ia tahu hahwa telah terjadi sesuatu atas diri nona Thio, lekas lekas mengejar menurut apa yang dia dapat disana. Soal kedua hamba jadi kurang leluasa menjelaskan …”

“Keduanya adalah putra kandungmu, tapi Koan San gwat adalah keturunan sahabat kentalku, segera aku harus menemukan bocah keparat itu. Asal Koan San gwat benar tidak kurang suatu apapun, dapat kuampuni jiwanya, atau sebalikanya akan kuhancurkan leburkan anak keparat dan durhaka itu. Aku tidak perduli bagaimana sikapmu terhadapku atas segala sepak terjangku ini, yang jelas keputusan dan tekadku tidak dapat ditawar lagi.” Habis bicara dengan marah marah ia tinggal pergi dengan langkah lebar.

Gwat hoa Hujin tidak berusaha merintang, setelah bayangan Pek Thi hun menghilang barulah dia manghela napas, dan ujarnya “Oh Thian! Kenapa kau mengatur nasib ku sedemikian mengenaskan. Yu hu, perbuatanmu memilukan hatiku …” tak tertahan air mata bercucuran sesaat ia menambahkan: “Jing Tho, Sui Ki! Kalian berdua segera mencari sepanjang sungai dan temukan jenasahnya bila ia benar benar mati kecemplung ke air, Coh bing tinggal di rumah menunggu rumah, sementara Tay Su dan Jip Hoat ikut aku turun gunung!”

“Hujin hendak turun gunung?” tanya Coh bing dengan rasa berat. Gwat hoa Hujin manggut manggut, ujarnya “Ya, aku harus turun gunung! Aku harus menemukan dia sebelum Pek Tho ong menyandaknya, akan kutanya biar jelas duduk perkara sebenarnya, bilamana dia memang melakukan perbuatan yang tercela ini bagaimana juga aku tidak bisa membiarkan Pek Tho ong membunuhnya.”

Jing Tho tergagap, tanyanya “Hujin! maksudmu …” “Ya,” ujar Gwat hoa dengan pilu, aku sendiri yang akan

merenggut nyawanya.”

Sesaat kemudian Jing Tho segera minta diri, katanya: “Hujin, biarlah kami berangkat lebih dulu, semoga Thian yang maha besar melindungi jiwa Koan kongcu …”

Gwat hoa Hujin manggut manggut, ujarnya: “Harapannya terlalu kecil, kalau kalian berhasil menemukan jenazahnya bawalah keatas dan kebumikan disini, kalau tidak berhasil lekaslah susul kami disebelah selatan, Yu hu pasti menuju ke Ni hay di Tian lam, kampung halaman ayahnya…”

Jing Tho manggut manggut. Begitulah beberapa rombongan segera berpencar melaksanakan tugas masing masing.

Dijalan raya yang menembus ke propinsi Hun lam, tampak di kejauhan sana bayangan orang yang mengendarai empat tunggangan.

Gwat hoa Hujin menunggang seekor kuda hitam tinggi besar berada paling depan, Jip hoat berada di tengah, Tay Su berada di belakang, tunggangannya terakhir ternyata adalah unta sakti tunggangan Koan San gwat, tampak patung mas kaki tunggal terselip di punggung unta. Unta sakti dan patung emas kaki tunggal adalah pertanda khas dari Bing tho ling cu, namun unta sakti masih ada sementara majikannya tidak kelihatan jejakanya, sungguh sukar dimengerti, sepanjang jalan ini sudah menimbulkan perhatian dan rasa heran dan curiga bagi kaum persilatan.

Meski Gwat hoa Hujin tidak punya pengalaman kangouw namun pedang yang tersoren dipinggangnya begitu menyolok, walau usianya rada lanjut namun sikap dan perbawanya amat agung dan kereng, para pengikutnya sama gagah dan bersemangat, terutama unta sakti yang mengintil di belakang mereka. Maka orang orang persilatan yang tidak tahu asal usul mereka, sama tidak berani mengganggu sepanjang jalan ini mereka jadi aman dan tentram tanpa mendapat gangguan sedikitpun juga.

Setengah bulan kemudian, mereka sudah mulai memasuki daerah Hun lam, keadaan sini jauh berbeda. Setelah mereka melewati kota Ih ping, didapatinya serombongan orang yana tidak dikenal juntrungannya mengintil rada jauh di belakang mereka, malah ada beberapa rombongan orang berkuda sama mencongklang pesat tunggangannya lewat kearah depan.

Rombongan itu kebanyakan terdiri kakek tua, tapi terdapat juga beberapa perempuan dan dara cilik berusia tiga empat belasan. Akan tetapi dalam pandangan Gwat hoa Hujin mereka lama adalah tokoh tokoh kosen yang memiliki kepandaian silat dan lwekang yang amat tinggi, mau tidak mau ia mulai meningkatkan kewaspadaannya.

Rombongan terahir yang melampaui mereka terdapat pula seorang perempuan pertengahan umur, kata Gwat hoa Hujin dengan muka berubah “Aku parcaya disebelah depan kita bakal menghadapi kesulitan!”

“Darimana Hujin bisa tahu?” tanya Jip Hoat.

“Hari ini sudah beberapa rombongan melampaui kita kelihatannya mereka bukan kaum lemah dan lagi sikapnya amat memperhatikan tindak tanduk kita, terutama perempuan dalam rombongan terakhir ini, jelas kelihatan memiliki kepandaian yang jauh lebih matang dari orang orang yang lain. Kalau dugaanku tidak meleset, mereka tentu satu komplotan. Perempuan pertengahan umur tadi pasti pentolan mereka, rombongan rombongan itupun sedang menunggu kedatangannya untuk menerima perintah baru turun tangan.”

“Selamanya kita sendiri tidak punya pertikaian dengan para sahabat kangouw, untuk apa mereka mencari kesulitan kita.”

“Sepak terjang kaum persilatan biasanya memang serba aneh dan sulit diselami, maka sejak dulu aku tidak sudi berkeliaran dilur. Waktu bicara dilihatnya jauh disebelah depan terdapat sebidang hutan palawija, didepan hutan terdapat sebuah tanah lapang yang kosong. Terlihat beberapa kuda tertambat di batang pohon, ditengah lapang berkerumun beberapa puluh orang. Perempuan penengahan yang lewat terakhir tampak berada ditengah tengah mejeka agakanya seperti sedang merundingkan apa apa, begitu Gwat hoa Hujin bertiga mendatangi semakin dekat, serempak mereka berpencar keempat penjuru, seolah olah sengaja hendak mencegat jalan.

“Bagaimana, tepat bukan ucapanku?” ujar Goat hoa lirih.

Dasar suka usil segera Jip hoat keprak kudanya memburu kedepan, seraya berteriak: “Minggir! Minggir jangan menghadang ditengah jalan!!

Kuda tunggangannya terus menerjang ke tengah rombongan orang yang berdiri jajar ditengah jalan. Diantara rombongan orang banyak segera tempil dara cilik, dengan gerak yang amat lincah dan tangkas langsung ia memapak maju sambil ulur tangan meraih tali kekang kuda Jip hoat, serunya : “Turunlah! Ada urusan yang perlu kita tanyakan kepada kalian!” Kuda yang dibedal kencang sekali kena diraih dan ditarik oleh dara cilik itu seketika berhenti dan tidak mampu laju kedepan, karuan ia besrseru panjang dan berdiri dengan kaki belakangnya, hampir saja Jip hoat terjengkang.

Keruan ia menjadi gusar, kontan pecut pecut ditangannya disabetkan kearah dara cilik itu semenjara mulutnya memaki: “Setan! Cari mampus kau!”

Namun gerak gerik dara cilik ini amat gesit, cukup memikirkan kepala ia berhasil meluputkan diri terus menerobos lewat dari bawah perut kuda, sudah tentu lecutan pecut Jip Hoat mengenai tempat kosong, gagang pecutnya menggares luka leher kuda tunggang nya sendiri. Mulut kesakitan kena dicekam tali kekangnya oleh dara cilik, kini tergores luka pula, karuan kuda itu kesakitan dan berjingkrak liar, kaki belakangnya segera mencak mencak dan melompat lompat tinggi, keruan Jip Hoat yang tidak menduga tersuruk kedepan dan terbanting jatuh, untuk ilmu silatnya cukup tinggi ditengah udara ia jumpalitan mengendalikan tubuh terus hinggap berdiri tanpa kurang satu apapun.

Waktu itu ia berhasil berdiri tegak, dilihatnya dara cilik itu sedang menerobos lewat dari perut kuda sebelah sana sambil tertawa cengar cengir, cukup kedua jarinya menjawil dipinggir setelinganya, kontan kuda itu bertekuk lutut dan tidak mampu bergerak lagi.

Sambil tertawa menggoda dara cilik itu membuang pecut yang berhasil di rampasnya serta berkata “Tabiat kudamu ini terlalu jelek, jangan kau naik kuda macam ini lagi, carilah tunggangan yang lain saja.”

Dari cara dara cilik ini menundukkan kuda dapatlah dinilai bahwa bekal kepandaian nya cukup hebat, Jip hoat juga tahu bahwa orang memang sengaja hendak menahan dan mempersulit dirinya, karena sekian banyak orang yang hadir itu cuma tersenyum malahan ada yang bersorak dan bertepuk tangan memberi pujian. Dalam pada itu Gwat hoa Hujin bersama Tay Su telah semakin dekat, dan ditempat yang cukup jauh mereka menghentikan tunggangan, tanpa memberi reaksi akan apa yang telah terjadi.

Tahu Gwat hoa Huj in tidak mencegah dirinya membuat keributan, tambah besar nyali Jip hoat, dengan muka membesi dan tanpa bersuara “Sreng” segera dia cabut pedangnya dari bawah perut kudanya, sambil menuding dara cilik itu dia membentak “Setan kecil! Kenapa kau melukai kuda tungganganku?”

Dara cilik itu tertawa cekikikan, ujarnya? “Bukankah sudah kukatakan tabiat kudamu terlalu liar, untung aku pernah belajar cara menundukkan kuda liar, sehingga tidak kena cidera olehnya, kau sendiri untung tidak sampai terbanting jatuh, kenapa kau kelihatan malah begitu sayang terhadap kuda bawel ini? Biar nanti kuganti seekor kuda lain.”

“Baik, kau gantilah, kau tahu berapa harga kudaku ini?” “Kudamu ini bukan kuda tunggangan, paling paling

dagingnya yang gemuk dapat di potong dan dijual diwarung arak, sepuluh kali seharga lima sen, paling paling kudamu ini cuma seharga dua tiga tail perak…”

“Kentutmu busuk! Kau tahu aku membelinya seharga seribu tail perak …. “

“E, eh, kau jangan pura pura menjadi hartawan meninggikan nilai kudamu, termasuk dirimu sendiri, belum sampai seharga seribu tail.”

Memang Jip hoat sedang menunggu alasan untuk melampiaskan kedongkolan hatinya, lekas ia kiblatkan pedangnya diatas kepala orang serta semprotnya gusar “Setan kecil, berani kau melukai perasaan orang!”

Dara itu mengkeretkan kepalanya, agak nya seperti takut terhadap tajam pedangnya, setelah mundur rada jauh baru dia berteriak “Aduh! Perampok kuntilanak! Kau hendak main kekerasan membunuh orang …” bahwa nya gerak caranya menghindar dari samberan pedang Jip Hoat amat tangkas dan lincah sekali, tidak mungkin pedang Jip Hoat dapat mengenai dirinya.

Jip Hoat menyengir dingin, dimana sinar pedangnya terangkat dan berputar sekaligus ia bungkus bayangan dara itu didalam lingkaran sinar pedangnya serunya : “Jangan kau lari, kalau tidak kau ganti seribu tail perak, biarlah jiwamu sebaga penebus hutangmu!” 

Dara itu berbelit kekanan dan menghindar kekiri, meski ia sudah bergerak dengan setangkas dan segesit mungkin, namun tidak kuasa membebaskan diri dari ancaman ujung pedang lawan, terpaksa akhirnya ia menghentikan langkah kakinya, dan berdiri tegak lalu papakkan dadanya sendiri keujung pedang lawan, katanya sambil menubruk maju. “Kau bunuh akupun tidak akan mampu mengganti seribu tail uang perak, silahkan kau cabut nyawaku sebagai penebus kudamu!”

Untunglah sebelum urusan menjadi ke telanjur, keburu Gwat hoa Hujin dan perempuan pertengahan sama berteriak memanggil. Jip Hoat dan dara kecil itu mundur menghentikan pertempuran. Berbareng dengan itu mereka berduapun melayang maju ketengah kalangan. Kini jadi Goat hoa Hujin dan perempuan pertengahan umur itu yang saling berhadapan dalam jarak setumbak lebih, usia Gwat hoa Hujin lebih tua namun sikapnya agung dan berwibawa berwajah halus lagi, segera perempuan pertengahan sedikit menekuk lutut membri hormat serta menyapa lebih dulu :” Harap tanya Hujin …”

“Aku bernama Liu Ciu kiok!” sahut Gwat hoa Hujin tawar.

“Aku yang rendah Li Sek hong,” perempuan pertengahan umur memperkenalkan diri. Sedikitpun Gwat hoa Hujin tidak mengunjuk reaksi apa apa, malah tanyanya! “Kalian sengaja mencegat jalan dan mencari gara gara, apa maksudnya?” Li Sek hong berkata pelan pelan “Pernah apa Toaci itu dengan Hujin? Apakah ilmu pedangnya ajaran Hujin sendiri?” sembari bertanya tangannya menuding Jip Hoat.

“Dia adalah pelayanku, ilmu bedangnya memang ajaranku”

Sedikit berubah air muka Li Sek hong mulutnya kemak kemik lalu bertanya pula “Lalu apa sangkut paut Hujin dengan Cia Ling im?”

“Siapa Cia Ling im itu? Aku tidak kenal dia! Belum pernah kudengar namanya.” tercengang Li Sek hong dibutnya, katanya ragu ragu “Gerak gerik permainan pedang toaci tadi adalah salah satu jurus dari Siu lo it sek, kecuali Cia Ling im tiada orang kedua yang mampu memainkannya, adalah mustahil bahwa Hujin berkata tidak kenal dengan Cia Ling im.”

“Tidak kenal ya tidak kenal, memangnya aku ngapusi kau. Bicara soal ilmu pedang tadi, aku jadi ingin tahu orang macam apakah sebenarnya Cia Ling im itu?”

“Dia seorang laknat yang jahat …”

“Peduli dia jahat atau baik yang kutanya dia laki laki atau perempuan?”

“Cia Ling im adalah seorang laki laki, ini dia berada di Ngo tai san mendirikan Thian mo kau …”

“Seorang laki laki busuk, perlu apa kau mencari dia. Ingin aku tahu apa maksud kalian mencegat jalan kami?”

Segera Li Sek hong menuding unta sakti dan berkata “Unta itu cara bagaimana bisa terjatuh ketangan Hujin, dimana pula majikan nya?”

“Untuk apa kau menanyakan hal itu?”

“Kami beramai ramai sedang mencarinya kekuatan Thian mo kau sedang berkembang dengan pesat, hanya Koan San gwat sedang yang mampu mengatasinya …” Gwat hoa Hujin jadi tersirap darahnya, serunya “Adakah Koan San gwat punya kemampuan begitu besar?”

“Sudah tentu, Bing tho ling cu menggetarkan seluruh jagat, dimana ia tiba memberantas kejahatan melenyapkan kesesalan bila Hujin tahu jejakanya, harap suka segera memberitahu …”

“Aku sendiri juga tidak tahu kemana dia pergi …” “Bohong” sentak Li Sek hong dengan muka beringas, “Bing

tho ling cu selamanya tidak pernah meninggalkan tunggangannya, kini unta dan senjata tunggalnya berada di tangan kalian, mustahil kalian tidak tahu jejakanya … apakah Kalian sudah mencelakai jiwanya?”

Belum lagi Gwat hoa Hujin menyahut, Jip Hoat sudah menyela bicara: “Kaulah yang membual, Koan kongcu adalah putra Hujin kami, mana bisa kami membuatnya celaka malah

…”

Kata katanya ini seketika membuat Li Sek hong serta orang orang dibelakang mengunjuk rasa sangsi dan keheranan setengah tidak percaya. Terpaksa Gwat hoa Hujin menegaskan sambil menghela napas. “Koan San gwat adalah memang putraku!”

Sikapnya Li Sek hong segera berubah ramah, cepat ia menjura serta berkata “Kami yang rendah tidak tahu bahwa Hujin adalah ibunda Koan kongcu, soalnya Koan kongcu sendiri belum pernah menyinggung hal ini …”

“Sudah sekian lama kami ibu beranak berpisah, selama ini tidak tahu berita masing masing, baru setengah bulan yang lalu, secara kebetulan kami jumpa dan berkumpul, namun tidak lebih dua jam kami berkumpul, mendadak ia menghilang tanpa meninggalkan bekas!” 

“Menghilang!” teriak Li Sek hong terkejut. Gwat hoa Hujin manggut manggut ujarnya “Kuharap dia menghilang, kalau tidak aku tidak akan memberi ampun kepada anak keparat itu!”

Li Sek hong amat gelisah sudah tentu ia tidak sempat hiraukan kata kata orang yang kurang dimengerti itu, katanya:” Bagaimana pun kita harus cepat cepat menemukan Koan kongcu, kekuatan Thian mo kau dibawah pimpinan Cia ling im hari kehari bertambah besar, kalau tidak lekas lekas ditumpas seluruh jagat ini bakal tergenggam di telapak tangan iblisnya..”

“Maksudmu ilmu pedang orang she Cia itu amat mirip dengan jurus pedang permainan pembantuku ini?” tadi tiba tiba Gwat ho Hujin menegas.

“Ya, memang ada beberapa orang yang bisa memainkan Siu lo ji sek, namun hanya Cia Ling im seorang yang paling sempurna”

Gwat hoa Hujin menggeleng dengan tidak percaya, katanya: “Belum tentu! Dari penuturan Koan San gwat kudengar masih ada seorang perempuan lain …”

“Tidak mungkin! Cia Ling im adalah Suhengku, diantara kami berempat bersaudara perguruan, tiada seorangpun yang lebih unggul dari dia, kalau tidak, tak perlu kami mengandal tenaga bantuan Koan kongcu.”

“Aku percaya putraku tidak akan ngapusi aku, kalau begitu, biarlah aku ikut kalian mencari orang she Cia itu, mungkin dari mulutnya aku dapat menemukan jejak perempuan yang kumaksud itu…”

Li Sek hong menjadi bingung dan gopoh oleh berbagai persoalan dan urusan yang dihadapinya ini, sesaat dia menjadi kehilangan akal untuk bertindak, adalah Ling koh sinona kecil yang cerdik ini tampil bertanya : “Untuk apa Hujin mencari perempuan itu?” Sejenak Gwat hoa Hujin melongo dan merandek, katanya : “Perempuan itu pernah menggunakan ilmu pedang itu membunuh suamiku, aku hendak mencarinya untuk menuntut balas kepadanya.”

“Apa?” teriak Ling koh, “Maksudmu perempuan itu membunuh ayah Koan San gwat?”

“Apa kau tahu dimana perempuan itu sekarang berada?”

Cepat Ling koh menggoyangkan kedua tangan, serunya “Tidak! Tidak …”

Berubah tegang muka Gwat hoa Hujin katanya mendesak “Aku percaya, kau pasti tahu!”

Dibawah tatapan tajam sorot mata Gwat hoa Hujin, nyali Ling koh menjadi kuncup, tanpa sadar akhirnya ia berseru “Jangan kau bertanya kepadaku, Koan kongcu jauh lebih tahu dan jeli dari aku…”

Gwat hoa Hujin menggeleng, ujarnya “Dia tidak mau mengatakan!”

Ling koh mengunjuk rasa heran, tanyanya “Kenapa, masakah Koan kongcu sudi melepaakan musuh besar pembunuh ayahnya?”

“Biarlah aku bicara terang Koan San gwat memang putra kandungku, namun dia bukan anak suamiku, malah diantara mereka ada terikat permusuhan yang amat mendalam soal ini amat rumit tidak perlu kujelaskan disini, Gwat tidak mau menjelaskan karena dia punya permusuhan dengan suamiku, tidak bisa aku mendesak dan minta keterangan kepadanya untuk menuntut balas sakit hatinya sumiku … “ Perasaan Ling koh rada longgar, ujarnya : “Hujin, kalau begitu duduknya perkara bolehlah kubantu kau mencari orang itu, bahwasanya orang itu sedang menunggu nunggu untuk menyelesakan persoalan ini.” “Apa katamu!” tanya Gwat hoa Hujin tidak mengerti “Selama hidupnya Lolo hanya pernah melukai satu orang selama hidupnya ini ia amat tidak tentram dan ganjal dalam sanubarinya karena peristiwa itu. Pernah beliau menceritakan hal ini kepada kami, minta kami supaya mencari tahu dan menemukan seseorang yang terkutung sebelah lengannya, menurut anggapannya ilmu pedang itu amat tingg, pasti tidak rela menyekam diri menyembunyikan nama … sungguh tidak nyana orang yang dimaksud itu ternyata adalah suami Hujin”

Li Sek hong segera menyela bertanya “Ling koh, maksudmu orang itu adalah Sunio?”

Ling koh mangut mangut sesaat ia termenung lalu katanya: “Tempat bersemayam Lolo dalam waktu dekat tidak akan pindah cepat atau lambat kau kesana, tiada halangannya, kami harap Hujin bantu kami dulu melenyapkan persoalan kita dengan Cia Ling im bagaimana?”

Gwat hoa Hujin menyahut kurang semangat, “Aku tidak ingin terlibat dalam pertikaian orang orang kangouw …”

“Setiap anggota dari Thian mo kau sama mengikat permusuhan mendalam dengan Koan kongcu, musuh utama yang hendak mereka hadapi adalah Koan kongcu pula, kau adalah ibunda Koan kongcu, masakah mandah berpeluk tangan saja?” demikian desak Ling koh.

Gwat hoa Hujin mendengus hidung, jengeknya “Jadi kau mengajarkan aku cara bagaimana harus bertindak?”

“Mana hamba berani, namun sebelum permusuhan dengan Thian mo kau dapat dibikin selesai, hamba tiada waktu meluangkan tempo mengingat Hujin mencari Lolo, apakah kau sudi menunggu beberapa waktu lagi.”

Gwat hoa Hujin mengawasinya sambil tersenyum, katanya: “Sangkamu aku harus kau tuntun untuk menemukan tempat nya itu?” Ling koh tertawa, ujarnya “Kecuali hamba dengan Koan kongcu seluruh jagat tiada orang ketiga yang tahu tempat tinggal Lolo, kecuali kau bisa menemukan Koan kongcu dan minta padanya menemani kau, kalau tidak kau harus melulusi permintaan hamba ini.”

Terpaksa Gwat hoa Hujin bepikir sejenak, akhirnya berkata tertawa “Budak kecil kau ini cukup licin, agakanya terpaksa aku harus melulusi permintaanmu, tapi coba aku pikir dulu, apakah aku mampu menghadapi manusia she Cia itu?”

“Yang diandalkan Cia Ling im tidak lebih hanyalah Sin lho jit sek nya itu, bahwa suamimu terluka dibawah ilmu pedang itu, menurut pikiran hamba, bila kau tidak punya pegangan yang cukup kuat, betapapun tidak akan keluar menuntut balas!”

Gwat hoa Hujin tidak mampu banyak mulut lagi, katanya manggut manggut: “Baiklah setan kecil, biar aku ikut kalian meluruk ke Ngo tai san. Tay Su! Urusan sudah ketemu sumbernya, kita tidak perlu main terobosan kemana mana, lekas kau memberi kabar pada Jing Tho dan Sui Ki, suruh mereka segera menyusul kesana. Ingat bila kalian ketemu Yu hu, jangan sekali sekali kalian bentrok dengannya, suruh dia segera berangkat ke Ngo tai san pula, sakit hati ayahnya sudah sepantas nya dia yang menyelesaikan!”

Tay Su mengiakan, ia serahkan kuda Gwat hoa Hujin kepada Jip Hoat lalu membedal tunggangannya sendiri tinggal pergi.

Dalam pada itu Li Sek hong sudah pimpin rombongan maju mendekat, satu persatu Li Sek hong memperkenalkan orang orang tua bawahannya itu. Gwat hoa Hujin hanya manggut manggut tawar, namun ia jadi ketarik dan keheranan mendengar nama It ouw, Ban li bu in dan It lun bing gwat segala. Tanyanya mengerut alis: “Kenapa kalian menggunakan nama nama yang begitu aneh?” Li Sek hong menjelaskan: “Mereka adalah tokoh tokoh dari Sian Pang, didalam Liong hwa hwe ditentukan suatu undang undang hanya memanggil julukan tanpa mengenakan nama aslinya.”

Tempo hai aku sudah dengar dari penjelasaan Koan San Gwat mengenai apa itu Dewi, iblis dan setan, sebetulnya apakah yang telah terjadi?” tanya Gwat hoa Hujin.

Li Sek hong menghela napas, ujarnya: “Ceritanya amat panjang, silahkan Hujin naik kuda, biar kujelaskan sambil berjalan.”

Begitulah semua orang sama naik keatas kuda masing masing, rombongan besar ini langsung putar balik keutara. Disepanjang jalan ini Li Sek hong menemui Gwat hoa Hujin bicara, sementara Ling koh menemui Jip hoat, sembari berjalan mereka mengobrol panjang pendek, sudah tentu pembicaraan mereka berkisar dalan persoalan Liong hwa hwe serta Koan San gwat. Mereka sama menguatirkan keselamatan Koan San gwat yang menghilang tanpa jejak.

Mereka melampaui Cin tiong memasuki wilayah Siam say, letak Ngo tai san berada di perbatasan antara Siam say dan Hopak, dalam perjalanan ini mereka menghabiskan waktu satu bulan, setelah diperhitungkan, kira kira satu hari lagi baru mereka bisa tiba di bawah Ngo tai san. Kekuatan Thian mo kau sudah berkembang luas dan bercokol dimana mana, sepanjang jalan ini tidak sedikit orang orang persilatan yang mengawasi gerak gerik mereka dengan mata mencong, jelas mereka adalah mata mata Thian mo kau yang berani bertindak terang terangan secara sewenang wenang, memang rombongan besar ini terlalu menyolok mata, namun kalau mereka tidak mengenal Gwat hoa Hujin dan Jip Hoat, siapa pula ymg tidak kenal pada Li Sek hong dan tokoh tokoh besar dalam Liong hwa hwe dulu, maka sepanjang jalan ini dapatlah mereka menghindari banyak kesulitan. Hari itu mereka tiba disebuah desa kecil yang terletak, di kaki Ki san, karena di tempat ini tidak ada hotel, mereka terpaksa minta menginap disebuah rumah gedung yang cukup besar milik hartawan setempat, namun toh hanya terdapat dua sisa kamar lain yang cukup besar untuk tidur pulahan orang, kedua kamar tidur ini terbagi untuk kaum pria dan wanita. Setelah cuaca sudah gelap dan berlarut malam, Li Sek hong dan Gwat hoa Hujin bersimpuh samadi, demikian juga Ling koh tidak ketinggalan berlatih lwekang, hanya Jip hoat seorang yang pulas dalam mimpinya.

Sekonyong konyong dari sebelah kandang kuda di luar sana terdengar sedikit keributan suara, Li Sek hong dan Gwat hoa Hujin membuka mata bersama, gerak gerik Ling koh ternyata jauh lebih cepat dan lincah, sejak tadi ia sudah menerobos keluar pintu berlari kearah sana.

Disaat berdua menyusul tiba disana, tampak kejauhan melesat sebuah bayangan putih besar, di belakangnya mengejar ketat setitik hitam kecil. Tak perlu dijelaskan bahwa bayangan itu adalah unta sakti milik Koan San gwat, sementara titik hitam kecil adalah Ling koh yang menguntit dengan tangkas.

Unta sakti adalah binatang cerdik yang pandai, kenapa mendadak bisa berlari kabur begitu cepat? Sekilas mereka saling pandang tanpa berjanji secepat kilat berbareng mereka pun melesat mengejar.

Malam amat gelap, mengandal kelap ke lip sinar bintang, mereka menguntit kerat ke arah bayangan yang bergerak gerak dikejauhan depan sana, begitulah kejar mengejar berlangsung cukup lama, dataran semakin tinggi menanjak, agakanya mereka sedang menuju keatas gunung.

Di waktu mereka tiba disebuah pengkolan sebuah puncak gunung, bukan saja kehilangan bayangan putih unta sakti yang besar dan samar samar itu, bayangan Ling kohpun menghilang. Dinding batu gunung yang tinggi melintang disebelah depan, kesebelah depan lagi tiada jalan yang bisa ditempuh.

Gwat hoa Hujin segera menghentikan langkah dengan heran dan bingung, Li Sek hongpun berkata tak kalah herannya : “Aneh sekali! Sepanjang jalan ini kita tidak menemukan jalan bercabang lainnya bukan?”

Gwat hoa Hujin tidak bersuara, dengan cermat ia periksa keadaan sekelilingnya akhir nya ia menuju sebuah celah celah kecil dinding batu sebelah samping sana, katanya : “Kukira binatang dan gadis kecil itu lari lewat jalan sini”

Li Sek hong melengak, katanya “Hujin jangan berkelakar, badan kasar unta itu lebih tinggi dari kuda, celah celah ini hanya satu kaki lebih lebarnya, mana mungkin bisa mendesak masuk kesana.”

Sebalikanya Gwat hoa Hujin bicara dengan serius : “Aku tidak akan membual, kecuali binatang itu tumbuh sayap bisa terbang melampaui lamping gunung setinggi ratusan tumbak ini, kalau tidak, pasti dia lewat tempat ini. Karena disini ada ketinggalan sebuah tapak kakinya.”

Malam itu ada hujan rintik rintik, maka unta sakti ada meninggalkan bekas tapak kaki nya ditanah berlumpur, terakhir meninggalkan bekas kotoran berlumpur pula diatas batu cadas pegunungan, kelihatannya analisa Gwat hoa Hujin memang cukup beralasan.

Sudah tentu Li Sek hong menjadi keheranan, katanya : “Celah yang sedemikian sempitnya bagaimana mungkin bisa diliwati binatang berbadan sebesar itu.”

Tengah mereka keheranan dari celah celah sebelah dalam sana mendadak terdengar sebuah suara dingin yang mengerikan . “Betapa besar dunia ini, tiada sesuatu yang tidak aneh, kaliai memang jarang melihat bayang keheranan.” Keruan Li Sek hong berdua tarsentak kaget, mereka celingukan kian kemari, namun tiada kelihatan bayangan seorangpun, jelas suara itu terdengar di celah celah sebelah dalam tidak kelihatan begitu jelas.

Untuk masuk ke sebelah dalam mereka harus memiringkan tubuh namun mana meraka mau menembus bahaya, musuh atau kawan orang yang bersuara didalam itu belum diketahui, bila menghadapi bokongan secara menggelap didalam celah celah kecil itu, jangan kata mengelit balas menyerang tidak mungkin.

Tidak menjawab jawaban orang didalam celah itu bersuara pula “Seekor unta besar dan seorang gadis kecil memang kena kupancing masuk kedalam lembahku ini, kalau kalian tidak percaya, silahkan masuk sendiri memeriksa kemari.”

“Siapa kau?” tanya Li Sek hong.

Orang didalam celah itu berkata, seru nya : “Setelah kalian masuk, belum terlambat kita saling berkenalan”

Dengan pandangan tajam Li Sek hong mengawasi Gwat hoa Hujin, seolah olah bertanya apakah mereka harus masuk?

“Sudah tentu kami harus masuk” demikian jengek Gwat hoa Hujin dingin. “Tetapi aku tidak akan masuk dari celah celah kecil secara berdesakan.”

Orang didalam dinding itu bersuara tertawa “Hanya celah celah kecil itulah satu satunya jalan untuk masuk kedalam lembahku ini.”

“Bohong!” damprat Gwat hoa Hujin. “Meski kau punya kepandaian menembus langit menelan bumi, betapapun aku tak akan percaya kau bisa menggeret unta sebesar itu masuk dari celah celah sekecil ini. Lebih tidak percaya pula bila kau bisa masuk melalui celah celah kecil ini seperti ular berlegat legot mendesak masuk kedalam.” Agakanya orang didalam dinding tertegun sebentar, sejenak ia termenung lalu bertanya dengan suara lirih: “Cara bagaimana kau bisa berpikir mengumpamakan manusia seperti ular?”

“Karena diatas dinding celah celah kecil ini ada ketinggalan kulit ular, jelas sekali bahwa binatang sejenis ular tentu keluar masuk lewat celah celah ini.”

Orang didalam tersumbat mulutnya, sesaat kemudian baru bersuara pula “Ucapan mu setengah benar setengah salah.

Untuk masuk kedalam Jian coa kok (lembah ribuan ular) ini, memang ada sebuah jalan lain, unta besar itu memang masuk dari jalan lain itu, akan tetapi aku sediri memang kenyataan keluar masuk dari celah celah kecil itu, kulit ular itu justru bekas kulit yang brungsungi dan rontok dari badanku”

Kontan tersentak dan merinding Gwat hoa Hujin berdua, dengan setengah percaya Li Sek hong bertanya “Kau ini manusia atau ular? Bagaimana mungkin dari tubuhmu bisa menelotok kulit ular …?”

Orang dalam dinding itu tertawa ringan ujarnya “Setelah kalian masuk kemari, tentu akan jelas duduk perkaranya”

Menunggu sebentar baru Gwat hoa Hujin berkata pula : “Kita tentu akan masuk, dan lewat jalan yang lain itu.”

“Bagus sekali!” seru orang didalam dinding tertawa. “Silahkan kalian cari sendiri jalan yang lain itu.”

Segera Gwat hoa Hujin mulai bekerja mencari kesekelilingnya, beberapa lama berselang mendadak ia mencabut pedang yang tergantung di pinggangnya, dimana sinar pedang berkelebat, mengincar rumput rumput rotan diatas dinding ia bolang balingkan pedangnya pulang pergi.

Terdengar orang dalam dinding itu memperingatkan : “Awas, hati hatilah, tempat itu amat berbahaya.” Sedikitpun Gwat hoa Hujin tidak hiraukan peringatan orang, begitu tusukan pedang nya menembus kerumpunan daun daun rotan mendadak menyandal dengan keras, daun dan dahan dahan rotan semua sama berantakan. Sekonyong konyong dari rontokan daun itu menerjang selarik bayangan abu abu menyongsong kearah ujung pedangnya. Lekas Gwat hoa Hujin menyapukan dan mengiriskan pedangnya menapak kearah bayangan itu, namun tahu tahu pedangnya kena digubat kencang oleh bayangan abu abu itu.

Lekas ia menyendalkan pedangnya kearah samping, namun tidak kuasa melepaskan libatan bayangan abu abu itu, dibawah cahaya bintang yang kelap kelip, akhirnya baru ia melihat jelas yang menggubat pedangnya adalah seekor ular hijau yang bertubuh kecil panjang badan ular melingkar tujuh delapan gubatan, rasanya berat, kepalanya yang besar persegi tiga sedang tegak berdiri dan berdesis menjulurkan lidah kearah mukanya.

Takut ular adalah menjadi kodrat bagi kaum perempuan, betepapun tinggi kepandaian Gwat hoa Hujin, sifatnya tidak ketinggalan akan kebiasaan ini, seketika ia menjerit keras, pedang bersama ularnya ia lemparkan ke atas tanah.

Begitu menyentuh tanah, ular hijau panjang itu segera melepaskan libatannya dan …”Wut” tahu tahu menerjang datang kearah Gwat hoa Hujin. Lekas Li Sek hong mendesak maju, secepat kilat ia mencabut pedang, mengincar kepala ular terus membacok.

Badan ular itu cukup liat dan kuat, sedikitpun tidak takut terkena senjata tajam, akan tetapi letak lehernya adalah tempat yang paling lemah, sudah tentu ia tidak kuasa membiarkan dirinya disembelih begitu saja, lekas lekas ia mengkeretkan kepalanya ditengah udara terus melejit kesamping menghindarkan diri.

Mengincar titik kelemahannya ini Li Sek hong merangsak lebih lanjut, pedang panjang nya berkelebat pula, yang diincar tetap adalah batok kepala ular itu, lekas ular itu melingkarkan badannya membundar serta menyusupkan kepalanya kebawah lingkaran badannya. Pedang Li Sek hong dengan telak mengenai badan ular, namun sedikitpun tidak meninggalkan bekas luka.

Lekas Gwat hoa Hajin memburu kesana menjemput lagi pedangnya. “Binatang!” ma kinya kearah ular itu dengan kebencian, “Dua bilah pedang sekaligus mengincar jiwamu, cara bagaimana kau hendak menyembunyikan diri pula” sembari berkata dengan ujung pe angnya ia menyongkel lingkaran badan ular itu, lalu dari celah celah disebelah bawahnya ia menuduk kearah kepalanya.

Agaknya ular itu insaf jiwanya sedang terancam, sembari mengkeretekan kepalanya semakin kencang, mulutnyapun berdesis keras, kejap lain tiba tiba dari dinding batu yang bersemak daun tebal itu berbondong menjalar keluar puluhan ular yang bersuara mengerikan tanpa kuasa mereka berdua sudah terkepung ditengah.

Agakanya kawanan ular itu tiada maksud menyerang, namun Li Sek hong berdua sudah menjadi kerepotan untuk terjaga jaga tanpa sempat melukai ular tadi, cuma semakin lama mereka terdesak mundur kearah sebelah kanan.

Sekonyong konyong mereka sama tempat berpijak mereka mendadak menjadi amblas kebawah, kontan mereka sama terjungkal masuk kedalam jebakan, bersama ular ular itu mereka sama meluncur kebawah.

Mengandal bekal kepandaian Li Sek hong dan Gwat hoa Hujin sudah tentu tidak begitu gampang mereka kena dijebak begitu saja, soalnya mereka tidak menduga dan kurang waspada, sehingga terlena menginjak jebakan dan yang jelas bahwa jebakan ini terang di kendalikan oleh seseorang, tanpa menunggu mereka bergerak berusaha mengendalikan diri akan terangkat tubuh kebawah, tutup disebelah atas dengan bersuara keras tiba tiba menutup pula. Sejak semula mereka berdua memang sudah menahan napas dan mengerahkan tenaga, cepat mereka meringankan tubuh sehingga luncuran badan kebawah dapat tertahan sedikit, lalu mereka berusaha melejit keatas mencapai keatas namun sudah terlambat bagian atas sudah tertutup, terpaksa mereka meluncur turun kebawah pelan pelan.

Ular ular yang ikut kejeblos jatuh itu entah kemana tahu tahu sudah menghilang semua, begitu meluncur mencapai jarak tertentu tiba tiba tergerak hati Gwat hoa Hujin, cepat ia berteriak: “Calaka kita tidak bisa meluncur kebawah lagi …”

Li Sek bong menginsafi hal ini, tanpa berjanji keduanya segera menggunakan daya luncur kebawah melayang kesebelah samping untunglah jurang jebakan ini tidak terlalu lebar, tak lama kemudian tangan mereka sudah berhasil menyentuh dinding yang menonjol keluar.

Disaat dinding secara alamiah tumbuh bata batu cadas yang menonjol diatas dinding curam itu, untunglah mereka berdua berhasil memeluk batu batu gunung bergelantungan di tengah udara sehingga badan tidak amblas ke awah.

Sesaat lamanya keduanya berdiam diri menghimpun semangat mengerahkan tenaga, Li Sek hong layangkan pandangan nya kesekelilingnya, keadaan amat gelap tidak kelihatan apa apa, maka dengan perasaan kuatir ia berkata “Dinding batu ini terlalu curam dan tinggi, kalau ada tempat tempat untuk berpijak sudah tentu tidak menjadi soal, kalau tidak, jarak sejauh empat lima puluh tumbak ini, mengandal Yu liong sut saja cara bagaimana bisa merambat sedemikian jauh.”

“Tidak menjadi soal,” ujar Gwat hoa Hujin. “ Menurut dugaanku, jebakan ini pasti ada jalan lain yang dikatakan orang itu, cuma jalan itu tentu berada diatas. kalau sekali tidak berhasil, marilah kita bagi menjadi dua atau tiga kali” “Benar, waktu melayang jatuh tadi kulihat didinding batu sebelah samping terdapat sebuah lubang besar, tentu disanalah letak ujung jalan yang dimakaud itu, cuma sayang jarak sedemikian jauh Yu Iiong sut yang hanya mengandal pertahanan napas panjang, kalau tiada tempat berpijak untuk, mengganti napas mana bisa dibagi menjadi tiga kali.”

Mendadak Gwat hoa Hujin tertawa, ujar nya “Dalam hal ini kau tidak perlu kuatir. Silahkan kau naik lebih dulu, biar kukuntit di belakangmu, disaat kau sudah tidak kuat bertahan lekas kau beritahu kepadaku, aku bisa menyanggah kakimu, supaya kau bisa istirahat mengganti napas.”

Li Sek hong heran, tanyanya “Lalu Hujin bertahan dengan apa, meski Yu liong sut mampu menahan seseorang sehingga tidak terjungkal jatuh namun merupakan usaha yang amat berat juga, jangan kata menahan berat badan dua orang …”

“Sudah tentu aku punya caraku sendiri, lekaslah kau bekerja saja menurut petunjuk ku.”

Li Sek hong tahu dalam keadaan genting ini Gwat hoa Hujin tidak akan bicara main main, maka tanpa banyak pikir lagi segera ia mengiakan : “Baiklah aku jalan lebih dulu.” lalu dia membalikkan tubuh menempelkan punggungnya kedinding, dia menarik napas panjang, baru saja ia hendak gunakan kekuatan kaki tangannya pelan pelan mendorong tubuhnya mumbul keatas, tiba tiba didengarnya Gwat hoa Hujin membentak: “Tunggu dulu kumurlah benda ini dalam mulutmu,” dalam kegelapan terbang datang selarik sinar putih kemilau, karena tidak menduga Li Sek hong jadi kurang hati hati dan tidak sempat mengulur tangan menyambuti, maka titik sinar kemilau itu hancur membentur dinding, seperti percikan bintang bintang kecil yang beterbangan sama jatuh kedalam jurang.

Li Sek hong tidak tahu benda apakah ini tapi Gwat hoa Hujin hendak memberikan kepadanya, tentu punya manfaat yang berguna sanggah hatinya amat menyesal, sayang baru saja dia hendak bersuara, Gwat hoa Hujin sudah berkata pula “Untunglah masih ada sebutir, kali ini jangan kau lena lagi!” dilain saat selarik sinar putih melayang tiba pula, sudah tentu Li Sek hong sudah waspada lekas ia ulurkan sebelah tangannya menyambut, begitu berada didalam genggamannya baru dia tahu, itulah sebutir mutiara bintang yang sebesar telur burung mengeluarkan cahaya putih kemilau, keadaan sekelilingnya menjadi terang benderang dan lapat lapat terlihat rada jelas.

Saat mana Gwat hoa Hujin bergelantungan diatas sebuah batu disebelah kanan bawahnya, katanya sambil mendongak “Itu adalah Ya bing cu, kau kumur dalam mulut, tonjolkan sebagian keluar mulutmu, ingat harus sering sering kau basahi dengan ludahmu, maka cahayanya akan semakin terang menyala.”

Li Sek hong menurut saja, lekas ia masukan kedalam mulut, dengan giginya ia gigit separuh sementara lidahnya terjulur keluar menahan sebelah luar, benar juga begitu basah oleh ludahnya cahaya semakin terang menyala, jarak setumbak lebih dapat dilihatnya dengan jelas.

Kecuali tempat mereka berpijak ini ada batu batu menonjol yang lekak lekuk, kesebelah atas lagi keadaan amat licin seperti kaca. Malah bisa mereflek cahaya sinar mutiara sehingga kelihatan dindingnya bercahaya putih seperti perak.

“Untung kita cukup waspada,” demikian ujar Gwat hoa Hujin tertawa, “Kalau sampat jatuh kedasar jurang sana, jangan kata untuk merambat keatas, mungkin tenaga untuk mengerahkanpun tidak mampu lagi! Sungguh kejam keparat itu …”

Karena mengulum mutiara maka Li Sek hong tidak berani buka suara, namun hatinya pun kebat kebit, setelah menenangkan hati, pelan pelan ia mulai menggeremet naik keatas pula, kaki tangan bekerja sama terus merambat keatas. Untuk mengetahui keadaan sebelah atas, ia dapat mungkin mendongakan kepala meminjam cahaya mutiara menyinari sebelah atas, sudah tentu caranya bekerja ini amat memakan tenaga, kira kira merambat naik empat lima tumbak kemudian, ia sudah kehabisan tenaga dan lelah sekali.

Dari gerak gerikanya Gwat hoa Hujin dapat mengetahui keadaan nya, lekas ia merambat maju mendekati, dia sangah sebelah bawah kakinya serta menghibur “Jangan kau terlalu memaksa diri, sekali kau menghabiskan tenaga sulit untuk menghimpunnya pula dalam waktu dekat, urusan bisa menjadi berabe.”

Karena kakinya mendapat tempat berpijak, barulah Li Sek hong berkesempatan menggerakkan sebelah tangannya menggenggam mutiara dari mulutnya, setelah napasnya teratur ia berkata: “Terima kasih Hujin, aku sedang gelisah cara bagaimana untuk menjelaskan kepada Hujin!”

“Aku lupa mulutmu mengulam mutiara maka tidak leluasa bersuara, selanjutnya bila kau merasa lelah, gunakanlah hidungmu mendengus keras keras, aku akan segera menolong mu!”

Li Sek hong manggut manggut, waktu ia menunduk melihat kebawah, tampak sebelah tangan Gwat hoa Hujin menyanggah kedua kakinya, sementara sebelan tangan yang lain turun semampai, demikian juga kedua kakinya goyang gontai ditengah udara, cuma bagian pinggang saja yang melekat didinding, malah mukanya menghadap kearah dinding lagi.

Menggunakan cara yang aneh dan lucu ini, ternyata dapat bertahan dibebani berat badan dua orang, karuan Li Sek hong merasa amat kagum. Sesaat kemudian baru dia berkata : “Tak nyana lwekang Hujin ternyata sudah dilatih begitu sempurna

…” “Salah terkaanmu, mungkin memang aku lebih kuat dari kau, tetapi belum mencapai tingkat seperti yang kau bayangkan.”

“Lalu dengan cara apa Hujin bisa menahan berat badan kita berdua?”

“Itu merupakan rahasia, saat ini tidak leluasa kujelaskan kepadakau, setelah tiba diatas kau akan paham sendiri”

Li Sek hong setengah percaya setengah curiga, setelah istirahat sekian lamanya, tenaganya sudah pulih kembali, lalu katannya : “Marilah kita mulai maju lagi.”

Gwat hoa Hujin mendongak dan tertawa kepadanya, belum lagi ia bergerak tiba tiba sebelah tangannya mengarahkan tenaga terus menyentak mendorongnya mencelat mumbul beberapa tumbak, sementara mulut berbareng membentak: “Rapatkan tubuhmu kedinding jangan banyak bergerak!”

Li Sek.hong tidak tahu apa yang terjadi namun keadaan tiada memberi kesempatan padanya banyak berpikir, baru saja ia mengerahkan tenaga dan menempelkan badannya merapat kedinding, tampak Gwat hoa Hujin menyebal sebilah pedang pendek berwarna merah gelap, terus menghujamkan di dalam dinding hingga amblas seluruhnya secepat itu pula tiba tiba badannya terayun bergelantung kesamping meninggalkan dinding batu.

Bersamaan dengan itu tampak pula selarik cahaya kehijauan menyambar lewat dari pinggir badannya terus melayang ketanah.

Dalam pada itu Gwat hoa Hujia sudah tersenyum balik lagi, kini menempel rapat pada dinding lagi katanya menjengek dingin “Tidak lepas dari dugaanku, keparat itu memang amat keji, dalam keadaan yang serba bahaya ini dia berlaku curang main bokong segala …”  Semangat Li Sek hong serasa sudah amblas, cepat ia bertanya “Hujin, apakah yang telah terjadi?”

“Keparat diatas itu melepaskan seekor ular berkepala segi tiga membokong kita, sejak tadi sudah kuduga sebelah atas pasti akan bertindak jabat, maka tadi kuperintahkan kepadamu untuk hati hati. Tak nyana disaat kita berbicira itulah dia melancarkan serangan membokong dengan keji, untunglah aku cukup berwaspada, kalau tidak kaulah yang menjadi korban lebih dulu …” Menyesal dan terima kasih pula Li Sek hong katanya tergagap “Terima kasih akan pertolongan Hujin atas jiwaku …”

Sekonyong konyong dari sebelah atas terdengar seorang berkata dingin “Jiwa kalian berdua memang cukup panjang, ternyata berhasil dari dua kali tipu dayaku …”

Gwat hoa Hujin menjadi gusar damprat nya: “Bisamu hanya main bokong, terhitung Enghiong apa kau. Kalau punya kepandaian marilah bertanding secara berhadapan …”

Orang diatas itu menjengek tawa : “Kenapa tergesa gesa, menghadapi manusia aku punya kebiasaan yang tidak boleh dirubah, bagi orang yang mampu selamat dari tiga kali tipu dayaku, baru setimpal dia berhadapan dengan aku. Kalian sudah dua kali lolos, ketiga kali nya akan segera kalian hadapi, tunggu sajalah.”

Mendengar ancaman itu, kontan mereka berdua meningkatkan kewaspadaan, terutsma Li Sek hong mengangkat mutiara lebih tinggi diatas kepalanya menyinari sebelah atas. Tapi setelah ditunggu setengah harian, keadaan tetap tening tiada gerak gerik apa apa. Li Sek hong hanya mengandal menahan napas sehingga dapat menempel diatas dinding, setelah bertahan sekian lamanya akhir nya ia kepayahan lagi, lekas ia lemparkan mutiara ditangannya kepada Gwat hoa Hujin seraya berteriak “Hujin harap sambut

…” belum habis ia bicara badannya sudah melorot turun. Sebelah tangan Gwat hoa Hujin berpegang diatas gagang pedang pendek, cuma sebelah tangan yang lain bisa bergerak, baru saja ia menyambuti mutiara itu, badan Li Sek hogpun sudah melorot turun, terpaksa ia layangkan sebelah kakinya merendang, kebetulan berhasil menyetop daya luncurannya kebawah.

Berbareng menggunakan sebelah tangan nya yang bebas itu dia meraih baju pakaian Li Sek bong. Tapi karena tergesa gesa sehingga dia lupa bahwa tangannya menggenggam mutiara, beruntung dia berhasil menahan badan Li Sek hong, namun mutiara itu tidak kuasa digenggamnya, terus melayang jatuh kebawah.

Keadaan sekelilingnya menjadi gelap gulita, Li Sek hong insyaf bahwa dirinya berhasil diselamatkan sekali lagi oleh Gwat hoa Hujin, tanpa terasa dia menarik napas panjang.

Katanya penuh penyesalan : “Lwekangku memang tidak becus, sehingga membebani Hujin belaka, kenapa pula Hujin tadi menolongku lagi.”

Gwat hoa Hujin menjinjing tubuhnya ke atas, serta berkata: “Jangan banyak mulut, lekas istirahat dan memulihkan tenaga, kita harus naik lebih lanjut. Kali ini biar aku berada diatas, gunakan gigimu menggigit ujung bajuku, bila kau tidak lahan lagi, tentu aku akan merasakan juga, barulah saat itu kita berhenti istirahat pula!”

“Kalau kita dibokong lagi dari sebelah atas bagaimana?” “Peduli begitu banyak urusan, kalau kuat bertahan itulah

untung, kalau tidak pasrah nasib saja.” “Ya, marilah Hujin mulai!”

“Li siancu, bahwa berulang kali kutolong jiwamu, karena aku harap setelah tiba diatas kau dapat membantu kepentinganku, janganlah kau rewel dan putus asa!” Sesaat Li Sek hong melongo sebetulnya disaat Gwat hoa Hujin mulai bergerak, dia sudah siap hendak memutuskan usaha hidupnya keatas, pura pura tangan terlepas dari pegangan dan terjungkal mampus kebawah, supaya tidak menjadikan beban bagi Gwat hoa Hujin. Tak nyana Gwat hoa Hujin seperti meraba isi hatinya.

Mendengar orang tidak bersuara, Gwat hoa Hujin tahu bahwa terkaannya tepat mengenai lubuk hati orang, maka berkatalah dia menghela napas “Li sian cu! Karena sikap dan tindak tandukmu terhadap anak Gwat selama ini, maka akupun tidak akan membiarkan kau meninggal dengan cara yang tidak setimpal ini, apalagi kelak masih kuperlukan tenaga bantuanmu, maka kuharap kau tidak bercabang pikiran lagi, kerahkan tenaga dan himpunlah gairah semangatmu!”

Habis bicara ia mulai bergerak naik ke atas tanpa kuasa Li Sek hong terseret naik juga, kira kira empat lima tumbak kemudian Li Sek hong sudah tidak kuat bertahan lagi, Goat hoa Hujin juga merasakan hal ini, cepat ia berhenti, katanya tersekat “Cara ini akan membikin Hujin kecapaian !”

“Tidak menjadi soal, aku bisa meminjam pedang pendek ini untuk mengerahkan tenaga, rasanya tidak begitu meletihkan.”

Tergerak hati Li Sek hong, cepat iapun melolos pedang, terus menusuk kedinding gunung, sementara dalam hatinya membodohkan diri sendiri, kenapa sejak tadi tidak pernah memikirkan hal ini. Siapa nyana terdengar suara “Pletak” daa “Trang,” tangannya tergetar hebat, ternyata ujung pedangnya patah dan batang pedangnyapun tidak kuasa menusuk masuk kedalam dinding. Begitu mendengar suara, Gwat hoa Hujin sudah tahu apa yang terjadi, katanya tertawa ringan : “ Jangan kau membuang tenaga dinding batu disini betapa sangat kuat dan kerasnya, kecuali pedang pendekku ini, senjata tajam apapun jangan harap bisa menyentuhnya.”

Terpaksa Li Sek hong memasukkan kembali pedang buntungnya kedalam serangkanya. Sejenak keduanya berdiam diri. Mendadak Li Sek hong berkata”Keparat diatas itu bukankah hendak berlaku licak sekali lagi? Kenapa sampai sekarang tiada kelihatan gerak gerikanya?”

“Entah, mungkin ia belum mendapat akal cara bagaimana hendak menghadapi kita lebih lanjut.”

Tengah bicara mendadak Li Sek hong mendongak, segera mulutnya berseru “Itulah sudah datang!”

Dari sebelah atas pelan pelan melorot turun dua titik sinar kehijauan, setelah berjarak kira kira lima enam tumbak, baru terlihat jelas itulah dua titik sepasang mata seekor ular berkepala segi tiga sebesar mengkok.

“Berikan pedangmu kepadaku!” pinti Gwat hoa Hujin.

“Ular aneh macam ini kebanyakan berkulit kebal, pedangku ini tiada gunanya …”

“Aku tahu, aku hanya hendak menggantikan pedang pendekku ini.”

-oo0dw0oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar