Bab 04. Pilihan Tong Ou yang Tepat
Bulan lima tanggal dua.
Sejak fajar tadi, suasana di dalam Benteng Keluarga Tong sudah sangat ramai, sebelum hari menjadi terang, Lo-cocong si nenek moyang telah berpesan kepada bawahannya untuk tetap menghangat¬kan sarapan, karena dia ingin sarapan bersama Tong Ou. Lo-cocong tidak menyangka secepat itu Tong Ou tiba di rumah, dia mengira paling cepat orang itu baru tiba di Benteng Keluarga Tong pagi harinya. Ternyata masih ada satu hal yang tidak disangka olehnya, dia tidak mengira sebelum sarapan siap dihidangkan, Tong Ou sudah tiba di rumah.
Yang dimaksud tiba di rumah adalah sampai di pintu gerbang Benteng Keluarga Tong. Selama ini Keluarga Tong bisa menancapkan kakinya dengan kokoh dalam percaturan dunia persilatan tentu saja mereka memiliki kelebihan yang tak dipunyai orang lain, contohnya urusan kecil ini saja sudah bisa disaksikan betapa hebatnya Keluarga Tong.
Ketika Tong Ou baru saja melangkah masuk ke pintu gerbang Benteng Keluarga Tong, berita ini sudah tiba di telinga Lo- cocong, sebab Lo-cocong membuat satu peraturan yang sangat ketat, yaitu peristiwa apa pun yang terjadi di dalam benteng, apa pun yang dilakukan orang itu, harus segera dilaporkan kepadanya. Lo-cocong adalah orang pertama yang dibangunkan dari tidurnya. Begitu Lo-cocong bangun dari tidurnya, petugas dapur langsung menjadi amat sibuk, buru-buru mereka siapkan hidangan sarapan pagi.
Ketika Tong Ou melangkah masuk ke taman bunga Keluarga Tong, sarapan telah disiapkan, sewaktu memasuki gardu Bo-tan- teng (Gardu Bunga Botan), ia sudah melihat senyuman Lo-cocong yang menunggu kedatangannya. Sesudah mengucapkan selamat pagi ia duduk di hadapan Lo-cocong, waktu itu bubur dengan cakwee panas telah dihidangkan di atas meja.
Setelah memperhatikan sejenak wajah Tong Ou, Lo-cocong hanya mengucapkan dua patah kata, “Makan dulu!”
Tong Ou tidak banyak bicara, ia cukup memahami watak Lo- cocong, kalau dia ingin kau sarapan dulu lebih baik kau kenyangkan dulu perutmu sebelum berbicara lagi, kalau tidak nenek itu akan tak suka hati.
Maka dia pun mulai menyumpit cakwee yang dicelupkan ke dalam buburnya dan mulai bersantap, dalam waktu singkat dia habiskan delapan biji cakwee ditambah daging masak angsio hingga peluh jatuh bercucuran karena kepanasan, tapi dengan begitu semua rasa letihnya lenyap, yang tertinggal hanya sinar tajam yang memancar dari wajahnya. Saat itu barulah Lo-cocong berkata, “Bila semangat orang mulai luntur, jalan pikirannya tentu gampang kacau!”
“Aku tahu!” Tong Ou manggut-manggut.
“Tentunya kau sudah tahu masalah tentang Sangkoan Jin
bukan?”
“Benar, karena itu siang malam aku melakukan perjalanan
untuk segera pulang ke rumah.”
“Oh! Kau menemukan suatu rahasia besar?”
“Benar, secara garis besar aku telah mengetahui keadaan perkumpulan Tayhong-tong, di luar sana aku telah mempersiapkan segala sesuatunya dengan sempurna, rencananya pada perayaan Peh-cun nanti serangan gelombang pertama dilakukan.”
“Apa hubungannya dengan perjalananmu siang malam menuju ke rumah? Sampai di rumah besok pun sama saja...”
“Hari ini sudah tanggal dua, bila dapat pulang lebih awal berarti aku bisa lebih awal melakukan penyelidikan melalui Sangkoan Jin. Aku ingin tahu apakah masih ada hal lain dalam perkumpulan Tayhong-tong yang belum kita ketahui.”
“Lebih awal melakukan persiapan memang benar, tapi sewaktu mencari keterangan dari Sangkoan Jin, kau mesti lebih berhati-hati.”
“Oh ya? Kenapa? Apakah Lo-cocong masih belum percaya kepadanya?”
“Sebenarnya aku sudah menaruh kepercayaan kepadanya, sebab dia datang dengan membawa batok kepala Tio Kian, ini membuktikan kesungguhan hatinya untuk bergabung dengan kita, tapi dalam berapa hari terakhir ini telah terjadi sedikit masalah.”
“Masalah apa?”
Lo-cocong segera menceritakan dengan jelas semua ikhwal keda¬tangan Tio Bu-ki dalam Benteng Keluarga Tong hingga apa yang telah dilakukannya.
Selesai mendengar penuturan itu, Tong Ou segera bertanya, “Apakah sudah ada kabar dari Wan Sam?”
“Hingga kini belum ada, tapi orang yang kutugaskan melakukan penyelidikan paling lambat tengah hari nanti sudah pulang kemari.”
“Kalau begitu aku baru akan menemui Sangkoan Jin nanti malam!” “Benar, makin hati-hati makin baik, kali ini kita harus berhasil menumpas seluruh kekuatan yang dimiliki Tayhong-tong, dengan demikian Keluarga Tong kita baru bisa merajai seluruh dunia persi¬latan!”
“Kau tak usah kuatir Lo-cocong,” hibur Tong Ou, “aku pasti dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.”
“Aku percaya kemampuanmu. Oh ya, kebetulan kemarin Tong Koat melaporkan kedatangan Siau Tang-lo.”
“Dia datang untuk mengambil obat? Aku rasa lebih baik kali ini kita serahkan semua obat penawar racun itu kepadanya, buat apa kita mesti kemaruk dengan barang-barang langka miliknya?”
“Sebenarnya tujuan utamaku bukan lantaran kemaruk dengan barang-barang langka miliknya, kau toh tahu juga, awalnya kita minta barang-barang langka darinya hanya karena ingin obat kita bisa dijual dengan harga tinggi karena dengan memperoleh banyak uang berarti kita bisa memelihara lebih banyak orang dan menambah kekuatan kita. Tapi kemudian tiba-tiba aku punya satu pikiran aneh, dan sekarang telah menjadi kenyataan.”
“Pikiran apa?”
“Siau Tang-lo itu manusia aneh, tentunya kau masih ingat kedudukan serta asal-usulnya yang begitu tinggi bagai seorang kaisar, orang aneh semacam dia seringkali bisa membawa barang- barang yang aneh juga.”
“Kali ini dia membawa barang aneh juga?” “Benar!”
“Barang apa itu?” “Satu orang!” “Orang? Siapa dia?” “Wi Hong-nio!”
“Bakal istri Tio Bu-ki yang belum sempat dikawini secara resmi itu?”
“Betul!”
“Apa tujuannya membawa Wi Hong-nio datang kemari?”
“Ia mendengar kita sedang menyelidiki seseorang apa benar Tio Bu-ki atau bukan, lalu ia mengajak Wi Hong-nio datang kemari.”
“Ehmm, cara ini memang jitu!”
“Tepat sekali! Kau mau bertemu Siau Tang-lo?”
“Baik, tengah hari nanti akan kuundang dia makan siang di loteng Ie-hiang-lo, dia sendiri saja.” “Hanya dia sendiri? Tidak mengundang Wi Hong-nio?” tanya Lo-cocong dengan heran.
“Ya, hanya dia sendiri. Aku punya rencana lain.”
“Baiklah, kalau begitu segala sesuatu kuserahkan padamu. Masih ada urusan lain yang harus dikerjakan? Kalau tak ada, lebih baik pergilah beristirahat dulu.”
“Aku ingin mengundang Cu-sianseng untuk membuat lukisan wajah Li Giok-tong, suruh dia selesaikan lukisan itu sebelum tengah hari!”
Cu-sianseng adalah Cu Cu-tan, seorang pelukis dari Benteng Keluarga Tong, dia sangat mahir dalam melukis wajah orang. Semua orang penting di Benteng Keluarga Tong dibuatkan sebuah lukisan wajah olehnya dan lukisan itu digantung di sebuah ruangan dalam Benteng Keluarga Tong yang dinamakan 'Ruang Lukisan'.
Hanya orang penting yang dilukis wajahnya oleh Cu- sianseng.
Lo-cocong semakin tercengang setelah mendengar permintaan itu, tak tahan lagi tanyanya, “Kenapa kau ingin membuat lukisan wajahnya? Kenapa tidak menunggu setelah dia bertemu dengan Wi Hong-nio saja nanti?”
“Lo-cocong!” ujar Tong Ou sambil tersenyum, “bolehkah aku sedikit jual mahal dengan melaporkan urusan ini malam nanti?”
Lo-cocong seperti juga nenek-nenek lain di kolong langit, walaupun sedikit bernada menegur tapi sahutnya juga dengan gembira, “Menghadapi urusan sepenting ini masih jual mahal? Tapi... baiklah, aku percaya kau pasti sudah punya rencana yang matang, akan kutunggu laporanmu malam nanti!”
“Nenek, kau memang sangat memahami perasaanku!” Tong Ou tertawa.
“Tak usah merayuku lagi, sana, pergi istirahat!”
Ketika terjaga dari tidurnya, tengah hari sudah hampir tiba, dengan semangat dan tubuh yang segar Tong Ou berangkat menuju ke loteng Ie-hiang-lo. Belum lama dia duduk, Siau Tang-lo dengan dipapah dua orang telah tiba juga di situ.
Selesai bertukar kata sopan-santun biasanya, mereka mulai bersantap. Selama makan siang itu mereka hanya membicarakan masalah-masalah yang berhubungan dengan dunia persilatan.
Ketika air teh mulai dihidangkan, Tong Ou baru mengeluarkan sebuah botol yang diserahkannya kepada Siau Tang- lo sambil berkata, “Obat yang ada dalam botol ini cukup untuk digunakan selama enampuluh enam tahuni.”
Siau Tang-lo tahu, isi botol itu adalah obat pemunah racun yang akan dia berikan kepada si “Mayat Hidup”. Mendengar bahwa obat yang diberikan Tong Ou kepadanya kali ini cukup untuk digunakan selama enampuluh enam tahun, ia jadi sangat girang, dia percaya inilah berkah yang diperolehnya lantaran mengajak Wi Hong-nio ke sini.
Karena itu segera bertanya, “Kapan kau akan bertemu dengan Wi Hong-nio?”
“Aku tidak berencana untuk menjumpainya.”
“Tidak menjumpainya? Lalu siapa yang akan menemuinya?” tanya Siau Tang-lo tercengang.
“Tak ada seorang pun dari Benteng Keluarga Tong kami akan bertemu dengannya.”
Siau Tang-lo semakin melengak, dia betul-betul tak habis mengerti.
“Siapa pun tak akan menemuinya? Mengapa?” “Aku rasa itu tidak perlu.”
“Apakah kalian telah berhasil membuktikan orang itu bukan Tio Bu-Ki?”
“Belum!” “Lantas...”
“Aku hanya tak ingin membuktikan sesuatu dengan mempercayai omongan seorang wanita.”
Begitu mendengar perkataan tersebut, Siau Tang-lo segera menyentilkan jari tengahnya ke depan, botol berisi obat penawar racun itu segera bergeser kembali ke hadapan Tong Ou, kemudian ia baru berkata, “Kalau begitu, aku pun tidak bisa menerima pemberianmu ini.”
Tong Ou tertegun, ia mengawasi Siau Tang-lo tanpa bicara.
Setelah tertawa, kembali Siau Tang-lo berkata, “Aku sangat berterima kasih atas niat baikmu itu, tapi selama hidup aku tak pernah mau menerima pemberian orang secara cuma-cuma.”
Tong Ou agak gelagapan juga menghadapi sikap lawannya, untung dia adalah seorang tokoh utama yang mengatur seluruh sepak-terjang Benteng Keluarga Tong dan dalam bingungnya, dia masih sempat memutar otak mencari jalan lain. Suatu rencana segera diperolehnya. Ia segera berkata kepada Siau Tang-lo, “Aku sangat berharap kau mau menerimanya!”
Kemudian ia dorong kembali botol berisi obat itu ke hadapan Siau Tang-lo. Kali ini Siau Tang-lo tidak bicara lagi, hanya sepasang matanya menatap lekat Tong Ou.
“Baiklah!” kata Tong Ou kemudian, “kalau toh kau baru mau menerima niat baikku jika kami pun mau menerima niat baikmu, begini saja, malam nanti aku akan mengatur agar orang itu bertemu dengan Wi Hong-nio!”
Siau Tang-lo segera tersenyum, ia menerima botol berisi obat itu dan berkata, “Kalau begitu kuucapkan banyak terima kasih!”
“Seharusnya akulah yang berterima kasih kepadamu,” balas Tong Ou sambil tersenyum.