Bab 03. Catatan Harian Wi Hong-nio
Perjalanan hidup manusia memang aneh, Wi Hong-nio adalah seorang gadis berhati luhur dan rupawan. Ia tak pernah mengharapkan kekayaan, tak pernah mengharapkan kemuliaan, ia hanya berharap bisa mpnikah dengan seorang pemuda yang mencintainya, walaupun harus hidup sederhana dan jauh dan keramaian dunia ia akan merasa sangat puas.
Tapi justru gadis polos seperti ini harus mengalami kejadian hebat yang amat memilukan hati, belum sempat upacara pernikahan dilangsungkan ayah Bu-ki sudah ditemukan mati terbantai.
Walaupun Bu-ki telah pergi meninggalkan rumah untuk mencari balas, bahkan sewaktu pergi meninggalkan dirinya, jangan lagi mengucap sepatah kata, memandang ke arahnya sekejap pun tidak, tapi Wi Hong-nio tahu, Bu-ki sangat mencintainya karena hanya orang yang benar-benar mencintainya yang mampu melakukan tindakan seperti itu.
Ia tahu mengapa Bu-ki tidak mau memandang ke arahnya, jaga tahu mengapa ia tidak mengucapkan sepatah kata pun, Bu-ki pasti khawatir ia akan mengucapkan kata-kata yang bernada menahan kepergian pemuda itu dan jika dia memohonnya, Bu-ki pasti tak tega dan akhirnya urung pergi membalas dendam.
Sebenarnya dugaan Bu-ki keliru besar, apa pun yang akan dilakukan pemuda itu Wi Hong-nio pasti akan mendukungnya. Tapi ia sama sekali tak menyalahkan Bu-ki, bahkan ia juga tak punya pikiran untuk mengeluh kepada Thian atas ketidak-adilan yang menimpanya, sebab dia tahu kebahagiaan hanya bisa diperoleh bila ia mau memperjuangkannya. Menyalahkan orang lain tak ada gunanya, kebahagiaan tak mungkin diperoleh hanya dengan menyalahkan orang lain.
Karena itu, dia bersama Cian-cian, adik perempuan Bu-ki, berangkat untuk mencarinya. Biarpun kebahagiaan hanya bisa diperoleh melalui suatu perjuangan, bukan berarti bahwa dengan melakukan suatu perjuangan lalu kebahagiaan akan didapat. Begitu juga dengan Wi Hong-nio. Mimpi pun dia tak mengira bahwa perjalanan hidupnya harus mengalami banyak siksaan dan penderitaan.
Mengikuti petunjuk-petunjuk yang diperolehnya, bersama- sama Cian-cian ia berhasil mencapaj bukit Kiu-hoa-san. Ketika tiba di bukit Kiu-hoa-san, ia berpisah dari Tio Cian-cian tapi bertemu dengan Siau Tang-lo.
Siau Tang-lo boleh dibilang seorang cacad, karena tubuhnya harus ditopang sebatang tongkat untuk bisa berdiri tegak, biarpun begitu, dia masih nampak gagah dan penuh wibawa sehingga orang tidak berani memandang enteng dirinya.
Ketika Wi Hong-nio bertemu dengannya, pada waktu itu Bu- ki telah belajar ilmu pedang. Tapi ia tidak memberitahukan hal ini kepada Hong-nio, ia hanya berpesan kepada gadis ini bahwa asal dia mau menunggu di situ, cepat atau lambat pasti dapat berjumpa dengan Bu-ki.
Mungkin penampilan serta cara berbicara Siau Tang-lo sangat meyakinkan sehingga Hong-nio sangat mempercayai kata- katanya itu, maka tinggallah nona itu di bukit Kiu-hoa-san. Hong-nio memangg seorang perempuan seperti ini, dengan tenang dan tabah ia tinggal di bukit Kiu-hoa-san, tak ada apa-apa lagi yang ia pertanyakan.
Kadang-kadang ia sangat merindukan masakan dari desanya dan asal ia membuka suara menyatakan keinginannya itu, pada makan malam berikutnya masakanyang ia inginkan itu sudah terhidang. Ia tahu Siau Tang-lo pasti bukan orang sembarangan, sebab ia tinggal dalam sebuah gua tapi kelengkapannya tak kalah dibandingkan istana kaisar. Semua arak simpanannya adalah arak pilihan semua pembantunya rata-rata memiliki ilmu silat tinggi, terutama yang bernama Toat-beng-keng-hu (Pemukul Kentongan Pencabut Nyawa) Liu Sam keng, biarpun matanya buta tapi kelihayannya beberapa ratus kali lipat daripada orang biasa. Di dasar hatinya ia punya banyak pertanyaan dan prasangka atas penghuni serta keadaan gua itu, tapi ia tak pernah bertanya, urusan ini hanya dipendamnya di hati, dicatat di buku hariannya.
Menulis catatan harian adalah pekerjaan yang dilakukan olehnya setiap hari.
Bulan lima tanggal satu.
Sudah banyak hari tinggal bersama Siau Tang-lo di bukit Kiu-hoa-san. Selama ini perasaanku belum juga tenang. Hari itu,
Siau Tang-lo mengajakku masuk kebagian gua paling dalam untuk menengok seseorang. Orang itu kurus kering, rambutnya kusut tidak karuan, ia begitu mabuk dengan ilmu pedangnya sehingga tak menyadari kehadiranku disana. Dia adalah Bu-ki yang kuimpikan siang dan malam.
Selama banyak hari hatiku selalu terusik pemandangan itu, hanya saja hari ini, setelah pindah kerumab penginapan ini, tiba-tiba saja muncul perasaan menyesalku. Mengapa saat itu aku tidak memanggilnya, “Bu-Ki!” Aku ingin tahu bagaimana tangsppansertaperasaannya.
Ai! Bu-ki, seandainya orang itu benar kau, aku benar-benar telah melewatkan kesempatan yang sangat untuk berkumpul kembali dengan dirimu!
Satu-satunya yang bisa menghibur hatiku hanyalah kata- kata Siau Tang-lo bahwa asal Bu-ki berhasil mempelajari ilmu pedangnya, dia pasti akan menjumpaiku lagi. Kalau memang kegitu, apakah orang ituBu-ki atau bukan, kemunculanku bisa-bisa hanya akan mengacaukan pikiran serta konsentrasinya
Ai! Kenapa ingatan yang selalu muncul di dalam benakku belakangan ini selalu hanyalah rasa kangenku kepada Bu-ki?
Mengapa rasa kangenku teihadapnya kian hari kian mendalam?
Aku tahu sikap Siau Tang-lo sangat baik terhadapku, tapi seharusnya dia juga tahu kalau hati dan perasaanku hanya milik Bu- ki seorang. Beberapa hari belakangan aku selalu berada di samping Siau Tang-lo, apa yang akan dipikir Bu-ki seandainya ia menyaksikan hal ini? Aku tidak tahu, aku hanya merasa hatiku sangat tenteram sekarang
Lebih baik aku menulis apa yang terjadikan ini! Tempat yang kukunjungi hari ini sangat menarik, kami menaiki semacam Kendaraan yang disebut “bambu luncur', yaitu dua batang bambu yang diikatkan melintang pada sebuah bangku sehingga orang dapat duduk di situ sementara dua pemikul menyangga bambu itu dari sisi kiri dan kanannya.
Jalanan perbukitan sangat sulit dilalui tapi pemikul “bambu luncur' dapat berjalan seperti ditempat yang rata saja, sungguh luar biasa!
Aku tahu 'bambu luncur' adalah kendaraan yang biasa digunakan orang Sucoan untuk bepergian. Ini berarti kami telah memasuki wilayah Sucoan selatan, namun mau apa kami masuk ke wilayah ini?Aku tidak tahu. Yang kuketabui hanya bahwa Keluarga Tong tinggal di Sucoan, paman Siangkoan berada disitu dan aku juga tahu, bila Bu-ki telah berhasil mempelajari ilmu pedangnya, ia pasti akan mendatangi Keluarga Tong untuk rnembuat perhitungan.
Mungkinkah Siau Tang-lo sedang menuju ke Benteng Keluarga Tong?
Kalau ditmjau dari cara hidupnya yang mewah bagai hidup dalam istana, tidak seharusnya ia mendatangi Keluarga Tong.
Tapi ketika tiba disebuah losmen, aku mendenga rLiu Sam- keng berbicara dengan seseorang yang amat sangat gemuk.
“Kami telah datang lagi!” kata Liu Sam-keng. “Apa yang kalian bawa kali ini?” tanya sigemuk.
“Seseorang!”
“Orang? Kami tidak mau!”
“Kami tidak mungkin memberikan orang ini kepadamu, kami hanya ingin menunjukkan orang ini kepada kalian!''
“Ohya?”
“Bukankah kalian sedang menyelidiki asal-usul seseorang? Orang yang kami bawa sangat cocok untuk membantu penyelidikan ini, asalkan ia muncul, maka asal-usul yang kalian selidiki segera akan ketahuan.”
“Siapa orang itu?” “Dia she Wi.”
“Bagus sekali, barang kami akan segera dihantar malam
nanti!”
'Tidak usah, Tee-Ciang Pouwsat bilang barang baru diambil
setelah urusan selesai.”
“Bagus, bagus sekali, ha ha ha...”
Siapakah yang dimakud Liu Sam-keng sebagai orang she Wi? Mungkinkah aku yang dimaksud? Aah, mustahil, aku bisa bantu penyelidikan apa? Tentu saja Wi Hong-nio tak tahu kalau orang yang gemuk sekali itu adalah Tong Koat. Kedatangan Siau Tang-lo ke sana adalah untuk mengambil obat pemunah racun karena sejak ia terbokong musuh, setiap tahun ia harus datang ke sana untuk mengambil obat. Obat pemunah racun dari Keluarga Tong itu bukan untuk dirinya tetapi diberikan kepada si 'Mayat Hidup'.
'Mayat Hidup' sebenarnya juga orang, seseorang yang terkena bokongan senjata rahasia beracun, hanya saja berhubung tenaga dalam yang ia miliki sangat tinggi dan hebat, racun yang bersarang di tubuhnya berhasil dihimpun jadi satu. Tapi setiap tahun dia masih perlu menelan obat pemunah racun dari Keluarga Tong.
'Mayat Hidup' memiliki kepandaian istimewa, ia mampu menotok setiap jalan darah besar maupun kecil di tubuh seseorang dalam waktu yang amat singkat.
Kebetulan tiap tahun Siau Tang-lo perlu melancarkan seluruh jalan darahnya satu kali, maka setiap tahun dia harus pergi ke Sucoan untuk mengambil obat penawar racun dari Keluarga Tong lalu mene¬mui si 'Mayat Hidup' dan bertukar barang.
Tiap kali mendatangi Keluarga Tong, Siau Tang-lo selalu membawa aneka macam mestika dan barang langka untuk ditukarkan dengan obat pemunah. Tapi kali ini, karena ia mendengar Keluarga Tong sedang menyelidiki asal-usul seseorang dan orang itu dicurigai sebagai Tio Bu-ki, maka ia pun mengajak Wi Hong-nio berkunjung ke situ. Siapa lagi selain Wi Hong-nio yang bisa lebih jelas untuk memastikan identitas Tio Bu-ki yang sebenarnya? Tentu saja Wi Hong-nio sendiri pun tahu dengan jelas sekali.
Karenanya ia meneruskan pekerjaannya mencatat semua kejadian itu dalam buku hariannya...
Malam ini makan malam dirundung suasana murung dan menekan, entah mengapa, Siau Tang-lo selalu menampilkan wajahnya yang murung dan banyak pikiran. Setelah menelan suapan nasi yang terakhir dengan susah payah, Siau Tang-lo baru meletakkan kembali sumpitnya dan memandang wajahku dengan pandangan yang sangat aneh.
Sampai lama sekali ia termenung kemudian baru ujarnya, “Bu-ki telah berhasil mempelajari ilmu pedang!”
Begitu mendengarnama Bu-ki', jantungku berdebar makin cepat, aku merasa darah yang mengalir dalam tubuhku bergolak keras, aku ingin sekali bertanya kepadanya dari mana ia bisa tahu Bu-ki saat ini berada? Tapi aku juga tahu, bila aku bertanya, mungkin dia malah tak akan menjawab, sebab dia orang yang suka jual mahal tapi juga suka jual tampang maka aku berusaha mengendalikan perasaanku, aku tak bertanya apa-apa, aku hanya memandangnya tanpa berkedip.
Kurasa mungkin dia telah melihat harapanku yang tak sengaja terbersit dari balik sorot mataku. Aku dapat menangkap rasa tak senang yang muncul dalam hatinya, tapi perasaan tak senang itu hanya berlangsung sekejap, karena perasaan tadi segera disembunyikannya lagi.
Sesudah itu ia barulah bertanya lagi kepadaku, “Kenapa kau tidak bertanya kepadaku, dari mana aku bisa tahu?”
Untuk menjawab pertanyaan ini, aku sempat termerumg dan memutar otak sejenak, sejenak baru kujawab, “Aku bertanya atau tidak, kau toh tetap akan memberitahukannya kepadaku!”
“Bagus sekali bila kau bisamemahamiperasaankul,” kata Siau Tang-lo kemudian sambil tertawa.
Aku tak berani mengucapkan sepatok kata pun, aku hanya memandangnya lekat-leka.
Dengan cepat ia segera menyambung, “Sebab dia sudah lama meninggalkan bukit Kiu-hoa-san!”
Baru aku membuka mulutku setengah, dia sudah tahu apa yang ingin kutanyakan, maka lanjutnya, “Betul, orang yang kau jumpai ketika berada di gua waktu itu memang dia! Ia datang ke Kiu-hoa-san mencari aku untuk belajar ilmu pedang karena dia tahu hanya dengan menguasai ilmu pedang yang maha sakti, ia baru bisa membalaskan dendam sakit hati atas kematimayahnya, maka dia berlatih terus tanpa memikirkan makan, minum maupun istirahat .
Kau sudah melakukan tindakan yang benar ketika tidak menyapanya, kalau tidak ia sudah runtuh sejak itu, atau bahkan bisa mengalami cau-hwee-jip-mo (jalan api menuju neraka) dan akan cacad seumur hidup!”
Aku benar-benar sangat kaget, untung saja aku berhasil menahan gejolak perasaanku waktu itu dan tidak memanggil Bu-ki, kalau tidak, sungguh tak terbayang akibat yang harus dideritanya.
Sekarang aku baru sadar, ternyata Siau Tang-lo adalah seseorang yang sangat lihay dan luar biasa.
Dia menyukai aku, tapi sengaja bersikap seakan-akan tak akan menggunakan paksaan untuk membuat aku menyukainya. Ia tahu bahwa dalam hati aku hanya mencintai Tio Bu-ki seorang, karena itu dia mencoba menggunakan cara itu untuk mencelakai Bu- ki Aku mulai membencinya!
Tampaknya kembali ia berhasil menebak jalan pikiranku, katanya kemudian, “Untuk mendapatkan cinta seseorang, untuk mendapatkan seseorang, kadang-kadang kita harus menggunakan sedikit siasat dan langkah. Apalagi waktu itu Bu-ki begitu tergila-gila pada ilmu pedangnya, dalam pandanganku ketika itu, dia tak ada bedanya dengan seorang cacad!”
Apayang dia katakan memang benar, tapi... menggunakan cara selicik itu untuk menyingkirkan orang yang sangat kucintai?
Bagaimanapun juga, aku tak bisa memaafkan dirinya! Tentu saja aku tidak mengutarakan jalan pikiranku, aku hanya memandangnya dengan termangu-mangu dan mulut bungkam.
Sebentar kemudian dia berkata lagi kepadaku, “Aku benar- benar tak mengira kalau Bu-ki memiliki bakat setinggi itu, tak lama setelah kita tinggalkan bukit Kiu-hoa-san, dia ikut meninggalkan bukit itu. Dia berbasil dua bulan lebih awal dari perkiraanku semula!''
Mendengar sampai di sini aku tak bisa menahan diri lagi, semua kecurigaan dan keraguan yang membelit hatiku selama ini kulontarkan keluar, aku bertanya kepadanya, “Jadi kau sengaja mengajakku pergi meninggalkan bukit Kiu-hoa-san? Jadi kau takut kami saling bertemu setelah ia berhasil mempelajari pedangnya?”
Siau Tanglo segera tertawa.
“Kau jangan memandangku kelewat rendah. Mana mungkin aku manusia serendah itu? Sebelum berangkat pun aku sudah berkata kepadamu bahwa aku tak ingin memaksamu untuk pergi bersamaku!”
Setelah tertawa getir, kembali ia melanjutkan, “Kau juga tahu, semua urat-uratku harus dilancarkan kembali peredaran darahnya setahun satu kali, kalau tidak berbuat demikian, aku bisa mati karena peredaran darah yang tersumbat”
Aku menjawab bahwa aku tidak tahu.
Dia berkata lagi, “Dalam dunia persilatan saat ini hanya orang yang bernama Mayat Hidup yang mempunyai kemampuan untuk melancarkan peredaran darah di sekujur badanku dalam waktu singkat. Kebetulan sekali tiap tahun diapun butuh sebutir pil pemunah racun untuk membebaskan pengaruh racun dalam tubuhnya dan penawar racun itu hanya dimiliki Keluarga Tongdi Sucoan!”
“Tapi kita toh tidak perlu meninggalkan bukit Kiu-hoa-san sedini itu!” tak tahan aku berseru.
“Kenapa kita mesti berputar sejauh itu sebelum balik kembali ke sini?”
“Kau kira aku memang ingin berputar dulu sejauh itu? Kau kira setelah tiba disini lalu tanpa syarat apapun pibak Benteng Keluarga Tong akan menyerahkan obat penawar racun itu kepadaku? Aku berputar sejauh itu tak lain karena aku harus mencari beberapa jenis barang berharga atau barang langka untuk ditukar dengan obat itu.”
Aku bertanya, apakah barang yang dicarinya sudah ditemukan?
Ia menjawah bahwa ia sudah mencari lama sekali tapi tak berhasil menemukan barang yangcocok, akhirnya ia mendengar Benteng Keluarga Tong kedatangan seorang asing dan pihak Keluarga Tong sedang kesulitan untuk mengetahui asal-usul orang asing itu, sebab mereka curiga apakah orang ini Tio Bu-ki atau bukan.
Ia berkata kepadaku, “Tahukah kau, dengan cara apa mereka dapat segera membuktikan orang itu Bu-ki atau bukan?”
Akupun menjawab, “Suruh paman Siangkoan mengenali orang itu, bukankah dia segera akan memberikan jawaban yang pasti?'
Katanya cara ini memang merupakan cara yang sangat baik, tapi seandainya karena sesuatu alasan, Sangkoan Jin enggan memberikan keterangan yang sejujumya?
Dalam hal ini aku tidak paham,apa alasan paman Siangkoan tak mau memberi keterangm yang sejujurnya. Mungkinkah dia masih teringat hubungan persaudaraan mereka di masa lalu? Tapi aku tidak bertanya soal ini, aku hanya bertanya, “Cara apalagi yang bisa digunakan?”
“Kau!”
Aku yang dia tunjuk!
Aku benar-benar sangat terkejut, tapi setelah kupikir sejenak aku langsung paham dengan tujuannya. Betul, sekalipun Bu-ki bisa berlagak pilon setelah berjumpa denganku, tapi bila aku dapat bertemu dengannya, wajahku pasti, terkejut dan perasaanku pasti, tak terbendung lagi.
Berpikir akan bal tersebut, aku semakin merasa betapa licik dan munafiknya SiauTang-lo, sungguh tak nyana dia bisa menemukan akal seperti ini Tapi dengan cepat aku berpikir lagi, seandainya dia memang seorang licik yang munafik, semestinya dia tak perlu mengungkap rahasia ini dihadapanku, dia bisa langsung mengajak aku ke sana dan menjalankan rencananya. Mengapa dia harus menjelaskannya dulu kepadaku?
Aku tak tahan, segera tegurku, “Mengapa kau beritahukan masalah ini padaku?”
Kembali Siau Tang-lo tertawa getir, tampaknya ia memang gemar tertawa getir, sahutnya, “Aku kuatir kau akan sangat membenciku!”
Setelah menatapku sampai lama sekali, kembali dia berkata, “Ketika pertama kali aku berpikir menggunakan cara ini untuk ditukar dengan obat, aku hanya rnemikirkan keselamatan jiwaku sendiri. Tapi semakin dekat dengan Benteng Keluarga Tong perasaanku semakin tak tenang...”
“Kenapa?” aku bertanya.
“Karena ini sama saja dengan memperalat dirimu! Mana bisa aku memperalat kau?Bagairnana mungkin aku, Siau Tang-lo, bisa memperalat seorang wanita untuk kepentingan pribadi?”
“Apa kau sudah tak membutuhkan obat itu?” tanyaku. “Tentu saja aku sangat butuh”
“Berarti kau tetap akan memperalat aku?”
“Karena itu aku harus menjelaskan dulu masalah ini kepadamu agar kau bisa bersiap-siap. Tentu saja aku tak berani memastikan orang itu pasti Tio Bu-ki, kalau memang benar tentu saja paling baik, seandainya memang dia, kuharap kau bisa rnengendalikan gejolak perasaan dan emosimu di dalam hati saja.”
Apa mungkin aku bisa mengendalikan gejolak perasaan itu? Sudah begitu lama kami tak bertemu, pikiran dan perasaanku kini sudah bergolak bagai gulungan ombak di samudera luas bagaimana caranya rnengendalikannya?
Tampaknya dia dapat melihat pikiran dan perasaanku waktu itu, maka katanya lagi, “Kau boleh menolak untuk pergi kesana!”
“Bila aku tidak pergi, bukankah kau akan gagal mendapatkan obat itu?” Ternyata dia cukup jujur, sahutnya, “Tentu saja aku paling berharap kau bisa pergi, bahkan sangat berharap kau dapat mengendalikan gejolak perasaan hatimu, kau bisa bersandiwara di hadapan mereka. “
Aku bertanya kepadanya, bukankah hal ini sama artinya dengan membohongi orang orang Keluarga Tong?
Ia menjawab, “Tak mungkin kita mengharapkan segalas esuatu bisa berhasil dengan sempurna, kadangkala urusan bisa gagal bila kita tidak mau menggunakan sedikit akal dan pikiran. Tapi demi ketenteraman hatiku, untuk memastikan agar setelah kejadian ini kau tidak membenciku, aku harus mengulangisekali lagi perkataanku ini, kau boleh menolak untuk pergi!”
“Tidak, aku tetap pergi!”jawabku bersikukuh.
Aku tak tahu kenapa pada waktu itu aku begitu bersikukuh untuk pergi, apakah hal ini disebabkan ia terlalu baik kepadaku?
Mungkinkah aku berbuat begini karena ingin membalas budi kebaikannya? Atau mungkin karena alasan lain? Aku tak tahu, aku benar-benar tak tahu.
Mungkin inilah yang disebut takdir kehidupan! Mungkinkah garis takdirku menyuruh aku untuk mengenali orang itu betul Bu-ki atau bukan? Dan garis takdir orang itu segera akan diputuskan oleh keputusan yang kuambil?
Ohh, takdir! Kenapa kau tak adil? Kenapa kau harus mengaturku untuk berbuat seperti ini?
Hari mulai terang sekarang aku baru teringat, aku lupa bertanya kepada Siau Tang-lo, kapan kami akan pergi bertemu dengan orang itu. Seandainya orang itu betul-betul adalah Bu-ki, apa yang harus kuperbuat? Aku sendiri pun tak tahu, biarlah takdir yang mengaturkan bagiku!