Bab 01. Kebetulan atau Penyelidikan?
Bulan lima tanggal satu.
Malam yang sangat gelap, malam tanpa rembulan. Ketika angin berhembus lewat, awan mulai bergerak menuju ke sudut langit, pelan-pelan cahaya bintang mulai tampak di angkasa, menyebar meliputi seluruh langit. Siapa pun tahu, malam seperti ini adalah tanda akan turunnya hujan yang lebat. Siapa yang mau berada di luar rumah? Siapa yang tak mau berkumpul dengan anak isteri dan keluarga dalam rumah?
Ada! Di cuaca seperti ini ternyata masih ada orang yang tidak berada dalam rumah, bukan saja tidak di dalam rumah, bahkan sedang mendekam di wuwungan rumah. Orang ini berpakaian hitam ketat, kepalanya dibungkus kain hitam, mulutnya juga tertutup kain hitam. Yang tampak hanya sepasang lubang hidung serta sepasang mata yang lebih tajam dari mata kucing.
Mata yang sangat tajam itu sedang mengawasi sesuatu, mengawasi seseorang yang sedang duduk termangu-mangu di dalam kamar. Walaupun orang yang duduk itu memandang ke luar jendela, bahkan pandangan matanya tepat terarah ke tempat sembunyi si baju hitam itu, nampaknya ia sama sekali tidak merasakan atau menyadarinya.
Karena dia sedang termenung, karena segenap pikiran dan perasaannya sedang tenggelam dalam lamunannya. Mengingat suatu kejadian yang amat menggetarkan hati. Peristiwa yang amat menggetarkan hati itu terjadi pada malam itu juga, kira-kira tiga jam sebelumnya. Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini membuat dia terpana, mimpi pun dia tak pernah menyangka akan mengalami kejadian seperti itu.
Sasaran yang diburu dan dicarinya dengan susah payah selama ini, tiba-tiba saja menguap dan lenyap tanpa bekas setelah terjadinya perubahan itu! Bahkan kenyataan yang didapatnya justru memutarbalikkan segala sesuatu yang telah didapatnya selama ini. Segala sesuatu terjadi begitu mendadak, tak heran kalau sedari senja sampai sekarang dia masih duduk termangu di situ. Begitu terpananya ia hingga ketika orang datang menyalakan lampu baginya saja tak terasakan olehnya.
Kini ia sedang berada dalam sebuah kamar, kamar itu ada di dalam Benteng Keluarga Tong. Dengan susah payah ia mendatangi Benteng Keluarga Tong, tujuannya adalah untuk membunuh musuh besar yang telah membinasakan ayahnya. Tapi perubahan di luar dugaan yang terjadi tiga jam sebelumnya membuat ia menemukan satu rahasia kecil, sehingga bukan saja ia tidak bisa membunuh musuh besar yang telah membantai ayahnya itu, malah sebaliknya ia harus menggunakan semua kekuatan dan pikiran yang dimilikinya untuk melindungi orangku! Kejadian ini benar-benar membuat hatinya tergoncang. Sejak mengetahui rahasia itu sampai ia kembali ke kamar itu, ia hanya duduk tercenung di situ. Siapakah yang telah menyalakan lampu baginya? Ia tak tahu. Ia hanya duduk termangu-mangu sambil memandang keluar, ke taman. Segenap pikiran dan perasaannya tenggelam dalam perenungan yang menekan, menyedihkan dan sangat menyakitkan.
Kenapa urusan bisa berubah sampai jadi seperti ini? Ia terus merenung, ia mulai menulah rangkaian peristiwa, membayangkan kembali semua kejadian itu satu bagian demi satu bagian....
Tak seorang pun di dunia peralatan yang tidak mengenal Tayhong-tong, Perkumpulan Angin Topan. Tayhong-tong bukan partai atau perkumpulan biasa, kelompok ini adalah sangat besar dan sangat rahasia. Pengaruhnya meliputi wilayah yang sangat luas. Tujuan dan semboyan Tayhong-tong sangat sederhana, “Menolong Kaum Lemah, Menentang Golongan Kuat”
Karena itu tidak saja Tayhong-tong amat disegani orang, kaum persilatan pun menaruh hormat kepada mereka. Ada tiga orang yang bertanggung jawab atas segala sepak terjang Tayhong- tong, yaitu Tio Kian, Sugong Siau-hong serta Sangkoan Jin.
Dan pemuda ini, Tio Bu-ki, tak lain adalah putera tunggal Tio Kian. Hari itu, hari terjadinya peristiwa itu, adalah tepat hari pernikahannya. Dia akan menikah dengan seorang gadis yang cantik, jadi hari itu adalah hari kegembiraan keluarga besar Tio.
Hampir semua anggota keluarga Tio, dari tertua sampai termuda, tampil dengan wajah berseri-seri dan senyum riang. Wajah Tio Bu-ki juga dipenuhi senyum riang karena ia segera akan menikah, mengawini Wi Hong-nio, seorang gadis rupawan yang termasyhur akan kecerdasan serta kecantikan wajahnya. Sayang, senyum yang menghiasi wajah Tio Bu-ki tidak dapat bertahan hingga saat upacara pernikahan akan dilangsungkan.
Ketika itu, di gedung utama tempat akan berlangsungnya upacara pernikahan, ketika ia melihat ayahnya belum hadir, dengan senyum masih menghias wajahnya, ia menyusul ke kamar baca.
Ketika di situ ayahnya tak ditemukan, senyumnya masih menghias wajahnya, sebab hari Itu dia benar-benar sangat gembira.
Ketika lemari buku di dinding sebelah kiri mulai bergeser ke samping, ketika ia masuk ke dalam ruang rahasia dan menemukan tubuh ayahnya, senyum di wajahnya baru lenyap tak berbekas. Karena tubuh yang ditemukannya adalah tubuh tanpa kepala. Hanya empat orang yang mengetahui ruang rahasia ini. Selain Tio Bu-ki, mereka adalah Tio Kian, Sugong Siau-hong serta Sangkoan Jin. Ruang rahasia ini adalah ruang yang paling rahasia dalam gedung Tayhong-tong, tempat diadakannya rapat-rapat penting.
Itu berarti pembunuhnya hanya mungkin dua orang. Kalau bukan Sangkoan Jin, pasti Sugong Siau-hong. Tapi mungkinkah Itu? Sangkoan Jin, Sugong Siau-hong dan Tio Kian adalah tiga saudara angkat yang sangat erat hubungannya. Mungkinkah mereka berbuat sekejam ini terhadap saudara angkat sendiri?
Tapi kecuali Sangkoan Jin dan Sugong Siau-hong, siapa lagi yang bisa melakukun pembunuhan itu? Dari dua orang ini, Sangkoan Jin lebih mencurigakan, sebab sore itu hanya Sangkoan Jin yang berada bersama Tio Kian.
Yang lebih mencurigakan lagi, sejak itu Sangkoan Jin ikut lenyap tak berbekas. Setelah dilakukan penyelidikan, ternyata memang Sangkoan Jin yang telah membunuh Tio Kian. Bahkan dengan menggunakan batok kepala yang dipenggalnya sebagai hadiah, ia telah bergabung dengan Keluarga Tong di Sucoan.
Keluarga Tong dan Sucoan adalah musuh besar Tayhong- tong. Maka tanpa berpikir panjang, Tio Bu-ki segera berangkat meninggalkan Gedung Tio dan pergi menuju Benteng Keluarga Tong di Sucoan untuk membalas dendam atas kematian ayahnya. Ia tinggalkan isterinya yang belum resmi dikawini, meninggalkan juga adik kesayangannya Tio Cian-cian, tanpa mengindahkan tentangan anggota-anggota yang lain. Ketika ia pergi meninggalkan rumah, yang terpikir olehnya saat itu hanya dua kata, “Balas Dendam!”
Tapi ada satu hal yang ia pahami benar-benar. Jika ilmu silatmu tak mampu menandingi lawan, tak usah berharap dendam itu bisa terbalas! Maka dengan menggunakan segenap kemampuan yang dimilikinya, ia pergi belajar ilmu pedang tanpa mengenal lelah. Siang malam ia belajar dan belajar terus, sampai Wi Hong-nio yang pergi mencarinya pun tak mengenalinya sewaktu berjumpa dengan pemuda ini, karena dari pemuda tampan yang gagah dan kekar, kini ia telah berubah menjadi lelaki kurus kering yang wajahnya dipenuhi cambang.
Ia berhasil menguasai ilmu pedang maha sakti dan dengan menyamar sebagai seorang pembunuh bayaran pengembara, ia berhasil menyusup masuk ke dalam Benteng Keluarga Tong. Menyusup masuk ke dalam Benteng Keluarga Tong bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Mula-mula ia harus membunuh Tong Giok lebih dulu, kemudian dengan menggunakan berbagai taktik, siasat dan akal muslihat, dengan susah payah ia mendekati Tong Koat, sebelum akhirnya diterima oleh Tong Koat sebagai anggota perkumpulannya.
Dia mengaku bernama Li Giok-t ong, berasal dari Cisi Satu hal yang membuatnya tak habis mengerti adalah walaupun hasil penyelidikan yang dilakukan orang-orang Benteng Keluarga Tong memastikan bahwa Li Giok-tong dari Cisi jelas seorang gadungan, kenapa orang semacam itu tetap bisa ada di situ?
Ia tidak berusaha untuk meneliti urusan ini sampai leta, sebab ia beranggapan bahwa sekalipun pihak Benteng Keluarga Tong sengaja ingin rnembohoginya atau malah mungkin sejak awal sudah mengetahui identitas dirinya yang sebenarnya, dia beranggapan semua itu tidak penting. Yang terpenting baginya saat ini adalah menemukan Sangkoan Jin. Bukan saja ia berhasil berjumpa dengan Sangkoan Jin, bahkan dia pun memperoleh kesempatan untuk membunuh orangku.
Pada saat yang paling menentukan itu, entah disengaja atau tidak, putri Sangkoan Jin, Siangkoan Ling-ling, menggunakan tubuhnya untuk menahan datangnya tusukan pedang yang ia lancarkan untuk menembus jantung musuhnya itu.
Saat itulah tiba-tiba Tio Bu-ki teringat sesuatu, suatu masalah penting yang seharusnya sudah diingatnya sejak awal. Sugong Siau-hong pernah menyerahkan Harimau Kemala Putih kepadanya dan berpesan, “Sebelum kau bunuh Sangkoan Jin, rahasia Harimau Kemala Putih harus sudah berhasil kau pecahkan dan kau pahami dulu.”
Ternyata ia telah melupakan pesan ini, rasa benci dan dendam telah mengaburkan pikirannya, melupakan masalah yang sangat penting itu.
Seandainya Siangkoan Ling-ling tidak menghalangi tusukan mautnya, mungkin ia sudah membunuh Sangkoan Jin dan membalaskan dendam atas kematian ayahnya. Tapi seandainya ia benar-benar berbuat demikian, lalu bagaimana pertanggung- jawabannya nanti kepada almarhum ayahnya? Ternyata rahasia Harimau Kemala Putih adalah bahwa Tio Kian sebenarnya mengidap suatu penyakit yang tak mungkin bisa disembuhkan. Sekalipun diobati, paling banyak ia hanya bisa hidup setengah tahun lagi. Maka mereka bertiga, Tio Kian, Sangkoan Jin dan Sugong Siau-hong merencanakan sebuah siasat, suatu siasat yang sangat hebat untuk memusnahkan musuh-musuhnya.
Musuh besar paling tangguh perkumpulan Tayhong-tong adalah Keluarga Tong. Keluarga Tong tak mungkin bisa dimusnahkan memakai kekerasan, keluarga itu hanya bisa diatasi dengan akal muslihat. Kalau saja mereka bisa mengirim seseorang masuk ke dalam Keluarga Tong sebagai musuh dalam selimut dan berhasil mempengaruhi anggota-anggota Keluarga Tong hingga menerimanya dalam kedudukan yang penting, maka semua rahasia pasti akan terkuasai. Untuk menemukan orang seperti ini harus dicari seorang pengkhianat, seseorang yang punya peran dan kedudukan sangat penting dalam Tayhong-tong sehingga ketika orang itu mengkhianati Tay-hong-tong lalu bergabung dengan Keluarga Tong, orang-orang
Benteng Keluarga Tong pasti akan memandang tinggi orang itu, sebab orang itu banyak mengetahui rahasia Tayhong-tong.
Seandainya orang itu datang bergabung sambil membawa batok kepala Tio Kian sebagai persembahan, pihak Benteng Keluarga Tong tak mungkin akan menaruh curiga pada orang itu.
Kalau pada akhirnya Tio Kian harus mati dan kematian itu sudah diketahui akan terjadi paling lama setengah tahun kemudian, mengapa ia tidak mati dengan lebih bermakna? Mati sebagai pembela kaumnya? Seorang pahlawan? Jadi mereka lalu memutuskan akan menjalankan rencana besar itu tepat saat keluarga itu sedang menyelenggarakan pesta perkawinan puteranya. Rencana ini mereka namakan Harimau Kemala Putih.
Rencana ini mereka laksanakan di luar sepengetahuan Tio Bu-ki, satu keputusan yang sangat cerdas. Ketika Tio Bu-ki mengetahui bahwa ayahnya dibunuh Sangkoan Jin, ia pasti tergoncang kesadarannya, pikiran dan perasaannya pasti akan terbakar oleh rasa dendam, ia pasti akan berusaha mencari Sangkoan Jin dan berusaha mati-matian untuk menuntut balas. Asal saja Tio Bu-ki memperlihatkan reaksi tersebut, berita itu dengan cepat akan diketahui oleh orang-orang Benteng Keluarga Tong, dan pihak Keluarga Tong tentu akan semakin mempercayai Sangkoan Jin. Memang ini akan menyengsarakan Tio Bu-ki. Tapi demi kejayaan Tayhong-tong, pengorbanan ini rasanya masih cukup berharga untuk dilaksanakan.
Ternyata terjadi sesuatu yang sama sekali di luar dugaan Sangkoan Jin bertiga. Mereka selalu menganggap bahwa Benteng Keluarga Tong adalah perkumpulan yang amat ketat dan kuat penjagaannya. Sekalipun Tio Bu-ki ingin membalas dendam, mustahil bagi pemuda itu akan bisa masuk Benteng Keluarga Tong dengan gampang. Di luar dugaan, ternyata Tio Bu-ki berhasil menyusup ke dalam Benteng Keluarga Tong, malahan ia berhasil jadi congkoan (kepala pengurus rumah tangga), congkoan dari Keluarga Tong!
Dengan adanya perubahan di luar dugaan ini, seluruh rencana Harimau Kemala Putih terancam gagal total. Sejak berhasil masuk Benteng Keluarga Tong, meskipun Sangkoan Jin telah berhasil mendapat kepercayaan besar Keluarga Tong, ia belum berhasil menyelidiki dengan jelas semua rahasia Benteng Keluarga Tong. Sampai saat itu, Sangkoan Jin belum pernah bertemu dengan tokoh utama Keluarga Tong, tokoh yang menjadi otak semua sepak- terjang Keluarga Tong selama ini, Tong Ou.
Bukan karena Tong Ou segan bertemu dengannya, namun ketika Sangkoan Jin datang untuk bergabung sambil membawa batok kepala Tio Kian, Tong Ou sudah pergi dari situ. Kabarnya ia sedang berke¬liling ke pelbagai wilayah untuk menghimpun dukungan serta menyempurnakan rencana besarnya untuk menggempur markas Tayhong-tong!
Kini Tio Bu-ki sudah berhasil menyusup masuk. Sekalipun pihak Keluarga Tong telah berulang kali melakukan penyelidikan dan pemeriksaan, Sangkoan Jin selalu berhasil mengelabui orang-orang Keluarga Tong. Hanya saja kenyataan sebenarnya tetap saja belum jelas. Apakah orang-orang Keluarga Tong sesungguhnya sudah mengetahui identitas asli Bu-ki dan pura-pura tidak tahu, atau memang benar-benar tidak tahu?
Mengapa Tong Koat mengangkat Bu-ki menjadi congkoan? Mungkinkah di balik pengangkatan itu terselip suatu rencana keji lain?
Jika Keluarga Tong memang sengaja mengatur demikian, sudah tentu secara rahasia mereka akan menugaskan orang untuk mengawasinya secara diam-diam Apabila memang Bu-ki mencari Sangkoan Jin untuk membalas dendam, maka mereka akan segera tahu bahwa orang yang mengaku bernama Li Giok-tong ini sebenarnya adalah Tio Bu-ki dari Tayhong-tong.
Sebaliknya jika setelah Bu-ki melakukan pembalasan dendamnya terhadap Sangkoan Jin lalu Tio Bu-ki menemukan bahwa tak ada orang dari pihak Keluarga Tong yang mengawasi mereka, maka ini menunjukkan bahwa pihak Keluarga Tong sama sekali tidak tahu bahwa kedatangan pemuda itu sebenarnya adalah untuk membalas dendam pada Sangkoan Jin. Tapi kalau pihak Keluarga Tong memang sudah tahu pasti identitas Bu-ki yang sesungguhnya dan kini apakah mereka sengaja menggunakannya untuk menguji Sangkoan Jin?
Sekarang apa yang harus dilakukan Bu-ki? Tindakan apa yang sebaiknya harus ia lakukan agar tidak melakukan kesalahan fatal? Seandainya keselamatan jiwa Sangkoan Jin terancam, apakah ia harus berusaha melindunginya dengan mati-matian ataukah lebih baik ia berpeluk-tangan saja?
Setelah urusan berkembang sejauh ini, apakah dia masih perlu membunuh Sangkoan Jin? Bagaimanapun juga, sudah jelas bahwa Sangkoan Jin memang orang yang telah membunuh ayahnya. Apabila dilihat bahwa hubungan mereka bertiga begitu akrab, sekalipun gagasan siasat Harimau Kemala Putih muncul dari benak ayahnya, tetap saja tidak seharusnya Sangkoan Jin bertindak begitu tega terhadap saudara angkat sendiri.
Mana yang lebih penting, urusan Tayhong-tong atau hubungan persaudaraan? Urusan perkumpulan menyangkut jangka waktu yang panjang sedangkan tali persaudaraan hanya berlangsung dalam waktu singkat. Juga jika ditinjau dari sudut pandang lain lagi, sebenarnya apakah tujuan Sangkoan Jin hingga dia rela memikul dosa sebagai seorang pengkhianat yang dicaci orang banyak karena begitu tega membunuh saudara angkat sendiri?
Apakah ia harus memuji tindakan Sangkoan Jin itu, ataukah mencerca dan mengutuknya? Dia tak tahu. Setelah menghela napas panjang ia bangkit berdiri lalu menengadahkan kepalanya memandang kegelapan malam yang mencekam jagad.
Ketika Bu-ki menengadahkan kepalanya, semestinya orang berbaju hitam yang bersembunyi di atas wuwungan rumah itu berusaha menyembunyikan diri dari pandangannya. Tapi ternyata orang itu tidak berbuat demikian, mungkinkah dia punya andalan yang kuat sehingga tak perlu merasa takut? Atau dia beranggapan suasana terlalu gelap sehingga gerak-geriknya tak akan terlihat oleh Bu-ki? Atau mungkin dia memang sengaja berbuat begitu agar ketahuan oleh Bu-ki?
Bu-ki tidak menyadari kehadirannya, karena meskipun ia mendongakkan kepalanya, namun sorot matanya kosong. Entah apa yang sedang direnungkan olehnya waktu itu?
Tepat saat itulah tiba-tiba orang berbaju hitam itu melesat ke depan lalu melayang turun ke serumpun bunga di sisi kanan Bu- ki, kembali sebuah tindakan yang amat mengherankan! Mengapa ia justru melompat turun pada saat itu, sewaktu Bu-ki sedang menengadahkan kepalanya memandang ke atas?
Sisi kanan dan rumpun bunga itu adalah jalan menuju ke kamar tidur Sangkoan Jin. Bukan saja orang berbaju hitam itu muncul di saat itu, bahkan dia seperti sengaja mematahkan sebatang ranting pohon sehingga menimbulkan suara keras.
Saat itu, bila Tio Bu-ki masih belum mendengar juga, dia bukanlah Tio Bu-ki yang masih hidup tapi seseorang yang entah sudah mati berapa kali. Dengan cepat pemuda itu bereaksi, mencabut pedang, memadamkan lampu lalu berdiri di tepi dinding dan memeriksa keadaan di luar jendela.
Tampaknya sasaran orang berbaju hitam itu adalah Sangkoan Jin, bukan Tio Bu-ki. Begitu sampai di muka tanah, kembali ia melejit dan langsung menerobos ke dalam kamar tidur Sangkoan Jin melalui jendela sebelah kanan.
Selincah seekor kelinci Tio Bu-ki meluncur ke belakang orang berbaju hitam itu, jarak mereka berdua sebenarnya tidak terlalu dekat, tapi gerakan tubuh orang berbaju hitam itu jauh lebih lambat dibandingkan dengan gerak tubuh Bu-ki Karenanya sewaktu orang berbaju hitam itu bersiap melompat ke dalam kamar, tusukan pedang Bu-ki telah mengancam punggungnya.
Kembali satu peristiwa aneh terjadi...
Orang berbaju hitam itu dengan cepat membalikkan pedangnya menangkis tusukan itu dan dengan meminjam tenaga tusukan Bu-ki, ia melesat ke sisi kiri kemudian dengan sekali menjejak pagar taman, tubuhnya sudah naik lagi ke atas wuwungan rumah. Tanpa menunggu Bu-ki berhasil berdiri tegak, bayangan tubuh orang berbaju hitam itu sudah lenyap tak berbekas. Pada saat itulah mendadak terdengar Sangkoan Jin membentak gusar sambil menerobos keluar dari kamarnya.
“Siapa di situ?”
Menyusul kemudian tubuhnya menerobos keluar dari dalam kamar lewat daun jendela sebelah kiri. Diam-diam Tio Bu-ki merasa kagum dan memuji dalam hati, sebab kalau dilihat dari rambut serta pakaiannya yang acak-acakan, jelas Sangkoan Jin sudah tertidur tadi.
Setelah mengalami peristiwa yang luar biasa tegangnya beberapa jam yang lalu, kemudian juga harus merawat luka yang diderita puterinya, mestinya Sangkoan Jin tentu sudah sangat lelah. Tapi dalam keadaan seperti itu pun ternyata ia masih mampu bereaksi begitu cepat, bahkan bisa memperhitungkan secara tepat dari mana dia harus keluar. Ini membuktikan bahwa pengalaman serta nama besarnya memang bukan nama kosong belaka.
Begitu keluar dari kamar dan bertemu Bu-ki, Sangkoan Jin segera bertanya.
“Siapa?”
“Entah!” Bu-ki menggeleng, “seseorang berbaju hitam yang mengenakan kerudung hitam, lihay sekali ilmu meringankan tubuhnya!”
“Ayo, masuk dulu baru bicara,” ajak Sangkoan Jin. Setelah menyalakan lampu dan mengenakan mantel luarnya.
Sangkoan Jin duduk di hadapan Bu-ki.
“Hebat sekali ilmu meringankan tubuh orang itu!” kata Bu-ki setelah termenung sebentar.
Sangkoan Jin tidak menjawab.
“Dia tidak seharusnya mengeluarkan suara begitu berisik,” kembali Bu-ki berkata.
“Suara berisik apa?”
“Sewaktu melayang turun ke tanah, tidak seharusnya ia menyentuh ranting pohon hingga mengeluarkan suara berisik.
Tampaknya dia sengaja berbuat begitu untuk memancing perhatianku.”
“Kenapa? Bukankah dia hendak membokongku?” “Keliru, walaupun dia melakukan gerakan seolah-olah
hendak menerobos masuk ke dalam kamarmu, tapi ketika kulancarkan tusukan tadi, ia justru menangkisnya dengan cepat lalu dengan meminjam daya pantul seranganku, ia kabur dari sini. Memang betul tujuannya seolah-olah hendak membokongmu, tapi aku merasa, tampaknya ia sedang menyelidiki reaksiku.”
“Siapa yang melakukan hal itu?” kata Sangkoan Jin, “Jangan-jangan masih ada orang dari Keluarga Tong yang menaruh curiga kepada kita berdua?”
“Aku memang berpendapat begitu.” “Apa alasanmu?”
“Aku masih ingat perkataan Tong Koat, dia bilang bahwa masuk ke Benteng Keluarga Tong tidak susah, tapi kalau ingin ke dalam 'taman bunga', barulah susah sekali!”
“Di sinilah taman bunga!”
“Benar! Hanya tamu terhormat yang bisa sampai di sini Aku sendiri pun harus melalui pemeriksaan yang amat ketat, kemudian setelah mendapat ijin dari nenek Tong Koat, yaitu Lo-cocong, Si Nenek Moyang dan diangkat menjadi congkoan, baru aku diijinkan masuk kemari. Dari sini bisa disimpulkan bahwa orang yang baru datang itu pasti berasal dari Keluarga Tong!”
“Seharusnya pihak Keluarga Tong tak mungkin menaruh curiga lagi kepadamu maupun aku, sebab segala sesuatu yang menyangkut asal-usulmu sudah kututupi dengan menyuap orang yang diutus ke Cisi untuk menyelidiki asal-usulmu. Mestinya sekarang mereka sudah tidak mencurigai lagi asal-usulmu!”
“Tapi orang yang tadi menyusup itu jelas bertujuan untuk melakukan penyelidikan, tapi apa yang sedang dia selidiki? Bila mereka mencurigai aku sebagai Tio Bu-ki, maka seharusnya mereka juga tahu kalau tujuan kedatanganku kemari adalah untuk membunuhmu.”
“Jika orang yang datang tadi adalah utusan yang dikirim pihak Keluarga Tong untuk melakukan penyelidikan, mungkin dia ingin tahu, seandainya ia membokong aku apakah kau akan turun tangan menolongku, jika kau berpangku tangan saja berarti kau adalah Bu-ki, sebaliknya bila kau datang menolong, berarti kau tak ingin melihat aku mati, maka...”
“Berarti aku benar-benar adalah Li Giok-tong, bukan Tip Bu- ki!” potong Bu-ki cepat.
Sangkoan Jin tertawa, tapi di balik senyuman itu masih tersembunyi sedikit rasa kuatir. Sayang Tio Bu-ki tidak melihatnya.
Apa yang masih dikuatirkan Sangkoan Jin?