Mustika Gaib Bab 11

 
Bab 11

SEMENTARA itu dari angkasa kembali terdengar suara tawa, gadis Biauw, memecahkan suara irama suling yang masih terus terdengar bercampur aduk dengan suara gerengan-gerengan binatang buas disusul suara teriakan Goat Khouw,“Toa-sianseng, kau kawinilah! Ia masih perjaka ”

Orang hutan perempuan yang sudah mabok kepingin kawin, mendengar suara perintah dari majikannya, begitu ia kembali lompat turun ke tanah, mengeluarkan pekik kegirangan. Lalu ia menghampiri Kang Hoo yang sudah rebah terlentang. Sedang kedua tangannya masih menggaruk-garuk terus. Dan pedang yang tadi dijepit di lehernya, telah terlempar jatuh ke tanah. Saat itu Kang Hoo, sedang merasakan bagaimana sakit kepalanya ditendang oleh kaki orang hutan perempuan itu begitu pula punggungnya terasa perih karena tertusuk beberapa duri rumput.

Dengan masih terlentang ia dapat melihat bagaimana sikap orang hutan tadi mendatanginya sambil cengar cengir menggaruk-garuk. Beng Cie sianseng menghadapi orang hutan bulu kuning, begitu ia melihat sang murid sudah roboh terkena tendangan kaki orang hutan tadi, ia juga jadi kaget. Sebenarnya kepandaian Beng Cie sianseng juga tidak rendah, tapi menghadapi orang hutan berbulu kuning ini, ia agak kewalahan, karena beberapa kali pentungan batang kayunya berhasil menggebuk badan orang hutan bulu kuning itu, hanya bisa membuat si kuning memekik mundur, kemudian dengan gesit binatang itu kembali melakukan serangan. Dan ketika ia menampak orang hutan berbulu hitam sedang mendatangi Kang Hoo yang masih menggeletak, cepat-cepat ia menggunakan satu potong kayu, diluncurkan ke arah Toa sianseng!

Orang hutan betina tadi tidak mengetahui datangnya serangan dari Beng Cie sianseng, lebih-lebih ia telah terbenam dalam arus nafsu kebinatangannya, hingga tidak mau memperhatikan keadaan sekelilingnya lagi, terus melangkah maju. Kang Hoo bergulingan di atas tumput menjauhi langkah kaki orang hutan hitam itu. Berbarengan mana, potongan kayu yang dilempar oleh Beng Cie sianseng berhasil membentur iga kiri si hitam.Orang hutan itu kaget, ia memekik, dan ketika ia melihat yang membentur itu adalah sebatang kayu, ia tidak mau memperdulikan, rupanya benturan tadi tidak dirasakannya. Kang Hoo juga melihat bagaimana suhunya melemparkan itu potongan kayu, ke arah orang hutan betina, ia juga melihat bagaimana sang suhu di bawah sinar bulan itu kewalahan menghadapi serangan- serangan Ui-jie yang memiliki gerakan sangat gesit, Meskipun sang suhu telah berhasil menggebuk beberapa kali badan si kuning, tapi sang binatang masih memiliki kegesitan yang luar biasa. Kalau saja suhunya menggunakan pedang pastilah, binatang itu sudah sejak tadi berhasil dirobohkan. Sewaktu luncuran potongan kayu itu berhasil membentur iga kiri si hitam yang kenyataannya tak digubris oleh orang hutan besar itu, hati Kang Hoo mencelos. Betapa tebalnya kulit orang hutan ini.

Tapi Kang Hoo tidak sempat berpikir banyak, karena telinganya kini sudah mendengar suara garukkan orang hutan perempuan itu pada selangkangannya yang penuh bulu.“Kraosss .... kraos, kraos, kraas . . .”

Mendengar suara garukan itu Kang Hoo mengeluarkan keringat dingin, karena sambil rebah demikian ia dapat melihat jelas apa yang sedang digaruk- garuk oleh orang hutan bulu hitam tadi, sampai mengeluarkan suara keraosan. Kembali Kang Hoo menggeser badan ke belakang menjauhi binatang hutan perempuan dan akhirnya ia terpojok pada lamping batu di bawah goa dimana tadi ia lompat turun. “Ya Allah!” keluh Kang Hoo dalam hati, kini ia melihat orang hutan bulu hitam itu melangkah sambil membungkukkan badannya, dari mulut binatang orang hutan itu menetes air liur.

Beng Cie sianseng melihat kejadian itu jadi menggeram, mempercepat gerakan serangannya. Seluruh kepandaiannya dikeluarkan untuk menghajar binatang yang bulu kuning. Bertempur tiga jurus kemudian, barulah ia berhasil menghajar batok kepala belakang Ui-jie. Membuat si orang hutan bulu kuning terhuyung ke depan, lalu ambruk di tanah. Begitu ia berhasil merobohkan orang hutan bulu kuning, Beng Cie sianseng lompat ke tempat dimana si Hitam akan menerkam Kang Hoo. Tapi baru saja kakinya melompat ke depan, mendadak di depannya meluncur lagi sinar kuning emas. Menampak sinar kuning emas itu Beng Cie sianseng yang sedang lompat jadi kaget, cepat ia menjatuhkan dirinya rebah di tanah. Dan tepat ketika itu, sinar kuning emas tadi lewat di atas badannya. Si orang hutan betina yang sudah mengeluarkan air liur dari mulutnya, dengan sekali lompat ia sudah berada di atas tubuh Kang Hoo. Kang Hoo jadi gelagapan, ia berusaha berdiri, tapi perut berbulu dari orang hutan itu mendadak menggencet mukanya dan ia kembali jatuh duduk. Dan orang hutan betina berhasil duduk di atas paha Kang Hoo. Begitu Kang Hoo jatuh duduk, tangan si orang hutan perempuan berbulu yang terus-terus menggaruk itu, mendadak diangkat keatas, tangan berbulu tadi meraba pipi Kang Hoo. Kang Hoo jadi kelenger dibuatnya. Betapa tidak, tangan bekas menggaruk-garuk tadi, berbau tidak enak, jari-jari orang hutan itu terasa gemeteran di pipi si pemuda.

Setelah Kang Hoo merasakan bagaimana baunya tangan orang hutan betina yang bergemetaran mengelus wajahnya Kang Hoo jatuh pingsan. Tubuhnya menggeloso ke bawah. Berbarengan dengan pingsannya Kang Hoo di bawah perut orang hutan itu, mendadak saja suara seruling yang sejak tadi terdengar di dalam hutan berubah iramanya. Suara seruling yang semula terdengar sayup-sayup halus itu mulai terdengar sangat aneh, dan suaranya terdengar keras, pantulan suara suling tadi seperti membuat keadaan hutan dimalam hari jadi bergetar keras. Di atas angkasa malam si gadis Biauw yang duduk di punggung burungnya memandang ke atas, ia memperhatikan dari mana munculnya itu suara seruling. Kemudian gadis itu mengeluarkan siulan panjang, memerintahkan burungnya terbang tinggi ke atas, untuk melihat siapakah yang meniup suling di puncak gunung. Tapi sang burung mendadak tidak mau terbang tinggi, begitu telinganya mendengar suara seruling tadi, Malah burung itu telah merosot terbang turun semakin rendah.

Mengetahui kalau suara seruling itu telah membuat semangat burungnya jadi kuncup, si gadis Biauw berteriak, “Toa sianseng, Ui-jie, kau bunuh orang peniup seruling di atas sana.” Toa sianseng, itu orang hutan betina yang sudah mabok perjaka, bulu-bulunya meriap bangun, ia belum berhasil melampiaskan napsu binatangnya pada diri Kang Hoo, mendadak mendengar suara perintah itu ia jadi melengak kaget. Sebenarnya ketika orang hutan perempuan itu mendengar suara suling aneh, mendadak saja ia juga jadi kaget, dan nafsu birahinya mendadak buyar, begitu mendengar suara perintah sang majikan maka ia cepat lompat ke atas merambat tebing. Begitu pula si kuning Ui-jie, saat itu baru saja bangkit berdiri, begitu mendengar suara perintah sang majikan ia berlompatan ke arah atas gunung.

Setelah memberi perintah pada kedua orang hutan itu, gadis Biauw tadi lompat turun dari atas punggung burung, sambil mengeluarkan siulan dan desisan. Maka di dalam hutan itu terdengar suara gerengan-gerengan binatang buas semakin santer, begitu pula suara desisan ular-ular berbisa semakin ramai, mereka pada bergerak maju mengurung Beng Cie sianseng dan Kang Hoo. Saat mana Beng Cie sianseng sudah lari mendatangi Kang Hoo dan baru saja memeriksa keadaan Kang Hoo yang pingsan, begitu ia mendengar suara gerengan binatang buas dan suara desisan ular berbisa semakin ramai mengurung mereka berdua, hatinya mencelos kaget, ia lompat ke arah mana pedangnya menggeletak di tanah, dengan menggenggam pedang itu, ia lompat lagi ke samping Kang Hoo.

Sementara itu gadis Biauw yang sudah berdiri di tanah berada di luar kurungan binatang-binatang buas dan ular-ular berbisa ia mendongakkan kepala ke atas puncak gunung menyaksikan kedua orang hutannya menyatroni si peniup seruling dan dengan suara keras ia berteriak, “Manusia darimana berani menganggu ketenangan di sini? Ayo hentikan suara suling yang membuat burungku jadi terkejut!”

Suara suling masih terus menggetarkan isi rimba. Sejenak kemudian setelah mendengar suara teriakan si gadis Biauw, suara suling itu sirap, dan terdengar suara orang berkata, “Terhadap kedua belah pihak, aku tidak ada permusuhan apa-apa, maka akupun tidak bermaksud untuk mencelakai salah satu pihak, tetapi karena aku telah datang lebih dulu ke tempat ini, dan binatang-binatang buas dan ular berbisa yang terus- terusan menggereng dan mendesis membuat ketenanganku jadi terganggu, karena mengingat binatang-binatang itu ada yang menggerakkan, maka aku tak dapat sembarang membunuh. Kalau saja mereka itu tak ada pemiliknya, maka sejak tadi-tadi tentu aku sudah bunuh semua. Tapi memandang dirimu aku tak sampai membunuh mereka, begitu pula aku tak berhak mengusirmu dari hutan ini karena gunung adalah kepunyaan bersama bukan milik seseorang, oleh karena sifat manusia itu tidak mau mengalah satu sama lain, maka akupun merasa tak baik untuk menyuruh orang lain mengalah padaku, tapi suara-suara binatang buas dan ular-ular berbisa sangat memuakkan, mengganggu ketenanganku, maka terpaksa aku meniup seruling dengan irama yang aneh guna menekan suara gerengan-gerengan binatang buas dan desisan-desisan ular berbisa. Maka bila kau suruh binatang-binatang itu berlalu dari tempat ini, dan tidak mengganggu keindahan rembulan malam di atas gunung, akupun akan meniup seruling dengan irama yang enak didengar.”

Setelah kata-kata dari atas ganung itu berakhir, suara seruling kembali terdengar lagi suara itu lebih santer, sehingga seluruh gunung memperdengarkan suara nyaring, seolah-olah menggetarkan udara. Sementara itu, si gadis Biauw bersiul dan mendesis kembali, maka sekalian binatang-binatang buas itu mengeluarkan suara gerengan yang lebih buas lagi, begitu pula ular-ular mendesis-desis tiada hentinya. Begitu suara gerengan binatang buas dan desisan ular berbisa terdengar semakin hebat, suara seruling dari atas gunung itupun terdengar lebih hebat lagi, iramanya berobah-obah, dan yang lebih aneh lagi akibat suara seruling itu, keadaan hutan yang tenang mendadak seperti digulung oleh badai angin yang datang tiba-tiba ranting, pohon bergoyang keras, daun terbang berguguran, begitu pula, suara- suara gerengan binatang buas dan ular-ular berbisa seolah-olah mereka tidak sanggup menahan serangan suara suling, suara gerengan-gerengan mereka semakin lama jadi semakin lemah. Macan, binatang buas dan ular-ular berbisa jadi pada lesu, suara gerengan mereka tidak begitu ramai lagi. Beng Cie sianseng sedang terkurung oleh binatang-binatang buas dan ular-ular berbisa, ia mendengar bagaimana suara seruling itu menundukkan gerengan-gerengan binatang buas juga merasakan bagaimana di dalam hutan itu mendadak timbul angin topan, hatinya jadi heran. Tokoh manakah yang telah muncul di atas puncak gunung ini?

Ketika itu kedua orang hutan yang mendaki ke atas, sudah tak tampak bayangannya, sedang suara seruling terdengar semakin lama semakin aneh, sebentar mengeluarkan suara seperti bumi ambles, sebentar lagi terdengar seperti suara ombak laut mengamuk, sebentar lagi suara seruling itu berubah seperti naga malaikat berkelahi mengeluarkan gerengan di angkasa, dan men- dadak berubah lagi seperti suara ratusan ribu tambur yang dipukul santer. Perobahan suara seruling itu, membuat binatang-binatang buas yang pada mengurung Beng Cie sianseng dan Kang Hoo, pada serabutan mundur ke belakang, mereka seperti diusir pergi oleh suara seruling tadi. Sedang suara gerengannya sudah tak terdengar lagi. Sedangkan Beng Cie sianseng yang mendengar suara seruling tadi hatinya juga jadi berdebaran keras, begitu pula si gadis Bauw yang berdiri di dalam gerombolan pohon ia tidak kalah kagetnya, mendengar suara suling itu, terasa jantungnya hampir mau copot.

Lain halnya keadaan Kang Hoo yang sedang pingsan, ia tidak terpengaruh oleh suara seruling tadi. Sementara itu suara seruling terus terdengar, mendadak saja terjadi lagi keanehan, angin besar yang menggoyang-goyangkan ranting-ranting pohon tambah kuat, kalau semula hanya daun-daun pohon yang berguguran, kini pasir dan batu-batu gunung berterbangan, cabang-cabang pohon bergoyang-goyang keras mengeluarkan suara kerosokan, sehingga daun- daunnya terus terbang berguguran tiada hentinya, sedangkan itu binatang-binatang buas dan ular-ular berbisa yang pada lari menjauhkan diri, mendadak saja jatuh lemas di atas tanah, ular-ular berbisa meringkel, masing-masing melepotkan kepalanya. Keganasan binatang-binatang buas dan ular-ular berbisa mendadak lenyap, bahkan kini tampak badan mereka gemetaran keras, seperti minta dikasihani. Keadaan gadis Biauw tidak berbeda seperti juga keadaannya binatang- binatang peliharaannya, tubuhnya sudah gemetaran, dan mulutnya terkancing rapat, wajahnya seperti tidak sanggup menahan penderitaan, tapi wajahnya masih menunjukkan sikap tidak mau kalah.

Tidak terkecuali keadaan Beng Cie sianseng, dengan lemas ia bersandar di lamping tebing di bawah lubang goa. Dan Kang Hoo masih terus melingkar pingsan. Saat itu mendadak suara seruling jadi sirap, dan keadaan hutan yang diamuk badai jadi tenang kembali kemudian terdengar lagi suara orang bicara dari atas gunung. “Kau, membawa ini binatang-binatang buas untuk mencelakai orang, itu sebenarrya urusanmu sendiri, tapi bagaimana ketika aku sedang meniup seruling kau perintahkan dua orang hutanmu untuk menyerang diriku. Kalau melihat kelakuanmu ini, seharusnya aku menurunkan tangan kejam membunuhmu, tapi karena urusan disebabkan karena kau ingin mendapatkan suami, dan hatimu terlalu pendek serta kurang pikir, maka aku hanya memberi peringatan padamu, dan kalau kau tahu gelagat, cepatlah bawa ini binatang-binatang buas menyingkir dari tempat ini!”

Berbarengan dengan akhir ucapan orang itu di atas udara terdengar suara jeritan halus terbawa angin dari dua orang hutan yang diperintah gadis Biauw menyerang si peniup seruling, kedua orang hutan itu mengeluarkan suara jeritan, lalu badannya terpental dan jatuh menggelinding ke bawah. Kemudian terdengar suara mendebuk dari dua badan orang hutan yang jatuh di tanah. Kedua orang hutan itu jatuh di tanah tidak berkutik lagi. Menyaksikan jatuhnya kedua orang hutan dari atas tebing, Beng Cie sianseng jadi kaget bercampur kagum, ia sendiri tadi telah melakukan pertempuran sampai beberapa puluh jurus menghadapi serangan seorang hutan bulu kuning. Dan dari hasil pertempuran itu, ia juga tahu kalau orang hutan ini memiliki ketebalan kulit yang luar biasa dan kekuatan sangat hebat, tapi bagaimana orang peniup seruling itu sambil bicara sanggup merobohkan dua ekor binatang hutan sekaligus hingga jatuh mampus ke bawah.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar