Misteri Rumah Berdarah Jilid 13

Jilid 13

Bab 37

BELUM selesai ia berkata, tangan kanannya mendadak diangkat keatas kemudian dihajarkan keatas ubun-ubun sendiri dengan suatu serangan yang dahsyat.

Kiranya perempuan berbaju hitam ini tidak ingin memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan, maka ia mengambil keputusan dengan kematian coba meloloskan diri dari penderitaan, Tidak aneh kalau serangan yang barusan ia lancarkan dilakukan dengan kecepatan laksana sambaran petir.

"Aaaaaaach. . .!" Pek Thian Ki sama sekali tidak menduga akan perbuatan yang bakal dilakukan oleh perempuan itu, saking kagetnya ia menjerit tertahan.

Lain halnya dengan si-tamu pencari bunga, agaknya ia sudah menduga kesitu, selagi perempuan cantik berbaju hitam ayunkan tangannya keatas tadi, tubuhnya dengan kecepatan penuh telah berputar kemudian meluncur kedepan.

Suara dengusan berat bergema memecahkan kesunyian disusul dengan jeritan kaget yang melengking. Sewaktu semua orang alihkan sinar matanya kembali ketengah kalangan, tampak si-tamu pencari bunga masih tetap berdiri ditempat semula dengan muka yang wajar, Lagak lagunya mirip seseorang yang sama sekali belum pernah menggerakkan badannya.

Sebaliknya, siperempuan cantik berbaju hitam itu berdiri dalam sikap yang aneh tangan kanannya berhenti kaku kurang lebih tiga cun diatas batok kepalanya sendiri. Ia berdiri kaku disana dengan sepasang mata memandang kearah si-tamu pencari bunga dengan penuh rasa kaget dan bergidik.

"Heee. . . .heeeee. . . .heeeee. . . eeeei perempuan cantik, tidak segampang itu manusia mencari kematian buat diri sendiri. . .! jengek si-tamu pencari bunga dengan suara dingin.

"Sebenarnya apa yang kalian inginkan?" teriak perempuan cantik itu kemudian. Nada ucapannya penuh mengandung rasa jeri dan takut. "Gampang, gampang. . . .jawab dulu ketiga buah pertanyaan yang aku ajukan tadi! Eeeei. . .gimana? Bukankah kita sudah saling berjanji sebelum bergebrak tadi?"

"Sayang aku tak dapat menjawab pertanyaanmu itu." "Apa? Apakah dengan nama besarmu Hek Mey Kwi

(Bunga Mawar Hitam) juga ingin ingkari janji sendiri?"

"Bagaimana kau bisa tahu, aku bernama si Bunga Mawar Hitam? Siapa yang beritahu kepadamu?"

Perempuan cantik berbaju hitam itu sama sekali tidak menyangka apabila pihak lawan bisa mengetahui nama sebutannya, ia merasa terperanjat sehingga kentara diatas wajahnya berubah menjadi pucat kehijau-hijauan.

"Apa yang perlu diherankan untuk mencari tahu siapakah dirimu? Bukankah tebakanku tidak meleset?"

Dalam keadaan begini bukan saja peristiwa tersebut membuat siperempuan cantik berbaju hitam itu jadi terperanjat, bahkan Pek Thian Ki sendiripun merasa sedikit heran dan tercengang, Ia tidak mengerti secara bagaimana si-tamu pencari bunga ini bisa menebak dengan begitu tepat.

Agaknya manusia ini mengetahui segala persoalan. . . .

tapi mirip pula seseorang yang apapun tidak mengerti, dia betul-betul seoran manusia paling misterius.

Ketika itu. . . .

"Heeeee. . . .heeee. . . heeee. . . Kau suka menjawab ketiga pertanyaanku tidak?" teriak si-tamu pencari bunga diiringi suara tertawa dingin yang menyeramkan. "Apakah kau benar-benar tidak suka dengan arak penghormatan dan justeru mencari arak hukuman? Baik, baiklah! Bilamana itu permintaanmu sendiri, terpaksa aku akan turun tangan keji terhadap dirimu."

"Bangsat! Jangan banyak ngoceh lagi, jika kau punya keberanian, ayoh cepat keluarkan tindakanmu yang keji!"

"Heee. . . heeee. . . heee. . . tindakanku sangat gampang sekali dan aku rasa tidak perlu sampai mencabut nyawa." seru si-tamu pencari bunga dengan dihiasi senyuman misterius pada bibirnya, "Aku tidak ingin menyiksa badanmu, tapi aku ingini dirimu. . ."

"Apa? Kau ingini diriku?"

"Benar, benar, benar eeeei. . .! Apakah kau lupa namaku adalah si-tamu pencari bunga?"

Ucapan ini langsung memaksa air muka si bunga mawar hitam berubah hebat, dengan perasaan terkejut ngeri, seram dan takut ia pandangi wajah simanusia misterius ini tajam- tajam.

Sebaliknya si-tamu pencari bunga mulai memperlihatkan senyuman cabulnya, sembari selangkah demi selangkah mendekati tubuh si bunga mawar hitam, ia cengar-cengir kuda.

"Ooooo. . . .sungguh indah dan montok buah dadamu! ehmmm. . .! Tentu padat dan kencang sekali. akan

kucoba pegang dan meremas-remasnya.     "

Bagaikan perbuatan seorang penjahat pemetik bunga yang kotor dan cabul, ia mulai menggerayangi tubuh si bunga mawar hitam, terutama sekali yang dituju adalah sepasang buah dadanya serta gerbang kenikmatan perempuan tersebut.

"Tindakan apa yang kau hendak lakukan padaku?" teriak si bunga mawar hitam penuh ketakutan. "Aku. . . oooouw. . . bila dibicarakan sebetulnya terlalu kasar, aku ingin melepaskan pakaianmu satu demi satu sehingga akhirnya kau telanjang bulat. . ."

"Kau berani?" Jeritan perempuan itu makin histeris. "Kenapa tidak berani? Eeee. . . heeee. . .heee. . .bila kau

ingin lihat beranikah diriku berbuat begitu, nah! Buktikan sendiri saja nanti, setelah kutelanjangi dirimu sehingga tak sehelai benangpun yang melekat dibadan. . .heee. . .heeee. .

.heeee. . . aku rasa sekalipun tak usah kuberitahukan, kau sudah tahu sendiri bukan permainan serius apakah selanjutnya bakal terjadi."

Beberapa patah kata ini sungguh membuat si bunga mawar hitam bergidik dan gemetar keras, keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya, dari perubahan wajah si-tamu pencari bunga, ia dapat menduga apabila ancaman tersebut benar-benar bisa ia lakukan.

Pek Thian Ki pun mulai tertawa dingin tiada hentinya. "Hey bunga mawar hitam, aku lihat lebih baik cepat- cepatlah kau mengaku terus terang, kalau tidak, maka yang menderita rugi bakalnya kau sendiri. "

Belum habis Pek Thian Ki berkata, mendadak suara bentakan keras berkumandang memecahkan kesunyian;

"Bangsat terkutuk, benar-benar banyolanmu! Aku akan adu jiwa dengan kalian." Diiringi suara bentakan keras, bayangan hitam saling menyambar dengan kecepatan penuh.

Tiga orang dari antara keempat orang lelaki berbaju hitam yang ada disisi kalangan secara mendadak melancarkan serangan berbareng mengancam si-tamu pencari bunga. Serangan yang dilancarkan ketiga orang itu benar-benar dahsyat bagaikan menyambarnya guntur membelah bumi, tiga orang dengan tiga gulung angin pukulan berhawa sinkang yang luar biasa dahsyatnya bersama-sama menghajar tubuh si-tamu pencari bunga.

"Kalian cari mati. . ." bentak si-tamu pencari bunga penuh kegusaran.

Tubuhnya berputar kencang, dimana cahaya putih menyambar lewat, tiga buah jeritan ngeri yang menyayatkan hati berkumandang memenuhi angkasa, ketiga orang lelaki berkerudung hitam yang barusan melancarkan serangan kini pada roboh binasa semua diatas tanah dalam keadaan sangat mengerikan.

Si-tamu pencari bunga masih tetap berdiri ditempat semula dengan sikap yang tenang, wajahnya dingin kecut. Melihat kelihayan ilmu silat yang dimiliki si-tamu pencari bunga ini, Pek Thian Ki serta Hu Li Hun sama2 menyangka, bila orang itu sudah berhasil melatih ilmunya hingga mencapai ketaraf yang tak terbayangkan.

Si-tamu pencari bunga tertawa ringan, perlahan-lahan ia putar badan seraya berkata; "Kalian sendiri yang cari kematian, apabila kamu semua tidak terlalu mendesak, akupun belum tentu suka mencabut nyawa kalian. . ."

Rasa terkejut yang menimpa si bunga mawar hitam kali ini membuat dia jadi bodoh, keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya, nyalinya benar-benar dibikin pecah oleh kedahsyatan ilmu silat yang dimiliki si- tamu pencari bunga simanusia misterius ini.

"Bunga Mawar Hitam, sebenarnya kau suka bicara atau tidak?" bentak orang itu lagi dingin. Seluruh tubuh si bunga mawar hitam gemetar keras, akhirnya ia ambil keputusan. "Aku tak akan menjawab pertanyaanmu itu!"

"Heee. . . .heee. . . .heee. . . .tidak mau menjawab ???" seru si-tamu pencari bunga sambil tertawa dingin, tiada hentinya, ia segera berpaling kearah Pek Thian Ki serta Hu Li Hun. "Jikalau memang ia ngotot tidak mau menjawab, terpaksa kalian berdua harus keluar sebentar dari sini!"

"Baik!"

Pertama-tama Pek Thian Ki berlalu terlebih dahulu keluar pintu diikuti Hu Li Hun dibelakangnya. Setibanya diluar ruangan, mendadak Hu Li Hun bertanya kepada diri Pek Thian Ki;

"Pek Siauw-hiap, siapakah sebenarnya si-tamu pencari bunga itu?"

"Entah! Aku sendiri juga tidak tahu."

"Kepandaian silat yang dimilikinya sangat mengejutkan hati, sekalipun kepandaian silat Sam Ciat Sin-cun yang didengungkan sebagai manusia paling lihay waktu itupun, aku lihat hanya begitu saja."

Pek Thian Ki mengangguk.

"Eeeeei. . .!" tiba-tiba Hu Li Hun berpekik nyaring. "Mungkinkah dia adalah. "

"Siapa?"

"Sam Ciat Sin Cun?"

Hati Pek Thian Ki bergidik mendengar disebutnya nama jago tersebut, serunya; "Kau maksudkan dia adalah si Sam Ciat Sin Cun Kiang Lang ???"

"Maksudku mungkin dia adalah Kiang Lang ??" "Tapi. . .bukankah dia sudah mati ??"

"Mati ?? Siapa yang membuktikan Kiang Lang sudah mati ?? Apakah ada orang yang melihat dengan mata kepala sendiri ??" bantah sigadis cepat.

Pek Thian Ki jadi melengak, lama sekali ia baru menggeleng. "Aku rasa tidak mungkin!"

"Kenapa tidak mungkin ??"

"Jika dia adalah Sam Ciat Sin Cun, simanusia tersohor itu tidak seharusnya Cu Hoa tidak mengenali dirinya, karena senjata yang digunakan Cu Hoa yaitu tabung Sam Ciat Tong adalah senjata andalan si Sam Ciat Sin Cun sejak masa yang silam."

"Kau hanya berdasarkan hal tersebut lantas menganggap hal ini tidak mungkin?"

"Sedikitpun tidak salah!"

"Kalau begitu kau salah besar!" ujar Hu Li Hun cepat. "Kau tahu Cu Hoa tahun ini baru berusia berapa ?? Sedang Sam Ciat Sin Cun sudah lenyap hampir delapan belas tahun lamanya, secara bagaimana Cu Hoa bisa kenal dengan dirinya ??? Mungkinkah semasa ia baru keluar dari kandungan ibunya lantas kenal dengan simanusia kesohor itu ??"

"Lalu dari manakah ia dapatkan senjata Sam Ciat Tong itu ???"

"Mungkin sekali tempo dulu Sam Ciat Sin-cun telah menghadiahkan senjata ini kepada seseorang, dan kebetulan Cu Hoa adalah anak murid orang itu, kalau tidak orang ini sebagai Sam Ciat Sin-cun kenapa tidak menarik kembali senjata Sam Ciat Tong-nya ???" Mendengar uraian tersebut, Pek Thian Ki mulai bisa menangkap      kebenaran       dari       ucapannya       itu. Sam Ciat Sin Cun adalah seorang jago yang memiliki kepandaian silat amat lihay, kecuali dia, jagoan dari manakah yang bisa memiliki ilmu silat sedahsyat itu ???

"Ada satu cara yang bisa kita gunakan untuk membuktikan benarkah dia Sam Ciat Sin-cun atau bukan," ujar Hu Li Hun kembali.

"Apa caramu itu ??"

"Bawa orang itu pergi menemui ibuku!" "Ooooouw ibumu Hu Bei San masih hidup ??"

Ketika Hu Li Hun merasa ucapannya terlanjur keluar dan untuk menarik kembali sudah tidak sempat lagi, terpaksa ia manggut. "Tidak salah, ibuku masih hidup."

Pek Thian Ki mulai berpikir keras, akhirnya iapun mengangguk. "Ehmmm benar, bila ia sungguh2 Sam Ciat

Sin-cun aku rasa ibumu tentu mengenali dirinya." Pada saat itulah, riba-tiba. . . .

Suara jeritan kaget berkumandang keluar dari balik ruangan rahasia, suara tersebut keras lagi tinggi melengking. Kemudian disusul dengan suara bentakan keras dari si-tamu pencari bunga;

"Kau suka bicara tidak ???"

"Baik, baik, aku. . . .aku bicara!" Suara sibunga mawar hitam kedengaran gemetar, jelas ia telah dibuat ketakutan.

"Nah! Cepat katakan. . . pertanyaan pertama, siapakah majikanmu ???. "

"Cong Loo Mo Li atau si Iblis Wanita dari Loteng Genta!" "Siapa namanya ???" "Aku tidak tahu."

Suasana hening beberapa saat, kurang lebih seperminum teh, kemudian terdengar suara si-tamu pencari bunga berkata kembali;

"Baiklah, sekarang pertanyaan yang kedua, apakah kalian tahu rumah yang kalian diami ini adalah tempat tinggal Ui Mey Giok ???"

"Sedikitpun tidak salah, kita sudah tahu!" "Dan ia masih berada didalam rumah ini ???"

"Benar, ia masih berada disini, Bangunan rumah ini walaupun keliahatnnya tidak besar, tetapi dibangun sangat kokoh dan sempurna."

"Siapa yang membangun rumah ini ???"

"Pertanyaan ini tidak termasuk didalam syarat yang telah kita janjikan, aku tidak bisa menjawab."

Si-tamu pencari bunga berdiam sejenak, kemudia bertanya lagi;

"Kau berani memastikan apabila dia masih berada dalam rumah ini ???. . ."

"Benar!"

"Lalu dimanakah letak Loteng Genta tersebut ???" "Puncak Gouw Cio Hong gunung Ciang Gouw San. . ."

Belum habis si Bunga Mawar Hitam berbicara, mendadak. .

.

Suara kaki yang ramai memecahkan kesunyian dan makin lama bergerak semakin dekat. Mendengar suara itu Pek Thian Ki merasa terperanjat, dengan sebat ia berpaling kebelakang. Dilihatnya dua sosok bayangan hitam tahu- tahu sudah muncul dibelakang tubuhnya.

"Siapa?" bentak sang pemuda keras-keras.

"Aku! Eeeeii, Pek Siauw-hiap dimanakah si-tamu pencari bunga itu?"

Dengan pandangan tajam Pek Thian Ki alihkan sinar matanya kearah mana berasalnya suara tersebut, tiba-tiba hatinya tergetar keras.

Kiranya orang yang barusan datang bukan lain adalah Cu Hoa serta si Sin Si-poa dua orang. Munculnya Sin Si- poa secara mendadak disana jauh berada diluar dugaan Pek Thian Ki, untuk sesaat ia berdiri tertegun ditengah kalangan.

"Kemana orang itu?" terdengar Cu Hoa menegur dengan nada cemas.

"Ada apa?"

"Cari balas dengan dirinya, jikalau bukan Sin Si-poa loocianpwee keburu datang, bukankah aku harus berbaring entah sampai kapan ditempat luaran?"

Pek Thian Ki tertawa, ia segera maju kedepan untuk memberi hormat kepada diri Sin Si-poa, ujarnya;

"Aku dengar Cu-heng mengatakan bahwa loocianpwee mengundang diriku. . ."

"Benar!" Belum habis pemuda itu menyelesaikan kata- katanya si Sin Si-poa sakti sudah memotong, "Setelah aku mengundang dirimu, lantas terpikir didalam benakku apabila kau tak mungkin datang menemui diriku karena ingin menyelidiki keadaan dari bangunan rumah ini, maka dari     itu     terpaksa     aku     datang     sendiri     kemari." Ia merandek sejenak, lalu berpaling kearah Hu Li Hun dan sambungnya lebih lanjut: "Nona Hun, barang yang pernah kau minta ramalkan apakah sudah ketemu?"

Hu Li Hun kelihatan agak tertegun.

"Tidak salah, sudah kutemukan. . ." Mendadak air mukanya berubah hebat, sambungnya: "Oooouw. . . sekarang aku paham sudah, sewaktu kau jatuh dari atas pohon digunung Lui Im San tempo dulu dan kuterima dengan tangan, menggunakan kesempatan tersebut kau telah curi suratku, bukankah begitu?"

"Sedikitpun tidak salah, oleh karena itu sengaja aku datang kemari untuk minta maaf!"

"Siapakah sebenarnya kau?" teriak Hu Li Hun dengan air muka berubah hebat.

"Eeeei. . . lucu sekali, aku adalah Sin Si-poa!" "Loocianpwee!" ketika itulah Pek Thian Ki menyela dari

samping setelah sinar matanya menyapu sekejap seluruh ruangan. "Kau mencari diriku entah ada urusan apa?"

"Bukankah kau ingin mengetahui asal-usulmu?"

"Tidak salah. . ." Belum lagi Pek Thian Ki menyelesaikan kata-katanya, mendadak suara jeritan ngeri berkumandang keluar dari balik ruangan rahasia.

Mendengar jeritan yang menyayatkan hati tersebut, air muka semua orang yang hadir didalam kalangan pada berubah hebat.

Pek Thian Ki segera enjotkan badannya mencelat masuk kedalam ruangan rahasia, sinar matanya dengan tajam menyapu sekejap suasana diseluruh ruangan. Dilihatnya si Bunga Mawar Hitam tergeletak diatas tanah dengan benaknya hancur berantakan, darah menggenangi permukaan lantai. Air muka Pek Thian Ki kontan berubah hebat. "Mengapa kau bunuh perempuan ini?" bentaknya keras.

Dengan termangu-mangu si-tamu pencari bunga alihkan sinar matanya keatas wajah Pek Thian ki, sedangkan mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.

"Cianpwee! apakah kau tidak merasa bahwa tindakanmu barusan terlalu keji dan telengas?" kembali Pek Thian Ki membentak keras. "Setelah ia menjawab kedua pertanyaanmu, tidak seharusnya kau turun tangan sekeji ini untuk mencabut nyawanya!"

"Siapa yang bilang perempuan ini mati ditanganku ???" seru si-tamu pencari bunga dingin.

Oleh pertanyaan ini gantian Pek Thian Ki yang dibikin melengak.

"Apakah ia bunuh diri dengan menghajar batok kepalanya sendiri?" tanyanya setelah ragu2 sejenak.

"Tidak salah!"

Bab 38

SINAR MATA si-tamu pencari bunga segera diarahkan keatas wajah silelaki berkerudung hitam yang tinggal satu- satunya hidup itu, bentaknya dingin;

"Kau masih belum mau menggelinding pergi?" Suara bentakan yang nyaring dan keras kontan menyadarkan kembali lelaki berbaju hitam itu dari rasa kaget serta takutnya, belum sempat ia lari terdengar si-tamu pencari bunga kembali membentak;

"Cepat enyah dari sini dan beritahu kepada majikanmu, katakan saja dalam satu bulan kemudian aku si-tamu pencari bunga pasti akan datang mencari dirinya, Sekarang cepat gelinding pergi!"

Bagaikan seekor anjing yang kena digebuk, dengan sipat kucing lelaki berkerudung itu melarikan diri terbirit-birit dari sana. Menanti orang itu sudah berlalu, Pek Thian Ki maju kedepan siap minta maaf atas kekasarannya tadi, tapi belum sempat ia berbuat sesuatu, Cu Hoa sudah meluncur kedepan.

"Oooouw. . . .saudara, sungguh keren benar gayamu!" jengeknya dingin.

Sinar mata si-tamu pencari bunga dengan tajam menyapu sekejap keatas wajah Cu Hoa, kemudian dialihkan keatas wajah Sin Si-poa. Melihat munculnya orang terakhir inilah, mendadak air mukanya berubah hebat;

"Oooouw. . . kiranya kau!"

"Tidak salah, memang aku adanya, Sekarang kau boleh kembalikan senjata Sam Ciat Tong kepadaku." seru Cu Hoa penuh kegusaran.

"Haaa. . . .haaa. . . .haaa. . . .kiranya kau datang hanya bermaksud minta kembali senjata Sam Ciat Tong tersebut. .

. ." si-tamu pencari bunga tertawa dingin.

"Tidak salah, cepat serahkan senjata Sam Ciat Tong itu kepadaku."

"Tunggu sebentar!"

"Bagaimana? Kau tidak suka serahkan kembali senjata itu kepadaku? Heee. . .heee. . .heee. . .aku rasa sejak jaman dahulu kala belum pernah ada orang yang sengaja merampas senjata milik orang lain. . ." "Perkataanmu memang merupakan kenyataan, cuma keadaan sedikit teristimewa, aku ingin periksa dulu apakah senjata Sam Ciat Tong ini sungguh-sungguh asli atau palsu belaka. "

"Apa kau kata?"

"Akan kuperiksa senjata Sam Ciat Tong ini asli atau palsu."

"Apa mungkin senjata Sam Ciat Tong ada yang palsu?" "Soal ini sih susah dikatakan."

"Kentut makmu!" Cu Hoa tak dapat menahan diri lagi, ia mulai naik pitam.

"Oooooouw. . . .oooouw. . . .usia masih muda, kalau bicara tahulah sedikit kesopanan, hati-hati nanti aku perseni beberapa tamparan buat pipimu yang licin itu," seru si-tamu pencari bunga tersebut tertawa.

"Bangsat, Sebenarnya kau suka mengembalikan senjata Sam Ciat Tong-ku atau tidak?"

"Sudah tentu akan kukembalikan senjata ini padamu, tapi bukan sekarang."

Air muka Cu Hoa berubah semakin hebat, Bentaknya; "Kau sungguh-sungguh tidak mau mengembalikan senjataku, kurang ajar, bangsat, aku adu jiwa dengan dirimu. "

Dalam keadaan amat gusar sehingga sukar dikendalikan, tidak menanti ucapannya selesai diucapkan, telapak tangan dengan disertai suatu hawa pukulan yang dahsyat segera menyapu kearah tengkuk si-tamu pencari bunga.

"Tahan!" teriak si-tamu pencari bunga cepat, tangan kanannya diayun keatas mengunci datangnya serangan lawan. Tangkisan tersebut benar-benar luar biasa akibatnya, tubuh Cu Hoa kena terpukul mental, sehingga mundur tujuh delapan langkah kebelakang dengan sempoyongan.

"Apa yang kau kehendaki?" teriak Cu Hoa sambil kertak gigi kencang-kencang.

Belum lagi si-tamu pencari bunga berbicara, Pek Thian Ki keburu sudah maju melerai, kepada si manusia misterius itu, ujarnya;

"Cianpwee, kembalikan senjata Sam Ciat Tong tersebut kepadanya. . .!"

Si-tamu pencari bunga kerutkan alisnya rapat-rapat, ia berpikir sejenak, kemudian mengangguk;

"Baiklah, aku akan serahkan kembali senjata ini ketanganmu, Cuma aku harus berbicara terlebih dahulu, lain kali lebih baik kau jangan secara sembarangan menggunakan senjata lihay Sam Ciat Tong Ini." Sembari berkata ia serahkan kembali senjata Sam Ciat Tong tersebut ketangan Cu Hoa.

Tindakan yang dilakukan si-tamu pencari bunga ini agaknya jauh diluar dugaan Cu Hoa, hal ini membuat ia jadi berdiri tertegun, Lama sekali gadis ini angsurkan tangannya untuk menerima senjata Sam Ciat Tong tersebut.

Setelah si-tamu pencari bunga mengembalikan senjata Sam Ciat Tong itu ketangan Cu Hoa, sinar matanya lantas dialihkan keatas wajah Sin Si-poa.

"Saudarakah yang disebut Sin Si-poa?" tanyanya diiringi suatu senyuman.

"Benar. . . akulah Sin si-poa!"

"Sebenarnya aku ingin pergi menjumpai dirimu. . ." Tetapi belum selesai si manusia misterius ini menyelesaikan kata-katanya, Pek Thian Ki tiba-tiba menimbrung dari samping. "Cianpwee Sin Si-poa, aku ingin menanyakan satu urusan dengan dirimu!"

"Urusan apa?"

"Pernahkah kau berjumpa dengan Sam Ciat Sin Cun?"

Maksud Pek Thian Ki bertanya demikian, sudah tentu dikarenakan ia menaruh curiga si-tamu pencari bunga bukan lain adalah Sam Ciat Sin Cun. Semisalnya Sin Si-poa pernah berjumpa dengan Sam Ciat Sin-cun, ini berarti ia dapat pula membuktikan si-tamu pencari bunga sebenarnya adalah Sam Ciat Sin-cun atau bukan.

Oleh datangnya pertanyaan tersebut, Sin Si-poa dibuat agak melengak. "Benar, aku pernah berjumpa beberapa kali dengan Sam Ciat Sin-cun. . ." sahutnya seraya mengangguk.

"Peristiwa itu sudah terjadi berapa lama?"

"Ehmm. . .!" si Sin Si-poa sakti berpikir sejenak untuk mengingat-ingat kembali peristiwa yang telah terjadi dimasa lampau. "Kurang lebih delapan belas tahun berselang!"

"Dimana?"

"Istana Perempuan!"

"Kau mengetahui asal-usul serta kejadian yang menyangkut diri Sam Ciat Sin-cun pada masa yang lalu?" timbrung si-tamu pencari bunga tiba-tiba dari samping.

"Sedikitnya banyak juga tahu!"

"Lalu tahukah kau sebelum Sin Mo Kiam Khek datang menyewa rumah ini, ia telah pergi menemui siapa?"

"Soal ini sudah tentu aku tahu."

"Siapa? Siapa yang telah ditemui Sin Mo Kiam Khek?" "Hu Bei San!"

Pek Thian Ki kontan melengak setelah mendengar disebutkannya nama orang itu, karena Hu Bei San adalah ibu kandung dari Hu Li Hun.

"Ia pergi menjumpai Hu Bei San?" serunya tercengang. "Tidak salah!"

"Sebenarnya apa yang telah terjadi?" seru Pek Thian Ki rada melengak. "Kau anggap aku dengan Sam Ciat Sin-cun bisa mempunyai hubungan apa?"

"Menganggap kau sebagai murid Sin Mo Kiam Khek juga merupakan putra dari Kiang Lang."

Hati Pek Thian Ki tergetar keras, dengan hati bergidik ia melototi wajah Sin Si-poa tajam-tajam, lalu dengan nada gemetar ujarnya;

"Aku sudah membuktikan apabila aku adalah murid Sin Mo Kiam Khek."

"Kalau begitu kau adalah Kiang To."

Dalam keadaan seperti ini jantung Pek Thian Ki bergetar keras, ia merasa tegang dan tercengang, Karena Sin Si-poa sudah membuktikan apabila dia adalah putra dari Sam Ciat Sin-cun Kiang Lang yang bernama Kiang To. Lalu, bagaimana keadaan yang sebenarnya dari peristiwa ini ??"

"Sebenarnya apa yang telah terjadi?" Tak tahan lagi dengan badan gemetar ia bertanya.

"Peristiwa ini amat panjang kalau diceritakan." "Sekarang kita mempunyai banyak waktu untuk

berbicara, kau berceritalah lambat-lambat." sela Si tamu pencari bunga. Sebelum mulai berbicara Sin Si-poa berpaling dahulu kearah si-tamu pencari bunga, lalu bertanya; "Bolehkah aku mengetahui dahulu siapakah nama saudara ??"

"Soal ini aku rasa tidak penting, lebih baik tak usah kita ungkap-ungkap lagi."

Sin Si-poa langsung kerutkan dahinya, melihat orang tua itu tak mau mengaku siapakah namanya, tetapi ia tidak mendesak lebih jauh.

"Menurut berita yang kudengar, sejak kecil Kiang lang telah kehilangan kedua orang tuanya. . . Kecuali dia, Kiang Lang masih mempunyai seorang adik yang bernama Kiang Ing, Cuma hal ini hanya kabar dan berita belaka, sebenarnya adakah manusia yang bernama Kiang Ing, orang tak ada yang pernah menjumpainya. Hanya. . ada beberapa orang yang membuktikan apabila Kiang Ing sebetulnya ada, bahkan yang memberitahu urusan ini kepadaku pun orang kepercayaan Kiang Lang sendiri yang bernama Sah Hoa So (Tangan Pencabut Bunga). . ."

"Apakah antara lenyapnya Sam Ciat Sin-cun mempunyai sangkut paut yang erat dengan Kiang Ing?" tak tertahan Pek Thian Ki menimbrung ditengah jalan.

"Tidak salah peristiwa ini justeru punya sangkut paut yang erat dengan orang ini." sahutnya, ia merandek sebentar lalu sambungnya lebih jauh; "Kiang Ing lebih kecil dua tahun dari Kiang Lang, menurut apa yang kudengar, Kiang Ing mempunyai potongan badan yang menarik dengan wajah yang ganteng, kedahsyatan ilmu silatnya tidak berada dibawah kelihayan Kiang Lang, bahkan mungkin jauh lebih tinggi dari kepandaian kakaknya. Tetapi selama ini Kiang Ing sangat jeri terhadap kakaknya Sam Ciat Sin-cun. . . saking takutnya sehingga kekasih yang dicintaipun rela diberikan buat engkohnya, Sam Ciat Sin Cun Kiang Lang." "Oooouw. . . ada kejadian seperti ini?" kembali Pek Thian Ki berseru tertahan.

"Tidak salah!"

"Hmmm! Teruskan," ujar si-tamu pencari bunga dingin. Sin Si-poa berpikir sebentar, lalu lanjutnya;

"Katanya peristiwa tersebut terjadi karena Kiang Ing mempunyai dua orang kekasih, yang satu adalah seorang perempuan misterius dan merupakan pula kekasih Kiang Lang dalam pandangan pertama. Siapakah perempuan itu, hingga detik ini tak ada yang tahu, yang jelas dia adalah kekasih Kiang Ing, tapi dicintai pula oleh Kiang Lang, engkohnya. "

"Dan akhirnya Kiang Ing serahkan kekasihnya buat Kiang Lang?" sela Pek Thian Ki kembali.

"Benar, ia berikan kekasihnya buat Kiang Lang, tetapi sejak peristiwa itu pula, Kiang Ing lenyap dari peredaran dunia persilatan. sudah tentu hal ini hanya kudengar dari

desas-desus belaka. Tetapi, Kiang Lang pun akhirnya tidak berhasil mendapatkan siperempuan misterius itu, perempuan itu telah meninggalkan dirinya entah pergi kemana karena yang dicintai perempuan misterius tersebut sebenarnya adalah Kiang Ing, bukan engkonya Kiang Lang. Kepergian siperempuan misterius itu memberikan pukulan bathin yang sangat berat bagi diri Kiang Lang, hal ini membuat    ia    patah    hati     dan     selalu     bersedih. Sejak saat itulah dalam penghidupannya telah terjadi perubahan yang sangat besar, hampir boleh dikata ia tidak pandang sebelah matapun terhadap kaum wanita, dengan kelihayan serta kegagahannya pada waktu itu, ia berhasil membangun Istana Arak, Istana Perempuan serta Istana Harta. Tetapi wataknya yang suka menyendiri itu tidak bisa terhindar, sering menyalahi   banyak   orang   pula. Sebelum ketiga buah Istana itu selesai dibangun, kembali Kiang Lang jatuh cinta pada perempuan kedua yang benar- benar menarik hatinya, perempuan tersebut adalah Tiap Hoa Sian Cu Ui Mey Giok. Sungguh sayang Ui Mey Giok juga tidak mencintai dirinya.

. . .didalam lautan cinta, agaknya Sam Ciat Sin-cun adalah seorang yang tidak beruntung, karena perempuan kedua yang dicintainya ini kebetulan sekali merupakan kekasih dari adiknya Kiang Ing pula. "

"Ooooouw.       demikian kebetulan?" seru Pek Thian Ki

tertegun.

"Benar, justeru dikolong langit ada kejadian sedemikian kebetulan, dua orang kakak beradaik pada saat yang bersamaan berbareng mencintai dua orang perempuan yang sama, Untuk kedua kalinya Kiang Ing menyerahkan Tiap Hoa Sian Cu Ui Mey Giok untuk Kiang Lang!"

"Mengapa Kiang ing bisa berbuat pekerjaan setolol itu? Apakah ia tidak mencintai kedua orang gadis tersebut?" tanya si pemuda.

"Tidak, ia mencintai kedua orang gadis tersebut, hanya saja ia jeri terhadap engkohnya, maka apa yang diminta engkohnya, lantas diberikan semua kepadanya, bahkan termasuk  nyawanya                  sendiri. Tetapi sewaktu Tiap Hoa Sian-cu kawin dengan Kiang Lang, didalam perutnya telah mengandung darah daging dari Kiang Ing, tentang soal ini agaknya sepanjang masa Kiang Lang  tak              bakal tahu. Ketiga orang isteri lainnya adalah Giok, Cui, Hoa, tiga orang wanita cantik yang rata-rata merupakan jago lihay dari kalangan Bu-lim, asal-usul dari ketiga orang gadis ini jarang sekali ada orang yang tahu. " "Lalu secara bagaimana pula Hu Bei san bisa kawin dengan Kiang Lang. " tanya Pek Thian Ki mendadak."

"Kena dipaksa."

"Dipaksa? Siapa yang paksa dia untuk kawin dengan Kiang Lang?"

"Hu Bei San adalah adik perempuan dari Hu Toa Kan, sedangkan Hu Toa Kan dengan Sam Ciat Sin-cun agaknya merupakan sepasang sahabat karib. "

"Bagaimana dengan penyelesaian ucapanmu ini?"

"Hu Toa Kan bisa tersohor diseluruh dunia persilatan hal ini dikarenakan memperoleh bimbingan serta bantuan dari Kiang Lang, atau dengan perkataan lain, dia adalah orang kepercayaan dari Sam Ciat Sin-cun, tetapi Hu Toa Kan berpandangan   lain   terhadap   diri   Kiang   Lang. Mungkin kepandaian silat yang lihay dari Kiang Lang membuat       ia        dengki,        iri        dan        takut. Waktu itu menurut kabar selentingan mengatakan Sam Ciat Sin-cun Kiang Lang telah memperoleh sebuah peta mustika 'Hiat Wu Toh'(Peta Rumah Berdarah), itulah sebuah peta dari sebuah rumah kecil berwarna merah, didalam rumah mustika tadi tersimpan seluruh kitab pusaka hasil jeri payah 'Hiat Mo Hoa' semasa hidupnya. Oleh karena itu Hu Toa Kan paksa adiknya kawin dengan Kiang Lang, kemudian mencari kesempatan untuk mencuri peta mustika tersebut. Tapi, sebelum Hu Bei San dikawinkan dengan Kiang Lang, ia sudah punya kekasih terlebih dahulu, akhirnya kekasihnya ini lenyap tak berbekas dan hingga kini tidak ketahui kemana ia telah pergi!

Pada waktu itu sipemilik Istana Harta, Giok Mey Jin telah mengandung dan sembilan bulan kemudian lahirlah seorang bayi lelaki yang diberi nama Kiang To! Tidak lama setelah Kiang To dilahirkan, mendadak Kiang Ing munculkan dirinya datang mencari Kiang Lang. "

"Apa maksudnya ia datang mencari Kiang Lang?" kembali Pek Thian Ki bertanya.

"Tentang soal ini aku sih kurang tahu, cuma, sejak Kiang Ing meninggalkan tempat itu mendadak perasaan Kiang Lang tidak tenang, ia mengumpulkan kesembilan orang kawan akrabnya 'Sembilan Jago Pedang dari Kolong Langit' untuk merundingkan sesuatu, kemudian jejaknya lenyap tak berbekas. . "

Ia sudah pergi kemana?"

"Tak seorang manusiapun yang tahu ia pergi kemana, mulai detik itulah Kiang Lang tak pernah munculkan dirinya lagi didalam dunia persilatan, Sejak lenyapnya Kiang Lang, tiga hari kemudian rumah kediaman mereka 'Im San Piat Yen' mendadak kebakaran dan memusnahkan seluruh   bangunan   tersebut   dalam   sekejap    mata. Waktu itu sembilan jago pedang dari kolong langit sedang bertamu didalam perkampungan Im San Piat Yen, ditengah kobaran api yang sangat dahsyat, beruntung sembilan jagoan pedang tidak mati, tetapi Giok, Cui serta Hoa tiga orang wanita cantik sama2 terkubur dalam puing2 yang berserakan."

"Mereka mati semua?" seru Pek Thian Ki dengan hati bergidik.

"Benarkah mereka mati semua, rasanya tak seorangpun yang berani memastikan, tetapi kecuali sembilan jago pedang dari kolong langit, tak seorang manusiapun yang berhasil meloloskan diri dari kobaran api tersebut."

"Tapi, secara bagaimana Tiap Hoa Sian-cu Ui Mey Giok bisa tetap hidup dikolong langit?" "Siapa yang bilang Ui Mey Giok masih hidup?"

Ditempat suara bentakan tersebut sinar mata Sin Si-poa dengan penuh mengandung rasa curiga dialihkan keatas wajah Pek Thian Ki, agaknya ia dibikin terperanjat oleh ucapan tersebut.

"Kami juga dengar orang berkata bahwa si Tiap Hoa Sian-cu masih hidup dikolong langit." sambung si-tamu pencari bunga buru-buru.

"Hal ini tidak mungkin terjadi, menurut apa yang kudengar tempo dulu, kecuali Hu Bei San telah kembali kegunung Lui Im San terlebih dahulu keempat orang perempuan yang berada didalam perkampungan tersebut tak seorang pun yang berhasil meloloskan diri dari kematian, diantara keempat orang perempuan itu termasuk Tiap Hoa Sian-cu juga."

"Siapa yang melepaskan api untuk membakar perkampungan tersebut?" tanya Pek Thian Ki.

"Seseorang.     "

"Kiang Ing?"

"Bukan, Kiang Lang.   "

"Apa? Kiang Lang yang melepaskan api untuk membakar perkampungan Im San Piat Yen-nya? Hal ini mana mungkin?"

"Mungkin, mungkin.     segala sesuatu ada kemungkinan,

karena lenyapnya Kiang Lang justeru sedang mempersiapkan rencana busuk ini, karena pada waktu itu ada orang yang mendengar seseorang berteriak keras. . .

Kiang Lang, kau sungguh berhati keji.   "

"Jika demikian adanya, aku adalah dilahirkan oleh Giok Mey Jin ??. " desak Pek Thian Ki lebih jauh. "Sedikitpun tidak salah."

"Secara bagaimana aku bisa lolos dari kematian ??"

"Kau ditolong oleh Sin Mo Kiam Khek Pek Thian Ki dari atas pembaringan."

Pek Thian Ki berdiam diri untuk berpikir beberapa saat lamanya, sejurus kemudian ia berkata kembali; "Jika begitu, aku benar keturunan dari Kiang Lang ??"

"Tidak salah!"

"Setelah ayahku membinasakan mereka dengan tindakan yang keji, apa yang terjadi selanjutnya ??"

"Ayahmu Kiang Lang dibunuh oleh Kiang Ing." "Apa kau kata ??"

"Berita ini hanya kudengar dari cerita orang, katanya setelah peristiwa berdarah tersebut Kiang Ing berhasil menemukan Kiang Lang, diantara mereka berdua segera terjadilah suatu pertarungan berdarah yang amat seru, sejak itulah mereka berdua sama-sama lenyap dari keramaian dunia persilatan."

"Kalau begitu mereka sudah mati semua?"

"Benar, mungkin mereka berdua sama-sama menderita luka parah didalam pertarungan tersebut."

Pada saat itu. . . .

"Loocianpwee!" tiba-tiba Hu Li Hun menimbrung. "Tadi kau mengatakan bahwa pada tahun yang lalu sebelum Sin Mo Kiam Khek datang kemari untuk menyewa rumah ini, ia telah pergi menjumpai ibuku?"

"Benar." "Tapi, agaknya aku tidak melihat seorang manusiapun yang datang mencari ibuku. . ."

"Bagaimana kau bisa tahu? Mungkin sekali, waktu ia datang mengunjungi ibumu kebetulan kau sedang tidak ada dirumah?"

"Ehmm. . . memang ada kemungkinan."

Suasana untuk sesaat jadi sunyi senyap, saking sepinya hingga hanya terdengar suara detakan jantung masing- masing orang.

Lama sekali, Pek Thian Ki sesudah termenung sebentar mendadak bertanya; "Cianpwee, kenapa Sembilan Jago Pedang dari Kolong Langit secara beruntun datang menyewa rumah ini?"

"Tentang soal ini aku sih kurang tahu."

Kisah yang terjadi pada masa yang silam telah selesai dibicarakan, akhirnya Pek thian Ki berhasil membuktikan bahwa dia punya hubungan yang sangat erat dengan Sam Ciat Sin-cun Kiang Lang.

Dia adalah putranya. KIANG TO !!!

Suatu peristiwa yang mengerikan telah berakhir. . . kedua orang tuanya sudah mati semua, si pembunuh ayahnya Kiang Ing pun sudah mati. Ia mulai merasa sedih, pedih dan berpilu hati buat asal-usul yang mengenaskan ini. . . .

Sekonyong-konyong. . . .

"Pek Thian Ki," seru Cu Hoa memecahkan kesunyian. "Setelah aku berhasil membuktikan bahwa kau adalah anak murid Sin Mo Kiam Khek, seharusnya aku pun menyerahkan semacam benda kepadamu. "

"Benda apa ???" "Barang yang dititipkan ayahmu kepada kami!"

"Jadi kau sungguh-sungguh adalah majikan Istana Harta?" Tidak kuasa lagi Pek Thian Ki berseru.

"Benar, Nah! Ambillah barang ini."

Sinar mata Pek Thian Ki dengan tajam menyapu sekejap benda yang berada ditangan Cu Hoa, sebentar kemudian ia sudah berseru tertahan, hatinya bergetar sangat keras.

Kiranya benda yang diserahkan Cu Hoa kepadanya adalah sebuah kantong sutera, kantong sutera itu mirip bahkan tiada bedanya dengan kantong yang diberikan Tong Yong anak murid Ciang Liong Kiam Khek kepadanya tempo dulu.

Setelah menerima kantong sutera itu, Pek Thian Ki segera membuka dan melihat isinya. Ternyata isi dari kantong itu hanya sehelai kertas yang disulami dengan benang merah serta benang hitam.

"Inilah salah satu bagian dari peta Rumah Berdarah!" seru pemuda itu tak tertahan lagi.

"Tidak salah, itulah salah satu bagian dari peta rumah berdarah!" ujar Sin Si-poa membenarkan.

Pada saat itu. . . .

Mendadak si-tamu pencari bunga mendongak dan tertawa terbahak-bahak. "Haaaaa. . . .haaaaa. . . .haaaaa. . .

.Sin Si-poa, aku dengar ramalanmu sangat cocok sekali!" "Aaaach. saudara terlalu memuji!"

"Dapatkah aku minta petunjuk tentang satu urusan dengan diri saudara. ?"

"Urusan apa?" "Mengapa kau mengetahui begitu jelas persoalan yang menyangkut diri Sam Ciat Sin-cun?"

"Aku mencari tahu dari mulut kawan-kawanku."

"Sin Si-poa!" Kembali si-tamu pencari bunga tertawa. "Apa yang kau ceriterakan hanyalah kisah secara garis besarnya saja."

"Secara garis besar saja?"

"Ehmmm. . . bukan saja secara garis besarnya saja, bahkan ada banyak perkataan yang tidak cocok dengan kenyataan."

"Apakah kau mengetahui peristiwa ini jauh lebih jelas lagi?"

"Benar!"

Sin Si-poa langsung saja dibuat melengak, lama sekali ia berdiri tertegun. "Kalau begitu coba kau ceritakan."

Kini, semua sinar mata para jago yang hadir diruangan tersebut bersama-sama dialihkan keatas wajah si-tamu pencari bunga, agaknya peristiwa ini sangat menarik dan mempesonakan hati mereka.

Si-tam pencari bunga tertawa dingin tiada hentinya, selangkah demi selangkah ia berjalan mendekati si Sin Si- poa sakti. Melihat tindakan yang diluar garis dari orang ini, para jago lainnya sama-sama dibikin melengak.

Ketika itu. . . .

Si-tamu pencari bunga telah tiba kurang lebih tiga depa dihadapan Sin Si-poa sakti, ia berhenti dan memandang pihak lawan dengan sinar mata tajam. "Saudara minta aku untuk menceritakan kisah pembunuhan yang paling keji dalam Bu-lim ini?" ujarnya dingin.

"Tidak salah!"

"Heeee. . . .heeee. . .heeeeee. . . .soal itu sih gampang sekali," kembali si-tamu pencari bunga tertawa dingin.

Barang siapapun juga yang hadir disana, rata-rata dapat menangkap didalam senyumannya barusan, wajah maupun bibirnya penuh mengandung hawa membunuh yang menggidikkan hati.

Hati kecil Pek Thian Ki rada bergerak, buru-buru serunya; "Cianpwee cepat kau ceritakan!"

Senyuman semula yang menghias bibir si-tamu pencari bunga, kini lenyap tak berbekas. "Sin Si-poa, tahukah kau siapakah aku sebenarnya?"

"Loohu tidak tahu!"

Kembali si-tamu pencari bunga tertawa dingin tiada hentinya, dari dalam saku ia mengambil keluar sebilah pedang pendek.

"Sin Si-poa, coba kau lihat benda apakah ini?" Ia lemparkan pedang pendek sepanjang lima cun itu ketangan Sin Si-poa yang berdiri dihadapannya.

Sin Si-poa segera menerima lemparan pedang itu. . . .

mendadak.     air mukanya berubah hebat, berturut-turut ia

mundur tiga langkah lebar kebelakang, wajahnya pucat pasi bagaikan mayat, sedang keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh badannya.

"Kau adalah Kiang.   "

Kata-kata selanjutnya belum sampai diutarakan, si-tamu pencari bunga sudah membentak keras; "Setelah tahu siapa aku, kenapa tidak cepat-cepat beberkan seluruh peristiwa keji yang telah berlangsung pada waktu itu?" Bentakan dari si-tamu pencari bunga ini penuh mengandung hawa napsu membunuh yang hebat, mendatangkan rasa bergidik bagi setiap orang yang mendengar.

Pek Thian Ki terperanjat, segera serunya; "Siapa namanya ??? Ia bernama Kiang apa ???"

Sin Si-poa ketakutan, tak sepatah katapun berhasil diutarakan keluar, ia bungkam dalan seribu bahasa. Suasana dalam ruangan mulai membeku dan penuh ketegangan, ditengah kesunyian yang mencekam hawa napsu membunuh makin menebal disetiap benak para jago.

"Mo Hong So (si Iblis Sinting), kau paksa aku untuk turun tangan membunuh dirimu ???" Kembali si-tamu pencari bunga membentak dingin.

Bab 39

AIR MUKA Sin Si-poa berubah menghebat, dengan ketakutan ia mundur satu langkah kebelakang.

"Kau. . . . kau. "

"Kau anggap aku sudah mati ???" potong si-tamu pencari bunga kembali dengan mata melotot.

"Kau. . . kau. kau tidak mungkin masih hidup!"

"Heeeee. . . heeeee. . . heeee. . . dan amat sayang sekali sekarang aku masih hidup!"

"Kau. . . . kau. "

"Aku adalah adik dari Kiang Lang, Kiang Ing adanya. . .

." "Apa?" Saking kagetnya Pek Thian Ki berseru tertahan, berturut-turut ia mundur tiga empat langkah kebelakang dengan sempoyongan.

Ia tidak menyangka si-tamu pencari bunga sebetulnya adalah adik dari Sam Ciat Sin-cun Kiang Lang yang bernama Kiang Ing. Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini boleh dikata jauh diluar dugaan setiap orang yang ada disana.

"Eeeei. . . Iblis Sinting, urusan ini agak sedikit diluar dugaanmu bukan ??. . ." Jengek si-tamu pencari bunga dengan nada dingin. "Delapan belas tahun kemudian aku masih hidup segar bugar, rencana yang kalian susun tak bakal berlangsung lagi bukan?"

Dengan ketakutan si Iblis Sinting munduru selangkah.

Mendadak. . . .si Iblis Sinting membentak keras, pedang pendek sepanjang tiga cun yang berada ditangan kanannya dengan meninggalkan serentetan cahaya tajam yang menyilaukan mata meluncur kearah dada Kiang Ing.

Serangan yang dilancarkan si Iblis Sinting ini dilakukan dengan kecepatan laksana sambaran kilat, suara jeritan kaget bergema memenuhi angkasa.

"Bangsat, kurang ajar! Kau cari mati!" teriak Kiang Ing penuh kegusaran.

Bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu ia sudah berhasil meloloskan diri dari serangan lawan, tangan kananpun dengan menggunakan satu jurus serangan yang hebat balas menghajar tubuh si Iblis Sinting tersebut.

Si Iblis Sinting yang melihat serangannya tidak berhasil mencapai sasaran, badannya bagaikan sambaran petir segera berkelebat keluar pintu. Ia bermaksud menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri dari kepungan lawan. Mendadak. . . .

Bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu Pek Thian Ki telah menghadang jalan perginya.

"Jangan pergi, tunggu sebentar!" bentaknya keras. "Menyingkir!" Bukannya berhenti, si Iblis Sinting malah

menerjang maju lebih kedepan.

Diiringi suara bentakan yang dahsyat, satu pukulan melayang kearah diri Pek Thian Ki. Serangan ini dilancarkan tidak kalah cepatnya dengan serangan yang diarahkan kepada diri Kiang Ing tadi.

Pada saat ini si Iblis Sinting sudah punya maksud mengadu jiwa, serangan yang barusan ia lancarkan telah disertai dengan seluruh tenaga sinkang yang dimiliki hingga saat ini, ia bermaksud mencabut nyawa Pek Thian Ki didalam sebuah serangannya ini.

"Hmmm! Kau jangan harap bisa lolos dari sini." teriak Pek Thian Ki penuh kegusaran.

Telapak tangannya disilang kedepan mengunci datangnya serangan lawan, sedang tangan kanannya laksana kilat mencabut keluar pedang Ciang Liong Kiam kemudian disapu keluar.

Kepandaian silat yang dimiliki Pek Thian Ki saat ini sudah pulih hampir mencapai duabelas bagian, serangan yang dilancarkan jauh lebih cepat daripada kecepatan si Iblis Sinting. Cahaya tajam yang menyilaukan mata berkelebat lewat, si Iblis Sinting tahu-tahu sudah kena didesak mundur kebelakang.

"Iblis Sinting! Kau masih tidak ingin menceritakan kisah yang sebenarnya telah terjadi?" Sekali lagi Kiang Ing membentak." "Urusan apa lagi yang bisa kita bicarakan ???" seru si Iblis Sinting pula tidak kalah dinginnya.

"Heee. . . heee. . . heee. . . eeei Iblis Sinting, tidak salah! Didalam pandangan kalian semua menganggap aku Kiang Ing sudah mati, tapi bukan saja aku masih hidup bahkan si Giok Mey Jin pun masih hidup. . ." ujar Kiang Ing seraya tertawa dingin tiada hentinya.

"Apa?" Rasa kejut yang dialami si Iblis Sinting kali ini susah dikendalikan lagi.

"Kecuali Giok Mey Jin, si Tiap Hoa Siancu pun masih hidup dikolong langit. . ."

"Aaaaaach. . ."

"Kau, Sin Mo Kiam Khek serta si Tangan Pencabut Bunga telah memusnahkan perkampungan Im San Piat Yen, mengatur barisan aneh untuk menjebak kami semua. .

. . Hmmm! Iblis Sinting, rasa-rasanya sikap Kiang Lang terhadap dirimu tidak jelak juga. "

"Tutup mulut anjingmu.   "

"Hmmm! Kau, si Tangan Pencabut Bunga serta Sin Mo Kiam Khek masing-masing orang merebut ketiga orang isterinya, bahkan mencelakai pula dirinya, Perbuatan kalian benar-benar terlalu keji. "

"Kiang Ing!" mendadak si Iblis Sinting membentak keras. "Aku akan mengadu jiwa dengan dirimu!" Begitu ucapan selesai diutarakan, tubuhnya laksana anak panah yang lepas dari busur, meluncur kedepan menubruk diri Kiang Ing.

"Tahan!" kembali Kiang Ing membentak keras.

"Apa yang hendak kau ingini?" teriak si Iblis Sinting dengan air muka berubah pucat pasi bagaikan mayat. "Siapa yang memerintahkan kalian berbuat begitu? Siapa orang yang berdiri dibelakang layar?"

"Tidak ada orang yang memerintah kami, tak ada orang yang berdiri dibelakang."

"Kau sungguh-sungguh tidak mau bicara?" hilang sudah kesabaran Kiang Ing.

Air muka Kiang Ing ini sudah dipenuhi dengan hawa napsu membunuh yang menggidikkan hati, sepasang matanya dengan tajam melototi wajah si Iblis Sinting.

"Diakah salah seorang pembunuh orang tuaku?" pada saat itulah Pek Thian Ki bertanya.

"Tidak salah!"

"Kau sungguh-sungguh adalah adik ayahku?" "Benar!"

"Paman, sebenarnya apa yang telah terjadi?" seru Pek Thian Ki dengan hati tergetar keras.

"Kau boleh secara langsung bertanya kepadanya!"

Pek Thian Ki. . . . Sekarang ia seharusnya dipanggil dengan 'KIANG TO'.

Kiang To dengan suara berat segera membentak; "Sin Si- poa, sungguh mirip sekali penyaruanmu, aku masih menganggap kau adalah seorang manusia baik-baik. ! ini

hari aku baru tahu bila kau sebenarnya adalah pembunuh ayahku, ayoh, cepat ceritakan kisah yang sebenarnya kepadaku!"

Wajah Kiang TO penuh diliputi hawa napsu membunuh, semisalnya si Iblis Sinting benar-benar tidak mau buka suara mungkin ia segera akan turun tangan membinasakan dirinya. Air muka si Iblis Sinting berubah jadi pucat pasi bagaikan mayat. "Apa yang harus aku bicarakan lagi?" serunya.

"Kurang ajar! Jadi kau cari mati?"

Diiringi suara bentakan keras, Kiang To meluncur kedepan dengan kecepatan laksana kilat, pedangnya diputar sedemikian rupa mengancam seluruh tubuh si Iblis Sinting. Serangan yang dilancarkan Kiang To kali ini luar biasa hebatnya, tampak bayangan manusia berkelebat lewat, Diantara meluncurnya berjuta-juta cahaya tajam ia sudah mengirim dua jurus serangan kedepan.

Keadaan si Iblis Sinting waktu itu lebih mirip burung yang ketakutan karena ancaman anak panah, sewaktu serangan pedang Kiang To meluncur datang, mau tak mau, ia harus keluarkan semua tenaganya untuk melawan.

Bayangan telapak cahaya pedang berkelebat memenuhi angkasa, dalam sekejap mata ia sudah mengirim dua buah serangan balasan. Kini, masing-masing pihak mulai mengubah posisinya dalam suatu pertarungan mengadu jiwa, siapa kalah ia segera akan menggeletak binasa ditengah kalangan. siapa lengah ia akan roboh ditangan

lawan.

Sekonyong-konyong. . . .

Tangan kanan Kiang To yang mencekal pedang melancarkan satu babatan dahsyat diiringi tangan kirinya mengirim sebuah babatan kilat mengancam pinggang lawan, dalam sekejap mata bayangan telapak cahaya pedang berkelebat menyilaukan mata, suasana diliputi keseraman.

Ketika kedua orang itu sedang melangsungkan suatu pertarungan yang maha sengit, mendadak dari dalam ruangan berkumandang keluar suara gelak tertawa yang sangat menyeramkan. Suara itu amat menyeramkan membuat bulu kuduk semua orang pada bangun berdiri. Mendengar suara tersebut Kiang To berubah air mukanya.

Tiba-tiba. . . .

Suara bentakan keras bergema memecahkan kesunyiannya, Kiang To kena didesak mundur, tiga empat langkah kebelakang oleh serangan-serangan yang mematikan dari si Iblis Sinting.

"Hey Iblis Sinting, hingga detik ini masih berani melawan?" bentak Kiang Ing.

Tiba-tiba bayangan manusia berkelebat lewat, bagaikan kilat ia meluncur kearah si Iblis Sinting diiringi sebuah serangan totokan yang cepat. Suara dengusan berat memecahkan kesunyian, si Iblis Sinting tak sempat menghindarkan diri lagi, ia segera roboh keatas tanah dari mulutnya muntahkan darah segar.

"Kubunuh dirimu!" teriak Kiang To setelah melihat musuhnya berhasil dibikin roboh, pedangnya diangkat siap ditusuk kedalam perutnya.

"Jangan dibunuh mati!" tiba-tiba Kiang Ing membentak.

Kiang To bergidik, buru-buru ia tarik kembali serangannya dan alihkan sinar matanya keatas wajah Kiang Ing.

"Kenapa?" tanyanya tercengang.

"Aku punya cara untuk paksa ia berbicara!"

Kiang To berdiri melengak, ia tidak mengerti apa sebenarnya yang telah terjadi, karena ia masih tidak tahu keseluruhan dari peristiwa tersebut. Ditengah kepedihan, wajahnya kelihatan makin bingung makin terharu. "Paman, apa sebenarnya yang telah terjadi?" kembali pemuda itu bertanya.

"Bukankah kau sudah tahu?"

"Aku. . . aku sudah tahu? Maksudmu apa yang diceritakan olehnya adalah palsu? Lalu bagaimana yang sebenarnya?"

'Kita bisa tanyakan hal tersebut pada seseorang!" "Siapa?" rasa ingin tahu yang bergelora didada Kiang To

susah dipertahankan lagi.

"Tiap Hoa Siancu atau si Bidadari Kupu dan Bunga!" "Paman, antara kau. . . .kau dengan dia benar-benar

punya hubungan?. . ." seru Kiang To kembali ragu-ragu.

"Benar. . . kami adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. selama hidup aku merasa menyesal terhadap

dirinya. . . .aku tidak seharusnya memberikan tubuhnya buat engkohku, cinta tak bisa diberikan ataupun diserahkan kepada siapapun. . . ia membenci diriku, selama hidup ia benci kepadaku, kecuali dia aku telah mencelakai pula Siang Hwi Giok Li. "

"Siang Hwi Giok Li?.   Siapa itu Siang Hwi Giok Li?"

"Kekasihku yang pertama!"

"Juga merupakan gadis yang dicintai ayahku?"

"Benar. . ." Dengan bergumam ia menjawab, wajahnya kelihatan begitu terharu, sedih dan murung. .

Barang siapapun juga rasanya dapat memahami bagaimana perasaan Kiang Ing selama ini, sepanjang hidupnya ia pernah mencintai dua orang gadis, tetapi ia telah memberikan kekasihnya itu buat engkohnya, apa sebabnya ia berbuat begitu ??? "Paman, apa sebabnya kau berbuat demikian?" seru Kiang To dengan nada cemas. "Kenapa kau berikan mereka buat ayahku ??"

"Karena aku hormat dan jeri kepadanya, selembar jiwaku pernah diselamatkan oleh ayahmu, kejadian itu sudah berlangsung lama sekali, waktu itu aku masih kecil, bila bukan dia yang turun tangan menolong, mungkin sejak dulu aku sudah mati tenggelam didalam air. . . oleh karena itu, sejak saat itu, hatiku menaruh rasa berhutang budi terhadapnya, setiap kali apa yang ia minta, aku pasti berikan kepadanya. . . .bahkan sampai kekasihku-pun kuberikan kepadanya!"

"Tapi paman cinta tak boleh diberikan kepada orang lain semaunya!" seru Kiang To membantah.

"Benar, dan akhirnya aku tinggalkan kedua orang gadis yang paling kucintai semasa hidupku ini, hanya sayang. . .

.aaaaai! Iapun tidak berhasil mendapatkan mereka berdua. .

. ."

"Hal ini sudah tentu karena mereka berdua sama sekali tidak mencintai ayahku!" kembali Kiang To menimbrung.

"Mungkin memang begitu, aku masih ingat sewaktu aku tinggalkan diri Siang Hwi Giok Li, waktu itu air muka gadis tersebut penuh diliputi dengan hawa napsu membunuh, bahkan memaki aku dengan kata-kata demikian; 'Kiang Ing, kau bukan Burung yang ada diatas sungai, kau adalah seekor anjing, anjing yang tak bertulang. . .' makiannya ini selama hidup tak pernah kulupakan kembali. . . .ia paling mencintai diriku, dan paling membenci pula diriku, aku tak bisa melupakan dirinya tak dapat melupakan apabila sepanjang hidupku telah mencelakai dan menghancurkan harapan dua orang perempuan!" Butiran air mata per- lahan2 membasahi kelopak matanya. . . . . Kiang to pun ikut terharu oleh suasana yang dihadapinya didepan mata, dengan nada menghibur ujarnya; "Paman, kita jangan mengungkap lagi peristiwa yang telah terjadi pada masa silam. . . . benarkah si Iblis Sinting, si Tangan Pencabut Bunga serta Sin Mo Kiam Khek membinasakan ayahku?"

"Benar!"

Pada waktu itu. . .

"si Iblis Sinting inikah yang menyaru sebagai Kiang To?" tiba2 Cu Hoa menimbrung dari samping.

"Benar!"

"Salah, salah. . . salah besar, jikalau si Iblis Sinting bersekongkol dengan Pek Thian Ki, apakah ia tidak tahu jika Pek Thian Ki sebenarnya adalah Kiang To?"

"Pertanyaanmu sangat bagus sekali, justru inilah jebakan-jebakan licik yang mereka susun, terang-terangan si Iblis Sinting tahu Pek Thian Ki adalah Kiang To. "

"Benar!" sambung Kiang To memotong ucapan Kiang Ing yang belum selesai, "Sewaktu si Iblis Sinting untuk pertama kalinya berjumpa dengan diriku, ia telah memberitahukan kepadaku bahwa aku bernama Kiang To!"

"Itulah dia, justru si Iblis Sinting beritahu kepadamu bila kau bernama Kiang To adalah bertujuan untuk pancing kau mencari tahu asal-usulmu lebih lanjut, mengambil kesempatan yang sangat baik itulah ia lantas karangkan satu cerita bohong untukmu. . . yaitu apa yang diucapkannya tadi. "

"Dengan demikian aku akan menganggap orang tuaku sudah meninggal, sipembunuh pun sudah mati, hal ini membuat aku tak dapat menemukan musuh besar lagi untuk menuntut balas. Dengan begitu peristiwa berdarah inipun selama hidup tak akan ada saatnya untuk dibikin terang?"

"Sedikitpun tidak salah!"

"Oooouw. . . sungguh keji perbuatan-perbuatan mereka. .

."

"Benar, keji dan telengas, tapi mereka tidak menyangka

kalau aku masih hidup didunia ini.     "

"Tapi mengapa mereka anggap kau sudah mati?" tanya Kiang To lebih jauh.

"Karena aku pernah bergebrak melawan Sin Mo Kiam Khek Pek Thian Ki, dan si Tangan Pencabut Bunga telah membokong diriku serta menotok empat buah jalan darah kematianku, kemudian melemparkan tubuhku kedalam jurang yang dalam. "

"Paman jelaskanlah peristiwa itu se-terang2nya." "Baiklah!" Kiang Ing tertawa sedih seraya mengangguk.

"Pertama, orang yang membakar perkampungan Im San

Piat Yen bukan Kiang Lang, api itu berkobar dari arah Timur dan Barat dalam waktu yang bersamaan. "

"Kalau begitu api ini dilepas oleh dua orang dalam waktu yang berbareng, sebelum kejadian tersebut aku memang pergi menjumpai ayahmu, tapi aku hanya memberi nasehat kepadanya agar jangan terlalu tegang menghadapi setiap peristiwa, terutama sekali perhatikan ketiga orang isterinya.

."

"Siapa saja diantar ketiga orang itu?"

"Cui Mey Jin, Hoa Mey Jin serta Tiap Hoa Siancu. . . .

terutama sekali si Bidadari Kupu dan Bunga ini, sejak aku tinggalkan ia pergi karena ia punya anak, maka akhirnya ia kawin dengan Kiang Lang, ia ada maksud mencelakai engkohku. . ."

"Lalu secara bagaimana ayahku bisa lenyap ??" tanya sang pemuda penuh perhatian.

"Hingga kini kematian ayahmu masih merupakan teka- teki, tanda tanya ini aku masih belum berhasil pecahkan, cuma ayahmu terbukti benar-benar sudah mati."

"Mati ??" kembali Kiang To menyela. "Secara bagaimana kau bisa membuktikan apabila ia sudah mati ??"

"Aku temukan jenazah ayahmu menggeletak ditengah sebuah tebing dibelakang gunung, kematiannya sangat mengerikan!"

"Bukankah kepandaian silat yang dimilki ayahku sangat lihay? Secara bagaimana ia bisa dibunuh orang dengan begitu gampang ??"

"Banar memang diakui kepandaian silat yang dimilki ayahmu tidak lemah, tetapi dikolong langit masih banyak terdapat jagoan yang memiliki kepandaian silat jauh lebih tinggi dari kepandaiannya, Sin Mo Kiam Khek Pek Thian Ki adalah salah satu diantaranya."

"Apa?? Kepandaian silat Pek Thian Ki jauh diatas kepandaian ayahku ??" seru Kiang To sangat terperanjat.

"Benar.     "

"Tapi, dalam urutan Sembilan Jago Pedang dari Kolong Langit, bukankah ia hanya menduduki urutan kedua. "

"Kau salah, kepandaian silat yang dimiliki Pek Thian Ki jauh lebih lihay dari kepandaian ayahmu, kepandaianku pun hanya lebih tinggi sedikit dari kepandaiannya, sedang dia bukan lain adalah kekasih dari Hu Bei san. " "Apa ??" Kiang To dan Hu Li Hun hampir bersamaan waktunya berseru tertahan.

"Apa yang kuutarakan adalah kenyataan, kalian mau percaya atau tidak, itu terserah pada kalian sendiri. . ."

"Loocianpwee, maksudmu Pek Thian Ki adalah ayahku

??" seru Hu Li Hun dengan nada gemetar. "benar!"

Hu Li Hun membelalakkan sepasang matanya bulat- bulat, dengan rasa takut dipandangnya wajah Kiang Ing, jelas gadis ini dibuat terperanjat oleh berita tersebut.

"Setelah ayahmu mati tiga hari." sambung Kiang Ing lebih lanjut, "Giok Mey Jin lantas mengajak Sembilan Jago Pedang dari Kolong Langit untuk berkumpul diperkampungan Im San Piat Yen, kecuali mengundang kesembilan jago pedang dari kolong langit itu, iapun mengundang pula tiga orang yaitu; si Tangan Pencabut Bunga, si Iblis Sinting serta Hiat Loo Kiam Khek. "

"Siapa itu Hiat Loo Kiam Khek ??" "Guru dari Cu Hoa!"

Mendengar ucapan tersebut, air muka Cu Hoa berubah hebat. "Bagaimana kau bisa tahu guruku adalah Hiat Loo Kiam Khek ??"

"Karena kau membawa senjata lihay Sam Ciat Tong, sejak Kiang Lang berhasil angkat nama dan tersohor dikolong langit, ia jarang sekali menggunakan senjata Sam Ciat Tong-nya kembali, pada hari biasa ia serahkan senjatanya untuk disimpan oleh Hiat Loo Kiam Khek, maka dari itu setelah Kiang Lang mati, senjata Sam Ciat Tong tersebut masih berada ditangan Hiat Loo Kiam Khek.

. ." Ia merandek sejenak untuk tukar napas, kemudian sambungnya lebih jauh; " Orang yang diundang datang waktu itu, kecuali Hiat Loo Kiam Khek hanya Pek Thian Ki seorang yang sempat hadir, sedang sisanya kedelapan orang jago tak seorangpun yang muncul. "

"Kenapa ??" tanya Kiang To tercengang.

"Sebelum mereka tiba ditempat yang telah dijanjikan, perkampungan Im San Piat Yen telah terjadi peristiwa yang mengerikan, dalam kenyataannya memang tidak salah, waktu itu ada orang yang berteriak; 'Kiang Lang, kau keji benar. . . .' tetapi ucapan ini hanyalah siasat licin yang sengaja diatur, oleh para pembunuh. "

"Oooouw.    sekarang aku paham sudah, mereka berbuat

demikian tentunya agar orang percaya apabila perbuatan terkutuk itu dilakukan oleh ayahku!"

"Benar!"

"Kemudian secara bagaimana paman bisa dibawa keluar dari ruangan api?. "

"Sewaktu terjadi kebakaran besar, sumua orang jadi panik, mereka terkejut, gugup dan gelagapan, ketika itulah si Tangan Pencabut Bunga serta si Iblis Sinting turun tangan membinasakan Cui Mey Jin, Hoa Mey Jin serta Tiap Hoa Siancu. "

"Bukankah ketiga orang perempuan tersebut punya hubungan gelap dengan mereka?" sela Kiang to tercengang.

"Benar, demi terbabatnya rumput keakar-akarnya, terpaksa mereka berbuat demikian."

"Sungguh keji perbuatan mereka!" teriak sang pemuda gemas.

"Benar, tapi beruntung sekali, waktu itu Tiap Hoa Siancu berhasil meloloskan diri dari kematian, sedang Giok Mey Jin pun berhasil melarikan diri. . . .hanya sayang akhirnya ia kena dicegat oleh Pek Thian Ki. "

"Aaaach.     lalu bagaimana selanjutnya?"

"Sudah tentu Pek Thian Ki tak bakal suka melepaskan ibumu, waktu itu ibumu memohon kepadanya agar suka melepaskan dirimu. "

"Pek thian Ki setuju?"

"Sudah tentu tidak, sedangkan ibumu lantas mengimbangi permintaannya ini dengan satu nilai yang tak terhingga besarnya."

"Nilai yang tiada terhingga besarnya?.   "

"Benar!" Kiang Ing mengangguk. "Siapapun tahu ayahmu telah memperoleh peta Rumah Berdarah, dimanakah letak peta Rumah Berdarah itu, hanya Giok Mey Jin seorang yang tahu, demikianlah Giok Mey Jin lantas memberitahukan rahasia tersebut kepadanya."

"Ayahku hanya beritahu rahasia itu pada Giok Mey Jin seorang?"

"Karena ayahmu ingin meninggalkan mustika tersebut untukmu, sebab ia hanya punya kau seorang putra saja, sedangkan kedua orang anak dari Hu Bei San serta Tiap Hoa Siancu, ia tahu bahwa mereka bukan anaknya, karena belum sampai setengah tahun, kedua orang perempuan itu kawin dengannya, masing-masing orang telah melahirkan semua!"

"Setelah ibuku beritahukan rahasia tersebut kepadanya, apakah Pek Thian Ki memberikan jalan hidup bagiku?" tanya Kiang To penuh kecemasan.

"Benar!" Kiang Ing mengangguk, "Tapi sekali tusuk, ia bunuh ibumu kemudian menendangnya, sehingga jatuh kedalam jurang, ketika itulah kebetulan aku mengejar datang dan langsung bergebrak melawan dirinya. . . .

Setelah mengalami suatu pertarungan berdarah yang sengit sepanjang setengah harian lamanya, terakhir Pek Thian Ki menderita kekalahan ditanganku, tapi pada saat itulah secara tiba-tiba si Tangan Pencabut Bunga munculkan diri disana, ia melancarkan tangan telengas kearahku dan menotok empat buah jalan darah kematian diseluruh tubuhku lantas menendang aku masuk kedalam jurang pula, beruntung aku kena ditolong orang kalau tidak. . . .aaaai. . .

sejak dulu aku sudah mati.   "

"Dan bagaimana dengan Giok Mey Jin ??"

"Menurut dugaanku, kemungkinan besar ia tidak mati, karena walaupun sudah kucari diseluruh dasar lembah, tidak berhasil juga kudapatkan mayatnya."

"Akhirnya?"

"Waktu itu aku ingin datang mencari Pek Thian Ki lagi, sayang tak berhasil kutemukan manusia terkutuk itu!"

Kiang To mengangguk, setelah berpikir sejenak, tanyanya lagi; "Lalu, mengapa Pek Thian Ki menghadiahkan namanya kepadaku ??"

"Inilah siasatnya yang keji, ia mengharapkan ada orang lain yang turun tangan membinasakan dirimu. karena

menurut dugaannya jikalau diantara kelima orang perempuan itu kecuali Hu Bei San yang tempo dulu pulang keperkampungan Lui San-cung terlebih dahulu ada seorang saja yang masih hidup, maka perempuan ini tentu pergi membinasakan dirimu, kemudian baru pergi mencari Pek Thian Ki yang asli, sekarang kau paham bukan ??"

"Huuu.     sungguh keji rencana ini!" teriak Kiang To tak

tertahan lagi. "Benar rencana ini amat keji dan telengas!"

"Paman, justeru yang kuherankan selama ini, ia bersikap sangat baik kepadaku!"

"Benar, akupun percaya ia akan bersikap sangat baik kepadamu, ia tidak ingin membinasakan dirimu tapi ia

ingin kau setapak demi setapak mendekati sendiri kematianmu, tahukah kau mengapa kau bisa menderita penyakit hati?"

Kiang To menggeleng.

))>>odwo<<((
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar