Misteri Rumah Berdarah Jilid 11

Jilid 11

Bab 31

"Jika demikian adanya urusan jadi rada sulit, rumah ini didalam setahun hanya boleh disewakan untuk satu orang saja, jikalau kalian berdua sama-sama ada maksud menyewa rumah ini dalam waktu yang bersamaan, maka sulitlah untuk ditentukan siapakah yang lebih berhak untuk menyewa terlebih dahulu," seru pihak lawan sambil tertawa dingin.

"Engkohku To Liong Kiam Khek apakah mati ditanganmu?" bentak Thian Mo Kiam Khek, dingin.

"Sebelum kau berhasil menjadi tamu sipenyewa rumahku, mengikuti aturan tak dapat kujawab pertanyaanmu itu, Apa betul To Liong Kiam Khek adalah engkohmu?"

"Sedikitpun tidak salah!"

"Lalu siapakah saudara ini? Agaknya tempo dulu kita pernah berjumpa bukan?"

"Tidak salah!" Pek Thian Ki manggut. "Kaupun ingin menyewa rumah ini?" "Sudah tentu!"

"Siapakah yang kau wakili?" "Ciang Liong Kiam Khek!"

"Apa? si Jagoan Pedang Penakluk Naga?" "Sedikitpun tidak salah."

"Dimana ia sekarang berada?" "Mati!"

Saat ini Pek Thian Ki mempunyai pegangan seratus persen bahwa ia bakal berhasil menyewa rumah aneh ini, karena diantara sembilan jagoan pedang dari kolong langit hanya tinggal si Ciang Liong Kiam Khek seorang yang belum hadir disana. "Heeeee. . . heeee. . .heeeee. . . lalu kalian berdua sudah bawa sekalian syarat-syarat yang dibutuhkan?" seru sang Majikan Rumah aneh seraya tertawa dingin.

"Sedikitpun tidak salah!"

"Jika kutinjau keadaan kalian berdua agaknya mirip orang-orang jujur, Dan rumah ini memang khusus disewakan untuk orang jujur, sehingga dikemudian hari tak bakal timbul banyak persoalan, Satu tahun penuh bila aku tidak berhasil minta kembali rumah ini, bukankah akan jadi repot. . ."

"Lalu, rumah ini akan kau sewakan kepada siapa?" bentak pemuda she Pek dingin.

"Tempo dulu aku pernah beritahu kepadam bahwa kemungkinan besar kau adalah tamu si penyewa rumahku, sudah tentu setelah ucapan tersebut diutarakan, bagaimanapun juga rumah ini harus kuserahkan kepadamu untuk disewa setahun. . ."

"Apa? Kau hendak sewakan rumah ini kepadanya?" bentak Thian Mo Kiam Khek teramat gusar.

"Dugaanmu tidak meleset!"

"Aku harus berhasil menyewa rumah ini. . ."

"Tapi rumah ini adalah milikku, sudah tentu aku berhak untuk ambil keputusan, coba kau bilang betul tidak?" jengek pihak lawan dingin.

"Mengapa kau sewakan rumah ini kepadanya?"

"Aku suka dengan orang muda. . . .apalagi orang muda tak akan berbuat selicik orang tua, maka dari itu, aku putuskan hendak sewakan rumah ini kepadanya, apakah tidak boleh?" "Kalau begitu, apakah engkohku menemui ajalnya ditanganmu?" teriak Thian Mo Kiam Khek lagi teramat gusar.

"Aku tidak ada kepentingan untuk menjawab pertanyaanmu itu!"

Si jagoan Pedang Iblis Langit tak dapat menahan sabar lagi, teriaknya; "Akan kulihat, kau adalah manusia macam bagaimana? Sombong betul lagakmu. . ."

Diiringi suara bentakan keras, tubuhnya melesat kedepan langsung melayang kearah si Majikan rumah aneh itu. Tindakan dari Thian Mo Kiam Khek ini benar-benar berada diluar dugaan Pek Thian Ki.

"Mundur. . . ." bentak si Majikan rumah aneh keras- keras.

Tangan kanan diayun kedepan, segulung angin pukulan yang amat keras kontan memaksa tubuh Thian Mo Kiam Khek terpental balik.

"Jikalau saudara mengerti keadaan, lebih baik cepat- cepat enyah dari sini, kalau tebal muka lagi. . . . .heee. . . heeee. . . heeee. . . jangan salahkan aku orang tak akan berlaku sungkan lagi terhadapmu." ancam sang Majikan rumah aneh tersebut.

Nada suaranya dingin penuh mengandung napsu membunuh, membuat setiap orang yang mendengar ikut merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri.

"Kurang ajar! Kau berani usir aku? Ini hari jika bukan kau yang mati, adalah aku yang hancur," teriak si jagoan pedang itu gusar.

Pada saat ini Thian Mo Kiam Khek sudah diliputi maksud untuk adu jiwa, ditengah suara bentakan keras sekali lagi, ia menubruk kearah si Majikan rumah aneh itu dengan kalap.

Mendadak. . . .

Pada waktu Thian Mo Kiam Khek mencelat ketengah udara dan siap menubruk kearah si Majikan rumah aneh itu, Pek Thian Ki pun enjotkan badannya menghadang jalan pergi dari si jagoan pedang tersebut.

"Tahan!" bentaknya dingin.

"Apa yang kau inginkan?" teriak Thian Mo Kiam Khek murka, dari sepanjang matanya memancarkan cahaya berapi-api.

"Ada pepatah mengatakan; "Siapa yang tahu keadan dialah orang pintar, aku lihat lebih baik kau pulang saja. "

kata pemuda itu seraya tertawa hambar. "Kentutmu!"

Rasa bencinya terhadap diri Pek Thian Ki pun sudah meresap kedalam tulang sumsum, jikalau ini hari bukannya muncul sang pemuda tersebut, ia pasti telah berhasil menyewa rumah itu.

Ditengah kegusaran yang berkobar-kobar ia membentak keras, pedangnya dengan membawa suara desiran tajam langsung menerjang diri sang perjaka dengan serangan yang tajam, dahsyat dan gencar.

Seraya mengebaskan pedang Ciang Liong Kiam-nya, memunahkan datangnya serangan lawan, Pek Thian Ki berkelit kesamping.

"Kata-kata yang jujur kau tidak suka mendengar, akupun tak akan menggubris dirimu lagi." serunya dingin.

Thian Mo Kiam Khek yang melihat serangannya tidak mencapai pada sasaran, tubuhnya bagaikan sambaran petir langsung menerjang kearah Majikan rumah aneh itu. Suara dengusan berat berkumandang memecahkan kesunyian, tubuh Thian Mo Kiam Khek dengan sempoyongan mundur sepuluh langkah kebelakang, setelah beberapa kali muntah darah segar, ia jatuh terjengkang keatas tanah.

"Hmmm! Heee. . .heee. . . dengan mengandalakn sejumpit kepandaian, kau sudah berani cari gara2 . . . .

manusia yang tidak tahu diri!.    " seru Majikan rumah aneh

itu sambil tertawa dingin.

Suara tawaannya kaku, ketus dan penuh mengandung hawa napsu membunuh, membuat setiap orang yang mendengar merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri.

Kekejaman serta keganasan pihak lawan membuat Pek Thian Ki pun ikut merasakan hatinya berdesir, Sehingga tanpa terasa pemuda ini sudah mundur selangkah kebelakang.

"Heee. . .heee. . .heee.   kepandaian silat yang kau miliki

sungguh mengagumkan sekali," seru Pek Thian Ki dingin. "Kau orang terlalu memuji."

"Sekarang aku boleh menyewa rumahmu itu bukan?"

"Boleh. . . boleh.    Uang Emas, Wanita cantik serta arak

wangi apakah semuanya sudah siap?"

"Sedikitpun tidak salah," Pek Thian Ki manggut dingin. "Setelah syarat-syarat diserahkan, kapan aku baru boleh menempatinya?"

"Setiap saat kau boleh menempati!" "Malam ini juga?"

"Benar, malam ini juga!" "Bagus sekali, Nih! Terimalah uang emas seribu tahil!" Sembari berseru, ia lemparkan uang seribu tahil emas murni itu kearah si Majikan rumah aneh tersebut, kemudian bentaknya lagi; "Dan ini adalah arak Giok Hoa Lok !" Kembali ia lemparkan botol berisikan arak Giok Hoa Lok itu kearah pihak lawan.

Setelah Majikan rumah aneh itu menerima uang emas seribu tahil dan arak wangi Giok Hoa Lok sebotol, kembali ujarnya dingin; "Wanita cantik. . . apakah sang gadis yang berada disisimu itu?"

"Dugaanmu tidak meleset!"

"Kalau begitu, suruh saja ia datang sendiri kemari!"

Pek Thian Ki melirik sekejap kearah Suma Hun, dilihatnya wajah gadis itu diliputi ketawaran yang susah dibedakan bagaimanakah reaksinya, selangkah demi selangkah ia berjalan maju kedepan.

"Kau tetap berdiri ditempat!" Mendadak Majikan rumah aneh itu membentak keras.

"Mengapa?" tanya Pek Thian Ki seraya menghentikan langkah kakinya kembali.

"Sebelum aku beru ijin kepadamu untuk maju, kau dilarang melangkahi rumah ini."

Pada waktu itu Suma Hun telah berada didalam rumah aneh tersebut, hal ini membuat sang perjaka merasakan dadanya berdebar keras. Menanti Suma Hun telah berada tiga depa dihadapan Majikan rumah aneh itu, mendadak gadis tersebut membentak keras, tubuhnya laksana kilat menyerbu kedalam seraya mengirim satu pukulan dahsyat kearah dadanya. Gerakan yang dilancarkan Suma Hun ini benar-benar luar biasa cepatnya, terasa bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu serangannya sudah bersarang didada Majikan rumah aneh itu.

Agaknya sang Majikan rumah aneh tersebut sama sekali tidak menduga Suma Hun bisa melakukan tindakan macam ini, ia tidak malu disebut sebagai seorang jagoan yang berkepandaian tinggi, walaupun menghadapi musuh tangguh pikiran tidak sampai jadi gugup.

Tangan kanan buru-buru dikebaskan kedepan menerima datangnya serangan itu. "Braaaak!" diiringi suara bentrokan keras, angin pusaran menghembus lewat dan memecah keempat penjuru, debu pasir beterbangan menyilaukan mata, tubuh masing-masing pun terpental mundur kearah belakang.

Dalam saat-saat yang sangat kritis itulah Pek Thian Ki berkelebat maju kedepan, serangannya secara tiba-tiba manyapu tubuh lawan. Serangan yang dilancarkan sang perjaka ini lebih mirip daripada sebuah serangan mengadu jiwa. . .

"Plaaaak!" sekali lagi pukulannya bersarang ditubuh Majikan rumah aneh tersebut. Tubuhnya langsung terpukul mencelat sejauah satu tombak, Pek Thian Ki sudah tentu tak akan melepaskan kesempatan yang sangat baik ini, tubuhnya berkelebat lewat dan sekali lagi menubruk kedepan.

Walaupun gerakan sang pemuda cepat, tapi gerakan pihak lawanpun tidak berani berayal, begitu tubuhnya terbanting keatas tanah, buru-buru menggelinding pergi beberapa tombak jauhnya.

Cengkeraman dari Pek Thian Ki jadi mencapai pada sasaran yang kosong. Dalam keadaan gusar, pemuda itu segera menggerakkan pedang Ciang Liong Kiam-nya melancarkan tusukan.

Cahaya tajam berkelebat lewat, pedangnya dengan menimbulkan bunga-bunga pedang mengurung tubuh lawan. Ketika itulah, ditengah suara bentakan keras serentetan cahaya tajam secara mendadak meluncur kearah tubuh Pek Thian Ki.

Untuk menghindarkan diri, pemuda itu tidak sempat lagi. Lengannya langsung merasakan sakit, tahu2 sebatang senjata rahasia sudah bersarang dibadannya.

Karena kejadian ini hawa membunuh dihati Pek Thian Ki meledak, ia membentak keras, pedang Ciang Liong Kiam-nya dengan digunakan sebagai senjata rahasia disambitkan kearah Majikan rumah aneh tersebut.

"Adduuuuuh!" suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa, darah segar muncrat keempat penjuru, dada si Majikan rumah aneh tersebut telah ditembusi pedang Ciang Liong Kiam, sehingga darah segar muncrat semakin deras lagi, orang itupun roboh menemui ajalnya.

Melihat peristiwa ini Pek Thian Ki berdiri tertegun. Sinar mata sang pemuda dengan cepat menyapu lewat, dilihatnya orang yang menggeletak mati itu adalah seorang kakek tua kecil pendek yang berkerudung.

Agaknya Pek Thian Ki merasa sedikit ada diluar dugaan dengan kejadian ini, maka itulah ia merasa lengannya mulai sakit sekali, sehingga merasuk kedalam tulang, sinar matanya perlahan-lahan dialihkan keatas lengan sendiri.

Dengan sekali sambaran pemuda itu cabut keluar senjata rahasia tersebut, kemudian memandang Suma Hun sang gadis yang berdiri tertegun ditangah kalangan. "Akan kulihat siapakah sebenarnya si Majikan rumah aneh ini." seru sang perjaka sambil tertawa dingin.

Tubuhnya mendadak berkelebat lewat dan langsung meluncur kearah Majikan rumah aneh itu. Tapi, belum sampai tubuhnya mencapai sasaran, suara bentakan kembali berkumandang datang, sesosok bayangan hitam dengan membawa segulung angin pukulan yang maha dahsyat secara tiba-tiba membokong diri pemuda itu.

Serangan tersebut datangnya amat cepat membuat Pek Thian Ki dalam keadaan tidak bersiap sedia hampir-hampir saja kena tersapu roboh. Tangan kanannya dengan cepat disilangkan kedepan dada, lalu mengundurkan diri kebelakang.

Dengan mundurnya sang pemuda, bayangan hitam itu mendesak lebih jauh, serangan keduapun kembali menyambar datang. Seketika itu juga keadaan sang pemuda jadi terjepit, ia tak bisa berkutik lagi dari tengah kepungan.

Kelihatan Pek Thian Ki bakal terhajar oleh serangan lawan, tiba-tiba Suma Hun membentak keras, dari samping ia mengirim satu pukulan kemuka. Serangan dari gadis ini cepat, aneh dan kuat.

"Braaak!" Ditengah suara bentrokan keras, Suma Hun mendengus berat dan terpukul pental keluar dari pintu besar, sedangkan siorang berbaju hitam itu sendiri mundur tujuh, delapan langkah kebelakang.

"Aku hancurkan dirimu," bentak Pek Thian Ki gusar.

Bayangan manusia berkelebat lewat, bagaikan seekor burung elang ia menyambar badan siorang berbaju hitam itu, sedang angin pukulanpun membarengi menyapu keluar.

. . .

Tiba-tiba. . . . Pada saat Pek Thian Ki sedang melancarkan pukulan dahsyat kedepan itulah, siorang berbaju hitam melejit kesamping lalu balas mengirim satu pukulan pula kearah muka.

Kepandaian silat yang dimiliki siorang berbaju hitam ini benar-benar sangat lihay, perubahan jurus yang dilakukan pun luar biasa, kontan Pek Thian Ki kena terdesak mundur kebelakang.

Waktu itu siorang berbaju hitam tersebut masih melanjutkan mengirim tiga buah serangan sekaligus. Dalam beberapa detik saja pemuda itu kena dipaksa mundur keluar dari pintu besar.

"Braaaak!" dengan disertai suara bentrokan keras, mendadak pihak lawan menutup rapat-rapat pintu besar tersebut.

"Eeeeei. . . kalau punya kepandaian, ayoh menggelinding keluar. . ." bentak sang perjaka dengan suara yang keras.

Diiringi suara pekikan nyaring, ia mengirim satu pukulan gencar keatas pintu besi tersebut. Dengan menimbulkan suara yang keras, kedua pintu besi tadi bergetar keras, tapi sedikitpun tidak kelihatan rusak atau terbuka.

Pek Thian Ki semakin gusar lagi, ia persiapkan serangan yang kedua, tapi belum sempat dihantamkan keluar, pandangannya jadi gelap, seluruh tubuh bergidik dan mulai sempoyongan.

"Aduuuuh celaka. . . senjata rahasia tersebut beracun!" teriaknya didalam hati.

Adanya racun diatas senjata rahasia yang menghajar dibadannya tadi benar-benar ada diluar dugaan Pek Thian Ki. Buru-buru ia salurkan hawa murninya mengelilingi seluruh tubuh dan bermaksud memaksanya keluar dari dari badan, jika ia berdiam diri, mungkin masih mendingan karena saluran hawa murni, maka pandangan matapun jadi gelap dan badannya lemas tak bertenaga.

Pek Thian Ki mengerti jika ia sudah terkena racun yang amat ganas, dengan badan lemas tak bertenaga ia bangun berdiri. Tiba-tiba sinar matanya terbentur dengan Suma Hun yang menggeletak diatas tanah sambil muntahkan darah segar berulang kali.

Kejadian ini membuat sang perjaka semakin gertak giginya tajam-tajam, Belum sampai rahasia rumah aneh ini terbongkar, ia serta Suma Hun berturut-turut menderita luka parah, bahkan pedang Ciang Liong Kiam-nya pun tertinggal didalam rumah.

Dengan sedikitpun tak bertenaga, pemuda itu bangkit lalu berjalan kesisi Suma Hun.

"Nona Suma. . ." tegurnya.

Tapi gadis itu bungkam dalam seribu bahasa. Pada ujung bibirnya masih mengucurkan darah segar, menanti pemuda itu bantu menotokan beberapa buah jalan darahnya, Suma Hun baru perlahan-lahan membuka mata. . . .

"Nona Suma.     " kembali Pek Thian Ki menyapu.

"Kau. . . kau. . .lukamu. . ." seru sang gadis sambil memandang perjaka itu dengan pandangan penuh rasa khawatir.

"Aku masih bisa bertahan diri, tapi. . .kau. . kau. .

.karena     urusanku,     kau     jadi     ikut     terluka.     ." Dari sepasang matanya, mendadak memancar keluar serentetan cahaya yang menggidikkan, serunya kembali; "Sekalipun aku Pek Thian Ki menemui ajalpun, harus bikin terang dulu urusan yang menyangkut rumah aneh ini. " "Lu. . .lukamu. . Mungkin. . .mungkin tak akan tahan. . " seru Suma Hun lagi penuh rasa khawatir.

Jikalau semisalnya Pek Thian Ki tidak pernah menelan dua lembar Jinsom seribu tahun jangan dikata tenaga lweekangnya tak bakal bisa pulih kembali, mungkin daya pengaruh racun tersebut sudah mulai bekerja.

"Aku masih bisa tahan, tapi kau. . ."

"Aku telah terhajar satu pukulan beracun.     "

"Nona Suma.   "

"Kau orang jangan merasa dirimu bersalah karena peristiwaku, aku. . . rela begini. . . sekalipun. . . . haaa. . harus mati, aku juga. juga rela."

Saking terharunya Pek Thian Ki mengucurkan air mata, selama hidupnya belum penah ia merasa berduka seperti ini, karena seorang gadis cantik ternyata rela berkorban demi kepentingan dirinya. "Nona Suma, aku orang she Pek entah harus menggunakan apa untuk membalas rasa terima kasihku ini. "

"Aku. . .aku tidak ingin. . .kau. . . kau membalas budi tersebut. . . aku. . . aku tak akan mengharapkan. . . sooo. . .

soal semacam itu.   "

"Aku.    aku tahu!"

"Ada. . . ada kalanya aku. . .aku merasa sangat benci kepadamu. . . karena. . . karena. . . aku. . . . cinta padamu. .

."

"Cinta padaku?"

"Benar. . . sebelum mati, aku. . .aku tak bisa tidak harus kuucapkan secara terus terang. . ."

"Kau. . . kau tak akan mati!. . ." "Tidak! Kemungkinan besar aku bakal mati. . ." "Tidak!"

"Sebelum aku mati banyak perkataan yang hendak aku bicarakan. . . perkataan ini tak boleh tidak harus kukatakan dan inipun apa yang kau ingin ketahui. . ."

"Kau. . . katakanlah!" Baru saja Pek Thian Ki menyelesaikan perkataannya,

Mendadak. . . .

Serentetan suara bentakan dingin bergema memecahkan kesunyian, sreet! sreet! ber-turut2 melayang turun empat sosok bayangan manusia yang segera mengepung sang pemuda ditengah kalangan.

Pek Thian Ki rada melengak dibuatnya, dengan ragu- ragu ia menyapu sekejap kearah orang-orang itu, yang terdiri dari tiga orang lelaki tua serta seorang perempuan.

Orang yang berada disisi kanan menggembol pedang, yang kedua mencekal cambuk, yang perempuan membawa pedang dan orang terakhir adalah seorang kakek tua yang kurus kering. Begitu keempat orang itu munculkan diri, air muka merekapun sama-sama memperlihatkan napsu membunuh.

Pek Thian Ki berdiri melengak. Ketika itu Suma Hun dengan paksakan diri sudah bangun berdiri, biji matanya yang jeli dengan tiada bertenaga berputaran, lalu serunya lirih;

"Aduuuuh celaka.   "

Mendengar jeritan tersebut, Pek Thian Ki ikut merasakan hatinya berdesir. Sikakek tua menggembol pedang itu maju selangkah kedepan seraya membentak keras; "Rasanya saudara telah menerima surat dari kami bukan?"

"Surat? Surat apa?"

"Tidak salah," sahut siorang tua bersenjatakan cambuk itu dengan suara yang amat dingin, "Aku telah memerintahkan orangku untuk mengirim sepucuk surat kepada saudara sewaktu berada di Istana Perempuan. . . .

apakah mungkin saudara tidak menerimanya?" "Siapakah kalian berempat?"

"Aku adalah Kokcu dari lembah Hong Yu Kok dengan gelar 'Hong Yu Sin Pian Khek'(Cambuk Sakti Hujan dan Angin), sedang dia adalah 'Thian Lui It Kiam (Pedang Sakti Guntur Langit), dan dia adalah 'Ciang Hong Kiam Li' (Pendekar Pedang Burung Hong Hijau), terakhir 'Ngo Tok Mo Cun' ( Iblis Sakti Lima Racun), bukankah didalam surat tersebut telah disebutkan amat jelas?"

"Kalian berempat kira siapakah aku?" "Kiang To!"

"Heeeee. . . heeeee. . . heeee. . . kalau begitu dugaan kalian salah besar, cayhe bukan Kiang To, aku bernama Pek Thian Ki dan Kiang To yang sebetulnya tidak suka menerima surat ini, lebih baik kalian terima kembali suratmu ini." Habis berkata ia lemparkan surat tadi kearah sicambuk sakti hujan dan angin.

"Kiang To!" teriak Hong Yu Sin Pian Khek setelah menerima kembali surat tersebut. " Kau tidak berani mendatangi lembah Hong Yu Kok kami, terpaksa kami datang sendiri mencari dirimu. "

"Sudah aku katakan bahwa aku bukan Kiang To!" "Dalam dunia kangouw, saat ini sudah terbukti bahwa Kiang To seluruhnya berjumlah dua orang, seorang lelaki dan seorang perempuan, sewaktu berada diperkampungan Lui Im San-cung, kau tidak berani munculkan diri, sedang Kiang To sang gadis sudah munculkan dirinya. "

"Saudara berempat, tolong tanya ada ikatan dendam apakah antara Kiang To dengan kalian?" ujar Pek Thian Ki kemudian sambil tertawa.

"Saudara, apa gunanya setelah tahu pura-pura bertanya kembali? Kau sudah memperkosa keempat orang putri kami!"

"Apa? Kiang To telah memperkosa empat orang gadis, keempat orang puteri kalian?"

"Sedikitpun tidak salah."

"Apakah kalian benar-benar yakin jika keempat orang gadis tersebut kena diperkosa?"

"Soal ini apa perlunya ditanyakan kembali?"

Pek Thian Ki langsung merasakan hatinya bergidik. "Jika demikian, kalian sudah yakin betul2 ?" serunya.

"Karena peristiwa ini, putriku serta putri dari Ngo Tok Mo-cun telah bunuh diri. Kau yang terkutuk, kembalikan nyawa putri-ku!" Pedang Cing Hong Kiam-nya dengan menimbulkan beribu-ribu bintik cahaya tajam laksana kilat menyapu kearah pinggang pemuda tersebut.

"Tahan!" bentak Pek Thian Ki keras-keras.

Cing Hong Kiam Li segera tarik kembali pedangnya seraya menegur dingin; "Kiang To, masih ada perkataan apa lagi yang hendak kau sampaikan?" "Sudah aku katakan, bahwa aku bukan Kiang To, kalian janganlah salah paham, Apalagi cayhe-pun sedang mencari Kiang To. "

"Bangsat! Kau tidak usah berlagak pilon lagi!" teriak perempuan tua itu memotong perkataannya yang belum selesai.

Kembali Pek Thian Ki tertawa dingin. "Aku harus berbuat bagaimana agar kalian bisa percaya bila aku bukan manusia yang bernama Kiang To?"

"Kecuali aku tabas batok kepalamu!"

Mendengar perkataan tersebut, air muka Pek Thian Ki kontan saja berubah sangat hebat.

"Apa yang kalian kehendaki?" "Bunuh mati kau orang!"

"Bagus sekali, aku Pek Thian Ki ingin coba-coba minta petunjuk dari kalian berempat!" seru sang pemuda, kemudian seraya kertak gigi.

"Pek Siauw-hiap, kau. . . badanmu terkena racun.      "

bisik Suma Hun lirih.

"Aku tahu dan rasanya merekapun sudah melihat semua, tapi, aku Pek Thian Ki lebih baik mati keracunan daripada harus minta ampun kepada mereka, Kau mengerti bukan?"

Perlahan-lahan ia melangkah maju kedepan. Sebetulnya Pek Thian Ki tak dapat bergebrak kembali, jikalau ia turun tangan lagi, maka racun yang bersarang dalam badannya tentu akan bekerja dan mengakibatkan kematian bagi dirinya.

Tapi, situasi yang dihadapi saat ini bagaimanapun juga memaksa ia harus turun tangan. Setelah berdiri tegak, ujarnya dingin; "Kalian sudah tahu bahwa aku Pek Thian Ki telah terluka parah, cuma rasanya untuk menerima beberapa buah jurus serangan dari kalian masih belum termasuk suatu persoalan yang penting, lebih baik kalian berempat turun tangan bersama-sama saja!"

Dengan perasaan bergidik Suma Hun melototi beberapa orang itu dengan mata terbelalak lebar-lebar.

Bab 32

MENDADAK.....

Suara bentakan keras berkumandang memevahkan kesunyian, pangcu dari perkumpulan Cing Hong Pang, si Pendekar Pedang Burung Hong Hijau meloncat maju kedepan seraya mengirim satu serangan dahsyat menyapu pinggang Pek Thian Ki.

Begitu si Pendekar Pedang Burung Hong Hijau turun tangan, maka kawan-kawannya si Pedang Sakti Guntur Langit serta si Iblis Sakti Lima Racun-pun sama-sama melancarkan serangan menerjang diri pemuda tersebut.

Bayangan manusia berkelebat lewat, setelah Pek Thian Ki berhasil meloloskan diri dari beberapa buah serangan tersebut, dengan sebat ia mengirim sebuah serangan balasan. Tapi begitu serangan tadi didorong keluar, pandangan matanya jadi berkunang-kunang dan akhirnya menggelap.

Serangan tersebut berhasil mengunci datangnya tubrukan dari ketiga orang itu, tapi dalam sekejap mata mereka kembali menerjang kemuka sambil mengirim pukulan- pukulan yang mematikan. Dengan paksakan diri, Pek Thian Ki mencelat ketengah udara kemudian berjumpalitan beberapa kali ditengah udara dan melesat kesisi tubuh mereka bertiga.

Suara jeritan ngeri berkumandang memenuhi angkasa, dua sosok bayangan manusia roboh keatas tanah, kiranya Thian Lui It Kiam serta Ngo Tok Mo-cun sama-sama telah menggeletak mati dengan batok kepala terbabat hancur berantakan.

Tubuh sang pemuda she Pek itu sendiri pun terhuyung- huyung mundur kebelakang. Setelah Pek Thian Ki berhasil membinasakan si Pedang Sakti Guntur Langit serta si Iblis Sakti Lima Racun dengan kepandaian Sing-kang-nya, racun yang mengeram didalam badanpun mulai bekerja, badannya bergoyang dan mundur kebelakang dengan sempoyongan. . . .

Suma Hun segera menjerit kaget melihat kejadian itu. . . .

Pada saat gadis tadi menjerit kaget, pedang Cing Hong Kiam Li kembali menyambar, ditengah udara dengan gerakan yang teramat kihay menerjang dada Pek Thian Ki. Serangan yang digunakan perempuan tua pada saat ini luar biasa cepatnya, ditambah pula racun yang sedang bekerja ditubuh Pek Thian Ki membuat sang pemuda tersebut tiada bertenaga untuk menghindar lagi.

Sekonyong-konyong. . . .

"Tahan!" suara bentakan yang sangat dingin berkumandang memecahkan kesunyian. Suara bentakan tersebut mengandung suatu tenaga pengaruh yang sangat besar, membuat si Pendekar Pedang Burung Hong Hijau dengan hati berdesir menarik kembali serangannya.

Ketika semua mengalihkan sinar matanya dilihatnya seorang gadis berbaju hitam dengan angkernya berdiri disisi kalangan, dibelakang gadis tersebut mengikuti delapan orang kakek tua yang sama2 menggembol pedang.

Melihat munculnya orang-orang itu, air muka Cing Hong Kiam Li, berubah sangat hebat. "Ooouw. . . kiranya Kiam Mo Li (si Perempuan Iblis), entah apa maksudmu datang kemari?" serunya sambil tertawa paksa.

Air muka gadis berbaju hitam itu sama sekali tidak menunjukkan reaksi, wajahnya hambar sedang sinar matanya langsung dialihkan keatas wajah Pek Thian Ki.

Lama sekali ia baru buka suara menegur; "Kau orangkah yang bernama Pek Thian Ki?"

"Sedikitpun tidak salah!" sahut pemuda tersebut setelah menenangkan pikirannya sebentar.

"Kau orangkah yang membinasakan keenam orang anak murud dari lembah pedang kami sewaktu berada didalam Istana Perempuan?"

Mendengar pertanyaan itu, Pek Thian Ki merasakan hatinya berdesir, pikirnya: "Aaaach! Kiranya si gadis berbaju hitam yang bernama Kiam Mo Li ini adalah Kokcu dari Lembah Pedang. "

Ia lantas tertawa hambar, dan mengangguk.

"Tidak salah! Keenam orang itu memang menemui ajalnya ditanganku, lalu siapakah nona? Kau orang Kokcu dari Lembah Pedang?"

"Bukan!"

"Jadi nona adalah. "

"Siapakah aku sebetulnya untuk sementara waktu kau tidak perlu tahu, sekarang aku hanya ingin bertanya, apa sebabnya kau orang membinasakan keenam orang anak murid kami?" "Karena kalian terus menerus memaksa dan situasi mendesak diriku, apakah aku disuruh peluk tangan mandah dibelenggu?"

"Heeee. . .heee. . .heee. . . bagaimanakah situasi pada waktu itu?" dengus Kiam Mo Li sinis.

"Anak muridmu memaksa cayhe untuk ikut pergi kelembah pedang, cayhe sudah berulang kali menanyakan siapakah Kokcu kalian, dan apa maksudnya mengundang cayhe, tapi anak buahmu itu sepatah katapun tidak mau berbicara. "

"Lalu kau turun tangan membinasakan dirinya?"

"Tidak, bahkan cayhe sudah berulang kali mengatakan bahwa saat ini belum ada waktu, dikemudian hari, bila ada waktu luang tentu akan datang berkunjung, tapi anak buah kalian mengandalkan jumlah yang banyak memaksa cayhe harus turun tangan. "

"Oleh sebab itu kau orang lantas membinasakan keenam orang anak buah kami?"

"Jikalau pada waktu itu kedudukanku diganti oleh nona, apa yang hendak kau lakukan?"

Oleh pertanyaan tersebut Kiam Mo Li berdiri tertegun, tapi sebentar kemudian ia sudah menyahut; "Sekalipun begitu dosa mereka, tidak sepantasnya memperoleh hukuman mati, tindakan kau orang terlalu telengas!"

"Apakah kedatangan nona pada hari ini disebabkan oleh persoalan tersebut?. . ." tanya Pek Thian Ki sambil tertawa getir.

"Sedikitpun tidak salah, disamping itu masih ada satu persoalan yang ingin minta penjelasan dari saudara."

"Silakan kau utarakan." "Benarkah kau orang bernama Pek thian Ki?" "Sedikitpun tidak salah."

"Tahukah kau orang bahwa Sin Mo Kiam Khek pun bernama Pek Thian Ki. . ."

"Cayhe memang pernah mendengar akan persoalan ini!" sahut sang pemuda dengan hati tergetar!

"Jikalau begitu, mengapa kau bernama Pek Thian Ki pula?"

"Kemungkinan sekali hanya suatu peristiwa kebetulan saja, bagaimana? Apakah tidak boleh?"

"Sudah tentu boleh, siapakah gurumu?"

"Hingga saat ini aku masih belum jelas siapakah nama guruku itu."

"Bagaimana? Kau tidak tahu?" "Sedikitpun tidak salah."

"Omong kosong, dikolong langit mana, ada sang murid tidak tahu siapakah gurunya?"

"Tapi suhuku memang belum pernah memberitahukan kepadaku siapakah namanya, soal ini mau percaya atau tidak, itu terserah kepadamu sendiri."

"Kecuali kau bernama Pek Thian Ki, apakah namamu yang lain adalah Kiang To?" desak Kiam Mo Li lebih lanjut.

"Dugaanmu salah besar."

Sekali lagi Kiam Mo Li tertawa dingin. "Kau telah membinasakan keenam orang anak buah kami, aku tak akan bisa melepaskan dirimu begitu saja. . ."

"Jikalau demikian adanya, silahkan nona turun tangan!" "Sekarang badanmu sedang menderita luka dalam yang sangat parah, apalagi masih ada orang yang hendak mencari balas dengan dirimu, maka dari itu kau orang lebih baik hadapi mereka terlebih dahulu." Selesai berkata Kiam Mo Li mengundurkan diri kesisi kalangan.

Dalam hati Pek Thian Ki memahami sangat jelas, ini hari bilamana ia tidak mati, karena keracunan, maka ia pasti mati dibunuh oleh orang-orang yang mencari balas terhadap dirinya.

Tapi, agaknya ia sudah tidak memikirkan soal mati hidupnya didalam hati. . .ia harus menggunakan seluruh tenaga lweekang yang dimilikinya melakukan suatu pertarungan mati hidup sebelum menemui ajal. Sinar matanya perlahan-lahan menyapu sekejap kearah si Hong Yu Sin Pian Khek serta Cing Hong Kiam Li.

"Sekarang kalian berdua boleh mulai turun tangan," katanya dingin. Suaranya dingin, kaku dan membuat hati orang bergidik.

Tiba-tiba. . . .

"Bangsat cilik! Terimalah sebuah serangan cambukku!" bentak Hong Yu Sin Pian Khek dengan keras.

Sreeet! Bayangan cambuk dengan membentuk serentetan bayangan hitam dihajarkan keatas badan Pek Thian Ki, dan bersamaan waktunya pula, ketika Hong Yu Sin Pian Khek melancarkan serangan, si Cing Hong Kiam Li pun mengirim sebuah tusukan mematikan.

Serangan cambuk serta serangan pedang bersama-sama menyambar datang dalam waktu yang bersamaan. Pada saat ini bagaimanapun juga Pek Thian Ki harus mengadu jiwa, telapak tangannya dengan disertai hawa pukulan yang maha dahsyat langsung didorong kedepan menghajar tubuh Hong Yu Sin Pian Khek, kekuatannya sungguh luar biasa.

Dengan hati bergidik, buru-buru si Cambuk Sakti Hujan dan Angin mengundurkan diri kebelakang. Serangan yang dilancarkan Pek Thian Ki barusan ini ternyata hanya sebuah serangan kosong belaka, sewaktu Hong Yu Sin Pian Khek mengundurkan diri kebelakang itulah tiba-tiba angin pukulan menyapu kearah Cing Hong Kiam Li yang ada disisinya. Serangan yang digunakan sang pemuda ini ternyata sangat aneh, lihay dan mengherankan.

"Braaak. . .!" Pukulan dengan telak bersarang didada muduh diikuti suara dengusan berat bergema memenuhi angkasa, tubuh Cing Hong Kiam Li kena tersapu keras, darah segar muncrat keluar dari mulutnya dan tubuh perempuan tua itupun roboh keatas tanah.

Tubuh Pek Thian Ki sendiri terdesak mundur beberapa langkah dengan sempoyongan. Laksana sambaran kilat sekali lagi si cambuk sakti Hong Yu Sin Pian Khek mengirim sebuah babatan kearah pemuda tersebut.

Dimana bayangan cambuk menyambar lewat, dengan tepat berhasil menghajar punggung Pek Thian Ki, membuat tubuh pemuda tersebut terpukul mencelat satu tombak ketengah angkasa. "Braaaaak!" Ia terbanting keras-keras diatas tanah. Darah segar mengucur keluar dengan derasnya dari punggung yang terhajar oleh cambuk tadi. . . .

Sedang tubuhnya menggeletak tak bergerak diatas tanah. Sinar mata si cambuk sakti Hong Yu Sin Pian Khek penuh diliputi oleh napsu membunuh, bentaknya keras;

"Kiang To! Serahkan nyawamu!" Bayangan cambuk kembali menggulung lewat, sebuah serangan dahsyat sekali lagi menyapu datang dan tepat menghajar diatas batok kepala pemuda she Pek ini.

Sekonyong-konyong. . . .

Pada saat cambuk Hong Yu Sin Pian Khek menghajar dengan tepat diatas batok kepala Pek Thian Ki itulah suara bentakan nyaring tiba-tiba berkumandang memecahkan kesunyian, Suma Hun bagaikan orang kalap menubruk maju kedepan, Serangannya dengan disertai hawa pukulan yang dahsyat, dihajarkan kepada atas tubuh si cambuk sakti Hong Yu Sin Pian Khek.

Kejadian ini agaknya jauh berada diluar dugaan si cambuk sakti Hong Yu Sin Pian Khek siorang tua ini tidak sempat menghindarkan diri lagi. . . . . "Braaaak!" dengan telak serangan tadi bersarang didadanya, Ia muntah darah segar, tubuhnya mencelat ketengah udara dan terbanting keras-keras diatas tanah.

Sedangkan tubuh Suma Hun pun terdorong mundur kebelakang dengan sempoyongan dan akhirnya jatuh tertindih diatas badan Pek Thian Ki. Ketika badannya roboh diatas tanah , gadis tersebut berseru dengan amat lirih;

"Pek. . Siauw. . hiap. . " Suaranya begitu memilukan hati dan penuh mengandung perasaan khawatir.

Tapi, Pek Thian Ki tidak menjawab. si Kiam Mo Li yang melihat jalannya peristiwa ini dari sisi kalangan segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, pemandangan yang sangat mengerikan ini cukup membuat hati setiap orang merasa terharu.

Lama. . . lama sekali, ia baru bangun berdiri.      suara

perkataannya    seperti    merambat    saja    perlahan-lahan merangkak naik keatas bibirnya, ia memandang Suma Hun yang menggeletak lemas diatas tanah, gadis berbaju hitam ini kepingin berteriak, tapi tak sepatah katapun yang bisa diutarakan keluar.

Pek Thian Ki pun mulai menggerakkan badannya, pemandangan yang ada dihadapan mata masih terasa buram. . . badannya hampir-hampir saja tak dapat berdiri tegak.

"Nona. . . kau. . .kau boleh mulai. . .tuuu. . . turun tangan. . ." serunya kemudian. Suaranya lemah sedikitpun tak bertenaga.

Kiam Mo Li ragu-ragu sejenak, akhirnya ia cabut keluar pedangnya, cahaya pedang berkelebat lewat dan tahu-tahu ujung pedangnya sudah menempel diatas dada Pek Thian Ki yang kerempeng itu.

Agaknya pemuda tersebut masih belum merasakan adanya bahaya. . . ia tetap masih berkata; "Ayooooh . . . .

tuuuu. . . turun tanganlah.    "

"Hmm! Kau sendiri sudah tiada bertenaga untuk turun tangan," jengek Kiam Mo Li dingin.

"Oooo. . .omong. . .omong kosong. . . ayo cepat keluarkan pedangmu. "

Hampir2 saja Kiam Mo Li tertawa kegelian, ternyata Pek Thian Ki masih belum sadar bila ujung pedangnya sudah menempel diatas dada sendiri, setelah badannya terluka parah, omongannya masih sombong saja, sungguh seorang pemuda yang tidak tahu diri.

Senyuman yang semula menghiasi bibir gadis berbaju hitam itu, perlahan2 lenyap dari pandangan. "Kau sudah menderita luka yang sangat parah!" katanya perlahan. "Tapi. . . tapi. . .aa. . .aku. . . aku be. . .belum mati. . ."

"Sekalipun sekarang belum mati, aku rasa sudah hampir mati."

"Mau. . .mau. . .bunuh aku. . .ayoh. . .cepat. . .tuuu. .

.turun tangan. . ."

"Heeee. . .heeee. . .heeee. . .aku tidak dapat membinasakan dirimu, karena kau sama sekali tiada bertenaga untuk melakukan perlawanan. . ." kata Kiam Mo Li sambil tertawa dingin.

". . . . ." Pek Thian Ki ingin mengucapkan sesuatu, tapi tak sepatah katapun yang berhasil diutarakan keluar.

"Pek Thian Ki, jikalau kau tidak sampai mati, bagaimana kalau kita berjanji untuk melakukan suatu pertarungan disebuah tempat tertentu?"

"Di. . .dimana. . .dimana?" "Datanglah kelembah pedang kami!" "Baik. . .!"

"Kalau begitu aku pergi dulu. . ." Dengan membawa keibaan hati, Kiam Mo Li, akhirnya menggeserkan kakinya berlalu dari sana.

Walaupun gadis ini ada maksud untuk membinasakan pemuda she Pek ini, tapi keadaan yang terpapar dihadapannya membuat hatinya tidak tega untuk turun tangan, ia tak dapat membinasakan seseorang yang sama sekali tiada bertenaga untuk melancarkan serangan balasan, dan jauh lebih jujur bila ia menantang dirinya untuk bertanding pada suatu hari setelah tenaganya pulih kembali seperti sedia kala. Setelah Kiam Mo Li berlalu, tubuh Pek Thian Ki pun kembali roboh keatas tanah. . . tepat disisi tubuh Suma Hun.

"Nooooo. . .na. . . .nona. . . .nona Suma. . ." serunya perlahan.

"Pek. . .sau-hiap. . ." Gadis itu nyeletuk, tapi suaranya perlahan sedikitpun tak bertenaga dan kedengarannya amat memilukan hati.

"Aku. . . aku merasa. . .telah berbuat salah padamu. . ." ujar pemuda itu lagi dengan ngotot.

"Tidak. . ."

"Nona. . .nona Suma. . .mungkin aku. . .aku tiada harapan. . .harapan lagi un. . .untuk hidup. ."

"Jikalau kita. . .bisa. . .bisa mati bersama. . .jauh lebih. .

.baaa. . .bagus lagi."

"Aku. . ."

"Pek. . .Siauw-hiap. . .tahu. . .tahukah. . .kau. . .siapa. .

.siapakah aku?"

"Aku. . .aku tidak tahu. . ."

"Aku. . .aku ada. . . adalah Kiang To." "Apa?. . ."

"Aku. . .aku adalah orang. . .orang. . .yang menyaru seee. . .sebagai Kiang To. . ."

Perkataannya ini jauh berbeda diluar dugaan Pek Thian Ki semula, karena ia mimpipun tidak pernah mengira kalau Suma Hun adalah salah seorang yang menyaru sebagai Kiang To. "Kau. . .kau tidak percaya?" tanya gadis itu kembali dengan suara yang setengah dipaksa.

"Aku. . ."

"Perrr. . .perkataan ini sungguh-sungguh. . .betul. . . Kiang To. . . Kiang To. . . yang muncul see. . . sewaktu ada digunung Lui Im San adalah. . .aku. . ."

"Kaaaaa. . .kau?"

"Benar. . . buu. . .bukankah. . .kau. . .kau melihat dengan ma. . .mata kepala sendiri? akhirnya. . . .muncul. . .sese. . . sesosok bayangan. . . bayangan hitam."

"Benar. . ."

"Dia. . . dia adalah Kiang To. . .yang. . .yang lain. . .buu.

. .bukankah ia. . .ia memberikan. . .see. . .secarik kertas. . . keee. . .kepadaku?"

"Benar!"

"Itu. . . itulah secarik kertas. . .yang. .yang menantang aku un. . .untuk melakukan pertarungan. . .tapi, tiba-tiba. .

.kerr. . .kertas itu lenyap. . .dan akhirnya. . .kau kembalikan lagi keee. . . .kepadaku. "

"Aaaaach!" Pek Thian Ki menjerit kaget.

Kiranya sewaktu berada diperkampungan Lui Im San- cung, tiba-tiba Sin Si-poa menubruk badan Suma Hun adalah bertujuan hendak mencuri kertasnya itu.

Jadi dengan demikian jelas Sin Si-poa telah mengerti bila Suma Hun adalah orang yang menyaru sebagai Kiang To.

"Paaaaa. . . padahal. . . aku. . .aku tidak berr.    bernama

Su.    Suma Hun!"

"Lalu. . . lalu siapakah nama.    namamu?" "Aku bernama. . . Hu Li Hun. . ." Ketika kata-kata terakhir itu meluncur keluar dari bibirnya hampir boleh dikata tidak kedengaran jelas lagi, akhirnya gadis itu pejamkan matanya dan jatuh tidak sadarkan diri.

"Nona. . . nona Hu. . . mengapa. . .mengapa kau menyaru sebagai Kiang To?" teriak Pek Thian Ki tiada bertenaga.

Tapi gadis itu tetap membungkam dalam seribu bahasa. Pikiran Pek Thian Ki mulai berdengung. . . akhirnya dengan tiada bertenaga iapun pejamkan sepasang matanya.

Suasana dalam hutan Touw itupun pulih kembali seperti sedia kala, sunyi senyap sedikitpun tidak kedengaran suara.

. . .

Kecuali delapan buah kuburan didepan rumah aneh tersebut saat ini menggeletak pula enam sosok tubuh. . . Pek Thian Ki, Hu Li Hun, si Pedang Sakti Guntur Langit, si Cambuk Sakti Hujan dan Angin, si Pedang Burung Hong Hijau serta si Iblis Sakti Lima Racun.

Apakah Pek thian Ki menemui ajalnya dengan begitu saja?. . . . .Seharusnya ia tidak begitu gampang menemui ajalnya, masih ada banyak persoalan yang belum ia kerjakan hingga selesai, jika ia mati, bukankah sama saja mati dengan tidak jelas. . . .dan kematiannya sama sekali tidak berharga. Mungkinkah muncul sebuah penemuan aneh yang ada diluar dugaan?

Bab 33

PADA WAKTU itulah muncul setolok bayangan bitam laksana kilat meluncur masuk ketengah kalangan, dan orang itu bukan lain adalah Tong Ling. Setelah tiba ditengah kalangan, sinar matanya perlahan- lahan menyapu sekejap kearah Pek Thian Kie serta Hu Lie Hun, air mukanya menunjukkan suatu perubahan yang sangat aneh.

Perubahan tersebut menunjukkan perasaan sedih dan berduka dihatinya.

Akhirnya ia merogoh keialam sakunya mengambil keluar sebutir pil yang secara terpisah dimasukkan kedalam mulut Pek Thian Kie maupun Hu Lie Hun, setelah itu sepasang telapak tanaannya ditempelkan kepunggung pemuda Itu dan salurkan hawa murniya untuk menyembuhkan luka yang sedang diderita

Setelah memperoleh bantuan dari tenaga murni ditambah pula pengaruh obat perlahan lahan penuda she Pek itu sadar kembali dari pingsannya.

Ketika sinar matanya terbentur dengan wajah Tong Ling, tiba-tiba saja ia menjerit tertahan.

„Aaaaakh . . Kau ?"

“Tidak salah, aku, cepatlah salurkan bawa murnimu untuk menyembuhkan luka racun yang kau derita."

Diatas wajah Pek Thian Kie terlintaslah suatu cahaya yang sangat aneh, dalam waktu singkat itulah secara tiba tiba teringat kembali olehnya akan diri It Peng Hong

Peristiwa tersebut dengan amat jelas terpapar kembali dihadapan matanya, kemungkinan besar Tong Ling adalah nona It Peng Hong, sudah tentu harus ia bikin jelas persoalan mi.

”Siapakah kau ?" tegurnya dingin. ”Aku adalah Tong Ling."

”Benar, kau memang Tong Ling " Dalam bati Pek Thian Kie paham, sebelum tenaga lweekangnya pulih kembali seperti sedia kala, ia tak boleh turun tangan secara gegabah, diam-diam hawa murninya segera disalurkan bergabung dengan tenaga dalam dan Tong Ling mendesak. keluar hawa racun yang masih mengeram didalam badannya.

Kurang lebih setengah jam kemudian, hawa racun yang terkandung dalam tubuh Pek Thian Kie telah berhasil didesak keluar dari dalam badan, Tong Ling sendiri-pun kelelahan. keringat mengncur keluar membasahi seluruh tubuhnya

”Nona Tong. terima kasih atas pertolonganmu kepadaku

," kata sang pemuda itu kemudian seraya bangun duduk ”Mana. . . "

Belum habis gadis itu berkata, mendadak tangan kanan Pek Tinan Kie melancarkan satu cengkersman kearah jalan darah 'Wan Meh Hiat' dalam ksadaan Tong Ling tidak bersiap sedia

Kejadian ini kontan saja membuat gadis sheTong itu jadi terperanjat setengah mati.

”Siapa kau''" bentak Pek Thiah Kie dingin

”Apa yang kau kehendaki" balas teriak Tong Ling sambil nismandaag kearah pemuda itu dengan pandangan bergidik,

“Aku ingin tahu siapakah kau?"

“Bukaakah iudah kuberitahukan kepadamu bahwa iiku bamama Tong Ling !"

”Danmaaaksh aial usulmu ?"

“Apa maksudmu benanya tentang soal im ?" “Aku ingin tahu "

“Aku tidak mempunyai asal usul yang penting untuk diberitahukan kepadamu "

“Kau sungguh-sungguh tidak ingin ber-bicara ?" bentak pemuda she Pek itu lagi, dingin

”Pek Thian Kie ! Tindakanmu jauh berada diluar dugaanku."

”Tidak salah! Aku orang she Pek tidak boleh selama hidup jadi seorang manusia yang tolol."

”Cepat lepas tangan !" jent gadis tersebut keras-keras. ”Tong Ling, Aku ingin bertanya kepadamu, benarkah

kau adalah It Peng Hong ?" desak sang perjaka seraya tertawa dingin.

”Apa maksudmu bertanya tentang soal ini ?"

”Kau tidak perlu tahu apa maksudnya, ayo cepat jawab pertanyaanku Itu."

”Mana boleh kau orang samakan aku dengan lainnya ?" “Jadi kau mungkir ?"

”Betul?"

Sekali lagi Pek Thian Kie tertawa dingin tiada hentinya. ”Terpaksa aku harus turun tangan sendiri untuk

membuktikan siapakah kau sebenarnya.'

Tangan kirinya langsung merogoh saku Tong Ling dan mulai menggerayanginya dengan seksama.

“Apa yang kau inginkan ?' teriak gadis she Tong itu cemas.

”Mencari sesuatu " Saking khekinya, seluruh tubuh Tong Ling gemetar keras, tapi ia sudah kena dikuasai oleh Pek Thian Kie, apalagi jalan darahnya tercengkeram, hal ini membuat ia tak bisa berkutik.

Dan saat itu tangan pemuda tersebut telah meraba dari atas dadanya hingga ke-arah bawah. .

”Pek Thian Kie, aku tak akan mengampuni dirimu !" jerit Tong Ling deagan suara yang kalap.

Pada waktu itu.

Tangan kiri sang perjska tersebut mendadak telah meraba sesuatu barang dan sewaktu diambil keluar, air mukanya tiba-tiba saja berubah sangat hebat

Kiranya barang yang diambil keluar adalah sebuah kotak yang terbuat dari kumala.

Akhirnya pemuda she Pek itu tertawa dingin ”Nona Tong, barang apakah ini ?"

Air muka Tong Ling berubah jadi pucat pati bagaiman mayat, mulutuya terkancing rapat-rapat.

Air muka Pek Thian Kte pun berubah hebat, selintas napsu membunuh mulai berkelebat diatas wajahnya.

”Barang apa yang berada didalam kotak tersebut ?" bentaknya keras.

”Apakah kau sendiri tak dapat memeriksanya '.' ”Aku ingin kau menjawab!"

”Hrnmm! Aku tak bakal menjawab"

”Bukankah berisikan jinsom seribu tahun?" jengek sang pemuda itu lagi sambil tertawa sinis.

Seluruh tubuh Tong Ling gemetar sangat keras. ”Apakah kau tak dapat melihat sendiri ?" bentaknya.

Pek Thian Kie gertak gigi, tangannya mulai meraba kotak tersebut dan dibukanya

Sebentar kemudian ia telah berdiri dengan mata terbelalak dan mulut melongo benda yang ada didalam kotak itu benar-benar membuat hatiuya terperanjat.

Kiranya dugaannya sedikitpun tidak ialah, isi dan kotak itu adalah beberapa lembar jimsom seribu tahun.

Dan teka-teki yang selama ini menyelimuti hatinya telah terbongkar.

Tong Ling adalah dara yang menyaru sebagai lt Peng Hong, hawa gusar karena dirinya tertipu mulai berkobar didada pemuda tersebut.

Akhirnya ia tertawa. . . suara tertawa-nya seram, menakutkan dan penuh mengandung hawa membunuh.

Sedangkan air muka Tong Ling berubah pucat pasi bagaikan mayat-

”Bagus sekali . , . kiranya kaulah It Peng Hong, aku Pek Thian Kie bisa memperoleh perhatianmu selama tiga turunan merasa amat bangga . " jengek Pek Thsan Kie sinis

“Apa yang kau kehendaki? Cepat katakan "

”Mana aku berani melakukan sesuatu kepadamu, ada pepatah mengatakan. Suami isteri semalaman melebihi budi ribuan hari, perkataan ini bukankah pernah aku utarakan kepadamu '"

Gadis itu membungkam.

”Kehangatan yang kau berikan kepadaku semalaman cukup membuat aku merasa tidak tega untuk berbuat sesuatu kepadamu !" Ia tertawa sinis, diatas wajahnya terlintaslah suatu perubanan yang sangat menyeramkan, sangat menakutkan, jelas hati-nya sudah terpengaruh oleh keadaan.

”Tidak salah, akulah yang menyaru sebagai It Peng Peng. . ." kata Tong Ling kemudian dingin.

„Mengapa ?" ”Cinta "

”Menyintai diriku ?” ”Sedikitpun tidak salah !"

”Heeee . . . heeeee . . . heeeee benarkah itu ?" kembali Pek Thian Kie tertawa sinis

”Tidak salah ! pek Thian Kie, jika aku tidak.cinta padamu, mana mungkin aku suka menyerahkan badanku kepadamu ? . ."

Berbicara sampai disitu. ia tertunduk dan mengucurkan air mata kesedihan

Kemungkinan sekali perkataan ini adalah ucapan yang jujur, jika ia tidak menyintai Pek Thian Kie mana mungkin gadis tesebut suka menyerahkan keperawanannya kepadanya . . menyerahkan kepada seorang lelaki asing ? . .

Beberapa patah perkataan tersebut langsung membuat bati Pek Thian Kie merasa tergetar, tapi ia tetap memperlihat-kan senyuman sinis.

”Tentang soal itu, aku merasa sangat berterima kasih sekali, cuma aku merasa rada  kecewa "'

”Aaaaa . . apa kau kata ?"

”Aku bilang hatiku merasa sangat kecewa, karena ysng aku inginkan adalah It Peng Hong.” ”Kau. .”

”Apa yang aku ucapkan adalah kata-kata sesungguhnya, It Peng Hong adalah seorang perempuan yang sangat cantik rupawan tiada bandingannya dikolong langit. Bahkan bidadari yang turun dari kahyang-anpun tidak dapat menandingi dirinya. terutama sekali permainan diatas ranjangnya jauh lebih piniar dan pada permainan ranjangmu .  "

Beberapa buah perkataan ini sungguh-sungguh keterlaluan.

Tapi ia memang sengaja ada maksud untuk menghina gadis tersebut, karena dengan demikian Pek Thian Kie hendak melenyapkan rasa mengkal yang terkandung di- dalam hatinya.

”Pek Thian Kie . . kau . . kau terlalu keji . . "   teriak Tong Ling hampir saja menangis menjerit

”Oooouw , benarkah ?"

”Selama hidup aku akan membenci dirimu terus menerus. . . "

“Kau mau benci boleh bencilah diriku terus menerus Tong Ling! Aku mau bertanya lagi padamu, apa maksudmu menguntit diriku terus menerus? Dan apa pula tujuanmu memancmg daya rangsangku dengan menggunakan badanmu yang kempot dan kisut itu. . "

”Kau. ”

Kali ini Tong Ling tak dapat menahan penghinaan yang dilontarkan Pek Thian Kie terhadap dmnya, ia bertekad hendak mengadu nyawa Tangan kanannya mendadak disabet kebelakang berusaha melepaskan diri dari cengkeraman pemuda tersebut.

Rontaannya ini berhasil melepaskan diri dari cengkeraman, tapi justru karena gerak ini, maka jalan aarah 'Wan Meh Hiat’nya terbentur, tidak ampun lagi Tong Ling muntahkan darah segar yang langsung mengotori seluruh tubuh sang pemuda she-Pek yang berada dihadapannya,

Pek Thian Kie tertegun. Mendadak. ”kau cari mati ?" bentaknya keras

Tangannya langsung diayun memerseni beberapa buah tabokan nyaring keatas wajah gadis tersebut,

Kena ditabok, sepasang pipi Tong Ling jadi sembab membengkak, darah segera mengucur keluar semakin deras lagi.

“Orang she-Pek, jika kau punya kepandaian, ayoh bunuh sekalian diriku, buat apa kau hina seorang gadis yang lemah

? Kau manusia pengecut! ..."

”Heeeee , . , heeeee . , , heeeee . . ' boleh, boleh saja kau maki aku sebagai pengecut," kembali sang pemuda berseru sinis, tiba-tiba ia membentak kasar “Ayoh, jawab! Siapakah kau?"

Tong Ling tidak mau menjawab. se-baliknya balik bertanya ;

”Pek Thian Kie, aku ingin bertanya kepadamu. , ." ”Apa yang ingin kau tanyakan?" ,

”Aku Tong Ling dalam bagian mana yang telah berbuat tidak baik kepadamu?? Pertanyaan tersebut kontan saja membuat Pek Thian Kie jadi melengak. sedikitpun tidak salah, dibagian yang mana Tong Ling pernah berbuat tidak baik kepadanya ? Ia telah serahkan keperawanannya kepada dia orang cukup dengan hal ini saja sudah seharusnya memuaskan hatinya.

Akhirnya - ? pemuda itu tertawa getir.

“Aku tidak pernah mengatakan bahwa kau pernah berbuat salah kepadaku."

“lalu, mengapa kau menghina diriku? Mengapa kau mencemooh dan menganiaya

diriku ?"

”Aku tidak ingin ada orang yang berani membohong dan menipu diriku !”

“Kapan aku pernah menipu dirimu ?'

“Kau menipu diriku dan mengatakan kaulah It Peng Hong"

”Pek Thian Kie ! Apakah cinta kasih yang kuberikan kepadamu adalah palsu semua ?" kata Tong Ling setelah menghembuskan napas panjang

”Bagaimana aku bisa tahu?"

”Baiklah! Kau boleh anggap semua yang pernah aku berikan kepadamu adalah palsu !'' seru gadis itu sambil gertak gigi „Lalu. apakah aku berikan jinsom seribu tahun kepadamu adalah perbuatan yang palsu pula?

”Bukankah kau punya sesuatu tuju-an?"

”Apa tujuanku'"' Air muka Tong Ling berubah hebat. ”Bagaimana aku bisa tahu 7" Saking sedihnya gadis she-Tong ini menangis terisak lama sekali ia baru ber kata.

”Baik! Baiklah! Kesemuanya adalah palsu sekarang apa yang kau inginkan cepat katakan!"

”Aku ingin tahu siapakah kau? Mengapa kau selalu menguntit diriku?"

”Sebenarnya aku ingin berbicara, tapi sekarang aku tidak ingin berb cara lagi "

”Mengapa ?"

”Penghinaanmu serta penganiayaanmu terhadap aku sudah keliwat betas, jika kau orang she Pek masih punya tindakan yang lebih telengas lagi, boleh kau keluarkan semua terhadap diriku."

”Sungguh sungguh kau tidak ingin bicara terus terang'"' ancam Pek Thian Kie dingin.

”Sedikitpun tidak salah l"

”Tong Ling, aku beri tahu kepadamu, aku adalah seorang yang keji, seorang yang buas dan telengas.''

”Sudah kucoba kesemuanya, juga sudah kusedihkan, sekalipun kau punya tindakan yang lebih kejipun, tak akan kutakuti l'*

”Jadi kau mau coba ?" bentak sang pemuda jengkel Ditengah suara bentakan yang sangat keras, sepasang jari

Pek Thian Kie bagaikan senjata trisula laksana kilat disadukkan keatas perut Tong Ling sigadis malang itu

Mendadak. . .

Sebelum jari tangan pemuda itu bersarang di atas lambung Tong Ling, serentetan suara bentakan bergema memecahkan kesunyian. ”Bangsat ciltk, kau cari mati . ."

Sesosok bayangan manusia berkelebat lewat, disusul menggulung datangnya sebuah pukulan dahsyat menghajar tubuh pemuda tersebut.

Datangnya angin pukulan itu amat aneh dan luar biasa dahsyatnya memaksa Pek Thian Kie buru buru harus menarik kembali serangannya dan meloncat mundur ke- belakang.

Ketika sinar matanya dialihkan, maka dilihatnya seorang kakek tua berbaju hitam lelah berdiri dihadapannya.

Sinar mata si orang tua berbaju hitam itu dengan tajam meniapu sekejap kearah Tong Ling, kemudian serunya dingin ;

”Kau orangkah yang melukai dirinya ?" ”Sedikitpun tidak salah, siapakah kau ?*'

Diatas wajah si orang tua berbaju kitam itu perlahan lahan terlintas selapis hawa napsu membunuh

”Orang she pek, nyalimu sungguh tidak kecil. . ." bentaknya.

Kembali segalung angin pukulan menyambar datang menghajar tubuh pemuda

Dengan sebat Pek Thian Kie angkat tangan kanannya menangis datangnya serangan itu.

”Siapakah kau ? Ayoh jawab " teriaknya.

”Hmmmmm ! Kau tidak berhak untuk mengetahui siapakah aku."

”Apakah dia adalah satu komplotan dengan dirimu ?" ”Sedikiipun tidak salah !" ”Dari perguruan manakah kamu semua T'

”Soal ini kaupun tidak berhak untuk menanyakan !" ”Kau orang sungguh-sungguh tidak mau bicara ?" teriak

Pek Thian Kie kembali, selapis hawa uapsu membunuh melintasi seluruh waiyahnya

”Sedikitpun tidak galah !" ”Kau cari mau 1 '

Diiringi suara bentakan keras yang menggidikkan hati, pemuda itu mencelas ketengah udara kemudian bagaikan seekor burung elang yang mencari mangsa menyambar kearah si orang tua berbaju hitam itu, seraya melancarkan satu pukulan dahsyat.

Serangan yang dilancarkan Pek Thian Kie ini telah menggunakan seluruh tenaga lweekang yang dimilikinya selama ini. ke kuatannya bagaikan ambruknya gunung Thay-san dan menggulungnya ombak ditengah samudera. sungguh sungguh luar biasa.

Tenaga Iwsekang yang dimiliki si orang Yua berbaju hitam itupun sangat luar biasa, di bawah hujan pukulan dari pemuda lawannya, ia masih bisa melesat kesamping untuk menggulung datangnya hajaran-hajaran, tersebut

”Braaak' diiringi suara bentrokan keras, kedua sosok bayangan manusia itu mencelat kesamping dan melayang mundur dua kaki jauhnya kebelakang.

Sewaktu tubuh si orang tua berbaju hitam itu melayang mundur kebelakang itulah, mendadak. ia berayumpalitan dan sekalian mcnyambar tubuh Tong Ling yang menggeletak diatas tanah kemudian melayang pergi dari sana. Tindakan dari si orang tua berbaju hitam ini jauh berada diluar dugaan Pek Thian Kie, ia tersadar kembali akan peristiwa tersebut, bayangngaa si orang tua itu «udah berada puluhan tombak jauhnya.

Dalam hati Pek Thian Kie merasa gusar bercampur gemas, tapi dalam sekejap mata itulah berbagai bayangan berkelebat dalam benaknya Tong Ling pernah memberikan segala sesuatu kepadanya, iapun pernah menolong dirinya, dan sekarang ia memberlakukan gadis tersebut dengan begitu kejam, begitu keji dan telengas, sedikit banyak perbuatannya ini memang rada keterlaluan.

Tapi, ia sudah kena ditipu oleh gadis tersebut.

Ia tidak ingin dirinya kena tertipu, terutama sekali oleh seorang gadis muda yang cantik.

Teringat sampai disini, tanpa terasa laia, ia menghembuskan napas panjang, ia mulai merasa sedih dan berduka oleh seluruh kejadian tersebut.

”Pek Sauw-hiap!" tiba-tiba dari bela-kang tubuhnya berkumandang datang suara sapaan yang halus.

Mendengar suara itu, Pek Thian Kie merasa hatinya berdesir, buru-buru ia putar badan

Dilihatnya Hu Lie Hun telah berdiri dibelakangnya sembari memanaaug kearah-nya dengan termangu-mangu.

Teringat dirinya serta Hu Lie Hun sama-sama menderita luka parah, kemudian mereka bisa pulih kembali kesehatannya, jelaa kesemuanya int adalah berkat jinsom seribu tahun yang diberikan Tong Ling kepada mereka

”Pek Thian Kie, ternyata kita kita masih hidup?" terdengar Hu Lie Hun bergumam seorang diri sambi1 memandang kearab pemuda tersebut. ”Benar "

”Mungkinkah kita sedang bermimpi ?" ”Tidak 1 Seluruh kejadian adanya nyata” ”Siapa yang telah menolong kita?"

”Si lt Peng Hong palsu" ”Apa? Doa ?” ”Sedikitpun tidak salah!"

”Aku. . . aku tidak ingin ditolong olehnya "

„Mengapa ?”

„Karena aku benci kepadanya?" ”Benci kepadanya ? Apa alasanmu?"

„Karena dia. . dia telah . . . telah bukankah ia sudah ada hubungan dengan dirimu.”

Akhirnya ia telan kembali kata-katanya, sudah tentu Pek Thian Kie pun mengerti apa yang hendak ia ucapkan.

“Benar, kami. . . " akhirnya pemuda itu tertawa getir ”Maka dari itu, aku benci kepadanya, karena telah

merebut dirimu "

”Ia sudah merebut diriku ? . . . .kau salah besar, aku sama sekali tidak direbut olehnya."

”Tapi, kau sudah menjadi miliknya..”

Berbicara sampai disitu. air mata jstuh berlinang, jelas kelihatan sebagai mana sedih dan cintanya gadis tersebut kepaca sang perjaka ini

Ia menyintai Pek Thian Kie .. bahkan cintanya begitu mendalam . Cinta gadisnya yang pertama telah ia serahkan kepada seorang lelaki. tapi lapun tidak ingin kekasibnya direbut oleh gadis yang lain maupun kakasinnya merebut perawan gadis lain .

Saat ini hatinya amat kacau. pikirannya butek tdak mengerti apa yang harus ia lakukan.

Disampmg itu, iapun tak ingin bersama-sama menyintai seorang lelaki dengan gadis yang lain, ia menginginkan seorang lelaki yang hanya menyintai ia sendiri dan cintanya itu tiada cacadnya

“Kau anggap aku sudah menjadi miliknya?" tanya Pek Thian Kie lagi sembari tertawa geli

”Apakah kau anggap tidak ?'

”Benar aku tidak merasa diriku sudah menjadi miliknya, aku adalah milikku sendiri !”

”Tapi dalam soal cinta asmara laki perempuan, kau sudah menjadi mihknya”

”Kemungkinan sekali pendapat mu benar . . " kata pemuda itu mengangguk Ia menghela napas panjang. ”Nona Hu. mari aku bantu kau untuk paksa keluar hawa racun yang bersarang dibadanmu, setelah itu masih banyak persoalan yang ingin kutanyakan kepadamu."

”Urusan apa ?"

”Menanti setelah kau sembuh dari pengaruh racun, kita bicarakan lagi, . ."

Ia menengok dan memandang pemuda itu dengan penuh arti, akhirnya meuundukkan dan memejamkan matanya.

Sang pemuaa sne-Pek itupun segera menyalurkan hawa murninya untuk mengobati luka yang sedang ia derita. Lama . . lama sekali, akhirnya gadis itu menjerit. ”Pck Sauw-hiap !"

”Ehmmm , . '. Ada apa ?"

”Selania hidup ini kemungkinan sekali aku sudah berbuat sesuatu yang salah."

”Perbuatan apa yang kau anggap salah ?" ”Aku telah salah mencintai seseorang!'

Pek Thian Kie menghela napas panjang ”Mungkin pendapatmu itu memang benar...”

Air mata mengembang pada kelopak matanya dan butiran air matapun mengucur keluar sangat deras, hatinya terasa amat tertekan.

Pada saat itulah, tiba-tiba. . .

Pintu besar dari Rumah Aneh tersebut perlahan-lahan terbuka kembali lebar lebar. . .

Pintu besar terpentang lebar-lebar, sesosok bayangan hitam segera melesat keluar, setelah memandang iskejap kearah Pek Thian Kie yang sedang menyembuhkan luka Hu Lie Hun, ia tertawa seram, lalu menerjang kearah pemuda tersebut

Pada waktu itu Pemuda she Pek sedang pusatkan seluruh perhattannya untuk paksa keluar racun. yang bersarang dibadan gadis she Hu tersebut, walaupun ia merasakan datangnya serangan bayangan hitam tersebut, tapi sukar baginya untuk menghindarkan diri.

Tiba-tiba. . .

Suara bentakan keras berkumanaatig di-tengah angkasa, bersamaan waktu, si bayangan hitam itu menubruk kearah Pek Thian Kie, sesosok bayangan manusia yang lain dengan menerobos angkasa menerjang kearah bayangan hitam itu,

Gerakan dari bayangan manusia tersebut cepatnya bukan kepalang, tak kuasa bayangan hitam tadi kena keterjang sehingga mencelat kebelakang

Setelah tenangkan hati, ia baru melihat dihadapannya islah berdiri seorang pemuda pengemis yaug berwajah keren

Orang itu bukan lain adalah Coe Hoa, si manusia misterius.

Diatas selembar wajah Coe Hoa penuh diliputi napsu membunuh, bentakuya keras :

”Kau orangkah sang Majikan Rumah Aneh ini ?” ”Tidak salah  . . "

”Heeeee. . . heeeee. heeeee tidak kusangka perbuatan membokong yang paling rendahpun bisa kau lakukan terhadap seorang pemuda?. . ."

”Siapa kau ? Berani betul banyak bacot disini ” teriak pihak lawan sambil tertawa seram

”Siapakah aku, kau tidak perlu tahu, karena manusia rendah macam kau masih belum berhak untuk mengetahuinya,"

”Apakah kaupun ingin mencampuri urusan sampingan yang tiada sangkut paut-nya dengan dirimu ?”

„Sedikitpun tidak salah. . ."

”Jikalau begitu, itu namanya kau manusia tidak tahu diri, nih! Cobalah rasakan bogem mentahku."

Si manusia berbaju hitam itu berkelebat kedepan dengan gerakan bagaikan kilat langsung menyerbu Coe Hoa, serangannya tandas, ganas dan keji. Ilmu silat yang dimiliki si bayangan hitam ini benar benar mengejurkan hatiya melayang, menerjang dan melancarken serangan keseluruhannya dilakukan dalam hanya sekejap mata belaka

”Bangsat ! Kau orang cari gara gara " bentak Coe Hoa teramat gusar melihat dirinya diserang.

-0odwo0-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar