Misteri Rumah Berdarah Jilid 10

Jilid 10

Bab 28

SANG TELAPAK dibabat kemuka, lalu mengunci datangnya pukulan lawan, dengan sangat tepat ia berhasil menolong Sin Si-poa, lolos dari lubang jarum. Melihat pemuda she Pek itu ikut campur, air muka Nyioo It Hong langsung berubah hebat, "Apa yang kau kehendaki?" bentaknya gusar.

"Heeee. . .heeee. . .heeee. . .saudara, ia sudah menderita luka parah, mengapa kau begitu pengecut, beraninya turun tangan terhadap seseorang yang berada dalam keadaan bahaya?" jengek Pek Thian Ki sambil tertawa dingin.

"Hmmm! Itu urusanku dan kau tidak berhak untuk ikut campur, ayoh, enyah dari sini! Kalau tidak. . . heee. . .heee.

. . aku orangpun tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu.

"Oooouw. . . jika begitu, mari kita coba-coba dulu."

Nyioo It Hong betul-betul merasa teramat gusar badannya melayang kemuka, telapak kanan dibalik mengirim segulung angin pukulan yang men-deru2 kearah Pek Thian Ki.

Pemuda she Pek dengan sebat menangkis datangnya pukulan, telapak tangan kiripun mengambil kesempatan itu balas melancarkan satu pukulan dahsyat.

Gerakan dari kedua orang ini sama-sama dilakukan dalam kecepatan laksana sambaran kilat, hanya dalam sekejap mata, puluhan jurus sudah berlalu tanpa berhasil menentukan siapa menang dan siapa yang kalah.

Tiba-tiba Pek Thian Ki membentak keras, dengan gencarnya, ia mendesak dua pukulan dahsyat kearah musuhnya. Kedua buah serangan ini langsung memaksa Nyioo It Hong terdesak mundur beberapa puluh langkah kebelakang.

"Sebetulnya siapakah kau?" bentaknya keras. "Siapakah aku, rasanya kau tidak berhak untuk mengetahuinya, buat apa kau orang banyak bacot yang tak berguna?"

"Apakah diantara kau dengan situkang ramal itu ada terikat dendam sedalam lautan?"

Nyioo It Hong menggeleng.

"Siapakah siorang berbaju hitam yang munculkan diri dengan kecepatan luar biasa itu?"

"Aku tidak kenal dengan orang itu, bagaimana bisa tahu siapakah dirinya?. . ."

"Baiklah! Aku orang she Pek katakan dulu, jikalau kau berani membokong dia orang dengan mengambil kesempatan sewaktu ia sedang menderita luka dalam, maka aku Pek Thian Ki tidak akan berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu."

Diatas selembar wajah sang pemuda berbaju perlente itu terlintaslah suatu senyuman dingin yang menggidikkan.

"Baiklah! Untuk sementara kita sudahi dulu urusan kita sampai disini, lain kesempatan kita berjumpa kembali." Habis berkata, ia putar badan dan berlalu.

Tindakan dari sang pemuda berpakaian perlente itu kontan saja membuat Pek Thian Ki jadi berdiri melengak.

Waktu itu Sin Si-poa yang menggeletak diatas tanah sedikitpun tidak bergerak, air mukanya pucat pasi bagaikan mayat, sepasang mata terpejam rapat-rapat dan darah segar meleleh keluar dari ujung bibirnya.

Pek Thian Ki kertak gigi kencang-kencang, ia salurkan tenaga lweekangnya kesepasang telapak kemudian bagaikan sambaran kilat mencengkeram urat nadi dari si Sin Si-poa tersebut, tapi belum sempat tangannya menempel ditangan pihak lawan, mendadak serentetan suara bentakan yang dingin berkumandang datang;

"Tahan!"

Mendengar bentakan tersebut, Pek Thian Ki merasakan hatinya bergidik, buru-buru ia tarik kembali tangannya kebelakang.

"Siapa?" bentaknya tak terasa.

Suara senyuman dingin bergema kembali dari arah belakang, dengan sebat pemuda ini putar badan. Dilihatnya kurang lebih tiga tombak dibelakang dirinya telah berdiri si bayangan hitam yang baru saja munculkan dirinya itu dengan sikap keren dan menyeramkan. Tanpa terasa Pek Thian Ki merasakan seluruh badannya merinding.

Kembali orang itu memperdengarkan suara tertawa dinginnya yang sangat menyeramkan; "Heee. . .hee . .heeee.

.saudara! Hampir-hampir saja aku melupakan dirimu, bukankah kau bernama Pek Thian Ki?"

"Sedikitpun tidak salah, entah siapakah kau orang?" "Siapakah aku, rasanya kau tidak perlu tahu, sekarang

aku mau bertanya, apakah kau bermaksud pergi menyewa rumah tersebut?"

"Sedikitpun tidak salah."

"Kalau begitu, akan kubunuh kau orang. . ." Sembari berbicara selangkah demi selangkah ia berjalan mendekati Pek Thian Ki.

Walaupun dirinya didesak, sang perjaka ini sedikitpun tidak menunjukkan sikap jeri.

"Tadi Sin Si-poa pernah berkata bahwa ia sedang menunggu kehadiaran seseorang, mungkin kau orangkah yang ia tunggu?" balik tanyanya. "Dugaanmu sedikitpun tidak salah!" "Mengapa?"

"Heee. . . heee. . . heee. . . soal ini tiada sangkut paut dengan dirimu, dan kaupun tak ada kepentingan untuk mengetahui persoalan ini."

"Tapi aku harus mengetahuinya. . . aku ingin kau sendiri yang memberi keterangan kepadaku."

"Kalau begitu, kau boleh coba-coba saja. . ." Belum habis ia berkata, sang badan sudah menubruk kedepan, dimana bayangan manusia berkelebat lewat, ia sudah mengirim satu pukulan yang dahsyat kedepan.

Pek Thian Ki pun membentak keras, telapak tangannya membentuk gerakan setengah lingkaran ditengah udara, kemudian diayun kedepan menyambut datangnya serangan tersebut.

Pada saat kedua orang itu sedang melangsungkan suatu pertarungan yang maha sengit tiba-tiba sesosok bayangan manusia laksana sambaran petir meluncur kearah Sin Si- poa dan didalam sekali kelebatan, ia sudah berhasil mencengkeram tubuh siorang tua tersebut.

Ketika itu antara Pek Thian Ki dengan si bayangan hitam tersebut sudah saling mengirim satu pukulan dan masing-masing pihak terpental mundur kebelakang.

Air muka Pek Thian Ki berubah pucat pasi bagaikan mayat, sedang orang itupun kedengaran ngos2an, Jelas masing-masing pihak tidak berhasil memperoleh keuntungan dalam bentrokan barusan ini.

Tapi ketika mereka lihat disisi kalangan telah bertambah lagi dengan kehadiran seseorang, baik Pek Thian Ki maupun siorang berbaju hitam itu, sama-sama menjerit keras.

Pertama-tama Pek Thian Ki yang mengenali dahulu siapakah orang itu, karena ia sudah sering ditemuinya, yaitu sang pemuda misterius Cu Tong Hoa adanya.

Cu Tong Hoa yang penuh diliputi kemisteriusan, kambali munculkan diri disana. Diatas selembar wajahnya penuh diliputi napsu membunuh.

"Saudara, jika tahu diri, aku nasehati dirimu lebih baik letakkan kembali orang itu keatas tanah." bentak siorang berbaju hitam itu dengan suara yang dingin menyeramkan.

"Heee. . .heee. . . kau anggap aku suka mendengarkan perintahmu dengan begitu gampang? Jangan mimpi disiang hari bolong!"

"Bangsat! Sungguh besar nyalimu, siapakah kau? Mau cari mati haah?"

"Oooouw. . . kau ingin tahu siapakah aku orang?" "Sedikitpun tidak salah."

"Bagus sekali." seru Cu Tong Hoa sinis, ia berpaling kearah pemuda she Pek itu, lalu katanya;

"Thian Ki, coba kau jaga dulu orang ini, akan kuberitahukan kepadanya siapakah aku orang sebenarnya!" Seraya berkata, ia lemparkan tubuh Sin Si-poa kearah sang pemuda, kemudian dari sakunya mengambil keluar tiga batang seruling perak.

Salah! Bukan seruling perak, karena benda tersebut tidak bertulang!

Tampak Cu Tong Hoa menggetarkan tangan kanannya, tabung perak tersebut mendadak menekuk dan akhirnya membelah jadi tiga bagian yang saling sambung menyambung.

"Aaaaach! Kau. . ." Tiba-tiba siorang berbaju hitam itu menjerit keras, Berturut-turut ia mundur tiga empat langkah kebelakang dengan sempoyongan, seluruh tubuhnya seperti kena stroom bertegangan tinggi, gemetar keras sekali.

Melihat kejadian itu, Pek Thian Ki jadi dibuat tercengang dan berdiri me-longo2 ditempat semula, lama. . . lama sekali, ia baru berguman seorang diri: "Thian! Siapakah sebenarnya dia orang? Gadis ini betul-betul sangat misterius!"

"Rasanya kau sudah tahu siapakah aku bukan?" bentak Cu Tong Hoa dengan dingin.

"Sedikitpun tidak salah!"

"Siapakah dia?" Tiba-tiba Pek Thian Ki ikut menimbrung dari samping kalangan.

Pada saat sang pemuda she Pek menimbrung itulah Cu Tong Hoa sudah mengayunkan senjata Sam Ciat Tong-nya kedepan; "Siapa yang mengetahui asal-usulku, dia tak boleh dibiarkan hidup," teriaknya seram.

Bayangan tubuh berputar gencar, diikuti oleh berkelebatnya cahaya putih yang menyilaukan mata, Tubuh Cu Tong Hoa laksana kilat menubruk kearah siorang berbaju hitam itu.

Bukan saja asal-usul dari pemuda she Cu ini merupakan suatu misteri, bahkan belum tahu siapakah sebenarnya orang ini.

Apalagi kepandaian silatnya sangat lihay, soal ini semakin merupakan suatu teka-teki yang tak terpecahkan lagi. Gerak serangan yang ia lancarkan barusan ini benar- benar dahsyat dan lebih cepat beberapa kali lipat daripada gerakan tubuh dari Pek Thian Ki sendiri.

Senjata Sam Ciat Tong laksana kilat dengan memancarkan cahaya keputih-putihan berturut-turut mengirim tiga buah serangan gencar kemuka.

Entah disebabkan kepandaian silat yang dimiliki siorang berbaju hitam ini sungguh-sungguh bukan tandingan dari Cu Tong Hoa, ataukah karena ia merasa terkejut dan ketakutan, sehingga susah gerakkan badan, yang nyata dibawah desakan tiga buah serangan manusia she Cu ini siorang tua berbaju hitam itu ber-turut2 terdesak mundur sepuluh langkah lebih kebelakang.

Pek Thian Ki yang melihat kejadian ini, kontan saja merasakan hatinya bergidik. Ketika itulah. .

Diiringi suara bentakan keras, bayangan tubuh Cu Tong Hoa bagaikan lintasan listrik kembali mengirim lima buah serangan berantai. Jurus serangannya cepat dan aneh, setiap tindakannya telengas, keji dan buas.

Agaknya siorang berbaju hitam itupun sudah timbul maksud untuk mengadu jiwa, membarengi gerakan dari Cu Tong Hoa, ia sendiripun balas melancarkan dua buah serangan dahsyat.

Suatu pertempuran sengit yang mempertaruhkan jiwapun segera berlangsung. . . siapa menang, dia yang hidup dan siapa yang kalah, dialah yang bakal menemui ajal seketika itu juga.

Sekonyong-konyng. . . .

Serentetan suara bentakan keras bergema memecahkan kesunyian, tampak bayangan putih berkelebat lewat disusul jeritan ngeri bergema mendirikan bulu roma, siorang berbaju hitam itu dengan sempoyongan mundur berpuluh- puluh langkah kebelakang, kemudian roboh keatas tanah dengan napas kembang-kempis.

Dengan sebat, Cu Tong Hoa meloncat kedepan memapah badannya yang hampir mencium tanah itu. "Siapakah kau? Ayoh jawab!" bentaknya keras.

"Tiii. . .tidak tahu!"

"Bangsat! Kau orang sungguh-sungguh tidak mau buka suara?"

"Dugaanmu sedikitpun tidak salah."

Perlahan-lahan diatas selembar wajah Cu Tong Hoa terlintaslah napsu membunuh yang menggidikkan hati, kembali bentaknya keras; "Berasal dari perguruan manakah kau orang?"

"Maaf! Soal inipun tak bisa aku terangkan."

"Heee. . .heeee. . .heeee. . . sungguh-sungguh kau tidak mau bicara?" teriak Cu Tong Hoa sambil tertawa dingin.

"Sedikitpun tidak salah."

"Bangsat. Kurang ajar, kau sungguh2 ingin cari mati?" Begitu ucapan selesai diutarakan, senjata Sam Ciat Tong ditangannya sudah membabat kearah bawah.

Suara jeritan ngeri berkumandang keluar, tubuh siorang berbaju hitam itu dengan disertai muncratan darah segar mengotori empat penjuru menggeletak mati diatas tanah dalam keadaan yang sangat menyeramkan.

Pek Thian Ki yang melihat kejadian ini segera merasakan seluruh badannya merinding, bulu kuduk pada bangun berdiri, Perlahan-lahan Cu Tong Hoa mengalihkan sinar matanya keatas tubuh pemuda she Pek itu, lalu tegurnya dingin; "Serahkan kembali orang itu kepadaku."

Dari tengah keterkejutannya, Pek Thian Ki tersadar kembali dari lamunan, air mukanya langsung ikut berubah sedikit.

"Tunggu sebentar!"

"Apa yang kau kehendaki?"

"Cu Tong Hoa! Kau betul-betul mempunyai kemampuan untuk pergi datang bagaikan angin puyuh! Ayoh bicara, siapakah sebenarnya kau orang?"

"Sekarang bukan waktunya untuk membicarakan soal ini, cepat serahkan orang itu ketanganku, agar aku bisa memeriksa lukanya." seru Cu Tong Hoa dengan air muka berubah hebat.

"Jikalau kau tidak suka mengatakan siapakah dirimu, Hmm! Jangan harap aku suka serahkan orang ini ketanganmu."

"Ooouw. . . kau tidak menginginkan nyawanya lagi?" bentak manusia she Cu ini dingin. "Baiklah! Jikalau kau tidak menginginkan lagi nyawanya, itupun tidak tersangkut urusan pribadiku, terserah kau sendiri." Tiba2 ia putar badan dan berlalu dari sana.

"Berhenti!" bentak Pek Thian Ki mendadak. "Ada apa lagi?"

Sekali loncat Pek Thian Ki sudah menghadang kembali dihadapan Cu Tong Hoa.

"Jikalau kau tidak mengatakan siapakah kau orang.

Hmm! Jangan harap bisa lolos dari tanganku."

"Apa yang kau inginkan?" Cu Ton Hoa tertawa hambar. "Aku hanya ingin memaksa kau orang suka memberitahukan kepadaku siapakah sebetulnya kau?"

"Seingatku, aku pernah memberitahukan urusan ini kepadamu, bukan begitu?"

"Tidak salah, kau pernah memberitahukan kepadaku siapakah dirimu, cuma aku rasa Majikan Istana Harta bukan kedudukanmu yang sebenarnya."

"Heeeee. . .heeee. . .heeee. . .soal ini mau percaya atau tidak, itu terserah kepadamu."

"Sewaktu masih berada didalam Istana Harta bukankah kau pernah berkata bahwa kau ingin mencari aku dan memberitahukan apa yang ingin aku ketahui. . .? Nah! Sekarang bicaralah," kata Pek Thian Ki kembali dingin.

Air muka Cu Tong Hoa perlahan-lahan mulai diliputi napsu gusar, agaknya ia hendak mengumbar hawa amarahnya. "Apakah kau sungguh-sungguh ingin mengetahui urusan ini?"

"Sedikitpun tidak salah!"

"Baiklah!" kata Cu Tong Hoa kemudian seraya tertawa dingin. "Jika kau ingin tahu, datangilah lembah Bu Cing Kok digunung Pak Giok San besok pagi."

"Mengapa harus tunggu sampai besok?"

"Karena tempat ini bukan tempat yang layak untuk berbicara."

"Heeee. . .heeee. . .heeee. . .kau jangan coba2 menggunakan siasat kepompong kosong melepaskan kulit, aku Pek Thian Ki tak bakal terpancing oleh jebakanmu!"

Air muka Cu Tong Hoa langsung berubah hebat, napsu membunuh mulai melintasi wajahnya, jelas gadis ini sudah dibuat gusar oleh sikap Pek Thian Ki. "Pek THian Ki, jikalau semisalnya aku berterus terang memberitahukan keadaanku, siapakah sebetulnya diriku apakah kau dapat percaya?"

Pek Thian Ki melengak, sedikitpun tidak salah, jikalau semisalnya Cu Tong Hoa benar-benar memberitahukan asal-usulnya, apakah ia bisa mempercayai kebenaran tersebut sepenuhnya? Bagaimanapun juga ia pasti akan menganggap perkataan dari gadis ini merupakan suatu teka- teki yang susah dipecahkan, Pertama, dia adalah pangcu dari perkumpulan Pak Hoa Pang, Dan kedua, dia menyebut dirinya sebagai Majikan Istana Harta.

Sekarang ia hendak memberitahukan lagi sebuah kedudukannya, apakah ia bisa percaya? Teringat akan persoalan ini, Pek Thian Ki menghela napas panjang.

"Heeei. . .! Sudahlah, aku tahu sekalipun aku ingin mengetahui asal-usulmu juga percuma saja, karena dibalik kesemuanya ini kau bisa menipu diriku dan aku tak bakal mengetahui. Tapi ada satu hal yang tak dapat kau bohongi lagi, yaitu kau adalah seorang gadis!"

"Sedikitpun tidak salah, aku memang seorang gadis." "Baiklah, asalkan aku Pek Thian Ki bisa mengingat-ingat

hal tersebut, cukuplah sudah." Habis berkata, ia serahkan

Sin Si-poa ketangan Cu Tong Hoa kemudian putar badan dan berlalu.

Kepergian Pek Thian Ki secara mendadak ini jauh berada diluar dugaan Cu Tong Hoa, gadis tersebut keliahatn rada melengak, lama sekali akhirnya ia berseru;

"Pek Thian Ki!"

Dengan cepat si pemuda menghentikan langkahnya, lalu putar badan dan sinar matanya dialihkan keatas wajah Cu Tong Hoa yang penuh diliputi kemurungan, kesal dan kecewa.

Ia jadi melengak. "Kau masih ada urusan apa lagi?" "Heeeee1. . . sebetulnya aku punya banyak urusan yang

tidak ingin mengelabui dirimu," katanya seraya menghela napas panjang, "Tapi, aku tak bisa tidak harus membohongi kau orang, banyak urusan yang belum kau pahami, demikian pula aku. . ."

"Maksudmu?"

"Pertama, aku tidak bernama Cu Tong Hoa, aku bukan Tongcu urusan bagian luar dari perkumpulan pengemis diluar perbatasan, juga bukan Pangcu dari Pak Hoa Pang, aku bernama Cu Hoa, sedangkan mengenai kedudukanku yang sebetulnya saat ini belum bisa kuberitahukan."

"Mengapa?"

"Karena aku punya alasan untuk menjaga rapat2 rahasia ini, karena hal ini mempunyai sangkut-paut yang sangat penting dengan dirimu, cuma ada satu urusan aku beritahu dulu kepadamu, yaitu antara Istana Arak, Istana Harta serta Istana Perempuan sama sekali tiada sangkut-pautnya dengan rumah yang hendak disewakan itu. . ."

"Siapakah majikan dari rumah tersebut?"

"Aku tidak tahu, sedang mengenai syarat-syarat yang diajukan untuk menyewa rumah tersebut, mengapa sampai menggandeng erat Istana Harta, Istana Arak serta Istana Perempuan, hal inipun benar-benar merupakan suatu persoalan yang sangat rumit." Ia merandek sejenak untuk mengambil napas, lalu sambungnya. "Disamping itu, aku masih ada satu urusan lagi yang tak dapat membohongi dirimu, yaitu sebelum Sin Mo Kiam Khek pergi menyewa rumah tersebut pada bulan tiga tanggal tiga belas yang lalu, ia memang benar2 pernah mendatangi Istana Harta untuk menitipkan suatu barang."

"Sebenarnya benda apakah itu?"

"Sudah aku katakan bahwa barang itu belum pernah kulihat, dan sekarang urusan sudah jadi nyata sekali, kemungkinan besar, kau adalah anak muridnya yang dimaksudkan."

"Dimanakah letak alasan-alasan tersebut?"

"Pertama, kau adalah satu-satunya pemuda yang muncul didalam dunia kang-ouw satu tahun kemudian, Kedua, namamu adalah Pek Thian Ki yang sebenarnya nama dari Sin Mo Kiam Khek, agaknya didalam persoalan ini masih tersembunyi suatu rahasia, sehingga ia harus menyembunyikan nama aslimu dan memberikan namanya kepadamu."

"Apa tujuannya?"

"Inilah merupakan suatu persoalan yang susah dijelaskan, cuma namamu yang sebenarnya adalah Kiang To dan hal ini sudah pasti benar, karena pertama, sembilan jagoan pedang dari kolong langit adalah kawan karib dari Sam Ciat Sin Cun, Sin Mo Kiam Khek suruh kau mencari orang yang bernama Kiang To itu sama saja suruh kau mencari dirimu sendiri. . ."

"Walaupun soal ini ada kemungkinan yang benar, tapi mengapa ia tidak memberitahukan kepadaku bahwa aku adalah Kiang To? Mengapa ia perintahkan aku orang harus pergi mencari, asal-usul seseorang yang bernama Kiang To?"

"Karena asal-usulmu penuh dinodai oleh air mata dan darah!" "Air mata dan darah?"

"Benar, air mata dan darah, dan kisahnya sangat panjang sekali, keadaan dari Sam Ciat Sin-cun memang penuh diliputi oleh keanehan serta kemisteriusan, bagaimanakah ia bisa mati atau benarkah ia belum mati, hingga saat ini masih merupakan suatu teka-teki." 

"Siapakah nama isterinya?"

"Isteri dari Kiang Lang tidak hanya seorang saja." sahut Cu Tong Hoa dingin.

"Tidak cuma seorang saja? Lalu berapa?"

"Jikalau ditotal, semua kurang lebih ada lima orang!" "Apa? Ia punya lima orang isteri?"

"Sedikitpun tidak salah, isteri pertamanya bernama Hu Bei San, kedua adalah seorang perempuan misterius yang bernama 'Tiap Hoa Sianci'(Si Bidadari Kupu2 dan Bunga), sedang sisanya tiga orang. . ."

"Siapakah ketiga orang itu?" potong sang pemuda cepat. "Majikan dari Istana Harta Giok Mey Jin, Majikan

Istana Arak Cui Mey Jin serta Majikan Istana Perempuan, Hoa Mey Jin."

Pek Thian Ki betul-betul melengak dibuatnya. "Menurut apa yang kau ketahui diantara kelima orang perempuan itu, ia paling suka perempuan yang mana?"

"Menurut apa yang aku ketahui, tak seorangpun diantara mereka yang dicintai benar-benar."

Pek Thian Ki semakin dibuat bingung lagi oleh kejadian ini, tampak ia berguman seorang diri; "Sebenarnya apa yang telah terjadi?" "Selama hidupnya Sam Ciat Sin-cun hanya pernah mencintai seorang gadis saja, dan gadis tersebut dalam hidupnya merupakan gadis yang dicintainya untuk yang pertama kali. . ."

"Siapakah dia?"

"Kecuali Sam Ciat Sin-cun seorang, tak ada yang tahu, tapi akhirnya entah karena apa, gadis ini telah meninggalkan Kiang Lang tanpa sebab, sehingga karena kejadian ini, maka setelah Sam Ciat Sin-cun berhasil dengan ilmu silatnya, ia tidak pandang sebelah matapun terhadap semua perempuan. "

"Jadi, dia adalah seorang jahat?"

"Tidak jahat! Tidak jahat, ia cuma berwatak ku-koay saja dan suka menyendiri, kepandaian silatnya sangat menggetarkan seluruh dunia persilatan, sehingga akhirnya dalam keadaan sedih, ia mendirikan tiga buah istana dan setiap hari bergaul, bersenang-senang dibawah dekapan perempuan, minum arak paling wangi. "

"Akhirnya?"

"Akhirnya ia lenyap tak berbekas."

"Lenyap tak berbekas? Mana mungkin bisa terjadi peristiwa semacam ini?"

"Benar. . . ia sungguh-sungguh lenyap tak berbekas, dan karena hilangnya orang ini pernah menimbulkan gelombang yang sangat dahsyat dalam Bu-lim, tak seorang manusiapun yang tahu apa sebabnya ia bisa lenyap tak berbekas." Cu Tong Hoa berhenti sejenak untuk tukar napas, lalu sambungnya kembali. "Setelah Kiang Lang lenyap tak berbekas, tiba2 Giok Mey Jin, Cui Mey Jin serta Hoa Mey Jin pun ikut lenyap dari penglihatan." "Apa? Merekapun lenyap tak berbekas?" "Benar!"

"Apakah mereka masih hidup atau sudah mati?"

"Sampai kini persoalan masih merupakan suatu teka-teki! Cuma menurut berita yang terdengar katanya mereka sudah mati semua, rumah yang mereka tempati terbakar habis dan semua perempuan yang ada tak seorangpun yang berhasil meloloskan diri dari kobaran api."

Bab 29

MENDENGAR sampai disitu, Pek Thian Ki termenung berpikir sebentar, kemudian katanya kembali; "Peristiwa ini bukankah sedikit rada aneh?"

"Benar, peristiwa ini memang sangat aneh sekali."

"Lalu, siapakah Kiang To yang sering kali munculkan diri itu?"

"Entahlah, karena orang yang menyaru sebagai Kiang To tidak cuma seorang saja. . ."

"Maksudmu ada dua orang yang menyaru sebagai Kiang To?"

"Sedikitpun tidak salah!"

"Aaaach! Sekarang aku paham sudah." tiba2 Pek Thian Ki menjerit tertahan. "Dua orang yang menyaru sebagai Kiang To ini tentu salah seorang adalah sipemilik rumah yang disewakan itu. ."

"Kemungkinan ini memang tetap ada."

"Tidak, bukan kemungkinan lagi, tapi pasti benar." "Benar, salah seorang yang menyaru sebagai Kiang To tentu mempunyai hubungan dengan siorang pemilik rumah tersebut, dan dua orang diantaranya satu rada lurus yang lain rada sesat, kedua orang ini munculkan diri karena hendak menanti munculnya Kiang To yang asli."

"Jikalau aku benar-benar adalah Kiang To yang asli, lalu bagaimana menurut pendapatmu?" tanya Pek Thian Ki melengak.

"Mungkin seperti halnya dengan maksud Sin Mo Kiam Khek menyembunyikan nama serta asal-usulmu, karena ia tidak ingin kau tahu keadaan sesungguhnya dan dikarenakan kepandaian silatmu belum berhasil mencapai taraf yang diinginkan."

"Aku masih belum mengerti maksudmu." kembali sang pemuda menggeleng.

"Bagaimanakah sebetulnya kejadian yang telah berlangsung, aku sendiri juga kurang paham, jikalau Kiang To yang asli munculkan diri, maka ia tentu bakal memancing kedatangan banyak orang untuk melakukan pembunuhan, atau dengan perkataan lagi asal-usul dari Kiang To penuh diliputi oleh napsu membunuh, sekarang seharusnya kau sudah mengerti bukan?"

"Aku sudah paham, tapi, benarkah aku putra dari Kiang Lang dan bernama Kiang To?"

"Bukankah sudah aku orang katakan bahwa hal ini ada kemungkinan besar benar?"

"Menurut pandanganmu, siapakah yang bisa memecahkan teka-teki ini?"

"Sembilan jagoan pedang dari kolong langit. . . tetapi mereka sudah mati semua." "Benar mereka sudah mati semua. . .?" Tiba-tiba agaknya Pek Thian Ki teringat akan sesuatu. . "Siapakah si lelaki berbaju hitam tadi?"

"Entahlah, aku sendiripun tidak tahu."

"Mengapa setelah ia melihat senjata Sam Ciat Tong-mu, lantas memperlihatkan sikap begitu ketakutan?"

"Karena senjata ini melambangkan seseorang!" "Siapa?"

"Sam Ciat Sin Cun!"

"Kau. . . .kau katakan bahwa senjata Sam Ciat Tong ini adalah barang peninggalan dari Sam Ciat Sin-cun?"

"Sedikitpun tidak salah. . ." "Lalu kau. . ."

"Banyak urusan aku merasa kurang leluasa untuk beritahukan kepadamu, tapi pada suatu hari, kau bakal mengerti sendiri segala seluk-beluknya peristiwa ini, dan bila aku katakan saat ini malah tidak mendatangkan kebaikan untukmu, senjata ini bernama Sam Ciat Tong dan dapat diubah menjadi tiga macam senjata yang berbeda, Pertama dapat digunakan sebagai pedang, kedua dapat digunakan sebagai toya dan ketiga bisa digunakan sebagai senjata rahasia, tadi si lelaki berbaju hitam itu justru menemui ajalnya dibawah serangan senjata rahasiaku."

"Kalau begitu, apa hubunganmu dengan Sam Ciat Sin- cun? Apakah mungkin kau ada sangkut-paut dengan dirinya?"

"Sedikitpun tidak salah."

"Dan kau tak dapat memberikan alasan-alasan yang sebenarnya?" "Benar!"

Perlahan-lahan Pek Thian Ki menghela napas panjang. "Peristiwa ini benar-benar merupakan suatu peristiwa

yang penuh diliputi teka-teki, siapa yang bisa memecahkan teka-teki ini?"

"Kemungkinan sekali Sin Si-poa bisa memberikan penjelasan, menurut apa yang aku lihat tadi, jelas kepandaian silat yang dimiliki situkang ramal ini tidak berada dibawah kepandaian dari si orang berbaju hitam itu, dan ia sengaja membiarkan dirinya kena dihantam. . ."

"Sengaja membiarkan dirinya kena dihantam? Sungguh lucu sekali, apa mungkin bisa terjadi peristiwa semacam ini?"

"Benar. . ."

"Lalu, apa sebabnya ia berbuat demikian?"

"Justeru inilah merupakan suatu persoalan yang susah dipecahkan."

"Mungkinkah Sin Si-poa mengetahui urusan yang menyangkut diriku?"

"Sedikitpun tidak salah, mungkin hanya dia seorang yang bisa memberikan jawaban atas pertanyaanmu, cuma sekarang ia sedang menderita luka dalam yang parah dan mungkin tak bisa berbicara lagi."

Sepasang mata Pek Thian Ki mendadak memancarkan serentetan sinar yang sangat tajam, "Nona Cu, aku merasa sangat berterima kasih sekali kepadamu, karena kau sudah memberitahukan banyak urusan kepadaku."

"Kemungkinan sekali kita adalah sama-sama orang yang tidak beruntung. . ." seru Cu Hoa menghela napas panjang. . . "Pek Siauw-hiap, pada suatu waktu dapatkah kau meng- ingat2 diriku?"

"Aku dapat meng-ingat2 dirimu. . . cuma. . .cuma aku tidak berani. . ." kata Pek Thian Ki dengan hati berdebar. "Selama hidup ini, Pek Thian Ki belum pernah mendapat rasa cinta dari orang lain. . .dan tidak berani mencintai seseorang." Nadanya amat sedih dan memilukan hati.

"Pek Siauw-hiap, kau salah besar, banyak orang mencintai dirimu. . . hanya saja mereka tidak mengucapkan secara terus terang kepadamu dan Cu Hoa adalah salah satu diantaranya, semoga saja kau suka mengingat baik-baik urusan ini," seru Cu Hoa kembali.

Habis berkata dengan mengempit tubuh Sin Si-poa, ia berlalu cepat2 dari sana. Pek Thian Ki jadi tertegun dibuatnya.

Dengan ter-mangu2 pemuda itu memandang bayangan punggung gadis itu lenyap dari pandangan, selama hidup baru pertama kali ia mendengar ucapan tersebut dan ia merasa hatinya rada tergetar. . . .

Perlahan-lahan ia mulai bergeser pergi dari sana. . .

Langkahnya limbung tak ada arah tujuan, ia tidak mengerti harus pergi kemana baiknya, benar, ia merasa penghidupannya seperti berada ditengah sebuah samudra yang sangat luas. . . .

Selama hidup Pek Thian Ki hanya penuh mengalami hal- hal yang tidak menguntungkan, sekarang satu-satunya hal yang harus segera dikerjakan adalah pergi menyewa rumah tersebut untuk kemudian menyelidiki asal-usul sendiri.

Benar, teka-teki ini sudah lama tersimpan didalam benaknya, ia harus menyelidiki jelas asal usulnya beserta apakah ia benar merupakan anak murid dari Sin Mo Kiam Khek.

Teringat akan persoalan ini, Pek Thian Ki segera putar badan dan berjalan menuju kearah Istana Perempuan. Siorang tua berbaju kuning yang berdiri didepan pintu sewaktu melihat munculnya Pek Thian Ki disana, air mukanya lantas berubah hebat, ia menunjukkan sikap ketakutan.

"Pek Kongcu, kau. . ."

"Aku ada urusan hendak mencari Cong-koan kalian!" "Baik. . . baik. . ."

Pek Thian Ki pun tidak berbicara banyak lagi, ia langsung melangkah masuk kedalam ruangan belakang. Belum jauh ia masuk, suara langkah manusia tiba-tiba memecahkan kesunyian, terdengar seseorang menegur dengan suara yang halus.

"Pek Kongcu, apa maksudmu mencari Cong-koan kami?"

Dengan sebat Pek Thian Ki menengok, dilihatnya sidara berbaju kuning itu dengan langkah lambat sedang berjalan mendekat.

"Aku punya urusan hendak menemui dirinya. . ." "Sekarang?"

"Sedikitpun tidak salah, sekarang juga." "Kalau begitu, mari ikutilah diriku."

Demikianlah kedua orang itu segera berjalan menuju keruang belakang, setibanya didepan sebuah ruangan yang tertutup tidak menanti sidara berbaju kuning itu mengetuk pintu lagi, ia langsung mendorong pintu dan mencelat masuk kedalam.

Sang pintu terpentang lebar-lebar diikuti munculnya Giok Mo Hoa sambil memandang kearah Pek Thian Ki dengan sinar mata penuh ketakutan.

"Pek Kongcu, kau. . ."

"Tidak salah, memang aku orang." "Apa maksudmu datang kemari?"

"Bagaimana dengan persoalan yang aku beritahukan kepadamu?"

"Kau hendak membawa pergi nona It Peng Hong?" "Sedikitpun tidak salah!"

"Dan hendak kau bawa pergi sekarang juga?" "Benar?"

"Tidak bisa jadi, selamanya Istana kami melarang orang membawa pergi perempuan yang ada disini."

Heee. . .heee. . .heee. . . Giok Mo Hoa, kau cari mati Haa?. . . teriak Pek Thian Ki sembari tertawa dingin.

"Bukannya aku mencari mati, tapi bila kau ingin membinasakan diriku, nah, silahkan turun tangan."

"Aku tidak ingin membunuh dirimu, tapi aku ingin kau suka menyerahkan nona It Peng Hong kepadaku."

"Sudah aku katakan bahwa urusan ini tak bisa dilaksanakan. "

"Bangsat, jadi kau cari mati. . . ." Pek Thian Ki membentak keras, tubuhnya dengan sebat meluncur kedepan, melancarkan suatu tubrukan. Pada saat pemuda itu menggerakkan badannya, Giok Mo Hoa pun mencelat kesamping seraya mengirim satu pukulan dahsyat kemuka. Tapi serangannya ini berhasil ditangkis oleh tangan kanan Pek Thian Ki, dan belum sempat Giok Mo Hoa melakukan sesuatu, tangan kiri pemuda tersebut sudah mencengkeram datang.

Bayangan manusia berkelebat lewat disusul dengusan berat bergema memenuhi angkasa, tampak tubuh Giok Mo Hoa sudah berhasil dicengkeram oleh Pek Thian Ki dengan menggunakan satu gerakan yang sangat cepat.

"Kau suka serahkan nona itu tidak?" teriak sang pemuda dengan wajah penuh diliputi napsu membunuh.

"Bila aku tidak suka memenuhi permintaanmu itu?" "Akan kubunuh dirimu terlebih dahulu, kemudian

kuhancurkan pula seluruh Istana Perempuan ini."

Dengan ketakutan Giok Mo Hoa merinding, ia percaya tindakan semacam ini dapat dilakukan oleh Pek Thian Ki, akhirnya ia tertawa sedih.

"A Mey! Bawa kemari nona It Peng Hong." jeritnya kemudian.

"Baik!" sahut sidara berbaju kuning itu dari luar pintu.

Setelah dara tersebut berlalu, Pek Thian Ki pun melepaskan cengkeramannya dari atas tubuh Giok Mo Hoa.

"Hmm! Aku masih mengira kau betul-betul tidak takut mati!" jengeknya sinis.

Tidak lama kemudian suara langkah kaki berkumandang datang memecahkan kesunyian, tampaklah It Peng Hong yang ditemuinya kemarin malam mengikuti dari belakang dara berbaju kuning itu berjalan mendekat. Melihat kejadian tersebut, Pek Thian Ki jadi melengak dibuatnya, diam-diam ia berpikir:

"Mungkinkah dia orang benar-benar adalah nona It Peng Hong?"

Setibanya dihadapan pemuda tersebut, sang nona menunjuk hormat dengan lagak lagu yang luwes. "Pek Kongcu, kau panggil diri siauw-li, entah ada urusan apa?"

Kali ini Pek Thian Ki yang dibuat melengak; "Kau. . ."

"Pek Kongcu, aku adalah It Peng Hong, apa yang sebenarnya kau kehendaki?"

"Ia hendak membawa kau pergi," sela Giok Mo Hoa dari samping.

"Aaaach. . .! Pek Kongcu, kau hendak membawa aku pergi kemana?"

Air mukanya memperlihatkan rasa terkejut bercampur penuh permohonan, hal ini membuat Pek Thian Ki merasakan jantungnya berdebar-debar keras.

"Soal ini rasanya kau tidak perlu tahu." sahutnya kemudian setelah berpikir beberapa waktu.

"Pek Kongcu, kau. . . kau tak bakal membinasakan diriku, bukan?"

Pek Thian Ki tertawa pahit, sudah tentu ia hendak membawa gadis ini untuk pergi menyewa rumah tersebut, dan kemungkinan besar kepergiannya kali ini bisa menghantarkan nyawa gadis ini ditangan sipemilik rumah tersebut. Tapi diluaran ia tetap mempertahankan ketenangannya. "Sudah tentu aku orang tak akan membinasakan seorang gadis secantik dirimu, apalagi diantara kita tidak terikat dendam sakit hati."

"Kalau begitu kau hendak membawa aku pergi kemana? Dan apa maksudmu membawa aku meninggalkan tempat ini."

"Soal ini kau tidak perlu tahu."

Dengan pandangan bergidik, gadis itu memandangi sang perjaka, alisnya melentik dan penuh diliputi perasaan curiga, ragu-ragu dan gelisah.

"Pek Kongcu, bagaimana kalau aku pergi membereskan sedikit pakaian?. . ." katanya kemudian.

"Hmmm! Apa perlunya pergi membereskan buntalan, kepergianmu kali ini mungkin untuk selamanya, tak akan balik lagi. . ." Berpikir sampai disitu, ia lantas menggeleng; "Aku rasa tidak perlu!"

"Kita berangkat dengan tangan kosong belaka?" "Benar!"

"Baiklah, Pek Kongcu. . ."

Demikianlah Pek Thian Ki dengan membawa serta It Peng Hong berjalan meninggalkan pintu besar Istana Perempuan menuju kearah depan, selama ini gadis tersebut berjalan lenggak lenggok dengan gaya yang sangat menggiurkan membuat setiap orang merasa terpesona dibuatnya.

"Nona It Peng Hong, pernahkah kau orang belajar ilmu silat?" tanya Pek Thian Ki ditengah jalan memecahkan kesunyian.

"Aku hanya pernah belajar beberapa jurus dari Cong- koan. . . Oooo! Pek Kongcu, tadi pagi setelah kau pergi, aku telah menemukan suatu peristiwa yang sangat menakutkan sekali."

"Urusan apa?"

"Dibawah ranjangku ternyata menggeletak sesosok mayat perempuan!"

"Apa?" Tak terasa lagi Pek Thian Ki menjerit tertahan dan ia segera menghentikan langkah kakinya, karena perkataan yang diucapkan oleh It Peng Hong ini benar2 berada diluar dugaan Pek Thian Ki.

"Aku katakan bahwa dibawah pembaringanku ada sesosok mayat perempuan, seorang perempuan yang amat cantik sekali, hampir2 saja aku jatuh semaput saking takutnya. . ." kata It Peng Hong ketakutan.

"Bukankah perempuan itu adalah It Peng Hong?"

Mendengar perkataan tersebut, nona It Peng Hong jadi melengak, "Pek Kongcu, kemana jantrungnya kau bicara? Bagaimana mungkin perempuan itu adalah diriku?"

Kali ini saking terperanjatnya, lama sekali Pek Thian Ki tak dapat mengucapkan sepatah katapun, karena It Peng Hong mengatakan bahwa dibawah pembaringannya tergeletak sesosok mayat perempuan, hal ini bukankah jelas mengatakan bahwa dia benar-benar adalah It Peng Hong?

Jikalau dia adalah seorang yang menyaru sebagai It Peng Hong maka tidak mungkin gadis ini suka memberitahukan persoalan ini kepada diri Pek Thian Ki.

Lama. . . lama sekali ia baru bertanya; "Sungguh2kah kau orang adalah It Peng Hong?"

"Sudah tentu benar, Pek Kongcu! Apakah kau menaruh curiga? Kemarin malam. . .Heeei. . . ." Suara helaan napasnya sangat menyedihkan hati. . . . Pek Thian Ki tidak ingin membicarakan persoalan itu lagi, karena ia tahu banyak bicara hanya menambah kepiluan hatinya saja, demikianlah mereka berdua kembali melanjutkan perjalanan menuju kearah Istana Harta dengan mulut membungkam.

Pek Thian Ki harus memperoleh seribu tahil uang emas dahulu untuk pergi menyewa rumah aneh tersebut, kepada It Peng Hong katanya;

"Nona It Peng, kau tunggulah sebentar disini, aku akan masuk sebentar, kemudian keluar."

Tidak menanti jawaban dari It Peng Hong lagi ia mencelat kearah Istana Harta dan langsung menerobos masuk kedalam ruangan. Silelaki berbaju perlente yang melihat munculnya Pek Thian Ki disana dengan rasa ketakutan segera menjerit;

"Aaaach! Pek Thian Ki.     "

Pek Thian Ki pun tidak menjawab pertanyaan pihak lawan, tubuhnya langsung meluncur masuk kedalam ruangan.

"Aaaaach! Pek Tayhiap, kau. . . ." teriak sang Ciang- kwee Lojin pula ketika melihat munculnya sang pemuda.

"Aku datang hendak mengambil seribu tahil emas murni, sisanya empat ribu untuk sementara aku titipkan dulu disini."

"Baik. . . baik. . ." Dengan cepat, sang Ciang-kwee mengeluarkan seribu tahil emas murni dan dibungkus jadi satu buntalan besar, lalu diserahkan kepada sang pemuda tersebut. Pek Thian Ki tidak banyak berbicara lagi, setelah menerima buntalan tersebut, ia segera berkelebat keluar dari Istana Harta.

Sekarang ketiga buah syarat untuk menyewa rumah aneh tersebut sudah terpenuhi semua, yaitu; Seribu tahil emas murni, Perempuan cantik serta arak Giok Hoa Lok.

Ia harus berusaha keras untuk pergi menyewa rumah aneh itu, karena kecuali berbuat demikian, pemuda she Pek ini tidak berhasil memperoleh cara lain untuk membuktikan apakah suhunya benar2 adalah Sin Mo Kiam Khek dan apakah beliau betul-betul mati didalam rumah aneh tersebut.

Sudah tentu ia pun harus menyelidiki sampai jelas siapakah majikan dari rumah aneh itu, karena inipun merupakan salah satu tujuannya.

Ketika Pek Thian Ki berlari keluar dari pintu besar Istana Harta, tampaklah nona It Peng Hong masih berdiri ditempat semula. Ketika melihat pemuda itu munculkan dirinya kembali, buru-buru tanyanya;

"Eeeei. . . kau sedang berbuat apa?" "Aaaach! Tidak ada apa-apa. "

"Lalu, apa isi buntalan tersebut?"

"Soal ini kau pun tidak perlu tahu, mari kita pergi!"

Diatas selembar pipinya yang cantik jelita terlintaslah suatu perasaan takut yang bukan alang kepalang, sinar matanya dengan mendelong memperhatikan pemuda tersebut, lama sekali. . .akhirnya ia ikut berlalu juga mengikuti dari belakang. "Pek Kongcu, boleh aku mengetahui sebenarnya kau hendak membawa aku pergi kemana?" tanya gadis itu tiba- tiba memecahkan kesunyian.

Mendengar suaranya sangat mengenaskan. Pek Thian Ki merasakan hatinya bergetar, ia tertawa pahit;

"Kita hendak pergi menyewa rumah!" "Kau hendak menyewa rumah untukku?" "Benar. . ." ia menyahut terpaksa.

Sudah tentu ia menyewa rumah tersebut bukan untuk diberikan kepada gadis itu, kemungkinan sekali setelah rumah itu disewa, maka selama hidup tak ada harapan lagi baginya untuk hidup. Dan Pek Thian Ki hendak menyerahkan nona It Peng Hong ini kepada Majikan rumah bagaikan sebuah benda, mati hidupnya ia tidak mau ikut ambil pusing memikirkan.

"Pek Kongcu, kau. . . sungguh baik sekali terhadap diriku. . ." gadis itu tersenyum kegirangan. . "Kau telah membawa aku keluar dari neraka, bahkan mau sewakan pula rumah untuk aku diami. . . heei. . ." Ia menghela napas dengan penuh rasa terharu. . . .

Mendadak. . . .

Seluruh tubuh Pek Thian Ki berkerut, lalu gemetar keras, wajahnya berubah pucat pasi bagaikan mayat, ia menjerit ngeri lantas roboh terjengkang keatas tanah. Penyakit sakit hatinya secara mendadak kambuh kembali.

"Pek Kongcu.     " jerit It Peng Hong ketakutan.

Saking sakitnya Pek Thian Ki berguling-guling diatas tanah, keringat dingin sebesar kacang kedele mengucur keluar tidak hentinya membasahi seluruh badan. "Pek Kongcu. . ." kembali It Peng Hong menjerit. Suara jeritannya ini penuh diliputi rasa khawatir. . . .

Bab 30

LAMA. . . LAMA sekali, penyakit sakit hati tersebut baru reda kembali, dengan badan lemas sedikitpun tak bertenaga, Pek Thian Ki rebah terlentang diatas tanah. Melihat kejadian itu, gadis tersebut dengan cepat menubruk keatas tubuh pemuda tersebut dan mendekapi badannya sambil berseru;

"Pek Kongcu, kenapa kau?"

Dari sepasang matanya mengucurkan air mata yang setetes demi setetes membasahi wajah Pek Thian Ki, lagaknya mirip seorang isteri setia yang mengkhawatirkan keselamatan suaminya.

Perasaan serta sikapnya ini benar-benar mengharukan, dan jelas muncul dari dasar lubuk hatinya, Melihat kejadian itu, Pek Thian Ki merasa sangat terharu.

"Penyakit   hatiku   mendadak   kambuh   kembali.       "

katanya lirih.

Gadis itu tampak terbelalak lebar-lebar, mulutnya me- longo2 tak bisa berbuat apa2, Lama sekali, mendadak sepertinya teringat akan sesuatu, dari dalam sakunya gadis itu mengeluarkan sebuah kotak kumala dan mengambil keluar dua lembar bahan obat, katanya;

"Pek Kongcu, dahulu ada seorang tetamu pernah menghadiahkan sebuah barang kepadaku, katanya bernama apa. . .eeeeh. . .Jinsom seribu tahun. . . .coba kau telanlah dulu!" Mendengar perkataan tersebut, Pek Thian Ki merasakan hatinya sangat kaget; "Apa? Aaaaa. . . apa kau kata?" teriaknya.

Hampir-hampir saja Pek Thian Ki tidak mempercayai telinga sendiri, Jinsom seribu tahun adalah sebuah bahan obat yang dirindukan oleh seluruh jagoan Bu-lim dikolong langit, bagaimana mungkin It Peng Hong bisa memiliki obat semujarab tersebut?

"Tempo dulu akupun pernah menderita penyakit sakit hati," kata It Peng Hong menjelaskan, "Lalu ada seorang tamu menghadiahkan barang tersebut kepadaku yang seluruhnya berjumlah duapuluh empat lembar, setelah aku telan sepuluh lembar, ternyata penyakit tersebut hilang lenyap sama sekali, coba kau telanlah obat ini."

Ia masukkan dua lembar jinsom tersebut kedalam mulut Pek Thian Ki. Jinsom itu merupakan semacam obat yang sangat mujarab sekali, setelah Pek Thian Ki menelan dua lembar, bukan saja penyakitnya sembuh bahkan semangat maupun ilmu silatnya sudah pulih kembali seperti sedia kala.

Dalam waktu singkat itulah, perasaan Pek Thian Ki bercampur aduk tidak karuan, dengan sinar mata penuh rasa terima kasih dipandangnya gadis tersebut tajam-tajam.

"Kau sudah sedikit baikan bukan?" tanya It Peng Hong dengan air mata masih mengucur keluar membasahi pipinya.

"Aku. . . aku sudah baikan, entah aku Pek Thian Ki harus berbuat bagaimana untuk menyatakan terima kasihku ini padamu."

"Pek Kongcu, kau bicara begitu bukankah sama saja memandang rendah diriku?" "Tidak, aku berbicara sesuai dengan isi hatiku?"

"Pek Kongcu, ada satu urusan tak bisa tidak harus kuberitahukan kepadamu, walaupun aku berada di Istana Perempuan, tapi aku hanya menjual muka, tidak menjual tubuh, aku percaya, tentu kau tahu bukan."

"Eeehmm! Aku tahu!"

"Aku telah menyerahkan kesucianku kepadamu.      kau

tahu bukan?" "Aku tahu!"

"Seorang gadis hanya dapat menyintai seorang lelaki yaitu sang pria yang telah merenggut keperawanannya, walaupun aku bukan seorang gadis baik-baik, tapi aku sudah menganggap kau adalah suamiku. "

Setiap perkataan yang diutarakan penuh disertai perasaan, hal ini membuat seorang lelaki yang berhati keraspun akan leleh dibuatnya.

Pek Thian Ki pun tergerak juga hatinya oleh kejadian ini, Mendadak ia peluk gadis tersebut, kemudian menciumnya dengan penuh napsu, ia hendak menggunakan seluruh cinta kasihnya untuk menyayangi gadis yang berada dihadapannya ini.

Cinta. . . suatu cinta yang suci bersih, benar-benar muncul dari lubuk hatinya pada detik ini. Dan ia telah menyerahkan seluruh kasih sayangnya kepada gadis tersebut. . . .ia mulai melupakan segala sesuatu. bahkan

lupa pula siapakah gadis itu.

Kena dipeluk oleh sang pemuda, gadis itupun memberikan reaksi yang cukup hangat pula; "Pek Kongcu .

. .selama hidup aku tidak pernah mendapatkan apa-apa. . .tapi detik ini, kau sudah memberikan kebutuhan bagi penghidupanku. . . .Pek Kongcu. "

Mungkin beberapa patah kata ini adalah kata-kata yang paling jujur, kata-kat yang paling murni tercetus keluar melalui bibirnya. Pemuda itu hanya menciumi terus gadis tersebut, banyak bicara baginya hanya membuang waktu belaka.

"Pek Kongcu. . . kau.   kau sungguh-sungguh mencintai

diriku?.   " tanya gadis itu lirih.

"Benar! Aku sangat mencintai dirimu, cintaku tak akan padam selama hidup. . . dan tak bakal kering bagaikan samudra. "

"Selama hidup, kau tak akan melupakan diriku?" "Benar. "

"Aaaaaach! Pek Kongcu. . ." Ia balas memeluk pemuda tersebut. . . . agaknya didalam hati gadis itu telah menemukan sesuatu dan secara tiba-tiba takut kehilangan dirinya, sehingga ia memeluk kekasihnya ini erat-erat. . . .

Mendadak. . . .

Serentetan suara tertawa dingin yang menggidikkan bergema memecahkan lamunan, seketika itu juga Pek Thian Ki serta It Peng Hong tersadar kembali dari impian yang indah.

"Ooooouw         sungguh suatu pertunjukan yang panas,

suatu pemandangan yang menggairahkan!" teriak orang itu lagi.

Buru-buru Pek Thian Ki mendororng It Peng Hong kesamping, lalu bangun berdiri, sinar matanya dengan tajam menyapu sekejap sekeliling tempat itu. Tampaklah kurang lebih tiga tombak dari mereka berada, berdiri seorang bayangan hitam.

"Siapa?" bentak Pek Thian Ki dingin. "Aku!"

"Kiang To?"

"Mungkin! Eeeeei orang she Pek, kau sungguh-sungguh hendak pergi menyewa rumah tersebut?"

"Benar!"

"Kau benar-benar seorang yang kejam, jikalau kau sudah mencintai dirinya, mengapa begitu tega untuk membinasakannya pula? Lebih baik kau jangan hantar dia orang menghadapi maut!" Begitu selesai berkata, orang itu kembali melayang pergi.

Pek Thian Ki segera tertawa dingin tiada hentinya, gumamnya; "Akan kulihat apakah aku orang benar-benar bisa mati. . ."

"Pek Kongcu, apakah dia adalah Kiang Kongcu?" tiba- tiba It Peng Hong bertanya.

Mendengar pertanyaan itu, mendadak sang perjaka ini teringat kembali akan satu persoalan. "Ooouw . . . aku ingin menanyakan suatu urusan kepadamu. . ."

"Silahkan kau utarakan!"

"Benarkah kau pernah berjumpa dengan Kiang To?" "Benar!"

"Kalau begitu. . ."

"Pek Kongcu, aku pernah berjumpa dengan orang itu, tapi diantara kami adalah suci bersih, ia cuma datang menjenguk diriku saja, dan tempo hari, aku sudah menipu dirimu. . ." Ia merandek sejenak, lalu sambungnya; "Itupun karena Cong-koan kami yang perintahkan aku untuk menjawab secara demikian."

Pek Thian Ki manggut. "Ehmmm! Marilah kita pergi!"

Mereka berjalan kedepan dan tidak sampai menjelang kentongan kedua, kedua orang itu telah tiba didalam hutan Touw tersebut. Mereka melanjutkan perjalanan memasuki hutan Touw dan rumah aneh berbentuk tengkorak itupun sudah muncul dihadapan mereka dari tempat kejauhan.

"Pek Kongcu, kita akan tinggal disini?" tanya It Peng Hong memecahkan kesunyian.

"Benar."

"Aaaaach. . . tempat ini sangat menakutkan sekali!"

Pek Thian Ki berpaling memandang kearah gadis itu, tampaklah diatas wajahnya yang cantik terlintas suatu perasaan ketakutan yang luar biasa, keadaannya sangat mengenaskan sekali.

Dalam beberapa saat itulah dari dalam hati Pek Thian Ki muncul perasaan iba hati, ia tak dapat serahkan It Peng Hong yang demikian cantik dan setianya ini kepada majikan rumah tersebut. Selama hidup ia tidak pernah mencintai seseorang, kecuali It Peng Hong ini.

"Pek Kongcu, sungguh menakutkan sekali rumah itu," kembali gadis tersebut berseru.

"Tapi, kita harus menyewa rumah itu, kita akan mendiami rumah tersebut. . ."

"Apa? Kita akan menyewa rumah itu?" "Benar!" Mendadak gadis itu tertawa. "Dapat bersama-sama dirimu, aku tak akan takut!"

Senyumannya begitu manis, begitu menarik. . .ia demikian polos dan mempesonakan, hal ini membuat Pek Thian Ki mulai ragu-ragu, Antara cinta dan tujuan bertempur satu sama lainnya didalam hati.

Jikalau ia dapat menyerahkan ketiga buah syarat ini, maka ia bisa menyewa rumah tersebut dan dapat pula menyelidiki siapakah majikan dari rumah aneh tersebut. Tapi, benarkah tindakannya karena ingin mengetahui rahasia rumah ia harus korbankan kekasihnya untuk memuaskan napsu majikan rumah itu?

Tidak! Hal ini tidak mungkin.

Akhirnya pemuda itu gertak giginya kencang-kencang. "Nona It Peng Hong, kau pergilah!" ujarnya kemudian.

"Aaaaa. . . apa. . .apa kau kata?" teriak gadis itu melengak.

Hatinya bergolak keras membuat suaranya serak dan kasar menyeramkan, dengan perasaan ketakutan It Peng Hong mundur selangkah kebelakang.

"Heeeei. . .! Nona It Peng Hong, pergilah! Dan tidak usah bertanya apa sebabnya!" kembali Pek Thian Ki berseru seraya menghela napas panjang.

"Tidak, Pek Kongcu, aku ingin tahu apa sebabnya kau suruh aku pergi. Pek Kongcu, beritahukanlah kepadaku.

. . ."

"Aku ingin menyewa rumah ini, karena kau ingin mengetahui suatu urusan," bentak Pek Thian Ki keras. "Majikan rumah tersebut mengajukan tiga buah syarat yang harus aku penuhi dan salah satu diantaranya adalah menginginkan dirimu, Sekarang aku merasa tidak tega untuk menyerahkan kau orang kepadanya, karena kemungkinan sekali ia bisa mencabut nyawamu, sekarang kau sudah tahu, bukan?" Dengan hati penuh rasa haru ia mendongak, tambahnya; "Maka dari itu, kau pergilah, aku tidak tega melihat kau mati karena aku, Kau pergilah. . .dan jangan menggubris diriku lagi."

Dengan perasan ketakutan gadis itu memandang sang perjaka dengan mata mendelong. Sepertinya dalam beberapa waktu ini, ia masih belum mengerti maksud yang sebenarnya dari Pek Thian Ki, padahal yang benar ia sudah mengerti maksudnya dan memahami pula perasaan hati pemuda tersebut.

"Kau. . . kau sungguh-sungguh menyuruh aku pergi?" tanyanya sedih.

"Benar!"

"Lalu dengan cara apa kau hendak mencari perempuan lain?"

"Aku bisa mencari cara lain."

"Pek Kongcu, jikalau kau betul-betul mencintai diriku, akupun rela pergi melakukan suatu pekerjaan untukmu, ada pepatah mengatakan bahwa isteri berkorban untuk suaminya adalah suatu pekerjaan yang mulia, Akupun merasa rela untuk berkorban demi suksesnya tujuanmu." Beberapa patah perkataan ini benar-benar menghantam lubuk hati Pek Thian Ki, membuat ia jadi meringis dan tertawa getir.

"Tidak, kau pergilah!"

"Pek Kongcu, apa yang aku ucapkan adalah sungguh- sungguh, asalkan kau suka, akupun rela." "Tidak. . . aku tidak suka melihat kau berkorban karena diriku. . . Kau pergilah. . . apakah kau tidak mendengar bahwa aku perintahkan kau pergi dari sini?" Suara pemuda tersebut makin lama semakin keras, dan akhirnya menjadi suara bentakan.

Dengan sedih gadis itu menunduk rendah-rendah, katanya lirih; "Selama hidup aku bisa meng-ingat2 terus cinta suci dari kau Pek Kongcu, baiklah! Jikalau kau suruh aku pergi, akupun mohon diri sampai disini. . ."

Perlahan-lahan ia putar badan dan berlalu dengan kepala tertunduk rendah-rendah, jelas kelihatan gadis itu merasa hatinya sangat pilu.

Lama sekali Pek Thian Ki berdiri termangu-mangu ditempat semula, menanti bayangan punggung gadis itu lenyap dari pandangan, ia baru menghela napas panjang.

Ketika It Peng Hong lenyap dibalik pepohonan yang lebat itulah mendadak sesosok bayangan hitam berkelebat keluar dari tempat persembunyiannya menghadang perjalanan gadis tersebut.

Dengan cepat It Peng Hong menghentikan langkahnya; "Siapa?" bentaknya dingin.

"Lapor Tongcu, tecu adanya!" "Ehmmmm!. . ."

"Lapor Tongcu, dari Cong-koan ada perintah menanyakan apakah orang she Pek itu benar-benar Kiang To atau bukan?"

"Kau boleh balas memberi laporan, katakan saja Pek Thian Ki benar-benar adalah Kiang To atau bukan, sampai saat ini masih belum dapat dipastikan," kata It Peng Hong dingin, "Jika ia benar-benar adalah Kiang To, aku bisa turun tangan sendiri untuk membinasakan dirinya,"

"Baik, Tongcu!"

"Kalau begitu, kau pergilah!"

"Baik, Tongcu!" Bayangan hitam itu berkelebat lewat, dan dalam beberapa kali loncatan, ia sudah lenyap dari pandangan.

Sedangkan It Peng Hong tetap berdiri termangu-mangu ditempat semula. . . .

Sudah tentu ia bukan It Peng Hong yang asli, melainkan seseorang yang menyaru sebagai nona It Peng Hong.

Lalu siapakah orang itu?

Ketika itu. . . .Dengan termangu-mangu Pek Thian Ki berdiri didepan rumah aneh tersebut, ia sudah lepaskan salah satu syaratnya untuk menyewa rumah itu, dan kini kecuali berhasil memperoleh seorang gadis lagi, kalau tidak jangan harap bisa menyewa rumah itu lagi.

Mendadak. . . Agaknya ia teringat akan sesuatu, tubuhnya dengan cepat berkelebat kearah mana lenyapnya bayangan It Peng Hong tadi, Tapi belum sampai ia berlari beberapa tombak kembali ada sesososk bayangan manusia berkelebat keluar menghadang jalan perginya.

Buru-buru sang pemuda she Pek ini menghentikan langkahnya seraya menyilangkan tangan didepan dada siap menghadapi sesuatu.

"Pek Thian Ki, berhenti!" bentak bayangan tersebut dengan suara yang amat dingin.

Sinar mata Pek Thian Ki berkilat, ia menemukan orang itu bukan lain adalah Suma Hun yang telah ditemuinya beberapa kali. "Ooooouw. . . kau?" teriaknya tak tertahan.

"Sedikitpun tidak salah, memang aku, Pek Thian Ki apa maksudmu datang kemari?"

"Pergi menyewa rumah tersebut."

"Orang she Pek, lebih baik cepat-cepatlah kau orang meninggalkan tempat ini." seru gadis she Suma ini tiba-tiba.

"Mengapa?"

"Terus terang kuberitahukan kepadamu, tempat ini bukan suatu tempat yang baik, kau anggap nona It Peng Hong yang kau bawa datang itu adalah nona It Peng Hong yang asli?"

"Apakah dia adalah It Peng Hong palsu?" teriak sang pemuda dengan hati bergidik.

"Sedikitpun tidak salah! Nona It Peng Hong yang asli sekarang masih berada di Istana Perempuan, urusan ini sudah aku selidiki sangat jelas sekali, hanya saja siapakah perempuan yang menyaru sebagai nona It Peng Hong, aku sendiripun tidak tahu, sekalipun begitu, aku bisa beritahu satu hal lagi kepadamu, Kemarin malam gadis yang memuaskan napsumu bukan It Peng Hong yang asli, nona It Peng Hong yang sebenarnya telah dikuasai dan disembunyikan dibawah kolong ranjang, sewaktu kau keluar dari Istana Perempuan untuk mencari Sin Si-poa, ia telah bicara langsung dengan diri Giok Mo Hoa, bahwa ia akan mewakili It Peng Hong untuk pergi ber-sama2 dirimu, sudah tentu Giok Mo Hoa menerima tawaran ini dengan segala senang hati."

"Apa sungguh2kah perkataanmu ini?" tanya Pek Thian Ki terperanjat. "Sedikitpun tidak salah, bahkan aku tahu pula, bahwa orang yang menyaru sebagai It Peng Hong menaruh maksud tidak baik terhadap dirimu!"

Dari sepasang matanya, Pek Thian Ki memancarkan cahaya berkilat, selama hidup belum pernah ia tertipu macam begini, ternyata It Peng Hong adalah palsu dan ia masih belum merasa jikalau ia sedang ditipu.

Lalu siapakah It Peng Hong? Tak terasa pemuda ini teringat kembali akan diri Tong Ling.

"Heeeee. . .heeee. . .heeee. . .urusan ini bisa aku selidiki sampai jelas. . " teriak sang pemuda kembali sambil tertawa dingin. "Jikalau ia sedang menipu diriku, maka aku Pek Thian Ki tak akan mengampuni dirinya."

"Sekarang marilah kita pergi dari sini!" "Tidak!"

"Kau sungguh-sungguh hendak menyewa rumah tersebut?"

"Sedikitpun tidak salah!"

"Tapi kau masih kekurangan sebuah syarat!" "Aku bisa pergi menemukannya."

Diatas wajah Suma Hun tiba-tiba terlintas suatu perasaan kebulatan tekadnya. "Pek Thian Ki, tahukah kau siapakah aku sebenarnya?"

"Tidak tahu."

"Pek Thian Ki, bagaimana kalau aku menemanimu pergi menyewa rumah tersebut, jikalau kau sungguh2 hendak pergi menyewanya. . ."

"Aku sudah pastikan diri untuk menyewa rumah ini.     " "Sekalipun mati juga tidak menyesal?" "Sedikitpun tidak salah!"

"Kalau begitu, bagaimana kalau aku akan memenuhi kekurangan syaratmu yang ketiga itu? Jikalau kita bisa lolos dari sana dalam keadaan hidup, maka akan keberitahukan kepadamu, siapakah sebenarnya diriku, bagaimana?"

Mendengar perkataan tersebut, timbullah rasa terima kasih dihati pemuda itu. "Bukankah kau membenci diriku?" serunya tanpa terasa.

"Dahulu memang begitu. . ."

"Lalu mengapa kau suka membantu diriku?"

"Karena akun tahu urusan ini sangat penting bagi dirimu."

"Aku bisa berterima kasih kepadanu. . . selama hidup aku bisa berterima kasih kepadamu. . ." seru Pek Thian Ki berulang kali.

"Kalau begitu, mari kita pergi!"

Munculnya Suma Hun secara mendadak serta kerelaannya untuk membantu Pek Thian Ki pergi menyewa rumah benar-benar jauh berada diluar dugaan pemuda tersebut. Hingga saat ini pemuda she Pek ini pun masih belum mengetahui asal-usul yang sebenarnya dari Suma Hun, tapi agaknya saat ini, tidak penting lagi baginya untuk memikirkan persoalan tersebut, yang terutama saat ini adalah berusaha untuk menyewa rumah tersebut.

Tubuhnya dengan cepat berkelebat kearah rumah aneh tadi, sekalipun hatinya kebat-kebit tapi ia berusaha untuk menenangkan diri. Sebentar kemudian mereka berdua sudah tiba didepan pintu bangunan rumah itu.

Ketika itulah tiba-tiba. . . . Dari sisi sebelah kiri laksana sambaran kilat muncul pula dua sosok bayangan manusia yang langsung meluncur kedepan pintu bangunan, orang itu adalah seorang kakek tua berbaju hijau serta seorang gadis cantik.

Pek Thian Ki jadi melengak dibuatnya. Suma Hun pun berdiri tertegun oleh munculnya kejadian tersebut. Lama sekali Pek Thian Ki baru mengalihkan sinar matanya keatas tubuh siorang tua berbaju hijau itu.

"Tolong tanya apa maksud Loocianpwee datang kemari?" tegurnya.

"Menyewa rumah!"

"Apa?" Saking kagetnya pemuda itu tersentak kebelakang. "Kaupun datang kemari hendak menyewa rumah?"

"Sedikitpun tidak salah, dan apa pula maksudmu?" "Akupun datang kemari hendak menyewa rumah!" "Aaaaah. ! Kaupun hendak menyewa rumah?"

"Sedikitpun tidak salah! Bahkan aku harus berhasil menyewa rumah ini."

"Siapakah kau?"

"Pek Thian Ki! Dan siapa pula dirimu?"

"Thian Mo Kiam Khek (si Jagoan Pedang Iblis Langit), adik dari To Liong Kiam Khek, saudara tak ada sangkut- pautnya dengan urusan ini, apa gunanya datang kemari untuk menyewa rumah ini?"

"Bagaimana kau bisa tahu kalau aku tak ada urusan atau sangkut-paut dengan urusan ini?"

"Apa mungkin kau punya sanak keluarga yang menemui ajalnya didalam rumah ini?" "Sukar untuk dibicarakan dan rasanya saudara tak berhak untuk menyelidiki rahasiaku sampai jelas!"

Air muka Thian Mo Kiam Khek, langsung saja berubah hebat; "Aku sudah pastikan diri untuk menyewa rumah ini!" teriaknya keras.

"Cayhepun punya jalan pikiran yang sama!" teriak sang pemuda pula tidak mau kalah.

Secara mendadak ditempat itu muncul pula seseorang yang hendak menyewa rumah dalam waktu yang bersamaan, sudah tentu Pek Thian Ki tak bakal suka mengalah dengan begitu saja, dan rasanya pihak lawanpun sama halnya dengan apa yang ia pikirkan.

Jelas suatu pertarungan sengit ta dapat dihindarkan lagi untuk menentukan siapakah yang lebih berhak untuk menyewa rumah tersebut terlebih dahulu.

"Menurut pendapatmu, apa yang harus kita lakukan?" seru Thian Mo Kiam Khek kembali.

"Lebih baik kau orang cepat2 mengundurkan diri dan enyah dari sini!"

"Jika aku membangkang?"

"Heeee. . . heeee. . . heee. . . jika aku sudah mengatakan kau harus mundur, maka kau orang harus menurut, sudah dengar belum?. . ." teriak pemuda she Pek ketus.

"Ooooouw. . . sungguh besar lagakmu!"

"Bukannya aku suka bicara ngibul, tapi ini kenyatan." "Baik. . . . baiklah, lebih baik kita melangsungkan suatu

pertarungan dan siapakah yang keluar sebagai pemenang diantara kita, dialah yang berhak untuk menyewa rumah ini." "Bagus sekali usulmu ini."

Begitu Pek Thian Ki mengutarakan persetujuannya, Thian Mo Kiam Khek dengan cepat menubruk datang disertai pedangnya dicabut keluar dari dalam sarung.

"Mari. . . .mari. . .kau boleh coba dulu bagaimanakah rasa pedasnya pedangku. . ." ejek Pek Thian Ki sinis.

Belum habis ia berkata, pedang Ciang Liong Kiam-nya sudah dicabut keluar, dan suatu pertarungan sengit yang menentukan mati hidup pun secara mendadak akan berlangsung didepan mata.

"Saudara, silahkan kau orang turun tangan terlebih dahulu," bentak Thian Mo Kiam Khek ketus.

"Lebih baik kau saja yang duluan!"

Baru saja Pek Thian Ki menyelesaikan kata2nya, terlihatlah serentetan cahaya tajam laksana kilat sudah menyambar kearah pemuda tersebut, Kiranya menggunakan kesempatan baik itu Thian Mo Kiam Khek sudah melakukan pembokongan.

Ditengah merentetnya cahaya pedang, Pek Thian Ki pun menyabetkan pedangnya kedepan menghalau datangnya serangan lawan.

"Traaaaaaang. . . .! Masing-masing pedang saling bentrok diatas udara menimbulkan percikan bunga api, serangan Thian Mo Kiam Khek kena tercukil lewat oleh serangan pemuda she Pek itu.

Setelah berhasil menghalau datangnya serangan Thian Mo Kiam Khek, Pek Thian Ki tidak ambil diam sampai disitu saja, tangan kanannya digetarkan berturut-turut dengan menggunakan tiga macam serangan yang berbeda menggencet pihak lawan. Sekonyong-konyong. . . .

Ketika Pek Thian Ki mengirim serangan mematikan itulah, serentetan suara bentakan yang amat dingin bergema datang;

"Tahan!!"

Suara bentakan ini datangnya sangat mendadak lagipula bernada dingin menyeramkan, tanpa terasa Pek Thian Ki serta Thian Mo Kiam Khek sama-sama menarik kembali badannya dan mundur kebelakang.

Ketika ditengok, dilihatnya didepan pintu rumah aneh yang terbuka lebar-lebar berdiri sesosok bayangan hitam munculkan dirinya disana. Karena jaraknya sangat jauh ditambah pula suasana didalam rumah aneh itu gelap gulita, maka Pek Thian Ki tak berhasil melihat jelas bagaimanakah raut mukanya. Tapi, yang jelas, orang itu

pasti adalah si Majikan rumah aneh tersebut.

"Kau orangkah si Majikan rumah aneh ini?" tegur Thian Mo Kiam Khek setengah membentak.

"Sedikitpun tidak salah, kalian berdua apakah sama- sama ingin menyewa runah ini?"

"Dugaanmu tidak meleset!"

-0odwo0-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar