Misteri Rumah Berdarah Jilid 03

Jilid 03

Bab 7 Kiang Swie Tau Tau ?

DIDALAM DUNIA Kangouw Tong It san memiliki julukan sebagai setan tangan berdarah yang terkenal akan keganasan serta ketelengasannya. Sudah tentu setiap serangan yang dilacarkan sangat kejam dan tidak berprikemanusiaan.

Begitu Tong It san turun tangan dasyat, orang-orang lain yang hadir disamping kalangan tak terasa lagi pada ikut merasa kuatir buat keselamatan Pek Thian Kie.

“Oooooo… kau ingin cari mati?” bentaknya

Bersamaan dengan itu pula sepasang telapak tangannya perlahan-lahan didorong kedepan menyambut datangnya serangan musuh, serangnnya ini dilancarkan sangat biasa dan sama sekali tiada keistimewaannya.

Tampak bayangan manusia saling berkelebat menyilaukan mata, ditengah suara bentrokan yang amat keras tubuh si Hiat Kui So kontan kena terdesak mundur puluhan tindak kearah belakang …..

“Siapakah kau ….. bangsat cilik?” tak kuasa lagi si Hiat Kui So berseru dengan nada gemetar.

“Heeeee……….heeeee…………heeeee…        Bukankah

sewaktu aku masuk kemari sudah kuberitahutentangku kepada kalian? Hei Bangsat tua berhati-hatilah, sekarang adalah giliranku yang akan kasih sedikit hajaran buat dirimu?” Telapak tangan kirinya segera diayunkan kedepan mengirim sebuah babatan tajam.

Kali ini si Hiat Kui So benar-benar merasa terperanjat, tangan kanannya buru-buru disilangkan didepan dada menangkis datangnya serangan tersebut.

Tetapi sewaktu tangan kanannya diangkat diatas dada dua kali suara tabokan nyaring sudah bersarang diatas pipinya.

Sambil menjerit keras, Hiat Kui So mundur kebelakang dengan terhuyung-huyung pipinya sembab membengkak, sedang dari ujung bibirnya mengucur darah segar.

Kecepatan gerak dari pemuda ini benar-benar sangat mengerikan, walaupun disamping kalangan hadir berpuluh- puluh orang jagoan lihay tetap tak seorangpun diantara mereka yang berhasil melihat dengan jelas secara bagaimana pemuda tersebut memerseni beberapa tabokan kepada pihak musuhnya.

Tak kuasa lagi bulu kuduk mereka pada berdiri, mereka merasakan hatinya berdesir, tak disangka badan yang kurus tinggal tulang bay-kut saja ternyata bisa memiliki kepandaian ilmu silat yang begitu lihay.

Hal ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang sama sekali tak terpikirkan oleh mereka.

“Heeeee……….heeeee…………heeeee…….. jika kau masih tidak tahu baik buruknya, jangan salahkan aku akan turun tangan lebih kejam.” Bentak Pek Thian Kie dingin.

Tong It san sebagai Congkoan “Istana Harta” kedudukannya sangat tinggi, dan terhormat, boleh dikata didalam dunia kangouw sudah mempunyai nama yang sangat harum pula. Siapa sangka dihadapan jagoan Bu-lim yang begitu banyak ternyata ia kena diperseni beberapa tempelengan oleh seorang pemuda yang kurus kering, hal ini benar-benr merupakan suatu kejadian yang sangat memalukan.

Hatinya benar-benar merasa malu bercampur gusar, penghinaan ini dianggap jauh lebih kejam daripada badannya ditusuk beberapa kali dengan menggunakan golok tajam.

Ia meraung keras, tubuhnya bagaikan harimau lapar kembali menubruk kearah pemuda tersebut, tampaklah sepasang telpak tangannya yang sudah berubah jadi merah darah dipentangkan lebar-lebar.

Dan hanya didalam sekejap mata saja ia sudah mengirim tiga jurus serangan sekaligus.

“Kau cari mati …….” Teriak Pek Thian Kie gusar.

Tubuhnya segera berkelebat menghindarkan diri dari datangnya serangan dasyat pihak lawan, mendadak iapun membentak keras, diantra berkelebatnya cahaya tajam, tahu-tahu ia sudah mengirim pula sebuah pukuln dasyat, bagaikan ambruknya gunung thay-san ia balas menggencet lawan.

Kecepatan gerak tubuhnya benar-benar luar biasa, mengiringi menyambarnya angin pukulan kedepan suara jeritan ngeripun berkumandang memenuhi angkasa.

Tubuh Hiat Kui So terpental sejauh dua kaki lebih roboh keatas tanah dengan memuntahkan darah segar.

Peristiwa ini hanya terjadi dalam waktu amat singkat, kepandaian ilmu silat dari Pek Thian Kie yang amat lihay ini seketika itu juga membuat lima, enam puluh orang jagoan yang hadir ditengah kalangan pada mersakan kakinya bergidik. “Bangsat cilik, biarlah aku adu jiwa dengan dirimu,” teriak Ciang-kwee lojin gusar.

Tampak bayangan manusia berkelebat dengan cepat iapun sudah menubruk keatas tubuh Pek Thian Kie, telapak tangannya bersama-sama digerakkan mengirim beberapa serangn dasyat menghajar musuhnya.

“Kau juga ingin cari mati?” bentak pemuda itu gusar, badannya buru-buru berkelit kesamping.

Suara bentakannya ini ternyata membawa suatu kekuatan yang amat besar, tak terasa lagi tubuh Ciang-kwee lojin itu kena tertahan oleh suara bentakan tersebut.

“Hei Ciang-kwee ! Lebih baik kau orang tahu diri,” bentak Pek Thian Kie dingin.

“Jika aku ingin membinasakan dirimu, cukup didalam tiga jurus saja aku sudah bisa melaksanakannya, kau percaya tidak ?. ”

Perkataan ini memang ada buktinya, orang-orang yang hadir ditengah kalangan rata-rata sudah pada percaya akan perkataannya ini.

Dengan perasaan ketakutan Ciang-kwee lojin buru-buru mengundurkan diri kebelakang, ia mengerti jikalau diharuskan mengikuti hawa nafsu untuk mencari gara-gara, maka sekalipun tidak mau, iapun menderita luka parah.

Hiat Kui o adalah suatu contoh yang sangat nyata dan tak terbantah !

Pek Thian kie pun tak menggubris si orang tua itu lagi, tubuhny dengan cepat mencelat ketengah udara, lalu melayng kehadapan Cu Tong Hoa.

“Kau suka bicara tidak?” bentaknya dingin “Apa yang harus aku ktakan?” “Siapakah kau?”

“Heeeee……….heeeee…… aku tidak sampai membocorkan siapakah kau sebenarnya, bukankah sudah cukup …..” dengus Cu Tong Hoa dingin

Sepasang mata Pek Thian Kie melotot lebar-lebar, nafsu membunuh mulai terlintas diatas wajahnya.

“Kau suka bicra tidak?” bentaknya lagi dengan amat kasar.

Air muka Cu Tong Hoa kontan saja berubah hebat. “Kiang To! Orang lain tak akan mengenali dirimu, tetapi

aku mengetahui jelas akan dirimu….!

Belum habis perkataan dari Cu Tong Hoa ini diucapkan keluar, diantara para jago-jago Bu-lim sudah timbul kegaduhan, bahkan ada berpuluh-puluh orang yang sudah berteriak-teriak keras.

“Aaaakh …… diakah Kiang To?”

“Sedikitpun tidak salah, ornag yang sedang kalian cari bukan lain adalah dirinya ..” sambung Cu Tong Hoa dengan cepat.

“Kentutmu!”

“Eeeei…..bagaimana? kau masih tidak berani mengakui.”

“Mengaku, kaulah yang bernama Kiang To!” “Kentut anjingmu!”

“Tidak salah, dia orang adalah Kiang Tp…..” suasana gaduh kembali menyerang seluruh kalangan.

“ ………….. kalau bukan dia, siap lagi yang memilki kepandaian silat yang selihay itu…?” “……..Benar, benar …….. seratus persen dia adalah Kiang To ……”

“………”

Berpuluh-puluh orang jagoan Bu-lim yang hadir mulai gaduh, suasana berubah jadi amat ramai dan diliputi rasa ketegangan.

Perlahan-lahan diatas paras muka Pek Thian Kie terlihat hawa nafsu membunuh yang semakin tebal, ia merasa “Kiang To” yang ada dihadapannya atau dengan nama lain Cu Tong Hoa benar-benar bersifat kejam dan cukup telengas.

Demi keuntungan diri sendiri, ternyata dengan tiada sayangnya ia sudah menuduh dirinyalah orang yang bernama Kiang To.

………. Sudah tentu, pihak lawan adalah seorang manusia ganas yang sudah terlalu banyak melakukan perbuatan jahat, kalau tidak, bagaimana bisa memancing datangnya begitu banyak jago-jago lihay Bu-lim untuk melakukan pengejaran ?

Sekarang, bagaimanapun ia tak bisa menggubris peristiwa ini lagi!

“Heeeee……….heeeee…………heeeee… tindakan

saudara ini boleh dikatakan sama dengan siapa turun tangan terlebih dahulu dialah yang lebih kuat,” bentak Pek Thian Kie dingin. “Cuma …… kau berhasil menipu orang lain, tetapi tak bakal bisa menipu diriku, kaulah yang bernama Kiang To!”

“Kentut!”

Kata-kata makian ini ganti Cu Tong Hoa yang menghadiahkan kepada diri Pek Thian Kie. “Bagaimana? Apa kau tidak berani mengaku?”

Suara bentakan serta nada ucapannya sama sekali mirip satu sama lainnya, hal ini seketika itu juga membuat berpuluh-puluh orang jagoan Bu-lim yang hadir disana jadi kebingungan dibuatnya.

“Haaa……….haaa…………haaa……..bagus sekali, bagus sekali, sebuah jurus serangan yang amat lihay ……!” teriak CU Tong Hoa sambil tertawa terbahak-bahak dengan amat seram.

“Kaulah yang sudah mengeluarkan sebuah jurus serangan yang amat lihay!”

“Heeeee……….heeeee…………heeeee…          Kawan!”

seru si pengemis muda ini kembali dengan nada dingin. “Hubungan kita sama dengan air sumur tidak melanggar air sungai, kau melakukan perjalanan Yang Kwan To mu, sedang aku lewat jembtan To Bok Kiauw ku, buat apa kita harus saling cakar mencakar? Heeeee……….heeeee………apa kau anggap aku sudah takut padamu ?”

“Jadi kau sudah mengakui kaulah yang bernama Kiang To?”

“Apa maksud dari perkataan saudara ini?”

“Aku ingin mengetahu apakah kau adalah manusia yang bernama Kiang To ”

“Kentut! Kenapa kau begitu ngotot mengatakan aku adalah Kiang To ….? Saudara tidak usah banyak bicara lagi, kau bisa memiliki kepandaian ilmu silat yang demikian lihaynya jelas kaulah yang bernama Kiang To, dan hal ini sudah disaksikan oleh banyak orang ”  “……..Tidak salah, kecuali dia tidak seorangpun yang bisa memilki kepandaian silat yang selihay itu …..” kembali ada orang yang berteriak.

“ bangsat cilik ini benar-benar cukup ganas.”

Dari antara gerombolan jago-jago lihay Bu-lim sekali lagi terjadi kegaduhan, suasana semakin meruncing.

“Aku ingin mengetahui apakah kau adalah manusia yang bernama Kiang To ”

“Kentut! Kenapa kau begitu ngotot mengatakan aku adalah kiang To …..? saudara tidak usah banyak bertanya lagi, kau bisa memiliki kepandaian ilmu silat yang demikian lihaynya jelaslah kaulah yang bernama Kiang To dan hal ini sudah disaksikan oleh banyak orang ”

“…….. Tidak salah, kecuali dia tidak seorangpun yang bisa memiliki kepandaian ilmu silat yang selihay itu ……” kembali ada orang yang berteriak.

Diantara gerombolan jago-jago bu-lim sekali lagi terdapat kegaduhan, suasana semakin meruncing.

Pek Thian Kie melihat kejadian ini saking kekinya tak sanggup untuk mengucapkan sepatah kaatapun, ia sama sekali tidak menyangka kalau orang lain bisa mencap dirinya sebagai manusia yang bernama Kiang To ….”

Bagaimana sikap serta tindak tanduk Kiang To sebenarnya terhadap orang lain ? Jikalau urusan ini benar- benar sampai terjatuh keatas tubuhnya, bukankah getah ini bakal ia telan dengan hati mendongkol ?

“Kawan!” serunya kemudian. “Jika kau tidak suka mengaku, maka aku orang akan paksa kau untuk mengaku

!” “Hmm ! Orang she Kiang, kini kau sudah merusak urusanku, akupun tidak akan mengampuni dirimu ……” bentak Cu Tong Hoa pula dengan dingin.

“Kau cari mati …..!”

Belum hbis perkataan diucapkan keluar bagaikan sambaran kilat Pek Thian Kie sudah berkelebat menubruk kearah Cu Tong Hoa diiringi sebuah pukulan yang amat dasyat.

Serangan yang dilancarkan Pek Thian Kie ini benar- benar lihay, sehingga ruangan seluas beberapa kaki itu dengan cepat terbungkus didalam derunya angina pukulan.

Buru-buru Cu Tong Hoa meloncat ketengah udara menghindarkan diri dari datangnya serangan tersebut, tetapi belum sempat ia balas melancarkan serangan, Pek Thian KIe kembali mengirim serangannya yang kedua.

Serangan tersebut dilancarkan dengan begitu mantap dan hebatnya, hal ini membuat Cu Tong Hoa tidak berani betrayal ditengah suara bentakan yang keras iapun mengirim satu pukulan menerima serangan musuhnya.

“Bunuh bangsat cilik ini !” diantara gerombolan jago- jago bu-lim kedengaran ada yang berteriak.

Teriakannya ini ternyata segera memancing gusar dari berpuluh-puluh orang lainnya.

Dasar memang tujuan kedatangan mereka kesana adalah hendak mencari Kiang To, kini setelah mendapatkan hasutan yang panas itu mereka tak bisa menahan diri lagi.

Tampak bayangan manusia berkelebat memenuhi angkasa, berpuluh-puluh orang bersama-sama meluncur kearah Pek Thian Kie dengan kecepatan penuh. Angina pukulan datang menderu-deru bagaikan ambruknya gunung thay-san serta tumpahnya samudera, hal ini membuat pemuda tersebut benar-benar amat terperanjat.

Pek Thian Kie sama sekali tidak menyangka kalau peristiwa ini bisa berubah ja begitu, segera ia membentak keras, sepasang telapak tangannya dengan disertai tenaga Iweekang yang hebat bersama-sama didorong kedepan.

Kontan saja berpuluh-puluh orang jagoan Bu-lim ini kena terdesak mundur sejauh lima, enam langkah kearah belakang.

Tetapi keadaan dari orang-orang itu sudah seperti orang- orang gila saja, begitu terdesak mundur dengan nekad kembali mereka menerjang maju kedepan.

Menggunakan kesempatan waktu para jago Bu-lim menubruk kearah Pek Thian Kie itullah, dengan gesit dan sebat Cu Tong Hoa mencelat dari tengah kalangan langsung melayang kearah ruangan Cong-tong dari Istana Harta tersebut.

“Kau hendak lari kemana?” bentak Pek Thian Kie gusar.

Tubuhnyapun ikut mencelat ketengah udara lalu melayang kearah mana Cu Tong Hoa melenyapkan diri.

Siapa sangka sewaktu badannya mencelat ketengah udara itulah, berpuluh-puluh gulung angina pukulan yang dasyat kembali meluncur kearahnya.

Gabungan angina pukuln dari berpuluh-puluh orang ini benar-benar luar biasa dasyatnya, sekalipun Pek Thian Kie terbuat dari besi bajapun sulit juga untuk menahan datangnya serangan tersebut. Dengan cepat tangannya disilangkan kedepan, sedang tubuhnya balik mencelat kesamping.

Loncatannya ini ternyata dengan sangat tepat berhasil menghindarkan diri dari datangnya sambaran angina pukulan gabungan tersebut, sinar matanya cepat menyapu sekejap keseluruh kalangan.

“Tahan!” bentaknya keras, suaranya amat keras, sehingga mirip seperti halilintar yang membelah bumi.

Bentakan tersebut ternyata benar-benar berhasil menahan gerakan dari beberapa orang jagoan yang sedang menyerang mati-matian kearahnya itu, tetapi sinar mata mereka masih memperhatikan diri Pek Thian Kie tajam-tajam.

“Kalian ingin berbuat apa?” bentak pemuda itu lagi dengan sinar mata yang berkilat, hawa nafsu membunuh yang meliputi wajahnya semakin tebal.

“Hmmm! Kenapa kau harus Tanya kepada kami? Tanyakan saja pada dirimu sendiri.” Sahut seseorang dengan dingin.

“Dapatkah aku orang minta petunjuk tentang suatu persoalan dari kalian?”

“Coba kau katakana!”

“Sebenarnya macam apakah manusia yang bernama Kiang To?”

Baru saja perkatan dari Pek Thian Kie ini selesai diucapkan, mendadak terdengar suara tertawa keras dari seseorang berkumandang memenuhi angkasa.

“Pertanyan saudara ini bukankah terlalu lucu?”

“Apa maksudmu?” pemuda tersebut mulai kerutkan dahinya. “Apakah perbuatan yang kau lakukan sendiri, kaupun tak bisa memahami?”

“Apa maksudmu?”

“Apa saudara anggap dengan mengajukan pertanyan tersebut, lalu kita bisa percaya bila kau bukan Kiang To?”

Dengan kejadian ini maka saking kekinya hampir-hampir saja Pek Thian Kie mencak-mencak, ia tidak mengira bahwa urusan bisa berubah semakin ruwet. Sekalipun ada alas an, tetapi tak bisa diterangkan, bahkan orang-orang itu selalu saja mencap dirinya sebagai Kiang To dengan alas an ia memiliki serangkaian ilmu silat yang lihay.

Saking keki dan mendongkolnya, sifat liarnya mulai meliputi seluruh benaknya.

“Kalau begitu anggap saja aku bernama Kiang To, lalu apa sangkut pautku dengan kalian?” akhirnya ia membentak keras.

“Jadi kau sudah mengaku dirimu bernama Kiang To?” “Anggap saja perkataanku itu benar!”

“Kalau memang begitu, kita tak usah banyak bicara lagi, seluruh jago-jago Bu-lim yang ada dikolong langit tak akan membiarkan kau untuk hidup dengan bebas!”

Begitu perkatan tersebut selesai diucapkan, tampak sesosok bayanagan hitam dengan kecepatan laksana sambaran kilat menerjang datang.

Begitu orang itu turun tangan, maka berpuluh-puluh jago lihay lainnya bagaikan manusia-manusia kalap bersama- sama menubruk kearah pemuda tersebut.

Orang-orang ini entah mempunyai dendam apa dengan manusia yang bernama Kiang To, ternyata tindakan mereka telah bulat untuk membinasakan pemuda tersebut. Sebetulnya bagi Pek Thian Kie, untuk melenyaapkan manusia-manusia itu bukanlah suatu pekerjaan yang sulit, tetapi karena orang-orang itu tiada ikatan sakit hati apapun dengan dirinya, bagaimana mungkin dia orang tega turun tangan jahat?

Diam-diam ia mulai berpikir :

“Aaaaaakh …… anggap saja kedatanganku kemari hanya mendatangkan kesialan saja ………. Buat apa aku harus banyak berbuatdengan manusia-manusia itu? Biarlah aku bikin perhitungan setelah dikemudian hari bertemu muka sendiri dengan manusia yang bernama Kiang To 

…..”

Setelah berpikir sampai disini, tangan kanannya lantas diayunkan kedepan berturut-turut mengirim tiga buah pukulan gencar sedangkan tubuhnya bagaikan kilat cepatnya meluncur kearah pintu sebelah belakang istana harta dan berkelebat keluar.

Mendadak ……..

Sewaktu Pek Thian Kie meluncur keluar dari pintu belakang itulah, suara jeritan ngeri bergema saling susul menyusul dari dalam ruangan Conng-tong Istana harta.

Suara jeritan ngeri itu begitu mengerikan dan menyayatkan hati, sehingga membuat setiap orang yang mendengar suara orang tersebut bergidik dan bulu roma pada berdiri.

Pek Thian Kie rada tertegun sejenak, tetapi dengan cepat ia melanjutkan kembali gerakannya meluncur masuk kedalam ruangan lain.

Sinar matanya dengan cepat menyapu sekejap seluruh isi ruangan, tetapi sebentar kemudian ia sudah berdiri tertegun disana. Tampaklah ditengah ruangan itu sudah menggeletak empat sosok mayat lelaki berpakaian perlente yang menemui ajalnya dalam keadaan sangat mengerikn.

Pek Thian Kie benar-benar merasakan hatinya bergidik, hampir-hampir ia tak mempercayai pandangan matanya sendiri.

Siapakah orang yang sudah turun tangan sekejam ini? Jika ditinjau dari keadannya jelas menunjukkan perbuatan ini sudah hasil kerja Cu Tong Hoa.

Teringat akan peristiwa ini tak terasa lagi Pek Thian Kie merasa hatinya sangat gusar, walaupun peristiwa ini tiada sangkut paut dengan dirinya, tetapi tindakan dari Cu Tong Hoa ini benar-benar sedikit kelewat batas.

Ruangan besar yang terdapat didalam Istana harta ini dibagi menjadi lima ruangan besar ….. masing-masing ditandai dengan warna putih, hijau, hijaua tua, biru dan merah.

Walaupun setiap ruangan besar itu saling bersambungan dengan ruangan pusat, tetapi masing-masing ruangan merupakan sebuah ruangan tersendiri yang berdiri menunggal.

Saat ini Pek Thian Kie berdiri ditengah tengah ruangan besar, pikirannya terasa amat kacau sekali setelah menemui kejadian tersebut.

“Aaaaakh …………….. sudahlah, bagaimanapun juga urusan ini tiada sangkut pautnya dengan aku, buat apa aku harus mencari keonaran dan kerepotan buat diriku sendiri?” pikirnya dalam hati.

Teringat akan hal ini, ia mulai mengeserkan kakinya berjalan keluar ruangan tersebut. Mendadak …..

“Kau mau bicara tidak …..” dari belakang punggungnya berkumandang datang suara seseorang.

“Aaaa…..aku …… aku sungguh …… sungguh-sungguh tidak tahu ……” jawab suara yang lain dengan nada ketakutan.

“Aku akan menghitung sampai lima jika kau masih tidak suka bicara lagi, hati-hatilah aku akan turun tangan kejam

…… satu!” “Dua……”

Mendengar perkataan tersebut Pek Thian Kie benar- benar merasakan hatinya tergetar sangat keras sambil mengeretak gigi diam-diam pikirnya :

“Cu Tong Hoa, aku pasti akan membokar kedokmu yang asli …….”

Tubuhnya dengan cepat berkelebat mendekati tempat suara tersebut …….

“Tiga !.    ”

Dengan mengikuti arah munculnya suara tersebut, akhirnya Pek Thian Kie berhasil menemukan ada suara itu muncul dari sebuah ruangan samping didalam ruangan kelima.

“Maka dengan cepat pemuda ini menggerakkan badannya meluncur kesana …”

“Empat ……..!” suara hitungan tersebut tetap berjalan dengan cepat.

Ketika itulah Pek Thian Kie sudah berada kurang lebih sepuluh kaki dari tempat berasalnya suara tersebut. Kini ia terdiri didepan sebuah pintu rahasia menghubungkan tempat tersebut dengan sebuah ruangan dibawah tanah.

Sekonyong-konyong …….

“Kawan Pek yang ada diluar, kau benar-benar bajingan terkutuk, buat apa kau banyak ikut campur urusan orang lain?” suara yang amat dingin itu kembali berkumandang keluar dari ruangan tersebut.

Diam-diam Pek Thian Kie merasa sangat terperanjat atas ketajaman serta kelihayan kepandaian silat pihak lawan.

Ketika Pek Thian Kie sedang berdiri tertegun itulah, suara tersebut kembali berkumandang keluar :

“urusan ini tak perlu kau ikut campur, mengapa kau harus mengetahui jelas urusan ini?”

“Heeeee……….heeeee…………heeeee…….. lalu siapa kau?” bentak pemuda ini sambil tertawa dingin tiada hentinya.

“Kiang To!”

“Bagus sekali, justru cayhe ingin sekali melihat wajahmu yang asli!”

“Heeeee……….heeeee…………heeeee        aku nasihati

kau lebih baik jangan masuk kemari, karena hal ini tidak bakal mendatangkan keuntungan bafi dirimu!”

Pek Thian kie Cuma tertawa dingin tiada hentinya, mendadak tangan kanannya diayunkan kedepan mengirim satu pukulan kearah pintu.

Diiringi suara bentrokan keras, suara jeritan ngeripun berkumandang memenuhi angkasa. Dengan cepat Pek Thian Kie meluncur masuk kedalam ruangan itu, tetapi didalam ruangan tersebut saat itu hanya tinggal sesosok mayat saja yang menggeletak diatas tanah, pada bagian batok kepalanya tertancap sebuah bendera kecil.

Dari balik ruangan tersebut ia tak berhasil menemukan orang yang kedua.

Tak terasa lagi Pek Thian Kie berdiri termangu-mangu, didalam ruangan tersebut tidak terdapat jalan tembus ketempat lain, sekalipun ada, tidak lebih hanyalah sebuah jendela yang sangat kecil.

Lalu dengan cara bagaimana pihak lawan masuk keluar dari ruangan tersebut.

Ketika ia mengintip dari sebuah lubang, maka barulah tertampak disebelah atas ruangan tersebut nerupakan sebuah hutan yang lebat.

Dalam hati pemuda itu lantas mengambil kesimpulan, tentunya si pembunuh tersebut menyambitkan panji kecil itu dari luar jendela kecil itu.

Sudah tentu, dugaannya ini tak dapat dipastikan seratus persen kejadian yang baru saja berlangsung tak terlihat olehnya dengan dengan mata kepala sendiri.

Akhirnya dengan hati lemas ia putar badan, belum sampai berjalan mendadak satu ingatan berkelebat didalam benaknya.

Tubuhnya segera membalik lagi untuk mencabut panji kecil yang tertancap pada batok kepala orang itu, ketika diperhatikan lebih teliti lagi, maka tampaklah diatas panji tersebut bertuliskan empat buah kata yang kira-kira berbunyi : “Kiang Swie Tau-tau.”

Bab 8 Syarat-syarat Penyewaan Rumah Rejeki

INILAH TANDA dari “Kiang To”

Cepat-cepak Pek Thian Kie membersihkan darah yang melengket pada ujung panji, lalu disusupkan kedalam saku.

Lama sekali ia berdiri termangu-mangu didepan mayat tersebut, akhirnya ia melirik sekejap kearah mayat itu, lalu balik kejalan semula.

Sekembalinya di ruangan tengah, ia baru merasa seperti sedang bermimpi saja, seluruh kejadian itu benar-benar amat menarik hati.

“Sudah …… sudahlah” pikirnya kembali.

“Lebih baik aku langsung pergi kehutan Tauw liem saja

…… buat apa terlalu ikut campur dengan urusan orang lain

? bagaimanapun juga pada suatu hari peristiwa ini pasti akan menjadi jelas dengan sendirinya.”

Berpikir sampai disitu, Pek Thian Kie segera menggerakkan badannya melayang keluar pintu, sudah tentu dia tak bakal tahu apakah didalam Istana Harta tersebut sudah terjadi peristiwa lain.

Dia hanya tahu Kiang To sudah melakukan pembunuhan ditempat ini. Sedang mengenai apa sebabnya Kiang To membunuh orang, ia tidak mau tahu dan memang ia tidak tahu.

Ketika Pek Thian Kie sedang melayang keluar dari pintu depan Istana harta, mendadak suara seseorang yang amat dingin berkumandang memecahkan kesunyian.

“Berhenti!” Mendengar suara bentakan itu dengan cepat Pek Thian Kie menghentikan langkahnya lantas menengok dimana asal suara tersebut.

Siapa sangka sesosok bayangan manusiapun tidak tampak, tetapi bagi pemuda itu cukup mendengar suara tersebut, ia lantas sudah tahu kalau suara itu pasti berasal dari mulut Kiang To.

“Kawan Pek, kau sudah mencelekai wakil majikan dari Istana harta ini!” seru suara itu kembali.

“Aaaa …. Apa kau kata ?”

“Berkata apa? Jika bukan karena kau, aku pun tak akan membinasakan dirinya, hal ini bukankah sama saja kau yang sudah membinasakan dirinya?”

“Sungguh indah sekali perkataanmu.”

“Cuma, aku harus mengucapkan banyak terima kasih karena kau sudah membantu diriku,” seru pihak lawan kembali sambil tertawa dingin tiada hentinya. “Terus terang saja aku katakana, jkalau bukannya kau, mungkin sekali barusan aku orang harus menemui banyak kerepotan…….”

“Kau bernama Kiang To?” “Mungkin benar!”

“Apa maksud dari kata-kata “Mungkin” itu?”

“Aku tak bernama Kiang TO, tetapi kawan-kawan dunia kongouw menganggap diriku sebagai Kiang TO.”

“Mengapa?”

“Menurut pendapatmu dapatkah dia orang datang mencari diriku?”

“Sudah tentu dapat.” “Sedikitpun tidak salah, karena hal ini sama dengan maksud hatiku, maka akupun sedang mencari dia.”

“Apa tujuanmu pergi mencari dirinya?” “Bunuh mati orang itu!”

“Kau ingin membinasakan dirinya? Tapi …… ada ikatan sakit hati apa antara kau dengan dirinya ? apakah kalian merupakan musuh besar ?”

“Mungkin benar, Cuma perkataanku sudah selesai aku utarakan, lebih baik kau jangan menggubris urusanku lagi, dan aku harap perkataan yang aku ucapkan tadi janagan kau bocorkan kepada orang lain, kalau tidak heeee……….heeeee………… heeeee……. Sampai waktunya aku tak akan bersikap sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu.”

Kata terakhir begitu meluncur keluar, orangnya sudah berkelebat sejauh puluhan kaki dari tempat itu.

Seketika itu juga Pek Thian Kie dibuat berdiri termangu- mangu ditempat semula.

Ia benar-benar dibuat terperanjat oleh perkataan yang bru saja diucapkan oleh pihak lawan.

Orang yang barusan munculkan diri itu adalah sebenarnya Kiang To ! Dan ia adalah Kiang To yang asli atau masih ada orang lain ?

Kalu ada, siapa orang itu ? apakah …… sunguh-sungguh ia sendiri ?.....

Berpikir sampai disitu tak tertahan lagi Pek Thian Kie merasakan hatinya semakin berdesir, ia merasa peristiwa ini ada kemungkinannya benar …… dan delapan puluh persen kemungkinan tersebut tetap ada. Suhunya minta dia orang pergi mencari seorang manusia yang bernama Kiang To untuk menanyakan asal usulnya, tetapi didalam dunia kangouw sukar sekali untuk menemukan orang ini, bahkan ada orang yang mengatakan dirinyalah Kiang To ….. jika hal ini dihubung-hubungkan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dialah yang bernama Kiang To.

Bila dugaan tidak salah, maka suhunya takut ia menggunakan nama Kiang To untuk munculkan diri dalam dunia kangouw sehingga beliau memberikan namanya sendiri buat dia pakai.

Agaknya orang tua itu mengerti bila dia muncul dengan nama Kiang To, maka hal ini bakal mendatangkan bencana buat dirinya.

Apakah benar maksud suhunya dalam hal ini ? Benarkah dia bernama Kiang To ?

Sudah tentu semua persoalan ini ada kemungkinan yang benar.

Sekarang ia harus berusaha untuk membuat jelas bagaimanakah bentuk orang yang bernama Kiang To itu dan benarkah Kiang To itu adalah dirinya sendiri.

Tiba-tiba …………….

Urusan lain kembali berkelebat didalam benaknya, hingga sat ini sudah ada dua orang yang mengatakan suhunya Pek Thian Kie telah binasa.

Sungguhkan suhunya sudah mati? Mengapa ia mati ?

Ia teringat pula dengan kertas pengumuman penyewaan rumah tersebut, apakah suhunya mati dalam rumah tersebut? Kalu ia sudah tahu dirinya bakal mati jika masuk ke rumah tersebut, kenapa ia sengaja mencari mati ? Akhirnya ia merasa untuk mengetahui jelas persoalan ini, ia harus berangkat sendiri ke Hutan Tauw Liem gunung Liong-san untuk melakukan pemeriksaan sendiri.

Berpikir sampai disitu, tanpa banyak buang waktu lagi, tubuhnya segera meluncur kedepan.

oooOOooo

Bayangan manusia bagaikan anak panah yang terlepas dari busur bergerak ditengah kegelapan menuju kesebuah hutan lebat yang sangat gelap.

Hutan tersebut bukan lain adalah hutan Tauw Liem. Tiba-tiba ……………

Bayangan manusia itu menghentikan gerakannya, kiranya orang itu buka n lain adalah Pek Thian Kie.

Diatas pohon-pohon dalam hutan tersebut, ia telah menemukan berpuluh-puluh lembar kertas merah yang sangat mencolok mata tertempel disana :

“DISEWAKAN SEBUAH RUMAH REJEKI”

Silakan Periksa di gunung Liong-san hutan Tauw-Liem Munculnya pengumuman tersebut benar-benar membuat

Pek Thian Kie sangat terperanjat sehingga berdiri tertegun disana.

Ia menemukan saja tulisan dari pengumuman tersebut persis mirip denan kertas pengumuman yang terjatuh dari saku suhunya.

Dengan terpesona Pek Thian Kie memperhatikan kertas pengumuman itu, ia merasa kertas tersebut penuh diliputi suasana pembunuhan yang sangat menyeramkan.

Mana ia tahu didalam rumah “rejeki” tersebut, pada tahun yang lalu kembali seseorang menemuia ajalnya sehingga hal ini menambah jumlah orang yang mati dirumah tersebut menjadi delapan orang ? jikalau tahun ini kembali ada orang yang jadi korban, maka jumlahnya akan meningkat jadi sembilan orang.

Dengan perasaan amat kaget Pek Thian Kie berdiri melengak disana, sahutnya benar-benar sudah mati? Mati didalam rumah itu ? hal ini hampir boleh dikata suatu kejadian yang tidak mungkin, suhunya sudah mengerti bila masuk kerumah ini pasti akan mati ? kalau memang sudah tahu akan mati, mengapa ia ngotot menyewa juga rumah ini ?

Peristiwa ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang penuh diliputi kabut misterius, teka-teki dan tanda Tanya yang amat membingungkan.

Setelah termangu-mangu beberapa waktu lamanya, akhirnya ia bergerak-gerak juga menuju kedalam hutan Tauw Liem.

Mendadak …….

Suara derapan kaki bergema memecahkan kesunyian, diam-diam Pek Thian Kie merasa amat terperanjat.

“Mana mungkin ditengah malam buta masih ada orang yang mendatangi hutan Tauw Liem ini ?” pikirnya diam- diam.

Dengan cepat ia memperhatikan keadaan disekelilingnya lebih teliti lagi, memang tampaknya sesosok bayangan manusia dengan cepatnya masuk kedalam hutan.

Dengan cepat Pek Thian Kie pun menggerakkan badannya melayang masuk kedalam hutan itu. Ditengah lautan aneka bunga, yang menyiarkan bau harum semerbak, muncullah rumah “rejeki” yang berbentuk tengkorak itu.

Didepan rumah ditengah semak belukar yang tebal muncul delapan buah kuburan ada yang sudah kuno dan ada juga yang masih baru.

Ketika itu Pek Thian Kie telah menemukan bayangan manusia tersebut telah berdiri tegak didepan sebuah kuburan.

Orang itu memakai baju warna hijau, dan bila ditinjau dari dandanannya, mirip dengan seorang gadis.

Kuburan yang berada paling kanan agaknya berumur paling lama sedangkan kuburan yang ada disebelah kiri adalah yang paling baru.

Tampaklah kuburan pertama yang ada disebelah kanan bertulislah beberapa kata diatas batu nisannya :

“Cuan Hoa Kiam Khek” atau “si Jagoan pedang menembus bunga.”

Kuburan yang kedua bertuliskan : “To Liong Kiam Khek” atau si jagoan pedang penjagal naga.

Kuburan yang ketiga bertuliskan “Sam Cie Kiam Khek” atau si jagoan Pedang tiga jari.

Kuburan keempat bertuliskan : “Ha-Hauw Kiam Khek” atau si jagoan pedang penakluk harimau …..”

Dan kuburan yang kedelapan ternyata bertuliskan “Sin Mo Kiam Khek” atau si jagoan pedang Iblis sakti

“Aaaaaah !” Pek Thian Kie merasakan dadanya

seperti dihantam dengan martil besar, kepalanya terasa amat pening, matanya berkunang-kunag, badan gemetar dan keringat dingin mengucur keluar dengan amat deras. Itulah nama suhunya ! Apakah dia benar-benar mati didalam rumah “Rejeki” itu ?

Dalam hati Pek Thian Kie terlintaslah suatu perasaan sedih yang bukan alang-kepalang tetapi untuk beberapa saat lamanya ia tak dapat membuktikan apakah si “Sin Mo Kiam Khek” itu benar-benar suhunya.

Mendadak ……….

“Iiiiih ……!” suara seruan tertahan berkumandang masuk kedalam telinganya, suara tersebut agaknya berasal dari mulut dara cantik berbaju hijau itu.

Ternyata dara berbaju hijau yang sekarang hadir ditengah kuburan depan rumah maut tersebut, bukan lain adalah si dara cantik berbaju hijau yang menabrak dirinya sewaktu masih berada dalam Istana harta, hal ini benar- benar diluar dugaannya.

“Aaaaaaakh ……..! Kau?” Tanya dara berbaju hijau itu rada terperanjat.

Perlahan-lahan Pek Thian Kie mengangguk, ia merasa sedikit diluar dugaan dengan munculnya dara berbaju hijau itu ditempat ini.

“Bagaimana bisa kau samapi disini?” belum sempat ia mengajukan pertanyaan ini, dara cantik itu sudah keburu bertanya terlebih dahulu.

“Dan kau sendiri?”

“Aku datang untuk menyambangi kawanku yang sudah mati!”

Pek Thian Kie lantas mengalihkan sinar matanya memandang batu nisan kuburan keenam orang disamping yang ia sambangi. Ternyata diatas batu nisan tersebut bertuliskan kata-kata

:

“Sian Hong Kiam Khek” atau si jagoan pedang angin

taupan

“Dia adalah kawan karibmu?”

“Benar! Dan kau sedang menyambangi siapa?” “Aku sedang datang mencari seseorang.” “Siapa ?”

Kontan saja Pek Thian Kie dibuat bungkam seribu bahasa, untuk beberapa saat lamanya dia tidak mengerti harus mengatakan kata-kata apa untuk menjawab pertaanyan itu.

Bagaimana juga, ia tidak boleh memberitahukan kepada seorang asing bahwa ia tak kenal siapakah nama suhunya sendiri.

Sekalipun diberitahu, belum tentu pihak lawan percaya. “Aku sedang mencari seorang sahabat karibku!”

sahutnya kemudian sambil tertawa pahit. “Siapa dia? Laki atau perempuan?”

“Aku juga tidak tahu siapakah namanya!” “Sudah mati atau masih hidup ?” “Entahlah!”

“Kalau begitu, benarkah kau bernama Kiang To?”

“Tidak benar ……. Tidak benar …………” buru-buru Pek Thian Kie menggeleng. “Dugaanmu sama sekali meleset!”

“Kau bukan Kiang To?” “Benar, aku bukan Kiang To, aku bernama Pek Thian Kie!”

“Pek Thian Kie…..? Apakah kau tidak tahu siapakah nama kawanmu itu?”

“Benar!”

“Bukankah hal ini merupakan suatu peristiwa yang sangat aneh sekali?”

“Benar! Aku dengan dia Cuma pernah bertemu muka sekali saja, dan peristiwa ini sudah berlangsung tahun yang lalu, aku hanya tahu kemungkinan sekali dia hendak menyewa rumah ditempat ini.”

“Oooooow ………orang yang tahun lalu menemui ajalnya bukan lain adalah si jagoan pedang iblis sakti!”

“bagaimana kau bisa tahu?”

“Cukup ditinjau dari deretan kuburan ini sudah jelas sekali tertera!”

Terhadap si dara cantik berbaju hijau ini Pek Thian Kie mulai menaruh perasan heran, siapakah sebenarnya dia ? Kenapa bisa muncul ditempat ini ?

Tiba-tiba …………

Agaknya Pek Thian Kie sudah menemukan sesuatu

……..

“Aaaaaakh ……….! Sungguh aneh sekali,” teriaknya tertahan.

“Aneh? Apa yang Patut dikatakan aneh ?”

“Coba kau lihat orang yang menemui ajalnya ditempat ini semuanya menggunakan pedang sebagai senjata andalannya!” “Sedikitpun tidak salah, kedelapan orang yang menemui ajalnyaa disini bukan saja menggunakan pedang sebagai senjata andalannya, bahkan merekapun jago-jago pedang namanya sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan, mereka adalah Thian He Kiu Kiam atau sembilan Jago pedang dari kolong langit, kini diantara mereka masih tinggal seorang saja.”

“Maksudmu diantara sembilan jagoan pedang dari kolong langit, sekarang ini sudah ada delapan orang yang menemui ajalnya disini?”

“Sedikitpun tidak salah !” jawab dara berbaju hijau itu sambil mengangguk.

“Lalu sekarang tinggal siapa yang belum mati?” “Pemimpin dari kesembilan jagoan pedang si “Ciang

Liong Kiam Khek” atau jagoan pedang penakluk naga!”

Mendengar penjelasan tersebut, Pek Thian Kie segera merasakan hatinya berdesir, jikalau dikatakan “Sembilan jagoan pedang dari kolong langit ini merupakan jago-jago lihay didalam dunia persilatan pada saat kini kenapa mereka harus mendatangi tempat ini untuk antar kematian?”

“Jika dugaanku tidak meleset, maka orang yang seharusnya menyewa rumah pada tahun ini adalah si jagoan pedang penakluk naga!” ujar dara cantik berbaju hijau itu lagi.

“Urutan tertera sangat jelas, karena kini delapan orang dari sembilan jagoan pedang dari kolong langit sudah ada delapan orang yang mati, dan mereka sembilan orang sudah ditakdirkan harus mati semua disini!”

“Bagaimana kau bisa tahu?” Agaknya dara cantik berbaju hijau itu dibuat tertegun juga oleh pertanyaan ini, lama sekali ia berdiri mematung.

“Apakah kau anggap perkataanku ini tidak sesuai dengan keadan yang berada dihadapan kita?” balik ytanyanya.

Pek Thian Kie termenung, ia merasa perkataan dari gadis tersebut sebenarnya memang cengli, tetapi jikalau orang yang benar-benar hendak menyewa rumah tersebut adalah si jagoan pedang penakluk naga, maka peristiwa ini rasanyaa tak masuk diakal.

Apakah orang yang hendak dibunuh oleh majikan rumah itu adalah jago-jago pedang termasuk didalam “Sembilan jagoan pedang dari kolong langit?” macam bagaimanakah manusia-manusia yang disebut sebagai “sembilan Jagoan pedang dari kolong langit” itu? Berargakah manusia- manusia itu dibunuh ?

Berpikir samapai disitu tak terasa lagi dalam hati Pek Thian Kie merasa amat gusar.

“Nona, bolehkah aku orang minta petunjuk akan suatu persoalan …? Tanyanya

“Silakan diutarakan!”

“Manusia-manusia yang disebut jagoan pedang dari kolong langit ini sebetulnya termasuk masnusi-manusia dari aliran sesat ataukah berasal dari aliran lurus?

“Jang jelas tidak termasuk aliran sesat!”

“Kalau memang berasal dari aliran lurus, mengapa majikan rumah ini ada maksud membinasakan mereka?

“Soal ini aku sendiri tidak tahu …………… tetapi yang jelas kita tidak ada yang melihat orang-orang itu menemui ajalnya ditangan majikan rumah terseut, lebih baik kita tak usah mengambil kesimpulan seenaknya sendiri.”

“Maksudmu orang-orang itu belum tentu menemui ajalnya ditangan majikan rumah rejeki ?

“Siapa yang tahu ?”

Untuk sesaat lamanya Pek Thian Kie tak terpikirkan dimanakah letak alasan pembunuhan ini, alisnya dikerutkan rapat-rapat.

“Apakah rumah ini boleh juga disewa oleh siapapun ? “Benar, tetapi syarat-syarat yang diajukan terlalu aneh!” “Apakah syarat-syart yang diajukan?”

“Majikan rumah ini sudah menempel suatu surat keterangan didepan pintu besar, jika kau ingin tahu mengapa tidak pergi kesana untuk melihat sendiri ?

Pek Thian Kie segera mengalihkan sinar matanya menurut apa yang dituding dara cantik tersebut.

Sedikitpun tidak salah diatas pintu besar terbuat dari besi yang tertutup rapat-rapat tertempel secarik kertas warna merah darah.

Dengan cepat, Pek Thian Kie ameloncat kedepan, lalu berkelebat kehadapan surat keterangannya tersebut.

Ketka diamat-amati lebih teliti, maka tampaklah diatas kertas tersebut bertuliskan beberapa kata.

Syarat-syarat untuk menyewa rumah :

Orang itu harus seorang jagoan dunia kangouw menggunakan ilmu pedang sebagai kepandaian

Biayaa penyewaan rumah :

1. Emas Murni seribu kati. 2. Giok Hoa Lok satu botol besar

3. Gadis cantik seorang

Ketiga syarat tersebut harus diserahkan sebelum memasuki rumah rejeki ini, barang siapa berminat harap datang pada setiap malam kentongan yang ketiga untuk membereskan syarat-syarat yang diminta.

Catatan : Barang siapa bisa mendiami rumah ini selama setahun penuh akan mendapat hadiah berupa sebuah rumah megah “Ang Wu Piat Su”

Tertanda : majikan Rumah Rejeki.

Melihat syarat yang diminta Pek Thian Kie boleh dikatakan benar-benar tertegun, ia tidak menyangka kalau orang itu kecuali minta uang emas murni seribu kati masih menginginkan pula dua buah syarat lain yang aneh.

Apakah Itu “Giok Hoa Lok?”

Ia harus mencari seorang gadis cantik dari mana ? Hal ini merupakan suatu keanehan.

Mendadak hatinya rada bergerak, ketika ia menoleh tampaklah si dara cantik berbaju hijau itu masih tetap berdiri termangu-mangu didepan kuburan.

Dengan cepat ia enjotkan badannya meloncat kembali kesisinya.

“Bagaimana ? Apa kau sudah periksa syarat-syarat tersebut ?” sapa dara cantik itu dengan cepat.

“Benar, syarat-syarat itu sudah aku periksa.” “Bukankah syarat tersebut amat aneh?” “Aneh aneh, sungguh mengherankan sekali! Kalu

Cuma uang emas murni seribu kati masih tidak mengapa, tahukah kau apa yang disebut “Giok Hoa Lok” itu ?”

“Entah, aku sendiripun tidak tahu.”

“Gadis cantik seorang, buat apa majikan rumah rejeki ini minta pula seorang gadis cantik ?”

“Soal ini, aku sendiripun tidak jelas.”

Kontan saja Pek Thian Kie mengerutkan dahinya, dalam hati ia mulai mengambil kesimpulan untuk menyewa rumah rejeki ini, sudah tentu tujuannya yang paling utama adalah mencari tahu apakah suhunya benar-benar bernama Si Jagoan Pedang Iblis Sakti dan apakah sungguh-sungguh sudah menemui ajalnya disana !

Sekonyong-konyong ………… ia teringat akan suatu persoalan yang sulit, maka tak tertahan lagi serunya :

“Aaaaakh ………………….. mencari seorang gadis cantik ? Aku harus pergi kemana untuk mencarinya ? Haaaaaai ……….. hal ini benar-benar merupakan suatu syarat yang amat sukar.”

“Tidak sukar ?’ “Benar!”

“Apa maksudmu ?”

“Sebelum memberi keterangan, aku ingin mengajukan dulu suatu pertanyaan untukmu,” kata dara cantik berbaju hijau itu.

“Coba kau katakana!”

“Apakah kau punya uang emas murni seberat seribu kati?”

“Tidak punya!” “Apa kau sudah lupa bahwa didalam Istana harta paling mudah untuk mencari uang tersebut ?’

Mendengar perkataan itu seketika itu juga Pek Thian Kie merasakan hatinya tergetar keras.

“Aaaaakh ! sedikitpun tidak salah, kenapa aku bisa

melupakan tempat itu ?”

“Menurut apa yang aku dengar “Giok Hoa Lok” adalah semacam arak wangi !”

“Arak wangi?”

“Benar! Semacam arak terkenal yang sukar dicari kecuali didalam Istana Arak!”

“Istana Arak?” Pek Thian Kie semakin dibuat menjadi keheranan.

“benar Istana arak sama halnya dengan Istana Harta, mereka termasuk sebuah perguruan yang didirikan sendiri!”

Perlahan-lahan Pek Thian Kie mengangguk. “bagaimana dengan mencari gadis cantik ?” “Soal ini sama sekali tidak sukar!”

“Walaupun dikolong langit tidak sedikit terdapat gadis- gadis cantik, tetapi bagaimanapun juga aku tak bisa sembarangan menangkap salah satu orang untuk diserahkan kepada Majikan rumah rejeki tersebut!”

“lalu bagaimana caranya?”

“didalam Istana Perempuan banyak terdapat gadis cantik!”

“Istana Perempuan? Nama ini benar-benar tidak jelek kedengarannya ” “sedikitpun tidak salah, nama ini kedengarannya memang tidak jelek, tetapi didalam Istana Perempuan itu terdapat hampir seratus orang gadis-gadis cantik.”

“lalu apakah ada Istana Nafsu?” seru Pek Thian Kie melengak.

Bab 9 Dara Baju Hijau

MENDENGAR perkataan tersebut si dara berbaju hijau tertawa.

“Pertanyaanmu sangat bagus, “Arak, perempuan, harta serta Nafsu.” Memang merupakan empat kebutuhan yang terbesar dari kalian orang-orang laki, tetapi diantara keempat buah kebutuhan tersebut justeru hanya kurang satu yaity Nafsu !”

“Kenapa?”

“Aku lihat tiada kegunaannya.”

“Aaaakh aku tidak mengerti maksudmu!”

“Bicara yang lebih jelas lagi, jikalau seorang lelaki sudah mempunyai uang banyak bisa minum arak wangi kelas utama ditambah lagi bisa memeluk gadis cantik, aku lihat kebutuhan mereka sebetulnya sudah dipenuhi semua.”

“Tetapi ………….mengapa didalam Bu-lim bisa berdiri tiga buah perguruan yang demikian anehnya>” seru pemuda itu kembali dengan nada keheranan.

“Sudah tentu ada sebab-sebab!” “Apa sebabnya?”

“Kau sungguh-sungguh tidak tahu?” “Kalau aku sudah tahu buat apa bertanya lagi kepadamu?”

“Ingin mengetahui hal ini sebetulnya tidak sulit,” si dara cantik berbaju hijau iu tertawa lebar. “Cuma, kau harus penuhi satu syaratku.”

“Apa syaratmu?”

“Lusa datanglah ke gunung Lui Im San!” “Mau apa kesana ?”

“Aku beritahukan suatu persoalan kepadamu!” Perlahan-lahan Pek Thian Kie mengangguk.

“Asal-usul dari si dara berbaju hijau ini sangat aneh dan belum aku ketahui jelas, ia minta aku mendatangi gunung Lui Im San. Rasanya tentu ada suatu tujuan tertentu ……..

Diam-diam pikirnya dalam hati. Setelah menimbang beberapa saat, kemudian hatinyapun merasa mantap.

“Baiklah” sahutnya kemudian sambil tertawa. “terpaksa cayhe harus mengabulkan syarat yang kau ajukan, tetapi aku masih ada satu urusan yang hendak minta petunjuk dari dirimu. Istana Arak, Istana Perempuan serta Istana harta ini apakah ada pemiliknya ?”

“Sudah tentu ada!”

“Siapa ? Siapakah pemilik rumah-rumah Istana Harta, Istana Perempuan serta Istana Arak.”

“Kiang Lang ?”

“Kiang Lang ? Siapa itu Kiang Lang ?” “Ayah dari Kiang To !”

Mendengar perkatan tersebut Pek Thian Kie dibuat bingung semakin kebingungan lagi. Dengan termangu- mangu dia memandangi dara cantik berbaju hijau itu dengan terpesona.

Sudah tentu Pek Thian kie tidak akan tahu siapakah Kiang Lang itu, sedangkan apakah hubungannya antara dia dengan Istana Arak, Istana harta ia sendiripun tidak tahu.

Oleh karena itu dengan termangu-mangu pemuda tersebut memandang dara berbaju hijau dengan pandangan terpesona.

Lama…..lama sekali, ia baru bertanya : “Sebenarnya hal ini disebabkan apa ?” “Kau sungguh-sungguh tidak paham?” “Benar, aku sedikitpun tidaka paham.”

“Kalau begitu lusa datanglah ke gunung Lui Im San!” “Kenapa harus datang ke gunung Lui Im san?”

“karena ditempat itu aku bisa beritahukan seluruh apa yang ingin ku ketahui.”

“Bukankah berbicara pada saat ini juga sama saja?” “Sudah tentu pada saat ini ada alasan-alasan tertentu

yang membuat aku tak boleh beritahukan hal ini kepadamu

!”

Kembali Pek Thian Kie termenung berpikir-pikir keras, tapi walaupun ia sudah peras otak secara bagaimanapun belum berhasil juga menemukan alasan-alasan tersebut.

“Aku lihat diantara majikan rumah Rejeki dengan ketiga buah Istana tersebut tentu mempunyai hubungan yang sangat erat ! Bahkan kemungkinan besar diantara mereka sedang menjalankan suatu rencana yang keji ?”

“Suatu rencana yang keji ?” “Sedikitpun tidak salah !” pemuda itu mengangguk. “Coba kau piker, untuk menyewa rumah Rejeki ini orang harus memenuhi ketiga syarat yang ia ajukan, setelah mejikan rumah rejeki ini membinasakan orang yang menyewa rumah ini, ia bisa mengembalikan lagi ketiga macam barang itu kepada ketiga buah istana tersebut. Bukankah hal ini jelas sekali menunjukkan bila diantara mereka ada yang sangat erat dan suatu rencana keji yang sedang mereka jalankan ?”

“Ehmmm ……… dugaanmu memang tidak salah !” “Dan yang jelas jago-jago lihay dari kalangan dunia

persilatan yang harus menanggung kerugian ini!” “Sedikitpun tidak salah !”

“Oleh karena itu perkataan itu rumah berbentuk tengkorak ini tak bisa terlepas dari hubungannya dengan Istana Arak, Istana Perempuan serta Istana Harta!”

“Walaupun perkataan yang kau ucapkan sedikitpun tidak salah, tetapi orang-orang yang hendak menyewa rumah itu bukankah sudah mengetahui bila mereka memasuki rumah tersebut pasti akan menemui ajalnya, kenapa mereka masih begitu ngotot juga pergi kesana untuk menghantarkan kematian sendiri ?”

“Titik yang perlu kita curigai justru terletak didalam soal ini, tetapi hal ini sudah cukup membuktikan bila antara rumah rejeki dengan ketiga buah istana tersebut nanti ada sangkut paut serta hubungan yang sangat erat !”

“Kemungkinan sekali dugaanmu itu memang benar.” Si dara cantik berbaju hijau itu mengangguk. “Apakah dalam hatimu sudah timbul perasan tertarik terhadap rumah aneh ini?” “Bukan Cuma tertarik saja …….” Diam-diam piker Pek Thian Kie dalam hati. “Teka-teki yang menyelubungi kematian suhunku sampai saat kini masih belum berhasil aku bikin jelas, jutru rumah inilah yang bisa memberikan jawaban atas seluruh persoalan yang masih merupakan tanda Tanya didalam benakku.”

Walaupun didalam hati ia berpikir demikian, tetapi diluaran ia mengangguk.

“Sedikitpun tidak salah, aku memang sudah mulai tertarik dengan rumah berbentuk aneh ini.”

“Kau ingin menyewa rumah ini?” “Kemungkinan besar.”

“Aku takut kau orang tidak punya bagian.” “Kenapa?”

“Bila dugaanku tidak meleset, maka orang yang seharusnya menyewa rumah rejeki tersebut pada tahun ini adalah si jagoan pedang penakluk naga ……?”

“Kenapa harus dia         ?”

“Eeeee…. Bagaimana sih kau?” Bukankah diantara sembilan jagoan pedang dari kolong langit, kini tinggal dia seorang ….?”

Mendengar perkataan tersebut Pek Thian Kie benar- benar   merasakan   hatinya   bergidik.   Aaaakh !

Sedikitpun tidak salah, diantara sembilan jagoan pedang dari kolong langit kini tinggal seorang yang terakhir yaitu si jagoan pedang penakluk naga.

Bagaimanapun juga dugaan dari dara berbaju hijau itu tidak akan salah, tahun ini jagoaan pedang tersebut pasti akan menyewa rumah ini. Teringat akan hal ini, mendadak pemuda itu bertanya kembali :

“Nona, pernahkah kau orang bertemu muka dengan jagoan pedang penakluk naga itu ?”

Kembali Pek Thian Kie kerutkan dahinya, untuk beberapa saat lamanya agaknya ia sedang merenungkan sesuatu atau mungkin sedang mengambil suatu keputusan.

Lama ……… lama sekali ……… ia baru mengajukan kembali pertanyaan.

“Apakah saat ini rumah tersebut kosong tak berpenghuni?”

“Bagaimana aku bisa tahu?” sahut dara tersebut tersenyum.

Kembali pemuda itu berdiri tertegun. Ia benar-benar dibuat kebingungan oleh persoalan yang penuh diliputi kabut misterius ini.

“Kau masih ingin mengetahui soal apa lagi? “ tiba-tiba dara cantik berbaju hijau itumenegur memecahkan kesunyian.

Pek Thian Kie tertawa pahit, ia menggeleng. “Kalau begitu aku harus pergi dari sini.” “Silakan!”

“Jangan lupa lusa aku nantikan kedatanganmu di gunung Lui Im San ….”

Belum habis perkataan tersebut diucapkan, ia sudah berada beberapa kaki jauhnya dari tempat semula.

Dengan termangu-mangu dan pandangan terpesona Pek Thian Kie memandang bayangan punggung gadis itu, hingga lenyap dari pandangan, ia tidak mengerti siapakah s dara cantik berbaju hijau itu ? Apa yang ia inginkan sehingga memintanya untuk datang ke gunung Lui Im San besok lusa.

Karena terpakurakhirnya ia melamun …………

Jikalau diantara majikan rumah aneh ini dengan pihak istana arak, istana perempuan serta istana harta tiada sangkut paut maka ia akan dibuat semakin bingung lagi oleh peristiwa ini.

Siapakah majikan dari Istana Arak ?

Macam apakah majikan dari Istana perempuan itu ?

Walaupun Istana Harta pernah ia datangi, tetapi sampai saat ini dia orang masih belum berhasil juga bertemu muka dengan majikan istana tersebut.

Kini ditambah lagi dengan sebuah rumah yang berbentuk demikian aneh, kesemuanya peristiwa ii segera tercipta suatu cerita yang penuh kemisteriusan, penuh keseraman dan kengerian, bagi dirinya. Demi keselamatan suhunya, mau tak mau ia harus menyewa rmah tersebut.

Jika dugaan si dara cantik berbaju hijau itu tidak meleset, maka tahun ini orang yang harus menyewa rumah ini adalah si jagoan pedang penakluk naga.

Sebelum kena didahului orang, ia harus bertindak jauh lebih pagian untuk memperoleh semua syarat-syarat tersebut.

Bagaimana wajah si jagoan pedang penakluk naga?

……dalam soal ini ia harus melakukan penyelidikan terlebih dahulu kemudian baru berusaha mendahului dirinya.

Istana harta, bagaimanapun juga harus ia datangi sekali lagi ! Istana arak serta istana perempuan bagaimana juga iapun mendatangi pula untuk melihat keadaan disana. Ia harus mendapatkan arak “Giok Hoa Lok” serta seorang gadis cantik.

Berpikir sampai disini mendadak dalam hati kecil Pek Thian Kie timbul suatu keinginan untuk melihat bagaimanakah tampang dari si majikan rumah rejeki ini !

Tubuhnya dengan cepat dienjotkan melayang kearah pintu besar yang tertutup rapat-rapat.

Sesampainya didepan pintu tanpa banyak cakap lagi telapak tangannya dengan disertai tenaga dalam penuh dihantamkan keatas besi berwarna hitam pekat itu, sehingga menimbulkan suara dengungan yang amat keras.

“Hei, adakah orang didalam?” teriaknya keras.

Kecuali suara pantulan dari gembrongannya tadi, tak kedengaran suara jawaban dari seseorang !

Tak terasa lagi hawa amarah mulai berkobar didalam rongga dada Pek Thian Kie, telapak kanannya dengan disertai tenaga yang jauh lebih dasyat sekali lagi menghajar pintu besi tersebut.

Ditengah suara bentrokan yang amat keras, suara dengungan kembali bergema memekakan telinga, tetapi pintu tersebut masih tetap tertutup rapat.

Tak tertahan lagi Pek Thian Kie dibuat tertegun.

Tetapi sebentar kemudian ia sudah tertawa dingin tiada hentinya.

“Heeeee……….heeeee…………heeeee…….. aku tidak percaya bila dengan kekuatanku tak berhasil menghajar roboh pintu besimu ini” teriaknya keras. Baru saja perkataan tersebut selesai diucapkan, serangan kedua kembali sudah menerjang lewat.

Mendadak …………

“Saudara, apa maksudmu datang kemari?” serentetan suara yang amat dingin berkumandang datang.

Mendengar suara teguran tersbut Pek Thian Kie benar- benar jadi terperanjat, tak terasa lagi angina pukulan yang sudah dikumpulkan diats telapak tangan ditarik kembali.

Dengan cepat badannya berputar memandang suara tersebut. Tampaklah sesosok bayangan hitam, sudah berdiri dodepan kuburan.

“Siapa kau? Bentak pemuda tersebut dingin.

Jarak antara mereka ada tiga, empat kaki jauhnya, sehingga hal ini membuat Pek Thian Kie tak sanggup melihat lebih jelas lagi wajahnya.

“Heeeee……….heeeee…………heeeee… Majikan

rumah rejeki!” sahut orang itu sambil tertawa dingin. “Apa?”

Tak kuasa lagi Pek Thian Kie berseru tertahan, ia sama sekali tidak menyangka bayanagan hitam yang secara mendadak munculkan diri adalah Majikan Rumah Rejeki, hal ini mana mungkin tidak membuat hatinya merasa sangat terperanjat ?

“Heeeee……….heeeee…………heeeee…….. kau tidak percaya?” kembali orang itu menegur

“Percaya!”

“Kau ingin merusak rumah rejekiku ini?” “Sedikitpun tidak salah!” “Kenapa kau ingin merusak rumah ini? Apa salh rumah tersebut dengan dirimu?”

“Hmmmmmm! Mudah sekali maksudku, aku ingin mencari kau!”

“Ada urusan apa>”

“Banyak pertanyan yang hendak aku tanyakan kepadamu!” sahu sang pemuda dengan muka sinis.

“Cepat katakana, apa yang ingin kau tanyakan?” “Rumah rekjekimu ini hendak kau sewakan kepada

orang lain?’

“Hmmm! …… kecuali kau bangsat cilik tidak bisa membaca, bukankah disamping pintu sudah tertempel jelas tulisan tersebut.”

“Lalu siapakah orang yng sudah datang menyewa rumah ini pada tahun yang lalu?”

“Si Jagoan pedang Iblis Sakti!” “Sekarang dimanakah orang itu?” “Sudah mati!”

“bagaimana dia bisa mati? Ia mati ditangan siapa? Dimanakah dia orang menemui ajalnya?” tak kuasa lagi pemuda tersebut sudah mencecer sang majikan rumah rejeki dengan berpuluh-puluh pertanyaan yang selama ini mengganjal didalam hatinya.

“Maaf ……… maaf …….. tentang soal ini aku tak bisa memberikan jawaban!”

“Kenapa?”

“karena kau bukan orang yang hendak menyewa rumahku. Pertama tiada barang suapan, kedua tiada hubungan persahabatan, maka dari itu aku tidak bisa menjawab seluruh pertanyaan itu.”

“Siapakah nama si jagoan pedang iblis sakti?” kembali Pek Thian Kie bertanya

“Tentang soal ini akupun tak bisa memberikan jawaban!”

“Secara bagaimana kau baru suka memberikan jawaban?”

“Kecuali orang yang menyewa rumahku ini atau orang- orang yang mempunyai hubungan persahabatan dengan diriku.”

“Jadi pada saat ini sepatah katapun kau tidak suka menjawab?

“Sedikitpun tidak salah!”

“Tapi saying aku menginginkan kau orang harus memberikan jawaban!”

“Aku piker kau tak akan sanggup memaksa diriku!” ejk orng itu dingin

“bagus sekali!” kau orang bodoh boleh coba-coba……..

Begitu ucapan tersebut meluncur keluar dari bibirnya tanpa membuang banyak waktu lagi tubuhnya laksana sambaran petir cepatnya sudah menubruk kearah bayangan hitam tersebut.

Dari dua bagian tenaga dalam yang dimilki Pek Thian Kie, pada saat ini sudah ada sembilan bagian tenaganya yang telah pulih kembali seperti sedia kala.’

Tubrukannya ini dilancarkan secepat kilat, bahkan gerakannya amat aneh tahu-tahu ia sudah berada didepan kuburan tersebut. Siapa sangka gerakan tubuh dari bayangan hitam itupun tidak kalah cepatnya dari gerakan Pek Thian Kie, tampaknya bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu ia sudah melayang sejauh tiga, empat kaki jauhnya kearah belakang.

Diam-diam Pek Thian Kie merasakan hatinyaa bergidik juga melihat kegesitan pihak lawannya.

“Heeeee……….heeeee…………heeeee…….. Suadara ! Kau harus tahu, aku tidak ingin pamerkan kepandaian silatku dihadapanmu.” Seru orang itu sambil tertawa dingin tiada hentinya. “Apalagi kemungkinan sekali kaupun merupakan calon tamu yang akan menyewa rumahku. Daripada dikemudian hari hubungan antara pemilik rumah dan si penyewa rada riku, dan kurang enak lebih baik aku berlalu setindak terlebih dahulu ………”

Belum habis perkataan tersebut diucapkan keluar, tampaklah bayangan manusia berkelbat, tahu-tahu ia sudah meninggalkan tempat tersebut.

“Kau ingin pergi?” bentak Pek Thian Kie keras. Ditengah berkelebatnya bayangan manusia, Pek Thian

Kie enjotkan badannya melakukan pengejaran.

Gerakan tubuh dari pemuda ini tak dapat dikatakan lambat, siapa sangka gerakan tubuh dari si orang berbaju hitam itu tidak lemah …..

Laksana anak panah yang terlepas dari busur, ia berputar satu lingkaran ditengah hutan lalu jejaknya lenyap tak berbekas. Hal ini sudah tentu membuat Pek Thian Kie saking gemasnya menggertak giginya kencang-kencang.

Tiba-tiba …….. Sesosok bayangan manusia kembali meluncur kearah rumah tersebut dengan amat ringannya menggunakan kesempatan sewaktu pemuda tersebut berdiri termangu- mangu.

Dengan cepat ia menoleh dan memandang tajam orang itu, tampaklah bayangan tersebut dengan langkah yang berhati-hati berjalan mendekati pintu, jelas kelihatan diatas punggungnya tersoren sebilah pedang.

Hatinya diam-diam rada bergerak, dengan tidak menimbulkan suarapun ia segera ikut melayang kedepan dan bersembunyi kurang lebih dua kaki dari tempat orang itu.

Tampaklah pihak lawan ternyata adalah seorang pemuda yang berusia duapuluh tujuh, delapan tahunan, badannya sangat kekar, hanya saja air mukanya begitu murung dan diliputi ketegangan.

Lama sekali ia memperhatikan syarat yang tertempel diatas pintu besi tersebut, akhirnya dengan alis yang dikerutkan ia putar badan dan berlalu dari jalanan semula.

Aaaakh …………! Kiranya seorang manusia yang khusus datang melihat rumah !

Pada waktu Pek Thian Kie ada maksud ikut berlalu dari sana, mendadak ……..

Suara tindakan kaki manusia sekali lagi berkumandang datang memecahkan kesunyian, diam-diam pemuda tersebut merasakan hatinya tergetar keras.

Tampaklah sesosok bayangan manusia perlahan-latan berjalan mendekat.

“Siapa!” tegurnya kemudian dengan suara keras. Mendengar bentakan tersebut bayangan itu rada merendek sejenak, kemudian ia putar badan dan berjalan mendekati Pek Thian Kie. Hanya dalam sekejap saja ia sudah berada dihadapannya.

Ternyata orang yang baru saja datang adalah pemuda berbaju hijau yang usianya kurang lebih baru duapuluh tahunan, wajahnya amat tampan dengan sepasang mata memancarkan cahaya tajam, bibirnya tersungging satu senyuman manis.

Ia memandang sekejap kearah Pek Thian Kie, lalu tersenyum.

“Heng-thay malam-malam datang kemari apakah ada maksud hendak melihat rumah ini juga?” … tanyanya.

“Benar!” sahut Pek Thian kie agak melengak. “Dan Heng-thay ……”

“Akupun datang kemari karena perasaan ingin tahu ….. siapa nama Heng-thay?”

“Cayhe Pek Thian Kie?”

“Oooow …..Pek-heng! Cayhe bernama Tang Liem !”

Selesai berkata, kembali ia tersenyum dan menyapu sekejap wajah Pek Thian Kie, lalu dengan langkah yang lambat berjalan mendekati rumah berbentuk aneh itu.

Didalam pandangan matanya itulh, mendadak Pek Thian Kie menemukan sinar matanya yang aneh, dan lain dari pandangan mata orang biasa, Cuma saja ia tidak mengerti dimanakah terletak perbedaan tersebut…..

Didalam hutan Tauw Liem berturut-turut telah terjadi berbagai macam peristiwa yang sangat aneh, semuanya ini membuat Pek Thian Kie semakin kebingungan dan merasa bimbang tidak karun. Tidak lma kemudian si pemuda berbaju hijau sudah balik kembali.

“Bagaimana penaksiran Pek-heng, terhadap harga rumah ini?” tanyanya sambil tertawa dan memandang wajah pemuda itu tjam-tajam.

“Penaksiran?”

“Benar! Bukankah kau merasa rumah ini rada misterius?”

“Ehmmm ………ada sedikit, menurut pandanganmu?” “Akupun mempunyai perasan yang sama!” sahut

pemuda berbaju hijau itu sambil mengangguk. “Si penyewa rumah ini belum sampai satu tahun mendiami rumah ini mendadak menemui ajalnya, bahkan setelah mengetahui hal ini ada juga orang yang ingin menyewa, coba kau piker bukankah sangat aneh sekali kejadian ini?”

“Memang ada sedikit keanehan?” “Benar, barang pusaka!”

“Barang pusaka apa?”

“Bukankah didalam keterangn diatas kertas itu tercatat sebagai hadiah akan diberikan sebuah bangunan rumah

:Ang Wu Piat Su? Aku piker rumah merah itu pasti merupakan sebuah mustika bu-lim. Kalau tidak siapa yang ingin pergi kesana untuk menghantarkan nyawa ?”

Mendengar ucapan tersebut, diam-diam Pek Thian Kie merasakan hatinya tergetar.

“Aaaaaakh sedikitpun tidak salah.”

Diam-diam pikirnya dalam hati. “Jikalau rumah merah yang dimaksudkan bukan suatu mustika dari kalangan dunia persilatan, mengapa jago-jago Bu-lim itu suka masuk kedalam rumah rejeki untuk hantar kematian ?”

Berpikir akan hal ini tak terasa lagi ipun sudah bertanya kembali.

“Tetapi masih ada suatu hal yang mencurigakan

………!”

“Apa yang patut dicurigakan ?”

“Jikalau rumah merah “Ang Wu Piat Su” ini menunjukkan semacam mustika dunia persilatan, aku piker orang-orang Bu-lim tentu akan berusaha untuk mendapatkannya, tetapi mengapa prang-orang yang menemui ajalnya hanya sembilan jagoan pedang dari kolong langit saja?”

“Menurut duganku, kemungkinan sekali hanyaa sembilan jagoan pedang dari kolong langit saja yang mengetahui rahasia rumah merah “Ang Wu Piat Su” tersebut !”

“Ehmmmm dugaanmu memang cengli!”

“Aaaaakh Ini Cuma dugaan siauw-te, benar atau

tidak aku rasa tak bakal bisa disimpulkan oleh kita.”

Perlahan-lahan Pek Thian Kie mengangguk, ia merasa apa yang diucapkan pemuda berbaju hijau ini memang benar.

“Pek-heng, apakah kau sering berkelana didalam dunia kangouw?” Tanya Tong Liem kembali.

Pek Thian kie menggeleng.

“Siauwte baru beberapa hari berkelana didalam dunia persilatan ” sahutnya perlahan.

“Apakah Heng-tay pernah mendengar istana harta?” “Pernah …….” Pemuda tersebut mengangguk, hatinya rada kaget. “Katanya Istana harta tersebut khusus meminjamkan uang untuk kawan-kawan Bu-lim!”

“Sedikitpun tidak salah !”

“Siauwte ada maksud hendak sedikit onglos perjalanan dari Ist tempat ini?” kembali tanya Istana Harta tersebut, entah beberapa jauh dari tempat ini?” kembali Tanya Tong Liem sambil tertawa pahit.

“Haaaaaa………..haaaa…………….haaa ………..

sungguh kebetulan sekali.” “Siuwtepun ada maksud hendak pergi ke Istana harta, bagaimana kalau kita berangkat bersama-sama.”

“Sudah tentu sangat bagus sekali!”

Demikianlah Pek Thian Kie serta pemuda yang masih terasa asing baginya bersama-sama mendatangi Istana harta.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar