KPPDM Bab 1. Anak Dari Seorang Teman

Bab 1. Anak Dari Seorang Teman 

dinasti Beng yakni Beiping (sekarang Peking/Beijing). Sin Kiang terletak tak jauh dari kaki gunung dewa,Thiansan dan gurun neraka Takla. Kota ini terkenal sebagai tempat tinggal suku bangsa Uighur yang masih berdarah campuran Turki. Mayoritas penduduknya adalah suku Uighur yang beragama islam bercampur dengan suku Han, Turki, Tajik, Kazhak, keturunan Mongol, Tibet dan lainnya yang merupakan suku bangsa minoritas. Sin Kiang merupakan wilayah yang ramai dilalui para pedagang yang menempuh jalur sutra yang menyebabkan daerah ini secara ekonomi cukup makmur.

Di sebuah kota kecil didekat kaki gunung Thian San yang cukup ramai terdapat perkampungan kecil yang didiami oleh satu keluarga. Pagi itu terlihat seorang pria setengah tua sedang duduk di ruang utama. Dihadapannya terlihat seorang pemuda berumur sekitar 25 tahun dan bertubuh agak kurus sedang berlutut. Walaupun wajahnya tak terlalu tampan kalaupun dapat dibilang sederhana, tetapi tatapan matanya yang teduh dan roman mukanya yang sabar membuat semua orang yang berhadapan dengannya agaknya akan suka untuk bersahabat dengan pemuda kurus tersebut.

“Hai-ji (anak Hai), sejak remaja kau sudah ikut denganku karena ayahmu memintaku untuk mendidikmu. Ayahmu adalah saudara angkatku sendiri dan aku sendiri setelah sekian lama menikah tidak juga dikaruniai oleh keturunan, sehingga aku dan istriku sudah menganggapmu sebagai anak kandung,” ucap si setengah tua.

“Hai-ji berterima kasih atas segala macam budi dan kasih sayang dari Gihu dan Gibo (ayah dan ibu angkat). Hai-ji sendiri entah bagaimana bisa membalasnya,” sahut pemuda kurus yang dipanggil Hai-ji itu.

“Ayahmu Ma Huan adalah seorang penjelajah ulung dan siucay hebat yang menguasai banyak bahasa. Kalau saja dia tidak terus menerus ikut dalam ekspedisi penjelajahan atas perintah kaisar, tentu dia dapat mendidikmu dan saudara-saudaramu sendiri. Namamu sendiri (Hai berarti laut) diberikan karena engkau lahir ketika ayahmu sedang berada diseberang lautan. Dia adalah patriot sejati yang mengabdi pada negara, jadi janganlah kau menyalahkan dia tidak mendidikmu dengan tangannya sendiri,” lanjut si setengah tua.

“Hai-ji sama sekali tidak menyalahkan ayahanda. Hai-ji maklum kalau ayahanda adalah seorang petugas negara yang menghabiskan waktunya lebih banyak diluar dari pada didalam rumah. Ibu sering sekali menasehati kami bersaudara untuk mengerti keadaan beliau. Karena itu ketika ayahanda mengantarkan aku ke tempat Gihu untuk belajar, Hai-ji benar-benar beruntung dapat berada dibawah bimbingan Gihu,” jawab si pemuda.

Sang Gihu yang bernama Temuyun siucay hanya menghela napas panjang sebelum menjawab,” Apa yang kuberikan kepadamu tidaklah banyak karena aku juga kadang ikut berlayar bersama ayahmu mengikuti rombongan Laksamana Cheng Ho. Untuk pelajaran agama Islam dan membaca kitab suci Al-Qur’an aku terpaksa menyerahkanmu kepada Haji Murad, karena bagaimanapun beliau lebih ahli dibidang ini dari pada aku. Untuk ilmu baca tulis engkau memang berbakat menjadi siucay (pelajar) seperti ayahmu. Sedangkan kepandaianku yang lain yaitu ilmu silat sebenarnya tidaklah berguna kecuali hanya untuk melukai orang lain saja. Karena itu untuk menambah pengalaman dan mengasah kepandaianmu, aku pernah mengajak engkau untuk mengikuti ekspedisi ke lima laksamana Cheng Ho.”

“Suhu Haji Murad telah mengajarkan semua ilmu yang dimilikinya kepadaku. Sayang sekali beliau sudah meninggal sebelum aku pulang berlayar. Aku tidak sempat berbakti kepada beliau sewaktu beliau masih hidup.”

“Nyawa manusia berada ditangan Allah, kita manusia hanya bisa berusaha tapi Allah yang memutuskan segalanya. Engkau bisa membalas jasanya dengan berbuat kebaikan didunia ini dengan mengamalkan ilmu ajarannya,” kata sang Gihu.

Ma Hai atau pemuda yang dipanggil Hai-ji itu mengangguk tanda setuju sambil termenung mengenang gurunya yang telah wafat itu.

“Aku sengaja tidak ikut serta dalam ekspedisi ke enam laksamana Cheng Ho khusus untuk menggemblengmu menguasai tingkat ke tujuh dan delapan ilmu Pai It-thian Kun-hoat (Ilmu silat menyembah tuhan yang satu). Aku benar-benar bangga kepadamu, dari 9 tingkatan Pai It-thian Kun-hoat engkau sudah menguasai tingkat ke delapan dalam usia muda. Aku sendiri menguasainya setelah melewati usiaku yang ke 40. Sampai sekarang karena bakatku yang terbatas, tingkat sembilan belum juga bisa ku lewati. Engkaulah harapanku untuk menembus tingkat akhir yang diciptakan oleh Sukong (kakek guru) untuk menghadapi ilmu para tetua Bengkauw.”

“Gihu, bukankah Gihu pernah bercerita kalau sucouw (kakek buyut guru) adalah bekas tetua Bengkauw Persia yang telah mengundurkan diri. Untuk apa pula beliau menciptakan tingkat delapan Pai It-thian Kun-hoat? Apakah beliau terlibat pertikaian dengan Bengkauw setelah mengundurkan diri?” tanya Ma Hai.

“Ketahuilah, sesungguhnya sucouw-mu itu dulunya dikenal di daerah Persia sebagai Bengkauw Sintong (Anak ajaib dari agama terang) yang bernama Shiraz. Sebelum usianya ke 20, beliau sudah mampu menguasai ilmu silat rahasia Bengkauw Kian-kun Tay-Lo-Ie dan Seng Hwee Leng sampai tingkatan sempurna. Mungkin yang mampu menyaingi bakat beliau di daratan tionggoan hanyalah bekas ketua Bengkauw tionggoan Thio Bu-ki. Karena ketua Bengkauw Persia dipilih berdasarkan kepercayaan mereka terhadap dewa api bukan tingkat kepandaian silat, dengan sendirinya Shiraz sukong kebagian jabatan sebagai penasehat tengah. Penasehat tengah sendiri adalah jabatan tetua Bengkauw Persia yang paling tinggi, lebih tinggi dari pada penasehat kanan dan penasehat kiri.”

“Ternyata sucouw adalah orang sakti jaman dahulu di tanah Persia. Bagaimana beliau bisa dimusuhi Bengkauw sewaktu mengundurkan diri? Padahal beliau kan seorang tetua yang dihormati, sepantasnya Bengkauw memperlakukan dengan hormat seorang tetua yang ingin mengundurkan diri,” kata Ma Hai.

“Hal itu terjadi setelah sukong bertemu dengan seorang ulama yang bernama Bukhari di kota Puhe (sekarang bernama Bukhara) ketika beliau sedang bertualang. Saat itu sukong meninggalkan kepercayaannya terhadap dewa api Bengkauw dan memeluk agama islam sebagai agama barunya Ketika kembali ke markas bengkauw, sukong merasa posisinya sebagai Tiangloo Bengkauw sudah tidak sesuai dengan kata hatinya sehingga meminta ijin peengunduran dirinya pada ketua Bengkauw saat itu. Kalau saja sukong bukan seorang tetua Bengkauw yang menguasai secara sempurna ilmu rahasia Bengkauw, tentu tidak akan menjadi masalah. Tetapi sebagai bekas penasehat tengah Bengkauw, peristiwa itu menjadi bahan pembicaraan para anggota dan menyebabkan keributan. Karena keadaan ini sangat berbahaya bagi kelangsungan Bengkauw, ketua Bengkauw saat itu memutuskan mengutus penasehat kanan dan kiri serta sepuluh pelindung Bengkauw untuk menghukum mati Shiraz sukong. Walaupun ke dua belas tetua Bengkauw mengeroyok sukong seorang tetapi sukong tetap saja dapat mengalahkan dan melukai mereka. Ketika sukong bermaksud pergi dan ingin bersembunyi karena tidak ingin berseteru dengan Bengkauw yang telah banyak memberikan budi baginya, 2 penasehat Bengkauw mengejek Shiraz sukong sebagai orang tak tahu malu karena telah menggunakan ilmu Bengkauw untuk mengalahkan orang-orang Bengkauw,” lanjut Temuyun siucay. “ Sukong membalas ejekan mereka dengan mengatakan tidak akan pernah lagi menggunakan Kian-kun Tay-Lo-Ie dan Seng Hwee Leng seumur hidupnya. Dua belas utusan Bengkauw tersebut pulang dan melapor kepada ketua Bengkauw. Ketua Bengkauw percaya kalau sukong akan memegang kata-katanya. Sejak itu Bengkauw tidak pernah lagi mendengar kabar tentang sukong dan berhenti mengejarnya.”

“Apakah sejak itu sucouw mulai menciptakan ilmu Pai It-Thian Kun-hoat?” tanya Ma Hai.

“Betul,” kata Temuyun siucay. “Sukong menggabungkan seluruh pengetahuannya tentang ilmu silat termasuk ilmu rahasia Bengkauw itu untuk menciptakan ilmu baru yang beliau beri nama Pai It-Thian Kun-hoat untuk menegaskan kalau beliau sungguh-sungguh telah memeluk agama baru yang menyembah satu tuhan. "Sesungguhnya ilmu silat yang tertera di Seng Hwee Leng merupakan tingkat awal dari Kian-kun Tay-Lo-Ie. Ilmu ini awalnya diciptakan oleh pemimpin kelompok Hashashin yang bernama Hasan Al-Sabah, sebuah kelompok pembunuh politik yang sangat rahasia. Ilmu ini kemudian dikembangkan hingga ke tingkat yang sempurna oleh ketua Bengkauw Persia. Prinsip dasar ilmu ini adalah penguasaan alam sekitar sehingga dengan mudah membolak-balik dan memindahkan tenaga lawan sekehendak penguasa ilmu Kian-kun Tay-Lo-Ie. Karena dasar dari Kian-kun Tay-Lo-Ie adalah keinginan manusia untuk berkuasa, maka sukong menciptakan Pi It-Thian Kun-hoat berdasarkan prinsip kebalikannya yaitu sabar dan pasrah terhadap tuhan sebagai makhluk manusia. Kata suhu, Seng Hwee Leng dan Kian-kun Tay Lo-Ie adalah ilmu yang sangat berbahaya bagi yang menguasainya secara sempurna karena orang bisa menjadi gila dan akan mati dalam keadaan tersiksa. Sukong sendiri hampir gila dan mati bunuh diri kalau tidak bertemu dengan ulama Bukhari di kota Puhe yang membacakan ayat-ayat kitab suci Al Qur’an untuk menenangkan bathin beliau ketika sedang kerasukan Kian kun Tay-Lo-Ie. Menurut sukong, Hasan Al Sabah menciptakan Seng Hwee Leng khusus bagi anak buahnya yang melakukan misi bunuh diri. Jika seorang Hashashin tertangkap, dengan sendirinya dia akan mati karena ilmu Seng Hwee Leng kalau tidak menjadi gila. Celakanya ilmu ini ditemukan oleh ketua Bengkauw Persia saat itu dan dikembangkannya menjadi Kian-kun Tay-Lo-Ie."

“Lalu bagaimana Gihu bisa bertemu sukong?” tanya Ma Hai dengan bingung.

“Tentu saja di kota Puhe,” sahut Temuyun siucay. “Guruku itu adalah murid tunggal Shiraz sukong Sucouw-mu itu melarikan diri dari Bengkauw dan berdiam di kota Puhe hingga akhir hayatnya. Untuk mencegah agar Bengkauw tidak dapat melacak sucouw-mu itu, beliau memerintahkan suhu untuk tidak memperlihatkan ilmu silatnya didepan orang banyak kalau tidak dalam keadaan terpaksa.

“Apakah sekarang Gihu juga menginginkan agar aku menyimpan Pai It-Thian Kun-hoat seperti sukong?” tanya Ma Hai.

“Ah, tidak perlu. Pengurus Bengkauw Persia sekarang sudah berganti. Tentu mereka tidak akan meneruskan permusuhan yang tidak perlu itu.”

"Hai-ji, pengalamanmu ikut berlayar denganku selama 3 tahun bersama ekspedisi laksamana Cheng Ho lebih dari cukup untuk berkelana di dunia kangouw. Hari ini aku memanggilmu untuk mengutusmu pergi ke kota raja Beiping, karena aku menerima kabar kalau dikota raja terjadi pembunuhan secara rahasia pangeran-pangeran putra dari kaisardinasti Beng, Yong Le. Temuilah Ban Su To Niocu di kotaraja Beiping dan berikan surat pengantarku ini padanya," ucap Temuyun siucay sambil menyerahkan sepucuk surat tersegel kepada Ma Hai.

Ma Hai menerima surat tersebut dengan hormat lalu kembali berlutut ketempat semula. Lalu Temuyun siucay menyambung ucapannya,"Ayah ibu beserta saudara- saudaramu masih tinggal di kotaraja, kalau kau bertemu mereka sampaikan salamku dan katakan pada ayahmu kalau rumah dinas di kota Hangciu sudah tidak kutinggali lagi karena sudah kembali ke Sin Kiang, jadi harap Huan-ko mengurus pengembaliannya ke pemerintah daerah kota Hangciu.

“Baiklah,” jawab Ma Hai.

“Hendaklah engkau berhati-hati selama diperjalanan dan di kotaraja, karena saat ini Kaisar Yong Le sedang sakit parah setelah pulang berperang malawan pasukan Tartar di gurun Gobi. Setelah beberapa pangeran tewas secara misterius, sekarang tinggal 2 orang putra kaisar yang berpeluang besar untuk naik tahta bila kaisar Yong Le mangkat. Mereka berdua sedang berebut pengaruh dan merekrut orang-orang pandai sebanyak-banyaknya termasuk dari dunia kangouw,” lanjut Temuyun siucay

Siapakah mereka itu Gihu?” Tanya Ma Hai ingin tahu.

“Yang pertama putra tertua kaisar Yong Le bernama Pangeran Chu Kaoshi. Dia ini dekat dengan petinggi sipil istana kaisar. Sedangkan yang lain adalah Pangeran Chu Kaoshu yang dekat dengan petinggi militer dan jenderal-jenderal kerajaan. Sebisa mungkin janganlah engkau memihak karena sedikit salah langkah sangat berbahaya bagi keluargamu yang tinggal di kota raja”

“Baik. Hai-ji akan selalu ingat pesan Gihu,” sahut Ma Hai

“O iya, kau masih ingat bukan ketika 6 tahun yang lalu kita berlayar bersama laksamana Cheng Ho, sewaktu melewati selat Malaka, aku menyelamatkan seorang penduduk setempat dari keroyokan bajak laut?” tanya Temuyun siucay.

“Tentu saja. Saat itu orang yang mengaku berasal dari kerajaan Pasai memberikan sebuah belati pusaka keluarganya kepada Gihu. Dia bilang nama pusakanya tersebut Leng Tiong To (Belati pusat hawa dingin),” jawab Ma Hai.

“Hahaha… pelafalanmu masih kurang bagus., yang benar adalah Rencong. Tapi karena aku akan memberikannya padamu untuk bekal perjalananmu, kau boleh menggunakan nama Leng Tiong. Apalagi memang belati itu memancarkan hawa dingin sehingga cocok dengan nama yang kau berikan,” kata Temuyun siucay

“Sebelum, ke kotaraja, singgahlah dulu ke kota Tiang-an untuk menemui kakakku Siang Lojin yang menjadi imam di mesjid besar Tiang-an. Engkau pernah bertemu dengannya dahulu sewaktu dia sedang berkunjung kemari. Mintalah belati yang kupinjamkan itu kepadanya itu, katakan pada beliau kalau belati itu sudah kewariskan kepadamu.”

“Hai-ji mengerti, Gihu,” sahut Ma Hai. “Kau boleh pergi sehabis sholat zhuhur, kalau kau ingin berpamitan dengan tunanganmu Yamila kau pergilah sekarang menemuinya,” sambung Temuyun siucay.

Merah muka Ma Hai mendengar kata-kata Gihu-nya mengingatkan dia pada tunangannya Yamila putri Haji Murad guru agamanya.

  ooOoo  

Dihalaman belakang rumah almarhum Haji Murad, terlihat sepasang muda- mudi duduk berhadap-hadapan dengan malu-malu. Gadis yang duduk itu berwajah cantik khas suku Uighur dengan hidung mancung dan mata cermerlang seperti bintang. Gadis itu bernama Yamila, benar-benar sesuai antara wajah dengan namanya yang berarti jelita. Sedangkan pemuda yang duduk dihadapannya adalah Ma Hai, pemuda sederhana yang berasal dari suku Hui di tanah tionggoan.

Ma Hai yang tinggal di Sin Kiang sejak dibawa oleh ayahnya pada usia 14 tahun sudah mahir berbicara bahasa Uighur. Begitu pula dengan Yamila yang mahir berbahasa China berkat bimbingan Ma Hai. Temuyun siucay menitipkan Ma Hai pada Haji Murad untuk belajar agama Islam dan baca tulis huruf arab dengan dua tujuan. Pertama memang untuk bekal moral dan memahami isi kitab suci Al Qur’an, dan yang kedua adalah agar Ma Hai mendapatkan dasar pelajaran bahasa arab untuk persiapan mempelajari Pai It-thian Kun-hoat.

“Engkoh Hai (kanda Hai), jika kau pergi kapankah akan kembali kemari. Kota Beiping sangatlah jauh berada di timur. Aku takut kalau. ” Yamila menunduk

tanpa meneruskan kata-katanya.

“Yamila-moay moay (dinda Yamila), bukankah sudah kuberitahukan kepadamu, setelah tugas dari Gihu selesai aku akan kembali kemari beserta orang tuaku untuk melamarmu pada ibu dan pamanmu. Jadi janganlah engkau merasa khawatir.” Ma Hai memperlembut kata-katanya dengan maksud menenangkan Yamila yang sedang galau perasaannya.

“Aku tahu engkau pasti menepati janjimu untuk kemari melamarku. Hanya saja keadaan sedang gawat begini. Hai-ko tahu sendiri kalau Kaisar Beng pulang dalam keadaan sakit parah setelah pulang dari gurun Gobi dalam rangka bertempur dengan pasukan Tartar. Sedangkan daerah Uighur ini sekarang masih dalam wilayah kekuasan pasukan Tartar dibawah pimpinan keturunan Temur Lenk. Kalau mereka kembali bertempur, aku takut ,” lirih suara Yamila

menjawab.

“Gihu memberikan tugas padaku karena yakin dengan kemampuanku. Kalau Gihu yang mendidikku saja merasa yakin, seharusnya engkaupun tak perlu khawatir,” sahut Ma Hai.

“Sudahlah moay moay. Kalau engkau merasa rindu padaku, lihatlah batu giok (kemala) yang menjadi tanda perjodohan kita, doakan keselamatanku pada Allah dan yakinlah aku akan kembali secepatnya,” Ma Hai mengakhiri perkataannya dengan menggenggam tangan Yamila yang masih menggenggam batu giok indah berukir huruf Ma sambil tersenyum kecil.

  ooOoo  

Setelah zhuhur, Ma Hai berangkat meninggalkan kota kecil dibawah kaki Thiansan diantar oleh Temuyun siucay beserta istrinya dan Yamila beserta dengan ibu dan pamannya. Temuyun siucay membekali Ma Hai dengan beberapa potong emas dan perak beserta seekor kuda sambil memberikan pesan-pesan terakhirnya mengenai keadaan dunia kangouw sekarang.

  ooOoo  

Keterangan dan fakta sejarah:

- Dinasti Ming (atau Beng dalam dialek hokkian) bernama Da Ming Guo (Tay Beng Kok) yang secara harfiah berarti Negara Ming Raya. Dinasti Ming sendiri dalam bahasa China adalah Ming Chao/ Beng Tiauw.

- Setting cerita pada pertengahan tahun 1424, saat kaisar Yong Le pulang dari gurun Gobi dalam keadaan sakit parah. Laksamana Cheng Ho sendiri pulang dari ekspedisi ke 6-nya pada tahun 1422 dan dilarang berlayar oleh kaisar Hongshi hingga tahun 1430, dimana beliau melakukan ekspedisi ke 7 atau yang terakhir.

- Laksamana Cheng Ho/Zeng He melakukan ekspedisi pelayaran 7 kali selama hidupnya, 6 kali pada masa pemerintahan Yong Le dan satu kali pada masa pemerintahan Shuande. Ma Huan adalah seorang penjelajah muslim dan ikut serta 3 kali (ekspedisi ke 4, 6 dan 7) dalam ekspedisi Cheng Ho sebagai penerjemah dan peneliti.

- Nama Sin Kiang (Xinjiang) sendiri sebenarnya baru dikenal setelah dinasti Qing merebut daerah ini dan menamakannya dengan nama Sin Kiang yang berarti perbatasan baru. Sebelumnya daerah ini dan sekitarnya dikenal dengan nama See Yu (daerah barat) dan Turkistan timur atau juga Uighurstan. Pada jaman dinasti Ming, Sin Kiang masih merupakan daerah yang berdiri sendiri dibawah kekuasaan keturunan Temur Lenk dan terlepas dari pemerintahan dinasti Ming.

- Bukhari dalam cerita diatas adalah nama umum ulama yang berasal dari kota Bukhara (Puhe dalam bahasa China pada saat itu), bukanlah penulis kitab sunnah Shahih Bukhari (810-870) yang juga berasal dari Bukhara.

- Hashashin atau Hashashiyun adalah sebuah organisasi rahasia yang didirikan oleh Hasan Al Sabah (1034 – 1124) di Persia. Aktif sekitar tahun 1090 – 1272 melakukan misi-misi pembunuhan rahasia. Kebanyakan dari korban mereka adalah lawan politik kelompok ismailiyah dan para petinggi pasukan salib (sewaktu perang salib berlangsung). Marcopolo yang pernah mengunjungi tionggoan pada masa dinasti Goan/Yuan berhipotesis kalau nama Hashashin diambil dari kata Hashish yaitu sejenis narkotika yang dikatakannya biasa digunakan oleh anggota Hashashin sebelum melakukan misi. Hal ini agak aneh dan tak masuk akal, karena seorang muslim dilarang mengkonsumsi khamar (benda yang memabukkan termasuk alkohol dan narkotika). Arti kata sebenarnya dari hashashin diambil dari akar kata bahasa arab berarti para pengikut Hasan. Anggota hashashin sendiri memanggil diri mereka dengan Fadiyeen. Hubungan antara Hasan Al Sabah dan Bengkauw Persia diceritakan dalam buku karangan Chin Yung yang berjudul Yi Tian Tu Lung Ji (kisah pedang langit dan golok naga), dimana Hasan Al Sabah didalam buku dipanggil dengan nama “orang tua dari gunung”.

- Perseteruan antara Chu Kaoshi (Zhu Gaozhi) dan adiknya Chu Kaoshu (Zhu Gaozhu) berlanjut terus hingga anaknya, walaupun pada akhirnya kaisar Yong Le sudah menetapkan pilihannya.

- Senjata rencong bersarung gading adalah senjata dari daerah aceh yang diperuntukkan buat kaum bangsawan. Rencong biasa umumnya bersarung kayu dan bergagang tanduk kerbau.

- Sesungguhnya suku Hui di tanah tionggoan adalah sama dengan suku Han, tidak seperti suku Uighur yang mencolok perbedaan perawakannya dengan suku Han. Yang membedakan mereka adalah agama dan kebiasaan sehari- hari, dimana suku Hui beragama islam dan tidak makan babi seperti halnya suku Han. Jaman sekarang seluruh warga Negara Republik Rakyat China (RRC) yang beragama islam, baik Hui, Uighur, Tajik ataupun suku yang lainnya disebut dengan suku Hui.

- Judul bab satu mengambil judul yang sama dengan judul bab dua dari buku Shen Diao Xia Lu revisi ketiga karya JinYong sebagai suatu penghormatan buat seorang empu cerita silat.

  ooOoo   
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar