Jilid 07
Mendengar itu, Kim Houw mengira dalam peristiwa itu mungkin masih ada sebab-sebabnya, lalu dengan gemas lemparkan dirinya Ciok Liang.
Pada saat itu mendadak terdengar suara gemuruh dan getaran hebat, lalu disusul dengan berhamburannya batu-batu dan pasir serta debu. Tanah bergoncang hebat, hingga mengejutkan Kim Houw dan Ciok Liang.
Kim Houw yang masih merasa kaget, tiba-tiba matanya dirasakan gelap, kepalanya pusing dan akhirnya jatuh pingsan ...
Pingsannya Kim Houw secara mendadak, benar-benar di luar dugaan Ciok Liang. Ia masih kuatirkan kalau Kim Houw berlagak, tidak berani berlalu secara sembarangan. Ia berdiam diri untuk menunggu kalau-kalau ada perubahan.
Pada saat itu suara gemuruh sudah berhenti. Seluruh gereja Hoat-hoa-sie dalam waktu sekejap telah ambruk. Dalam hati Ciok Liang tahu siapa orangnya yang telah membuka pesawat rahasia sehingga menyebabkan runtuhnya gereja itu, tapi ia sudah tidak mempunyai waktu untuk memikirkan itu lagi!
Apa yang harus dibikin sekarang ialah bagaimana caranya bisa lolos dari situ. Tiba-tiba ingat dirinya Kim Houw yang masih menggeletak di tanah tanpa bergerak, ia lalu menghantam pipi untuk menegaskan.
Kiranya Kim Houw sudah kena racun jahat dari cincin Tong Lo Han, sebelah telapak tangannya sudah menjadi hitam.
Ciok Liang sangat girang, pikirannya apa artinya mempunyai kepandaian tinggi, akhirnya tokh tidak lolos dari kematian! Ia mencabut pedangnya dan berkata kepada KIm Houw yang tidak bisa melanggar: "Houw-ji! Houw-ji! berangkatlah ke akhirat untuk mengawani yayaku! kalau ada waktu sekalian kau cari kekasihmu Bwee Peng! Cuma sayang dia sudah bukan perawan suci lagi! Harap kau jangan salahkan aku bertindak kejam, aku cuma menjalankan tugas saja, supaya kau bisa lekas bertemu dengan kekasihmu!"
Baru saja habis mengucapkan perkataan, Ciok Liang lantas tunjukkan ujung pedangnya kepada Kim Houw.
Tapi mendadak terdengar suara "Trang!". Pedang di tangan Ciok Liang telah dibikin terbang oleh sebuah senjata rahasia yang luar biasa kecilnya.
Kemudian disusul oleh munculnya seorang Hwesio yang berbadan tegap, dilihat sekelebatan.
Ciok Liang masih mengira bahwa Hwesio itu suhunya yang hidup lagi, tapi setelah dipandang dengan teliti, ternyata ia Kim Lo Han suhengnya Tang Lo Han. Ciok Liang kakinya lantas lemas seketika, tapi betapapun juga jiwa adalah penting. Ketika menampak Kim Lo Han matanya cuma mengawasi keadaannya Kim Houw, ia buru-buru mengambil langkah seribu.
Baru saja Ciok Liang kabur di belakang Kim Lo Han kembali muncul bayangan merah dan bayangan hijau, mereka adalah Pao Sue Jin dan anaknya Pao Siao Kiao yang baru habis ditolongi keluar dari kurungan Tang Lo Han almarhum.
Dua orang itu ketika melihat tangan Kim Houw hitam sebelah, dalam hati merasa heran dan cemas. Kim Houw telah berhasil membunuh mati Tang Lo Han, ini bukan saja telah menyingkirkan bahaya bagi penduduk kota Kian-Lek tapi juga merupakan tuan penolongnya ayah beranak itu.
Kim Lo Han telah membuka ikat pinggang urat naga di pinggang Kim Houw, dengan benda itu, pusaka ajaib Bak-tha yang diikat di pinggang itu, ia gosokkan ke titik hitam di telapak tangan Kim Houw.
Titik hitam itu adalah tempat dimana tersentuh dengan cincin emas Tang Lo Han, untung Kim Houw pernah makan obat batu, kulit dagingnya seolah-olah sudah menjadi kebal sehingga tidak terluka atau mengeluarkan darah, kalau tidak niscaya siang-siang sudah hilang jiwanya!
Bak-tha itu memang benda ajaib, baru saja digosokkan, warna hitam itu lantas lenyap seketika, cuma sebentar saja, lengan Kim Houw sudah sembuh seperti sedia kala.
Lewat lagi sejenak, Kim Houw perlahan-lahan membuka matanya, kemudian dengan secara tiba-tiba ia lompat bangun. Matanya jelalatan seolah-olah sedang mencari apa-apa, lalu berkata dengan suara cemas, "Lo-Han-ya, dimana itu binatang Ciok Liang?"
"Houw-ji, dia sudah pergi. Biar bagaimanapun kebaikan dan kejahatan akhirnya tentu ada buktinya, dia tidak akan bisa lolos!" jawab Kim Lo Han sembari serahkan kembali ikat pinggang urat naga itu kepada Kim Houw.
"Tidak! Tidak! Aku harus kejar padanya, aku mau bunuh dia untuk membalas sakit hati adik Bwee Peng!"
"Houw-ji, kau dengar omonganku, untuk sementara kau tidak boleh membunuh mati dia. Untuk nama baikmu, untuk mencuci noda pada dirimu, kau harus suruh dia mengakui dosanya di hadapan orang-orang rimba persilatan. Dengan demikian kau bermuka terang, sebab nodamu sudah tercuci bersih. Kalau tidak, meski kau sudah membalas sakit hatinya nona Bwee Peng, tetap di mata orang-orang rimba persilatan kau adalah seorang berdosa mesum. Nona Bwee Peng yang ada di dunia bakapun tidak bisa tenteram, dan pasti dia merasa cemas atas perbuatanmu."
Kim Houw tundukkan kepala.
"Lagi pula," meneruskan Kim Lo Han, "waktu ini bukanlah keselamatan Nona Peng Peng ada lebih penting daripada urusan ini? Tanggal lima bulan lima cuma tinggal satu bulan lagi. Andaikata tidak bisa menolong padanya di tengah jalan, juga harus dapat tiba di Ceng-kee-cee tepat pada waktunya."
Kim Houw mendengar kata-kata Kim Lo Han yang sangat beralasan itu terpaksa menurut.
Kini Pao Sie Jin dan putrinya baru mendapat kesempatan untuk menyatakan terima kasih mereka kepada tuan penolongnya. Kuil Hoat-hoa-sie sudah hancur! Tang Lo Han sudah binasa, sisa orang kuil itu kabur semuanya!
Kim Lo Han dan Kim Houw kembali melanjutkan perjalanannya ke barat.
Pao Sie Jin dan putrinya yang mendengar Kim Lo Han dan Kim Houw hendak pergi menolong orang, segera menawarkan tenaganya untuk membantu, tapi ditampik oleh Kim Houw dengan manis. Di sepanjang jalan, Kim Houw tidak perlu mencari keterangan lagi, mereka hanya mengerahkan kepandaian masing-masing untuk mengejar waktu.
Dalam beberapa hari, mereka sudah melewati propinsi Anhui, masuk propinsi Hunlam. Karena jalanan agak datar, mereka bisa berjalan lebih cepat.
Hari itu, mereka tiba di suatu kota kecil waktu lohor. karena selama beberapa hari tidak dapat mengaso dengan baik, maka mereka lantas mencari rumah penginapan untuk bermalam.
Sehabis bersantap malam, dua orang itu tidur dalam satu kamar.
Kira-kira jam dua tengah malam, Kim Houw baru saja habis semedi, telinganya tiba-tiba mendengar suara ribut-ribut! Suara itu datangnya dari jauh, terpisah dengan rumah penginapan kira-kira masih tiga halaman rumah.
"Di kampung kita Lie-kee-cip, bagaimana dapat membiarkan orang berlaku sewenang-wenang demikian rupa? Kuda yang tidak ada pemiliknya dan dibawa oleh si pincang Ji-koay-cu, dengan hak apa mereka datang meminta secara paksa? Bahkan berani melukai orang segala, "terdengar suara seorang berkata.
"Ji-ya, itu adalah seekor kuda pilihan, siapa yang tidak suka? Dari jauh aku sudah dapat melihat, warnanya merah tua dan badannya kekar, aku lantas tahu kalau ia kuda yang bisa lari ribuan li!" terdengar seorang lain menyahut.
Kuda yang tidak ada pemiliknya, warnanya yang merah tua dan bisa lari ribuan lie! Kim Houw ketika mendengar itu hatinya bercekat. Dalam kota bagaimana ada kuda tidak ada pemiliknya?
Warnanya merah tua? Apakah itu bukannya kuda Peng-peng?
Berpikir sampai di situ, Kim Houw lantas pasang kuping.
"Kalau betul kuda pilihan, terlebih-lebih tidak boleh mereka ambil seenaknya. Si Bungkuk sudah balik belum ? Bagaimana dengan luka si Pincang?" demikian Kim Houw mendengar seseorang berkata.
"Si Bungkuk masih belum pulang, luka si Pincang yang tidak seberapa berat, dalam waktu setengah bulan mungkin bisa sembuh. Cuma urusan ini memang sangat membikin panas hati orang, sayang Toa-ya tidak ada di rumah!"
"Toa-ya tidak di rumah, Ji-ya kita juga tidak takut kepada siapapun juga!" "Aaaa! si Bungkuk sudah pulang!"
"Ji-ya ! Ji-ya ! Coba tengok, di sana itu di Kho-san-tiam telah terbit kebakaran ! Apinya besar benar!"
Setelah serentetan suara orang bicara itu, lalu disusul oleh suara ribut-ribut. Kim Houw membuka matanya lebar-lebar, sedangkan Kim Lo Han matanya jelalatan seperti kucing malam. Kim Houw menduga Kim Lo Han tentunya juga sudah mendengar suara pembicaraan itu.
"Lo Han-ya! Apa baik kita pergi menengok? Ada kemungkinan kuda itu kepunyaan nona Peng Peng!" kata Kim Houw.
Kim Lo Han mengangguk, keduanya lantas meloncat keluar dari jendela.
Setelah melewati dua wuwungan rumah, Kim Houw segera melihat di salah satu pekarangan rumah berdiri tiga orang laki-laki. Yang satu kira-kira berusia empat puluh tahun, badannya kekar, sebelah kanannya seorang lebih muda, usianya kira-kira tiga puluh tahun, badannya kurus kering, sebelah kirinya seorang pemuda yang usianya baru kira-kira delapan belas tahun, badannya tinggi kurus. Begitu melihat, Kim Houw segera bisa menduga bahwa orang yang berdiri di tengah-tengah tentunya yang mereka panggil Ji-ya.
Kim Houw memberi isyarat kepada Kim Lo Han, lalu meluncur turun dari belakang ketiga orang itu. Ia sengaja berjalan dengan berat, si orang setengah umur itu tiba-tiba membalikkan badannya dan membentak, "Siapa!?"
Kim Houw segera maju untuk memberi hormat seraya berkata, "Aku yang rendah adalah orang pelancongan yang kebetulan lewat di sini, serta ingin meminta sedikit keterangan kepada Ji-ya!"
Kim Houw memang seorang pemuda tampan, ditambah sikapnya yang menghormat dan tingkah lakunya yang sopan santun, sudah tentu menimbulkan kesan baik bagi mereka.
Orang setengah umur itu segera memberi hormat seraya menjawab," Aku yang rendah Lie Jie Liong, siangkong ingin menanya apa?"
"Lie Ji-ya. Khabarnya di tempat Jie-ya ada seekor kuda merah yang telah dirampas oleh apa yang dinamakan keluarga Ouw, entah tuan mana yang pernah melihat kuda itu?"
Laki-laki kurus kering itu segera menjawab," Aku yang pernah melihat, kuda ini berbulu merah seperti bara seluruhnya. Bentuk badannya tidak besar, tapi gesit sekali. Si Pincang ketika menangkap itu malah kena ditendang hingga terluka!"
Mendengar keterangan itu, Kim Houw hampir melompat karena kegirangan. Nyata sudah delapan puluh persen mirip dengan kuda Peng Peng.
"Numpang tanya, kuda merah itu sekarang ada di mana?" tanyanya.
"Digelandang oleh si orang she Ouw dari Kho-san-tiam. Nah itulah di sana yang sedang kebakaran hebat..."
Tiba-tiba anak muda tinggi kurus itu memotong, "Tidak! Sekarang sudah tidak ada di sana lagi!
Khabarnya tadi di waktu lohor, tempat itu telah kedatangan seorang pemuda cakap, dengan membawa kakek-kakek brewokan mencari kabar tentang kuda merah kecil itu.
Keluarga Ouw karena anggap kuda itu sesungguhnya bagus sekali, tidak mau menyerahkan, lalu berkelahi dengan mereka berdua. Tapi kesudahannya, tiga jagoan dari keluarga Ouw semua telah dipukul sampai terluka oleh kakek brewokan itu, kudanya juga digelandang pergi. Ketika hendak berlalu, pemuda cakap itu karena gusar atas sikap yang membangkang dari keluarga Ouw, lantas membakar gedungnya...!" Sampai di situ, Kim Houw anggap sudah tidak perlu membuang waktu, maka lantas buru-buru mengucapkan terima kasih kepada mereka, kemudian melesat ke atas tembok. Kim Houw berjalan di atas atap rumah orang dengan pikiran ingin lekas menolong Peng Peng.
Perbuatan Kim Houw itu, telah membuat ketiga orang tadi memandang kesima!
Kim Houw di atas atap rumah lalu menggapai Kim Lo Han, dengan cepat kabur menuju ke tempat kebakaran. Ia sudah menduga pasti bahwa pemuda cakap itu Siao Pek Sin, tapi siapa itu kakek brewokan, ia sendiri masih belum dapat memikirkan.
Setiba di Ko-san-tiam, rumah keluarga Ouw sudah musnah diamuk si jago merah. Kim Houw menghampiri seorang tua yang tengah menonton bekas kebakaran, lalu menanya, "Kakek, tolong tanya, keluarga Ouw kemana perginya semua?"
Kakek itu mengamat-amati sejenak kepada Kim Houw, lalu menunjuk ke arah satu rumah.
Setelah mengucapkan terima kasih, Kim Houw lalu berjalan ke rumah yang ditunjuk oleh orang tua tadi.
Baru saja tiba di depan pintu, lantas seperti mendapat firasat bahwa dalam rumah itu luar biasa sunyinya, tapi pintunya terbuka lebar-lebar. Tanpa ragu-ragu lagi, Kim Houw lantas bertindak masuk!
Di ruangan dalam rumah itu ada beberapa laki-laki yang sedang merundingkan apa-apa.
Baru saja melangkahkan kakinya, ia tiba-tiba disambut oleh sambaran angin yang amat kuat serta bentakan keras, "Aku akan adu jiwa dengan kau!"
Kim Houw tidak menyingkir atau berkelit, dengan jari tangannya ia menjepit golok yang tadi membabat padanya, kemudian tangan kirinya juga menyusul untuk merampas senjata pecut yang menyerang pinggangnya.
"Tuan-tuan jangan salah mengerti, aku adalah..." Kim Houw belum keburu menjelaskan sudah dibentak dan dicaci oleh penyerang tadi.
"Kau adalah binatang yang sangat kejam! Kau sudah pergi mengapa balik lagi kembali ? Dan apa maksudmu ? Kalau kau mau bunuh kami, bunuhlah ! Aku tidak sanggup melawan kau, tidak bisa bilang apa-apa, pasti ada orang yang akan menuntut balas bagi kami !"
Kim Houw bergerak cepat saja kedua rupa senjata si penyerang itu sudah pindah di tangannya, lalu dilemparkan di tanah. Heran, senjata itu ketika menyentuh tanah lantas menancap dalam hampir tidak kelihatan.
Ketika Kim Houw itu telah membikin kaget semua orang yang ada di ruangan.
"Tuan-tuan, aku harap tuan-tuan jangan salah mengerti. Aku cuma ingin menanyakan satu hal, lantas pergi!"
Tidak perlu diragukan lagi, Kim Houw sudah tahu bahwa pada lohor itu adalah Siao Pek Sin yang datang ke mari sebab mereka sudah kesalahan anggap bahwa dirinya adalah Siao Pek Sin, ini adalah suatu bukti yang nyata!
Tapi orang-orang itu agaknya tidak mau dengar keterangan Kim Houw, juga kelihatannya sudah nekad benar-benar. Sudah tahu kalau kepandaian Kim Houw jauh lebih tinggi daripada mereka, dan toh mereka masih mencoba mengeroyok secara mati-matian, golok, pedang dan rupa-rupa senjata pada menyerang Kim Houw. Tapi mereka hanya melihat berkelebatnya bayangan putih sudah menghilang dari depan mata mereka. Kemana Kim Houw? Sudah pergi! Tahu bahwa dari mereka tidak akan dapatkan keterangan apa-apa, sebab orang-orang itu bencinya terhadap Siao Pek Sin sudah meresap sampai ke dalam tulang, hingga tidak memberikan kesempatan sama sekali bagi Kim Houw untuk menjelaskan duduknya perkara. Dia juga lantas menginsyafi, asal mencari terus ke barat tidak nanti tidak bisa diketemukan orang yang sedang dikejar.
Saat itu sudah jam tiga menjelang pagi. Kim Houw yang jalannya laksana terbang, ternyata tidak menemukan apa-apa yang mencurigakan, sebaliknya malah terpisah jauh dengan Kim Lo Han. Waktu terang tanah, ia tiba di tepi danau. Beberapa buah perahu penangkap ikan sudah mulai dengan pekerjaannya.
Kim Houw yang habis melakukan perjalanan semalam suntuk, meski badannya tidak letih tapi perutnya sudah lapar. Ketika melihat tidak jauh dari danau itu ada beberapa kedai, lalu hendak menghampiri.
Baru saja bertindak beberapa langkah, tiba-tiba terdengar suara berbenger. Kim Houw lantas hentikan tindakannya untuk memasang telinga.
Tidak antara lama, ia sudah dengar tindakan kaki kuda. Tapi ketika kuda itu sudah berada dekat, ternyata bukan itu kuda yang sedang dicari. Kuda itu ternyata berbulu hitam, bentuknya lebih tinggi daripada kudanya Peng Peng.
Karena kuda itu gagah dan kuat, Kim Houw agaknya tertarik, hingga beberapa kali menoleh untuk mengawasi. Siapa tahu, ketika kuda itu berada dekat pada dirinya, tiba-tiba terdengar suara "tar", suara dan bayangan pecut lalu berkelebat di muka Kim Houw. Tapi Kim Houw sedikitpun tidak bergerak, seolah-olah seorang tuli atau buta.
Suara ketawa cekikikan lantas menyusul, tapi sebentar lantas berhenti sendiri. Kembali suara berbengernya kuda dan kuda hitam itu mendadak berdiri, kini Kim Houw baru dapat lihat, ternyata orang yang duduk di atas pelana ternyata nona berparas cantik.
Kuda itu berhenti di depannya Kim Houw lalu tundukkan kepalanya. Ia tidak tahu mengapa nona itu mainkan pecutnya di depan mukanya, ia juga tidak mengerti apa sebabnya nona itu mau menghampiri padanya?
Tiba-tiba ia merasa seperti ada angin keras menyambar. Kim Houw buru-buru mengelak, dengan tepat ia menghindarkan serangan pecut si nona. Ketika ia dongakkan kepalanya, ia lihat nona itu wajahnya mengunjukkan perasaan keheran-heranan.
Kim Houw sangat mendongkol, maka lantas menegur, "Aku yang rendah dengan nona belum saling mengenal, juga tidak pernah bermusuhan mengapa nona mempermainkan aku?"
"Aku tadinya mengira kau adalah satu patung hidup," jawab si nona. "Tapi ternyata seorang gagah dari rimba persilatan. Mari sambuti lagi pecut nonamu!" si nona tersenyum. Kembali ia ayun pecutnya, menyabet dengan hebat.
Ilmu silatnya sudah luar biasa, sudah tentu tidak pandang mata segala serangan pecut demikian, cuma nona itu rupa-rupanya juga agak sedikit keterlaluan, dengan tanpa sebab ia memecuti orang yang belum dikenal. Kim Houw sengaja hendak memberi sedikit pelajaran padanya, ia paham bahwa nona-nona semacam ini kebanyakan mau menang sendiri, maka sebaiknya berlagak gila untuk mempermainkannya.
Selagi berpikir begitu, pecut si nona sudah menyambar lagi. Kim Houw buru-buru melindungi kepalanya dengan kedua tangan, ia berkelit kesana kemari sambil menjerit-jerit.
Kelakuannya yang seperti orang gila itu benar-benar membuat si nona tertawa geli, tapi pecutnya ternyata tidak mau berhenti. Ia terus menyambuki dengan hebat.
Tapi betapapun cepat dan hebatnya si nona memecut, dengan cara yang aneh sedikitpun tidak dapat menyentuh baju Kim Houw. Dan yang lebih mengherankan, Kim Houw tidak lari, hanya berputar-putar disekitar kuda.
Lama-kelamaan si nona tidak nampak tertawa lagi. Kim Houw juga merasa sudah cukup mempermainkannya. Dengan masih menjerit-jerit, Kim Houw lari menuju kekedai yang tidak jauh dari danau.
Si nona tiba-tiba perdengarkan suaranya, lalu loncat turun dari kudanya dan terus mengejar Kim Houw, mulutnya tidak henti-hentinya memaki: "Budak busuk! Kau berani melukai kudaku!"
Kim Houw selama di Istana Kumala Putih sudah mempelajari banyak hal. Dalam kamar bukunya Kauw Jin Kiesu, juga ada pelajaran tentang bagaimana mengendalikan kuda binal, semua itu sudah dipelajari oleh Kim Houw.
Tadi ketika ia berputar-putar disekitar kuda, diam-diam ia sudah menotok ke empat kakinya.
Jadi meskipun kuda itu bisa meringkik, tapi kakinya tidak bisa bergerak.
Oleh karena itu, bagaimana mungkin si nona tidak menjadi gusar? Namun ia ternyata tidak berhasil mengejar Kim Houw. Sedang Kim Houw sendiri yang sedang mempermainkannya, tetap mempertahankan jaraknya yang tidak jauh dengan si nona, hingga nona itu merasa kewalahan sendiri.
Dalam keadaan demikian, si nona meski sudah mengerti kalau ia telah bertemu dengan seorang yang berkepandaian tinggi, tapi dalam hatinya masih penasaran dan tidak percaya, sebab Kim Houw sama sekali belum menunjukkan kepandaiannya yang tulen, kecuali sepasang kakinya yang bisa lari laksana terbang.
Mereka uber-uberan secara demikian, hingga akhirnya telah sampai ke sebuah pasar kecil. Si nona berhenti, Kim Houw sendiri anggap sudah cukup, ia tidak mau berbuat keterlaluan.
Pada saat itu, Kim Houw juga sudah merasa lapar perutnya, ia lalu masuk ke sebuah kedai nasi. Oleh karena masih pagi, keadaan kedai itu masih sepi, seorang tamu saja masih belum tampak, sedang pelayannya juga entah sembunyi kemana.
Oleh karena dalam pasar kecil itu cuma ada sebuah kedai nasi itu saja, Kim Houw setelah berdiri sebentar, terpaksa masuk juga sembari memanggil :" Pelayan!."
Dari dalam keluar seorang pelayan muda yang berkepala botak, sembari pelototkan matanya dan berkata: "Masih pagi begini, masa kau sudah kelaparan? apa perlumu ribut-ribut tidak keruan
?"
Sambutan si pelayan itu benar-benar di luar dugaan Kim Houw, ia tidak menyangka seorang yang membuka rumah makan, bersikap begitu galak terhadap tamunya. Tapi karena perutnya sudah lapar, terpaksa ia menahan sabar. "Engko cilik, aku sudah berjalan semalam suntuk, sebetulnya sudah sangat lapar benar, harap sediakan apa saja yang bisa di dahar?" demikian jawabnya rendah.
Siapa nyana, pelayan botak itu menyilahkan duduk sajapun tidak, lantas menyahut :" Jalan semalam suntuk? Apa di rumahmu ada orang yang mati? Tapi, kau toh mempunyai mata, apa kau tidak melihat di dapurku yang masih belum ada hidangan...?"
Pelayan botak ini, benar-benar bukan macamnya orang dagang. Ia lebih mirip dikatakan sebangsa berandal di atas gunung. Dengan sikapnya yang kurang ajar itu, sekalipun orang yang bagaimana sabarnya juga bisa gusar.
Kim Houw sendiri makin mendengar ucapannya, makin merasa mendongkol, dengan tiba-tiba ia menyentil dengan jarinya, hingga si botak yang belum habis ucapannya, lantas menjerit kesakitan. Selanjutnya dengan tangan kiri memegang jari jempol tangan kanannya, dan mata mendelik seolah-olah hendak menyerang lawannya, tapi tidak tahu siapa lawannya. Ia cuma berkaok kaok sendiri seperti orang gila.
"Botak! lagi-lagi kau mencari setori dengan tamu!" suara itu kasar dan berat, kemudian disusul dengan munculnya dari dalam seorang tua gemuk berusia kira-kira lima puluh tahun.
Si botak begitu mendengar ucapan orang tua itu, segera mengerti bahwa dirinya sudah dipermainkan oleh Kim Houw, maka ia lantas mengeluarkan kepalanya dan menghantam dada Kim Houw, sambil mulutnya membentak: " Bocah! Kau berani permainkan aku si botak ?"
Orang tua gemuk itu ketika mengetahui si botak sudah turun tangan, buru-buru mencegah sambil membentak :" Botak! Kau tidak boleh bikin onar!"
Tapi ucapan orang tua itu baru keluar dari mulutnya, kepala si botak sudah bersarang di dada Kim Houw".
Tiba-tiba terdengar suara jeritan "aduh", Kim Houw yang dihantam masih kelihatan tenang- tenang saja, sebaliknya si botak yang menghantam sudah bergulingan kesakitan dan menjerit-jerit.
Ternyata ketika ia menghantam dada Kim Houw dengan kepalanya, seolah-olah kepalanya membentur batu keras yang dingin, kepalanya dirasakan sakit dan dingin.
Pada saat itu, si orang tua gemuk itu berubah wajahnya. Kim Houw sendiri mukanya masih berlepotan tanah karena bergulingan di tanah ketika mempermainkan si nona penunggang kuda. Kalau si botak tadi berani berlaku kurang ajar juga karena tidak memandang romannya Kim Houw yang kucel dan kotor itu.
Kini si orang tua gemuk itu sudah tahu benar kalau Kim Houw mempunyai kepandaian tinggi, juga tidak nyana setinggi demikian rupa. Si botak itu adalah muridnya, meski bentuknya jelek tapi tenaganya luar biasa. Bagi orang biasa, kalau kena dipukul sekali saja olehnya, sekalipun tidak lantas mampus, sedikitnya juga akan terluka berat.
Tidak nyana Kim Houw yang dihantam dadanya begitu keras, sebaliknya malah si botak sendiri yang bergulingan kesakitan, sedang Kim Houw sendiri tidak merasakan apa-apa, bagaimana si orang tua itu tidak merasa terkejut dan heran?
Pada saat itu, tiba-tiba berkelebat bayangan orang menerjang masuk kedai nasi, lantas menghajar Kim Houw dengan pecutnya. Tidak usah lihat, Kim Houw segera mengetahui bahwa yang menghajar padanya itu adalah si nona cantik yang naik kuda hitam. Ia cepat mengegos, kemudian berputaran disekitar dirinya si orang tua gemuk, sedang mulutnya lantas berkata sembari menyoja : "nona yang baik, harap maafkan aku yang sudah berlaku kasar... "
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, lekas sembuhkan kudaku... !" jawab si nona dengan alis berdiri.
"Kuda nona adalah kuda pilihan yang sangat bagus tidak perlu disembuhkan sudah bisa sembuh sendiri, kau lihat itu bukankah kuda nona yang datang?" kata Kim Houw sambil tersenyum.
Benar saja, pada saat itu telinganya si nona sudah dengar suara kaki kuda yang menghampiri padanya. Kiranya tadi Kim Houw menotok tidak berat, maka kuda hitam itu tidak lama sudah sembuh sendirinya.
Dengan ringan si nona menghampiri kudanya, lalu cemplak binatang itu dan ketika mau berlalu, beberapa kali ia menoleh dan tinggalkan senyuman yang menggiurkan.
Kim Houw sedikitpun tidak ketarik oleh kecantikan si nona. Bwee Peng yang ia cintai dan kasihi telah meninggal dunia, membuat hatinya kosong. Diluar dugaannya, kini nona Peng Peng telah menempati hatinya yang kosong itu. Ia dapat kenyataan Peng Peng yang beradat keras dan berandalan telah mencintainya dengan segenap hatinya dan telah melepas budi besar atas dirinya.
Si orang tua gemuk itu tiba-tiba ketawa terbahak bahak dan berkata: "Siangkong! bagus! bagus! benar! benar... Botak! lekas suruh orang sediakan mie untuk Siangkong ini. Masak mie tidak mengeluarkan banyak waktu biar Siangkong bisa lekas dahar dan melanjutkan perjalanannya"
Perkataan bagus! bagus! dan benar! benar dari orang tua itu telah membikin bingung Kim Houw. Dia tidak mengerti apa yang diartikan bagus dan apa yang diartikan benar?
Cuma perkataan yang terakhir dari si orang tua, membuat Kim Houw sungguh merasa berterima kasih, sebab pada waktu itu perutnya benar-benar dirasakan sangat lapar.
"Siangkong! silahkan duduk di sini, aku si orang tua bernama Tan Eng, bolehkah kiranya aku mendapat tahu nama siangkong yang mulia ?"
Melihat orang tua itu sikapnya sangat menghormat, Kim Houw buru-buru membalasnya: "Aku bernama Kim Houw, seorang bodoh, harap Cianpwe suka memberi petunjuk yang berharga!" jawabnya.
"Siangkong terlalu merendah, seorang kepandaian tinggi seperti siangkong ini, sekalipun orang gagah di dunia Kangouw, juga cuma segini saja..."
Pada saat itu, si botak sudah membawa sepoci teh, untuk tamunya.
Kim Houw melihat tangan kanannya si botak melurus ke bawah, hanya menggunakan tangan kiri untuk melayani, ia tahu kalau rasa sakitnya tentu masih hebat, dalam hati merasa kasihan, maka lantas berkata : "Saudara kecil ini, lain kali jangan terlalu gegabah! mari, aku urut tanganmu
!" "Ini muridku, kecuali mulutnya yang jahil orangnya masih terhitung jujur... botak, lekas ucapkan terima kasih" kata Tan Eng.
Si botak lantas mengucapkan terima kasih kepada Kim Houw.
Kim Houw tidak berkata apa-apa lagi, lalu menarik tangan si botak, dengan telapak tangannya ia letakkan di lengan si botak, kemudian mengurut dengan perlahan.
Tangan si botak yang sebetulnya sudah bengkak, dan sakitnya bukan kepalang, kini telah diurut oleh Kim Houw, sebentar saja bengkaknya lantas lenyap, begitu pula rasa sakitnya.
Di situ si botak baru takluk benar-benar kepada Kim Houw.
"Kim Houw Siangkong! tahukah kau siapa nona tadi ?" Tan Eng menanya tiba tiba. Mendengar itu, Kim Houw kerutkan alis dan berpikir: perduli amat siapa dia ?
Orang tua itu kembali tertawa terbahak bahak: "Nona itu, adalah si iblis cantik yang terkenal namanya Kie Yong Yong, penduduk kampung Pek-Cui-ouw. Meski adatnya telengas dan suka membunuh orang secara serampangan tapi masih terhitung bukan orang jahat benar-benar... "
Bicara sampai di situ. Tang Eng memandang Kim Houw. Saat itu Kim Houw sudah membersihkan wajahnya yang kotor dengan handuk basah yang diberikan oleh so botak. Dalam hatinya berpikir: orang tua ini benar-benar aneh, nona itu baik atau jahat apa hubungannya denganku? Aku tidak minta keterangannya juga tidak minta dia menjadi comblang.
Si botak sudah menyediakan semangkok besar mie, Tan Eng menyilahkan tetamunya dahar.
Kim Houw yang sudah kelaparan benar-benar mie semangkok besar itu sekejap saja sudah disikat habis. Baru saja ia meletakkan sumpitnya, kembali dengar suara kaki kuda, diam-diam pasang kupingnya untuk perhatikan kemana larinya kuda itu.
Suara itu datangnya dari barat, Kim Houw berpikir, nona Kie tadi menuju ke barat dengan sikapnya yang tergesa-gesa, seperti ada urusan yang penting, tidak mungkin ia begitu cepat telah kembali lagi, apakah itu bukan kuda merah yang ditunggangi oleh Siao Pek Sin?
Tengah ia menduga-duga, sang kuda telah muncul di depannya, namun ternyata yang datang adalah kuda hitam besar tinggi. Kim Houw kecewa berbareng dengan itu ia juga merasa heran mengapa nona Kie itu balik kembali begitu cepat.
Kuda hitam sudah berhenti di depan kedai, si nona lantas turun , lalu memanggil-manggil dengan suara nyaring: "Botak, botak ! bawa kudaku ke belakang."
Setelah menyerahkan kudanya kepada si botak, ia lantas masuk ke dalam kedai. Tan Eng lalu menyambut dengan hormat serta menyilahkan si nona duduk.
"Paman Tan! Kau baik?" Kata Kie Yong Yong, dengan tidak malu-malu lagi lantas duduk ditempat yang barusan diduduki Tan Eng, yaitu menghadap Kim Houw.
Tan Eng lantas masuk ke dalam untuk menyiapkan pesanan si nona.
Kim Houw yang sudah merasa kenyang, lantas merogoh sakunya untuk mengambil uang guna membayar harga mie yang dimakannya dan hendak melanjutkan kembali perjalanannya lagi, tapi ketika baru merogoh saku, wajah si nona tiba-tiba berubah. "Kau sudah mau berangkat?" katanya.
Kim Houw tercengang. Pikirnya mengapa aku tidak pergi, apa lantaran kau aku musti tinggal di sini? Hm! meskipun kau mempunyai gelar si iblis cantik, belum tentu dapat berbuat sesuatu terhadap aku.
Meski dalam hati Kim Houw berpikir demikian tapi mulutnya masih menjawab :" Aku masih ada urusan penting, tidak bisa."
"Urusan penting?" Kie Yong Yong memotong sambil tertawa dingin, "Kalau benar kau ada urusan penting mengapa masih ada kesempatan menggoda aku, sehingga menelantarkan urusanku? Sekarang aku jalan saja sampai tidak bisa!"
Mendengar perkataan itu, Kim Houw diam-diam merasa geli. "Ini benar-benar mencari setori dengan tidak keruan, terang-terangan dia yang membuat onar, sebaliknya mengatakan aku yang menggoda dirinya," kata Kim Houw dalam hati.
Tapi terhadap ucapan si nona yang terakhir Kim Houw juga merasa heran, maka ia lantas berkata : "Nona, aku benar-benar ada urusan penting. Kalau nona tidak sengaja akan main-main denganku, harap nona suka bicara terus terang, ucapanmu yang terakhir tadi aku benar-benar tidak mengerti!"
Kie Yong Yong yang semula agak masgul, mendengar perkataan Kim Houw mendadak menjadi gembira. Sambil tampilkan senyumannya yang manis, ia berkata: "Kau mau suruh aku bicara terus terang tidak susah, aku cuma minta kau duduk menunggu sebentar, untuk temani aku makan mie. Setelah aku selesai dahar, mungkin kau akan dapat saksikan sendiri apa yang akan terjadi. Sesudah itu, tak usah aku katakan, kau juga akan tahu sendiri!"
Nona ini benar-benar sangat ku-koay(aneh), pikir Kim Houw, tidak lapar tapi mau makan mie, bahkan suruh orang bikin yang istimewa dan suruh aku menunggui dia. Masih bisa naik kuda sebaliknya tidak bisa jalan...
Tiba-tiba Kie Yong Yong berkata dengan suara perlahan: "Sudah datang! sudah datang benar- benar cepat sepasang kaki dibandingkan dua pasang kudaku, ternyata terlambat tidak seberapa."
Kie Yong Yong mulutnya berkata, matanya terus mengawasi Kim Houw dengan sikap seperti seorang yang hendak minta pertolongan.
Kim Houw bercekat. Ucap nona ini betul-betul bukan cuma omong kosong belaka, memang akan timbul kejadian!.
oo000oo
Di depan pintu mendadak muncul empat orang laki-laki tegap dengan dandanannya yang seragam berpakaian ringkas dan ikat kepala warna hijau. Dengan tindakan gagah mereka masuk ke dalam kedai.
"Pelayan! Pelayan! Sediakan hidangan arak yang bagus, kita. " mendadak berhenti ketika
melihat di situ ada duduk nona Kie. Satu diantaranya ketawa terbahak-bahak dan berkata kepada si nona: "Nona Kie, kau sungguh senang!"
Setelah berkata demikian, orang itu lantas memandang Kim Houw, dengan tolak pinggang mereka berempat ambil sikap mengepung kepada Kim Houw. Kie Yong Yong tiba-tiba berkata kepada Kim Houw: "Apa kau mau mengerti?"
Kim Houw acuh tak acuh menghadapi empat laki-laki itu. Ia sudah dapat tahu, bahwa nona Kie itu bukan jeri karena mereka. Dilihat dari sikap dan gerakan kaki empat orang itu, sekalipun ditambah empat lagi juga masih bukan tandingan nona Kie.
Mendadak tangan salah satu orang itu telah menekan pundaknya Kim Houw, mulutnya membentak: "Bocah, kau benar-benar telah makan nyali macan berani-berani duduk bersama- sama nona Kie? Kiranya kau sudah bosan hidup lagi, bukan lekas enyah dari sini."
Belum habis ucapannya, mungkin karena sudah terlanjur mengeluarkan tenaga, ia sudah angkat naik tubuhnya Kim Houw. Tiba-tiba terdengar Kim Houw berteriak "aduh!" kaki dan tangannya berontak-rontak.
Berbareng dengan teriakan Kim Houw orang itu juga menjerit, bahkan lebih keras suaranya. Ketika Kim Houw jatuh, orang itu juga jatuh duduk di tanah. Mulutnya menjerit-jerit seperti babi disembelih.
Tiga kawannya menampak keadaan demikian, semua pada melongo heran, mereka tidak tahu apa sebabnya.
Di luar pintu tiba-tiba ada orang ketawa dingin. "Makhluk tidak berguna, mundur!" bentaknya.
Orang yang jatuh menjerit-jerit tadi lalu disingkirkan ke samping oleh ketiga kawannya, mereka tampak berlaku sangat hormat sekali terhadap orang yang baru datang.
Kim Houw menoleh ke depan pintu kelihatan ada berdiri dua orang tua. Usianya kira-kira sudah lima puluh tahun, berpakaian baju panjang warna hijau. Yang satu wajahnya agak merah tapi yang satunya lagi kehitam-hitaman.
Orang yang wajahnya merah itu pelipisnya agak menonjol, matanya bersinar. Bagai mata seorang ahli, lantas bisa ketahui bahwa orang tua itu seorang pandai yang mempunyai kekuatan lwekang dan gwakang sangat hebat.
Sedang orang tua yang wajahnya kehitam-hitaman itu matanya boleh dikata hampir rapat. Terkadang ia membuka matanya yang sipit itu kelihatannya sinar yang tajam. Kedua tangannya selalu dimasukkan dalam tangan bajunya, seperti seorang yang kedinginan.
Kim Houw yang berkepandaian tinggi sudah tentu juga bernyali besar. Ia sama sekali tidak kenal apa artinya takut. Saat itu masih berlagak gila sambil menjerit: "Aduh, aduh. Kau benar- benar kelewat galak. "
Orang tua berwajah merah itu keluarkan suara di hidung.
"Orang yang berkepandaian tinggi, perlu apa harus berlagak gila?" katanya. "Harap saja kau tidak menghalangi urusan kita orang-orang dari Ceng-hong-kauw. Apa lagi Ceng-hong-kauw cu sudah masuk rombongan Istana Kumala Putih. Tentang nama Istana Kumala Putih, tidak mungkin rasanya kalau kau tuan belum pernah dengar?" Orang tua itu pertama-tama menyebutkan namanya Ceng-hong-kauw, kemudian menyebut nama Istana Kumala Putih, maksudnya ialah untuk menakuti Kim Houw, karena ia kuatir bahwa anak muda itu muridnya seorang pandai, jika bertindak salah, mungkin menimbulkan kerewelan.
Tidak dinyana Kim Houw setelah mendengar disebutnya nama Istana Kumala Putih, hawa amarahnya lantas meluap, wajahnya berobah seketika. Dengan suara dingin ia menyahut: "Istana Kumala Putih! Hmm! apa itu Istana Kumala Putih? Lain orang boleh takut padanya, tapi aku Kim Houw tidak!"
Nama Istana Kumala Putih, selama setahun ini sudah menggetarkan dunia Kangouw dan menjagoi daerah Tionggoan. Barang siapa yang tidak puas terhadap sepak terjangnya golongan Istana Kumala Putih, pasti dimusnahkan. Yang telah dibasmi habis-habisan golongan Sao-ouw dari gunung Lae-san. Sao-cung dari telaga Thay-ouw dan Sun-kee-cung dari San-tung selatan. Nama-nama tersebut selama beberapa puluh tahun sudah sangat terkenal dalam rimba persilatan, dan toh tidak luput dari kemusnahan.!
Oleh sebab itu selama setahun ini, nama Istana Kumala Putih dari gunung Kua cong san telah merupakan partai yang paling ditakuti dalam rimba persilatan. Asal menyebut namanya saja, sudah membikin orang ketakutan setengah mati!
Ceng hong kauw, sebetulnya termasuk golongan orang-orang jahat, sejak ketua Ceng hong kauw menggabungkan diri pada golongan Istana Kumala Putih, Ceng hong kauw semakin galak sepak terjangnya.
Kini, sungguh tidak dinyana ternyata masih ada orang yang berani menghina nama Istana Kumala Putih bahkan tidak memandang mata sama sekali, bagaimana kalau mereka tidak terheran-heran dan gusar?
Orang tua berwajah merah itu seorang licik, menampak Kim Houw berani omong besar sudah tentu bukan orang sembarangan. Maka dalam hatinya lantas terpikir, kalau tidak terpaksa apa perlunya mencari setori dengannya.
Karena berpikir demikian, maka ia lantas berkata: "Tuan tidak pandang mata kepada golongan Istana Kumala Putih, sudah tentu ada orangnya sendiri yang akan bikin perhitungan dengan tuan. Hari ini segala apa yang akan terjadi dalam golongan kita, harap tuan tidak turut campur tangan, sebaliknya mengambil jalan sendiri-sendiri."
"Perasaan setia kawan setiap orang harus ada. Memberi bantuan terhadap perlakuan tidak adil, sudah menjadi keharusan bagi manusia. Buat orang-orang dunia persilatan yang mempunyai kepribadian luhur, perbuatan demikian dipandang sebagai kewajiban utama. Aku bukan hendak turut campur tangan, aku hanya kepingin tahu saja..." jawab Kim Houw dingin.
Baru bicara sampai di situ, Kim Houw mendadak menoleh dan berkata menghadap jendela di belakang gegernya: "Kalau benar orang-orang seperjalanan, perlu apa mengintip-intip? Apa takut diketahui orang?"
Dari situ terdengar suara ketawa, kemudian melompat masuk seorang tua kurus kering yang juga berusia kurang lebih lima puluh tahun. Begitu masuk ke dalam ruangan, segera terbang menerjang Kim Houw, mulutnya keluarkan suara bengis: "Benarkah kau ingin tahu? Coba-coba sambuti dulu seranganku si Hui thian Leng kauw (si Monyet cerdik yang bisa terbang), aku lihat kau pantas atau tidak untuk campur tahu urusan kita?"
Kini Kim Houw baru tahu apa sebabnya nona Kie barusan mengatakan tidak dapat ia pergi.
Dilihat kekuatannya ketiga orang tua itu agaknya masih diatasnya si nona. Sekarang ia tidak perlu berlagak gila lagi. Dengan cepat ia gerakkan badannya memunahkan serangan Hui thian Leng kauw yang amat dahsyat.
Serangan Hui thian Leng kauw tadi dilakukan dengan kecepatan luar biasa, bahkan bergerak sebelum memberi peringatan. Tidak dinyana ia cuma menghadapi berkelebatnya satu bayangan putih, sedan orang yang diserang sudah tidak kelihatan.
Hui thian Leng kauw sama sekali tidak tahu dengan cara bagaimana anak muda itu bisa terlolos dari serangannya jatuh ditempat kosong, baru tahu kalau ia tengah menghadapi orang kuat. Ia buru-buru memutar tubuhnya, tapi sudah tidak keburu, tahu-tahu pantatnya sudah kena ditendang sehingga tubuhnya terbang berjumpalitan. Ketika turun di tanah kedua kakinya masih bisa berdiri tegak tidak sampai jatuh!
Itu berkata Kim Houw yang masih merasa kasihan padanya. Karena pikirnya ia dengan orang- orang itu tidak mempunyai permusuhan apa-apa, apa perlunya harus melukai dirinya? Sudah cukup kalau diberi sedikit peringatan saja!
Ia belah berpikir demikian, tapi buat yang lain tidak. Hui thian Leng kauw juga terhitung salah satu orang kuat dalam golongan Leng hong kau, dalam dunia Kangouw juga ada sedikit nama, bagaimanapun tidak mau mengerti belum satu jurus saja sudah kena ditendang oleh lawannya yang masih begitu muda? Dimana ditaruh mukanya untuk selanjutnya? Bagaimana ia sanggup menelan kehinaan itu?
Ia pikir bocah itu mungkin cuma unggul dalam ilmu mengentengi tubuh, kepandaiannya belum tentu menandingi dirinya. Terpikir demikian, Hui thian Leng kauw nyalinya besar lagi, untuk kedua kalinya melakukan serangan!
Orang tua itu mendapat gelar Hui-thian Leng-kauow, atau monyet cerdik yang pandai terbang, ilmunya mengentengi tubuh sudah tentu cukup sempurna, namun ia telah mengatakan kepandaian lain orang ternyata lebih tinggi dari padanya, jauh sekali?
Suara "pok" terdengar nyaring, pantat Hui-thian Leng-kauow kembali kena ditendang, badannya terbang ke udara sembari jumpalitan. Tapi, kali ini kakinya tidak dengar kata lagi, ia tidak mau berdiri dengan baik!.
"Buluk! badannya terjatuh di tanah dengan kaki di atas. Entah karena jatuhnya terlalu berat, atau ia merasa tidak ada muka menemui orang? Ketika jatuh duduk di tanah, ia kelihatan tidak bangun lagi.
Kie Yong Yong yang menyaksikan pertunjukan itu, ketawa terpingkal-pingkal, suaranya cekikikan sampai terdengar jauh!
Di pintu dalam, si botak tiba-tiba tongolkan kepalanya dengan sikap seperti orang ketakutan! "Botak, apa mie yang ku pesan sudah selesai? Lekas bawa keluar! aku sudah lapar!" teriak si
nona.
Terhadap orang-orang dari Ceng-hong kau ini, si botak rupanya takut sekali. Ketika ia membawa keluar semangkok mienya, badannya gemetaran, sampai kuah mienya pada berceceran di tanah.
Masih terpisah kira-kira lima kaki dari Kie Yong Yong, orang tua berwajah merah itu menyampok dengan lengan bajunya, kekuatan dari anginnya telah membikin mangkok mie terbang ke arah Kim Houw. Si botak terkejut, ia lantas lari masuk lagi.
Tapi heran sekali, mangkok mie itu baru saja terbang mumbul, tiba-tiba disambar oleh angin keras, dengan keadaan tidak bergoyang meluncur turun ke mejanya Kie Yong Yong.
Kekuatan yang tidak kelihatan itu, telah membikin kaget semua orang yang ada di situ, karena kekuatan demikian, kalau bukan seorang yang sudah tinggi sekali kekuatan lweekangnya, tidak nanti bisa melakukannya.
"Hai! Kau makan sedikit mau tidak...?"
Tiba-tiba Kie Yong Yong menanya Kim Houw. Sedang matanya terus memandang, sehingga anak muda itu merasa jengah dan merah wajahnya. Dalam hati berpikir, nona ini rupanya lebih ku- koay dan lebih berandalan dari pada Peng Peng. Dalam keadaan ini seperti ini, dia masih bisa bersenda gurau!"
"Ya! barusan kau sudah makan, mangkoknya saja masih belum dibersihkan! Kalau begitu makan saja paha ayam ini!" kata pula si nona, sembari menjepit sepotong paha ayam dengan sumpitnya dan sodorkan kepada Kim Houw.
Kalau dilihat dari tingkah lakunya ini ada lebih mirip dengan tingkah lakunya sepasang merpati yang sedang bercumbu-cumbuan, bukannya sedang menghadapi bahaya dikepung oleh musuh- musuhnya.
Kebinalannya nona Kie, benar-benar membuat Kim Houw kewalahan. Paha ayam yang disodorkan olehnya, Kim Houw mau menyambuti merasa malu, tidak disambuti merasa salah!
Nona Kie rupa-rupanya merasa mendongkol, dengan mendadak paha ayam berikut sumpitnya dilemparkan keluar jendela, kemudian mie berikut mangkoknya juga ia buang keluar.
"Kau tidak mau makan, tadi kau buang saja bukan ada lebih baik, mengapa kau sodorkan di depanku? Kalau kau tidak suka makan aku juga tidak, jadi sama-sama tidak makan habis perkara!" kata Kim Houw.
Dari luar pekarangan belakang tiba-tiba terdengar suara nyaring: "Budak, rasanya kau sendiri juga tidak berani makan."
Kie Yong Yong sebetulnya sedang cemberut, kini lantas ketawa cekikikan.
"Akal muslihat bajingan semacam ini, apa kau pikir bisa mengelabui mataku? Hendak meracuni aku masih terlalu pagi bung! Apa kau kira aku benar-benar takut makan? Kalau tadi dia berani makan paha ayam yang kuberikan, aku makan lantas untuk diperlihatkan kepada kalian".
Kim Houw terperanjat, kalau begitu, dalam mie tadi ada racunnya. Dalam hatinya sebetulnya hendak menyesalkan kelakuannya nona ini yang sangat berandalan, tidak tahunya ia membuang mie itu ada maksudnya. Tapi ucapan terakhir dari si nona, ia benar-benar tidak mengerti.