Imam Tanpa Bayangan II Jilid 13

 
Jilid 13

MAKA ketika aku kembali keperguruan dan membeberkan kejadian ini kepada suhu, ciangbun suhu telah menurunkan perinlah untuk menangkap diriku serta menjatuhi hukuman mati kepadaku. Karena itulah begitu aku tiba digunung Tiam cong, mereka segara meringkus diriku. Untung engkohku dengan memandang hubungan persaudaraan secara diam dia telah lepaskan diriku dari kurungan, maka dalam keadaan kecewa, putus asa dan gusar aku kembali lagi keperkampungan Tay Bie San cung dengan harapan bisa membinasakan otak dari semua rencana pembasmian terhadap orang Bulim ini yaitu manusia latah Hoa Pek Tuo. "

"Jadi Cianpwee pun anak murid partai Tiam Cong ?" sela Pek In Hoei dengan hati terperanjat.

Dengan wajah penuh air mata silelaki tampan berwajah seribu gelengkan kepalanya.

"Sejak dulu! aku telah diusir dari perguruan, aku telah bukan menjadi anak murid partai Tiam Cong lagi."

Dia menghela napas panjang.

ketika aku telah kembali keperkempungan Tay Bie San cung, sebelum mendapat kesempatan untuk membinasakan Hoa Pek Tuo, mereka telah meracuni diriku lewat santapan yang dihidangkan kepadaku. menanti aku sadar dari pingsan tubuhku telah dikurung ditempat ini. Selama tiga puluh tahun setiap detik setiap saat aku berusaha mencari jalan keluar namun semua usahaku sia2 belaka, sebab aku tahu bahwa diluar dinding gua ini merupakan air telaga." sangat dingin, asal kupatahkan ruang itu maka tubuhku akan kedinginan dan mati kutu". Air mata yaog mengalir keluar semakin deras terusnya :

"Hoa Pek Tuo adalah manusia licik yang puava banyak akal, untung dengan adanya peristiwaku maka terpaksa dia harus bekerja dengan- hati hati lagi, rencana pembasmian umat Bulim didaratan Tioinggoan pun telah diundurkan lebih dari dua puluh tahun.

"Aaaai.... tetapi aku       "

Pek In Hoei ikut terharu oleb pengalaman pahit yang dialami Cian Huan Lang koen demi menyelamatkan umat Bulim dari kehancuran tanpa terasa airmata jatuh berlinang membasahi pipinya, sambil menggigit bibir ujarnya :

"Cianpwee, perduli bagaimanakah pandangan semua orang dikolong langit terhadap dirimn, perduli kau pernah diusir dari perguruan Tiamcong aku dapat memahami kesulitanmu. aku pasti akan umumkan jasa jasamu yang tak ternilai besarnya ini kepada semua orang dijagad, agar orang orang Bulim dikolong langit memuji dirimu dan menyanjung dirimu."

Lelaki tampan berwajah seribu menghela napas panjang.

Sejak pertama kali aku berjumpa dengan dirimu, aku lantas tahu bahwa hanya kau seorang yang sanggup melenyapkan bencana besar ini, pedang Sie Jiet Kiam yang kau cekal sekarang bukan lain adalah pedang milik suhengku yang lenyap sewaktu ada digunung Hoa-san, dan kini kau berhasil mendapatkannya kembali, dlkemudian hari kau pasti akan berhasil menjabat kedudukan ciangbunjien dari partai Tiam cong...." Susiok couw partai Tiam cong telah dibasmi orang hingga hancur berantakan." bisik Pek In Hoei sedih. "Apa? sungguhkah ucapanmu itu?" Teriak Cian Hoan Long koen dengan mata melotot besar, darah segar muncrat keluar dari mulutnya.

Pek In Hoei kaget setengah mati ketika menyaksikan sikap susiok couwnya yang penuh diliputi emosi ini, hawa murni yang disalurkan lewat tangan kanannya hampir tak sanggup menguasai golakan hawa darah didalam tubuhnya.

Melihat jantungnya berdebar semakin keras dan telah menunjukkan tanda tanda hendak mati, dengan cepat ia membentak keras:

"Hei.... kalau kau tidak menceritakan latar belakang kejadian ini, mana mungkin aku bisa balaskan dendam sakit hatimu? cepat tenangkan hatimu. "

Sekujur badan lelaki tampan berwajah seribu gemetar keras, seakan akan telah bartemu dengan malaikat ia tarik napas dalam dalam.

"Aku pasti akan beritahukan seluruh latar belakang kejadian ini kepadamu, kalau tidak aku tak akan mati."

"Susiok couw, maafkanlah kekasaran cucu muridmu barusan."

Cian Hoa Lang koen mengangguk, giginya terkatup kencang. sambil menahan lelehan air mata yang membanjir keluar katanya:

"Dalam sepatuku ada sejilid kitab pelajaran bagaimana caranya menyaru muka, ambilah dan pelajarilah dengan seksama kemudian gunakanlah cara itu untnk mengubah wajahmu dan berkelana didalam dunia persilatan, hanya dengan cara ini dendam sakit hatiku bisa terbalas dan semua usahamu bisa berjalan dengan lancar." "Cucu murid pasti akan munculkan diri didalam dunia persilatan sebagai Si Lelaki tampan berwajah seribu, dendam sakit hati susiok couw sedalam lautan pasti akan kutuntut balas."

Cian Hoan Lang koen menghembuskan napas panjang. "Hoa   Pek   Tuo   adalah   manusia   yang   cerdik   dan

mempunyai akal yang sangat banyak, bukan saja dia pandai

ilmu pertabiban, ilmu racun, ilmu barisan ilmu jebakan dan kepandaian mencari berita, orangnya juga licik, kejam dan sangat berbahaya, kalau berjumpa dengan dirinya kau harus bertindak dengan sangat hati hati."

Mendadak hati Pek Ia Hoei bergerak, ia teringat kembali akan keadaan didalam gua pada puncak gunung Hoa san, dimana semua jari sembilan ketua partai besar serta Cia Ceng Gak sipedang sakti dari partai Tiam Cong ditemukan mati keracunan.

Didalam hati segera pikirnya:

"Mungkinkah mereka terjebak oleh siasat Hoa Pek Tuo yang licik dan mati keracunan? kalau tidak rencana apa lagi yang bisa berjalan dengan begitu rahasia dan sempurna seperti itu hingga mengakibatkan ketua dari sembilan partai besar mati bersama sama ?".

Dengan hati bergidik segera serunya:

"Cucu muridpun terkena siasatnya yang licik hingga tercebur kedalam telaga Lok Gwat Oauw...?"

Cian Hoan Lang koen tidak memberi komentar atas ucapan si anak muda itu barusan, diapun tidak menanyakan apa sebabnya dia tidak mati oleh hawa dingin yang luar biasa dalam air telaga itu, semua perhatian, tenaga maupun pikirannya telah di pusatkan jadi satu untuk memberitahukan seluruh peristiwa serta kejadian yang diketahuinya pada masa lampau sebelum ajalnya tiba.

Dengan suara gemetar dan kurang jelas ia berkata kembali

"Seluruh tubuh Hoa Pek Tuo merupakon racun yang keji, disamping ia pandai menjebak orang terjerumus kedalam perangkapnya, diapun pandai ilmu pertabiban hingga dalam dunia kangouw dia dikenal orang sebagai tabib tskti yang suka menolong orang. setiap penyakit yeng diobatinya pasti sembuh dengan cepat, maka nama harumnya tersebar dimana mana menutupi kebusukan hati yang jahat terkutuk itu......

Berhubung wajahnya bersih dan penuh welas kasih, sikapnya ramah tamah dan berbudi mulia maka orang dikolong langit tidak nanti akan percaya kalau dia adalah manusia paling keji dikolong langit. dialah olak daripada rencana pembunuhan terhadap umat Bulim.

Dengan lengannya yang kurus kering Cian Hoan Lang koen mencengkeram baju Pek In Hoei, teriaknya:

"Kau harus menggunakan akal serta kepintaranmu untuk membongkar kebusukan serta kejahatannya, agar setiap manusia dikolong langit tahu kalau dia adalah manusia yang paling busuk didunia ini, kalau kau tidak berbuat demikian maka dengan tenagamu seorang tak nanti bisa melakukan banyak hal, ingat! ingatlah! jangan sampai kau mengalami nasib seperti diriku."

Dengan air mata bercucuran Pek In Hoei mengangguk. "Akan cucu murid ingat selalu pesan susiok couw ini,

aku tidak akan mengbaikan nasehatmu dan bertindak seperti apa yang telah ditunjuk." (Oo-dwkz-oO)

9

Cian Hoan Lang Koen menghembuskan napas panjang. "Hanya sayang aku tak dapat membantu dirimu, aku hampir mati."

Pek In Hoei tak dapat menahan air matanya yang mengalir keluar bagaikan bendungan yang bobol, ia bungkam dalam seribu bahasa dan tidak mengucapkan sepatah katapun, sebab setelah mengucapkan kata kata sebanyak itu maka masa terang sebelum padam yang dialami Cian Hoan lang koenpun mencapai pada akhirnya, setelah seluruh tenaga badannya musnah, jiwanyapun tak akan tertolong lagi.

"Setelah aku mati.   " kata lelaki tampan berwajah seribu

sambil pejamkan matanya. Janganlah kau bawa pergi mayatku, tenggelamkan saja kedasar telaga, sebab dengan demikian maka ada kemungkinan jejak lelaki tampan berwajah seribu akan muncul kembali dalam dunia persilatan. Aaaai... selama tiga puluh tahun. "

Mendadak ia pentang matanya lebar lebar.

"Dapatkah kau berikan pedang mustika penghancur sang surya itu agar kulihat sejenak? sudah puluhan tahun lamanya aku tak pernah melihat mustika perguruan, ooh betapa rindunya batiku."

Pek In Hoei tidak membantah, ia lepaskan pedangnya dan serahkan ketangan orang aneh itu, yang mana segera diterima oleh lelaki tampan berwajah seribu dengan tangan gemetar. Sambil membelai sarung pedang itu, kata Cian Hoan Lang koen dengan suara lirih,

"Setelah lenyap berpuluh puluh tahun lamanya sungguh beruntung pedang pusaka perguruan kita berhasil ditemukan kembali, Aaaai.... teringat ketika aku masih muda memandang pedang penghancur sang surya yang digantung diatas dinding kamar suhu, tak tahan ingin kulihatnya sebentar.

Mendadak ucapannya putus dan badannya terkulai kebawah.

Melihat keadaan itu Pek In Hoei berseru tertahan, dengan cepat dia meraba pernapasan orang tua itu, ternyata denyutan jantungnya telah berhenti dan jiwanya telah melayang.

Air mata segera mengucur keluar dengan detilnya, dengan suara lirih bisiknya :

"Beristirahatlah dengan tenang, aku akan muncul kembali didalam dunia persilatan sebagai si lelaki tampan berwajah seribu, akan kugemparkan seluruh Bulim dengan perbuatan perbuatan yang luar biasa."

Perlahan lahan ia letakkan jenasah Cian Hoan Lang koen keatas tanah, kemudian melepaskan sepatunya dan mengambil keluar Sejilid kitab yang disembunyikannya disitu.

Kemudian setelah mengikat baik pedangnya, ia jatuhkan diri berlutut dihadapan jenasah susiok couwnya dan memberi hormat dengan penuh rasa iba, doanya:

"Sosiokcouw, beristirahatlah dengan tenang dialam baka, cucu murid pasti akan laksanakan perintahmu, Nah selamat tinggal." Tiba tiba... dari ujung lorong sebelah dalam berkumandang datang suara genta yang amat lirih, walaupun perlahan sekali suaranya namun cukup mengejutkan hati pemuda kita. ia segera berpaling, tampaklah cahaya apu muncul diujung lorong sebelah sana dan perlahan bergerak mendekat.

Dengan ai!s berkerut buru buru Pek in Hoei membesut air mata yang membasahi wajahnya, kemudian sambil membopong -jenasah Cian Hoan Lang koen mengundurkan diri ketempat kegelapan.

Dsngan punggung menempel diatas dinding, ia awasi terus cahaya api yang kian lima kian mendekat, dengan cepatnya sesosok bayangan manusia telah muncul disitu, ditangan kirinya orang itu membawa sebuah lampu lentera sedang tangan kanannya membawa sebuah pedang, wajahnya serius dan gerak geriknya sangat berhati hati.

Meminjam sorotan cahaya lampu lentera yang menerangi kegelapan, Pek In Hoei dapat melihat raut wajah orang itu. Dia adalah seoraeg pemuda yang berwajah ganteng. sepasang alisnya panjang melentik keatas hidungnya mancung dan gagah sekali.

Dalam hati segera pikirnya:

"Walaupun dia berwajah ganteng. namun sayang terlalu dingin dan ketus, seakan akan dalam pandangannya tak seorang, manusia dikolong langit yang dipandang olehnya."

Sementara ia masih termenung, pemuda tadi telah tiba didepan tumpukan batu cadas.

"Aaah. dimana orangnya?" terdengar ia berseru kaget,

Tatkala dirasakan cahaya lampu lenteranya sacara tiba tiba berubah jadi redup dengan bati melengak ia mendongak segera matanya tertumbuk dengan sebutir mutiara.

Pek Swie Coe yang menggeletak disana.

"Aaaai. mutiara Pek Swie Coe. Bukankah mutiara itu adalah mutiara Pek Swie Coe." serunya dengan rasa kaget.

"Tidak salah, mutiara itu adalah mutiara Pek Swie Coe." Tanpa mengeluarkan ssdikit suarapun tahu tahu Pek In

Hoei telah munculkan diri dari tempat persembunyiannya.

Orang itu terperanjat, dengan cepat ia loncat mundur satu langkah kebelakang sambil silangkan pedangnya didepan dada, siap menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.

"Siapa?" hardiknya. "Aku."

Ketika orang itu berhasil melihat jelas wajah Pek In Hoei yang tampan serta mengenakan kutang mustika pelindung badan yang memancarkan cahaya gemerlapan, untuk sesaat ia dibikin tertegun dan berdiri melongo.

"Siapakah kau ?" tegur Pek In Hoei sambil tersenyum. "Pak In Hoei..." jawab pemuda tadi dengan wajah

dingin, ditatapnya pihak lawan dengan pandangan tajam.

"Apa? kau adalah sijago pedang berdarah dingin Pek In Hoei?" seru pemuda kita terperanjat.

Pemuda yang menamakan dirinya jago pedang berdarah dingin itu mengangguk sombong.

"Tidak salah." ia lirik sekejap Pek In Hoei lalu balik bertanya:

"Dan siapakah kau?" "Sekarang, aku sendiripun tidak tahu siapakah sebenarnya diriku ini?"

"Apa maksud ucapanmu itu ?"

"Sebab namaku hanya satu tetapi sering kali digunakan orang lain uatuk gagah gagahan coba pikirlah, dalam keadaan seperti itu apakah aku bisa memahami siapakah sebenarnya diriku?"

"Heeeee.... heeeeh....... heeeeh....... rupanya kau adalah seorang kenamaan hingga ada orang yang memalsukan namamu untuk gagah gagahan.

"Heeeeh.... heeeeeh....heeeeh..... sebenarnya aku hanya seorang prajurit tanpa nama yeng tak dikenal oleh orang, kangouw. tetepi dalam hatiku benar benar merasa tercengang, kenapa dikolong langit bisa terdapat menusia goblok yang memalsukan namaku untuk menjagoi kolong langit?. "

Air muka pemuda itu kontan berubah hebat. "Kau sedang memaki siapa?" tegurnya.

"Aku sedang memaki orang yang telah menggunakan namaku, kenapa sih? toh aku tidak lagi memaki dirimu?" kemudian dengan wajah menunjukkan rasa tercengang tambahnya. "Apakah kaupun seringkali menggunakan nama orang lain. "

"Hmmmmm. pandai benar kau bersandiwara

"Ooooh. cerdik benar kau hey pemuda ganteng aku memang pandai sekali bersandiwara!"

"Kau ingin merasakan sebuah tusukanku?" tanyanya dengan wajah meringis.

"Haaaaaah... haaaaaaa..... haaaaaa....... Pek In Hoei tertawa terbahak bahak, ia maju selangkah kedepan. kebetukan sekali aku memang ingin mengetahui dengan dasar apa saudara menggunakan nama Pek in Hoei malang melintang dalam dunia persilatan sehingga memperolej julukan sebagai sijago pedang berdarah dingin."

Orang itu bungkam dalam seribu bahasa.

Padangnya dibabat kemuka dan melancarkan sebuah serangan dengan jurus yang sangat aneh.

Merasakan datangnya ancaman Pek in Hoei geserkan kakinya menyingkir dua langkah kesamping lima jarinya dipentang dan segera menyambar jalan darah pek Jie Hiat ditubuhnya.

Serangan ini datangnya cepat diluar dugaan dikala berganti jurus sama sekali tidak menunjukkan tanda tanda apapun. terasa cahaya pedang menyambar lewat tahu tahu ujung pedangnya telah mengancam diatas siku si anak muda itu.

Pek in Hoei tetkesiap, lengan kirinya buru buru ditekuk kebawah, jari tangannya secara tiba tiba menyebar kedepan menutul kcarah gagang pedang musuh.

Totokan jarinya barusan telah menggunakan Imu jari kim Kong cie yang ampuh dari partai Siauw lim. angin serangan menderu dero dengan hebatnya,

Triing...... dengan telak totokan tadi bersarang digagang pedang lawan, membuat terlempar beberapa coen kesamping.

Melihat senjatanya disentil sampai mencelet, orang itu berseru kaget. buru buru pedangnya diobat ablikan keseluruh perjuru, dalam sekejap mata hawa pedang melanda dahsyat cabaya tajam mengelilingi seluruh angkasa dan mengurung Pek [n Hoei ditengah kalangan, "Hmm." jari serta telapak Pek In Hoei dilancarkan berbareng mengirim lima serangan berantai, setelah membendung ancaman musuh, sepasang telapaknya kembali disodok kedepan dengan jurus "Lak hoo Mong Mong" atau Enam Berpadu dunia kosong, seluruh jalan maju pihak lawan segera terkunci.

"Hey, ilmu pedang apakah yang kau gunakan?" segera teriaknya dengan suara keras.

"Hmm." sambil bungkukan badan orang itu loncat kesamping, mendadak ujung pedangnya berputar dan menusuk dari samping. Inilah ilmu pedang Liuw sat Kiam Hoat dari gunung pasir!"

"Liuw Sat Kiam hoat " tanya Pet In Hoei tertegun. "Jadi kau adalah anak murid partai Liauw sat Boen yang ada dilaut Seng sut hay?"

Ia tarik napas dalam dalam, kakinya dengan cepat mundur lima langkah, pergelangan diputar pedang mustika penghancur suryapun diloloskan dari sarungnya.

Dalam pada itu pemuda tadi sedang melancarkan tiga buah serangan berantai, jurus demi jurus ia mendesak terus kedepan, namun secara tiba tiba pandangannya jadi kabur. cahaya tajam disertai hawa pedang yang menggidikan hati tahu tahu mendesak tubuhnya.

Ia terkesiap, sambil tarik kembali pedangnya buru buru mengundurkan diri kebelakang, pedangnya diputar membentuk satu lingkaran. dengan sekuat tenaga dicobannya untuk melepaskan diri dari pengaruh lawan yang kuat dan tiada bertepi itu.

Pek in Hoei mendengus dingin, ombak pedang menggulung kembali, dengan memakai jurus "Hoo Ek Si Jiet" atau Ho Ek memapah matahari ia serang lawannya. Dalam sekejap mata cahaya tajam yang memancar keluar dari ujung pedangnya mencapai dua coen panjangnya, mengikuti gerakan tersebut ia babat senjata lawan sehingga patah jadi beberapa bagian.

Setelah itu sambil tertawa tergelak, pedang Si Jiet Kiam menggulung dan menyapu kukungan pedang yang sedang berhamburan keatas tanah tadi segera hancur berkeping keping.

Cahaya tajam menyebar ketengah udara bagaikan hujan gerimis dikala orang tadi sedang berdiri tertegun dengan hati kaget, pedangnya kembali menyapu kemuka menyambar batok kepala lawan, kopiah yang dikenakan orang tadi segera terlepas,

Mendadak cahaya tajam sirap kembali, dan pedangnya telah disarungkan kembali dipinggangnya.

Tatkala ia mendongak kembali, tampaklah rambut orang itu panjang lagi hitam, bagaikan air terjun terurai diatas pundaknya.

"Aaaah...... kau..... kau adalah seorang wanita?" jeritnya terperanjat.

Mimpipun Pek In Hoei tidak pernah menyangka kalau orang yang memalsukan namanya dan berkelana dalam dunia persilatan sehingga mendapatkan julukan sebagai sijago pedang berdarah dingin bukan lain adalah seorang wanita, bahkan seorang gadis yang cantik jelita.

Dikala Pek in Hoei sedang menikmati kecantikan wajahnya dengan sinar mata tertegun gadis itu berseru tertahan kemudian sambil menutupi wajahnya putar badan dan melarikan diri lorong tersebut.

Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benak si anak muda itu. bagaikan disambar petir disiang hari bolong ia memandang bayangan punggung gadis yang sedang berlalu itu dengan mata mendelong, suatu bayangan yang serasa pernah dikenal muncut dalam matanya.

"Aaaaah. dia adalah Wie Chin Siang," akhirnya ia berseru tertahan. "Hey....... Wie Chin Siang tunggu sebentar."

Suaranya memantul dalam lorong yang panjang itu, namun tak kedengaran suara jawaban dari gadis itu,

Dalam sekejap mata pelbagai persoalan yang memusingkan kepala memenuhi benaknya.

"Bukankah dia adalah putri kesayangan dari Gubernur? darimana bisa memiliki ilmu silat."

"Kenapa ia berkelana didalam dunia persilatan dengan memalsukan namaku?"

"Kenapa ia bisa muncul didalam perkampungan Tay Bie San Cung dan muncul didalam lorong rahasia dibawah dasar telaga?"

"Kenapa ia hendak mencari Cian Hoan Lanh Koen? dan darimana pula bisa tahu kalau aku terkurung disini?"

Pelbagai persoalan itu bagaikan benang ruwet menyelimuti benaknya, membuat ia bingung dan tidak habis mengerti.

Ia menghembuskan napas panjang, angkat kepalanya memandang mutiara Pek Swie Coe didinding gua dan akhirnya berkelebat keluar dari lorong itu.

Lorong tertebut amat panjang sekali, bukan saja gelap gulita bahkan lembab dan bau busuk sekali.

"Wie Chin Sang." teriak Pek In Hoei keras keras. Suaranya memantul kembali dari tempat kejauhan kemudian bergema dan mengalun , tiada hentinya dalam lorong tadi.

Mendadak.. badannya yang sedang bergerak cepat itu merandek ditengah jalan kemudian miringkan badan dan menoleh kekanan.

Ternyata dari kedua belah dinding lorong yang gelap dan luasnya mencapai delapan depa itu memancarkan cahaya terang berwarna hijau, warna itulah yang membuat si anak muda she Pek ini jadi melengak.

Ia tidak mengerti apa sebabnya dalam lorong yang panjang dan pada dinding bagian tanah dipelesi dengan bubuk belerang.

Ia tak bisa memecahkan teka teki ini namun ia bisa memahami sampai dimanakah kegunaan benda itu sebagai bangunan yang dibangun sendiri oleh Hoa Pek Tuo untuk mengurung si lelaki tampan berwajah seribu, tentu dia sudah bikin persiapan persiapan seperlunya untuk mencegah orang Itu melarikan diri.

Dalam hati pikirnya:

"Entah bagaimana Wie Chin Siang bisa berlalu dari lorong ini dengan gampang dan leluasa disekitar tempat ini tentu ada lorong rahasia lain. "

Ia tidak berhenti lebih lama lagi disitu, badannya bergerak dan segera lari menuju ketempat yang terang didepan sana.

Di kala ia sedang berderak itulah. ditemui di dinding lorong yang telah ditaburi dengan bubuk belerang itu menindak bergerak keatas akhinya kini miring kesamping, samentara sebuah pintu batu muncul diujung lorong, dari balik pintu tadi memancar masuk cahaya yang amat terang. Hatinya jadi girang. cepat cepat dia lari maju kedepan pintu batu tersebut.

Seluruh pintu batu itu tersebut dari batu granit, diantara keripan sinar posfor tampak empat huruf besar yang berwarna merah terpancang disana.

Pek In Hoei mendongak, terbaca olehnya tulisan itu berbunyi demikian.

"Jangan sentuh pintu ini." Segera pikirnya:

"Entah benar tidak peringatan itu? apakah bencana aneh segera akan kutemui bila kusentuh pintu itu?".

Ia gigit bibirnya menahan emosi. kembali pikirnva lebih jauh.

"Asalkan, pintu batu itu kutarik maka badannya dengan cepat dapat loncat keluar, sekalipun didalam loteng ini benar benar sudah dipasang alat rahasia yang sangat lihay, rasanya tidak nanti bisa lukai badanku!",

Suatu keinginan yang meluap luap berkobar dalam dadanya membuat si anak m uda kita beberapa kali hendak membuka pintu baja itu, namun setiap kali pula ia berhasil menahas keinginannya yang berkobar kobar tadi.

Walaupun begitu ingatan tersebut selalu berkecambuk dalam benaknya, baru saja ia mundur selangkah dengan hati sangsi kembali badannya maju satu langkah kedepan.

"Apakah aku harus mengundurkan diri hanya disebabkan oleh empat huruf yang terpancang diatas pintu itu? kalau cuma h

karena soal kecil aku lantas lari, apa gunanya aku jadi keturunan keluarga Pek yang gagah perkasa? buat apa aku jadi seorang lelaki sejati yang berhati jantan? " Secara tiba tiba ingatan itu berkelebat dalam benaknya, pemandangan tatkala ia digandeng oleh ayahnya berangkat kegunung Tiam cong pun segera terbayang kembali didepan mata.

"Aku sama sekali tidak suka belajar silat tetapi sekarang aku telah terjerumus ke dalam kancah masalah dunia kangouw, sudah sepantasnya kalau aku harus melupakan kesukaan serta ketidaksenangan diri pribadi!" gumamnya seorang diri, Ayah apa yang kulakukan sekarang semua adalah demi dirimu, demi partai Tiam cong dan kini aku harus memikirkan pula bagi keselamatan seluruh umat Bu lim yang ada dikolong langit."

Ia merasa tanggung jawab yang berada dipundaknya kian lama kian bertambah berat, saking beratnya sampai dia harus bertindak dengan hati hati dalam menghadapi segala persoalan, dia harus waspada dan teliti agar dirinya tidak sampai terluka lebih dahulu.

Sambil termenung ia tarik napas dalam dalam, telapak kanannya mendadak diulur kedepan tiap mendorong pintu itu,

Tetapi baru sampai ditengah jalan, mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya.

"Mungkinkah diatas piutu batu ini telah diolesi dengan racun keji dengan bubuk belirang itu sebagai kamuflase? tetapi karena takut orang tak berani meraba bubuk belirang itu maka ditulisnya empat huruf besar itu untuk memancing rasa ingin menang bagi yang melihat hingga terjerumus kedalam perangkapnya ?"

Setelah berpikir demikian maka tungannyapun cepat cepat ditarik balik, pedang muitika pecghancur sang surya yang berada dipunggungnya dicabut keluar, dengan memakai ujung senjata itulah ia siap membuka pintu batu itu.

Mendadak...... terdengar suara jeritan kaget berkumandang datang dari belakang tububnya.

Dengan menengok ia menoleh kebelakang, terlihat olehnya entah sejak kapan Wie Chin Siang telah berdiri kurang lebih setombak dibelakangnya, wsktu itu ia sedang menutupi mulutnya dengan tangan kanan dan memandang kearahnya dengan mata penuh rasa kaget.

"Ooooh, ternyata kau belum pergi dari sini." tegurnya dengan nada tercengang.

"jangan tarik pintu itu..." teriak gadis itu sambil menuding kearahnya.

"Ooouw. aku masih menduga karena urusan apakah sehingga membuat dia terperanjat dan kaget, kiranya dia takut aku mendorong pintu batu ini." pikir Pek In Hoei, sambil tersenyum segera jengeknya:

"Apakah kau takut aku mendorong pintu besi itu sehingga membuat semua yang ada didalam perkampungan Tay bie San Chung pada tahu kalau dikolong langit masih ada juga orang yang memalsukan nama Pek In Hoei...?"

Wie Chin Siang tidak menggubris sindiran sianak muda itu, ujarnya dengan wajah berkerut:

"jangan sekali kali kau sentuh pintu batu itu, kalau tidak maka selama lamanya kita tak akan bisa keluar lagi dari sini."

Pek in Hoei tertegun dari sikap serta wajahnya yang menunjukkan keseriusan ia yakin bahwasanya gadis itu bukan sedang berbohong, pedang sakti penghancur sang surya yang teiah berada didalam celah pintu baru itupun segera dicabut keluar.

"Haaaah..... haaaaah...... haaaaah......sungguh tak nyana kau sebagai anak murid seng sut hay ternyata takut terkurung disini, sungguh menggelikan masa terhadap orang sendiripun mereka tega turun tangan keji.

Wie Chin Siang gigit bibitnya kencang kencang, dari wajahnya jelas terlihat bahwa ada meksud meninggalkan tempat itu.

"Suhuku berkata bahwa pintu batu itu merupakan kunci penggerak yang mengunakan selutuh alat rahasia dalam lorong ini, jangan sekali kali pintu itu disentuh atau digeser. terdengar ia berkata.

"Siapakah suhumu itu? darimana dia bisa tahu akan rahasia lorong dalam perkampungan Tay bie San cung ini?".

"Sudah amat lama suhuku mencari dirimu nssi itu tidak tahu siapakah dia?"

"Siapakah suhumu itu ?" dengan tercengang dan tidak habis mengerti Pek in Hoei bertanya,

"Kenapa aku harus bcritahukan kepadamu ?",

Pek In Hoei tertegun, sebenarnya diapun ingin buka suara menegur gadis itu. apa sebabnya berkelana dalam dunia persilatan dengan menggunakan namanya, tatapi sebelum ucapannya sempat diutarakan keluar, mendadak dari balik pintu gua itu berkumandang datang suara tertawa dingin yang seram dan mengerikan.

Sekalipun kalian hendak andalkan bantuan dewa atau malaikat, jangan harap bisa lolos dari sini dalam keadaan selamat." "Siapa disitu?" hardik pemuda she Pek sambil berpaling.

Dari balik celah pintu batu munculah seorang kakek tua berbadan kurut kering dengan jenggot kambing menghiasi jenggotnya. ketika itu dia sedang memandang kearah mereke berdua demgan wajah penuh nafsu membunuh.

"Tak seorang manusiapun dapat melarikan diri dari Lorong Pengurung naga ini." terdengar kakek itu menjengek dengan suara seram Sekalipun kau tahu akan namaku juga percuma. tak ada artinya."

Ia bergeser kedapan empat langkah. mendadak telapak kanannya diangkat tinggi tinggi sehingga tampaklah kulit telapaknya perlahan lahan berubah jadi putih keperak perakan.

Tatkala menyaksikan orang inipun menggunakan ilmu golok perontok rembulan yang sangat lihay, bahkan cahaya perak yang terpancar kelaur dari telakpak yang jauh lebih cemerlang dan tajam daripada sewaktu Ku Loei yang menggunakan, hatinya bergetar keras, tanpa sadar serunya:

"Kau adalah sigolok perontok rembulan Ke Hong." "Haaa.... haaaa.... haaaa... sedikitpun tidak salah, akulah

Ke Hong".

"Sungguh aneh sekali," diam diam Pek in Hoei berpikir. Bukankah Ke Hong adalah murid dari Ku Loei si Raiul Pembenci langit dari laut Seng Sut Hay? kenapa ilmunya jauh melebihi suhunya sendiri?".

Desiran angin tajam berkelebat lewat disisi. tubuhnya, tahu tabu Wie Chia Siang telah loncat kesisi tubuhnya sambil bertanya dengan suara kaget

"Siapa yang ada disana?". Pek In Hoei merasakan bau harum semerbak yang aneh berhembus lewat. ketika ia menoleh maka tampaklah Wie Chin Siang yang cantik dengan biji mata yang jeli telah berdiri disisi tubuhnya, jantungnya kontan berdebar keras, beberapa saat kemudian dia baru menjawab serius:

"Sigolok perontok rembulan Ke Hong." Rupanya Ke Hong tidak menyangka kalau dalam gua itu masih ada orang lain mul mula ia tampak melengak diikuti segera tertawa seram.

"Hemm tak kunyana orang yang hendak mengantar kematiannya bukan hanya seorang saja”

Ia meraung rendah, telapak tangannya dengan membawa desiran angin tajam disapu keatas pintu batu itu.

"Jangan biarkan dia mendorong pintu." jerit Wie Chin Siang dengan suara lengking

Pek In Hoei tertegun, menyaksikan wajahnya yang gelisah den penuh diliputi rasa ngeri dan takut, tanpa berpikir panjang ia membentak nyaring, pedangnya bergetar dan segera mengirim satu tusukan kilat menutul celah celah diatas pintu,

Messs... pintu batu terhantam hingga berbunyi gemericikan perlahan lahan bergeser kesamping,

Pek in Hoei tidak menyangka kalau Ke hong mengundurkan diri eetelah melancarkan serangan tadi, dengan sendirinya tusukan pedsngnya segera mengenai sasaran yang kosong.

Mendadak pintu batu itu terbentang lebar, ia tarik napas dalam dalam, badannya melengkung dan siap loncat keluar.

"Pek In Hoei..." tiba tiba Wie Chin Siang berteriak keras sambil menarik tangan kenannya." Kau tak boleh keluar." Belum habis dia berkata, mendadak dari kedua belah dinding diluar pintu batu itu meluncur keluar dua baris tombak yang amat tajam, bagaikan pagar besi dengan rapatnya saling menancap pada dinding dihadapanya,

Diam diam sianak muda itu bergidik setelah menyaksikan kekejian lawan, pikirnya :

"Seandainya tubuhku melayang keluar pintu ini dikala terbuka tadi, tentu dadaku sudah berlubang tertusuk oleh dua baris tombak yang amat tajam itu, kendati dengan cara apapun rasanya sukar untuk menghindarkan diri "

Sementars itu Wie Chin Siang pun sedang memandang dua bsris tombak tajam diluar dinding batu dengan wajah termangu mangu, air mukanya mendadak berubah hebat seakan akan teringat akan sesuatu sambil menarik tangan Pek In Hoei teriaknya,

"Cepat mundur kebelakang.   "

Sianak muda itu tidak bersiap sedia, kena ditarik kuda kudanya segera tergempur dan mundur selangkah kebelakang. Dengan alis berkerut ia segera menoleh

"Kau. "

Namun ketika sinar matanya membentur alitnya yang tebal, hidungnya yang mancung, bibirnya yang kecil merekah serta biji matanya yang jeli dan memancarkan rasa kaget itu, jantungnya kontan berdebar kerss, untuk beberapa saat lamanya sepatah katapun tak sanggup diutarakan keluar.

Karena tak terdengar susra sianak muda itu Wie Chin Siang segera mendongak, namun ketika ditemuinya sianak muda itu sedang memendang kearahnya dengan terkesime, merah padam selembar wajahnya buru buru ia melengos kesamping. "Nona...." Pek In Hoei merasa jantungnya berdebar semakin keras, hatinya terasa semakin tertarik dengan gadis ini hingga tanpa terasa ia memanggil.

Wie Chin Siang menoleh, kali ini wajahnya telah berubah serius, katanya:

"Hoa Pek Tuo telah memasang alat jebakan yang lihay diatas pintu batu itu. "

Belum selesai dia berkata terdengar suara gemerutukan yang nyaring menggema diangkasa, pintu batu yang sangat berat tadi seakan akan didorong oieh seseorang, dengan cepatnya telah menutup kembali.

Setelah piatu tersebut menutup rapat dengan sendirinya, tiba tiba dari atas dinding batu diatas lorong tersebut membentang lebar sebuah lubang diikuti sebuah lampu gantung terbuat dari tembaga kuning perlahan lahan dikerek kebawah seketika itu juga cahaya yang terang benderang menerangi seluruh ruangan.

"Aaah... lihat api itu..." tiba tiba Wie Chin Siang menjerit dengan wajah terkesiap.

"Aduuuh celaka." pikir Pek In Hoei dia sadar seandainya letupan api di dalam lampu gantung tembaga kuning yang diturunkan dari atas itu mencapai permukaan bumi, maka bubuk belerang yang telah dipoleskan disekeliling dinding lorong itu pasti akan terbakar, jika demikian keadaannya niscaya dia akan mati dipanggang hidup hidup dalam lorong tersebut.

Dengan cepat dia membentak keras, pedangnya diputar kencang kemudian menyambitnya kearah depan.

Sekilas cahaya pelang menyambar lewat laksana bintang yang meluncur diangkasa ...Creeeet. menghantam

tembaga tadi dan menembusinya... Sungguh hebat tenaga serangan yang terhimpun didalam sambitan pedang itu, seketika itu juga tembaga kuning tadi tersampuk miring kesamping, letupan api di dalamnya beterbangan seakan akan mau terlempar keluar dari Mangkuk tembaga tersebut.

Pek In Hoei tarik napas dalam dalam, sepasang telapaknya sekuat tenaga dihantamkan kemuka dengan jurus "Yang-Kong Pau-Cau" atau Cahaya sang surya memancar terang.

Dalam sekejap mata terlihatlah telapak tangannya yang putih seketika berubah jadi merah darah, segulung hawa panas yang sangat menyengat badan memancar keluar dari tubuhnya, seketika itu juga suhu dalam lorong tersebut berubah jadi sangat panas.

Sungguh luar biasa dahsyatnya tiga jurus ilmu sakti Surya Kencananya ini, terdengar suara gemerincingan yang amat nyaring rantai baja yang menggantung mangkuk tembaga tadi seketika merekah dan patah jadi beberapa bagian, mangkuk tembaga tadi terbakar hancur hingga meleleh dan menggumpal jadi satu, dengan membawa pedang sakti penghancur sang suryanya rontok keatas tanah.

Selama hidup belum pernah Wie Chin Siang menyaksikan kepandaian silat yeng demikian saktinya, seketika itu juga air mukanya berubah hebat saking kagetnya, sepasang matanya melotot bulat bulat sementara dengan mulut melongo diawasi telapak tangan sianak muda yang merah itu tanpa herkedip.

Pek In Hoei sendiripun berdiri kaku ditempat semula, diawasinya belahan mangkuk tembega yang sedang melayang kearah lorong kemudian perlahan lahan ia tarik kembali sepasang telapaknya. Bruuuk.... mangkuk tembaga itu terjatuh keatas tanah, setitik gumpalan api meloncat keluar dari lelehan tembaga tersebut dan seketika itu juga sekeliling tempat tadi terjilat api dan berkobar dengan hebatnya....

"Aduuuh celaka!" teriak Pek In Hoei terperanjat "Sungguh tak kusangka isi mangkuk lembaga itu adalah minyak."

Dalam keadaan seperti ini tak sempat lagi baginya untuk berpikir panjang, sepasang lengannya bekerja cepat, disambarnya pinggang Wie Chin Siang kemudian sekali jejak laksana anak panah terlepas dari busurnya meluncur ke muka melewati dinding atap kolong itu.

Pada detik terakhir itulah seluruh dinding bata tersebut telah terbakar hebat jilatan api bagaikan ular menyapa bubut belerang yang memolesi dialas dinding tersebut. kebakaran hebatpun terjadi dalam lorong tersebut.

Suhu udara dalam lotong yang panas menyengat badan serta jilaten api yang menari kian kemari mengagetkan Wie Chin Siang, dia menjerit keras, matanya dipejamkan rapat rapat, seluruh wajahnya disusupkan kedalam dada Pek In Hoei tanpa berani berkutik.

Sungguh hebat Pek In Hoei, dalam sekejap mata dia sudah berhasil melewati lautan api yang telah menjalar sampai tiga tombak jauhnya itu, setibanya ditepi tiang batu yang dihantam roboh olehnya tadi baru berhenti dan beristirahat.

Ditaruhnya Wie Chin Siang keatas batu, lalu menghembuskan napas panjang panjang dan gumamnya:

"Aaaaah.... nyaris benar kejadian yang baru saja berlangsung, satu langkah aku terlambat bertindak niscaya diriku bakal terkurung didalam lautan api itu." Wie Chin Siang sendiri sementara itu sudah hilang rasa kagetnya, ia periksa tubuh sendiri, dijumpainya kecuali celananya reda hangus terbakar badannya sama sekali tidak terluka, tanpa sadar ia hembuskan napas panjang.

“Kau tidak sampai terluka bukan?" terdengar Pek In Hoei menegur. "Bila aku salah setindak lancang barusan harap...." Merah padam selembar wajah Wie Chin Siang, teringat dirinya yang telah bersandar didada orang, rasa jengah yang muncul dari lubuk hatinya sungguh sukar dilukiskan dengan kata2.

-ooo0dw0ooo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar