Imam Tanpa Bayangan II Jilid 07

 
Jilid 07

HEMBUSAN angin Barat laut yang dingin dan membekukan badan telah berlalu, musim semipun menjelang tiba. Daun yang hijau mulai bersemi diatas pohon Liuw dan rerumputan nan hijau mulai tumbuh diatas permukaan tanah ya»g basah Angin musim semi berhembus lewat menyegarkan suasana diatas gunung Cing Shia, awan putih bergerak diangkasa memperlihatkan puncak gunung yang secara lapat-lapat masih berselimutkan salju. Tanah nan hijau yang membentang dipunggung bukit menunjukkan bahwa musim semi telah tiba.

Pagi itu udara sangat cerah, sinar matahari memancarkan cahayanya menerangi seluruh jagad.

Pada saat itulah tampak sesosok bayangan manusia dengan langkah lebar berjalan turun dari atas puncak gunung Cing Shia.

Orang itu memakai jubah panjang berwarna merah, diatas punggungnya tergantung sebuah buntalan, disisi pinggang tergantung sebuah kapak hitam dan ditangannya membawa sebuah bungkusan kain yang panjang. Gerak- geriknya aneh dan mencengangkan hati.

Manusia aneh berjubah merah itu dengan memakai sepasang sepatunya yang usang dan rusak selangkah demi selangkah berjalan melewati tanah lumpur yang becek, memandang puncak gunung nun jauh disana, dengan alis berkerut ia bergumam: "Selamat tinggal, gunung Cing-shia

!" Sambi berjalan, kembali ia berpikir:

"Berkumpul selama dua tahun membuatku berubah jadi seorang manusia yang kosen meski aku pernah cuourkan air mata disini namun aku berharap pada kunjunganku yang akan datang aku telah menjadi seorang jago nomor wahid dikolong langit, semoga aku kembali dengan membawa kebanggaan serta kegembiraan."

Dengan langkah lebar ia melanjutkan perjalanan menuju kearah kota, dandanannya aneh tentu akan menarik perhatian banyak orang seandainya jalan raya itu penuh dengan orang yang melakukan perjalanan nanun untung waktu itu jarang orang bepergian maka jalan raya sunyi sepi hanya dia seorang.

Langkah manusia aneh berjubah merah ini sangat enteng, setiap langkah ia dapat melalui satu tombak lebih lima depa lebih, begitu enteng dan gesit dia berjalan seolah- olah capung yang terbang diangkasa.

Siang hari telah menjelang tiba, tatkala orang aneh itu masih melanjutkan perjalanan tiba-tiba terdengar dari arah belakang berkumandang datang suara keleningan kuda, disusul seekor kuda berlari mendatang dengan cepatnya.

la segera menyingkir kesamping memben jalan buat kuda itu lewat, kuda pertama berlari kencang disusul kuda berikutnya lari lebih kencang lagi lumpur segera beterbangan mengotori seluruh badannya.

Orang itu mengerutkan alisnya yang tebal dan angkat kepala memandang kedepan.

Ditemuinya kedua orang penunggang kuda itu adalah dua orang nona berbaju hijau yang mempunyai kuncir panjang diatas kepalanya.

Semula manusia aneh itu sudah siap mengumbar amarahnya, namun setelah menyaksikan bahwasanya kedua orang penunggang kuda itu adalah dua orang gadis manis, ia batalkan niatnya dan tidak bicara apa2 lagi. Dengan hati mendongkol, ia menyeka lumpur yang menempel diatas bajunya dan meneruskan kembali perjalanannya. Suara derap kaki kuda mendadak berkumandang kembali dari arah belakang, kali ini kuda tersebut lari dengan kencangnya, sebelum manusia aneh berjubah merah itu membentak dengan kasar :

"Bangsat, ayoh cepat menyingkir, apa kau cari mati?" "Sreeet....! serentetan desiran angin tajam segera menyapu datang berbareng dengan bentakan tadi.

Merasakan datangnya sambaran dengan sepasang kening berkerut manusia aneh berjubah merah itu angkat tangan kirinya keatas, lima jari laksana kilat mencengkeram ujung cambut dan membetotnya kebawah.

Deruan angin tajam menyambar lewat diiringi suara ringkikan panjang kuda tersebut berkelebat melewati diatas kepalanya.

Berhubung sentakan keras dari dua tenaga yang saling berlomba cambuk kuda tadi putus jadi dua bagian dan rontok ketanah.

Sebaliknya sekujur badan manusia tadi basah kuyup lagi kotor oleh cipratan kaki kuda , melihat badannya kotor ia membentak gusar, tangan kirinya bergerak memhentuk gerakan lingkaran lalu menyambsr kemuka, ia cengkeram ekor kuda yang masih ada diteogah udara, sementara tangan kirinya meraup kepinggaog binatang itu dan menyentaknya kebelakang.

Kraaaaak ... ekor kuda itu mentah mentah terbetot patah, knda itu meringkuk kesakitan dan segera meloncat tujuh depa ketengah udara.

Oleh loncatan tadi penunggang kuda itu berseru tertahan dengan rasa kaget kemudian melotot kearah orang berjubah merah, dengan sorot mata gusar.

Sebaliknya orang aneh berjubah msrabpun dengan penuh kegusaran loncat meju empat tombak kemuka, sebelum tubuh kuda yang meloncat ketengah udara tadi hampir menginjak permukaan bumi, ia sambar pinggangnya lalu diangkat keatas dan dibanting keatas tanah. Kuda itu meringkik panjang, ia lemparkan ke penunggangnya keatas udara kemudian berkelejit sejenak dan akhirnya tak berkutik lagi. mati dengan kspala remuk.

Demonstrasi kepandaian sakti dari manusia aneb itu mengagetkan semua orang, dua orang gadis pertama tsdi segera berubah air muka dan berdiri dengan mulut melongok.

Sebaliknya penunggang ketiga yang merupakan seorang pemuda gantengpun berdiri menjublek diatas tanah, rupanya tidak mengira kalau pihak lawan mempunyai kekuatan sedemikian hebatnya.

Dengan sorot mata gusar manusia aneh berjubah merah itu awasi sekejap wajah pemuda itu, kemudian menegur dengan suara berat:

".Orang muda, usiamu masih amat kecil namun sepak terjangmu kasar dan jumawa. Hmmm seandainya aku tidak memiliki sedikit ilmu kepandaian bukankah sejak tadi aku sudah mati terpijak kudamu? maka dari itulah sekarang aku hendak meghukum dirimu untuk meneruskan perjalanan dengan berjalin kaki, agar dikemudian hari lebih berhati hati kau dalam menunggang kuda".

Habis berkata ia segera putar badan dan berlalu dergan langkah lebar.

Melihat dirinya ditegur dan dimaki didepan kedua orang nona !tu, merah padam selembar wajah pemuda itu saking mendongkolnya, menjumpai manusia aneh itu hendak pergi, segera Ia loncat kedepan sambil membentak:

"Tunggu sebentar!" "Koko...... " hampir bersamaen waktu nona yang ada desebelah depan berseru.

"Kau tidak usah ikut campur " hardik sang pemuda sambil menoleh "Ini hari aku harus memberi sedikit pelajaran kepada manusia jadah itu."

Dalam pada itu manusia aneb berjubah merah tadi baru saja melangkah tiga tindak, mendengar makian itu segera putar badan dan bertanya:

"Kan makin siapa manusia jadah?"

"Sauwyamu memaki dirimu sebagai manusia jadah, kau mau apa... ?" sahut sang pemuda sambil tepuk dada sendiri.

Setelah merandek sendiri sejenak, dengan alis berkerut serunya kembali :

"Jangan kau anggap dengan andalkan tenaga kasarmu sebesar dua kati itu lantas bisa jual tampang didepanku. Akan kurobek bacot anjingmu itu "

Orang aneh tersebut tertawa dingin

"Hammm... pada masa yang silam, entah kedua orang tuamu sudah bikin dosa apa sehingga memperoleh putra jempolan semacam kau. Tadi aku ampuni dirimu karena memandang diatas wajah kedua adikmu itu, sekarang.. Hmm..... Hmm.... akan kulihat dengan andalkan kepandaian apakah kau hendak tunjukkan kelihayanmu"

"Bangsat tak usah banyak bacot lagi, lihat serongan lihay dari sauwyamu"

Seraya membentak badannya dengan lincah berkelebat kemuka, lima jari dipentang dan seketika itu jaga selurub angkasa dipenuhi efek bayangan jari.

Rupanva manusia aneh berjubah merah itu tidak meogira kalau pemuda perlsnte semavam diapun mempunyai kepandaian silat yang demikian dahsyat, in berseru tertahan, tubuh bagian atas segera bergeser lima coen kesamping sementara telapak klrinya membabat keluar mengunci tubuh bagian luar, sedang lima bagian jari tangannya menyerang bagian laksana sebuah jepitan mencengkeram urat nadi musuh.

Lelaki muda itupun diam2 merasa terperanjat tatkala menyaksikan penjagaan musuh yang ketat, berada ditengah udara tubuhnya merandek sejenak.

Dan dikala badannya merandek itulah, lima jati tangan kanan manusia aneh berjubah merah itu telah menyapu tiba.

Dia mendengus dingin. mendadak jart tangannya menutu! ke!uar membabat urat nadi dltangan lawan,

Serentetan napsu membunuh bersemi diatas wajahnua, tangan kiri digetarkan pula tanpa mengeluarkan sedikit usahapun kelima jarinya yang penuh mengandung hawa sinkang menerobos masuk lewat titik kelemahan dibawah lengan kanan lawan.

Ancaman ini datangnya sangat berbahaya disamping keji jnga ganas, manusia aneh berjubah merah itu segera kebutkan jubah merahnya dan loncot mundur delapan langkah kebelakang. dengan suatu gerakan yang manis ia bcrhasil melepaskan din dari totokan maut itu 

"Kemana kau hendak lari?" hardik pemuda iiu, dengan gerakan yang tak berbeda ia menyusul kedepan"

Manusia aneh berjubah merah itu segera bersuit nyaring, mendadak badannya berputar dua lingkaran dltengah linkaran dan !oncay lima tombak keluar kalangan, untuk kesekian kalinya dia berhasil meloloskan diri dari serangan musuh-

"Siapa yang mengajarkan ilmu jari ini kepadamu?" Tegurnya dengan alis berkerut "apakahi Kun Thian Jien Sian?" Pamuda itu tertawa seram.

"Aka mengira kau betul betu! m«mi!iki ilmu silat yang maka sakti, Hmmm tak tahunya cuma seorang prajurit tanpa nama dari partai Kun Iun ..."

Mendadak sir mukanya berubah keren, serunya :

"Cuma ilmu jari dari Kiong squwya pun tidak mengerti, buat apa kau tampil didalam dunia persilatan untuk menjual kejelekan? siapa itu Dewi Khiem bcrtangan sembilan atau bcrtangan sepuluh? pun sauw-ya sama sekali tidak kenal!"

Karena menyaksikan ilmu jari lawan sengat aneh, sakti dan mirip dengan kepandaian dari Kys Thian Jien Sian. maka ia ajukan pertanyaan tersebut, siapa tahu pemuda itu amat sombong hal ini seketika itu juga menimbulkan kegusarannya.

Secara tiba tiba sekilas cahaya merah berkelebat diatas dahinya, kian lama warnanya kian membara. Ia

melangkah satu tindak kemuka, lalu tegurnya dengan nada berat :

"Kau adalah putra dari Kiong Thian Bong?"

"Sedikitpun tidak salah, pun sauwya adalah Kiong Ci Yu" sahut pemuda itu jumawa. "Berani benar kau sebut nama besar ayahku?"

"Haaah.... haaah...... haaah....... Kiong Thian Bong adalah manusia macam apa.... tidak sejeriji dalam pandanganku " Mendengar ayahnya dihina Kiong Ci Yu meraung gusar, sepulub jarinya diputar kedepan, laksana sepuluh buah pedang kecil secara serentak menusuk ketubuh musuh.

Manusia aneh berjubah merah itu mendengus dingin, menunggu hingga serangan itu hampir mengenaitubuhnyn mendadak ia berputar kencang, laksana kilat tangan kanannva bergerak kemuka mencengkeram jalan darah Pit Sie Hiat dilengan kiri pemuda she Kiong itu.

"Enyah dari sini!" bentaknya, Begitu jalan darah dilengan kirinya terpegang, Kiong Ci Yu meratasan separuh badannya jadi kaku, tanpa memiliki daya untuk bertahan lagi badannya segera dilemparkan enam tombak jauhnya oleh manusia aneh berjubah merah itu.

"Bluuuum... " Tidak ampun badannya tercebur kedalam kolam lumpur disisi jalan.

Dua bentakan nyaring tiba tiba kerkumandang memecahkan kesunyion disusul menyambar datangnya dua desiran angin tajam.

Dengan cepat manusia aneh itu miringkan badan bagian atas kesamping, lengan kanannya berputar membentuk satu gerakan bujur dan menyerang dengan jurus Liauw Koan Seng Gwat atau Memandang Bintang menikmati rembulan.

Weeess....Sreeet... l sebuah kuncir besar mengiringi sepasaog telapak yong halus dengan cepatnya meluruk datang. Manusia aneh itupun putar sepasang telapaknya menyambut datangnya ancaman lawan.

Bruuuk.. walaupun berada dalam keadaan tidak siap, namun dalam bentrokan barusan manusia eneh it dapat menilai sampai dimanakah taraf tenaga kepandaian yang dimiliki gadis ini. Badannya segera bekelebat menyingkir kesamping, namun dara itu tak mau kasih kesempatan baginya sambil membentak kuncinya kembali dikebaskan keluar. Manusia aneh berjubah merah itu terus mundur kebelakang. Suatu saat tiba tiba ia kabulkan ujung jubahnya kearah depan, gumpalan angin serangan yang maha dahsyat. segera menggulung kedepan.

Nona berbaju hijau itu mendengus dingin badannya merandek lalu berjongkok dan melitik keatas. Bagaikan seekor ikan belut yang berkelejitan diatas lumpur. dengan manis ia berhasil menerobos angin serangan tersebut.

Kejadian yang sangat aneh ini segera membuat manusia aneh itu berdiri tertegun sebelum ingatan kedua berkelebat lengan baju bagian dadanya sudah kena dicengkeram lawan.

la mendengus, sepasang telapak diputar kencang lalu mengayun kemuka membabat persendian lawan.

Gadis itu membentak nyaring, sepasang telapak balas berputar pula kearah yang berlawanan, seketika itu juga muncul segulung angin berputar yang mencoba inembanting tubuh lawan kedalam lumpur.

Manusia aneh berjubah merah itu tidak mengira kalau sepasang telapak lawan bisa menghasilkan tenaga putaran yang begitu aneh, badannya tak sanggup berdiri tegak seketika itu juga dia terjengkang keatas tanah.

Tampaknya ia akan segera tercebur pula kedalam lumpur, mendadak sepasang lengan

dikemas kesamping badannya meluncur kembali lima depa ketengah udara, setelah berputar satu lingkaran dengan tenang dan selamat badannya melayang turun dua tombak dari tempat semula: "Apakah kau putrinya Kiong Thian Bong sibintang kejura?" Tegurnya kemudian dengan wajah penuh diliputi rata kaget.

Sementara itu gadis tadipun merasa kaget bercampur tercengang melihat kegesitan orang pikirnya didalam hati:

"Seja kapan partai Kun lun rnuncul seorang jago sakti semacam ini? ternyata ilmu meringankan tubuh memotong angkasa berputar kayun dari pertai tersebut berhasil dilatih hingga sedemikian sempurna

Saking tercengangnya, hingga untuk bsberapa saat lamannya ia lupa untuk menjawab pertanyaan orang,

"Hmmmn...!" terdengar orang aneh itu mendengus. "Bukankah Kepandaian silatmu itu sjssan dari Ouw-yang Gong?"

"Siapa kau ?" bentak sang dara dengan vvajah berubah hebat.

"Siapakah aku lebih baik kau tak usah tahu!"

"Kurang ajar jawab dulu pertanyaan yang kuajukan tadi!" dengar gusar gadis itu pentang kelima jarinya dan menubruk kembali kemuka.

"Budak ingusan yang tak tahu diri"

Dengan hati dongkol simanusia aneh moju menyongsong kedatangan lawan, kelihatannya suatu pertarungan sengit segera akan berlangsung lagi.

Sebelum pertarungan itu meletus, mendadak gadis kedua yang berada diatas kudanya loncat turun dan melayang ketengah kalangan, kepada rekannya dia berseru:

"Yan Yan, kau bukan tandingannya" kemudian sambil menjura dia menambahkan "Tolong tanya siapakah nama besar cianpwee" Sikap yang manis dari gadis kedua ini melunakkan pula wajah manusia aneh berjubah merah itu

"Kau datong bersama sama dia, tentu kalian kenal bukan dengan diri Ouw-yang Gong?".

"Dia orang tua adalah snhu kami"

"Cia Cia, buat apa banyak bicara dengan bajingan itu! " hardik Kiong Ci Y u dari samping dengan wajah penuh kegusaran. Dengan badan berlepotan lumpur ia melangkah mendekat bentaknya lagi penuh kebencian. "Kalau kau punya nyali teriamalah sembilan jurus ilmu jari bintang kejoraku!"

".Heeeh...... heeeeh...... heeeh..... dengan andalkan bakatmu yoag bobrok semacam itu, lebih baik berlatihlah sepuluh tahun lagi sebelum menghadapi diriku" serentetan cahaya aneh berkelebat dalam wajahnya, lalu ia menyambung:

"Tidak lama kemudian akan kucari orang tuamu Kiong Thian Bong, dendam ini hari biarlah kuperhitungkan sekalian"

Ucapan ini membuat Kioog Ci Yu melengak, namun dengan cepat ia tertawa seram:

"Setiap saat pun sauwya akan menantikan kehadiranmu dalam perkampungan".

"Keparat cilik kalau kau punya nyali ayoh sebutkan namamu!"

Manusla aneh berjubah merah itu sama kali tidak menggubris ucapnn orang, perlahan2 dia alihkan pandangannya kearah gadis Cia Cia yang sedang mengawasi dirinya dengan wajah gelisah, seakan akan dara itu kuatir bila dia turun tangan keji terhadap pemuda tersebut.

Dia melengak, diikuti sinar matanya membentur dengan eebilah golok lengkung berwarna perak yang menyoren diatas punggungnya, seketika serentetan cahaya aneh berkelebat aalam pandangannya "Kau adalah keturunan

dari sigolok perontok rembulan Ke Hong?" . Tegurnya,

"Benar Ke Hoog sigo!ok perontok rembulan adalah ayahku " sebut dara itu mengangguk.

"Apakah cicnowee datang dari perbatasan?"

Bslum sempat orang itn menjswab, dua rentetan desiran angin tajam telah menyerang datang mengancam punggungnya.

Dia sama sekali tidak memperdulikan datangnya ancaman, begitu merasa desir angin sudah berada dibelakang punggungnya ia baru balik telapak tangan kebelakang, kepada Ciong Yan Yan serunya :

"Inilah mutiara milikmu sendiri, nah ambilah kembali".

Sebutir mutiara yang kecil segera meluncur keluar dari telapaknya melayang kearah Kiong Yan Yan.

Dalam pada itu serangan pit dari Kiong Ci Yu yang melancarkan bokongan di belakang telah tiba.

Seketika itu juga air muka dara tersebut berubah hebat, jeritnya :

"Koko.     "

Sebelum ia sempat mengutarakan kata2nyai, kedua batang senjata poan koan pit ditangan pemuda the Kiog itu sudah mendekati titik diatas punggung manusia aneh berjubah merah itu. "Keparat, modar kau... " jerit Kiong Ci Y u sambil tertawa seram.

Belum habis dia tertawa, mendadak orang an.eh itu putar badan sambil mencengkeram kebelakang.

Melihat serangan barusan itu air muka kiong Ci Ya berubah hebat, tangan kanannya segera bergetar coba meoarik kembali

Sayang dia kalah cepat dari pada lawan tahu2 seutas rantai perak telah mencengkeram sepasang senjatanyaa hinggs tak berkutik.

"Selama hidup aku paling benci terhadap manusia kurcaci yang suka main bokoog"

Creet.    sekilas cahaya tajam berkelebat lewat, terdengar

Kiong Ci Yu menjerit ngeri, lengan kanannya seketika terpapas putus oleh senjata kapak lawan dan darah segar muncrat keempat penjuru.

Kiocg Yan Yan meojarit keras, badonnya segera menubruk kedepan.

Manusia aneh berjubah merah itu tidak mau melayani tubrukan orang badannya segera berkelejat kesamping uatuk meloloskan diri.

"Apa permusuhanmu dengan dirinya?" jerit Ke Ciang Ciang dengan airmata membasahi wajahnva, "Kenapa kau begitu keji memapas putus sebuah lengannya hingga dia jadi caead seumur hidup?"

"Berapa kali aku sudah memberi ampun kepadanya namun dia berkeras kepala juga untuk mencari kematian buat diri sendiri hal ini janganlah salahkan kalau aku berbuat kelewat kejam, sebab kalau aku tidak membinasakan dirinya, dialab yang akan membunuh diriku. Hmm! tindakanku benar2 boleh dibilang sudah terlalu sungkan kepadanya. Sedang mengenai dendam permusuhan, Hmm.... mempunyai ikatan desdam sedalam lautan dengan kalian. Ini hari pulanglah dengan memandang diatas wajah Ouw Yang Gong aku tak ingin ribut lagi dengan kalian Nahi pulanglah dan beri tahu kepada Ke Hong, dalam lima hari mandatang suruhlah dia berhati batil".

Ke Cian Cian tertegun, belum sempat dia berpikir lebih jauh tampaklah Kioag Yan Yen bagaikan kalap telah menubruk kembali kedepan.

"Kau bunuhlah pula diriku" jeritan sambil menangis.

Manusia aneh berjubah merah itu ayunkan tangan kanannya kedepan. rabtai perak beserta dua batang senjata poan koan pit itu segara meluncur kedepan menghadang jalan pergi dari gadis ske Kiong.

"Janganlah kalian paksa diriku untuk melakukan pembunuhan lagi" Bentaknya keras keras

Dari sikap Kiong Yan Yan yang kalap, Ke Cian Cianpun lantas mengira Kiong Ci Yu telah mati terbunuh, maka sambil meoggigit bibir ia cabut keluar golok lengkungnya lalu membacok dari sebelah kanan.

Mendengar desiran angin serangan dari arah samping, manusia aneh berjubab merah itu membentak keras, sepasang bahunva bergerak tahu tahu ia sudsh berada dihadapan gadis Cang Ciang sementara tangannya menyapu keluar.

Ke Cian Cian terperanjat, tanpa berpikir panjang lagi ia perkencang genggamanya dan membabat kebawah. Manusia aneh berjubah merah itu mendengus dingin, kampak kecilnya diputar keacang dan dengan satu gerakan yang sangat aneh dia ayun keluar.

Gerakan ini cepat laksana kilat, jaraknya pun dekat maka tanpa ampun lagi....... Criing golok lengkung ditangan gadis itu terpapas kutung.

Ke Cian Cian tidak mengira kalau kampak kecil Lawan yang jelek dan tak terpandang itu ternyata begitu tajam, melibat goloknya kutung, telapak kiri segera dipukulkan kedepan.

Gerakan ini dilancarkan dengan menempuh bahaya dan sama sekali tidak mempedalikan jiwa sendiri, maka dari itu dengan telok serangan tadi bersarang didadai manusia aneh berjubah merah itu.

Plaaak ..... orang aneh itu meraung gusar, ia melangkah setengah tindak kedepan sikut kanannya langsung disodok.

Tatkala menyaksikan serangannya sama sekali tidak berbasil mengapa apakan pihak lawan Ke Cian Cian kelihatan amat terperanjat terutama sekali setelah menjumpai sikut musuh telah mengancam jalan darah Hian Kie Hiat ditubuhnya, ia nampak jauh lebih ketakutan.

Tampaknya sebentar lagi dia bakal mati konyol ditangan lawan, atau secara tiba tiba orang aneh berjubah merah itu miringkan sikutnya kebawah, ia cengkeram lengan kanan gadis itu seraya membentak :

"Ayoh berhenti tidak kau?".

Tangan diayun, tubuh Ke Cian Cian dilemparkan keudara danterbanting diatas pelana kuda kuda kurang lebih tiga tombak dari tempat semula. "Memandang diatas wajahi Ouw yang Gong sekali lagi kuampuni selembar jiwa kalian" Serunya keren. "Aku harap kalian segera pulang kerumah dan bawa serta keparat cilik mustika kalian itu. Kalau tidak dia akan modar tak ketolongan lagi".

"Dia belum mati?" Tanya Ke Cian Cian melegak sambil membelalakkan matanya.

"Jalan darahnya telah kutotok, untuk sementara waktu dia tidak akan modar Ayo cepat gusur orang ini pulang kerumah!" Ke Cian Cian melegak. akhirnya ia berseru

"Yan Yan, msri kita pergi".

"Hey bangsat, kalau kau punya nyali sebutkan namamu kepada kami?" Teriak Kiong Yan Yan sambil menggigit bibir

Lima hari kemudian aku pasti akan muncul dalam perkampungan Tay-Bie San Cung untuk mencari Ke Hong, sampai waktunya kau akan tahu sendiri siapakah diriku".

"Hmmm.... sungguh memalukan kau memiliki kepandaian silat yang sangat lihay, ternyata takut menyebut nama sendiripun tak berani rupanya kau adalah sebangsa manusia kercaci yang sukanya bermain sembunyi. Cisss .. msnyebalkan".

Ucapan ini membuat orang aneh itu mengerutkan sepssaeg alis.

"Balklah, setelah sampai dirumah katakan bahwa keturunan dari Pek Tiang Hong pedang penghancur sang surya, Pek In Hoei dalam beberapa hari kemudian akan berkunjung keperkampungas kalian untuk minta seberapa petunjuk dari Ke Hong siGolok perontok rembulan serta Kiong Thian Bong jari Bintaog kejora". „Apa ? jadi kau adatab Leng-Hiat Kiam Khek sijago pedang berdarah dingin Pek in Hoei?.. Seru Ke Cian Cian serta Kiong Yan Yan hampir berbareag dengan wajah terperanjat, matanya terbelalak lebat.

Rupanya Pak in Hoei sendiripun merasa tercengang atas julukan itu, dengan alis berkerut pikirnya dalam hati :

"Ini hari aku baru pertama kali turun daii gunung, kenapa mereka sebut aku sebagai jago pedang berdarah dingin? apakah mereka tidak aalah lihat?"

Sementara itu terdengar Kiong Yan Yan mendengus dingin.

Sijago pedang berdarah dingin Pek In Hoei adaleh seorang pemuda perlente yang gagah, dia tidak mirip dirimu yang compang camping macam pengemis budukan" jsngeknya.

"Haah .... haaaah . . . haaaah..... sungguh tak kunyana aku Pek In Hoei telah dituduh orang sebagai manusia gagoh tatkala untuk pertama kalinya turun dari gunung, peristiwa aneh yang terdapat dikolong langit benar benar tak terhingga banyaknya"

rambutnya yang kusut bergetar keras, tiba tiba nada suaranya berubah jadi sangat dingin, sambungnya :

Perduli aku adalah sijago pedang berdarah dingin Pek In Hoei yang tulen atasi bukan, dalam lima hari mendatang diperkampungan Tay Bie San cung pasti akan terlihat ilmu pedang penghancur sang surya deri partai Tiam Cong menunjukkan kesaktiannya".

Sinar mata berkilat, perlahan lahan gantungkan kampak baja itu keatas pinggang, kemudian sambil melepaskan bungkusan. panjang dari pungungnya ia berguman seorang diri: "Sekarang juga akan kusuruh kailan saksikan kehebatan dari pedaog sakti Penghancur Sang Surya, agar kalian bisa bedakan mana yang tulen dan mana yan gadungan. "

Bersama dengan selesainya ucapan tersebut serentetan suara desiran tajam yang amat memekikkan telinga berkumandang membelah angkasa disusul berkelebatan serentetan cahaya merah yang menyilaukan mata memenuhi seluruh jagad.

Mendadak Pek In Hoei menggetarkan tangannya .....

Criiing l bagaikan pe kikan naga yang membelah angkasa, sarung pedang itu meluncur keangkasa msnciptakan sekilas cahaya yang amat tajam.

Cahaya tajam tadi berkilauan diudara berputar dua kali diangkasa kemudian meluncur kearah Barat Laut dengan menciptakan serentetan bekas cahaya yang amat tajam, dalam sekejap mata bersama tubuhnya lenyap tak berbekas

Dengan termangu-mangu Ke Cian Cian memandangi angkasa, lama sekali dia baru menghembuskan napas panjang.

"Ilmu pedang penghancur saag surya..... ilmu pedang penghancur sang surya. " gumamnya.

"Aaaaah, ilmu pedang Itu merupakan ilmu pedang terbang yaag merupakan bersatunya senjata serta batin!" bisik Kiong Yan Yan pula dtengah napas bergidik.

"Yan Yan cepat pulang dan laporkan kejadian ini kepada ayahmu, seandainya Pek In Hoei benar benar datang ayahku pasti bukan tandingannya"

"Percuma meskipun Susiok hadir pula disitu, belum tantu mereka adalah tandingannya Ke Cian Cian termenung daa berpikir sebentar, akhirnya dia berkata:

"Aku akan pulang kerumah mencari suhu, mungkin dia kenal dengan manusia yang bernama Pek In Hoei, sedangkan kau berangkatlah kegunung Gobie dan undanglah in Coen Liong sipedang naga datang membantu, ilmu pedang Kun Lun pay juga dipelajarinya mungkin dapat digunakan untuk menandingi ilmu pedang penghancur sang surya ari partai Tiam cong.

"Sekarang hanya inilah satunya2 jalan yang bisa kita tempuh . gadis she Kiong ini menghela napas panjang lalu sambungnya. Semuanya ini engkohkulah yang bikin gara2, mengapa dia ajak kita bertanding lari kuda sehingga menimbulkan bencana besar yang memusingkan kepala ini".

"Aaaai..... bagaimanapun juga, antara sipedang penghancur sang surya dengan kita memang terikat dendam sakit hati, akhirnya dia akan berhasil juga menemukan kita, rupanya setelah hilang dua tahun badai pertumpahan darah akan melanda kita lagi.

Klong Yan Yan tidak banyak bicara lagi; dia bopong tubub Kiong Ci Yu dan loncat naik keatas kuda.

"Enci Cian, mari kita berangkat" serurya.

Tanpa menuggu kawannya lagi ia larikan kudanya segera msninggalkan tempat itu.

Tengah hari sudah tiba, sinar sang surya dengan panasnya yaag menyengat menyinari seluruh kota Seng Tok Hoe.

Pada saat seperti itulah Pek In Hoa sambil membopong buntalannyaa dengan langkah lebar masuk kcdalam kota. Rambutnya kusut lagi kacau, jenggotnya menutupi seluruh janggut dan ditambah pula jubahnya yang merah dan penuh noda lumpur, menambah keseraman serta kedengkilannya.

Banyak penduduk kota yang melirik kearahnya dengan sinsr mata mengejek, sebentar mereka melirik kearah sepatunya yang kotor oleh lumpur, kemudian memandang jubah merahnya yang dekil dan akhirnya melirik rambutnya yang kusut juga kator .

Jelas. dalam kota tersebut belum pernah dijumpai manusia aneh semacam ini maka semua orang memandang kerahnya dengan sinar mata tercengang, kendati begitu tak, seorangpun berani menertertawakannyaa.

Sebaliknya Pek In Hoei sendiri sama sekali tidak menggubris tingkah laku orang, ia meneruskan langkahnya taapa menoleh kekiri kanan.

Ketika tiba tiba dipintu kota dan menyaksikan pintu gerbaag yang hancur berantakan, pemuda she Pek ini menghela napas panjang.

"Aaai....... kota kuno ini mengapa bisa hancur berantakan jadi begini? sampai2 pintu gerbangpun tak terawat. Propinsi ini terkenal dengantanahnya yang kaya. kenapa uang untuk ganti pintu gerbangpun tak punya ... " gumamnya seorang diri.

Jelas para pembesar tidak ada yang menaruh perhatian sampai kesitu, setiap hari kerja mereka melulu berpesta pora belaka

Dalam pada itu terdengar suara tambur yang ramai diiringi detak kaki kuda berkumandang dari belakang, diikuti para penduduk yang ada disekitar sana sama2 menyingkir kesamping. Seorang perwira muda yang berpakaian perang warna merah dengan menunggang seekor kuda putih yang gagah per!ahan2 jalan mendekat, dibelakangnya mengikuti prajurit bersenjata tombak.

Dan pada barisan yang paling belalang merupakan empat buah tandu yang digotong orang.

Dengan termangu-mangu Pek Io Hoei berdiri ditepi pintu kota, dijumpainya tandu tandu itu bergerak cepat melewati hadapannva, tandu itu mewah semua, para kuli tandupun memakai baju seragam yang bersih dan gemerlapan,

Tiba tiba..... dari balik tandu keempat berkumandang keluar suara tertawa yang amat merdu diikuti seseorang berseru:

".Nona, coba lihat simanusia aneh berjubah merah yang berdiri ditepi pintu kota sungguh dekil sekali"

Ucapan ini menyinggung perasaan Pek In Hoei, alisnya kontan berkerut, dengan sinar mata tajam ia awasi tandu tadi dimana secara lapat2 terlihatlah seorang nona berkepang dua dengan dandanan seorang dayang sedang memandang kearahnya sambil tertawa.

Dia tahu keadaan dirinya yang dekil lagi ku>ut telab menggelikan hati orang, maka ejekan tadi dia tidak ambil perduli.

Ketika itulah dari balik tandu ketiga berkumandang suara teguran yang lembut

lagi merdu :

"Coei-jie, jangan menertawakan orang! kau lihat pintu kota kita, bukankah kotor lagi kusut hal itu bukanlah disebabkan pemerintah tak punya uang untuk memperbaiki belaka, hal itu bukanlah satu hal yang patut dimalukan. Nah, lain kali janganlah kau menghina orang, kita harus kasihan terhadap keadaan orang yang rudin."

"Siapa dia ?" pikir Pek In Hoei didalam hati dengan hati bergetar keras, "Begitu merdu suaranya lagi pula simpatik sekali

"sungguh sukar ditemui orang kaya yang berhati mulia seperti dia. "

Mendadak kain horden tersingkap dan dari balik tandu ketiga itu muncul sebuah tangan yaag halus, putih dan menarik hati.

Tongan yaag putih halus itu diayun ke muka dan sekeping uang perak segera meluncur keluar dari genggamannya menggelinding kehadapan kaki Pek in Hoei.

Dari balik kain korden tadi, sekilas pandang Pek Io Hoei dapat menemui selembar wajah yang cantik jelita, alisnya yang indah, biji matanya yang bening hidungnya yang mancung bibirnya yang kecil mungil dan berwarna merab membara merupakao suatu perpaduan yang sangat mempersonakan hati.

Seketika itu juga pemuda kita tertegun, dengan pandangan termangu-mangu ia awasi gadis cantik itu dengan mata terbelalak mulut melongo...... Ouwww, benar benar seorang bidadari yang baru turun dari kahyangan.

Rupanya gadis itu sendiripun belum pernah menjumpai tampang ketolol-tololan macam Pek In Hoei, tak tertahan lagi ia tertawa cekikikan hingga kelihatan sebaris giginya yang putih bersih, ia turunkan kembali kain hordennya dan menggunakan tangan menutupi bibirnya yang mungil

Senyuman ini semakin mempersonakan hati pendekar muda itu, ia rasakan sukmanya seolah olah sudah terlepas dari raganya, dengan termongu mangu diikutinya tandu tadi dari belakang.

"Hmmmm.... ada katak buduk sedang merindukan bulan" tiba tiba terdengar dayang Coei Jie yang ada ditandu keempat mengejek sambil mendengus sinis. Lebih baik cepat cepat pungut kepingan uang perak diatas tanah itu untuk beli baju, buat apa berdiri termangu-mangu macam orarg goblok disitu"

Pek In Hoei tersadar kembali dari lamunannya, ia sama sekali tidak memperdulikan ucapan dayang itu sebaliknya memandang tandu yang semakin menjauh tadi dengan termangu mangu.

Menanti iring iringan tandu tersebut sudah lenyap dibalik tikungan tembok kota, Pek In Hoei baru menghembuskan napas panjang dan memungut uang perak tersebut.

Sekarang dia baru merasakan betapa banyak orang yang sedang menengok kearahnya, merah jengah selembar wajahnya, sambil tertawa jengah buru2 ia masuk kedalam kota

Sepanjang perjalanannya, bayangan gadis cantik itu terbayang terus dalam benaknya, pikirnya didaiam hati:

Sungguh tak kusangka dikolong langil ternjata terdapat gadis yang demikian cantiknya sehingga menyilaukan mata setiap orang yang memandangi .. ."

Menengok sekejap kearah kepingan uang perak yang ada ditangan, seo!ab2 dia merasakan betapa jari tangannya membelai tangan gadis yang halus dan lembut.

Dengan pikiran yang kalut membayangkan kecantikan wajah gadis yang baru di ditemuinya, Pek In Hoei melangkah kedalam kota tenpa arah tujuan yang pasti, menanti dia angkat kepalanya tahu2 tubuhnya telah berdiri didepan sebuah rumah makan, segera pikirnya :

"Kenapa aku tidak pesan kamar dirumah penginapan ini untuk mandi dan bertukar pakaian lebih dulu? Aaaaah, lebih baik kucari tahu lebih dulu tandu itu berasal dari keluarga mana"

Dengan langkah lebar ia berjalan masuk kedalam rumah penginapan "Feng An" yang terletak disebelah kanan, kepada ssorang pelayan serunya :

"Hey pelayan cepat kemari!".

Dari dalam pengirapsn muncul seorang Pelayan jang masih picingkan matanya karena mengantuk, ketika menyaksikan keadaan Pek In Hoei ia kelihatan tertegun, kemedian teriaknya :

"Heu, mau apa kau darang kesini? jangan kau anggap tempat ini tempat yang cocok untuk mengemis, ayoh enyah dari sini sebelum pantatmu kugebuk"

"Kurang ajar, bajingan bermata anjing". Kontan Pek In Hoei naik pitam, telapaknya menghajar permukaan meja hingga berbekas sebuah telapak tangan sedalam tiga coen. "Pentang mata bangsatmu lebar2, ccba tengok siapakah aku? apakah tampangku adalah tampang orang kere? Bangsat sialan".

Menyaksikan kelihayan orang, pelayan itu jadi kaget dan ketakuan.sambil menahan badan yang gemetar keras ia berjongkok kebawah dan berteriak minta ampun.

"Pelayan anjing bermata bangsat" Teriak pemuda she Pek itu kembali sambil meugeluarkan sekeping uang emas dan dibanting keatas meja "Pentang mata anjingmu dan libat benda apakah yang ada dimeja itu! sialan, ayo cepat siapkan sebuah kamar yang terbaik untukku, kemudian siapkan air panas untuk cuci muka, sayur dan nasi yang paling lezat untuk makan, ahli pangkas kenamaan untuk membersihkan rambutku dan belikan dua stel pakaian dalam, dua stel jubab luar berwarna perak" Ia merandek sejenak, kemudian dengan traia me'o'.o: tambahnya:

"Disamping itu siapkan pula seekor kuda putih yang bagus, Ehmmm berapa jumlah uangnya semua?".

Pelayan itu berdiri menjublak sambil berkemak kemik, matanya mendelong sepert orang tidak percaya, seraya mienelan air liur lehernya terputua putus:

"Toa.... toaya....... kurang ..... kurang lebih membutuhkan! lima tabil perak".

Dengan jarinya Pek In Hoei menjepit uang emas yang ada dimeja hingga tergunting kurang lebih tiga tahil, lalu ujarnya lagi:

"Aku mau menanyakan satu persoalan kepadamu, kau tentu melihat iring Iringan tandu yang barusan lewat didepan sana bukan? cepat betitahu kepalaku mereka berasal dari keluarga mana? Hmmm disini semuanya ada tiga tahil uang emas, cukup tidak untuk semua biaya belanja".

"Cukup ... cukup... bahkan masih ada sisanya".

"Bagus, segera lakukan perintahku dan sisanya boleh kau terima sebagai persenan, ayoh cepat pergi, tak usah berterima kasih lagi".

Betapa gembiranya hati sipelayan itu, dengan wajah berseri seri ia ambil uang tadi: tadi dan segera perasiapkan kamar serta barang keperluan dari Pek In Hoei.

Sang surya telah condong kebarat menandakan sore hari telah menjelang tiba, waktu itu sang pelayan sedang menghitung uang masuk diluar dugaan yang diperolehnya hari Itu, mendadak terdengar suara langkah manusia berkumandang datang

Dengan cepat dia angkat kepala, tampaklah seorang pemuda ganteng berjubah warna putih keperak perakan dengan ikat kepala berwarna perak dan menyoren sebilah pedang berwarna merah perlahan lahan berjalan keluar dari dalam.

Wajah orang itu ssngat tampan, wajahnya putih dengan bibir yang indah, hidungnya mancung tingkah lakunya sopan dan penuh semangat.

Dengan mata terbelalak sang pelayan memperhatikan pemuda itu beberapa saat lama, lama sekali dia memandang

... tiba tiba teringat olehnya bahwa jubah berwarna putih keperak perakan adalah dia yang barusan pergi membelinya, segera satu ingatan berkelebat dalam benaknya.

"Siangkong, apakah kau adalah toaya yang tadi?" tanyanya kemudian dengan suara tergagap.

Pek In Hoei tersenyum. "Kenapa kau sudah tidak kenali diriku lagi?" setelah merandek sejenak tambahnya: "Bagaimana dengan urusan yang kuperintahkan kepadamu untuk diselidiki?"

"Siangkong, keadaan sekarang betul betul jauh berbeda dengan keadaan tadi, kau seolah olah baru saja berganti kulit" "waaaah. ganteng dan mempesonakan puji pelayan

itu seraya tertawa kikuk, kemudian sambil garuk garuk kepala terusnya :

„Ooouw.... persoalan yang kau perintahkan kepadaku telah kulaksanakan dengan baik. Iring iringan tandu tadi berasal dari Gedung Gubernur propinsi Su Czin sedang orang yang ada didalam tandu adalah putri kesayangan dari Gubernur Wie, menurut berita yang teraiar dilratan katanya n: onya Gubernur sedang menderita sakit yang parah, maka putrinya sengaja pergi kekuil San Hoa Sie yang terletak di luar kota untuk mohonkan keselamatanya "Diminakah letak kuil San Hoa Sie tersebut? kalau aku mau kesitu harus melewati jalan mana?".

"Siangkong, kalau kau hendak keluar kota naik kuda maka jalanlah kearah kanan, setelah melewati sebuah jembatan batu maka akan terlihat sebuah hutan pohon Song dibalik hutan Song itulah terletak kuil San Hoa Sie ..."

Pek In Hoei mengangguk, tanpa hendak bicara lagi ia segera keluar dari rumah penginapan itu, dimana sudah tersedia seekor kuda putih yang tinggi dsn gagah miliknya.

Suara derak kaki kuda bergema diatas jalan batu yang memanjang keujung kota. kegagahan serta ketampanan wajah sianak muda ini seketika memancing perhatian banyak orang, sekarang sinar mata mereka memancarkan rasa kagum yang tak terhingga

Orangnya cakep kudanya jemplan dan berjalan perlahan lahan melewati jalan raya yang lebar, dalam sekejap mata jendela jendela lonceng sama sama dibuka, berpuluh puluh pasang sinar mata muncul dibalik horden... Namun Pek In Hoei sama sekali tidak ambil perhatian bahkan matapun tak melirik sekejap, ia meneruskan perjalanannja keluar dari kota

Tiada bayangan lain yang memenuhi hatinya saat Ini kecuali bayangan sigadis manis di balik tandu yang telah menghadiahkan seketip perak kepadanya tengah hari tadi, hanya gadis cantik semacam itulah yang berkenan dihatinya sejak dia tahu urusan dan berkelana dalam dunia persilatan

Tanpa terasa ia meraba kepingan uang petak yang ada dalam sakunya, ia tertawa hambar den pikirnya :

"Entah bagaimana perasaannya tatkala dia menyaksikan aku mengembalikan kepingan uang perak ini kepadanya?..." Kemudian ingatan lain berkelebat dalam benaknya, ia berpikir lebih lanjut :

"Padahal aku sendiripun tidak tahu apa yang harus kuucapkan terhadap dirinya aku banya ingin berjumpa sekali lagi dengan wajahnya yacg cantik, sebab aku belum pernah berjumpa dengan seorang gadis bfgitu menarik, begitu cantik dan mempesonakan hatiku ..."

Kenangan lama berkelebat didepan matanya. ia teringat kembali akan pemandangan sewaktu ada digunung Cing Shia dimana dewi Khiem bertangan sembilao Kim In Eng bermain khiem dibawah cahaya rembulan, ketika ini dia merasa gadis she Kim ada1eb gadis tercantik yang pernah ditemuinya, tapi sekarang dia merasakan betapa jauhnya perbedaan antara kecantikan wajah Kim In Eng dengan putri gubernur tersebut ....

"Oooouw, . I hal ini mungkin disebabkan usia Kim cianpwee yang telah meningkat tua. dia kekurangan daya tarik yang segar, kekuraegan sifat polos yang lincah dan kekanak kanakan, lagipula wajahnya selalu murung, selalu kesal tidak dihiasi Seyuman maka wajahnya kelihatan tidak secantik nona Wie. "

Sambil memikirkan yang bukan bukan dia meneruskan perjalanannya kedepan di mana akhirnya ia temui sebuah jalan kecil yang menyabang dari jalan rasa, secara lapat lepat terdengar suara aliran air sungai berkumandang datang dari kejauhan.

Derap kaki kuda kembali menggema memecahkan kesunyian, mengikuti suara yang berisik otaknya kembali membayangkan pelbagai persoalan yang memenuhi becak nya selama ini. ia teringat kembali akan ucapkan Ke Cian Cian tengah hati tadi dimana ia disebut sebagai Leng Hiat Khek atau si jago pedang berdarah dingin dengao alis berkerut pikirnya : Entah siapa yang teleh menyaru dan menggunakan namaku, entah perbuatan apa pula yang telah dilakukan sehingga nama ku memperoleh sebuah gelar sejelek itu Hmmmm ... jago pedang berdarah dingin, siapa yang tahu aku sijtgo pedang berdarah dingin karena ingin berjumpa dengan seorang gadis cantik sengaja telah melakukan perjalanan jauh untuk datang kemari benarkah aku berdarah dingin ".

Maka diapun lantas teringat pula akan persoalan Cia Ceng Gak sipedang sakti dari parta! Tiam Cong yang pernah dikisahkan Kim In Eng kepadanya tempo dulu, ketika itu Cia Ceng Gak pun mempunyai gelar yang bernama Thiat Sek Lang Koen, sipemuda ganteng berhati batu. Mundadak hatinya bergidik, pikirnya :

"Tujuanku turun gunung kali ini adalah menyelidiki apa sebabhnya dari sembilan partai sama sama keracunan dan masuk kedalam gua tersebut pada masa yang lampau. Sungguh aneh sekali, mengapa mereka tinggalksn segenap kepandaian silat yang dimilikinya namun tidak menceritakan peristiwa yang sebenarnya telah terjadi? Aaaaeh... sungguh membuat orang jadi bingung dan tidak habis mengerti."

Ia tarik napas panjang panjang lalu pikirnya lebih jauh: "Aku tak bisa menghalangi rencanaku untuk membalas

dendam hanya disebabkan urutan seorang gadis cantik seperti itu dua hari kemudian aku harus berangkat keperkampungsn Tay Bie San cung untuk menemui sigolok perontok rembulan, di samping itu jenasah ayahku hingga kin! belum berhasil ketemukan, rupanya sidewi khiem bertangan sembilan Kim In Eng telah menguburnja aku harus temu dirinya!". Teeeeng...! suara genta bergema lantang ditengah udara menembusi hutan pohon Song yang lebat. Ditengah dentuman suara genta, perlahan2 Pei. In Hoei menyebrangi jembatan batu dan masuk kedalam hutan Pohon Song. Angin terhembus sepoi sepoi menggoyangkan ranting dan dedaunan dalam suasana yang hening dan sunyi hanya kedengaran derap kaki kuda bergerak diatas jalan beralaskan batu gunung. Selang beberepa saat kemudian dari kejauhan terlihatlah aebuah bangunan kuil yanog megah berdiri mentereng dari balik pepohonan, tembok yang merah dan tinggi menambah keagungan ditengah hutan tersebut.

Setelah melewati hutan maka terbentanglah sebuah kebun bunga yang sangat indah rupanya Pek In Hoei tidak mengira kalau dibelakang hutan tong disisi kuil itu terdapat kebun yang begitu indah. ia tertegun dan berdiri melengak.

Akhirnya dia menyaksikan seorang dayang berkepang dua yang memakai baju warna hijau sedang mengejar kupu2 dalam kebun tadi.

Gerak gerik dayang itu sangat lincah dan enteng, kesana kemari dia kejar knpu2 tadi, namun tak seekor pun berhasil didapatkan.

Setelah berputar kesana kemari, akhirnya dayang tadi mengejar kupu kupu itu hingga kedepan kuda pemuda kita, dia kelibatan terperanjat dan segera berdiri merandek.

Dengan wajah herubah dan sinar mata tercengang ia awasi wajah Pek In Hoei, lama sekali tak mengucapkan sepatah katapun jua.

Menyaksikan keadaan orang, Pek Ia Hoei tertawa hambar.

"Nona cilik. apakah kau tinggal disini?" tegurnya. Merah jengah selembar wajah dayang berbaju hijau itu, dia mundur dua jangkah kebelakang lalu geleng kepala.

Sekilas pandang Pek In Hoei segera kenali dayang ini sebagai Coei Jie yang telah mengejek dia sewaktu ada dipintu kota tadi, sekali lagi dia tertawa hambar.

"Kalau begitu kau tinggal didalam kota?"

Dengan wajah berubah menjadi merah padam, Coei jie mengangguk.

Pek In Hoei tersenyum, biji matanya berputar beberapa kali, mendadak sambil tertawa tegurnya:

„Bukankah kau bernama Coei jie?".

"Darimana kau bisa tahu?" dengan rada kaget dan mata yang terbelalak lebar dayang itu berseru.

"Haaaah... haaaah... bukan begitu saja, bahkan akupun tahu kalau nonamu sedang bersembahyang dalam kuil ini, benar kan?"

))oo-dw-oo((
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar