Jilid 33 (Tamat)
Sambil tertawa dingin Bu-ki lantas berkata: “Kau anggap aku benar-benar tak berani membunuhmu?”
“Tentu saja kau tak berani!”
“Sebab yang hendak kau bunuh adalah aku, bukan dia, bila kau membuhunnya maka kau tak akan memperoleh kesempatan untuk membunuhku lagi!”
Mau tak mau Tio Bu ki harus mengakui bahwa pandangannya memang tepat sekali. “Oleh sebab itu sama sekali tak berguna bila kau hendak menyandera dirinya untuk mengancam diriku, aku bukanlah seorang yang akan menyerah dengan begitu saj bila diancam”
“AKu bisa melihatnya”
“akupun dapat melihat, kau tak akan melepaskan dia dengan begitu saja "
“Yaa, memang tak mungkin”
“Oleh sebab itu aku hanya bisa membiarkan kau menggunakan dia sebagai jaminan untuk berbincang bincang denganku”
“Apakah kau juga tahu kalau aku hendak menawarkan suatu barter denganmu?”
“Yaa, asal kau melepaskan dirinya, akupun akan memberi sebuah kesempatan kepadamu” “Kesempatan apa?”
“Kesempatan untuk bertarung secara adil”
“Ehmm, kedengarannya tawaranmu ini cukup menarik”
“Kujamin kau pasti tak akan menemukan langganan yang lebih baik daripada diriku” “Tapi, dari mana aku bisa tahu kalau ucapanmu itu dapat dipercaya?”
“Kau tidak tahu”
“Cuma sayang, agaknya aku sudah tiada pilihan lain kecuali menuruti perkataanmu itu?” “Ya, memang tapat sekali”
Bu ki menataonya tajam tajam, sementara dalam hatinya bertanya kepada diri sendiri: “Benarkah aku sudah tidak memiliki pilihan lain?” tampaknya jawaban yang diperoleh tegas sekali. “Benar!”
Justru karena ayahnya terlampau percaya dengan orang ini, maka sebagai akibatnya dia pun tewas dibunuh oleh orang ini. Asal dia masih mempunyai pilihan yang lain, dia tak akan sudi untuk mempercayai orang ini. Sayang sekali, dia tidak punya.
Angin berhembus sepoi sepoi diluar jendela, cahaya lentera berkedip kesana kemari. Sinar yang redup itu menyinari wajah Lian-lian yang cantik, cahaya pedang yang dingin juga menyinari raut wajahnya itu.
Tiba tiba saja paras mukanya itu berubah menjadi semacam warna pucat pias yang bening, seakan akan kaca putih kristal saja. Ia tak dapat membiarkan Bu ki ditipu sekali lagi oleh ayahnya, dia tak boleh membiarkan Bu ki mati. Dia lebih lebih tak ingin menyaksikan ayahnya tewas diujung pedang orang lain.
Sayang, dia justru tidak memiliki kemampuan untuk berbuat demikian. Mata pedang
ditangan Bu ki sudah makin mendekati tenggorokannya, mendadak dia berteriak keras: “Kumohon kepadamu, lepaskanlah dia.... oooh, kumohon kepadamu, lepaskanlah dia "
Mendadak dia mendorong tenggorokannya sendiri keatas mata pedang, darah segar segera berhamburan, tubuhnya turut roboh terkapar ditanah. Persoalan ini merupakan sebuah simpul mati, hanya “kematian” saja yang dapat membebaskannya. dia pun sudah tidak memiliki pilihan yang lain lagi.
***** PEDANG MESTIKA BERMATA DUA Kalau sudah tiada pilihan lain lagi, ya apa boleh buat? Keadaan yang paling menyedihkan bagi kehidupan manusia bukan perpisahan, bukan kematian, bukan kecewa, bukan, kekalahan, semuanya bukan.
Keadaan yang paling mengenaskan dan tragis bagi kehidupan manusia adalah pasa saat ia tidak memiliki pilihan lain lagi, disaat apa boleh buat lagi. Hanya orang-orang yang sudah berpengalaman saja yang tahu betapa menakutkannya penderitaan tersebut. Bu-ki memahami keadaan tersebut. Ia menyaksikan Lian lian mendorong tenggorokannya sendiri ke ujung mata pedang, melihat darah segar memancar keluar dari tenggorokan Lian lian.
Dia pun merasakan pula kesakitan yang luar biasa, seakan tubuhnya kena tertusuk pula. Tusukan itu tidak menembusi tenggorokannya, tusukan itu menembusi ulu hatinya, kumohon kepadamu, lepaskanlah dia. Ia sedang memohon kepada Tio Bu ki untuk membebaskan ayahnya? ataukah sedang memohon kepada ayahnya untuk membebaskan Tio Bu ki?
Siapapun tidak tahu. Namun kekuatan yang terkandung dalam perkataan itu, justru jauh lebih besar dari pada pedang mustika macam apapun yang ada di dunia ini.
Gadis itu hanya berharap dengan kematiannya bisa mendapatkan rasa kasih sayang dan pengampunan dihati masing-masing.
Bagi dirinya, kematian bukan se suatu yang luar biasa.
Dia cuma berharap dapat membiarkan meraka tahu bahwa antara mati dan hidup sebenarnnya tidak terdapat suatu perbedaan yang seserius apa yang mereka bayangkan. Pada detik itu juga, Bu ki merasakan dirinya tergetar dam terpesona oleh ungkapan perasaannya yang begitu agung.
Pada detik itu juga, hampir saja dia melupakan segala galanya, bahkan rasa dendam kesumat yang dalam sampai merasuki tulang itupun terlupakan. Pada detik itu jiga, Sangkoan Jin dapat menggerakkan tangannya untuk membunuh dia. tapi anehnya, justru Sangkoan Jin talah memberikan kesempatan sekali lagi kepadanya. Menanti dia tergetar sadar dari lamunannya, mendadak dia menjumpai kesempatan yang diidam idamkan selama ini telah tertera didepan mata.
*****
Lian lian sudah roboh kebawah, terkapar diatas tanah. Sangkoan Jin telah menerjang ke muka, membungkukkan badan sambil memeriksa keadaannya. Saat itu dia sedang membelakangi Bu ki. Punggungnya lebar, tusukan yang dilancarkan dalam posisi bagaimanapun, pasti akan berhasil menembusi tubuhnya. Setiap orang muda pasti suka bermimpi, bermimpi indah, bermimpi aneka macam.
Bu ki termasuk masih muda. Dalam suatu impian indah yng pernah dialaminya, keadaan semacam ini sudah pernah dilihatnya. Dalam genggamannya masih terdapat pedang, musuh besarnya sedang berjongkok membelakanginya, menunggu tusukan itu menembusi tubuhnya. Tapi impian semacam itu benar benar terlalu berkhayal impian yang indah selalu terasa
seditik berkhayal.
Belum pernah dia mengharapkan impian semacam ini berubah, manjadi kenyataan, sungguh tak disangka impian tersebut ternyata kini menjadi suatu kenyataan.
Musuh besarnya sedang berjongkok membelakanginya. Kebetulan juga ditangannya terdapat pedang, kesempatan semacam ini mana boleh dia lewatkan dengan begitu saja? Mana bisa ia lewatkan.
Semua penderitaan dan siksaan yang pernah dialami, semua kesedihan dan rasa dendam yang membara didada, membuatnya tidak menyia nyiakan kesempatan tersebut denagn begitu saja. Cahaya pedang berkelebat lewat, tahu tahu pedang itu sudah berada ditangan, Anehnya, pedang tersebut sama sekali tidak ditusukan kedepan.
Untung saja pedang itu tidak ditusukkan ke depan, Untung saja Thian masih bersikap cukup baik kepadanya, sehingga tidak membiarkan pedang itu benar-benar ditusukan kebawah. Noda darah yang membasahi tenggorokan Lian-lian masih belum mengering. Tusukan tersebut tidak dia lakuakan bahkan lantaran sama sekali tak beralasan.
Sugong Siau hong pernah menyerahkan pebuah harimau kemala putih kepadanya, ia pernah berpesan, sebelum membunuh Sangkoan jin, harimau kemala putih itu harus diserahkan dahulu kepada Sangkoan Jin.
Tusukan tersebut tidak ia lakukan, juga bukan sama sekali lantaran asalan tersebut. Dia selalu adalah seorang yang amat memegang janji, dia telah menyanggupi permintaan Sugong Siau- hong, tapi dalam detik tersebut, pada hakekatnya ia telah melupakan kejadian itu.
Tusukan itu tidak ia lakukan, lantaran dia adalah Tio Bu-ki. Entah masih ada berapa banyak alasan lagi yang membuat tusukan pedang tersebut tak sanggup dia lakukan.
Ada sebab pasti ada akibat, ada akibat tentu ada sebab.
Walaupun teori in berasal dari agama Buddha, namun banyak peristiwa didunia ini yang berteorikan demikian.
Sekalipun tusukan tersebut tidak dilanjutkan, mata pedang telah berada tak sampai seinci dari urat nadi besar dibelakang tengkuk kiri Sangkoan Jin.
Tentu saja Sangkoan Jin dapat merasakan hawa pedang yang menyayat kulit badannya iru. Tapi ia sama sekali tidak memberi reaksi apa-apa.
Bu-ki menggenggam gagang pedang itu erat-erat, semua otot hijaunya pada menonjol keluar semua karena penggunaan tenaga terlampau besar.
Dia berusaha keras untuk tidak memandang Lian-lian yang terkapar diatas tanah, sepatah demi sepatah katanya:
“Sangkoan Jin, berpaling kau, pandang aku, aku hendak menyuruh kea melihat jelas siapakah aku?”
Sangkoan Jin tidak memjawab pertanyaan itu, delang sejenak kemudian ia baru berkata dingin: “Aku sudah melihat jelas tentang dirimu, sejak kau berumur sepuluh tahun sudah melihat dirimu sejelas jelasnya, sekarang aku tak perlu melihat lagi”
“Kau sudah tahu siapakah aku?” paras muka Bu-ki agar berubah.
“Sejak kau melangkah masuk ke dalam benteng keluarga Tong, aku sudah tahu siapakah kau” Tiba-tiba dia menghela napas panjang, kemudian melanjutkan: “Tio Bu ki, kau tidak seharusnya datang kemari”
Paras muka Bu ki segera berubah. Andaikata Sangkoan Jin sudah tahu siapa kah dia sejak itu, kenapa ia tidak membongkar rahasianya? Ia menampik untuk memikirkan pertanyaan itu.
Pada hakekatnya dia tidak percaya akan pengakuannya itu.
“Bila kau anggap dirimu benar benar bisa membohongi kami, maka keliru besar pendapat itu” ucap Sangkoan Jin,
“kau bukan cuma memandang rendah diriku, juga memandang rendah orang orang keluarga Tong”
Suaranya bertambah dingin dan kaku: “Sekarang, kau seharusnya sudah mati sebanyak empat kali” Bu ki tidak berkata apa apa, dia hanya tertawa dingin tiada hentinya.
Ia masih tetap belum mau percaya, apapun yang diucapkan Sangkoan Jin, ia menolak untuk mempercanyainya.
Kembali Sangkoan Jin Berkata: “Kau mengakui dirimu sebagai Li Giok-tong, berasah dari dusun Ki si Si-tou-cun, pada saat itu juga seharusnya kau telah mati”
“Oya?”
“Kau belum mati, karena orang yang diutus untuk menyelidiki asal usulmu itu talah disuap orang, disuap agar merahasiakan keadaan yang sebenarnnya”
“siapa yang telah menyuapnya?” tak tahan Bu ki bertanya. “Seorang yang masih belum menginginkan kematianmuu” Persoalan ini merupakan persoalan yang selama ini tidak dipahami oleh Bu ki, mau tak mau dia harus mengakui, tampo hari dia memang benar benar lolos dari elmaut.
Sangkoan Jin kembali berkata: “Malam pertama baru saja tiba di sini, ternyata kau berani seorang diri menyelidiki benteng keluarga Tong”
Suara pembicaraan itu seperti mengandung hawa amarah yang berkobar kobar, terdengar ia melanjutkan: “Kau anggap benteng keluarga Tong ini seebagai suatu tempat macam apa?
Nyali mu benar benar terlalu besar!”
Mau tak mau Bu ki harus mengakui kembali, sebenarnnya saat itupun dia bakal mati. Dia tidak mati karena ada orang telah memancing pergi penjaga penjaga disekitar sana.........
Seseorang yang masih tidak menginginkan kematiannya.....
“Andaikata tiada orang yang membantumu membunuh Siau-po, kaupun bakal mampus !” “Kenapa?” tak tahan Bu-ki bertanya.
“Sebab kau tak akan membunuhnya, kau pasti akan berusaha untuk mencari akal agar dia dapat meloloskan diri, karena kau sudah tahu kalau orang itu adalah mata mata Tay-hong- tong yang diselundupkan kemari”
Dengan ujar dingin ia melanjutkan: “Tapi bila kau tidak membunuhnya, berarti kau bakal mampus”
“Apakah Tong Koat juga telah berhasil memcari tahu asal usulnya yang sebenarnya?” “Dia menyuruh kau membunuh Siau po karena dia hendak mencoba dirimu, dia jauh lebih lihay dari pada apa yang kau banyangkan selama ini”
Tiba-tiba sambil tertawa dingin dia melanjutkan: “Lui Ceng-thian?”
“Kau anggap dia dapat bekerja sama denganmu untuk bersama sama menghadapi benteng keluarga Tong? Padahal ia sudah bersiap-siap untuk menjual dirimu kepada orang lain, sebab baginya, orang itu jauh lebih berguna dari pada dirimu” “Untung saja ada orang mengetahui kejadian ini, dan membantuku untuk membinasakan Lui Ceng-thian?” kata Bu-ki.
“Benar”
“Apakah Sian-po juga dibunuh orang itu?” “Benar”
“Diakah orang yang tidak menginginkan kematianku? Kalau bukan dia, aku sudah mati sebanyak empat kali?”
“Benar!”
Tiba tiba Bu ki menutup mulutnya rapat-rapat. Sebenarnnya dia masih mempunyai banyak persoalan yang hendak ditanyakan, paling tidak ia harus mengetahuinya. Siapakah orang itu? Dan siapa pula namanya?
Darimana Sangkoan Jin bisa mengatahui semua persoalan ini? Dia tidak bertanya.
Padahal dia memang bertanya, sebab tanpa bertanyapun dia sudah mengetahui jawaban dari kedua buah persoalan.
Tapi dia menolak untuk mempercanyainya. Menolak untuk mengakuinya.
Bagaimanapun juga, dia harus membunuh Sangkoan Jin. Sudah terlalu besar pengorbanan yang dia berikan untuk persoalan itu.
Dia tak dapat merubah tekadnya lagi walau karena alasan apapun juga.
Sayang bagaimanapun juga dia adalah manusia, seorang manusia yang mempunyai pikiran dan perasaan, ada banyak persoalan memang tak usah dia tanyakan, namun tak bisa tidak untuk memikirkannya: Tiba tiba ia menemukan tangannya sedang gemetar pedangnya juga sedang gemetar karena bagaimanapun juga dia toh masih terbayang juga akan persoalan yang menakutkan itu.
Apakah orang yang empat kali menolongnya adalah Sangkoan Jin ? Tapi, mengapa Sangkoan Jin hendak menolongnya ? Ia tak berhasil menemukan setitikpun alasannya.
Cahaya pedang berkilauan, mau tak mau dia harus bertanya kepada diri sendiri. Kalau pedang ada yang bermata dua, apakah persoalan inipun ada pula bagian yang berlawanan ?
***** RAHASIA HARIMAU KEMALA PUTIH
PEDANG mestika ada yang bermata dua, sebiji mata uang ada bagian depan dan ada pula bagian kebalikannya, ada banyak persoalan kebanyakan mempunyai bagian muka serta kebalikannya kecuali kebenaran, hampir setiap persoalan pasti ada.
Sudut pandangan yang di lihat Bu-ki dalam persoalan ini adalah :
Sangkoan Jin telah membunuh ayahnya, mengkhianati Tay hong tong, tidak jujur, tidak setia kawan, dosanya tak terampuni.
Kesemuanya itu merupakan kenyataan dengan bukti yang jelas, tiada orang yang dapat membantah lagi. Dia tak menyangka sama sekali kalau peristiwa ini masih mempunyai sudut pandangan yang lain.
Perduli apakah Sangkoan Jin telah menolongnya atau tidak, perduli apa sebabnya Sangkoan Jin telah menolongnya, hal tersebut tetap sama saja.
Dia masih tetap akan membunuh orang ini.
Tapi ketika dia bertekad hendak turun tangan, mendadak teringat olehnya akan Harimau kemala putih.
Mengapa Sugong Siau hong menitahkan kepadanya untuk menyerahkan harimau kemala putih tersebut kepada Sangkoan Jin sebelum ia membunuhnya ?
Rahasia apakah yang terdapat didalam Harimau kemala putih itu ? Harimau kemala putih itu masih ada. Setiap waktu setiap saat dia selalu menggembol Harimau kemala putih itu, cukup tangan itu merogoh ke dalam saku, benda tersebut segera akan di didapatkan.
Sekarang ia telah menggenggam Harimau kemala putih itu ditangannya. Tangannya yang lain masih tetap menggenggam pedang.
Bagaimanapun juga ia hendak membunuh Sangkoan Jin lebih dulu.
Bagaimanapun juga, dia harus menyerahkan Harimau kemala putih ini kepada Sangkoan Jin lebih dulu.
Dalam hatinya timbul pertentangan batin yang saling bertolak belakang, otot-otot hijau di atas tangannya sudah menonjol keluar semua karena kelewat tegang.
Mendadak “Bluum!” ternyata Harimau kemala putih itu sudah diremasnya hingga hancur.
Harimau kemala putih yang tampaknya kuat dan keras dipandang dari luar ini ternyata bagaikan kuncu yang yang tampaknya lemah lembut saja, dalamnya ternyata kosong melompong.
Hanya bedanya saja, isinya bukan kejahatan atau kemunafikan melainkan segulung kertas dengan sebuah rahasia.
Sebuah rahasia yang mengejutkan sekali.
Sebuah rahasia yang cukup untuk merubah nasib banyak orang, juga merubah kehidupan dari Tio Bu-ki.
Kertas yang disembunyikan dalam Harimau kemala putih itu ternyata ditulis sendiri oleh ayahnya, surat yang di tulis sendiri oleh Tio Kian menjelang kematiannya.
Apa yang tertulis di sana merupakan sebuah rahasia besar yang mimpipun tak akan disangka orang.
Tentu saja yang ditulis olehnya merupakan suatu kenyataan yang tak dapat dibantah lagi. Peristiwa ini terjadi pada hari baik yang cocok untuk melakukan pelbagai kegiatan tahun itu. Pada waktu itu Pek lek tong telah bergabung dengan keluarga Tong di propinsi Szechuan, kekuatan mereka yang berlipat ganda sudah tak mampu di bendung lagi oleh kekuatan Tay hong tong.
Waktu itu keadaan Tay hong tong kian kemari kian bertambah rendah dan merosot.
Apabila tidak terjadi suatu penemuan aneh, asal Pek lek tong dan keluarga Tong melancarkan serangan bersama, tidak sampai tiga bulan, Tay hong tong pasti akan hancur berantakan tak karuan.
Waktu itu, tongcu dari Tay hong tong yakni Im hui yang Im loya cu sedang menutup diri, bagaimanapun gawatnya situasi ini, mustahil ia bisa menampilkan diri untuk menyelamatkan Tay hong tong, maka tanggung jawab inipun jatuh di pundak Tio Kong, SUgong Siau hong dan Sangkoan Jin.
Tentu saja mereka tidak dapat duduk tenang di rumah sambil menantikan terjadinya penemuan aneh.
Sudah barang tentu mereka lebih-lebih tak dapat membiarkan Tay hong tong hancur musnah di tangan lawan.
Oleh sebab suatu kejadian aneh tak mungkin bisa muncul, terpaksa mereka harus menggunakan suatu ‘siasat aneh’
Mereka teringat kembali dengan suatu cerita pada jalan Cun ciu Cian kok tempo dulu, teringat akan pengorbanan para ksatrianya demi menyelamatkan negera dari kehancuran.
Mereka teringat pula diri Niat Ceng, Sin Ko, Ko Kiang lei dan Kou Cian.....
Beberapa orang itu ada yang mengorbankan diri demi membunuh raja lalim, ada yang beradu jiwa bersama musuhnya. Ada yang mengandung derita dan sengsara demi membalaskan dendam negara.
Walaupun cara yang dipergunakan orang-orang itu berbeda, namun pengorbanan mereka semuanya gagah dan perkasa. Demi Tay hong tong, merekapun tak sayang untuk mengorbankan diri. Maka rencanapun segera di atur dan di putuskan....
Untuk menyelamatkan bahaya yang mengancam Tay hong tong, mereka harus melakukan beberapa macam pekerjaan.
Berusaha untuk memecah belah kerjasama Pek lek tong dengan keluarga Tong, menyuap anak buah mereka dan menciptakan pertumpahan darah dalam tubuh mereka sendiri.
Berusaha untuk mengorek rahasia pihak lawan, mencari cara yang paling jitu untuk menghadapi senjata rahasia beracun dari keluarga Tong serta mencuri resep obat dari keluarga Tong.
Menyelidiki dan menemukan mata-mata serta pengkhianat dalam tubuh Tay hong tong sendiri.
Untuk melaksanakan beberapa persoalan ini maka harus ada seorang diantara mereka yang dapat menyusup ke tubuh lawan serta memperoleh kepercayaan mereka.
Siapakah diantara anggota Tay hong tong yang sanggup melaksanakan tugas ini? Keluarga Tong jauh berada dengan perguruan-perguruan serta aliran-aliran lain.
Sebab mereka bukan membentuk kelompok atau perguruan karena demi kepentingan bersama, sebaliknya merupakan suatu kelompok marga, suatu kelompok keluarga yang besar, bukan saja mereka sudah memiliki kekuatan nyata yang bisa diandalkan, lagipula mempunyai banyak tahun sejarah yang cemerlang dan patut dipuji.
Bukan suatu perbuatan yang mudah untuk menembusi sampai bagian terdalam dari keluarga itu, kecuali orang ini bisa memperoleh kepercayaan yang besar dari mereka.
Cara yang paling baik untuk meraih atau mendapatkan kepercayaan dari mereka, adalah melakukan beberapa macam pekerjaan atau perbuatan yang sudah lama ingin mereka lakukan namum tak sanggup melakukannya dengan baik. Atau menggunakan suatu benda atau suatu keinginan yang sudah lama ingin mereka dapatkan namun tidak sanggup untuk mendapatkan barang itu.
Asal barang yang mereka idam idamkan itu kau sodorkan kepada mereka, sudah dapat diduga seratus persen, mereka pasti akan menerimamu dengan tangan yang terbuka lebar.
Tapi timbul kembali suatu masalah baru, mesalahnya yang bukan sembarangan orang bisa
mengetahuinya.
Apakah yang sudah lama diinginkan pihak benteng keluarga Tong, namun sampai kini tidak berhasil diperolehnya? Yaa, benda apakah itu?
Berpikir akan persoalan semacam ini tanpa tenaga Sugong Sau hong, Sangkoan Jin dan Tio Kian, beberapa orang gembong dari Tay hong tong ini teringat akan suatu cerita lain.
Suatu cerita yang merupakan inti sari semua rencana dan siasat yang mereka jalankan selanjutnya. Cerita apakah itu?
Mereka teringat kembali dengan suatu kisah pada jaman dahulu kala ketika seorang panglima she Huan yang mempersembahkan batok kepalanya kepada musuhnya.
Pihak penglima Huan yang terdesak, telah mempersembahkan batok kepala dari panglimanya untuk memperoleh kepercayaan dari musuhnya.
Setiap orang, setiap umat persilatan tahu kalau Tio Kian mempunyai dendam kesumat sedalam lautan dengan keluarga Tong.
Dendam kesumat yang tiada taranya......
Seandainya ada seseorang yang menghantar batok kepala Tio Kian kepada lawanya, dapat dipastikan dengan angka seratus persen bahwa pihak keluarga Tong pasti akan sangat berterima kasih kepada orang yang mempersembahkan batok kepala itu.
Yaa, seperti juga kisah di jaman dahulu kala, agar memberi kesempatan baik kepada si Ceng untuk melakukan pembunuhan terhadap lawannya, Huan ciangkun atau panglima Huan tidak sayang untuk mengorbankan sebutik batok kepalanya. Dan kini, disebabkan alasan yang tidak
jauh berbeda, Tio Kian pun tidak sayang untuk memenggal batok kepala sendiri dan mempergunakan batok kepalanya itu sebagai suatu “hadiah” yang tak bernilai harganya bagi pihak lawan.
Tapi kemudian, timbul kembali sebuah masalah baru, suatu masalah yang lebih pelik:
Siap yang akan ditugaskan untuk berangkat kebenteng keluarga Tong dan mempersembahkan batok kepala dari Tio Kian tersebut.
Sebab pengorbanan yang bakal dilakukan orang ini, nilai yang pasti dibayar oleh orang ini, jauh lebih besar dan hebat daripada kematian TioKian sendiri.
Demi mensukseskan jalan pemikiran sendiri demi baktinya kepada organisasi yang disetiai sampai mati, kematian Tio Kian merupakan suatu pengorbanan yang mata besar dan amat berharga.
Siapapun akan merasa bahwa kejadian ini bukan sesuatu yang menyiksa batin, bukan suatu perderitaan.
Sebab sebagai gantinya dia akan memperoleh nama yang harum, rasa kagum semakin tebal dari setiap anggota organisasinya dari sang pemimpin sampai kebawahannya.
Kematian yang memperoleh imbalan penghormatan dan nama harum bukan suatu pengeorbanan yang sia sia belaka.
Sebaliknya orang itu, orang yang akan mempersembahkan batok kepala Tio Kian kepada pihak benteng keluarga Tong?
Bukan saja dia akan menerima sumpah serapah dan caci maki dari setiap manusia yang ada didunia ini, dia akan dicap sebagai penghianat, sebagai anjing laknat, sebagai manusia rendah yang tak tahu malu, dia akan dihina orang dicemooh dan diludahi orang. Sebelum duduk persoalan yang sebenarnnya terungkap, sebelumnya khalayak ramai mengetahui duduk persoalan yang sebenarnnya, dia akan menerima aib tersebut, dia akan selalu di hina dan diludahi orang.
Bukan terbatas sampai disitu saja, Bukan saja orang ini harus pandai menahan malu, pandai mengendalikan perasaan, dia pun harus tahan uji, tahan menghindari segala godaan dan percobaan yang sudah pasti tak terlukiskan besar dan beratnya....
Selain daripada itu, diapun harus tenang, seorang pandai yang pandai membawa diri, otaknya mesti cerdas, punya kemampuan untuk menghadapi setiap perubahan situasi yang dihadapinya.
Sebab hanya manusia macam begini yang akan memperoleh kepercayaan dari pihak benteng keluarga Tong, hanya manusia semacam inilah yang dapat menyelundup ke dalam tubuh lawan tanpa kuatir diketahui rahasianya oleh orang lain dan tidak kuatir dicuri orang.
Bukan hanya pengorbanan saja yang dituntut oleh orang ini, diapun bakal memikul suatu beban, suatu tugas yang maha berat, suatu tugas yang tak terlukiskan beratnya....
Lalu siapa yang bersedia mengorbankan diri untuk dihina, dicemooh dan dicacimaki orang? Siapakah yang bersedia dicap sebagai pengkhianat, sebagai pengecut, manusia rendah?
Siapa pula yang memiliki kecerdasan yang hebat, memiliki kemampuan untuk menghadapi setiap masalah dengan tenang, mantap dan pandai mengikuti perubahan situasi?
Setelah mencari kian kemari, akhirnya hanya seorang manusia saja yang pantas untuk melaksanakan tugas ini.
Dia tak lain adalah Sangkoan Jin.
Sangkoan Jin! Manusia ketiga di dalam organisasi Tay hong tong. orang ketiga yang
bertanggung jawab atas keutuhan Tay hong tong.
***** Akhirnya, setelah melakukan pemikiran dan penyusunan rencana yang lama, teliti dan matang, semuanya barus dilaksanakan dengan tertib.
Mereka jatuhkan pilihannya untuk melaksanakan rencana itu pada saat dilangsungkannya perkawinan Tio Bu ki yang meriah.
Mereka memilih hari yang sangat baik itu untuk menjalankan rencananya.
Tio Kian, Tio jiya dari Tay hong tong mengorbankan diri dengan memenggal batok kepala sendiri.
Kemudian, Sangkoan Jin dengan membawa kepala rekannya menyusup ke sarang musuh. Sedangkan Sugong Siau Hong bertugas untuk menjaga dalam sarang sambil melaksanakan tugas-tugas rutin.
Demi Tay hong tong, demi kejayaan dan keutuhan organisasi yang mereka cintai, ketiga orang itu sama-sama telah mengorbankan diri, hanya cara untuk berkorban berbeda satu dengan lainnya.
Mereka memilih hari baik itu untuk melaksanakan rencananya, karena hari itu adalah hari baik dari putra tunggal Tio Kian, hari perkawinan dari Tio Bu ki.
Siapakah yang akan menduga, kalau seseorang bakal melakukan perbuatan semacam itu di saat putranya sedang melangsungkan perkawinan? Ya, ayah manakah yang bakal melakukan perbuatan nekatnya di saat melangsungkan perkawinan bagi putranya?
Untuk suksesnya rencana mereka, untuk memperoleh kepercayaan penuh bagi keluarga Tong, mereka benar-benar telah melakukan setiap hal, setiap rencana tersebut secara jitu dan mematikan.
Selain daripada itu, untuk melaksanakan operasi rencana rahasia ini, merekapun telah menjanjikan suatu kode rahasia..
Mereka namakan operasinya kali ini sebagai: Harimau Kemala Putih! *****
Sudah barang tentu, rencana yang mereka susun bersama ini merupakan suatu rahasia yang besar sekali.
Untuk menjaga keutuhan dari rahasia tersebut, untuk mencegah agar rahasia itu tidak bocor sebelum dilaksanakan, mereka hanya melibatkan tiga orang saja.
Tentu saja ketiga orang yang mereka libatkan itu merupakan gembong-gembong paling top dari organisasi Tay hong tong.
Sebab ketiga orang itu tak lain adalah:
Sugong Siau hong, manusia pertama dalam hirarki Tay hong tong.
Tio Kian, otak dari rencana ini.
Sangkoan Jin, pelaksana dari penyusupan tersebut.
Mereka bertekad untuk menutup rahasia ini serapat rapatnya, jangankan terhadap sanak keluarga mereka sendiri, bahkan terhadap Bu ki sendiri pun hal ini dirahasiakan.
Seandainya Sangkoan Jin telah telah membuhun Tio Kian, akan tetapi putra Tio Kian sama sekali tidak berusaha untuk melaksanakan pembalasan dendam bagi kematian ayahnya, siapakah yang tak akan curiga menyaksikan kejadian ini?
Mungkin hanya manusia bodoh saja yang akan percaya dengan keadaan semacam itu. Oleh karena itu, Tio Bu ki mereka pakai sebagai kunci kesuksesan dari rencana ini.
Mereka hendak menggunakan peranan Tio Bu ki dalam usahanya untuk membalaskan dendam bagi kematian ayahnya untuk semakin menyaksikan permaian sandiwara mereka. Asal pihat klenteng keluarga Tong mengetahui akan niat ini dan tahu kalau Tio Bu ki benar benar berniat sungguh sungguh untuk menemukan Sangkoan Jin serta membunuhnya, mereka baru akan percaya kalau Sangkoan Jin betul betul telah membunuh Tio Kiam. Seandainya Sangkoan Jin tidak membunuh Tio Kiam mengapa anaknya mati matian menyelusuri jejaknya dan berusaha untuk membunuh mampus dirinya ?
Itulah sebabnya rahasia ini jangan sekali kali sampai diketahui oleh Tio Bu ki. Bahkan yang lebih hebat lagi adalah mereka telah bertekad andaikata keadaan terlalu memaksa, bahkan Bu ki pun bila perlu harus dikorbankan pula...
Prinsip mereka adalah:
Lebih baik mengorbankan satu orang lagi daripada semua rencana dan semua pengorbanan yang telah mereka susun, mereka laksanakan sampai tengah jalan berantakan tak karuan.
Tapi Sangkoan Jin pun tak boleh mati sebelum selesai melaksanakan tugasnya, atau paling tidak sebelum rencana yang mereka laksanakan mendatangkan hasil yang diinginkan.
Oleh karena itu, merekapun harus mempertimbangkan kembali hal ini masak-masak. Seandainya usaha mati matian dari Bu ki untuk menyingkirkan semua penghalang dan perintang yang dijumpainya berhasil dengan sukses, seandainya dia berhasil menyusul masuk kedalam benteng keluarga Tong dan menemukan kesempatan baik untuk melaksanakan niatnya untuk membunuh Sangkoan Jin, apa yang harus mereka lakukan.
Yaa, apa yang harus mereka lakukan?
Jelas hal inipun merupakan suatu masalah pelik yang membutuhkan suatu pemikiran yang seksama.
Sekali saja mereka salah bertindak maka bisa berakibat porak porandanya semua usaha mereka selama ini.
Setelah mempertimbangkannya cukup lama akhirnya mereka hanya menemukan sebuah cara yang terbaik.
Cara yang terbaik itu adalah:
Membeberkan semua duduk persoalan yang sebenarnya kepada Bu ki, agar diapun mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Tapi inipun disertai lagi dengan sebuah catatan dibawahnya:
Apabila keaddan tidak mencapai pada keadaan yang amat kritis, lebih baik jangan biarkan dia tahu.
Oleh karena sebelum meninggal dunia Tio Kiam telah menulis rahasia ini didalam secarik kertas dan kertas itu disimpan dalam harimau kemala putih.
Itulah sebabnya sebelum berangkat meninggalkan rumahnya Sugong Siau hong telah memanggil Bu ki untuk menghadap, kemudian menyerahkan harimau kemala putih tersebut kepadanya.
Sekarang Bu ki baru memahami segala galanya.
Dia baru tahu kenapa Sugong Siau hong bisa memandang harimau kemala putih itu jauh lebih berharga dari pada nyawa sendiri.
Yaa, diapun baru tahu akan segala sesuatunya sekarang, ia baru tahu mengapa Sangkoan Jin begitu sukar ditemukan.
Rupanya segala sesuatunya telah diatur dengan rapi oleh ayah dan kedua rekannya.
Bu ki hanya bisa menghela napas panjang, kecuali menghela napas, apa lagi yang bisa dia lakukan.
Selama ini dia selalu berjuang dan berusaha untuk menemukan Sangkoan Jin, walaupun pengorbanan dan siksaan apapun yang harus dihadapi, dia jalani semua dengan saksama dan teguh.
Apa yang dicarinya selama ini ? Hanya membalas dendam !
Tapi sekarang. ?
Tapi semua usahanya ini tidak mendatangkan hasil yang diharapkan, ternyata segala sesuatunya hanya sandiwara belaka.
Bukankah kehidupan manusia didunia ini pun hanya suatu sandiwara belaka...... Membayangkan segala sesuatu yang telah dialamainya, Bu ki tertawa getir, yaa hanya tertawa getir.........
*****
HIDUP TERUS
Sekarang, Harimau kemala putih, lambang dari rahasia tersebut telah hancur lebur. Tapi tugas yang dibebankan kepadanya belum selesai, tapi pengorbanannya telah mendatangkan hasil seperti apa yang diinginkan dan diharapkan.
Apa yang berhasil diperoleh Bu ki selama ini?
Apa yang telah didapatkannya setelah mengembara dan berjuan mati matian selama ini? Ayahnya telah lama mati, entah berada dalam keadaan dan situasi seperti apapun jua, tak mungkin orang yang telah tiada bisa hidup kembali di dunia ini.
Rumahnya, dimana merupakan tumpuan harapannya selama ini juga telah musnah. Adiknya, istrinya telah hidup terpisah, hidup tercerai berai entah dimana.
Walaupun perpisahan tersebut hanyalah perpisahan belaka, namun etiap saat kemungkinan besar akan berubah menjadi perpisahan untuk selamanya.
Calon istrinya yang dicintai, kemungkinan besar kini telah berada didalam pukulan orang lain. Dulu, ia masih sanggup untuk menahan kesemuanya itu, sebab ia merasa apa yang dikorbankan itu ada nilainya.
Tapi sekarang?
Sekarang dia telah mengetahui semua rahasia tersebut, pengorbanan yang semula dianggap sebagai suatu pengorbanan yang berharga, suatu pengorbanan yang tak ternilai harganya, kini telah berubah sama sekali.
Kini segala sesuatunya terasa berubah menjadi sangat menggelikan hati, membuat orang ingin tertawa saja. Hampir saja dia tak sanggup untuk menahan diri, hampir saja dia ingin tertawa terbahak bahak.....
Dia ingin tertawa sampai seluruh isi perutnya tertumpak keluar, kemudian menginjak injak isi perutnya tadi, mencincangnya dengan pedang hingga hancur berkeping keping, lalu membakarnya sampai menjadi abu, dan dibuang kedalam gecomberan agar dimakan anjing.. agar manusia yang bernama Tio Bu ki lenyap dari perdaran dunia, lenyap dan musnah untuk selama lamanya.
Di merasa hanya dengan berbuat demikianlah, panderitaan serta siksaan batin yang mencekam hatinya selama ini baru dapat terlampiaskan dengan melenyapkan dirinya dari dunia ini, memusnakan untuk selama lamanya, semua penderitaan tersbut, baru hilang lenyap. Sayang seribu kali sayang...
Di tak mungkin bisa melakukannya, tak mungkin dia dapat melenyapkan segala sesuatunya itu...
Karena dia sudah ada didunia ini, dan penderitaan sudah ada didalam hatinya sekarang. Kenyataan ini tak mungkin bisa dirubah oleh siapapun, persoalan apapun, dan dengan cara apapun juga.
Sebab kenyataan tetap merupakan kenyataan, sesuatu yang tak mungkin bisa kau hapus. Sekalipun aku dapat membuhun dirimu, dapat mencincang tubuhmu atau bahkan membakar tubuhmu dan memberikan sisa tubuhmu untuk makanan anjing, agar kau bisa lenyap dari dunia ini, tapi kenyataan tinggal kenyataan, tak mungkin kenyataan tersebut dapat berubah hanya dikarenakan perbuatanmu itu.
Bahkan apa yang dilakukan semisalnya di berbuat demikian, hanyalah suatu tindakan untuk menyembunyikan diri dari kenyataan belaka.
Tapi siapakah yang sanggup untuk melakukannya? Sekarang dia masih berdiri tegak disitu dengan pedang terhunus, sebilah pedang tajam yang memancarkan cahaya berkilauan.
Orang yang hendak dibunuhnya pun masih tergeletak, diatas tanah tergeletak tepat diatas ujung pedangnya itu.
Asal senjata itu dia dorong lebih ke depan niscaya ujung senjata yang tajam itu akan menembus dada orang itu dan merenggut selembar jiwanya.
Tapi, sanggupkah dia melakukan hal ini?
Orang yang hendak dibunuhnya itu sudah empat kali menyelamatkan jiwanya dari ancaman bahaya maut.
Empat kali! Suatu jumlah yang tak bisa dikatakan terlalu sedikit, apa lagi menyangkut soal nyawa.
Pada hal dengan otak jernih dia masih ingat kalau orang yang tergeletak dibawah ujung pedangnya itu adalah musuh besar pembunuh ayahnya.
Akan tetapi, orang itu justru merupakan tuan penolong yang telah beberapa kali menyelamatkan jiwanya.
Orang itu jelas dikenali sebagai penghianat, seorang manusia laknat yang rendah akhlaknya manusa tidak setia, manusia murtad serta seratus macam hinaan lainnya lagi....
Tapi sekarang, dia justru sekarang merupakan kesatria sejati, seorang pahlawan dari perkumpulannya yang bersedia mengorbankan diri demi kegayaan dan kehidupan Tay hong tong, seorang manusia yang sedang mengemban tugas berat dari perkumpulannya.
Di hendak membunuh orang ini karena telah membunuh ayahnya, maka ia hendak membunuhnya telah membalas dendam tapi sekarang.....
Sekarang, bia dia membunuh orang ini sudah dapat dipastikan arwah ayahnya di alam baka pasti tak dapat beristirahat dengan mata meram. Sebenarnya dia tak segan segannya untuk mengorbankan diri dengan mengorbankan apa-pun tak segan segannya dia melakukan perbuatan dengan tindakan apapun, asal ia dapat membunuh orang yang berada dihadapannya sekarang.
Tapi sekarang sekalipun tubuhnya bakal dicincang menjadi hancur berkeping keping tak mungkin ia dapat mencelakai orang ini lagi, walau hanya seujung rambutnya.
Bayangkan saja betapa besarnya pertentangan batin yang dialaminya sekarang. Suatu siksaan batin yang tak terlukiskan dengan perkataan apapun.
Siapakah manusia didalam dunia ini yang pernah mengalami siksaan dan penderitaan seperti ini?
Siapa yang pernah membayangkannya?
*****
PEDANG yang berkilauan tajam itu masih berada dalam genggaman Tio Bu ki.
Tapi hawa pembunuhan yang semula menyelimuti pedang tersebut, kini sudah punah dan lenyap tak berbekas.
Seandainya sebilah pedang sudah tidak memiliki hawa pembunuhan lagi, maka senjata tersebut akan berubah ibaratnya sebuah benda mati belaka.......
Siapakah yang akan merasa takut lagi terhadap sebuah benda mati yang sama sekli tidak mendatangkan perasaan ancaman?
Itulah sebabnya walau pun Sangkoan Jin masih berada dibawah todongan pedang, namun ia sudah dapat membalikkan badannya.
Sebab dia tahu, pedang tersebut sudah tak dapat digunakan lagi untuk melukai orang.
“Aku mengerti, apa yang sedang kau pikirkan dalam hatimu sekarang. ” tiba tiba ia berkata.
“Oya ?”
Hanya sepatah kata. “Seandainya kau bukan kau, melainkan orang lain, mungkin kau telah membunuhku sekarang, " kembali Sangkoan Jin berkata. “Oooooh. !”
Hanya suara itu saja yang muncul dari mulut Bu ki.
“Kau tidak membunuhku karena kau adalah Tio Bu ki, walau berada dalam situasi macam apapun, kau masih dapat mempergunakan otak dan akal sadarmu untuk berpikir, sebab sudah terluka banyak penderitaan dan siksaan yang telah kau alami banyak percobaan dan tekanan batin yang kau rasakan, oleh karen itu kau sama sekli berbeda dengan orang lainnya.” “Oooh. !”
“Oleh karena itu memelihki kelebihan hebat, kelebihan yang tak akan bisa dimiliki oleh orang lain, maka kau tahu bahwa bagaimanapun juga kau tak dapat membuhuhku dan akupun tak dapat mati, walau berada dalam situasi seperti apapun.”
“Aku tak dapat membuhuhmu dalam keadaan apapun? Kau tak dapat mati dalam situasi apapun?” gumam Bu ki.
Walaupun dia sedang menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Sangkoan Jin, akan tetapi dia sendiri sama sekali tidak mengerti apa yang dibicarakannya sekarang.
Dia benar-benar tidak tahu apa yang telah diucapkan dan apa yang hendak diucapkan.
Dia merasa dirinya sendiri sepreti tidak memiliki suatu perasaan apapun, seluruh perasaannya seakan-akan menjadi kaku.
Walaupun suara itu muncul dari dalam mulutnya, tapi suara tersebut kedengaran begitu lirih, bahkan dia sendiripun merasa seakan akan berasal dari suatu tempat yang jauh sekali, seakan akan bukan dia yang mengucapkan kata kata itu, bukan dari mulutnya kata-kata itu meluncur keluar, melainkan dari mulut seorang yang lain.
“Kini kau sudah tahu kalau aku tak dapat mati, maka kau hanya bisa berharap dirimu cepat mati saja!” kata Sangkoan Jin lagi.
“Oooh. !”
“Kau tahu kenapa aku bisa berkata demikian kepadamu?” Buki hanya menggeleng, selalu menggeleng-gelengkan kepalanya berulang kali, ia tak tahu apa yang musti dikatakan lagi.
“Sebab kau telah beranggapan bahwa penderitaanmu itu hanya bisa dihilangkan dan di musnahkan dengan metian belaka karena sekarang kau telah beranggapan bahwa kau sudah boleh mati, sudah boleh melepaskan diri dari kesengsaraan hidup”
“Jadi aku tak boleh mati?”
Pertanyaan ini diajukan oleh pemuda itu dengan wajah tertegun seperti orang bingung. “Tentu saja tak boleh, kau tak bolehmati, apalagi pada saat seperti ini.”
“Ooooooh. ”
“Kau tahu, kenapa kau tak boleh mati?”
Untuk kesekian kalnya si anak muda itu menggeleng.
“Kau tak boleh mati, karena kau masih ada persoalan lebih penting lagi yang harus kau lakukan”
“Persoalan apakah itu?”
“Kau harus melindungi aku, menggunakan segenap tenaga, pikiran dan perasaan yang kau miliki untuk melindungi diriku”
Buki segera tertawa lebar.
Ternyata manusia yang telah dianggapnya sebagai musuh paling besar ini telah mengucapkan perkataan semacam begitu, ternyata musuh besarnya menginginkan agar dia mempergunakan segenap tenaga, pikiran dan perasaan yang dimiliki untuk melindungi dirinya........
Peristiwa semacam ini benar benar merupakan suatu kejadian yang lucu, suatu kejadian yang amat menggelikan hati......
Walaupun ia tak sampai tertawa tergelak karena kegelian, paling tidak ia merasa seakan akan sedang tertawa tergelak......... Mungkin, orang lain menganggap dia seakan akan lagi menangis, tapi ia tak ambil peduli, dia acuh terhadap kesemuanya itu....
Dia tak ingin pikirannya dibebani oleh persoalan lainnya lagi, sudah cukup penuh dia menghadapi pelbagai persoalan yang menumpuk dihadapan matanya.......
Terdengar Sangkoan Jin telah berkata lagi:
“Dulu, kau berhasrat sekali untuk membunuh diriku, karena kau berkeinginan untuk membalaskan dendam bagi kematian ayahmu, sebab kau ingin melaksanakan kewajibanmu sebagai seorang anak yang berbakti, agar sukma ayahmu dialam baka bisa beristirahat dengan mata meram.”
“Oooh. ”
Setelah sejenak dan menarik napas panjang, Sangkoan Jin berkata lebih lanjut.
“Akan tetapi andaikata aku sampai mat apakah pernah kau bayangkan keadaan itu akan
membuat kematian dari ayahmu menjadi sama sekali tak ada artinya lagi?”
“Jadi aku tak dapat membunuh dirimu?” tanya Bu Ki sambil menatap wajahnya lekat-lekat. “Yaa, bukan saja kau tak dapat membunuhku, kaupun tak boleh membiarkan aku sampai mati ditangan orang lain.”
“Ooooh. ”
“Pernahkan kau bayangkan senadainya aku tidak bersedia untuk melindungi aku, sehingga akhirnya aku mati dibunuh orang, apapula bedanya dengan mati ditanganmu sekarang? Toh kedua duanya akan menyebabkan ayahmu mati dengan sia-sia tanpa hasil yang berhasil di capainya.”
Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan:
“Oleh karen itu, jikalau kau ingin menjadi seorang yang berbakti, jika kau ingin hidup sebagai orang yang bertanggung jawab kepada orang tua maupun organisasimu, kau harus melindungi aku, seperti kau berusaha untuk membuhuhku dulu, kau harus berusaha sekuat tenaga, menggunakan segala macam kemampuan serta kekuatan yang kau miliki, tanpa takut menderita, tersiksa maupun terhina, kau harus melakukan kesemuanya itu dengan segala kemampuan yang ada, dengan demikian ayahmu baru bisa mati dengan mata meram.”
Bu ki membungkam dalam seribu bahasa, ia benar-benar tak mampu untuk mengucap sepatah katapun.
Secara tiba-tiba ia menjadi sadar, sesadar-sadarnya, tersadar oleh rangsangan yang kuat dari kebimbangan dan pikiran yang saling bertentangan dalam hatinya.
Sekarang ia sudah menyadari segala sesuatunya, menyadari betapa tepatnya ucapan dari Sangkoan Jin dan menyadari pula betapa pentingnya perlindungan yang harus dia berikan kepada orang yang semula dianggap sebagai musuh besar pembunuh ayahnya ini.
Terdengar Sangkoan Jin berkata lagi:
“Kecuali aku masih ada orang pula yang harus kau lindungi keselamatan jiwanya”” Dia memandang sekejap kearah putrinya, kemudian melanjutkan:
“Kaupun tak boleh membiarkan dia mati lantaran dikau, kalau tidak kau bakal menyesal untuk selamanya.”
Lian lian belum mati.
Kini darah yang meleleh keluar ari mulut lukanya itu telah membeku dan merapat kembali. Ayahnya telah menaburkan pupur obat luka paling mujarab disekeliling mulut itu, agar darah tidak mengalir keluar lagi, agar luka itu segera dapat merapat kembali.
Bagi setiap ahli silat yang berkelana dalam dunia persilatan, dia selalu memiliki sejenis obat luka pencegah aliran darah yang paling mujarab, obat mujarab yang berhasil digali dan diciptakannnya seetelah mengalami beberapa kali penderitaan dan siksaan berat, diperoleh dari pengalaman berat yang dibeli dengan pengorbanan yang tak terlukiskan dengan kata- kata, bahkan obat tersebut pasti mereka bawa selalu dibadan entah kemanapun mereka pergi. Sangkoan Jin adalah seorang jago kawakan dari dunia persilatan yang sudah cukup banyak makan asam garam, pengalman yang dimilikinya tak terhitung banyaknya, oleh karena itu diapun tak terkecuali.
Kemana dia pergi, kejadian macam apapun yang dia hadapi, tak pernah ia lupa auntuk membawa serta obat mujarab itu.
Pelan-pelan Bu ki memalingkan kepalanya.
Sesaat kemudian, sorot matanya dialihkan keatas wajahnya, wajah Lian lian yang pucat... Mendadak... pelbagai ingatan berkecamuk didalam benaknya, dia sekan-akan menyaksikan pula bayangan tubuh Hong nio dan Cian cian muncul pula dihadapan mukanya.
Gadis-gadis tersebut seperti juga nasib Lian lian, setiap saat, setiap detik, kemungkinan besar mereka bakal mati lantaran dia, mati karena persoalannya...
Mereka tak boleh mati, karena mereka semua tidak bersalah, mereka semua sama sekali tidak tersangkut dalam persoalan ini.
Tiba-tiba timbul satu tekad yang kuat dari dalam hati Bu-ki, dia bertekad hendak melindungi mereka semua, melindungi dengan sepenuh tenaga, melindungi keselamatan jiwa mereka.
Sekarang, walaupun Harimau kemala putih sudah hancur, namun rencana “Harimau kemala putih” harus dilaksanakan terus sampai berhasil.
Mendadak Bu-ki berpaling, menatap wajah Sangkoan Jin lekat-lekat, kemudian sepatah dia berkata :
“Aku pasti tak akan mati!”
Jawaban tersebut sama sekali tidak diluar dugaan Sangkoan Jin, sebab dia selalu menaruh kepercayaan penuh terhadap Bu-ki.
“Aku pasti akan hidup lebih lanjut!” janji Bu-ki.
Suaranya penuh dengan keyakinan dan kebulatan tekadnya:
“Bagaimanapun juga, aku akan hidup terus di dunia ini, aku pasti akan hidup terus.” “Aku percaya!” Sangkoan Jin manggut-manggut.
*****
Kisah Harimau kemala putih ini menceritakan tentang suatu pergolakan persaan manusia didalam hati kecilnya.
Suatu pergolakkan antara perasaan dengan akl budi, pertentangan antara persaan cinta kasih dengan kewajiban atau tanggung jawab, dan pertentangan antara cinta dan dendam.
Walaupun sepanjang kisah ini banyak terjadi liku-likunya persoalan serta segala macam perubahan dan kejadian yang tak terhitung banyaknya, namun selalu dan selama pertentangan, batinlah yang akan membuat gejolaknya perasaan manusia.
Dan itulah yang dialami oleh tokoh cerita kita Tio Bu-ki.
Kini pertentangan didalam batin Tio Bu-ki telah terikat menjadi suatu tali simpul sebuah tali simpul mati.
Maka cerita itupun akan berakhir sampai disini lebih dulu. Tapi Tio Bu-ki masih harus melanjutkan hidupnya.
Ia harus memperjuangkan terus kehidupannya untuk melepaskan diri dari pelbagai belenggu yang mengikat dirinya.
Bagaimanapun juga dan apapun juga yang bakal terjadi, yang pasti cepat atau lambat tali simpul mati yang terbenam di dalam hati kecilnya itu harus dilepaskan dan dibebaskan. Itulah sebabnya, cerita inipun pasti akan dilanjutkan lebih jauh ....
Bagi pembaca sekalian yang menanyakan tentang nasib selanjutnya dati Tio Bu-ki, Hong-nio, Bian-cian, Lian-lian, Ci-peng, Long-au, Tong-koat dan sepasang bocah kembar yang aneh tapi menyenangkan itu, harap menantikan selalu kisah selanjutnya tentang mereka........
Nah, pembaca yang budiman, kisah “Harimau kemala putih” akan saya akhiri sampai disini dulu, dan sampai jumpa lain kesempatan.
Tamat