Dara Pendekar Bijaksana Jilid 10 Tamat

 
Jilid 10 (Tamat)

Mari kita sekarang kembali kepada diri Ong Bun Ping, yang telah menerima baik perjodoannya dengan Koo Jie Lan. karena terdesak oleh perintah Suhunya, perjodoannya itu sudah diterima baik namun dalam hatinya merasa sangat cemas. Ia sedih karena mendengar kabar tentang diri orang yang ia cintai sudah menjadi kepunyaan orang lain dan rasa cinta yang telah berakar dalam, akhirnya telah merupakan impian kosong. Walaupun Ong Bun Ping adalah seorang yang tinggi hati dan keras kepala tidak urung ia tidak tahan menekan penderitaan dalam hatinya, saat itu air matanya telah mengembeng, setelah menyingkir dari kamar Suhu-nya, lantas menyembunyikan din dikamarnya sendiri.

Dengan tiba-tiba satu suara yang merdu telah memanggil padanya:

“Ong Suko kau lagi memikirkan apa?"

Si pemuda menoleh dan ia nampak orang yang memanggilnya itu adalah Kong-tong Lie-hiap Kang Sian Cian. Karena rasa pilu didalam hatinya, maka air matanya mengalir tanpa dapat ditahan, namun ia masih pura-pura seperti tidak ada kejadian apa-apa dan menjawab:

“Aku sedang memikiri pertempuran kita dengan musuh yang terjadi tadi malam ……”

Jawaban itu diucapkan dengan secara terpaksa, karena kalau benar ia memikirkan soal pertempuran tidak mungkin mengucur- ban air mata.

Si nona yang sudah berusia dua puluh tahun, sudah bukan merupakan gadis cilik lagi yang tidak mengerti soal cinta seperti keadaannya pada empat atan lima tahun berselang. Sejak malam itu tatkala ia pulang sehabisnya menyerepi keadaan Ie Ciu Wan ia telah dapatkan gelagat yang lain dari Ong Bun Ping, ia mengerti bahwa Ong Suhengnya ini ternyata diam-diam telah menaruh cinta kepada diri-nya, kini menampak sikap sang Suheng yang demikian rupa, dalam hati lantas mengerti. Dengan sejujurnya saja Kang Sian Cian terhadap dirinya Ong Bun Ping juga menaruh simpathi, cuma saja Ong Bun Ping saat itu tidak berani mengutarakan isi hatinya terhadap sinona, sehingga kesempatan yang baik bagi si pemuda mendapatkan diri si nona telah diberi lewat dengan begitu saja. Sekarang keadaannya sudah lain, dalam hati Kang Sian Cian sudah bersarang didiri Chie Sie Kiat, malahan sudah menerima baik permintaan Yayanya sendiri untuk kawin dengan pemuda itu, kesempatan telah lewat, maka soal yang sudah lalu kini seperti awan buyar tertiup angin.

Kang Sian Cian kesima sekian lamanya, dalam hati juga merasa pilu ia merasakan Ong Suhengnya ini agak berlainan dengan dulu, kalau dulu ia merupakan satu anak muda yang beradat tinggi dan berhati dingin, tapi sekarang telah demikian lemah dan keadaannya sangat mengenaskan. Ia maju menghampiri lalu kembali memanggil “Ong Suko ”

Sebenarnya ia ingin menghibur dengan beberapa patah kata, tapi baru saja ia mengucapkan 'Ong Suko', kata-katanya yang mau dikeluarkan itu telah kandas ditenggorokannya. Perlahan. Ong Bun Ping pun bangkit lalu berkata sambil bersenyum “Kau sudah ditetapkan perjodohanmu dengan Chie Kong-cu ”

Si nona mengangguk.

“Itu bagus," kata Ong Bun Ping, “Chie Kong-cu tinggi ilmu suratnya, orangnya juga sopan-santun dan tampan, aku barus memberi selamat kepada Sumoy."

Kang Sian Cian cuma menyahut : “Dia sangat menyintai diriku."

Ong Bun Ping melompat dari tempat tidurnya lalu dengan wajah agak berubah ia berkata: “Ia dan Kang Sumoy merupakan pasangan yang setimpal. Semoga kalian bisa hidup rukun sampai hari tua." Hati Kang Sian Cian bercekat, lama baru ia menjawab sambil tertawa: “Enci Koo toch masih baik terhadapmu."

Ong Bun Ping mengangguk dan berkata: “Aku tahu."

“Tapi kau masih begitu dingin terhadap dia," kata si nona lagi sambil menghela napas.

Ong Bun Ping bersenyum getir lalu dengan perlahan ia keluar dari kamarnya. Kang Sian Cian tahu betul apa yang dipikiri oleh anak muda itu pada saat itu, karena ia anggap tidak ada gunanya untuk memberi nasehat dengan mengingat hubungannya dengan anak muda itu pada masa yang lalu juga ia mearsa sedih lalu dengan suara terharu ia menanya:

“Setelah pertempuran di Ho-lo-wan nanti selesai, apa kau hendak turut pulang dengan Suhu?"

“Jika dalam pertempuran yang hebat ini," kata Ong Bun Ping sambil gelengkan kepala, “Aku masih belum binasa ditangan musuh, apa akan berdiam disini sementara waktu sampai upacara pernikahanmu dengan Chie Kong-cu dan setelah selesai barulah aku akan pergi, dan untuk selanjutnya apa yang akan terjadi didalam dunia ini, semuanya tidak akan ada hubungannya dengan aku."

Mendengar jawaban itu Kang Sian Cian ferkejut lalu bertanya: “Kalau begitu kau hendak berbuat apa?"

“Didalam dunia masih ada banyak tempat yang indah-indah!” jawab Ong Bun Ping, “Aku bermaksud hendak merantau dan menyelajah diseluruh dunia."

Si nona terharu dan melelehkan air mata. Maka berkatalah ia: “Apa maksud kau berbuat begitu?"

Ong Bun Ping mengawasi si nona dengan tajam lalu tiba-tiba ia pejamkan matanya, sudah itu berkatalah ia: “Karena sebetulnya aku sudah lama menaruh hati padamu, tapi selama itu aku tidak berani mengutarakan isi hatiku, dalam segala hal aku merasa tidak sepadan dengan kau, maka aku merasa diriku sendiri bukan merupakan pasanganmu, sekarang kau sudah mendapat jodo yang setimpal, sudah seharusnya aku mencari jalanku sendiri. Suhu telah memaksakan menerima baik pernikahan dengan nona Koo, yah karena perintah Suhu tidak dapat dibantah, maka aku terpaksa menerima. Tapi jika benar-benar akan terjadi demikian, itu beranti mencelakakan diri nona Koo, karena itu setelah aku berpikir bulak-balik, hanya ada satu jalan yang aka rasa baik dijalankan, tapi jalan ini ternyata akhirnya buntu, terpaksa aku harus membunuh diri untuk membalas budi Suhu. Sian Cian Sumoy, semua ini kau jangan beritahukan kepada orang lain dulu. Kalau kau tidak menurut, itu berarti kau telah mendesak aku untuk membunuh diri."

Kang Sian Cian ketika mendengar omongan pemuda itu merasa seluruh badannya menggigil dan hatinya cemas, hingga air matanya mengucur deras. Sambil menggenggam tangannya Ong Bun Ping ia pun berkata:

“Mengapa siang-siang kau tidak mengutarakan padaku semua ini? Sekarang kau bicarakan semuanya tapi sudah terlambat."

“Diwaktu yang lalu aku tidak berani mengutarakan itu," kata Bun Ping sambil gojang kepala. “Kalau kau tidak mengutarakan isi hatirnu, bagaimana aku bisa tahu?" kata si nona, “Tapi sekarang sudah terlambat, kalau kau benar-benar menyintai aku, seharusnya kau terima baik permintaanku, aku mu kau menurut perintah Suhurnu yaitu menerima baik pernikahan dengan nona Koo. Ia begitu dalarn menyintai engkau jadi kau tidak boleh sia-siakan dia. Dalam dua hari ini aku berkumpul dengan dia dan dia telah menceritakan segala rahasia hatinya." Ong Bun Ping berpikir agak lama, baru ia menjawab: “Aku akan menerima baik permintaanmu."

“Tapi kau tidak boleh membohongi aku," kata si nona sambil bersenyum. Kemudian si nona lepaskan genggaman Ong Bun Ping lalu ting-galkan si pemuda itu.

Tiga hari telah berlalu dengan cepat, kini sudah tiba saatnya untuk menepati janji untuk mengadakan pertempuran di Ho-lo-wan, Kang It Peng, Ci Yang To-tiang, Sun Tay Beng, Kang Sian Cian dan lain-lainnya, pagi-pagi sudah berada di Ho-lo-wan. Ho-lo-wan ada merupakan satu teluk didaerah didekat telaga Siau-ouw, oleh karena bentuknya mirip dengan Ho-louw, pintu ma-suk sempit, dalamnya ada luas, maka disebut Ho-lo-wan.

Belum lama mereka disana telah muncul rombongan Tong Cin Wie. Kawanan berandal dari Utara ini berjumlah banyak orang, jauh lebih banyak dari rombongan Kang It Peng.

Orang-orang dari dua pihak lantas pada berdiri berbaris saling berhadapan, Kang It Peng menampak disisi Cian-pi-sin-mo berdiri seorang tua yang wajah-nya sangat jelek dan kepalanya botak, badannya kurus kering seolahg cuma tinggal tulang dibungkus kulit. Ci Yang To-bang berkata kepada Sun Tay Beng dengan suara perlahan sekali: “Orang tua itu adalah Sam-ciu-kim-kong Goei Liong."

Chio-bin-giam-lo sekali lagi memperhatikan orang tua itu, sekarang ia menampak jelas bahwa lengan baju tangan kanan si kakek itu jauh lebih panjang, sehingga seluruh tangan kanan-nya tertutup oleh lengan bayunya. Tangan kirinya memegang sebatang tongkat besi yang diujrmg atasnya merupakan kepalan orang, lima jari tangannya seolah-olah hendak mencengkeram orang. Koo Hong dan Sun Tay Bang merupakan orang-orang Kang- ouw yang ulung, segala jenis senjata tajam kebanyakannya pernah mereka melihat. Tapi senjata Sam-ciu-kim-kong ini, terutama yang merupakan jari tangan entah apa gunanya.

Koo Hong berkata dengan suara perlahan kepada kawannya: “Senjata orang Loa itu sangat aneh, itu ujung tongkat yang merupakan lima jari, tidak tahu bagaimana caranya ia menggunakannya?"

Kang It Peng berkata: “Senjata yang aneh itu bernama Kui-ciu- thi-koay atau tongkat besi bertangan setan dan itu benda yang merupakan lima jari diujung tongkat semuanya sudah direndam racun. kalau orang menyebutnya Sam-ciu-kim-kong maka maksudnya ialah senjata yang aneh itu."

Pada saat itu Tong Cin Wie telah menghampiri Kang It Peng lalu berkata sambil menyura:

“Sekarang kita tidak perlu banyak bicara lagi, kita cuma bisa menggunakan kaki tangan, tenaga dan ilmu silat untuk mendapatkan keputusannya. Sekarang aku hendak tanya kepada Kong Tay-hiap, dengan cara bagaimana kita melaku-kan pertandingan ini?"

Kang It Peng menghitung orang pihaknya sendiri, ternyata cuma berjumlah 'tujuh' orang, maka lantas menjawab sambil membalas hormat si orang she Tons:

“Kita tidak perlu terges-gesa, sebaiknya kita melakukan tiga kali pertdingan untuk menetapkan siapa yang lebih unggul, bagai- mana pikiranmu?"

“Bagus," jawab Tong Cin Wie. “Baiklah kita lakukan seperti apa yang Kang Tay-hiap kehendaki." Sehabis berkata iapun balik kebarisannya sendiri, nampaknya ia sedang berunding dengan Cian-pi-sin-mo dengan suara perlahan.

Sebentar kemudian Thay-si Sian-su melompat keluar dari barisannya sambil menenteng senjata tongkatnya. Sun Tay Beng berkata kepada Kang It Peng:

“Si Hweeshio kepada gundul ini dengan aku ada merupakan musuh bujutan, biarlah aku yang menghadapinya."

“Baiklah,” jawab Kang It Peng sambil mengangguk, “Tapi kau hams hati" terhadap Ngo-tok Goei Liong. Jangan berada didalam jarak seratus langkah."

Sun Tay Bang tertawa lalu dengan dua kali lompatan ia sudah memapaki Thay-si Sian-su. Sambil melintangkan senjatanya ia berkata kepada Thay-si Sian-su dengan tertawa dingin:

“Hari ini sebelum belum mendapat keputusan kita jangan berhenti bertempur, kalau bukan kau si Hweeshio yang naik keakherat, tentu aku si Giam-lo yang akan menjabat pangkatku disana."

Thay-si Sian-su tidak menjawab apa-apa tapi ia membabat dengan tongkatnya. Sun Tay Bang membentak keras lalu mengangkat senjatanya untuk menangkis serangan si Hweeshio itu. Dalam pertempuran itu masing-masing telah mengeluarkan tenaga dan kepandaian sepenuhnya, maka tatkala kedua senjata itu beradu dan mengeluarkan suara dahsjat, masing-masing lantas terpental mundur tiga tindak.

Pertempuran secara dernikian didalam rimba persilatan, boleh dikata jarang tertampak. Karena pertempuran semacam itu sedikitpun tidak boleh menggunakan kelincahan badan, maka pertempuran secara mengadu tenaga itu kecuali menimbulkan suara hebat dari beradunya kedua senjata bagi orang kedua pihak yang menyaksikan itu juga pada kuatir, terutama dipihak Sun Tay Beng. Empat jurus telah berlalu wajah Sun Tay Beng dan lawan-nya pada berubah karena pertempuran itu. Masing-masing telah menggunakan tenaga sepenuhnya. Sun Tay Beng Sambil atur pernapasannya telah berpikir:

“Tidak disangka tenaga dalam si kepala gundul ini demikian tinggi."

Tapi ia tidak tahu bahwa ketika Thay-si Sian-su menyambuti tiga kali serangannya telah tergoncang hebat dalam dada kalau ia berani menyambuti sekali lagi serangan si orang she Sun seketika itu tentu ia akan binasa. Sayjang. Sun Tay Beng setelah menyerang hebat tiga kali, ia juga sudah kehabisan tenaga, ini berarti bahwa kekuatan kedua pihak selisih tidak banyak. Sejenak telah berlalu dalam keadaan sunyi, kedua orang itu berdiri berhadapan soling memandang tapi satupun tidak turun tangan lagi. Tapi orang-orang yang menonton dari kedua pihak, semua tahu bahwa ini ada merupakan satu kesunyian yang akan menghadapi suatu keputusan, karena kedua musuh itu masing-masing sedang mengatur jalan pernapasan untuk memulihkan tenaga supaya bisa melanjutkan pertempuran yang hebat ini.

Benar saja tidak lama kemudian, senjata Sun Tay Beng sudah kelihatgn bergerak lagi untuk menyerang Thay-si Sian-su. Kali ini si Hweeshio tidak berani menyambuti serangan sang lawan, ia hanya berkelit untuk mengelakan serangan kemudian membabat bagian hawah lawannya.

Kali ini keduanya telah merubah cara berkelahi, masinga telah melakukan serangan serba cepat dan gesit, hingga kedua senjata itu seolah-olah dua naga yang sedang berebutan mustika di udara.

Bagi Ong Bun Ping, Koo Hong, Kang Sian Cian dan Koo Jie Lan sendiri, juga baru kali ini menyaksikan pertempuran yang demikian hebat, hingga musing-masing pada menyaksikan jalan pertem-puran yang penuh perhatian. Sebentar kemudian, tiba-tiba terdengar suara bentakan hebat dari Sun Tay. Beng dan badannya melompat keatas, lalu dengan menggunakan tipu serangan 'membelah gunung Hoa-san' yang dibarengi dengan tenaga sepenuhnya senjatanyapun menyerang lawannya.

Thay-si Sian-su mengetahui bahwa serangan itu hebat sekali maka tidak berani menyambuti senjatanya, ia lompat untuk mengelakkan serangan tersebut dan senjatanya berbalik menyerang lawannya. Tidak disangka serangan membelah gunung Hoa-san dari Chio-bin-giam-lo itu nampaknya hebat sekali, tapi sebenarnya ada suatu serangan pura-pura, maka berbareng dengan berkelitnya Thay-si Sian-su maka Sun Tay Beng telah merubah serangannya. Senjata ditangan kanannya dipakai untuk menjaga dirinya, dan badannya yang terapung diudara lantas meluncur turun dengan cepat disamping Thay-si Sian-su. Dengan kecepatan laksana kilat ia melakukan serangan dengan tangan kirinya. Sebentar kemudian cuma terdengar suara menggeramnya Thays-i Sian-su, karena kena serangan hebat dibelakang gegernya. Badannya yang gemuk itu lantas tampak sempoyongan kedepan kira-kira delapan langkah, meskipun orangnya tidak rubuh, tapi mulutnya sudah menyemburkan darah segar.

Ketika Sun Tay Beng hendak kembali kebarisannya tiba-tiba terdengar Kang It Peng berseru: “Lekas menyingkir!"

Chio-bin-giam-lo buru-buru menengok dan terlihat olehnya satu bayangan orang yang berkelebat menyamber laksana burung. Sun Tay Beng lalu memapaki dengan senjatanya. Siapa tahu, senjata itu seolah-olah disedot oleh tenaga gaib yang sangat kuat, kemudian disusul dengan suara tertawa yang aneh. Ia waktu itu merasa kekuatan hebat telah menindih dirinya. Sun Tay Beng kalau mau menghindarkan serangan tersebut, mau tidak mau tentu akan lepaskan senjatanya, karena kalau dia tidak berbuat demikian, sudah tentu ia akan terkena serangan musuhnya. Dalam saat yang keritis ini, Chio-bin-giam-lo terpaksa lepaskan senjata dan buru-buru melompat mundur kira-kira satu tumbak jauhnya barulah ia bisa berdiri dengan tegak. Tapi musuh itu terus membuntuti, dalam murkanya Sub Tay Beng lantas membalik menyerang dengan menggunakan tenaga sepenuhnya.

Tapi baru saja serangan itu dikeluarkan, tiba-tiba pergelangan tangannya dirasakan kesemutan dan tangannya sudah dicekal oleh musuhnya, sehingga tenaganya sesaat itu rasanya sebagai telah lenyap samasekali. Asal orang itu menekan lebih kuat lagi jiwanya si orang she Sun tentu terancam. Sun Tay Beng tidak mengira telah terhina demikian rupa, selagi ia hendak ambil tindakan hebat untuk balas menyerang atau adu jiwa tiba-tiba didepan matanya ada berkelebat sinar pedang, kemudian tangannya terlepas dari cekalan musuhnya dan tenaganya itu dirasakannya pulih kembali. Tatkala ia melihat dengan tegas, ia telah menyaksikan Kang It Peng telah berdiri berhadapan de-ngan Cian-pi-sin-mo.

Ternyata Sun Tay Beng tadi ketika berhasil merubuhkan Thay- si Sian-su, telah menimbulkan amarah Cian-pi-sin-mo. Orang tua itu tanpa berkata apa-apa lalu melayang cepat untuk menyamber tangan Sun Tay Beng, tapi selagi si iblis tua itu hendak mematahkan pergelangan tangan Chio-bin-giam-lo, Kang It Peng sudah tiba untuk memberikan pertolongannya, dengan demikian Sun Tay Beng terhmdar dari bencana yang hebat.

Setelah Cian-pi-sin-ino mundur barulah cliketahuinya bahwa orang yang menyerang dirinya itu adalah Kang It Peng, maka ia lan- tas berkata sambil tertawa dingin:

“Bagus, marilah kita berdua melanjutkan pertempuran ini! Hari ini kalau tidak ada keputusan siapa yang menang dan siapa yang kalah kita tidak boleh berhenti." Orang tua itu berkata sambil mengerahkan tenaganya. Kang It Peng sebagai orang Kang-ouw ulung sudah tentu mengerti, kalau lawannya itu sedang mengumpulkan tenaga jadi kalau ia menyerang dengan mendadak maka serangan itu akan hebat sekali.

Oleh karena itu secara diam-diam pula iapun mengerahkan tenaganya. Walaupun begitu ia masih bisa berkata seraja tertawa: “Bukankah kau sudah lama hendak bertanding dengan aku? Untuk hal ini sudah tentu aku mau memberikan kesempatan kepadamu agar kau memuaskan keinginanmu."

Cian-pi-sin-mo perdengarkan suara tertawanya yang aneh. Dengan tindakan perlahan iapun menghampiri Kang It Peng. Kedua tangannya diputar tak henti-henti dan kemudian membentak hebat lalu terus menyerang Kang It Peng.

Kang It Peng juga herseru hebat sambil memutar pedang di tangannya, pedang itu diputar untuk melindungi dirinya, hingga serangan tenaga yang dilancarkan oleh Cian-pi-sin-rno tadi dibikin punah dengan pedangnya.

Cian-pi-sin-mo segera merasakan gelagat kurang baik, karena temiga dalamnya yang dilatih beberapa puluh tahun lamanya ternyata telah dipunahkan dengan mudah sekali oleh kekuatan tenaga Kang It Peng yang disalurkan melalui pedang. Diarn-diam iapun merasa terkejut dalam hati.

Belum lagi hilang rasa terkejutnya itu tiba-tiba ia mendengar seruan Kang It Peng, seruan itu berbareng dengan ujung pedang yang meluncur keatas kepalanya.

Orang tua aneh itu sekarang baru mengetahui bahwa jago pedang yang namanya menggetarkan daerah Kang-lam dan Kang- pak ini benar-benar adalah satu jago yang bukan sembarangan karena itu ia tidak berani lagi memandang ring. kepadanya.

Menghadapi serangan Kang It Peng tadi, ia cuma bisa melorn- pat kesamping untuk mengelakan serangan orang she Kang itu.

Kang It Peng tersenyum lalu pedangnya diputar laksana titiran untuk memainkan ilmu pedang Tui-hong-kiam-hoat ini adalah cip- taannya sendiri. Keistimewaan ilmu pedang ini adalah karena seluruhnya merupakan serangan terus-menerus, hingga tidak memberi-kan ketika kepada lawannya untuk membalas menyerang. Sejak Kang It Peng mendapatkan ilmu pedang ini tenaga dalamnya yang sempurna. Tidak heran kalau sukar baginya untuk mendapat tandingan.

Cian-pi-sin-mo yang didesak oleh serangan Kang It Peng, saat itu telah merasa ripuh benar-benar, ia terus terdesak, sedikitpun tidak mempunyai kesempatan untuk membalas. Ilmu pedang yang luar biasa ini sampai-sampai Ci Yang To-tiang sendiri yang menjadi ketua dari satu partay besar yaitu parlay Bu-tong-pay yang sudah terkenal dengan ilmu pedangnya. Maka secara diam-diam dikaguminya terutama Kang Sian Cian yang juga sudah mempelajari ilmu pedang itu dari Yayanya, tapi belum pernah ia menyaksikan Yayanya melawan musuhnya dengan ilmu pedang tersebut. Kali ini ia telah mendapat kesempatan untuk menyempurnakan ilmu pedang tersebut sebab itu memperhatikan dengan penuh perhatian.

Cian-pi-sin-mo dan Kang It Peng setelah melakukan pertempuran lebih dari seratus jurus barulah si Iblis Tua itu didesak. Walaupun begitu ia belum man mengaku kalah karma selama ini ia menganggap dirinya lebih ulung dari semua orang.

Waktu ia terdesak terus-menerus itu barulah timbul kecemasannya. Dalam kecemasan itu maulah ia mengadu jiwa hingga ia segera menge. luarkan seluruh kepandaiannya dengan pengharapan sekalipun tidak berhasil merubuhkan musuhnya tapi sedikitnya bisa mati bersama.

Ia melakukan serangan setelah dengan nekat mengelakan serangan pedang Kang It Peng. Badannya mumbul keatas lalu kelima jari-nya dipentang laksana gaetan menyambret kepada Kang It Peng, tapi ia telah menangkis dengan senjatanya. Waktu itu Cian- pi-sin-mo lantas jumpalitan ditengah udara lalu tangan kanannya menyampok serangan pedang Kang It Peng, sedang tangan kirinya dipakai menyambret kepala sang lawan. Serangan semacam ini benar-benar diluar dugaan Kang It Peng, hingga diam-diam jago tua ini merata terkejut. Buru-buru ia berkelit, tapi gerakannya itu sedikit terlambat, sehingga bungkusan kepalanya kena kejambret.

Perbuatan ini telah membikin murka Kang It Peng, maka dia angkat pedangnya itu lalu melakukan serangan membabat. Cian-pi- sin-mo yang sudah berhasil dalam serangannya segera memperdengarkan suara tawa yang aneh lalu kemudian dengan ikat kepala Kang It Peng yang berada ditangan kirinya ia putar hendak menyambuti serangan si orang she Kang. tapi ikat kepala itu kemudian telah terpapas menjadi dua potong.

Menggunalcan kesempatan beradunya dua bends tersebut, Cian-pi-sin-mo telah melayang turun dihelakang Kang It Peng lalu ke-mudian mengulur tangan kanannya dan diletakkannya dipundak, “Kang It Peng. Maka mulutnyapun berseru: “Kang It Peng, lekas lepaskan pedangmu!"

Si jago tua menjawab dengan tenang: “Tidak mungkin."

Badannya tidak mengelakan tangan Cian-pi-sin-mo yang diulurkan tadi, tapi, ia hanya sambil miringkan pedang lalu membabat dengan keras dan hati-hati. Si Iblis Tua itu sangat gusar ketika dibabat demikian. Iapun mengumpulkan tenaga ditangan kanannya untuk memukul, sebenar- nya waktu itu ia ingin menghancurkan tulang pundak Kang It Peng, tapi ketika begitu ia keluarkan tenaga, ia lantas merasa pundak Kang It Peng sangat licin, hingga tangannya itu tak mampu menyekal. Ia segera ketahui gelagat kurang baik lalu merubalt serangannya yaitu kali ini ia mendorong dengan dibarengi tenaga dalamnya. Usahanya ini berhasil sebab badan Kang It Peng telah terpental melesat tiga kaki jauhnya.

Walaupun demikian pedang Kang It Peng pada saat itu sudah menyamber. Cian-pi-sin-mo hendak mundur dengan cara jumpalitan tapi baru saja bergerak ujung pedang Kang It Peng sudah berada didepan matanya.

Dalam terkejutnya ia menyarnpok pedang itu dengan tangannya, tapi bukan pedang yang tersampok sebaliknya tangannya sendiri yang terhabat kutung hingga darah segar mengucur deras ketanah.

Saat itu Kang It Peng segera memperdengarkan seruannya yang hebat sambil membabat. Begitu pedangnya berkelebat begitu pula kepala si Cian-pi-sin-mo terlepas dari badan lalu bergulinga sebagai bola sejauh sembilan kaki.

Hebat dan menakjuhkan sekali kejadian itu. Kasihan benar Cian-pi-sin-mo Thio Pak Tao itu, beberapa puluh tahun sudah ia malang melintang dirimba persilatan dan belum mendapat tandingan tapi dalam usia yang hampir satu abad telah binasa diujung pedang Kang It Peng secara mengenaskan sekali.

Setelah Kang It Peng membinasakan Cian-pi-sin-mo, terdengar suara ribut dalam rombongan kawanan berandal, tapi waktu itu Sam-ciu-kim-kong Goei Liong sambil menenteng senjatanya yang istimewa bertindak keluar dengan perlahan. Pada wajahnya yang dingin itu terlukis hati yang gusar. Ia mengawasi majat kawannya yang hinasa sejenak lantas herkata dengan tertawa dingin:

“Ilmu pedang Kang Tay-hiap benar. hebat. Kematian Thio Pak Tao tidak mengecewakan. Bagaimana kalau sekarang aku menerima pelajaran beberapa jurus dari engkau?"

Kang It Peng melintangkan pedangnya lalu menjawab: “Nama Sam-ciu-kim-kong Goei Liong sudah menggetarkan rimba persilatan tapi Kang It Peng dalam usia yang begini tua masa masih sayang kepada jiwanya? Juga aku ini ingin menerima pelajaranmu wahai Ngo-tok-sin-koan."

Goei Liong kembali memperdengarkan suara dingin sambil menyerang dengan senjata tongkatnya yang aneh.

Kang It Peng dengan pedangnya hendak memapas lengan kiri Goei Liong, tapi Goei Liong yang turun tangan dengan cepat masih dapat merubah serangannya itu dengan cepat pula. Sekarang tongkatnya itu telah membabat kaki Kang It Peng hingga ia terpaksa harus melompat keatas untuk mengelakan serangan tersebut tapi waktu itu diputarnya pedangnya untuk balas menyerang. Dengan demikian kedua orang itu telah melakukan pertempuran yang hebat sekali. Pertempuran ini lebih hebat dari yang sudah-sudah, Kang It Peng agak dirugikan karena harus waspada menjaga Ngo-tok-sin- koan kepunyaan Goei Liong, hingga perhatiannya pecah tidak sedikit. Ia tidak mampu memusatkan pikirannya kearah serangan pedangnya, sekalipun demikian pertempuran itu diama telah melalui lebih dari seratus jurus.

Seragi pertempuran berjalan dengan sengitnya, tiba-tiba Goei Liong melompat mundur satu tumbak lehih, kemudian mengerahkan tenaga dalamnya dan mengulur tangannya yang hitam jengat lalu melan-carkan serangannya keudara, tapi sebenarnya serangan itu ditujukan kearah sang lawan.

Kang It Peng yang selalu waspada, lantas lompat mundur, dengan demikian terhindarlah ia dari hahaja maut. Goei Liong yang tidak berhasil dalam serangannya yang pertama, kembali ia melancarkan serangan yang kedua kali, tapi Ci Yang To-tiang yang sejak tadi mengawasi jalan pertempuran telah dengan cepat melompat keluar dan menyambuti serangan Goei Liong. Tatkala itu Kang It Peng cepat-cepat menyingkirkan dirinya, orang tua itu kebutkan kedua lengan bayunya untuk mengeluarkan ilmu Bu-kek- khi-kang yang telah dilatihnya selama tiga puluh tahun.

Angin dari Ngo-tok-sin-koan yang dilepaskan Goei Liong ketika ditabrak angin Bu-kek-khi-kang yang dilepaskan Ci Yang To-tiang segera kembali dan terdampar dengan tiba.. Kini senjata Goei Liong yang ampuh itu telah menjadi bomerang hingga mencelakakan dirinya sendiri.

Tadinya Goei Liong merasa geli tatkala ia melihat tindakan Ci Yang To-tiang yaitu memapaki Ngo-tok-sin-koannya. Ia merasa geli karena ia menyangka Ci Yang To-tiang hendak mencari mampus, namun ia belum merasa puas hingga ia gerakkan tongue kanannya lagi untuk melancarkan serangan yang kedua kalinya. Tapi apa jadi serangannya yang kedua kali itu baru saja dilancarkan maka racunnya dari serangan yang pertama telah terdampar balik menyerang dirinya sendiri. Ia lantas mengerti gelagat tidak baik tapi hawa panas sudah masuk kedalam dirinya. Ia sudah tak sempat lagi mencegah hingga racun itu masuk terus kedalam paru-parunya.

Ci Yang To-tiang saat itu sudah melompat kesamping Goei Liong sambil mencabut pedangnya untuk membabat badan Goei Liong. Sam-ciu-kim-kong ketika mengetahui dirinya sudah tidak ada harapan hidup lagi sebab ilmu silatnya yang ampuh yang ia telah latih seumur hidup telah raencelakakan dirinya sendiri. Tatkala ia melihat Ci Yang To-tiang mencabut pedangnya timbullah maksud untuk berbuat kejahatan yang terakhir.

Pada seat itu beberapa kawanan penjahat memburu hendak membantunya sebab ia sudah berguling (ia berguling dengan sengaja) tapi tiba-tiba ia tertawa lalu berkata: “Baiklah kuajak beberapa kawan agar bersama …….. " Sebelum omongannya habis tangannya telah diayunkan melepaskan racun Ngo-tok-sin-koannya menuju kawan-kawannya yang hendak membantunya itu. Perbuatan Sam-ciu-kirn-kong yang diluar dugaan semua orang, sedang Ci Yang To-tiang sendiri merasa heran maka terpaksa ia harus menolong dirinya sendiri sambil melompat menyingkir. Akan tetapi saat itu ia mendengar beberapa jeritan ngeri sebab empat atau lima orang yang memburu kearah Goei Liong telah rubuh dengan beruntun. Ci Yang To-tiang gusar hingga membentak: “Iblis Tua, kau begitu ganas, benar-benar kau tidak mempunyai sifat manusia." Ia mem-bentak sambil memutar bajunya untuk melindungi dirinya dan menusuk Sam-ciu-kim-kong Goei Liong dengan pedangnya.

Goei Liong masih ingin menggunakan tenaganya yang terakhir lalu iapun melemparkan senjata yang berada ditangan kirinya, sudah itu ia melompat keatas dan kemudian menepuk kepalanya sendiri.

Selagi Ci Yang To-tiang mengelakan senjata yang dilancarkannya itu ia sudah rubuh ditanah dengan yang telah pecah hancur dan remuk. Goei Liong mati dimedan pertempuran secara mengenaskan.

Ci Yang To-tiang lantas menghampiri Kang It Peng lalu ben kata: “Sam-ciu-kim-kong sudah membunuh diri, Pinto sudah tidak perlu lagi berada disini jadi Pinto ingin pulang lebih dulu."

Sehabis berkata tertampak bayangannya berkelebat dan sebentar saja telah hilang dari pandangan. Kawanan penjahat dari utara semuanya pada merasa heran atas tindakan Goei Liong tadi hingga mereka pada berdiri dengan kesima. Tatkala Ci Jang To-tiang sudah berlalu mereka baru sadar kembali. Lebih hebat yang keadaan Tong Cin Wie. Saat itu ia berdiri sebagai patung lalu mengeluarkan air mata sambil mengawasi mayat Cian-pi-sin-mo dan Sam-ciu-kim-kong. Tiga orang yang diandaikan tenaganya, kini dua telah binasa dan satu telah terluka berat, sekalipun dia adalah seorang kejam dan ganas tapi saat itu ia merasa murung juga. Tatkala itu iapun berseru dengan tiba. katanya:

“Marilah kita menerjang keluar!" sesudah berkata begitu iapun memutar senjata tombaknya lebih dulu untuk meinbuka jalan.

Kang It Peng tabu bahwa bila membiarkan Tong Cin Wie lolos maka sudah tentu akan meninggalkan bencana hebat bagi keluarga Chie. Karena itu pada saat ia melihat Tong Cin Wie hendak kabur iapun segera berseru kepada Sun Tay Beng dan Koo Hong: “Pegat mereka! Pegat saja, jangan terlalu melukai orang tangkap saja Tong Cin Wie!" Mendengar ucapan itu, maka Kang Sian Cian, Ong Bun Peng, Cin Tiong Li-Ong dan Koo Jie Lan berempat segera mengejar.

Kang Sian Cian yang paling cepat, sekejap saja ia sudah dapat menyandak mereka, sambil nienghunus pedangnya iapun membentak: “Orang she Tong, apakah kau masih mengimpi buat lari?"

Tong Cin Wie yang memikirkan supaya bisa lekas meloloskan diri tidak menjawab apa-apa hanya menyerang Kang Sian Cian dengan tumbaknya tapi nona Kang Sian Cian ini menyambuti dengan pedangnya. Tong Cin Wie tidak ingin bertempur mati- matian, ia cuma ingin mendesak mundur Kang Sian Cian supaya ia bisa kabur. Benar saja baru ia berhasil mendesak mundur nona itu telah menampak Kang It Peng, Sun Tay Beng dan lain-lain sudah pada mencegat dijalanan yang penting hingga ia tak dapat keluar dari teluk itu. Melihat keadaan demikian, si orang she Tong itu segera mengerti bahwa ia tidak mungkin lobos dari Ho-lo-wan.

Karena sudah tidak ada jalan keluar, sekarang dalam hatinya timbul sifat kejamnya, ia ingin menggunakan senjatanya yang paling ampuh, ialah jarum Tui-hun-ciamnya untuk menghadapi lawannya, tatkala menampak Kang Sian Cian sedang berkelit mun- dur ia sudah keluarkan tiga jarum beracunnya lalu dengan cepat menyerang kearah nona itu.

Meski Ong Bun Ping tahu bahwa Kang Sumoynya ini sudah ada yang punya, tapi cintanya terhadap nona itu masih melengket hingga tatkala menampak Tong Cin Wie menyerang dengan jarum- nya yang berhahaja itu maka dalam gugupnya telah melupakan Supe dan Suhunya lantas berseru: “Kong Sumoy lekas menyingkir, ada jarum Tui-hun-ciam!"

Siapan nyana bahwa seruan Ong Bun Ping tadi telah membikin pilu hatinya Koo Jie Lan.

Kang Sian Cian sendiri tatkala mendengar seruan itu lantas buru-buru rebahkan dirinya. Ia berbuat begitu sebab dari tadi ia sudah siap sedia.

Setelah si nona mengelakan serangan Tong Cin Wie iapun segera balas menyerang dengan tiga senjata 'duri ikan terbang'nya.

Tapi Tong Cin Wie yang mengetahui betul betapa lihaynya sen- jata duri ikan terbang si nona itu hingga sejak tadi ia diperhatikannya saja gerakan Kong Sian Cian. Tatkala ia mengetahui hahwa serangannya sendiri tidak berhasil ia segera tumpahkan seluruh perhatiannya untuk menjaga serangan balasan dari nona itu. Dan benar saja sehabis Kang Sian Cian elakan serangannya lantas balik menyerang. Tong Cin Wie segera putar tumbaknya untuk menjaga diri. Dua senjata rahasia nona itu tersampok dan satu lagi lewat tanpa mendapat sasaran.

Si orang she Tong setelah mengelakan serangan Kang Sian Cian in mulai timbang. kekuatannya sendiri, ia tahu meski dipihak . lawannya sudah tidak ada Ci Yang To-tiang, tapi Sun Tay Beng dan Koo Hong semua, merupakan lawan berat, terutama Kang It Peng sedang dipihaknya meski berjumlah lebih banyak tapi tidak ada satu yang mampu menandingi si orang tua itu. Maka setelah ia berpikir sejenak lantas timbul pikirannya yang jahat, iapun serukan kawan- kawannya supaya jangan bergerak dan kemudian ia bee-kata kepada Kang Sian Cian katanya:

“Nama Kang-tang Lie-hiap sudah terkenal diseluruh dunia, orang-orang rimba hijau didaerah Kang-lam siapa yang tidak kuncup hatinya kalau mendengar nama itu, apakah kau berani bertempur sendirian dengan aku? Senjata tumbakku ini akan menandingi pedangmu yang lemas, dan senjata duri ikan terbangmu akan berhadapan dengan jarum Tui-hun-ciamku, senjata-senjata kita ini boleh digunakan sesukanya, kalau aku terluka dipedangmu titau duri ikan terbangmu maka aku, Tong Cin Wie segera bunuh diri di hadapanmu, tapi kalau kau yang rubuh atau terluka oleh senjataku, bagaimana?"

Kang Sian Cian bukan tidak mengerti maksud orang she Tong itu tapi oleh karena ia beradat tinggi dan sejak mengembara belam pernah menerniti tandingan, maka tanpa pikir' lagi ia lantas menjawab:

“Kalau aku kalah ditanganmu, aku segera lepaskan kalian dari Ho-lo-wan ini dan membiarkan kalian pulang he Utara."

“Kau ada satu bocah," kata Tong Cin Wie samba tertawa dingin, “apa ucapanmu ini boleh dipercayai?" Kang Sian Cian gusar, lalu ia menoleh kepada Yayanya dan berkata: “Yaya aku telah berjanji dengan Tong Cin Wie untuk bertempur sendirian dengan menggunakan segala rupa senjata yang ada, kalau aku yang kalah, bolehlah menepapti perjanjianku itu ialah melepaskan mereka pulang ke Utara?"

Ia ucapkan itu perkataan sambil memandang kepada Yayanya agaknya ia memohon supaya Yayanya tidak berkeberatan.

Kang It Peng adalah seorang jago kenamaan yang namanya terkenal dirimba persilatan, meski ia mengerti bahwa cucunya ini telah terjebak oleh akal muslihat Tong Cin Wie, tapi dihadapan Koo Hong,. Sun Tay Beng dan semua penjahat dari Utara itu tak maulah ia menolak permintaan cucunya. Tapi kalau ia terima baik, ia masih bersangsi apakah Sian-jie mampu menandingi Tong Cin Wie, maka seat itu in belum dapat menjawab. Pada ketika itu tiba-tiba Ong Bun Ping maju kemuka dais berkata: “Sumoy, kali ini biarlah Suhengmu yang melawan dia."

Kang Sian cian menjawab dengan cemas: “Mana boeh, orang itu toch sudah menantang dan menunjuk diriku."

Koo Hong juga tampak maju, dan berkata: “Malam itu aku dan dia belum dapat keputusan, sebab itu hari ini kebetulan aku mendapat kesempatan maka sebaliknya aku saja yang melanjutkan pertempuran, kalian berdua jangan berebut, biarlah aku si orang tua ini yang' menyambuti ia."

Sun Tay Beng tahu kekuatan Koo Hong ada berimbang dengan Tong Cin Wie, tapi tentu tidak berdaya menghadapi jarum orang she Tong yang sangat ampuh itu. Apalagi Ong Bun Ping itu berarti ia mau mengantarkan jiwanya sendiri, dan Kang Sian Cian yang ilmu pedangnya meski dididik sendiri oleh Kang It Peng tapi tenaga dalamnya masih kalah jauh dari lawannya, maka paling baik ia sendiri yang turun tangan sebab senjata duri ikan terbang dapat menandingi senjata jarum orang she Tong itu. Selagi ia hendak membuka mulue tiba-tiba ia melihat Kang It Peng goyang' kepala dan berkata: “Kalian tak usah berebut kalau benar Tong Cin Wie menunjuk diri Sian-jie biarlah ia sendiri yang menghadapinya. Dengan cara demikian maka kalau Tong Cin Wie kalah ia juga akan mati dengan mata meram."

Sun Tay Beng masih hendak mencegah, tapi Kang It Peng tidak memberikan kesempatannya untuk bicara. Kang It Peng memberikan jawabannya itu sesudah ia berpikir semasak-masaknya. Ia percaya benar meskipun tenaga dalam Sian-jie masih kalah jauh daripada Tong Cin Wie tapi ilmu pedang Fui-hong-kiam-hoatnya tidak mampu ditandingi oleh Cin Wie dan juga jarum Tong Cin Win juga masih belum tentu dapat membinasakan jiwa Sian Cian.

Kang Sian Cian ketika mendengar keputusan Yayanya iapun segera berkata kepada Tong Cin Wie: “Bagus, bagus, Yaya dan Suhuku semua sudah terima baik, kalau kau bisa menangkan aku kau boleh segera pulang ke Utara."

Tong Cin Wie tatkala mendengar ucapan nona itu lantas gerakkan tumbaknya untuk membuka serangan, tapi nona itu kali ini sudah siap sedia. Sudah tentu ia tidak mau memberi Tong Cin Wie merebut kesempatan untuk menyerang terus-menerus maka dengan pedangnya ia mulai balas menyerang.

Kang Sian Cian sekalipun sudah mempunyai pengalaman heberapa tahun tapi kalau mau dibanding dengan Tong Cin Wie sudah tentu masik ada bedanya, meski ia bertekad hendak merebut kedudukan menyerang tapi ia masih terlambat setindak oleh gerakan lawannya itu. Maka dalam pertempuran yang berjalan selama tiga puluh jurus itu si nona terus terkurung dalam lingkaran tumbak Tong Cin Wie. Tapi ketika telah lewat enam puluh jurus, Tong Cin Wie telah menunjukan satu kesalahan yang akhirnya digunakan oleh Kang Sian Cian dengan sebaik-baiknya hingga ia dapat melakukan serangan balasan dengan hebat. Pedangnya telah mendesak Tong Cin Wie yang berada dibawah angin. Kawanan penjahat dari Utara bermula ketika menampak pemimpinnya berada diatas angin, dalam hati sudah mulai girang. tapi kemudian ketika keadaan berubah dan Tong Cin Wie terbalik dikurung oleh senjata lawannya, hati mereka mulai kuatir. Hal ini bisa jadi karena tadi Kang Sian Cian telah menyaksikan bagaimana cara Yayanya menggunakan Tui-hong- kiam-hoatnya untuk membinasakan lawannya, hingga beberapa bagiannya yang penting sekarang telah dipahami seluruhnya.

Serangannya yang telah dilakukan itu semakin lama semakin lancar dan setiap serangannya merupakan serangan yang mematikan, hingga akhirnya Tong Cin Wie telah terdesak dan ia cuma biasa berputaran seperti gangsing. Apa mau dikata kiranya serangan nona itu telah ditujukan kesetiap jalan darahnya yang penting, maka sekalipun ia hendak mengeluarkan senjata rahasianya juga sudah tidak mendapat kesempatan lagi.

Gerakan nona itu telah mengagumkan Sun Tay Beng, Koo Hong, Yayanya sendiri dan musuh-musuh yang lain.

Sebentar kemudian tiba-tiba terdengar teriak Kang Sian Cian: “Lepaskan senjatamu!"

Teriaknya ini disusul oleh jawaban Tong Cin Wie: “Belum tentu."

Ke-dua-duanya pada saat itu lantas berpencar, tatkala semua mata pada mengawasi telah dapat kenyataan bahwa lengan kanannya Tong Cin Wie telah terluka dan mengeluarkan darah dan Kang Sian Cian sendiri wajahnya pucat dan keringatnya mengucur. Tong Cin Wie robek bayunya untuk membungkus lukanya, sedang Kang Sian Cian berdiri mengatur pernapasannya.

Kang It Peng melirik Kang Sian Cian dan setelah mendapat kenyataan bahwa cucunya itu setelah mengatur pernapasan sejenak wajahnya merah kembali. Hal itu menyebabkan ia mengetahui bahwa luka cucunya tidak berat, hingga hatinya merasa lega. Tong Cin Wie setelah membungkus lukanya lantas berkata sambil tertawa dingin:

“Satu pedang ditukar dengan satu tangan blum bisa dapat keputusan, bagaimana kalau kita bertempur  jurus lagi?"

“Apa herannya  jurus,” jawab si nona seraja melintang-kan pedangnya, “Kita akan bertempur terus sampai salah satu dari kita mati."

“Begitu yang paling baik," sahut Tong Cin Wie.

Kedua orang itu lantas bertempur lagi. Tong Cin Wie yang terdesak mundur lagi tiba-tiba mendapat kesempatan segera melompat mundur dua tumbak.

Si nona segera mengetahui bahwa lawannya itu akan menggunakan senjata jarumnya yang ampuh, maka iapun tidak mengejar dengan pedangnya tapi sebaliknya ia merogoh tiga senjata duri ikan terbangnya untuk menyerang Tong Cin Wie. Serangan itu dilakukan berbareng dengan serangan Tong Cin Wie. Karena dua rupa senjata rahasia itu merupakan senjata yang halus maka sedikit- pun tidak mengeluarkan Kum. tapi bagi siapa yang lengah sedikit saja akan terluka oleh senjata-senjata itu.

Kang Sian Cian setelah melakukan serangannya lantas melompat kekanan, berbareng dengan itu ia mengeluarkan lagi lima batang dari kantongnya, maka tatkala jarum Tong Cin Wie menyamber ia sudah menyingkir ditempat yang aman. Tong Cin Wie lalu menyampok serangan si nona yang pertama tapi mendadak disambar lagi oleh serangan yang kedua. Sudah tentu tidak mudah baginya untuk mengelakan serangan tersebut maka buru-burulah ia merebahkan diri ketanah. Kernudian ia melompat bangun lagi dan mengeluarkan serangan yang paling lihay.

Kang Sian Cian yang sendirinya juga ada satu ahli dalam senjata rahasia, ia mengerti walau bagaimana tidak bisa mangelakan serangan orang she Tong tersebut, karena kalau ia berkelit, Tong Cin Wie segera menyusul dengan serangannya yang lebih hebat dan dengan cara yang beruntun-runtun. Kalau hal itu terjadi maka berarti ia sudah tidak akan mendapat kesempatan lagi untuk membalas menyerang. Cara yang paling baik baginya jalah merebut kedudukan menyerang, oleh karena itu maka iapun tidak menyelakakan dirinya sebaliknya malah maju sambil mernutar pedangnya untuk menyampok senjata rahasia musuhnya. Setelah menyampok jatuh beberapa batang jarum orang she Tong itu ia lantas maju lagi, hal mana itu sangat berbahaya karena jika terlambat sedikit gerakannya maka senjata Tong Cin Wie akan bersarang dibadannya.

Tong Cin Wie yang menyaksikan cara nona itu diam-diam juga merasa terkejut, ia segera melesat keatas dan dari atas ia melon- carkan serangan dengan tiga bilah jarum, tapi saranan itu dapat dielakkan oleh Kang Sian Cian hingga mengenakan tempat kosong.

Dalam sengitnya Tong Cin Wie lantas lemparkan senjata tumbaknya, dengan kedua tangannya ia melakukan serangan bergantian, hingga jarum itu menyamber seperti air hujan. Si nona terpaksa putar terus pedangnya untuk memusnakan sernua seorangan Tong Cin Wie.

Menampak itu Tong Cin Wie merasa gentar sendiri. Selagi ia dalam keadaan bingung si nona telah melakukan serangan pembalasan. Nona itu telah menggunakan serangan yang paling lihay seperti hujan turun dari langit. Tong Cin Wie yang agak kesima, telah terkena dua batang senjata duri ikan terbang' hingga ia merasakan kesemutan dibagian badan yang kena tadi. Karena ia tahu bahwa senjata nona itu juga beracun, maka diam hatinya mengeluh. Pada waktu itu iapun rubuhlah.

Kang Sian Cian ketika menampak Tong Cin Wie jatuli iapun segera memburu sambil tenteng pedangnya tapi siapa nyana Tong Cin Wie masih mengganggam dua batang jarum beracun. Ketika ia menampak si nona memburu datang kedua tangannya lantas melakukan serangan berbareng.

Kang Sian Cian terpaksa rebahkan dirinya. Beruntung pada waktu Tong Cin Wie menyerang itu badannya telah luka hingga serangannya tidak dapat mengenakan dengan jitu. Ong Bun Ping yang menonton disamping, telah mengira si nona itu terkena serangan jarum hingga ia lompat dan mendekati lalu dengan suara perlahan ia bertanya: “Kau bagaimana?"

Si pemuda ketika menampak Kang Sian Cian tidak terluka. baru-lah hatinya merasa lega tapi tiba-tiba mendengar suara Kang It Peng:

“Ping-Cljie lekas menyingkir!"

Ternyata Tong Cin Wie tatkala menampak Ong Bun Ping berjongkok dekat Sian Cian ia telah mengunakan sisa tenaganya untuk mengeluarkan senjata rahasianya, ia hendak menyerang diri Ong Bun Ping tapi dalam keadaan yang sangat kritis itu tiba-tiba dari rombongan kalangan penjahat melesat seorang wanita muda yang berpakaian hitam sambil mementang pedang. Dengan cepat wanita itu menyamber kesamping ' Tong Cin Wie. Pada saat itu Tong Cin Wie baru saja hendak angkat tangan untuk melempar jarumnya tapi sebelum jarum itu melesat dari tangannya wanita berbaju hitam itu telah mengayun pedangnya, hingga tangan Tong Cin Wie tertabas kutung.

Tong Cin Wie bergulingan ditanah dan tatkala ia menampak orang yang menabas tangannya itu adalah Pek-hoa Nio-cu sendiri maka iapun berkata sambil tertawa getir: Budak hina, bagus betul perbuatanmu !”

Dengan senjata yang ada ditangan kirinya itu segera diserang- nya Pek-hoa Nio-cu. Oleh karena Pek-hoa Nio-cu sangat dekat sudah tentu tidak dapat mengelakkan, ia cuma merasa sakit dan kesemutan dibagian mukanya. Lima batang jarum Tong Cin Wie telah bersarang dihagian mukanya. Wanita itu ternyata juga keras kepala, meskipun sudah terkena serangan ia masih dapat pertahankan dirinya. Dengan tidak mengeluarkan kata apa-apa lantas ayun pula tangan kanannya dan sebentar kemudian badan Tong Cin Wie telah terkutung menjadi dua potong.

Pek-hoa Nio-cu sendiri telah bunuh Tong Cin Wie. Kawanan berandal menyaksikan perbuatan Pek-hoa Nio-cu lantas pada maju hendak menyerang, tapi Kang Sian Cian dan Ong Bun Ping sudah memburu, hingga kawanan penjahat itu urungkan maksudnya.

Pada saat itu Kang It Peng, Sun Tay Beng. Koo Hong, Koo Jie Lan dan Cin Tiong Liong juga sudah pada memburu lalu pada mengitari diri Pek-hoa Nio-cu, mereka telah dapat kenyataan bahwa luka Pek-hoa Nio-cu sudah mulai matang biru. Kang It Peng lamas keluarkan obat pilnya, ia suruh Ong Bun Ping berikan. Pek-hon Nio-cu makan pil ajaib itu, perlahan-lahan ia membuka matanya, sambil mengawasi wajahnya Ong Bun Ping dengan paras berse- nyum iapun berkata:

“Apa kau masih membenci aku?" Ong Bun Ping yang sedang berjongkok telah mengangkat badan bagian atasnya Pek-hoa Nio-cu diletakkannya diatas pahanya lalu rnenyawab:

“Aku selamanya tidak membenci kau ……!”

Pek-hoa Nio-cu kembali bersenyum tangan kanannya per lahana menggenggam tangan Ong Bun Ping dan dengan suara lemah ia berkata:

“Aku hendak pergi, racun jarum Tong Cin Wie sekarang sudah mulai bekerja. dalam tempo duabelas jam aku akan binasa dan hancur seluruh badanku, aku tidak tahan siksaan itu."

Ong Bun Ping memegang erat-erat tangannya lalu berkata dengan suara terharu: “Kau sudah makan obat Kang Lo-cian-pwee, mungkin masih bisa tertolong."

Pek-hoa Nio-tau gelengkan kepala, katanya: “Tidak ada gunanya, lukaku terlalu parah, sekalipun ada obat ajaib, juga tidak mam-pu menahan serangan racun jarum itu."

la berbicara sambil kertak gigi, agaknya ia sedang menahan rasa sakitnya yang hebat itu Ong Bun Ping sangat pilu menyaksikan keadaan serupa itu, dua tetes air mata telah mengetel jatuh dibadan Pek-hoa Nio-cu.

Pek-hoa Nio-cu kembali rnembuka matanya dan kemudian berkata seraja bersenyum:

“Ka,, jangan menangis sebab aku girang sekali bila aku bisa binasa didalam pelukanmu."

Sehabis berkata dengan cepat iapun lepaskan tangannya Bun Ping, lalu mengeluarkan satu pisau belati yang tajam, terus ditusukkan kepada dadanya sendiri, Bun Ping hendak  mencegah tapi sudah terlainbat, ujung belati sudah menancap pada dada wanita yang bernasib malang itu.

Koo Jie Lan dan Kang Sian Cian yang menampak keadaan demikian, mungkin karena mereka ada sama-sama wanita, saat itu tidak rnampu menahan rasa sedih, hingga pada mengucurkan air mata. Kang It Peng sendiri juga turut menghela napas sambil ge- lengkan kepala. Bun Ping pondong tubuhnya Pek-hoa Nio-cu dan mencarikan tempat yang baik untuk tempat mengaso wanita yang bernasib celaka itu.

Tatkala itu semua kawanan berandal disuruh oleh Kang It Peng kembali kedaerah mereka masing-masing.

Bun Ping setelah menguburkan Pek-hoa Nio-cu, saat itu ia telah melihat cuaca baru lewat tengah hari, keinatian Pek-hoa Nio-cu ini, telah menimbulkan rupa-rupa pikiran di otaknya, terhadap dunia yang banyak penggodaan ini telah menambahkan ruwet pikirannya. Ia telah berpikir begitu asyiknya, sambil menggendong tangan ia memandang kearah yang jauh sekali, melihat pemandangan alam didepan matanya itu agaknya ada apa-apa dalam pikirannya, maka dengan tidak terasa ia telah berkata seorang diri:

“Benar, aku barns meninggalkan tempat yang banyak penggodanya ini !”

Tiba-tiba terdengar dibelakangnya suara Kang Sian Cian yang lemah-lembut, katanya: “Ong Suko, kau sedang memikirkan apa? Mari kita pulang."

Bun Ping menoleh dan melihat Ken Jie Lan dan Kang Sian Cian berdiri berendeng, maka iapun menjawab sambil tertawa hambar:

“Ya, kita harus pulang !” Pada malamnya, Chie Kong Hiap telah mengadakan pesta untuk menjamu beberapa pendekar yang menolong jiwanya. Setelah pesta itu bubaran, Bun Ping pulang kekamarnya dengan hati ruwet. Ia memandang senjata Poan-koan-pit dan senjata pisaunya dengan mata guram. Ia telah ingat kembali, bagaimana ia telah berguru dan bagaimana ia telah bersama-sama belajar silat dengan Kang Sian Cian, tapi sekarang, ya, sang Sumoy itu sudah ada yang punya, apa yang sudah lalu kini hanya merupakan suatu kenang-kenangan yang sangat menyedihkan.

Selagi ia melamun itu dari luar tiba-tiba terdengar suara yang nyaring: “Ong Suko, apakah kau masih belum tidur?"

Bun Ping tersadar dari lamunannya. ia nampak Kang Sian Cian berdiri didepan pintu, sekarang ia nampak si nona itu sudah tukar pakaian sebagai wanita yang asli, hingga bertambah kecantikannya, Bun Ping rnenghampirinya dengan tindakan perlahan lalu berkata: 

“Hari sudah malam, kau         !”

Tapi sebelum si pemuda habiskan bicaranya telah dipotong oleh Kang Sian Cian katanya:

“Aku sedang memikirkan satu soal hing-ga tidak bisa tidur, maka aku sekarang datang kepadamu hendak berunding."

“Soal apa?" tanya Bun Ping, “Kau jelaskan saja."

“Yaya sudah bicarakan dengan resmi tentang urusan pernikahanku, mungkin dalam tempo setengah bulan ini aku sudah

…….. “

Si nona tak dapat melanjutkan pembicaraannya, kedua pipinya lantas berubah merah.

“Dalam setengah bulan ini," sahut Bun Ping, “Kau sudah akan menikah dengan Chie Kong-cu, bukan?" Sian Cian mengangguk. “Oleh sebab itu,” kata Sian Cian, “Aku sedang memikirkan urusanmu dengan Enci Lan."

“Tentang urusan kita," sahut Bun Ping, “kau tidak usah pikir- kan."

“Tentang urusan yang sudah lalu," kata Sian Cian, “Aku harap kau jangan memikirkan lagi. Dalam urusan ini kau tidak bisa salahkan aku, karena pada masa itu aku masih terlalu muda, aku cuma tahu bahwa kau seorang baik terhadap aku. Hal yang lain-nya aku tidak mengerti."

“Sudah tentu tidak bisa kusalahkan kau," sahut si pemuda, ,aku sudah memilih jalankn sendiri. Hari sudah malam, kau harus mengaso."

Sehabis berkata lalu memutar badan dan masuk kekamarnya. Sian Cian terperanjat, ia menyambret tangannya Ong Bun Ping dan bertanya dengan suara cemas: “Ong Suko, kau memben-ci aku?"

Bun Ping menoleh, ia lepaskan tangannaj dan menjawab: “Aku tidak benci kau, malahan aku hendak menanti kau orang selesai dengan upacara pernikahan barulah aku berlalu."

“Dan, bagaimana dengan Enci Lan?" tanya Sian Cian.

Bun Ping memandang sejenak si nona, baru menjawab: “Aku melepaskan kulitku yang busuk, kembalikan wajahku yang agung, dua benda sebenarnya merupakan satu, mengapa harus dibagi antara Im dan Yang? Ia sudah tentu ada punya jalannya sendiri-sendiri!” Setelah berkata demikian ia terus lari ke kamarnya.

Sian Cian berdiri seperti terpaku, selagi hendak memburu, tiba- tiba dengar suara orang menghela napas dibelakangnya. Tatkala ia menoleh, orang itu ternyata ada Yayanya sendiri.

Sian Cian berkata dengan suara perlahan: “Yaya         ” Kang It Peng menghela napas, lalu menyahut: “Pulanglah, ke kamarmu untuk mengaso."

Kang It Peng, Sun Tay Beng dan Koo Hong untuk sementara berdiam dirumah keluarga Chie, sambil menantikan upacara perkawinan Kang Sian Cian. Bun Ping juga tapi ia selalu bersedih walaupun repot mengatur ini dan itu. Oleh karena Kang It Peng sendiri tidak mempunyai tempat yang tetap dan Kang Sian Cian sendiri sudah tidak berajah ibu, maka semua urusannya diserahkan kepada keluarga Chie.

Tatkala hari pernikahan Sian Cian dan Sie Kiat tiba, gedung keluarga Chie tampqk ramai dengan tamu-tamunya, tapi Kang It Peng, Sun Tay Beng dan Koo Hong tidak tampakkan diri diantara para tamu lainnya, mereka hanya berunding didalam suatu kamar tentang Ong Bun Ping dan Koo Jie Lan.

Esok harinya pagi-pagi sekali Tiong Liong sudah berlari-lari kekamar-nya Kang It Peng. Kala itu Sun Tay Beng dan Koo Hong sedang berbicara dengan Kang It Peng, menampak sikap Tiong Liong yang aneh itu, telah menduga ada apa-apa yang penting, maka segera menanya: “Ada urusan apa?"

Tiong Liong bersangsi sejenak lalu menjawab: “Ong Sutee telah pergi ……!”

Wajah Tay Beng pucat seketika lantas berkata: “Ia berani menipu aku!" segera memburu keluar.

Koo Hong, Tiong Liong dan Kang It Peng juga turut keluar, mereka telah tiba ditepi telaga, dan menampak diatas sebuah perahu kecil ada duduk satu pendeta dengan jubah abu-abu, disamping pendita itu ada sepasang senjata Poan-koan-pit dan sekantong senjata rahasia. Pendita itu ternyata adalah Ong Bun Ping sendiri. Sun Tay Beng menampak keadaan muridnya yang berubah demikian rupa, seketika itu juga ia berdiri melongo tapi kemudian ia bertanya: “Apa artinya ini?"

Bun Ping membuka matanya, dari atas perahunya ia menyura kepada Sun Tay Beng dan berkata: Teecu telah sepuluh tahun lamanya berguru kepada Suhu, menyesal sekali tidak bisa membalas, tentang perjodoan tidak bisa dipaksa, kalan Suhu tidak mau memaafkan muridmu ini silahkan Suhu ambil tindakan."

Sehabis berkata lalu melompat ketepi telaga dan berlutut dihadapannya Sun Tay Beng.

Sang Suhu ayun tangan kanannya, selagi hendak memukul telah dicegah oleh Koo Hong. Sambil menghela napas orang tua itu berkata: “Urusan ini kau tidak bisa sesalkan dia !”

Ucapan Koo Hong belum habis, Koo Jie Lan sudah memburu bersama Kang Sian Cian. Ternyata Kang Sian Cian sehabis bangun tidur, selagi hendak memberi selamat pagi kepada Yayanya, telah mendengar kabar dari bujang bahwa Kang It Peng, Sun Tay Beng dan lain.nya telah meninggalkan kamar, Sian Cian bercekat, ia tidak perdulikan kedudukannya waktu itu sebagai penganten baru, ia lantas menghampiri Jie Lan dan mengajaknya menyusul ketepi telaga. Koo Jie Lan ketika menampak dandanannya Ong Bun Ping, hatinya merasa hancur luluh, dalam keadaan cemas, ia juga tidak perdulikan ayah dan Sian Cian yang berada disitu, ia menghampiri Bun Ping dengan suara terharu lain berkata: “Ong Suheng, apa maksudmu ini?"

Sehabis berkata make dengan as' ia menghunus pedangnya dan sebentar saja rambutnya yang panjang telah dipotong, kemudian ia lemparkan pedangnya kedalam telaga, lalu berlutut dihadapan Sun Tay Beng dan berkata: “Sun Pepe, ampunilah dia!” Tay Beng menghela napas lalu menarik kembali tangannya dan berkata: “Pergilah kau, hitung-hitung aku tidak pernah menerima kau sebagai murid."

Bun Ping berbangkit lain memberi hormat kepada Koo Jie Lan dan berkata: “Dalam lautan kesedihan tidak ada tepinya, kalau kau menoleh disanalah kau akan melihat tepinya. Harap Sumoy baik' membawa diri."

Koo Jie Lan membalas hormat, sambil tertawa ia menjawab: “Mudah-mudahan kau lekas menemui kesempurnaanmu."

Bun Ping cuma tertawa getir, lalu melompat naik keperahunya dan berlalu. Koo Jie Lan menoleh dan berkata kepada ayahnya: “Ayah, kita juga barus pulang." Koo Hong cuma menjawab 'baik, nak'.

Tay Beng menggerendeng sendiri, ia menoleh dan melirik kepada Kang Sian Cian, ia telah nampak nona itu mernandang perahu kecil itu berlalu sambil mengucurkan air mata

TAMAT
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar