Jilid 21
Gemak Ideran mencoba mencari ketinggian untuk memperoleh penglihatan. . Namun kabut tebal menurupi seluruh penglihatan. Sekarang tahulah ia, dirinya sudah terkurung rapat. Kecuali oleh rimba Pinus, keadaan lembah yang aneh dan ancaman mereka. Kalau mereka muncul, kebetulan malah. Tetapi bagaimana kalau mereka me-masang jebakan-jebakan tertentu. Cepat atau lama, mereka akan dapat menangkap dirinya dan Rawayani dengan sekaligus
- Rawayani, kita hanya bisa mengadu untung. - akhirnya ia berkata setengah putus asa Akan tetapi karena diucapkan dengan gelisah, kesannya justru sebaliknya. - Sekarang mari kita tentukan arah. Setelah itu, kita mencari jalan turun Hindarkan jalan tanjakan dan ketinggian macam apapun. Kukira sebelum matahari tenggelam kita sudah ke luar dari wilayah rimba ini. -
Rawayani bersikap diam. la hanya mengikuti Gemak Iderah Pemuda itu ternyata memiliki semangat juang yang tinggi Dengan membungkam mulut, ia mengikuti jalan berbatu yang menurun Tentu saja tidak mudah. Kecuali sempit dan licin, seberang menyeberang penuh belukar. Tiba-tiba ia mendengar suara gemericik air. Buru-buru ia menuju ke arah datangnya suara. Di bawah sana terlihat sungai alam berair jernih sekali. Arusnya bergerak lincah menyusup-nyusup di antara batu-batu yang mencongakkan diri.
la sendiri berada di atas tebing, sehingga dapat melihat pemandangan sekitar arus sungai tersebut. Suasananya aman damai. Hawanya sejuk menyegarkan. Akan tetapi sunyi senyap seperti tak pernah diambah orang. Dan di jauh sana tergelar sawah yang hijau kekuning-kuningan. Itulah tanah subur yang menggiurkan para petani dari manapun datangnya. Kalau begitu, di balik gundukan bukit-bukit, pastilah terdapat perkampungan yang makmur.
Gemak Ideran tidak tahu, di mana dia kini berada. Selagi hendak menanyakan pendapat Rawayani, terdengar suara kesibukan di jauh sana. Dari sebelah kanan muncul suatu laskar bersenjata yang sedang mengejar gerombolan laskar yang lari cerai berai. Gerombolan laskar yang cerai berai itu mengingatkan Gemak Ideran kepada kawanan penyamun yang bersarang di dalam rimba pohon Pinus. Mereka bersembunyi, kemudian bertahan dari balik batu-batu pegunungan yang kokoh. Maka terhentilah laskar yang mengejar mereka. Letupan-letupan senapan mulai terdengar.
- Rawayani! Itulah laskar Madura!- seru Gemak Ideran yang memperhatikan serangan laskar yang mengejar gerombolan yang cerai-berai. - Mengapa laskar Madura bisa datang kemari?
Apakah laskar madura ikut fnengambil bagian melawan laskar Sunan Gerundi? -
Meskipun bukan orang Madura asli, namun dalam darah dagingnya ia merasa orang Madura. Hal itu disebab-kan, ia dibesarkan di pulau Madura dan berguru pula di pulau itu. Pelindungnya adalah Adipati Cakraningrat. Karena itu, darahnya bergolak begitu melihat laskar Madura ikut menyerbu sampai ke dataran Gunung Lawu. Jiwanya merasa terpanggil.
23. KYAHI LAJUGUNA HEBAT PERTEMPURAN itu. Sekarang laskar Madura roboh seorang demi seorang oleh hujan panah yang dile-paskan dari balik batu-batu. Sebaliknya, laskar Madura tidak dapat berbuat banyak.
Mereka mencoba membalas melepaskan panahnya, akan tetapi selalu terpental balik. Batu-batu gunung benar-benar merupakan perisai yang ampuh dan tepat. Menyaksikan hal itu, Gemak Ideran tak dapat menahan diri lagi. Selagi hendak bergerak dari tempatnya, Rawayani menegurnya:
- Mau ke mana? -
- Lihat! -
- Kau bisa apa? - Rawayani memotong cepat.
- Kau bisa apa bagimana? - Gemak Ideran tersinggung.
- Dengan berbagai kepandaianmu sekarang, kau tidak dapat berbuat banyak. Hayo, apa yang akan kau lakukan? -
Ditanya demikian, Gemak Ideran tergugu. Namun ia tak mau kalah. Jawabnya sebisa-bisa. :
- Lihatlah! Mereka bersembunyi di balik batu-batu. Kalau ada yang menyerang dari belakang, benteng perta-hanannya akan kacau.- - Betul. Tapi mereka berjumlah banyak. Selain itu, medannya susah didekati. Lainlah halnya, manakala engkau memiliki kepandaian yang tinggi. Mungkin dari sini, kau bisa merobohkan mereka seorang demi seorang hanya de-ngan cukup menyentilkan sebuah batu. -
Kembali lagi Gemak Ideran tergugu. Teringatlah dia, sewaktu dirinya menelan pel istimewa pemberian Rawayani. la merasa menjadi sakti dan bertenaga luar biasa kuatnya. Rasanya bukan mustahil, ia dapat menyentilkan sebuah batu melebih tajamnya peluru senapan. Teringat hal itu, ia mencoba :
- Rawayani, apakah engkau akan memberikan obat istirnewamu padaku ? -
- Tidak. Seumpama aku mau, kau tidak boleh minum lagi dalam jangka waktu yang pendek. Paling tidak, engkau memerlukan waktu satu bulan penuh untuk menghirnpun tenaga murnimu lagi. Kalau tidak, kau akan menerima akibatnya. -
- Apa? - Gemak Ideran terperanjat. lapun pernah me-rasakan hal itu. Dirinya terkapar en tab berapa lama tanpa daya. —Tetapi mengapa aku bisa bertempur seperti sedia-kala?-
- Kau maksudkan sewaktu tadi kau melabrak kawanan berandal?—
-Ya.- - Tetapi dalam waktu yang lama, kau akan roboh sendiri, Bila sampai demikian, di dalam dunia ini tiada obat-nya lagi. -
Mengeridik bulu kuduk Gemak Ideran mendengarkan keterangan Rawayani. la mau percaya, gadis itu berbicara dengan sebenarnya. Tetapi apapun akibatnya, ia tidak dapat membiarkan laskar Madura dirobohkan dengan cara demikian.
- Rawayani! Lebih baik berbuat daripada diam saja. Aku akan menyerang mereka dari belakang.
- Hm, - dengus Rawayani. - Boleh coba! Kau akan melalui jalan mana? Aku sendiri sih . . . biarlah menjadi penon ton. Menonton seorang pahlawan kesiangan. -
- Kau maksudkan diriku seorang pahlawan kesiangan? - Gemak Ideran sakit hati.
Rawayani tidak menyahut. Justru demikian, hatinya merasa tambah sakit. Karena sakit hati, ia jadi nekat. Terus saja ia bergerak hendak melompati tebing. Tepat pada saat itu, Rawayani berseru lantang:
- Kau seorang satria atau bukan? -
Gemak Ideran merandek. Menoleh sambil menyahut:
- Memangnya kenapa? - - Kalau kau seorang satria, kularang engkau pergi. - Gemak Ideran tercengang. Sahutnya tak mengerti:
- Apa hubungannya dengan seorang satria? -
- Hm, - Rawayani mendengus. - Kau hutang janji berapa kali? Seorang satria akan memegang ucapannya. -
Diingatkan akan hal itu, hati Gemak Ideran lemas. Katanya dengan wajah muram :
- Jadi kau suruh aku berkhianat terhadap laskar-ku?-
- Bukan begitu. Untuk sementara laskar Madura akan tertahan. Tetapi tidak untuk seterusnya. Kalau kau bisa berpikir harus menyerang lawan dari belakang, masakan di antara mereka tidak ada yang mempunyai pikiran demikian? -
Tak terasa Gemak Ideran mengangguk membenarkan. ~ Meskipun demikian, ada sesuatu yang dirasakan menggan jal hatinya. Apa itu, ia sendiri tidak dapat menjawab.. Selagi demikian, tiba-tiba ia mendengar suara gemeresak seperti seseorang menyentuh semak. Dasar hatinya lagi mendongkol, terus saja ia memungut batu dan menyentilnya. Wiing! Benar- benar semak yang dibidiknya bergerak-gerak muncullah sesosok bayangan yang segera menghilang dibalik lindungan semak.
Sewaktu Gemak Ideran hendak mengulangi lagi, Rawayani berseru: - Tahan!-
- Mengapa? -
-Lebih baik kita tangkap hidup-hidup. -
Gemak Ideran menyetujui saran Rawayani. la merasa pasti, orang tadi pasti salah seorang kawanan penyamun. Sekiranya bukan, tentunya ada hubungannya dengan laskar yang bertempur. Memperoleh pikiran demikian, segera ia memburu dengan cepat. Rawayani tidak mau ke-tinggalan. la memilih jalan memotong. Dan kena hadang Rawayani, orang itu berbelok arah. Akan tetapi disana ada Gemak Ideran.
- Ha. . . kiranya kau! - Gemak Ideran heran. Sebab orang itu tiada lain adalah si Tameng yang dahulu mengaku seorang pedagang keliling. la bertemu dengan Tameng di tepi sungai Brantas sebelah kota Ngawi. Mengapa ia kini berada di sini? Memang kehadirannya, semenjak dulu menarik perhatian Gemak Ideran.
Kata-katanya terlalu pandai. Mengerti keadaan politik dan dapat menerangkan sesuatu yang masih gelap menjadi jelas. Sekarang berada di tengah rimba sarang penyamun. Sebenarnya siapakah dia? la lebih heran lagi, sewaktu mendengar suara Rawayani menegur dengan ramah.
- Paman ! Apakah paman bermaksud menyampaikan sesuatu kepadaku ? - Menilik ucapan Rawayani, agaknya gadis itu sudah terlalu mengenal Tameng.
- Anakku, mari kita mencari tempat duduk yang enak - sahut Tameng memanggil Rawayani dengan anakku.
Pelahan-lahan Gemak Ideran menghampirinya.Pada waktu itu, Rawayani berkata:
- Gemak Ideran, mari kuperkenalkan. Dialah yang mengasuh diriku semenjak kanak-kanak. -
- Ah. - Gemak Ideran tercengang. Tiba-tiba ia seperti memperoleh suatu penerangan. Berbagai bayangan berke-lebatan di dalam benaknya. Kelebatnya bayangan yang menakutkan. Rupa Tameng sengaja dipasang di tepi sungai Brantas untuk menghadang dirinya. la bersikap baik dan memberi petunjuk- petunjuk yang berharga.
Kecuali situasi Ibu Kerajaan, juga ten tang kegiatan Cing Cing Goling. Tanpa petunjuknya, dirinya tidak mungkin sampai ke perkampungan .Cing Cing Goling. Tetapi semuanya itu terjadi atas perintah Rawayani. Siapa lagi kalau bukan dia? Bila demikian halnya, maka dirinya sudah diincar Rawayani semenjak lama. Untuk apa? Pastilah Rawa yani mempunyai rencana yang sangat jauh. Dan ! Tiba-tiba ia merasa sedang dilibat rencana iblis yang licin luar biasa. Pada detik itu pula, rasa takutnya terhadap Rawayani kambuh lagi. Namun betapapun juga, Gemak Ideran adalah seorang pemuda yang berjiwa satria. Ingin ia memperoleh kejelasan sampai tuntas. Segera ia menghampiri Rawayani. Tetapi belum lagi ia sempat membuka mulutnya, terdengar suara Rawayani minta keterangan kepada Tameng:
- Paman! Apakah paman yang membawa Guntur ? -
- Ya, - sahut Tameng dengan suara tak berdosa.
- Ah pantas, Guntur jadi penurut. Tetapi kenapa paman membawa beberapa orang ? -
- Bukankah orang-orang kita sendiri? -Tameng heran.
- Orang-orang kita bagaimana? -Rawayani tidak me-ngerti.
Tameng tidak segera menjawab. Setelah menimbang-nimbang sejenak, ia berkata:
- Kakakku Jayadiguna dulu adalah pengikut Pangeran Blitar. Setelah Ratu Sumarsana dan Pangeran Mangkunegara dibawa kembali ke Kartasura, dia melanjutkan perjuangan-nya melawan pemerintahan yang tidak adil. Disinilah dia mendirikan markasnya. Sayang, pada hari tuanya di akena bujuk Cing Cing Goling. Cing Cing Goling berkata, diri-nyapun ingin menumbangkan pemerintahan boneka Belan-da. Yang dimaksudkan tentunya Paku Buwana II. Kakakku kena dilagui dan dia membiarkan ar -buah Cing Cing Go-ling bermarkas di sini. Dengan menyamar sebagai anak-buahnya yang berjumlah kira- kira duaratus orang, aku men-coba mengingatkan Cing Cing Goling. Untuk m yakinkan-nya, terus terang saja aku memerlii an bantu an nona. itulah sebabnya, sengaja aku membawa Guntur kemari. Akan tetapi. ... - sampai disini Tameng menghela nafas panjang.
- Cing Cing Goling bertindak lebih jauh. Dia ki-ni bekerja sama dengan laskar Sunan Garendi. Seorang ko-mandan laskar Sunan Garendi be mania In Tiong, membawa empat ratus laskarnya. Di antaranya terdapat Tiat Seng dan perwira-perwira istana yang berkhianat. In Tiong ha-nyalah seorang jenderal. Tugasnya hanyalah mengamankan wilayah. Akan tetapi ada seorang pendekar yang berke pandaian tinggi dan berbahaya. Dialah adik Haria Giri. Nama-nya, Kyahi Lajuguna, Kalau dia sampai bisa bekerja sama dengan Cing Cing Goling, sungguh berbahaya.
Perjalanan kita untuk menuntut dendam, tidak akan berhasil. Sebab dengan pertolongan Kyahi Lajuguna, dia bisa mencapai ilmu Ba tu Panas sampai tingkat sembilan. di dunia inu siapakah yang dapat menumbangkan kesaktiannya ? -
- Apakah kepandaian Lajuguna berada di atas Haria Giri? - Rawayani menegas.
- Bukan begitu. Akan tetapi sebenarnya dia termasuk kaum lurus. Cing Cing Goling sangat mem butuhkan aliran himpunan tenaga sakti kaum lurus. Kalau tidak demikian, dia bakal tersesat. (baca : magis) Selamanya, kaum sesat ingin mengalahkan yang lain. Ingin berkuasa seorang diri,Hal itu disebabkan kadar himpunan tenaga saktinya yang tersesat. -
- Hm. - Rawayani berpikir kcras. - Dia adik seperguruan Haria Giri. Mengapa sudi bekerjasama dengan Cing Cing Goling?
Apakah karena ingin menumbangkan perguruan kaum Sondong Landeyan? -
- Kukira begitu. Agaknya, ilmu perguruan Haria Giri tidak akan pernah tenteram hidupnya, manakala perguruan aliran Sondong landeyan masih berdiri di atas bumi. Pendek kata, baginya di dunia ini tidak boleh ada dua mata hari. Kaumnya atau golongan Sondong Landeyan yang hidup.-
- Baiklah. Apakah paman bisa mengantarkan karni ber-dua melabrak mereka?.
- Tentu saja. Hanya saja, kita harus berhati-hati. Lembah ini aneh sifat dan keletakannya. Di balik lembah ini, nona akan melihat sebuah lapangan luas mirip sebuah halaman. Di situlah markas mereka berada.-
Selama itu, Gemak Ideran bersikap mendengarkan. Teringatlah dia, Rawayani anak keturunan Bupati Bondowoso sampai Kediri. Sekarang ada seseorang yang bernama Jayadiguna memberontak mela wan raja. Dan orang itu ada sangkut-pautnya dengan kedudukan Rawayani. Hal itu bukan mustahil Hanya munculnya nama Kyahi La-juguna itulah yang mengherankan.
Benarkah dia bertujuan untuk memusnahkan kaum Sondong Landeyan? Menilik tutur-kata Tameng, Kyahi Lajuguha seorang sakti yang di-segani Cing Cing Goling. Padahal adik seperguruan dan murid-murid Sondong Landeyan tidak begitu hebat. Mereka tidak Ijerdaya menghadapi Blandaran, salah seorang adik- seperguruan Cing Cing Goling. Apakah Kyahi Lajuguna segan terhadap Pitrang, putera pendekar Sondong Landeyan yang kabarnya memiliki pedang mustika Sanggabhuwana?
Selagi ia berpikir demikian, terdengar suara Rawayani berkata kepadanya:
- Gemak Ideran kau ingin melabrak orang-orang itu? Nah, inilah saatnya. Sekarang aku tidak hanya mengizin kan, tetapi ikut serta pula. -
Gemak Ideran tercengang. Menegas:
- Kenapa?—
- Karena orang-orang itu, musuhku pula.-
- Tetapi mengapa aku tidak kau ijinkan membantu kaumku? - Rawayani tersenyum. Menjawab.
- Aku tidak merendahkan kepandaianmu. Tetapi pada saat ini, engkau belum dapat berhadap-hadapan dengan mereka secara terang terangan Kecuali kalau kau kelak sudah mempunyai kepandaian sempurna.- ia berhenti mengesankan. -Tunggu satu bulan lagi, setelah engkau menemani aku. Aku tidak perlu membawa-bawa pedang Sanggabhuwana sebagai isyaratnya. Bukankah aku.-
- Apakah Kyahi Lajuguna menginginkan pedang itu pula? - Gemak Ideran memotong.
- Apalagi kalau bukan perkara pedang? Pedang mustika itu kini berada di tangan Pitrang. Maka pemuda itulah yang menjadi incarannya. -
- Mengapa tidak langsung saja merampasnya? -
- Mungkin ia pernah menumbuk batu. Karena itu tidak perlu kita takut kepadanya. -
Tak terasa Gemak Ideran mengangguk. Di dalam hati ia kagum. Gadis itu bisa dengan cepat megambil kesimpulan. Mencoba :
- Kau ingin membawa aku untuk menyertaimu. Mengapa? -
- Ih! Kenapa kau jadi resek?.— damprat Rawayani. - Bukankah aku pernah menjelaskan maksudku? Meskipun tanpa membawa pedang Sanggabhuwana, dapat aku menerima petunjuk- petunjuknya untuk melawan kesaktian ilmu Batu Panas.Tetapi karena begitu luasnya, aku memerlukan seorang teman yang dapat kupercayai dan saling mengandal. - Memang Gemak Ideran pernah menerima penjelasan itu. Namun mendengar istilah saling mengandal, tak urung bulu kuduknya masih saja meremang. Entah apa sebabnya, ia merasa takut terhadap gadis itu. Padahal Rawayani seorang gadis yang cantik luar biasa. Otaknya cerdas, tindakannya tegas.
Tetapi cara berpikirnya ganas. Sedikit-sedikit ia main bunuh. Tangannya gapah dan gemar meng-gunakan racun. Inilah yang tidak disenangi Gemak Ideran.
- Rawayani, kau mengijinkan aku menolong laskar Madura, bukan? - ia berkata.
- Ya.Mengapa? -
- Justru demikian, aku tidak ikut pergi. Biarlah aku berada di sini. -
Sekatang Rawayani yang ganti tercengang. la tidak mengerti cara berpikir pemuda itu. Sahutnya menegas: -Sebenarnya apa maksudmu? -
- Tidak mempunyai maksud apapun. Pendek kata, selajna engkau dan Tameng masih berahasia kepadaku, aku tetap orang luar. - Gemak Ideran memutuskan.
Rawayani terheran-heran. Setelah menatap wajah Gemak Ideran, ia tertawa pelahan. Berkata:
- Tentang hal apa yang masih kurahasiakan kepadamu?- - Aku bertemu Tameng di atas perahu. Dia berlagak seperti seorang tolol. Mengaku pedagang keliling pula. Akan tetapi mengetahui segala hal. -
- Apakah salah?- bantah Rawayani. - Apakah ada undang- undang negeri yang melarang orang ganti nama dan ganti pekerjaan? Kau sendiri apa jawabanmu kalau ditanya orang tentang pekerjaanmu? -
Dibantah demikian, mendadak saja Gemak Ideran tergugu. Tak pandai ia menjawab. Di dalam hatinya, memang ia tidak dapat memberi keterangan bila ditanya orang apa pekerjaannya? Dan apa perlu keluyuran sampai ke Jawa Tengah . Memang belum pernah ia berbohong terhadap siapapun, apabila dipertanyakan siapa dirinya. la selahi menyebutkan nama dan asalnya.
Hanya saja, barangkali ia keberatan manakala disuruh menerangkan apa perlunya berangkat ke Kartasura. Diah Windu Rini sendiri merahasia-kan maksud perjalanannya. Bahkan Niken Anggana pula. Meskipun jujur dan berhati polos, belum pernah ia mendengar gadis itu menyebut-nyebut nama ayahnya di hadapan orang ban yak. Kecuali setelah berhadapan langsung dengan orang-orang yang sudah mengenal siapa dirinya. Selagi ia berenung-renung, Tameng berkata:
- Raden, maafkan daku. Semuanya kulakukan demi kebaikan anda. Apakah anda menginginkan keteranganku?- - Sudahlah, sudahlah tidak perlu. - Gemak Ideran mengalah.
Sebab, meskipun tidak diterangkan, ia sudah dapat menduga sembilan bagian. Tameng mestinya bawahan keluarga Rawayani yang ikut serta meratakan jalan demi menuntut dendam majikannya terhadap Cing Cing Goling. Tentunya dia tahu pula rencana Rawayani yang akan berangkat menghadap seorang sakti yang diinginkan. Karena ilmu sakti itu demikian luasnya, Rawayani memerlukan se-seorang yang bisa diandalkan.
Kebetulan, dialah yang di-pilihnya. Menurut Rawayani dulu, karena dia putera seorang fedipati yang gugur oleh Kompeni. Tenrunya semangat menuntut dendam, besarnya sama'dengan dirinya
- Tidak, tidak! - ujar Rawayani setengah berseru. - Hari perjanjian makin dekat. Aku mengharapkan semua-nya jadi jelas untukmu. Biarlah aku yang meluruskan.-
Terima kasih, Rawayani. Kurasa tidak perlu lagi. Aku sudah mengerti jelas. Lebih baik, mari kita pusatkan perhatian kita untuk melabrak orang-orang yang ingin menggunakan kesempatan dalam kesempitan.-
- Bagus! ~ Rawayani setengah bersorak. - Kau tidak merasa lagi sebagai budakku, bukan?
Gemak ideran tersenyum lebar. la menatap wajah Rawayani. Gadis itupun balik menatap wajahnya dengan rasa puas. Selagi demikian Tameng berkata: - Yang bertempur melawan laskar Madura, anak-buah In Tiong. Mereka sengaja memancing laskar Madura masuk ke dalam perangkapnya Celakalah laskar Madura, manakala tidak cepat- cepat mendapat bantuan -
- Mereka berjumlah empat ratus ditambah anak-buah Cing-Cing Goling. Bantu an dari mana yang kau harapkan? - tanya Gemak Ideran.
- Di dalam markas masih terdapat pejuang-pejuang lurus. Mereka akan siap membantu, asal yakin mereka akan menang. -
- Caranya? —
- Aku akan mengangkat tangan manakala bersua dengan kaki- tangan Cing Cing Goling atau laskar In Tiong. Selanjutnya, bagaimana cara membereskan terserah anda.-
Gemak Ideran nampak perihatin. Tameng memang mencanangkan semangat tempur yang tinggi. Tetapi jumlah musuh begitu banyak. Sedangkan dia hanya tiga orang. Kalau saja laskar Jayadiguna langsung membantunya, ada harapan. Bukankah mereka berjumlah dua ratus orang?
- Kau takut? Aku tidak takut. - ujar Rawayani. - Jumlah orang belum menentukan kalah dan menang. Lihat saja nanti. -
Gemak Ideran tercengang. la melirik kepada Tameng. Tameng pun bersenyum cerah. Dan melihat kesan wajah Tameng yang cerah, suatu ingatan berkelebat dalam benak-nya. Apakah Rawayani akan menggunakan racun? Kalau dia menggunakan asap beracun seperti yang pernah dila-kukan di perkampungan Cing Cing Goling, memang bisa menolong. Akan tetapi cara demikian, dinilainya kurang tepat.
Untuk sampai pada dataran medan pertempuran, ternyata harus melalui jalan yang melingkar. Lalu dengan tiba-tiba menurun semacam menyusur jalan setapak bertebing tinggi. Sewaktu tiba di jalan buntu, Tameng mema-suki sebuah terusan. Dan mulai di sini. Tameng memberi isyarat agar siap tempur.
- Di luar terusan nona akan segera memasuki daerah pertempuran tadi. Aku berdoa, semoga nona berhasil men-cerai- beraikan sarang persembunyian mereka. Setelah nona pecahkan, silahkan balik mengarah ke barat. Di sana terdapat dataran rimba semak semacam perkampungan. Di balik batu-batu yang mencongak, terdapat semacam perkampungan yang dilindungi lebat dedaunan. Nah, di situlah terletak markas mereka. Ingat, aku akan selalu mengangkat tanganku bila bertemu dengan lawan. Mereka ten tuny a mengira gerakan salam persahabatan Silahkan, nona meng-ambil tindakan secepat mungkin. Jangan beri mereka ke-sempatan bergerak atau bersuara. -
Rawayani mengangguk. la tidak perlu nasehat lebih jauh lagi. Setelah Tameng menghilang di balik tebing gu-nung di balik terusan, ia berkata kepada Gemak Ideran : - Lebih baik kita memencar. Jumlah mereka besar. Akan tetapi jangan takut! Tameng tahu tugasnya Dia pasti akan membakar markasnya untuk membuat mereka kacau dan bingung. Pada saat itu, las kar paman Jayadiguna sudah dapat dibujuknya.
Mereka tentunya mengira, jumlah kita banyak pula.-
Diam-diam Gemak Ideran mengagumi cara bekerja Rawayani. Mendengar kata-katanya, semenjak dahulu Rawayani bekerja bukan seorang diri. la dibantu oleh pengikutnya. Pada saat ini baru Tameng seorang yang muncul. Bukan mustahil jumlahnya banyak, termasuk Jayadiguna. Mungkin lebih banyak lagi. Mereka bekerja dengan diam-diam.
Maka pantaslah Rawayani tidak takut menghadapi Cing Cing Goling yang mempunyai jumlah murid hampir sekampung Dan memperoleh kesirnpulan demikian, hati Gemak Ideran mantab. Jayadiguna tentu akan membantu dari dalam. Dengan begitu, Rawayani tidak perlu merobohkan lawan dengan racun yang dianggapnya tadi kurang tepat.
- Jangan-jangan ayah gadis ini masih hidup. Kabarnya dia seorang bupati - pikirnya di dalam hati. - Kalau benar begitu, bukankah gadis ini mirip seorang panglima perang yang memimpin ratusan laskar yang bergerak bagaikan bayangan hantu? Dia , hebat! -
Sementara itu, ia membiarkan Rawayani berlari-larian mengambil jalan ke samping. la sendiri memu tuskan hendak menyerang gerombolan In Tiong dari belakang. Dengan cepat ia menghampiri sebuah ketinggian dan mengintip dari balik batu. la melihat gerakan Rawayani yang cepat bagaikan bayangan. Pada ketinggian pertama, dapat ia melewati tiga orang penjaga yang bersembunyi di balik belukar Tetapi pada ketinggian kedua, ia kepergok. Tiga orang memanahnya dengan berbareng. la membalas dengan jarum beracunnya yang berbahaya. Dan ketiga orang itu mati terjengkang tidak sempat memekik.
Karena terhalang, Rawayani bergerak dengan hati-hati. Tiba-tiba seorang muncul dengan berjalari mundur. Pandang matanya mengarah ke medan pertempuran. Inilah makanan empuk. Sebat luar biasa, Rawayani menimpuk-nya. Dan orang itu mati tengkurap menggabruk baru. Cepat ia mengham piri dan menanggalkan baju serta tanda pengenalnya Setelah dikenakan, ia melanjutkan tujuannya.
Menyaksikan hal itu, terbangunlah semangat tempur Gemak Ideran. Masakan dirinya tinggaf menjadi penonton saja? Terus saja ia lari ke depan mendekati medan. Pada tikungan pertama ia mendengar suara orang menegor :
- Kusen! Mengapa di sini? Ambillah tempat di sebc-lah kanan! Pendek kata jangan biarkan kambing-kambing Madura hidup. -
Panas hati Gemak Ideran mendengar orang itu menyebut orang Madura sebagai kambing. Terus saja ia melompat dari balik dinding aling dan melontarkan pukulan telak. Kedua orang itu roboh terjungkal. Gemak Ideran meniru Rawayani. la menanggalkan pakaian mereka. Lalu menge- nakannya yang cocok dengan ukuran badannya Setelah itu, ia maju lagi pada ketinggian berikutnya.
Untuk yang pertama kali itu, ia menghantam musuhnya dengan telak dan bernafsu. Entah -mad entah tidak, tetapi mereka berdua tidak berkutik lagi. Darah segar mengalir ke luar mulutnya.
Mungkin sekali, biasanya laskar tentara tidak mempunyai kepandaian ilmu sakti. Bukan mustahil dia mati kena hantaman telak seorang pendekar berkepandaian tinggi seperti Gemak Ideran. Tetapi bagi Gemak Ideran sendiri, petistiwa itu mempunyai kesa nya sendiri.
Cap ! Tiba-itiba sebatang panah menancap pada batu di sampingnya. la terperanjat. Pastilah yang melepaskan anak panah seseorang yang bertenaga besar. Seketika itu, rasa ragunya sirna. Teringatlah ucapan guru nya-, di dalam medan perang hanya ada dua pilihan. Membunuh atau dibunuh. Sebab medan perang buKan sebuah surau tempat berkhot bah. Seketika itu juga, terbangunlah semangat tempurnya. Dengan cekatan ia mencabut anak panah itu dan dilontar-kan baUk. Terdengar kemudtan jeritan kesakitan Seorang laskar roboh melintang jalan setapak. Dia seorang bumi-putera yang mengenakan pakaian seragam. - Hm para perajuntnya ternyata terdiri dari kaum kita. - pikir
Gemak Ideran. - Barangkali hanya In Tiong dan beberapa pembantunya terdekat saja, yang bukan orang-orang kaum kita. -
Gemak Ideran maju terus. Medan di depan matanya nampak buram dan suram tertutup kabut tebal. Suasana alam itu menolong dirinya. Apalagi ia mengenakan samaran. Gerakahnya leluasa Siapapun tidak mengira, bahwa seorang lawan berada di belakang punggung mereka.
Rawayani sendiri, sementara itu sudah merobohkan belasan laskar In Tiong. Mereka iadi berkurang jumlahnya tanrpa sepengetahuan komandannya .
Tetapi betapapun juga jumlah mereka terlalu banyak. Tidak mungkin mereka berdua membina sakannya. Kecu-ali apabila terjadi suatu keajaiban. Umpamanya laskar Jayadiguna tiba-tiba ikut menerjang dari belakang. Mung-k ink ah itu? Gemak Lderan tahu, hal itu mustahil bisa terjadi begitu cepat.
Jayadiguna dan sekalian laskamya menurut Tameng, sudah berada di bawah pengaruh Cing Cing Goling. Selain itu masih ada laskar In Tiong yang berjumlah besar. Mustahil Jayadiguna berani melabrak mereka. Kalau sampai kalah, mereka akan bersarang di mana lagi? Maka satu-satunya jalan hanya mengisiki orang-orang Madura agar mengundurkan diri secepat- cepatnya sebelum terjebak akal musuh. Memperoleh pikiran demikian, Gemak Ideran maju lagi. Tekadnya hendak memasuki medan, senyam pang alam sekitar lembah itu tertutup kabut tebal. Bukankah tujuannya memasuki sarang itu semata-mata untuk menolong laskar Madura ?
Hebat cara bekerjanya pemuda itu. Karena sudah mem-peroleh pegangan, kini ia menerjang musuh tanpa ragu-ragu. Tidak hanya menggunakan keampuhan pukulannya saja, tetapi kini bersenjata golok. Hanya dalam beberapa saat saja, ia sudah melukai belasan laskar Garendi. Dari arah samping terdengar pula teriakan-teriakan pilu. Itulah akibat bola asap racun Rawayani yang menghajar siapapun yang menghalangi Sifat senjata beracun Rawayani aneh dan ganas. Sebelum korbannya mati kejang, ia menderita kesa-kitan luar biasa. Dan mendengar teriakan mereka yang terkena bola asap beracun itu, rekan- rekannya kaget dan ketakutan.
- Hai! Apa yang terjadi? - terdengar teriakan mereka smbung menyambung.
Rawayani benar-benar ganas. Sama sekali ia tidak mem-beri kesempatan mereka untuk berpikir. Pada detik beri-kutnya, kembali lagi ia melemparkan bola-bola beracunnya yang memakan korban tidak terhitung. Bola beracun Rawayani mengeluarkan asap setiap kali meledak. Sedang-kan udara di atas lembah itu, tertutup kabut. Keruan saja, udara kian gelap. Dalam kegelapan itu, belasan jarum beracun melesat ke seluruh penjuru mencari korbannya. Tetapi yangjauh lebih berbahaya adalah asap beracun itu sendiri yang kini beraduk dengan kabut. Barangsiapa menghirup nafas, beberapa waktu kemudian mati berkelejotan.
Gemak Ideranpun tidak tinggal diam. la berdiri tegak di atas ketinggian dan berseru dalam bahasa Madura :
- Teman-teman setanah air! Serbu dan cepat mundur !-
Setelah berseru demikian ia cepat-cepat berlindung di balik batu untuk mengelakkan sambaran senjata lawan. Bukan mustahil di antara mereka terdapat senapan-senapan bubuk yang sangat berbahaya. Syukur, laskar Garendi rupanya tidak memiliki senapan. Mereka menggunakan sen-jata-senjata tradisi. Paling- paling anak panah yang ber-terbangan bagaikan burung menyambar sasarannya.
Mula-mula pimpinan laskar Madura ragu-ragu mendengar seruan Gemak Ideran. Teman atau akal lawan? Meskipun demikian, seran itu sendiri menarik perhatiannya. Sebab ia melihat suatu kekacauan yang terjadi dalam barisan lawan. Tiba-tiba ia melihat suatu kesibukan lagi. Api menyala terang di belakang kubu-kubu lawan. Kemudian terdengar teriakan-teriakan nyaring. Laskar lawan yang bersembunyi di belakang batu-batu pegunungan, mencongakkan diri. Di antara mereka ada yang roboh terguling dengan mendadak.
- Mundur! - terdengar aba-aba lantang Laskar Garendi bergerak mundur. Mereka berlompatan ke luar dari kubu-kubunya. Tetapi rupanya jalan mundur ada yang menghadang. Karena itu, mereka bergerak ke arah barat. Lagi- lagi belasan orang roboh terguling. Dan menyak-sikan hal itu, pemimpin laskar Madura tidak ragu-ragu lagi. Tentunya telah terjadi sesuatu yang menguntungkan pihak-nya. Terus saja ia berteriak sambil mengacungkan pedang-nya :
- Serbuuuu ! -
Sebenarnya apa yang sudah terjadi? Itulah perbuatan Tameng dan Rawayani. Seperti diketahui, tatkala Rawayani dan Gemak Ideran bergerak mendekati kubu-kubu per-tahanan laskar Garendi, Tameng mengambil jalan samping mencari teman- temannya yang bekerja sebagai anak buah Jayadiguna. Tameng tahu, tidak mungkin ia dapat membu-juk kakaknya agar berbalik melawan kaki-tangan Cing Cing Goling dan Kyahi Lajuguna.
Karena itu ia hanya membawa enam belas orang kepercayaannya. Mereka diperintahkan membawa jerami-jerami kering alas tidurnya dan panah api% Dengan membawa enambelas orang itu, Tameng me-nyusul Rawayani.
Melihat Rawayani sudah bekerja mem-binasakan musuh, segera ia memerintahkan teman-temannya menebarkan jerami-jerami kering. Lalu dibakarnya. Setelah api menyala di mana-mana, enam orang diperintahkan melepaskan panah-panah api menembaki musuh. Lain-nya bertugas membuat keributan dengan berteriak-teriak kalap sambil memukul gembreng yang berisik. Dan pada saat itu, Rawayani makin merajalela. Melihat laskar Garendi mulai kacau, ia tinggal menyebarkan bola mautnya yang merenggut belasan musuh dengan mudah.
Laskar In Tiong benar-benar kacau-balau. Apalagi pada saat itu laskar Madura mulai menyerbu. Tidak dapat lagi komandan- komandannya menguasai anak-buahnya. Mula-mula mereka ingin balik ke markas, akan tetapi kena hadang teman-teman Tameng yang kurang jelas berapa jumlahnya. Mereka kenal, panah api itu adalah milik kawanan Jayadiguna.
Apakah mereka berontak? In Tiong taliu, Jayadiguna sudah semenjak lama dipaksa menyerahkan markasnya.-Tentunya dia mencari kesempatan untuk merampas markas-nya kembali. Itulah dugaan In Tiong. Karena itu, ia memerintahkan laskarnya lari ke arah barat menuju Kartasura. Akan tetapi di luar dugaan Rawayani menghujani mereka dengan bola mautnya. Memang, bola maut Rawayani tidak dapat membinasakan seluruh laskarnya.
Meskipun demikian, laskarnya rusak. Dalam keadaan kacau balau itu, laskarnya menjadi sasaran senjata-senjata laskar Madura, kawanan Jayadiguna yang berontak dan bola beracun entah milik siapa.
Tetapi bagaimanapun juga, In Tiong adalah seorang pemimpin laskar yang berpengalaman. Dua tahun lamanya ia bertempur melawan Kompeni Belanda di Jakarta. Dia-pun mempunyai pengalaman cara melarikan diri dari penge-jaran musuh. Mulai dari Jakarta, menyusur pantai sampai ke Cirebon. Dari Cirebon sampai ke Pekalongan dan bertempur sepanjang jalan. Dan dari Pekalongan ke Karta sura. Karena itu, menghadapi serangan laskar Madura dan serang-an gelap, ia tidak gugup.
Setelah bertahan sambil lari mengarah ke barat, ia berhasil membebaskan laskarnya dari ancaman musuh. Sedikit demi sedikit ia membawa laskarnya menggeser ke arafr barat. Lalu bertahan di belakang lamping gunung. Sampai di sini laskar Madura tidak berani mengejarnya lagi.
Diam-diam Rawayani dan Gemak Ideran memuji kecer-dikan dan ketangguhan In Tiong. Caranya menarik dan menyelamatkan laskarnya boleh ditiru. Dia membawa laskarnya rhundur sambil berta han. Jika laskar Madura tidak tahu diri sampai berani mengejar melewati lamping gunung, pasti cela ka. Dalam gerakan yang cepat sekali In Tiong sudah mengatur jebakan. Barangkali dia di ilhami keberanian Kwan Kong, Lau Pi, si berangasan Thio Hui dan Khong Beng tokoh-tokoh hebat dalarn Sam Kok.
Dalam pertempuran itu, kedua belah pihak sudah kehilangan orang. Mayat mereka bergelimpangan di sepanjang sungai. Dan sungai yang tadinya mengalirkan air jernih, kini membawa warna merah.
Suasananya yang aman tente-ram berubah menjadi mengerikan. Apalagi didukung oleh kabut tebal yang menyelimuti seluruh bumi. Cahaya surya tidak kuasa menembus tirainya. Semuanya muram seakan-akan dunia sedang berduka Sementara itu Tameng sudah merasa menyelesaikan tugasnya. la menghampiri Rawayani. Berkata :
- Nona, kami terpaksa pergi. Tak dapat lagi bawahan kakang Jayadiguna tinggal di sini. Apakah nona masih me-merlukan Guntur? -
Rawayani tertawa. Tegurnya:
- Masih saja paman sering menanyakan sesuatu yang tolol? Tentu saja aku perlu. UntulTsementara bawalah Guntur kepada Partosimin. Berilah uang secukupnya. Juga bawalah kuda-kuda pemberian Yang seekor berada dalam goa sebelah timur telaga. Kabarkan kepada Ibu! Setelah beres, segera aku pulang. -
Tameng segera meninggalkan lembah itu dengan membawa enambelas orang bawahan kakaknya. Karena sudah mengenal jalan-jalan rahasia, sebentar saja ia sudah meng-hilang besama teman-temannya. ^lam pada itu Gemak Ideran masih saja berdiri tertegun-tegun inengawaskan medan pertempuran Mendadak mendengar suara mem-bentak-bentak :
- Siapa yang mengacau di sini? Siapa yang mengacau di sini? -
Seorang laki-laki berberewok tebal muncul dari balik hutan belukar. la mengenakan jubah merah, bersorban putih.
Perawakannya tipis, tetapi pandang matanya tajam luar biasa. Usianya kira-kira limapuluh tahun lebih. Seorang diri ia menghampiri Rawayani dan Gemak Ideran. - Hm. - dengus Rawayani, -
- Tentunya engkau yang disebut-sebut Kyahi Lajaguna .-
- Siapa kalian? - bentak orang itu. Memang dialah Kyahi Lajuguna yang melejit ke luar markas setelah men-dapat laporan adanya pengacau yang merusak rencana laskar Garendi. la berhenti sepuluh langkah di depan Rawayani dengan sikap siap tempur.
Rawayani tidak sudi menjawab. la malahan melempar-kan bola asap beracunnya yang pecah di udara. Lajuguna terperanjat. Di tengah alam yang berkabut, asap itu tidak nampak sama sekali. Tetapi ia melihat berkeredepriya belasan racun yang meluruk padanya. Pikirnya heran :
— Eh! Senjata apa ini ? -
la tidak takut, karena yakin kepada kesaktiannya sendiri. Mendadak ia mencium bau yang menyengat per-nafasan. Tahulah dia, senjata itu membawa asap beracun. Baginya tiada alasan untuk mundur. Bahkan ia ingin mema-merkan kesaktiannya. Tanpa menghiraukan asap beracun itu, ia menunggu sampai bola itu tiba di depan matanya. Lalu dengan jari-jarinya ia menyentil balik. Karena tenaga-nya sangat hebat, dapatlah ia menghancurkannya. Di luar dugaan bola maut Rawayani membawa sifatnya sendiri yang aneh. Begitu hancur, belasan jaruin yang berada di dalamnya bekerja dengan serentak. Jarum-jarum itu berham-buran menyusup di antara kabut tebal yang menutup seluruh alam. Baru sekarang Lajuguna terperanjat. Segera ia merasa-kan sesuatu yang menyesakkan pernafasan. Seluruh. tubuh-nya diselimuti rasa panas yang menyengat. Hebatnya, tak dapat ia menghindarkan diri dari serangan itu. la merasa seperti tersekap dalam goa api. Dan hawa panas itu menyusup terus melalui pori- porinya. Memang ia seorang sakti. Dapat ia menangkis hawa beracun macam apapun. Akan tetapi hawa panas yang menyengat itu tak dapat ditangkis-nya. Terpaksa ia mengerahkan seluruh semangat hidupnya. Untung himpunan tenaga saktinya hebat. Sekiranya tidak, dia tidak hanya tersengat hawa panas saja tetapi hawa beracun pula. Namun tak urung ia merasa kesakitan juga seolah-olah kena bakar sutut api.
Rawayani heran menyaksikan ketangguhan Lajuguna. Jelas sekali, bola mautnya mengenai telak. Tetapi Lajuguna tidak roboh atau terhuyung. Dia berdiri tegak bagaikan sebuah tugu batu. Di dalam hati ia membenarkan ucapan Tameng. Benar, kata hatinya. Kalau orang ini bekerjasama dengan Cing Cing Goling, sukar aku menuntut dendamku. Dia sangat tangguh dan tidak bergeming terkena racunku.
Lajuguna ternyata benar-benar seorang pendekar sakti. Meskipun lawannya seorang ahli racun, sama sekali ia tidak gentar. Hanya saja, hawa panas itu masih dapat menggang-gunya. Namun tak mau ia mundur. Apalagi kabur. Dia malah maju mendekat dengan maksud merobohkan lawannya. Sebat luar biasa tangannya menyambar. Dan meng-hadapi serangannya yang luar biasa, Rawayanipun tidak mau mengerti. la menghunus pedang pendeknya yang ber-lumuran racun. Pedang pendek yang sudah memakan kor-ban belasan orang pandai. Dan dengan pedang pendek itu ia menyongsong sambaran tangan Lajuguna. Gerakan pe-dangnya cepat pula mengimbangi kesebatan lawan.
Lajuguna tengah menyambar sewaktu pedang pendek Rawayani menyongsongnya. la merasakan suatu keanehan pula. Ujung pedang Rawayani seperti menghembuskan hawa panas. Karena sudah pengalaman, tidak berani lagi ia mengulangi kesalahannya. Dengan mati-matian ia meletik ke udara unruk mengelakkan. Lalu mendarat dengan ber-jumpalitan seraya mengibaskan kedua tangannya. Itulah semacam gempuran sakti yang istimewa. Sambil membu-yarkan hawa panas, ia melepaskan pukulan. Akibatnya ke-dua-duanya roboh.
Lajuguna memang sakti dan bertenaga kuat. Akan tetapi ia terlalu mengerahkan tenaga secara mendadak unruk mengelakkan tikaman pedang Rawayani. Begitu mendarat di atas tanah, tenaga letikannya masih mendorongnya sehingga ia roboh nyaris menggabruk tanah. Untung dalam detik-detik demikian, masih dapat ia menolong diri. Sekali lagi ia mengerahkan tenaganya.
Dan dengan gesit ia ber-jumpalitan untuk memunahkan tenaga dorongnya sendiri. Sebaliknya, tenaga Rawayani kalah jauh bila dibandingkan dengan tenaga Lajuguna. Kena hawa pukulan Lajuguna, ia terpental mundur dan tidak dapat menolong diri seperti Lajuguna. Inilah kesempatan bagus bagi Lajuguna untuk mem-balas tikamannya. Lantas saja ia melompat balik Tangannya menyambar hendak mencekuk lawannya yang beracun. Justru demikian, mendadak ia merasakan menyambarnya suatu gum pal an angin yang kuat. la terkejut. la tahu, pas-tilah seseorang yang memiliki tenaga sakti telah menye-rangnya. Karena perlu bertahan diri, ia membatalkan ni-atnya hendak mencekuk Rawayani. la melompat ke sam-ping sambil menendangkan kaki kananya. Tepat sekali lompatannya. Pada detik berikutnya ia melihat berkele-batnya sebatang golok lewat di sampingnya.
Itulah golok Gemak Ideran yang menyerang Lajuguna. Tikamannya semata-mata unruk menolong Rawayani. Dalam ha) ilmu golok ia termasuk ahli. Dibandingkan dengan Rawayani, tenaga saktinya menang beberapa tingkat. Tikaman goloknya tepat pula membidik sasarannya. Hanya saja goloknya tidak beracun. Walaupun demikian, andaikata bukan Lajuguna, ujung goloknya sudah menembus sasaran. Rawayani melihat dirinya tertolong. Cepat ia bangun. Se-bagai seorang gadis yang keras hati tak sudi ia mundur. Sebaliknya malah maju menerjang senyampang Lajuguna belum siap memperkokoh kedudukannya.
Kembali lagi ia menikamkan pedang pendeknya. Kali ini bukan dari depan, tetapi dari samping. Dengan demikian, rusuk Lajuguna terancam langsung.
Dalam keadaan terdesak, Lajuguna terpaksa menggu-nakan Ilmu Sakti Esmu Gunting. Itulah salah satu ilmu kebal yang terkenal pada jaman itu. ilmu kebal yang mampu melawan tusukan senjata tajam.
Tangannya menyambar dengan mengembangkan kelima jarinya. Tujuannya jelas. dia hendak meram pas pedang pendek Rawayani yang diang-gapnya berbahaya. Menyaksikan keberanian Lajuguna, Gemak Ideran tercengang. Diapun mengenal macam ilmu kebal. Tetapi bam kali ini ia melihat kebera nian seseorang yang sangat mengandal kepada ilmu kebalnya.
Sambil mem-bentak ia merangsak menyabetkan goloknya. Ingin ia meng-uji apakah ilmu kebal Lajuguna memang istimewa.
Kalau berani menangkis dengan tangan kosong, benar-benar jempolan.
Lajuguna sedang berusaha merampas pedang pendek Rawayani. Melihat berkelebatnya golok Gemak Ideran, tangan kirinya mengebas. la percaya Ihnu Sakti Esmu Glinting akan mampu mementalkan golok Gemak Ideran, mengingat pemuda itu masih sangat muda. Seumpama mempunyai ilmu saktipun masih mentah. Bukankah Rawayani tadi terpental roboh terjengkang begitu terpukul gempurannya? Tetapi ia salah duga. Meskipun masih muda, guru Gemak Ideran termasuk seorang pendekar kelas satu.
Diapun mengenal macam ilmu Jayakawijayan (baca ilmu kebal). Dengan sendirinya tahu pula bagaimana cara mela-wannya.
Maka tatkala ujung lengan jubahnya menyentuh ujung golok Gemak Ideran, malahan robek terantas. Meskipun demikian, berkat himpunan tenaga saktinya, Gemak Ideran terpental mundur empat langkah. Akan tetapi dia tidak roboh seperti Rawayani.
Lajuguna penasaran. Sama sekali tak diduganya, bahwa seorang pemuda semuda itu mampu menembus Ihnu Esmu Gunting.
Sekali lagi ia hendak mencoba. Kali ini ia meng-gunakan tendangan sakti yang disebut Ihnu Tapel Adam. Ilmu sakti Tapel Adam terkenal semenjak ratusan tahun yang lalu. Kekuatannya dipusatkan kepada ujung kaki. Barangsiapa kena tendangannya akan patah menjadi empat bagian. Akan tetapi, kali inipun Gemak Ideran bisa menga-dakan perlawanan dengan bagus dan tepat.
Sekarang tahulah ia, bahwa Gemak Ideran bukan sembarang pemuda. Di? harus hati-hati dan berwaspada, karena pemuda ini tidak boleh dianggap enteng.
Rawayani terbangun semangat tempurnya. Inilah untuk yang pertama kalinya, ia ditunjang Gemak Ideran. Lantas saja ia menyerang dengan hebat. Karena pedangnya senjata istimewa yang mengandung racun, maka setiap gerakannya menyebarkan asap beracun yang berbahaya. Mau tak mau Lajuguna merasa kuwalahan. la terpaksa bertempur dengan menahan nafas. Setiap kali merasa nyaris kehabisan nafas, ia menyerang Rawayani dengan pukulan beruntun. Lalu mundur menghirup nafas. Tetapi pada saat itu, Gemak I-deran justru merangsaknya dengan jangkauan goloknya yang panjang. Di dalam hati Lajuguna mengeluh. la merasa kelabakan diperlakukan lawan dengan cara demikian. Karena itu ia nekat membuka mulutnya untuk bernafas. Siapa tahu dengan cara begitu, racun tidak akan mengganggu paru-paru-nya. Namun lagi- lagi ia terkena serangan tak nampak yang bersifat lain. Seluruh tubuhnya tiba-tiba jadi panas.
Tak dapat lagi ia menahan diri. Terus saja ia melompat mundur menjauhi.
- Bagaimana ? — ejek Rawayani.
- Huh. — Lajuguna mendongkol.
- Kalau tidak cepat-cepat lari, tubuhmu akan terbakar hangus. Terserah, kau percaya atau tidak. —
Bagaimana mungkin Lajuguna membiarkan dirinya kena ancaman seorang gadis kemarin sore. Dari mendongkol, ia jadi geram. Terus saja ia melompat meneijang. la menduga Rawayani akan menyong songnya dengan pedang pen-deknya. Ia sudah mengambil keputusan. Jika Rawayani menyongsong kan pedang pendeknya, ia akan menendang Gemak Ideran ke samp ing agar memperoleh kesempa tan untuk merampas pedang terkutuk itu.
Tetapi untuk kesekian kalinya, ia kena diakali gadis itu. Rawayani sama sekali tidak sudi melayani. la malahan bergerak mundur berpura-pura keripuhan. Gemak Ideran yang berada di sampingnya yakin, gadis itu pasti mem-puny ai rencananya sendiri. Segera ia menerjang dari be-lakang punggung seakan- akan seorang gembala menggi-ring ternaknya ke arah tertentu. Rupanya Rawayani mundur mendekati tepi sungai. Di sini ia bertahan dengan sungguh-sungguh.
Rawayani yang cerdik memang sedang mengatur tipu. la tidak percaya, Lajuguna akan dibiarkan anak-buah Cing Cing Goling bertempur seorang diri. Lajuguna memang sedang mengejar. Anak-buah Cing Cing Goling mungkin masih berada jauh di belakang. Akan tetapi sebentar atau lama, bukankah mereka akan segera menyusul? Siapa tahu, mereka kini bahkan sudah berada di balik rimba belukar mempersiapkan barisan panah. Maka untuk menjaga segala kemungkinan, ia hams menjanhi rimba belukar itu sampai pada jarak tidak terjangkau sambaran anak - panah.
- Menurut Tameng, Cing Cing Goling sangat mem-butuhkan kehadiran Lajuguna. - pikir Rawayani.
- Lajuguna sekarang berada di sini. Bukan mustahil Cing Cing Goling berada di sini juga. Kalau dia tiba-tiba muncul, meskipun aku mempunyai sayap, jangan harap bisa kabur. -
Di tepi tebing sungai terdapat sebongkah batu yang runcing. Rawayani terdesak mundur sehingga terpaksa hingga di atasnya. Tubuhnya bergoyang-goyang, karena ia hanya dapat bediri tegak dengan sebelah kakinya. Inilah kesempatan bagus bagi Lajuguna. Terus saja melompat menerkam. Waktu itu golok Gemak Ideran sudah meng-ancam punggungnya. Tak sempat lagi ia menangkis atau mengelak, kecuali bila ia maju satu langkah lagi. Maka tangannya menyambar pedang Rawayani. Tetapi gadis itu benar-benar cerdik. Gerakan Lajuguna sudah termasuk pula dalam hitungannya. Begitu melihat golok Gemak Ideran hampir menyentuh punggung Lajuguna, ia yakin Lajuguna tidak dapat mundur lagi.
Pada saat Lajuguna menubruk, ia melejit ke samping sambil menusukkan pedangnya. Sebelah kaki Lajuguna sudah sampai pada batu itu. Dia kena an-caman golok Gemak Ideran berbareng pedang Rawayani dari samping. Secara wajar ia bergerak hendak menangkis. Justru demikian, pijakannya meleset. Dan ia tercebur di dalam sungai.
- Bagus, bagus! Ini namanya kura-kura aseli keluaran Gunung Lawu.- Rawayani bersorak gembira.
Lajuguna menggeram karena sangat mendongkol. Dengan sekali menjejakkan kakinya, ia melompat tinggi dan hingga di tepi sungai. Jubahnya basah kuyup. Benar-benar ia mirip kura-kura air tawar (bulus: Bah. Jawa). yang dipaksa keluar ke permukaan air. Tentu sekali wajahnya merah padam terjebak akal lawannya. Dengan mengerahkan tenaga saktinya ia melesat menerjang Rawayani.
Rawayani melompat mundur, tetapi cipratan air me-luruk bagaikan air hujan. la mendongkol. Justru demikian ia tahu betapa mendongkol Lajuguna. Sewaktu hendak me-makinya, Lajuguna mendahului. Teriak Lajuguna kalap : - Jika pada hari ini aku tidak dapat memotong-motong tubuhmu menjadi empat bagian, aku bersumpah tidak mau menjadi manusia lagi. —
- Hohoooo - Rawayani tertawa. - Bagus! Sumpahmu sudah kudengar. Nah jadilah kura-kura budukan ! -
Rawayani tidak hanya ahli racun saja, tetapi mulutnya jahil pula. Sebaliknya, Lajuguna selama hidupnya dihormati orang karena berkepandaian tinggi dan usianya sudah cukup tua. Sekarang ia kena diejek seorang anak kemarin sore sebagai kura-kua budukan. Keruan saja, dadanya serasa hendak melcdak.
Langsung saja ia menerjang dengan wajah mcrah padam.
Rawayani tidak takut. Dengan gesit ia menikam. Bersama Gemak Ideran ia membuat Lajuguna repot.Orang tua itu terpaksa menangkis atau mengelak berbareng membalas. Tetapi ia tidak bersen jata, sehingga serangan baliknya tidak begitu berarti.
Memang beberapa kali ia bisa membuat Rawa yani mundur terhuyung, namun pada detik berikutnya golok Gemak Ideran ganti mencecarnya sehingga ia tidak memperoleh kesempatan untuk bergerak lebih lanjut.
Seumpama dia bertempur satu melawan satu, Rawayani tidak berarti banyak baginya. Meskipun memiliki bermacam-macam racun, tetapi ia merasa sanggup men-cekuknya dalam tigapuluh gebrakan saja. Sekarang dia di-bantu Gemak Ideran yang tangguh. Mau tak mau ia merasa kerepotan. Hm, ia mendongkol. Lalu dengan pukulan berantai ia maju menerjang. Dalam hal Hmu Golok, ternyata Gemak Ideran sudah mewarisi kepandaian gurunya. Meskipun demikian, andai-kata dia bertempur melawan Lajuguna seorang diri, belum dapat ia berbuat banyak. Syukur, di sisinya terdapat Rawa yani. la tahu, musuhnya .segan terhadap racunnya. Tiba-tiba ia membentak hebat. Lalu bagaikan badai angin, go-loknya berkeredepan menyerang.
Lajuguna terperanjat. la sadar akan bahaya yang meng-ancam dirinya. Terhadap pemuda itu, tidak berani ia melawan secara berhadap-hadapan. Satu-satunya jalan, ia meng-adu kegesitan dan kecekatan. Begitu merasa terpojok ia melompat tinggi. di udara sambil melepaskan pukulan. Itulah pukulan istimewanya yang disegani lawan semenjak jam an mudanya. Pukulannya berpokok pada gempuran hawa yang tiada nampak.
Lengan jubahnya berkibaran ter-getar hawa saktinya. Bret! Adu tenaga tidak dapat dihin-darkan lagi. Sungguh aneh! Gemak Ideran memang dapat dipentalkan mundur dua langkah.
Sebaliknya ujung lengan jubahnya terpapas, bahkan sampai merobek sebagian. seketika itu juga, ia nampak seperti seorang pengemis rudin. Keruan saja, ia mendongkol berbareng heran. Benarkah pemuda itu mampu menerima pukulannya? Selagi demikian, Rawayani maju dengan pedang pendeknya yang istimewa. Terpaksalah ia melayani dengan menahan nafas.
- Anak haram! - makinya - Kalian benar-benar meng-hina diriku. Pada hal kalian pantas menjadi anakku.- Terhadap Rawayani, sama sekali ia tidak gentar. Dengan tangannya ia berani menyambar pedangnya. la yakin,tenaga Rawayani tidak akan mampu melukai dirinya.
Memang ia memandang rendah kepandaian Rawayani. la layak menjadi muridnya. Tetapi satu hal yang tidak pernah diduganya Meskipun tahu Rawayani mungkin sekali memiliki berbagai macam racun, akan tetapi bag aim an a sifatnya setanpun rnasih kelabakan. Demikianlah begitu tangannya menyentuh ujung pedang, tiba-tiba terdengar suatu letusan. Segumpal asap meletup nyaris menyerempet wajah. Dan pada detik berikutnya belasan jarum menyambar ke berbagai jurusan.
Layuguna terkejut setengah mati. Mimpipun tidak, bahwa di dunia ini terdapat semacam senjata racun yang memiliki tata-kerja begitu aneh. Terpaksalah ia mengguling diri demi menyelamatkan diri. Justru pada saat itu, Rawayani menyerang bersama-sama Gemak Ideran.
- Hoooeee .. - ia berteriak melengking.
Dengan mati-matian ia menyerang kalang kabut sejadi-jadinya. Berbareng itu, ia terus menggulungkan diri. Sekarang baru-lah ia merasa kecil hati. Pikirnya:
- Kapan lagi kala tidak sekarang? Lambat sedikit, aku bakal mati konyol. - Memikir demikian, segera ia melompat mundur dan melarikan diri masuk ke dalam lembah rimba belukar. Rawayani tidak mau sudah. Pedang pendeknya dipin-dahkan ke tangan kiri. la mengambil bola mautnya seraya memekik lantang :
- Hai kura-kura budukan! Sekarang rasakan peluruku!
Hati Lajuguna tercekat. la tahu, ancaman gadis itu bu-kan ancaman kosong. Pikirnya di dalam hati:
- Macam pe-luru beracun apa lagi yang bakal meluruk diriku ? - Belum berhenti ia berteka-teki atau ia melihat sebuah benda melejit ke udara. la mendongak dan benda itu meledak di dekatnya. Pada detik itu pula, penglihatannya jadi gelap. Belum lagi ia sempat menahan nafas, ia diuber belasan jarum berwarna keemas-emasan. la heran sekali. Pikirnya lagi:
- Senjata apa lagi ? -
Tentu saja ia tidak berdiam diri. Sebagai seorang yang berkepandaian tinggi, ia tahu apayang harus dilakukan. la mengayunkan tangannya dan memukul belasan jarum itu dengan pukulan tenaga hawa. Dan belasan jarum itu dapat dicerai- beraikan. Akan tetapi di luar dugaan, justru asap letupan itu yang berbahaya. Untung, dia sudah pe-ngalaman. Racun itupun tidak akan dapat mencelakai dirinya, selama ia menahan nafas. Maka cepat-cepat ia menahan nafas sambil menyiratkan pandang. Eh siapa tahu, Rawayani mengirimkan senjata susulan. Mendadak saja, kedua matanya terasa pedas luar biasa. Kali ini, dia benar- benar merasa tertipu. Ternyata asap peluru itu tidak meng-ancam paru-parunya, akan tetapi akan merusak matanya. Seketika itu juga, kedua kelopak matanya terasa panas dan pedas luar biasa. Tak dikehendaki sendiri, air matanya meleleh.
- Bagus, bagus! - terdengar Rawayani bersorak kegi-rangan di kejauhan. - Kura-kura buduk itu akhirnya mena-ngisjuga. -
Tidak dapat dilukiskan lagi be tap a panas hati Lajuguna. Hari itu ia merasa terjungkal habis-habisan. Menuruti kata hatinya, ingin ia menyerang balik. Namun kedua matanya begitu pedas, sehingga la perlu mengucak-ucaknya dulu. Kalau tidak, ia kehilangan pengamatan. Seluruh alam menjadi gelap pekat.
Celaka, pikirnya. Justru pada saat itu, ia mendengar suara Rawayani:
- Kau rasakan satu kali lagi. -
- Haet ! Permainan gila macam apa lagi perempuan jahanam ini. - maki Lajuguna di dalam hati.
Keadaannya sekarang sangat merugikan dirinya. Kedua kelompak matanya penuh dengan air mata. Tak dapat lagi, penglihatannya menembus kemuraman alam. Teringat betapa hebat tata-kerja bola maut dan jarum-jamman beracun Rawayani, dengan serentak ia melepaskan pukulan kalang-kabut.
Seluruh penjuru sampai keblat udara dipukulnya dengan ilmu saktinya. Maksudnya jelas. Dia ingin memukul balik senjata bola maut Rawayani. Di luar dugaan Rawayani justru tidak melepaskan bola mautnya. Akan tetapi dia mengeluarkan ketapilnya. Setelah diisi dengan batu, ia membidik kaki Lajuguna yang tidak beranjak dari tempatnya berdiri. Tak! Batu itu tepat mengenai mata kaki.
Keruan saja, Lajuguna mengiang-iang kesakitan. Walaupun kebal dan sakti, akan tetapi sama sekali ia tidak menduga bahwa Rawayani bakal membidik kakinya. Karena itu, kedua kakinya tidak dilindungi hawa saktinya. Terus saja ia lari melompat-lompat seperti seseorang takut kena libat seekor ular. Dan dengan berkaok-kaok dan menyumpah serapah, ia menghilang di balik rimba belukar.
24. ORANG ANEH
DENGAN PENUH haru, Gemak Ideran mengamati medan pertempuran. Belasan laskar Madura, mad atau men-derita luka berat. Rata-rata mereka tertembus anak panah. Sebaliknya, anak-buah laskar Garendi mati semua terkena senjata racun Rawayani yang istimewa. Mereka mati dan tidak menderita apapun.
Keadaannya beda jauh dengan laskar Madura. Meskipun menang perang, yang luka parah merintih dan mengerang. Menyaksikan kenyataan itu, Gemak Ideran berduka. la sendiri dikenal baik oleh Laskar Madura. Kecuali namanya termashur sebagai seorang pe- muda yang berkepandaian, diapun putera angkat Adipati Cakraningrat.
Panglima laskar sendiri bersedia mendengarkan saran-sarannya. Pemimpin laskar Madura, bernama Sampang. Dia seorang perajurit sejati. Kepada Gemak Ideran ia bersedia memberi keterangan. Seluruh laskar Madura dikerahkan untuk menolong Sri Baginda Paku Bhuana II. Adipati Cakraningrat memegang langsung pucuk pimpinan. Mendengar nama ayah-angkatnya disebut-sebut, semangat tempur Gemak Ideran bergelora di dalam rongga dadanya.
Ingin saja ia ikut serta memanggul senjata. Bertempur hidup atau mati untuk menggulingkan Sunan Garendi dari tahtanya.
Melihat belasan anak-buahnya menderita luka parah, dengan cepat Panglima Sampang memerin tahkan agar merawat mereka di rumah-rumah penduduk yang berada tidak jauh dari sungai.
Sedangkan yang gugur, dikebumikan pada suatu tempat agar tidak menyebarkan wabah penyakit. Syukur, penduduk sekitar lembah Lawu masih setia kepada rajanya.
Mendengar kabar laskar Madura me-masuki wilayah Kartasura untuk menolong rajanya, mereka bekerja dengan bergotong royong. Dengan sukarela mereka ikut merawat yang menderita luka parah. Yang sebagian ikut serta memakamkan yang gugur. Lainnya menyediakan makan-minum. Setelah itu, demi mengejar waktu, Sampang memerintahkan laskarnya melanjutkan perjalanannya. Waktu itu, matahari sudah mendekati petang.
Suasana di lembah Lawu cepat sekali menjadi gelap.
Gemak Ideran mengantarkan kepergian laskar Madura sampai di perbatasan. Setelah itu, barulah ia teringat kepada Rawayani. Hai, dun ana dia berada? Barulah dia teringat pada gadis itu. Hal itu disebabkan hatinya ikut serf a ber-tempur di pihak laskar Madura. Memang ia sangat perihatin dan mencemaskan laskar Madura yang menjadi bulan-bulanan sasaran bidikan anak-panah laskar In Tiong, Syukur tidak lama kemudian berkat bantuan Rawayani, laskar Madura terlepas dari bencana. Bahkan dapat mengundurkan laskar lawan. Tetapi In Tiong membuat jebakan baru.
Dan kembali lagi ia menjadi gelisah dan penasaran. Sedang begitu, ia kena libat Lajuguna. Bukan main mendongkol dan masgulnya. Andaikata memiliki kepandaian tinggi, ingin ia membunuh Lajuguna dengan sekali pukul agar dapat secepat- cepatnya mengisiki laskar Madura yang terancam perangkap. Itulah sebabnya pula begitu terlepas dari libatan Lajuguna, terus saja ia lari menghampiri seperti kanak-kanak menyusul ayah- bundanya. Pada saat itu seluruh perhatiannya semata-mata berada pada mereka sampai me-lupakan segalanya. Segera ia mengisiki Sampang. Lalu mem-bantu mengatur perawatan anak- buah yang luka berat. Tetapi begitu mereka berangkat melanjutkan perjalanan, kembalilah ia kepada kesadaran dirinya sendiri.
- Rawayani! Hai, kenapa aku melupakan dia ? - ia mengeluh dan merasa salah.
Dengan rasa cemas ia balik mencari tempatnya berada. Rawayani ternyata sudah meninggalkan wilayah sungai. Maka larilah ia ke kampung tempat para laskar dirawat. Siapa tahu Rawayani menyusul ke kampung itu. Di sini pun, jejak Rawayani sama sekali tiada. Sekarang ia be-nar-benar merasa salah dan menyesali keteledorannya. Bukankah semuanya ini terjadi berkat Rawayani Tanpa bantuan Rawayani, mustahil laskar Madura dapat merebut kemenangan. Tanpa bantuan Rawayani pula, mustahil ia dapat mengalahkan Lajuguna yang berkepandaian jauh lebih tinggi daripadanya.
Dalam pada itu, petanghari sudah beralih ke malam hari. Suasana di pegunungan gelap pekat. Tiada sesuatu yang dapat dilihat. Untuk melanjutkan perjalananpun, ia kehilangan tujuan. Lagipula ia belum mengenal wilayah itu. Apalagi dengan tujuan mencari Rawayani. Maka dengan memaksa diri ia menginap di rumah penampungan. Selagi ia berenung-renung menyiasati diri, seorang laki-Iaki datang menghampiri.
- Tuan muda, aku dititipi surat. - ujar laki-laki itu. Gemak Ideran tercengang. Menegas :
- Kau siapa ?-
- Sidin, tuan muda. Penduduk sini. -
- O pak Sidin. - Gemak'Ideran menyambut ramah. - Apakah tidak keliru ? Baru saja aku ke mari. -
- Pasti tidak keliru. Sebab yang titip surat menuding tuan muda, - - Siapa ? -
- Terimalah ! Katanya kalau sudah diterima, tuan muda akan
mengerti sendiri. -
Delapan bagian Gemak Ideran tahu siapa penulisnya. Siapa lagi kalau bukan Rawayani. Walaupun begitu, ia menegas lagi:
- Seorang puteri, bukan ? -
- Betul, tuan muda. -
Gemak Ideran merogoh sakunya dan mengeluarkan serenceng uang. Tidak banyak. Kira-kira nilainya lima-puluh sen. Akan tetapi pada jaman itu, cukup untuk mem-bayar upah seorang pekerja kasar. Dengan tersenyum Gemak Ideran mengangsurkannya. Di luar dugaan Sidin menolak. Katanya :
- Terima kasih, tuan muda. Aku sudah menerima upah. -
Setelah berkata demikian, Sidin segera meninggalkan tempat. Cepat sekali ia menghilang di kegelapan. Gemak Ideran tercengang. Inilah untuk yang pertama kalinya, pemberiannya ditolak or^ng. Kalau Sidin bukan orang jujur tentunya takut oleh ancaman Rawayani. Demikian-lah setelah tercenung sejenak, ia membuka surat. Isinya pendek saja :
Aku berjalan dulu. Kau masih mempunyai waktu tiga pekan. Tunggu di Jalatunda. Tunggu di Jalatunda, Gemak Ideran berkomat-kamit. Apakah maksudnya? Dia yang menunggu di Jalatunda atau dirinya? Kalimat itu masih berteka-teki baginya. Sebagai seorang satria, apapun akibatnya dia harus menetapi janji. Tetapi di mana letak Jalatunda, ia belum mengetahui. Maka perlu ia menunggu esok pagi untuk mencari kete-rangan. Selagi dia merenung-renung demikian, Sidin muncul kembali. Setelah memtymgkuk horrnat berkata :
- Apakah tuan muda hendak segera berangkat ? -
- Segera berangkat? - Gemak Ideran tercengang. - Sebenarnya kau ini siapa ? -
- Aku penduduk sini, tuan muda. Tuan muda bisa minta keterangan kepada Pak Lurah. Hanya saja aku dipesan nona itu. Perjalanan dari sini sampai ke Jalatunda memakan waktu tujuh hari. -
- Kau tahu di mana letak Jalatunda ? -
- Dari sini,»arahnya Selatan. - sahut Sidin sambil menuding arah.
-Tetapi tuan muda harus memutari gunung dulu. Ke Timur dulu, lalu sedikit demi sedikit membelok ke arah Selatan sampai tiba di Bulukerta. Ha, sampai di sana tuan muda bisa minta keterangan orang. -
- Kau pernah ke Jalatunda ? - Gemak Ideran menegas. - Belum. Tetapi pernah sampai di Bulukerta. Itu jaman mudaku. - sahut Sidin dengan tertawa menang. Mengalih-kan pembicaraan :
- Bagaimana ? Apakah tuan muda akan segera berangkat ? -
- Eh. - kembali lagi Gemak Ideran heran. - Seum-pama segera berangkat, apakah engkau akan laporan ? -
- Laporan ? - Sidin terbelalak tak mengerti. - Laporan kepada siapa ? Nona itu hanya pesan, tuan muda boleh mengambil kuda di tempatnya dulu. Kata nona, tuan tahu tempatnya. -
- Kalau tidak segera berangkat ? -
- Jangan lupa, perjalanan memakan waktu tiga pekan. Makin didengarkan kata-kata Sidin, Gemak Ideran ma kin heran di dalam hati. Tidak biasanya seorang dusun bisa berbicara selancar itu. Maka dengan sungguh-sungguh ia mengamat- amatinya. Lalu mencoba : - Kau pengikutnya, ya ? -
- Pengikutnya bagaimana ? -Sidin tercengang. - Aku hanya disuruh menghafalkan. Dan , maaf . apakah nona teman berjalan tuan muda? Dia begitu galak. Dia memaksa aku menghafal sampai .... sampai kepala rasanya .... -