Bangau Sakti Jilid 40

 
Jilid 40

"Ayoh!" sahut Pek Yun Hui. "Mari kita duduk di batu besar itu!"

Mereka bertiga duduk di atas sebuah batu besar, kemudian Pek Yun Hui menarik nafas panjang.

"Siao Tiap! urusanku di sini sungguh panjang kalau dituturkan Aku sudah bertemu adik Loan, dia bilang engkau menjaga di depan sebuah gua di dasar telaga kering, menunggu Co Hiong ke luar Tapi akhirnya engkau malah tiada jejak sama sekali, sebetulnya engkau pergi ke mana?

Tuturkanlah!"

"Sejak Bee Kun Bu mati. " "Siao Tiap!" potong Pek Yun Hui. "Apa yang akan kuberitahukan padamu merupakan kabar buruk semua, hanya ini yang merupakan kabar baik."

"Maksud Kakak Pek?" Na Siao Tiap keheranan "Kabar bahwa Bee Kun Bu tidak mati." Pek Yun Hui

memberitahukan

"Oh?" Wajah Na Siao Tiap langsung berseri, namun matanya berkaca-kaca menandakan gadis itu gembira sekali, "Sungguhkah itu? Apakah Kakak Pek tidak membohongi aku?"

Ketika menyaksikan sikap Na Siao Tiap, hati Pek Yun Hui seperti tertindih sebuah batu besar

"Siao Tiap!" Pek Yun Hui tersenyum "Apakah aku orang yang suka bohong?"

"Kalau begitu, berarti adik Loan omong sembarangan kan?"

Tidak juga." Pek Yun Hui menggelengkan kepala, "Dia memang menyaksikan kematian Bee Kun Bu dengan mata kepala sendiri."

"Kakak Pek! cepatlah tuturkan tentang itu!" desak Na Siao Tiap, "Aku... aku ingin mengetahuinya."

Pek Yun Hui tersenyum lagi, lalu menutur dari gua kristal, bagaimana cara Lie Ceng Loan menemukan Bee Kun Bu dan lain sebagainya.

"Ouh! Terimakasih pada Langit dan Bumi!" ucap Na Siao Tiap, kemudian bertanya, "Dia berada di mana sekarang?"

"Siao Tiap, kini giliranmu menuturkan pengalamanmu sahut Pek Yun Hui.

"Kakak Pek! Katakan dulu dia berada di mana seka rang!" desak Na Siao Tiap ingin mengetahuinya. Apa yang diucapkan Na Siao Tiap itu penuh mengandung perhatian dan dapat memastikan pula, bahwa gadis itu amat mencintai Bee Kun Bu, seperti yang dirasakan Souw Hui Hong.

Seketika juga Souw Hui Hong dan Pek Yun Hui saling memandang, kemudian diam-diam Pek Yun Hui menarik nafas.

"Bee Kun Bu berada di mana sekarang, aku pun tidak mengetahuinya," ujar Pek Yun Hui kemudian "Aku dan Nona Souw sedang mencarinya."

"Itu. " Na Siao Tiap tertegun "Bagaimana mungkin ?

"Panjang sekali kalau dituturkan." Pek Yun Hui menggeleng-gelengkan kepala, "Sekarang ceritakan apa yang engkau alami, meskipun secara singkat!"

"Memang sederhana sekali apa yang kualami, Karena tidak menemukan Co Hiong, maka aku bersama Hian Giok meninggalkan tempat itu. Sebab aku mengira Bee Kun Bu sudah mati, maka aku kembali ke tempat tinggal almarhumah ibuku, Namun kemudian aku khawatir kalian akan mencemaskan diriku, Oleh karena itu, aku lalu berangkat ke gunung Kwat Cong San. Kebetulan aku melewati tempat ini dan mendengar suara pertempuran Maka segeralah aku ke mari." Na Siao Tiap memberitahukan

"Kalau begitu, engkau sama sekali tidak tahu apa-apa kan?" Pek Yun Hui menarik nafas.

"Ya." Na Siao Tiap mengangguk "Aku memang tidak tahu apa-apa."

"Baiklah." Pek Yun Hui manggut-manggut "Aku akan menutur dari awal hingga kejadian tadi. "

MuIailah Pek Yun Hui menutur Na Siao Tiap mendengarkan dengan mata terbelalak Seusai Pek Yun Hui menutur, barulah Na Siao Tiap bertanya.

"Kalau begitu, kini ayahku masih tidak waras?" Tidak salah. Tapi aku sudah memperoleh rumput berdaun tujuh, Asal ayahmu dapat kita temukan, rumput ini pasti dapat menyembuhkannya."

"Ng!" Na Siao Tiap manggut-manggut, "Kakak Pek, rnenurutku, apa yang terjadi di gunung Kwat Cong San itu bukan perbuatan orang luar, pasti mereka bertiga tidak dapat menjaga ayahku, sehingga ayahku kabur."

"Aku pun berpikir demikian, Namun kini Giok Siauw Sian Cu sudah tewas, Bagaimana kejadian itu, sulit bagi kita menerkanya dengan pasti."

"Walau Giok Siauw Sian Cu sudah mati, tapi masih ada beberapa orang, Asal kita bertemu mereka, semuanya akan menjadi jelas." ujar Na Siao Tiap.

"Benar." Pek Yun Hui mengangguk "Oh ya! Apakah Hian Giok masih bersamamu?"

Na Siao Tiap bangkit berdiri, kemudian bersiul panjang memanggil Bangau Sakti itu.

Saat ini, hari mulai senja, Tampak langit agak kemerah- merahan, Terlihat sosok bayangan terbang laksana kilat ke tempat itu, yang kian lama kian mendekat, menyusul terdengar pula suara pekikan yang amat nya-ring. itu suara pekikan Hian Giok. Tak lama Hian Giok pun sudah hinggap di hadapan mereka.

"Hian Giok!" Pek Yun Hui membelai-belai lehernya. "Sudah lama kita tidak bertemu."

Hian Giok mengeluarkan suara, sepertinya gembira sekali. sedangkan Pek Yun Hui memandang Souw Hui Hong,

wajahnya diliputi sesuatu yang menyulitkan

Souw Hui Hong tergolong gadis cerdas. Begitu Pek Yun Hui memandangnya ia sudah dapat menerka apa yang dipikirkan Pek Yun Hui. "Kakak Pek!" ujarnya, "Aku meninggalkan Yang Sim Am, hanya ingin memberitahukan tentang Co Hiong, kini aku mohon pamit."

"Nona Souw!" Pek Yun Hui mengerutkan kening. "Tapi tenaga murnimu. "

"ltu tidak jadi masalah." Souw Hui Hong tersenyum "Masih banyak anak buah ekspedisi Thian Liong akan membantuku Kalau kalian sudah menemukan Bee Kun Bu, tolong beritahukan padaku, aku. aku sudah merasa puas,"

"Baiklah!" Pek Yun Hui manggut-manggut "Kami pasti memberitahukan Lagipula kami memang harus ke Toan Hun Ya, sebab Kui Goan Pit Cek itu masih berada di tangan Co Hiong."

"Nona Souw!" pesan Na Siao Tiap. "Meskipun Kai Thian Kauw Cu dan orang-orangnya sudah pergi, tapi mungkin mereka tidak akan menyudahi urusan ini begitu saja, Engkau harus berhati-hati!"

"Ya." Souw Hui Hong mengangguk "Kalian berdua pun harus berhati-hati, sebab Kai Thian Kauw Cu adalah ayah iblis-iblis itu, Tentunya dia akan menuntut balas atas kematian putra-putrinya."

"Ya." Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap manggut-manggut. "Selamat tinggal!" ucap Souw Hui Hong lalu melangkah

pergi.

"Sampai jumpa, Nona Souw!" seru Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap serentak

"Sampai jumpa!" sahut Souw Hui Hong, dan kemudian hilang dari pandangan Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap.

"Aaakh!" Mendadak Pek Yun Hui menarik nafas panjang, ia tahu Souw Hui Hong amat mencintai Bee Kun Bu, begitu pula Na Siao Tiap, Entah apa yang akan terjadi kelak gara- gara cinta! "Eh?" Na Siao Tiap menatapnya, "Kenapa Kakak Pek menarik nafas?"

"Oh!" Pek Yun Hui tersentak "Aku sedang berpikir, apakah kita dapat mencari Bec Kun Bu dan lainnya?"

"Kita bisa menunggang Hian Giok pergi mencari mereka, Bagaimana mungkin tidak dapat menemukan mereka?" sahut Na Siao Tiap.

"Ng!" Pek Yun Hui mengangguk dan menambahkan, "Kalau begitu, kita bermalam di sini, besok kita baru membicarakannya lagi."

Tidak!" Na Siao Tiap menggelengkan kepala. "Lho?" Pek Yun Hui tereengang, "Kenapa?"

"Malam ini juga kita harus pergi mencari mereka." sahut Na Siao Tiap, "Giok Siauw Sian Cu mati di tempat ini, maka aku yakin mereka berada di tempat yang tak jauh dari sini, Walau hari sudah gelap, tapi kita harus pergi mencari mereka."

"Baiklah." Pek Yun Hui manggut-manggut.

Akan tetapi, mereka tidak melihat apa pun di bawah, Na Siao Tiap menarik nafas panjang.

"Kakak Pek!" ujarnya sambil menggeleng-gelengkan kepala, "Kalau aku tidak pergi ke makam ibu, sebaliknya langsung ke gunung Kwat Cong San, mungkin peristiwa itu tidak akan terjadi."

"Sudah terjadi, tidak perlu disesalkan lagi." sahut Pek Yun Hui sambil tersenyum getir.

"Kakak Pek! Tahukah engkau kenapa aku pergi ke makam ibuku?"

"Aku tidak tahu, Beritahukanlah!H

"Kakak Pek adalah orang yang amat dekat denganku, Maka aku boleh memberitahukannya, Aku pergi ke makam ibuku hanya menyampaikan beberapa patah kata saja." "Bibi Cui sudah meninggal, maka apa yang engkau katakan, bagaimana mungkin almarhumah mendengarnya?" Pek Yun Hui menggeleng-gelengkan kepala.

"Almarhumah pasti dapat mendengarnya, Aku tahu, almarhumah pasti dapat mendengarnya," sahut Na Siao Tiap sungguh-sungguh.

"0ooh!n Pek Yun Hui menarik nafas, "Engkau berkata apa di hadapan makam ibumu?"

Na Siao Tiap ingin memberitahukan tapi mendadak dibatalkannya, kemudian ia hanya menjawab demikian

"Aku memberitahukan pada almarhumah, bahwa dia.,, dia sudah mati."

"Maksudmu Bee Kun Bu?" "Ya."

"Siao Tiap! Ternyata Bee Kun Bu tidak mati, Lalu engkau harus bagaimana?" tanya Pek Yun Hui mendadak

"Kakak Pek,.,." Air mata Na Siao Tiap mulai meIeleh-"Aku tidak tahu, aku tidak tahu harus bagaimana?"

"Siao Tiap. " Ketika Pek Yun Hui ingin mengatakan

sesuatu, mendadak ia melihat seseorang duduk di pinggir sungai dengan membawa sebuah obor, "Engkau lihat siapa orang itu?"

Na Siao Tiap memandang ke bawah, Karena orang itu membawa obor, maka dapat dilihat dengan jelas. Tampak kaki dan tangan orang itu bergerak

"Aku tidak ingat siapa orang itu," ujar Na Siao Tiap. "Mari kita turun!" ajak Pek Yun Hui.

Na Siao Tiap segera menepuk leher Hian Giok-Segeralah Hian Giok meluncur ke bawah- Tak lama mereka sudah tiba di pinggir sungai, Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap memperhatikan orang itu, ternyata Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng. "Eh?" Na Siao Tiap heran. ia sudah mengenali orang itu, "Kenapa dia berada di sini?"

"Dia termasuk salah satu seorang korban dari Mo Kui Ceh Yi." Pek Yun Hui memberitahukan "Mari kita ke sana!"

Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap meloncat turun dari punggung Hian Giok, lalu mendekati Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng.

sementara Tu Wee Seng terus bergerak Mimik wajahnya tampak aneh sekali. Meringis, menyeringai, tersenyum dan menyengir

Pek Yun Hui menyiapkan selembar daun rumput yang di dalam bajunya, kemudian menghampiri Tu Wee Seng.

"Kakak Pek!" Na Siao Tiap tereengang, "Engkau mau berbuat apa?"

"lngin memulihkan kesadarannya," sahut Pek Yun Hui. "Hanya daun rumput ini yang dapat menyembuhkannya."

"Kakak Pek! Orang itu jahat sekali, kenapa engkau ingin menolongnya?" tanya Na Siao Tiap heran.

"Kita masih memiliki daun rumput ini, lagipula dia seorang ketua partai Kalau kita bisa menolongnya, tentunya dia akan berterimakasih pada kita. Nah, bukankah kita akan bertambah satu teman?" sahut Pek Yun Hui sambil tersenyum.

Na Siao Tiap diam.

sedangkan Pek Yun Hui sudah dekat sekali dengan Tu Wee Seng. Akan tetapi Tu Wee Seng sama sekali tidak mengetahui kedatangan Pek Yun Hui.

Tiba-tiba jari tengah tangan Pek Yun Hui menyentil seketika tampak sebuah mutiara meluncur secepat kilat ke arah Tu Wee Seng. Tanpa berkeluh Tu Wee Seng langsung roboh. Pek Yun Hui segera menghancurkan daun rumput itu dan dimasukkan ke mulut Tu Wee Seng. Setelah itu, ia pun mengambil sedikit air, dan sekaligus dituang ke dalam mulut Tu Wee Seng, bahkan juga membebaskan totokan itu pula.

Walau Pek Yun Hui sudah membebaskan totokan itu, tapi Tu Wee Seng masih menggeletak wajahnya mulai berubah, kian lama kian memucat

Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap terus memper-hatikannya, Ketika melihat wajah Tu Wee Seng berubah begitu, Na Siao Tiap bertanya.

"Apakah Kakak Pek telah tertipu oleh iblis itu?"

Pek Yun Hui sudah berpikir demikian, namun di saat bersamaan, tampak badan Tu Wee Seng bergerak Me-reka berdua memandang dengan penuh perhatian lagi, Kening Tu Wee Seng mengucurkan keringat, dan tak lama sekujur badannya pun sudah basah oleh keringat.

Wajah Tu Wee Seng yang pucat pias tadi mulai memerah, setengah jam kemudian mendadak ia berteriak keras sambil meloncat bangun. Ketika melihat Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap berdiri di situ, segeralah ia menyurut mundur dan tampak terkejut sekali.

"Ketua Tu!" Pek Yun Hui tersenyum "Bagaimana rasamu sekarang?"

Saat ini, kesadaran Tu Wee Seng pu!ih, ia tampak agak memusuhi Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap, kemudian ujarnya dengan suara dalam.

"Maksudmu merasa apa?"

"Ketua Tu, apakah engkau tahu bagaimana dirimu bisa berada di sini?" tanya Pek Yun Hui.

Tempat apa ini?" Tu Wee Seng tampak kebingungan dan menengok ke sana ke mari.

"Di sini termasuk daerah Ceng Kang," Pek Yun Hui memberitahukan, ini adalah sungai Tiang Kang!" "Aku..- aku.,, kenapa bisa berada di sini?" Tu Wee Seng mengerutkan kening.

"Ketua Tu! sebelumnya apa yang engkau ingat?" Pek Yun Hui menatapnya.

Ketika melihat Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap tidak memusuhinya, legalah hati Tu Wee Seng.

"Oh ya! Aku... aku berada di gurun pasir, kemudian ada orang mengajakku ke Mo Kui Ceh Yi."

"Apa yang terjadi selanjutnya, apakah engkau masih ingat?" tanya Pek Yun Hui.

"Aku bertemu tiga iblis, kemudian... kemudian " Tu Wee

Seng tampak berpikir keras, "Kemudian aku tidak ingat apa- apa lagi."

"Engkau telah terkena racun di Mo Kui Ceh Yi, sehingga membuatmu jadi gila, Tadi kami yang menyembuhkanmu!"

Pek Yun Hui menjelaskan

"Oh?" Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng masih kelihatan kurang pereaya.

sebetulnya Pek Yun Hui bermaksud bertanya pada Tu Wee Seng tentang Na Hai Peng, Kun Lun Sam Cu, Bee Kun Bu dan lainnya, tapi ketika melihat Tu Wee Seng tidak tahu apa-apa, maka ia pun tidak mau bertanya lagi, pereuma pikirnya, ia menoleh pada Na Siao Tiap seraya berkata.

"Mari kita pergi mencari mereka!"

Na Siao Tiap mengangguk Gadis itu memang tidak senang bersama Tu Wee Seng.

Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap berjalan menghampiri Hian Giok, Ketika mereka berdua baru mau meloncat ke punggung Hian Giok, mendadak terdengar suara seruan.

Suara seruan itu membuat Pek Yun Hui, Na Siao Tiap dan Tu Wee Seng tertegun, karena yang berseru Gin Tie Suseng- Kim Eng Hauw. "Siao Tiap! Bukankah itu suara Gin Tie Suseng?" ujar Pek Yun Hui.

"Tidak salah," Na Siao Tiap manggut-manggut "ltu memang suara seruannya."

Mereka berdua segera melesat ke arah suara itu. Namun di tempat itu sepi sekali Padahal tadi mereka memang mendengar suara seruan tersebut di tempat ini, tetapi kenapa sekarang hening begitu?

"Kakak Pek! Dia ada di situ!" Na Siao Tiap menunjuk ke tempat yang tak jauh dari mereka.

Pek Yun Hui segera memandang ke sana. Dilihatnya sosok bayangan menggeletak di situ tak bergerak sama sekali, Mereka berdua langsung ke sana.

Setelah dekat, mereka berdua melihat jelas, bahwa sosok itu ternyata memang Gin Tie Suseng-Kim Eng Hauw.

"Saudara Kim!" panggil Pek Yun Hui dan bertanya, "Kenapa engkau?"

Gin Tie Suseng menatap Pek Yun Hui. ia ingin bangkit tetapi tidak mampu, Ternyata Gin Tie Suseng telah terluka parah, namun tidak tampak berdarah.

"Saudara Kim, jangan bergerak!" ujar Pek Yun Hui cepat dan segera memegang nadinya.

Begitu memegang nadi Gin Tie Suseng, terkejutlah Pek Yun Hui, karena denyut nadinya sudah lemah sekali, bahkan seluruh urat nadinya pun telah lerluka.

"Kakak Pek, bagaimana lukanya?" tanya Na Siao Tiap.

Pek Yun Hui tidak menyahut, hanya memberi isyarat padanya, sedangkan Gin Tie Suseng sudah mulai bersuara namun pelan seka!i.

"Nona Pek, aku... aku tahu... diriku tidak bisa.,, ditolong lagi." "Saudara Kim! jangan berkata begitu!" Pek Yun Hui berduka sekali, apa yang harus diucapkannya selain ini?

"Aaakh.,.!" Gin Tie Suseng menghela nafas panjang, "Nona Pek, mohon engkau sudi.,, memberitahukan ke-pada... Giok Siao Sian Cu, bahwa aku... aku sangat mencintainya!"

Ketika mendengar Gin Tie Suseng berkata demikian, timbullah rasa duka dalam hati Pek Yun Hui, karena ia teringat pada Sie Bun Yun yang tiada jejaknya.

"Engkau tidak perlu memikirkannya lagi!" sela Na Siao Tiap, "Giok Siao Sian Cu sudah tewas."

Sekujur badan Gin Tie Suseng tergoncang, wajahnya yang pucat itu bertambah pucat pias seperti kertas.

"Be... benarkah itu?" tanyanya dengan suara gemetar "Saudara Kim! Engkau. " Pek Yun Hui memandang nya.

"Begitu juga baik, kami. kami bisa bertemu kembali di

sana, Nona Pek, setelah aku mati, aku mohon. tolong

kuburkan aku bersama. bersama dia!" ujar Gin Tie Suseng

terputus-putus, dan suaranya pun semakin lemah.

Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap mulai mengucurkan air mata, kemudian menyahut serentak.

"Kami pasti melaksanakannya."

Te... terimakasih. " Suara Gin Tie Suseng bertambah

lemah. "Nona Pek, Na Locianpwee. cepat,., cepat berupaya

menolong Bee Kun Bu, Nona Lie Ceng Loan Giok Siauw

Sian Cu, tunggu,., aku menyusul. "

"Saudara Kim!" tanya Na Siao Tiap cepat, "Apa gerangan yang telah terjadi? Bee Kun Bu dan lainnya berada di mana sekarang? Cepat katakan!" Gin Tie Suseng tampak seakan tidak mendengar pertanyaan Na Siao Tiap, Ketika Na Siao Tiap masih mau bertanya, Pek Yun Hui segera mencegahnya.

"Siao Tiap, pereuma engkau bertanya, sebab dia tidak mendengar Biarkan dia bergumam sendiri saja!"

"Saudara Bee!" gumam Gin Tie Suseng, "Katian... kalian jangan takut, Nona Pek dan Nona Na akan segera ke mari! Aku,., aku... sudah tidak tahan lagi, aku... aku harus pergi... menemui Kakak Giok Siauw, ka!ian... saudara Sie Bun...

Kakak Giok Siauw. H

Bergumam sampai di sini, suara Gin Tie Susengsudah mereka tidak terdengar lagi, Setelah Gin Tie Suseng menyebut nama Sie Bun Yun, Pek Yun Hui menarik nafas lega, karena sudah tahu bahwa tidak terpencar, hanya saja tidak tahu mereka berada di mana.

Gin Tie Suseng diam, Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap menganggapnya telah meninggal Akan tetapi, mendadak Gin Tie Suseng bergumam lagi dengan suara lirih.

"Arus air menderu, kalian. kalian hati-hati,.,."

Setelah bergumam demikian, Gin Tie Suseng pun tidak bernafas lagi.

Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap saling memandang dengan mata terbelalak kemudian Na Siao Tiap berkata.

"Kakak Pek! ucapannya yang terakhir itu, sepertinya menunjukkan tempat Bee Kun Bu berada!"

"Ng!" Pek Yun Hui manggut-manggut, "Arus air menderu, kalian hati-hati! Kedengarannya merupakan suatu tempat, namun di mana tempat itu?"

"Menurut dugaanku, mereka tidak berada di perahu, berarti berada di daratan di tengah-tengah Tiang Kang." ujar Na Siao Tiap. Pek Yun Hui memandang ke sungai Tiang Kang itu, tampak arus mengalir deras sekali.

"Apakah berdasarkan itu, bisa menemukan mereka?" gumam Pek Yun Hui.

"Kakak Pek, bagaimana sih engkau?" Na Siao Tiap menatapnya, "Kita bisa menunggang Hian Giok sambil memandang ke bawah, tentunya dapat mencari mereka."

"Kalau begitu, bagaimana dengan mayat Gin Tie Suseng?

Kita sudah mengabulkan permintaannya yang terakhir itu, maka tidak baik kalau kita mengingkarinya." ujar Pek Yun Hui.

"Kita memang tidak boleh mengingkarinya, namun jauh lebih penting menolong orang." sahut Na Siao Tiap, "Untuk sementara kita kuburkan di sini saja, setelah kita berhasil menolong mereka, barulah kita ke mari dan sekaligus menguburkannya bersama Giok Siauw Sian Cu."

Pek Yun Hui manggut-manggut Memang itu jalan satu- satunya. sedangkan Na Siao Tiap segera mengibaskan lengannya, seketika mayat Gin Tie Suseng melayang ke dalam semak, tepat dekat sebuah pohon.

"Kok tidak dikuburkan?" Pek Yun Hui keheranan

"Kita taruh dulu di situ, nanti kita ke mari lagi." sahut Na Siao Tiap.

Pek Yun Hui manggut-manggut ia sudah tahu maksud Na Siao Tiap, Setelah itu, ia pun bersiul panjang memanggil Hian Giok, Tak lama tampak Hian Giok terbang ke sana.

sebetulnya Bee Kun Bu dan lainnya hilang ke mana? Apa pula yang mereka hadapi ketika berada di tempat Tee Ju Liong? Dan siapa yang melukai Giok Siauw Sian Cu dan Gin Tie Suseng?

*****

Bab ke 10 - Kejadian di Gunung Kwat Cong San Ternyata ketika Pek Yun Hui mengejar Souw Hui Hong yang akan meninggalkannya pergi, yang ada di taman itu tinggal Bee Kun Bu, Lie Ceng Loan, Sie Bun Yun dan Tee Ju Liong, sementara Tee Ju Liong menutur tentang dirinya yang kehilangan tenaga murni, Lie Ceng Loan memandang ke arah telaga buatan, ia melihat seseorang berdiri tak jauh dari mereka. Orang itu berbadan tinggi besar, mengenakan jubah biru, Namun Lie Ceng Loan tidak mengetahui orang berjubah biru itu muncul dari mana.

"Kakak Bu!" ujar Lie Ceng Loan terkejut "Lihatlah, apakah orang itu Paman Na?"

Bee Kun Bu terperanjat dan segera menoieh. ia masih sempat melihat orang itu mengangkat dua pembantu Tee Ju Liong, kemudian dilempar ke dalam telaga buatan itu.

"Benar." Bee Kun Bu terbelalak "Eh? Kenapa ayah angkatku berada di situ?"

Pada waktu Bee Kun Bu berkata demikian, Na Hai Peng berputar-putar di situ, lalu melesat pergi.

"Cepat kejar dia!" seru Bee Kun Bu.

Karena ingin cepat-cepat mengejar Na Hai Peng, maka mereka tidak sempat memberitahukan kepada Pek Yun Hui.

sementara para anak buah Tee Ju Liong berusaha menghadang Na Hai Peng, tapi mereka semua malah terbunuh oleh kibasan lengan jubahnya.

Walau Bee Kun Bu, Lie Ceng Loan dan Sie Bun Yun telah mengerahkan ginkang, namun masih tidak dapat mengejar Na Hai Peng, Tak lama Na Hai Peng sudah melesat ke luar dari tempat itu, Bee Kun Bu bertiga masih terus mengejarnya Berselang beberapa saat kemudian, mereka sudah menempuh jarak kurang lebih empat mil. Saat itulah Pek Yun Hui dan Souw Hui Hong kembali ke taman, namun tidak melihat Bee Kun Bu dan lainnya. Pek Yun Hui dan Souw Hui Hong mencari mereka ke sana ke mari, bahkan kemudian mengambil jalan yang berlawanan dengan jalan yang ditempuh Bee Kun Bu, akhirnya Pek Yun Hui dan Souw Hui Hong bertemu Kai Thian Kauw Cu.

sementara Bee Kun Bu dan lainnya masih terus mengejar Na Hai Peng. Akan tetapi, orang berjubah biru itu malah semakin jauh, Karena tahu sudah tidak bisa mengejarnya, Bee Kun Bu, Lie Ceng Loan dan Sie Bun Yun berhenti

"Kakak Bu!" Lie Ceng Loan mulai terisak-isak, "Ini,., bagaimana baiknya?"

Bee Kun Bu juga dalam keadaan kacau, sebab Na Hai Peng berkepandaian begitu tinggi dan masih tetap gila, tentunya akan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan

"Saudara Bee!" ujar Sie Bun Yun. "Bukankah Na Locianpwee berada di Kwat Cong San? Kenapa bisa muncul di sini?"

"Aku juga bingung." Bee Kun Bu menggeleng-ge-lengkan kepala."Lebih baikkita kembali untukberunding dengan Kakak Pek."

Sie Bun Yun dan Lie Ceng Loan mengangguk Mereka bertiga lalu membalikkan badan namun tiba-tiba tampak dua sosok bayangan melesat datang.

"Adik! Apakah engkau?" Suara wanita.

Bee Kun Bu, Lie Ceng Loan dan Sie Bun Yun mengenali suara wanita itu, yang tidak lain adalah Giok Siauw Sian Cu. Tidak salah, ke dua sosok bayangan itu adalah Giok Siauw Sian Cu dan Gin Tie Suseng-Kim Eng Hauw.

"Kalian melihat Na Locianpwee?" tanya Gin Tie Suseng. "Kami justru mengejarnya sampai di sini, tapi,., tidak

berhasil sahut Bee Kun Bu. "Celaka!"seru Giok Siauw Sian Cu. "Dia menuju arah mana? Kita harus cepat-cepat mengejarnya."

"Na Locianpwee berkepandaian amat tinggi. Kalau pun berhasil mengejarnya, kita tidak akan bisa berbuat apa-apa." ujar Sie Bun Yun. "Oh ya! sebetulnya apa gerangan yang telah terjadi?"

Giok Siauw Sian Cu dan Gin Tie Suseng menarik nafas panjang.

"Lebih baik kita pergi menemui Kakak Pek dulu!" sela Bee Kun Bu.

"Benar." Lie Ceng Loan mengangguk "Kalau Kakak Pek mengetahui kejadian di Kwat Cong San, dia pun bisa mengambil keputusan!"

"Putri Tay berada di mana?" tanya Giok Siauw Sian Cu. Tak jauh dari sini," sahut Bee Kun Bu, lalu bersama Lie

Ceng Loan dan Sie Bun Yun mengajak mereka berdua kembali ke tempat Tee Ju Liong.

sesampainya di tempat Tee Ju Liong, mereka tertegun karena tidak melihat Pek Yun Hui dan Souw Hui Hong.

"Kita harus memburu waktu." ujar Giok Siauw Sian Cu. "Kalau kita masih terus mencari Putri Tay, entah berapa banyak orang yang akan terluka."

"Sebetulnya apa yang telah terjadi?" tanya Bee Kun Bu. "Akan kututurkan sambil berjalan," sahut Giok Siauw Sian

Cu.

Wajah Giok Siauw Sian Cu tampak gugup dan panik, sedangkan wajah Gin Tie Suseng tampak cemas dan tak sedap dipandang.

Mereka berlima segera meninggalkan tempat itu.

Kemudian sambil berjalan Giok Siauw Sian Cu menutun Ternyata setelah Bee Kun Bu dan lainnya meninggalkan Kwat Cong San, Giok Siauw Sian Cu, Gin Tie Suseng dan Pang Siu Wie terus-menerus menjaga Na Hai Peng dengan hati-hati sekali.

Pada hari itu, ketika Giok Siauw Sian Cu, Gin Tie Suseng dan Pang Siu Wie berada di luar gua, mendadak mereka bertiga mendengar suara jeritan Sin Eng Tan Po. Terkejutlah mereka bertiga dan segera bangkit berdiri Pang Siu Wie pun langsung memakai sarung tangannya.

Tak seberapa lama kemudian, tampak Sin Eng Tan Po terhuyung-huyung menghampiri mereka.

"Siapa yang datang?" tanya Giok Siauw Sian Cu.

Begitu sampai di hadapan mereka, Sin Eng Tan Po langsung terkulai, dan wajahnya tampak pucat pias.

"Na... Na. " Sin Eng Tan Po menunjuk ke beIakang.

"Jangan omong yang tidak-tidak!" tegur Giok Siauw Sian Cu. "Na Locianpwee berada di dalam ruang batu."

"Memang dia, aku. aku sudah terluka." sahut Sin Eng Tan

Po lemah.

Giok Siauw Sian Cu dan lainnya tertegun Benarkah Na Hai Peng sudah kabur dari ruang batu di dalam gua? Ketika mereka bertiga baru mau menengok ke dalam gua, tahu-tahu dua depa di hadapan mereka telah berdiri seorang berjubah biru, yang tak lain adalah Na Hai Peng.

Na Hai Peng melangkah maju sambil melancarkan sebuah pukulan ke arah Sin Eng Tan Po. Orang tersebut masih sempat berkelit dengan cara berguling-guling.

Akan tetapi, Na Hai Peng cepat maju lagi sambil menyambar Sin Eng Tan Po. Setelah itu, ia melesat pergi dengan sebelah tangan menjinjing Sin Eng Tan Po. Giok Siauw Sian Cu, Gin Tie Suseng dan Pang Siu Wie cepat-cepat mengejarnya. Na Hai Peng berdiri di atas sebuah batu besar, kemudian melempar Sin Eng Tan Po ke bawah.

"Na Locianpwee." panggil Giok Siauw Sian Cu dengan lembut

Na Hai Peng membalikkan badannya, lalu menyerang Giok Siauw Sian Cu dengan sebuah pukulan, Menyaksikan itu, bukan main terkejutnya Gin Tie Suseng, Maka ia pun melancarkan dua buah pukulan ke arah Na Hai Peng.

Lengan Na Hai Peng bergerak, seketika juga Gin Tie Suseng terpental bagaikan layang-layang putus.

Namun walau demikian, ia telah menyelamatkan Giok Siauw Sian Cu. Kemudian wanita itu segera berkelit ke samping.

Sedangkan Na Hai Peng langsung menubruk ke arah Pang Siu Wie. Untung Pang Siu Wie sudah siap dengan pasir beracun, Ketika melihat Na Hai Peng menerjang ke arahnya, cepat-cepat ia mengayunkan tangannya, dan pasir beracun di tangannya berhamburan ke arah Na Hai Peng.

Na Hai Peng terpaksa berkelit menghindari pasir beracun, kemudian melesat pergi, Pang Siu Wie segera meloncat ke arah Giok Siauw Sian Cu.

"Kenapa engkau menggunakan pasir beracun?" tegur Giok Siauw Sian Cu.

"Aku... aku terpaksa," sahut Pang Siu Wie sambil menarik nafas panjang.

Ternyata Na Hai Peng cuma melesat beberapa depa lalu berdiri tegak di situ sambil menatap Pang Siu Wie dengan sorotan tajam.

Giok Siauw Sian Cu keheranan ketika menyaksikan sorot mata Na Hai Peng. Sebab selama ini, sepasang matanya tampak tak bereahaya. Tapi kali ini menyorot begitu tajam.

Apakah ia sudah sembuh? Pikir Giok Siauw Sian Cu. Namun sikapnya tetap tidak normal, Mung-kinkah ia bertambah gila? Di saat Giok Siauw Sian Cu sedang berpikir, tiba-tiba Na Hai Peng menerjang ke arah mereka berdua.

Giok Siauw Sian Cu dan Pang Siu Wie berkelit Na Hai Peng menggunakan gerakan aneh memburu mereka, Akan tetapi, Pang Siu Wie cepat-cepat meloncat sejauh mungkin seraya berseru.

"Kalian berdua lekas pergi, biar aku saja yang menghadapinya!"

"Jangan berkata begitu!" sahut Giok Siauw Sian Cu dan Gin Tie Suseng serentak sambil meloncat maju.

Na Hai Peng mengejar Pang Siu Wie. Mendadak tampak Pang Siu Wie jatuh terguling-guling.

Giok Siauw Sian Cu dan Gin Tie Suseng terkejut Mereka mengira Pang Siu Wie sudah terluka.

Akan tetapi, di saat itu pula sekonyong-konyong Pang Siu Wie mengayunkan tangannya.

Syuuur! Syuuur! Syuuur! . Ternyata Pang Siu Wie telah menyerang Na Hai Peng dengan panah api. sedangkan Pang Siu Wie berguling lagi seraya berteriak

"Dari pada kita mati semua, lebih baik kalian berdua cepat kabur!"

Pada waktu bersamaan, Pang Siu Wie merasa ada angin yang penuh mengandung tenaga menerjang ke arah dirinya, dan seketika juga badannya terpental

ketika Pang Siu wie menyerang Na Hai Peng dengan panah api, Na Hai Peng mengibaskan lengan jubahnya, seketika batang panah api melayang ke samping, lalu meledak dan sekaligus menyala membakar pohon-pohon yang di litu. Angin kibasan lengan jubah Na Hai Peng juga menerjang ke arah Pang Siu Wie, sehingga wanita itu terpental beberapa depa.

Na Hai Peng pun melesat ke arahnya, Tiada pilihan lain bagi Pang Siu Wie, kecuali secepat kilat mengayunkan tangannya untuk menyerang Na Hai Peng dengan pasir beracun dan panah api.

"Kalian berdua masih tidak mau pergi?" seru Pang Siu Wie. "Kalau kalian berdua juga mati, siapa yang akan memberitahukan tentang kejadian di Kwat Cong San ini?"

Oiok Siauw Sian Cu dan Oin Tie Suseng tahu jelas, kalaupun mereka bertiga menghadapi Na Hai Peng, tetap tidak akan mampu melawannya. Oleh karena itu, mereka berdua mengeraskan hati untuk meninggalkan tempat itu.

"Kakak Pang!" seru Giok Siauw Sian Cu. "Selamat tinggaU."

"Jangan banyak bicara lagi!" tandas Pang Siu Wie, "Cepatlah kalian pergi!"

Giok Siauw Sian Cu dan Gin Tie Suseng melesat pergi, Tak tama terdengarlah suara jeritan Pang Siu Wie.

"Saudara Kim!" Mata Giok Siauw Sian Cu berkaca-kaca, "Kedengarannya Kakak Pang sudah habis, Kini keadaan kita pun dalam bahaya, maka lebih baik kita bersembunyi dulu."

Gin Tie Suseng mengangguk Mereka berdua lalu bersembunyi di balik sebuah batu besar Baru saja mereka bersembunyi, muncullah Na Hai Peng, kemudian berhenti lima enam depa dari tempat persembunyian Giok Siauw Sian Cu dan Gin Tie Suseng.

Mereka berdua menahan nafas, Berselang beberapa saat, barulah Na Hai Peng melesat pergi.

Mereka berdua menarik nafas iega, Setelah itu Giok Siauw Sian Cu bergumam. "Heran sekali!"

"Apa yang mengherankan?" tanya Gin Tie Suseng. "Padahal Na Locianpwee masih dalam keadaan gila, maka

tidak seharusnya sepasang matanya menyorot begitu tajam, Bahkan.,, kenapa dia terus mencari kita? Bukankah itu amat mengherankan?"

"Kalau dia tidak gila, bagaimana mungkin sembarangan membunuh orang?" sahut Gin Tie Suseng.

"Sekarang kita harus bagaimana?" Giok Siauw Sian Cu mengerutkan kening.

"Kita harus menguntitnya, juga harus mencari Nona Pek dan lainnya," ujar Gin Tie Suseng.

"Benar." Giok Siauw Sian Cu manggilt-manggut. "Tapi tidak boleh sampai Na Locianpwee tahu kalau kita mengikutinya."

T'idak salah," Gin Tie Suseng mengangguk "Kalau dia tahu kita mengikutinya, kita pasti celakai"

Mereka berdua ke luar dari tempat persembunyian ilu, Giok Siauw Sian Cu menarik nafas dan air matanya meleleh

Tidak disangka Kakak Pang begitu sotider, Kalau dia tidak memancing Na Locianpwee mengejarnya, bagaimana mungkin kita masih hidup sekarang?"

"Memang sulit diduga hati seseorang," ujar Gin Tie Suseng sambil menggeleng-gelengkan kepala, "Mungkin dia seumur hidup biasa-biasa saja terhadap orang, namun di saat menghadapi mati atau hidup, dia justru berani berkorban demi orang lain."

Mereka bereakap-cakap sambil meninggalkan Kwat Cong San. Tiba-tiba mereka melihat Na HaiPeng berada di depan.

"Kita ikuti dia!" ujar Giok Siauw Sian Cu dengan suara rendah. "Ng!" Gin Tie Suseng mengangguk

Mereka berdua mengikuti Na Hai Peng dengan hati-hati sekali Bahkan selalu menjaga jarak, agar Na Hai Peng tidak mengetahuinya.

sepanjang jalan tidak terjadi suatu apa pun hingga di Kota Ceng Kang, Di kota ini mendadak mereka kehilangan jejak Na Hai Peng. Karena itu, mereka terpaksa mencarinya di pinggir kota tersebut, dan kebetulan bertemu Bee Kun Bu, Lie Ceng Loan dan Sie Bun Yun.

Setelah mendengar penuturan itu, Sie Bun Yun mengerutkan kenlng. ia memandang Giok Siauw Sian Cu dan Gin Tie Suseng seraya berkata.

"Bolehkah aku bertanya satu hal?" "Silakan!" sahut Giok Siauw Sian Cu.

"Setelah kejadian itu, kalian berdua sama sekali tidak kembali ke dalam gua itu?" tanya Sie Bun Yun.

"Ketika itu kami berada di luar gua, bersama pula menghampiri Sin Seng Tan Po. Tak lama kami melihat Na Locianpwee, maka kami tidak masuk ke dalam gua lagi." jawab Giok Siauw Sian Cu.

"Saudara Sie Bun!" Gin Tie Suseng menatapnya "Kenapa engkau menanyakan itu? Apakah ada sesuatu yang mencurigai ?"

Tidak." Sie Bun Yun menggelengkan kepala, "Hanya saja mungkin. " Sie Bun Yun tidak melanjutkan kemudian

bergumam, "Itu. bagaimana mungkin?"

"Kakak Sie Bun!" sela Lie Ceng Loan, "Maksudmu orang itu bukan Paman Na?"

"Benar, Aku memang berpikir begitu," sahut Sie Bun Yun sambil tersenyum getir Tapi tadi kita memang sudah melihat Walau mukanya tertutup kain, tapi kalau bukan Na Locianpwee, siapa pula orang itu?" Ketika mendengar Lie Ceng Loan dan Sie Bun Yun berkata begitu, yang lainnya mulai bereuriga, Namun selain Na Hai Peng, siapa yang memiliki kepandaian setinggi itu?"

Mereka terus berpikir Tak lama mereka sudah hampir sampai ditepi sungai, Mereka berlima berhenti sambil memandang ke arah sungai itu, Tampak seseorang berdiri di tepi sungai tak bergerak sama sekali.

Mereka berlima memperhatikan orang itu. Bentuk tubuh orang itu dan caranya berdiri, siapa pun me-ngenalinya, orang itu jelas Na Hai Peng.

"Ayah angkatku berada di sana, mari kita ke sana!" ujar Bee Kun Bu.

"Adik Kun Bu!" cegah Giok Siauw Sian Cu. "Jangan!" "Kalau kita tidak ke sana, lalu apa akal kita?" tanya Bee

Kun Bu.

"Saudara Bee, kini dia tidak mengenali siapa pun. Maka terhadap kita pun dia pasti turun tangan, Bukankah itu amat membahayakan kita?" sahut Gin Tie Suseng, "Lebih baik kita tetap di sini mengawasi gerak geriknya, Kalau dia pergi, kita ikuti saja!"

"Baiklah." Bee Kun Bu mengangguk

Mereka berlima berdiri di situ sambil mengamati Na Hai Peng, sementara Na Hai Peng masih tetap berdiri tak bergerak Berselang sesaat, mendadak Na Hai Peng mengeluarkan siulan yang sangat menusuk telinga.

Seketika juga mereka berlima melangkah mundur menjauhi tempat itu, karena suara siulan itu membuat telinga mereka sakit dan hati pun menjadi berdebar-debar tidak karuan.

"Apakah dulu kalian pernah mendengar suara siulan-nya yang begitu aneh?" tanya Sie Bun Yun. Tidak pernah," sahut Bee Kun Bu.

"Kalau begitu. " pikir Sie Bun Yun, kemudian melanjut

kan. " Urusan ini agak aneh."

"Ayah angkatku memang sudah tidak waras, lalu apa yang kelihatan aneh?" tanya Bee Kun Bu.

"Begini." ujar Sie Bun Yun setelah berpikir lama sekali "Kalian tetap di sini, aku akan ke sana melihat ada apa gerangannya? Kalau terjadi sesuatu atas diriku, janganlah kalian ke sana cari mati!"

"Saudara Sie Bun, lebih baik aku ke sana bersamamu!" ujar Bee Kun Bu sungguh-sungguh.

"Kakak Bu!" sela Lie Ceng Loan, "Kalau engkau ke sana, aku pun ikut."

Di saat Giok Siauw Sian Cu dan Gin Tie Suseng ingin membuka mulut, mendadak Sie Bun Yun mengerutkan kening.

"lh?" serunya dengan suara rendah, "Lihatlah!" Mereka langsung memandang ke arah Na Hai Peng,

Tampak sebuah perahu sedang menepi, dan mengarah ke tempat Na Hai Peng berdiri

Di atas perahu tampak empat lelaki, sedangkan Na Hai Peng pun berhenti bersiul

"Haah?" seru Lie Ceng Loan tak tertahan HKe empat orang itu dalam bahaya!"

"Nona Lie, aku bilang belum tentu," sahut Sie Bun Yun. "Terus perhatikan saja!"

Begitu perahu itu sampai di tepi, ke empat lelaki itu meloncat ke daratan talu bersama-sama memberi hormat pada Na Hai Peng. itu mencengangkan Bee Kun Bu dan lalnnya.

Na Hai Peng mengibaskan tangannya, seketika ke empat orang itu segera mundur Bahkan tampak pula mereka bereakap-cakap sejenak Kemudian ke empat orang itu meloncat ke perahu, begitu pula Na Hai Peng.

setelah Na Hai Peng berada di atas perahu, tak lama perahu itu pun melaju pergi, akhirnya lenyap dari pandangan

Bee Kun Bu meloncat ke luar dari tempat persembunyian begitu pula yang lain, Kemudian ia memandang jauh ke depan seraya berkata.

"Kalian sudah menyaksikannya Apakah ayah angkatku seperti orang gila?"

"Memang mengherankan0 sahut Lie Ceng Loan. "Padahal Paman Na masih dalam keadaan tidak waras, tapi kenapa begitu? Mungkinkah ke empat orang itu dari Mo Kui Ceh Yi?"

"Kalau benar ke empat orang itu dari Mo Kui Ceh Yi.,.," ujar Bee Kun Bu dengan air muka berubah, "Me-reka pasti memperalat ayah angkatku untuk membunuh orang,"

Tidak salah." Sie Bun Yun mengerutkan kening, Tapi.,.," Tapi kenapa?" tanya Gin Tie Suseng.

"Orang-orang Mo Kui Ceh Yi tidak berpakaian yang begitu macam," jawab Sie Bun Yun memberitahukan.

Bee Kun Bu dan Gin Tie Suseng tertegun Begitu pula Giok Siauw Sian Cu. Lie Ceng Loan segera berkata.

"Mungkin mereka telah ganti seragam agar orang lain tidak mengetahuinya."

"Memang mungkin." Sie Bun Yun manggut-manggut "Saudara Sie Bun!" Bee Kun Bu memandangnya,

"Maksudmu masih ada kemungkinan lain?"

Sie Bun Yun tidak segera menyahut, melainkan terus memandang arus sungai.

"Kita menerka sembarangan juga tiada gunanya, Yang benar, kita harus menyelidiki tentang itu." "Benar." Bee Kun Bu manggut-manggut.

"Saudara Bee, pereuma banyak orang, lebih baik aku pergi seorang diri," ujar Sie Bun Yun.

"Ha ha!" Gin Tie Suseng tertawa sambil menepuk bahu Sie Bun Yun. "Saudara Sie Bun, walau kita baru kenal, namun engkau jangan berkata begitu, sebab akan merusak solidaritas kita."

"Ha ha!" Sie Bun Yun juga tertawa, Kini ia sudah tidak bisa bilang mau pergi seorang diri lagi

Mereka berlima menuju tepi sungai, Tampak sebuah perahu berlabuh di situ, Sie Bun Yun meloncat ke perahu itu sambil memanggil, namun tiada sahutan

Bee Kun Bu mengeluarkan beberapa tael perak, lalu ditaruh di tepi sungai dan kemudian menulis beberapa huruf di tanah dengan pedangnya. "Uang perak ini untuk membeli perahu."

Seusai menulis, Bee Kun Bu dan lainnya meloncat ke perahu, Bee Kun Bu memutuskan tali perahu, kemudian Sie Bun Yun dan Gin Tie Suseng segera mengayuh Tak lama perahu itu sudah melaju ke arah perahu yang membawa Na Hai Peng pergi.

*****

Bab ke 11 - Keanehan di Gunung Ciauw San Perahu itu terus melaju. Berselang beberapa saat

kemudian, tampak sebuah gunung di tengah-tengah sungai

yang amat luas itu.

"Kakak Giok Siauw! Tahukah engkau gunung apa itu?" tanya Bee Kun Bu.

"Kalau tidak salah, di sungai ini terdapat dua buah gunung," jawab Giok Siauw Sian Cu memberitahukan "Yakni gunung Emas dan gunung Ciauw." "Heran!" gumam Bee Kun Bu. "Kenapa ayah angkatku ke Ciauw San itu?"

"Benar." Sie Bun Yun manggut-manggut "Na Lo-cianpwee memang ke gunung itu."

"Kok kalian tahu Paman Na ke sana?" tanya Lie Ceng Loan heran

Tadi ayah angkatku bersiul aneh dan begitu panjang, Suara siulannya bisa mencapai tujuh delapan miL Tak lama muncullah perahu itu. jadi aku berkesimpulan, bahwa ayah angkatku pasti ke Ciauw San itu." jawab Bee Kun Bu menjelaskan

itu bagaimana mungkin?" Lie Ceng Loan menggelengkan kepala, "Paman Na sudah tidak waras, tentunya tidak mungkin bersiul memanggil perahu itu."

Setelah mendengar apa yang dikatakan Lie Ceng Loan, Bee Kun Bu dan Sie Bun Yun saling memandang.

"Kalaupun bukan, namun kini kita sudah berada di sungai ini dan dapat melihat dengan jelas, bahwa perahu itu telah lenyap, Berarti perahu itu menuju ke Ciauw San." ujar Sie Bun Yun.

"Benar." Lie Ceng Loan mengangguk "Aku... aku sungguh bodoh."

Sementara perahu itu terus melaju, Tak lama sudah mendekati Ciauw San Mereka semua memandang ke sana, Tampak banyak batu karang dan ombak pun menderu-deru.

Berselang sesaat, perahu itu sudah menepi perasaan mereka pun mulai tegang.

"Setelah sampai di darat, kita harus hati-hati!" pesan Sie Bun Yun. "Sama sekali tidak boleh lengah!" Bee Kun Bu dan lainnya mengangguk. Mereka semua memang harus berhati-hati menghadapi segala kemungkinan Mereka memandang lagi ke sana, lalu melesat ke darat.

"Aku jalan duluan, Saudara Bee di belakangku!" ujar Sie Bun Yun. "Kalau ada apa-apa, kita harus segera memisah agar tidak celaka semua."

Karena Sie Bun Yun berkata begitu, maka yang lain pun tidak berani sembarangan melangkah.

Sie Bun Yun mengeluarkan senjatanya yang berupa sebatang bambu tua, barulah mulai mengayunkan kaki-nya.

Bee Kun Bu mengikutinya dari belakang dan bersiap-siap,

Setelah beberapa depa, tampak sebuah jalan kecil

jalan kecil itu menembus rimba menuju ke gunung. Di dalam rimba itu tampak sebuah rumah, dan asap sedang mengepul di depannya, Namun di sekitar tempat itu sunyi sepi.

Sie Bun Yun menengok ke sana ke mari, kemudian memasuki jalan kecil itu. Bee Kun Bu dan lainnya mengikutinya dari belakang dengan waspada, Akan tetapi, tidak terjadi apa pun, dan suasana di sepanjang jalan itu tetap sunyi sepi.

Mereka berlima terus berjalan perlahan Tak seberapa lama kemudian, rumah itu semakin tampak jelas, tetapi kadang- kadang tertutup oleh kabut, sehingga lenyap dari pandangan

Mendadak di depan mereka berkelebat empat sosok bayangan manusia Betapa terkejutnya Sie Bun Yun ketika melihat kemunculan orang-orang itu, sebab kemunculan mereka berempat sama sekali tidak mengeluarkan suara.

Sie Bun Yun, Bee Kun Bu, Ue Ceng Loan dan lainnya langsung berhenti Gin Tie Suseng segera mengeluarkan suling peraknya, dan Giok Siauw Sian Cu menghunus pedangnya. Mereka berlima memandang orang-orang itu. Ter-nyata orang-orang itu memakai semacam seragam Kan-cing baju mereka bergemerlapan terbuat dari emas, Tangan mereka memegang senjata aneh, yakni Kim Kong Cian (Gelang Emas) yang berukuran besar. Ke empat orang itu berdiri tegak di tempat

"Ada urusan apa kalian ke mari?" tanya salah seorang dari mereka dengan dingin

"Sudah lama kami mendengar tentang keindahan panorama di Ciauw San ini." sahut Sie Bun Yun "Ke-betulan kami lewat di sini, maka mampir untuk bermain-main sebentar, sama sekali tiada maksud lain."

"Di sini tiada tempat untuk bermain-main!" ujar orang itu ketus, "Cepatlah kalian tinggalkan tempat ini!"

"Heran!" Sie Bun Yun pura-pura bergumam. "Apa-kah. "

"Jangan banyak omong!" bentak orang itu sambil maju selangkah "Cepat pergi!"

"Apakah Ciauw San ini sudah ada pemiliknya?" tanya Sie Bun Yun sambil melintangkan bambunya.

"Hm!" dengus orang itu. "Jangan mengandalkan beberapa jurus ajaran gurumu, lalu kau mau cari urusan di sini!"

Giok Siauw Sian Cu mengeluarkan suling gioknya, Wanita itu sudah tampak tidak sabaran

"Menurut aku, lebih baik kalian berempat yang pergi dari sini!" bentak Giok Siauw Sian Cu.

Bentakan Giok Siauw Sian Cu membuat ke empat orang itu tertegun, kemudian tertawa gelak, Salah seorang sudah melangkah maju dua langkah, dan menggerakkan lengannya.

Cring! Cring! Orang itu sudah menggenggam dua buah gelang emas.

Giok Siauw Sian Cu tahu, bahwa pertempuran tak akan terelakkan lagi, Sulingnya digerakkan dengan jurus Siauw Cih Thian Lam (Menunjuk Thian Lam Sambil Tertawa) menyerang orang itu.

sementara tiga orang lain cuma tertawa dingin berdiri diam di tempat Sie Bun Yun, Bee Kun Bu dan lainnya maju selangkah, namun mereka tidak melakukan serangan .

sedangkan ujung suling Giok Siauw Sian Cu sudah mengarah bahu orang tersebut, tetapi orang itu tampak seakan tidak menghiraukannya, ia mendadak menggerakkan tangannya, dan seketika gelang emasnya meluncur ke arah dada Giok Siauw Sian Cu.

Betapa terkejutnya Giok Siauw Sian Cu, sebab orang itu sama sekali tidak berkelit Padahal ujung su!ingnya telah berhasil menotok jalan darah dibahunya, namun orang itu cuma tertawa aneh sepertinya tidak merasa apa-apa, bahkan mendadak menggerakkan salah satu gelang emasnya ke arah Giok Siauw Sian Cu.

Dapat dibayangkan betapa terkejutnya wanita itu. ia segera menyurut mundur sekaligus menangkis gelang emas itu. Trang! Gelang emas itu tertangkis berbelok ke samping.

Kejadian itu sungguh mengherankan Sie Bun Yun, Bee Kun Bu dan lainnya, sebab mereka melihat ujung suling Giok Siauw Sian Cu telah berhasil menotok jalan darah di bahu orang itu, akan tetapi, orang itu tidak roboh, bahkan balas menyerang dengan gelang emas nya. Apa-kah Lweekang orang itu sudah mencapai tingkat tertinggi sehingga mampu melindungi seluruh jalan darah di tubuhnya?

Setelah menyaksikan kejadian itu, Sie Bun Yun mengerutkan kening. ia teringat akan kata-kata gurunya, bahwa di rimba persilatan terdapat semacam ilmu yang amat aneh, yang dapat memindahkan jalan darah dengan hawa murni. Tapi dua ratus tahun silam, orang aneh yang memiliki ilmu tersebut telah pergi ke seberang laut, dan sejak itu tiada jejaknya, Maka ilmu tersebut pun hilang dari rimba persilatan Kini, apakah orang itu memiliki ilmu tersebut? Di saat Sie Bun Yun sedang berpikir, orang itu membentak

"Kau mau pergi atau tidak?"

"Siapa yang harus pergi?" Wajah Giok Siauw Sian Cu merah padam saking gusarnya, "Aku atau engkau?"

Giok Siauw Sian Cu mulai menyerang lagi dengan jurus HengToan Mu San (Melintang Membeiah Gunung Mu San), kemudian merubahnya dengan jurus Kiap San Siauw Hai (Melewati Gunung Melalui Laut).

Orang itu kelihatan tahu akan kelihayan jurus-jurus itu, ia segera menggerakkan sepasang tangannya, seketika tampak berkelebat sinar keemasan berputar-putar menangkis suling Giok Siauw Sian Cu. Tak terasa pertarungan mereka sudah melewati belasan jurus, belum kelihatan siapa yang menang.

Bee Kun Bu mengerutkan kening, Kalau mereka maju serentak, tentunya dapat merobohkan ke empat orang itu. Namun tujuannya mendatangi Ciauw San mi, justru ingin menyelidiki jejak Na Hai Peng, bukan ingin bertarung dengan orang-orang itu.

sebetulnya Sie Bun Yun ingin menyuruh Giok Siauw Sian Cu mundur, tapi mendadak terdengar suara siulan aneh dari puncak gunung itu.

Begitu mendengar suara siu!an, tertegunlah mereka semua, pada waktu bersamaan, orang yang bertarung dengan Giok Siauw Sian Cu langsung meloncat mundur, lalu berdiri di sisi teman-temannya.

Giok Siauw Sian Cu juga mendengar suara siulan itu.

Ketika orang itu meloncat mundur, ia pun segera mundur pula.

Mereka berlima saling memandang, dan tahu bahwa urusan ini amat luar biasa, sebab suara siulan itu persis seperti suara siulan Na Hai Peng di tepi sungai. "Maaf!" ucap Sie Bun Yun begitu melihat ke empat orang itu tidak berniat bertarung lagi, "Siapa yang bersiul itu?"

"Ada urusan apa denganmu?" sahut salah seorang dengan ketus, Air mukanya pun tampak berubah.

Sie Bun Yun maju selangkah Namun sebelah tangannya dilipat ke belakang sambil memberi isyarat seketika juga Bee Kun Bu dan lainnya berpencar mengambil posisi mengurung ke empat orang itu.

"Kalian berlima sungguh ingin cari mati?" bentak salah seorang.

"Kami ke mari bukan ingin cari mati, melainkan ingin cari seseorang sahut Sie Bun Yun sambil tertawa.

"Siapa yang kau cari?"

"Orang yang mengeluarkan suara siulan tadi!" Sie Bun Yun memberi tahu kan. "Juga kalian berempat yang muncul di tepi sungai menjemput orang itu!"

"Oooh!" Ke empat orang itu tertawa, Ternyata begitu!" "Benar!" Sie Bun Yun mengangguk. "Apakah kalian

berempat bersedia mengantar kami pergi menemui orang itu?"

"Dia ayah angkatku!" sela Bee Kun Bu. "Tapi ayah angkatku. "

"Hm!" dengus salah seorang, "Kalian berlima mengira dengan kepandaian kalian bisa menerjang ke atas?"

Ketika mendengar ucapan dan melihat sikap ke empat orang itu, Bee Kun Bu sudah tahu bahwa pertarungan tak akan terhindarkan lagi, Lalu untuk apa dirinya harus banyak bicara dengan mereka?

Trang! Bee Kun Bu menghunus pedangnya, dan sekaligus menyerang orang yang berdiri di paling depan. serangan itu merupakan salah satu jurus dari ilmu pedang Tui Hun Cap Ji Kiam, yakni Ciok Phoh Thian Keng (Batu pecah Langit Kaget).

Betapa terkejutnya orang itu, Secepat kilat ia menekan gelang emasnya ke bawah. Maksudnya ingin menangkis pedang Bee Kun Bu, namun Bee Kun Bu bergerak cepat maju selangkah, dan sekaligus mengubah jurusnya dengan jurus Hun Hoa Soh Liu (Dahan Ber-goyang Bunga Bertaburan), Tampak sinar pedang berkelebatan mengarah ke bahu orang itu.

Orang itu tidak menyangka sama sekali, kalau Bee Kun Bu akan menyerangnya dengan jurus ke dua yang begitu dahsyat dan cepat, sehingga membuatnya tidak mampu berkelit.

Srrrt! Bahu orang itu tertusuk pedang Bee Kun Bu.

pada waktu bersamaan, ketika melihat Bee Kun Bu sudah bergerak, Lie Ceng Loan pun segera menyerang orang ke dua. Maka terjadilah pertarungan hebat

Sie Bun Yun pun tidak ketinggalan ia langsung menyerang orang ke tiga dengan jurus Ciok Thau Keng Goat (Deru Bambu Mengagetkan BuIan).

sedangkan Giok Siauw Sian Cu dan Gin Tie Suseng bersatu menyerang orang ke empat seketika terjadilah pertarungan yang amat dahsyat

Trang! Bee Kun Bu berhasil memukul sebuah gelang emas lawan sampai gelang emas itu terpental

Lie Ceng Loan mulai berada di atas angin, sedangkan ke empat orang itu mendadak melesat ke atas setinggi lima depaan

Di saat bersamaan, terdengar lagi suara siulan aneh. Ke empat orang itu berputar di udara, kemudian melayang mundur beberapa depa. Begitu kaki mereka menginjak tanah, tanpa menoleh lagi mereka langsung melesat pergi. Dalam waktu sekejap mereka sudah lenyap dari pandangan

Bee Kun Bu, Sie Bun Yun dan lainnya tertegun mereka saling memandang, kemudian Bee Kun Bu ber-kata.

"Kita sudah bertarung dengan mereka, jadi harus mengejar mereka pula."

Sie Bun Yun tidak menyahut ia melesat ke tempat salah satu gelang emas itu jatuh di situ, Getang emas itu dipungutnya, lalu diperhatikan dengan seksama, Ke-mudian ia berpaling seraya berkata.

"Mereka datang dari Hek Uh To (PuIau Kabut Hitam), Siapa di antara kalian yang tahu di mana pulau itu?"

Bee Kun Bu dan lainnya cuma melongo, pertanda mereka tidak tahu tentang pulau tersebut

"Kakak Sie Bun! Kok engkau tahu itu?" tanya Lie Ceng Loan

"Kalian lihatlah!" Sie Bun Yun memperlihatkan gelang emas itu.

Bee Kun Bu dan lainnya segera memandang gelang emas tersebut ternyata pada gelang emas itu terukir beberapa huruf yaitu "Hek Uh To Lim (Rimba Pulau Kabut Hitam)".

"Ketika aku melihat orang itu tidak apa-apa tertotok jalan darahnya oleh Giok Siauw Sian Cu, maka aku menduga mereka berasal dari seberang laut karena mereka memiliki ilmu aneh itu." ujar Sie Bun Yun memberitahukan

"Kalau begitu, ada hubungan apa Paman Na dengan mereka?" tanya Lie Ceng Loan heran

"Kini masih belum jelas!" Sie Bun Yun mengge!eng- gelengkan kepala, "Kita perlu menyelidiki gunung itu." Giok Siauw Sian Cu dan Gin Tie Suseng teringat bagaimana cara Na Hai Peng membunuh orang di Kwat Cong San seketika mereka berdua pun merinding.

Padahal mereka ingin membatalkan perjalanan ke Ciauw San, dan ingin mencari Pek Yun Hui dulu, Namun ketika Giok Siauw Sian Cu baru mau membuka mulut Sie Bun Yun dan Bee Kun Bu sudah melesat ke arah gunung itu, Lie Ceng Loan pun menyusul Giok Siauw Sian Cu dan Gin Tie Suseng saling memandang, kemudian mereka juga melesat pergi.

Berselang beberapa saat kemudian mereka berlima sudah sampai di puncak gunung itu, Tampak sebidang tanah dan beberapa buah rumah serta sebuah kuil tua di sana.

Kreeek! Pintu kuil itu terbuka, agak gelap di dalanv nya, Mereka berlima mengerutkan kening, Entah apa pula yang akan terjadi? Pikir mereka.

Sie Bun Yun maju selangkah, kemudian tampak badannya seakan menerjang ke dalam.

Begitu badannya masuk, pintu kuil itu tertutup kembali Betapa terkejutnya Bee Kun Bu dan lainnya.

"Saudara Sie Bun! saudara Sie Bun!" teriak Bee Kun Bu.

Akan tetapi, Sie Bun Yun tidak menyahut sepertinya dia hilang begitu saja di dalam kuil, Bee Kun Bu maju dua langkah, seketika juga Gin Tie Suseng berpesan

"Hati-hati, Saudara Bee!"

"Ya." Bee Kun Bu mengangguk

Tangan kanannya menggenggam pedang, dan tangan kirinya dijulurkan untuk mendorong pintu kuil, Begitu pintu kuil terbuka, pedangnya ditusuk ke dalam.

Mendadak ia merasa pedangnya tidak bergerak sama sekali, seakan terjepit sesuatu. Bukan main terkejutnya Bee Kun Bu. Di saat ber-samaan, ia pun merasa ada tenaga yang amat kuat membetot dirinya, sehingga membuat badannya tertarik ke dalam.

Krek! Pintu kuil itu tertutup kembali

Menyaksikan kejadian itu, Lie Ceng Loan, Giok Siauw Sian Cu dan Gin Tie Suseng merasa merinding.

"Kakak Bu! Kakak Bu!H teriak Lie Ceng Loan, lalu mendadak menerjang ke pintu kuil Pintu itu terbuka dan badannya menerobos ke da!am. Kemudian pintu kuil pun tertutup kembali

"Kakak Giok Siauw!" ujar Gin Tie Suseng sambil menarik nafas, "Lebih baik engkau pergi mencari Nona Pek!"

"Lalu bagaimana dengan engkau?" tanya Giok Siauw Sian Cu.

"Aku pun harus menerjang ke dalam." sahut Gin Tie Suseng, "Maka engkau harus pergi mencari Nona Pek. Kalau engkau ikut menerjang ke dalam, siapa yang akan memberi kabar padanya?"

padahal sesungguhnya, Giok Siauw Sian Cu tidak ingin berpisah dengan Gin Tie Suseng, Namun kalau ia berkeras ingin ikut menerjang ke dalam, memang tiada gunanya.

Oleh karena itu, Giok Siauw Sian Cu manggut manggut, dan tanpa sadar matanya telah bersimbah air. Gin Tie Suseng segera menggenggam tangannya, setelah itu, barulah ia mendorong pintu kuil, Seperti apa yang dialami Sie Bun Yun dan Bee Kun Bu, ia pun tertarik ke dalam.

Giok Siauw Sian Cu cepat-cepat melesat pergi. Ber-selang beberapa saat kemudian, ia sudah sampai di tepi sungai dan masih tampak perahu itu, Langsung saja ia meloncat ke perahu tersebut, dan secepat kilat pula ia mengayuh

Giok Siauw Sian Cu mengayuh sambil berpikir, apa yang telah terjadi itu sungguh mengherankan Sudah Iama ia berkecimpung dalam rimba persilatan Hal aneh apa pun sering dihadapinya, Namun apa yang telah terjadi di gunung Ciauw San itu^ sungguh membuatnya merinding

Tak seberapa lama kemudianfa sudah mendarat dan langsung menuju ke kota Ceng Kang.

Ketika sampai di sebuah kuburan tua, tampak seorang padri berbadan kurus kecil muncul dari arah yang berlawanan Giok Siauw Sian Cu mengenali padri itu. ia tidak lain adalah Ku Hut Leng Khong.

"Berhenti!" bentak Giok Siauw Sian Cu.

Ku Hut Leng Khong segera berhenti Begitu melihat Giok Siauw Sian Cu, Ku Hut Leng Khong tertawa ramah.

"Oh, Giok Siauw Sian Cu! Apa kabar?"

"Aku mau bertanya, harap jawab sejujurnya!" Tanyalah!"

"Tahukah engkau, siapa penghuni gunung Ciauw San?"

"Aku tidak tahu." Ku Hut Leng Khong menggelengkan kepala, kemudian menatapnya seraya bertanya, "Oh ya! Apakah Sian Cu sudah bergabung dengan gua Thian Kie?"

"Ada urusan apa engkau menanyakan itu?" sahut Giok Siauw Sian Cu ketus.

Ku Hut Leng Khong cuma tersenyum, lalu pergi.

Giok Siauw Sian Cu tertegun Ketika ia baru mau mengejamya, tiba-tiba terdengar suara tawa dingin di belaka ngnya.

Begitu mendengar tawa dingin itu, Giok Siauw Sian Cu menduga pasti adalah musuh, Karena itu, ia tidak langsung menoleh, melainkan meloncat ke depan beberapa depa dulu, baru kemudian membalikkan badannya. Akan tetapi, begitu ia membalikkan badannya, di hadapannya telah berkelebat bayangan Sungguh cepat dan amat aneh gerakan bayangan itu, Tahu-tahu sebuah senjata telah mengarah dadanya.

Giok Siauw Sian Cu terkejut sekali, Secepat kilat ia mengayunkan sulingnya dan terdengarlah suara benturan

Trang!

Giok Siauw Sian Cu berhasil menangkis senjata itu, namun berkelebat lagi senjata lain Giok Siauw Sian Cu ingin berkelit, tapi sudah terlambat, bahunya telah ter-sabet senjata tersebut.

Betapa tingginya kepandaian musuh, Giok Siauw Sian Cu sudah dapat membayangkannya, hanya dua jurus ia sudah terluka.

Oleh karena itu, segeralah ia meloncat mundur beberapa depa, seketika ia melihat jelas musuh itu. Ter-nyata adalah dua orang di antara empat orang yang ditemuinya di gunung Ciauw San.

Giok Siauw Sian Cu menarik nafas daIam-daIam. Kalau satu lawan satu ada kemungkinan ia dapat melawan Namun kini ia menghadapi dua lawan, jadi jelas tipis kemungkinannya untuk menang.

Karena itu, setelah meloncat mundur, ia segera kabur Ke dua orang itu langsung mengejarnya.

Tak lama Giok Siauw Sian Cu sudah tersusul Apa boleh buat, Giok Siauw Sian Cu terpaksa berdiri di tempat bersiap melawan mereka.

"Hm!" dengus Giok Siauw Sian Cu dingin, "Kalian penjahat dari pulau Kabut Hitam, tadi aku lengah sehingga terluka! Kini kalian berdua jangan harap bisa melukaiku lagi!"

Ke dua orang itu tampak terkejut, karena Giok Siauw Sian Cu mengetahui asal usul mereka, Kemudian mereka pun menatapnya dengan penuh nafsu membunuh Terkejutlah Giok Siauw Sian Cu. ia tahu bahwa pertarungan mati-matian tak akan terhindar kan lagi, sedangkan ke dua orang itu saling memandang, lalu mendadak menggerakkan tangan masing-masing, Tam-pak dua buah gelang emas meluncur secepat kilat ke arah Giok Siauw Sian Cu.

Ngung! Ngung!

Giok Siauw Sian Cu terperanjat ketika melihat ke dua buah senjata itu meluncur ke arahnya.

Ia cepai-cepat menggerakkan sulingnya dengan jurus Kong Ciak Khai Peng (Burung Merak Mengembangkan Sayap) untuk menangkis ke dua buah senjata tersebut

Trang! Sebuah senjata itu tertangkis, Giok Siauw Sian Cu membungkukkan badan nya.

Ngunng! Sebuah senjata lagi meluncur melewati kepalanya, Narqun sungguh berbahaya sekali, ternyata rambutnya telah tersambar oleh senjata itu.

"Ha ha ha!" Ke dua orang itu tertawa gelak, Badan mereka segera bergerak, dan sekaligus menyambut senjata masing- masing sebelum jatuh

Ngung! Ngung! Mereka menyerang lagi dengan senjata itu. Kemudian ke dua orang tersebut pun tertawa aneh, Ternyata gelang emas yang di lengan masing-masing meluncur ke arah Giok Siauw Sian Cu.

Kini Giok Siauw Sian Cu diserang dari empat jurusan, sedangkan ke empat buah gelang emas itu bagaikan hidup, bisa berputar ke sana ke mari.

Giok Siauw Sian Cu bersiul panjang, lalu melesat ke atas hingga beberapa depa tingginya, Ketika melayang turun, ia melancarkan serangan dengan jurus-jurus be-runtun, yaitu Thian Gwa Lai Yun (Awan Datang Dari Luar Langit), Kong Ciak Khai Peng (Burung Merak Mengembangkan Sayap) dan Heng Toan Mu San (Me-lintang Membelah Gunung Mu San). Jurus-jurus itu adalah jurus-jurus andalan Giok Siauw Sian Cu. Tentunya jurus-jurus itu sangat dahsyat Ujung suiing mengarah jalan darah di tubuh ke dua orang itu.

Akan tetapi, walau telah tertotok jalan darahnya, namun mereka berdua hanya termundur dua langkah, sama sekali tidak roboh. Bukan main terkejutnya Giok Siauw Sian Cu. sedangkan ke dua orang itu telah menyambut senjata-senjata mereka.

Giok Siauw Sian Cu bergerak cepat Sebelum ke dua orang itu menyerang, ia mendahului menyerang sambil membentak keras. Dikeluarkannya jurus Kiap San Siauw Hai (Melewati Gunung Melalui Laut), kemudian jurus itu berubah menjadi jurus Siang Hong Cak Yun (Se-pasang Puncak Menembus Awan), Suling Giok Siauw Sian Cu mengarah pada sepasang mata kedua orang itu.

Giok Siauw Sian Cu sudah tahu, bahwa ke dua orang itu memiliki ilmu aneh yang dapat memindahkan jalan darah dengan hawa murni, maka kini ia menyerang mata mereka.

Akan tetapi, keadaan Giok Siauw Sian Cu saat ini juga dalam bahaya, sebab harus satu lawan dua.

Salah seorang telah berhasil menyambut senjatanya Yang seorang lagi meloncat dengan maksud menyambut senjatanya.

Giok Siauw Sian Cu tidak menyia-nyiakan kesempatan ini. ia langsung menyerang dengan jurus Kiap San Siauw Hai (Melewati Gunung Melalui Laut).

Terkejutlah orang itu, dan secepat kilat menggerakkan sepasang tangannya untuk menangkis.

Mendadak Giok Siauw Sian Cu merubah jurusnya dengan jurus Siang Hong Cak Hun (Sepasang puncak Menembus Awan).

Orang itu terkejut bukan main. Cepat-cepat ia mengangkat sepasang tangannya untuk menangkis, akan tetapi, terlambat Cres! Cres!

"Aaaakh...!" jerit orang ttu. Ternyata sepasang matanya telah tertusuk suling Giok Siauw Sian Cu, dan orang itu pun terkulai

Seorang lagi ingin menolong, tapi terlambat Ketika melihat temannya terluka sepasang matanya, orang itu menggeram.

Ngung! ia langsung menyerang punggung Giok Siauw Sian Cu dengan gelang emasnya.

Giok Siauw Sian Cu mendengar ada suara desiran di be!akangnya. ia tahu bahwa orang itu telah melancarkan serangan gelap terhadap dirinya, Maka secepat kilat ia berkelit ke samping.

Giok Siauw Sian Cu berhasil berkelit, tapi orang itu segera melancarkan serangan iagi, Giok Siauw Sian Cu berusaha menghindar namun terlambat karena senjata orang itu telah menghantam ke dua bahunya.

Giok Siauw Sian Cu menjerit ia masih sempat melancarkan serangan, tapi orang itu sudah meloncat mundur

sedangkan mulut Giok Siauw Sian Cu sudah menyemburkan darah segar Badannya sempoyongan dan kemudian terkulai

Plak! Suling gioknya patah, seketika juga hatinya jadi dingin, sebab pada waktu gurunya menghadiahkan suling giok ini telah berkata, "Apabila suling giok ini patah, pertanda ajal mu telah tiba!"

Teringat akan gurunya itu, Giok Siauw Sian Cu tahu, bahwa dirinya sudah tiada harapan untuk hidup lagi.

Dalam keadaan setengah sadar, ia melihat orang itu memapah temannya, kemudian memungut senjatanya, dan sekaligus melesat pergi.

Giok Siauw Sian Cu tergeletak di belakang kuburan tua hingga larut ma!am. Walau nafasnya belum putus, namun sudah tidak bisa bertahan lagi, Sekali-sekali masih mengeluarkan suara rintihan, sehingga Pek Yun Hui dan Souw Hui Hong mendengarnya.

*****

Bab ke 12 - Terperangkap di Dalam Sumur

Sie Bun Yun, Bee Kun Bu, Lie Ceng Loan dan Gin Tie Suseng yang terbetot ke dalam kuil, sama sekali tidak mampu mengadakan perlawanan Ternyata jalan darah mereka telah tertotok, maka begitu terbetot ke dalam, mereka berempat pun langsung jatuh duduk.

Sungguh gelap di dalam kuil itu. Namun samar-samar mereka masih melihat sosok bayangan tinggi besar di hadapan mereka, Setelah mereka perhatikan dengan seksama, sosok bayangan itu ternyata Na Hai Peng, Kemudian sosok bayangan itu melesat ke dalam.

pantas mereka berempat tak mampu melawan Ternyata yang membetot mereka ke dalam tadi Na Hai Peng, Bee Kun Bu ingin memanggil, namun tak mampu mengeluarkan suara, Mereka berempat cuma saling memandang saja.

Berselang beberapa saat kemudian, muncul dua orang dengan obor di tangan, Mereka berdua menghampiri Bee Kun Bu dan lainnya sambil tertawa menyeringai. Obor di tangan mereka ditaruh pada tem-patnya, lalu membawa Bee Kun Bu dan lainnya ke belakang kuil

Bee Kun Bu, Sie Bun Yun, Lie Ceng Loan dan Gin Tie Suseng sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa, karena jalan darah mereka tertotok.

Di belakang kuil terdapat sebuah sumur Ke dua orang itu berhenti di pinggir sumur Hati mereka berempat tersentak Mungkinkah ke dua orang itu akan menceburkan mereka berempat ke dalam sumur itu?

Bee Kun Bu memandang ke dalam sumur tersebut Dasar sumur itu tidak tampak karena dalam sumur itu gelap gulita, Kalau mereka diceburkan ke dalam sumur itu, apakah masih bisa hidup?

Dalam keadaan gugup dan panik, kadang kala justru akan timbul suatu kekuatan yang di luar dugaan, Di antara mereka berempat, Bee Kun Bu yang paling tinggi Lwee-kangnya, Karena itu, mendadak hawa murninya ber-gejolak, Hawa murni itu menembus jalan darahnya, sehingga bebas dari totokan.

Setelah jalan darahnya terbebas dari totokan, Bee Kun Bu langsung menyerang salah seorang yang membawa mereka.

Orang itu sama sekali tidak menyangka, kalau Bee Kun Bu akan menyerangnya begitu mendadak Tentunya serangan Bee Kun Bu membuatnya tidak dapat menangkis atau berkelit

Duuuk! Dada orang itu terpukul dengan telak. "Aaaakh...!" Orang itu menjerit dengan mata mendelik

Mulutnya pun menyemburkan darah segar dan roboh seketika.

Salah seorang lagi baru mau menoleh, namun sepasang tangan Bee Kun Bu telah menyerangnya

Duuuuk! Dada orang itu terpukul

"Aaakh...!" jeritnya, Mulutnya menyemburkan darah segar, lalu terkulai

Bee Kun Bu tidak membuang-buang waktu lagi, ia bergerak cepat membebaskan jalan darah Lie Ceng Loan, Sie Bun Yun dan Gin Tie Suseng.

"Ayoh! Mari kita cepat pergi!" ujarnya. "Baik!" Sie Bun Yun mengangguk

Akan tetapi, ketika mereka berempat baru mau melesat pergi, mendadak muncul sosok bayangan tinggi besar di hadapan mereka, Orang itu ialah Na Hai Peng. Na Hai Peng masih memakai kain penutup muka, namun sepasang matanya tampak menyorot tajam.

"Kita harus berpencar untuk meloloskan diri." bisik Sie Bun Yun, "Aku akan memancingnya meninggalkan tempat ini."

Tapi Bee Kun Bu, Lie Ceng Loan dan Gin Tie Suseng masih berdiri mematung di tempat itu membuat Sie Bun Yun gugup sekali sedangkan Bee Kun Bu sudah memanggil.

"Ayah angkat! Apakah ayah angkat sudah pulih?" Perlahan-lahan Bee Kun Bu mendekatinya. Begitu melihat

Bee Kun Bu mendekati Na Hai Peng, Lie Ceng Loan

mengikutinya dari belakang

Bukan main terkejutnya Sie Bun Yun. Keringat dinginnya pun mengucur deras.

"Saudara Bee, jangan cari mati!" teriaknya.

Sudah terlambat, karena Na Hai Peng sudah bergerak Bee Kun Bu dan Lie Ceng Loan merasa ada tenaga yang amat dahsyat menekan mereka, sehingga membuat mereka merasa sesak nafas, kemudian merasa bahu mereka sakit sekali.

Ternyata Na Hai Peng telah berhasil mencengkeram bahu mereka, bahkan sekaligus melempar mereka ke arah sumur.

Sie Bun Yun dan Gin Tie Suseng menyaksikan kejadian itu. Menggigillah sekujur badan mereka, dan sukma pun seakan terbang entah ke mana.

Na Hai Peng maju selangkah ke arah mereka berdua, lalu mendadak mengibaskan lengan baju nya.

Bukan main dahsyatnya kibasan itu, Sie Bun Yun dan Gin Tie Suseng terpental ke arah mulut sumur, dan langsung jatuh ke dalamnya.

Entah berapa lama kemudian, barulah mereka berdua sampai ke dalam air. Berselang sesaat, mereka berdua baru timbul, dan seketika juga mendengar suara Lie Ceng Loan. "Kalian berdua tidak apa-apa?"

Sie Bun Yun menengok ke sekeliling tempat itu. Sungguh mengherankan ternyata dasar sumur itu sangat luas. Ketika Gin Tie Suseng berenang ke arahnya, barulah Sie Bun Yun menyahut

"Kami tidak apa-apa, Bagaimana Saudara Bee?" "Kami sudah berada di sini!" sahut Bee Kun Bu.

Sie Bun Yun dan Gin Tie Suseng memandang ke atas, Tampak mulut sumur itu sangat kecil Dapat dibayangkan betapa dalamnya sumur itu.

Bee Kun Bu dan Lie Ceng Loan berada di atas batu yang menonjol dari dinding sumur Sie Bun Yun dan Gin Tie Suseng segera memanjat ke atas, sehingga mereka berempat berkumpul lagi di batu itu.

Tadi ketika jatuh ke bawah, aku,., aku mengira akan mati," ujar Lie Ceng Loan sambil tersenyum.

"Kami pun mengira begitu," sahut Sie Bun Yun sambil tertawa, "Tapi sungguh di luar dugaan, kita masih hidup di sini."

"Eh?" Lie Ceng Loan memandang Gin Tie Suseng, "Di mana Kakak Giok Siauw?"

"Aku menyuruhnya meninggalkan Ciauw San," jawab Gin Tie Suseng.

"Kenapa?" Lie Ceng Loan keheranan

"Dia harus pergi mencari Nona Pek." Gin Tie Suseng memberitahukan

"Oh! Dia pergi seorang diri, apakah tidak berba-haya?" Lie Ceng Loan mengerutkan kening.

Tadi dalam keadaan mendesak, maka Gin Tie Suseng tidak memikirkan hal itu, Kini setelah Lie Ceng Loan mengatakan begitu, Gin Tie Suseng menjadi merasa cemas. "Jangan khawatir!" Sie Bun Yun tertawa, "Sudah sekian tahun Giok Siauw Sian Cu malang melintang di rimba persilatan Siapa pun akan pusing tujuh keliling menghadapinya, Lagipula dia sudah biasa bergerak seorang diri tidak pernah didampingi siapa pun."

Setelah mendengar apa yang dikatakan Sie Bun Yun, barulah Gin Tie Suseng berlega hati Akan tetapi mereka sama sekali tidak menyangka, bahwa Giok Siauw Sian Cu telah bertemu musuh tangguh di pinggir kota Ceng Kang, bahkan sudah tewas.

"Sie Bun Yun menengok ke sana ke mari Luas tempat itu beberapa depa, Di bawah adalah air, memandang ke atas tampak mulut sumur itu cuma sebesar telapak tangan. Berapa tingginya dapat dibayangkan!

Mereka tidak mungkin ke luar lagi melalui mulut sumur, sebab amat tinggi dan dinding sumur itu amat licin, Lagipula Na Hai Peng pasti berada di atas, Lalu bagaimana cara ke luar dari sumur itu?

Mereka berempat tampak tertegun, Memang tidak ada jalan ke luar sama sekali Apakah mereka berempat harus mati di dalam sumur itu?

"Saudara Bee, apakah engkau punya ide?" tanya Sie Bun Yun.

"Menurut aku, jalan satu-satunya cuma naik ke atas," sahut Bee Kun Bu.

"ltu bagaimana mungkin, Kakak Bu," ujar Lie Ceng Loan. "Dinding sumur ini sangat licin, lagipu!a paman Na pasti masih berada di atas."

"Biar aku coba naik ke atasdu!u," sela Gin Tie Suseng, "Kalau dia tidak ada di sana, barulah kalian naik ke atas,"

"Saudara Kim,.,." Bee Kun Bu ingin mengatakan sesuaiu, namun mendadak terdengar suara di atas. Bum! Bukan main kerasnya suara itu.

Mereka berempat segera mendongak seketika juga hati mereka jadi dingin, Ternyata mulut sumur itu telah ditutup dengan benda berat Tadi masih tampak ada cahaya, tapi kini sudah berubah gelap.

"Celakal" seru Sie Bun Yun.

"Kita betul-betul akan mati kelaparan di sini," keluh Lie Ceng Loan.

"Benarkah di sini tiada jalan ke luar?" gumam Gin Tie Suseng.

"Eeeh?" seru Bee Kun Bu mendadak

"Kenapa engkau, Kakak Bu?H tanya Lie Ceng Loan ?ran, "Kok mendadak berseru seperti terkejut?"

"Ada sedikit cahaya menembus ke sini Berarti ada alan menembus ke luar," jawab Bee Kun Bu memberitahukan. "Mari kita cari sumber cahaya itu!"

Mereka berempat segera menengok ke sana ke mari Ternyata sumber cahaya itu dari dinding sumur dua depaan di atas mereka.

Gin Tie Suseng bangkit berdiri lalu dengan hati-hati sekali ia memanjat ke atas, Di situ memang terdapat sebuah lubang kecil Gin Tie Suseng memandang ke luar melalui lubang kecil itu. Tampak arus sungai terus mengalir di luar.

Akan tetapi, tebal dinding sumur itu hampir dua meter, tentunya tidak bisa dirobohkan dengan tenaga orang.

"Bagaimana, Saudara Kim?" tanya Sie Bun Yun.

"Di luar ada sungai tapi dinding sumur ini sangat tebal," sahut Gin Tie Suseng sambil menggelengkan kepala, "Kita tidak mampu meroboh kan nya."

Sie Bun Yun, Bee Kun Bu dan Lie Ceng Loan langsung menarik nafas panjang, sedangkan Gin Tie Suseng turun lagi dengan hati-hati sekali, Mereka berempat duduk termangu, lama sekali barulah Gin Tie Suseng membuka mulut

"Saudara Bee, Saudara Sie Bun!" ujarnya sambil mengerutkan kening, "Menurut aku, kelihatannya Na Locianpwee tidak seperti orang gila."

"Ya." Sie Bun Yun mengangguk dan tersenyum getir "Kelihatannya memang begitu."

"Aku tidak pereaya," sahut Lie Ceng Loan. "Paman Na paling baik terhadapku Kalau tidak gila, bagaimana mungkin dia melemparku ke sini?"

"Aaakh.,.!" Bee Kun Bu menghela nafas, "Aku yakin pasti ada sesuatu di balik semua itu. sayangnya Kakak Pek tidak bersama kita."

"Kita juga salah," ujar Lie Ceng Loan, "Kenapa pada waktu itu kita sama sekali tidak berteriak memanggilnya?"

"ltu sudah lewat, pereuma diungkit lagi." ujar Sie Bun Yun. "Yang penting kita tidak boleh terus berdiam diri di sini Kita harus memikirkan jalan ke luarnya."

Lie Ceng Loan terus memandang Bee Kun Bu. Gadis itu tampak tenang sekali Hal itu dikarenakan ia berada di sisi Bee Kun Bu. Kalaupun harus mati, gadis itu tetap merasa bahagia.

Gin Tie Suseng bangkit berdiri, lalu berjalan mondar- mandir di situ, Berselang sesaat mendadak ia berseru kaget

"Eeeeh?"

"Ada apa?" tanya Sie Bun Yun.

"Kalian lihatlah!" sahut Gin Tie Suseng sambil menunjuk ke bawah.

Bee Kun Bu, Sie Bun Yun dan Lie Ceng Loan langsung memandang ke bawah, Ternyata hanya tampak air di situ, sama sekali tidak melihat sesuatu yang aneh. Tidak ada apa-apa," ujar Lie Ceng Loan. "Kakak Kim melihat apa?"

"Cobalah kalian perhatikan dengan seksama!" sahut Gin Tie Suseng.

Bee Kun Bu, Sie Bun Yun dan Lie Ceng Loan memandang air itu dengan penuh perhatian Namun mereka bertiga tetap tidak melihat apa pun di situ.

"SebetuInya ada apa?" tanya Lie Ceng Loan kebingungan "Air sungai sedang pasang," jawab Gin Tie Suseng,

"Apakah kalian tidak menyadari hal itu?"

"Oooh!" Sie Bun Yun manggut-manggut "Air di dalam sumur ini telah naik setengah depaan."

"Kelihatannya air di dalam sumur ini akan terus naik," ujar Gin Tie Suseng memberitahukan

"Kalau begitu, ada baiknya," sela Bee Kun Bu dengan wajah berseri.

"Maksud Kakak Bu?" Lie Ceng Loan tidak mengerti "Kalau air di sini semakin naik, kita pun bisa ikut naik ke

atas, kan?" Bee Kun Bu memberitahukan "Benar." Lie Ceng Loan tertawa.

Akan tetapi, pada waktu bersamaan mendadak mulut sumur itu terbuka, lalu meluncur ke bawah benda berat

Byuuur! Ternyata adalah batu besar jatuh ke dalam Air di dalam sumur pun muncrat ke atas.

Menyaksikan kejadian itu, mereka berempat jadi melongo dan tertegun, kemudian saling memandang.

Byuuur! Byuuuur! Batu-batu besar terus berjatuhan dari atas.

"Celaka!" seru Sie Bun Yun, "Mereka ingin mengubur kita hidup-hidup di sini," "Kakak Bu!" Lie Ceng Loan menatapnya, Tidak disangka kita akan mati bersama di sini."

"Adik Loan.,.," Bee Kun Bu tersenyum getir

"Kakak Bu!" Lie Ceng Loan tersenyum manis, "Aku tidak takut, karena.,, kita akan mati bersama."

"Adik Loan. " Bee Kun Bu menggeIeng-gelengkan kepala.

"Haah!" teriak Gin Tie Suseng mendadak sambil menepuk keningnya sendiri

"Eh?" Sie Bun Yun menatapnya, "Kenapa engkau, Saudara Kim?"

"Kenapa aku begitu bodoh? Akh! Aku sungguh bodoh sekali!" sahut Gin Tie Suseng.

"Apa maksudmu, saudara Kim?" tanya Bee Kun Bu heran. "Air di dalam sumur ini bisa naik, berarti ada jalan masuk

air di dasar sumur ini. Bukankah bisa tembus ke luar pu!a?"

sahut Gin Tie Suseng menjelaskan sambil tersenyum.

"Benar." Sie Bun Yun manggut-manggut, Tetapi kalau lubang itu kecil, kita tetap tidak bisa ke luar dari sini."

"Aku mahir berenang dan menyelami ujar Gin Tie Suseng, "Biar aku yang menyelam ke dasar sumur ini dulu, kalau ada jalan ke luar, aku pasti muncul lagi untuk mengajak kalian menyelam meninggalkan sumur ini,"

Bee Kun Bu, Sie Bun Yun dan Lie Ceng Loan saling memandang, Setelah itu mereka mengangguk serentak

Gin Tie Suseng menarik nafas da!am-dalam, lalu meloncat ke dalam air, sekaligus menyelam ke bawah.

ia terus menyelam. Tiba-tiba ia merasa ada tenaga yang amat kuat menghisap dirinya, membuat badannya meluncur ke depan, Gin Tie Suseng terkejut lalu cepat-cepat memandang ke depan. Tampak air di situ sangat keruh. itu membuatnya bertambah terkejut Ternyata ia sedang menghadapi pusaran air.

Gin Tie Suseng berusaha menghindar, mati-matian berenang ke tempat lain, tapi tenaga hisapan itu amat kuat, sehingga badannya terus terhisap ke pusaran air itu.

Tak seberapa lama kemudian, badannya mulai berputar- putar, ia terpaksa menutup pernapasannya dan membiarkan badannya terus berputar Sebab apabila ia melawan, lama- lama akan kehilangan tenaga, itu sungguh membahayakan dirinya.

Badannya terus berputar ke dalam, Berselang beberapa saat kemudian, ia sudah tidak tahu dirinya berada di mana, Namun saat ini badannya tidak berputar-putar ke dalam lagi, melainkan meluncur ke atas.

Gin Tie Suseng terheran-heran, ia membiarkan badannya terus meluncur ke atas, Sesaat kemudian, ia pun merasa badannya sudah menjadi ringan, Segeralah ia membuka ma tanya.

seketika juga ia terbelalak, ternyata badannya sudah berada di permukaan sungai Betapa girangnya Gin Tie Suseng, Cepat-cepat ia berenang ke tepi sambil memandang ke sana ke mari, samar-samar tampak gunung Ciauw San.

Sungguh di luar dugaan, badannya terhisap oleh pusaran air hingga beberapa mil jauhnya.

Kini ia sudah meloloskan diri dari sumur itu. Namun Bee Kun Bu, Sie Bun Yun dan Lie Ceng Loan masih terkurung di sana.

Tidak mungkin mereka bertiga akan menyelam ke dasar sumur, karena tidak melihat Gin Tie Suseng muncul kembali.

Gin Tie Suseng tidak bisa kembali ke sana, Tentunya Bee Kun Bu dan lainnya mengiranya telah celaka di dasar sumur.

Jalan satu-satunya yakni ia harus kembali ke Ciauw San untuk menolong mereka bertiga. Setelah mengambil keputusan ini, Gin Tie Suseng langsung berenang ke sana, Berselang beberapa saat kemudian, ia melihat sebuah perahu sedang melaju di sungai itu. Giranglah Gin Tie Suseng dan segera berteriak Tolong! Tolong!"

Perahu itu melaju ke arahnya, Setelah perahu itu berada di sisinya, tangan Gin Tie Suseng menggapai ke pinggir perahu kemudian naik ke atas.

"Cepat! Cepat bawa aku ke gunung Ciauw San! Berapa ongkosnya, kubayar," ujar Gin Tie Suseng.

Gin Tie Suseng menganggap bahwa yang di atas perahu itu para nelayan, maka ia berkata begitu.

"Siapa membutuhkan ongkos itu?" sahut seseorang bernada dingin.

Gin Tie Suseng tertegun, sebab tadi ia sama sekali tidak memperhatikan orang-orang yang di perahu itu. Saat ini barulah ia memandang mereka berdua, Satah seorang sudah tua berambut putih. sedangkan seorang lagi masih muda tapi mirip banci, Begitu melihat ke dua orang itu, Gin Tie Suseng tahu bahwa mereka berdua adalah pesilat tinggi dalam rimba persilatan

"Maafl" ucap Gin Tie Suseng, "Ternyata kita sama-sama kaum Bu Lim. Apakah kalian berdua sudi mengantar aku ke Ciauw San?"

"Tidak bisa!" sahut si banci, "Aku ada urusan penting, mohon.,.," "Aku sudah mengatakan tidak bisa." potong si banci, Tetap tidak bisa! jangan banyak omong!"

"Kalau begitu, aku akan berenang ke sana," ujar Gin Tie Suseng, Walau ia amat gusar terhadap sikap si banci, namun saat ini ia harus menghindari hal-hal yang tak diinginkan

"Tunggu!" bentak orang tua berambut putih, dan sekaligus menghadang di depan Gin Tie Suseng.

"Lho?" Wajah Gin Tie Suseng berubah dingin" Apakah aku juga tidak boleh berenang ke Ciauw San itu?" "Engkau siapa?" tanya orang tua berambut putih sambil menatapnya dingin

"Kalian siapa?" Gin Tie Suseng balik bertanya.

"Kami dari Kai Thian Kauw, Kami berdua adalah pemimpin sektor." Orang tua berambut putih memberitahukan

Gin Tie Suseng tertegun, sebab selama ini ia tidak pernah mendengar tentang Kai Thian Kauw.

"Kai Thian Kauw? Aku tidak pernah mendengarnya," ujarnya.

"Cepat katakan!" bentak ke dua orang itu, "Siapa engkau sebenarnya?"

Gin Tie Suseng berpikir, namanya tidak begitu tersohor di rimba persilatan Tionggoan, bagaimana kalau menyebut nama Pek Yun Hui dan lainnya saja? Karena berpikir demikian, ia pun menyahut

" Apakah kalian pernah mendengar nama dua wanita Kwat Cong San?"

Begitu mendengar pertanyaan itu, air muka ke dua orang itu langsung berubah, Gin Tie Suseng malah telah salah duga akan perubahan air muka itu.

"Apa hubunganmu dengan ke dua wanita jalang itu?" tanya orang tua berambut putih dengan dingin

Setelah mendengar nada itu, barulah Gin Tie Suseng tahu bahwa dirinya telah menimbulkan suatu urusan Tapi sudah dicetuskannya, bagaimana mungkin ditarik kem-bali? ia terpaksa mengeraskan hati untuk mengaku.

"Mereka berdua adalah teman baikku, Kenapa kalian mencaci mereka?"

"He he he!" Si banci tertawa terkekeh-kekeh. "Hari ini ajal mu sudah tiba!" Gin Tie Suseng terkejut sedangkan orang tua berambut putih segera berkata sambil tertawa.

"Kita tangkap saja dia! Biar Kauw Cu yang menghukumnya

!"

"Benar." Si banci manggut-manggut Gin Tie Suseng

menyadari adanya gelagat yang tidak baik, maka ia meloncat. Akan tetapi, baru saja badannya bergerak, orang tua berambut putih melancarkan serangan ke arahnya.

Gin Tie Suseng berkelit, tapi serangan si banci pun telah sampai, sehingga Gin Tie Suseng terpaksa melawan dengan suling perak nya. Bagaimana mungkin ia melawan mereka berdua yang berkepandaian begitu tinggi? Akhirnya ia roboh dalam belasan jurus, bahkan terluka parah, "Ha ha ha!" Orang tua berambut putih tertawa gelak, lalu menotok jalan darah Gin Tie Suseng.

Tak seberapa lama kemudian, perahu itu berlabuh, Orang tua berambut putih membawa Gin Tie Suseng ke darat Belum seberapa orang tua berambut putih itu berjalan, tampak adanya cahaya api di depan, Tampak pula dua orang gadis berdiri di situ. Dua orang gadis itu ternyata Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap.

Begitu melihat Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap, orang tua berambut putih dan si banci itu terkejut bukan main, Orang tua berambut putih langsung menaruh Gin Tie Suseng ke bawah, lalu melesat pergi bersama si banci.

sedangkan di saat itu, Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap terus memperhatikan Tu Wee Seng, maka tidak menyadari keberadaan mereka di situ.

sementara Gin Tie Suseng juga sudah melihat Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap, Oleh karena itu semangatnya terbangkit, sehingga mampu mengerahkan hawa murninya untuk membebaskan jalan darahnya yang tertotok Karena itu, justru membuat lukanya semakin parah, Setelah berhasil membebaskan jalan darahnya, barulah Gin Tie Suseng mengeluarkan suara.

Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap mendengar suara Gin Tie Suseng, Cepat-cepat mereka melesat ke tempat itu, dan seketika melihat Gin Tie Suseng tergeletak di situ dalam keadaan luka parah.

Tidak sempat menceritakan apa yang telah terjadi dan di mana Bee Kun Bu serta lainnya berada, Gin Tie Suseng sudah mati.

Akan tetapi, terakhir ia masih mengucapkan "Arus air menderu, kalian hati-hati!"

Karena ucapan itu, maka Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap berkesimpulan bahwa Bee Kun Bu, Sie Bun Yun dan Lie Ceng Loan berada di sungai, namun di mana itu? Akhirnya mereka menunggang Hian Giok menyelidiki sungai tersebut....

Bagian ke tiga belas Mengejar Musuh Tangguh

Hian Giok terus terbang di atas sungai, Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap memandang ke sungai itu dengan penuh perhatian permukaan sungai itu tampak tenang sekali, tiada sesuatu yang mencurigakan

"Kakak Pek! Apakah mereka berada di sungai ini?" tanya Na Siao Tiap sambil mengerutkan kening.

Pek Yun Hui tidak menyahut ia pun mengerutkan kening tampak bimbang, Lama sekali barulah ia membuka mu!ut, namun mendadak Hian Giok memekik keras sambil terbang cepat ke atas.

Tentunya membuat mereka terheran-heran, kemudian mereka memandang ke depan, Ternyata tampak sebuah gunung di tengah-tengah sungai itu.

Pek Yun Hui tahu bahwa gunung tersebut adalah Ciauw San. Hati Pek Yun Hui tergerak seketika, jangan-jangan Bee Kun Bu dan lainnya berada di gunung itu. Tak seberapa iama kemudian, Hian Giok sudah terbang di atas Ciauw San. Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap memandang ke bawah, tampak seseorang berdiri di puncak gunung itu.

Badan orang itu tinggi besar Ta-ngannya sedang mengangkat batu besar di lempar ke dalam sumur

Na Siao Tiap segera menepuk leher Hian Giok, dan burung bangau itu langsung terbang ke bawah.

Kini mereka berdua melihat lebih jelas orang itu, dan seketika mereka pun tampak terkejut sekali.

"Kakak Pek!" seru Na Siao Tiap tak tertahan "Dia ayahku!" "Ya!" Pek Yun Hui mengangguk Namun ia sama sekali

tidak menduga, bahwa Bee Kun Bu dan lainnya justru berada

di dalam sumur itu.

Pek Yun Hui sangat girang, sebab gerak-gerik Na Hai Peng tidak seperti orang gila, Lagi pula kini ia telah memperoleh rumput berdaun tujuh, tentunya bisa memulihkan kesadarannya.

Oleh karena itu, begitu melihat Na Hai Peng berada di tempat itu, Pek Yun Hui segera menepuk leher Hian Giok, Burung bangau itu memekik nyaring, lalu melayang ke bawah.

Begitu Hian Giok turun, Na Hai Peng membalikkan badannya. sedangkan Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap meloncat turun dari punggung Hian Giok.

Ke dua gadis itu berdiri di situ, Mereka saling memandang sejenak, kemudian mengarah pada Na Hai Peng.

Walau mengenakan kain penutup muka, namun sepasang mata Na Hai Peng tampak menyorot tajam, itu membuat Na Siao Tiap tertegun kemudian ia berbisik pada Pek Yun Hui.

"Kakak Pek! Engkau bilang ayahku gila?" "Benar." Pek Yun Hui mengangguk

"Sepasang matanya menyorot begitu tajam, tidak mirip orang gila," ujar Na Siao Tiap. Pek Yun Hui menatap Na Hai Peng dengan penuh perhatian ia pun tertegun karena Na Hai Peng kelihatan tidak gila, sebab sepasang matanya bersinar tajam sekali.

Menyaksikan keadaan Na Hai Peng, girangtah Pek Yun Hui dan langsung maju beberapa langkah seraya berkata.

"Guru! Apakah guru sudah. "

Pek Yun Hui ingin bertanya apakah gurunya sudah sembuh? Namun sebelum menyelesaikan ucapannya, badan Na Hai Peng sudah bergerak dan sekaligus menyerangnya dengan sepasang telapak tangannya.

Terasa tenaga yang amat dahsyat menerjang ke arah dada Pek Yun Hui, itu sungguh di luar dugaannya.

Ketika menyaksikan sepasang mata Na Hai Peng bersinar tajam, Pek Yun Hui mengiranya telah sembuh, Akan tetapi, mendadak Na Hai Peng malah menyerangnya begitu dahsyat Celakanya, Pek Yun Hui berdiri begitu dekat pula, Karena itu, ketika sepasang telapak tangan Na Hai Peng bergerak, Pek Yun Hui merasa dadanya tertekan oleh tenaga yang amat dahsyat

Untung Pek Yun Hui berkepandaian tinggi Lagipula di dalam tubuhnya telah mengalir tenaga sakti Toa Pan Yok Hian Kang, maka masih dapat melindungi dirinya.

Di saat itu, Pek Yun Hui juga mengangkat sepasang tangannya, seketika terdengarlah suara benturan keras.

Bum!

Badan Na Hai Peng bergoyang-goyang, sedangkan badan Pek Yun Hui terdorong ke belakang

"Kakak Pek!" Na Siao Tiap maju beberapa langkah, "Bagaimana? Apakah engkau terluka?"

"Tidak," Pek Yun Hui menarik nafas dalam-dalam. "Untung aku cepat mundur, kalau tidak. "

"Kakak Pek mundur saja!" ujar Na Siao Tiap. "Siao Tiap!" tanya Pek Yun Hui. "Bagaimana cara engkau menghadapinya?"

"Karena dia sudah gila, maka harus turun tangan membekuknya." sahut Na Siao Tiap sungguh-sungguh.

"Siao Tiap!" usul Pek Yun Hui. "Bukankah lebih baik engkau pergunakan irama Mi Hun Li Cin, jadi tidak akan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan?"

Na Siao Tiap mengangguk Kemudian jari tangannya ditaruh pada tali senar piepanya, Kelihatannya ia sudah siap memainkan irama tersebut Akan tetapi, tiba-tiba ia menggelengkan kepala seraya berkata.

"Tidak baik, itu akan membuat ayahku terluka parah." "Kalau begitu, mari kita maju bersama, kita totok saja jalan

darahnya!" ujar Pek Yun Hui.

"Kakak Pek!" Mata Na Siao Tiap mulai bersimbah air, "Benarkah dia tidak mengenali siapa pun?"

"Tentu." Pek Yun Hui mengangguk "Kalau kenal, bagaimana mungkin dia menyerangku?"

Ketika mereka bereakap-cakap, Na Hai Peng mendekati mereka selangkah demi selangkah

sedangkan ke dua gadis itu masih belum mengambil suatu keputusan Maka mereka terpaksa menyurut mundur.

"Ayah!" seru Na Siao Tiap dengan air mata meleleh, "Benarkah ayah sudah tidak mengenalku lagi?"

"Siao Tiap! Aku membawa rumput itu, Setelah kita berhasil menotok jalan darahnya, barulah kita meng-obatinya." ujar Pek Yun Hui. "Sekarang pereuma banyak bicara dengannya!"

Na Siao Tiap mengangguk Mereka berdua tidak melangkah mundur lagi, sementara Na Hai Peng maju tiga langkah mendekati mereka. Na Siao Tiap dan Pek Yun Hui sudah siap dan sekaligus menghimpun Lweekang, Namun di saat bersamaan mendadak Hian Giok memekik nyaring sambil meluncur ke arah Na Hai Peng, dan cakarnya langsung menyambar kain penutup muka Na Hai Peng.

itu sungguh di luar dugaan Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap. Kenapa Hian Giok atau Bangau Sakti berani menyambar kain penutup muka Na Hai Peng, majikannya?

Kelihatannya Na Hai Peng juga tidak menduga akan hal tersebut, sehingga tampak tertegun Setelah berhasil menyambar kain penutup muka itu, Hian Giok memekik nyaring lagi, lalu terbang ke atas.

Setelah menyaksikan itu, Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap pun yakin ada sebabnya Hian Giok berbuat begitu, Karena itu, mereka berdua segera memandang wajah Na Hai Peng.

Begitu memandang, tertegunlah mereka dan mata mereka pun terbelalak lebar

Bentuk tubuh orang itu memang mirip Na Hai Peng. Karena orang itu mengenakan kain penutup muka, maka orang yang melihatnya pasti akan mengira bahwa orang itu Na Hai Peng.

Setelah kain penutup muka orang itu disambar Hian Giok, tampak jelas bahwa orang itu bukan Na Hai Peng.

Na Hai Peng berwajah ramah, pengasih dan penuh kelembutan sedangkan wajah orang itu tampak bengis, benjol- benjol, jahat dan licik pula.

Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap tertegun menyaksikan wajah orang itu.

"Siapa engkau?" bentak Pek Yun Hui. Orang itu tidak menyahut sementara Na Siao Tiap sudah mulai memainkan irama Mi Hun Li Cin. Badan orang itu tergetar-getar, kemudian terhuyung- huyung ke belakang. Na Siao Tiap terus memainkan irama tersebut Makin lama makin tinggi irama yang dimainkannya.

Orang itu terkulai, lalu berguling-guIing di tanah, Namun kemudian ia mendadak bangkit berdiri Ternyata ia masih dapat bertahan Sejenak tubuhnya sempoyongan namun kemudian dengan tiba-tiba ia melesat pergi. Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap pun melesat pergi mengikuti orang tersebut

Walau orang itu bukan Na Hai Peng, tapi lweekangnya sungguh tinggi sementara mereka sudah sampai di tepi tebing. Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap berhenti, sebab tidak mungkin orang itu bisa kabur lagi

Namun sungguh di luar dugaan, mendadak orang itu melesat ke depan beberapa depa, lalu merosot ke bawah.

Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap segera meloncat ke pinggir tebing, lalu memandang ke bawah, Ternyata orang itu terjun ke sungai, dan tidak tampak timbul lagi.

"Tidak disangka kalau orang itu begitu nekat," ujar Na Siao Tiap sambil menarik nafas panjang.

"Siao Tiap!" ujar Pek Yun Hui. "Engkau kira dia bunuh diri ke sungai?"

"Tebing ini begitu tinggi, dia meloncat ke bawah, bagaimana mungkin masih bisa hidup?" sahut Na Siao Tiap.

"Kalau di bawah terdapat batu-batu atau tanah keras, tentunya dia akan mati." ujar Pek Yun Hui dan menambahkan Tapi di bawah adalah sungai, dia pasti mahir berenang, maka tidak akan mati."

"Oh!" Wajah Na Siao Tiap tampak gusar sekali "Kalau begitu, mari kita ajak Hian Giok pergi mencarinya!"

"Kita tidak tahu dia berenang ke arah mana, Lagiputa tidak gampang mencari orang di permukaan sungai," sahut Pek Yun Hui. "Sudahlah!" "Jadi kita lepaskan dia begitu saja?"

"Orang itu menyamar sebagai guru, itu pasti ada sebabnya." ujar Pek Yun Hui dengan kening berkerut "Kita tidak tahu entah apa sebabnya."

"Bagaimana menurutmu?" tanya Na Siao Tiap.

" Aku pun tidak mengerti." Pek Yun Hui mengge!eng- gelengkan kepala. "Orang itu berkepandaian di atasku, Lagi pula dia menyamar sebagai guru, Maka sudah pasti ada sebab musababnya."

"Aaakh,.,!" Na Siao Tiap menarik nafas panjang, "Sunggun banyak urusan di rimba persilatan!"

Pek Yun Hui tersenyum getir, karena ia tahu ke-risauan Na Siao Tiap bukan lantaran banyak urusan di rimba persilatan, melainkan ada sebab lain.

Tiba-tiba mereka berdua tampak tertegun, lalu pasang kuping seakan sedang mendengar suara yang sayup-sayup, justru suara orang memanggil mereka berdua.

"Heran! Siapa memanggil kita?" ujar Na Siao Tiap. "Suara itu,., kedengarannya seperti di dalam gunung,

bahkan mirip suara adik Loan," sahut Pek Yun Hui.

"Kakak Pek! Kakak Siao Tiap! Aku Ceng Loan bersama Kakak Bu dan Kakak Sie Bun berada di dalam sumur!" Terdengarlah lagi suara seruan Lie Ceng Loan.

Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap segera melesat ke arah sumur itu. Begitu tiba di situ, mereka berdua segera memandang ke bawah, Walau gelap, mereka masih melihat ada orang bergerak-gerak di air di dalam sumur Giranglah hati Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap.

"Siao Tiap, kita harus cepat-cepat mencari seutas tali untuk menarik mereka ke atas." ujar Pek Yun Hui.

Na Siao Tiap diam. Pek Yun Hui segera memandangnya, seketika juga ia tertegun, Ternyata wajah Na Siao Tiap pucat pias, dan berdiri mematung di pinggir sumur itu.

Diam-diam Pek Yun Hui terkejut sekali ia tahu kenapa Na Siao Tiap jadi begitu, itu karena sebentar lagi akan bertemu Bee Kun Bu.

"Kalian bertiga tunggu, aku dan Siao Tiap akan mencari tali dulu!" seru Pek Yun Hui ke dalam sumur itu.

Sie Bun Yun, Bee Kun Bu dan Lie Ceng Loan, mendengar suara piepa, Maka mereka tahu Na Siao Tiap berada di atas sana, Karena itu, mereka berseru-seru menggunakan Lweekang, sehingga Pek Yun Hui dan Na Siao Tiap mendengar suara seruan itu.

Pek Yun Hui menarik Na Siao Tiap yang berdiri mematung itu menuju kuil.

"Siao Tiap! Siao Tiap!" panggimya.

"Haaah.J" Na Siao Tiap tersentak sadar "Ada apa?" "Siao Tiap!" Pek Yun Hui menatapnya, "Kenapa engkau

barusan?"

"Kakak Pek!" Mata Na Siao Tiap bersimbah air. "Hatiku risau sekall"

"Siao Tiap!" Pek Yun Hui serius, "Hatimu risau, apakah karena Bee Kun Bu?"

Na Siao Tiap mengangguk dengan air mata berderal Pek Yun Hui mengerutkan kening seraya berkata.

"Siao Tiap! Kalau begitu, engkau harus bagaimana?" "Kakak Pek!" sahut Na Siao Tiap terisak-isak. "Entah

sudah berapa ribu kali, aku memperingatkan diriku sendiri

jangan mencintainya, jangan mencintainya. Namun aku tidak bisa berbuat begitu, Dalam hatiku tetap rindu dan sekaligus mencintainya,"

"Siao Tiap! Apakah engkau akan menuruti amanat almarhumah, apabila engkau mencintai seseorang, maka engkau harus membunuhnya dengan irama Mi Hun Li Cin itu?" tanya Pek Yun Hui.

"Ya." Na Siao Tiap manggut-manggut dengan air mata berlinang-linang. "Kakak Pek, apa yang almarhumah katakan, aku harus menurutinya."

Pek Yun Hui tertegun, bahkan hatinya pun mulai kacau, ia tidak tahu harus mengucapkan apa. Lagipula ia pun tahu Na Siao Tiap berhati keras, tentunya akan mengakibatkan sesuatu yang fatal.

"Siao Tiap!" ujar Pek Yun Hui kemudian "Aku punya satu permintaan, entah engkau sudi mengabulkan atau tidak?"

"Kakak Pek!" sahut Na Siao Tiap. "Aku memang harus mendengar perkataanmu tapi lebih harus mendengar perkataan almarhumah."

"Aku tidak memintamu untuk menolak perkataan almarhumah." Pek Yun Hui tersenyum

" Kalau begitu, apa permintaanmu?" tanya Na Siao Tiap. "Siao Tiap! Di rimba persilatan telah muncul Kai Thtan

Kauw, Para pengtkutnya rata-rata memiliki kepandaian tinggi, Kita juga tidak tahu asal-usul musuh kita barusan Bahkan kepandaiannya hampir setingkat dengan kepandaian guru, sedangkan Co Hiong mungkin telah memperoleh Kui Goan Pit Cek, maka tak lama lagi pasti akan timbul badai dalam rimba persilatan."

Berkata sampai di sini, Pek Yun Hui berhenti sambil memandang Na Siao Tiap, ingin mengetahui bagaimana reaksi nya.

Akan tetapi, Na Siao Tiap cuma diam, sama sekali tidak memperlihatkan ekspresi apa pun. "Kelihatannya. " lanjut Pek Yun Hui, "Tiga pihak itu bisa

satu jalan Kalau benar begitu, Bu Lim pasti akan mengalami perubahan secara besar-besaran Siao Tiap, kita sebagai pesilat Bu Lim, tentunya mempunyai rasa tanggungjawab pula terhadap Bu Lim. Maka urusan dengan Bee Kun Bu, lebih baik diselesaikan setelah urusan ini beres, Bisakah engkau mengabulkan permintaanku ini?"

Na Siao Tiap tetap diam.

Teganglah hati Pek Yun Hui, Berselang beberapa saat kemudian, barulah Na Siao Tiap membuka mulut

"Baiklan" Na Siao Tiap mengangguk "Aku mengabulkan permintaanmu, Kakak Pele"

Pek Yun Hui menarik nafas lega, Setelah itu ia memandang Na Siao Tiap seraya berkata.

"Kalau begitu, kita harus segera menolong mereka bertiga."

Na Siao Tiap mengangguk Mereka berdua langsung memasuki kuil itu mencari seutas tali panjang, kemudian kembali ke sumur dan sekaligus mengulur tali itu ke dalamnya.

Tak seberapa lama kemudian, Bee Kun Bu, Sie Bun Yun, Lie Ceng Loan telah ditarik ke atas.

"Aaakn.,." Bee Kun Bu menghela nafas, "Saudara Kim menyelam ke dasar sumur, hingga kini dia masih belum muncul, entah bagaimana dia?"

"Gin Tie Suseng telah tewas." sahut Pek Yun Hui memberitahukan

"Apa?" Bee Kun Bu terkejut "Benarkah itu?"

"Benar." Pek Yun Hui mengangguk "Dia akan dikuburkan bersama Giok Siauw Sian Cu. "

"Apa?" jerit Lie Ceng Loan "Kakak Giok Siauw juga sudah tewas?" Air mata Lie Ceng Loan langsung berderai, sedangkan mata Bee Kun Bu pun bersimbah air, Begitu pula yang lain, tiada seorang pun yang tidak merasa sedih.

"Orang sudah mati pereuma bersedih lagi." ujar Na Siao Tiap dingin "Segalanya pun akan beres, tiada yang perlu dirisaukan.H

"Aku tahu memang pereuma bersedih, namun entah kenapa air mataku terus berlinang-linang? Kakak Siao Tiap, alangkah baiknya kalau aku bisa sepertimu."

"Hm!" dengus Na Siao Tiap sambil membalikkan badannya melangkah pergi.

"Kakak Siao Tiap!" Guguplah Lie Ceng Loan "Eng-kau marah padaku? Aku memang bodoh, juga tidak bisa bicara sehingga sering menimbulkan kemarahan orang."

Saat ini, setelah bertemu dengan Bee Kun Bu, hati Na Siao Tiap semakin kacau tidak karuan, maka membuat hatinya menjadi risau bukan main.

Akan tetapi, sesudah Lie Ceng Loan mengatakan begitu, hatinya mulai tenang kembali dan sekaligus membatin

"Kenapa aku? Tadi aku baru mengabulkan permintaan Kakak Pek, apakah aku sudah melupakannya?"

Karena teringat akan hal itu, maka ia cepat-cepat membalikkan badannya, lalu menggenggam tangan Lie Ceng Loan erat-erat seraya berkata lembut

"Adik Loan, engkau jangan menduga yang tidak-tidak!

Bagaimana mungkin aku marah padamu?"

"Oh?" Lie Ceng Loan tertawa gembira, tapi air matanya masih meleleh "Syukurlah kalau begitu!"

sementara Sie Bun Yun dan Pek Yun Hui berdiri berhadapan Mereka berdua pun saling memandang dengan penuh cinta kasih. "Kakak Pek! Ketika kalian ke mari, apakah melihat ayah angkatku?" tanya Bee Kun Bu mendadak.

"Kalian bertemu dia?" Pek Yun Hui balik bertanya.

"Ya." Sie Bun Yun mengangguk "Justru Na Lo-cianpwee yang melempar kami ke dalam sumur."

"Aaakh...!" Pek Yun Hui menarik nafas. "Orangyang kalian lihat itu, bentuk badannya memang mirip guru, Ya, kan?"

"Benar." sahut Bee Kun Bu sambil manggut-manggut "Bahkan kepandaiannya sangat tinggi."

"Kami pun telah bertemu dengan orang itu." Pek Yun Hui memberitahukan

"Kakak Pek!" tanya Lie Ceng Loan, "Kenapa engkau mengatakan begitu? Bukankah pertanda engkau belum bertemu Paman Na?"

"Kalau Hian Giok tidak menyambar kain penutup mukanya, kita semua sama sekali tidak tahu kalau orang itu bukan guruku," sahut Pek Yun Hui.

Sie Bun Yun, Bee Kun Bu dan Lie Ceng Loan terkejut kemudian Bee Kun Bu bertanya.

"Kakak Pek, dia bukan ayah angkatku?"

"Memang bukan," sahut Pek Yun Hui, "Wajahnya tidak mirip wajah guruku."

"Kalau begitu, Giok Siauw Sian Cu dan Gin Tie Suseng telah salah sangka mulai dari Kwat Cong San." ujar Bee Kun Bu.

"Maksudmu?" Pek Yun Hui tidak tahu apa yang telah terjadi di Kwat Cong San itu.

Bee Kun Bu segera menutur tentang kejadian tersebut Pek Yun Hui mengerutkan kening. "Kalau begitu, orang yang dilihat Giok Siauw Sian Cu dan Gin Tie Suseng di luar gua itu orang tersebut sedangkan guruku masih tetap berada di dalam gua." ujar Pek Yun Hui seusai Bee Kun Bu menutup

"Masuk akal." Bee Kun Bu mengangguk "Lalu ke mana orang itu sekarang?"

"Orang itu. " Pek Yun Hui menutur tentang pertarungan

itu, berikut mengenai orang itu kabur terjun ke sungai.

"Mungkin kini kita belum terlambat." ujar Bee Kun Bu. "Kita harus segera kembali ke Kwat Cong San melihat apa gerangan yang telah terjadi di sana."

"Benar." Pek Yun Hui manggut-manggut

Mereka berlima meninggalkan Ciauw San. Namun kemudian mendadak Pek Yun Hui berkata pada Na Siao Tiap.

"Siao Tiap! Engkau seorang diri berangkat duluan ke Kwat Cong San dengan menunggang Hian Giok, Kalau guru masih berada di dalam gua itu, upayakan agar guru memakan rumput ini! Kami pun segera menyusul ke sana."

Na SiaoTiap memandang Bee Kun Bu. Kelihatannya ia amat berat berpisah dengannya, namun kemudian mengangguk

"Baiklah." Na Siao Tiap bersiul panjang, Tak lama Hian Giok terbang ke tempat itu.

Na Siao Tiap meloncat ke punggung Hian Giole Gadis itu masih sempat memandang Bee Kun Bu. Setelah itu, Hian Giok langsung terbang membawa Na Siao Tiap pergi Makin lama tampak makin kecil burung bangau itu, lalu lenyap dari pandangan

Kini mereka berempat telah sampai di tepi sungai Kebetulan di sana ada sebuah perahu, Mereka berempat naik perahu itu....

***** Bab ke 14 - Pertemuan di That Ouw

Setelah mendarat, Bee Kun Bu, Sie Bun Yun, Pek Yun Hui dan Ue Ceng Loan terus melakukan perjalanan sambil membicarakan orang yang menyamar Nai Hai Peng itu, Kalau benar orang itu mempunyai hubungan dengan Kai Thian Kauw Cu dan Co Hiong, dan kemudian mereka bergabung, tentunya memiliki kekuatan yang amat dahsyat Olen karena itu, mereka pasti menimbulkan badai dalam rimba persilatan

Tak seberapa lama, mereka berempat sudah sampai di tempat mayat Gin Tie Suseng, Mayat itu mereka bawa ke kuburan tua di pinggir kota Ceng Kang, lalu dikuburkan bersama Giok Siauw Sian Cu.

"Kita telah melaksanakan pesan Gin Tie Suseng. Mereka berdua pasti gembira sekali di alam baka." ujar Pek Yun Hui sambil menarik nafas panjang.

"Kalau begitu, mari kita melanjutkan perjalanan menuju ke Kwat Cong San!" ujar Bee Kun Bu.

Mereka berempat melakukan perjalanan lagi menuju gunung Kwat Cong San. sepanjang jalan, mereka tidak menemui kejadian apa pun.

Ketika hari mulai gelap, mereka sudah mendekati Thai Ouw, Mereka tidak beristirahat sama sekali, terus melakukan perjalanan karena ingin lekas-lekas sampai di Kwat Cong San.

Setelah larut malam, mendadak terdengar suara ledakan di tengah-tengah Thai Ouw.

Bum! seketika tampak meluncur ke atas semacam kembang api.

Mereka berempat tertegun menyaksikan itu, Sie Bun Yun mengerutkan kening seraya berkata.

"Itu semacam tanda dari kaum Bu Lim, untuk memanggil orang-orang segolongannya, Kita tidak perlu mempedulikannya." "Cepat bersembunyi bisik Pek Yun Hui mendadak

Mereka berempat langsung bersembunyi Baru saja mereka bersembunyi tampak dua sosok bayangan melesat datang, Tak lama, kedua sosok bayangan itu sudah tiba di pinggir telaga.

Pek Yun Hui melihat jelas ke dua orang itu, Mereka ternyata anak buah Kai Thian Kauw Cu, yakni orangtua berambut putih dan si bancl

"Kauw Cu meluncurkan tanda itu, entah apa yang teijadi?" ujar orangtua berambut putih.

"Entahlah!" sahut si banci.

Ke dua orang itu meloncat ke perahu, kemudian perahu itu pun melaju pergi Setelah itu barulah Pek Yun Hui membuka mulut

"Ternyata tanda itu dilepaskan Kai Thian Kauw Cu." ujarnya sambil memandang Sie Bun Yun yang wajahnya berubah aneh, "Eh? Kenapa engkau?"

"Urusan ini kok begitu kebetuian?" sahut Sie Bun Yua

"Engkau kenal ke dua orang itu?" tanya Pek Yun Hui. (Tidak salah," Sie Bun Yun manggut-manggut "Aku

memang pernah bertemu dengan merekah

"Kalau begitu, tentunya engkau tahu siapa dua orang itu.

Pek Yun Hui menatapnya.

"Ya." Sie Bun Yun mengangguk "Orangtua berambut putih itu bernama Ek Ceng, julukannya adalah Pek Thau Mo (lblis Kepala Putih), Dia pesilat tinggi di rimba persilatan luar perbatasan dan di seberang laut sedangkan si banci itu lebih tersohor."

"Oh?" Pek Yun Hui terbelalak "Siapa dia?"

"Aku dengar dari guru, bahwa guru orang itu adalah orang Persia." Sie Bun Yun memberitahukan "Kepan-daiannya tinggi sekali, berhati jahat, licik dan banyak akal busuknya, Karena itu, dia dijuluki Im Si Siu Cai (Pelajar Alam Baka), bernama Im Hang Cok."

Gin Tie Suseng justru mati di tangan ke dua orang itu.

Namun Gin Tie Suseng tidak sempat memberitahukan, maka mereka sama sekali tidak tahu kalau ke dua orang itu yang membunuhnya.

"Oooh!" Pek Yun Hui manggut-manggut "Pantas dia bisa duduk sejajar dengan Ku Hut Leng Khong."

"Ke dua itu orang bergabung dengan Kai Thian Kauw, mungkin beberapa pesilat tinggi juga telah ber-gabung." ujar Sie Bun Yun dengan kening berkerut

Bee Kun Bu tahu, bahwa urusan tersebut semakin serius, kemudian ujarnya setelah berpikir sejenak

"Cepat atau lambat, Kai Thian Kauw pasti menimbulkan bencana di rimba persilatan Kenapa kita tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk menyelidiki mereka? Mungkin berguna bagi kita."

"Kalau begitu, bagaimana urusan Paman Na?" tanya Lie Ceng Loan

"Na Siao Tiap sudah berangkat ke Kwat Cong San, maka tentang itu kita boleh berlega hati."

"Benar." Lie Ceng Loan manggut-manggut "Kalau begitu, mari kita pergi sekarang!"

"Memang ada baiknya kita menyelidiki Kai Thian Kauw itu." ujar Sie Bun Yun menambahkan Tapi kita pun harus berhati- hati, Kita tetap bersembunyi dulu di sini sebentar, setelah itu barulah kita pergi."

"Lho?" Lie Ceng Loan heran "Kenapa harus begitu?"

"Kai Thian Kauw Cu melepaskan tanda itu, tentunya tidak cuma memanggil ke dua orang itu, tapi pasti masih ada orang lain." sahut Sie Bun Yun menjelaskan "Apabila kita pergi sekarang, bukankah sama juga kita memperlihatkan diri?"

"Benar." Pek Yun Hui manggut-manggut

Oleh karena itu, mereka berempat tetap bersembunyi di situ, Berselang beberapa saat kemudian, tampak empat orang melesat ke pinggir sungai, lalu naik perahu pergi.

Sie Bun Yun, Bee Kun Bu, Pek Yun Hui dan Lie Ceng Loan masih tetap bersembunyi, Kira-kira setengah jam kemudian, barulah mereka ke luar dari tempat persembunyian menuju ke pinggir sungai, Ketika itu masih tampak ada beberapa buah perahu di sana, Mereka segera meloncat ke perahu itu, Namun ketika mereka baru mau mengayuh, tiba- tiba terdengar suara di semak-semak di pinggir sungai itu.

"Di kolong langit.,."

Setelah terdengar suara demikian, tampak seseorang melesat ke perahu.

Mereka berempat terheran-heran dan tertegun, karena ucapan itu merupakan suatu kata sandi, Tentunya mereka berempat tidak bisa menyahut

"Di kolong langit.-" ucap orang itu sambil memandang mereka berempat

"Sobat!" sahut Sie Bun Yun sambil tersenyum, "Kami bukan anggota Kai Thian Kauw, jadi tidak tahu kata-kata sandi kalian."

"Kalau kalian bukan anggota Kai Thian Kauw, kenapa berada di sini?" tanya orang itu membentak

"Sobat!" ujar Bee Kun Bu dingin. "Sungguh keterlaluan perkataan Anda! Thai Ouw ini bukan milik Kai Thian Kauw, kenapa kami tidak boleh berada di sini?"

"Hm!" dengus orang itu dingin, lalu mendadak menyerang dada Bee Kun Bu. Belum juga Bee Kun Bu bergerak, Lie Ceng Loan sudah turun tangan dan berhasil mencengkeram lengan orang itu, sekaligus mengerahkan Lweekangnya.

Kreek! Lengan orang itu patah seketika.

Orang itu tidak menjerit, sebaliknya malah mengeluarkan suatu benda dari dalam bajunya.

Bum! Benda itu meledak dan meluncur ke atas bagaikan kembang api.

Pek Yun Hui terkejut ia segera melancarkan pukulan jarak jauh, seketika kembang api terpukul jatuh ke sungai sedangkan Sie Bun Yun pun segera mencengkeram bahu orang itu, membuatnya mendengus dingin.

"Hm! Empat lawan satu, apakah kalian tidak merasa malu?"

" "Engkau yang turun tangan duluan, siapa ingin me- ngeroyokmu?" sahut Sie Bun Yun. "Oh ya! Harus menjawab apa kalau orang berseru "Di kolong langit...?

Sementara perahu itu sudah melaju sendiri mengikuti arus sungai Orang itu diam, tak menyahut

"Ayoh!" bentak Sie Bun Yun, "Cepat katakan!" "Engkau jangan bermimpi! Aku tidak akan

memberitahukan!" sahut orang itu.

"Oh, ya?" Sie Bun Yun tertawa dingin, kemudian menekan bahu orang itu sambil mengerahkan Lwee-kangnya, seketika juga orang itu menjerit kesakitan, keringatnya pun mengucur deras di keningnya.

"Aduuuh! Ba... baiklah, Aku,., aku beritahukan."

"Cepat kaiakan, kalau tidak, engkau akan lebih tersiksa lagi!" ancam Sie Bun Yun.

"Harus.,, harus menyahut adalah Saudara!" Orang itu memberi tahukan. "Bagus." Sie Bun Yun tersenyum, "Engkau siapa!"

"Aku pemimpin ekspedisi Hun Yang Cing Yen," jawab orang itu.

"Engkau adalah pemimpin suatu ekspedisi, bagaimana bisa bergabung dengan Kai Thian Kauw?" tanya Sie Bun Yun.

"Paman guruku berada di Kai Thian Kuuw. Beliau yang menulis surat menyuruh kami bergabung," jawab orang itu.

"Engkau pemimpin ekspedisi, mungkin belum melakukan kejahatan, maka aku tidak akan membunuhmu Namun engkau harus dapat menahan diri." ujar Sie Bun Yun dan sekaligus menotok jalan darahnya, kemudian ditaruh di kolong tempat duduk perahu itu.

"Hi hi!" Lie Ceng Loan tertawa geli

"Kini kita sudah tahu kata-kata sandi mereka. Jadi kita pun bisa bergerak leluasa." ujar Sie Bun Yun sambit tersenyum.

"Apakah mereka tidak mengenali orang?" tanya Pek Yun Hui.

"ltu sudah pasti." Sie Bun Yun manggut-manggut Tapi aku yakin, para anggota Kai Thian Kauw masih belum saling mengenal, maka kita dapat membaurkan diri dengan merekah

"Benar." Bee Kun Bu mengangguk

Mereka berempat lalu mulai mengayuh, dan perahu itu pun mulai melaju, Berselang beberapa saat kemudian, mereka sudah melihat ada beberapa buah pulau di te-ngah-tengah telaga itu.

Kai Thian Kauw Cu berada di salah satu pulau itu dan sedang mengumpulkan para anggota nya. Oleh karena jtu, mereka berempat mengayuh menuju ke salah satu pu!au, sebab tampak banyak perahu menuju ke sana.

Tak seberapa lama, perahu itu sudah berlabuh di pulau tersebut Tampak dua orang datang menyambut mereka dengan obor di tangan. "Di kolong langiU."

"Adalah saudara," sahut mereka berempat serentak Kedua orang itu mengangkat obor, lalu memandang

mereka berempat seraya berkata. "Silakan!"

Sie Bun Yun membiarkan Bee Kun Bu dan lainnya berjalan duluan, ia berjalan paling belakang, Ketika melewati ke dua orang itu, mendadak Sie Bun Yun menotok jalan darah mereka, dan sekaligus menyeret mereka ke dalam semak- semak.

"Mereka tidak mencurigai kita, kenapa engkau berbuat begitu?" tanya Pek Yun Hui heran.

"Tadi ketika mereka mengangkat obor memandang muka kita, mendadak air muka mereka berubah begitu melihat engkau dan Ceng Loan." jawab Sie Bun Yun memberitahukan. "Mereka telah bereuriga. Namun karena kita berempat, sedangkan mereka hanya berdua maka tidak berani bertindak Akan tetapi kalau kita sudah pergi, mereka pasti akan memberi tanda kepada yang Iain. Bukankah kita akan menjadi repot?"

"Huh!" Pek Yun Hui mengeluarkan suara htdung. "Engkau jangan sok cerdik! Jadi tanpa dirimu kami pasti celaka?"

Sie Bun Yun cuma tertawa, tidak menyahut sama sekali .

Mereka berempat mulai berjalan dengan hati-hati. Tak seberapa lama kemudian, mereka sudah berada di tengah- tengah pulau tersebut Tampak sebidang tanah kosong di sana, Kebetulan ada sebuah pohon, Mereka berempat saling memandangi lalu melesat ke atas pohon itu.

Setelah itu, barulah mereka memandang ke depan. Tampak sebuah batu besar di depan sana, Tampak pula seorang tua berjubah merah duduk di atas batu itu, Dia adalah Kai Thian Kauw Cu. Di sisinya berdiri beberapa orarig, yaitu Ku Hut Leng Khong, Pek Thau Mo-Ek Ceng, Im Si Siu Cai-Im Hang Cok dan Lan Si Tianglo dari partai Siauw Lim.

Seiain mereka berempat, tampak lebih dari seratus orang mengelilingi tempat itu, Mereka terdiri dari lelaki, wanita, orangtua dan kaum muda.

Bee Kun Bu dan lainnya memperhatikan mereka. Orang yang berdiri lebih dekat dengan Kai Thian Kauw Cu, pertanda berkepandaian tinggi

Berselang beberapa saat kemudian, Kai Thian Kauw Cu berdehem sambil bangkit berdiri

Begitu Kai Thian Kauw Cu berdiri, seketika he-ninglah suasana, ia mengedarkan pandangannya, setelah itu barulah bersuara.

"Dalam jarak tiga puluh mil, boleh dikatakan para anggota yang melihat tanda dari sini telah hadir semua, Meskipun partai Kai Thian Kauw telah lama berdiri, namun masih banyak kaum Bu Lim yang belum mengetahui Kini sudah saatnya Kai Thian beraksi secara besar-besaran, Setelah hari mulai terang, kalian harus bergerak ke arah utara untuk membasmi partai Hwa San, agar Bu Lim mengetahui keberadaan Kai Thian Kauw!"

Usai Kauw Cu berkata demikian, terdengarlah tepuk sorak yang riuh gemuruh.

Bee Kun Bu dan lainnya juga tersentak Kai Thian Kauw memiliki orang-orang yang berkepandaian tinggi. para anggota pun begitu banyak. partai Hwa San adalah salah satu partai besar dari sembilan partai di rimba persilatan, kelihatannya akan mengalami kekalahan total, Setelah membasmi partai Hwa San, tentunya Kai Thian Kauw Cu pun akan membasmi partai besar lainnya, Kai Thian Kauw Cu mengangkat tangannya, itu agar semua orang diam. Kemudian sepasang matanya menyorot tajam seraya berkata lantang. "Partai Thian Liong pernah berambisi menguasai rimba persilatan, tapi akhirnya gagah itu bukan berarti partai Thian Liong tidak memiliki kekuatan, melainkan dikarenakan sembilan partai bergabung, sehingga menggagalkan ambisi partai Thian Liong."

Kai Thian Kauw Cu berhenti, namun sepasang matanya menyorot tajam memandang para anak buahnya.

"Sungguh luas pengetahuan Kai Thian Kauw Cu itu!" ujar Sie Bun Yun dengan suara rendah, "Ng!"Pek Yun Hui mengangguk Setelah memandang para anak buahnya, Kai Thian Kauw Cu pun mulai melanjutkan ucapannya.

"KJta berangkat bersama, tapi dalam perjalanan harus berpura-pura tidak saling mengenal, dan juga tidak boleh menimbulkan urusan Iain, itu agar tidak diketahui partai lain, sehingga partai lain pun tiada kesempatan untuk membantu partai Hwa San."

"Sungguh hebat rencana itu!" bisik Bee Kun Bu. "Untung kita mengetahui rencananya itu."

"Kakak Bu, apakah engkau bermaksud pergi membantu partai Hwa San?" tanya Lie Ceng Loan dengan suara rendah.

"Walau Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng menyebalkan tapi partai Hwa San dan Kun Lun tergolong sembilan partai besar di rimba persilatan, Bagaimana mungkin kita diam saja?"

Ketika berkata sampai di situ, mendadak Bee Kun Bu teringat pada Kun Lun Sam Cu yang tidak ketahuan jejak mereka, sehingga membuatnya menarik nafas panjang

"Saudara Bee!" ujar Sie Bun Yun dingin, "Menurut aku, lebih baik kita jangan turut campur urusan ini,"

Bee Kun Bu heran, kenapa Sie Bun Yun mengatakan begitu? Padahat Bee Kun Bu tahu, Sie Bun Yun adalah pendekar sejati.

"Kenapa Saudara Sie Bun mengatakan begitu?" tanya Bee Kun Bu tidak mengerti "Ketua Hwa San, Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng berhati busuk, maka harus menerima pembalasan itu." sahut Sie Bun Yun.

Bee Kun Bu tertegun, Kemudian ia teringat akan apa yang diceritakan Pek Yun Hui, ketika baru berkenalan dengan Sie Bun Yun, berikut kejadian di- Cui Cuk San Cung, Karena ulah Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng, maka Cui Cuk San musnah terbakar

Oleh karena itu, tidak heran kalau Sie Bun Yun masih mendendam pada Pat Pie Sin Ong-Tu Wee Seng.

Bee Kun Bu tidak mau berdebat dengan Sie Bun Yun, hanya mengarah pada Pek Yun Hui.

Tentang ini akan kita bicarakan nanti saja," ujar Pek Yun Hui, Di saat itu pula Kai Thian Kauw Cu melanjutkan bicaranya.

"Setelah membasmi partai Hwa San, kita menuju arah barat membasmi partai Kun Lun dan Swat San, Kemudian baru membasmi partai Cing Shia dan partai lainnya, Kalau sembilan partai besar itu sudah dibasmi, Kai Thian Kauw yang berkuasa di rimba persilatan"

"Kakak Pek!" ujar Lie Ceng Loan sambil tertawa kecil, "Kenapa dua wanita Kwat Cong San tidak masuk daftar?"

Ketika Pek Yun Hui baru mau menyahut, mendadak terdengar suara tawa yang panjang sekali tak jauh dari tempat itu.
 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar