Tujuh Pedang Tiga Ruyung Jilid 01

Jilid 01

Senja tiba......

Cahaya sang surya yang indah menghiasi sebagian ufuk barat, di jalan pegunungan yang lenggang, seorang penunggang kuda yang tampan dan gagah melarikan kudanya dengan santai.

Tiada asap dapur, karena di tempat ini tiada penduduk, suasana sepi, malah terasa agak menyeramkan.

"Malam ini mungkin ada rembulan. " penunggang kuda yang kesepian itu memainkan 

cambuknya seraya bergumam.

Wajahnya tampan, mungkin , karena lama dalam perjalanan hingga tampak agak letih, bibirnya yang tipis terkatup rapat menciptakan sebuah lengkungan kecil tipis, bibir yang selalu menyungging senyuman sinis dan rasa muak. Mungkin sudah banyak pahit getir dan suka duka yang dialaminya dalam kehidupannya.

Sambil memicingkan mata, pelahan dia membiarkan kudanya menyusuri jalan pegunungan yang lengang itu. Bunyi telapak kuda yang membentur batu di jalan dan bunyi gemerincing pedang di pinggangnya yang beradu dengan pelana, menciptakan paduan irama yang kurang sedap didengar.

Di kejauhan sana, serombongan burung gagak terbang terkejut........

Pelahan ia membuka kelopak matanya, alis mata pun berkernyit, kemudian mata terpejam lagi seakan-akan sedang memikirkan sesuatu, seakan-akan pula menemukan sesuatu, Cuma terhadap apa yang dipikirkan atau ditemukan sama sekali tidak diperhatikannya.

Suasana semakin kelam, makin jauh pula dia masuk pegunungan itu.

Malam telah tiba, udara gelap gulita, di luar dugaan malam pada musim gugur ini tak berembulan.

Jalan pegunungan kian berliku-liku, sempit dan agak miring, namun tidak membuat perjalanan manusia dengan kudanya ini menjadi lebih lamban, mereka tetap bergerak maju dengan kecepatan yang tak berubah.

Lambat laun dari kedalaman gunung sana mulai bergema berbagai suara, bunyi jangkrik dan serangga lain, kelinci yang berlarian dan burung gagak yang terbang kembali ke sarangnya.........

Mendadak di tengah aneka suara itu berkumandang semacam suara yang aneh, seperti suara yang ditimbulkan segerombolan lebah, tapi deru angin yang terjangkit jauh lebih keras daripada gerombolan lebah.

Mata si penunggang kuda yang terpincing itu tiba2 membentang lebar, seperti sepasang lentera menyorot tajam ke sekeliling hutan sana, lalu mendengus.

Mungkin dengusan itu tidak berarti apa-apa, tetapi perubahan air mukanya mendatangakn semacam perasaan seram bagi yang melihatnya, Cuma hutan itu tetap sepi, siapa pula yang dapat melihat perubahan air mukanya itu................

Baru lenyap suara tertawa dingin pemuda itu,suara bentakan bagaikan Guntur segera menggelegar dari balik hutan,keras dan berat sehingga kedengaran seperti martil memukul dada pendengarnya.

Air muka si penunggang kuda agak berubah,matanya melirik sekejap ke sekeliling tempai itu.

Tiba2 beratus macam senjata rahasia dengan membawa desing angin tajam berhamburan dari emapt penjuru bagai hutan lebat dan tertuju kea rah penunggang kuda tersebut.

Hutan senjata rahasia itu datang dengan cepat luar biasa,ketika suara bentakan tadi bergema,senjata rahasia serentak mengancam, tampaknya sulit bagi orang itu untuk menghindarkan diri,sebab sergapan itu datang secara tiba-tiba dan dalam keadaan tidak siap,rasanya tak seorang pun mampu menghindarkan hujan senjata rahasia itu. Detik itu boleh dikatakan merupakan kunci yang akan mempengaruhi nasib dunia persilatan pada puluhan tahun mendatang, sebab mati- hidup,selamat atau celaka yang akan dialami penunggang kuda ini jelas akan memepengaruhi dunia persilatan.

Pada detik yang kritis itulah,penunggang kuda itu mendemonstrasikan kelihaian kungfunya.

Ia masih duduk dia atas kudanya sekukuh bukit,wajahnya masih menampilkan rasa letih dan senyum ejek, tapi berbareng dengan gerakan perlahan kedua tangannya,suatu kejadian aneh segera timbul.

Senjata rahasia yang menyambar tubuhnya dengan desing tajam itu seolah-olah bertemu dengan semacam tenaga isapan yang maha dasyat,tahu-tahu berubah arah di tengah jalan dan meletik ke garis klingkaran yang dibuat tangannya itu.

Dalam waktu singkat, beratus macam senjata rahasia itu lenyap dari udara dan tahu-tahu berserakan di sekeliling penunggang kuda itu dalam keadaan rusak.

Demonstrasi kelihaian itu sungguh menggetarkan perasaan orang, tapi ia sendiri tetap berdiri dengan tak acuh.

Pelahan ia menarik tali kendali kudanya dan memandang sekejap sekeliling tempat itu, katanya "kawanan jago dari manakah yang emncari gara-gara pada oarng she Siu?"

Ia tetawa dingin, seakan akan sudah terbiasa menghadapi kejadian semacam itu, ucapnya lagi dengan hambar, "kalau berani, ayolah perlihatkan tampang kalian!"

Dari balik hutan di tepi jalan setapak itu segera berkumandang gelak tertawa nyaring.

Menyusul gelak tertawa itu, puluhan sosok bayangan serentak muncul dari balik hutan dengan gerakan yang sama, dengan cepat mereka menyebarkan diri di sekeliling si penunggang kuda.

"Ah kenapa cuma kalian beberapa orang saja. " ejek si penunggang kuda itu.

Suasana sekitar hutan gelap gulita, tapi kemudian setelah mengetahui siapa yang muncul itu, nada ejekannya jauh berkurang, katanya lagi, "Eh tak kusangka, betul-betul tak kusangka, kiranya Jit-kiam-sam-pian ( tujuh pedang tiga ruyung) telah datang lengkap hari ini !"

"Keyajaman mata anda sungguh mengaggumkan, "ucap seorang tosu kurus yang berdiri di depan kudanya, "Aku she Liu, atas kebaikan rekan persilatan, akupun dimasukkan sebagai salah seorang Jit-kiam-sam-pian."

Orang ini adalah pentolan dunia persilatan wilayah Sujuan dan Kuiciu yang berjuluk Pa-san- kiam-khek ( jago pedang dari bukit Pa) Liu Hu-beng.

Ia memandang sekejap wajah penunggang kuda itu, kemudian melanjutkan, "sudah lama kukagumi nama besar siu-siansing, sungguh beruntung hari ini dapat berjumpa dengan orangnya, terutama jurus Ban-liu-kui-tiong (berlaksa aliran balik ke sumbernya) yang siu- siansing demonstrasikan barusan betul-betul sudah mencapai tingkatan yang tidak ada taranya."

Setelah tertawa terkekeh, lalu ia menambahkan. "sungguh beruntung hari ini dapat berjumpa dengan tokoh paling aneh di dunia. "

"Betul akulah Siu Tok, "tukas penunggang kuda itu sambil tertawa dimgin, pelahan air mukanya kemabli acuh tak acuh, "ketajaman mata anda sungguh boleh juga !"

Setelah berpikir sejenak, mendadak ia awasi Pa-san-kiam-khek tanpa berkedip,katanya lagi dengan dingin, "Jit-kiam-sam-pian adalah jago tersohor dunia persilatan, tak nyana hari ini perlu main sergap terhadapku di tengah bukit sunyi seperti ini, tindakan kalian sungguh membuatku merasa kecewa bagi penilaian para jago persilatan terhadap kalian."

Pa-san-kiam-khek melengos ke samping menghindari tatapan Siu Tok, semenatra ia mempertimbangkan bagaimana harus menjawab, seorang lelaki jangkung ceking berbaju hitam disampingnya tampil ke depan dengan cepat.

"Orang she Siu" serunya sambil tertawa dingin "kaupun terhitung seorang pintar, tentunya kau tahu menghadapi manusia licik dan rendah, paling baik adalah menggunakan pula cara licik dan rendah."

Sesusah berhenti sebentar, dengan suara tajam dia melanjutkan, "memang betul cara yang kami pergunakan hari ini kurang kesatria, tapi untuk menghadapi manusia macam dirimu, aku orang she Mao merasa sudah kelewat sungkan !"

Kiranya penunggang kuda itu bernama Siu Tok, sejak dia berkecimpung dalam dunia persilatan, semua jago baik dari golongan hek to (hitam) atau pekto (putih) sama menaruh hormat dan juga menjauhinya, dia dipandang sebagai ular berbisa dalam dunia persialtan, dalam keadaan demikian, ditambah lagi kungfunya memang tiaa tandingan, hal mana menciptakan wataknya yang keras, angkuh dan lantas suka bertindak "semau gue".

Menurut anggapannya, setiap perbuatannya dapat dijelaskan menurut cengli atau berdasar, tapi ia tak tahu bahwa tindak tanduknya bukan Cuma banyak yang melanggar kebiasaan orang hidup, lebih banyak pula melanggar pantangan dunia persilatan.

Kecuali dia sendiri, rasanya sulit menemukan orang kedua yang mau menganggap dia jujur dan lurus, hanya ia sendiri sama sekali tidak tahu akan hal ini.

Inilah kejelkan watak manusia, terhadap kesalahan yang dilakukan orang lain jauh lebih jelas daripada terhadap kesalahan sendiri.

Selama beberapa tahun bukan Cuma satu kali orang persilatan hendak melenyapkan jiwanya, namun kungfunya terlampau lihay, setiap kali ia selalu membuat musuh pulang dengan kekalahan yang menggenaskan. Karena itu tentu saja wataknya bertambah angkuh, semakin tinggi hati, tindak tanduknya juga lebih menuruti suara hati sendiri.

Nama busuk "Siu sianseng" pun kian hari kian bertambah besar dan diketahui semua orang, seringkali perbuatan yang mestinya sama sekali tak bersalah pun dalam keadaan demikian lantas berubah menjaadi kesalahan besar.

Tentu saja hal ini tidak adil, tapi sebab yang menciptakan keadaan terseut adalah dia sendiri, memangnya mesti menyalahkan siapa?

Maka kawanan jago dari berbagai propinsi dalam dunia persilatan mulai bersikap bermusuhan padanya, Jit-kiam-sam-pian yang dianggap sebagai tulang punggung dunia persilatan pun mulai menyusun rencana untuk mlenyapkan "sampah dunia persilatan" ini, mereka telah melakukan beberapa kali perundingan.

Pa-san-kiam-khek Liu Hub eng adalah seorang tokoh dari wilayah Kuiciu dia dan kanglam tayhiap Cing-peng-kiam song leng kong adalah sahabat kental, karena itulah dia lantas mengajak song leng kong turut serta dalam rencana besar ini.

Kiranya orang persilatan yang paling termashur namanya waktu itu semuanya berjumlah sepuluh orang, kecuali Pa-san-kiam-khek Liu hu beng, masih ada lagi Ho-siok-siang-kiam (sepasang pedang dari tepi suangai besar) Ong it-peng dan Ong it-beng,Kong-se-tay-ho (orang kaya dari kwang-si), Cu-bu-siang-hui (ibu dan anak) Coh-jiu-sin-kiam(pedang sakti tangan kiri) Ting Hi dan suami istri dari siamsay, Wan-yang-siang-kiam (sepasang pedang merpati) Thia Hong dan Lim Lin.

Ketujuh orang itu disebut sebagai JIt-kiam (tujuh jago pedang).

Lalu ditambah dengan leng-coa (ular sakti) Mao Kau dari propinsi Ciatkang, Kwan-gwe-tay hiap Jit-0seng-pian (ruyung tujuh bintang) Tu kiong-ki, serta seorang pendekar perempuan dari perguruan Tiam Cong, Pek poh-hui-hoa (seratus langkah bunga berterbangan) Lim ki cing, maka lengkaplah Jit kiam-sam-pian (tujuh pedang tiga ruyung).

Pada masa itu, baik kedudukan maupun nama besar Jit kiam-sam-pian dalam dunia persilatan boleh dibilang tiada bandingannya.

Meskipun mereka bersepuluh tidak saling mengenal, tapi kedudukannya dalam dunia persilatan sederajat, sudah berang tentu mereka pun saling berhubungan kabar.

Dengan dasar menegakkan keadilan dan kebenaran dalam dunia persilatan, secara diam- diam Pa-san-kiam-khek Liu hu beng dan Kang-lam tayhiap Song leng kong member kabar kepada kedelapan jago lain dari Jit kiam-sam-pian agar bersama-sama menumpas pengganas dalam dunia persilatan itu.

Tentu saja kedelapan orang lainnya segera menyanggupi, maka setelah diasakan perundingan selama beberapa hari, akhirnya mereka berhasil menghadang Siu sianseng Siu Tok di lereng Him-ni-san yang sepi. Demikianlah setelah Leng coa maokau menyelesaikan kata-katanya yang tajam, kontan hawa amarah Siu Tok berkobar, sebab menurut anggapannya dia sendiri seorang jujur dan lurus, kata "rendah dan licik" terlampau asing baginya.

Ia mnedongakkan kepala dan tertawa, hawa amarahnya terpancar keluar lewat gelak tertawanya.

"Hina dan rendah?" tiba-tiba ia berhenti tertawa, "orang she Mao, kauanggap orang she siu seorang yang hina dan rendah?"

"Tentu saja. " tiba-tiba leng coa Mao kau seperti teringat sesuatu sehingga tidak 

segera menyambung kata-kata selanjutnya.

Dengan lantang Pa-san-kiam-khek menyambung perkataaannya, "Mengapa kau jadi ketakutan hari ini? Apabila aku pernah berbuat rendah dan hina tak nanti kutakut orang lain mengatakn diriku hina dan rendah."

Gelak tertawa merdu berkumandang dari belakang Siu Tok, ketika ia berpaling, dilihatnya Pek-poh-hui Lim k icing sedang memandangnya dengan sorot mata dingin.

Dia berkerut dahi dan berpaling dengan sikap menghina sebab sesosok bayangan lain yang cantik dan suci muncul dalam hatinya.

Diam-diam Liu Hu beng membetulkan letak pedang di punggungnya untuk bersiap-siap turun tangan setiap saat. Kemudian ia berpaling dan berkata dengan nyaring, "Guru silat tua dari Seng-tok-hu di propinsi Sujuan, Banseng-to (golok selaksa menang) Ong-thian-bin sudah puluhan tahun membuka perguruan, hidupnya damai dan tentram, ada perselisihan apa yang terjalin denganm,u?kenapa kau merobohkan dia di depan mata puluhan orang muridnya, lalu mencemooh dan menghinanya habis-habisan sehingga karena sakit hati ia tumpah darah dan meninggal? Apakah perbuatan itu tidak termasuk hina dan rendah?"

"Ong Lotaucu menyesatkan anak orang, ia menyia-nyiakan waktu yang berharga dari beberapa ratus pemuda untuk berlatih ilmu goloknya yang tak berguna itu, jika aku tidak membunuh dia kan sudah boleh dibilang cukup murah hati."

Ingatan tersebut dengan cepat terlintas dalam benak Siu Tok, tapi ia tak sudi membeberkan jalan pikirannya itu kepada kawanan manusia yang dianggapnya Cuma menipu dunia untuk mencari nama belaka.

"Piautau perusahaan Yong-ka piaukok di propinsi ciatkang, Bo-uh-cian(panah tanpa bulu) Tio Kok-beng mempunyai istri yang tak setia, pada waktu Tio kok beng mengawal barang, istrinya menyeleweng dengan laki-laki lain, Tio Kon beng tak mau namanya tercemar, dengan sendirinya hendak membunuh kedua laki-perempuan laknat itu,hmm !"

Setelah mendengus, Liu hub eng meneruskan lebih jauh, "Tapi kau telah menutuk jaland arah Tio kok beng hingga membiarkan kedua laki-perempuan laknat itu melarikan diri,  perbuatan yang melanggar hukum Negara, serta menyimpang dari sopan santun manusia ini apa pula namanya ?"

Siu Tok tetap diam dan tenang saja.

Cinta kasih mereka beruda sudah mendalam, siapa yang tak berhak menghalangi cinta mereka, Tio Kok Beng tak tahu cara menyayangi istrinya, kenpa menyalahkan orang lain yang bisa menyayangi istrinya?" demikian diam-diam Siu Tok membatin.

Membayangkan kembali laki-pempuan laknat yang saling berangkulan dan menangis dia bawah ancaman golok Tio Kok Bneg, ia merasa tindakan yang telah dilakukan itu justru sangat tepat.

"Sin jiang (tombak sakti) Ong Lu=peng dari Kay Hong mempunyai anak durhaka,dia hendak menghukum anak durhaka itu dengan peraturan rumah tangganya, dengan hak apa kau ikut campur urusan rumah tangganya? Demikian seorang lagi menuduh.

"Nyawa manusia pemberia Thian, dengan hak apa seorang ayah hendak membunuh putranya?" demikian piker siu Tok dengan penasaran, akhirnya habis kesabarannya, tiba2 ia membentak, "orang she Liu, tutup mulutmu!"

"Hei orang she Siu, lantaran malu rupanya kau menjadi gusar?" ejek Leng coa Mao Kau, segera ia berteriak terlebih tajam, "jangan-jangan masih ada perbuatanmu yang jauh lebih kotor dan terkutuk?"

"Li hun-guan (gelang pemisah sukma) cukat It-peng dari kota Po-teng di propinsi Hopak tanpa sengaja telah menyalahimu, karena terdesak akhirnya kabur ke Kayciu," teriak LengCoa Mao Kau pula sambil tertawa dingin, tak tahunya masih juga kau kejar dia dan memotong tubuhnya menjadi delapan bagian secara mengerikan, orang she Siu, apakah perbuatanmu ini tidak kelewat keji?"

Cukat It-peng memeras dan mnindas rakyat desa, bersongkokol dengan pejabat pemerintah dan banyak melakukan kejahatan, kalo orang ini tidak dibunuh,mana ada keadlian dan ketentraman di dunia ini!" demikian Siu Tok berpikir pula di dalam hati.

Di dengarnya Mao Kau tertawa dingin dan berkata lebih jauh," sekalipun Cukat It-peng ada permusuhan denganmu, apakah bininya juga bermusuhan denganmu? Bukan saja kau telah membunuhnya, kaupun menelanjangi istrinya dan menggantung tubuhnya yang bugil itu diatas pohon dengan maksud menghinanya. Orang She Siu pada hakikatnya kau lebih rendah daripada binatang."

"Bini cukat It-peng suka membujuk perempuan baik-baik di kota Poteng untuk dipaksa menjadi pelacur, itulah ganjaran yang pantas diterimanya." Kembali siu tok berpikir dalam hati untuk tuduhan yang diberikan kepadanya.

Ia benar2 merasa dirinya tak bersalah, maka hatipun lega dan tenang. Maka dengan suara mengejek katanta kepada si ular sakti Mao kau, "sekalipun perbuatan yang kulakukan ini  rendah dan terkutuk, namun masih belum seperseratus dari perbuatan yang pernah kaulakukan di Hengciu."

Setelah tertawa dingin, ia menuding Mao Kau dengan cambuknya dan melanjutkan, "orang she mao, jika kauanggap perbuatanmu tak diketahui seorang pun, maka keliru besar pendapatmu itu!"

Lalu iapun menuding Ho-siok-siang-kiam yang berada di samping kanannya seraya berseru, "ong it-beng Ong it-beng!" kemudian berpaling dan menuding pula Lim ki-cing " dan k au juga,kalian harus ingat baik-baik, bila tak ingin orang tahu, kecuali dirimu tak pernah berbuat apa-apa. "

"Tak perlu banyak bicara!" bentak Ong It peng.

Tiba-tiba ia melompat maju, pedang berkelebat, dengan membawa cahaya hijau langsung ia menusuk Siu Tok yang berada diatas kuda.

Pada saat yang sama,Ong it beng juga melancarkan serangan dari sebelah sana, dua jalur sinar pedang berwarna hijau dan biru dengan membawa desing angin tajam mengancam jalan darah Cian keng hiat dan Cian tiu hiat di tubuh siu tok.

Ho-siok-siang-kiam menjagoi kedua sungai besar, ilmu pedang mereka cukup hebat, meskipund alam kegelapan, mereka mampu mengincar jalan darah dengan tepat, gerak tubuhnya juga cepat.

Dalam sekejap sinar pedang telah menyambar tubuh Siu Tok, tapi pada detik yang sama cambuk kedua di tangan siu tok mendadak menggulung ke atas "sret" ketika ujung cambuk menyentuh pedang ong It-beng, semacam tenaga aneh membuat pedangnya membacok ke kiri. "Cring!" tahu-tahu pedangnya saling bentur dengan pedang Ong Itbeng.

Serangan Siu Tok memang hebat, pengalaman tempurnya sangat luas, tenaga dalamnya sempurna, penggunaan waktu pun tepat.

Tanpa terasa Cing-peng-kiam Song Leng Kong dari kanglam itu manggut-manggut seraya berseru, "bagus,betul-betul tidak bernama kosong!"

Setelah Ho-siok-siang-kiam tenagkan diri, dengan cepat mereka menyerbu lagi ke depan.

Berbareng Leng Coa Mau Kau juga menggetarkan ruyung panjang berbentuk aneh andalannya untuk menutuk jalan darah di depan dada Siu Tok.

Ho-siok-siang-kiam juga menyerang lagi secara bertubi-tubi dan Leng Coa Mau Kau dengan ruyungnya yang lincah, dalam waktu singkat cahaya pedang dan bayangan ruyung menyelimuti angkasa. Karena rahasia pribadi mereka dikorek lawan, maka mereka bertekad hendak melenyapkan orang dari muka bumi.

Jalan pikiran manusia kebanyakan memang diliputi rasa egois yang menakutkan, sekalipun maksud tujuan Pa-san-kiam-khek- Li hu beng dan Cing peng-kiam Song leng kong hendak membunuh siu tok atas dasar menegakkan keadilan dan kebenaran, tapi mereka tak tahu   diantara tokoh yang menerima undangannya itu ada berapa orang yang mempunyai jalan pikiran yang sama dengan mereka?

Siu Tok berpekik nyaring, cambuk di tangan kanannya berputar membentuk sebuah lingkaran, tangkai cambuk digunakan menutuk jalan darah Pek-hwe-hiat pada telapak tangan Ong It-peng, sedangkan ujung cambuk membelit ruyung Mao Kau dan disentak ke atas.

"Sret !kedua ruyung lemas sgera melayang ke atas, tiba-tiba tangan kirinya menyambar ke depan Ong It-peng merasakan pergelangan tangannya menjadi kencang, tahu-tahu pergelangan kanan sudah dicengkram Siu Tok.

Ong It Peng pun kaget, buru-buru dia memutar pergelangan tangannya dengan maksud melepaskan diri dari cengkraman musuh.

Sayang tindakannya terlambat selangkah, ketika tangan kiri Siu Tok menarik sambil menyentak. "krek", lengan kanan Ong It peng terbetot lepas ari engselnya dan terkulai lemas.

Tiga orang jago kenamaan bersama-sama menyerang seorang lawan, siapa tahu semua serangannya kena dipunahkan lawan, bahkan seorang rekan sendiri terluka, seandainya peristiwa ini tidak disaksikan sendiri, siapapun tak percaya hal ini bisa terjadi.

Pek poh-hui-hua Lim Ki-cing menggigit bibir, terbayang bahwa Siu Tok telah mengetahui perbuatan busuknya, tanpa terasa pipinya berubah merah. Usianya memang masih muda, belum lagi dua puluh tahun, tapi nama besarnya sudah termashur dalam dunia persilatan, sebagian besar keberhasilannya ini adalah berkat bantuan dari kakak seperguruannya, emndiang Sin-Kiam-jiu (tangan pedang sakti) Cia kang yang telah tiada.

Setahun yang lalu dia baru menanjak dewasa, hati remaja yang baru berkembang, dia haus ingin tahu seluk beluk, kehidupan muda mudi.

Waktu itu Sin-kiam-jiu Cia Kang baru saja meninggal, yaitu ketika Pek poh hui hoa Lim Ki Cing baru mulai terknal dalam dunia persilatan, dasar masih muda dan kurang pengalaman, tanpa disadari ia telah melakukan beberapa perbuatan keji dan memalukan.

Siu sianseng yang berkelanan dalam dunia persilatan, secara kebetulan memergoki beberapa peristiwa itu.

Sebenarnya Lim K icing tidak menaruh perasaan benci terhadap Siu Tok, malah boleh dibilang dia agak terpikat oleh kegagahan Siu Tok yang aneh dan khas itu.

Tapi dalam keadaan demikian, kepentingan diri sendiri di atas urusan lain, maka tanpa bicara lagi ia pun bergerak, serentetan cahaya perak terpancar dari ruyung berantai langsung menyambar tubuh Siu tok diatas kuda.

Yang paling aneh adalah kuda tersebut bukan saja binatang itu tidak kaget dan ketakutan oleh cahaya ruyung dan pedang, malahan ia bisa mengikuti gerakan senjata itu untuk mencari tempat yang paling baik bagi Siu Tok untuk meloloskan diri dari sergapan lawan. Siu Tok mendengus, pikirnya, "Hm, Jit-kiam-sam-pian ternyata hanya begini saja!"

Cambuk kuda pada atangan kanannnya berputar sedangkan tangan kiri sebentar menabas dengan gesitnya melancarkan serangan kilat untuk melayani beberapa orang lihai itu.

Lengan kanan Ong It-peng telah dipatahkan dengan wajah pucat ia berdiri kesakitan di tepi arena, Jiit-seng-pian Tu Tiong-ki menghampiri dan memeriksa lukanya, kemudian dahinya tampak berkerut.

Ia tahu lengan kanan Ong-it-peng pasti akan cacat seumur hidup, tapi di mulut ia tetap menghibur dengan lembut, "jangan cemas saudara Ong, hanya luka ringan yang tak berbahaya!"

Diantara Jit-kiam-sam-pian, pengalaman Song Leng-kong dari kanglam boleh dibilang paling luas, hatinya paling tenang dan cara bekerjanya paling teliti.

Setelah menyaksikan cara bertarung kedua Ong bersaudara dan Pek poh hui hoa tersebut, satu ingatan dengan cepat berkelabat dalam benaknya, ia pikir "aneh, kenapa mereka jadi kalap? Jangan-jangan beberapa orang ini memang telah melakukan perbuatan busuk yang memalukan. "

"tapi bagaimana pun juga Siu Tok tak boleh dibiarkan hidup terus di dunia ini, bila tidak tumpas hari ini, dunia persilatan tentu tidak dapat aman dan damai," demikian Cing-peng-kiam berpikir lebih jauh.

Maka dia lantas mengambil keputusan, seklaipun hari ini harus mempergunakan cara yang kotor, asal bisa melenyapkan bibit bencana ini dari muka bumi, tindakannya terhitung juga berharga.

Maka ia lantas member tanda kepada Pa-san-kiam-khek dengan anggukkan kepala.

Pa-san-kiam-khek Liu Hu-beng segera mengebaskan lengan bajunya dan melolos pedang, sambil bergerak ia pun bersuit nyaring.

Pada saat itu juga, Wan-yang-siang-kiam, ruyung tujuh bintang Tu Tiong-ki, Cu-bo-siang Hui Ting-hi dan Cing-peng-kiam Song Leng-kong serentak juga melolos senjata masing-masing.

Sedangkan Lengcoa maokau, Ong it-beng dan Lim K icing yang sedang bertempur segera menghentikan serangannya malah.

Kecuali Ong It-peng yang patah lengan kanannnya, Sembilan macam senjata berkilau digenggam oleh Sembilan tokoh persilatan yang mengepung rapat di sekeliling Siu Tok yang masih duduk tegak dia atas kuda.

Pengalaman Siu Tok menghadapi kepungan semacam ini boleh dibilang sudah terlampau banyak, baginya sudah tidak aneh lagi. Tpai pada saat itu juga tiba-tiba saja terlintas ingatan "mati" didalam benaknya. "Seklaipun aku harus mati juga aku rela" demikian pikirnya ketika bayangan gadis cantik dan suci itu terlintas dalam benaknya, "aku telah memperoleh apa yang kuinginkan selama hidupku ini. "

Lamunannya tiba-tiba terputus oleh Cing peng kiam Song Leng-kong dengan suaranya yang dingin, "Siu Sianseng " sebagai seorang pendekar besar dari daerah kanglam, ia enggan mengucapakan kata-kata yang kotor, sikapnya masih tetap sopan, "kukira sekalipun tidak kujelaskan apa maksud kami bersaudara mencegatmu di bukit ini, tentunya kau sendiri juga sudah tahu dengan jelas, bukan?"

Siu tok hanya mendengus saja.

Song lengkong berkata pula "sudah lama kami mendengar kelihaian ilmu silatmu, pula cara kerjamu juga menyenangkan, maka akupun tak perlu banyak bicara lagi."

Sampai disini, segera pedangnya bergerak sehingga tercipta lingkaran cahaya tajam.

Lalu dia berkata lebih lanjut, "Bicara terus terang saja, hari ini jika kau tak mampu menandingi kesepuluh macam senjata kami bersaudara, jangan kauharap lagi akan keluar dari bukit ini."

Siu Tok mendengarkan dengan dingin, hatinya malah sangat tenang, sama sekali tidak memperlihatkan suatu perasaan.

Sikap tenang semacam ini tentu saja rada diluar dugaan Song Leng-kong.

Ia termenung sejenak, lalu berkata, "Seperti apa yang kau katakan, tindakan kami ini memang kurang ksatria, namun orang cerdik sebagai anda, tentu mengetahui akan sebab- sebabnya."

Siu Tok mendongakkan kepala dan tertawa terbahak-bahak, jawabnya dingin, "Sungkan amat kata-katamu itu, Cuma cara bicaramu itu kepadaku, kukira salah sasarannya. Orang she Siu cukup tahu akan keadaan, kukira tak perlu kau beri penjelasan panjang lebar, jika ingin turun tangan, silahkan saja."

Lalu dengan tertawa sinis dia menambahkan, "jangankan baru sepuluh orang, sekalipun berlipat ganda, orang she Siu juga tak gentar."

Lalu dengan tertawa sinis dia menambahkan, "jangankan baru sepuluh orang, sekalipun berlipat ganda, orang she siu juga tak gentar."

Dengan suatu gerakan cepat ia memindahkan cambuk ke tangan kiri, sednag tangan kanan melolos pedang yang tergantung pada pelana, begitu cahaya pedang terpancar, perlbagai ingatan dengan cepat terlintas pula dalam benaknya.

Beruntung atau tidaknya sesuatu persoalan memang tak bisa diduga sebelumnya. Nasib memang sesuatu yang sukar diraba oleh manusia, seandainya aku tidak berjumpa dengan si dia, hari ini bagaimanapun aku tak akan menghadapi bahaya, sekalipun tidak sanggup kulawan kesepuluh orang ini, untuk kabur tentu gampang sekali, namun............. Ia berusaha keras agar tidak memikirkan hal ini," bagaimanapun juga aku telah mendapatkan apa yang kuinginkan, lalu apa pula artinya kematian bagiku?"

Dengan rasa bahagia dia berpikir lagi," seandainya aku tak pernah berjumpa dengannya, apa pula arti kehidupan bagiku?"

"pagi mendengarkan khotbah, malam mati pun tak mengapa" tiba-tiba ia dapat mersapi makna ucapan ini, sekulum senyuman segera menghiasi ujung bibirnya.

Ketenangan dan senyuman membuat para jago yang berada di sekelilingnya sama tercengang dan ragu.

"Masakah dia yakin kemenangan pasti berada di tangannya?" demikian mereka merasa sangsi.

Hanya Leng coa mao Kau saja yang tertawa dingin di dalam hati, pikirnya "ku tahu apa yang kau tertawakan, kau gembira karena merasa banyak yang telah kau dapatkan. Hmm, 

sebentar lagi akan kubuat dirimu merasakan penderitaan yang lebih hebat daripada mati sebelum nyawamu melayang."

Malam semakin kelam, keheningan meliputi lereng pegunungan itu, tapi setiap orang tahu inilah saat menjelang hujan badai.

"Hei kenapa kalian belum juga turun tangan?" Ong It peng yang berdiri di pinggir tiba-tiba berteriak.

Lengan kanannya yang dipatahkan lawan mendatangkan rasa sakit yang luar biasa, tentu saja rasa bencinya terhadap Siu Tok sudah merasuk tulang sumsum.

"Betul," sambung Siu Tok sambil tertawa dingin, "Bila kalian tidak turun tangan juga,fajar segera akan menyingsing, jika sampai diketahui para pejalan kaki bahwa

Jit-kiam-sam-pian mengerubuti seorang, berita yang akan tersiar ini tentu sangat tidak menguntungkan kalian."

Menyusul perkataannya, tiba2 timbul ingatan dalam benaknya," Jika hari ini kumati terbunuh oleh kesepuluh orang ini, tampaknya takkan diketahui oleh siapa pun."

Tapi ingatan lain cepat terlintas pula," Ah selama ini aku hidup terluntang-lantung seoramg diri, musuh besarku punsangat banyak, sekalipun ada yang tahu, siapa pula yang akan membalaskan dendam bagiku?"

Berpikir sampai di sini, timbul perasaan pedih dalam hatinya.

Berada dalam keadaan seperti ini, manusioa mudah teringat pada orang yang dikasihi, diam- diam ia berpikir lagi," hanya dia seorang memikirkan diriku,sayang dia tak lebih hanya seorang perempuan lemah, umpama dia tahu, lalu apa yang dapat diperbuatnya?" Ketika terbayang bahwa selanjutnya "si dia" akan hidup sebatang kara, timbul kembali keinginannya untuk hidup lebih lama lagi, "aku tak boleh mati,aku harus menjaga dan melindunginya!"

Ia mendongakkan kepala dan emandang sekejap bayangan pedang serta cahaya ruyung yang berada di sekelilingnya, hatinya terasa dingin, "Tapi jika aku. "

Namun ia tak sempat berpikir lebih lanjut.

Bagaikan hujan turun secara tiba-tiba, kesembilan macam senjata secepat kilat bersama- sama menyerang Siu Tok yang masih duduk di atas kudanya.

Terpaksa ia menyimpan kembali semua lamunannya, ia berpekik nyaring, pedang di tangan kanan dan cambuk di tangan kiri tiba2 berputar kencang sedemikian rupa.

Dalam waktu singkat suasana dalam lembah itu menjadi gaduh, pohon yang tumbuh di kedua sisi jalan berguncang keras tersapu angin tajam, daun dan ranting berguguran memenuhi tanah.

Siu Tok dengan jurus serangan yang kuat bertarung menghadapi kesembilan macam senjata itu, lantaran ia berduduk di atas kuda sehinggat tak leluasa bergerak, otomatis jurus serangannya juga jurang lincah.

Tapi ia tetap duduk di atas kuda, meski binatang tunggangannya cukup pintar dan gesit, tak urung mulai panik juga menghadapi kerubutan seperti ini, dengan demikian perlawanannya pun semakin payah.

Pa-san-kiam khek dengan ilmu pedangnya yang lihay selalu mengincar bagian mematikan 

di tubuh Siu Tok, seandainya dari pedang Siu Tok tidak memancarkan Si-kim-sip-thi (daya sedot, semberani) yang kuat, mungkin sejak tadi ia sudah tertusuk beberapa kali.

Hal ini diam-diam menimbulkan rasa heran Pa-san-kiam khek, pikirnya," Kenapa Siu Tok 

bertarung diatas kuda? Bukankah hal ini justru menhalangi gerak-geriknya?"

Perasaan semacam itu muncul pula pada semua orang, kecuali Leng Coa Mao kau seorang. "Tampaknya dia tidak menyia-nyiakan harapanku," demikian LengCoa Mao Kau berpikir 

dengan bangga, "Ia telah melaksanakan perintahku sebaik-baiknya, wahai Siu Tok, sekalipun kungfumu lihay, hari ini jangan harap bisa lolos dari peradilan.

Permainan ruyungnya berasal dari aliran Ngo-Tai-san, bersama Jit-seng-pian (rurung tujuh bintang) Tu Tiong ki dari luar perbatasan mereka disebut sebagai Lam tiong pak cu (cakal bakalnya utara dan selatan) Serangan ruyungnya seperti seekor ular hidup, ruyung sepanjang satu tombak dipakai pula sebagai alat penutuk jaland arah, gayanya berbeda dengan ilmu ruyung biasa.

Setelah terlintas ingatan tadi, senyuman aneh lantas menghiasi ujung bibirnya, tiba-tiba ruyungnya ditarik dari tengah cahaya pedang, waktu senjatanya bergerak lagi, bukan orangnya yang diserang melainkan kuda tunggangannya Siu Tok yang diancam. Air muka Siu Tok berubah hebat, tapi ia sedang menghadapi serangan gencar kedelapan orang lain, dalam keadaan begini tak sempat baginya untuk mengurus soal kuda lagi.

Dengan suatu gerakan cepat, ruyung Leng Coa Mau Kau telah melilit kaki kuda, sekuatnya lantas ditarik, selincah-lincahnya kuda itu masa mampu menahan getaran tenaga dalam sedasyat ini? Sambil meringkik tak ampun lagi kuda itu roboh terguling.

Menyaksikan itu, Pa-san-kiam -khek berkerut dahi dan berpikir, Leng Coa Mau Kau adalh ornag cerdik, kenapa ia bertindak bodoh hari ini? Dengan merobohkan kuda tunggangannnya berarti menyingkirikan rintangan baginya, bukankah ia bakal bergerak lebi leluasa lagi? Kalau sampai begini, untuk menaklukkannya jelas akan lebih makan tenaga. "

Belum habis berpikir kuda tunggangannya Siu Tok sudah roboh dan anehnya Siu Tok masih duduk diatas punggung kuda itu dan tidak melompat bangun.

Kuda itu meronta sepenuih tenaga dan bermaksud melompat bangun.

Lengcoa Mao kau tertawa dingin tiada hentinya, ruyungnya diayunkan dan menghajar tubuh kuda itu beberapa kali, kuda itu meringkuk lagi, akhirnya berkelojotan dan binasa.

Sekarang Siu tok sama seperti duduk diatas tanah, cambuk dan pedangnya berputar dengan lamban, ilmu meringankan tubuhnya yang konon lihay kini seakan akan sudah dilupakan olehnya.

Perlu diketahui, bila meghadapi kerubutan orang banyak, maka yang paling penting adalh bergerak dengan lincah, mencari peluang diantara senjata musuh agar senjata musuh saling bentur kemudian mencari kesempatan untuk melancarkan serangn balasan.

Sedangkan Siu Tok sekarang Cuma berdiri di tempatnya, dia hanya bertahan tanpa mencari kesempatan untuk melancarkan serangan balasan, atau dengan perkataan lain paling banter dia Cuma bisa melindungi diri sendiri, untuk mencari kemenangan hakikatnya tak mungkin terjadi.

Untung saja dia menguasai ilmu tenaga dalam yang disebut Ban liu kui cong setiap serangan yang dilancarkannya selalu membawa semacam daya isap Si-kim-sip-thi yang hebat, kendati demikian posisinya kian lama kian gawat juga.

"Aneh, kenapa ia tidak melompat bangun?"

Itulah pertanyaan yang timbul dalam hatisetipa orang, sekalipun dalam hati mereka pun berharap agar Siu Tok tak mampu melompat bangun untuk selamanya.

"Jangan-jangan kakinya lumpuh?" ingatan ini sempat terlintas dalam benak Pa-san-kiam -

khek," tapi siapakah yang melumpuhkan kakinya? Siapakah dalam dunia persilatan dewsa ini yang memiliki tenaga dalam sedemikian hebatnya? Andaikata kakinya bener lumpuh, jelas tiada harapan untuk hidup baginya, tapi kami harus bertarung melawan seorang lumpuh dengan kekuatan bersembilan, peristiwa ini betul-betul amat memalukan." Begituluah timbul kecurigaan Pa-san-kiam -khek Liu Hub eng, namun serangannya tidak pernah mengendur, sebab dia harus mengguanakan tenaga dalam sendiri untuk melawan daya isap yang trepancar dari cambuk dan pedang Siu Tok.

Sementara itu pikiran Siu Tok amat kalut, ia tahu dengan sisa tenaganya sekarang paling banter ia Cuma sanggup bertahan setengah jam lagi.

Perlu diketahui, lwekang Ban Liu Kui cong merupakan tenaga dalam yang sangat memeras tenaga, sedangkan dia tak mampu melawan kerubutan kawanan jago lihay itu jia tidak mempergunakan tenaga dalam berdaya isap yang maha sakti itu.

Sekarang satu-satunya tenaga yang masih bisa membuatnya bertahan adalah kenangannya terhadap si dia, sekalipun akibatnya dai harus menjadi orang cacat, namun sedikitpun ia tidak merasa benci atau dendam kepada si dia.

"DIa tidak sengaja!"

Cinta membuatnya mengampuni orang lain.

Bagi sementara orang, tiada kekuatan lain di dunia iani yang bisa menandingi kekuatan cinta.

Karena pikiran kalut, perasaan tak tenang, tentu saja tidak menguntungkan dia dalam pertempuran ini.

Setiap masalah yang menyangkut si dia semuanya terbayang kembali dalam benaknya. "Sungguh peristiwa yang sangat kebetulan, begitu aku bertemu dengan dia segera aku jatuh 

cinta kepadanya, tiada perasaan lain yang melebihi luapan perasaaanku tatkala bertemu untuk 

pertama kalinya dengan dia."

Dengan senyuman tetap menghiasi bibirnya, cambuk kuda di tangan kirinya berputar, dengan ujung cambuk dia mengunci serangan Thia hong dari Wa yang siang kiam yang menggunakan jurus Toa mo cui hong (angin badai gurun pasir) sementara dengan batang cambuk dia tahan serangan Lim Lin yang menyerang dengan jurus Liu sah liok-jit (pasir berpindah tatkala senja).

Sedangkan pedang di tangan kanan berputar membentuk suatu lingkaran besar, sinar pedang menciptakan selapis dinding cahaya untuk membendung serangan ruyung dan pedang kelima lawan, sementara gagang cambuknya dipakai untuk menumbuk ujung Jit-seng-pian Tu Tiong ki dari belakang.

Dalam keadaan begini dia sempat berpikir lebih jauh, "kemudian ia memebritahukan kepadaku bahwa sejak pertemuan pertama, dari sinar mataku dapat diketahuinya cintaku kepadanya. Sungguh kejadian yang aneh sekali , antara aku dengan dia seolah-olah mempunyai hubungan batin yang mendalam, mungkin itulah yang disebut orang sebagai kontak batin?" Menghadapi saat-saat kritis yang mengancam jiwanya, ia masih melamun terus dengan mesranya, "Tak sampai setengah bulan kami berkumpul, ia telah menyerahkan segala-galanya kepadakau, akupun telah menyerahkan segala-galanya kepadanya.

"baik siang maupun malam kami berkumpul tentu saja keculai waktu aku harus berlatih ilmu di tengah malam, sebab Ban-liu-kiu-cong yang kulatih belum sempurna, setiap hari aku mesti menyisihkan sedikit waktu untuk berlatih, Cuma setelah aku memiliki dia, untuk berlatih pun terasa malas. Ai, mungkin sudah takdir."

Kedua kaki terasa kaku seakan-akan separoh badan bagian bawah sudah bukan miliknya, ia tertawa getir dan berusaha menangkis sembilan macam senjata itu dengan sepenuh tenaga,lalu berpikir lebih jauh ," suatu hari ,sewaktu aku asyik beraltih ilmu, tiba-tiba ia menyelonong masuk, entah mengapa ia terjatuh, bahunya persis menumbuk jalan darah Siau yau hiat di bagian pinggangku.

"Waktu itu latihanku sedang mencapai sedang mancapai detik yang genting,bergerak sedikitpun tak boleh, setelah tertumbuk olehnya, separuh badanku kontan saja menjadi kaku dan mati rasa."

Ia menghela nafas panjang," tapi mana bisa kusalahkan dia? Sama sekali ia tidak tahu, tentu juga tak tahu akibat perbuatannya itu. "

Tiba-tiba pedang Kanglam-tayhiap Song Leng Kong menambas dan membuat luka panjang di atas paha kanan SiuTok, darah segera mengucur.

Tapi Siu Tok sedikitpun tidak merasa sakit, karena kakinya sudah mati rasa, pedangnya dengan cepat berputar lalu menusuk dada Lengcoa Mau Kau.

Jika tusukan itu dibarengi dengan mendoyongkan badan ke depan, niscaya Leng Coa Mau Kau akan terluka oleh ujung pedangnya, sayang tubuhnya sama sekali tak mampu berkutik, serangannya sulit mencapai sasaran.

Kembali Lengcoa Mau Kau memperlihatkan tertawa dingin yang aneh, tiba-tiba serunya dengan suara melengking," SObat,kau masih mencoba meronta?kedua kakimu sudah dilumpuhkan orang, apa artinya hidup terus di dunia ini? Lebih baik cepat habiskan saja nyawa sendiri!"

AIr muka Siu Tok sedingin salju, ia menarik kembali serangannya untuk melindungi keselamatan sendiri.

Terdengar Leng Coa Mau Kau mengejek pula dengan tertawa dingin, "Buang saja senajatamu dan menyerah, mungkin Ma Toaya akan memberi kematian yang enak padamu dengan mengingat pada adik perempuanku."

Mendengar perkataan itu, sekujur badan Siu Tok gemetar keras, kerna meleng, bahunya kembali terhajar oleh ruyung Tu Tiong ki.

"Baiklah kukatakan kepadamu dengan terus terang," Lengcoa Mao kau mengejek pula , "Ko peng adalah Mao peng, Mao peng adalah adik perempuanku." Merinding Siu Tok oleh keterangan itu, permainan pedangnya menjadi lambat, sebuah tebasan kilat dari It-ci-kiam Thia Hong meninggalkan goresan panjang di dadanya, darah segar mengucur membasahi pakaiannya yang hijau sehingga berubah menjadi warna ungu yang menyeramkan.

"Hehehe, orang she Siu, sekarang kau sudah mengerti bukan?" ejek Leng Coa Mao Kau sambil tertawa terkekeh.

Sekujur tubuh Siu Tok sudah penuh dengan luka, sakitnya merasuk tulang sumsum, tapi hatinya terasa jauh lebih sakit daripada lukanya.

Sekarang dia baru mengerti, orang yang dicintainya dengan sepenuh hati, orang yang dianggapnya sangat mencintai pula dirinya ternyata tak lebih adalah alat musuh untuk mencelakainya.

"Ah, rupanya semua ini tak lain adalah rencana busuk orang, kiranya dia tidak mencintaiku, ia membuatku terluka juga bukan dilakukan tanpa sengaja. Ai, kenapa aku sebodoh ini? Ketika dia menganjurkan padaku agar meninggalkannya untuk mengobati lukaku dan berjanji akan selalu menunggu kedatanganku, air mataku malah meleleh karena terharu."

Ia menggertak gigi, darah merembes keluar lewat sela giginya dan menodai ujung bibirnya, seluruh wajahnya penuh dengan butiran air, entah air mata, entah air keringat? Seketika itu ia merasa putus asa, daya perlawanannya yang sebetulnya masih kuat kini seakan-akan lenyap sama sekali, dalam waktu singkat tiga tusukan pedang kembali bersarang di tubuhnya.

Kini sekujur badannya sudah bermandikan darah, hatinya juga bagaikan disayat-sayat orang dengan pisau tajam, pukuln batin yang diterimanya ini bener-bener terlalu kejam.

"O thian kenapa engkau membiarkan aku mengetahui segala sesuatunya? Aku lebih suka mati tertipu daripada mati menderita seperti sekarang ini!"

Setelah tenaga dalamnya buyar, perlawanannya makin kalut, hakikatnya ia tak mampu lagi menghadapi kerubutan kesembilan jago tangguh itu.

"Plok", ruyung Leng coa Mao Kau kembali meninggalkan sejalur luka panjang pada mukanya.

Kini sudah puluhan luka menghiasi sekujur badannya, tapi Siu Tok tidak mau melepaskan setiap kesempatan untuk rontakan terakhir, hal ini tidak berarti dia masih berat untuk meninggalkan dunia fana ini, sebab dunia ini sesungguhnya terlalu kejam padanya,mungkin itulah karma yang diterimanya.

Tapi naluri mencari hidup membuatnya meronta dan berjuang sepenuh tenaga, ia member perlawanan sengit terhadap serangan gencar kesembilan jago lihay itu.

Teringat pada si dia, hatinya kembali terasa sakit sekali. Hati yang sakit membuatnya lupa akan luka yang dideritanya, tapi tidak lancarnya tenaga dalam membuatnya sadar apa yang akan menimpanya.

"Aku tak bisa hidup lebih lama lagi!" demikian ia membatin.

Mendadak permainan cambuk di tangan kirinya sedikit mengendur, segera Wan yang siang kiam melancarkan serangan berantai dengan jurus PI yu sianghui (pentang sayap terbang bersama), "sret sret" dua tusukan mengenai pula dada dan perutnya.

Dalam keadaan demikian, sekalipun dia bersemangat jantan dan ingin bertahan terus, akhirnya juga kehabisan tenaga dan mati kutu.

Dia sendiri sadar, kematiannya tak kan menimbulkan rasa sayang atau kasihan dari orang- orang persilatan.

"Mati memang tidak perlu disayangkan!"

Ia menghela nafas panjang, cambuk di tangan kiri dan pedang di tangan kanan sekuat tenaga menangkis serangan ruyung Mao Kau dan tusukan pednag Lim Ki Cing dan Ting Hi, kemudian pikirnya lebih jauh, "Tapi kematianku hari ini sungguh kematian yang memilukan hati, mati di tangan orang semacam ini betul- betul kematian yang tak berharga."

Karena meleng, kembali punggungnya tersambar pedang, seandainya tenaga dalamnya tidak sempurna, umpama orang lain, mungkin sejak tadi sudah tak tahan.

"Tak seorang pun mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya," rasa tak adil dan penasaran membuatnya untuk pertama kali merasakan kesedihan yang sesungguhnya, ia berpikir lebih jauh, semuaorang pasti mengira aku mati di tangan JIt-kiam-sam-pian,siapakah yang tahu bahwa kematianku sesungguhnya disebabkan seorang perempuan, mati di tangan seorang perempuan yang tak tahu malu dan tak berperasaan."

Kini dia benar-benar lemas seluruhnya.

Leng Coa Mau Kau terkekeh-kekeh senang, "Orang she Siu, ada pesan yang hendak kausampaikan? Mumpung masih bisa bernafas, cepat utarakan, mengingat adik perempuanku, mungkin aku dapt melaksanakan bagimu, jika tidak lekas kaukatakan, hehehehe, mungkin kau tak akan. "

Selama hidup mana pernah Siu Tok dicemooh orang seperti ini, dengan sepenuh tenaga ia membentak, tangan kanan bergerak, pedang disambitkan langsung menyambar kea rah Mao Kao.

Mimpi pun Leng Coa Mao kau tidak menyangka lawan akan berbuat demikian, ketika ia sadar akan bahaya, cahaya pedang telah berada di depan tenggorokannya.

Betapa mengejutkan serangan terakhir tokoh aneh nomor wahid menjelang ajalnya itu,tampaknya Leng Coa Mao Kau segera akan binasa di ujung pedang itu.

"Cring!" tiba-tiba berkumandang bunyi benturan yang nyaring. Kiranya Co jiu sin kiam Ting hi yang sedang menabas dengan jurus Leng ho tia oh (bangau sakti pentang sayap) pada bahu kiri siu tok, demi menyaksikan Mao Kau terancam bahaya, cepat ia menangkis pedang Siu TOk yang sudah dekat tubuh Mao KAu itu.

Walaupun demkian, dengan tenaga dalam Co-jiu-sin-kiam Ting Hi tetaptidak berhasil memukul jatuh sambaran pedang itu melainkan hanya memukulnya sehingga serong sedikit ke samping.

Dengan demikian gerakan pedang itu menjadi lemah. Mao Kau mendoyong tubuhnya ke belakang, pedang menyambar lewat sisi tenggorokannya. Coba kalo dia terlambat sedikit saja, nyawa Leng Coa Mau Kau niscaya sudah melayang.

Saking kagetnya, keringat dingin membasahi telapak tangannya, butiran keringat juga menghias jidatnya.

Air muka Co jiu sin kiam Ting hi berubah juga, dengan segenap tenaga ia menangkis sambitan pedang SIu TOk itu, tapi pergelangan tangannya juga terasa sakit, hal ini membuatnya sangat terperanjat.

Berhubung Siu TOk menyambitkan pedangnya dengan sekuat tenaga, permainan cambuknya di tangan kirinya jadi terhenti, pertahanannya lantas longgar, serentak serangan Wan yang siang kiam, oa san kiam khek, kanglamTayhiap, Ong it beng, Pek pih hui hoa dan Jit seng pian sama bersarang telak di atas tubuh siu tok.

Udara tanpa bintang dan rembulan, kegelapan yang mencekam disertai bunyi burung hantu, seakan-akan mengiringi kematian seorang tokoh sakti dunia persilatan itu. 

Ketika Leng Coa Mau Kao sadar kembali dari rasa kedetnya, Siu TOk telah putus nafasnya, segala kejayaan atau kenistaan orang hidup sudah tiada sangkut paut lagi dengan dia.

Suasana hening........

Mendadak Mao Kau tertawa, ia melompat maju, ruyungnya terputar dan menghajar mayat Siu Tok keras-keras.

Ruyung itu tebuat dari baja asli, ditambah tenaga dalam yang hebat , sabatan tersebut sungguhsangat keras dan lebih ribuan kati.

Darah segar berhamburan kemana-mana, lengan kiri Siu Tok terhajar kutung.

Sekali tarik, lengan kiri Siu TOk tergulung ke atas ruyungnya dan dipegangnya, gelak tertawanya kedengaran menyeramkan dan menusuk telinga.

Diam-diam kanglam tayhiap song Leng kong berkerut dahi, dengan suara tertahan ia berseru, "Orang She SIu sudah mati, kenapa saudara Mao harus merusak mayatnya?" Cing-peng-kiam Song LEng Kong adalah seorang ang jujur dan lurus, dari pembicaraan yang berlangsung tadi ia tahu sebelum ini Leng Coa Mao Kau telah menggunakan siasat licik untuk melukai Siu Tok sehingga musuh itu tak mampu berdiri.

Maka timbul rasa menyesal dan malu hatinya. Namun tindak tanduk Siu Tok juga dibencinya, malahan dia yang mengusulkan kepada rekan-rekannya untuk bersama-sama menumpas Siu Tok bahkan ikut turun tangan mengerubuti seorang yang separuh badannya telah lumpuh.

Akan tetapi setelah menyaksikkan tindak tanduk Leng Coa Mau Kau sekarang, ia merasa tidak senang, itulah sebabnya dia menegurnya.

Mau Kau tertawa, katanya, "Orang she Siu adalah sampah masyarakat yang telah banyak mengakibatkan kesengsaraan umet persilatan, entah berapa banyak sahabat persilatan yang telah dicelakainya hingga keluarga tercerai berai dan orangnya tewas terbunuh, rasa benciku kepadanya sungguh ingin kumakan dagingnya dan kubeset kulitnya."

Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan lagi tanpa sedikitpun menyesal atas perbuatannya itu, seetelah kita membunuhnya sekarang, entah berapa banyak jago persilatan yang akan bertepuk tangan kegirangan, biarlah kita cincang saja mayat keparat ini, kemudian kita perlihatkan kepada saudara dunia persilatan agar semua orang ikut bergembira atas peristiwa ini."

Ho siok siang kiam dan pek poh hui hoa memang mempunyai rasa dendam pada Siu Tok, maka mereka bersorak tanda setuju atas usul tersebut. Wan yang siang kiam, Co jiu sin kiam dan jit seng pian tu tiong ki tidak usul lain, Ong It peng adalah yang paling dendam, Pa san kiam kehk menghela nafas panjang, katanya kepada Cing peng kiam, urusan telah berkembang menjadi begini, apa lagi yang bisa kita katakan "

Dia memang pandai menyesuaikan diri, ia tak ingin menunjukkan sikap yang keterlaluan di antara orang-orang itu, juga tak ingin dianggap orang lain sebagai orang munafik yang pura- pura bajik.

Bau anyir darah tersebar sampai jauh terbawa angin musim gugur...................

Mendadak dari balik hutan sana berkumandang suara tertawa dingin, menyusul seorang dengan nada yang tak sedap mengejek, "Sungguh keji!"

"Siapa?" Leng Coa Mao Kau membentak.

Tanpa berpaling dia melompat kesana dan menyusup ke dalam hutan.

Kesepuluh orang ini semuanya adalah jago kelas tinggi dunia persilatan, mendengar suara itu, serentak mereka pun menerjang ke dalam hutan.

Hanya Kang Lam tayhiap Song Leng Kong saja yang tetap berdiri di tempat semula, ia pandang mayat Siu Tok yang tercincang itu, ia merasa sedih dan menyesal.

Dia yang menggerakkan operasi ini, tapi dia tak pernah mengira akan begini mengenaskan akibatnya. Meskipun ia tak senang terhadap tingkah laku Siu Tok dalam dunia persilatan, tapi menyaksikan mayat tokoh sakti yang ditakuti dalam dunia persilatan ini tercincang dan tercerai berai di tanah, mau tak mau timbul juga perasaan menyesalnya.

Disamping mayat Siu Tok tergeletak pula bangkai kuda yang setia kepada majikannya sampai mati itu, darah berceceran membasahi permukaan tanah.

Dari Balik hutan berkumandang pula suara berkesiur ujung baju yang tersembus angin serta bentakan nyaring.

Angin malam terasa dingin, daun dan ranting yang terembus menimbulkan suara gemerisik.

Song LEng Kong menggertak gigi, ia mengambil keputusan, dia lari menghampiri mayat, mengambil sisa mayat yang tertinggal tanpa memperdulikan darah mengotori pakaiannya, setelah celingukkan kesana kemari cepat dia lari turun ke bawah bukit.

Waktu Leng Coa Mao Kau menerjang ke dalam hutan gerakan yang sangat cepat ini membuat burung berterbangan terkejut. Sementara ruyungnya menyabat kekanan ke kiri.

Tapi kecuali burung yang berterbangan karena kaget, di sekitar hutan situ tak tampak reaksi apapun.

Dalam pada itu Wan yang siang kiam, HO siok siang kiam serta Co jiu sin kiam dan pa san kiam khek sekalian telah menyusul tiba pula.

"Ayo kawan-kawan, kita geledah sekeliling hutan ini!" seru Leng Coa mau Kao dengan suara tertahan.

Dengan suara lantang Jit seng pian Tu Tiong Ki lantas berteriak," Hai sahabat, kalau punya kepandaian, perlihatkan wajahmu, jangan main sembunyi macam anak kura-kura!"

Tapi suasana dalam hutan itu hening seperti tiada seorang pun, meski ilmu meringankan tubuh kawanan jago lihay itu cukup sempurna, penggeledahan juga dilakukan dengan teliti, namun hasilnya nihil.

"Cepat amat gerakan bangsat itu!" maki Leng coa Mao Kau dengan mendongkol, ruyungnya menghantam batang pohon dengan keras.

"Kalau tiada diketemukan sudahlah, tooh tak menjadi soal bagi kita," Kata Ci-jiu-sin-kiam Ting hi.

Ia pikir kalau kejadian ini akhirnya akan disiarkan dunia persilatan, sekalipun sekarang diketahui orang apa salahnya.

Berputar biji mata Leng Coa Mao Kau meskipun ada sementara persoalan yang tak ingin diketahui orang lain, tapi ia yakin orang lain juga tak akan mengetahuinya. Maka dengan lantang ia pun berkata, "betul, kukira bangsat itu hanya kawanan tikus yang takut berjumpa dengan manusia!" Sehabis berkata dia lantas melompat keluar lebih dulu dari huta itu, tapi keadaan di luar hutan tidak lagi seperti apa yang mereka tinggalkan tadi.

Pertama-tama yang dilihta oleh Leng Coa Mao Kau adalah tiadanya mayat Siu Tok di tempat semula. Lalu ketika ia coba maju ke depan, tiba-tiba dilihatnya beberapa huruf besar yang ditulis dengan darah kental tertera di atas tubuh bangkai kuda.

"Sepuluh tahun kemudian, dengan darah membayar darah!"

Kontan air mukanya berubah pucat seperti mayat, tangan kirinya yang memegang tulang Siu Tok terasa gemetar.

Waktu orang-orang yang lain menyusul tiba dan ikut membaca tulisan itu, perasaan yang terlintas dalam benak mereka adalah sama," Siapa yang menulis di sini?"

Jit seng pian tu Tiong Ki celingukkan kesana kemari, kemudian berteriak, "Hei kemana perginya Cing Peng Kiam Song Tayhiap?"

--- ooo0ooo ---

Musim semi di daerah kanglam indah permai. Musim gugur di KangLam juga tidak terlampau jelek.

Udara sejuk di jalan raya yang menghubungkan tepi sungai besar dengan kota Lim Ling, debu berterbangan, serombongan penunggang kuda berlarian dengan cepatnya.

Kuda-kuda itu sama berbuih mulutnya, tapi penunggangnya tetap bersemangat seakn-akan tidak memikirkan perjalanan yang amat jauh itu, anehya kening setiap penunggang kuda itu tampak sama berkerut seolah-olah ada sesuatu masalah besar yang mengganjal hati mereka.

Para pejalan kaki jauh-jauh sudah menyingkir ke tepi jalan sewaktu melihat datangnya rombongan penunggang kuda itu, dengan keheranan mereka saling bertanya, "Orang macam apakah rombongan orang ini?"

Kawanan penunggang kuda itu bukan Cuma aneh dalam dandanan, mereka terdiri dari laki- laki dan perempuan yang bersenjata, bagi wilayah Kang Lam yang permai dan damai, hal ini terasa agak menyolok.

Tiba-tiba dari ujung jalan sana berkumandang suara teriakan lantang, "Cengbu..............Yangwi. "

Bagi orang yang sering melakukan perjalan dalam dunia Kangouw segera akan tahu teriakan itu berasal dari pembuka jalan perusahaan pengawalan Ceng bu piaukok yang berada di kota Tinkang propinsi Kangsoh dan merupakan perusahaan expedisi paling besar di wilayah kanglam. Para penunggang kuda itu saling pandang sekejap,lalu melarikan kudanya lagi ke depan,sebentar saja tampaknya mereka akan menerjangmasuk ke tengah rombongan pengawal barang itu.

Kejadian ini segera menarik perhatian para pejalan kaki yang suka akan keramaian, mereka sama berbisik, "huh bakal ada tontonan ramai."

Maklumlah, kcuali rombongan pejabat pemerintahan atau tentara yang lewat,sekalipun rombongan saudagar yang besar pun biasanya akn mnyingkir bila bertemu dengan rombongan barang, tak pernah ada orang yang berani menerjangnya cara begitu.

Pertama, umumnya orang tak ingin mencari gara-gara, kedua karena pengaruh perusahaan barang terlampau besar, memancarkan rombongan mereka berarti melanggar pantangan mereka yang terbesar, kejadian ini niscaya akan menimbulkan pertikaian yang berlarut-larut.

Tampaknya kawanan penunggang kuda itu mempunyai kepandaian yang bisa dianadlkan, tapi Congpiautau dari Ceng-bu-piaukok, Hu hong kiam (pedang pelangi) Tong Beng Peng pun seorang jago kenamaan dunia persilatan, para piasu (tukang kawal) pembantunya juga jago- jago pilihan yang tinggi hati, tentu saja mereka tak sudi membiarkan rombongannya dicerai beraikan orang.

Oleh karena itu para pejalan kaki yang mengetahui bakal terjadi keramaian di situ sama berhenti untuk menonton.

Dalam pada itu rombongan penunggang kuda itu masih terus melarikan kudanya dengan capt.

Betul juga, para peneriak jalan dari Ceng bu piaukok segera mendelik dan siap mencaci maki.

Thi-kiau-cu (peneriak baja) Siau Sim adalah peneriak jalam Ceng Bu piaukok yang paling diandalkan, biasanya ia memang berangasan, betapa marahnya dia menyaksikan ada penunggang kuda berani menerjang rombongan mereka.

"Telur busuk yang tak tahu diri," demikian ia menyumpah dalam hati, "Rupanya kalian sudah bosan hidup!"

"Sobat. " baru sepatah kata terlontar dari mulutnya, sekilas pandang ia sempat 

menangkap air muka penunggang kuda pertama dan kedua, kontan ia terkesiap dan kata-kata selanjutnya cepat ditelan kembali.

Sambil menarik tengkuk diam-diam ia bersyukur, "Wah untung nasib orang she Sim masih mujur dapat mengenali beberapa orang ini, Hm kalau saja jadi memaki, mungkin bisa celaka."

Peneriak jalan yang lain mungkin kurang pengalaman, tanpa pikir dia lantas memaki, "Cucu kura-kura, jalan seenak sendiri, barangkali buta mata kalian?!" Belum dia habis memaki, penunggang kuda paling depan telah mengayun cambuknya, "tarr",kontan dia terpental dari pelananya dan "bluk", ia terbanting di tengah semak rumput di tepi jalan sana.

Suasana menjadi gaduh, jalan kawanan penunggang kuda itu segera juga teralang, air muka para penunggang kuda itu tampak kelam menatap para anggota perusahaan pengawal barang dengan pandangan dingin sementara para anggota pengawal barang menjadi panik, bentakan nyaring terdengar disana sini, malah ada pula yang melolos senjata.

Thi kiau cu Siau Sim menenangkan diri lalu dengan biji matanya yang kecil sekali lagi mengamati kawanan penunggang kuda itu.

Apa yang kemudian dilihatnya membuatnya menelan air liur, sambil menyeka keringat ia mengeluh, "Aduh mak, mereka datang seluruhya komplit!"

Dalam pada itu para anggota perusahaan pengawalan barang telah menghunus senjata dan siap melancarkan serangan.

Ada pula diantara mereka yang berputar ke belakang unutk member laporan kepada pimpinan perjalanan kali ini, Siau sian bun Lau Teng Kok dan Sin piau kek Ci Cong yan.

Sebagai orang yang sudah biasa melekukan pekerjaan semacam ini, mereka tahu rombongan penunggang kuda itu bermaksud mencari gara-gara, hanya mereka tak tahu siapa gerangan orang-orang ini.

Belasan buah kereta yang mereka kawal ini menandakan barang-barang kawalan tidak sedikit harganya, ini pun tampak dari sikap tegang para piausu yang kuatir barang kawalannya dirampok.

Tapi siapa yang berani membegal pada siang hari bolong begini apalagi di depan mata banyak pejalan kaki?

Para piausu dari Ceng wi paiukok sudah siap siaga, tampaknya suatu pertarungan sengit segera akan terjadi, melihat gelagat tak baik, Thi Kiau cu Siau Sim segera berteriak, "saudara sekalian, jangan turun tangan dulu!"

Para piausu tertegun, sementara mereka keheranan karena Siu SIm yang biasa berangasan mendadak menjadi alim, Thi kiau cu Siau SIm berteriak lagi "beberapa orang inilah Jit kiam sam pian!"

Orang bilang, "kalau pohon bayangannya, kalau manusia namanya",nama besar Jit kiam sam pian dalam dunia persilatan sangat terkenal, Congpiautau Ceng bu piaukok, Hui hong kiam To Beng Peng juga terhitung murid langsung Kanglam tayhiap Cing peng kiam song Leng Kong, sedikit banyak keberhasilan Ceng bu piaukok dalam wilayah Kanglam pun berkat nama besar gurunya.

Demikianlah demi mendengar kata "jit kiam sam pian" kontan saja para paisu Ceng bu piau kok yang sudah siap berkelahi itu menjadi lemas kembali, semangat tempur merekapun lenyap. Dalam sekejap suasana mendadak menjadi sepi, hanya suara kaki kuda yang bergerak tak tenang seakan-akan mengetuk hati setiap orang yang memang tegang itu.

Jit kiam sam pian masih tetap bersikap dingin.

Thi kiau cu Siau Sim diam-diam memperhatikan wajah penunggang kuda pertama yang menghajar salah seorang rekannya itu, dia inilah Leng Coa Mau Kau dari Ciatkang.

Bergidik Siau SIm, pelahan dia putar kudanya dan bermaksud lapor kepada pimpinan pengawal.

Kiranya piausu yang mengawal barang ini, Siau-siang-bun Lau Teng Kok dan Sin-piau-kek ci cong yau sok berlagak tuan besar, mereka terlalu mengandalkkan nama besar ceng-bun- piaukiok,mereka yakin tak mungkin ada orang yang berani membegal barang kawalan mereka.

Oleh karena itu mereka selalu berjalan jauh di sana, terhadap belasan buah kereta barang itu seperti tak ambil pusing, tak heran kedua orang itu jadi gugup demi mendengar ada orang hendak membegal barang kawalannya, buru-buru mereka membedal kudanya ke depan.

Dengan munculnya kedua orang piausu ini, para anggota pengawal lain mengembus napas lega , malah ada yang segera menyingkir agak jauh. 

Sin-piau-kek ci cong-yan berasal dari luar perbatasan (tembok besar),perawakannya tinggi besar , sikapnya angker dan gagah perkasa.

Ketika dilhatnya para anggota rombongan mulai mundur dari situ,dengan mendongkol ia mendamprat, "Keparat, kenapa kalian mundur dari sini?"

Tapi setelah melirik sekejap penunggang kedua di hadapannya, sebagai orang yang sudah lama berkelana dalam dunia persialatan tentu saja dia kenal Leng Coa Mau Kau yang berasal dari Ciat Kang itu, tanpa terasa cara duduknya di atas pelana seakan-akan mengeret 2 inchi lebih pendek daripada semula.

"Kenapa bisa dia?" diam-diam ia berpikir, waktu berpaling, terlihat temannya, Siau siang Bun, juga lagi berdiri dengan terkejut.

Kiranya Siau Siang Bun jauh lebih lama berkelana dalam dunia persialatan, Sembilan dari Jit kiam sam pian dikenal olehnya, maka iapun berpikir, "Kenapa beberapa orang ini bisa berkumpul disini?"

Cepat ia melompat turun dari kudanya, sambil memberi hormat katanya," Tampaknya para CianPwee ada minat berpesiar ke Kanglam sini?"

Segera dia menyingkirkan para anggota perusahaannya dari tengah jalan, lalu menyingkirkan pula kereta barang sehingga terbuka sebuah jalan lewat di tengah jalan raya itu, katanya lagi sambil menyengir, "sayang wanpwee sedang melaksanakan tugas sehingga tidak dapat melayani cianpwee sekalian dengan baik. " "Siapa yang membutuhkan pelayananmu?" dengus Leng Coa Mau Kau sambil tertawa seram.

Siau siang bun tertegun, pikirnya, "Aneh tampaknya air muka mereka kurang begitu enak."

Dengan was was ia memperhatikan pula air muka kedelapan orang lain, pikirnya, "melihat gelagatnya beberapa orang ini kurang beres, seperti sengaja datang kemari untuk mencari perkara, tapi perusahaan kami tak pernah menyalahi mereka, malah kalau dibicarakan To congpiautau masih terhitung kerabat mereka."

Dugaannya memang tidak meleset, kedatangan Leng Coa Mau Kau, Jit seng pian Tu Tiong KI, Pek poh hui hoa, Wan yang siang kiam serta Ho siok siang kiam kali ini memang sengaja hendak mencari setori dan membalas dendam.

Setelah berhasil membinasakan Siu Tok di kaki buki Him ni san dulu, lalu terjadi peristiwa lenyapnya jenazah Siu Tok da ditemukannya tulisan berdarah di atas bangkai kuda, kesembilan jago dari Jit kiam sam pian menarik kesimpulan bahwa semua itu adalah perbuatan KangLam tayhiap Song Leng Kong. 

Maka sekarang Cing peng kiam Song LEng kong menjadi musuh bersama kesembilan tokoh Jit kiam sam pian yang lain.

Leng Coa Mau Kau mencaci maki habis-habisan terhadap perbuatan Song Leng Kong itu, malah Pa san kiam khek Liu hu beng yang merupakan sobat paling karib Song leng kong selama puluhan tahun juga merasa tidak puas atas perbuatan rekannya itu, dia menganggap tindakannya itu tidak cukup bersahabat.

Berbicara sebenarnya andaikata tulisan "dengan darah membayar darah" itu betul-betul tulisan Song LEng Kong, maka perbuatannya ini terasa rada janggal dan membingungkan, sebab bagaimanapun juga dia adalah seorang dari penganjur pengeroyokan itu.

Tapi ditinjau dari keadaan ketika itu, memang dialah yang paling besar kemungkinannya berbuat demikian. Kemudian setelah Pa san kiam khek sekalian mendapat kabar bahwa sisa jenazah Siu Tok memang berada di tempat Cing Peng KIam, rasa curiga merekapun tidak perlu diragukan lagi.

Mana mereka tahu bahwa dibalik peristiwa itu sesungguhnya masih ada hal lain, dan keajaiban hal tersebut mana bisa terduga oleh mereka.

Maka Leng Coa Mao Kau, Pek poh hui hoa, Ho siok siang kiam lantas menyiarkan berita dalam dunia persilatan dan menuduh Cing peng kiam yang meski berwajah saleh dan bajik, sesungguhnya tak lebih sehaluan dengan Siu Tok.

Malahan mereka mengeluarkan sisa tulang Siu Tok dan dipamerkan secara luas ke dunia persilatan, katanya setelah kematian Siu Tok, maka Song Leng kong Cing peng kiam adalah giliran yang kedua.

Sementara itu berita tentang terbunuhnya Siu Tok telah menggetarkan dunia persilatan,sebab kedudukan Siu Tok dalam dunia persilatan waktu itu hamper tidak ada  bandingannya, maka dengan terjadinya peristiwa itu secara otomatis kedudukan Leng Coa Mao Kau sekalian dalam dunia persilatan menjadi terjunjung lebih tinggi.

Yang masih kurang jelas bagi orang Bulim adalah urusan yang menyangkut KangLang Tayhiap Song Leng Kong yang tersohor karena kebajikannya itu mengapa bisa dituduh sebagai sekomplotan dengan SIu Tok.

Penjelasan dari Leng Coa Mao Kau terhadap persoalan ini ternyata cukup jelas dan meyakinkan sehingga mau tak mau orang sama percaya.

Berbagai berita pun lantas tersiar di sunia persilatan, ketika berita itu tersiar sampai wilayah KangLam, Leng Coa Mao Kau telah menyusun rencana keji untuk menyerbu ke selatan dan mengerubuti Song Leng kong agar dia tak bisa tancap kaki dalam dunia persilatan, malahan keluarganya akan tercerai berai dan orangnya binasa.

Padahal tujuan tindakan mereka ini sesungguhnya adalah karena kuatir akan pembalasan di kemudian hari, tulisan "dengan darah membalas darah" itu telah membuat beberapa oarng ini makan tak enak dan tidur tak nyenyak.

Awal dari kejadian ini tentu saja tidak diketahui oleh Siau siang bun Lau Teng Kok, dengan hormat dan sopan ia menjawab, ia kuatir membangkitkan amarah kawanan jago lihay ini, tapi sia-sia usahanya sebab orang lain tak sudi memberi muka kepadanya.

Meski hati mulai tak tenang, namun ia tidak terlalu kuatir atau gugup, sebab dia tahu betapapun orang-orang itu tak nanti membegal barang kawalannya, dengan kedudukan mereka yang tinggi dalam dunia persilatan, paling banter hanya kesulitan saja yang akan mereka berikan kepadanya, ia percaya kesulitan semacam ini masih dapat ditahannya.

"Benarkah Cong piautau kalian berjuluk Hui Hong Kiam?" dengan sinis Leng Coa Mau Kau bertanya kepada Siau Siang Bun dan Sin Piau kek.

Jit seng kiam Tu Tiong Ki yang berada di sisinya segera ikut bertanya, "Apakah Hui Hong Kiam To Beng PEng adalah murid Cing PEng Kiam Song Loji?"

Siau sing bun tidak dapat menangkap makna yang terkandung di balik ucapan tersebut, dengan agak tergagap sahutnya, "Ya, ya, benar, suhu Cong Piau tau kami ialah Song locianpwee, apakah engkau kenal dengan beliau?"

Siapakah gerangan yang membawa sisa mayat Siu Tok dan meninggalkan tulisan "Darah akan dibayar dengan darah" itu?

Ada hubungan mesra apa antara Siu Tok dengan Mao Peng sehingga menimbulkan pembalasan keji dari Mao Kau?
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar