Telapak Setan Jilid 16 : Musuh besar pembunuh ayah

Jilid 16 : Musuh besar pembunuh ayah

LIMA kali jeritan ngeri yang menyayat hati menggema memecahkan kesunyian, setelah terhajar oleh jarum beracun itu lima orang pria tersebut segera roboh terjengkang keatas tanah, sesudah berkelejat sebentar akhirnya mereka tak berkutik lagi.

Dalam pada itu Pelajar berhati racun Sim Hong sudah berhasil mencapai sepuluh tombak dari tempat semula, buru saja hatinya bersyukur karena berhasil meloloskan diri, mendadak pinggangnya terasa sakit diikuti tubuhnya menjadi kaku, hatinya menjadi amat terkesiap. pikirnya.

"Aaaah ., kenapa jarum, Tok-sim-ciam tersebut bisa menghajar diatas tubuhku sendiri? "

Sebagai seorang ahli senjata yang sudah terbiasa menggunakan jarum Tok-sim-ciam, tentu saja dia mengenal sampai dimanakah lihaynya kadar racun tersebut, setelah menyadari terkena jarum diapun tak berani melanjutkan larinya lagi, buru-buru orang itu hentikan gerakan tubuhnya dan segera duduk bersila diatas lantai.

Belum sempat jarum racun itu dicabuk keluar, tiba-tiba terdengar Gak In Ling membentak keras. "Kemana engkau akan lari ??"

Sambil membentak tubuhnya menerjang maju kedepan, kakinya dengan cepat melancarkan sebuah tendangan kilat menghajar batok kepala pelajar berhati racun Sim Hong.

orang she Sim itu angkat kepala, melihat datangnya tendangan maut tersebut dia menjadi amat terperanjat, jeritnya lengking. "Aaaduuuh mati aku..."

"Blaaamm " percikan darah segar memancar keempat penjuru, batok kepala dari Pelajar berhati racun Sim Hong seketika tertendang oleh Gak In Ling sehingga putus dari pangkal leher dan meluncur kedepan-

"Praaaakk " batola kepak tersebut menghantam tembok dan hancur berkeping-keping.

Sehabis menendang Pelajar berhati racun sehingga mampus dalam keadaan mengerikan, Gak In Ling sama sekali tidak memandang sebelah matapun terhadap korbannya, dia melayang ke arah Ular berpunggung baja ong Kiam Liu dan menerjangnya secepat kilat.

Mula pertama Ular berpunggung baja ong Kiam Lin sama sekali tidak pandang sebelah matapun terhadap Gak In Ling, karena usianya masih terlalu muda, tetapi setelah pemuda itu berhasil membunuh lima orang musuhnya dalam sekali serangan, kemudian membinasakan pula Pelajar berhati racun Sim Hong dalam keadaan yang mengerikan, ia baru mulai merasa ketakutan dan bergidik.

Haruslah diketahui, menghajar sebuah batu cadas dengan angin pukulan sehingga hancur lebur bukanlah suatu pekerjaan yang amat sulit, asalkan angin pukulannya dapat dilatih sehingga mencapai suatu tingkat tertentu maka perbuatan tersebut sudah bisa dilakukan-

Tetapi kalau dikatakan dengan angin pukulan menghajar balik jarum beracun yang lembut bagaikan rambut, bahkan melukai pula sang pelepas senjata rahasia yang telah melarikan diri sejauh sepuluh tombak lebih, peristiwa ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang sukar untuk dipercayai dengan akal sehat, tetapi orang yang hendak

merenggut jiwanya sekarang ini ternyata mampu untuk melakukannya.

Bisa dibayangkan betapa takut dan ngerinya Ular berpunggung baja ong Kiam Lin untuk menghadapi musuh selihay itu.

Tampak Ular berpunggung baja melancarkan sebuah pukulan kosong kearah Gak In Ling, kemudian laksana kilat melarikan diri masuk keruang dalam.

"Hmm, ong Kiam Lin, saatnya ajal sudah akan tiba," dengus Gak In Ling dengan suaranya dingin.

Ular berpunggung baja ong Kiam Lin semakin bergidik tatkala mendengar suara itu berasal dari jarak kurang lebih dua depa dibelakang tubuhnya, menggunakan kesempatan dlkala badannya menerjang ke muka, sepasang telapaknya segera didorong kedepan menghantam dua buah meja bundar yang ada dihadapannya sehingga melayang ke belakang dan menerjang ketubuh Gak In Ling, sementara dia sendiri dengan mempergunakan kesempatan tersebut meloncat keluar lewat jendela kebelakang.

Walaupun tenaga dalam yang dimiliki Gak In Ling amat sempurna, namun ia tak dapat mengembangkan kepandaian silatnya dalam ruangan tersebut, terpaksa dia didorong telapaknya untuk menyingkirkan terjangan dari meja bundar itu, tetapi ketika ia berhasil merontokkan meja tersebut, Ular berpunggung baja ong Kiam Lin sudah melangkah keluar dari jendela tersebut.

Dalam keadaan demikian tak sempat lagi bagi sianak muda itu untuk melakukan pengejaran, dalam gelisahnya Gak ln Ling segera menyambar sebilah pedang yang tergantung pada rak senjata dibelakang tubuhnya, kemudian membentak keras. "Kemana engkau akan pergi?"

Tangan kanannya diayun kedepan, cahaya putih yang berkilauan segera menyambar kearah kaki Ular berpunggung baja ong Kiam Lin yang sedang melangkah keluar dari belakang itu dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.

"craaaaatt " pedang panjang itu menembus paha kanan Ular berpunggung baja dengan telak sehingga tembus sebatas gagang pedang dan menancap diatas dinding batu.

Mimpipun Ular berpunggung baja ong Kiam Lin tak pernah menyangka kalau Gak In Ling akan menggunakan sebilah pedang sebagai senjata rahasia, tetapi pada saat itu ia lebih mementingkan untuk melarikan diri, tanpa memperduiikan senjata apakah yang telah menembusi kakinya sambii mengaduh kesakitan sekuat tenaga ia angkat kaki kanannya kedepannya.... krak segumpai daging pahanya kena ditarik sehingga robek dan merekah besar

Sementara sambitan pedang yang pertama berhasii menembusi kaki kanan Ular berpunggung baja, Gak In ling telah menyambar pula dua belah pedang dari atas rak senjata.

Baru saja Ular berpunggung baja ong Kiam Lin angkat kaki kanannya untuk melangkah keluar dari jendela, tiba-tiba Gak In Ling membentak keras. "Kenapa engkau akan lari ?"

Tangan kanannya kembali diayun kedepan dua deretan cahaya putih segera meluncur ke- muka.

Dengan kesempurnaan tenaga dalam yang di miliki Gak In Ling, lagi pula Ular berpunggung bjja berada dalam keadaan terluka parah, sulit bagi jago tersebut untuk menghindarkan diri dari ancaman tersebut.

Jeritan lengking yang menyayatkan hati kembali bergema memenuhi seluruh ruangan tersebut kali ini sambitan pedangnya berhasil menembusi sepasang bahu Ular berpunggung baja ong Kiam Lin sehingga terpantek diatas jendela tersebut.

Dengan cepat Gak In Ling menyambar 10 bilah senjata garpu, serunya dengan suara yang menyeramkan-

"Ular berpunggung baja, tahukah engkau senjata garpu yang berada dalam genggamanku ini akan menembusi bagian tubuhmu yang mana ??"

"Hmm Mungkin engkau tak akan mampu untuk menembusi bagian tubuh manapun," sahut serentetan suara yang amat dingin dan menyeramkan dari ruang tengah. Gak In Ling terperanjat, tanpa berpaling ia telah berseru. "Aaaahh.... Kakek tujuh cacad "

Gak In Ling belum pernah berjumpa dengan Kakek tujuh cacad, darimana dia bisa mengenali kalau orang itu datang adalah Kakek tujuh cacad setelah berpaling sekejap ? kiranya ia menduga dan meraba dari bentuk badan orang itu sendiri.

Tampaklah orang yang baru datang itu mengenakan baju berwarna ungu, rambutnya yang panjang terurai sepundak berwarna perak. keningnya menonjol keluar dengan tulang tengkorak yang tinggi menjuak keatas, membuat rongga matanya nampak berlobang dan kosong, sepasang alis dan sepasang matanya telah lenyap namun tidak meninggalkan bekas apapun, agaknya sejak dilahirkan memang sudah begitu, ujung hidungnya juga sudah lenyap tapi bukan terbentuk alami tapi bekas dipapas orang dengan pedang, kini yang tersisa tinggal dua buah lubang hitam yang tak terlindung, ditambah dengan mulutnya yang panjang dan lebar membuat tampang orang ini lebih mirip dengan siluman daripada manusia.

cukup ditinjau dari batok kepalanya itu sudah terlihat bahwa ada lima tempat yang cacad.

Ketika sorot mata dialihkan kebawah maka tampaklah separuh bagian tubuh bagian atasnya tidak berbeda dengan keadaan manusia biasa tetapi tubuh bagian bawahnya mulai dari batas paha kebawah telah putus dan lenyap tak berbekas membuat bagian bawahnya bulat besar seperti sebuah bola daging belaka.

Dalam genggaman dua buah lengannya yang panjang dan kurus tinggal kulit pembungkus tulang memegang dua buah tongkat baja yang tajam bagaikan pisau, kedua belah sisinya berbentuk pipih dan tajam sekali, panjangnya tiga depa setengah dengan bagian atasnya berbentuk segi tiga persis sebagai tempat pegangan.

Menyaksikan kemunculan orang itu, api dendam seketika berkobar dalam dada Gak In Ling, niatnya untuk menyaksikan Ular berpunggung baja pun ikut lenyap separuh bagian, segera membentak keras. "coba lihat "

Tangan kanan diayun...." Braaakk" diiringi suara desingan keras, senjata garpu yang berada dalam cekalan Gak In Ling tiba-tiba secepat sambaran kilat meluncur ke arah punggung Ular berpunggung baja.

Tindakan dari Gak In Ling ini sama sekali berada diluar dugaan- Kakek tujuh cacad, ia segera meraung keras.

"Tak mungkin bisa kau lakukan perbuatan mu itu ?"

Sambil berseru tangan kanannya menekan kebawah, tongkat penyangga tubuhnya seketika berubah bentuk menjadi melengkung diikuti menyentil kearah depan, cepat bagaikan kilat menyentil senjata garpu tersebut, sedang tongkat penyangga yang ada di tangan kiri dengan jurus Lan kang-cay-to atau menghadang dan membendung sungai menghantam kearah garpu baja tersebut.

Gerakan ini semua dilakukan dengan kecepatan sukar dilukiskan dengan kata, baru saja garpu baja itu meluncur sejauh satu tombak. tubuh Kakek tujuh cacad yang menyusul datang telah tiba, segera bentaknya keras- "Turun kamu "

"Kraaakk"

Desingan nyaring bergema diangkasa, serangan dengan jurus La n- kang-cay-to tersebut kendatipun berhasil menghantam senjata garpu itu dan iapun berhasil menyusul

kedepan tetapi selembar jiwa ong Kiam Lin gagal diselamatkan olehnya.

Baru saja tongkat penyangga badan ditangan kanannya mencapai permukaan tanah, Ular berpunggung baja yang berada diatas jendela telah memperdengarkan jeritan ngeri yang menyayatkan hati, senjata garpu baja yang disambit-kan Gak In Ling telah menembusi punggungnya sehingga darah segar berhamburan diangkasa, kematiannya mengerikan sekali.

Memandang kutungan gagang senjata garpu yang berhasil dipapas olehnya, diam-diam Kakek tujuh cacad merasa amat terkesiap pikirnya.

"Ketika aku hendak turun tangan tadi telah kuduga sampai kesitu, karena itu aku tak berani menyerang dengan senjata, sungguh tak nyana tenaga dalam yang dimiliki bocah keparat ini sudah mencapai puncak kesempurnaan, dengan tenaga dalam yang kumiliki pun tak mampu untuk merontokkan senjata garpunya."

Makin berpikir hatinya merasa makin takut, nafsu membunuh yang tebal pun seketika terlintas diatas wajahnya.

Sebagian besar orang yang belajar silat tidak ingin kalau melihat ilmu silat yang dimilik lawannya jauh diatas kepandaiannya sendiri, apa lagi manusia seperti Kakek tujuh cacad yang merupakan gembong iblis, pikiran semacam ini terlebih melekat diatas tubuhnya.

Kakek tujuh cacad sendiri tak sekejap pun melirik kearah mayat Ular berpunggung baja yang masih menggelepar diatas jendela, ia malahan menatap Gak In Ling tanpa berkedip. sambil tertawa dingin serunya.

"Gak In Ling, tenaga dalam yang kau miliki benar-benar amat sempurna, membuat aku merasa kagum sekali." Gak In Ling tertawa dingin pula.

"Heeeh heeehh heeehh Kakek tujuh cacad, engkau tak usah berlagak pilon dihadapanku, kedatangan dari aku Gak In Ling pada hari ini rasanya sudah kau pahami bukan ?"

"Selamanya aku tak pernah mengucapkan kata-kata yang bohong, Gak In Ling engkau harus tahu watak serta perangai diriku." sahut Kakek tujuh cacad dengan sorot mata berkilat.

Gak In Ling mengerutkan dahinya, lalu berkata dengan seram.

"Manusia tujuh cacad, engkau tak usah berlaku sok tua dihadapanku orang she Gak, setelah ini hari kita dapat saling berjumpa muka itu berarti bahwa saat untuk membayar hutangmu sudah tiba, kalau engkau merasa punya kepandaian ayo keluarkan semua."

Habis berkata dia melirik sekejap kearah tubuh Ular berpunggung baja yang masih menggelepar diatas jendela, kemudian enjotkan badannya melayang keluar dari ruang besar.

Berhubung dilahirkan dalam keadaan cacad, sejak kecil Kakek tujuh cacad telah mempunyai watak iri hati yang besar terhadap orang lain, terutama sekali terhadap pemuda yang gagah dan tampan, membuat hatinya lebih benci dan iri.

Setelah Gak In Ling mengundurkan diri dari ruangan tengah, diapun ikut enjot badan laksana kilat meluncur juga dari ruangan tersebut, kemudian melayang turun kurang lebih satu tombak dihadapan Gak In Ling, serunya dengan suara keras.

"Gak In Ling, engkau anggap bahwa kekuatanmu seorang sudah cukup untuk membalas dendam bagi kematian ayahmu ?"

Gak In Ling berusaha keras menekan kobaran api dendam yang membara dalam dadanya sehingga tindak tanduknya tidak terlalu terburu nafsu dan gebabah dan memberi

kesempatan bagi lawannya untuk menunggangi peluang, itu, sebab dia menyadari bahwa musuh yang sedang dihadapinya saat ini bukan lain adalah seorang gembong iblis kalangan hitam yang memiliki kepandaian silat sangat tinggi.

Gak In Ling merogoh kedalam sakunya mengambil keluar topeng setan lalu dikenakan diatas wajahnya, sambil tertawa dingin ia berkata.

"Mungkin masih bukan menjadi persoalan bila aku hendak membereskan seorang manusia cacad yang tidak utuh anggota badannya macam engkau "

Perkataan ini dengan tepat mengena diatas borok yang paling tak senang didengar oleh Kakek tujuh cacad, membuat ia tak mampu untuk menguasai pergolakkan hatinya lagi, dia tertawa seram dan berseru sambil menyeringai seram.

"Haaaahh, haaaahh haaaahh Gak In Ling, bagus sekali topeng setanmu itu tapi kalau harus dipasang dan dicopot, berulang kali terlalu merepotkan dirimu, ini hari aku akan menciptakan sebuah paras muka jelek yang akan menempel pada mukamu untuk selamanya. Nah terimalah pemberianku itu. IHaah haaah haaaah.. "

Gelak tertawanya seram bagaikan jeritan^ binatang buas, membuat hati orang merasa bergidik.

"Sambutlah seranganku ini " teriak Kakek tujuh cacad keras-keras.

Bersamaan dengan selesainya ucapan tersebut, sebuah serangan yang maha dahyat segera dilepaskan-

Tampaklah tubuhnya yang bulat seperti bola daging itu mencelat kurang lebih dua tombak ke udara, kedua buah penyangga badannya yang tajam bagaikan pisau dengan memancarkan hawa pedang yang berkilauan langsung membacok keatas wajah pemuda itu.

Kecepatan serta keganasan bercampur aduk menjadi satu, yang paling aneh lagi adalah jurus pedang yang dipergunakan olehnya ternyata tidak sejurus pun yang utuh. sepintas lalu nampak acak-acakan, dan tidak karuan di mana pentilan yang satu dicampur adukkan dengan pentilan yang lain secara ngawur, kendatipun begitu tiada ruang kosong yang tertinggal dari kurungannya, dan satu lagi yang paling menakutkan adalah perubahan jurus pedangnya yang tidak utuh itu ternyata membuat orang sukar untuk menduga ataupun merabanya lebih dahulu.

Berhadapan muka dengan musuh besar pembunuh ayahnya ini, Gak In Ling tak berani bertindak gegabah, ketika Kakek tujuh cacad loncat keluar dari ruang tengah tadi secara diam-diam hawa murninya telah dihimpun kedalam sepasang telapaknya, begitu jurus pedang dari Kakek tujuh cacad dilepaskan, buru-buru dia membentak keras kemudian melancarkan sebuah serangan dengan jurus Hiat-ya-seng-eong hujan darah angin amis. cahaya merah berkilau diangkasa, tahu-tahu sebuah serangan telah berbalik menggulung kearah Kakek tujuh cacad.

Rupanya Jit-jan-siu tidak pernah menyangka kalau Gak In Ling memiliki ilmu telapak maut yang begitu dahsyatnya, menyaksikan datangnya ancaman tersebut dia menjadi amat terperanjat, serunya. "Aaaah Telapak maut "

Tongkat bajanya ditangkis keatas lalu didorong kearah depan, jurus pedangnya yang terpatah seketika dilancarkan secara berantai, kemudian dengan menggunakan tenaga dorongan tersebut badannya mencelat sejauh delapan depa dari tempat semula dan melayang keatas tanah.

Sebelum berhasil meraba jalannya ilmu silat yang dimiliki Kakek tujuh cacad, Gak In Ling tidak berani terlalu serakah untuk mencari keuntungan-

Karena itu ditunggunya sampai tubuh Kakek tujuh cacad telah melayang turun keatas permukaan tanah, dia baru

membentak keras dan untuk kedua kalinya melancarkan serangan-

Kakek tujuh cacad sendiri, setelah mengetahui kalau Gak In Ling memiliki ilmu Telapak maut, rasa pandang enteng terhadap musuhnya telah lenyap tak berbekas, melihat Gak In Ling menyerang kedepan, ia segera membentak keras. "Lihat serangan "

Tiba-tiba tongkat penyangga sebelah kanan diketukkan keatas tanah, sedang tongkat penyangga sebelah kiri meluncur keudara dan melancarkan serangan dengan jurus Jan-thian-jiak-tee atau langit cacad bumi kutung. Dalam serangan ini ia telah mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya.

Cahaya perak seketika memancar keempat penjuru bagaikan gemuruhnya air terjun, ujung pedang memancarkan titik-titik bunga pedang yang rapat bagaikan hujan gerimis.

Criiiiitt criiiit Diiringi desiran tajam yang memekikkan telinga, siapapun tak menyangka kalau manusia bertubuh tidak lengkap ini ternyata berhasil menguasai ilmu hawa pedang.

Menyaksikan hal itu Gak In Ling merasa amat terperanjat, pikirnya didalam hati.

"Sungguh tak nyana hawa pedang berhasil dikuasai oleh bajingan tua ini, nampaknya untuk merebut kemenangan pada saat ini bukanlah suatu pekerjaan yang amat mudah."

Pikiran tersebut dengan cepatnya berkelebat dalam benakpemuda itu, dan dalam waktu yang amat singkat itu pula sepasang telapaknya secara beruntun telah berganti tujuh jurus serangan yang berbeda.

Cahaya merah yang berlapis-lapis mengenangi seluruh bumi. desingan angin tajam menderu-deru memekikkan telinga, angin pukulan yang begitu dahsyatnya boleh di bilang

merupakan satu kekuatan yang luar biasa sekali di kolong langit.

Kakek tujuh cacad sama sekali tidak berani bertindak gegabah, tampak tangan kiri dan tangan kanannya berubah-ubah menurut keadaan yang sedang dihadapinya, secara bergilir menyerang, menghindar, menangkis dan mempertahankan diri, semuanya dilakukan dengan kokoh dan teratur.

Desingan angin serangan yang membendung angkasa pun kian lama kian bertambah besar, jelas dia telah mengerahkan tenaga dalamnya semakin kuat...

Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah bergebrak mendekasi ratusan jurus banyaknya, tetapi siapa menang siapa kalah masih belum dapat ditemukan-

Sebentar cahaya merah yang berlapis-lapis mengurung kabut perak ditengah gelanggang, kadang kala pula hawa pedang yang berlapis-lapis membendung cahaya merah dan menghamburkan keempat penjuru, begitu sengit jalannya pertarungan tersebut membuat daun pohon siong berguguran diatas tanah.

Air muka dua orang yang sedang bertempur telah berubah menjadi amat serius, jurus demi jurus dilancarkan secara tepat dan teratur rupanya siapapun tak ingin bertindak gegabah sehingga digunakan kesempatan baik itu oleh lawannya.

Waktu ikut lenyap di tengah ketegangan yang menyelimuti seluruh gelanggang, entah sejak kapan ditengah udara muncul seekor burung Hong besar yang berputar kian kemari diangkasa sedangkan dari balik batu besar dipinggang bukit muncul pula sebuah tandu kecil yang mungil dan megah.

Sementara itu pertarungan yang berlangsung antara kedua orang itu telah berlangsung hampir satu jam lebih, lima ratus jurus sudah dilewatkan tanpa terasa, keringat mengucur

keluar membasahi seluruh wajah dan badan kedua orang itu, tetapi siapapun tidak berani menyeka dengan tangannya.

Jurus serangan yang dikerahkan kedua orang itupun dari cepat berubah menjadi lambat, tetapi daya kekukuatannya sama sekali tidak berkurang.

Jelas mereka sama-sama kuatir, kalau pihak lawannya mengetahui bahwa tenaga dalam yang dimilikinya telah merosot lebih lama dari keadaan semula.

Pakaian hitam yang dikenakan Gak In Ling sudah bertambah dengan tiga buah robekan sepanjang satu cun tergurat pedang Kakek tujuh cacad, sedangkan ujung baju Kakek tujuh cacad pun sudah terpapas separuh bagian oleh babatan Gak In Ling, boleh dibilang keadaan tersebut seimbang, siapapun tidak berhasil mendapatkan keuntungan apa-apa dari lawannya.

Pada saat itulah dari atas punggung burung Hong yang sedang terbang diangkasa meluncur turun sesosok bayangan merah, dengan gerakan begitu ringan bagaikan seekor kupu-kupu dia hinggap diatas tanah lalu menyembunyikan jejaknya. Terdengar Gak In Ling yang sedang bertempur mendadak membentak keras.

"Sambutlah sebuah seranganku ini " Sambil berkata sebuah pukulan yang sangat kuat segera dilepaskan menghantam tubuh Kakek tujuh cacad.

Sepasang tangan Kakek tujuh cacad menggenggam tongkat penyangga badan, ia tak berkemampuan untuk menyambut datangnya serangan tersebut, sepasang tangannya segera menekan keatas lantai dan sekali berkelebat meluncur kebelakang tubuh Gak In Ling, menggunakan kesempatan tersebut dengan jurus Toan-kiam-jan-hong atau pedang patah sisa pelangi ia totok batok kepala pemuda itu.

Gak In Ling berani melancarkan serangan mematikan tersebut karena dia telah melihat bahwa Kakek tujuh cacad

sudah tiada jalan untuk menghindarkan diri lagi, tetapi dia telah melupakan sesuatu, dia lupa kalau tongkat penyangga badan milik Kakek tujuh cacad dapat setiap saat mementalkan tubuhnya tanpa menggunakan tenaga barang sedikitpun jua.

Begitu serangan dilancarkan, tiba-tiba Gak In Ling melihat tubuh Kakek tujuh cacad meloncat ke belakang tubuhnya, ia segera menyadari bahwa keadaan tidak menguntungkan, buru-buru ia tarik serangannya untuk menghindarkan diri.

Tapi keadaan sudah tak sempat lagi, terasalah segulung desiran angin dingin meluncur ke depan menotok jalan darah Gick-sheng-hiatnya.

Gak In Ling merasa amat terperanjat, ia gunakan segenap kekuatan tubuh yang dimilikinya melancarkan satu tendangan, sambil putar badan tendangan tersebut dilepaskan, gerakannya cepat dan sama sekali diluar dugaan siapa pun juga.

Kakek tujuh cacad sama sekali tidak menyangka kalau Gak In Ling bakal memilih cara bertempur dengan jalan mengadu jiwa, apabila totokannya dilanjutkan lebih jauh kendatipun ia akan berhasil membunuh si anak muda itu, tetapi diapua pasti akan termakan juga oleh tendangan maut dari Gak In Ling sehingga akhirnya sama-sama menemui ajalnya.

Kakek tujuh cacad sebagai seorang jagoan yang berambisi besar tentu saja tidak rela untuk adu jiwa dengan Gak In Ling, buru-buru dia tarik kembali tongkat penyangga badannya dan gunakan pantulan tenaga itu badannya melayang mundur sejauh satu tombak lebih dari tempat semula.

Dengan tindakkan tersebut, tentu saja tendangan yang dilancarkan Gak In Ling juga mengenai sasaran yang kosong.

Pertarungan seru yang mendebarkan hati itu untuk sementara waktu berakhir sampai disitu.

Dengan hati bangga Kakek tujuh cacad tertawa dingin, ejeknya. "Sungguh luar biasa caramu bertempur..."

Merah padam selembar wajah Gak In Ling saking jengahnya setelah mendengar perkataan itu, ia tertawa dingin dan siap membalas.

Tapi sebelum pemuda itu sempat buka suara, tiba-tiba dari belakang tubuh Kakek tujuh cacad berkumandang suara teguran yang merdu dan nyaring.

"Yang tua menganiaya yang muda, benar- benar suatu perbuatan yang memalukan, apalagi dengan senjata tajam melawan tangan kosong.

"Huuhh Tua bangka bertampang jelek, apakah engkau masih punya muka untuk berbangga diri ?"

Suara teguran itu munculnya sangat mendadak membuat Kakek tujuh cacad yang mendengar menjadi amat terperanjat, sebab ditinjau dari jarak suara tersebut dapat diketahui bahwa orang itu sudah berada kurang lebih lima depa dibelakangnya, dengan tenaga dalam yang dimiliki ternyata jejak orang itu tak diketahui olehnya, bisa dibayangkan betapa terperanjatnya hati orang itu.

Gak In Ling sendiri segera mengetahui siapakah yang telah datang, ia segera mendengus dingin dan berpikir. "Hmm lagi-lagi engkau..."

Ia segera menengadah keatas, tapi sebelum sempat buka suara mendadak teringat olehnya bahwa sekarang dia muncul bukan dengan wajah Gak In Ling, maka kembali pikirnya.

"Kenapa aku mesti banyak urusan sehingga mendatangkan kerepotan yang tak ada gunanya bagi diriku sendiri ?"

Sementara itu Kakek tujuh cacad telah putar badannya, seketika menyaksikan orang yang berdiri dihadapannya adalah seorang gadis cantik baju merah yang tidak menyolok, rasa

kaget yang semula menyelimuti wajahnya ketika lenyap tak berbekas, segera bentaknya keras-keras.

"Budak ingusan, tahukah engkau siapakah aku ? berani benar bicara tidak karuan, rupanya engkau sudah bosan hidup ?"

Wajahnya ganas dan sikapnya menyeringai seram, seakan-akan srigala yang hendak menerkam mangsanya.

Gadis cantik baju merah itu bukan lain adalah Dewi burung Hong. dengan kepandaian silat yang dimilikinya tentu saja ia tak pandang sebelah mata pun terhadap Kakek tujuh cacad.

Mendengar teguran tersebut ia tertawa merdu dan menjawab.

"Kakek tujuh cacad, engkau tak usah menempelkan emas diatas wajah sendiri, coba ambillah cermin dan lihat dulu tampang mukamu yang ganteng seperti siluman, apakah sudah pantas untuk memberi pelajaran kepada nonamu atau tidak....."

Sombong amat perkataan itu dan sama sekali tak pandang sebelah mata pun terhadap orang lain, Kakek tujuh cacad sebagai seorang jagoan yang punya nama besar dalam dunia persilatan tentu saja merasa tak senang mendengar perkataan seperti itu, apalagi yang mengatakan adalah seorang gadis yang masih muda.

Nafsu membunuh yang amat tebal memancar keluar dari atas wajahnya, dia segera membentak keras.

"Budak ingusan, kubacok badanmu jadi berkeping-keping."

Seraya berseru dengan jurus Jan-thian-ciat-tee ia tusuk dada Dewi burung Hong secepat kilat.

Desiran angin pedang menderu-deru amat memekikkan telinga, jelas kegusaran Kakek tujuh cacad sudah mencapai pada puncaknya.

Dewi burung Hong sendiri meskipun mengetahui bahwa ilmu silatnya sangat tinggi dan sukar dilukiskan dengan kata-kata, namun berhadapan muka dengan Kakek tujuh cacad ia tak berani bertindak gegabah, melihat datangnya ancaman tersebut ia tertawa merdu dan berseru.

"Aaaah rupanya engkau sudah menguasai ilmu hawa pedang "

Bayangan merah nampak berkelebat lewat, tidak diketahui gerakan tubuh apakah yang telah dipergunakan, tahu-tahu ia sudah berkelit ke belakang tubuh Kakek tujuh cacad.

Gak In Ling yang menyaksikan hal tersebut dalam hati segera berpikir dengan perasaan sedih.

"Agaknya sekalipun aku Gak In Ling berlatih sepuluh tahun lagi pun belum tentu bisa menyusul kemampuannya, Aaaaai "

Kakek tujuh cacad sendiri mengira bahwa dalam serangannya itu dia pasti akan berhasil membacok perempuan tersebut sehingga menemui ajalnya, tatkala menyaksikan serangannya mengenai sasaran yang kosong, hatinya menjadi amat terperanjat, segera pikirnya.

"Gerakan tnbuh apakah yang telah dipergunakan olehnya ? Kenapa begitu cepat ?" Kakek tujuh cacad adalah seorang jago kawakan yang sudah berpengalaman dalam menghadapi pertarungan besar, meskipun hatinya merasa terkejut, namun gerak tubuhnya tidak sampai kalut karena itu, setelak serangannya mengenai sasaran yang kosong, tangan kiri segera diayun dan badannya berputar kencang, tetapi ketika ia menengadah kembali wajahnya segera tertegun, karena gadis baju merah itu ternyata masih tetap berdiri kurang lebih lima depa di tempat semua tanpa berubah posisinya barang sedikitpunjuga.

Dewi burung Hong menyapa sekejap wajah Kakek tujuh cacad, kemudian sambil tertawa merdu katanya:

"Engkau telah melancarkan sebuah serangan kepadaku, sekarang tibalah giliranku untuk melancarkan sebuah serangan kepadamu, bukankah begitu ?"

Berbicara sampai disitu, tidak nampak bagaimana caranya ia tarik napas tahu-tahu telapak tangannya diayun kedepan dan ditabokkan kearah tubuh Kakek tujuh cacad dari kejauhan, kelihatannya gerak-gerik tersebut amat lemah dan sama sekali tak bertenaga.

Ketika Kakek tujuh cacad menyaksikan gerakan tangan dari Dewi burung Hong, ia nampak sangat terperanjat dan tanpa terasa berseru keras. "Engkau adalah Dewi burung Hong "

Sembari berkata sepasang pedangnya cepat cepat ditutulkan keatas permukaan tanah, kemudian laksana kilat meloncat mundur sejauh empat lima tombak dari tempat semula.

Reaksi yang diperlihatkan Kakek tujuh cacad boleh dibilang cepat sekali, akan tetapi tatkala tubuhnya melayang turun keatas permukaan tanah, pada kedua ujung bajunya tahu-tahu sudah bertambah dengan lima buah lubang kecil, dari sini dapat diketahui sampai dimanakah kelihayan ilmu silat yang dimiliki gadis tersebut. Gak In Ling yang menyaksikan kejadian itu tak urung merasa terkesiap juga, pikirnya.

"Tidak aneh kalau ia tak bersedia menghantam diriku dengan sepasang telapak tangannya ketika kami berjumpa dibukit Tiang-pekssan tempo dulu, dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa aku memang benar-benar tak mampu menerima serangannya bila dilancarkan secara bersungguh-sungguh."

Sementara itu sepasang biji mata Dewi burung Hong telah melirik sekejap kearah Gak In Ling yang sedang berdiri tertegun, kemudian sambil tertawa merdu katanya. "Manusia tujuh cacad, ayolah serang diriku kembali "

Tiba-tiba dari belakang bukit diatas batu cadas yang menojol keluar berkumandang suara gelak tertawa yang amat merdu.

"Hiiiiiih hiiiiiih hiiiiiiih Dewi burung Hong, tenaga dalammu benar-benar mengejutkan hati Siau-moay merasa sangat kagum hiiiiiiiihh hiiiiiiiiihh, hiiiiiiih h "

Suara tertawanya tidak begitu besar, tetapi seolah-olah mempunyai daya kekuatan yang bisa menembusi isi perut serta mengguncangkan jantung orang lain-

Air muka Gak In Ling maupun Kakek tujuh cacad berubah hebat, jelas gelak tertawa tersebut telah menimbulkan sesuatu perasaan aneh dalam hati kecil mereka.

Dengan perasaan yang tenang dan sedikit-pun tidak dibuat keheranan Dewi burung Hong tertawa merdu, serunya.

"Tiong-cu, sudah begitu lama engkau bercokol diatas tebing batu yang begitu tingginya, apakah masih ada masalah besar yang belum sempat kau selesaikan ?"

Gak In Ling segera putar badan menghadap kearah mana berasalnya suara tersebut, terlihatlah pada puncak tebing diatas benteng Hui-in-cay yang paling tinggi berdirilah sebuah tandu kecil berwarna merah, disamping kiri-kanan tandu tersebut berdirilah empat orang budak kecil yang masih muda dan cantik, suara tadi bukan lain berasal dari balik tandu.

Sementara itu dari balik tandu kembali berkumandang datang suara seruan disusul gelak tertawa yang merdu.

"Hiiiiihh hiiiiiiiihh hiiiiiihh urusan besar sih tak ada, aku hanya ingin merepotkan diri siancu "

Dalam hati Dewi burung Hong tertawa dingin, tapi diluaran sambil tertawa merdu sahutnya.

"Waaaahh mau repotkan apa ? siau-moay tak berani menerimanya ..."

"Dalam kenyataan memang terpaksa begitu, maka apa boleh buat kerepotan tetap akan menghantui siancu "

Dari balik mata Dewi burung Hong indah memancar keluar serentetan cahaya tajam yangamat jeli, tegurnya.

"Tiong-cu, mungkin engkau lupa akan posisi serta kedudukan kita berdua pada saat ini."

"Kedudukan kita berempat telah diketahui oleh masing-masing pihak secara jelas dan terang. Siau-moay percaya siapa pun tak akan melupakan, cuma persoalan ini sama sekali tak ada sangkut-pautnya dengan persoalan itu, Siau-moay hanya inginkan seseorang belaka."

Dalam hati Dewi burung Hong merasa terperanjat, tetapi diluaran ia tetap bersikap tenang dan sedikit pun tidak menunjukkan perubahan apapun pikirnya. "Kalau engkau inginkah dirinya. Huuuh Jangan mimpi disiang bolong "

Sambil berpikir diam-diam ia melirik sekejap kearah Gak In Ling, kemudian tegurnya. "Siapa yang kau inginkan ?"

"Kakek tujuh cacad "Jawab orang dalam tanda sambil tertawa.

Lega hati Dewi burung Hong setelah mendengar perkataan itu, tanpa berpikir panjang ia berseru.

"Kalau soal orang itu sih siau-moay tak mau ikut campur, terserah apa kehendakmu atas orang itu."

Sementara itu air muka Kakek tujuh cacad telah berubah hebat, ia mendengus dingin dan berseru.

"Hmm, bangsat yang tak tahu diri, engkau telah anggap aku sebagai manusia macam apa?"

Terhadap makian dari Kakek tujuh cacad, orang yang berada di dalam tandu itu sama sekali tidak ambil perduli, ia tertawa merdu dan berkata kembali. "Eeeei Sian-cu Engkau toh mempunyai kemampuan untuk menghalangi niatku ini."

"Apakah siau-moay mempunyai kemampuan untuk berbuat begitu ?" Seru Dewi burung Hong sambil tertawa dingin.

"Haaaahh haaahh haaaahh dikolong langit dewasa ini hanya engkau seorang yang mampu untuk berbuat demikian-"

Satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benak Gak In Ling, pikirnya.

"Aku rasa tenaga dalam yang dimiliki Gadis suci dari Nirwana serta Thian-hong pangco tidak berada dibawah kepandaian Dewi burung Hong, kenapa ia mengatakan hanya dia seorang yang mampu menghalangi perbuatannya itu? Sungguh aneh sekali " Sementara itu Dewi burung Hong telah tertawa merdu dan menjawab:

"Tiong-cu terlalu pandang tinggi diriku, cuma siau-moay toh sudah berkata bahwa aku tak mau mencampuri urusan ini."

Bicara sampai disini mendadak ia berpaling dan memandang sekejap kearah Gak in Ling kemudian segera menambahkan-

"Bukankah yang kau maksudkan adalah Kakek tujuh cacad ? "Sedikitpun tidak salah "

Melihat dirinya tidak dianggap sebelah matapun oleh lawan-lawannya, dalam hati Kakek tujuh cacad merasa amat mendendam, pikirnya.

"Aku tidak percaya kalau engkau mempunyai kemampuan yang begitu hebatnya sehingga apa yang kau inginkan bisa segera kau dapatkan."

Dikala Kakek tujuh cacad sedang termenung, tiba-tiba dari balik tandu berkumandang keluar suara seruan yang amat lembut.

"Kakek tujuh cacad, kemarilah, aku sudah lama menantikan dirimu kemarilah..."

Kecuali suara itu merdu dan lembut bagi pendengaran orang lain sama sekali tidak menunjukkan gejala apapun, tetapi lain keadaannya bagi pendengaran Kakek tujuh cacad, ia merasakan suara panggilan tersebut begitu hangat ibarat panggilan seorang ibu yang terkasih kepada puteranya, penuh dengan kehangatan, kelembutan dan cinta kasih, membuat hati orang tergerak olehnya.

Tanpa sadar Kakek tujuh cacad melangkah maju beberapa tindak ke depan, tetapi bagaimana pun juga tenaga dalam yang dimilikinya cukup sempurna, setelah menggerakkan langkahnya maju beberapa tindak. mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia segera menghentikan kembali gerakan tubuhnya.

"Kemarilah ayohlah kembali apa yang kau pertimbangkan lagi?" seru orang dalam tandu dengan suara lembut " Kakek tujuh cacad, kemarilah... kemarilah cepat."

Mengikuti panggilan tersebut kesadaran otak Kakek tujuh cacad pun kian lama kian semakin pudar sehingga akhirnya dengan mata terbelalak lebar ia berjalan maju kedepan, makin kedepan gerakan tubuhnya kian bertambah cepat. Satu ingatan segera berkelebat dalam benak Gak ln Ling, pikirnya. "Ilmu siluman apakah yang dipergunakan olehnya ?"

Mendadak teringat olehnya bahwa Kakek tujuh cacad adalah musuh besar pembunuh orang tuanya, kalau ia biarkan bajingan itu menjadi pengikut perguruan Pit-tiong dari Tibet, itu berarti dendam sakit hatinya akan sukar untuk dibalas.

Berpikir sampai disitu, ia tidak memperdulikan situasi yang sedang dihadapinya lagi, segera bentaknya keras-keras. "Bajingan tua, engkau akan lari ke manakah ?"

Sambil berseru dia segera enjotkan badannya dan melakukan pengejaran-"Berhenti " Tiba - tiba terdengar Dewi burung Hong membentak sambil tertawa merdu.

Gak In Ling merasakan urat nadi pada pergelangan kanannya menjadi kencang, dan tahu-tahu ia sudah terjatuh ketangan Dewi burung Hong. Gak In Ling menjadi amat gusar, bentaknya dengan dingin.

"Lepaskan aku "

Dewi burung Hong tertawa dingin, tegurnya "Engkau sedang berbicara dengan siapa?"

"Dengan engkau perempuan rendah " bentak Gak ln Ling dengan sepasang alis berkenyit.

Dalam kaadaan gusar bercampur mendongkol, mulutnya tak bisa ditahan lagi untuk mencaci maki sekenanya hingga ucapan "Perempuan rendah" pun meluncur keluar dari bibirnya.

Dewi burung Hong indah adalah seorang perempuan iblis yang membunuh orang tanpa berkedip. kalau orang lain yang memaki dirinya dengan ucapan tersebut, mungkin sedari tadi sudah roboh terkapar diatas tanah dalam keadaan tak bernyawa, akan tetapi terhadap Gak In Ling ia tak tega melakukan serangan yang keji itu. Dengan wajah pucat pias karena mendongkol, hardiknya dengan suara nyaring. "Kau, kau berani, berani memaki aku ?"

Tangan kanannya mencengkeram erat-erat kelima jari tangannya seketika menekan pa urat nadi Gak In Ling dalam-dalam.

Pada saat itulah, orang yang berada dalam tandu telah berkata sambil tertawa merdu. "Siau-moay ucapkan banyak terima kasih atas kerelaan hati Siancu " Dewi burung Hong sama sekali tidak ambil peduli, dengan dingin katanya. "Urusan itu tak ada sangkut pautnya dengan nonamu "

"Kalau memang begitu, selamat tinggal "

Habis berkata ia memberi tanda kepada empat orang dayang kecil itu, dan berangkatlah tandu kecil tersebut tinggalkan tebing tersebut.

Keringat dingin menetes keluar membasahi seluruh wajah Gak In Ling yang tampan, namun ia sama sekali tidak mendengus ataupun merintih barang sekejappun.

Suasana hening untuk beberapa saat lamanya, mendadak dari atas pohon siong disekeliling tempat itu berkumandang dua kali tertawa dingin disusul menggemanya teguran tajam.

"Dewi burung Hong, selamat berjumpa kembali "

Dewi burung Hong sendiri sebenarnya sama sekali tidak bermaksud untuk menyiksa Gak In Ling secara bersungguh-sungguh, tindakannya itu dilakukan karena ia merasa mendongkol.

Setelah mendengar teguran tersebut ia menggunakan kesempatan itulah ia kendorkan tangan kanannya dan tertawa dingin, sahutnya. "Leng-cu, Pangcu, selamat berjumpa kembali ?"

Sesudah cekalan pada pergelangannya dilepaskan rasa sakitpun seketika lenyap. dan kesadaran otak Gak In Ling pun pulih kembali seperti sedia kala, ia tidak meronta karena tahu bahwa dirinya sudah terjatuh ditangan Dewi burung hong yang memiliki tenaga dalam sangat lihay dan sukar diukur dengan kata-kata, merontapun tak ada gunanya.

Mendengar seruan tadi ia segera menengadah dan berdiri tertegun, pikirnya didalam hati.

"Eeeeii....... sungguh aneh, kenapa merekapun bisa datang kemari ?"

Sementara itu Gadis suci dari Nirwana serta Thian- hong pangcu telah berdiri dibawah pohon siong disamping kiri dan kanan Dewi burung Hong indah, dikedua belah sisi mereka masing-masing berkerumunlah anak murid perguruannya

membuat posisi mereka pun tanpa sadar mengurung sekitar tempat itu rapat-rapat, namun sorot mata kedua orang gadis tersebut semuanya di tujukan keatas wajah Dewi burung Hong. Terdengar Thian- hong pangcu tertawa dingin dan berseru.

"Entah perbuatan gila apakah yang telah dilakukan orang ini terhadap diri siancu ?"

Dewi burung Hong indah berpaling dan memandang sekejap kearah Gak In Ling, kemudian tertawa merdu dan menjawab. "Pangcu tokh bukan baru saja tiba disini masa Siau-moy harus terangkan lagi seluk beluk duduknya perkara ini ?"

Selama pembicaraan berlangsung, senyum manis selalu tersungging diujung bibirnya membuat orang tak bisa menebak apakah dia sedang girang atau sedang gusar. Thian- hong pangcu tertawa dingin, kembali ujarnya.

"Apa salahnya kalau orang itu hendak menghalangi Kakek tujuh cacad bergabung dengan pihak perguruan Pit-Tiong dari Tibet ? Kenapa sih siancu mesti menghalangi maksud hatinya ?"

"Karena siau-moay telah menyanggupi untuk tidak mencampuri urusan tersebut " Gadis suci dari Nirwana segera tertawa dingin, katanya.

"Kalau memang engkau tak mau turut campur dalam persoalan ini, tidak sepantasnya kalau kau halangi niat orang lain untuk berbuat demikian, toh antara engkau dengan ketua Perguruan Pit-Tiong dari Tibet tak pernah mengikat janji yang menjamin Kakek tujuh cacad bisa tiba di pihaknya dengan selamat ?" Dewi burung Hong tertawa.

"Didalam cengli sekarang siau-moay agaknya mempunyai tanggung jawab untuk bikin berimbangannya kekuatan dalam dunia persilatan, aku tahu bahwa kedatangannya dari Tibet menuju kemari dilakukan dengan tergesa-gesa sehingga ia

kekurangan pembantu, dalam keadaan begitu tentu saja dia masih belum mampu untuk melawan kalian berdua, karena itu siau-moay mengambil keputusan untuk menghadiahkan seorang pembantu yang tidak terlalu lihay pun tidak terlalu lemah untuk dirinya, aku rasa tindakanku ini tidak terhitung suatu tindakan keliru."

"Demi ketenangan serta ketentraman dunia persilatan, engkau tidak sepantasnya untuk berbuat demikian." Seru Thian- hong pangcu sambil tertawa dingin.

"Selamanya Siau-moay tak pernah mempersoalkan pantas atau tidak untuk melakukan, aku hanya melihat apakah aku suka atau tidak untuk berbuat demikian, mungkin kalian berdua tidak akan merasa terlalu keheranan bukan ?"

Gadis suci dari Nirwana serta Thian- hong pangcu segera menatap wajah lawannya dengan sorot mata berkilat, sambil melangkah maju ke-depan serunya lantang.

"Demi keamanan serta ketenangan dunia persilatan di masa-masa yang akan datang, maafkan siancu apabila terpaksa Siau moay harus minta petunjuk beberapa jurus serangan darimu."

setelah kedua orang itu mengucapkan kata-kata yang sama hampir pada saat yang bersamaan, tanpa terasa kedua belah pihak sama-sama berdiri tertegun lalu saling melirik sekejap dengan pandangan dingin.

Gak In Ling yang menyaksikan kejadian tersebut, dalam hati segera menghela napas panjang dan berpikir.

"Selamanya satu pelana kuda tidak bisa di tunggangi oleh kedua orang, kalau keempat orana ini tidak mau saling mengalah satu sama lainnya, aku lihat keadaan dunia persilatan dimasa mendatang bakal kalut dan kacau tidak karuan aai Sayang ilmu silat yang ku miliki masih belum mampu menangkan mereka, dan lagi usia hidupku didunia ini terlalu pendek. mungkin dalam persoalan ini aku tak bisa turut

campur lagi." Dalam pada itu Dewi burung Hong pun diam-diam merasa terkejut, pikirnya dalam hati.

"Seorang gadis suci dari Nirwana saja sudah cukup memusingkan kepalaku, kalau ditambah dengan seorang Thian-hong pangcu lagi, kekalahan pasti akan berada dipihakku, agaknya dalam situasi seperti sekarang ini terpaksa untuk sementara waktu aku harus lepaskan Gak In Ling lebih dahulu."

Ingatan tersebut berkelebat dengan cepatnya dalam benak gadis cantik baju merah itu, ia segera tertawa merdu dan menjawab.

"ooohh Sungguh tak nyana kalian berdua begitu pandang tinggi diri Siau-moay, hal ini benar-benar membuat aku merasa terkejut dan tak berani menerimanya "

Gadis suci dari Nirwana saling berpandangan sekejap dengan Thian-hong pangcu, kemudian bersama-sama berkata lagi.

"Kalau begitu biarlah Siau-moay minta penunjuk lebih dahulu "

Karena untuk kedua kalinya perkataan tersebut diucapkan pada saat yang bersamaan, kedua orang gadis itu nampak tertegun lagi.

Thian-hong pangcu segera menatap tajam wajah gadis suci dari Nirwana, lalu sambil tertawa dingin berkata.

"Leng cu, bagaimana caranya kita tentukan siapa yang akan bertarung lebih dahulu dan siapa yang belakangan, siau-moay bersedia mendengarkan pendapatmu".

Gadis suci dari Nirwana bukan lampu yang kehabisan minyak. dengan ketus ia balik bertanya.

"Bagaimana menurut pendapat pangcu ??"

Dewi burung Hong yang menyaksikan kejadian itu hatinya kembali tergerak. pikirnya. "Waaahh inilah suatu kesempatan yang sangat baik bagiku " Berpikir sampai disini, sambil tertawa merdu segera menjawab:

"Menurut penglihatan Siau-moay, lebih baik kita gunakan saja kesempatan ini untuk melakukan pertarungan dan menentukan siapakah yang lebih unggul diantara kita bertiga."

Terkejut hati perempuan naga peramal sakti sesudah mendengar perkataan itu, pikirnya di-dalam hati.

"Pada saat ini keadaan kami berada dalam sarang naga gua harimau, jikalau ketiga orang itu benar-benar sampai bertarung satu sama lain nya, akhirnya yang didapat kalau bukan ketiga-tiganya kehabisan tenaga paling sedikitpun bakal menderita luka. kalau sampai begini keadaannya bukankah sama artinya memberikan keuntungan yang besar untuk pihak perguruan Pit - Tiong dari Tibet ?" Berpikir sampai disitu, dia segera buka suara dan mencegah.

"Leng cu, jangan kau lakukan tindakan tersebut, engkau harus pikirkan demi keamanan serta kesejahteraan umat persilatan dikolong langit, penghinaan kecil yang di terima sekarang bukan terhitung seberapa, kalau rasa dongkol inipun tak bisa kau tahan maka akhirnya yang bakal memperoleh keuntangan dari peristiwa ini hanyalah pihak perguruan Pit - tiong dari Tibet "

Gak In Ling terharu mendengar perkataan tersebut, pikirnya didalam hati.

"Kecerdikan perempuan ini benar-benar melebihi siapapun, apabila gadis suci dari Nirwana dapat didampingi oleh perempuan cerdik seperti ini, umat persilatan dalam kolong langit benar-benar beruntung sekali .." dalam hati kecilnya yang ramah- agaknyaselama hidup tak dapat dilupakan nasib para jago persilatan yang sama sekali tak ada hubungan dengan dirinya.

Thian-nong pangcu bukan orang bodoh, setelah mendengar seruan tersebut dan dipikirkan dengan seksama, segera terasa olehnya bahwa perkataan tersebut sedikitpun tidak salah, bila dia sampai bentrok dengan Gadis suci dari Nirwana maka akhirnya yang bakal menderita rugi adalah anak murid perkumpulan sendiri, dengan begitu wajah keren dan ketuspun perlahan- lahan agak mengendor.

Dewi burung Hong yang secara diam-diam mengamati wajah lawannya segera menyadari bahwa kesempatan baik sudah lewat, bila ia tetap berada disitu terus hanya akan mendatangkan kerugian belaka bagi dirinya, dalam hati pikirnya.

"Kalau kubawa serta diri Gak In Ling, mereka pasti tak akan melepaskan diriku dengan begitu saja, bagaimanapun meninggaikan dirinya di sini tak akan mencelakakan jiwanya, tokh mereka tak akan melukai dirinya.... lebih baik biarkan dia berada disini saja..."

Ia sendiri tak habis mengerti apa sebabnya hati kecilnya selalu mengkhawatirkan keselamatan Gak in Ling, ia hanya merasa bahwa keselamatan jiwanya jauh lebih penting daripada keselamatan diri sendiri.

Berpikir sampai disitu, Dewi burung Hong segera tertawa dan berkata.

"Waaahh kalau begitu Siau-moay yang sebatang- kara, rupanya hari ini harus menerima petunjuk dari kalian berdua ?"

"Menang atau kalah tak perlu ditentukan dengan terburu-buru, harap Siancu berlalu dari sini." seru Perempuan naga peramal sakti dengan cepat.

Dewi burung Hong tertawa merdu. "Siasatmu dengan menunda peperangan memang luar biasa sekali." pujinya setengah mengejek, "bilamana tiba saatnya bagi kalian untuk bertempur melawan Tiong cu dari perguruan Pit-Tiong, jangan

lupa kalau Siau-moay sedang menjadi nelayan beruntung yang sedang menantikan kailnya "

Berbicara sampai disini ia melirik sekejap kearah Gak In Ling kemudianputar badan dan berlalu dari situ, dalam dua tiga lompatan saja bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan-

Sepeninggalnya Dewi burung Hong, Thian-hong pangcu melirik sekejap kearah Gadis suci dari Nirwana dengan pandangan dingin, kemudian sambil ulapkan tangannya kepada anak buah perkumpulannya dia berseru keras. "Ayo kita berlalu lewat sebelah kiri."

Tanpa banyak bicara, ia berlalu lebih dahulu menuju kesebelah kiri benteng IHui-in-cay. Melihat ketuanya sudah berlalu dari situ, anak buah perkumpulan Thian-hong pangcu pun segera mengikuti jejak ketuanya dan lenyap d ibalik tembok pekarangan-

Gak In Ling melemaskan urat pergelangannya yang kaku, kemudian perlahan-lahan maju kedepan menghampiri Gadis suci dari Nirwana.

Melihat pemuda itu maju menghampiri kearah nya, Gadis suci dari Nirwana merasakan jantungnya berdebar keras dan sikapnya agak gelagapan, bibirnya bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu, tetapi ia bingung perkataan apakah yang hendak diutarakan keluar.

Setibanya kurang lebih lima depa di hadapan Gadis cantik tersebut, Gak In Ling menghentikan langkahnya dan memberi hormat, ujarnya.

"Kecerdikan dan keberanian Leng cu untuk mengutamakan keselamatan dan keamanan umat persilatan benar-benar mengagumkan hatiku. Sekarang Thian hong pangcu telah berangkat untuk menyerbu tempat kududukkan pihak perguruan Pit-Tiong dari Tibet, aku harap Leng cu suka memandang dimuka sesama umat manusia dan bersedialah

bekerja sama dengan dia untuk melenyapkan bibit bencana dari dunia persilatan.

Sebagai pemuda berhati polos dan jujur, Gak In Ling tidak ingin memutar balikkan perkataannya, apa yang dia pikirkan segera diutarakan keluar secara blak-blakan.

Tatkala menyaksikan Gak In Ling menghampiri dirinya. Gadis suci dari Nirwana merasa agak gelagapan, tapi sekarang setelah mendengar bahwa pemuda tersebut menghadapkan diri bisa berkerja sama dengan Thian-hong pangcu, hatinya segera menjadi mendongkol, serunya dengan nada dingin.

"Huuuhh... rupanya engkau sangat menaruh perhatian atas keselamatan jiwa dirinya...." Gak In Ling tertegun.

"Aku sama sekali tidak menaruh perhatian khusus terhadap salah satu pihak," sahutnya, "aku berbuat demikian demi keselamatan serta kesejahteraan seluruh umat persilatan dimasa-masa mendatang "

"Heeeeehh heeeeehh heeeehh... baik benar budimu, sungguh ramah dan welas kasih hatimu." ejek Gadis suci dari Nirwana sambil tertawa dingin. "Tapi sayang aku tidak bersedia mendengarkan perkataanmu itu, kau mau apa ?" Terjelos hati Gak in Ling, tiba-tiba pikirnya.

"Sungguh terlalu polos dan menggelikan jalan pikiranku, dengan andalkan kedudukkannya sebagai seorang Leng cu yang memimpin puluhan laksa orang, ia mana bersedia mendengarkah perkataan dari aku seorang manusia tak ternama... lebih baik aku pergi sendiri saja kesitu "

Berpikir sampai disitu ia lantas menengadah keatas dan berkata sambil tertawa^ "Ucapan Leng cu sedikitpun tidak salah, memang akulah yang sudah banyak bicara."

Berbicara demikian, ia lantas putar badan dan berlalu menuju ke sebelah kanan benteng Hui-in-cay.

Air muka Gadis suci dari Nirwana berubah hebat, ia bermaksud menyusul pemuda itu, tetapi sebelum ia sempat menggerakkan tubuhnya, perempuan naga peramal sakti telah menahan dirinya.

Gadis suci dari Nirwana menjadi sangat gelisah, serunya:

"Eeeeeii kenapa engkau malah menghalangi jalan pergiku?? Dia dia sudah pergi jauh."

"Leng cu, engkau jangan lupa bahwa setiap saat dan setiap kesempatan Dewi burung Hong sedang menantikan keuntungan sebagai nelayan yang beruntung." Peringatan Perempuan naga peramal sakti dengan wajah serius," Aku menahan kepergian Leng cu karena aku hendak merundingkan sesuatu rencana yang baik untuk meng-hadapi dirinya."

Gadis suci dari Nirwana memandang sekejap kearah bayangan punggung Gak In Ling yang telah pergi jauh, kemudian bertanya.

"Perempuan itu tokh tidak berada disini ? Bagaimana caranya kita menghadapi dirinya ?"

Rupanya perempuan naga peramal sakti sudah mempunyai rencana yang masak. segera jawabnya.

"Dewi burung Hong pasti tak akan berlega hati membiarkan Gak In Ling ada diantara engkau serta Thian-hong pangcu, selama ini dia pasti akan sering kali muncul disekitar tubuh pemuda tersebut, kalau pangcu hendak melenyapkan dirinya dari muka bumi, inilah kesempatan yang paling baik untuk melakukan hal tersebut."

Terkesiap hati Gadis suci dari Nirwana mendengar perkataan itu, serunya dengan cepat.

"Mau apa dia mengikuti Gak In Ling ?? Bagaimana caranya aku untuk melenyapkan dirinya dari muka bumi ?"

"Tujuannya mengikuti Gak In Ling mungkin sama seperti maksud hati Leng cu, kalau Leng cu hendak melenyapkan dirinya maka cukup menyembunyikan diri disekitar Gak in Ling bila ada kesempatan baik pancing saja dirinya agar bentrok dengan Tiongcu dari Tibet, dengan demikian maka kitalah yang akan menjadi nelayan yang beruntung."

"Meskipun rencana ini hebat dan luar biasa namun caranya sedikit tidak jujur dan terbuka."

Gadis suci dari Nirwana mengerutkan dahinya dan nampaknya akan menampik usul tersebut, tiba-tiba satu ingatan berkelebat lewat dalam benaknya dan usul itupun segera diterima olehnya.

"Baik " Dia berseru, "Mari sekarang juga kita ikut dirinya."

Habis berkata, buru-buru dia berangkat lebih dahulu meninggalkan tempat itu.

Melihat tindak-tanduk Leng cu, Perempuan naga peramal sakti hanya bisa gelengkan kepalanya sambil bergumam.

"Engkau sama sekali bukan bersungguh hati untuk mendapatkan keuntungan tersebut, tujuanmu tidak lain karena engkau tidak rela membiarkan Perampuan itu mendapatkan Gak In Ling...."

Ia lantas berpaling dan menyapu sekejap kearah Su-put-siang sekalian, serunya.

"Ayo kita berangkat keatas tebing benteng Hui-in-cay sebelah atas, bila dugaanku tidak keliru, sekarang sudah tiada penghadang lagi yang bakal menghadapi jalan pergi kita."

Dengan memimpin para jago lainnya berangkatlah dia menuju kearah mana bayangan Gadis suci dari Nirwana melenyapkan diri tadi.

Dalam pada itu Gak In Ling setelah loncat keluar dari tembok pekarangan, dengan cepat ia meluncurkan kearah

tebing Hui-in-cay, dari situ ia periksa sebentar keadaan sekeliling bukit, kemudian baru enjotkan badannya mendekati keatas bukit.

Gak In Ling menyadari bahwa tempat itu merupakan markas besar kaum jago dari perguruan Pit-Tiong yang berasal dari Tibet untuk menjajah wilayah Tionggoan, dibalik tebing yang curam dan licin tak mungkin penjagaan diabaikan.

Karena itu setiap langkah kakinya dilakukan dengan amat cermat dan berhati-hati.

Namun dugaannya kali ini kembali meleset sebab walaupun ia sudah berada satu tombak dari tonjolan batu tersebut, tetapi tiada suatu reaksi apapun juga yang berhasil ditemukan, dengan cepat sianak muda itu loncat naik keatas batu cadas tersebut apa yang kemudian terlihat olehnya menggetarkan hati pemuda itu.

Belasan sosok mayat roboh terkapar diatas mati dibelakang batu cadas itu, belasan buah tabung tembaga yang kecil dan pipih berserakan dimana-mana, rupanya didalam tabung tersebut berisikan senjata ampuh yang mereka gunakan untuk menghalangi jalan naik lawan-

Gak In Ling segera memungut salah satu tabung tembaga itu dan ditumpahkan keluar, air mukanya seketika berubah hebat, ternyata isi tabung tembaga itu bukan lain adalah puluhan jarum perak yang lembut seperti rambut dan berwarna biru, jelas semuanya mengandung racun yang amat keji.

Dengan termangu-mangu Gak In Ling mengawasi jarum beracun itu, kemudian pikirnya didalam hati.

"Kalau mereka gunakan jarum beracun itu untuk menyerang musuh yang sedang mendaki ke atas, sekalipun orang itu memiliki tiga kepalan enam lenganpun belum tentu bisa meloloskan diri dari ancaman tersebut, tapi siapakah yang telah menyelamatkan jiwaku ??"

Sementara Gak In Ling masih kebingungan dan bergumam seorang diri, sesosok bayangan putih berkelebat lewat dari belakang tubuh kurang lebih satu tombak dari tempat dia berada, pada waktu itu Gak In Ling sedang pusatkan pikirannya untuk menebak siapa gerangan orang yang telah menyelamatkan jiwanya, karena itu terhadap munculnya bayangan tadi sedikitpun tidak merasakan-

Setelah termenung beberapa saat namun belum juga ada jawaban yang berhasil ditemukan, dengan perasaan apa boleh buat Gak In Ling berpikir lebih jauh.

"orang yang telah menyelamatkan diriku pasti berada diatas puncak tebing ini, kenapa aku tidak naik keatas untuk melakukan pemeriksaan ?" Tanpa ragu-ragu lagi dia segera berkelebat menuju keatas tebing tersebut...

Jarak antara puncak tebing dengan ia berada saat itu masih terpaut seratus tombak tingginya, Gak In Ling setelah mengetahui bahwa ada orang secara diam-diam membantu usahanya, gerak-geriknya pun dilakukan dengan cepat dan tanpa ragu-ragu lagi, tidak selang beberapa saat kemudian ia telah berada diatas puncak.

Diatas puncak yang merupakan sebidang tanah datar berserakan pula dua tiga puluh sosok mayat yang bersimpang siar disana-sini, disisi tubuh mereka semua tergeletak sebuah tabung tembaga, jelas orang-orang itu pun merupakan para penjaga yang bertugas untuk membendung jalan naik musuh-

Gak In Ling menjadi tidak habis mengerti dan kebingungan setengah mati, ketika dia angkat kepala mendadak dari tempat kejauhan berkumandang datang suara pekikan panjang burung hong, dengan cepat sorot matanya dialihkan kearah mana berasalnya suara tadi.

Hatinya seketika dibikin tertegun, tampaklah seokor burung hong bagaikan kilat cepatnya terjatuh ke dalam sebuah jurang, rupanya tempat itu merupakan sebuah lembah yang rendah.

Gak In Ling tidak tahu duduk perkara yang sebenarnya, dia mengira binatang tunggangan dari Dewi burung Hong telah dilukai oleh para jago perguruan Pit-Tiong dari Tibet, tanpa terasa tubuhnya segera menerjang maju kedepan, hampir boleh dibilang tindakan tersebut dilakukan dengan spontan dan muncul dari hati kecilnya, ia merasa sudah sepantasnya kalau dia pergi menolong gadis itu, sedang mengenai apa sebabnya dia harus membantu perempuan itu ? Dia sendiripun tidak tahu.

-oo0dw0oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar