Telapak Setan Jilid 07 : Majikan lembah Toh-hun-kok, berwajah seribu

Jilid 07 : Majikan lembah Toh-hun-kok, berwajah seribu

"KARENA aku kenapa karena aku?"

"Sedikitpun tidak salah, karena engkau. Karena dari antara keluarga Gak hanya engkaulah satu-satunya orang yang masih tetap hidup dialam yang bebas."

Dari balik sorot mata Gak In Ling yang sayu secara lapat-lapat mulai diliputi oleh cahaya airmata yang amat tipis, dengan suara berat dia segera bertanya. "Gua itu berada di mana ?"

"Itu.. .. didepan sana, kurang lebih lima tombak dari tempat ini." jawab Ong Pek Siu sambil memandang sekejap kearah depan- "Apakah engkau hendak pergi kesitu?"

Dengan perasaan hati yang amat berat Gak In Ling menganggap sekarang ia sudah kehilangan semangatnya untuk melakukan pertempuran-

Melihat keadaan musuhnya, Ong Pek Siu segera tertawa dan berkata kembali.

"Setelah engkau pergi kesana. mungkin pelayanan kami terhadap kalian akan jauh lebih baik karena mulai sekarang sudah tiada orang lain dari keluarga Gak yang hidup diaLam bebas lagi, tetapi engkau jangan bermaksud untuk melarikan diri dari tempat ini karena disekeliling gua batu itu telah dipasang alat rahasia yang dapat menghabisi jiwa kalian- Memandang pada hubungan persahabatanku dengan mendiang bapakmu, mau tak mau harus kuberi peringatan lebih dahulu kepadamu... "

Selesai berkata ia putar badan dan berjalan menuju kearah samping sebelah kanan, serunya kembali. "Mari ikutilah aku"

Gak In Ling dengan mulut membungkam dalam seribu bahasa mengikuti dibelakang tubuhnya keadaanpemuda tersebut pada saat ini bagaikan sudah kehilangan semangat dan pikiran, benaknya kosong melompong tak ada yang bisa dipikirkan sementara pandangan matanya jadi kabur dan berkunang-kunang.

Kurang lebih setelah berjalan sejauh lima tombak dari tempat semula, tiba-tiba Ong Pek Siu berhenti didepan sebuah batu putih yang menonjol keluar dari atas permukaan tanah, sambil berpaling memandang kearah Gak In Ling ujarnya lagi. "Tuh. guanya berada didepan sana."

Sambil berkata ia menuding kearah sebuah batu putih lagi yang berada diarah sebelah kanan setelah itu tanyanya. "Mampukah- engkau meloncat kedepan sana?"

Dengan kaku Gak In Ling anggukkan kepalanya, ia enjotkan badan dan siap meloncat kedepan-

Tiba-tiba Ong Pek Siu berkata kembali.

"Tunggu sebentar, alat rahasia dan alat jebakan yang berada disekeliling tempat itu belum kumatikan-"

Sambil berkata ia memutar batu putih yang menonjol keluar dari atas tanah itu kearah sebelah kanan, dari balik kabut putih yang amat tebal segera berkumandanglah suara gemerincing yang amat nyaring.

Setelah suara gemerincing tadi sirap dari udara, Ong Pek Siu baru berkata dengan wajah serius.

"Sekarang engkau boleh meloncat kedepan- ingat, jangan sampai melampaui enam tombak. kalau tidak aku tak berani menjamin akan keselamatan jiwamu "

Gak ln Ling berusaha mengerahkan kemampuannya untuk memandang kearah depan, namun yang terlihat hanyalah kabut putih yang amat tebal belaka, ia menghela napas panjang dan berkata.

"Aaaiii sungguh tak kunyana begitu banyak sahabat-sahabat karib yang mempunyai hubungan persahabatan dengan ayahku dimasa yang lampau, sebenarnya tidak lebih hanya manusia-manusia laknat yang tak kenal budi dan tak setia kawan-"

"Ha.... haa haa itulah yang dinamakan watak manusia ditolong langit dingin bagaikan es,

hubungan persaudaraan tipis bagaikan kertas."

Seberkas cahaya gusar memancar keluar dari balik mata Gak In Ling, ditatap wajah lawannya tanpa berkedip kemudian serunya keras.

"Benar, manusia memang berwatak dingin bagaikan salju, tipis bagaikan kertas."

Bicara sampai disitu, tubuhnya dengan cepat melompat masuk kebalik kabut putih yang amat tebal itu.

Dengan perasaan terperanjat Ong Pek Siu mundur dua langkah kebelakang, pada saat itulah dalam hati kecilnya timbul perasaan iba bercampur menyesal.

Mendadak dari arah belakang berkumandang suara teguran seseorang dengan suara dingin. "Ong Pek siu, kemana perginya Gak in Ling ?"

Mendengar pertanyaan itu dengan cepat Ong Pek Siu putar badan, lalu sambil tertawa jawab nya.

"Toako, rupanya Gak In Ling sudah turun ke bawah." sambil berkata ia tuding kearah belakang tubuhnya.

Orang yang baru saja datang adalah seorang kakek tua berusia lima puluh tahunan yang mempunyai warna pakaian serta dandanan yang persis seperti Ong Pek Siu, mukanya kurus dengan alis tebal mata kecil, jenggot pendek dan wajah yang amat dingin. Terdengar kakek tua baju kuning itu tertawa dingin dan berkata "Hee hee, hee, sebentar lagi kokcu akan tiba disini."

"Urusan ditempat ini telah kuselesaikan secara sempurna, ada urusan apa dia orang tua datang kemari ?" tanya Ong Pek Siu dengan air muka berubah hebat.

"Hm Selamanya dia orang tua tak pernah bergerak secara sembarangan, apa maksud kedatangannya semestinya engkau harus tahu "

Perasaan tidak tenang mulai melintas diatas wajah Ong Pek Siu, dengan jantung berdebar keras serunya kembali. "Apakah dia orang tua merasa tidak lega hati ?"

"Dia orang tua sudah mengetahui kalau Gak In Ling berhasil kau tipu untuk meloncat masuk kedalam jurang pemutus sukma, tetapi sayang sekali kedatangannya masih tetap terlambat satu langkah."

"Bukankah dia ada maksud untuk mencabut selembar jiwanya ?" seru Ong Pek Siu lagi dengan hati gelisah.

Tiba-tiba kakek tua itu tertawa dingin.

"He he apakah beliau pernah mengatakan demikian kepadamu?" serunya.

Ong Pek Siu jadi amat terperanjat, sekarang rupanya ia sudah tahu tujuan serta maksud kedatangan sang kokcu ketempat itu, dengan penuh ketakutan dan perasaan ngeri ia berseru.

"Kalau bukan sahabat tentulah musuh, Gak In Ling..." Kembali kakek tua itu tertawa dingin.

"He he he ilmu silat yang dimiliki Gak In Ling jauh lebih lihay dan ampuh beberapa kali lipat

dari dirimu sendiri, keuntungan yang dia berikan terhadap lembah pemutus sukmapun jauh lebih besar daripada keuntungan yang kau berikan terhadap lembah.... ucapan ini tentu dapat kau pahami bukan ?"

Sekarang Ong Pek Siu benar-benar sudah menyadari akan serius serta gawatnya masalah yang sedang ia hadapi, demi keselamatan selembar jiwa nya kakek tua itu sudah tidak memikirkan tentang gengsi atau nama baik lagi, dengan nada merengek pintanya.

"Oh, toako bagaimanapun juga diantara kita pernah terjalin hubungan persaudaraan yang sangat akrab, usahakanlah untuk menyelamatkan selembar jiwaku oh, toako, tolonglah aku... selamatkan diriku dari ancaman bahaya."

Air muka kakek tua itu tetap kaku dan dingin, sedikitpun tidak tergerak hatinya oleh rengekan saudaranya ini, dengan suara ketus kembali ia berkata.

"Maafkanlah daku Dalam lembah ini hanya membicarakan soal pahala dan sama sekali tidak kenal apa artinya persaudaraan atau persahabatan, karena itu maafkanlah aku tak mungkin iku bisa membantu atau menolong untuk selamatkan jiwamu."

Sepasang biji mata Ong Pek Siu berputar tidak hentinya memandang sekeliling tempat itu, tiba-tiba ia putar badan dan berlarian menuju ke lorong batu sebelah depan-

Pada saat itulah tiba-tiba dari arah belakang berkumandang datang suara bentakan yang amat dingin dan menyeramkan-"Berhenti "

Bersamaan dengan berkumandangnya suara bentakan yang amat nyaring dan mengerikan itu, karang lebih lima depa dihadapan Ong Pek Siu tiba-tiba meloncat keluar seorang manusia berkerudung kain merah yang menatap wajah kakek itu dengan sepasang sorot matanya yang dingin, sadis dan menyeramkan, keadaan orang itu seakan-akan sedang berhadapan dengan seorang musuh besarnya yang sudah mengikat dendam sakit hati sedalam lautan dengan dirinya.

Terkesiap hati Ong Pek Siu menyaksikan kemunculan manusia berkerudung merah itu, keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.

Setelah jalan pergi dihadapannya terhadang oleh seorang jago lihay, kakek tua she Ong itu tidak berani melanjutkan perjalanannya menuju ke depan, buru-buru ia menghentikan badannya dan melompat kearah samping sebelah kiri.

Siapa tahu baru saja ia menggerakkan tubuhnya kembali terdengar seseorang membentak dengan suara yang dingin menyeramkan. "Berhenti"

Kurang lebih lima depa dihadapannya, kembali muncul seorang manusia berkerudung merah yang menghadang jalan perginya.

Setelah menyaksikan kesemuanya itu, Ong Pek Siu baru menyadari bahwa dia telah terjebak dalam suatu pengepungan yang sangat rapat, kendatipun begitu sepasang matanya masih berputar dan menyapu sekeliling tempat itu tiada hentinya seakan-akan ia sedang berusaha untuk mencari kesempatan hidup ditengah lingkungan yang sudah tidak mungkin terjadi itu.

Akan tetapi di mana sorot matanya berputar disanalah ia temukan sorot mata dingin menyeramkan yang sedang menatap ke arahnya, kecuali itu sudah tiada jalan lain lagi untuk meloloskan diri, bahkan untuk menerjunkan diri kedalam jurang yang dalampun sudah tak mungkin lagi, karena diantara berdiri pula seorang manusia berkerudung merah yang menghadang jalan perginya .

Bersamaan dengan putusnya harapan untuk meloloskan diri dari mara bahaya, selintas pikiran yang mengerikan dengan cepat menyelimuti seluruh benak Ong Pek Siu, dia merasa seakan-akan kematian sudah berada diambang pintu, wajahnya yang sudah memucat kini kian menghijau sementara keringat dingin mengucur keluar tiada hentinya membasahi seluruh badan-

Ia tarik napas panjang-panjang, dengan suara yang mendekati suatu rengekan serunya kepada orang-orang berkerudung merah yang berada disekeliling tempat itu.

"Saudara-saudara sekalian, aku orang she ong percaya bahwa dihari-hari biasa tak pernah aku berbuat sesuatu kesalahan yang menyinggung perasaan kalian semua, kenapa sekarang kalian mendesak dan memaksa diriku terus menerus sehingga menyudutkan aku orang she ong kedalam lembah kematian ?"

Suara tertawa dingin yang ketus dan menyeramkan berkumandang dari sekeliling tempat itu, terhadap ucapan dari Ong Pek Siu itu bukan saja orang-orang itu sama sekali tidak memperlihatkan rasa iba atau kasihan, sebaliknya mereka menunjukkan rasa girang, seakan-akan mereka merasa gembira karena ada orang sedang tertimpa oleh bencana.

Menyaksikan kesemuanya itu sadarlah Ong Pek Siu bahwasanya semua penghuni didalam lembah pemutus sukma adalah manusia-manusia durjana yang kejam dan tidak mengenal prikemanusiaan, berbicara terhadap mereka boleh dibilang sama sekali tak ada gunanya.

Timbullah ingatan didalam benak kakek tua itu untuk melakukan perlawanan yang gigih hingga titik darah penghabisan, ia mengambil keputusan untuk melakukan perlawanan daripada mendahului dibunuh dengan begitu saja.

Sinar mata yang amat tajam memancar keluar cari balik matanya, dengan suara berat ia segera berseru.

"Saudara-saudara sekalian, seandainya kalian masih juga mendesak diriku terus menerus, jangan salahkan kalau aku melakukan perlawanan yang gigih hingga titik darah penghabisan" ucapan tersebut diutarakan keluar dengan suara yang berat dan tegas, seolah-olah dia sedang memperlihatkan kenekadannya itu kepada semua orang.

Suara tertawa dingin secara susul-menyusul berkumandang kembali dari sekeliling tempat itu para manusia berkerudung merah yang berada di sekitar sana mulai menghimpun segenap kekuatan tubuhnya keatas telapak, dengan tenang ditunggu nya Ong Pek Siu untuk melancarkan serangan-

Melihat kesemuanya itu Ong Pek Siu pun menyadari, apabila ia tidak melakukan perlawanan niscaya jiwanya akan musnah secara konyol, dalam hati segera pikirnya.

"Bisa bunuh seorang berarti ada teman seorang, daripada duduk terpekur sambil menantikan datangnya elmaut jauh lebih baik melakukan perlawanan sedapat mungkin, siapa tahu kalau dengan caraku ini justru selembar jiwaku berhasil diselamatkan dari bahaya kematian-

Ingatan tersebut bagaikan kilat cepatnya berkelebat lewat dalam benak kakek tua itu, sepasang telapaknya segera diangkat dan siap melancarkan serangan-

Pada saat itulah sebelum serangan pertama sempat dilepaskan tiba-tiba dari sisi telinganya berkumandang datang suara teguran seseorang dengan nada yang tajam sehingga terasa amat memekakkan telinga. "Ong-heng, sungguh gagah sekali lagakmu itu."

Walaupun nada suaranya amat mendatar dan biasa sekali, namun entah apa sebabnya suara itu mendatangkan suatu pengaruh yang sangat aneh sekali, membuat orang yang mendengarkan jadi terkesiap bercampur ngeri.

Sekujur badan Ong Pek Siu gemetar keras setelah mendengar teguran itu, keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya, tenaga dalam yang sudah dihimpun kedalam sepasang telapaknya tanpa disadari telah buyar dan lenyap dengan begitu saja, sepasang matanya dengan sorot penuh kengerian dan keseraman celingukan memandang kesana-kemari mencari berasalnya suara itu, keadaan kakek tua itu tak ubahnya bagaikan seorang hukuman yang sedang menantikan pelaksanaan hukuman mati atas dirinya, sedikitpun tiada bertenaga untuk melakukan perlawanan.

Kurang lebih lima tombak dari tempat itu terdirilah seorang kakek tua berjubah putih, bermuka merah bercahaya dan berjenggot panjang semua, pada waktu itu kakek tersebut sambil tersenyum sedang memandang kearah Ong Pek Siu, sepintas lalu, mukanya nampak begitu ramah dan penuh perasaan welas-kasih.

Ketika sorot mata Ong Pek Siu saling membentur dengan sorot mata kakek tua itu, mendadak badannya gemetar keras bagaikan kena aliran listrik, dengan suara gemetar serunya lirih. "Kokcu "

Kakek tua itu tertawa dan mengangguk.

"Hmm, kalau kutinjau dari gerak-gerik Ong heng, rupanya engkau sudah bersiap sedia untuk melepaskan diri dari ikatan lembah ini serta pergi dari sini. Aku jadi heran, sebenarnya dalam hal apakah kami telah bersikap kurang baik sehingga mendatangkan perasaan tak puas bagi diri Ong-heng ?"

"Tecu tidak berani... " buru-buru Ong Pek Siu menjawab.

"Oh, kalau begitu akulah yang sudah banyak menaruh curiga terhadap dirimu. Tetapi, kenapa mereka telah mengepung diri Ong-heng sedemikian ketatnya ?"

Nada suara kakek tua itu kian lama kian bertambah berat dan mantap. membuat orang merasakan dadanya sesak dan sukar untuk bernapas. Tercekat hati Ong Pek Siu, tanpa disadari ia berseru.

"Karena tecu telah melakukan kesalahan-.. "

"Oh, jadi karena sudah melakukan kesalahan maka engkau hendak melarikan diri ?" tanya kakek itu sambil tertawa.

Ong Pek Siu membungkam dalam seribu bahasa setelah mendengar ucapan tersebut, perlahan-lahan ia tundukkan kepalanya.

Serentetan cahaya tajam yang sangat menggidikkan hati memancar keluar dari balik mata kakek berbaju putih itu, ia menatap tajam wajah Ong Pek Siu beberapa saat lamanya kemudian sambil tertawa seram serunya.

"Ong-heng, masih ingatkah engkau dengan pantangan ketiga dari lembah kita ini?"

Ong Pek Siu menengadah keatas dengan perasaan kaget, wajahnya berubah hebat dan ngeri bercampur seram melintas dimukanya, ia segera membantah.

"Tecu membohongi Gak In Ling serta melenyapkan dirinya dari permukaan bumi adalah demi keselamatan lembah kita dikemudian hari."

"Karena apa ?"

"Karena Gak In Ling sangat membenci lembah pemutus sukma kita hingga merasuk ketulang sumsumnya, oleh karena itu tecu beranggapan bahwa dia tak akan bersedia untuk tunduk kepada lembah kita serta berbakti kepada kita, maka... "

"Maka engkau lantas turun tangan keji dan menyingkirkan pemuda itu dari sini ?" sambung kakek baju putih itu dengan nada suara yang jauh lebih lunak.

"Benar" dengan perasaan hati agak lega Ong Pek Siu menganggukkan kepalanya.

"Apakah engkau tidak mempunyai perasaan pribadi untuk melindungi ataupun menyelamatkan jiwanya dari mara bahaya ?"

"Tidak" jawab Ong Pek Siu dengan tegas "aku sama sekali tidak mempunyai pikiran untuk melindungi ataupun menyelamatkan jiwanya dari bahaya maut "

"Lalu menurut anggapanmu pada saat ini Gak In Ling berada dalam keadaan mati atau dalam keadaan hidup ?"

"Jurang tingginya mencapai seratus tombak lebih, setelah terjatuh kedalam jurang sedalam ini tentu saja ia telah menemui ajalnya."

"Oooh ya? Kalau begitu aku ingin bertanya lagi, pada saat ini air didalam jurang tersebut

sedang pasang atau surut ?"

"Pasang" jawab Ong Pek Siu tanpa berpikir panjang.

Tapi begitu ucapannya tersebut terlontar keluar dari mulutnya, tiba-tiba satu ingatan, berkelebat dalam benaknya, perasaan hatinya jadi terkesiap dan diam-diam ia berseru didalam hati kecilnya.

"Aduuuh habislah sudah riwayatku, aku tidak teringat kalau air sungai didalam jurang itu sedang pasang."

Sementara itu Air muka kakek berjenggot panjang telah berubah jadi hijau membesi, dengan keren ia bertanya kembali.

"Aku dengar Gak In Ling mempunyai ilmu berenang yang sangat baik sekali, entah benarkah perkataan itu ?"

Sambil berkata dengan sepasang matanya yang tajam bagaikan sebilah pisau belati ia menatap wajah Ong Pek Siu tanpa berkedip. dari keadaannya itu seakan-akan ia hendak menembusi isi perutnya serta mengawasi perasaan hati orang.

Air muka Ong Pek Siu yang semula sudah berubah jadi tenang kembali, kini berubah kembali jadi pucat pias bagaikan mayat.

"Perkataan itu sedikitpun tidak salah." jawabnya. "Dan tecu telah mengetahui dosa-dosa yang telah kulakukan-"

Kakek berjenggot panjang itu segera tertawa dingin.

"He he. he karena itu, kalau ada orang mengatakan bahwa engkau ada maksud untuk

melepaskan Gak ln Ling dari mara bahaya, tuduhan ini tidak bakal salah, bukan?" Ong Pek Siu gelengkan kepalanya.

"Tecu telah menghianati ibu serta cicinya, sekalipun aku ada maksud untuk menebus dosa untuk berbuat kebaikan terhadap dirinya, belum tentu Gak In Ling bersedia untuk menerima jasa baikku itu, apalagi... "

"Apalagi engkau setia terhadap lembah pemutus sukma bukan?" sambung kakek berjenggot panjang dengan cepat.

Ong Pek Siu mengangguk tanda membenarkan.

"Tecu memang sungguh-sungguh setia terhadap lembah pemutus sukma " ia menjawab.

Air muka kakek berjenggot panjang yang mudah berubah-ubah itu tiba-tiba tersungging oleh satu senyuman yang dingin, ia berkata.

"Sejak dahulu kala sampai sekarang aku mempunyai sebuah pantangan yang tidak dicantumkan didalam tulisan, apakah Ong-heng tahu apa pantanganku itu ?"

Ong Pek Siu tak dapat menebak maksud hati ucapan tersebut, terpaksa dengan perasaan bingung dia gelengkan kepalanya.

"Maafkanlah kebodohan tecu, aku sama sekali tidak memahami apakah arti yang sebenarnya dari perkataan kokcu itu?"

"Engkau tak usah berlaku sungkan-sungkan, aku akan segera memberitahukan pantanganku itu kepadamu "

Tiba-tiba ia menatap wajah lawannya dengan cahaya mata berkilat, lalu dengan suara dalam sambungnya lebih jauh.

"Selama hidup aku melakukan perbuatan, lebih baik membunuh mati sembilan puluh sembilan orang baik secara penasaran daripada melepaskan seorang manusia jahat." suaranya dingin menyeramkan membuat siapapun yang mendengar merasakan bulu romanya pada bangun berdiri.

Air muka Ong Pek Siu berubah hebat, lama sekali ia berdiri gelagapan namun tak sepatah katapun yang sanggup diutarakan keluar.

Sambil melotot bulat kearah Ong Pek Siu, terdengar kakek berjenggot panjang itu berseru kembali.

"Ong heng, menurut anggapanmu benar atau tidak pantanganku itu?"

Orang ini benar-benar sadis dan sama sekali tidak kenal akan perikemanusiaan, hendak membunuh orangpun ia masih sempat untuk mengatakan kepada korbannya kalau pembunuhan tersebut dilakukan atas dasar kebenaran.

Rupanya Ong Pek Siu sendiripun telah menyadari bahwa tiada harapan lagi baginya untuk melanjutkan hidup, golakan hatinya malah jauh berkurang malah ia kini semakin tenang daripada keadaan semula, yang dipikirkan olehnya pada saat ini adalah mencari jalan keluar untuk meringankan penderitaannya sebelum malaikat Elmaut merenggut selembar jiwanya.

Sesudah termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, Ong Pek Siu pun berkata.

"Sebelum tecu melaksanakan hukuman karena melanggar pantangan dari peraturan lembah ini, terlebih dahulu tecu akan mengajukan suatu permintaan, apakah kokcu bersedia untuk menyanggupi permintaan terakhir dari tecu ini?"

Kakek berjenggot panjang itu tertawa dan mengangguk.

"Memandang pada keberanianmu untuk menghadapi hukuman, tentu saja aku bersedia untuk menyanggupi keinginanmu itu Nah, katakanlah apakah keinginanmu itu ?" suaranya amat tenang sekali..

Ong Pek Siu tidak langsung menjawab, dalam hati kembali ia berpikir.

"Sebelum aku orang she Ong menemui ajal. akan kulihat lebih dahulu sampai dimanakah kelicikanmu itu." berpikir sampai disini ia segera berkata.

"Semua orang didalam dunia persilatan mengetahui bahwa "cian-bin-jin" manusia muka seribu mempunyai kepandaian silat yang sangat tinggi dan tiada bandingannya dikolong langit, akan tetapi belum pernah ada orang yang menyaksikan raut wajah aslinya, permintaan tecu sebelum menemui ajal adalah ingin sekali menyaksikan raut wajah kokcu yang sebenarnya... apakah kokcu bersedia memenuhi keinginan tecu ini ?"

Sekilas cahaya tajam memancar keluar dari balik mata kakek berjenggot panjang atau manusia muka seribu itu, tetapi dalam sekejap mata kilatan cahaya tajam tersebut sudah lenyap kembali dari pandangan- ia sengaja tertawa nyaring dan menjawab.

"Haa haa haa tidak sulit kalau kau ingin menyaksikan raut wajah asliku. Nah, sekarang

lihatlah "

Sambil berkata segera tangannya menyeka diatas raut wajahnya, dari wajah seorang kakek berjenggot panjang dalam waktu singkat ia telah berubah jadi seorang pria setengah baya yang berwajah pucat pias bagaikan mayat.

Semua orang yang hadir di tempat itu merasakan hatinya tergetar keras sesudah menyaksikan raut wajah tersebut, jelas orang-orang itu kendatipun sudah amat lama bergaul dengan orang ini akan tetapi selamanya belum pernah menyaksikan raut wajah aslinya.

Ong Pek Siu segera tertawa dan berkata.

"Terima kasih atas kesediaan kokcu untuk memenuhi harapan tecu, sehingga tecu dapat cucimata serta membuka mataku, cuma... "

"Cuma kenapa?" tukas manusia muka seribu.

Kembali Ong Pek Siu tertawa dan berkata "cuma kokcu mempunyai julukan sebagi manusia muka seribu, karena itu tecu percaya bahwa raut wajah yang tecu sedang dihadapi sekarang bukanlah raut wajah aslimu."

Keberanian Ong Pek Siu untuk mendesak kokcunya agar memperlihatkan raut wajah aslinya ini amat mengejutkan hati setiap orang yang hadir ditempat itu, karena dihari-hari biasa siapa pun tak berani mengucapkan sepatah katapun yang bernada tidak percaya dihadapan kokcunya.

Napsu membunuh dengan cepat melintas di wajah manusia muka seribu, tapi sesaat kemudian orang itu berhasil menguasai kegusarannya yang menyelimuti hatinya dan mengangguk.

"He he he rupanya dihari-hari biasa aku telah memandang rendah ketajaman mata Ong-heng" ia berseru sambil tertawa dingin tiada hentinya.

"Kokcu terlalu memuji." seru Ong Pek Siu. Rupanya kakek tua ini sudah menyadari bahwa jiwanya tak mungkin bisa diselamatkan lagi karena itu bantahan-bantahannya diutarakan dengan tenang dan sama sekali tidak diliputi perasaan cemas atau kuatir.

Manusia muka seribu atau Toan-hun Kokcu itu sekali lagi menyeka raut wajahnya, kemudian sambil menengadah katanya. "Ong-heng, sekarang engkau tentu merasa puas bukan ?"

Dari seorang pria setengah baya yang bermuka pucat pias bagaikan mayat kini ia telah berubah jadi seorang kakek tua yang berwajah penuh keriput serta nampak kedesa-desaan. Dalam hati kecilnya Ong Pek Siu menghela napas panjang, pikirnya.

"Aaaiii manusia hidup dikolong langit memang banyak terdapat keanehan, siapa yang akan menduga diatas wajah orang ini bisa memakai topeng kulit manusia yang sedemikian banyaknya ?" berpikir sampai disini ia segera gelengkan kepalanya.

"Kokcu, aku percaya wajahmu yang sekarang ini masih tetap merupakan raut wajah yang bukan sebenarnya "

Manusia muka seribu segera tertawa dingin tiada hentinya.

"He hee hee ong-heng, apakah engkau hendak menguliti seluruh raut wajahku ?" serunya.

Dari balik sorot matanya memancar keluar serentetan napsu membunuh yang mengerikan sekali.

Ong Pek Siu segera berpikir didalam hatinya.

"Rupanya kalau sekarang juga aku tidak melakukan bunuh diri, mungkin sudah tiada kesempatan lagi bagiku untuk melakukannya ?" Berpikir sampai disini, sengaja ia tertawa dingin sambil mengejek.

"Bukankah engkau mempunyai julukan sebagai manusia muka seribu, sekalipun topeng kulit manusia yang kau kenakan tiada berjumlah seribu lembar, paling banyak sepuluh lembar, sudah lama aku melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, akan tetapi belum pernah aku mengalami peristiwa penipuan seperti ini"

Nada suaranya sangat tidak sungkan, bahkan kasar dan keras sekali kedengarannya, jelas dia ada maksud untuk menggusarkan hati manusia muka seribu itu.

Mendengar ucapan tersebut mula-mula manusia muka seribu merasa amat gusar sekali, tiba-tiba satu ingatan berkelebat lewat dalam benaknya, diam-diam ia tertawa dingin dan berpikir.

"Hmm, berada dihadapanku engkau berani memperhitungkan sie-poa mu dengan seenak hati, engkau sudah salah mencari orang."

Meskipun dalam hatinya dia telah mengetahui siasat dari Ong Pek Siu itu, namun diluaran ia tetap berlagak pilon, sambil berpura-pura gusar serunya.

"Ong Pek Siu, engkau anggap dirimu pantas untuk menyaksikan raut wajahku yang sebenarnya?"

Belum habis ia berkata tiba-tiba tangan kanannya diangkat keatas dengan kecepatan yang luar biasa sekali sehingga sukar dilukiskan dengan kata-kata.

"Blaaam ... " ditengah benturan keras yang amat memekakkan telinga, Ong Pek Siu menjerit melengking karena kesakitan, tubuhnya yang tinggi besar mencelat keudara kemudian roboh terkapar diatas tanah. Telapak kanannya tepat sekali menempel diatas ubun-ubunnya jelas dia ada maksud untuk menghajar ubun-ubun sendiri untuk melakukan bunuh diri.

Gerakan dari manusia muka seribu ini sangat menggetarkan hati semua orang yang berada diruangan tersebut, dalam hati kecil mereka timbullah perasaan bergidik yang mendirikan bulu roma ditubuh mereka, peristiwa ini menjadi contoh yang menakutkan bagi orang-orang itu.

Dengan sorot mata yang dingin menyeramkan, manusia muka seribu memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian sambil menyeringai seram katanya dengan suara lantang.

"Ong Pek Siu, engkau anggap pantangan serta peraturan yang sudah kususun selama ini akan hancur dan musnah karena perbuatanmu ? Huh Benar-benar manusia tolol yang tak tahu diri " Setelah tertawa dengan bangga ia berpaling kearah dua orang mmusia berkerudung merah yang berada disisinya dan memerintahkan-

"Gusur dia menuju keruang siksa, dan serahkan kepada ketua ruang siksa"

Dua orang manusia berkerudung merah itu mengiakan dan segera menggotong tubuh Ong Pek Siu dia dibawa menuju kedalam gua, dalam sekejap mata bayangan tubuhnya telah lenyap dibalik kabut putih yang amat tebal itu.

Manusia muka seribu itu menengadah dan memandang sekejap kearah Lo-toa dari Tay-san sam- gi, kemudian ujarnya.

"Oei Beng Gi menurut anggapanmu mungkinkah Gak In Ling bakal menemui ajalnya didasar jurang ?"

Pemimpin dari Tay-san sam-gi itu segera maju kedepan dan menjawab ketakutan.

"Perduli apa dia sudah mati atau masih hidup, tecu rasa sudah sepantasnya kalau kita selidiki jejaknya . "

"Hmm, perkataanmu memang tepat sekali "sahut manusia muka seribu sambil mengangguk "akan tetapi, bagaimana kalau seandainya kita temukan bahwa dia belum mati tapi masih hidup dalam keadaan segar-bugar ? Apa yang harus kita lakukan ?"

Oei Beng-gi berpikir sebentar, setelah itu jawabnya.

"Tecu rasa sudah sepantasnya kalau kita beri suatu peringatan kepadanya, agar lain kaii dia tak berani menyatroni serta menghalangi perkembangan lembah kita "

"Hm, pendapat oei-heng memang amat bagus serta mengagumkan sekali, akan tetapi dengan cara apakah kita harus memberi peringatan kepadanya sehingga ia menjadi jera dan tak berani menyatroni serta menghalangi perkembangan lembah kita ?"

Dalam hati kecilnya diam-diam Oei Beng-gi merasa amat gelisah sekali, bukannya ia tidak berhasil mendapatkan cara yang baik untuk mengatasi kesulitan tersebut, adalah karena dia tak dapat berbuat demikian-

Tetapi kecuali itu dia tidak berhasil mendapatkan cara lain yang lebih baik untuk memberi jawaban kepada kokcu-nya ini serta menghalangi kekejian serta kesadisan hati manusia muka seribu.

Sementara ia masih termenung untuk mencari jalan keluar, manusia muka seribu dengan nada dingin telah berkata kembali.

"Oei-heng, setelah engkau mengetahui bahwa kita harus memberi peringatan kepada Gak In Ling, tentunya engkau juga mengetahui bagaimana caranya untuk memberi peringatan kepadanya ? Nah, apa salahnya kalau engkau beritahukan cara tersebut kepadaku?" sambil berkata sepasang biji matanya yang dingin menyeramkan menatap terus diatas wajah Oei Beng Gi tanpa berkedip. rupanya dari raut wajah orang itu dia berusaha untuk mencari hal-hal yang mencurigakan hatinya.

Oei Beng Gi merasakan jantungnya berdebar keras karena merasa panik bercampur gelisah, ia berusaha keras untuk menenteramkan perasaan hatinya lalu berkata.

"Menurut pendapat tecu, alangkah baiknya kalau kokcu menulis sepucuk surat dan mengutus orang untuk menyampaikan kepada Gak ln Ling, beritahu kepadanya kalau pada saat ini ibu serta encinya berada ditanganku, kalau ia berani datang menyatroni lembah kita lagi maka ibu serta encinya akan kita jatuhi hukuman mati, entah bagaimanakah pendapat dari kokcu ?... "

Manusia muka seribu segera gelengkan kepalanya berulang kali.

"Bagus sih bagus, tetapi aku merasa cara itu terlalu sepele dan lagi pula terlalu membuang waktu "

Terjelos hati Oei Beng Gi mendengar perkataan itu, diam-diam dalam hati kecilnya dia berdoa.

"Oh, Thian Yang Maha Kuasa dan Maha Besar, lindungilah keselamatan jiwanya "

Meskipun pikirannya memikirkan persoalan lain, di luaran ia sama sekali tak berani berayal, buru-buru tanyanya.

"Menurut pendapat Kokcu, apa yang harus kita lakukan?"

"Bunuh saja Gak In Hong dan perlihatkan mayatnya kepada Gak In Ling" perintah manusia muka seriba dengan ketus, "kalau ia berani mencari gara-gara lagi dengan lembah kita maka cicinya adalah contoh yang paling bagus untuknya."

Begitu mendengar ucapan tersebut tanpa terasa dengan sekujur badan gemetar keras Oei Beng Gi mundur tiga langkah kebelakang dengan sempoyongan, perasaan tersebut merupakan reaksi dari nalurinya yang tak dapat dicegah dengan cara apapun.

Manusia muka seribu segera menatap wajahnya dengan pandangan tajam, lalu dengan nada yang menyeramkan ia menegur.

"Oei-heng, apakah engkau merasakan tubuh mu kurang sehat ?"

Oei Beng Gi gelalap. buru-buru jawabnya.

"Oh, tidak tidak tecu hanya takut terhadap Gak In Ling... "

"Takut dirinya ? Apa yang kau takuti terhadap dirinya?" tanya manusia muka seribu keheranan, nada suaranya diliputi oleh perasaan curiga yang tebal.

"Seandainya dia tahu kalau ibunya telah... "

"Sejak ia berpisah dengan ibu serta encinya, hingga sekarang masih belum diketahui bagaimanakah nasib kedua orang itu, apalagi soal mati hidupnya, Oei-heng, engkau terlalu banyak curiga "

Oei Beng Gi pura-pura menunjukkan senyuman jengahnya sambil berkata.

"Aaah, tecu benar-benar sangat bodoh, sehingga ketahuan kokcu jadi geli dan mentertawa kau

diriku "

Diluaran ia berkata demikian, dalam hati diam-diam ia berdoa.

"Saudara angkatku, maafkanlah daku karena tidak berdaya untuk melindungi keselamatan dari keponakan perempuanku, tetapi selama hayat masih dikandung badan aku tidak nanti mau melepaskan manusia-manusia laknat itu dengan begitu saja."

Dalam pada itu manusia muka seribu telah bertanya kembali. "Oei-heng, bagaimanakah pendapatmu mengenai rencanaku ini ?"

"Rencana ini memang bagus dan tegas sekali, tecu bersedia untuk melakukan perjalanan berangkat kesitu "

Setelah ucapan ini diutarakan keluar, rasa curiga manusia muka seribu tarhadap dirinya sama sekali lenyap tak berbekas, ia menggeleng sambil berkata.

"Kecerdasan Oei-heng luar biasa sekali dan engkaupun banyak mempunyai akal, dalam lembah ini tak dapat kekurangan seorang manusia semacam dirimu, pekerjaan yang melelahkan serta harus menggunakan banyak tenaga semacam ini biarlah dilakukan oleh orang lain saja "

"Terima kasih atas perhatian serta kasih-sayang dari kokcu, kalau memang begitu serahkan saja tugas yang sangat berat ini kepada tecu, akan segera tecu laksanakan sebentar lagi"

Manusia muka seribu segera menepuk bahu Oei Beng Gi dan berkata.

"Bagaimanapun juga antara engkau dengan dirinya masih terikat oleh hubungan antara empek dan keponakan, jika engkau yang turun tangan rasanya kurang begitu tepat, biarlah tugas ini dilaksanakan olah orang lain saja Aku masih ada persoalan penting lainnya yang hendak mengajak dirimu untuk berunding, tunggulah aku dalam ruang dalam, setelah urusan disini dapat di selesaikan aku akan segera menyusul dirimu " selesai berkata ia segera mendorong tubuh Oei Beng Gi kearah depan-

Buru-buru kakek tua baju kuning itu memberi hormat sambil berkata.

"Kokcu, terima kasih atas perhatian serta kasih sayangmu" habis berkata ia putar badan dan berjalan menuju kearah dalam gua.

Tatkala ia putar badan itulah dua titik air-mata tak dapat dibendung lagi mengucur keluar membasahi kelopak matanya, bibirnya gemetar keras dan perlahan-lahan darah kental mengalir keluar menodai muka dan tubuhnya.

Kabut putih yang amat tebal menyelimuti daerah disekeliling tempat itu, meskipun pandangan matanya tak dapat menembusi pemandangan sejauh lima tombak. akan tetapi dibalik kabut putih yang tebal itu seakan-akan dia menyaksikan adik angkatnya sedang berdiri dihadapannya sambil memandang kearahnya dengan pandangan kegusaran, seakan-akan ia mendengar adik angkatnya sedang berkata dengan nada dingin.

"Apakah engkau telah melupakan hubungan persaudaraan diantara kita ? Apakah kau lupa bahwa kita adalah saudara angkat ?"

Oei Beng Gi menggosok sepasang matanya keras-keras, ia merasa apa yang terlihat dihadapannya hanyalah kabut putih yang amat tebal, sama sekali tidak nampak sesuatu apapun, dengan perasaan hati yang amat tertekan ia gelengkan kepalanya berulang kali.

"Tidak- tidak akan kulupakan-... selamanya tidak akan kulupakan akan ikatan tali persaudaraan yang pernah terjalin diantara kita." gumamnya seorang diri. Setelah menyeka darah kental yang menodai ujung bibirnya, ia bergumam lebih jauh.

"Dendam kita dalamnya melebihi samudra luas, rasa benci kita menumpuk bagaikan sebuah bukit, sam-te Aku harap sukmamu dialam baka suka mengampuni ji-te, dia telah mendapatkan pembalasan yang setimpal sesuai dengan apa yang pernah dilakukannya selama ini, memandang diatas tali persaudaraan yang pernah terjalin diantara kita, maafkanlan dirinya dan ampunilah semua kesalahannya."

Kabut tebal berwarna putih masih menyelimuti seluruh tempat. Tetapi diatas puncak tebing yang tinggi keadaan jauh lebih tenang dan kabut yang menyelimuti sekeliling tempat itupunjauh lebih tipis.

Disaat manusia muka seribu telah memberikan perintahnya kepada Oei Beng Gi jalaan masuk ke dalam gua itu, dari balik lubang gua yang lain menyelinap keluar sesosok tubuh gadis lain yang dengan cepatnya bergerak menuju keruang penjara dimana Gak In Hong disekap.

—ooo0oo0ooo—

Dalam pada itu sejak Gak In Ling mengetahui bahwasanya ibu serta encinya dikurung di dalam gua batu itu, hatinya jadi merasa amat kecewa dan putus asa, tapi dendam yang semula membakar, didalam hati kecilayapun seketika padam dan lenyap tak berbekas.

Terbayang kembali didalam benaknya pemandangan padadua belas tahun yang lampau, di mana ayahnya meninggal pada usia muda, ibunya hidup sebatang kara dalam keadaan yang sangat menderita, suasana pada saat itu benar-benar menyedihkan sekali.

Setiap kali pemandangan tersebut terbayang kembali dalam benaknya ia merasa hatinya jadi sedih sekali, karena itulah setelah mendengar kabar berita yang membuat hati jadi sakit bagaikan disayat, ia jadi amat gelisah sekali dan ingin cepat terbang kesisi ibunya dan mati hidup bersama-sama dirinya..

Karena terpengaruh oleh perasaan dan emosinya itulah membuat sianak muda itu jadi lupa kalau pada saat itu ia sedang berada dalam suatu tempat yang sangat berbahaya, dia lupa kalau ada orang sedang mengincar selembar jiwanya setiap saat.

(Mengenai kisah Gak In Ling secara bagaimana berpisah dengan ibunya dan kenapa selama dua belas tahun lamanya berdiam dibenteng Oh-Ling-poo yang berada digunung Taysan, akan di kisahkan pada bagian lain-)

Begitulah Gak In Ling segera menjejakkan kakinya dengan sepenuh tenaga, menurut perkiraannya loncatan tersebut pasti akan berhasil melampaui jarak sejauh lima tombak lebih lima depa, tak mungkin enjotan badannya akan melampaui jarak sejauh enam tombak yang dikatakan merupakan tempat berbahaya ataupun kurang dari lima tombak.

Tetapi apa yang kemudian terjadi ternyata sama sekali berada diluar dugaannya, pada saat tubuhnya sudah melayang diudara itulah ia tidak berhasil melihat daratan dihadapannya, sementara badannya sedang melayang, diatas udara yang kosong yang dibawahnya merupakan sebuah jurang yang tidak nampak dasarnya.

Tercekat hati Gak In Ling menyaksikan keadaan tersebut, buru-buru ia tarik napas panjang panjang, kaki kanannya dengan cepat menjejak di atas kaki kirinya dan melambungkan kembali tubuhnya yang sedang meluncur kearah bawah itu sejauh lima depa lebih, ia berusaha untuk meluncur maju lebih kearah depan lagi dengan harapan berhasil menemukan tepi daratan-

Menurut jalan pemikirannya padasaat itu, sekalipun kesalahan terletak pada dirinya karena salah mengincar tempat dan jarak yang dilampaui baru mencapai empat tombak. Sekarang setelah meluncur satu tombak lebih kearah depan bukan kah berarti jaraknya telah melampaui lima tombak ?

Perasaan hati Gak In Ling mulai diliputi ketegangan, otak yang semula penuh diliputi oleh pelbagai pikiran, seka rang jauh lebih jernih dan terang. Tiba-tiba satu ingatan berkelebat dalam benak Gak In Ling pikirnya.

"Mungkinkah permukaan kedua belah tebing tidak sama tingginya ?Jika benar demikian keadaannya mungkin aku telah melompat terlalu tinggi sehingga tak dapat menyaksikan pemandangan dibagian bawah, apa salahnya kalau tubuhku meluncur turun kebawah beberapa tombak lagi ?"

Berpikir sampai disitu, gerakan tubuhnya yang sedang meluncur kearah depan segera tertahan dan tubuhnya mulai meluncur turun kebawah.

Satu tombak.... dua tombak tiga tombak... enam tombak.... yang terlihat dibawah tubuhnya hanyalah kabut putih yang tebal, sementara gerakan tubuhnya yang meluncur kebawah kian lama kian bertambah cepat.

Mendadak satu ingatan yang menakutkan terlintas dalam benak Gak In Ling, tetapi sayang kejernihan otaknya itu didapatkan pada saat yang sudah terlambat, dengan perasaan putus asa Gak In Ling segera menghela napas panjang, gumamnya.

"Habislah sudah riwayatku, rupanya aku telah tertipu oleh Ong Pek Siu manusia laknat berhati binatang itu. Nampaknya dendam berdarah dari keluarga Gak untuk selamanya akan ikut terkubur bersama hancurnya tubuhku dimakan oleh batu cadas."

Teringat bahwa dendam sakit hatinya untuk selamanya tak mungkin dapat dibalas kembali, Gak In Ling merasa kecewa dan putus asa sekali hawa murni dalam tubuhnya segera buyar dan tubuhnya yang meluncur kebawahpun bergerak semakin cepat lagi.

Pusaran angin akibat tekanan tenaga yang sangat besar itu menggulung ujung baju Gak In Ling yang berwarna hitam dan mengibarkan nya sehingga menimbulkan suara yang amat nyaring.

Begitu nyaring suara itu membuat suasana ditengah keheningan yang mencekam diseluruh jagad terasa jauh lebih menyeramkan-

Benak Gak In Ling pada saat ini kosong melompong tiada pikiran yang lain, pada detik-detik yang amat singkat itu dia merasa seakan-akan telah melepaskan banyak beban yang berada diatas bahunya. Ia merasa seakan-akan bebas merdeka dan tidak memikirkan persoalan apapun-

Dendam berdarah, sakit hati serta semua perasaan hatinya seakan-akan ikut lenyap bersama makin cepatnya sang badan meluncur kebawah, kemudian lenyap tak berbekas mengikuti hancurnya mencium permukaan tanah.

Pada ujung bibir Gak In Ling tersungging satu senyuman yang hambar, begitu memilukan hati senyumannya itu seakan-akan ia sedang mentertawakan diri sendiri, membuat orang jadi tak paham dengan perasaan hatinya pada waktu itu.

Bulu matanya yang panjang telah menutupi sepasang biji matanya yang jeli dan bening, titik airmata jatuh berlinang membasahi pipinya.

Ia sama sekali tidak takut mati, tetapi ia menjumpai kesulitan yang memaksa ia tak boleh mati, akan tetapi pada saat dan keadaan seperti ini ia tak dapat menuruti kehendak hatinya, hanya Malaikat Elmautlah yang akan menentukan segala-galanya.

Tiba-tiba ia mendengar suara air berkumandang datang dari arah sebelah bawah, si anak muda itu jadi kegirangan setengah mati, harapan untuk melanjutkan hidupnya segera muncul kembali dalam hati kecilnya.

Belum lama suara air itu berkumandang masuk kedalam telinganya, dan sebelum Gak In Ling sempat memikirkan cara untuk menanggulangi keadaan itu.... pluuuung Tubuhnya sudah tercebur kedalam air.

Berhubung daya luncurnya teramat besar, maka sesudah tercebur kedalam air badannya segera tenggelam kedasar sungai.

Pada masa kecilnya Gak In Ling seringkali bermain air. Karena itu terhadap air ia sudah merasa tak asing lagi, menurut penilaiannya paling sedikit pada saat itu ia telah berada pada kedalaman empat lima tombak dari atas permukaan-

Perasaan pertama yang terasa olehnya air sungai yang dingin sekali hingga merasuk ketulang sumsum, kemudian adalah arus air sungai yang besar sehingga membuat tubuhnya tidak mampu untuk menguasai diri dan terseret oleh arus.

Untung tenaga dalam yang dimiliki Gak In Ling sempurna sekali, meskipun air sungai dingin sekali namun ia sama sekali tidak kedinginan ataupun menderita.

Ketika Gak In Ling munculkan diri diatas permukaaan untuk pertama kalinya, ia saksikan kabut putih tebal yang menyelimuti disana telah lenyap tak berbekas, sang surya memancarkan sinarnya dengan terang dari balik tebing curam, pada saat itu matahari telah menjelang tiba.

Gak In Ling berusaha keras untuk berenang diatas permukaan air, dengan pandangan tajam ia memandang sekeliling tempat itu, yang terlihat hanyalah tebing-tebing yang curam dan tinggi menjulang ke angkasa, begitu licin dan tegaknya tebing dikedua belah sisi sungai tadi membuat tak mampu untuk mendarat dan menuju ketepian. Menyaksikan kesemuanya itu, Gak In Ling segera berpikir didalam hati kecilnya.

"Sungai yang mengalir ini dari gunung biasanya akan berakhir disamudra, tempat ini merupakan tebing-tebing curam yang jauh terpencil dari keramaian, sekalipun aku naik keatas paling sedikit harus melakukan perjalanan jauh sebelum mencapai tempat yang dihuni manusia, apa salahnya kalau kuikuti saja arus sungai yang amat deras ini untuk bergerak kedepan."

Setelah mengambil keputusan, maka iapun memutarkan badannya terseret oleh arus sungai yang amat deras itu dan bergerak mengikuti aliran sungai tersebut.

Sang surya telah lenyap dari angkasa dan malampun menjelang tiba, sekeliling sungai itu masih merupakan tebing-tebing yang curam dan tegak-lurus, terpaksa sianak muda itu membiarkan badannya terseret oleh arus dan bergerak kedepan ditengah kegelapan seorang diri.

Entah berapa lama sudah lewat, ketika fajar telah menyingsing kembali diufuk sebelah timur, akhirnya Gak In Ling berhasil juga keluar dari mulut selat yang bertebing curam disekelilingnya itu, sekarang ia telah tiba disuatu daratan rendah yang bertanah datar.

Dengan cepat Gak in ling berenang menuju ketepian dan berhasil mendarat diatas sebuah batu cadas yang besar.

Dengan susah payah Gak In Ling merangkak naik kedaratan, ia merasakan keempat anggota badannya kaku dan linu, perutnya lapar dan dahaga sekali, ia tarik napas panjang-panjang, napsu membunuh memancar keluar dari balik matanya, lalu gumamnya seorang diri.

"Kalian tidak berhasil membinasakan aku Gak In Ling, mulai saat ini mungkin dunia persilatan tak akan mendapatkan suatu hari yang tenang lagi... aku mengobrak-abrik mereka sehingga semua jahanam itu musnah dari muka bumi." habis berkata dengan sempoyongan ia berjalan dan meninggalkan tempat itu.

Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara seseorang yang amat merdu sedang berkata.

"Kenapa sih kalian selalu mengurusi diriku, sehingga membuat orang tak dapat melakukan pekerjaan apapun juga, tempat ini tokh sepi dan terpencil sekali letaknya, mana mungkin ada orang mengintip diriku ? Apa salahnya kalau aku akan mandi didalam sungai ini...ah h, perduli amat pokoknya aku akan mandi disini"

Mendengar ucapan tersebut, tanpa terasa Gak In Ling berpikir didalam hatinya.

"Merdu sekali suara orang ini, wajahnya pasti cantik-jelita bagaikan bidadari dari kahyangan-"

Sementara pemuda itu masih berpikir, suara lain yang berat dan kasar telah berkumandang pula memecahkan kesunyian-

"Leng-cu, engkau adalah seorang yang sangat terhormat sekali, mana boleh tingkah lakumu sebebas dan sesuka hati seperti itu, kalau mau mandi mari kita naik burung hong dan tak lama akan tiba digunung Tiang-pek-san, bukankah jauh lebih enak mandi ditelaga nirwana daripada mandi di-sungai yang kotor itu ?"

Terkejut hati Gak In Ling mendengar perkataan orang ini, pikirnya didalam hati.

"jangan- jangan orang itu adalah Yau-ti Giok li gadis suci dari nirwana yang amat tersohor namanya diseluruh dunia persilatan itu ?"

"Su-put-siang (empat tidak mirip) " omel suara yang amat merdu tadi lagi dengan nada keras, "kenapa sih engkau suka mengurusi orang lain? Ini hari, tak perduli apapun yang terjadi dan sekalipun aku takkan menjadi leng-cu lagi, aku tetap akan mandi disungai itu."

Nada suaranya polos dan bersifat kekanak-kanakan, membuat siapapun tak akan percaya kalau dia adalah gadis suci dari nirwana yang nama benarnya telah menggemparkan seluruh dunia persilatan.

Orang yang bernama "Empat tidak mirip" itu agaknya takut sekali kalau melihat Leng-cu-mereka marah, buru-buru ia berseru.

"Baik, baik biarlah pinni periksa dulu apakah disekeliling tempat ini ada orang atau tidak-setelah itu engkau baru mandi "

"Harus cepat" seru Leng-cu itu.

Mendengar pembicaraan tersebut sampai di situ, satu ingatan dengan cepat berkelebat dalam benak Gak In Ling, pikirnya.

"Kalau aku tidak munculkan diri pada saat ini juga, seandainya sampai ketahuan mereka nanti, walaupun ada alasan aku bakal terbungkam dan tak mampu untuk membantah barang sekejappun. "

Sebenarnya sianak muda itu tiada bermaksud untuk bertemu dengan Leng-cu itu, tetapi sebagai seorang pria sejati yang jujur, ia merasa bagaimanapun juga pada saat ini dia harus munculkan diri.

Maka Gak In Ling pun mendehem dan berjalan keluar dari balik batu cadas itu, baru saja beberapa langkah ia berjalan mendadak pandangan matanya jadi kabur dan tahu-tahu urat nadi pada pergelangan kirinya sudah dicekal orang kencang-kencang.

Dengan kepandaian silat yang dimiliki Gak In Ling, ternyata ia tak mampu untuk melihat jelas pria atau wanitakah orang yang mencekal urat nadinya itu, dari sini dapatlah ditarik kesimpulan bahwasanya tenaga dalam yang dimiliki orang ini benar-benar luar biasa sekali.

"Keparat cilik, sudah berapa lama engkau menyembunyikan diri ditempat itu ?" bentak seseorang dengan suara yang dingin menyeramkan-

Air muka Gak In Ling berubah hebat, ia segera alihkan sorot matanya memandang kearah orang yang mencekal urat nadi pada pergelangan tangannya itu, tampaklah orang itu berusia lima puluh tahunan, alisnya tebal dengan mata yang jeli, rambutnya digulung menjadi satu dengan sebuah jubah pendeta melekat ditubuhnya, tasbeh dipegang dalam genggaman dan sulit bagi orang untuk membedakan apakah dia seorang pria ataukah wanita, seorang hwesio ataukah nikou.

Gak In Ling tidak ingin menanam bibit permusuhan dengan orang lain, mendapat pertanyaan itu ia segera menjawab dengan suara tawar. "Aku baru saja berenang disungai dan naik kedaratan."

"Hei apakah engkau datang kemari untuk mandi ?" tiba-tiba terdengar serentetan suara yang amat merdu berkumandang datang. "Dingin kah air sungai itu ?"

Tanpa sadar Gak In Ling alihkan sorot matanya kearah mana berasalnya suara tadi, begitu melihat orang tersebut ia nak muda itu segera berdiri tertegun, pikirnya didalam hati dengan perasaan tercengang.

"Sungguh tak kusangka dikolong langit ternyata terdapat seorang gadis yang berwajah begini cantiknya."

Ternyata orang yang barusan berbicara tepat berdiri kurang lebih dua tombak dihadapan pemuda she Gak itu, dia adalah seorang gadis cantik baju putih yang berusia dua puluh tahunan, tubuhnya ramping dengan rambut hitam yang terurai panjang, panca indranya amat sempurna bagaikan lukisan, benar-benar gadis yang amat cantik bagaikan bidadari yang baru turun dari kahyangan-

Ketika gadis itu menyaksikan Gak In Ling menatap kearahnya tanpa berkedip tanpa menjawab pertanyaannya, dengan nada cemberut kembali serunya.

"Hei, kenapa sih kau ini, Ayo jawab " Meskipun suaranya merdu merayu dan sedap didengar, namun setara lapat-lapat terselip nada memerintah yang sukar untuk dibantah.

Buru-buru Gak In Ling tarik kembali sorot matanya dan menjawab. "Aku bukan datang kemari untuk mandi "

"Lalu ada urusan apa engkau datang kemari ?"

"Kemarin tengah hari aku terjatuh kedalan sungai dan tubuhku terbawa arus hingga tiba di sini"

Mendengar jawaban tersebut, dari balik mata sang gadis yang jeli tiba-tiba memancar keluar cahaya yang sangat tajam.

"Kemarin siang ?" serunya cepat

"Jadi engkau baru saja datang dari lembah pemutus sukma ?"

"Dari mana dia bisa tahu ?" pikir Gak In Ling dengan perasaan amat terperanjat.

Rupanya gadis cantik itu dapat meraba apa yang sedang dipikirkan oleh sianak muda itu, segera ujarnya kembali.

"Dari sana datang kemari, kebetulan sekali membutuhkan waktu selama satu hari satu malam lamanya."

Diam-diam Gak In Ling merasa amat kagum sekali atas kecerdikan gadis cantik itu, dia mengangguk dan menjawab.

"Dugaan Leng-cu memang tepat dan sedikit pun tidak salah, rasanya akupun tak usah banyak bicara lagi "

Perlahan-lahan gadis cantik berbaju putih itu maju kedepan, dengan pandangan tajam ditatap nya wajah Gak In Ling, tiba-tiba nada suaranya berubah jadi dingin dan kaku, ia berkata.

"Engkau memakai baju warna hitam, pernah menelan pil penghancur hati cui-sim wan, seandainya dugaanku tidak salah, semestinya engkau adalah Gak In Ling yang sudah membuat dunia persilatan jadi tak aman, bukankah begitu ?"

Sekali lagi Gak In ling mengangguk.

"Setelah Leng-cu mengetahui bahwa aku orang she Gak pernah menelan obat cui sim-wan, tentunya engkau juga mengetahui bukan ? Masih berapa lama aku dapat hidup dikolong langit ?"

"Tidak akan melampaui waktu selama setengah tahun "jawab gadis cantik baju putih itu sambil tertawa tawa.

Gak In Ling tertawa dan mengangguk.

"Leng-cu hebat dan cerdas sekali, persoalan apapun engkau ketahui dengan begitu jelas, seandainya dugaanku tidak keliru, maka engkau tentulah gadis suci dari Nirwana yang dihormati oleh setiap umat persilatan bagaikan bidadari itu, bukankah demikian?"

"Kalau benar ada apa ?"

"Selamanya gadis suci dari Nirwana menyelesaikan semua persoalan secara adil dan bijaksana, semua umat persilatan pada mengetahui akan kebesaran jiwamu itu, andaikata berita tersebut tidak salah maka aku berharap agar Leng-cu suka melepaskan aku pergi sehingga aku mempunyai kesempatan lagi untuk melakukan penyelidikan di dalam lembah pemutus sukma tersebut."

Tatkala mengetahui bahwa Gak In Ling hendak melakukan penyelidikan kembali ke lembah pemutus sukma, tiba-tiba perasaan hati gadis suci dari Nirwana itu menjadi berat, ditatapnya wajah sianak muda itu tajam-tajam kemudian dengan suara hambar ujarnya.

"Aku dengar orang berkata bahwa engkau adalah seorang pemuda yang angkuh dan tinggi hati, kenapa kali ini engkau malah mengajukan permohonan kepadaku?"

Meskipun beberapa kata itu diucapkan dengan begitu ringan dan biasa akan tetapi bagi pendengaran Gak In Ling terasa tajam sekali hingga menyayat hati kecilnya, perkataan itu dianggap sebagai suatu sindiran yang sangat tajam bagi dirinya. Ia segera tertawa sinis dan menjawab.

"Ilmu silatku tidak mampu untuk menandingi anak buah Leng-cu, karena itu mau tak mau terpaksa aku harus berbuat demikian-"

"Hm Apakah engkau tidak merasa perbuatanmu itu memalukan sekali."

Perlahan-lahan Gak In Ling mengangkat kepalanya memandang mega putih yang sedang bergerak diangkasa, lalu tertawa tawa.

"Aku tidak lebih hanya seorang manusia yang terbuang dari dunia persilatan, apa yang mesti kupikirkan lagi ? Kenapa aku harus menjaga nama baik atau martabat ?"

Sekalipun jawaban itu diutarakan sambil diiringi senyuman, akan tetapi tak dapat menutupi kemurungan serta kepedihan yang terpancar dibalik wajahnya yang tampan-

Meskipun gadis suci dari Nirwana setiap hari sibuk menyelesaikan pelbagai urusan dan persengketaan dalam dunia persilatan, tetapi disekelilingnya selalu diiringi pembantu-pembantunya yang amat setia terhadap dirinya dan selalu memenuhi segala kebutuhannya dengan seksama, lagi pula sedari kecil ia dibesarkan dalam lingkungan yang serba agung dan mulia, karena itu, bagi dirinya sama sekali tak mengenal apa arti kesedihan serta kemurungan bagi seorang manusia, apa yang dialami selama ini boleh dibilang sama sekali bertolak belakang dengan kehidupan manusia pada umumnya.

Sambil membelalakkan sepasang matanya bulat-bulat, lama sekali ia menatap wajah Gak In Ling dengan sikap tertegun, tiba-tiba serunya dengan merdu.

"Seandainya aku tidak bersedia untuk melepaskan dirimu ? Apa yang hendak kau lakukan?"

Serentetan cahaya tajam memancar keluar dari balik mata Gak In Ling, tetapi tidak lama kemudian telah lenyap tak berbekas, dan dangan hambar ia menyapu sekejap wajah suci dari Nirwana, kemudian sambil tertawa jawabnya.

"Antara aku dan Leng-cu tokh tak pernah terikat oleh dendam ataupun sakit hati, kenapa Leng cu tidak bersedia untuk melepaskan diriku?"

Manusia aneh yang selama ini mencekal urat nadi pada pergelangan tangan sianak muda itu, tiba-tiba mendengus gusar dan berteriak.

"Hm Engkau berani bersikap kasar terhadap Leng-cu kami ?" sambil membentak hawa murninya disalurkan semakin deras sehingga cekalan pada pergelangan tangan sianak muda itupun bertambah kencang lagi.

Gak In Ling seketika itu juga merasakan pergelangan tangan kirinya jadi sakit bagaikan di iris-iris, tetapi dengan wataknya yang ketus dan angkuh sekalipun merasa kesakitan namun dahinya sama sekali tak berkedip.

Ditatapnya wajah musuh itu dengan pandangan dingin, lalu ujarnya dengan nada mengejek.

"Kehebatan ilmu silatmu benar-benar sangat mengagumkan hatiku, engkau memang betul-betul jempolan."

Sementara pembicaraan berlangsung, keringat sebesar kacang kedelai perlahan-lahan menetes keluar membasahi jidatnya.

Menyaksikan kesemuanya itu satu ingatan tiba-tiba berkelebat dalam benak gadis suci dari Nirwana, tanpa sadar ia berseru. "Su Put Siang, lepaskan dirinya "
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar