Rahasia Peti Wasiat Jilid 20 (Tamat)

Jilid 20 (Tamat)  

Segera Loan Kiau-kiau tampil kemuka dan menuding mereka dengan menghardik, "Hai, dengarkan kalian bertiga, Congtocu sudah mati, sekarang ku ganti kan kedudukannya sebagai pimpinan, bila kalian tunduk padaku tentu akan mendapat pahala setimpal, jika berani melawan, kalian pasti akan binasa.

Ketiga Koancu itu berhenti beberapa meter di depan Kiau-kiau, koancu yang berdiri di tengah dan bersenjata pedang mendengus, "Huh, berdasarkan apa kau berani mengangkat dirimu sebagai Congtocu untuk mengganti Oh-congtocu?"

"Kan aku ini istri Oh Kam-Iam, maka aku berhak mewarisi segala hak miliknya," jawab Kiau-kiau. Koancu yang berpedang itu menengadah dan tertawa latah teriaknya. "Hahahaha, istri Congtocu kami, setahuku terlampau banyak dan hampir sukar dihitung kalau boleh kutanya, kamu ini terhitung istrinya yang nomor berapa?" "Hm, dari nada ucapanmu, agaknya kamu tidak mau tunduk padaku'' jengek Loan Kiau-kiau kurang senang

Koancu itu memutar pedang yang dipegangnya dan tergelak, katanya, "Jika kau ingin ku tunduk padamu lebih dulu boleh kau tanya kepada pedangku ini?"

"Baik, akan kutanya padanya," kata Loan Kiau-kiau. Habis berkata dengan berlenggang ia melangkah maju. Koancu berpedang itu memberi tanda kepada kedua Koancu yang lain, ia sendiri lantas memapak Loan Kiau-kiau pedang terangkai dan segera menabas.

Kedua Koancu yang bergolok dan bergada gigi serigala juga lantas menerjang Liong It-hiong, dan Pang Bun-hiong.maka terjadilah pertarungan tiga partai dengan serunya.

Meski Loan Kiau-kiau bertangan kosong, namun sejak mulai ilmu pukulannya sudah memberi kesan Iain daripada yang lain, kedua telapak tangan bergerak naik-turun tidak menentu, serupa kupu-kupu menari di antara kuntum bunga, ia hadapi musuh bersenjata pedang dan, ternyata masih lebih sering menyerang daripada bertahan.

Kedua Koancu yang lain bagi Liong It-hiong dan Pang Bun- hiong juga bukan lawan yarg kuat, baru bergerak beberapa jurus saja It-hiong berdua sudah di atas angin. Sembari melayani serangan lawan yang cukup gencar, Bun-hiong sempat berolok dengan tertawa,

"Huh, orang yang bisa lihat gelagat adalah pahlawan. Apakah berangkah kamu sengaja hendakantar nyawa di sini?"

Lawannya yang bersenjata gada gigi serigala itu diam saja tanpa menanggapi, ia terus menyerang dengan nekat "Baik, mulai sekarang, awas telinga kananmu'" kata Bun-hiong dengan tertawa. Mendadak gerak pedangnya berubah ia tidak mematahkan serangan lawan lagi melainkan mulai melancarkan serangan balasan.

Hanya tiga-empal jurus saja Koancu bergada gigi serigala sudah mulai kelabakan, namun dia sangat bandel, sedikitpun ia pantang menyerah.

"Kena'" terdengar Bun-hiong membentak nyaring, sinar pedang berkelebat dan darah segar pun Muncrat. Seketika Koancu bersenjata gada gigi serigala merasa telinga kanan "nyes" dingin, waktu ia meraba barulah diketahui daun telinga sudah lenyap. Baru sekarang ia terkejut dan cepat melompat mundur untuk mencari selamat. Pang Bun-hiong tidak memburu musuh yang sudah kalah, ia memberi tanda malah, "Ayo lekas lari, kalau tidak nyawamu bisa melayang!'' Koancu besenjata gada gigi serigala itu ternyata sangat penurut, langsung ia kabur sipat kuping.

Pada saat itu juga Liong It-hiong pun sudah lebih unggul, mendadak ibu jari kanan Koancu bergolok itu tertabas putus, ia pun tidak mendesak lebih lanjut melainkan lantas membentak, 'Ayo lekas enyah. Kalau tidak, bisa kupenggal kepalamu!" Cepat Koancu bergolok itu melompat mundur  dan memeriksa ibu jari sendiri yang terkutung, dengan murka ia mengucap, "Awas sampai lain kali “

Habis itu segara ia kabur ke bawah gunung. Melihat Liong It- hiong dan Pang Bun-hiong sudah mendapat kemenangan, timbul juga rasa ingin menang Loan Kiau-kiau serentak ia melancarkan jurus serangan maut «hingga lawan terdesak mundur berulang ulang.

Bun-hiong tahu bilamana Koancu itu tidak lekas angkat kaki. akhirnya pasti akan mati di bawah pukulan Kiau-kiau.segera ia bersuara "Hai,kedua kawanmu sudah kabur, mengapa kamu tidak lekas angkat langkah seribu, memangnya kamu ingin gugur sebagai pahlawan?"

Koancu berpedang itu tentu saja juga ingin cari selamat, segera ia putar haluan dan lari secepatnya

“Lari ke mana?!" bentak Loan Kiau-kiau mendadak, secepat kilat ia memburu maju, suatu pukulan langsung dilancarkan "Prak" dan "Auhh'" Koancu berpedang itu tidak sempat mengelak, batok kepala bagian belakang kena pukulan dan pecah dengan otak berantakan setelah menjerit terus terbanting dan binasa.

Kening Bun-hiong bekernyit melihat keganasan Loan Kiau-kiau namun ia lantas tersenyum dan berkata, "Wah, hendaklah kau tahu, aku tidak akan menikahi perempuan yang suka main bunuh Lain kali bila kau bunuh orang lagi, terpaksa kita harus berucap selamat tinggal"

"Baiklah, lain kali aku takkan membunuh orang lagi," jawab Loan Kiau-kiau dengan tertawa. Tapi hendaknya kaupun maklum, masih ada sepuluh orang Koancu belum kemari, apakah kalian yakin dapat menasihati mereka agar menurut dan tunduk kepada kita'"

"Jika mereka membangkang, tentu saja boleh kita memberi hajaran setimpal, biarlah nanti aku dan It-hiong saja yang melayani mereka," kata Bun-hiong

Kiau-kiau hanya tersenyum saja tanpa menanggapi lagi. It- hiong memprihatinkan keadaan luka Oh Beng-ai, setelah simpan kembali pedangnya segera ia berkata, "Biar kupergi menjenguk Beng-ai dan segera kukembali ke sini." Habis berkata segera ia berlari masuk ke dalam rumah. Waktu ia masuk ke sebuah kamar, dilihatnya Hoa-Ioji sedang duduk di tepi tempat tidur Oh Beng-ai dan sedang memeriksa denyut nadi nona itu.

Beng-ai kelihatan masih belum sadar, tentu saja It-hiong merasa cemas, ia coba tanya, "Bagai mana keadaannya?"

Hoa-loji menggeleng kepala, katanya. "Denyut nadinya sangat lemah, bisa jadi…..”

Perasaan It-hiong serasa disayat-sayat, katanya kuatir, "Pokoknya harus kau sembuhkan dia tidak boleh mati begitu saja."

"Tapi ….tapj aku sudah berusaha sekuat tenaga," ujar Hoa-loji dengan menyengir. It-hiong mendekati tempat tidur, serunya perlahan, "Beng-ai, Beng-ai, aku Liong It-hiong disini dengar, tidak suaraku? Sadarlah lekas sadarlah!'

Namun Beng-ai sama sekali tidak menyahut atau memberi reaksi. "Tulang iganya yang patah sudah kusarnbung dengan baik, cuma mungkin ada tulang iga patah lain yang melukai isi perut….." Hoa-loji berlutut dengan menyesal.

Tentu saja It-hiong tambah cemas, tanyanya, ”Wah. lantas bagaimana akibatnya?"

“Baru saja kuberi minum obat luka dalam yang berkhasiat menghentikan pendarahan " tutur Hoa-loji pula “Bila luka bagian dalam tidak terlalu parah, ku yakin lumbat-laun lukanya akan sembuh, namun …. "

"Namun apa ?" desak It-hiong. "Menurut keadaan secara umum, saat ini seharusnya dia sudah siuman," tutur Hoa-loji ''Sebab itulah kusangsikan sangat mungkin luka dalamnya tidak ringan "

"Adakah obat mujarab yang dapat menyembuhkan dia'' tanya It-hiong

"Tan-hoa tan milik nonh Oh sendiri dan obat luka buatanku cukup manjur, apabila obat kami ini tetap tidak dapat membuatnya siuman, wah rasanya sukar…."

Sampai di sini, Hoa-loji tidak melanjutkan melainkan cuma menyengir saja. Sampai lama It-hiong diam saja dengan kening bekernyit, ucapnya kemudian, "Engkau boleh berusaha sekuat tenaga, asalkan dapat menyelamatkan jiwanya, tentu akan kuberi tanda terima kasih sebesarnya '

Hoa-loji menyengir dan berkata, "Tentu saja akan ku usahakan sebisanya, jika dapat menyembuhkan nona Oh, tidak perlu kuminta hadiah apa-apa, kumohon dibebaskan pulang saja dan sudah cukup bagilku."

"Kamu bukan anak buah Oh Kiam-lam?'' tanya Liong It-hiong. "Bukan," jawab Hoa-loji sambil menggeleng

"Sebabnya ku tinggal di sini karena diculik kemari. kata mereka di markas mereka memerlukan seorang tabib tetap…"

"Sudah berapa lama kamu tinggal di sini?" tanya lt-hiong “Tiga tahun." tutur Hoa Ioji

“Baik, jika dapat kau sembuhkan nona Oh. kujamin kamu akan pulang dengan selamat, bahkan akan kuberi pesangon yang memuaskan, percayalah padaku," kata It-hiong. Ia merandek sejenak, lalu menyambung pula, “Jika keadaan nona Oh ada perkembangan hendaknya segera aku diberi tahu, sekarang kukeluar dulu melihat keadaan sana."

It-hiong kembali lagi ke pelataran sana, dilihatnya Pang Bun- hiong dan Loan Kiau-kiau masih berdiri di tempat tadi mayat yang menggeletak di situ juga tetap mayat tadi, semua itu menandakan kesepuluh Koancu yang lain belum lagi datang.

Ia mendekati Bun-hiong dan bertanyanya, "Mengapa mereka belum datang ?”

"Siapa tahu?" jawab Bun-hiong. Tapi dia sudah mengirim orang untuk mencari kabar, Eh, nona Oh sudah siuman belum''"

Dengan perasaan berat It-hiong menjawab.

“Belum, menurut keterangan Hoa-loji, denyut nadinya sangat lemah, mungkin jiwanya sukar tertolong "

"Wah dia seorang nona baik, tidak boleh mati begitu saja," kata Bun-hiong.

It-hiong menengadah, memandang langit, gumamnya “Jika usiaku dapat dikurangi untuk menyelamatkan jiwanya, kurela berbuat demikian”

Selagi Loan Kiau-kiau hendak bicara, tiba-tiba terlihat seorang anak buah lari datang dengan gugup. Cepat It-hiong menyongsong ke sana dan menegurnya, "Hei ada apa?"

Kiranya anak buah inilah orang yang dikirim ke bawah gunung untuk mencari informasi, wajah anak buah ini tampak kuatir, serunya, 'Wah. celaka, Hujinl Mereka mulai menyerbu ke atas sini!" Air muka Loan Kiau- kiau berubah, tanyanya “Berapa banyak jumlah mereka?"

"Kesepuluh Koancu ditambah delapan ratusan anak buah." tutur anak buah tadi

Saat ini kira kira berjarak berapa jauh dari sini?." tanya pula Kiau-kiau dengan gugup juga

"Sudah sampai di pos jaga ke-15 dan segera akan sampai di sini," lapor anak buah itu

"Lekas beri perintah agar segenap anggota disini membawa senjata dan panah, semuanya berkumpul di lapangan depan, seru Kiau-kiau segera. Liaulo atau anak buah tadi mengiakan, segera ia berlari ke dalam markas untuk menyampaikan perintah itu

Dengan prihatin Pang Bun-hiong coba bertanya, "Berapa banyak seluruh liaulo yang berada disini ?”

"Cuma seratus lebih," tutur Kiau-kiau

"Wah.cuma seratus orang dan harus menghadapi serangan delapan ratus orang, apa sanggup ?” ucap Bun-hiong dengan kuatir

“Sabar jangan kuatir " ujar Kiau-kiau “Kita berada di bagian atas, dapat kita bendung serbuan mereka dengan panah, tentu dapat mengakibatkan korban besar di pihak mereka. Apabila cara begitu masih juga kewalahan, dapat pula kita gunakan kayu gelondongan dan batu padas untuk menghujani musuh." Tengah bicara, tertampak serombongan liaulo dengan golok terhunus dan menyandang busur dan panah telah muncul dari berbagai jurusan, semuanya menuju dan berkumpul di lapangan depan.

Segera Kiau-kiau berteriak, "Wahai para saudara kesepuluh Koancu di bawah tidak mau tunduk kepada ptmpinanku, mereka telah memberontak dan membawa 800 anak buahnya menyerbu kemari dan bermaksud menduduki markas pusat kita ini, tentu juga mereka berniat merampas harta benda milik kita. Ayolah, beramai-ramai kita menghadapi mereka, harus kita gempur mereka, asalkan mereka sudah kita runtuhkan, setiap orang akan kuberi hadiah seratus tahil perak"

Menyusul ia mengayun sebelah tangannya dan berteriak pula, "Ayo ikut padaku!'

Segera ia mendahului berlari ke pintu gerbang perbentengan. Para liaulo ikut dia berlari naik benteng yang terbuat dari kerangka kayu, semuanya Iantas siap tempur, masing-masing membentang busur dan memasang panah, dengan penuh waspada mereka menanti kedatangan musuh.

It-hiong dan Bun-hiong juga ikut semua orang ke atas "benteng", waktu mereka memandang jauh ke depan sana, tertampak bayangan orang di bawah bukit berseliweran ke 800 anak yang dipimpin kesepuluh Koancu itu sudah merayap sampai di pos jaga yang k e16.

Bun-hiong coba mendekati Kiau-kiau dan bertanya, "Di mana kayu gelondong dan batu padas yang kau katakan siap menggilas musuh itu?"

"Itu di sebelah sana." jawab Kiau-kiau sambil menuding semak pohon di sebelah kiri benteng. "Asalkan tali ikatannya dipotong, seketika beratus kayu gelondong dan batu padas besar akan menggelinding ke bawah serupa air bah dan tentu musuh akan digilas habis- habisan."

"Eh, semula kau bilang baru tiga hari kamu berada di tempat ini, mengapa sekarang kamu sedemikian apal terhadap keadaan sarang bandit ini. terutama pertahanannya? tanya Bun-hiong

Semua ini kudengar dari Oh Kiam-lam, pada hari pertama kudatang kemari dia lantas memberitahukan padaku semua yang teratur di sini," tutur Kiau-kiau "Oh Kiam-lam membawaku berkeliling memeriksa sarangnya ini dia memperlihatkan padaku setiap tempat yang telah diaturnya dengan baik "

Sementara ilu kesepuluh Koancu dan delapan ratus anak buahnya sudah membanjir sampai di pos jaga ke 17, mereka merayap serupa barisan ular, berbondong-bondong menyerbu ke atas gunung sambil berteriak-teriak sehingga suaranya menggema angkasa raya pegunungan

'Hendaknya kalian berdua yang memimpin pertahanan di sini, biar kupergi ke sana untuk menyiapkan kayu gelondong dan batu padas agar serentak dapat digunakan untuk menghancur-kan musuh," cepat Kiau-kiau berseru.

Habis berkata, dengan enteng ia melompat turun dan berlari ke semak pohon sana bersama beberapa anak buah

"Wah, sekali ini pasti akan jatuh korban yang tidak sedikit," kata Liong It-hiong dengan menyesal. "Ya, memang," ucap Bun-hiong. "Tapi peduli amat, kalau mereka tidak dihancurkan, tentu kita yang akari diganyang mereka”

"Apakah kamu benar-benar berniat menikahi dia? ' tanya It- hiong.

"Bagaimana pendapat mu jika aku berbuat demikian?" jawab Bun-hiong dengan tersenyum.

"Aku tidak tahu," kata It-hiong, “semua itu bergantung kepadamu sendiri, jika kamu anggap dia dapat menjadi istri dan ibu yang bijaksana maka apa salahnya kauambil dia sebagai istri."

Bun-hiong hanya tersenyum saja tanpa menanggapi.

Mendadak terdengar suara teriakan ramai "Serbu!" - "Bunuh" - "Sikat habis'" Ternyata kesepuluh Koancu bersama delapan ratus anak buahnya telab menyerbu ke atas gunung serupa air bah, hanya dalam waktu sekejap jalanan di luar benteng pertahanan itu sudah penuh dengan manusia

It-hiong menjawil Liong Bun-hiong, tanyanya. ' Bagaimana, kau kira dia sanggup menjadi istri baik dan ibu bijaksana atau tidak"

Pasukan musuh membanjir tiba, tapi dia justru ikut memperhatikan urusan kawin Liong It-hiong

Bun-hiong angkat pundak, katanya, "Kukira masih bolehlah. Orang perempuan bilamana busuk bila jadi sangat busuk, apalagi baik pun bisa sangat baik. Apabila kuda galak harus juga ditunggangi orang galak, kuyakin masih mampu mengendalikan dia, dapat kubuat dia tunduk sepenuh-

nya padiku " Sementara itu dilihiatnya kesepuluh Koancu bersama delapan ratusan anak buahnya sudah menyerbu tiba, cepat ia memberi tanda sambil berteriak, "Ayo sikat para saudara''

Begitu menerima perintah. Serentak para liaulo yang berjaga di atas benteng segera berdiri dan melepaskan anak panah. Terdengar suara mendesir riuh, seketika anak panah berhamburan seperti hujan deras, berapa puluh liaulo yang paling depan kontan roboh terkena panah, terdengar jeritan ngeri berjangkit di sana sini.

"Ayo serbu!" "Terjang ke atas!"

"Hancurkan benteng musuh!"

Namun begitu mereka sukar menghadapi hujan parah yang bertebaran dari atas, dalam waktu singkat beberapa ratus orang kembali dirobohkan pula. Koancu yang memimpin penyerbuan dari belakang itu juga berteriak teriak dengan bengis dan mendesak anak buahnya menerjarg ke atas dan dilarang mundur.

Karena itu serombongan liaulo terpaksa menerjang maju dengan mati-matian sambil putar senjata masing-masing

"Terjang'" "Serbu"'

"Panjat ke atas!"

Demikian teriakan ramai tidak berhenti henti, segera seorang Koancu mendahului menyerbu ke atas, ia putar senjatanya berbentuk golok tebal berkepala setan, ia tangkis anak panah yang menyambar tiba bagai hujan, dengan gagah berani ia dapat menerjang hingga di depan benteng

"Yang ini harus disikat'' kata Bun-hiong ke pada kawannya. Berbareng ia lolos sebatang panah dari tempat panah yang tersandang di punggung seorang liaulo terus disambitkan

Jika Koancu dapat menghalau hujan anak panah yang dihamburkan kawanan liaulo, ternyata dia tidak mampu menyampuk jatuh panah yang disambitkan Pang Bun-hiong dengan tepat dahinya terkena panah itu, ia menjerit dan roboh terjungkal.

Anak buahnya menjadi gentar melihat salah seorang Koancu mereka roboh binasa, betapapun nyawa mereka sendiri lebihh penting, maka tanpa menghiraukan bentakan Koaucu yang memimpin di belakang, beramai-ramai mereka sama menyurut mundur, masing-masing, sama mencari tempat sembunyi untuk menghindarkan hujan anak panah yang deras itu

Beberapa Koaucu lain yang berbaur di tengah para liaulo menjadi murka semuanya menerjang kalap ke kaki benteng, mereka bermaksud menyerbu ke dalam benteng untuk menggempur kawanan liaulo yang berjaga di atas.

Akan tetapi baru saja mereka menerjang sampai di kaki benteng, dua orang sudah roboh lagi terkena panah, Dua orang lagi sempat membobol pintu gerbang dan menyerbu ke dalam benteng, segera mereka melompat ke atas benteng untuk membunuh musuh

Cepat Bun-hiong dan It-hiong memapak dan megempur mereka. Seketika terjadilah pertarungan sengit antara mereka berempat. Tapi seru bergabrak beberapa jurus, kedua Koancu itu tidak mampu melawan It-hiong yang lebih lihai, dengan ilmu pedang mereka It-hiong berdua mendesak, kedua  Koancu itu terpaksa melompat keluar benteng lagi. pada saat itulah kembali serombongan liaulo musuh menerjang ke dekat benteng.

“Lepas panah lagi'' cepat It-hiong memberi perintah. Serentak sebaris anak panah dihamburkan lagi. sehingga sedikitnya 50 liaulo terbunuh yang menyerbu tiba itu dirobohkan dan jelas takkan hidup lagi. Malahan kedua Koancu yang baru saja melompat turun ke sana juga ikut terpanah dan binasa di tengah pertempuran gaduh itu.

Sampai di sini, kesepuluh Koancu itu sudah mati lima orang melihat gelagat tidak menguntungkan, Maka kelima Koancu yang lain segera berteriak-teriak, "Mundur, lekas mundur, saudara"

Tak terduga, belum lenyap suaranya, mendadak terdengar suara gemuruh berjangkit dari semak pohon sebelah kiri sana. sekonyong-konyong beratus kayu gelondong menggelinding dari atas bagai gugur gunung dahsyatnya, seketika bumi bergetar dan langit seakanambruk.

Keruan para liaulo yang sedang mundur itu terperanjat dan ketakutan, suasana menjadi kacau balau, namun lebih celaka lagi seketika mereka tidak sempat menghindar dan juga sukar mencari tempat berlindung. Dalam sekejap saja ratusan orang telah tergilas oleh kayu gelondong, ada yang kepala pecah dan tubuh hancur, kulit daging bertebaran di mana-mana. Ada sebagian lagi yang ikut tergulung oleh kayu gelondong dan tergusur ke bawah. suasana sungguh mengerikan, membuat orang tidak sampai hati menyaksikannya.

"Lekas jongkok Lekas tiarap!" demikian salah seorang Koaucu memberi komando. Beberapa ratus liaulo yang berada di belakang cepat merebahkan diri. Dengan demikian korban yang jatuh banyak berkurang, banyak jiwa liaulo itu selamat. paling-paling cuma terluka saja.

Maklumlah pada waktu kayu gelondong menggelinding ke bawah, kecepatannya makin lama makin bertambah, tapi bila kebentur batu padas kayu gelondongan itu lantas melejit tinggi ke atas untuk kemudian jatuh ke bawah. Karena itulah banyak kawanan liaulo itu terbebas dan kematian.

Melihat kedelapan ratus liaulo musuh dalam sekejap saja sudah mati dan terluka lebih dari separoh, hati Liong it-hiong merasa tidak tega, dengan kening bekernyit ia berkata, "Mereka sudah diperintahkan mundur, mengapa dia menghamburkan lagi kayu gelondong untuk membunuh musuh?"

"Entah, dari mana kutahu?" jawab Bun-hiong. "Akan kucegah dia'"

Habis berkata segera ia berlari secepat terbang ke sana. Siapa tahu pada saat itu juga suara gemuruh keras kembali berjangkit lagi. Seketika bumi seakan gempa, batu padas besar yang sangat menakutkan tahu-tahu berhamburan juga ke bawah bukit.

Batu padas itu ada besar ada kecil, namun yang paling kecil sedikitnya juga berbobot ratusan kati, kini digusur dari atas bukit dan menggelinding ke bawah, keruan dahsyatnya sukar dilukiskan. Seketika bumi serasa gempa dan gunung seperti meletus,

"Aduh!" "Mati aku!' Begitulah jeritan ngeri seketika bergema memenuhi angkasa pegunungan. Pang Bun-hiong tidak jadi berlari ke sana, ia berhenti dan berdiri terkesima. Menyaksikan beberapa ratus liaulo itu kembali digilas hancur lebur oleh bujan batu padas itu, betapapun hatinya tidak tega dan pedih seperti disayat- sayat, berbareng juga timbul rasa gusar yang tak terkatakan

Dia serupa Liong It-hiong, meski lahirnya kelihatan dugul dan suka menuruti kehendak hatinya, namun batinnya sebenarnya sangat manusiawi, ia tidak sanggup menerima cara membunuh dengan kejam serupa ini. la berdiri terkesima sekian lama. baru saja ia bermaksud mencari Loan Kiau-kiau, tiba-tiba dilihatnya nona itu sudah naik ke atas benteng.

Dengan tertawa senang Kiau-kiau berucap "Lihat, semuanya sudah beres bukan ? Sederhana dan cepat”.

Sampai sekian lama Bun-hiong memandangi nona itu tanpa bicara, mendadak sebelah tangannya menggampar "Plak", dengan telak muka Kiau-kiau tertampar hingga jatuh terduduk.

Keruan Kiau-kiau terkejut dan juga marah sambil meraba pipinya yang kesakitan ia tanya."Kenapa kau pukul diriku?"

Kau lihat sendiri, mereka kan sudah siap untuk mundur mengapa kamu malah menghujani mereka dengan kayu gelondong dan batu besar sehingga timbul korban sebanyak ini?' jengek Bun-hiong.

“Kamu tolol, maha tolol," damperat Kiau-kiau dengan gusar "Mereka menyerbu sekalap itu, kalau kita tidak membunuh mereka, kita yang akan terbunuh. Kesempatan ini harus kita hancurkan mereka, kalau tidak tentu mereka akan menerjang kemari lagi " "Benar, alasanmu pun benar " kata Bun-hiong.

"Akan tetapi, coba kaulihat . . “ Ia tuding mayat yang berserakan di lereng bukit dan banyak bagian mayat yang hancur lebur, dengan gusar ia menyambung pula, "Nah, semua itu mati kau bunuh, apa kamu tidak punya rasa kasihan terhadap sesamanya? Meski mereka menjadi anak buah bandit, dosa mereka kan juga tidak harus dihukum mati semua?"

"Tapi, seperti sudah kukatakan, tidak kau bunuh mereka, kamu yang akan dibunuh mereka. apakah kamu lebih rela mati dibunuh mereka?" jawab Kiau-kiau

Dengan suara berat Bun-hiong berkata, 'Menangkap penjahat harus tangkap gembongnya, asalkan para Koancu itu sudah kita tangkap, anak buahnya dengan sendirinya tidak ada artinya lagi."

Mendadak Kiau-kiau menangis sedib, katanya, "Oo, jadi manusia memang serba susah. Bermaksud baik ternyata tidak mendapatikan ganjaran baik pula. Demi orang banyak kugempur mundur musuh, kamu berbalik menyalahkan tindakanku ini dan menghajarku malah, Kau berani memukulku, ini menandakan pada hakikatnya kamu tidak suka padaku, buat apa…buat apa aku hidup lagi?"

Habis berkata, mendadak ia merampas sebatang golok dari seorang liaulo terus hendak meng-gorok leher sendiri. Cepat It-hiong merampas goloknya dan berkata, "Ah, sudahlah, buat apa urusan begini dipersoalkan. Ia cuma menamparmu sekali dan engkau malah hendak membunuh diri. Bagaimana pula kalian akan sanggup hidup bersama selama hidup?"

Kiau-kiau mendekap mukanya dan menangis terlebih sedih. Caranya menangis, rupanya juga ada seninya. begitu memelas sehingga menimbulkan rasa iba orang yang melihatnya. Akhirnya hati Bun-hiong dibuat lunak juga, katanya kemudian, "Ya, sudahlah, aku berjanji selanjutnya takkan memukulmu lagi. Sekarang boleh kau pulang dulu ke markas”

Pelahan Kiau-kiau berbangkit lalu melangkah pergi dengan masih menangis. Bun-hiong menyengir terhadap It-hiong dan angkat pundak sebagai tanda apa boleh buat, katanya. "Sialan, aku memang tidak sampai hati bila ditangisi orang perempuan. Bagaimana jika kamu menjadi aku ?'"

"Sama saja," jawab lt-hiong dengan tertawa.

"Aku juga lunak bilamana ditangisi orang perempuan. Tangis orang perempuan bagiku rasanya seperti langit sudah hampir runtuh."

Lalu ia pandang kawanan liaulo yang masih berjaga di atas benteng, teriaknya segera, "Wahai, saudara-saudara. harap kerja bakti lagi sebentar, ayolah beramai-ramai keluar sana untuk pembersihan. Yang sudah mati hendaknya dikubur, yarg belum mati supaya dibawa masuk kemari untuk diberi pertolongan." Kawanan liaulo ternyata sangat menurut, perintah itu segera dilaksanakan, mereka menaruh senjata dan berbondong-bondong lari keluar benteng untuk membersihkan mayat yang berserakan itu.

Segera It-hiong berpaling dan berkata kepada Bun-hiong. "Akan kujenguk keadaan Beng-ai, hendaknya kamu mengawasi keadaan di sini "

Habis berkata ia terus meninggalkan perbentengan dan lari masuk ke dalam rumah. Setiba di kamar Oh Beng-ai, dilihatnya kedua mata si nona masih terpejam rapat, sama sekali tidak kelihatan ada kemajuan oleh pengobatan Hoa-loji tadi, dengan menyesal ia berkata, "Hoa-locian- pwe, hendaknya engkau bicara terus terang padaku, sesungguhnya bagaimana keadaannya, masih ada harapan atau tidak akan kesembuhannya?"

Hoa-loji menggeleng kepala sahutnya ke mudian, "Sukar kukatakan dengan pasti, keadaannya memang agak gawat. Biarlah sampai besok mungkin akan dapat kukatakan dengan pasti."

“Bagaimana denyut nadinya'' tanya it-hiong pula dengan cemas.

“Sama saja, masih lemah,” tutur Hoa-loji.

Kembali lt-hiong menghela napas, la duduk di tepi tempat tidur dan memandangi Oh Beng-ai yang tidak sadar itu dengan termangu-mangu dan tidak keruan perasaannya.

-ooo-

Pelahan cuaca sudah mulai gelap, malam sudah tiba.

Seluruh lereng kedelapan belas bukit (Cap-pek-pan-nia) tenggelam dalam suasana sunyi kelam.

Mayat kawanan liaulo penyerbu sudah dikumpulkan dan dikubur, liaulo yang terluka juga sudah mendapatkan pertolongan seperlunya. Suasana lereng bukit sekarang tidak ada lagi berbau anyirnya darah

Bun-hiong masuk ke kamar dan mendekati tempat tidur untuk menjenguk keadaan Oh Beng-ai, ia tanya, "Sudah lebih dua jam dia tidak sadarkan diri, kukira sudah waktunya dia harus siuman “ "Dia, mungkin dia sukar hidup lagi," ucap It-hiong dengan muram

Bun-hiong menghiburnya. "Ah, jangan putus asa, juga jangan menyerah begitu saja, kita tetap berusaha, kuyakin dia pasti akan sembuh, kamu harus mempunyai keyakinan "

"Dia seorang nona yang harus dikasihani. “ujar It-hiong, "Hidupnya selalu dirundung malang banyak sekali penderitaan yang telah dialaminya. Thian seharusnya memberi kesempatan hidup bahagia baginya dan janganlah merenggut nyawanya….”

Pada saat itulah mendadak Kiau-kiau masuk ke dalam hamar, ucapnya dengan tertawa manis

“Eh, sudah waktunya makan, ayolah makan dulu kalian “ "Silahkan kalian saja sana," jawab It-hiong

"Kamu tidak makan ?” Kiau-kiau menegas dengan melenggong.

“Biar kutunggui dia,” kata It-hiong

“Kutahu perasaanmu tentu engkau sangat sedih baginya," kata Kiau-kiau pelahan. “Tapi kesehatanmu sendiri juga harus dijaga, kau perlu makan agar tidak masuk angin "

"Tidak aku tidak ada nafsu makan,"' jawab It-hiong. Kiau-kiau berpaling dan tanya Bun-hiong

"Dan bagaimana engkau?"

“Aku juga tidak bernafsu makan," ucap Bun-hiong tanpa emosi “Ai, bagaimana kalian ini," ujar Kiau-kiau dengan kening bekernyit "Masa kalian tidak pikirkan kesehatan sendiri lagi? Mana boleh tidak makan”

"Melihat keadaan gawat nona Oh, siapa yang punya nafsu makan lagi?" ucap Bun-hiong

“Tapi sedikit banyak kan harus makan, perut jangan sampai kosong," kata Kiau-kiau "Begini saja, akan kusuruh masak tiga mangkuk mi pangsit,”

"Baiklah” jawab Bun-hiong. Segera Kiau-kiau berlari pergi ke dapur untuk menyiapkan santapan itu. Melihat orang sudah pergi, tiba-tiba Hoa-loji tersenyum kecut dan berkata, "Ai, perempuan ini sungguh sangat lihai, pandai melihat arah angin dan putar haluan dengan cepat!"

"Oo, ada apa?" tanya Bun-hiong

"Anda lihat sendiri," kata Hoa-Ioji. "Siang tadi, waktu kalian berdua diringkus oleh Oh Kiam-lam. sama sekali perempuan itu tidak ada maksud menolong kalian. Tapi selelah nona Oh menikam mati Oh congtocu, seketika sikapnya berubah arah sama sekali. coba, tindakannya itu bukankah Iicin dan pintar putar haluan menurut arah angin?"

"Betul," kata Bun-hiong. "Kalau saja saat itu dia tidak membebaskan kami, rasanya kami tetap tidak terhindar dari Kematian. Sebab itulah…” Sampai di situ mendadak ia tidak melanjutkan lagi melainkan cuma tersenyum saja penuh arti.

Hoa-loji menjadi bingung katanya pula, "Sebenarnya hamba tidak jelas apa hubungan kalian dengan dia, hanya saja kurasakan dia rada-rada….hehe, pendek kata. .hendaknya

..kalian berlaku hati-hati sedikit terhadap dia " "Ya kutahu,' kata Bun-hiong. "Ada maksudku hendak mengambil dia sebagai istri”

"Ahhh..!" seketika Hoa-loji agak kelabakan sikapnya menjadi kikuk, serba susah. Katanya cepat, "Kiranya begitu. Maaf jika hamba sembarangan omong, mohon Pang-siaubiap jangan marah padaku,'

"O, tidak, tidak apa," jawab Bun-hiong tertawa "Kutahu kamu bermaksud baik, aku sangat ber-terima kasih atas peringatanmu, tidak nanti ku marah "

“Sekarung tempat ini serupa naga kehilangan kepala Ialu apa tindakan kalian selanjutnya?" tanya Hoa-loji. "Apakah kalian akan tinggal pergi atau tetap tinggal di sini ?"

"Tidak, kami takkan menetap di sini." Jawab Bun-hiong. "Bila sakit nona Oh sudah sembuh. kami bermaksud membubarkan segenap liaulo. Lalu kami pun meninggalkan tempat ini "

Kabarnya dari hasil usaha Oh-congtocu dulu banyak sekali harta benda yang disembunyikan di sini. lalu cara bagaimana kalian akan mengatur kegunaannya?" tanya Hoa-loji.

"Tentu saja akan kuatur dengan baik," jawab Pang Bun-hiong. "Akan kukeluarkan sebagian untuk dibagi-bagikan kepada para liaulo dan membubarkan mereka. Sisa harta benda yang lain akan kami gunakan untuk dana sosial, membantu kaum miskin dan menolong rakyat yang tertimpa musibah bencana alam dan sebagainya "

“Wah, bagus, sungguh ide yang bagus" kata Hoa-loji sambil manggut-manggut.

Tengah bicara, datanglah Loan Kiau-kiau dengan membawa nampan yang berisi tiga mangkuk besar mi pangsit kuah. Nampan ditaruhnya dimeja, ketiga mangkuk mi pangsit disuguhkan kepada it-hiong bertiga, tatanya dengan tersenyum.

“Ayo, silahkan, makanlah mumpung masih panas “

Masakan mi pangsit itu ternyata berbau lezat tidak kalah dibanding mi pangsit di restoran besar

"Kau sendiri sudah makan belum?" tanya Bun-hiong dengan tertawa

"Sudah," jawab Kiau-kiau dengan tersenyum manis "Makan lagi sedikit mau?" tanya Bun-hiong

"Ah. sudah kenyang, masa makan lagi” sahut Kiau-kiau manja.

Bun-hioug berdiri, ia menuju ke samping pintu kamar, di situ ia berdiri dengan bertolak pinggang lalu berseru dengan senyum ejek, "Loan Kiau-kiau”

“Ada apa?" jawab Kiau-kiau sambil menoleh seketika ia melenggong dengan air muka berubah pucat demi melihat sikap Bun-hiong.

"Berapa banyak racun yang kau tarub di dalam mi pangsit itu?" tanya Bun-hiong dengan ketus

Dari pucat muka Kiau-kiau berubah merah padam, teriaknya dengan berjingkrak murka, "Apa katamu? Ngaco-belo”

“Tidak sama sekail aku tidak ngaco." Jawab Bun-hiong "Hm, jangan kau kira kami gampang ditipu dan dijebak. Terus terang, siang tadi ketika kamu membebaskan kami berdua, saat itu juga sudah kuduga ada intrikmu yang keji, kutahu maksud tujuanmu adalah ingin memperalat kami untuk menghadapi ke-18 Koancu yang tidak mungkin mau tunduk padamu itu. Bila kami sudah mem-bantumu menumpas ke-18 Koancu itu dan kawanan liaulo yang anti dirimu, kemudian kamu akan membunuh kami dengan cara keji umpamanya dengan racun dalam mi pangsit seperti sekarang

ini. Dengan begitu dapatlah kamu mengangkangi harta karun tinggalan Oh Kiam-lam. Nah, betul

tidak ucapanku?”

Kembali Kiau-kiau berjingkrak murka dan berteriak-teriak, "'Omong kosong, ngaco-belo belaka, Kamu memfitnah! Dengan maksud baik kuselamatkan kalian, dengan setulus hati aku ingin hidup bersamamu sampai tua, mengapa kamu berbalik sembarangan omong mengenai tindakanku? Apabila kamu menyangsikan kejujuranku, baiklah, biar kupergi saja”.

Habis berkata, dengan cepat ia berputar terus hendak melangkah keluar. Namun Bun-hiong lantas pentang kedua tangan dan merintanginya,

"Eh, nanti dulu, tunggu sebentar'" Kata anak muda itu dengan tertawa

"Memangnya kau mau apa?” teriak Kiau-kiau dengan gusar

"Kau bilang dengan setulus hati ingin hidup bersamaku hingga tua, jika betul begitu, hendannya dapat kau beri bukti nyata padaku” kata Bun-hiong

"Memangnya kau minta bukti nyata apa ?. Apa perlu kukorek hatiku untuk diperlihatkan padamu!" kata Kiau-kuau.

Bun-hiong menggeleng kepala ia berpaling kepada Hoa-loji dan berucap, "Hoa-losiansing bilamana ada racun di dalam mi pangsit, apakah dapat engkau mengujinya?" “Tentu saja dapat," kata Hoa-Ioji, Sembari berkata ia lantas mengeluarkan sepasang sumpit perak, lalu mendekati meja makan.sumpit perak itu segera dicelupkan ke dalam mi pangsit itu

Mendadak Loan Kiau-kiau membentak murka, sebelah tangan bergerak, dari jauh ia hantam Pang Bun-hiong. Tampaknya dia seperti memukul dari jauh yang benar menghamburkan am-gi atau senjata rahasia. Cepat Bun hiong mengegos ke samping jari tangan kanan terus terangkat ke atas, dengan tepat sebuah tusuk kundai kemala dapat dicepitnya.

"Hah, ada berapa banyak senjata rahasia yang kau bawa boleh coba hamburkan seluruhnya," kata Bun-hiong dengan tertawa. Air muka Kiau-kiau berubah hebat, kembali la membentak nyaring, kedua tangan bekerja sekaligus terus menubruk maju tampaknya ia menjadi nekat dan ingin mengadu nyawa.

Namun baru saja ia menubruk maju, tahu-tahu roboh terbanting, "blang", hanya berkelojotan beberapa kali, lalu tidak bergerak lagi. Kiranya tepat di tengah keningnya tertancap oleh tusuk kundai, cukup dalam tusuk kundai itu ambles ke dalam kepala sehingga hampir lenyap, terlihat darah tegar menitik keluar dari lukanya.

Bun-hiong menghela napas, ucapnya pelahan. “Kamu sebenarnya seorang perempuan cantik, bilamana kamu mengerti cara hidup layak tentu kamu dapat hidup dengan bahagia "

It-hiong memberi tanda kepada kawannya itu, "Lekas kau seret mayatnya keluar, aku tidak suka melihat dia lagi." Bun-hiong tersenyum, ia berjongkok dan menyeret mayat Kiau-kiau keluar, tapi belum lagi keluar pmtu, di mana ia memandang, seketika ia melenggong. Kiranya pada saat itu juga di depan pintu kamar muncul seorang kakek. Ternyata kakek ini bukan lain daripada Tui-beng poan-koan Toh Po-sit.

Kemunculan, Tuh Po-sit juga dilihat Liong it-hiong, dengan tercengang ia berdiri dan menyapa.

“Toh-lociaopwe, engkau tidak meninggal?"

Wajah Toh Po-sit menampilkan senyum misterius, jawabnya pelahan, "O, tidak, aku tidak mati. Selama hidupku bersusah payah da belum pernah menikmati kehidupan yang menyenangkan mana boleh kumati begitu saja?"

Kejut dan girang Liong it-hiong, serunya "Tetapi mengapa

….mengapa Oh Kiam-lam bilang engkau sudah meninggal?"

"Ah, dia membual." kata Toh Po-sit menggeleng. "Aku cuma terkena suatu pukulannya dan jatuh terjerumus ke dalam danau "

"Ah, bagus," kata It-hiong. "Oh Kiam-lam bilang engkau mengincar harta bendanya, tapi aku tidak pecaya kepada ocehannya yang tidak berdasar itu "

“Tapi kamu harus percaya, sebab apa yang dikatakan itu memang benar," ujar Tui-beng-poan-koan Toh Po-sit.

"Hahhh!" lt-hiong melenggong. "Ah, janganlah Toh-locianpwe bergurau "

"Tidak, aku tidak bergurau," kata Tui-beng-poan-koan Toh Po- sit. "Sebab aku sudah bukan lagi Tui-beng-poan-koan yang dulu. Tui-beng-poan-koan Toh Po-sit yang lama terlampau bodoh, selama beberapa puluh tahun dia menjabat kepala polisi, tidak terhitung jumlahnya penjahat yang pernah ditangkapnya, dia mengabdi bagi kepentingan umum, berjasa bagi pemerintah, sebaliknya tidak sedikit tokoh dunia persilatan yang dimusuhinya, banyak gembong penjahat yang dendam padanya, namun apa manfaat yang dipetiknya?''

“Tidak ada, sama sekali tidak ada. Waktu dia minta pensiun, sama sekali dia tidak mendapat anugerah apapun, tidak ada hadiah, tidak ada pujian. Dengari tangan hampa ia meninggalkan kota raja dan pulang ke kampung halaman.

"Sebab itulah, ia masa bodoh. la tidak peduli tentang memberantas kejahatan dan membela kaum lemah serta mengabdi bagi rakyat jelata apa segala, semuanya, itu cuma omong kosong belaka. Jadi bertekad akan mencari rejeki besar, ia ingin hidup nikmat sebaik-baiknya "

It-hiong berkerut kening mendengar ucapan orang tua itu, katanya, "Jadi, maksud tujuanmu tidak ada lain kecuali ingin merampas harta karun tinggalan Oh Kiam lam itu?'

"Betul, hartanya kan juga hasil merampok, harta benda yang diperoleh secara tidak halal, bila ku ambil dari dia kan tidak merugikan pihak lain ?” kata Toh Po-sit.

"Ah, engkau salah," kata It-hiong. “Bahwa sejak mula ku rela bekerja bagimu, apakah engkau tahu apa sebabnya?"

"Aku tidak tahu coba jelaskan." pinta Tui-beng-poan-koan Toh Po-sit

"Yaitu lantaran ku hormati dirimu, ku segan padamu mengingat jasa-jasamu yang sering kudengar," tutur It-hiong. "Apa yang pernah kau lakukan itu telah mendapatkan penghormatan dan kekaguman orang banyak, ini jauh lebih berharga daripada harta benda.”

“Tidak, omong kosong” ucap Toh Po-sit.

"Nama baik kan tidak dapat dimakan, tidak dapat membuat perut kenyang''

"Tapi betapapun engkau kan tidak perlu kuatir tidak bisa makan'' ujar It-hiong "Jika engkau sampat tidak bisa makan, tentu sudah lama engkau mati kelaparan "

Mendadak Toh Po-sit menarik muka, jengeknya, "Hm, pokoknya tidak ada maksudku hendak bicara peraturan denganmu. Aku cuma ingin bicara suatu bisnis padamu "

“Tidak, tidak ada bisnis apapun yang dapat dibicarakan,' jawab It-hiong dengan ketus sambil menggeleng.

Tui-beng-poan-koan melirik sekejap Oh Beng-ai yang ternggetak di tempat tidur itu. lalu berucap dengan dingin. "Ada semacam obat mujarab padaku yang dapat menyelamatkan jiwa budak itu apakah kau mau?"

"Obat apa'' Dan bagaimana syaratnya?" tanya It-hiong dengan hati tergetar

"Mudah saja," jawab Tui-beng-poan-koan Toh Po-sit. "Segera kalian angkat kaki dan sini dan sama sekali tidak boleh ikut campur urusanku “

"Oo, atau dengan lain perkataan, engkau hendak menggunakan semacam obat penyelamat Oh Beng-ai untuk menukar segenap harta karun tinggalan Oh Kiam-lam, begitu?” It-hiong menegas. "Ya betul, pinter juga kamu.” jawab Tui-beng-poan-koan Toh Po-sit sambil mengangguk

"Dan bilamana kutolak ?" kata It-hiong

"Wah, jika begitu, terpaksa harus ditentukan secara kekerasan." kata Tiu-beng-poan-koan Toh Po-sit,

Mendadak Liong It-hiong bergelak tertawa, katanya "Hahaha untung aku tidak jadi mengangkat guru padamu, sebab itulah pertarungan ini tidak sulit untuk dilangsungkan "

"Tapi hm, urusan ini menyangkut keselamatan jiwamu, sebaiknya kau pikirkan lagi lebih masak " jengek Tui-beng poan-koan Toh Po-sit.

"Kukira tidak perlu pikir apa lagi, ucap It-hiong. "Marilah, boleh kita bereskan di lapangan luar sana "

“Baik.ayo keluar,'' kata Toh Po-sit.

Segera ia mendahului membalik tubuh dan melangkah keluar. It-hiong melolos pedangnya dan menyusul keluar menuju ke lapangan. Dengan suara tertahan Bun-hiong berkata kepada Hoa-loji,

"Hendaknya kau jaga nona Oh dengan baik.aku harus keluar dan membantunya sekuat tenaga "

Habis bicara mayat Loan Kiau-kiau diseret keluar terus menyusul ke lapangan untuk membantu Liong it-hiong. Ketika ketiga orang sampai di lapangan, banyak kawanan liaulo juga sudah ikut berkerumun di Iapangan yang luas itu untuk menonton pertempuran. Kawanan liaulo itu sekarang mengambil sikap netral, mereka ingin menunggu dan melihat dulu hasil pertarungan itu.

Setelah membuang mayat Loan Kiau-kiau segera Bun-hiong mendahului bicara, "Toh-losiansing, aku pun ingin belajar kenal dengan kungfumu yang terkenal “.

"Hah, bagus, boleh saja'" jawab Toh Po-sit dengan tertawa "Jago kelas tinggi serupa Kim-kong Taisu dan Koh-ting Tojin saja sudah ku bunuh, masa menghadapi dua anak muda serupa kalian tidak mampu kubereskan?”

"Oo..apa betul? Engkau benar telah membinasakan Kim-kong Taisu dan Koh-ting Tojin?”Bun-hiong menegas dengan terkejut.

"Kenapa tidak benar? Kalau tidak percaya boleh kau periksa mayat mereka di bawah gunung." kata Toh Po-sit.

Diam-diam Bun-hiong terkejut, tapi ia berlagak tertawa dan berkata, "Jika mereka dapat kau bunuh, suatu tanda kungfumu memang luar biasa. Jika sekarang kami berdua menghadapi engkau seorangkan juga pantas "

Begitu selesai ucapannya, serentak pedang terangkat, secepat kilat ia lantas menusuk muka orang tua itu. Cepat Toh Po-sit menggeser ke samping, berbareng tangan kiri balas memotong pergelangan tangan Bun-hiong.

Melihat mereka sudah bergebrak, It-hiong tidak tinggal diam. segara ia pun menusuk dengan pedangnya sambil membentak "Awas serangan'"

Namun Toh Po-sit sempat berputar, sebelah kaki terus balas mendepak. Nyata setiap gerakannya membawa tipu serangan yang mematikan, sungguh sangat lihai. Begitulah terjadi pertarungan sengit antara ketiga orang. Dengan satu lawan dua tiada kelihatan Toh Po-Mt kewalahan, sebaliknya ia menyerang terlebih gesit dan dahsyat sehingga It-hiong berdua tidak memperoleh keuntungan apa pun.

Gelisah juga it-hiong melibat kelihaian lawan, segera ia ganti siasat, ia tidak lagi keras lawan keras melainkan menggunakan kelincahan ilmu pedangnya untuk mengulur waktu dan bertempur jangka lama mengingat usia lawan yang sudah tua. la bertekad harus menang, sebab rasa bencinya terhadap Toh Poh-sit ini sekarang jauh lebih mendalam daripada terhadap Oh Kiam-lam. Ia benci karena orang telah mempermainkan dia, semula ia sangka dirinya membantu orang tua itu melakukun tindakan terpuji siapa tahu yang diperbuatnya sama sekali kebalikannya, hanya untuk mencapai ambisi pribadi.

Karena rasa menyesalnya, maka serangan Bun-hiong tidak sungkan lagi dan diluncarkan sekuat tenaga.

Beberapa puluh jurus kemudian, suatu pukulan cepat Toh Po- sit tak dapat dihindarkan Bun-hiong "plak", anak muda itu terpental beberapa tombak jauhnya

"Hei.bagaimana keadaanmu kawan'' tanya It-hiong kejut dan kuatir.

"Huh. sempat kau perhatikan orang lain?!” jengek Toh Po-sit sambil menubruk maju dan membentak, "Kena'"

"Plok", dengan tepat bahu It-hiong juga kena dihantamnya dengan keras, kontan anak muda itu terjungkal. Malahan Toh Po-sit lantas memburu maju pukulan kedua disusulkan lagi tanpa kenal ampun. Apabila terpukul lagi, pasti jiwa It-hiong akan melayang. Siapa tahu mendadak tubuh Toh Po-sit gemetar dan kaku serupa terkena aliran listrik. Kedua matanya terbelalak lebar penuh rasa kejut dan bingung, pukulan yang sudah,dilontarkan gagal setengah jalan.

Kiranya pada waktu roboh terjungkal tadi Liong It-hiong telah menggunakan sarangan maut terakhir, pedng telah disambitkan dan tepat masuk perut Tob Po-sit dan tembus.

Setelah menimpukkan pedang It-hiong terus menggelinding jauh ke sana, waktu melompat bangun baru dilihatnya timpukan pedangnya berhasil, rasa tegangnya menjadi longgar. It-hiong tidak menyangka akan membunuh orang tua yang pernah dihormatinya sebagai malaikat dewata, hatinya terasa pedih, ia menghela napas dan berkata, "Coba lihat, apabila engkau tahu mawas diri, tentu takkan terjadi seperti ini "

Perlahan Toh Po-sit menengadah, kulit mukanya tampak berkejang. ucapnya lemah "Terima kasih pudamu!”

“Terima kasih padaku?” lt-hiong menegas.

"Ya. Sudah….sudah lama aku sendiri ingin membunuh . . membunuh Toh Po-sit yang berubah busuk, namun…namun aku tidak sanggup turun tangan” ucap orang tua itu dengan senyum getir.

“Tapi han ini engkau telah…telah mewakilkan diriku membunuhnya, aku sangat . . . sangat berterima kasih " Habis bicara, kepalanya terkulai ke bawah dan tidak bergerak lagi

Timbul perasaan bimbang dan bingung, dengan sendirinya It- hiong dapat menangkap makna ucapan Toh Po-sit itu, hal ini membuatnya sangat terharu. la menggeleng kepala dan bergumam, "Selama hidup engkau berbuat kebaikkan, waktu tua engkau justru tidak sanggup menahan nafsu angkara murka mengapa bisa begitu?'' Sementara itu Pang Bun-hiong yang rebah di tanah itu sedang bertanah. "Hai, kawan, coba kemari, periksalah lukaku!"

“Bagaimana terluka?” tanya It-hiong.

“Di sini," Bun-hiong meruding bagian pinggang.

Setelah diraba, Bun-hiong mengomel, "Tulangnya tidak patah masa berkaok-kaok serupa anak kecil"

Bun-hiong merintih kesakitan.

Mendadak terdengar teriakan, "Liong-siauhiap….Liong- Siauhiap, nona Oh sudah siuman”

Berbareng itu tampak Hoa-loji berian keluar sambil berkaok- kaok. Tentu saja It-hiong kegirangan, tanpa terasa melonjak dan bersuit terus berlarian ke dalam rumah secepat terbang.

"Hai,apa apaan kamu, teringat pada perempuanmu lantas tidak pedulikaudiriku lagi?!" teriak Bun-hiong.

It-Hiong menoleh sambil melambai tangan dan tertawa ngakak.

TAMAT
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar