Rahasia Kampung Setan Jilid 32 Tamat

 
Jilid 32 (Tamat)

BEGITU cepat ia mengambil keputusan, maka lalu memisahnya dan berkata:

"Tunggu dulu, aku sekarang hendak memberitahukan padamu dengan terus terang. Orang  yang membinasakan ayahmu itu bukan dia, juga bukan aku, sebetulnya adalah kakak perempuanmu sendiri."

"Kau mengoceh sendiri, darimana aku ada  punya kakak perempuan?" pemuda itu berkata tanpa menghentikan gerakan tangannya. "Kau barangkali belum pernah dengar cerita ayahmu bahwa dimasa mudanya, ia pernah mempunyai seorang kekasih, yang kemudian melahirkan seorang anak perempuan. Perempuan itu adalah kakakmu sendiri. Ini adalah suatu hal yang sebenar-benarnya, yang mungkin kau belum ketahui!"

"Aaaa! Sekarang aku ingat!" ia menghentikan gerakannya, menatap Ho Hay Hong tajam.

"Ayah memang pernah kata, dia. . . . dia. Ya, benar, ayah dan pernah berkata padaku bahwa aku sebetulnya mempunyai seorang kakak yang belum pernah bertemu muka. Tetapi, kalian jangan coba memfitnah dia, hm! Dalam dunia dimana ada satu anak begitu durhaka yang membunuh mati ayahnya sendiri? Terang ucapanmu itu bohong semata, kau hanya hendak menipu aku saja!"

Lie Hui sangat mendongkol mendengar ucapan demikian. Ia sudah mau bertindak lagi, tetapi keburu diketahui oleh Ho Hay Hong dan segera dicegah.

"Mungkin kau masih belum memahami aku, maka tidak percaya omonganku. Kau harus tahu bahwa aku sebagai pemimpin rimba hijau, t idak boleh mengeluarkan perkataan sembarangan. Kakakmu tadi berada disini, karena menyaksikan perbuatan ayahmu yang hendak menyulitkan dirinya, maka lantas turun tangan dan melukainya. Sekarang ia sudah pergi keutara, tak apa jikalau kau tidak percaya, tapi dikemudian hari kau tentu akan mengetahui sendiri!"

"Bohong! Bohong! Aku tidak mau dengar ocehanmu!" dengus pemuda itu. "Percaya atau tidak, terserah padamu sendiri." Dengan terus terang, karena satu sama lain belum pernah bertemu muka, kakak perempuannya tentunya tidak mengenali ayahmu. Rantai kalung itu juga aku dapatkan dari tangan ayahmu, aku sudah sedia hendak menjelaskan duduknya perkara kepadanya, apabila nanti bertemu lagi.

Aku berani pastikan, apabila kakakmu mendengar kabar dan mengetahui peristiw a ini, pasti akan terjadi perubahan apa-apa pada dirinya, mungkin juga bisa melakukan hal hal yang tidak diharapkan. Oleh karena itu, maka aku pikir kesalahan tokh sudah terjadi, disesalkan juga tak ada gunanya. Maka dari itu, sebaiknya kita mencari daya upaya lain untuk menyelesaikan urusan in i.

Dalam hal in i perlu meminta bantuan tenagamu, aku pikir kau sudah t idak mempunyai lain saudara lagi, sudah tentu tidak mengharapkan kehilangan saudaramu yang tinggal satu-satunya didunia ini!"

"Memang mudah orang berkata, tetapi aku masih belum mau percaya, apakah dia ada buktinya ?"

"Kakakmu sejak anak-anak dibesarkan di rumah kakeknya, dia juga memiliki sebuah rantai kalung yang serupa bentuknya dengan rantai ini. Untuk mencari ayahnya ia pernah melakukan perjalanan amat jauh. Kalau kau tidak percaya, kau boleh sabar menunggu, nanti-nanti apa bila ada waktu bertemu muka, kau akan dapat menyaksikan sendiri rantai kalung yang dimilikinya, mungkin kau akan percaya pada omonganku sekarang ini!" Pemuda itu menundukan kepala dan berpikir sejenak tiba-tiba berkata dengan suara perlahan:

"Kau pikir, bagaimana aku harus berbuat?"

Ho Hay Hong tahu bahwa hati pemuda itu sudah mulai goyah, maka lalu berkata sambil tersenyum:

"Bila sudah bertemu dengan dia, kau sebaiknya jangan sebut-sebut dulu urusan ayahmu. Karena ia adalah seorang wanita yang berperasaan halus dan tebal pula. Aku khaw atir hal itu nanti akan menimbulkan kesusahan hatinya dan nantinya akan ada efek-efeknya yang tidak diingin i. Kau boleh sabar menunggu, nanti apabila kau berdua sudah berkumpul agak lama, barulah perlahan lahan menceritakan padanya dan berikan nasehat supaya jangan terlalu sedih."

"Apakah. hal ini aku dapat melakukan? Ah! Sungguh tak kusangka. justru ia yang membunuh ayahnya sendiri. Oh Tuhan." demikian pemuda itu menggumam sendiri sambil menundukkan kepala. Ketika  ia mengangkat mukanya lagi, dua pipinya sudah basah oleh air mata. 

Ho Hay Hong yang menyaksikan pemandangan demikian, hatinya juga sangat terharu.

Sementara itu. Lie Hui mendadak berkata dengan suara perlahan.

"Suhu, apakah ucapanmu itu tadi benar?"

"Sudah tentu benar, bagaimana Suhumu mengarang cerita yang bukan-bukan?"

"Suhu gadis berbaju ungu itu apakah kekasihmu?"

Ho Hay Hong gelagapan dan merah mukanya, lama baru bisa menjawab: "Juga boleh dikata begitu, tetapi apa yang terjadi dikemudian hari, sekarang masih belum dapat kita ramalkan!"

"Suhu, aku mungkin tidak bisa belajar ilmu silat padamu lagi!"

"Kenapa? Apakah kau tidak ingin menuntut balas?" "Bukan    begitu.    Gadis   berbaju    Ungu   itu adalah

kekasihmu,  juga  menjadi kakak  perempuan  dia. Jikalau

gadis itu nanti menjadi istrimu, bukankah itu berarti aku harus hidup disatu rumah dengan musuh sendiri?"

"Lie Hui, bagaimana kau bisa berkata demikian?"

"Ini tokh sudah merupakan suatu kenyataan suhu! Apakah Suhu lupa bahwa dia adalah anak lelaki seorang anggauta perkumpulan Tok jiauw -pang? Bukankah sama artinya kakak perempuan itu adalah dia juga karena masih ada sangkut paut diantara keduanya?"

Ho Hay Hong diam. Apa yang dikemukakan oleh gadis itu adalah benar.

Pemuda itu tidak perhatikan apa yang sedang dibicarakan oleh mereka, ketika melihat Ho Hay Hong menatap wajahnya, baru membuka mulut:

"Aku pikir hendak mencari kakakku sekarang juga harap kau tunjukkan jalannya!"

Lie Hui tiba-tiba berkata dengan suara perlahan: "Suhu, aku tidak ingin ia berlalu begitu saja!"

"Dia adalah tuan penolongmu, Sebagai anak orang- orang rimba persilatan kau harus dapat membedakan antara budi dengan dendaman. Ayahnya hanya salah seorang anggota Tok jiauw -pang, meskipun ada permusuhan denganmu, tetapi kepada ayahnya tidak ada hubungannya dengan anaknya. Dia toh tidak berdosa terhadapmu, maka kau janganlah bertindak keterlaluan kepadanya mengerti?"

Mendengar perkataan suhunya, Lie Hui ketakutan, tak berani bertindak.

Pada saat itu, Ho Hay Hong telah mengambil keputusan menjodohkan mereka, maka lalu menggunakan ilmu menyampaikan Suara ke dalam telinga, berkata kepada pemuda itu.

"Jikalau kau cinta padanya dengan setulus hati, kau jangan berkata apa-apa, anggukkan saja kepalamu sudah cukup !"

Pemuda terkejut, tetapi tokh tidak menganggukan kepalanya. Sementara dalam otaknya diliputi berbagai pertanyaan.

Ho Hay Hong lalu berkata pula:

"Kau juga tidak perlu mencari kakakmu, aku tahu kematian ayahmu membuat hatimu kosong dan duka tetapi aku telah mengambil keputusan hendak merubah pandanganku terhadap dirimu, dan berusaha hendak memperbaiki hubunganmu dengan ia. Sekarang, kau boleh pulang meneruskan pekerjaan ayahmu sebagai guru silat, nanti setelah ia menyelesaikan pembayarannya, aku perint ahkan dia pergi membantumu. Bagaimana kau pikir?"

Pemuda itu pentang lebar tanyanya ia masih mengira pendengarannya yang salah tetapi dari sikap dan ucapan Ho Hay Hong yang sungguh-sungguh, tidak mungkin hendak permainkan dirinya, maka sesaat itu semua perasaan rasa marah dan dendam telah lenyap tanpa bekas.

"Tentang kakakmu, nanti setelah tugasku selesai juga akan kuajak kemari menemui kau. Kau bekerjalah  dengan sungguh, pasti akan berhasil. Inilah pesanku padamu, jangan kau mengecewakan pengharapanku!"

Dengan perasaan sangat terharu pemuda itu terus menganggukkan kepalanya, hal mana membuat heran hati Lie Hui yang melihatnya.

Dalam keadaan bingung seperti itu Ho Hay Hong sudah mengajaknya pergi.

Pemuda itu berdiri terpaku di tempatnya, matanya terus memandang bayangan Ho Hay Hong dan Lie Hui yang perlahan-lahan menghilang dari depan matanya.

Tanpa disadarinya ia melambaikan tangannya, sedang mulutnya menggumam:

"Selamat jalan penolongku yang baik."

Dilain pihak, Lie Hui mendadak menoleh dan berkata dengan suara perlahan:

"Suhu, kau meninggalkan dia seorang diri disana, apa tidak meninggalkan pesan apa-apa, padanya?"

Ho Hay Hong mendadak tertaw a terbahak-bahak, ia merasa geli memikirkan hati wanita.

Dalam perjalanan menuju ke Utara itu, pada hari keempat pagi-pagi sekali, Ho Hay Hong sudah menginjak tanah daerah utara. Dalam otaknya terlint as semua peristiw a-peristiw a masa silam yang dialaminya, bagaikan butiran-butiran mutiara berkeredepan di depan mata.

Setiap peristiw a yang pernah dialaminya, semua ada harganya untuk dijadikan kenangan. Umpama Tiat Chiu Khim, Tang-siang Sucu, Kakek penjinak garuda Si Naga api Thio Kang, Poh Lay dan lain-lainnya kesemua orang- orang ini pernah pernah meninggalkan kesan  dalam sekali dihatinya dan tidak akan mudah dilupakan untuk selama-lamanya.

Berakhirlah segala permusuhan? Ia tidak tahu. Mungkin ini merupakan salah satu babak dalam penghidupan di dunia Kang-ouw. Sedang kewajiban dan tugasnya sebagai pemimpin rimba h ijau masih belum lagi dimulai.

Embun pagi dirasakan meresap dimukanya, ia sendiri juga tidak mengerti apa sebabnya setelah menginjak tanah daerah utara pikirannya jadi merasa gelisah.

Pe rtama-tama ia harus menyampaikan kabar kepada kakeknya tentang kematian Tang-siang Sucu. Mungkin orang tua yang tidak beruntung itu kini sedang menantikan kabar tentang cucunya yang hilang.

Soal kedua apakah suhunya kini sudah terlepas dari bahaya ? Dan apakah perkumpulan Liong-houw-hwee sudah terbasmi habis ? Dan lagi bagaimana harus menyelesaikan soal perkawinannya dengan gadis berbaju Ungu?

Soal ketiga ia kini sudah meninggalkan daerah selatan, bagaimana dengan nasib Tiat Chiu Khim yang kembali lagi ke kampung setan ? Soal keempat, Gadis berbaju ungu telah kesalahan tangan membunuh mati ayahnya sendiri, bagaimana kalau ia nantinya tahu juga soal ini.

Soal kelima Hak-heng Lojin yang mungkin sudah mendapat kabar tentang kematian dirinya dalam tangan Kakek penjinak garuda, apakah ia nanti masih mau menunjang dirinya menjadi Beng-cu.

Semua ini merupakan persoalan yang mengganggu pikirannya, tetapi karena masih bisa pulang dalam keadaan selamat, maka segala kesulitan masih ada harapan untuk diselesaikan. Kecuali itu ialah terserah kepada kehendak yang kuasa.

ia telah membayangkan dan itulah yang pasti entah bagaimana girangnya It Jie Hui kiam  nanti apabila mengetahui dirinya masih bisa pulang dalam keadaan selamat ?

Sementara itu dalam perjalanan itu Lie Hui terus berdiam diri, tidak pernah menanya atau mengatakan apa-apa. Ia agaknya sangat murung, entah apa yang sedang dipikirkannya.

Dengan tak diduga-duga, dua orang wanita yang sedang berjalan dijalan raya itu, mendadak menghentikan langkahnya dan memperhatikan dirinya.

Ho Hay Hong terperanjat dan membuka matanya lebar-lebar.

Lie Hui merandak dan bertanya dengan suara pelahan.

Ho Hay Hong t idak menjawab, langsung menghampiri dua wanita itu dan menyapa pada mereka sambil memberi hormat: "Nona Su-to, sudah lama kita tidak bertemu, tak disangka kita berjumpa disini?"

Lie Hui diam-diam berpikir, banyak benar kenalan wanita muda suhumu ini.

Dua wanita itu salah satu memang benar diantaranya adalah Su to Cian Hui.

Ia membalas hormat dan menjawab sambil tersenyum:

"Sudah sejak tadi aku melihatmu, karena kau tidak perhatikan aku tidak berani menegur lebih dulu.

"Ow, ya, aku lupa perkenalkan, padamu ini adalah suhu"

Kini mengertilah sudah Ho Hay Hong bahwa wanita yang nampaknya masih pertengahan umur itu adalah Bwee San Sin-nie, salah satu dari lima orang terkuat dalam rimba persilatan pada masa itu.

Diam-diam ia merasa heran, karena wanita yang usianya sudah lebih dari enam puluh tahun ini nampaknya masih seperti baru empat puluhan.

Ia buru-buru memberi hormat dan menyatakan kekagumannya.

"Dia adalah Ho Sianseng yang muridnya sering sebutkan kepada suhu itu. Dia seorang pemuda baik dan jujur serta mempunyai hari depan gilang gemilang," berkata Suto Cian-hui.

"Ho tayhiap sekarang sudah menjadi seorang besar yang sangat tersohor namanya, apa kau tidak pernah dengar orang kata, didanau Keng liong-tie Ho Bengcu pernah menjatuhkan Ing-siu hingga namanya menjadi buah tutur semua orang Kangouw Ho Bengcu itu adalah Ho tayhiap ini!" Bwee san Sin-nie memberi keterangan pada muridnya sambil tersenyum.

"Murid semula anggap Ho Bengcu itu orang gagah dari daerah utara, tak disangka kelak dia benar-benar hebat, Dalam cerita orang banyak, bukankah Ho Bengcu sudah binasa di tangan si Kakek penjinak garuda? Mengapa sekarang masih berdiri dihadapan kita dalam keadaan segar bugar?" kata Suto Cian hui.

Ho Hay Hong buru-buru memberi penjelasan.

"Itu hanya cerita orang saja, aku sebenarnya belum mati, hanya terluka dan tidak ingat orang, tetapi sekarang sudah sembuh."

"Orang baik memang selalu dilindungi oleh Tuhan, ucapan ini nampaknya sedikitpun t idak salah!" kata Suto Cian Hui sambil menganggukkan kepala.

Ia memperhatikan diri Lie Hui dan memandangnya sejenak, kemudian berkata pula:

"Nona ini sungguh cantik.!"

Ho Hay Hong segera memotong:

"Dia bernama Lie Hui muridku yang baru kuterima!"

"Anak perempuan ini nampaknya sangat cerdik, sesungguhnya merupakan seorang yang berbakat baik untuk belajar ilmu silat. Kalau Ho tayhiap, dalam waktu singkat pasti akan dapat menjadikan dia seorang terkenal!" berkata Bwee-san Sin-nie sambil tertaw a.

Lie Hui yang dipuji oleh Bwee-San Sin-nie, mukanya merah dan menundukan kepala, t idak berani buka suara. Selagi Ho Hay Hong hendak membuka mulut, mendadak tampak Su to Cian hui memandangnya dengan sinar mata marah, hingga diam-diam hatinya bercekat.

"Kabarnya Tang siang Sucu itu adalah saudaramu.

Apakah itu benar?" demikian gadis itu bertanya.

Ho Hay Hong diam-diam mengeluh, karena ia harus menelan pil pahit lagi akibat perbuatan saudaranya dimasa h idup.

Ia juga tidak ingin membohong, maka lalu menjawabnya:

"Benar. Kemudian aku baru tahu kalau dia adalah saudaraku!"

"Ho tayhiap benar-benar seorang jujur. Sekarang aku ingin tahu, dimana sekarang saudaramu itu berada?"

"Dia sudah meninggal!" jawab Ho Hay Hong terus terang.

Su-to Cian Hui terperanjat. "Benarkah ia sudah mati?" "Tidak ada perlunya aku membohong, apalagi

membohongi dirimu. Beberapa lama berselang ia dibinasakan oleh Ing-siu, jenazahnya dikubur ditanah dekat danau Leng-liong-tie. Justeru karena Ing-siu membinasakan saudaraku itu, maka aku lalu menuntut balas tanpa memikirkan apa akibatnya. Atas karunia Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya aku berhasil juga menuntut balas saudaraku itu!"

"Muridku, perjalanan kita ini jadi tersia-sia saja!" berkata Bwee San Sin-nie sambil menghela napas. Su-to Cian Hui berdiri termenung, lama baru bisa membuka mulut:

"Tidak bisa, kita harus menggunakan  penyelidikan dulu. Permusuhan yang menyangkut jiw a seisi rumah tangga murid, kita tidak boleh dianggap ringan. Ho tayhiap adalah saudaranya, setidak-tidaknya juga harus turut pikul sedikit tanggung jawab. Bagaimana boleh dilepaskan dengan mudah."

Mendengar perkataan itu Ho Hay Hong tertaw a getir. Ia memang sudah menduga lebih dulu akan terjadi hal itu, maka lalu berkata:

"Kalau begitu, aku juga tidak bisa berbuat apa-apa, terserah bagaimana nona hendak bertindak terhadap diriku."

Entah apa sebabnya mata Suto Cian-hui mendadak mengembeng air, katanya sambil kertak gigi:

"Suhu, bagaimana murid harus bertindak terhadapnya

?"

Menyaksikan emosi muridnya meluap-luap, Bwee-san

sin-n ie merasa kasihan, dia menjawab dengan suara lemah lembut:

"Tidak perlu kau bersedih musuhmu sudah mati, bahwa suatu kejahatan sudah mendapat balasan yang setimpal. Sebetulnya kau harus merasa bergirang."

"Dan dia?" tanya Suto Cian Hui sambil menunjuk Ho Hay Hong. "Apakah suhu hendak melepaskan begitu saja?"

"Dia? Seperti apa katamu tadi dia seorang baik dan jujur serta mempunyai masa depan gilang gemilang. Kita Sebagai orang rimba persilatan yang harus menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran, t idak boleh menimpahkan pada orang lain keatas pundaknya. Jalan, kita harus mencari orang yang menjadikan pemuda musuhmu menjadi orang jahat. Orang itu adalah Lam kiang Tay- bong!"

Mendengar disebutnya nama Lam Kiang Tay bong. Ho Hay Hong merasa gemas sekali, sebab ia t idak memimpin Tang-siang Sucu kejalan benar sebaliknya membiarkan berlaku sewenang wenang dan rupa-rupa kejahatan, sehingga akhirnya mati secara mengenaskan.

Sebelum ia menyatakan pikirannya, Bwee-san Sin-nie mendadak berkata sambil menunjuk seorang penunggang kuda yang dilarikan kearah mereka:

"Dia datang, mari kita pergi mencari Lam kiang Tay- bong."

Penunggang kuda itu adalah seorang pemuda tampan bertubuh kekar. Begitu tiba di tempat lalu  menegur Su To Cian-hui:

"Adik Hui, kau kenapa? Siapa yang menghina kau?"

Mendengar pertanyaan itu, Ho Hay Hong terkejut, ia tidak tahu ada hubungan apa antara pemuda tampan ini dengan Su to Cian-hui.

"Tanyalah kepada Suhu!" jaw ab Su to Cian Hui.

Karena suaranya itu mengandung nada  marah pemuda itu semakin heran, matanya lalu menatap wajah Ho Hay Hong, kemudian dengan mendadak ia berseru:

"Kau ini bukankah." Ditegur demikian Ho Hay Hong mendadak ingat siapa adanya pemuda itu, maka lalu menjawab:

"Ow, kiranya kau!"

Jalan otaknya lalu terbayang kembali apa yang terjadi ketika golongan rimba hijau daerah utara mengadakan pertemuan dihadapan kelenteng tua, pada suatu malam terang bulan.

Seperti apa yang pembaca sudah ketahui malam itu Kay-See Kim-kong telah memergoki seorang mata-mata itu adalah pemuda tampan yang kini berada dihadapan matanya ini.

Pada malam itu, dengan suatu akal yang bagus sekali Ho Hay Hong telah berhasil menolong pemuda itu sehingga terlepas dari kejaran orang-orang Kay-see kim- kong.

Ia benar-benar tidak menduga bahwa orang yang ditolongnya malam itu adalah kawan baik Su to Cian Hui.

Bwee-san Sin-nie diam-diam juga merasa heran bahwa muridnya ternyata bersahabat demikian akrab dengan Ho Hay Hong. Setelah ditanya, baru mengetahui sebab-sebabnya, maka lalu berkata:

"Oh, jadi Ho tayhiap adalah itu orang yang waktu itu pernah menolong jiw a muridku, ini benar-benar merupakan jodoh."

Belum habis katanya, mendadak terdengar suara jeritan Lie Hui, dilain pihak Suto Cian Hui telah menyergap Ho Hay Hong dengan senjata di tangan.

Untung Ho Hay Hong berlaku gesit, serangannya itu dapat dielakkan dengan mudah. Pemuda tampan itu yang menyaksikan  perbuatan gadis itu lalu berkata dengan suara nyaring:

"Sumoay, apakah kau sudah gila? Dia adalah seorang pendekar budiman yang harus kita hormati!"

Pada waktu-w aktu biasanya, pemuda itu selain menurut dan mengalah terhadap Su to Cian Hui, tetapi kali ini mendadak demikian marahnya. Dengan satu gerakan lompatan ia merebut pedang di tangan  Suto Cian Hai seraya berkata:

"Sumoay jangan gila-gilaan, ada urusan apa-apa, kita boleh rundingkan dulu dengan secara sopan."

Bwee-san Sin-nie juga lantas memerint ahkan muridnya jangan berlaku gegabah.

Lie Hui sementara itu dengan mata melotot memandang Su to Cian Hui, dihadapannya mengucapkan perkataan yang agak kasar.

"Kalau kau berani berlaku kurang ajar lagi terhadap Suhu, jangan sesalkan aku nanti tidak berlaku sopan terhadapmu!"

Mendengar perkataan itu, Su to Cian Hui marah, ia balas memaki:

"Kau mau apa? Dengan kepandaianmu yang tidak berarti ini, apa kau sanggup menahan seranganku?"

"Benarkah kau tidak pandang mata padaku?" demikian Lie Hui yang sif atnya masih kekanak-kanakan itu  lalu naik pitam dan akan menyerang dengan pedangnya.

Ho Hay Hong yang menyaksikan kejadian itu, buru- buru mencegahnya. "Lie Hui, kau jangan berlaku kurang ajar, lekas mundur!"

Lie Hui terpaksa undurkan diri dengan perasaan tidak senang.

Bwee-San Sin-nie yang menyaksikan Ho Hay Hong tidak marah, semakin baik kesannya terhadap dirinya.

"Perbuatan tidak sopan muridku tadi terhadap Ho siaohiap, harap Ho siaohiap sudi pandang mukaku janganlah dibuat pikiran. Bagaimana lagipun, juga Ho siaohiap dengannya tokh bukan kenalan baru, satu hari kelak, ia pasti akan berubah pikirannya terhadapmu." 

Pada saat itu, pemuda tampan itu baru mendapat kesempatan perkenalan dirinya terhadap Ho Hay Hong.

"Namaku Lim Khee Bun, tempat tinggalku dikota Ciang-ciu, kalau ada waktu, harap saudara mampir dirumahku !"

Ia menggenggam erat tangan Ho Hay Hong dan berkata lagi.

"Sebaiknya kita jalan bersama-sama ke selatan."

Tetapi karena tugas Ho Hay Hong belum selesai, maka ia terpaksa menolak ajakannya.

Dari keterangan Bwee-san Sin-nie, ia baru tahu bahwa pemuda Lim Khee Bun itu atas persetujuan gurunya telah dijodohkan dengan Suto Cian Hui, tetapi karena urusan menuntut balas dendam Su-to Cian Hui belum selesai, maka perkawinannya masih ditunda.

Mendengar keterangan itu Ho Hay Hong teringat kepada Thiat Chiu Khim, maka ketika Bwee-san Sin-nie bertiga pamitan, ia hampir tidak dengar. Setelah mereka berlalu jauh, ia baru sadar dan merasa malu sendiri.

Dengan membaw a Lie Hui, ia melanjutkan perjalanannya pulang. Dua hari kemudian, ia telah tiba dikota Tin-kang, salah satu kota besar dan ramai di daerah utara.

Baru melalui sebuah lorong, pandangannya telah tertumbuk oleh suatu pemandangan yang mengenaskan.

Sebuah rumah besar dengan pekarangannya yang sangat luas, telah berubah menjadi tumpukan puing, rupanya habis mengalami kebakaran hebat.

Banyak orang berkerumun dan kasak-kusuk membicarakan peristiw a itu. Banyak tanda darah ditempat kejadian itu, tidak salah lagi, itu pasti pertikaian antara orang Kang ouw.

Ho Hay Hong berhenti sejenak untuk turut menyaksikan, ia tidak merasa heran lagi, maka ajak Lie Hui berlalu, untuk melanjutkan perjalanannya.

Pada saat ia hendak berlalu, sebilah belati pendek mendadak berkelebat menikam dadanya.

Ho Hay Hong terkejut tangan kirinya bergerak menyampok belati pendek itu, hingga terjatuh ditanah.

Kini ia baru melihat dengan tegas bahwa orang yang menyerang dirinya secara pengecut itu ternyata seorang laki-laki berpakaian compang-camping. Orang itu memandang padanya dengan sinar mata gusar.

Ia tidak kenal dengan orang itu, karena ia belum pernah menginjak kota itu, maka juga tidak mungkin mempunyai musuh disitu. "Mengapa tanpa sebab kau menikam  aku secara pengecut? Apa kau tidak takut hukum," demikian ia menegur.

"Anak muda, kau tidak kenal aku, tetapi aku kenal padamu!" berkata laki laki itu sambil tertaw a dingin.

Kembali Ho Hay Hong merasa heran, ia maju tiga langkah, menyambar tangan orang itu dan ditanya:

"Mengapa kau menikam aku? Lekas jawab!"

Orang itu berteriak-teriak kesakitan, tetapi masih berlaku membandel, sambil tertaw a meringis ia menjawab:

"Ho Bengcu, tidak perlu aku membohong, dan kau juga jangan berlaga pilon. Beberapa hari, berselang kau telah memerint ahkan anak buahmu membasmi Liong houw-hwee, hingga banyak saudara-saudara kita kini kehilangan tempat untuk meneduh. Heh, heh, Ho Bengcu apa kau berani menyangkal?"

Mendengar perkataan itu, Ho Hay Hong baru sadar. Diam-diam ia merasa girang, karena gadis baju ungu itu ternyata sudah melakukan tugasnya dengan baik: ”Liong houw-hwee benar-benar sudah dibasmi, kalau begitu gurunya juga sudah diselamatkan.”

Tetapi sebelum jelas benar perkaranya, ia juga masih belum merasa tenang, maka lalu berkata:

"Kau masih berani menegur aku? Apakah kau belum tahu, sejak berdirinya Liong-houw-hwee, entah berapa banyak kejahatan yang kalian lakukan? Kau sekarang bertanya padaku, sudah t idak salah lagi kalau salah satu anggauta perkumpulan itu. Apakah kau t idak takut akan kubasmi sekalian ?"

"Takut apa? Andai kata aku mati, dua puluh tahun lagi sudah akan menjelma menjadi seorang gagah lagi- Sebaliknya dengan kau, perbuatanmu ini sudah menimbulkan kemarahan orang-orang dari golongan hitam cepat atau lambat kau pasti akan binasa diujung senjata!" kata orang itu sambil tertaw a terbahak-bahak.

Lie Hui merasa panas, tangannya lalu bergerak menampar pipi orang itu sambil membentak:

"Bangsat kau terlalu brutal. Tutup mulut mu!"

"Budak hina kau membantu kejahatan juga akan mati tidak wajar!" hardik lelaki itu.

Melihat orang yang datang menonton semakin banyak Ho Hay Hong menekan semakin keras:

"Kau harus menjawab terus terang semua pertanyaanku rumah yang sekarang sudah menjadi tumpukan puing ini apakah dahulu pusatnya Liong houw- hwee?"

Orang itu masih coba membandel, tetapi karena t idak sanggup penderitaan hebat, akhirnya menjaw ab:

"Benar, tempat ini dahulu adalah markasnya Liong houw-hwee!"

"Orang-orang yang tertawan dalam rumah ini, apakah semua sudah ditolong oleh anak buahku ?"

"Benar. Perkumpulan kita sejak dimusnahkan oleh orang-orangmu, kini sudah tidak mempunyai kekuatan melanjutkan usahanya!" katanya dengan sedih, "kasihan saudara-saudaraku, mereka ada yang mati, ada yang terluka parah atau ringan, ada yang sudah kabur. Mereka kebanyakan sembunyi didalam rimba, untuk menunggu kedatangan pemimpin kita"

"Mengingat kedudukanmu yang tidak penting kuampuni jiw amu lekas enyah dari sin i!" berkata Ho Hay Hong sambil melemparkannya jauh-jauh, "lain kali kalau kau berani berbuat jahat lagi dan terjatuh kedalam tanganku, aku tidak dapat mengampuni lagi!"

"Kau jangan bangga, nanti kalau hweecuku kembali kau akan mendapat pembalasan yang setimpal dengan kejahatanmu."

"Lekas pergi, pemimpinmu tidak akan kembali untuk selama-lamanya."

Orang itu masih belum mengerti maksud yang terkandung dalam perkataan Ho Hay Hong, sambil  tertaw a mengejek ia melarikan diri.

Ho Hay Hong tidak mau membuang waktu ia mengajak Lie Hui meneruskan perjalanannya, tak lama kemudian sudah keluar kota lagi.

Sepanjang jalan hampir tanpa mengaso, beberapa hari kemudian sudah tiba digedung It-jie Hui Kiam.

"Apakah ini rumah suhu?" tanya Lie Hui ketika melihat Ho Hay Hong menuju kesebuah gedung besar.

"Bukan, ini adalah rumah kakekku!" "Ow."

Tanpa mengetuk pintu lagi Ho Hay Hong terus masuk kedalam dan langsung menuju ke ruangan tamu. Tak lama kemudian banyak orang menyerbu dirinya dan menanyakan keadaannya.

Ia mengerti perasaan mereka sebab seorang yang dianggapnya akan mati diperjalanan ternyata pulang kembali dalam keadaan selamat.

Diantara begitu banyak orang hanya tidak tampak dirinya gadis berbaju ungu maka ia segera menanyakan kepada kakeknya:

"Engkong kemana dia?"

"Dia? Bukankah dia pergi bersamamu?"

Ho Hay Hong terkejut, "Kalau begitu jadi selama in i ia belum pernah kembali?"

"Mengapa kau tanya demikian?"

Ho Hay Hong mendapat firasat jelek kalau tidak ada halangan gadis itu semestinya sudah pulang kerumah.

Meskipun hatinya merasa gelisah, tetapi ia tidak mau memberitahukan keadaan sebenarnya kepada kakeknya sebab ia khawatir kakek itu nanti menjadi risau.

Ia paksakan diri untuk tersenyum lalu menceritakan pengalamannya sendiri kepada kakeknya dan memperkenalkan Lie Hui kepada orang banyak.

Setelah itu, dengan alasan ada urusan yang harus segera diselesaikan, ia minta diri dengan tergesa gesa:

Dengan menggunakan ilmunya meringankan tubuh ia lari menuju ke Su-hay Piauw-kiok.

Su-hay Piauw kiok ini didirikan oleh pusat golongan rimba hijau daerah utara, yang menjadi pengurus rumah pengiriman barang itu adalah  seorang tua berbadan bongkok yang sudah lanjut usianya.

Ia tidak kenal Ho Hay Hong, tetapi bersedia menunjukkan jalannya untuk pergi kemarkas golongan rimba hijau daerah utara.

Maksud Ho Hay Hong semula, hendak memerint ahkan saudara-saudara dari rimba hijau untuk mencari jejak gadis baju ungu, sebab kecuali gadis itu masih ada Suhunya sendiri Dewi ular dari gunung Ho-lan-san.

Atas petunjuk orang tua dari Su-hay Piauw kiok, akhirnya ia dapat menemukan gedung kuno mirip kelenteng yang menjadi pusat markasnya  golongan rimba hijau daerah utara.

Karena ia anggap diri sendiri sebagai pemimpinnya maka ia tidak menghiraukan orang-orang yang menjaga pintu langsung memasukinya.

Setelah melalui jalanan berliku-liku dan panjang akhirnya dipegat oleh empat orang yang menjaga dipos itu.

Ho Hay Hong menduga tempat itu pasti tempat penting, tetapi ia tetap tidak menghiraukannya dan terus masuk kedalam pendopo.

Tiba diruangan pendopo yang luas itu, ia baru tahu bahwa ditempat itu sedang dilakukan upacara sembahyangan yang dihadiri oleh seluruh anggota golongan rimba hijau daerah Utara.

Ditengah-tengah pendopo terdapat sebuah meja sembahyang, didinding tergantung sebuah lukisan potret yang mirip dengan Tang-siang Sucu tetapi diatas meja itu terdapat sebuah papan roh orang yang mati dengan tulisan: Rohnya Ho Hay Hong Bengcu keempat belas.

Ho Hay Hong yang menyaksikan pemandangan itu, diam-diam merasa geli, karena dirinya ternyata dianggap sudah mati oleh semua anak buahnya.

Ia segera maju menghampiri meja sembahyang dan dibalikkannya. Kemudian berkata dengan suara keras:

"Dimana Tok-heng Tayhiap?"

Sebab selama ia melakukan perjalanan ke selatan jabatan itu diwakili oleh Tok-heng Tay hiap. Kecuali itu, diantara anggauta golongan rimba hijau, juga hanya Tok- heng Tayhiap yang kenal baik dengannya. Karena pada saat itu tanda emas t idak ditangannya, maka juga hanya orang itu yang dapat membuktikan identitasnya.

Dengan serta merta dari rombongan orang banyak itu lalu muncul seorang tua yang rambut dan jenggotnya sudah putih seluruhnya.

"Kau. kau." hanya itu saja yang keluar dari mulutnya. "Aku belum mati!" kata Ho Hay Hong dengan suara

keras.

Ketika mendengar pernyataan itu, suasana lantas menjadi gempar. Semua hadirin lantas berlutut sambil berseru :

"Bengcu tiba, kita telah lalai menyambut, maafkan dosa kita!"

Ho Hay Hong segera membalas hormat, kemudian bertanya kepada Tok-heng Tayhiap sambil menunjuk pakaian kebesaran diatas kursi: "Tok-heng Tayhiap, ini pakaian siapa?"

"Dengan terus-terang, pakaian kebesaran ini buat untuk bengcu, tetapi kemudian kita mendengar kabar bahwa Bengcu sudah wafat dalam pertempuran di danau Keng-liong-tie, maka sekarang hendak dilakukan upacara sembahyangan roh Bengcu" jaw ab Tok-heng Tayhiap.

"Oh ! Jadi anggap kau aku sudah mati? Haha Lucu juga!" kata Ho Hay Hong sambil tertawa terbahak-bahak.

Kemudian ia mengambil pakaian kebesaran itu dan dipakainya. Selagi hendak memberi perintah kepada orang-orangnya untuk mencari jejak gadis baju Ungu, Tok-heng Tayhiap mendadak bertanya padanya:

"Bengcu ada satu hal aku hendak tanya, apakah tanda kepercayaan emas itu masih berada ditangan Bengcu?"

Ho Hay Hong merasa tertarik oleh pertanyaan itu, maka lalu menjawab dengan segera.

"Tidak ada!"

"Bengcu, tanda kepercayaan itu benarkah Bengcu serahkan kepada gadis berbaju ungu untuk menggunakan?" tanya Tok-heng Tayhiap dengan serius.

"Benar. Gadis baju ungu itu adalah sahabatku terdekat!" jawabnya sambil menganggukkan kepala.

Wajah Tok-heng Tayhiap pucat seketika, ia berkata dengan suara gelagapan.

"Oh, Kalau begitu aku benar-benar telah melakukan kesalahan besar."

Mendengar itu Ho Hay Hong segera menanya: "Tok-heng Tayhiap, apa katamu?" "Hamba sungguh berdosa besar, telah menawan nona itu bersama kawannya." jawab Tok-heng Tayhiap dengan suara gemetar.

Mendengar jawaban itu Ho Hay Hong diam-diam menarik napas lega.

"Sekarang kau lekas suruh orang bawa ke mari, kesalahanmu telah kau lakukan tanpa sengaja, aku juga tidak menyalahkanmu," demikian ia berkata.

Tak lama kemudian, empat pemuda pakaian putih telah membawa keluar gadis baju ungu bersama Dewi Ular dari gunung Ho lan san.

Melihat suhunya, Ho Hay Hong sangat terharu. Ia buru-buru menghampirinya sambil memberi hormat.

Dewi ular dari Ho lan san semula terkejut tetapi kemudian lantas sadar dan berkata:

"Dari mulut nona ini, aku sudah mengetahui segala- galanya tentang pergaulanmu. Anak baik."

Entah bagaimana, perempuan tua itu sudah tidak sanggup mengendalikan perasaannya airmata mengalir turun membasahi kedua pipinya.

Ho Hay Hong semakin terharu katanya: "Suhu, suhu nampaknya semakin kurus."

"Tidak apa, dalam hatiku merasa sangat gembira. Aih ada siapa yang lebih gembira dari padaku bisa melihat kau lagi dengan suksesmu yang gilang gemilang itu !"

Gadis baju ungu menyerahkan kembali tanda kepercayaan emas kepada Ho Hay Hong seraya berkata: "Engko Hong, aku merasa girang dapat melaksanakan tugas yang kau berikan padaku, perkumpulan Liong houw hwee kini sudah ku basmi habis."

"Adikku aku merasa menyesal telah menyusahkan dirimu !"

Mata gadis itu mendadak merah, dua butir airmata keluar dari kelopak matanya.

Ho Hay Hong sangat terharu, buru-buru menanya: "Adik, kau kenapa ?"

"Aku telah merasa berbuat salah terhadapmu aku.

aku." jawabnya dengan suara terisak-isak.

"Adik apa sebetulnya yang telah terjadi?" tanya Ho Hay Hong heran.

Gadis itu nampak ragu-ragu. Dewi Ular dari gunung Ho lan san mendadak dehem-dehem kemudian mengusap-usap rambut gadis itu seraya berkata:

"Aih, anak! Kau katakanlah, jangan kau simpan didalam hati saja !"

Gadis itu angkat kepala, kemudian berkata:

"Engko Hong, aku kini telah mengambil keputusan hendak berkata terus terang, tidak perduli bagaimana kau hendak sesalkan aku sekali."

Lalu menundukan kepala, dengan ujung bajunya memesut air-mata dan berkata lagi dengan suara sangat pelahan, hampir t idak kedengaran:

"Setelah aku membasmi orang-orang Liong houw  hwee lalu hendak pulang kerumah. Ditengah jalan aku bertemu dengan dia, karena tidak dapat mengendalikan hawa amarahku, aku telah membohongi dia bahwa kau mati dalam pertempuran dengan Kakek Penjinak garuda. Ketika ia mendengar berita itu beberapa kali ia jatuh pingsan dan akhirnya dengan hati terluka ia berlalu tanpa berkata apa-apa. Ah, Engko Hong, aku menyesal telah berbuat salah terhadapmu, tetapi penyesalanku itu datangnya sudah terlambat !"

"Siapa yang kau maksudkan dengan dia?" tanya Ho Hay Hong dengan mata terbuka lebar, "Lekas kau katakan siapa dia ?"

"Dia adalah gadis baju putih yang sering berada disampingmu itu !"

"Apa ?"

Muka Ho Hay Hong pucat seketika, lama baru bisa berkata lagi:

"Tidak, tidak mungkin, ia sudah terjatuh dalam tangan Kakek Penjinak garuda lagi."

"Kakek penjinak garuda sudah mati!"

Ho Hay Hong kembali dikejutkan oleh berita itu katanya: "Adikku, kau jangan berkata yang bukan- bukan!"

Dewi Ular dari gunung Ho Lan San lalu berkata: "Hong jie, apa yang dikatakan olehnya itu memang benar  semua !"

Gadis baju ungu itu menerangkan lagi: "Berita kematian Kakek itu adalah dia yang memberitahukan padaku. Setelah pertempuran didanau Keng liong tie selesai, Kakek Penjinak garuda tampak sangat sedih, pada suatu malam mendadak menjadi gila. "Dalam keadaan gila itu ia berlari-lari dan akhirnya menyeburkan diri kedalam danau. Jenazahnya di bawa pergi oleh burung garudanya hingga sekarang masih belum diketemukan. Setelah Kakek penjinak garuda binasa, orang-orangnya didalam kampung setan lantas pergi meninggalkan tempat itu."

Dewi Ular dari gunung Ho lan San memberi sedikit tambahan:

"Gadis itu sebenarnya terluka bagian dalam, tetapi setelah kembali kekampung setan lalu diobati oleh Kakek penjinak garuda, hingga sembuh. Penyakit gila Kakek penjinak garuda memang sudah lama ada, itu hanya rahasianya sendiri, tidak diketahui oleh orang lain. Sekarang ia sudah mati, bagi orang-orang rimba persilatan dewasa ini, barangkali sedikit sekali jumlahnya yang tahu. Aku lihat ia masih bisa hidup dalam usia demikian lanjut juga sudah waktunya untuk masuk liang kubur !"

Sejenak Ho Hay Hong berdiri bingung kemudian menggumam sendiri: "Tidak mungkin, tidak mungkin mana dia? Mana dia ?"

Dewi ular dari gunung Ho-lan san mendadak berkata dengan sikap keren:

"Hay Hong, dalam hatimu cuma mengingat dia bagaimana dengan gadis didalam matamu? Apakah selama itu kau belum pernah membagi cintamu kepadanya?"

Ho Hay Hong t idak bisa menjawab dalam hati merasa malu sendiri, tidak tahu bagaimana harus memberi penjelasan. Untuk mengelakkan terjadinya hal yang tidak enak, ia buru-buru alihkan pembicaraannya ke lain soal.

"Suhu, hingga sekarang muridmu masih belum mengerti, mengapa suhu memberikan tugas semacam itu kepada suheng?."

"Semua itu lantaran kau, aih! Sudahlah, jangan tanya lagi!" jawab sang suhu sambil menghela napas.

"Suhu Toa-suheng kubunuh mati!"

Sang suhu nampaknya sedikitpun tidak heran katanya:

"Itu sudah kuduga lebih dulu. Kau harus tahu orang jahat pasti akan memetik buah yang setimpal dengan kejahatannya."

Ho Hay Hong tidak perhatikan kata-kata suhunya, pikirannya melayang kediri gadis kaki telanjang. Ingin segera pergi mencari, karena gadis itu merupakan kekasihnya yang pertama-tama menempati hatinya. Cinta pertama memang tidak mudah dihapus begitu saja!

Dihadapan gadis baju ungu ia berusaha sedapat mungkin t idak membicarakan hal yang ada hubungannya dengan gadis kaki telanjang, ia tahu bahwa kesalahan sudah terjadi, ibarat nasi sudah menjadi bubur disesalkan juga t idak ada gunanya.

Ia coba mengalihkan pembicaraannya ke-lain soal lagi katanya:

"Suhu muridmu sudah menerima seorang murid, suhu kini sudah menjadi Sucouw!"

Sang Suhu rupanya tidak tertarik oleh berita itu, ia berkata: "Hay Hong aku sebetulnya hendak menjodohkan kau dengan anak perempuanku tetapi cinta tidak bisa dipaksa maka aku batalkan maksudku. Aku hanya mengharap supaya kau perlakukan baik-baik dan cintailah padanya, jangan sampai mengecewakan pengharapannya. Dengan demikian berarti kau sudah membalas budiku. Mengertikah kau?"

"Baik Suhu, harap Suhu jangan khaw atir!"

Gadis baju ungu mendadak lari keluar, hingga mengejutkan Dewi ular.

"Kau hendak kemana?" demikian tegurnya.

Gadis itu tidak menjawab, dengan dua tangan mendekap mukanya, sedang dadanya tampak naik turun, seolah-olah sedang menekan perasaannya sendiri.

Ho Hay Hong buru-buru mencegahnya sambil berkata: "Adik, kau jangan buat pikiran, aku tokh t idak sesalkan

perbuatanmu!"

"Aku tidak ingin bertemu denganmu lagi. Kau dengan dia sebetulnya merupakan pasangan yang setimpal, dengan hak apa aku mengganggumu?" kata gadis itu dengan suara terisak-isak.

Dibawah sinar mata anak buahnya, adegan itu sangat tidak enak bagi Ho Hay Hong. Lama sekali ia baru bisa membuka mulut.

"Adik, aku sebetulnya merasa salah terhadap kau tetapi aku harap kau jangan marah, maafkanlah semua kesalahanku!" Pada saat itu, dari luar tiba-tiba lari masuk seorang laki-laki, orang itu lebih dulu memberi hormat kepada Tok-heng Tayhiap, kemudian berkata:

"Saudara-saudara kita telah menangkap seorang didaerah sungai Lam-kiang, kini sudah kita bawa kemari, harap tayjin beri petunjuk, apa yang harus kita lakukan selanjutnya."

"Kau laporkan kepada Bengcu, aku sudah tidak berhak mencampuri urusan Bengcu." kata Tok-heng Tayhiap sambil menunjuk Ho Hay Hong.

Orang itu ketika memandang Ho Hay Hong, sejenak nampak terkejut, kemudian berlutut dihadapannya sambil mengulangi laporannya tadi.

"Apa dosanya orang itu ? Kau jelaskan dulu!" kata Ho Hay Hong.

Orang itu sudah seperti kehilangan ingatan, kelakuannya seperti orang gila, entah apa sebabnya, ketika berada didaerah sungai Lam-kiang telah kebentrok dengan saudara-saudara kita disana, dengan mengandalkan kepandaian ilmu silatnya yang tinggi, ia telah melukai banyak saudara-saudara kita, hingga akhirnya dengan terpaksa kita menggunakan obat mabuk membuatnya tidak ingat orang. Sekarang  orang  itu sudah kita bawa kemari, harap Beng cu berikan putusannya!"

"Bawa kemari!"

Orang itu berlalu, tak lama kemudian, ia balik lagi bersama empat orang kawannya yang membaw a seorang perempuan muda berpakaian warna putih. Perempuan itu cantik sekali, namun mukanya menunjukkan bahwa hatinya sedang berduka cita, jalannya tidak tetap.

Gadis baju ungu mendadak menjerit dan berseru: "Kau, kau bukankah nona Tiat Chiu Khim?"

Wajah Ho Hay Hong sesaat itu juga berubah pucat, ia

segera memerint ahkan anak buahnya supaya membebaskan tawanannya.

Orang-orang yang menangkap Tiat Chiu Khim pada ketakutan, buru-buru membuka tali yang mengikat tubuh nona itu, kemudian undurkan diri dengan diam-diam.

Tiat Chiu Khim memandang Ho Hay Hong sejenak, pandangan matanya seperti kabur, sesaat itu ia merasa seperti memimpi. Tetapi ketika ia melihat gadis baju ungu dan Dewi ular dari gunung Ho-lan-san juga berada disitu, ia baru tahu kalau dirinya dalam keadaan sadar.

Perasaan sedihnya tak terkendalikan lagi air mata mengalir bercucuran, sehingga tidak dapat bersuara.

Ho Hay Hong segera memerint ahkan semua anak buahnya meninggalkan ruangan.

Setelah semua orang berlalu, Tiat Chiu Khim baru lari menubruk Ho Hay Hong sambil berseru:

"Engko Hay Hong, apakah kau masih hidup ?"

Wajah gadis baju Ungu pucat seketika, matanya dirasakan gelap, hampir saja jatuh pingsan.

Ho Hay Hong mendadak mundur selangkah dan berkata: "Nona Tiat, sudah lama kita tidak ketemu! Bagaimana keadaanmu selama ini?"

Meskipun ia berusaha mengendalikan perasaannya tetapi rasanya berat sekali, hingga suaranya menjadi serak.

Tiat Chiu Khim terkejut mendengar ucapan itu, maka  ia tidak berani maju lagi.

Dewi ular dari gunung Ho lan-san lalu berkata sambil menghela napas:

"Hay Hong, kau keliru. Mereka berdua sama-sama merupakan orang-orang yang mencintakan dirimu dengan tulus hati siapapun tidak bisa kehilangan kau. Lekas kau hiburi ia sudah terlalu menderita karenamu."

Setelah itu, ia menghampiri gadis baju ungu dan bisik- bisik d i telinganya.

Ho Hay Hong mengerti maksud suhunya, sekarang ia tidak ragu-ragu lagi, maka lalu berseru :

"Adik Khim kita akhirnya ketemu kembali !"

Ia pentang dua tangannya, memeluk tubuh Tiat Chiu Khim.

Tiat Chiu Khim berkata dengan suara sedih:

"Engko Hay Hong, dengan payah aku mencarimu, hari ini baru ketemu."

Ia masih hendak berkata lagi, tetapi sudah dipotong oleh Ho Hay Hong:

"Semua aku sudah tahu. Adik Khim, hingga sekarang aku baru mengetahui isi hatimu, semua yang sudah lalu rasanya seperti impian buruk, kita jangan bicarakan lagi." Kemudian ia berbisik-bisik ditelinganya:

"Tentang dia, aku harap kau suka melupakan hal hal sudah lalu yang tidak menyenangkan hatimu. Ia tadi sudah menyatakan penyesalannya karena pernah membohongimu."

"Engko Hay Hong, kau jangan khaw atir, aku tidak benci padanya."

Dewi ular dari gunung Ho-lan-san menghampiri mereka dan berkata sambil menghela napas:

"Anak-anak semua sudah menjadi dewasa, apa lagi yang lebih menggembirakan dari pada in i? Hong-jie, aku sudah mengambil keputusan, soal ia, (gadis baju ungu) biarlah It-jie  Hui Khiam yang bertindak sebagai wali sedangkan dia (Tiat Chiu Khim), aku yang akan menjadi walinya. Kau sekarang sudah menjadi Bengcu, tetapi aku adalah suhumu, rasanya kau tidak akan menolak  usul ini?"

Demikianlah, atas usul suhunya sendiri, Ho Hay Hong dengan berbareng menikah dengan dua gadis cantik jelita

TAMAT
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar