Jilid 21
HO HAY HONG waktu itu masih tidak menunjukkan perasaan sedih, ia minta pelayan yang menyediakan barang hidangan spesifik daerah selatan, yang sengaja untuk menyenangkan hati gadis itu.
"Ho koko. Kebaikanmu selamanya tidak akan kulupakan, tetapi jiw amu hanya ah, Ho koko ceritalah sedikit hal-hal yang menyenangkan hatiku, aku hendak mengenang segala cerita mu dimasa hidup.” Sehabis berkata demikian air matanya mengalir bercucuran. hingga tidak dapat melanjutkan kata- katanya.
Ho Hay Hong sangat bersyukur, selagi hendak menghibur kekasihnya Itu dengan kata-kata yang manis, disuatu sudut rumah penginapan tampak seorang padri tinggi besar berjubah putih, sepasang mata bercahaya, tangannya memegangi sebuah sangkar burung yang besar sekali.
Padri yang tinggi besar itu sedang melambaikan tangan hendak minta diri kepada kawan-kawannya. Apa yang mengherankan baginya, dalam sangkar besi itu ternyata terkurung seekor burung garuda yang besar sekali. Dalam terkejutnya, ia menduga bahwa burung garuda itu yang agaknya luar biasa, mungkin salah satu burung garuda peliharaan si kakek penjinak garuda.
Selagi hendak mencari tahu, seorang Kang ouw telah mendekati padri tinggi besar itu dan bertanya sambil tertaw a terbahak-bahak:
"Taysu, boleh aku numpang tanya, orang yang beribadat itu apakah boleh melanggar agamanya ?"
Oleh karena pertanyaan itu diucapkan dengan suara nyaring maka dapat didengar oleh semua orang yang ada disitu, dengan perasaan terheran-heran, semua orang mengaw asi dirinya.
Padri tinggi besar itu ketika mendengar pertanyaan demikian, dalam hati merasa heran. Ia tidak mengerti apa maksudnya orang yang tidak dikenal itu bertanya demikian? Tetapi bagaimana layaknya ia harus menjawab. "Bagaimana orang beribadat terbagi dari golongan yang jujur atau yang palsu, kalau yang jujur dan memang harus mencari kebenaran sudah tentu tidak boleh melanggar aturan, yang palsu maksudnya bukan mencari kebenaran, maka melanggar atau t idak terserah kepada kesenangan hatinya !"
Orang Kang ouw itu agaknya hendak menggoda padri, ketika banyak yang perhatikan dirinya, ia lalu berkata sambil tertaw a terbahak-bahak.
"Kalau demikian halnya, Taysu jadi termasuk orang yang beribadat yang palsu !"
Padri tampaknya tidak senang, tetapi ia tidak marah, sambil merangkapkan kedua tangannya ia bertanya:
"Pertanyaan siecu ini apa maksudnya? Bolehkah siecu beritahukan kepada lolap?"
"Aku tadi telah menyaksikan Taysu sangat gembira, minum arak dan makan daging sepuas-puasnya, maka aku menganggap Taysu adalah tergolong beribadat palsu itu. Coba Taysu pikir ucapanku ini benar atau tidak?"
Semua orang yang mendengar pertanyaan itu, lantas pada tertaw a ramai.
Padri itu rupanya mengerti bahwa orang Kang ouw itu, sengaja mencari setori dengannya hingga tidak dapat mengendalikan hawa amarahnya lagi, ia berkata dengan suara gusar.
"Siecu rupanya mencari setori, sengaja menghina lolap, apakah kedatanganmu ini ada yang kau andalkan?"
Orang itu tertaw a terbahak-bahak dan berkata: "Salah, salah, aku dengan Taysu masih sangat asing, kesatu tidak kenal, kedua tidak ada permusuhan apa- apa, perlu apa buat menghinamu? Hanya kelakuan Taysu yang tidak selayaknya sebagai orang yang beribadat, menimbulkan keherananku, maka terpaksa aku menanya padamu. Tak kuduga Taysu lantas marah, ini suatu bukti bahwa Taysu belum cukup kuat ibadahnya. Ha ha ha "
Sehabis berkata demikian, dengan langkah lebar ia berjalan di hadapan padri itu, seolah-olah tidak pandang mata padanya.
Ho Hay Hong juga merasa bahwa orang tu agak kurang sopan, kedatangannya itu tentu bukan tidak ada sebabnya, maka ia berkata pada gadis itu dengan suara pelan:
"Adik, seperti tadi dengar atau tidak? Tempat seperti ini sering terdapat manusia macam yang tak karuan sifatnya sehingga mudah sekali timbul perkara. Keadaan seperti ini, mungkin kau tidak pernah melihatnya di daerah utara, maka dikemudian hari kau harus berlaku hati-hati kalau bisa sabar, sabarlah."
Ucapannya itu seperti memberi nasehat kepada kekasihnya, sehingga gadis berbaju ungu yang mendengarkan itu merasa pula air matanya kembali mengucur keluar dan menjawab sambil menganggukkan kepala:
"Ho koko, ucapanmu aku akan ingat dan tidak akan melupakan untuk selamanya, kau jangan khaw atir."
Pada waktu itu padri tinggi besar itu nampaknya sudah marah benar, dengan keras ia berkata:
"Jangan pergi dulu." Suaranya bagaikan geledek hingga mengejutkan semua orang yang berada di dalam rumah penginapan itu. Kini semua baru tahu bahwa padri itu memiliki kekuatan tenaga dalam yang hebat.
Ho Hay Hong diam-diam berpikir: "Padri itu jelas menggunakan ilmunya dari golongan gereja Siao lim si, apakah padri in i orang dari golongan Siao lim pay?"
Belum lenyap pikirannya, orang Kang-ouw tadi sudah berdiri tegap, dan perlahan-lahan berpaling serta bertanya: "Taysu ada keperluan apa?"
Sikapnya masih tetap tenang, sedikitpun t idak merasa jeri oleh ilmunya padri tinggi besar itu, jelaslah sudah bahwa orang itu setidak-tidaknya mempunyai pegangan yang kuat.
Padri tinggi besar itu meletakkan sangkar yang dibawanya, ia berkata dengan suara gusar:
"Aku adalah Hui Ceng dari Siauw lim-sie, sejak aku mengembara, belum pernah menjumpai seorang tidak sopan seperti ini, hari ini jikalau siecu tidak menjelaskan duduknya perkara, kau jangan harap bisa pergi dengan seenaknya!"
"Oh, jadi Taysu ingin bertanding dengan aku? Ha he he begitu bagus sekali, mari sebutkan caranya!"
Ho Hay Hong sementara itu berpikir "Orang ini romannya biasa saja. sedikitpun tidak ada apa-apa yang luar biasa, jelas bukan tandingan padri itu, mengapa ia berani menantang demikian rupa?"
Tetapi kemudian ia pikir kembali: "justru orang yang berkepandaian kepalang tanggung ini yang biasanya sering suka mengagulkan kepandaiannya, dan tidak pandang mata pada orang lain. Oh, orang itu benar- benar tidak tahu diri."
Pada saat itu matanya tiba-tiba dapat melihat seorang muda tinggi kurus, dengan kelakuannya seperti maling berjalan mendekati padri t inggi besar itu, dan selagi padri itu tidak ambil perhatian, ia lalu mengambil sangkar besi besar itu dan dibaw a kabur.
Ketika padri itu mengetahui, anak muda itu sudah turun dari tangga. Dengan demikian padri itu segera mengetahui bahwa dirinya telah tertipu oleh akal muslihat kawanan bangsat.
Ia meninggalkan orang yang menantang dirinya, dengan cepat lari turun mengejar pemuda kurus itu.
Kejadian ini diluar dugaan orang banyak, hingga semua pada tertegun.
Ilmu lari pesat padri itu sungguh hebat, dalam waktu singkat ia sudah berhasil menyandak pemuda kurus tersebut. Tetapi selagi hendak menangkapnya, dari atas mendadak lari turun seorang tua bermuka hitam, yang melancarkan serangan dari jarak jauh dengan mendadak.
Serangan itu dilakukan cepat dan hebat sekali, sekalipun Ho Hay Hong yang berada agak jauh juga merasakan sambaran hembusan anginnya.
Paderi tinggi besar itu terpaksa menarik kembali tangannya dan lompat mundur selangkah.
Orang tua bermuka hitam itu perdengarkan suara dingin, sama sekali tidak menghiraukan sikap paderi itu. Dengan langkah lebar ia berjalan menuju kesalah satu meja yang kosong, setelah duduk, minta pelayan supaya menyediakan arak dan hidangan, seolah-olah disitu hanya ia sendiri yang duduk.
Paderi tinggi besar itu ketika menyaksikan sikap dan kelakuan orang bermuka hitam itu, sesaat tidak bisa mengambil keputusan hingga berdiri tertegun dipinggir tangga loteng.
Pemuda kurus yang menyambar sangkar besi tadi, menggunakan kesempatan itu lari. Ho Hay Hong yang duduk dipinggir jendela. telah melihat sebuah kereta mewah dilarikan dengan cepat, menyambut pemuda kurus tadi dan kemudian dikaburkan kearah barat.
Paderi tinggi besar yang berdiri tertegun ketika sadar kembali, pemuda yang membaw a kabur sangkar dan burung garudanya itu ternyata sudah tidak tampak bayangannya lagi.
Dengan alis berdiri ia menghampiri dan berkata kepada orang tua bermuka hitam:
"Siecu telah berkomplot merencanakan perbuatan ini, rencanamu itu meskipun bagus tapi juga tidak akan terhindar dari hukum, aku Hui Ceng, sudah lama berkelana di dalam Kangouw, bagaimanapun juga tokh tak boleh kehilangan muka ditempat umum seperti in i, siecu pikir ucapanku ini betul atau tidak?"
Orang tua bermuka hitam itu diam saja sambil menundukkan kepala tetap makan hidangannya, seolah- olah tidak dengar ucapan paderi itu.
Kejadian itu juga mengherankan Ho Hay Hong, sementara dalam hatinya berpikir, kelakuan orang tua muka hitam in i meskipun sangat aneh, tetapi mungkin juga suatu kebetulan saja. Sebab paderi itu hendak menyerang pemuda itu, dan saat itu justru orang tua itu hendak naik keloteng, dengan sendirinya menangkis serangan paderi itu untuk menolong jiwa pemuda tadi.
Semua ini kejadiannya agak aneh, sulit diduga bagaimana keadaan yang sebetulnya.
Sementara itu paderi tinggi besar itu sudah berada dimeja orang tua bermuka hitam. Dengan muka merah padam ia berkata.
"Siecu berkepandaian cukup tinggi, tentunya orang kenamaan dalam rimba persilatan. Lolap seorang yang tidak tahu diri, mendapatkan kehormatan ini!"
Sehabis berkata, ia mengambil poci arak dituang kedalam cawan orang tua bermuka hitam itu.
Orang tua bermuka hitam itu mendadak angkat muka tertaw a terbahak-bahak dan berkata:
"Baik, baik, budi kebaikanmu, ku terima dalam hati!"
Ia sodorkan cawannya, menerima pemberian arak paderi t inggi besar.
Sungguh aneh, dua orang tampak berkenalan, saling mengadu kekuatan tenaga dalam, hingga tangan dua orang tampak sedikit gemetar. Mata paderi itu tampak bercahaya napasnya memburu, sedangkan orang tua muka hitam itu meskipun bibirnya tersungging senyuman, tetapi agaknya juga sudah mengeluarkan banyak tenaga.
Pe rtandingan kekuatan tenaga dalam itu berlangsung dengan cepat, setelah mengadu kekuatan itu, dua orang sudah tahu kekuatan masing-masing. Dibawah sorotan mata orang banyak, orang tua muka hitam itu minum kering arak yang dituang oleh paderi tadi.
Hui Ceng meletakkan kembali pocinya diatas meja, kemudian serunya pada orang bermuka hitam:
"Siapakah nama siecu yang mulia? Apakah siecu tidak keberatan memberitahukan pada lolap?"
"Nama julukanku kurang sedap didengar, kusebutkan barangkali mengotori telingamu, lebih baik tidak kusebutkan!" jawab orang bermuka hitam sambil tertaw a.
"Siecu berkepandaian sangat tinggi, jelas tentulah satu jago kenamaan dari satu daerah. Sayang lolap tidak mempunyai peruntungan untuk mengetahui nama siecu yang mulia."
"Demikian besar cinta Taysu terhadap diriku yang hina ini, kalau aku tidak mau menyebutkan namaku, Taysu tentunya akan menganggap aku terlalu sombong. Dengan terus terang, nama julukanku ialah Liang hay Hek keng."
Ketika mendengar disebutnya nama julukan itu, para tamu dalam rumah penginapan itu ramai membicarakan dengan suara pelahan.
Ho Hay Hong meskipun belum pernah dengar nama itu, tetapi dari sikap orang banyak ia juga dapat menduga bahwa orang muka hitam itu tentunya orang ternama dalam rimba persilatan, jikalau tidak, orang- orang itu tentu tidak menunjukan sikap terkejut.
Lama Hui Ceng berdiam kemudian berkata. "Kiranya siecu adalah Liang hay Hek-heng, lolap tidak tahu. Sudah lama lolap dengar bahwa Bengcu rimba hijau tujuh propinsi daerah selatan, Liong ceng Hauw sie, mempunyai tiga pembantu yang namanya sangat kesohor. Kini lolap telah berjumpa dengan salah satu diantara, sesungguhnya merupakan suatu kehormatan bagi lolap.”
"Tetapi lolap ingin tanya kepada siecu, kita Siau lim pay dengan Liong ceng Houw sie tidak ada permusuhan apa apa, mengapa sering mendapat gangguan dari orang orangnya. Bahkan merampas barangku yang sangat berharga."
"Benar ucapan Taysu memang sangat beralasan, tetapi sangat menyesal, aku yang hina hanya berbuat atas perint ah atasanku tentang ini. barangkali Taysu juga dapat memaklumi. hingga tidak perlu aku memberi keterangan lagi!" kata orang tua bermuka hitam.
"Kalau begitu, Bengcu-mu memang sengaja menantang Siao lim pay?"
"Tentang ini maaf, karena aku bukan Bengcu maka tidak dapat menjawab!"
"Lolap kata, Bengcu-mu sudah beberapa tahun berusaha memperkuat kedudukannya, dengan ambisi besar hendak menelan semua partai dan golongan dalam rimba persilatan, mengapa siecu tidak menjaw ab demikian, yang barangkali agak tepat?"
"Menyesal sekali, perlu kujelaskan lebih dulu, bahwa urusan Bengcu aku tidak akan turut campur tangan!"
Perdebatan semakin sengit, agaknya hendak berubah menjadi perkelahian. Tetapi Hui Ceng agaknya bisa berpikir panjang setelah berpikir sejenak mendadak meninggalkan meja orang tua bermuka hitam dan berkata:
"Baik, lolap akan memberitahukan hal ini kepada ketua lolap, entah bagaimana hendak dibereskannya! Sampai berjumpa lagi!"
Tanpa menoleh lagi, ia sudah meninggalkan tempat tersebut.
Ho Hay Hong diam-diam berpikir: ”ucapan Hui Ceng mungkin juga ada benarnya Liongceng Houw sie bermaksud hendak menguasai rimba persilatan, maka hendak menyelidiki rahasia kekuatan si kakek penjinak garuda. Kalau benar demikian halnya aku harus berusaha mencegahnya.”
Kemudian ia berpikir pula: ”sebetulnya burung garuda itu kecuali digunakan sebagai pesuruh, tidak ada lain guna. Liongceng Houw sie mendapatkannya, juga percuma saja!"
Karena ia sendiri sudah pernah mengalami, maka diam-diam merasa geli.
Dengan mendadak dijalan raya tampak sebuah kereta sangat mewah berjalan mendatangi dan kemudian berhenti dihadapan rumah penginapan.
Seorang muda tampan berpakaian mewah dengan sikapnya yang jumawa, turun dari kereta, dibelakangnya menyusul seorang tua hidung bengkok yang membimbing seorang perempuan yang mukanya ditutupi oleh kerudung kain hitam. Perempuan itu meskipun tidak tertampak wajahnya, tetapi dari potongan tubuhnya yang indah mungkin juga memiliki paras cantik.
Ia mengenakan gaun panjang berw arna kuning muda, dengan dibimbing oleh pemuda perlente dan lelaki tua hidung bengkok naik ke atas loteng rumah penginapan.
Dengan munculnya perempuan itu, manusia bermuka hitam itu mendadak menjadi tegang. Matanya yang tajam berputaran mengawasi keadaan disekitarnya sebentar, setelah merasa puas baru ia tenang kembali.
Pada saat itu orang Kangouw yang menyaru sebagai tamu rumah penginapan merangkap rumah makan, lantas pada bangkit dari tempat duduk masing-masing, lantas menyambut dan mempersilahkan perempuan berkerudung itu duduk disalah satu sudut.
Dari kekuasaan dan perbuatan orang-orang itu, segera dapat diketahui bahwa mereka pasti komplotan orang tua bermuka hitam. Orang-orang itu jumlahnya tidak kurang dari belasan, hingga Ho Hay Hong diam-diam berpikir, ”kalau begitu mereka sudah merencanakan sangat rapih lebih dulu, untung Hui ceng tahu gelagat, sehingga tidak sampai terjadi bentrokan. Kalau tidak betapapun tinggi kepandaiannya, ia akan pasti kewalahan menghadapi demikian banyak musuh.”
Gadis berbaju ungu sejak tadi memperhatikan wanita berkerudung, maka ia segera mengetahui bahwa perempuan itu tidak bertenaga sama sekali, jalannya juga memerlukan bimbingan orang. Ia lalu berkata kepada Ho Hay Hong dengan suara pelahan: "Ho koko, apa kau tidak lihat bahwa orang itu sebetulnya hanya merupakan satu boneka?"
Ho Hay Hong lalu memperhatikan keadaan perempuan itu, ia juga segera melihat tanda-tanda yang mencurigakan, maka lalu berkata sambil menganggukkan kepala:
"Benar, ia berjalan saja tidak bertenaga hingga perlu bantuan orang lain. Mungkin ia dalam keadaan tidak sadar."
Diam-diam ia merasa heran, apa maksudnya orang- orang Kang ouw Ini menaw an orang perempuan?
Pada waktu itu, para tamu yang bernyali kecil, ketika melihat gelagat tidak beres, satu persatu meninggalkan tempat itu, hingga yang tinggal hanya orang-orang komplotan situa bermuka hitam, bersama Ho Hay Hong dan gadis berbaju ungu, serta beberapa gelintir orang yang bernyali besar.
Ho Hay Hong yang bermaksud hendak menyaksikan apa yang akan terjadi. Maka sekalipun sudah makan dan minum cukup kenyang, ia masih belum mau meninggalkan tempat duduknya.
Pada saat itu, seorang lelaki tua berambut panjang mendadak muncul di tangga loteng.
Orang tua bermuka hitam itu ketika nampak kedatangan lelaki tua itu, nampaknya sangat girang. Mereka saling menyapa sambil melambaikan tangan, lalu bersama-sama orang tua hidung bengkok, duduk mengurung perempuan berkerudung. Gadis berbaju ungu mendadak angkat kepala, kemudian berkata:
"Ho koko, sang waktu berlalu cepat sekali."
Sewaktu ia mengucapkan perkataan itu wajahnya sangat murung.
Ho Hay Hong yang mendengar perkataan yang tidak karuan juntrungannya itu, ia merasa sangat bingung, tetapi setelah di pikir, ia segera mengerti maksud ucapan itu. Sementara itu matahari sudah naik tinggi, ini berarti jiw anya tinggal setengah hari saja.
Ia mulai khawatir, karena kepergiannya ke kampung setan nanti, apabila tidak bertemu dengan gadis kaki telanjang, berarti jiwanya tidak tertolong lagi.
Dilain pihak, ia juga bingung bagaimana harus melepaskan diri dari kekasihnya gadis berbaju ungu, karena apabila dua gadis saling bertemu, pasti akan menimbulkan akibat tidak baik.
Mendadak ia mendapatkan suatu akal, tetapi akal ini besar sekali resikonya, maka ia tidak berani mengambil keputusan.
Dari mulut Tok-heng lojin ia dapat tahu bahwa orang- orang golongan rimba hijau daerah selatan selalu memandang rendah kepada orang-orang rimba persilatan daerah utara bahkan sering menghina dan mengejeknya.
Dahulu ketika ia mendengar penuturan itu, diam-diam pernah bersumpah pada diri sendiri, pada suatu hari ia pasti akan unjuk gigi kepada orang-orang rimba persilatan daerah selatan untuk membikin melek mata mereka.
Ia anggap pemimpin golongan rimba hijau daerah selatan, Liong ceng Houw sie mungkin seorang yang sombong dengan sepak terjangnya, mungkin masih banyak perbuatan sewenang-wenang yang dilakukan oleh kaw anan berandal itu.
Ia berpikir bolak-balik. Karena waktunya sudah terlalu mendesak, maka lantas mengambil keputusan dengan segera.
Dengan mendadak ia bangkit dari tempat duduknya dan berkata dengan suara keras.
"Liang hay Hek-kheng, kau kemari!"
Gadis berbaju ungu terkejut, dengan wajah pucat ia bertanya:
"Ho koko kau mau apa ?"
Ho Hay Hong sudah bertekad bulat, maka ia tidak menghiraukan pertanyaan kekasihnya. Selagi banyak orang masih berada dalam keadaan keheran2an ia sudah membentak keras lagi:
"Liang hay Hek kheng, kau dengar tidak."
Pe rtanyaan itu seolah-olah suatu perint ah dari seorang berkedudukan tinggi kepada orang bawahannya, Liang hay Hek kheng yang masih dalam kebingungan, juga merasa mendongkol, karena ia sama sekali tidak kenal dengan pemuda asing itu.
Betapapun tinggi kedudukannya, sesungguhnya ia tidak berhak berlaku demikian kasar terhadapnya. Namun sebagai seorang Kang ouw ulung sekalipun hatinya panas, tetapi kepalanya tetap dingin, dengan mengendalikan marahnya, ia menghampiri dan bertanya:
"Siaohiap ada keperluan apa ?"
Ho Hay Hong yang sengaja mencari onar, dengan mata melotot dan nada tidak senang ia menanya:
"Bagaimana kau menyebut aku ?"
Liang hay Hek kheng yang tidak mengerti maksud pemuda itu, ketika mendengar pertanyaan itu, sekalipun sudah banyak pengalaman juga tercengang. Tapi akhirnya menjawab:
"Siaohiap !"
"Goblok, dengan kedudukan apa kau panggil aku siaohiap ?"
Liang hay Hek kheng marah diperlakukan demikian kasar. Ia pikir dengan sebut siaohiap itu sudah cukup merendah, tak sangka pemuda itu masih kurang senang, mungkinkah pemuda itu gila.
Gadis berbaju ungu juga ketakutan, berkata dengan suara gemetar:
"Ho koko, aku minta."
Ho Hay Hong mengulapkan tangannya, memotong perkataannya:
"Kau jangan turut campur, semua aku yang tanggung jawab !"
Ia tahu benar bahwa bagi orang yang mengembara diluar, yang terpenting ialah wibawa. Untuk menghadapi manusia-manusia bangsa berandal seperti itu, bersikap keras dan keberanian yang luar biasa, melakukan perbuatan hal-hal yang t idak diduga, hingga di kemudian hari baru diindahkan.
Dengan sikap keren, ia berkata pula: "Lekas bebaskan nona itu, jikalau t idak, ku nanti terpaksa akan melakukan pembunuhan besar-besaran !"
Liang hay Hek khang yang masih dalam keadaan marah, namun tetap berlaku tenang, setelah berpikir sejenak ia sadar. Maka setelah mendengar ucapan itu, lantas menjawab sambil tertaw a dingin.
"Hmm, orang yang bernyali besar seperti kau ini, dalam hidupku begini tua. baru pertama kali ini aku bertemu kau. Biarlah hari in i aku berikan sedikit hajaran padamu, supaya kau tahu berapa ketinggian langit dan berapa tebalnya bumi!"
Ho Hay Hong tahu orang bermuka hitam itu setiap saat bisa mengambil tindakan terhadap dirinya, maka ia tidak berlaku ayal lagi, sebelum bertindak, ia sudah menyerang lebih dahulu.
Liang hay Hek kheng masih sangsi, pemuda itu berotak miring atau tidak? Sudah lama ia berkecimpung dikalangan Kang ouw juga mendapatkan sedikit nama. Belakang ini ia mengikuti Liong ceng Houw sie, memperkokoh kedudukannya dan memperluas pengaruhnya.
Selama itu tidak sedikit andilnya terhadap Liong ceng Houw sie, namanya juga semakin terkenal. Bagi orang- orang rimba persilatan biasa saja, baru mendengar namanya sudah merasa jeri, sungguh tidak diduganya, pemuda yang tidak dikenalnya itu berani menyerang padanya lebih dahulu.
Tak ada kesempatan lagi baginya untuk berpikir lebih jauh, karena serangan Ho Hay Hong sudah mengancam dirinya, hingga mau tak mau ia lompat, sedang tangan kirinya menyerang batok kepala Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong tahu saat itu waktu sangat penting baginya, ia sudah mengambil keputusan hendak lekas- lekas mengakhiri pertempuran. Tanpa menunggu lawannya bergerak lebih jauh, mendadak ia bersiul panjang.
Suara siu lan itu nyaring sekali, dan bersamaan dengan itu orangnya sudah lompat melesat sangat tinggi, ditengah udara kakinya bergerak menyapu lawannya Ia melakukan itu semuanya dengan menggunakan gerak tipu dalam ilmu silat Garuda Sakti.
Liang hay Hek kheng tidak dapat meraba asal-usul ilmu silat lawannya, maka saat itu agak bingung, dalam keadaan demikianlah kaki Ho Hay Hong sudah menyambar bahunya hingga dirasakan sakit sekali dan lantas mundur berulang-ulang.
Orang Kang ouw kaw akan ini biasanya melakukan pembunuhan dengan mata tidak berkedip, pertempuran besar kecil. Juga sudah banyak dialaminya sungguh t idak disangka hari itu terjungkal ditangan seorang jago muda yang belum dikenalnya.
Rasa malu dan marah sesungguhnya tidak mudah diredakan begitu saja, maka ia lantas menggeram, tulang-tulangnya pada berbunyi, dengan kalap menyerbu Ho Hay Hong. Ho Hay Hong mendadak lompat kelain tempat, tangannya bergerak dan salah satu anak buah orang bermuka hitam itu lantas jatuh roboh.
Dengan demikian keadaan disitu lantas menjadi kalut , tamu-tamu berlari dengan serabutan.
Pemuda berpakaian perlente itu sedang menghunus pedangnya, dengan cepat digerakan, sedang mulutnya berkata dengan suara lantang:
"Anak liar dari mana berani berlaku sesukanya ditempat ini? Rebahlah kau!”
Pedang ditangannya bergerak bagaikan kilat, sinarnya berkelebat menyilaukan mata.
Ho Hay Hong menggerakkan dua tangannya, dengan satu gerak tipu yang luar biasa menerobos keluar dari jaring pedang pemuda itu, kemudian satu tangannya menyerang siorang tua hidung bengkok.
Pemuda berpakaian perlente itu terkejut dan terheran- heran, sebab serangan dengan ilmu pedangnya yang luar biasa itu, jarang sekali ada orang yang bisa lolos dari tangannya kecuali jika kepandaian orang itu tiga kali lipat dari kepandaiannya sendiri.
Dari sini dapat diukur, sesungguhnyalah tidak mudah menghadapi pemuda asing yang belum di kenalnya ini.
Orang tua hidung bengkok ketika melihat Ho Hay Hong menyerang dirinya, buru-buru melindungi dadanya dengan kedua tangannya, setelah itu ia coba balas menyerang.
Ho Hay Hong terpaksa mundur selangkah karena gerakannya yang gesit, selama mundur itu kakinya telah menggaet salah seorang lawan, hingga senggolan tersebut membuat orang itu rubuh ditanah.
Orang tua hidung bengkok dalam terheran heran, ia segera menanyai.
"Kau siapa lekas jawab!"
Ho Hay Hong t idak menggubris pertanyaannya, ketika melihat datangnya serangan dari orang tua lainnya, ia buru-buru angkat tangannya menyambuti serangan itu.
Orang tua ini juga terkejut dan terheran-heran, karena kekuattan tenaga Ho Hay Hong sesungguhnya hebat sekali.
Tetapi rupanya ia masih penasaran, dengan cepat menyerang lagi hingga untuk kedua kalinya kekuatan mereka saling beradu, ternyata masing-masing mundur selangkah.
Kalau dilihat sepintas lalu, kekuatan tenaga kedua pihak sangat berimbang, tetapi Ho Hay Hong hanya menggunakan satu tangan, sedang orang tua itu menggunakan dua tangan, sekalipun berimbang, tetapi kalau dihitung sesungguhnya, Ho Hay Hong masih lebih kuat.
Orang tua itu juga tahu kalau kekuatan tangan kosong pemuda itu jauh lebih kuat dari padanya sendiri, maka ia tidak berani melawan dengan kekerasan.
Ia merubah menggunakan jari tangan untuk menotok, sedang kakinya digunakan untuk menendang.
Ho Hay Hong yang sedang mengamuk, dengan cepat mengelakkan serangan orang tua itu, tangannya bergerak berputaran sehingga beberapa anak buah orang tua itu yang kepandaiannya kurang cukup, telah pada kesambar oleh hembusan angin yang keluar dari serangan Ho Hay Hong.
Dimedan pertempuran itu meskipun jumlahnya orang yang mengeroyok Ho Hay Ho cukup banyak, tetapi kecuali Liang hay hek kheng, pemuda berpakaian perlente, orang hidung bengkok dan seorang kaw annya yang masih sanggup memberi perlawanan yang lainnya hampir semuanya lumpuh, bagaikan daun tertiup angin.
Ho Hay Hong mengharap salah seorang diantara mereka supaya menawan gadis berbaju ungu, tetapi orang-orang itu sedang menunjukan semua perhatian kepada dirinya seorang, hingga tiada seorangpun yang perhatikan gadis itu.
Dengan mendadak ia dapat satu akal, dalam keadaan repot menghadapi empat orang kuat, tiba t iba ia berkata dengan suara nyaring.
"Adik lekas lari, supaya jangan tertangkap oleh mereka."
Sebelum gadis itu bergerak. Liang hay hek kheng dengan cepat sudah menyerbu lebih dulu. Ia t idak tahu, itu adalah akalnya Ho Hay Hong, maka dengan cepat jerijinya menotok untuk mengendalikan gadis itu.
Ho Hay Hong pura-pura marah, ia berkata:
"Liang hay Hek kheng. Jikalau kau tak bebaskan dia, jangan sesalkan kalau aku nanti menindak tanpa memandang persahabatan kita!"
Liang hay Hek kheng tertaw a terbahak-bahak dan berkata: "Kau boleh coba, asalkan berani bergerak, aku lebih dulu akan bunuh dia!"
Tetapi setelah ia mengeluarkan ucapan itu, orang tua itu mendadak merasa malu sendiri, sebab ia selalu pandang tinggi dirinya sendiri. Bagaimanapun juga ia adalah seorang jago kenamaan, sungguh tidak disangka- sangka karena terdesak oleh seorang anak muda telah menggunakan seorang gadis untuk memperdayai lawannya!
Ho Hay Hong pura-pura marah, ia lompat ke samping dan berkata dengan suara keras:
"Kau mau melepaskan atau tidak?"
"Kalau kau mempunyai kepandaian cukup, boleh coba- coba menolong dirinya." berkata Liang hay hek kheng.
"Manusia tidak tahu malu, perbuatanmu itu adalah perbuatan seorang rendah. Apakah tidak malu masih mengaku sebagai seorang gagah? Liang hay Hek kheng, kau ingat baik-baik!"
Gadis berbaju ungu itu meronta dia berkata:
"Ho koko. kau pergilah. jangan khawatirkan tentang diriku!"
Ho Hay Hong yang mendengar perkataan itu, merasa sangat menyesal menggunaka akal demikian, hanya semata-mata hendak menyingkir dari samping gadis itu.
"Adik, semua ini adalah salahku, harap kau maafkan." demikian ia berkata.
Gadis itu masih belum tahu maksud perkataannya itu, ia anggap perbuatan sewajarnya, maka buru-buru berkata. "Ho koko, kau jangan berkata demikian, bagi kita tidak ada urusan yang di beda-bedakan, kau lekas pergi, semoga tidak mendapat halangan lagi."
Berkata sampai disitu, ia tidak tahan perasaan sedihnya, sehingga air mata mengalir bercucuran.
Ho Hay Hong dalam hati mengeluh, karena tindakan itu ia lakukan dengan terpaksa, maka ia hanya berdoa supaya gadis itu berlaku sabar dan menantikan pulangnya.
Ia lalu pura-pura marah terhadap Liang hay Hek kheng:
"Kau juga salah seorang gagah dalam rimba hijau, kau tokh tahu benar peraturan menawan orang yang tidak berdaya? Hari ini aku masih ada urusan penting yang perlu diselesaikan. Nona ini untuk sementara kutitipkan padamu, kau harus jamin keselamatannya Setelah urusanku selesai aku akan mencarimu lagi, kita akan bertempur sepuas puasnya. Apabila aku mengetahui kau berbuat tidak pantas terhadap dirinya aku bersumpah akan menggunakan darah kalian untuk menuntut perbuatan ini, ingat baik-baik, sekarang aku pergi."
Selesai menitipkan diri gadis tersebut, ia menggunakan ilmunya meringankan tubuh lompat keluar melalu i jendela dan lari ke arah barat, sebentar saja sudah tidak kelihatan.
Setelah Ho Hay Hong berlalu. Liang hay Hek kheng bertanya kepada gadis berbaju ungu:
"Dia itu bernama siapa? Lekas jawab."
Halaman 41 s/d 48 Hilang Ia lalu mengambil keputusan dengan cepat, pikirnya: "aku harus lekas menolong dia, selagi aku masih bisa bernapas."
Dengan tangan kiri menggandeng tangan Tang siang Sucu, ia bertanya padanya:
"Kau juga sedang mengalami nasib sial, kakek penjinak burung garuda mengapa tidak menuduh orang lain, sebaliknya menuduhmu yang membaw a lari gadisnya?"
"Hanya disebabkan aku pernah mengejar gadis itu, kakek itu lantas timpahkan kemarahannya diatas kepalaku. Ia mengutus orang-orangnya memancing aku datang kemari, dan katanya harus mengalami siksaan seperti ini!
"Baik, aku sekarang juga mendadak ingin masuk ke Kampung Setan. Kalian berjalanlah dulu, jangan sampai dicegat lagi oleh orang-orang Kampung Setan !"
Ia menyerahkan Tang siang Sucu ke empat bintang, dan ia sendiri lalu balik menuju ke Kampung Setan.
Karena ia sudah kenal baik keadaan tempat itu maka sepanjang jalan tidak menemukan rint angan, dengan mudah tiba kedekat patung Gak Hui.
Ia melihat tiga laki laki tua berambut putih duduk diatas bangku batu sambil memandang aw an diudara. Disebuah pohon besar dekat bangku itu tergantung beberapa potong baju kulit, mungkin karena basah, hingga jemur ditempat itu.
Mata Ho Hay Hong ditujukan kepada salah seorang yang bermuka merah, pura-pura mengeluh dan berkata: "Ow. lama aku tidak datang kemari, kampung setan nampaknya sudah banyak tenang. Dahulu tempat ini selalu diliputi oleh angkara murka, tapi sekarang tidak tampak lagi.”
Orang tua bermuka merah itu mendadak bangkit dan berkata dengan nada suara dingin:
"Bocah, apa kau kembali datang hendak mencari tahu keadaan tempat ini ?"
Ho Hay Hong pura-pura berlaku acuh tak acuh, jawabnya dengan tenang:
"Aku datang dari daerah utara, dahulu memang ada maksud demikian, tetapi kulihat kampung setan sekarang sudah aman, maka kedatanganku ini, merasa sangat kecewa!"
"Bocah, kau sekarang masih keburu, seandainya kalau kau ingin mencari keramaian."
Ho Hay Hong pura-pura heran, ia bertanya:
"Apa kedatangan tuan juga hendak menyelidiki tempat ini?"
Orang tua bermuka merah itu hanya tertaw a tidak menjawab, Ho Hay Hong berkata:
"Aku sebetulnya ingin menjumpai kakek penjinak garuda, entah dia ada dirumah atau tidak ?"
Orang tua bermuka merah itu mendadak tertawa terbahak-bahak dan kemudian berkata:
"Bocah, kau benar-benar pandai berlagak, apa kau kira kita orang ini goblok semuanya? Hahaha! Lekas beritahukan maksud kedatanganmu, sebab sebentar lagi kau t idak akan bisa hidup lagi."
Ho Hay Hong juga tertaw a tergelak-gelak dan berkata: "Dengan sejujurnya kedatanganku ini ialah hendak
mencari kakek penjinak garuda."
Waktu itu ia sudah tidak memikirkan soal mati hidupnya sendiri, maka meskipun tempat itu sangat berbahaya dan banyak orang-orang kuat yang setiap waktu bisa mengurung dirinya, tetapi ia sedikitpun tidak merasa takut.
Orang tua bermuka merah itu berkata:
"Kau tunggu sebentar." Tangannya lalu menepok patung kuning dan sebentar kemudian patung itu bergerak dan menggeser ke samping. Kakek penjinak garuda yang seluruh rambutnya sudah putih bagaikan salju lompat keluar dari dalam lobang di bawah patung itu. begitu berada di atas lantas bertanya.
"Ada apa? Apakah kau melihat apa-apa lagi?"
Orang tua bermuka merah minggir ke samping seraya berkata.
"Bocah ini dengan berani mati menyusup kemari, katanya hendak mencari cianpwe."
Kakek penjinak garuda memandang Ho Hay Hong sejenak, kemudian berkata dengan nada suara dingin:
"Aku kenal denganmu, kau ada urusan apa ? Lekas katakan!" "Aku hendak menjumpai nona yang berdiam di sini untuk mengembalikan pedang pusakanya?" jawab Ho Hay Hong.
"Kau berikan padaku juga sama saja." kata Kakek penjinak garuda.
Ho Hay Hong menggeleng-gelengkan kepala dan berkata:
"Menyesal sekali karena dahulu aku sudah berjanji dengannya, selain kepada ia sendiri t idak boleh diberikan kepada orang lain."
Kakek penjinak garuda mendadak tertaw a besar menggema di angkasa, puas tertaw a ia berkata:
"Dia sudah tidak berada disini, kau apakah ini memang berlagak bodoh atau benar-benar tidak tahu?"
Ho Hay Hong yang mendengar suara tertaw a orang tua itu seperti penuh kemarahan, ia mengerti lantaran kehilangan gadis kaki telanjang, namun demikian ia masih pura-pura berlagak tidak tahu, tanyanya heran:
"Apa? Dia sudah tidak berada di sini?" Kemudian ia berlaku seperti kecewa dan katanya lagi:
"Aku dari tempat sangat jauh sengaja datang kemari, tak kusangka dia tak ada. Ai! akankah akan hilang kepercayaanku lagi terhadapnya."
"Dia juga pernah menyebut-nyebut dirimu. Kau jangan coba berlagak!"
Ho Hay Hong dalam hati terkejut, ia bertanya: "Apa kata ia?" "Kau adalah seorang jahat yang tidak tahu malu! Tinggalkan lengan kirimu, lalu lekas enyah dari sini! Sekarang aku masih belum menghendaki jiwamu!"
"Apa! Betulkah aku dianggap orang semacam itu?" "Kau dengarkah perkataanku tadi?"
Ho Hay Hong tidak takut, sebaliknya malah tertawa
besar dan berkata.
"Kakek penjinak garuda, itu adalah kau sendiri yang bikin-b ikin, tidak mungkin menganggap aku demikian rendah. Ha ha!"
"Bocah, dengan alasan apa kau mengatakan aku demikian?"
Ho Hay Hong ingin menundukkan orang tua itu, ia segera mengeluarkan plat emas lambang kebesaran seorang pemimpin, ia perlihatkan kepada orang tua itu seraya berkata.
"Dengan kedudukan sebagai pemimpin golongan rimba hijau daerah utara aku berhadapan denganmu, kau mau apa?"
Kakek penjinak garuda agak terkejut, berkata:
"Oh! Bocah, kau benar-benar hebat, tentang nama kehormatan dan kedudukan ini kalau dibandingkan dengan aku si Kakek penjinak garuda, bukan berarti apa- apa, tetap harus potong sendiri lengan kirimu lekas enyah dari sini."
Ho Hay Hong tidak menghiraukan kembali ucapan kakek itu, ia berkata: "Sekarang aku perlu bertemu muka dengannya, tahukah kau apa sebabnya ia menghilang? Mungkin aku bisa menolong dia terlepas dari bahaya, sekarang in i kita harus kerja sama, jikalau t idak, mungkin lebih berbahaya baginya. Jikalau kau t idak percaya kau lihat nanti!"
"Urusannya t idak perlu kau campur tangan, jikalau aku tidak bisa mencari dia kembali, semua nama baikku diwaktu yang lalu, juga akan tersia-sia saja."
"Kau tetap tidak mau bekerja sama?"
"Aku harus bekerja sama denganmu! Bocah! Apakah kau sudah tengok dirimu sendiri?"
Mendengar perkataan itu, Ho Hay Hong benar-benar jadi marah, ia berkata:
"Baik, kau tidak sudi bekerja sama denganku, aku hendak mengandalkan tenaga sendiri untuk mencari dia kembali!"
Tanpa pamit ia lantas memutar tubuhnya dan berlalu.
Kakek penjinak garuda gerakkan kakinya berada dihadapannya dan berkata dengan nada suara dingin:
"Kau hendak pergi? Hm, tidak gampang, tinggalkan dulu lengan kirimu!"
Ho Hay Hong sedikitpun tidak takut, berkata sambil tertaw a nyaring:
"Benarkah kau hendak bermusuhan denganku?"
Kakek penjinak garuda tidak menduga bahwa Ho Hay Hong berani mengeluarkan perkataan demikian jumawa dihadapannya maka seketika itu malah dibuat heran tidak dapat berkata apa apa. Melihat kakek itu tidak menjaw ab, Ho hay Hong berkata lagi dengan nada luar biasa.
"Ada satu hal aku hendak beritahukan kamu, dua saudara Ing-ie yang pada enam puluh, tahun berselang sangat terkenal namanya, kini sudah muncul di dunia Kang ouw lagi, beberapa hari berselang aku pernah bertemu dengannya di daerah utara.
"Dia berulang-ulang mengatakan dendam sakit hatinya terhadapmu, ia hendak ke selatan untuk membalas dendamnya. Dia dewasa in i sudah melatih ilmu luar biasa, maka kau harus berhati-hati sedikit terhadapnya"
Kakek penjinak garuda kembali dikejutkan oleh perkataan Ho Hay Hong ini, Ing-ie adalah seorang musuh paling tangguh selama hidupnya. Ia benar-benar tak menduga bahwa musuh besar itu kini muncul di dunia Kang ouw lagi.
Permusuhan antara mereka berlangsung sudah puluhan tahun, hal in i membawa ia kembali kepada kenangan dimasa lalu.
Ho Hay Hong menggunakan kesempatan itu untuk minta diri kepada Kakek penjinak garuda.
Orang tua bermuka merah dan kaw an-kaw annya, karena tidak mendapat perint ah dari Kakek penjinak garuda tidak berani berlaku lancang, maka mereka membiarkan Ho Hay Hong meninggalkan Kampung Setan dengan langkah lebar.
Tiga orang itu berdiri tertegun dengan muka pucat, sebab sejak mereka mengabdi kepada Kakek penjinak garuda di Kampung Setan ini, mereka tahu benar bahwa siapa yang berani masuk di daerahnya, jikalau t idak mati ialah bercacad, hanya Ho Hay Hong seorang yang dua kali masuk keluar dengan keadaan selamat.
Waktu itu matahari sudah mendoyong ke barat, ini berarti Ho Hay Hong sudah makin dekat kepada ajalnya.
Dengan cepat ia menyusul rombongan Tang siang Su- cu, rombongan yang itu ketika melihat ia balik kembali dalam keadaan selamat, semua dikejutkan.
Tang siang Su-cu lantas berkata: "Saudara, lukaku sangat parah, apakah kau berusaha".
Empat orang berjalan juga sudah susah, sembari lagi harus membantu Tang siang Su cu, maka keadaan mereka bertambah mengenaskan.
Melihat Ho Hay Hong diam saja. Tang siang Su cu mendadak menarik napas dan berkata:
"Aku sangat menyesal tidak bisa segera pulih kembali kesehatannya untuk mencarinya pulang, kemudian aku bersama orang-orang minta keadilan pada sikakek itu!"
"Tahukah kau dimana adanya dia sekarang ? Dia sekarang tidak tahu bagaimana asalnya, juga tidak tahu dimana berada, sekalipun kau berkepandaian tinggi juga tidak dapat menemukannya, aku lihat sudahi saja." berkata Ho Hay Hong.
"Belum tentu, aku tahu dengan pasti, ia telah terjatuh dalam tangan orang-orangnya Liong ceng Houw sie, sebab kepala berandal itu bermaksud hendak menundukkan semua partai dan golongan dalam rimba persilatan, ia berambisi "
Ho Hay Hong heran, ia bertanya: "Ada hubungan apa dengan hilangnya gadis itu ?" "Liong ceng Houw sie ingin menundukkan semua partai, maka harus memiliki kepandaian dan akal yang luar biasa, mungkin ia merasa tenaganya belum cukup maka ia memerint ahkan orang-orangnya untuk menangkap nona itu. Ia tahu benar bahwa gadis itu adalah orang yang paling disayang oleh Kakek penjinak Garuda, maka ia hendak mempergunakan gadis itu untuk memaksa Kakek penjinak Garuda supaya menurunkan kepandaian . . ."
"Dengan berdasar apa kau berani memastikan bahwa gadis itu ditaw an oleh Liong hong Houw sie?"
"Tidak berdasar apa-apa, hanya sebagai orang yang ketiga sudah tentu mengetahui kepala berandal itu berulang kali memerint ahkan orangnya menyelidiki keadaan kampung setan, lagi pula ia juga mendapat bantuan Sun hong Khaw khik, yang memberi info banyak sekali kepadanya.
”Meskipun ia juga kehilangan banyak jiwa dari anak buahnya, tetapi bagi Liong ceng Houwsie yang berani in i, sedikit pun tidak menghiraukan, asal maksudnya tercapai segala apa ia dapat melakukan.
”Liong cing Houw sie adalah pemimpin golongan rimba hijau daerah selatan, anak buahnya banyak sekali, demikianpun mata-matanya, maka gadis itu sudah tentu tak lolos dari tangan mereka. Liong cing Houw sie sebetulnya hanya ingin menjadikan dirinya sebagai seorang taw anan untuk menekan atau memaksa si kakek Penjinak garuda supaya jangan merint angi tindakannya.
”Diluar dugaan tindakannya itu berjalan dengan lancar, maka nyalinya semakin besar hingga kemudian hendak memaksa si kakek penjinak garuda menurunkan kepandaian ilmunya!"
"Kau dapat keterangan dari siapa?"
"Kau tidak usah tanya, urusan Liong cing Houw sie dan segala rahasianya aku mengetahui dengan jelas?"
"Mengapa kakek penjinak garuda tidak tahu?" "Sigoblok itu setiap hari mengasingkan dirinya didalam
kampung setan, bagaimana dia tahu urusan diluar?"
-oo0dw0ooo-