Rahasia Kampung Setan Jilid 06

 
Jilid 06

SEBELUM Ho Hay Hong menjaw ab, ialah melihat Su to Cian Hui dengan tergesa-gesa lari keluar dari dalam kamar, tangannya membaw a seember air bersih dan handuk, maka buru-buru ia mengurungkan maksudnya hendak menjawab.

Dengan sangat hati-hati, Su to Cian Hui membersihkan luka-luka empat orang itu dengan air bersih, kemudian diberinya obat luka.

Mendapat peraw atan hangat, Khong ciok Gin cee berkata sambil menghela napas:

"Kampung Setan benar-benar merupakan suatu tempat yang amat seram, kalau Su-to Tayhiap tidak cepat-cepat menginsyafi adanya bahaya, kita semua barangkali sudah binasa disana. Ah, kasihan itu orang- orang rimba persilatan yang dahulu pergi kesana tanpa rencana, sehingga mereka tidak bisa kembali lagi."

Si Ayam emas mendadak bangkit dan membuka matanya lebar-lebar, katanya.

"Dengan munculnya manusia liar secara mendadak, empat persaudaraan keluarga Liong telah  menjadi korban dalam tangan mereka. Tidak usah dikata lagi. Kipas besi Hok Yauw pasti sudah tidak punya harapan hidup.”

Ketika ia mengenangkan kejadian mengerikan itu, perasaan ngeri masih tampak lekat dimukanya. Ia menarik napas panjang, lalu berkata lagi.

"Aku tetap menganggap bahwa kita belum mempunyai rencana yang sempurna, sehingga terjebak oleh kawanan siluman itu. Jikalau tidak, kekalahan kita pasti tidak sampai begini mengenaskan."

Cie-lu i Kiam khek berkata sambil menggeleng- gelengkan kepala.

"Bukan, bukan, aku diduga bahwa dalam Kampung Setan itu setiap jengkal terjaga keras, bahkan dalam rimba juga ada orangnya. Kematian keluarga  Liong bukan ditangan manusia liar, melainkan diserang senjata gelap oleh orang yang sembunyi didalam rimba. Apakah kau tadi tidak dengar suara ser-seran itu? Itu adalah senjata jarum beracun yang tidak berw ujud!"

Khong Ciok Giok cee berkata dengan nada suara sedih:

"Persaudaraan Liong menjadi korban kurang kesiap- siagaan, hingga lebih dulu terkena serangan senjata gelap jarum beracun dan kemudian dibinasakan oleh kawanan manusia liar, kita tahu bahwa empat saudara Liong itu sudah lama mendapat nama, kawanan manusia liar itu meskipun lihay, juga tidak mungkin demikian mudah membinasakan mereka. Aku kira Hok Yauw juga terbinasa oleh serangan gelap jarum beracun, karena jarum beracun itu tanpa suara dan tanpa bayangan, mudah sekali digunakan untuk membokong orang, apalagi musuh bersembunyi ditempat gelap, orang tak bisa berjaga-jaga"

"Aku selalu anggap bahwa orang aneh berpakaian kelabu, berambut putih itu adalah orang yang melakukan penyerangan dengan menggunakan jarum beracun, Khong ciok Lo enghiong, kau tadi telah mengadu kekuatan dengannya, bagaimana kekuatannya kau rasa?" berkata Cie lui Kiam khek. "Kekuatan tenaga dalam Kakek rambut putih itu jauh lebih sempurna dari padaku, dengan mengorbankan ilmuku Cie yang Ceng khie, aku mengadu kekuatan dengannya sampai dua kali. hingga sekarang aku masih merasa debaran jantungku. Begitupun kaki tanganku, juga masih terasa kejang!" berkata Khong ciok Gin cee.

"Dia adalah pembunuhnya empat saudara Liong!" berkata Cie lui Kiam khek.

"Aku pikir bukan, dengan kepandaiannya yang demikian tinggi, sudah cukup untuk membinasakan kita secara terang-terangan tidak perlu secara gelap-gelapan.

"Pikiran lo enghiong ini juga ada benarnya. Orang aneh berbaju kelabu itu kalau bukan pembunuhnya empat saudara Liong, aku anggap itu adalah perbuatan gadis kaki telanjang itu. Karena senjata jarum beracun yang halus bagaikan bulu kerbau itu, kecuali orang-orang rimba persilatan yang mempunyai kekuatan tangan sangat besar yang dapat menggunakannya. selanjutnya adalah kaum wanita Cie cian Sien sio dulu telah terkenal namanya dengan senjata rahasia jarum beracun ?"

Song Sie agaknya membenarkan pikiran Cie-lu i Kiam khek, katanya:

"Dari sinar matanya yang dingin, tajam, sikapnya barangkali juga kejam"

Ho Hay Hong yang sejak tadi mendengarkan pembicaraan mereka tanpa bersuara, kini tiba-tiba membuka mulut.

"Dia bukan orang perempuan semacam itu. Jarum beracun itu bukan perbuatannya." Cie-lu i Kiam khek terkejut. "Dari keterangan  Ho siauh iap in i agaknya ia kenal baik dengan wanita itu. Bagaimana sebetulnya?"

Pe rtanyaan itu menarik perhatian semua orang, hingga semua mata tertuju kepada Ho Hay Hong.

Su to Cian Hui juga menghentikan pekerjaannya, dengan sepasang matanya yang penuh tanda tanya memandangnya.

Ho Hay Hong terperanjat, ia tahu sudah kelepasan omong, maka terpaksa menjawab:

"Selama pertempuran berlangsung, dia terus berada disampingku, maka aku berani memastikan bahwa jarum beracun itu bukan ia yang menggunakan."

Giok bu Kie su yang terluka paling berat, berkata dengan kebencian yang meluap-luap kepada orang-orang dari Kampung Setan

"Orang-orang dari Kampung Setan semuanya berhati kejam dan bertangan ganas, kali in i Ho siauhiap memasuki goha macan, ternyata bisa pulang keadaan selamat, apakah mendapat perlindungan dari dewa? Ho siauh iap, dapatkah kau memberi keterangan?"

"Aku melarikan diri selagi ia dalam keadaan lengah!" jawab Ho Hay Hong.

"Dalam Kampung Setan, setiap jengkal tanah ada orang yang menjaga, keterangan Ho siauhiap ini sudah jelas bukan dengan sejujurnya." berkata Khong ciok Gin cee sambil menggelengkan kepala.

"Kalian semua tidak percaya keterangan ku. apa yang harus aku katakan?" berkata Ho Hay Hong sambil menghela napas dan berjalan pelahan-lahan menuju ke pintu, "apalagi pengalamanku kali ini, juga tidak bisa dijelaskan dengan singkat."

Ia mendongakkan kepala memandang rembulan kelangit. Hatinya terasa kalut , sebab kalau dalam waktu tiga hari dapat mengambil pedang pusakanya, akan hilang lah kepercayaan gadis kaki telanjang itu kepadanya

Dari jauh, tiba-tiba terdengar suara burung Garuda. Diwaktu tengah malam, dalam keadaan sunyi itu, suara itu benar-benar bisa membuat berdiri bulu roma.

Ho Hay Hong menghenti langkah kakinya. Matanya berputaran mencari-cari di angkasa. Tidak jauh ditempat ia berdiri, tampak satu bayangan lompat melesat setinggi kira-kira empat tombak, Di angkasa bayangan itu melakukan gerakan jumpalitan, kemudian menukik turun ketaman belakang gedung dan sebentar kemudian menghilang.

Gerakannya berjumpalitan di tengah udara itu sungguh indah, ketika Ho Hay Hong menyaksikan itu, terkejutlah hatinya. Katanya kepada diri sendiri: "Celaka, dia adalah toa suheng."

Diwaktu tengah malam toa suhengnya itu mendadak muncul digedung Kang lam Bu koan, dapat dimengerti apa  maksudnya.  Diam-diam   Ho   Hay   Hong mengkhaw atirkan jiw a Cie lui Kiam khek.

Dengan Cie lui Kiam khek ia tidak mempunyai perhubungan erat, tetapi terdorong oleh perasaan keadilan dan prikemanusian, ia telah melupakan semua bahaya yang mengancam dirinya. Ia merobek sepotong bajunya untuk menutupi mukanya, dibagian kedua matanya ia membuat lobang dengan jari tangannya lain dengan tergesa-gesa lompat melesat mengejar toa suhengnya.

Bayangan tadi agaknya berbalik arah sebab tiba-tiba ia membalikkan badannya, hingga berpapasan dengan Ho Hay Hong.

Tanpa membuka suara, Ho Hay Hong sudah maju dan menyerang dengan dua tangan kearah dua jalan darah Khie hay dan Sian ing

Bayangan orang itu mundur setengah langkah, sambil mengeluarkan suara dihidung menghunus pedangnya, lalu diputar dan membabat tangan Ho Hay Hong.

Ho Hay Hong terpaksa membatalkan serangannya, kaki kirinya digeser maju, tangannya diangkat hendak menggaet pedang lawan, pedang ditangan bayangan orang itu menyontek keatas, hembusan angin menuju ke-muka Ho Hay Hong.

Ho Hay Hong setengah badannya menggeblak kebelakang, tangannya bergerak mengketok gagang pedang lawannya.

Beberapa gerak tipu serangannya yang digunakan itu, adalah menurut ciptaannya sendiri. Karena ia tahu benar bahwa untuk menghadapi suhengnya itu, sekali-kali t idak boleh menggunakan ilmu silat golongan sendiri.

Oleh karena ia harus berusaha untuk menghindari supaya jangan diketahui oleh suhengnya maka agak berat baginya untuk menyambuti serangan suhengnya yang dilancarkan bertubi-tubi. Apalagi setelah suhengnya menggunakan ilmu silat golongannya yang dikenalnya paling ampuh, maka keadaan Ho Hay Hong semakin berbahaya.

Diluar dugaannya, secara tiba-tiba sang suheng itu undurkan diri dan menengok kelain jurusan. Dibawah sinar rembulan, wajah tampan sang suheng jelas menunjukkan perasaan kaget.

Ho Hay Hong baru tahu pada saat itu didalam tanah itu sudah tambah satu orang.

Orang itu berw ajah tampan, mengenakan pakaian sangat mewah. Gerakannya halus merupakan tipenya seorang pemuda dari tingkatan atas. Namun dari mukanya nampak sifatnya seperti seorang pemuda yang gemar pipi lic in.

Sangat mengherankan bahwa seorang pemuda demikian, diwaktu tengah malam buta seperti itu mendadak muncul didalam taman gedung Kang lam Bu koan ?

Terdengar suara bentakan yang keluar dari suhengnya Ho Hay Hong:

"Ho Sutee, ada keperluan apa kau datang kemari ?"

Pemuda itu tersenyum. tidak menjawab, Ho Hay Hong yang mengenakan kerudung dimukanya, ketika mendengar teguran suhengnya itu terkejut dan terheran- heran.

Ia mengira bahwa suhengnya sudah mengenali dirinya, namun sang suheng itu berjalan mendekati pemuda berpakaian mewah itu.

Pemuda tadi tetap tidak membuka mulut, dengan mendadak mengangkat tangannya yang putih, mendorong kearah anak muda yang menjadi suhengnya Ho Hay Hong.

Pemuda yang tersebut belakangan itu marah, bentaknya,

"Berani sekali hei Ho sutee, kau sudah berontak?"

Tangannya diangkat, menyambuti hembusan angin yang keluar dari tangan pemuda pakaian merah itu.

Dua kekuatan saling beradu, pemuda pakaian merah itu bibirnya masih tersungging satu senyuman, dengan langkah lebar dia maju setindak lagi. Sebaliknya suhengnya Ho Hay Hong mundur tiga langkah, dan kemudian tanpa berkata apa-apa, lompat melesat setinggi tiga tombak lebih, dengan cepat kaburkan diri melalu i tembok.

Ho Hay Hong diam diam mengeluh, karena sang suheng salah melihat orang, tanpa mencari keterangan lebih dulu, ia berlalu dengan hati marah. Hal itu dikemudian hari pasti akan menimbulkan kerewelan.

Ia mengawasi pemuda pakaian mewah itu, memang benar. Wajah pemuda itu sangat mirip dengan wajahnya sendiri, bahkan tindak tanduknya juga sangat  mirip sekali.

"Kau juga ingin merampok burung Garuda?" demikian pemuda pakaian mewah itu menegur Ho Hay Hong.

Ho Hay Hong tidak mengerti maksud dalam kata- katanya itu, tetapi ia merasa bahwa perkataan juga ingin, terlalu menghina dirinya, hingga diam-diam ia merasa tidak senang. Pemuda berpakaian mewah itu maju beberapa langkah, sebelum mendekati Ho Hay Hong mendadak ia menggerakkan lengan bajunya.

Ho Hay Hong menyambuti serangan itu dengan tangannya, mendadak terdorong mundur selangkah, hingga diam-diam terkejut.

"Hm, hanya begitu saja." berkata pemuda berpakaian merah, lalu menyerang lagi dengan tangan kosong.

Ho Hay Hong mengerahkan sepenuh tenaganya, membacok dengan menggunakan belakang telapak tangan. Terdengarlah suara beradunya dua kekuatan, kembali ia terpental mundur oleh kekuatan tenaga yang tidak berwujud.

Dengan demikian, mereka sudah mengadu kekuatan tenaga dalam, masing-masing sudah dapat mengukur kekuatan tenaga dalam lawannya. Ho Hay Hong merasa penasaran dengan alis berjengit, ia menggerakkan kedua lengannya, sehingga mengeluarkan suara keretekan.

Mulutnya menghembuskan hawa putih, semakin lama semakin tebal, sehingga hawa itu t idak buyar. Kemudian barulah mendorong tangannya pelahan-lahan.

Pemuda berpakaian mewah itu dengan sikap yang memandang ringan lawannya, mengibaskan bajunya. Dari situ keluar hembusan angin yang merupakan angin kekuatan tenaga dalamnya.

Ketika kedua kekuatan tenaga saling beradu, Ho Hay Hong roboh ke belakang, sedangkan pemuda baju mewah Itu  mundur terhuyung-huyung dengan wajah berubah. Ho Hay Hong dengan perasaan mendongkol merayap bangun, jidatnya sudah penuh dengan peluh.

Matanya menatap wajah lawannya, tanpa berkata apa apa ngeloyor pergi.

Pemuda berpakaian mewah itu juga tidak melakukan penyerangan lagi, ia membiarkan Ho Hay Hong pergi. Sejenak mulutnya menggumam sendiri, kemudian berseru:

"Hei, Su to Cian Hui, sahabat baikmu sudah datang, lekas keluar!"

Suaranya itu sangat nyaring, didalam suasana sunyi seperti itu, suara itu menggema sampai jauh.

Tidak lama kemudian, tampak sesosok bayangan langsing berkelebat keluar dari ruangan tamu dan menghampiri pemuda itu, lain menegurnya:

"Tang-siang Sucu, aku sedang berpikir  hendak membuka kedokmu, tak kuduga kau sudah membukanya sendiri!"

Pemuda Itu tampak tercengang, katanya: "Su to Cian Hui, kau sesungguhnya keterlaluan, kau pikir saja sendiri, dari tempat ribuan pal jauhnya aku datang menengokmu, sebaliknya kau sambut dengan cara yang tidak enak seperti ini !"

"Lekas kau enyah dari sini, mulai hari in i, pintu rumah keluarga Su to sudah tertutup bagimu, mengerti!" berkata Su to Cian Hui marah.

"Apa? suruh aku enyah? Bukankah terlalu kejam keputusanmu ini!" berkata pemuda itu kaget, matanya memandang sinona melotot. "Hm! kau sungguh hebat, dalam waktu beberapa hari saja, kau sudah pindah tinggal dalam rumahku!"

"Apa katamu?"

"Kau jangan kira bahwa ayah junjung tinggi kau, menghargai kau! Harus kau ketahui, asal aku membuka kedokmu, ayah pasti akan usir keluar kau. Maka aku nasehatkan kau, sebaliknya jangan kau merecoki aku!"

"Aku tak mengerti maksudmu, aku tak tahu siapa sebetulnya yang kau katakan?!"

Su to Cian Hui tertaw a dingin, lalu berkata:

"Tidak mengerti yah sudah, nonamu t idak ada tempo bicara dengan kau!" tapi baru saja kata-kata itu diucapkannya, Cie lui Kiam khek, Khong ciok Gin cee dan Song Sie sudah berjalan menghampiri dengan tindakan lebar.

Sebelum Cie lu i Kiam khek berbicara sudah didahului oleh Song Sie.

"Hei, lotee, aku sudah kata. jangan terlalu menuruti hawa napsu, tetapi, tetapi kau tidak mau dengar."

Cie lui Kiam khek mendadak bertanya: "Benarkah kau muridnya Lam tiang Tay bong. Tang siang Sucu?"

Tang siang Sucu semula  tercengang, ia berkata kepada Song Sie:

"Lo enghiong ini siapa? Aku tak kenal denganmu!" Song Sie sangat mendongkol, katanya: "Lotee,

benarkah kau sudah tidak mengenali diriku lagi?" Tang siang Sucu tidak menghiraukan, sebaliknya berkata sambil memberi hormat kepada Cie lui Kiam- khek:

"Tuan ini kiranya Cie lui Kiam khek Su to tayhiap, yang namanya sangat kesohor itu? Aku yang rendah merasa sangat beruntung, hari ini bisa berjumpa dengan tayhiap."

Cie lu i Kiam khek mendadak tercengang, diam-diam merasa heran, karena sewaktu orang she Ho itu datang hanya membaw a se-stel pakaian, tapi sekarang darimana pakaiannya yang demikian mewah itu ?

Ia pura-pura bertanya:

"Siauhiap she apa ?"

"Ho !" jaw ab Tang siang Sucu.

Kembali Cie lui Kiam khek terkejut, dalam hatinya berpikir: “sudah jelas kau adalah Ho Hay Hong, mengapa pura-pura tidak kenal ?"

"Apakah siauhiap bukan Ho Hay Hong?" demikian ia bertanya.

"Bukan, aku yang rendah Ho Hay Thian!"

Semua orang terkejut oleh jawaban pemuda itu. Ho Hay Hong telah berjalan keluar dari taman belakang. Pakaian yang ada dibadannya masih tetap pakaian yang berw arna hijau yang sudah luntur, sedang bagian lengannya indah hancur, tetapi gerak kakinya tetap tegap.

Diri jauh ia dengar Tang-siang Sucu menyebutkan nama Ho Hay Thian. Nama itu bukan saja hanya terpaut satu huruf dengan namanya sendiri, tetapi raut muka dan potongan badan orangnya juga mirip dengan dirinya, hingga sesaat Itu ia merasa bingung.

Tadi ia terlalu banyak mengeluarkan tenaga dalam, sehingga tidak sanggup melanjutkan pertempuran. Kini setelah mendapat waktu beristirahat, kekuatannya sudah pulih kembali. Dengan memainkan potongan bambu ia berkata kepada Tang Siang Sucu:

"Pertempuran kita tadi belum selesai, mari sekarang kita lanjutkan!"

Munculnya Ho Hay Hong bukan saja membuat Cie lui Kiam khek, Khong ciok Gin cee dan si Ayam emas Song Sie lantas sadar dari kekeliruan mereka, tetapi Su to Cian Hui juga lantas mengerti duduk perkaranya. Pikirnya: "Mukanya dan potongan badannya sangat mirip satu sama lain. juga sama-sama she Ho, sudah tentu orang susah membedakan.”

Diam diam ia juga merasa menyesal terhadap Ho Hay Hong, karena pemuda pendiam itu selamanya berlaku sopan dan lemah lembut terhadap dirinya, tetapi ia sendiri memperlakukannya dengan sikap ketus.

Tang siang Sucu Ho Hay Thian dengan sikap sopan berkata kepada Cie lui Kiam-khek:

"Jikalau Su to locianpwee tidak menganggap aku yang rendah terlalu kurang ajar, bolehkah kiranya aku yang rendah main-main beberapa jurus dengannya?"

"Urusan siauhiap aku orang tua tiada hak turut  campur tangan. Tetapi kalau siauhiap hendak mempertunjukan kepandaianmu, silahkan diluar pekarangan saja. Tempat ini adalah tempatku siorang tua, aku t idak ingin terbaw a-bawa dalam pertikaian ini!" kata Su-to Siang dingin.

Jawaban itu kedengarannya memang pantas, tetapi didalamnya ada mengandung maksud "mengusir". Sudah tentu Tang siang Sucu merasa malu untuk berdiam lebih lama disitu. Maka lantas ia berkata sambil memberi hormat:

"Kuucapkan banyak-banyak terima kasih atas kebaikan tayhiap, sampai berjumpa lagi!"

Setelah berkata demikian, ia lantas berlalu.

Su to Cian Hui berkata sambil cibirkan mulutnya: "Orang itu sangat menjemukan!"

"Saudara Su to, kali in i kau berlaku salah, kau tahu bahwa Lam kiang Tay bong itu adalah seorang jagoan yang berpikiran cupat, orang semacam ini tidak perlu kita ganggu." berkata Song Sie.

"Terhadap Lam kiang Tay bong selamanya memang aku tidak begitu suka, kalau kita tidak unjuk gigi, tentunya ia akan anggap bahwa kepada keluarga Su to dia boleh berbuat sesukanya! Saudara Song, kau tidak usah khawatir, kalau lantaran ini Lam kiang Tay bong merasa tidak senang, aku ada akal untuk menghadapinya!" berkata Cie lui Kiam khek sambil menggelengkan kepala.

"Maksudmu apakah burung garuda itu berkata Song Sie, tetapi mendadak ia tutup mulut.

Cie lui Kiam khek memandang Ho Hay Hong berlaku pura-pura tidak dengar, namun dalam hati diam-diam ia merasa heran. Apa sebabnya Cui lu i Kiam khek takut bila orang membicarakan burung garuda yang berada dalam sangkar di tamannya ?

Ia pikir dalam hal ini pasti ada sebab musababnya !

Karena ia anggap sudah tidak ada gunanya berada disitu. Maka lantas berkata kepada Cie lui Kiam khek:

"Su to Tayhiap, malam ini harap sedikit hati-hati mungkin ada orang datang mengganggu."

Ia tidak mau bercerita lebih banyak, sehabis berkata demikian, lantas iapun berlalu.

Cie lu i Kiam khek ternyata salah tangkap maksud perkataannya. Dianggapnya Tang siang Sucu yang akan mengganggu. Maka lantas tertaw a, kemudian berkata sambil anggukkan kepala.

"Ho siauhiap tidak perlu khawatir, kalau benar ada orang berani mengganggu, kita akan lawan sekuat tenaga. Tetapi aku yakin Tang siang sucu masih belum berani berbuat apa apa terhadap aku!"

Kembali kedalam kamarnya, semalam suntuk Ho Hay Hong tidak bisa pejamkan matanya. Hingga pagi hari, barulah pikiran agak tenang.

Pagi itu ia menyaksikan Cie lu i Kiam khek sudah berada di pekarangan melatih silat. Salah satu gerak t ipu yang dikeluarkannya pagi itu agak mirip dengan gerak tipu golongannya sendiri. Karena ia menganggap hal itu suatu kebetulan. Maka ia tidak ambil perhatian.

Ia berjalan terus, kebetulan berpapasan dengan Su to Cian Hui yang berjalan mendatangi. Nona itu meskipun tidak menyapanya, tetapi sudah tidak menunjukkan sikap tidak senang seperti biasanya. Mungkin nona itu sudah insyaf atas kekeliruannya.

Baru saja ia hendak pamitan kepada Cui lui Kiam khek, jago silat itu sudah menghentikan latihannya, melambaikan tangan kepadanya. Ia melihat wajah Cie lui Kiam khek agar murung, seolah-olah sedang menghadapi persoalan rumit.

"Ho lotee, tadi pagi aku menerima kabar, bahwa suteeku Kam In Kiam khek berada dalam kesulitan, kalau kau sudi membantu aku. sekarang boleh berangkat " berkata Cie lui Kiam khek.

"Aku justru ingin berpamitan denganmu, ada banyak hal yang masih perlu kulakukan." kata Ho Hay Hong.

Cie lu i Kiam khek terus terang "Kalau begitu sangat kebetulan, Ho lotee boleh sekalian  menengoknya. Dengan terus terang, suteeku sudah mengirim orangnya kerumah makan Yin pin menunggu kau, ia  dengar banyak tentang kau, benar-benar sangat mengagumimu."

"Kalau kau nanti t iba di rumah makan Yin pin. apabila melihat seseorang yang didepan dadanya tertancap setangkai bunga bunga merah, kau boleh tegur dia. Orang itu adalah utusan atau orang yang terdekat dengan suteeku. kau boleh minta keterangan darinya, untuk menentukan rencana selanjutnya."

Ho Hay Hong menganggukkan kepala, ia mengerti bahwa tuan rumah agaknya telah mendesak agar ia lekas pergi. Tetapi sebelum kakinya bergerak, dari luar  pintu muncul seorang Kang ouw, yang lari tergesa-gesa seraya menyerahkan sepotong undangan.

Ketika Cie lui Kiam khek membaca surat itu, wajahnya berubah seketika dan kemudian berkata:

"Baik aku akan berangkat segera?"

Tanpa berkata apa-apa lagi, jago tua itu lantas tukar pakaian ringkas, kemudian bersama sama Khong ciok Gin cee, Song Sie, Giok bu Kie su dan lain lainnya serta orang Kang ouw tadi, pergi menuju kearah selatan.

Ho Hay Hong seolah-olah mendapat firasat bahwa Cie lui Kiam khek sedang menghadapi persoalan sulit. Mata orang Kang ouw tadi berputaran tak hentinya, jelas mengandung maksud tidak baik, tetapi ia sudah tidak mempunyai waktu untuk campur tangan.

Tidak lama setelah Cie lui Kiam khek pergi, pintu terbuka lagi. Kembali seorang Kang ouw lari masuk ke dalam ruangan, orang itu memanggil manggil dengan suara nyaring.

"Su to Cian Hui! Kemana nona Su to?" Sepasang mata orang itu terus berputaran, badannya sudah basah dengan air keringat, jelas habis me lakukan perjalanan jauh.

"Ada urusan apa?" bertanya Ho Hay Hong.

Orang itu mengaw asi padanya sejenak, mulutnya masih berkata .

"Apakah nona Su to ada ? Bolehkah saudara tolong sebentar, minta dia keluar?" "Pergilah kau panggil sendiri, ia berada dalam kamar!" berkata Ho Hay Hong.

Ia mendadak merasa bahwa ruangan belakang sepi, tidak terdengar suara apa-apa, hingga diam  diam bertanya tanya kepada diri sendiri: Aneh kemana perginya pemuda-pemuda yang tadi berlatih silat disin i?

Ia tidak menghiraukan orang itu lagi. dengan cepat berjalan menuju ke belakang, dari jauh ia melihat puluhan anak muda sedang berdiri bagaikan patung.

Ia juga melihat, dibawah sebuah pohon, berdiri berpencaran empat jago pedang muda-muda berpakaian ringkas, sikapnya sopan sopan. Mereka sedang bercakap- cakap, seolah olah t idak pandang mata orang lain.

Pelayan pelayan laki-laki dan perempuan gedung itu, juga pada berdiri dalam keadaan seperti patung. Mata mereka berputaran, tetapi badan mereka tidak bisa bergerak. Jelas bahwa jalan darah mereka sudah ditotok.

Salah satu diantara empat jago pedang muda itu tiba- tiba berkata dengan suara nyaring:

"Eh mengapa Siangcu masih belum kelihatan?"

Seorang muda yang pinggangnya terselip senjata pecut berkata:

"Kau jangan cemas, kalau Siangcu membereskan Cie  lui Kiam-khek, sudah tentu bisa datang sendiri."

Seorang lagi berkata sambil menghela napas:

"Siangcu diam-diam mencintai nona Su-to sudah dua tahun lamanya sejak ia berguru pada Bwee san sin kie. Siancu lantas kurang kegembiraan, Bwee san Sin kie dengan Lam kiang Tay bong tidak ada hubungan, agaknya sudah mempunyai ganjelan hati, pantas kalau Siangcu tidak senang nona Su to berguru di sana."

Ho Hay Hong hendak membalikkan badan. Tiba-tiba orang Kang ouw itu menyerangnya. Ia putar kakinya, mengelakkan serangan tersebut. Selagi hendak menegur, di luar tiba tiba terdengar suara orang berkata sambil tertaw a dingin: "Sahabat, kau mirip benar denganku!"

Ho Hay Hong berpaling, ia segera mengenali bahwa orang yang baru datang itu adalah Tang siang Su cu. Seperti biasa, pakaiannya sangat perlente.

"Benar, kau juga mirip dengan aku."

Sehabis berkata, Ia terus berjalan menuju keruangan. Disana ia duduk diatas kursi besar, mengawasi segala perbuatan Tang siang Sucu sambil berpeluk tangan.

Tang siang Sucu sangat mendongkol, selagi hendak menyerang, dari dalam kamar tampak keluar seseorang yang tak lain dari pada Su-to Cian Hui sendiri.

Dengan wajah berseri seri Tang siang Sucu maju menghampiri dan berkata padanya sambil memberi hormat:

"Su to Cian Hui, tanpa diundang kita datang sendiri, sesungguhnya agak kurang sopan !"

Mata Su to Cian Hui menatap wajahnya kemudian beralih kepada Ho Hay Hong. Dalam hati ia berpikir:

"Mereka berdua benar benar seperti saudara kembar."

Ho Hay Hong menundukkan kepala. Ia sebetulnya tidak berani menerima pandangan mata Su to Cian Hui.

"Ada urusan apa ?" bertanya Su-to Cian Hui. "Tidak ada urusan apa-apa, hanya hendak mengabarkan suatu berita !" menjaw ab Tang-Siang Su Co.

"Berita apa ?"

"Ayahmu sudah terjatuh dalam tanganku, harap nona pikirkan suatu cara untuk mengambil orang !"

"Apa katamu ?" Su To Cian Hui membuka matanya lebar-lebar menatap wajah pemuda ceriw is itu, mendadak Ia merasa bahwa wajah yang berseri-seri itu sangat menjemukan.

"Kau manusia berhati binatang, perbuatan apa yang kau lakukan itu?"

Demikian marah nona itu, sehingga mukanya merah padam.

"Sekarang kau harus mengadakan suatu pilihan: kalau kau cinta ayahmu, harus korbankan diri sendiri. Jikalau tidak, kepala ayah mu akan pindah dari badannya, dan anak-anak muda dalam taman itu tidak perlu aku jelaskan, kau tentunya mengerti sendiri!"

Su to Cian Hui kini baru tahu apa yang terjadi dengan para pemuda itu. Karena terkejutnya, ia sampai  tidak bisa bicara.

Dengan cepat Tang siang Sucu maju menyergap, jari tangannya menotok jalan darah Sam lie hiat sinona, hingga Su to Cian Hui tidak bisa bergerak.

Ho Hay Hong melihat Su to Cian Hui mengucurkan air mata. Perasaan keadilan timbul mendadak  dalam hatinya. Ia bangkit dari tempat duduknya, membuka dua tangannya merint angi Tang siang Sucu, mulutnya membentak: "Diam !"

Tetapi, Su to Cian Hui lantas berkata dengan suara sedih:

"Kau jangan campur tangan, biarlah aku ikut dia untuk menjumpai ayah."

Ho Hay Hong tidak bisa berbuat apa. Terpaksa berlalu. Dibelakangnya terdengar suara tertawa mengejek dari Tang siang Sucu, tetapi ia tidak menghiraukan.

Keluar dari pintu gerbang Kang lam Bu koan, ia sudah tahu ada orang menguntit, ia anggap orang itu pasti mata-matanya Tang siang Sucu

Ia tidak habis pikir. Tang siang Sucu sudah tercapai maksudnya, apa maksudnya menyuruh orang menguntit dirinya.

Tiba disebuah rumah makan Yin pin, tanpa menoleh lagi, ia masuk dengan langkah lebar dan mengambil tempat duduk, menggunakan kesempatan minta disediakan barang hidangan matanya melirik kepada orang yang menguntit dirinya. Ternyata sangat asing baginya.

Dilain meja dekat mejanya sendiri, duduk tiga orang Kang ouw, mereka agaknya kenal dengan orang yang menguntit dirinya, masing-masing menganggukkan kepala padanya.

Orang itu memilih tempat duduk yang paling dekat dengannya. Wajah orang itu sangat  menjemukan hatinya, singkatnya, ia belum pernah melihat seorang yang demikian menjemukan. Matanya mencari-cari orang menyematkan setangkai bunga merah didadanya, karena menurut keterangan Cie lui Kiam khek orang itu adalah orang kepercayaan Kan lui Kiam khek.

Dalam khayalannya, orang itu tentunya seorang yang cerdas pandai.

Ia menunggu dengan sabar, dalam isengnya, Ia bertanya kepada orang-orang Kangouw yang dekat dengan mejanya:

"Numpang tanya, dalam rimba persilatan dewasa ini, siapa-siapa yang namanya paling terkenal?"

Orang yang ditanya itu nampaknya sangat gelisah, namun ia tetap menjawab:

"Kecuali si Kakek penjinak Garuda, siapapun tahu nama-nama Thian cee Lojin, Hok-say ceng, Lam kiang Taybong, Bw ee san Sin nie dan pendekar baju kuning. Itu adalah lima manusia aneh dalam rimba persilatan. Namun, si Kakek penjinak Garuda sudah beberapa tahun menghilang dari dunia Kang ouw. Ia merupakan seorang yang sudah lewat jamannya. Pengaruh partai Kuda hitam sudah surut, maka Hok say ceng dan Siau lim, Thian tie Lojin dan Bu tong, Pendekar baju kuning dari cong lam, Bwee san Sin nie dari Hoa san dan Lam kiang Tay bong, nama-nama mereka terus menanjak, belakangan ini agaknya sudah menggantikan tempat si Kakek penjinak garuda!"

"Apa itu partai Kuda hitam?" tanya Ho Hay Hong tidak mengerti.

Orang Kang ouw itu agak heran. Matanya terus mengaw asi wajah Ho Hay Hong, dalam hatinya ia mau berkata: ’tentang ini kau tidak mengerti, bagaimana berani terjun kedunia Kang ouw?’

Tetapi mulutnya menjaw ab.

"Partai Kuda hitam mewakili orang orang luar biasa dalam rimba persilatan seperti si Kakek penjinak garuda yang namanya sangat terkenal. Sekaligus namanya menggemparkan dunia Kang ouw. Orang-orang semacam in i bagaikan kuda yang terlepas dari talinya, demikian cepat namanya dikenal orang maka semua orang menyebutnya orang-orang dari partai Kuda hitam!"

Ho Hay Hong bertanya tanya kepada diri sendiri: ’kalau namaku sudah terkenal, apakah aku juga terhitung orang-orang dari golongan partay Kuda Hitam?’

Pada saat itu, rumah makan itu kedatangan serombongan tamu tamu yang topinya hampir menutupi muka masing masing. Orang orang semacam ini, kebanyakan bukan manusia baik-baik.

Orang yang tadi menguntit dirinya itu tiba-tiba menggumam sendiri. "Ow, delapan tukang pukul Lam kiang Taybong juga datang, sungguh aneh!"

Ho Hay Hong mempunyai daya pendengaran sangat tajam. Kata-kata orang itu sudah masuk kedalam telinganya. Sesaat itu, ia bingung sendiri. Jelas bahwa orang itu bukankah orangnya Tang siang Sucu, tetapi mengapa menguntit dirinya? Dan siapakah sebetulnya orang itu?

Ia berpikir memikirkan persoalan itu, akhirnya menemukan satu akal. Delapan tukang pukul Lam kiang Tay bong yang baru datang itu, sebentar saja sudah menimbulkan kegaduhan. Mereka berbicara dan tertaw a-taw a seenaknya, seperti dirumah sendiri.

Ho Hay Hong tenggak araknya berulang-ulang. Ia pura pura mabok, dengan membaw a cawan araknya dia bangkit dari tempat duduknya, perlahan-lahan berjalan menuju ketempat duduk orang yang tadi menguntit dirinya.

Tempat yang terdapat banyak meja kursi itu memang sempit, kalau berjalan kurang hati-hati, bisa menginjak kaki orang.

Ketika ia berjalan sampai didepan orang tadi. sebetulnya ia bisa melangkah. tetapi ia tidak berbuat demikian, sebaliknya menginjak kaki orang itu, kemudian ia berlagak sempoyongan dan akhirnya jatuh di sampingnya.

Dengan menggunakan kesempatan itu, ia mengeluarkan ilmu kepandaiannya, tangannya dengan cepat mence kal pergelangan tangan orang itu, karena khaw atir menimbulkan kecurigaan yang lainnya, Ia buru buru minta maaf dan berkata sambil tertaw a:

"Ah ya maaf, maaf. apa kau masih merasa sakit?"

Sambil berkata demikian, ia sengaja duduk di sampingnya.

Orang itu dalam keadaan tidak menduga. Ketika tangannya dicekal, jantungnya berdebaran wajahnya berubah seketika. "Kau ini benar-benar tidak tahu aturan lepaskan tanganmu." demikian jawabnya tidak senang.

Karena semua perhatian para tamu dalam rumah makan itu ditujukan kepada delapan tukang pukul Lam kiang Tay bong, tiada seorangpun yang memperhatikan Ho Hay Hong.

"Sahabat kau jangan berlagak, beritahu terus terang, siapa yang memerint ahkanmu menguntit aku?" berkata Ho Hay Hong dengan suara perlahan.

Orang tua itu masih hendak mence kal Ho Hay Hong dengan menggunakan memisahkan urat, menekan urat nadi orang itu.

"Kalau tidak berkata terus terang, sebentar lagi kau akan muntah darah dan mampus disini."

Tubuh orang itu menggigil, keringat dingin mengucur deras, Ia coba pertahankan diri, tetapi akhirnya tidak tahan siksaan hebat itu, hingga terpaksa  membuka suara:

"Aku adalah orang dari kawa-kawa."

"Aku tidak mempunyai permusuhan dengan orang dari golongannya, mengapa kau terus menguntit?"

"Aku hanya menjalankan tugas, harap tuan bebaskan aku!"

"Siapakah yang perint ahkan kau?" "Tie cu Sin kun!"

"Mengapa ia perint ahkan kau menguntit aku ?" "Tidak, ia perint ahkan aku menguntit orang yang keluar dari rumah Cie lu i Kiam-khek, bukan kau yang dimaksudkan!"

"Jelaskan sebab-sebabnya, baru aku membebaskan kau!"

"Tie cu Sin kun menduga Cie-lui Kiam khek pasti mengirim orang untuk membantu suteenya Kan lui Kiam khek, maka ketika aku melihat kau keluar dari rumah Cie lui Kiam khek, lantas mengikutimu. Aduh kalau kau t idak membebaskan aku, apalagi diketahui oleh mata-mata golongan Kaw a-kawa, aku pulang juga akan mendapat hukuman mati. Tayhiap, Ampunilah jiwaku!"

Ho Hay Hong telah mengetahui sebab-sebabnya, juga tidak menyusahkan dirinya, tangannya dilepas, katanya dengan suara perlahan:

"Lekas pergi, kalau kau berani berbuat demikian lagi akan kupotong lehermu!"

Tanpa menoleh lagi, orang itu lantas bangkit dan lari keluar, sebentar kemudian sudah menghilang.

Baru saja Ho Hay Hong hendak membayar uang makannya dari luar tampak masuk seorang tamu  lagi, kali in i yang datang adalah tamu perempuan.

Perempuan itu mempunyai bentuk badan ramping dan potongan muka cantik, berjalan sambil menundukan kepala, dari air mukanya menunjukan bahwa perempuan itu sedang kesal hati.

Mata Ho Hay Hong berputaran diatas tubuh perempuan muda itu tiba-tiba berhenti kepada setangkai bunga merah yang tersemat diatas dadanya. Bukankah ini orang yang dimaksudkan oleh Cie-lui Kiam khek?.

Dengan cepat  ia lari  menghampiri dan berkata padanya dengan suara pelahan.

"Kau datang agak lambat."

Mendengar perkataan itu, tamu perempuan itu angkat muka, sinar matanya memajukan rasa terkejutnya kemudian berkata:

"Kau adalah ?"

"Silahkan duduk!" berkata Ho Hay Hong. Kembali ketempat duduknya. "Aku adalah sahabatnya Cui lui Kiam khek Su-to Siang, dan kau, siapa namamu?"

Wanita itu tanpa ragu-ragu lantas duduk.

"Aku adalah putrinya Kan lui Kiam khek Toan bok Ban Hwa! Kau datang seorang diri?"

"Ya !"

"Ayah kini telah menerima "Panji membetot nyawa", dari golongan Kawa-kawa. barangkali hari in i, orang- orang golongan Kawa-kaw a akan melakukan penyerangan besar besaran. Kau seorang diri?"

"Apa kau anggap kurang cukup tenaga?"

"Tidak, paman Su to sudah minta kau datang seorang diri, kukira kau tentunya seorang jagoan yang gagah perkasa. Terhadap kata-kataku t adi kau jangan marah!"

Melihat sikap nona itu yang agaknya  kurang tenang, Ho Hay Hong juga tidak mau membuang waktu, maka lantas mengajak nona itu berlalu. Setelah membayar uang makan, bersama-sama nona Toan bok, keluar dari rumah makan dan berjalan keluar kota.

Ditengah jalan Ho Hay Hong mendadak berhenti dan berkata:

"Andai aku mati, bagaimana?"

Nona itu terkejut. "Mengapa kau mengajukan pertanyaan demikian ?"

"Jika tidak beruntung aku mati, harap kau melakukan suatu tugas untukku!"

"Kau jangan khaw atir, permintaanmu, akan kulakukan sedapat mungkin. Bolehkah aku tahu dulu, urusan apa yang kau kehendaki untuk kulakukan?"

Ho Hay Hong mendongakkan kepala, memandang awan dilangit, pikirannya melayang ketempat jauh.

"Sudahlah, nanti saja kuceriterakan lagi."

Dengan langkah lebar, ia melanjutkan perjalanannya, sedang Toan bok Ban Hwa mengikutinya dari belakang. Saat itu pikirannya Toan-bok Bun Hw a dibingungkan oleh sikap Ho Hay Hong yang aneh.

Sikap aneh dan pendiam pemuda itu, sangat menarik perhatian Toan bok Bun Hw a, Kalau bukan karena ada urusan penting, ia benar-benar  hendak  menanyakan  riw ayat diri pemuda itu.

"Apakah tuan Ho tidak membaw a senjata?" demikian Toan bok Bun Hw a mengajukan pertanyaan, memecahkan kesunyian. Karena ia lihat pemuda itu datang dengan tangan kosong, dianggapnya karena tergesa-gesa sehingga lupa membaw a senjata. Ia sengaja memberikan senjata pedangnya, tetapi, Ho Hay Hong tidak menyambuti pedang itu, hanya memotong sebatang bambu kecil dipinggir jalan, dan kemudian diunjukkannya kepada Toan bok Bun Hwa terkejut.

Sebagai seorang yang masih belum  cukup pengalaman, ia benar-benar tidak dapat mengukur, sampai d imana tinggi kepandaian pemuda pendiam itu.

Dua muda mudi itu berjalan lagi beberapa puluh pal. Ho Hay Hong tiba tiba menarik tangan Toan bok  Bun Hwa seraya bertanya:

"Dimana rumahmu?"

Toan-bok Bun Hw a yang lengan tangannya ditarik dengan tiba-tiba, hatinya berdebaran, hawa panas seolah-olah mengalir dalam tubuhnya, menimbulkan suatu perasaan yang tidak dimengerti. Ia t idak melawan dan menjaw ab sambil menundukan kepala: "Jalan sebentar lagi sudah sampai!"

Tiba didepan sebuah rumah, Toan bok Bun Hw a berhenti dan berkata:

"Inilah rumahku, agak kurang teraw at harap jangan dibuat tertawaan!"

Ho Hay Hong angkat muka, tiba-tiba minggir kesamping, hal ini sangat mengherankan Toan bok Ban Hwa.

"Ho sianseng, mengapa kau tidak mau masuk?" Mata Ho Hay Hong terus menatap wajah Toan bok Bun Hwa, kemudian bertanya:

"Siapa pemuda baju putih yang berada dalam ruangan itu?"

"Dia adalah orang yang diminta oleh Naga lengan satu untuk membantu kita." menjawab Toan bok Bun Hw a agak heran.

"Siapa itu Naga lengan satu?"

"Dia adalah jago nomor satu didaerah Siok-ho, erat setali hubungannya dengan ayahku, perlu apa kau tanya?"

"Bagaimana sifatnya orang ini ?"

Toan-bok Bun Hw a semakin heran, karena melihat sikap serius si anak muda, pikirnya pasti ada sebabnya, maka ia lantas menjawab:

"Biarpun ayah mengatakan bagaimana erat hubungannya dengannya, tapi aku selalu merasa bahwa ia adalah seorang tua yang licik dan mata duitan!"

"Itulah, pantas dia bisa minta pemuda itu datang membantu !"

Toan-bok Bun Hw a mengikutinya sampai kesamping rumah, baru bertanya.

"Ho sianseng, apakah ada apa apa yang tidak beres ?" "Tahukah kau bahwa ayahmu sudah membaw a masuk

srigala kedalam rumahnya."

Toan-bok Bun Hw a terkejut. "Maksudmu pemuda yang dimint a oleh Naga Lengan Satu untuk membantu ayah itu, tidak menguntungkan ayah ?" "Benar, pemuda baju putih itu mengandung maksud tidak baik !"

"Aya, Ho sianseng, sekarang bagaimana ? Dapatkah kau menolong?"

"Boleh, kau pancing keluar dulu Naga Lengan Satu untuk menemui aku." sampai disini Ho Hay Hong berkata, lalu menyobek sepotong pakaiannya, untuk menutupi mukanya, kemudian membuat dua lubang di bagian matanya.

"Ho sianseng, kau tunggu disini, aku akan ajak ia keluar!" berkata Toan-bok Bun Hw a, buru-buru masuk kedalam.

Ho Hay Hong menggumam sendiri: "Hm, Sam suheng benar-benar sangat licin, dalam waktu beberapa hari sudah berhasil membunuh Siang koan Lo dan kini  berhasil pula menempel Naga Lengan Satu. Untung kuketahui, jikalau tidak, Kan lu i Kiam khek sampai mati barangkali juga tidak tahu siapa pembunuhnya !

Perasaan setia kaw an dan keadilan mendorong ia harus membela kebenaran, sehingga melupakan keselamatan diri sendiri.

Ia juga merasa bahwa tindakan gurunya, Dewi ular dari gunung Ho lan san agak ceroboh, memerint ahkan murid-muridnya membunuh orang yang tidak berdosa.

Sejak kematian Hong-lui Kiam khek Siang koan Lo, ia telah mengambil keputusan hendak mencegah usaha gurunya membunuh orang-orang tanpa dosa, sekalipun dikemudian hari diketahui oleh gurunya, ia juga tidak perdulikan lagi. Tidak lama kemudian, Toan bok Bun Hw a keluar lagi, dibelakangnya diikut i oleh seorang laki-laki tua berusia kira-kira lima puluh tahunan. Orang tua itu kurus kering dan mukanya kuning. Toan bok Bun Hw a ajak orang tua itu kedepan Ho Hay Hong kemudian berkata:

"Paman Hang. tuan ini katanya hendak menemui kau, kalian bicaralah!"

Setelah itu, ia lantas masuk kedalam rumah, sembunyi jauh-jauh.

Naga lengan satu yang berhadapan dengan seorang yang mukanya tertutup oleh kain hijau, merasa heran. "Sahabat, siapa kau?"

"Hong lo enghiong. sudah lama t idak ketemu!" berkata Ho Hay Hong.

Mendengar suara Ho Hay Hong yang agak asing, orang tua itu semakin heran.

"Sahabat mencari aku ada keperluan apa?"

"Hang-lo enghiong, benarkah kau hendak membantu kesulitan Kan lui Kiam-khek ?"

"Benar, sahabat, harap beritahukan nama kau! Supaya aku bisa menyebut namamu!"

"Aku kira kedatangan kau ini hendak mengambil jiwa Kan lui Kiam khek!" jawabnya menyimpang.

Naga lengan satu terkejut, wajahnya mengunjukkan sikap terheran.

"Mendengar suaramu, agaknya mengandung maksud tidak baik, apakah kau kaki tangan golongan Kawa- kawa?" Sehabis berkata orang tua itu menghunus pedangnya, tetapi Ho Hay Hong bertindak lebih cepat. Begitu bergerak, sudah bersarang kelengan siorang itu yang cuma tinggal satu.

Orang tua itu segera merasa kesemutan dilengannya, pedang ditangannya lantas jatuh di tanah. Ia agaknya mengetahui gelagat t idak pergi, maka buru buru lompat mundur.

Sambil tertaw a dingin, Ho Hay Hong mengambil pedang yang ditinggalkan oleh orang tua lengan satu itu, kemudian dilontarkan kearahnya.

Naga lengan satu cacat mengelakkan pedang itu dengan mengeblakan setengah badannya kebelakang, hingga pedang itu lewat diatas kepalanya.

Orang tua itu baru saja merasa lega. tak disangka pedang panjang itu tiba t iba menyerang diri ke belakang, hingga ia mengerti apa sebabnya orang berkerudung itu melontarkan pedangnya.

"Hai. sahabat ternyata kau pandai mengendalikan pedang." demikian ia berkata dengan menggunakan lengan bajunya untuk menyampok pedang itu, hingga pedang itu agak terhalang sebentar kemudian meluncur balik ketangan Ho Hay Hong.

Ho Hay Hong tidak mau memberikan si Naga lengan satu itu kabur, kembali melontarkan pedangnya.

Kali in i mengerahkan tenaga sepenuhnya, hingga pedang itu menimbulkan suara mengaung, lalu berpusaran diatas kepala Naga Lengan Satu. Bukan kepalang terkejutnya orang tua itu. Selagi ia hendak memaksa turun pedang itu dengan kekuatan tenaga dalam, Ho Hay Hong sudah mendorong pedangnya dengan kekuatan tenaga dalam pula, hingga dengan cepat pedang itu meluncur dan menikam perut.

Usaha Naga lengan satu tidak berhasil, ujung pedang sudah sampai diperutnya. Ia mengerahkan seluruh kekuatan tenaganya untuk mengelakkan serangan pedang itu, tetapi juga tidak berhasil, hingga ujung pedang menancap diperutnya dan mati seketika itu juga.

Toan bok Bun Hw a lari keluar dari tempat sembunyinya, berkata dengan hati cemas:

"Bagaimana kalau ayah mengetahui bahwa ia mati ditanganmu? Lekas kau pikirkan."

"Aku menolong jiw a ayahmu, bagaimana ia akan sesalkan perbuatanku? Kau jangan banyak omong. lekas ajak keluar pemuda baju putih itu."

Tanpa menunggu jawaban si nona, ia sudah mencabut pedang yang menancap diperut Naga lengan satu, kemudian di angkat jenazahnya dan dibawa ketempat gelap.

Tak lama kemudian, Toan bok Bun Hw a sudah ajak keluar lagi pemuda baju putih. Di pertemukannya dengan Ho Hay Hong, kejadian ia sendiri balik kedalam rumah.

Dengan perasaan terheran-heran pemuda baju putih itu memandang tamu aneh yang berada di hadapan matanya.

"Kau siapa?" demikian ia tanya. Ho Hay Hong tak berani membuka mulut, takut dikenali suaranya, ia hanya perdengarkan suara tertaw a dingin dan memandangnya dengan sinar matanya yang tajam.

Di pandang demikian, pemuda baja putih itu tidak dapat menduga apa maksud orang aneh itu, mata lantas berkata lagi:

"Kau tidak mau bicara, hanya mengaw asi aku saja, apa maksudmu?"

Pe rtanyaan itu tidak di hiraukan Ho Hay Hong hanya perdengarkan suara tertaw anya yang aneh. Pemuda baju putih merasa dipermainkan, lalu ia hendak berlalu. Tiba- tiba melihat orang berkerudung itu menunjukkan jari tangannya kesuatu tempat yang agak lebat, di sana terdapat si Naga lengan satu yang sudah menjadi mayat.

Melihat bangkai itu, pemuda baju putih itu marah, katanya:

"Hoh, kaukah yang membunuhnya?"

Melihat sikap itu, Ho Hay Hong mengerti bahwa Sam suhengnya agak jeri terhadap ia, maka lantas menggunakan ujung pedang untuk menggores ditanah.

Pemuda baju putih yang menyaksikan goresan pedang itu. tulisan itu berbunyi:

"Untuk sementara aku akan menutup rahasiamu, lekas enyah dari sini"

Pemuda itu dengan mata terbuka lebar memandang Ho Hay Hong, tetapi karena mukanya tertutup oleh kain Hijau, hanya tampak ujung kedua matanya bersinar tajam, Ia maju selangkah lalu bertanya padanya: "Kau tahu asal-usulku?"

Ho Hay Hong tak menyahut, tetap dengan menggunakan goresan pedang untuk menjawab: "Lekas enyah! Naga lengan satu itulah contohnya. Tidak percaya, kau boleh coba ilmuku Kiu coan Sin kang!"

Hakekatnya, apa yang dinamakan ilmu Kiu coan Sin kang itu, ia sendiri juga tidak tahu. Hanya dari mulut orang orang Kang-ouw sepanjang jalan, ia dengar nama ilmu itu, yang rupanya bukan ilmu silat biasa. Karena keadaan mendesak, ia katakan seenaknya saja. 

Diluar dugaannya, pemuda baju putih itu benar-benar terkejut, dengan perasaan terheran-heran bertanya:

"Tuan murid Oey touw lao hud?" Pe rtanyaan itu sebaliknya mengherankan Ho Hay Hong, ia tak sangka bahwa sam suhengnya itu kenal orang yang memiliki ilmu silat itu. Dengan sikap jumawa Ia menulis lagi: "benar, kalau kau sudah tahu siapa aku, lekas enyah!"

O0d-w0O
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar