Jilid 03
"ORANG tua she Hok itu kini benar-benar berada dalam keadaan serba sulit."
Hok Yam San yang masih muda, sudah t idak sabaran, ia berkata kepada ayahnya dengan suara perlahan.
"Ayah kalau kau anggap ada harganya, tidak apalah baju wasiat itu diberikan kepadanya!"
"Jangan banyak bicara!" bentak sang ayah.
Sepasang alisnya mengerut, kedua tangannya dikepal erat-erat, lama orang tua itu tidak bisa mengambil keputusan.
Sun hong Kouw khek sudah tidak sabar menunggu, katanya dengan suara lantang:
"Kau masih berat melepaskan baju wasiatmu, aku lihat sudah saja, biar bagaimana aku tokh sudah biasa keluyuran, tidak apalah aku jalan cuma-cuma."
Diolok-olok demikian, orang tua she Hok itu tiba-tiba membentak:
"Baiklah, aku terima baik usulmu!"
Sehabis berkata demikian, ia buru-buru menghampiri dan berkata lagi dengan suara perlahan: "Tetapi harus ada syaratnya." "Apa syaratnya ?"
"Keterangan tentang dirinya!" berkata siorang tua she Hok sambil menunjuk Ho Hay Hong, “ilmu tombak bocah itu hebat sekali, tetapi aku tidak tahu dari golongan mana? Aku hanya tahu bahwa ia ada hubungannya dengan si kakek penjinak Garuda. Kau harus memberitahukan padaku tentang asal usulnya, baru aku bersedia menukarkan baju wasiatku!"
"Hok lo. kau keliru, dia adalah Tang-siang Su Cu, anak murid Lam kiang Tay-hong."
"Apa?" bukan kepalang terkejutnya si orang tua she Hok itu, "Jangan jangan kau yang salah, mana bisa dia adalah Tang siang Su cu? Ah! Sungguh tak diduga Cie- Lui Kiam khek telah mengadakan perhubungan dengan Lam kiang Tay-hong, hm."
Ia percaya betul perkataan Sun hong Kow khek, dengan langkah lebar ia menghampiri Cie lui Kiam-khek dan berkata padanya:
"Su-to Tayhiap, maafkan daku, mulai hari ini, anakku akan kubaw a pulang. Sementara tentang jerih payahmu, bila ada kesempatan aku nanti akan membalas budimu ini."
Dengan menggandeng tangan anaknya, tanpa menunggu penjelasan Su to Siang, lantas berlalu.
Perbuatannya itu bukan saja sangat mengejutkan Cie lui Kiam khek, bahkan semua orang yang ada disitu juga terheran-heran, mereka tidak tahu apa sebabnya jago tua she Hok ini tidak senang terhadap Su to Siang. Cie-lu i Kiam-khek mengaw asi berlalunya jago tombak she Hok bersama anaknya tanpa bisa berbuat apa-apa, kemudian alihkan pandangan matanya kediri Sun hong Kow-khek dan bertanya dengan suara berat:
"Sun-hong Tayhiap, kau tadi sebetulnya berkata apa kepada Hok lo enghiong?"
"Saudara Su to, kau seharusnya mengerti sendiri!" jawabnya seenaknya, setelah itu, tanpa menantikan reaksi Cie lu i Kiam khek, sudah berlalu dengan tergesa- gesa menyusul jago tombak she Hok.
"Hok lo eng hiong rahasianya in i jangan sampai tersiar, mari kita bereskan dirumahmu." demikian ia berkata dengan suara nyaring.
Cie-Lui Kiam khek sangat marah, segera memerint ahkan anak muridnya yang masih berdiri melanjutkan latihannya.
Ia merasa penasaran, karena tanpa sebab dituduh orang yang bukan-bukan. Maka setelah memerint ahkan semua muridnya melanjutkan latihan, ia lantas balik kekamarnya.
Tepat pada saat itu, puterinya, Su to Cian hui yang pergi berburu dengan beberapa kawannya, sudah pulang dengan membaw a oleh oleh dari hasil buruannya.
Su to Cian hui mengikat kudanya dibawah pohon kemudian menemui ayahnya.
"Ayah hari ini kita pergi berburu kedanau Lok Ing ouw, menemukan banyak kejadian aneh !" Hawa amarah Su to Siang agak reda oleh kedatangan puterinya. Dalam waktu singkat, wajahnya sudah berubah berseri-seri.
"Kejadian aneh bagaimana? Coba kau ceritakan kepada ayahmu!"
Pada waktu itu, empat kaw an berburu Su-to Cian hui, semua sudah turun dari kudanya masing-masing, anak muda itu semua nampak sangat gemilang, mereka membiarkan Su to Cian hui menyeritakan kepada ayah nya, sedikitpun tidak mau mengganggu.
"Ayah, danau Lok ing-ouw telah berubah menjadi danau perang," demikian Su to Cian-hui mulai dengan penuturannya, "dalam waktu tidak ada setengah hari in i, sudah beberapa puluh orang orang kuat dunia Kangouw telah binasa."
"Apakah katamu? Ayah sedikitpun tidak mengerti.
Coba jelaskan." berkata Cie lui Kiam khek terkejut.
"Pagi-pagi sekali kita sudah berada di sana, tetapi seorang tua berambut putih ternyata datang lebih pagi dari pada kita. Orang tua itu duduk dengan tenang, tangannya memegang sebatang kail. Kita merasa heran, karena sekarang bukan waktunya memancing ikan, semua penduduk dekat danau itu mengetahui itu, maka kita lantas pada tertawa geli" demikianlah Su to Cian hui melanjutkan penuturannya dengan wajah penuh senyuman.
Tetapi ketika mengetahui dirinya diperhatikan Ho Hay Hong, senyumnya yang menggiurkan lenyap dengan segera. Dengan agak mendongkol matanya melotot dan meneruskan penuturannya. "Kakek itu ketika mendengar suara tertaw a kita menoleh, sinar matanya lebih tajam dari pada manusia biasa, hingga kita semua terperanjat dan berhenti tertaw a. Kakek itu lantas menanya kita: "Apakah kalian suka melihat orang berkelahi?"
Kita semua mengerti bahwa dari sinar matanya yang tua bersinar, kekuatan tenaga dalamnya pasti hebat. Maka ketika mendengar pertanyaannya, tentu ingin menyaksikan apa sebetulnya yang akan terjadi. Kita menjawab dengan gembira.
Orang tua itu dari dalam kepisnya mengeluarkan lima buah kail, menyuruh kita berjongkok, meniru cara ia memancing,
Lama kita menunggu, tidak lihat ada orang datang. Kita mulai tidak sabar, dan baru hendak melanjutkan maksud kita hendak berburu. Pada waktu itu, dalam hati kita semua, sudah anggap Kakek itu pasti orang gila, dan kita telah tertipu olehnya. Maka semua tidak memperdulikannya, masing-masing hendak naik kuda hendak pergi kelain tempat.
"Kakek itu t idak menyatakan apa apa, sikapnya selalu dingin, seolah-olah menertaw akan kita tidak mengerti apa apa. Tetapi dan setelah kita hendak pergi mendadak ia membuka mulut: "Oh" ! Aku lupa bahwa kalian hendak berburu. Begini saja, karena aku sudah menyia-nyiakan waktu kalian demikian lama, tidak usah kalian berburu, aku akan mengganti kerugian kalian."
"Karena kita semua sudah anggap dia seorang gila, maka ketika mendengar ia berkata demikian semua t idak menghiraukannya. Kakek itu nampaknya marah, ia mendongakkan kepala, tampak dua ekor burung Garuda terbang berputaran diangkasa t idak mau pergi, Kakek itu mendadak mengeluarkan siu lan dari mulutnya, suara itu sangat aneh, seperti bernada tertentu.
Sungguh heran, ketika kita semua sedang dalam keadaan keheranan dua ekor burung Garuda diangkasa itu mendadak terbang turun dan hinggap diatas pundak kakek itu.
"Mulut kakek itu mengeluarkan kata-kata yang tidak mengerti apa maksudnya. Dua ekor burung Garuda itu agaknya sangat menurut dan mengerti katanya, dengan cepat terbang lagi keangkasa, kemudian mencari beberapa banyak kawannya. Sebentar kemudian burung- burung Garuda itu sudah berhasil menerkam beberapa ekor burung Walet, Kakek itu kembali memerint ahkan seekor Garuda pergi kegunung Lam san, tidak lama burung itu berlalu lantas balik kembali dengan membaw a hasil buruannya beberapa ekor binatang kelinci. Kita tidak jadi berburu, semua berdiri terpaku oleh kejadian aneh itu. Kau lihat, diatas kuda itu bukanlah banyak binatang yang sudah mati ? Tetapi semua itu, bukanlah hasil berburu kita."
Cie-Lui Kiam khek mendengarkan penuturan puterinya dengan sikap terheran-heran, beberapa kali ia ing in menegur, selalu dicegah oleh puterinya.
"Setelah kita anggap sudah cukup," demikian Su to Cian hui melanjutkan ceritanya, "kakek itu dengan menggunakan suara aneh menyuruh burung Garuda itu berlalu. Kembali ia suruh kita memancing ikan dengan hati tenang. Saat ini kita semua sudah tahu bahw a kakek itu adalah seorang gaib maka tiada satupun yang berani menentang kehendaknya. Kita mulai memancing lagi, tetapi dalam hati masih diliputi oleh perasaan heran, dengan cara bagaimana ia dapat menjinakkan Garuda sehingga menurut perint ahnya ?
"Aku ingat ayah selalu dibikin pusing oleh burung Garuda dalam kurungan itu, karena kakek itu mempunyai ilmu menjinakkan Garuda, mengapa ayah tidak mengundangnya datang kemari, untuk memint a bantuannya? Selagi aku hendak menyatakan pikiranku itu, kakek itu sudah dapat seekor ikan besar.
Kita semua telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri, bahwa ujung kail kakek itu tidak ada tali dan kailnya, ikan itu pasti terkena oleh kekuatan tenaga dalamnya !"
"Kekuatan tenaga dalam kakek itu sesungguhnya sangat mengherankan, aku coba minta padanya supaya suka mengajarkan padaku cara mengail itu, tetapi ia tidak menghiraukan permint aanku, dengan seenaknya ia makan ikan itu mentah-mentah, hingga kita semua memandangnya dengan mata terbuka lebar.
Kemudian, ia bercerita sambil makan ikannya, katanya ia suka dengan lautan, karena hawa udaranya bersih. Ia menasehatkan kita supaya makan ikan mentah, katanya karena ikan mentah mempunyai khasiat luar biasa untuk memelihara kekuatan tenaga dalam. Ia punya kebiasaan makan ikan mentah itu, katanya sudah dimulai pada beberapa puluh tahun yang lalu?
"Ceritanya sangat aneh itu, kita semua tidak menghiraukan, kita hanya mengagumi dan heran akan kekuatan tenaga dalamnya yang demikian hebat. Ditilik dari keadaan dan penghidupannya yang demikian sengsara, t idak mirip dengan seorang golongan tua yang berkedudukan baik!
Sehabis makan ikan t iba-tiba g ilanya kumat lagi, kata- katanya diputar balik tidak karuan, semakin tidak mirip dengan orang tua dunia Kang ouw. Kita mencurigakan keadaan pikirannya, mungkin terpukul oleh sesuatu penderitaan bathin yang sangat hebat, sehingga berubah menjadi demikian.
Lama ia bercerita dengan caranya yang gila-gilaan, tetapi sedikit saja yang kita dengar.
"Apa katanya?" bertanya Ciu lui Kiam-khek dengan sikap tegang wajahnya menunjukkan perhatiannya yang besar.
"Ia kata bahwa ia pernah mempunyai seorang istri yang cantik. Semula, ia memuji kecantikan istrinya, kelakuannya, sangat baik tetapi tidak lama kemudian, nadanya mendadak berubah, dengan tiba-tiba ia memaki istrinya menyebutkan bangsat.
Ia menggambarkan bagaimana rendah sifat istrinya itu, bagaimana telah menipu dirinya. Ia kata bahwa istrinya itu menyanjungnya, mencintainya tetapi semua itu adalah palsu semata-mata maksudnya ialah hendak mendapatkan kepandaian ilmu silatnya.
Ia kata bahwa istrinya itu kelakuannya genit, sebelum nikah padanya, dalam perutnya sudah ada kandungan, dikatakannya bahwa anak kandungan itu adalah anak haram, yang dipandang rendah oleh semua orang!"
Sebagai seorang gadis, ketika mengatakan itu, wajah Su to Cian hai nampak kemerah-merahan. Ho Hay Hong yang sifatnya pendiam, mendadak membuka lebar matanya dan berkata.
"Apakah dia sekarang masih berada di danau Lok eng ouw?"
Cie-Lui Kiam khek terkejut. dalam otaknya, pemuda itu sifatnya sangat pendiam jarang bicara, suka menyendiri, kurang gembira. Tak diduga bisa terpengaruh pikirannya sedemikian rupa.
Su to Cian hui tidak menghiraukan pertanyaan Ho Hay Hong. Terhadap anak muda itu, agaknya ia tidak merasa senang, setiap kali bertemu dengannya, selalu dipandangnya dengan sikap menghina.
Cie-Lui Kiam khek mengetahui perasaan orang, ia khaw atirkan Ho Hay Hong tidak senang, maka lalu berkata kepada putrinya : "Kau jaw ablah pertanyaannya!"
"Kakek itu sudah lama pergi entah kemana." jawab sang putri dingin.
Perasaan Ho Hay Hong pelahan-lahan mulai tenang kembali, ingatannya terbayang kejadian yang silam, di mana tetamu yang tidak diundang itu telah memakinya bagai anak haram dan lain-lainnya.
"Cian hui, teruskan ceritamu!" demikian Cie lu i Kiam khek pinta kepada putrinya.
"Sebentar kemudian, sekitar danau Lok ing ouw t iba- tiba datang banyak orang Kangouw, diantara yang paling menarik perhatian adalah empat nenek tua berpakaian aneh yang rambutnya berwarna kuning, dan tiga laki laki tua berkumis pendek, yang mukanya seperti orang berpenyakitan."
Cie lu i Kiam khek ketika mendengar penuturan itu, wajahnya mendadak berobah, katanya:
"Itu adalah Kiu thian Kim Poh dan Song-bun Samlo!"
Su-to Cian hui tidak perhatikan perubahan sikap ayahnya, ia sedang waktunya belajar ilmu silat, banyak urusan dalam rimba persilatan yang masih tidak dimengerti.
Cie lui Kiam khek pikir bahwa kepandaian ilmu silatnya sendiri apa bila dibandingkan dengan salah satu diantara orang yang disebut oleh putrinya, masih selisih sangat jauh.
Si nenek Kiu thian Kim poh Song-bun Sam lo, semuanya adalah kawanan bangsa iblis dari tingkatan tua, sudah lama t idak terdengar kabar ceritanya, dan kini mendadak muncul didanau Lok eng ouw yang kecil in i, pasti akan melakukan gerakan yang tidak terduga-duga.
Diam-diam ia merasa sangat gelisah, salah-salah bisa membaw a akibat, bukan saja hancur lebur nama baiknya, tetapi juga ludes semua rumah tangganya.
Sementara itu Su to Cian hui melanjutkan penuturannya:
"Dengar Kiu-thian Kim Poh berkata, bahwa sudah lama ia mengasingkan diri, semata-mata karena hendak menyingkir dari musuhnya yang sangat kuat. Dan musuh itu kini masih hidup atau sudah mati, baginya masih merupakan suatu teka-teki dan membuat mereka selalu merasa t idak aman. Maka mereka memaksa Song bun Sam lo memberikan penjelasan, jikalau tidak mau, mereka berempat akan turun tangan menyeburkan tiga laki laki tua itu kedalam danau, supaya dibuat umpan oleh apa yang dikatakan naga berkaki delapan"
Cie lui Kiam khek menarik napas lega dan berkata: "Musuh Kiu thian Kim po adalah si-Kakek penjinak
Garuda yang namanya sangat kesohor, Ciao Hui
teruskanlah ceritakanlah!"
Ho Hay Hong juga mengunjukan sikap aneh, sambil bertopang dagunya mendengarkan penuturan Su to Cian hui, tiada seorang pun yang perhatikan dirinya, karena semua perhatian ditujukan kepada gadis cantik itu.
"Song bun Sam lo bersikap keras tidak mau memberi keterangan," demikian Su to Cian hu i melanjutkan keterangannya, "akhirnya kedua pihak lantas bertempur sengit, kepandaian Kiu thian Kim po lebih tinggi, dengan kekuatan empat orang yang mengeluarkan seluruh kepandaian masing-masing, dalam waktu sepuluh jurus saja, sudah mengalahkan Song bun Sim lo. Namun Kiu thian Kim po masih tidak berhati! memaksa pecundangnya memberi keterangan, selagi hendak turun tangan, kail kakek itu mendadak dipukulkan kepermukaan air.
"Kita semua merasa heran, tetapi Kakek itu kadang- kadang waras, kadang angot gilanya, kita tidak tahu benar sebetulnya ia orang bagaimana. Perbuatannya setiap kali membingungkan orang. Caranya memukul tangkai kailnya kepermukaan air juga sangat aneh. Ia tidak berdiri, hanya setengah jongkok, hidungnya saban saban mengeluarkan suara tetapi setiap memukul, meskipun suaranya tidak keras, namun air danau itu bergolak hebat.
"Tidak lama kemudian, air mancur keluar dari permukaan danau, air mancur itu mencapai tinggi setombak lebih, jelas bahwa dalam danau itu ada siluman.
"Pada saat itu, seluruh perhatian empat sekawan Kiu thiau Kim poh ditujukan keair mancur itu, sementara itu, tiga sekawan Song bun Sam lo sudah menggunakan kesempatan itu melarikan diri.
Tetapi berjalan belum beberapa jauh, riw ayat mereka telah dibikin tamat oleh sebilah pedang terbang. Pedang terbang itu bagaikan naga terbang, bisa bergerak cepat sekali, dimana tiga sekawan itu bergerak. selalu diikuti oleh pedang terbang itu, hanya beberapa gebrakan, t iga sekawan itu sudah kalut dan tiga-tiganya tertikam oleh pedang terbang sehingga binasa.
Aku selamanya belum pernah melihat ada orang bisa menggunakan pedang terbang, tak diduga pedang sedemikian lincah, hingga aku diam-diam merasa kagum.
Orang yang menggunakan pedang terbang itu usianya masih muda, mengenakan pakaian sutra, orang gagah tampan. Begitu tangan anak muda itu menggapai, pedang yang beterbangan diangkasa meluncur kedalam tangannya.
Waktu itu aku berseru memberi pujian padanya, dan anak muda itu membalas dengan sikap menghormat sambil menganggukan kepala." Muka gadis itu kemerah-merahan, entah apa sebabnya, ia sikapnya juga seperti bingung, biji matanya yang bulat jeli berputaran, agaknya sedang mengenangkan kembali kejadian yang menakjubkan itu.
Ho Hay Hong juga sedang berpikir keras, ia mengerti bahwa pemuda baja sutra yang digambar oleh Su to Cian hui itu adalah suhengnya sendiri.
Kepandaian mengendalikan pedang itu hanya gurunya. Dewi ular dari gunung Ho lan san yang mengerti, ia sendiri juga paham Ilmu pedang itu tetapi tidak sepandai toa suhengnya. Sungguh tidak disangkanya bahwa toa suhengnya juga sudah berada ditempat itu.
Ilmu mengendalikan pedang itu memerlukan banyak kekuatan tenaga murni, maka ia tidak sembarangan menggunakan. Kini ketika menampak Su to Cian hui mengunjukan sikap sangat kagum, diam-diam ia ing in memberi pertunjukan di hadapan matanya.
Tetapi akhirnya ia masih bisa tahan diri, ia mengerti bahwa keadaan diri sendiri pada waktu itu, tidak boleh terlalu membanggakan kepandaiannya.
Tiba-tiba pikirannya tenang kembali, karena ia ingat bahwa tujuan toa suhengnya adalah empat tukang nangis, bukanlah tiga jago pedang.
Kedatangan toa suhengnya ditempat itu mungkin hanya kebetulan saja, apa yang di khawatirkan adalah sam suhengnya, karena tugas sam suhengnya yang ketika itu justru mengancam jiwa tiga jago pedang.
"Kemudian" berkata lagi Suto Cian Hui. "Ia menggunakan ilmunya pedang terbang mengejar empat tukang nangis, tetapi tidak berhasil, empat tukang nangis itu sangat cerdik, begitu melihat gelagat tidak baik lalu lari berpencaran keempat penjuru, sehingga pemuda baju putih itu tidak tahu mana satu yang harus dikejar, dengan demikian ke empat-empatnya telah lolos.
Menurut keterangan kakek aneh itu, orang-orang itu semuanya merupakan tokoh-tokoh terkenal dalam rimba persilatan, biasanya menjagoi suatu daerah, kedudukan mereka seolah-olah raja. Ketika aku mendengar perkataan itu, lalu menanyakan padanya, mengapa demikian kebetulan, orang itu bertemu muka ditempat itu?"
Wajah Cie lui Kiam khek nampak serius, tidak berkata apa-apa juga tidak tertaw a, ia hanya mendengarkan sambil mengangguk-anggukkan kepala.
Meskipun mulutnya tidak berkata apa-apa, tetapi diam-diam sudah memuji bahwa pertanyaan itu sangat tepat.
"Kakek itu tidak memberi jawaban jelas," berkata gadis itu, "sebab-sebab pertemuan mereka Itu dikatakan karena dirinya." Ia kata. "bahwa ia paling suka menyaksikan pertempuran, semakin hebat semakin menyenangkan. Kedatangan orang-orang itu semuanya telah kena terpancing dengan berbagai akal muslihat olehnya, akal apa yang di gunakannya itu, ia tidak mau menerangkan."
Katanya sambil mengulap-ulapkan tangannya, "Bocah jangan banyak tanya, lihat saja." Aku tidak berdaya, tetapi dalam hati sudah berpikir hendak menanyakan sampai sejelas-jelasnya. Tidak diduga saat itu dari dalam telah muncul mahluk aneh yang luar biasa besarnya, mahluk itu mempunyai delapan kaki dengan kukunya yang runcing dan panjang, hingga aku yang sudah ketakutan setengah mati tak berani menanya lagi. Aku berdiri tertegun ditepi danau."
"Tokoh-tokoh rimba persilatan itu tidak, lari dengan munculnya makhluk aneh itu, hanya memandang dengan pandangan mata aneh, kemudian menyerangnya dengan berbagai senjata rahasia.
Semula aku kira orang-orang itu hendak menyingkirkan mahluk berbahaya itu, tak disangka kakek aneh itu lantas berkata sambil tertawa besar, katanya itu adalah akal muslihatnya yang memancing para tokoh rimba persilatan itu datang kemari, karena mereka hendak memperebutkan barang pusaka, hingga akhirnya baku hantam sendiri. Sambil tertaw a girang, kakek itu setelah menerangkan persoalannya lantas berkata:
"Benar saja, orang orang itu ketika mahluk aneh itu menyelam lagi ke dalam danau, mereka lantas bertempur dengan sengitnya, akhirnya sebagian besar telah binasa tapi satupun tak ada yang mendapatkan barang pusaka itu ."
Su to Cian hui mengakhiri ceritanya yang panjang, semangatnya menyala-nyala, tetapi Ho Hay Hong entah sejak kapan sudah berlalu dengan diam-diam.
Cie lu i Kiam khek masih belum merasa puas, tanyanya lagi.
"Apakah kau t idak menanyakan namanya Kakek yang aneh itu?"
"Ia t idak mau menceritakan, aku juga tidak percaya." "Coba kau ceritakan ciri-cirinya orang tua itu!"
Su to Cian hui sudah mengetahui bahwa ayahnya banyak perhatian terhadap Kakek yang aneh itu. Maka buru-buru berkata:
"Kepalanya memakai topi hitam lebar, pinggir topinya menutupi sampai kealis matanya, hingga aku tidak bisa melihat dengan tegas. Hanya menurut dugaanku, usianya sudah lanjut, namun tidak nampak tanda- tandanya sudah loyo, mungkin disebabkan kekuatan tenaga dalamnya sangat sempurna."
"Orang aneh yang berkepandaian demikian t inggi, bisa ketemu tapi tidak bisa dicari bagaimana kau abaikan begitu saja?"
Su to Cian hui menundukkan kepala, "ayah, aku t idak tahu kalau ayah ingin mengetahui hal ikhwal Kakek tua itu sedemikian sungguh-sungguh."
Cie lui Kiam khek melihat putrinya bersedih. Ingin menghibur dengan kata-kata, di luar dugaannya ada orang berkata:
"Aaaaah. Aku ingat!"
Orang itu adalah kawannya Su to Cian Hui, katanya dengan gembira:
"Aku lihat dibelakang telinganya ada sebuah tahi lalat hitam, tahi lalat itu sangat kecil, kalau t idak diperhatikan, susah di kenal!"
Harapan Cie lui Kiam khek buyar lagi. apakah tanda tahi lalat itu dapat dikatakan ciri khas? Dasar anak-anak! Seorang lagi yang hendak menarik kudanya, sebelum tangan menyentuh tali, tiba-tiba dibatalkan maksudnya dan berkata dengan suara nyaring:
"Oh, aku juga ingat sepasang kakinya besar luar biasa, tidak sesuai dengan tubuhnya!"
Su to Cian Hui seolah-olah baru ingat, ia membenarkan ucapan itu:
"Benar, sepasang sepatu rumputnya di buat secara khusus."
Cie-lu i Kiam khek yang mendengar perkataan itu mendadak membalikkan badan dan berseru: "Dia adalah si Kakek penjinak Garuda!"
Suara itu mengejutkan semua orang yang ada disitu, dapat mengerti sebab manusia gaib, yang namanya menggemparkan dunia in i, segala sepak terjangnya sudah banyak diketahui oleh hampir semua orang.
Cie lu i Kiam khek tiba-tiba diliputi perasaan khawatir, dengan seorang diri, tanpa berkata apa apa, lari masuk kedalam kamarnya.
0odwo0 Musim kemarau, udara cerah.
Dengan seorang diri Ho Hay Hong tiba didanau Lok- ing-ouw.
Danau itu merupakan sebuah danau ciptaan alam, tidak luas tapi airnya jernih. Bukit dan pepohonan yang banyak disekitarnya pemandangan alam tempat ini nampak makin indah. Ia menghitung jumlah bangkai manusia yang berserakan disekitar danau, ternyata ada sepuluh lebih banyaknya. Keadaan bangkai-bangkai itu sangat mengenaskan kematian mereka menunjukkan mereka dalam keadaan sangat penasaran itu, dalam hatinya berkata:
"Jadi orang jangan terlalu serakah, dari tempat jauh- jauh datang kesini, perlunya hanya memperebutkan barang pusaka, tidak tahunya kehilangan jiw a !"
Beberapa ekor burung elang, terbang rendah berputaran diatas danau dengan sikap yang menjemukan.
Ho Hay Hong merasa tidak enak melihat pemandangan yang mengerikan itu. dibuatnya liang kubur, untuk mengubur semua jenazah.
Dengan langkah lambat-lambat ia berjalan menuju ke tepi danau, matanya tiba-tiba tertarik oleh sapu putih yang terletak ditanah. Dipungutnya sapu itu, di salah satu ujung terdapat sulaman huruf Su To Cian Hui.
Ia tahu bahwa sapu itu milik Su-to Cian Hui, lalu dimasukkannya kedalam sakunya, supaya dapat dikembalikan kepada pemiliknya.
Hatinya berdebar, demi merasa bagaimana nanti harus mengembalikan sapu itu? Sejak kanak-kanak ia hidup diatas gunung yang sunyi, belum pernah bergaul dengan gadis, pikiran yang bukan-bukan, mencipt akan suatu lamunan yang indah.
Sehingga ia melupakan tugas yang diberikan oleh gurunya, duduk ditepi danau, kepalanya menengadah, memandang awan diangkasa. Pada saat itu, empat laki-laki berpakaian baju panjang berjalan menghampiri, satu di antaranya ketika melihat ia duduk seorang diri ditepi danau, seolah-olah sedang memikirkan sesuatu, lantas menegurnya:
"Hai, sahabat, bolehkah aku numpang tanya, kita adalah orang orang dari golongan Kawa kaw a !"
Ho Hay Hong menoleh, ketika pandangan matanya beradu dengan pandangan mata empat orang itu, mengertilah ia bahwa empat orang itu memiliki kekuatan tenaga dalam lagi sudah cukup sempurna. Ia lalu menganggukkan kepala dua kali dan tertawa.
Orang-orang itu melihat sikap Ho Hay Hong seperti tidak ambil perhatian, lalu berkata lagi:
"Kita semua adalah orang orang dari golongan Kaw a- kawa."
"Ada keperluan apa ?" tanya Ho Hay Hong singkat.
Karena Ho Hay Hong tidak mengunjukkan rasa terkejut ketika mendengar disebutnya nama golongan kawa-kawa, empat orang itu merasa heran. Satu diantaranya berkata pula:
"Sahabat adalah orang dari kalangan rimba persilatan, pasti pernah dengar nama "Siang tok Ok sat" dua kepala bagian hukum golongan Kaw a kaw a, Siaotee ingin minta sedikit keterangan tentang kedua tongcu itu, bolehkah kiranya sahabat memberitahukan kepada kita?"
"Aku tidak tahu!" jawabnya tetap singkat. Orang itu marah, katanya sambil tertaw a "Numpang tanya, sahabat dari golongan mana ?" Ho Hay Hong tidak menghiraukan, karena ia tidak mengerti segala peraturan dunia Kang ouw.
Ia hanya tertaw a menyeringai, lalu mengambil sebuah batu kecil dan dilemparkannya kedalam danau.
Perbuatannya itu sebetulnya tidak di sengaja, tetapi dimata empat orang itu, lalu wajah mereka berubah seketika, dengan serentak berkata:
"Ow, sahabat kiranya adalah dari golongan "Lempar batu", maafkan kita!"
Golongan lempar batu merupakan salah satu golongan persilatan, karena ketuanya Giam kiam Sian beng mempunyai kesukaan melemparkan batu kedalam air, hingga golongan yang dipimpinnya mendapat nama Lempar batu.
Tentang golongan Lempar batu ini, mempunyai kisah yang sangat unik. Kabarnya ketua Lempar batu dahulu mempunyai kekasih yang mati bunuh diri kedalam sungai Chim kim Sian seng yang merasa sedih dan sudah menyatakan kesetiannya terhadap kekasihnya, telah mendirikan satu partai persilatan yang dinamakannya golongan Lempar batu.
Seluruh tenaganya dicurahkan untuk membangun golongannya, hingga dalam waktu singkat golongan lempar batu itu sudah mendapat nama baik dikalangan Kang Ouw.
Tanda rahasia pengenal antara anggotanya ialah dengan isyarat melemparkan batu kedalam air, maka, empat orang itu ketika menampak Ho Hay Hong melemparkan batu kedalam danau dianggapnya telah menunjukkan golongannya. Golongan Kawa-kaw a yang memang tidak akur dengan golongan lempar batu, dengan sendirinya wajah mereka sama berubah.
Namun demikian, empat orang itu ternyata masih bisa kendalikan perasaan masing-masing. Sebelum tahu benar keadaan yang sebenarnya, juga tidak berani bertindak lancang.
"Sahabat adalah orang gagah dari golongan Lempar batu, tentunya mengetahui jelas jejak dua tongcu kita Siang tok Ok sat, sudikah kiranya sahabat memberi petunjuk." demikian berkata.
"Siapa itu Siang tok Ok sat? Aku belum pernah melihat?" demikian Ho Hay Hong balas menanya.
"Sahabat jangan berlagak nama Siang tok Ok sat sangat kesohor, mereka adalah orang-orang terkemuka dari golongan kita, siapa yang pernah berkecimpung dalam kalangan Kang ouw, tiada yang tidak kenal mereka. Terutama tanda khas mereka yang merupakan daging lebih diatas jidat mereka hampir semua orang tahu, termasuk anak anak dan kaum wanita, hanya sahabat"
Ho Hay Hong tiba tiba ingat sesuatu, belum lagi selesai keterangan orang itu. ia sudah berkata:
"Keteranganmu ini, telah mengingatkan aku, kiranya adalah dia."
Ia masih ingat dua orang yang mempunyai ciri istimewa itu, ketika mengubur para korban angkara murka yang mati konyol itu. Karena ciri dua orang yang istimewa itu, telah memberi kesan sangat dalam, tak diduga bahwa dua orang itu adalah yang mereka cari. "Harap sahabat lekas memberi keterangan." demikian orang itu memotong.
"Kalian t idak perlu mencari lagi, mereka berdua sudah binasa."
Empat orang itu terkejut.
"Sudah binasa? Siapa yang membunuh mereka Sahabat, mungkinkah itu perbuatanmu sendiri? Tempat ini hanya kau seorang diri kematian mereka tidak terlepas dari perbuatanmu !"
Seorang diantaranya membentak dengan suara keras: "Kalau benar mereka sudah binasa, jenazahnya
seharusnya ada !"
"Aku sudah mewakili kalian untuk menguburnya." berkata Ho Hay Hong agaknya tidak senang, ia sudah payah menggali lobang dan menguburnya, tapi malah ditanya secara demikian kasar.
Dengan sikap dingin ia memandang muka orang yang nampaknya bengis itu. Dalam hati ia merasa mendongkol, karena empat orang itu dianggapnya sudah mengganggu ketenangannya.
Maka ia lantas bangkit, tanpa mengeluarkan sepatah kata lagi, berjalan meninggalkan mereka.
Dengan tiba-tiba, ia merasakan belakang badannya seperti kesambar angin, seolah-olah barang berat menghantam dirinya. Dengan cepat ia membalikkan badannya, orang-orang itu ternyata sedang menyerbu padanya sambil mengirim dua kali serangan. Kemudian terdengar suara bentakan orang itu: "Membunuh orang harus ganti jiw a. Sahabat dari golongan Lempar batu, kau jangan berlalu se enaknya !"
Ho Hay Hong menyambut! serangan orang itu, ia merasakan bahwa serangan itu sangat berat, maka buru buru mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya dan balas menyerang.
"Kau mau apa?" demikian tegurnya.
Orang itu setelah menyambuti serangan Ho Hay Hong, kakinya t idak bisa berdiri tegak dan mundur dua langkah.
Dalam waktu segebrakan saja sudah tampak siapa yang lebih unggul dalam mengadu kekuatan itu.
Orang itu perdengarkan suara tertaw anya memanggil tiga kawannya supaya mengeroyok Ho Hay Hong.
Ho Hay Hong berdiri tegak, matanya menatap wajah empat lawannya, sikapnya sedikitpun tidak mengunjukkan rasa takut.
Untuk kedua kalinya ia mengadu kekuatan dengan tokoh rimba persilatan daerah Tionggoan. Sekalipun dalam hati, merasa agak tegang, tetapi sifat pembaw aannya yang tenang dan pendiam membuat perasaan tegangnya itu sedikitpun tidak tampak diluar.
Ia tahu benar bahwa dalam rimba persilatan daerah Tionggoan, terdapat banyak orang kuat.
Tetapi ibarat besi, makin digembleng makin keras, maka ia berusaha mengendalikan perasaannya.
Dia juga tahu bahwa didaerah Tionggoan banyak sekali partai atau golongan persilatan, siapa terlibat dalam pertikaian dengan mereka, tidak mudah dibereskan. Tetapi ia toh sudah terlibat, apa hendak dikata? Apakah harus diam saja menunggu kematian?
Empat kaw anan dari golongan Kaw a-kawa itu masing memberi isyarat dengan mata. Selagi hendak bergerak mengeroyok Ho Hay Hong, dari sebelah barat danau Lok ing ouw muncul lagi serombongan orang-orang Kang ouw.
Orang itu berjumlah delapan orang, semuanya mengenakan pakaian seragam warna oranye.
Empat kaw anan dari golongan Kaw a-kawa ketika melihat kedatangan orang-orang itu, lantas menghentikan serangan. Mereka berkata dengan nada suara dingin:
"Bagus, orang gagah dari Lempar batu kini sudah datang semua."
Mendengar perkataan demikian, delapan orang itu terheran heran, mereka saling berpandangan. Salah satu diantaranya, seorang t inggi besar yang bertindak selaku pemimpin rombongan, lantas menyahut !
"Tidak disangka sahabat-sahabat dari golongan Kaw a- kawa juga turut campur tangan dalam urusan ini !"
Seruan orang itu amat nyaring. Dalam suasana yang sunyi itu, suara itu sampai menggema keempat penjuru.
Orang-orang dari golongan Kawa-kawa tidak mau menyerah mentah-mentah, katanya sambil tertaw a terbahak-bahak.
"Orang kata bahwa golongan Lempar batu sangat kokoh persatuannya, paling suka main keroyok. Nampaknya itu benar. Begitu melihat sahabat ini berada dalam kesulitan, kalian lantas muncul secara rombongan. Barangkali sahabat ini tadi sudah melepaskan tanda bahaya untuk mendatangkan bala bantuan!"
Mendengar perkataan itu, mata delapan orang dari dalam golongan Lempar batu semua ditujukan kepada Ho Hay Hong. Kepala rombongan yang tinggi besar itu berlaku agak hati-hati. ia perint ahkan kawan-kaw annya supaya jangan berlaku gegabah, sedang ia sendiri lantas menghampiri Ho Hay Hong dan berkata:
"Apakah sahabat pernah menyatakan kepada mereka, orang dari golongan Lempar batu?"
"Aku tidak pernah menyatakan demikian." jawab Ho Hay Hong.
Orang-orang itu anggukkan kepala, nada suaranya mendadak berubah serius.
"Kalau begitu, bolehkah aku ingin tahu. nama sahabat yang mulia?"
"Aku bernama Ho Hay Hong."
"Apakah kau orang Kang-ouw, orang paling tidak senang terhadap yang suka mengaku atau menyaru diri sebagai sembarang golongan. Aku lihat usiamu masih muda, pulanglah untuk berlatih beberapa tahun lagi."
"Tidak perlu dengan nasehatmu." menjawab Ho Hay Hong, tidak senang.
Orang tinggi besar itu terkejut, agaknya tidak menduga bahwa anak muda itu sedemikian berani, juga belum pernah ada orang yang dengan cara demikian menjawab perkataannya. Hawa amarahnya timbul seketika sambil tekuk muka asam ia berkata lagi: "Aku adalah si Lengan besi, sering bergerak disepanjang sungai Ho siok, saudara-saudara didaerah ini semua menyebut aku toako, apakah kau pernah dengar.?"
"Aku belum pernah mendengar namamu," jawab Ho Hay Hong tegas.
Jawaban itu sebetulnya tidak ada mengandung maksud memandang rendah. Karena sebagai pendatang baru didaerah Tionggoan sebetulnya tidak banyak yang diketahuinya. Tak diduga jawaban itu dianggap oleh si Lengan besi sebagai satu hinaan, membuat ia semakin naik pitam.
Sambil mundur ia mengeluarkan perint ah kepada kawan kaw annya: "Tangkap."
Mendengar perint ah itu, empat diantaranya lantas bertindak maju.
Empat orang dari golongan Kawa-kawa dengan serentak mencegah.
"Tunggu dulu, orang ini adalah musuh kita, seharusnya diserahkan kepada kita."
Seorang diantaranya dengan cepat bergerak kesamping Ho Hay Hong, berusaha menyambar tangannya.
Ho Hay Hong hanya memiringkan tubuhnya dengan kaki tanpa menggeser dari tempatnya, telah berhasil mengelakkan sambaran tangan orang itu.
Kejadian itu disaksikan oleh semua mata, hingga orang-orang dari golongan Lempar batu tidak berani berlaku sembarangan lagi. Sambil perdengarkan ketaw a dingin, orang tinggi besar itu berkata.
"Tak kusangka kau juga mempunyai kepandaian yang berarti."
Ia melangkah maju satu langkah, tangannya diulur, ia tidak menyerang Ho Hay Hong, sebaiknya sudah mendorong mundur orang golongan Kaw a kawa yang berdiri di samping, sehingga mundur tiga langkah.
Kekalut an lantas terjadi, empat orang dari golongan Kawa kawa meninggalkan Ho Hay Hong, semuanya menyerbu orang-orang dari golongan Lempar batu. Orang-orang dari dua golongan itu, biasanya memang sudah tidak akur.
Maka bila timbul sedikit kesalahan faham. Dengan demikian, Ho Hay Hong malah tidak dihiraukan mereka. Namun demikian, ia tidak berani berlaku gegabah, ia tahu bahwa, orang-orang itu bertempur karena memperebutkan dirinya. Kalau pertempuran itu selesai, akhirnya pasti t idak menguntungkan dirinya.
Selagi pertempuran berangsur siorang tinggi besar itu mendadak keluar dari kalangan. Dengan tergesa-gesa ia menghampiri Ho Hay Hong. Selagi hendak turun tangan menangkapnya, mendadak ia ingat sesuatu hingga ia membatalkan maksudnya dan berkata.
"Bocah she Ho, sudah berapa lama kau datang kemari?"
"Kira kira setengah jam berselang." jaw abnya terus terang. "Apakah kau pernah melihat seorang tua berhidung merah lewat disini?"
"Dia sudah mati."
Orang tinggi besar itu lompat berjingkrak-jingkrak. "Benarkah ucapanmu ini?"
Ho Hay Hong tidak menghiraukan lagi karena ia
selamanya tidak suka banyak bicara. Setiap kali buka mulut, kata-katanya sangat singkat, seolah olah enggan bicara.
Orang tinggi besar itu tidak kecewa menjadi seorang Kang ouw ulung, sebentar kemudian sudah tenang kembali, dengan sinar mata dingin menatap wajah Ho Hay Hong katanya lambat-lambat.
"Dimana jenazahnya? Heh, ini bohong semua! Tahukah siapa dia? Dia adalah si Kakek hidung, merah yang namanya sangat tersohor!"
Dalam otak Ho Hay Hong terbayang satu gambaran si Kakek hidung merah yang dikatakan kesohor namanya itu, telah rebah menggeletak ditanah dengan badan mandi darah, seperti babi disembelih.
"Betapapun kesohornya, dia sudah kukubur dengan tanganku sendiri!" berkata Ho Hay Hong dengan nada dingin, tangannya menunjuk kesuatu tempat yang tanahnya agak menonjol, "kalau kau tidak percaya, lihatlah sendiri!"
Orang tinggi besar itu membuka lebar matanya. Setengah percaya setengah tidak ia menatap wajah si anak muda, kemudian dihampirinya tempat yang ditunjukkan oleh Ho Hay Hong, ia mengeluarkan goloknya dan menggali tanah.
Sebentar kemudian, ia telah dapat menyaksikan semua bangkai yang tertumpuk dalam liang kubur, juga mengetahui segala-galanya.
Kembali ia pentang lebar matanya, bagaikan seorang gila ia berteriak-teriak:
"Aha! Semua ini adalah orang orang kenamaan?"
Kemudian ia berdiri bagaikan patung, matanya ditujukan kesemua bangkai, katanya kepada diri sendiri: "Dia adalah Thian-san Jiesiu., dia adalah Sin gan Ie-iu.dia adalah Kau hu Long-tiap, bangsat cabul in i akhirnya mati juga. Dia adalah Bu eng Koay tiap Aia! Siang toa Ok sat juga ada disini, pantas orang orang golongan Kaw a kawa semua datang kemari. Ow! Kasihan Kakek kidung merah kalau pangcu mengetahui kematiannya, entah bagaimana sedihnya"
Ia berdiri terpaku, pikirannya kalut , matanya menatap wajah Ho Hay Hong, pemuda pendiam itu masih tetap berdiri ditepi danau.
"Bocah she Ho, apakah orang orang ini semua, kau yang membunuh.?"
Sikap Ho Hay Hong tetap dingin, acuh tak acuh.
Karena tidak mendapat jawaban, orang tinggi besar itu murka, katanya dengan sengit:
"Sudah pasti kau yang bunuh, bocah she Ho, kau benar-benar satu iblis kejam bertangan ganas !"
Tiba-tiba terdengar suara bentakan yang sudah tidak asing bagi orang t inggi besar itu: "Roboh !" Kemudian disusul oleh suara jeritan yang mengerikan, empat orang dari golongan Kawa-kawa telah rebah binasa semua.
Orang tinggi besar itu kegirangan. Dengan cepat ia berpaling. Tampak olehnya seorang tua berpakaian warna kelabu, bersama tiga anak muda berpakaian warna merah, berdiri disamping bangkai empat orang golongan Kawa-kawa tadi.
Orang tua berpakaian kelabu itu wajahnya pucat pasi, rambutnya putih meletak.
Dengan cepat orang tinggi besar itu menghampiri dan berlutut dihadapan orang tua itu, memberi hormat.
Saat itu, semua orang dari golongan Lempar batu turut berlutut. Setelah orang tua itu memberi perint ah, orang-orang itu baru berani berdiri lagi.
Orang tua itu sikapnya dingin, tiga anak muda baju merah itu masing-masing membaw a pedang, berdiri tanpa bergerak disekeliling si orang tua.
Dari sinar matanya yang tajam, meski usia mereka masih muda, tetapi dapat diduga bahwa kekuatan tenaga dalam mereka sudah cukup sempurna.
"Pangcu, Kakek hidung merah sudah binasa ?"! demikian orang t inggi besar itu memberi laporan kepada pangcu, atau ketuanya.
Orang tua berambut putih itu adalah Chiu kiam Sian seng, yang namanya sangat kesohor dikalangan rimba persilatan. Tiga pemuda baja merah yang berdiri disampingnya adalah tiga pelindung hukumnya, nama gelar mereka adalah Anak sakti berbaju merah. Seluruh kepandaian tiga anak muda itu, diperoleh mereka dari pelajaran Chin kiam Sian -seng . Meski usia mereka masih muda-muda tetapi kepandaian ilmu silatnya sudah hebat. Sikap Chin kiam Sian seng masih tetap dingin tetapi dalam hatinya merasa p ilu. Ia berdiam sejenak baru berkata:
"Kalau begitu, kalian mundur dulu!"
Orang tinggi besar itu menurut, ia mengangkat jenazah Kakek hidung merah, dengan menggunakan kaki ia menguruk lagi jenazah yang lainnya, kemudian mengundurkan diri bersama kawan-kawannya.
Chin kiam Sian seng berpaling dan berkata kepada Ho Hay Hong:
"Menurut laporan orang-orangku, kaulah yang membunuh Kakek hidung merah dan lain-lainnya?"
"Kau salah, ketika aku tiba disini, orang-orang itu sudah mati semua," jawab Ho Hay Hong.
"Aku bertindak, selamanya tidak menyusahkan orang baik. Taruh kata bukan kau yang membunuh, tetapi kejadian ada sedemikian kebetulan, justru kau tiba ditempat ini dengan sendirinya menimbulkan orang curiga. Sekarang kau ikutilah aku pulang, nanti setelah urusan menjadi jelas. Aku akan kau membebaskan lagi!"
"Aku masih ada urusan penting, maaf tidak dapat memenuhi permintaanmu.!"
Mendengar jawaban itu, Chin kiam Sian seng merasa tidak senang, dengan tenang ia berkata:
"Kalau begitu, aku terpaksa berlaku kasar terhadap kau sahabat kecil." Dengan satu isyarat, tiga pemuda baju merah itu sudah mengerti, masing-masing maju tiga langkah sambil menghunus pedang masing-masing, lambat menghampiri Ho Hay Hong.
"Apakah kau hendak menangkap aku?" tanya Ho Hay Hong.
"Keadaan memaksa, mau tidak mau harus bertindak demikian, harap sahabat kecil maafkan!"
Kata-katanya itu meski sangat sopan, tetapi Ho Hay Hong tetap tidak senang.
"Tunggu dulu, aku tidak membaw a senjata, kalau tertangkap olehmu, aku sangat penasaran, kalau kau mau berkelahi, tunggu aku ambil senjata dulu!"
"Baik, kuterima baik permint aanmu, lekas ambil senjatamu! Aku percaya padamu!" menyahut Chiu-kiam Sianseng sambil menganggukkan kepala.
Sebetulnya ia juga tak usah takut kalau anak muda itu kabur, karena daerah seluas beberapa ratus lie ditempat itu, semua merupakan daerah kekuasaannya golongan Lempar batu. Kalau Ho Hay Hong hendak kabur pasti tidak terlepas dari mata-mata golongan Lempar batu.
Lagi pula, Chin kiam Sianseng bisa melihat muka orang. Dari potongan muka Hu Hay Hong, ia sudah tahu bahwa pemuda itu seorang jujur, bukan bangsa penipu, maka ia membiarkannya pulang untuk mengambil senjata.
Ho Hay Hong sendiri juga tidak ingin kabur, ia mengerti bahwa seorang ketua dari satu golongan, pasti mempunyai kepandaian yang berarti. Kalau t idak berhati- hati. susah bagi dirinya sendiri, maka ia segera teringat pedang Garuda saktinya, yang disimpan diatas penglari, ia hendak menguji kepandaiannya sendiri dan pedang sakti itu terhadap Chiu-kiam Sianseng.
Sebetulnya ia ingin ikut Chin kiam Sianseng pulang kemarkasnya, karena ia memang bukan pembunuhnya. Bagaimanapun juga peristiw a pembunuhan itu akhirnya tokh akan ketahuan. Pada akhirnya Chin kiam Sianseng pasti akan membebaskan dirinya. Tetapi hal demikian menyulitkan tujuannya sendiri karena jejak si Kakek penjinak Garuda masih belum diketahui. Kalau ia tidak berhasil menemukan jejak seorang tua itu, ini berarti kematian baginya,
Ia harus sayang waktu, maka meskipun menghadapi musuh kuat ia juga harus berlaku sabar. Satu hari sebab musabab kematian si Kakek hidung merah itu belum juga terang, itu berarti jiwanya masih berada dalam ancaman.
Dalam waktu yang sangat singkat itu, ia sudah mengambil keputusan, lebih baik binasa dibawah pedang, tidak suka racun dalam tubuhnya mengakhiri riw ayat hidupnya.
Lagipula, ia sudah bertekad mengadu jiw a, hendak menguji kepandaiannya dengan jago-jago daerah Tionggoan.
Dalam waktu sekejap Ho Hay Hong sudah tiba di gedung Cie lui Kiam khek. Benaknya sudah di penuhi oleh bayangan pedang dan golok, telinganya seolah-olah mendengar dengungan orang-orang yang berteriak- teriak. Sudah lama ia berhasrat hendak menguji kepandaiannya dengan tokoh-tokoh daerah Tionggoan, tak diduganya bahwa hasrat itu kini akhirnya telah terbukti menjadi kenyataan.
Dengan tenang ia berjalan keruangan tamu, selagi hendak membelok ke kamarnya, dalam ruangan tamu itu ia menampak banyak tamu dari kalangan Kang ouw.
Cie lui Kiam khek bangkit dari kursinya, dan berkata sambil tersenyum:
"Saudara muda ini adalah Ho siaohiap, Ho Hay Hong."
Ho Hay Hong merasa heran, ia tidak mengerti apa sebabnya Su to Siang begitu menghargai dirinya, lantas memperkenalkan kepada tamunya? Apakah sebelum sampai, tuan rumah itu sudah banyak menceritakan tentang dirinya ?
Dengan pikiran masih diliputi berbagai pertanyaan, ia menganggukkan kepala kepada para tamu, sikapnya sangat sopan.
"Kepandaian ilmu silat Ho siaohiap tinggi sekali." demikian tuan rumah berkata pula. "Dengan satu kali pukul, ia telah berhasil memukul mundur empat kaw anan jahat. Kejadian ini perlahan-lahan menjadi buah tutur di kalangan Kang ouw.
"Aku kira diantara tuan-tuan pasti sudah ada yang pernah bentrok dengan e mpat kaw anan jahat itu, hingga tahu benar kepandaian mereka. Dengan kepandaian ilmu silatnya yang luar biasa, Ho siaohiap sekaligus sudah mengalahkan empat manusia jahat itu, t idak percuma ia menjadi muridnya gurunya ternama !" Ho Hay Hong berpikir, mengapa Su to Siang mendadak menjunjung tinggi diriku demikian rupa? Apakah ia ada mengandung maksud tertentu ?.
Sementara itu, tujuh atau delapan tamunya itu sudah menganggukkan kepala sambil berkata:
"Benar, empat kawanan manusia jahat itu sudah lama malang melintang dikalangan Kang ouw, mereka masing- masing mempunyai kepandaian dan keistimewaan sendiri-sendiri. Ho siaohiap dengan seorang diri berhasil mengalahkan mereka. Benar-benar sangat mengejutkan!"
Ketika bicara demikian, para tamu itu mengunjukkan sikap kagum mereka.
"Ho laotee, marilah kuperkenalkan," berkata Cie lui Kiam-khek. "Ini adalah Hok Yauw, yang mempunyai gelaran si "Kipas besi". Ini adalah Song Sie, yang bergelar si "Ayam Emas. Ini adalah Giok hu Kie su, ini adalah empat serangkai dari keluarga Liong. Tuan-tuan ini semuanya adalah tokoh-tokoh terkenal dalam rimba persilatan, dan bersahabat dengan erat denganku. Sesungguhnya aku jarang mendapat kesempatan berkumpul bersama-sama seperti hari ini, maka itu, kau jangan malu-malu, kita semua bukan orang luar."
Si Ayam emas Song Sie, jidanya lebar, dahinya menonjol, bibirnya tipis dan panjang, kalau bicara mempunyai kebiasaan menggoyang-goyangkan kepala, benar juga mirip dengan ayam jago.
Orang tua ini seolah-olah sudah kenal lama dengan Ho Hay Hong, bicara baru beberapa patah, sudah mengajak Ho Hay Hong keluar pintu dan berkata padanya dengan suara perlahan:
-oo0d-w -0oo-