Jilid 35
Sam ku sinni serta Pek leng siancu So Bwe leng yang menyaksikan kejadian tersebut semakin merasa berat untuk meninggalkan tempat itu, mereka segera menyembunyikan diri sambil mengintip ke arah pintu gerbang.
Tampak bocah lelaki itu berjalan menuju ke depan pintu gerbang kemudian mengetuk beberapa kali, ketika tidak memperoleh jawaban, dia segera berteriak keras :
"The bungkuk, ayo buka pintu, sebentar nona Kan akan segera sampai disini!"
Entah siapakah nona Kan tersebut, tak lama kemudian tampak kesibukan yang luar biasa didalam gedung tersebut, semua penghuni bermunculan untuk menyambut kedatangan dari nona Kan tersebut.
Berapa saat kemudian, terdengar suara derap kaki kuda bergema tiba, kemudian tampaklah empat orang lelaki berpakaian ringkas dan delapan orang kakek berjenggot putih muncul mengiringi sebuah kereta yang amat indah bentuknya. Tatkala tiba didepan pintu gerbang, orang orang yang menunggang kuda itu serentak berlompatan turun, sebaliknya kereta tersebut langsung menembusi pintu gerbang dan bergerak masuk ke halaman dalam.
Dengan demikian Sam ku sinni serta Pek leng siancu So Bwe leng tak sempat untuk menyaksikan macam apakah orang yang dinamakan nona Kan tersebut. Tapi mereka sempat mendengar suara yang amat merdu berkumandang keluar dari balik ruang kereta itu :
"Hadiahkan satu tahil emas murni untuk setiap orang!"
Pek leng siancu So Bwe leng menjadi tertegun, dengan cepat dia merasa kalau suara tersebut sangat dikenal olehnya. Seorang lelaki berpakaian ringkas muncul dengan membawa sebuah kentongan besar, setiap orang yang muncul di depan pintu gerbang untuk menyambut kedatangan nona Kan segera diberi hadiah satu keping emas murni seberat sepuluh tahil tiap orang.
Benar benar suatu tindakan yang luar biasa, tak heran kalau orang orang itu begitu senang menyambut kedatangan nona Kan tersebut. Mendadak Pek leng siancu So Bwe leng mendepak depakkan kakinya berulang kali sambil berseru :
"Hmmm! Sekarang aku sudah tahu siapa gerangan keparat tersebut !"
Sam ku sinni tak tahu apa sebabnya Pek leng siancu So Bwe leng menjadi sewot, buru buru tegurnya dengan wajah tertegun :
"Leng ji, jangan bertindak sembrono!"
Menyaksikan gurunya menjadi begitu gelisah, Pek leng siancu So Bwe leng segera mengulum sekulum senyuman diujung bibirnya, katanya kemudian :
"Siapa yang akan bertindak sembrono? Mari kita pulang saja ke penginapan!"
Setelah mendengar ajakan tersebut, Sam ku sinni baru menghembuskan napas lega, bersama Pek leng siancu So Bwe leng, berangkatlah mereka kembali ke rumah penginapan.
Sekembalinya ke rumah penginapan, pertama tama yang dilakukan oleh Pek leng siancu So Bwe leng adalah mencari tahu siapakah pemilik gedung tersebut. Ternyata gedung tersebut milik seorang dari marga The yang bernama Kongtiong, dia merupakan satu satunya orang terkemuka dari kota Ngo hoo, sudah lama menjadi pembesar pemerintah dan baru tahun berselang mengundurkan diri dari jabatannya untuk kembali ke desa.
Pada hakekatnya mereka sama sekali bukan anggota persilatan seperti apa yang diduganya semula. Pek leng siancu So Bwe leng merasa agak kecewa namun dia pantang menyerah dengan begitu saja, kembali tanyanya kepada pemilik rumah penginapan tersebut, apakah ia tahu tentang urusan nona Kan dari gedung keluarga The. Menyinggung soal nona Kan dari keluarga The, pemilik penginapan itu nampak bersemangat sekali, katanya dengan suara keras :
“Aaah, berbicara tentang nona Kan dari The loya tersebut, dia benar benar seorang nona yang luar biasa, mana wajahnya cantik, supel lagi, cukup berbicara dari perbuatan mulia yang banyak dilakukan olehnya, sulit rasanya untuk menemukan orang ke dua semacam itu di wilayah Ngo hoo...”
Kemudian setelah menelan air liur, pujinya lebih lanjut : “Terhadap siapa saja, sikapnya selalu ramah tamah dan halus
berbudi terutama fakir miskin, apa saja yang diminta pasti dikabulkan, hampir setiap orang di kota Ngo hoo ini tahu kalau dia adalah seorang nona berwajah cantik berhati pousat, luar biasa, dia memang seorang nona baik yang luar biasa!”
Mendengar perkataan tersebut, Pek leng siancu So Bwe leng merasakan seluruh tubuhnya menjadi kaku dan merinding, selanya tiba tiba dengan suara dingin :
“Apakah dia adalah penduduk Ngo hoo?”
Tampaknya pemilik rumah penginapan tersebut tak menyangka akan memperoleh pertanyaan tersebut, ia menjadi tertegun beberapa saat kemudian baru berkata :
“Tidak! Entah dia berasal dari mana?”
Sudah jelas dia merasa kurang bergairah karena nona itu bukan penduduk kota Ngo hoo. Sambil tertawa, Pek leng siancu So Bwe leng berkata lagi :
“Kalau bukan penduduk kota ini, mengapa bisa menjadi nona dari keluarga The?”
Pemilik rumah penginapan itu bertambah asyik untuk bercerita, katanya kemudian :
“Dalam perjalanan pulang setelah pensiun sebagai pembesar, The loya telah menjumpai sekawanan perampok yang membunuh orang tanpa berkedip, para pengawalnya telah dibunuh habis hingga tak seorangpun yang dibiarkan hidup, sementara perampok tersebut hendak membunuh The loya, pada saat itulah muncul nona Kan yang menunggang seekor kuda cepat, ia segera melayang turun di depan The loya, hanya dalam beberapa gebrakan saja nona tersebut telah berhasil menghajar kawanan perampok tersebut sehingga pada minta ampun.”
"Kemudian dia telah melepaskan kawanan perampok itu bukan?” jengek Pek leng siancu So Bwe leng sambil tertawa dingin. "Nona Kan adalah seorang nona yang berbelas kasihan, tentu saja dia tak akan membunuh orang, sudah barang tentu kawanan penjahat tersebut dibebaskan semua setelah diberi nasihat.”
Mendadak Pek leng siancu So Bwe leng menguap, kemudian gumamnya :
“Aduuuuh mak, lelah benar, kejadian selanjutnya aku sudah tahu, terima kasih banyak atas penjelasanmu, tak usah kau lanjutkan lagi kisah ceritamu itu.”
Pemilik rumah penginapan tersebut segera tertawa cekikikan : "Sebentar, bila nona ingin mengajukan suatu pertanyaan lagi,
panggilah hamba, hamba akan segera tiba!”
Kemudian sambil tertawa ia segera berlalu dari sana. Pek leng siancu So Bwe leng dan Sam ku sinni juga segera kembali ke dalam kamar mereka. Setibanya dalam ruangan, Sam ku sinni segera menegur sambil tertawa lebar :
“Leng ji, nampaknya kau akan berbuat nakal lagi?”
Paras muka Pek leng siancu So Bwe leng telah berubah menjadi murung sekali katanya
tiba tiba :
“Suhu, kita semua telah termakan oleh tipu muslihat orang orang Ban seng kiong!”
Sam ku sinni menjadi terperanjat sekali setelah mendengar perkataan tersebut, serunya tanpa terasa :
“Leng ji, apa maksud perkataanmu itu?” “Pertemuan besar Bu lim tay hwee yang diselenggarakan kali ini sesungguhnya adalah pertemuan yang sengaja diatur oleh orang orang Ban seng kiong. ” kata Pek leng siancu So Bwe leng
menegaskan.
Sam ku sinni kembali tertawa terkekeh kekeh.
“Anak Leng, sampai di mana sih kau melantur? Sudah jelas pertemuan besar Bu lim tay hwee yang diselenggarakan kali ini timbul atas prakarsa dari Ci long taysu dari Siau lim pay serta Keng hian totiang dari Bu tong pay selagi masih berada dalam gedung Bu lim tit it keh, bagaimana mungkin bisa kau katakan sebagai tipu muslihat dari orang Ban seng kiong?”
“Waktu itu toh belum diputuskan secara bersungguh sungguh, sedangkan surat undangan yang disebarkan kali ini tanpa tanda tangan, bukankah kejadian ini sedikit agak aneh?”
Sam ku sinni segera berkerut kening, sesudah termenung beberapa saat lamanya, dia berkata lagi :
“Nak, kau tak usah banyak curiga, tanpa dicantumkan nama karena untuk menjaga kerahasiaan pertemuan tersebut, bayangkan saja siapa yang telah menghantarkan surat undangan tersebut untuk kita? Tidak sepantasnya kalau menaruh curiga terhadap orang itu, aku ingin bertanya kepadamu, berapa orang Ci kay taysu sih yang berada di dunia pada saat ini?”
Pek leng siancu So Bwe leng berpikir sejenak, sebenarnya dia telah berhasil menemukan banyak sekali alasan untuk menumbangkan perkataan dari Sam ku sinni tersebut, akan tetapi semua perkataan tersebut tidak sampai diutarakan keluar. Kembali dia berubah pikiran, setelah menghela napas panjang katanya lagi :
“Suhu, malam ini anak Leng akan memberikan sebuah bukti yang jelas untukmu.”
“Kau tak usah mencari keonaran lagi, suhu tidak mengharapkan bukti apapun,” tampik Sam ku sinni sambil menggelengkan kepalanya berulang kali. “Kalau toh suhu tak mengharapkan bukti, biarlah anak Leng menyelidiki gedung keluarga The seorang diri!”
Sam ku sinni kuatir kalau Pek leng siancu So Bwe leng menerbitkan keonaran disana, tentu saja dia tidak akan membiarkan gadis tersebut pergi seorang diri, buru buru serunya lagi :
“Baik, baik! Suhu akan menemani mu untuk melakukan penyelidikan di dalam gedung keluarga The!”
“Kalau begitu, suhu memang benar benar amat menyayangi Leng ji!” seru Pek leng siancu So Bwe leng kemudian sambil tertawa.
Dengan gemas Sam ku sinni memukul pelan lengan anak muridnya ini, kemudian omelnya :
“Yaa, siapa suruh suhu berhutang kepadamu!”
Malam harinya, Sam ku sinni dan Pek leng siancu So Bwe leng telah menyelinap masuk kedalam gedung keluarga The dan menyembunyikan diri diatas ruang tengah. Dalam ruangan tamu tampak ada empat lima buah meja perjamuan yang telah dipersiapkan.
Duduk di kursi utama adalah seorang lelaki yang bertingkah laku seperti seorang pembesar, sedang disebelah kanannya duduk seorang gadis yang genit. Dengan mengerahkan ilmu menyampaikan suara, Pek leng siancu So Bwe leng segera berbisik :
“Suhu, coba kau lihat siapakah gadis tersebut!”
Ditinjau dari nada suaranya, sudah jelas ucapan mana bukan merupakan suatu pertanyaan, melainkan sudah yakin siapakah gadis tersebut. Sam ku sinni mengamati sekejap raut wajah gadis itu kemudian serunya tertahan :
“Aaaah, rupanya Ciu Lan siluman perempuan itu!”
Pek leng siancu So Bwe leng sudah pernah menderita kerugian besar ditangan Hian im li Ciu Lan, tidak heran kalau rasa bencinya terhadap perempuan tersebut sudah merasuk sampai ke tulang sumsumnya. Kini, setelah berhadapan dengan musuh besarnya, dia menjadi geram sekali dan siap menerjang ke bawah. Bisiknya sambil menahan rasa gusar dan bencinya.
“Suhu, tecu akan segera turun ke bawah untuk membunuh dan membalas dendam sakit hatiku!”
Buru buru Sam ku sinni menarik tangan Pek leng siancu So Bwe leng, bisiknya sembari menggelengkan kepalanya berulang kali :
“Anak Leng, jangan bertindak gegabah!”
“Kenapa?” tanya Pek leng siancu So Bwe leng sambil menahan rasa geram di hatinya.
Sudah jelas kalau benaknya telah dipengaruhi oleh kobaran hawa amarah yang membara sehingga hampir saja dia tak sanggup untuk mengendalikan diri. Sebagai orang yang sudah lama bergaul dengan gadis itu, tentu saja Sam ku sinni cukup memahami watak dari Pek leng siancu So Bwe leng, dia tidak menjawab melainkan menarik tangannya sambil diajak keluar dari gedung keluarga The.
Sepanjang jalan, Pek leng siancu So Bwe leng mengomel terus. “Suhu, kau benar benar tidak memakai aturan!”
Sam ku sinni tertawa.
“Siapa yang bilang tidak pakai aturan? Seandainya suasana tadi kena kau kacau hingga tak karuan, baru tak tahu aturan namanya, mengerti ?”
Pek leng siancu So Bwe leng adalah seorang gadis yang cerdik, tadi dia tak sanggup mengendalikan diri karena hatinya terbakar oleh perasaan benci yang membara sehingga sama sekali tidak mempertimbangkan akibat dari tindakan yang dilakukan. Setelah ditegur kembali oleh Sam ku sinni sekarang, dengan cepat dia menjadi sadar kembali akan kesilafannya.
Sambil tersenyum jengah, gadis itu segera berkata : “Selama berada bersama sama suhu, Leng ji masa tak tahu aturan? Menurut pendapat suhu, cara apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi keadaan seperti itu?”
“Kau jangan malas, lebih baik kau saja yang mengajukan usahamu itu, sekarang tenangkan dulu pikiranmu lalu dipikirkan secara pelan pelan!”
Pek leng siancu So Bwe leng segera membuat muka setan terhadap gurunya, setelah mencibirkan bibirnya ia menyindir : “Mungkin inilah yang menjadi kesempatan sang guru untuk
memberikan pendidikannya?"
“Kau masih berusia muda, sudah sepantasnya kalau lebih banyak mempergunakan otakmu!”
Pek leng siancu So Bwe leng tertawa sesudah termenung beberapa saat lamanya, dengan kening berkerut katanya kemudian :
“Setelah Leng ji berpikir pulang pergi, rasanya hanya ada satu cara saja yang bisa digunakan agak sesuai!”
“Apakah tiada cara lain yang lebih bagus lagi?”
“Kita mengetahui kejadian ini rada terlambat, tak sempat untuk mencari akal guna menghadapi seluruh perubahan situasi, yang paling penting sekarang adalah menyelamatkan diri sendiri lebih dulu, kemudian baru mencari akal guna menghadapi setiap perubahan!”
Sam ku sinni manggut manggut,
“Perkataanmu itu memang masuk diakal semua, tapi bagaimanakah cara untuk menyelamatkan diri itu?”
“Terpaksa kita harus berlagak seolah olah tidak tahu, kita temukan dulu tempat berkumpul, kemudian secara diam diam memberitahukan kepada semua orang dan barsama sama menerjang keluar dari tempat yang berbahaya itu, yang paling penting sekarang adalah menyelamatkan dahulu kekuatan dari umat persilatan. Setelah itu baru memperhitungkan persoalan lainnya.”
“Ucapan Leng ji memang benar, jalan permikiranmu ini persis seperti apa yang kupikirkan, coba bayangkan saja seandainya kita melakukan pengacauan tadi sehingga mereka sadar kalau rencana busuk mereka sudah kita ketahui, bisa jadi kita tak akan berhasil menemukan tempat untuk berkumpul itu, ada lagi tentang keadaan lainnya... ”
Sepanjang jalan ke dua orang itu berunding, kemudian memperhitungkan pula kemungkinan kemungkinan yang bakal terjadi atas peristiwa tersebut serta bagaimana cara untuk menanggulanginya. Kemudian mereka pun memutuskan untuk bersabar diri menunggu sampai saat yang telah ditentukan, kemudian barulah berangkat kembali ke gedung keluarga The.
Ketika pintu diketuk, ternyata yang membukakan pintu bagi mereka masih tetap si kakek bungkuk tersebut. Begitu berjumpa dengan Sam ku sinni berdua, kakek bungkuk itu segera tertawa dingin, serunya :
“Lagi lagi kalian yang datang kemari!!”
Selesai berkata tanpa menggubris ke dua orang itu lagi, dia siap untuk masuk dan menutup pintu. Dengan cepat Pek leng siancu So Bwe leng maju selangkah ke depan dan meluruskan kaki kanannya ke dalam pintu, kemudian tangan kirinya direntangkan menahan pintu gerbang tersebut. Kakek bungkuk itu kembali bersikeras hendak menutup pintu gerbangnya, ketika usahanya itu tidak berhasil, dengan amat gusar dia lantas mendamprat :
“Ditengah hari bolong begini, apakah kalian membuat keonaran disini. ?”
Pek leng siancu So Bwe leng menekan telapak tangan kirinya ke depan, tubuh si kakek bungkuk itu segera terpental sejauh beberapa kaki ke belakang, pintu gerbang pun segera terpentang lebar kembali..... Dengan langkah lebar guru dan murid berdua langsung berjalan masuk ke dalam ruangan. Dengan cepat kakek bungkuk itu merangkak bangun dan menerjang lagi ke hadapan mereka, teriaknya tiba tiba :
“Hei, kalian cepat datang kemari, ada perampok yang datang mencari gara gara ”
Pek leng siancu So Bwe leng benar benar merasa gusar sekali, dengan perasaan mendongkol bentaknya :
“Tua bangka yang tak tahu diri, bila kau berani mengaco belo lagi, jangan salahkan nonamu tak akan bertindak sungkan sungkan lagi. !”
Sembari berseru dia membalikkan tangan melepaskan sebuah pukulan ke atas pintu gerbang. Dengan cepat di atas pintu mana muncul sebuah bekas telapak tangan yang amat nyata. Kakek bungkuk itu menjerit kaget, sambil memegangi kepala sendiri dia segera lari terbirit birit masuk ke dalam ruangan. Tak selang kemudian, dari dalam gedung muncul dua orang kakek, kedua orang ini adalah dua diantara delapan kakek yang datang mengiringi Hian im li Ciu Lan tersebut.
Tampak kakek bungkuk itu mengikuti dari kejauhan sana, dengan penuh ketakutan dia menuding ke arah Sam ku sinni berdua sambil berseru :
“Mereka berdua yang membuat keonaran di sini….”
Dengan langkah lebar ke dua orang kakek itu berjalan menuju ke hadapan Sam ku sinni, setelah mengamati ke dua orang itu beberapa saat, salah seorang diantaranya segera menjura sambil menegur :
“Apakah kalian berdua datang kemari untuk mencari teman?”
Tampaknya dia sengaja membukakan jalan buat Sam ku sinni berdua.
“Omitohud. ” bisik Sam ku sinni, katanya kemudian dengan kata
kata sandi, “gedung utara gedung selatan bagaikan air mengalir. ” “Tampak kawanan burung manyar datang setiap hari!” sahut ke dua orang kakek itu sambil tertawa terbahak babak. Kemudian salah seorang diantaranya se¬gera berseru :
“Sudah lama kami berdua menantikan kedatangan dari sinni sekalian ”
“Omitohud, bila muridku berbuat kasar, harap kalian berdua jangan mentertawakan!” seru Sam ku sinni kemudian sambil merangkap tangannya di depan dada.
Sekali lagi kedua orang kakek tersebut tertawa terbahak bahak, katanya kemudian :
“Nona Leng, sempurna amat ilmu Budhi cing lek yang kau miliki, hari ini lohu berdua benar benar merasa terbuka sepasang mata kami.”
Sungguh tak disangka, ternyata mereka pun mengenali Pek leng siancu So Bwe leng dengan jelas. Dengan kening berkerut, Pek leng siancu So Bwe leng segera menegur :
“Tolong tanya, siapakah nama kalian berdua?”
Kedua orang kakek itu saling berpandangan sekejap, kemudian salah seorang diantaranya berseru :
“Maaf, hari ini kami sedang menjalankan tugas, menurut peraturan tidak diperkenankan saling menanyakan nama. Bila berjumpa lagi di kemudian hari bagaimana kalau saat itulah nama kami baru diucapkan?”
Sam ku sinni tertawa.
“Leng ji?” katanya kemudian, “cepat berikan benda tersebut agar diperiksa ke dua orang lotiang ini!”
Pek leng siancu segera mengambil keluar peta tersebut dan diserahkan kepada ke dua orang kakek itu. Ke dua orang kakek itu melakukan pemeriksaan sekejap dengan seksama, kemudian tatkala sepasang tangannya digetarkan, peta tersebut sudah dihancur tamatkan menjadi berkeping keping. Tidak mempersilahkan Sam ku sinni berdua untuk masuk ke dalam gedung lagi, di tepi pintu itu juga dia mengeluarkan sebuah bungkusan kain dan diserahkan kepada Sam ku sinni sambil tertawa
:
“Di dalam buntalan ini terdapat tiga peta yang berwarna merah, kuning serta biru, mula pertama Sinni harus memeriksa dahulu peta berwarna merah itu, kemudian baru diperiksa peta yang berwarna kuning dan biru, sampai waktunya pasti ada orang yang akan menyambut kedatangan kalian. Kini Lohu sekalian hanya bertindak sebagai tamu disini, bila pelayanan kami kurang baik harap kalian berdua jangan marah ”
Waktu itu, Pek leng siancu So Bwe leng memang ingin cepat cepat meninggalkan tempat tersebut, maka tanpa banyak berbicara lagi dia segera menarik tangan Sam ku sinni dan berlalu dari situ tanpa banyak membuang waktu lagi. Ternyata kedua orang kakek itu tidak ambil peduli, malahan mereka justru tertawa terbahak bahak ....
Sekembalinya ke rumah penginapan, Pek leng siancu So Bwe leng dan Sam ku sinni membuka peta berwarna merah itu lebih dulu, dalam peta mana dikatakan bahwa mereka diharuskan mencari seorang kakek penjual obat di kota Lak hap dan suruh kakek penjual obat itu yang membukakan peta berwarna kuning tersebut, setelah itu mereka baru diperbolehkan meneruskan perjalanan sesuai dengan apa yang tercantum dalam peta kuning tersebut.
Sebenarnya Pek leng siancu So Bwe leng berdua ingin membuka ketiga lembar peta tersebut dan dilakukan penelitian, akan tetapi berhubung mereka tidak mengetahui siapa gerangan kakek penjual obat tersebut dan tambahan apakah yang akan diberikan olehnya atas peta berwarna kuning itu, mereka tak berani membuka secara sembarangan, kuatir hal tersebut menimbulkan kecurigaan orang dan memotong jalan selanjutnya....
Tentu saja mereka lebih lebih tak berani membuka peta yang berwarna biru itu. Setibanya dikota Lak hap dengan cepatnya mereka telah berhasil menemukan kakek penjual obat tersebut. Kali ini tanpa kata sandi, mereka cukup menggenggam peta berwarna kuning itu di tangan dan berjalan menelusuri kota, tanpa diundang kakek penjual obat itu sudah muncul sendiri dan mengadakan hubungan kontak dengan mereka. Berhubung sebelumnya mereka sudah tahu kalau orang yang bakal mengadakan hubungan kontak dengannya adalah seorang kakek penjual obat, maka tanpa berpikir panjang lagi mereka serahkan peta berwarna kuning itu kepada si kakek penjual obat tersebut. Ketika kakek penjual obat itu menyaksikan peta berwarna kuning tersebut masih tertutup segel, sambil tertawa dia manggut manggut dan merobek sampul peta kuning itu dan diserahkan kembali kepada mereka, tanpa diberi tambahan dan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dengan begitu saja dia berlalu dari situ.
Pek leng siancu So Bwe leng yang menyaksikan kejadian ini menjadi amat menyesal omelnya :
“Suhu, tahu begini, kita pun tak usah melakukan perjalanan jauh dengan sia sia, mengapa kita tidak membuka sendiri peta kuning tersebut dan diperiksa isinya?”
Sam ku sinni segera tertawa.
“Siapa sih yang bisa menduga akan peristiwa semacam ini? Aku lihat lebih baik kita bertindak lebih jujur saja daripada menimbulkan kecurigaan orang lain.”
Pek leng siancu So Bwe leng menjadi gemas sekali sehingga menggigit bibirnya kencang kencang, menurut petunjuk yang tercantum dalam peta kuning tersebut mereka diharuskan kembali ke kota Poo ing dan mencari seorang nona penjual bunga mawar. Kota Poo ing letaknya jauh lebih dekat dengan kota Hway im...
Sepanjang jalan Pek leng siancu So Bwe leng yang teringat bagaimana mereka sia sia berangkat ke kota Lak hap, semakin dipikir hatinya merasa semakin mendongkol, dalam marahnya timbullah satu ingatan untuk membongkar peta biru itu lebih dahulu. Maka menggunakan kesempatan disaat mereka sedang menginap dirumah penginapan, secara diam diam ia menggunakan sapu tangan yang dibasahi dengan air untuk membuka sampul surat tersebut, ia bertindak sangat berhati hati sekali sehingga sampul tersebut tak sampai robek.
Tentu saja dia sengaja berbuat demikian agar bilamana perlu, peta biru tersebut masih bisa dikembalikan pada wujud yang sebenarnya, dan digunakan untuk mencari si nona penjual bunga mawar. Akan tetapi, ketika dia membaca isi peta biru tersebut, hampir muntah darah gadis tersebut saking mendongkolnya, ia segera berteriak keras :
“Suhu, lagi lagi kita tertipu oleh akal muslihat orang lain!”
Sebenarnya Sam ku sinni tidak menaruh perhatian terhadap apa yang dilakukan oleh Pek leng siancu So Bwe leng, maka mendengar teriakan tersebut, saking terkejutnya dia sampai menyelinap ke samping muridnya itu, kemudian dengan terkejut tegurnya :
“Anak Leng, apa yang terjadi?”
Ketika dilihatnya peta biru tersebut sudah dibuka, dengan wajah serius ia lantas menegur :
“Anak Leng, kau telah berbuat nakal!”
Pek leng siancu So Bwe leng segera menyerahkan isi peta berwarna biru itu ke tangan Sam ku sinni, katanya dengan sedih :
“Coba suhu periksa,seandainya aku nakal sedari dulu urusan toh lebih menguntungkan!”
Sam ku sinni segera mengambil peta berwarna biru itu dan terbaca olehnya :
“Tujuan kalian adalah gedung Bu lim tit it keh!”
Begitu membaca tulisan mana, untuk sesaat lamanya Sam ku sinni tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Ketika dibaca lebih lanjut, maka isi surat itu berikutnya hanya tercantum tulisan yang bernada ejekan :
“Haaahhh... haaaahhh ..... haaaahhh...”
Sudah jelas, tulisan itu mengartikan suatu tertawa ejekan yang penuh bernada sindiran. Untuk beberapa saat lamanya ke dua orang itu menjadi murung dan amat kesal sekali. Akhirnya Pek leng siancu So Bwe leng mendepak depakkan kakinya diatas tanah sambil berseru :
“Suhu, mari kita kembali ke Ngo hoo dan membinasakan siluman perempuan tersebut!”
“Kauanggap dengan kembali ke Ngo hoo kita masih akan menemukan mereka?” Kata Sam ku sinni memperingatkan.
Sebenarnya Pek leng siancu So Bwe leng mengucapkan perkataan tarsebut tanpa disertai dengan pertimbangan yang masak, ucapan mana diutarakan dalam keadaan mendongkol hingga diutarakan dengan begitu saja. Padahal begitu ucapan tersebut diutarakan, dia segera dapat berpikir juga bahwa orang lain tak akan bertindak bodoh dengan menunggu kedatangan mereka kembali untuk mencari gara gara.
Akhirnya setelah dia berpikir sejenak, katanya kemudian : “Kalau begitu, kita pun tak usah pergi ke Poo ing lagi!”
Menurut jalan pemikirannya, dia dapat menduga kalau di kota Poo ing sudah pasti tidak terdapat nona penjualan bunga seperti apa yang dimaksudkan itu.
“Tapi sekarang, kita harus pergi kemana?” tanya Sam ku sinni setelah termenung beberapa saat lamanya.
“Kita harus menemukan tempat mereka berkumpul.”
“Jagad begini luas, sedikit jejak pun tidak berhasil kita temukan, akan ke manakah kita harus mencari diri mereka ?”
“Asalkan kita bisa menemukan salah seorang yang diundang, secara diam diam kita bisa mengikuti dibelakangnya.”
Sam ku sinni segera menggelengkan kepalanya berulang kali. “Apakah kau bisa menduga siapa saja yang diundang oleh
mereka?" serunya. Pek leng siancu So Bwe leng menjadi terbungkam dan tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Mendadak wajahnya berseri, kemudian sambil bertepuk tangan serunya keras :
“Suhu, anak Leng berhasil menemukan sebuah cara yang bagus sekali.”
Menyaksikan gadis itu begitu gembira dengan wajah bersungguh sungguh Sam ku sinni segera berseru :
“Bagaimana caranya? Ayo cepat kau katakan!”
Dengan wajah berseri Pek leng siancu berkata :
“Sekarang kita kembali dulu ke gedung Bu lim tit it keh, kita cari si pencuri sakti Go Jit, dengan ilmu mencurinya yang hebat, tidak sulit baginya untuk mengetahui siapa yang boleh diintil dan siapa yang tak boleh diikuti.”
Sebagaimana diketahui, si Pencuri sakti Go Jit sangat kuatir kalau orang orang Ban seng kiong datang mencari gara gara dengannya, oleh sebab itu, sampai sekarang dia masih berada di dalam gedung Bu lim tit it keh sebagai tamu partai Thian liong pay. Oleh karena itulah, Pek leng siancu So Bwe leng segera teringat akan dirinya.
Sam ku sinni sendiri memang tidak berhasil menemukan sebuah cara yang lebih baik, maka dia pun menyetujui usul Pek leng siancu So Bwe leng untuk kembali ke gedung Bu lim it it keh dan meminta bantuan dari si pencuri sakti Go Jit. Dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki, tak sampai sehari mereka sudah tiba kembali di kota Hway im.
Berhubung usaha menemukan tempat pertemuan tersebut penting sekali artinya, maka mereka tak berani berdiam terlalu lama dalam gedung Bu lim tit it keh. Secara ringkas mereka lantas menceritakan rencana busuk dari orang orang Ban seng kiong itu kepada Yap Siu ling, ibu Thi Eng khi kemudian mohon kepadanya untuk mengirim orang guna memberitahukan persoalan ini kepada berbagai partai besar agar mengatasi masalah tersebut.
Kemudian dengan mengajak si pencuri sakti Go Jit, buru buru mereka berangkat meninggalkan gedung Bu lim tit it keh. Menuruti berbagai gejala dan pengalaman yang ditemuinya, ketiga orang itu membuat analisa secara kasar, lalu memutuskan untuk berangkat ke kota bandar Tin kang sambil mencari orang persilatan yang mungkin bisa diikuti jejaknya.
Dengan suatu gerakan yang amat cepat mereka berangkat menuju ke kota Tin kang, disebuah persimpangan jalan utama mereka mencari rumah penginapan, kemudian pencuri sakti Go Jit mulai dengan operasinya....
Setiap umat persilatan yang gerak geriknya menimbulkan perhatian, baik dia dikenal atau tidak, semuanya merupakan sasaran dari penggeledahan pencuri sakti Go Jit. Apabila benda yang diperoleh tidak benar, maka secara diam diam harus dikembalikan lagi kepada pemiliknya.
Dengan demikian, si pencuri sakti Go Jit menjadi kerepotan setengah mati oleh tugas itu. Sayang sekali, walaupun sudah sibuk selama dua hari, ternyata mereka tidak berhasil menemukan seorang manusia pun yang diundang untuk menghadiri pertemuan tersebut.
Waktu itu, Pek leng siancu So Bwe leng sudah merasa tidak sabar lagi, dia kuatir tak dapat menghadiri pertemuan itu sehingga membengkalaikan masalah besar. Oleh karena itu dia menjadi paling sibuk sendiri untuk masuk keluar di antara gerombolan manusia sambil berusaha untuk menemukah sasaran yang baru.
Sementara dia sedang sibuk mencari sasaran, mendadak muncul sebuah tangan yang kecil dan putih menarik ujung bajunya.
Mengikuti arah datangnya tarikan tersebut, Pek leng siancu So Bwe leng segera berpaling, ternyata dia adalah seorang bocah lelaki berusia sebelas dua belas tahunan, sambil menggapai ke arahnya, bocah itu segera berlompatan menuju ke sisi seorang nenek.
Pek leng siancu So Bwe leng segera mendekati pula ke depan nenek tersebut. Belum sampai dia bersuara, nenek itu sudah memperlihatkan giginya yang kuning lebih dulu sambil tertawa, katanya : “Nona, apakah kau telah kehilangan suatu benda?"
Rupanya dia mengira Pek leng siancu So Bwe leng sedang mencari sesuatu benda yang terjatuh, tapi bila diduga kalau dia telah menemukan sesuatu benda, maka nenek tersebut bisa mengajukan pertanyaan seperti itu.
Sementara Pek leng siancu So Bwe leng hendak menjawab kalau dia tidak kehilangan suata benda apapun, si nenek tersebut sudah mengeluarkan sebuah sampul surat dari dalam sakunya. Kalau dilihat dari bentuk sampul itu terasa amat dikenal sekali olehnya.
Bukankah sampul itu merupakan sampul berisi peta yang dipergunakan orang orang Ban seng kiong untuk menjebak orang?
Pek leng siancu So Bwe leng menjadi girang setengah mati, buru buru katanya :
"Ooooh, rupanya nenek telah menemukan benda milikku yang terjatuh, terima kasih banyak!"
Seraya berkata dia bersiap siap hendak menerima sampul surat tersebut. Mendadak nenek itu menarik kembali tangannya sambil berseru :
“Tunggu sebentar, dapatkah nona menyebutkan lebih dulu tulisan apakah yang tercantum diatas sampul surat ini?"
Merah padam selembar wajah Pek leng siancu So Bwe leng karena jengah, ia benar benar dibikin terbungkam oleh ucapan tersebut. Pada dasarnya sampul surat itu memang bukan miliknya, bayangkan saja bagaimana mungkin dia bisa menyebutkan tulisan yang berada diatas sampul mana?
Mendadak satu ingatan melintas di dalam benaknya, ia segera berpikir :
"Seharusnya diatas sampul surat itu tiada tulisan apa apa, aaah!
Betul jangan jangan si nenek sedang menggunakan akal untuk menjebak diriku " Dengan pikiran untuk menjaga segala kemungkinan yang tak diinginkan, ia segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
Kembali nenek itu bertanya lagi :
“Kau maksudkan diatas sampul surat ini tiada tulisannya?"
Terpaksa sambil mengeraskan kepalanya Pek leng siancu So Bwe leng mengangguk. Pada saat itulah si nenek segera menyerahkan sampul surat tersebut ke tangan So Bwe leng, kemudian katanya :
“Kalau begitu, sudah pasti surat ini milik nona, harap nona sudi memaafkan bila aku si nenek banyak curiga!”
Pek leng siancu So Bwe leng segera menerima sampul surat itu, ia tidak ambil perduli lagi bagaimana sikap orang terhadapnya, kini dia hanya berharap bisa cepat cepat meninggalkan tempat itu dan memeriksa isi dari sampul peta tersebut. Maka setelah mengucapkan terima kasih, dia membalikkan badan lalu berlalu dari situ.
Tapi karena ia membalikkan badan terlalu cepat, mimpi pun tak disangka kalau bocah lelaki itu sedang berada dibelakang tubuhnya, hampir saja tubuhnya menerjang ke atas tubuh bocah lelaki tersebut. Berbicara dari tenaga dalam yang dimiliki Pek leng siancu So Bwe leng, apabila tubrukan tersebut sampai terjadi, sudah dapat dipastikan kalau bocah lelaki itu bakal mampus.
Saking kagetnya Pak leng siancu So Bwe leng menjerit lengking, cepat cepat dia menggunakan jurus menarik kuda dari pinggir jurang untuk menahan gerak maju tubuhnya secara paksa. Ketika ia berpaling lagi kearah si bocah lelaki tersebut, ternyata dia pun ikut berkelit ke samping dengan suatu gerakan yang sangat gesit dan cekatan.
Benar benar sangat aneh, ternyata gerakan tubuh dari bocah lelaki itu sangat dikenal olehnya. Dalam tertegunnya, dengan cepat Pek leng siancu So Bwe leng jadi teringat kembali kalau gerakan tubuh dari bocah lelaki tersebut mirip sekali dengan gerakan tubuh dari Hiam im ji li.
Tak ampun lagi dia menjerit tertahan, kemudian berpaling ke arah si nenek tersebut. Tampak olehnya nenek itu sudah menggandeng si bocah lelaki tersebut berjalan sejauh beberapa kali dari tempat semula.
“Berhenti!” Pek leng siancu So Bwe leng segera membentak keras. Bersamaan dengan suara bentakan tersebut, tubuhnya seperti sambaran anak panah yang terlepas dari busurnya sudah menerjang ke arah si nenek tersebut.
Begitu menyaksikan Pek leng siancu So Bwe leng mengejar datang, mendadak nenek itu menyambar si bocah lelaki tersebut dan melemparkannya ke tengah udara, sedangkan ia sendiri segera melarikan diri diiringi suara tertawa dingin yang menyeramkan.
Pek leng siancu So Bwe leng tak akan melepaskan musuhnya dengan begitu saja, dia pun enggan mengurusi si bocah lelaki tersebut, dengan satu gerakan cepat ia mengejar ke arah si nenek tersebut. Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh tingkat tinggi, secepat sambaran petir mareka berdua berkelebat menuju ke luar kota.
Dalam waktu singkat, mereka sudah memasuki sebuah hutan yang cukup lebar. Mendadak nenek itu berhenti sembari membalikkan badannya, kemudian sambil menatap wajah Pek leng siancu So Bwe leng lekat lekat, katanya sambil tertawa dingin : "So Bwee leng, seandainya kau mendesak aku terus dan tidak tahu diri, jangan salahkan bila nonamu tak akan bersikap sungkan lagi...!”
Sembari berkata dia lantas melepaskan topeng kulit manusia yang menutupi wajahnya sehingga muncullah seraut wajah yang cantik jelita. Pek leng siancu So Bwe leng berdiri tertegun, ternyata dia tidak mengenali siapa gerangan perempuan tersebut. Sementara dia masih tertegun, gadis cantik itu sudah berkata lagi :
"Semua yang ingin kau ketahui sudah berada dalam sampul surat tersebut, bila kau ingin pergi, sekarang masih ada waktu, aku harap kau jangan menyia nyiakan ke sempatan yang ada!"
Pek leng siancu So Bwe leng segera tertawa tergelak. “Ooooh rupanya sampul surat itu memang khusus ditujukan
kepadaku? Kalau begitu aku pun sudah dapat menduga apa isinya, paling banter kalian hendak memberitahukan kepadaku kalau kalian sudah tahu bahwa aku telah menemukan rencana busuk kalian, karena kuatir aku akan merusak pekerjaan besar kalian, maka kalian tak mengijinkan aku menghadirinya bukan begitu? Hmmm, lebih
baik surat ini tak usah kuperiksa lagi isinya!"
Dia segera melumat kertas itu menjadi satu, lalu digosok dengan telapak tangannya hingga hancur menjadi bubuk kuning dan disebarkan ke atas tanah.
"Hmmmm, kau terlalu berlagak sok pintar" seru gadis cantik itu kemudian, "dengan dihancurkannya sampul surat itu, maka jangan harap kau bisa memperoleh rahasia kami.”
Pek leng siancu So Bwe leng segera tertawa.
"Sesungguhnya nonamu memang mempunyai banyak masalah yang perlu ditanyakan,
tapi aku tak butuh dengan surat tersebut, toh ada kau yang bisa membantuku untuk memberikan jawaban atas semua persoalan tersebut?”
"Hmmm, tak nanti aku akan memberitahukan persoalan tersebut kepadamu, walau hanya sepatah katapun!"
“Sampai waktunya, kau toh akan berbicara juga!" jengek Pek leng siancu So Bwe leng dingin. Mendengar perkataan itu, si gadis cantik itu tertawa terbahak bahak.
“Haaahhh.... haaahhh..... haaaahhh kematian sudah berada di
depan mata, kau masih membayangkan yang bukan bukan, sungguh perbuatan dari seorang manusia yang tak tahu diri!"
Mendadak dia mendesak maju ke muka, jari tangannya bagaikan sebuah tombak langsung menyodok jalan darah Bi sim hiat diatas tubuh Pek leng siancu So Bwe leng. Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, angin jari tersebut tahu tahu sudah berada di atas batok kepala Pek leng siancu. Sejak ilmu silatnya memperoleh kemajuan yang amat pesat, sudah barang tentu Pek leng siancu So Bwe leng tak memandang sebelah matapun terhadap ancaman yang tiba tersebut, serunya sambil tertawa hambar :
“Kau masih selisih jauh ”
Belum habis ucapan tersebut diutarakan, tiba tiba ia menjerit tertahan, jelas gadis itu merasa agak terperanjat. Rupanya Pek leng siancu So Bwe leng terlalu memandang enteng musuhnya, dia tidak menganggap serangan jari tangan dari gadis cantik tersebut sebagai suatu ancaman serius, maka dalam anggapannya dengan mengegoskan sedikit kepalanya, niscaya serangan tersebut dapat dihindari secara mudah. Siapa tahu kepandaian silat yang dimiliki gadis cantik itu jauh melebihi apa yang diperkirakan semula, dimana angin serangannya menyambar lewat, seutas rambutnya segera terbabat kutung.
Dengan cepat Pek leng siancu So Bwe leng menarik kembali keangkuhannya, sekarang ia tak berani memandang enteng musuhnya lagi. Padahal gadis cantik itu pun merasa amat terperanjat, dia sama sekali tidak menyangka kalau Pek leng siancu So Bwe leng dapat menghindari angin serangannya itu secara bagus.
Sebab pada setahun berselang, Pek leng siancu So Bwe leng tak mampu menandingi dirinya, apalagi sejak Hian im Tee kun menjadi pemimpin istana Ban seng kiong, dia mendapat perhatian khusus dari Hian im Tee kun sehingga dipilih menjadi salah seorang Hiam im su siu, kepandaian silatnya telah memperoleh kemajuan pesat.
Ditambah lagi Hian im Tee kun telah membantunya untuk menembusi urat jin meh dan tok meh nya, boleh dibilang kepandaian silat yang dimilikinya sekarang amat hebat sekali.
Dalam anggapannya, dengan kepandaian silat yarg dimiliki sekarang maka dia tak usah memandang sebelah mata pun terhadap Pek leng siancu So Bwe leng. Itulah sebabnya tatkala serangan jari tangannya gagal untuk merobohkan gadis tersebut, rasa kaget yang mencekam perasaannya sungguh tak terlukiskan dengan kata kata. Dalam keadaan sama sama terkejut inilah ke dua belah pihak saling mundur beberapa langkah dan sekali lagi memberi analisa baru terhadap kemampuan lawan. Karena harus menghindari pengamatan orang lain, waktu itu mereka berdua sama sama tidak membawa senjata, terpaksa pertarungan pun dilangsungkan dengan menggunakan tangan kosong belaka.
Pek leng siancu So Bwe leng termashur sebagai seorang manusia yang sukar untuk dihadapi. Begitu berhenti sejenak, kembali dia menerkam ke muka sambil berseru penuh amarah.
“Sungguh tak kusangka, dalam istana Ban seng kiong masih terdapat joga muda selihay kau kecuali Hian im ji li. Sekarang rasain dulu sebuah pukulan nonamu ini!”
Telapak tangannya diayunkan kedepan langsung menghantam dada gadis cantik itu. Si nona cantik tersebut tertawa dingin :
“Ban seng kiong penuh dengan jago lihay, persoalan yang berada di luar dugaan masih banyak sekali!” jengeknya.
Tubuhnya berputar cepat membiarkan angin pukulan Pek leng siancu So Bwe leng berkelebat lewat dari sampingnya, kemudian secepat kilat dia melepaskan sebuah pukulan pula mengancam pinggang Pek leng siancu. Dengan cekatan Pek leng siancu So Bwe leng menggerakkan pinggulnya ke samping kemudian menyelinap ke belakang punggung gadis cantik itu, sebuah pukulan dahsyat kembali dilontarkan.
Begitulah, suatu pertempuran sengit segera berkobar ditempat itu, ke dua belah pihak sama sama mengandalkan gerakan tubuh yang ringan untuk saling menyambar dan menerjang dengan hebat. Lama kelamaan meski kepandaian silat yang dimiliki gadis cantik
itu cukup hebat dia toh bukan tandingan dari Pek leng siancu So Bwe leng. Lambat laun dia keteter sehingga berada dibawah angin, gejala untuk kalah pun terlihat semakin jelas.
Pek leng siancu So Bwe leng sama sekali tidak mengendorkan gerakan tubuhnya, malah sebaliknya dia mempercepat gerakan tubuh dan serangannya hingga makin gencar. "Aduuuuh !” mendadak gadis cantik itu menjerit kesakitan.
Sebuah pukulan dari Pek leng siancu So Bwe leng persis menghajar diatas pipinya membuat dia muntahkan darah segar, dengan wajah merah membengkak, cepat cepat gadis itu mundur sejauh satu kaki lebih ke belakang. Pek leng siancu So Bwe leng mendengus dingin, katanya kemudian :
“Sekarang kau boleh melepaskan topeng kulit manusia yang lain dari atas wajahmu itu!”
“Jangan mimpi, lihat serangan!" teriak gadis itu.
Tubrukan maut segera dilancarkan, tampaknya tamparan keras dari Pek leng si¬ancu So Bwe leng barusan telah membangkitkan hawa amarahnya, sehingga dia bertekad hendak beradu jiwa. Pek leng siancu So Bwe leng tak sudi untuk beradu jiwa dengan lawannya itu, dengan cepat dia mengegos ke samping, apalagi dia mempunyai rencana lain untuk membekuknya hidup hidup. Maka sambil tertawa dingin katanya :
“Nona mu bukan seorang yang berhati lemah dan penuh berbelas kasihan kepada orang lain!"
Dia turun tangan sekali lagi, kali ini ke dua belah pihak bergerak dengan kecepatan tinggi, mereka berusaha untuk saling merebut posisi yang menguntungkan guna mendesak lawannya. Tak selang berapa saat kemudian Pek leng siancu So Bwe leng membentak keras :
“Roboh kau!”
Rupanya Pek leng siancu So Bwe leng berhasil menemukan setitik kelemahan di tubuh nona cantik itu, dengan menggunakan jurus Bu dhi siankang dia melepaskan sebuah totokan kilat menghajar jalan darah Cian keng hiat diatas bahu lawan.
Sesungguhnya gadis cantik itu memang bukan tandingan dari Pek leng siancu So Bwe leng, justru karena dia nekad dan selalu mengajak beradu jiwa maka dia dapat bertahan hingga kini. Walaupun begitu, bagaimana mungkin dia bisa menahan serangan berat dengan ilmu Bu dhi siankang tersebut?
Kuda kudanya segera tergempur dan dia tak mampu berdiri tegak lagi, sesudah mundur sejauh empat lima langkah dengan sempoyongan .....
“Blaaammmm!” tubuhnya roboh terduduk diatas tanah.
Dengan cepat Pek leng siancu So Bwe leng menotok pula beberapa buah jalan darahnya sehingga pihak lawan tak mampu berkutik, kemudian dia baru melepaskan topeng kulit manusia ke dua dari atas wajah perempuan itu. Dengan cepat muncullah sebuah raut wajah yang sangat dikenal oleh Pek leng siancu So Bwe leng.
Sesudah tertegun beberapa saat lamanya, Pek leng siancu So Bwe leng berseru :
"Aaaah, rupanya kau Cun Lan!"
Rupanya gadis cantik tersebut bukan lain adalah Cun Lan, salah seorang dayang kepercayaan Pek leng siancu So Bwe leng dikala ia dipaksa menjadi tuan putri dalam istana Ban seng kiong dulu.
“Sekarang aku tidak bernama Cun Lan lagi!" seru gadis itu dengan suara dingin.
“Aku tak ambil peduli siapa namamu, tapi memandang diatas hubungan kita di masa lalu, akan kubebaskan jalan darahmu itu!”
"Sekarang aku adalah salah satu dari Hian im su siu dalam istana Ban seng kiong, atas kemurahan hati Tee kun, aku diberi nama Siu Cu, hmmm. lebih baik tak usah kau bebaskan jalan darahku, sebab
sekalipun jalan darahku kau bebaskan, aku pun tak akan menerima kebaikan hatimu itu.”
Pek leng siancu So Bwe leng segera tertawa :
"Aku tak ambil peduli apakah kau akan menerima kebaikanku ini atau tidak, sebab itu urusanmu sendiri, yang penting aku telah melakukan apa yang kuinginkan, padahal hubungan antara manusia dengan manusia lain memang sukar untuk dibicarakan, misalkan saja Huan im sin ang, dia bersikap cukup baik kepadaku malah memberi banyak pelajaran ilmu silat kepadaku, aku toh menerima juga kebaikannya itu?"
Sembari berkata, dia lantas menepuk bebas jalan darah dari Siu Cu. Dengan cepat Siu Cu melompat bangun, kemudian katanya :
“Waktu itu Huan im sia ang hendak memperalat dirimu maka kau tak usah menerima kebaikan hatinya!"
Berbicara sampai disitu, dia segera beranjak pergi meninggalkan tempat tersebut. Padahal Pek leng siancu So Bwe leng memang berniat untuk memperalat Siu Cu, hanya saja oleh karena rahasia hatinya sudah terlanjur dibongkar oleh Siu Cu, maka dia menjadi rikuh untuk banyak berbicara lagi dan membiarkan dia berlalu dari situ.
Memandang bayangan punggang Siu Cu yang menjauh, dia mendepak depakan kakinya berulang kali sambil menyumpah:
“Budak sialan, sungguh tak disangka aku So Bwe leng kena disudutkan oleh ucapanmu!”
Perasaan mangkel dan apa boleh buat segera menghiasi raut wajahnya yang cantik itu. Sementara dia masih menyesali tindakan sendiri yang kurang tega dan kurang keji, dari kejauhan sana berkumandang suara ujung baju terhembus angin kemudian tampak sesosok bayangan manusia meluncur datang dengan kecepatan luar biasa. Ternyata orang itu tak lain adalah Siu Cu yang telah berjalan kembali.
“Mau apa kau datang kembali?” Pek leng siancu So Bwe leng segera menegur dengan gusar.
“Tiba tiba saja aku merasa kalau nona memang bersungguh- sungguh hati melepaskan aku, oleh sebab itu aku tak tahan untuk balik kembali ke sini dan menyampaikan sepatah kata untukmu."
“Apa yang hendak kauucapkan? Katakan saja! Lebih baik diutarakan secepatnya, sebelum aku berubah pikiran dan menahanmu lagi" Dengan wajah bersungguh sungguh Siu Cu berkata : “Mungkin nona ingin mencari tahu tempat yang dijanjikan Tee
kun untuk mengadakan pertemuan dengan para jago bukan? Menurut dugaanku yang kuperoleh secara tanpa sengaja, aku rasa tak ada salahnya bila nona melakukan penyelidikan disekitar bukit Cian san!”
Selesai berkata, dia melejit kembali ke udara dan kabur ke dalam hutan sana dengan wajah gugup. Pek leng siancu So Bwe leng menjadi sangat kegirangan, segera teriaknya:
"Enci Cun Lan, dapatkah kau memberikan penjelasan yang lebih terperinci lagi?”
Siu Cu berhenti sejenak diatas dahan pohon lalu menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya dengan nada menyesal :
“Apa yang kuketahui terbatas sekali, apa yang bisa kuberitahukan kepada nona pun hanya sebatas ini saja ”
Selesai berkata, kembali dia melejit ke udara dan melesat ke arah depan, sekejap kemudian bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata. Pek leng siancu So Bwe leng segera mengucapkan terima kasihnya dengan ilmu menyampaikan suara, kemudian balik kembali ke kota Tin kang.
Di atas bukit Cian san yang penuh dengan tebing curam, terdapat sebuah lembah yang bernama lembah Hu liong kong. Di luar lembah tersebut merupakan sebuah hutan lebat yang hampir menutupi seluruh mulut lembah tersebut, sehingga orang lain tak dapat menyaksikan keadaan didalam lembah tersebut dengan jelas. Tapi kalau dilihat dari tiga buah tebing tinggi yang mengelilingi tempat tersebut, bisa diduga berapa berbahaya dan rahasianya keadaan dalam lembah tersebut.
Di tengah sebuah senja yang gelap, tampak sesosok bayangan manusia meluncur datang dari kejauhan sana dan berhenti sejenak didepan hutan lebat dimuka mulut lembah tersebut.
Kemudian setelah berseru tertahan, ia bergumam : "Aneh mengapa tiada orang yang menyambut kedatanganku di sini...?"
Sementara orang ini masih celingukan memandang ke sekeliling tempat itu, kembali terdengar ujung baju terhembus angin berkumandang datang, lagi lagi nampak sesosok tubuh manusia mendekati hutan tersebut. Orang yang datang lebih dulu itu segera membalikkan badan, kemudian sambil memandang ke arah pendatang, bentaknya keras keras :
“Aku adalah Cang ciong sin kiam Sangkon Yong, siapa yang datang. ?”
"Oooh, rupanya Sangkoan tayhiap” seru pendatang itu, "siaute adalah Yap Han san!"
Ku tiok siu (kakek bambu kering) Yap Han san segera melayang ke depan Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong, kemudian sembari menjura katanya lagi :
"Siaute tak berani merepotkan Sangkoan tayhiap untuk menyambut kedatanganku, tolong tanya apakah kita harus masuk ke dalam lembah dengan menembusi hutan ini?"
Rupanya dia telah menganggap Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong sebagai petugas penerima tamu. Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong segera tertawa.
"Siaute sendiri pun baru tiba, jadi tidak kuketahui haruskah menembusi hutan lebih dulu sebelum menuju ke lembah tersebut?"
Ku tiok siu Yap Han san tertawa rikuh.
"Aaaaah, kalau begini siaute telah bersikap kurang hormat, harap Sangkoan tayhiap sudi memaafkan, kalau toh tiada orang yang bertugas sebagai penerima tamu bagaimana kalau kita memasuki hutan bersama sama ?”
Baru saja Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong dan Ku tiok siau Yap Han san hendak memasuki hutan bersama sama, mendadak muncul kembali dua orang manusia mendekati tempat tersebut. Ketika diamati, ternyata mereka adalah kenalan lama semua, yang seorang adalah Tay pek it khi (manusia aneh dari tay pek) Ku Kiam ciu, sedangkan yang lain adalah Tiang cun siusu (pelajar berusia panjang) Li Goan. Selanjutnya menyusul pula jago jago lihay lainnya seperti :
Giok koay popo (nenek bertoya kumala) Li Ko ci Im tiong hok (bangau di tengah awan) Teng Siang Sin tou (si Unta sakti) Lok It hong
Hui hou li (perempuan pelangi terbang) Lu Cing lian, Wancu dari perkampungan ciang hong wan
Soh Sim tocu yang bergelar San hoa sian cu (dewi penyebar bunga) Leng Cay soat
Hong im siu (kakek angin dan awan) Siang Thong dari bukit Bong san
To pit thian ong (Raja langit berlengan banyak) Tong Lian hoat, seorang ahli senjata rahasia dari Szuchuan.
Tiang siau mi lek (Mi lek tertawa) Kong sun Cong.
Phu thian toa tiau (rajawali raksasa penubruk langit) Kay Poan thian
Pang bok long tiong (Pengembara bermata juling) Nyoo Cun Tan ciang kay san (tangan tunggal pembelah bukit) Cu Eng Ketua Kay pang, sipengemis sakti bermata harimau Cu Goan po Ketua Cing sia pay, Ting Kong ci
Beng sin suthay dari kuil Ci tiok an
Hud sim giam ong (raja akhirat berhati Buddha) Bu kay siancu Hui cun siausu (pelajar penolong manusia) Seng Tiok sian dia
datang dengan menunggang seekor kuda hitam dan membawa kuda hitam lain.
Ketua Hoa san pay, Peh ih siusu (pelajar berbaju putih) Cu Wan
mo
Pit tee jiu Wong Tin pak dan Ngo liu sianseng Lim Biau lim dari
Thian liong pay. Kedua orang ini termasuk mereka yang datang paling lambat.
Bagi mereka yang sudah kenal, tentu saja pertemuan ini diiringi dengan pembicaraan dan percakapan yang ramai, sekalipun ada yang tak pernah kenal mereka pun diperkenalkan satu per satu, sehingga suasana menjadi ramai sekali. Waktu itu, pamor Thian liong pay telah berubah dan menanjak tinggi terutama setelah ketuanya Thi Eng khi bertarung melawan Hian im Tee kun. Kini semua jago memandang lain terhadap perguruan besar yang telah menggetarkan dunia persilatan itu. Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong sendiri, atas bujukan dari Raja akhirat berhati Buddha Bu kay siansu, di samping itu juga atas penampilan dari Thi Eng khi selama ini, pandangan jeleknya terhadap Thi Eng khi juga lambat laun berubah.
Mula mula dia menyatakan sikap persahabatannya lebih dulu dengan Pit tee jiu Wong Tin pak, kemudian menanyakan kabar berita tentang Thi Eng khi dengan penuh perhatian.
Hui cun siusu Seng Tiok sian juga berjalan mendekat sambil menuntun seekor kuda hitam tersebut sambil menyatakan rasa menyesalnya atas kesalahan pahamnya terhadap Thi Eng khi tempo hari. Rupanya mereka telah mendapatkan bukti yang jelas bahwa kematian dari Hao hao sianseng Ting tayhiap sesungguhnya terkena serangan gelap dari Huan im sin ang. Setelah menyadari akan kesalahan pahamnya terhadap Thi Eng khi, maka Hui cun siusu Seng Tiok sian sengaja membawa kuda hitam tersebut ke sana dengan maksud hendak diserahkan kepada pihak Thian liong pay...
Sungguh tak nyana ditempat inilah mereka telah berjumpa dengan Pit tee jiu Wong Tin pak, maka dia pun menyerahkan kuda hitam tersebut kepada Wong Tin pak agar menyerahkannya kepada Thi Eng khi dikemudian hari.
Begitulah, semua orang lantas membicarakan tentang watak Thi Eng khi yang sebenarnya disamping menghibur hati Pit tee jiu Wong Tin pak, bahkan mereka pun bersumpah akan mengerahkan segenap kemampuan yang ada untuk menemukan kembali jejak Thi Eng khi.
Waktu itu, semua orang mengira pertemuan yang diselenggarakan kali ini atas prakarsa dari Siau lim pay dan Bu tong pay. Oleh sebab itu, hampir semua orang memuji akan persiapan dan perencanaan yang matang atas pertemuan kali ini. Terhadap tidak munculnya orang orang Siau lim pay dan Bu tong pay mereka pun tidak memberikan perhatian khusus, di dalam anggapan mereka orang orang dari kedua partai pasti sudah menunggu di depan lembah tersebut. Maka dipimpin oleh ketua Kay pang si pengemis sakti bermata harimau Cu Goan Po dan Cang ciong sin kiam Sangkoan Yong, berangkatlah mereka menuju ke dalam hutan. Baru saja rombongan manusia itu akan berangkat, tiba tiba muncul kembali tiga sosok bayangan manusia yang meluncur datang dengan kecepatan tinggi.
Semua orang mengenali ketiga orang itu sebagai ketua Bu tong pay, Keng hian totiang bersama ke dua orang sutenya Keng it totiang dan Keng ning totiang. Kemunculan mereka segera menimbulkan rasa heran dari semua jago, tanpa terasa mereka sama sama berhenti.
“Bu liang siu hud!” seru Keng hian totiang begitu sampai ditempat tujuan, “ketua Siau lim pay Ci long siansu memang benar benar seorang yang mempunyai maksud, persiapan yang dilakukan olehnya disini benar benar amat sempurna. Coba kalau pinto yang disuruh mempersiapkan keadaan seperti ini, tak mungkin bisa kulakukan sedemikian cermatnya."
Didengar dari nada pembicaraan tersebut, tampaknya Bu tong pay tidak tahu menahu tentang persiapan pertemuan tersebut. Maka semua yang hadir disitu pun menjadi gaduh dan bersama sama membicarakan persoalan tersebut.
Sebagaimana diketahui, di dalam pandangan semua orang pertemuan yang diselenggarakan kali ini adalah atas prakarsa dari pihak Siau lim pay dan Bu tong pay. Terutama sekali ada sebagian diantara mereka yang menerima surat undangan tersebut dari anggota Bu tong pay, hal mana membuat orang orang itu mulai berpikir yang bukan bukan. Sikap tak tenang yang diperlihatkan orang orang tersebut tentu saja menimbulkan perhatian dari Keng hian totiang, dengan cepat dia berseru :