Pedang Tanpa Perasaan Jilid 14

Jilid 14

Kalau cuma begitu saja, sebetulnya tidak terhitung menggelikan. Yang paling lucu, justru tampangnya yang sudah tidak karuan ditambah bentuk tubuhnya yang berbeda dengan manusia biasa, tetapi penampilannya malah kelewat rapi. Tidak mirip sedikit pun dengan para pendekar dunia bu lim umumnya, justru lebih mirip dengan pejabat kelas tinggi atau menteri-menteri istana kerajaan.

Umumnya para tokoh bu lim memang kelihatan menaruh rasa hormat kepada para pejabat kerajaan, tetapi mereka menjaga jarak tertentu. Lagipula di dalam hati ada sedikit perasaan memandang rendah. Tokoh bu lim yang penampilannya rapi dan keren, bukannya tidak ada. Hanya jumlahnya terlalu sedikit. Kim Sin Go Lim termasuk jumlah yang sedikit itu.

Malah lebih banyak yang berkembang karena keanehannya. Demikian pula julukan- julukan yang mereka dapatkan. Karena keanehannya itu, orang itu menjadi pusat perhatian, juga menjadi ciri khasnya. Seperti orang kerdil yang menjadi guru Sang Cin dan Sang Hoat. Dia bukan saja lucu atau aneh tapi rnenggelikan. Bayangkan saja kalau pakaian kebesaran pejabat dipakai sehari-hari.

Para tamu rasanya ingin tertawa, tetapi akhirnya tidak ada seorang pun yang tertawa. Hal itu karena mereka memandang Sang Cin dan Sang Hoat sebagai tuan rumah.

Apalagi sikap mereka yang demikian hormat kepada si kerdil itu. Dan ilmu kepandaian kedua orang itu sudah sempat disaksikan oleh para hadirin. Boleh dibilang ilmu silat keduanya sudah tergolong kelas satu di antara generasi muda. Kalau ditilik dari tingkah laku mereka yang demikian menghormati gurunya, dapat diduga bahwa si kerdil itu bukan tokoh sembarangan.

"Tecu menurut perintah!" Terdengar ucapan Sang Cin. Sembari berbicara, dia langsung menunjuk kepada I Ki Hu. "Tuan inilah yang disebut tokoh nomor satu dalam golongan lurus dan sesat, Gin Leng Hiat Ciang I Ki Hu!"

Si kerdil itu mendengus satu kali. "Sudah tahu. Eh, muridku. Pilihlah orang-orang yang kepandaiannya tinggi dan namanya terkenal untuk dikenalkan kepadaku. Kalau satu persatu, kau sebut semuanya, mana aku bisa ingat begitu banyak?"

Kedua kakak beradik keluarga Sang segera mengiakan dengan penuh hormat. Diam- diam hati para tamu menggerutu, si kerdil itu benar-benar sombong.

Di samping tindak tanduk I Ki Hu selama itu, namanya di dalam dunia bu lim juga sudah demikian terkenal sehingga boleh dibilang tidak ada satu pun tokoh dunia kang ouw yang tidak mengenalnya. Mungkin ada saja orang yang ilmunya lebih tinggi daripada orang I li Hu, tetapi namanya pasti tidak begitu terkenal seperti dia.

Mendengar nada bicara si kerdil, tampaknya dia masih menggerutu kalau nama I Ki Hu itu tidak cukup terkenal. Sampai-sampai kedua kakak beradik keluarga Sang sendiri merasa heran. Sedungkan para tamu yang hadir di situ sebagian besar juga tidak menaruh kesan baik terhadap 1 Ki Hu, namun mereka merasakan bahwa si kerdil itu juga terlalu sombong.

Namun, ketika para tamu menolehkan kepalanya menatap I Ki Hu, laki-laki bercadar itu seperti tidak ambil perduli. Dia masih berdiri dengan sepasang tangan disilangkan di depan dada. Orang lain tidak ada yang tahu apa yang dipikirkannya dalam hati. Saat itu, Sang Cin dan Sang Hoat menunjuk beberapa tokoh yang ada dalam ruangan itu dan

memperkenalkannya kepada si kerdil. Yang diperkenalkannya tokoh-tokoh seperti Leng Coa sian sing, tiga iblis dari keluarga Lung, Kim Sin Go Lim, dan beberapa tokoh lainnya. Tampak si kerdil itu mengernyitkan keningnya.

Sang Cin cepat-cepat menunjuk kepada seorang hwesio tua yang masih segar bugar dan duduk dengan mata setengah terpejam.

"Yang ini adalah hwesio angkatan tertinggi dari Ngo Tay san, Bu Kong taisu."

Mendengar ucapan Sang Cin si kerdil mendongakkan wajahnya dan memhuka sepasang matanya. Sepasang matanya menyorotkan sinar yang tajam berkilauan, sehingga membuat orang tidak berani menatapnya langsung.

Tapi sepasang mata si kerdil hanya membuka sebentar, kemudian dipejamkannya kembali.

"Meskipun cayhe hanya orang gunung yang kasar, tetapi sering mendengar beberapa pen-datang di wilayah kami yang menyebut nama Taisu," kata si kerdil.

"Lo ceng sudah menyucikan diri, untuk apa nama besar? Pujian sicu hanya sia-sia saja," kata Bu Kong taisu dengan nada tenang sambil merangkapkan telapak tangannya.

Sang Cin mengedarkan pandangan matanya ke sekeliling dan memperkenalkan lagi beberapa tokoh terkemuka. Seperti pasangan suami istri Bok Cin sian sing misalnya.

Si kerdil menunggu dia menyelesaikan kata-katanya, tiba-tiba dia menunjuk kepada Lie Cun Ju. "Siapa dia? Meskipun dia tidak lama lagi akan menjadi mayat, tapi kepandaiannya tidak sedikit. Mengapa kalian tidak menyebutkan namanya di hadapanku?"

Nada suara si kerdil itu begitu melengking dan tajam, sehingga memecahkan keheningan yang meliputi ruangan itu. Setiap orang dapat mendengarnya dengan jelas. Lie Cun Ju yang mendengarnya, langsung terkejut setengah mati. Sebab dalam perjalanan tadi, ia belum tahu bahwa laki-laki yang mengenakan cadar hitam itu adalah I Ki Hu, tapi pundaknya telah kena ditepuk sebanyak dua kali. Pada saat itu, I Ki Hu juga mengatakan agar dia mencari kuburan yang disenanginya. Menilik makna ucapan itu, dia seperti ada keyakinan bahwa Lie Cun Ju pasti akan mati. Tapi Lie Cun Ju sendiri tidak merasakan ada sesuatu yang tidak wajar pada dirinya. Karena itu dia juga tidak ambil pusing. Dalam anggapannya, I Ki Hu pasti hanya menggertak atau menakut-nakuti dirinya. Malah dia tidak memikirkannya sama sekali. Dia pun tidak mengingat bahwa dengan nama besar yang telah berhasil dipupuk selama itu, meskipun ia seorang tokoh sesat, tapi I Ki Hu tidak mungkin sembarangan berbicara untuk menggertak seseorang.

Sekarang, Lie Cun Ju mendengar si kerdil yang menjadi guru Sang Cin dan Sang loat mengucap-kan kata-kata yang artinya tidak jauh berbeda. Perasaannya menjadi bingung. Apa lagi sejak semula dia sudah dapat melihat, meskipun tampang dan penampilan si kerdil benar-benar menggelikan, tetapi tidak salah lagi pasti seorang tokoh berilmu tinggi. Dan orang seperti si kerdil juga tidak mungkin sembarangan mengoceh tanpa alasan yang kuat.

Lie Cun Ju tidak menunggu sampai kedua kakak beradik keluarga Sang memperkenalkan dirinya. la segera menguak kerumunan orang banyak untuk berjalan ke depan. Kemudian dia merangkapkan sepasang kepalan tangannya menjura kepada si kerdil.

"Cayhe lie Cun Ju, tadi Tuan mengalakan bahwa cayhe orang yang tidak lama lagi akan mati, dapatkah Tuan menjelaskan apa arti perkataan Tuan itu?"

Si kerdil mengerlingkan matanya kemudian tertawa terkekeh-kekeh, "Kedua jalan darah di kanan kiri pundakmu sudah membayangkan warna kelabu. Hal itu membuktikan luka dalam yang kau derita parah sekali. Paling banyak kau niasih dapat hidup selama tiga hari, kau kira aku sengaja membohongimu?"

Sembari berjalan terus mendekati si kerdil, beberapa kali Lie Cun Ju menghimpun hawa murni dalam tubuhnya. Tetapi, biar bagaimana, dia tetap tidak merasakan ada apa-apa yang tidak wajar. Menunggu si kerdil selesai bicara, hati Lie Cun Ju sudah sembilan bagian percaya. Tetapi dia tetap tidak mengerti dengan cara I Ki Hu melukainya sehingga dia tidak merasakan apa-apa. Mengapa menurut si kerdil, jiwanya tinggal tiga hari lagi bertahan di dunia ini.

Tiba-tiba saja dendam kematian kedua orang tuanya, jejak Tao Ling, semua yang masih ada hubungan dengan dirinya muncul di benak Lie Cun Ju. Tidak lama lagi dia akan menginjak pintu neraka, hal ini membuat hati Lie Cun Ju perih sekali. Justru ketika hatinya dilanda keperihan, sekonyong-konyong dia merasa seperti ada sesuatu yang mencekat di tenggorokannya, sehingga tanpa dapat mempertahankan diri lagi dia terbatuk-batuk.

Setelah terbatuk-batuk beberapa kali, dia merasa tenggorokannya kering sekali. Sedangkan rasa pengap dalam hatinya semakin menjadi-jadi. Saat itu, Lie Cun Ju tidak bimbang lagi, dia sadar bahwa dirinya telah terluka parah. Perlahan-Iahan dia menegakkan tubuhnya dan membalik untuk menghadap kepada I Ki Hu. Kemudian mendadak .. Dia tertawa dingin. Walau kau menganggap kepandaianmu sudah di taraf yang tinggi sekali, kau sulit meninggalkan keluarga Sang ini lagi!" ujar Lie Cun Ju.

I Ki Hu tertawa terbahak-bahak. "Tiga tahun yang lalu, sudah ada orang yang mengharapkan aku mati di perkampungan. Jadi cita-cita ini bukan kau yang memulainya."

Kedua kakak beradik keluarga Sang dapat mendengar dengan jelas kata-kata I Ki Hu barusan. Api dendam yang tadinya terpaksa ditahan-tahan, kini meledak. Sehingga tanpa banyak Tanya lagi mereka lalu mulai menyerang I Ki Hu.

Kedua kakak beradik itu sedang di hadapan para undangan yang sebagian besar tokoh- tokoh ternama di dunia bu lim, tentu mereka tidak ingin menunjukkan kelemahan.

Karena itu mereka tidak memencarkan diri, keduanya sama-sama maju kemudian mundur kembali.

Saat itu I Ki Hu sudah melangkah ke depan dan mengasongkan tubuhnya, kelima jari tangannya membentuk cakar dan dibentangkan ke kanan dan kiri terus meluncur untuk mencengkeram.

Ketika kakak beradik itu baru menyurut mundur, bahkan langkah kaki pun belum mantap, cengkeraman kedua I Ki Hu sudah meluncur datang. Tampaknya sesaat lagi keduanya pasti akan tercengkeram oleh tangan I Ki Hu. tiba-tiba pandangan mata para hadirin disilaukan oleh kilatan cahaya keemasan.

Bum! Anglo emas yang ada di samping si kerdil tampak terpental ke atas karena kibasan lengan baju si kerdil, kemudian meluncur turun mengincar batok kepala I Ki Hu.

I Ki Hu segera mendongakkan kepalanya. Dia memperhitungkan bahwa berat anglo emas itu paling tidak ribuan kati. Lagi pula Raja Iblis tahu bahwa luncuran anglo itu juga mengandung tambahan tenaga dalam si kerdil. Kalau kepalanya sampai tertimpa benda itu, biarpun tidak mati, tetap saja dia sudah menderita kekalahan sebelum bertarung.

Karena itu, I Ki Hu langsung menjulurkan tangannya ke atas. Cengkeramannya berubah menjadi hantaman.

Fuh! Fuh! Dua kali Raja Iblis mengirimkan pukulan ke arah anglo emas itu.

Ketika I Ki Hu menjulurkan tangan untuk mencengkeram, jaraknya dengan kedua kakak beradik dari keluarga Sang memang sudah dekat sekali. Maka dari itu, di saat cengkeramannya berubah menjadi hantaman, angin yang terpancar dari telapak tangannya demikian kencang, sehingga kedua kakak beradik dari keluarga Sang tidak dapat mempertahankan diri lalu terpental ke belakang. Sedangkan I Ki Hu yang berhasil mendesak kedua pemuda itu juga terjatuh. Dengan cepat dia mundur satu langkah dan menyambut datangnya anglo emas dengan dua buah pukulan. I Ki Hu bermaksud menahan serangan yang dahsyat dari benda itu. Kemudian dia akan melemparkan anglo itu keluar dari ruangan untuk memamerkan kekuatan tenaga dalamnya. Namun, baru saja tangannya menyentuh bagian bawah anglo, dia sadar bahwa tekanan benda itu begitu kuat. Diam-diam I Ki Hu terkejut setengah mati. Raja Iblis itu segera mengerahkan tenaga dalamnya. Dengan sekuat-kuatnya dihantamnya anglo itu agar terpental kembali ke belakang. Kekuatan tenaga dalam I Ki Hu memang sudah mencapai tinggi, tapi tak urung juga ia kagum dibuatnya. Dia berpikir dalam hati, . orang itu benar-benar sesuai dengan dugaanya. Untuk sementara jangan mengadu kekerasan dulu.

I Ki Hu mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, kemudian mencelat mundur .-. jauh dua langkah. Pada saat itu juga, suara dengungan juga sudah sampai di luar pintu ruangan. Tampak bayangan berkelebat. Tiga orang lhama berjubah kuning sudah berdiri di depan pintu ruangan itu dengan mata yang tajam berkilauan. Mereka mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, kemudian berhenti pada diri Lie Cun Ju.

"Rupanya Kaucu ada di sini," kata mereka serentak.

Lie Cun Ju memperhatikan dengan seksama, tampak salah satu di antara ketiga orang itu ter-nyata Coan lun hoat ong dari kuil di perbatasan Tibet, Kuil Ga tang. Sedangkan dua yang lainnya juga lhama tingkat senior dari kuil itu. Sebetulnya Lie Cun Ju meninggalkan kuil Ga tang secara diam-diam, bahkan Coan lun hoat ong dan yang lainnya juga tidak tahu kalau dia sudah berhasil mempelajari setengah bagian kitab 'Leng Can Po Liok' yang berisi ilmu tingkat tinggi itu. Melihat ketiga lhama dari kuil Ga tang ternyata sudah mengejarnya sampai di tempat itu, perasaan Lie Cun Ju menjadi ruwet.

Sikap Coan lun hoat ong dan kedua lhama lainnya selalu sopan dan malah memanggilnya de-ngan sebutan 'kaucu' apabila berada di hadapan umum. Tetapi sebetulnya, mereka sudah memperalat Lie Cun Ju demi mengokohkan kedudukannya sendiri, agar beberapa lhama tingkat senior bisa menguasai seluruh pengikut agama mereka yang jumlahnya mencapai ribuan orang.

Karena itu, Lie Cun Ju sebenarnya bertentangan dengan mereka.

Pada saat itu, tampaknya sebentar lagi akan terjadi duel maut antara Lie Cun Ju dengan I Ki Hu. Dengan demikian, kedatangan Coan lun hoat ong dan yang lainnya justru merupakan bantuan besar bagi Lie Cun Ju.

Mengingat hal itu, Lie Cun Ju segera maju.

"Sungguh merepotkan kalian mencari aku sampai kemari!"

Coan lun hoat ong menatap Lie Cun Ju sekilas. Tiba-tiba mimik wajahnya berubah hebat, se-konyong-konyong dia menjulurkan tangannya.

Tangan kanan lhama itu menekan di pundak Lie Cun Ju. Pemuda itu mendengar di telinganya menyusup suara yang lirih.

"Cepat edarkan hawa murnimu!" Lie Cun Ju segera menuruti perkataan lhama tua itu. Dia merasa dari tangan Coan lun hoat ong yang menekan di bahunya terpancar tenaga dalam yang mengalir ke dalam tubuhnya. Dalam sekejap mata, dia merasa seluruh tubuhnya jadi nyaman. Sesaat kemudian Coan lun hoat ong baru melepaskan tangannya.

"Kaucu, mari kita pergi. Kita toh orang yang sudah menyucikan diri, buat apa terjun ke dalam dunia ramai yang setiap hari selalu terjadi pertumpahan darah."

lie Cun Ju tahu usia lhama itu sudah tua sekali. Tenaga dalamnya sudah mencapai taraf tertinggi. Dia cepat-cepat berkata dengan suara lirih.

"Apakah keadaanku tidak apa-apa lagi?" tanyanya. Coan Lun hoat ong mengernyitkan keningnya.

"Kedelapan nadi penting di kedua pundakmu telah digetarkan oleh seseorang dengan tenaga dalam yang mengandung hawa im. Karena tenaga dalam itu demikian lembut, meskipun sudah terluka parah, kau tidak merasakan apa-apa. Satu-satunya jalan yang dapat ditempuh adalah secepat-nya kembali ke kuil Ga tang. Istirahat dengan tenang dan dibantu dengan tenaga dalam kami beberapa orang selama satu-dua tahun, baru kau akan sembuh kembali."

Lie Cun Ju menarik nafas panjang. la merenung sejenak.

"Tentu saja aku juga ingin pulang ke sana. Tetapi hari ini, aku justru membutuhkan tenaga kalian bertiga untuk menyelesaikan dulu masalah si Raja Iblis."

Coan lun hoat ong saling memandang dengan kedua rekannya. Mereka mengangguk- anggukkan kepalanya. Sesaat kemudian mereka mengiringi Lie Cun Ju masuk ke dalam ruangan itu.

Ketika keempat orang itu terlibat pembicaraan, tidak banyak orang yang menaruh perhatian. Sebab I Ki Hu dan Kim Ting siong jin bergebrak satu kali lalu masih berdiri di samping anglo emas itu. Para tamu menunggu dengan hati tegang apa yang akan mereka lakukan selanjutnya.

Sampai sekian lama, memang mereka masih belum juga mengambil tindakan apa-apa. Hanya sepasang mata mereka saling menatap dengan tajam. Hal ini membuat suasana dalam ruangan itu jadi tegang.

Dari serangan anglo emas tadi yang kemudian didorong dengan tenaga dalam I Ki Hu, para hadirin sudah sadar bahwa kedua orang itu merupakan jago kelas satu di dunia bu lim saat itu.

Mereka juga sadar apabila terjadi pertarungan di antara mereka, maka pasti sangat menggetarkan. Karena itu pula, tanpa sadar para tamu sudah berdiri dari tempat duduk masing-masing dan menyurut mundur beberapa tindak. Di dalam ruangan tampak telah terbentuk lingkaran yang ukuran kelilingnya kurang lebih dua depa. Di tengah-tengah lingkaran terdapat anglo emas. Sedangkan di kedua sisi anglo itu berdiri sepasang laki-laki yang tinggi pendeknya terpaut jauh. Mereka berdua berdiri berhadapan untuk beberapa saat. Akhirnya terdengar I Ki Hu berkata dengan nada dingin.

"Siapa julukan saudara?"

"Aku tidak mempunyai she maupun nama. Hanya anglo emas ini yang menjadi lambangku," sahut Kim Ting siong jin dengan nada tajam.

"Dari mana kau mendapatkan anglo emas ini? Bolehkah kau memberitahukannya kepadaku?"

Kim Ting siong jin mendengus dingin. Ketika tangannya yang terangkat ke atas digerakkan, tahu-tahu anglo emas yang tertancap di dalam tanah sudah tercabut, lalu diangkatnya dengan sebelah tangan.

"Tidak boleh!" bentaknya dengan suara keras.

Kaki si kerdil maju satu tindak. Dengan tiba-tiba dia mengayunkan anglo emas itu untuk menghantam dada I Ki Hu

Gerakan anglo itu tidak terlalu cepat, tetapi kekuatan yang terkandung di dalamnya justru dahsyat sekali. Tadi I Ki Hu tidak berani gegabah menahan luncuran anglo emas itu. Tetapi dia berpikir, apabila sekarang dia menghindar lagi, tentu pandangan para tamu terhadap dirinya akan berubah. Mereka pasti diam-diam menertawakannya dalam hati. Karena itu, dia segera menghimpun hawa murninya dan tidak menghindarkan diri setindak pun.

Anglo emas itu menimbulkan deruan angin yang kencang. Tampaknya sebentar lagi dada I Ki Hu pasti terhantam benda yang beratnya ribuan kati itu. Tiba-tiba I Ki Hu mengangkat tangannya. Kelima jarinya direnggangkan, kemudian mencengkeram ke arah anglo emas itu.

Trang . . .! Terdengar seperti suara benturan logam.

I Ki Hu berhasil mencengkeram pinggiran anglo emas itu. Bergegas dia menyalurkan tenaga dalamnya ke anglo emas itu. Ketika itu terdengar Kim Ting siong jin meraung murka. Tenaga dalamnya juga dipancarkan, tubuh kedua orang itu tampak tidak bergerak.

Plak! Plak! Plak!

Suara itu tidak henti-hentinya. Batu hijau yang diinjak kedua orang itu retak. Bahkan batu-batu hijau lain yang jaraknya agak jauh pun ikut merekah menjadi jalur panjang. Hal itu membuktikan bahwa tenaga dalam keduanya benar-benar sulit dicari tandingannya.

Keduanya mempertahankan diri sampai kurang lebih setengah kentungan, kemudian serentak mengeluarkan suara bentakan dan sama-sama mengangkat tangannya ke atas. Ketika itu, anglo emas pun meninggalkan tanah setinggi tiga ciok, serangkum tenaga yang dahsyat terus meluncur ke wuwungan ruangan.

Bum . . .!

Tampak langit-Iangit ruangan itu ambrol seketika.

Dengan sekejap anglo yang terangkat ke atas itu mereka tarik kembali. Ketika itu batu hijau yang mengalasi lantai ruangan itu amblas terhantam ketiga kaki anglo yang sebesar paha kerbau.

Tampak tubuh I Ki Hu berkelebat, tangannya masih mencengkeram pinggiran anglo, dan dibawanya berputaran. Tiba-tiba tubuh Raja Iblis membungkuk sedikit, sepasang telapak tangannya langsung disilangkan. Seketika itu juga telapak tangannya berubah warnanya menjadi kemerah-merahan. Dalam sekejap dia sudah mendesak dan menghantamkan telapak tangannya ke depan. Para tamu yang hadir dalam ruangan itu mulai mencium samar-samar bau amis darah.

Kim Ting siong jin terkejut melihat lawannya sempat menyurut mundur di saat dia mengerahkan tenaga dalam yang demikian dahsyat, bahkan sekaligus melancarkan serangan kepadanya. Terdengar si Kerdil mengeluarkan suara pekikan yang aneh, seluruh panca inderanya bergerak-gerak sehingga membuat mimik wajahnya aneh sekali. Sepasang telapak tangannya membalik, dua pukulan dilancarkanya ke depan untuk menyambut serangan I Ki Hu.

Tenaga dalam yang terkandung dalam pukulan keduanya benar-benar mengejutkan. Bahkan tampak kedua orang itu masih akan berduel mati-matian setelah pukulan itu beradu. Para tamu yang menyaksikan sampai menahan nafas saking tegangnya. Tetapi, justru ketika dua pasang telapak tangan mereka sudah hampir saling membentur, tiba- tiba tampak I Ki Hu sedikit menyurutkan tangannya.

Tarikan tangan Raja Iblis itu seakan-akan menggunakan kesempatan yang sekejap itu untuk mengundurkan diri. Padahal sebetulnya, apabila kedua orang yang berilmu tinggi sedang mengadu pukulan, sama sekali tidak boleh menyurut mundur seperti itu, karena sama saja memberikan kesempatan bagi lawannya untuk mendahului menyerang. Meskipun seandainya tidak mati, pasti setidaknya sudah berada di bawah angin sehingga sulit lagi apabila ingin mengalahkan lawannya.

Melihat I Ki Hu menyurutkan tangan hati para tamu menjadi bingung. Tanpa dapat ditahan lagi mereka mengeluarkan seruan terkejut. Hampir bersamaan dengan suara terkejut yang tercetus keluar dari mulut para tamu, Kim Ting siong jin sudah mendesak ke depan sejauh setengah langkah. Jelas telapak tangannya pun menjulur maju beberapa ciok. Meskipun tinggi tubuhnya terpaut jauh, namun para hadirin dapat melihat bahwa I Ki Hu sudah terkurung bayangan telapak tangan Kim Ting siong jin. Asal dia maju lagi selangkah, sudah pasti dada I Ki Hu akan terhantam oleh pukulannya. Kim Ting siong jin yang melihat serangannya akan membuahkan hasil, sudah tentu merasa senang sekali. Namun, justru dalam waktu sekejap mata, ternyata perkembangannya jauh berbeda dengan bayangan setiap orang.

Tampak tiba-tiba I Ki Hu mencelat sedikit ke atas, telapak tangannya sudah ditarik kembali, jari tangannya menjulur ke bawah untuk menotok jalan darah di pundak Kim Ting siong jin, yang juga disebut si Kerdil itu.

Perubahan jurus yang dimainkan Raja Iblis benar-benar di luar dugaan setiap orang. Sepasang telapak tangan Kim Ting siong jin masih meluncur ke bagian dada I Ki Hu. Untuk sesaat, bukan saja dia tidak dapat menarik kembali serangannya, lagipula ketika I Ki Hu mencelat sedikit ke atas, si Kerdil langsung merentangkan kedua lengannya.

Dengan demikian kedua pukulannya menjadi terbatas, walaupun bila dipaksakan dia masih bisa menghantam dada I Ki Hu, tapi jalan darah terpenting di pundaknya juga tidak akan terlepas dari totokan si Raja Iblis itu. Kalau dibandingkan, tentu saja kedudukan Kim Ting siong jin yang justru Iebih berbahaya daripada keadaan I Ki Hu.

Para tamu yang melihat dalam sekejap mata dapat terjadi perubahan sedemikian rupa, menjadi terkesima. Untuk sesaat mereka tidak sanggup mengeluarkan suara. Hanya terdengar suara tertawa panjang dari mulut I Ki Hu. Dalam keadaan panik, Kim Ting siong jin menyurutkan tubuhnya ke bawah, sepasang telapak tangannya tetap menghantam ke dada I Ki Hu. Tapi dalam waktu yang bersamaan, sepasang jari tangan telunjuk I Ki Hu juga sudah menotok di bagian pundaknya.

Tampak kedua orang itu saling menyerang satu kali, kemudian memencarkan diri kembali. Setelah itu masing-masing menyurut mundur satu langkah. Wajah Kim Ting siong jin pucat pasi, tubuhnya terhuyung-huyung berkali-kali, urat-urat hijau di dahinya bertonjolan.

Bum! Tampak tubuh si Kerdil terpental ke belakang dan terhempas keras di atas tanah dalam posisi terduduk.

Wajah I Ki Hu juga pucat pasi, tubuhnya pun sempat terhuyung-huyung ke belakang kemudian bersandar pada sebuah tiang penyangga.

Para tamu yang melihat keadaan itu, menyangka bahwa kedua-duanya sudah menderita luka yang parah. Tetapi kemudian terdengar lagi suara tawa panjang dari mulut kedua orang itu. Wajah mereka yang pucat pasi perlahan-lahan memerah, gerakan tubuh mereka laksana terbang, dari terpisah sekarang merapat kembali.

Pandangan mata para hadirin berkunang-kunang, tahu-tahu keduanya sudah berdiri berhadapan dalam jarak setengah depaan.

Perubahan yang mendadak itu kecuali beberapa tokoh tingkat tinggi seperti Bu Kong Taisu dari Ngo Tay san dan beberapa yang lainnya masih bisa melihat dengan tegas, para tamu yang lainnya justru merasa bingung. Mereka tidak mengerti mengapa kedua tokoh yang tampaknya sudah terluka parah itu, tahu-tahu dalam sekejap mata sudah pulih kembali.

Rupanya serangan yang dilancarkan kedua orang itu sudah mengenai lawannya masing-masing, bahkan I Ki Hu yang meraih keuntungan. Karena, ketika I Ki Hu melancarkan serangannya, dia sudah menghimpun hawa murninya di bagian dada dan bersiap mengadu kekerasan dengan pukulan Kim Ting siong jin.

Karena itu pula, ketika pukulan Kim Ting siong jin mengenainya, dia sudah mengadakan per-siapan. Meskipun pukulan itu mengandung kekuatan ribuan kati, tetapi dengan mengham-burkan sedikit hawa murni, Raja Iblis masih dapat menahannya.

Sedangkan di pihak Kim Ting siong jin, meskipun dalam keadaan panik dia sudah menyurut-kan tubuhnya, tetapi totokan I Ki Hu mencapai sasarannya juga. Hanya jaraknya saja yang meleset sedikit sehingga tidak tepat di jalan darah utama tubuh si kerdil itu.

Namun, biarpun meleset sedikit, jalan darah di pundak seseorang justru merupakan urat nadi terpenting. Ketika berhasil mengenai tubuh lawannya, I Ki Hu sudah yakin si kerdil itu akan terkulai di atas tanah. Walaupun tidak sampai mati, setidaknya terluka parah. Namun, kenyataannya tubuh si kerdil kuat luar biasa. Meskipun kedua totokan I Ki Hu tadi hanya meleset sedikit saja dari urat nadi penting, sehingga bagian itu tergetar, tetapi tidak sampai mengalami kematian.

Setelah mengatur pernafasan sejenak, kedua-duanya segera mencelat ke udara. Kalau dilihat sepintas lalu, keduanya seperti tidak mengalami luka sedikit pun, tetapi setidaknya sudah menderita kerugian karena hawa murninya terhambur tiga empat bagian.

Saat itu keduanya kembali berdiri berhadapan, tetapi tidak ada seorang pun yang bersedia turun tangan terlebih dahulu. Meskipun di saat mereka bergebrak tadi, tidak banyak jurus yang dikerahkan, namun menegangkan sekali. Untuk sesaat mereka masih menahan nafas menunggu kelanjutan duelnya. Mata mereka memperhatikan tengah arena tanpa berkedip sedikit pun.

Di sudut ruangan, Lie Cun Ju dan ketiga lhama juga demikian halnya. Di bawah bantuan Coan Lun hoat ong, hawa im yang membuat dirinya terluka untuk sementara sudah didesak ke bagian bawah ketiaknya. Dan kepengapan yang tadi dirasakannya pun sudah sirna dari dadanya. Tetapi saat itu, perasaannya malah jadi tertekan.

Perasaan itu timbul bukan karena dia khawatir lukanya tidak dapat disembuhkan. Tetapi justru bingung bagaimana harus membuka mulut menanyakan keadaan Tao Ling setelah I Ki Hu bergebrak dengan Kim Ting siong jin.

Tidak salah, Tao Ling memang pernah menjadi kekasihnya dulu. Tetapi sekarang dia justru sudah menjadi istri I Ki Hu. Berpikir sampai di sini Lie Cun Ju tidak dapat menahan diri untuk tidak menarik nafas panjang.

Suara tarikan nafasnya tidak terlalu keras, juga tidak menarik perhatian orang lain.

Baru saja

tarikan nafasnya selesai, tiba-tiba dari bagian belakangnya terdengar seseorang menarik nafas juga Suara tarikan nafas itu juga demikian Iirih sehingga tidak menimbulkan perhatian siapa pun. Tetapi Lie Cun Ju yang mendengarnya justru terkejut setengah mati. Lie Cun Ju terkejut bukan karena tarikan nafas itu demikian pilu, tetapi karena dia mengenali tarikan nafas itu dilakukan oleh seseorang yang batinnya sangat menderita. Lagipula dalam pendengarannya, tarikan nafas itu demikian tidak asing baginya.

Sekonyong-konyong Lie Cun Ju menolehkan kepalanya, tampak bayangan punggung seorang perempuan sedang melangkah gontai keluar dari ruangan.

Ketika melihat bayangan punggung perempuan itu, sekali lagi hati Lie Cun Ju tertegun. Bayangan punggung itu juga tidak asing baginya, tetapi juga seperti berbeda dengan bayangannya. Meskipun demikian, Lie Cun Ju tetap mengambil keputusan untuk mengejarnya. Tanpa sempat mengucapkan sepatah kata pun, tubuhnya sudah beikelebat me-ngejar perempuan tadi.

Baru saja dia melangkah satu tindak, coan uin hoat ong yang duduk di sampingnya tiba-tiba menjulurkan tangannya mencegah Lie Cun Ju.

"Kaucu ingin melarikan diri lagi?"

Karena dicegah oleh lhama tua itu, Lie Cun Ju tidak bisa memberontak. Hatinya menjadi panik sekali.

"Kau tidak perlu khawatir, aku bukan hendak melarikan diri." Coan lun hoat ong menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kaucu, kuil Ga tang tidak bisa berjalan terus tanpa dirimu."

Lie Cun Ju mendongakkan kepalanya. Lang-kah kaki perempuan itu tampakya lambat sekali, tetapi kenyataannya justru sebaliknya. Dalam sekejap mata dia sudah melewati pintu ruangan dan berjalan ke luar.

Melihat perempuan itu sudah sampai di pintu ruangan dan sebentar lagi akan keluar, hati Lie Cun Ju semakin panik.

"Coan lun ong, masa hal sekecil ini saja kau tidak percaya kepadaku? Kalau urusan ini sudah beres, maka seumur hidup pun aku mau tinggal di kuil Ga tang, dan tidak timbul lagi keinginan untuk menginjak dunia luar."

Coan lun hoat ong memperhatikannya sejenak.

"Boleh juga. Tapi, Lie kongcu, biar bagaimana kau tidak boleh mengingkari ucapanmu sendiri."

"Kalau dulu, kan kalian yang memaksa aku tinggal di sana. Tetapi kali ini aku yang menghen-dakinya sendiri, mana mungkin aku lari lagi?"

Coa lun hoat ong merenggangkan cekalannya, tubuh Lie Cun Ju pun melesat secepat kilat menuju pintu ruangan itu, dan sesaat kemudian menghilang setelah membelok. Lie Cun Ju melihat di hadapannya ada sebuah koridor panjang. Dan bayangan punggung gadis itu sudah mencapai ujung koridor itu, kemudian menghilang di tikungan.

Cepat-cepat Lie Cun Ju mengempos hawa murninya kemudian menjungkir balik di udara sebanyak dua kali. Dia melayang turun di ujung koridor, tetapi ketika dia sampai di tempat itu, bayangan punggung si gadis pun sudah hilang dari pandangan matanya.

Lie Cun Ju berlari ke luar dari koridor panjang itu, dia sampai di sebidang tanah kosong. Rupanya tanah kosong itu tadinya sebuah taman, karena di sudut-sudutnya masih terlihat beberapa gunung buatan.

Rupanya selama tiga tahun perkampungan keluarga Sang itu menjadi tempat tinggal para arwah penasaran atau dengan kata lain dibiarkan kosong tidak terurus. Meskipun setelah Sang Cin dan Sang Hoat kembali kesana, mereka membangun kembali beberapa bagian yang hancur, tetapi ada sebagian lainnya yang belum sempat dibenahi.

Karena itu, di dalam taman itu tumbuh rerumputan setinggi manusia. Begitu sampai di taman bunga itu, Lie Cun Ju menghentikan gerakan kakinya dan memperhatikan keadaan di sekitar-nya. Tetapi dia tidak melihat bayangan seorang pun. Hatinya semakin panik, setelah berhenti sebentar, dia menghambur ke dalam gerombolan rerumputan.

Lie Cun Ju bertekad harus menemukan perempuan itu, karena di ruangan tadi dia mendengar suara tarikan nafas, yang diyakininya sebagai suara tarikan nafas Tao Ling.

Ketika dia melihat bayangan punggung perempuan itu, memang terasa tidak begitu asing baginya, tapi rasanya tidak mirip dengan bayangan punggung Tao Ling.

Di dalam gerombolan rerumputan itu, Lie Cun Ju berputaran satu kali, tetapi dia tetap tidak menemukan seorang manusia pun. Untuk sesaat dia berdiri termangu-mangu.

Tiba-tiba telinganya kembali mendengar suara tarikan nafas seseorang.

Lie Cun Ju segera menoleh ke arah sumber suara. Tampak di antara gerombolan rerumputan, ada sesosok bayangan yang bergerak-gerak, seakan sedang berdiri menunggunya. Jaraknya hanya dua depaan. Lie Cun Ju tidak menghampirinya, dia hanya berkata dengan perlahan-lahan.

"Kalau tahu akhirnya akan seperti ini, mengapa dulu harus ada perjumpaan?"

Nada suaranya itu ditekan sedemikian rupa karena dia menahan gejolak batin, sehingga kata -katanya demikian tenang dan sama sekali tidak mengejutkan.

Bayangan itu seperti tiba-tiba terguncang perasaannya. Tubuhnya tampak gemetar, kemudian menarik nafas panjang sekali lagi.

Lie Cun Ju tadinya tidak berani memastikan perempuan dihadapannya itu Tao Ling yang dirindukannya selama tiga tahun ini siang maupun malam. Karena dalam pandangannya bayangan punggung itu terlalu mirip dengan bayangan punggung Tao Ling.

Itulah sebabnya Lie Cun Ju hanya sembarangan mengungkapkan perasaan hatinya saja. Dia juga tidak menyangka kata-katanya itu akan mempengaruhi perempuan itu sehingga tubuhnya gemetar. Setelah berhenti sejenak, Lie Cun Ju maju beberapa langkah.

"Tao kouwnio, kaukah itu?"

Perlahan-lahan perempuan itu membalikkan tubuhnya. Meskipun jaraknya masih satu depa lebih, lagipula dihalangi gerombolan rerumputan, tetapi Lie Cun Ju dapat melihat bahwa perempuan itu juga mengenakan sehelai cadar hitam untuk menutupi wajahnya.

Melihat perempuan itu juga mengenakan sehelai cadar hitam, Lie Cun Ju justru jadi tertegun.

Sepanjang hari ini sudah beberapa orang bercadar yang ditemuinya. Pertama-tama Tao Heng Kan dan I Giok Hong, setelah itu Gin Leng Hiat Ciang I Ki Hu dan sekarang seorang perempuan yang diduganya sebagai Tao Ling.

Untuk beberapa saat Lie Cun Ju memandangi perempuan itu dengan termangu-mangu. Perempuan itu juga sedang menatap kearahnya. Dua pasang mata bertemu pandang.

Perasaan Lie Cun Ju langsung tergetar. Tao Ling! Kau adalah Tao Ling!

Dari belakang tadi Lie Cun Ju tidak berani memastikan perempuan itu adalah Tao Ling yang dicari-carinya selama ini. Tetapi ketika pandangan mata mereka bertemu, dia yakin bahwa dia memang Tao Ling yang menjadi pujaan hatinya.

Ketika Lie Cun Ju mengetahui Tao Ling sudah menjadi istri Gin Leng Hiat ciang I Ki Hu, entah berapa banyak ucapan yang ingin diutarakannya kepada gadis itu. Kadang kala di saat dia tidak dapat menahan kekesalan hatinya, dia akan berteriak sekeras- kerasnya seperti orang gila.

Tetapi saat ini, ketika dia sudah berhadapan dengan Tao Ling, beribu-ribu perkataan seperti tercekat di tenggorokannya. Dia tidak tahu bagaimana harus mengutarakannya. Akhirnya, setelah berdiam diri beberapa lama, dia mengulangi kembali kata-kata yang sama.

"Kalau tahu akhirnya akan seperti ini, mengapa dulu harus ada perjumpaan?" Perempuan itu kembali menarik nafas panjang.

"Dulu aku mana tahu akan begini akhirnya, sekarang apa lagi yang dapat kukatakan? Kau ini benar-benar ..."

Lie Cun Ju maju lagi beberapa langkah, akhirnya dia benar-benar berhadapan dengan Tao Ling. "Dulu, Tao kouwnio pernah mengalami berbagai penderitaan bersama-sama denganku. Kami menghadapi segala rintangan yang hampir merenggut jiwa. Bahkan kami sudah pernah ber-janji untuk sehidup semati . . . Tao kouwnio, apakah kau tidak ingat lagi?"

Sembari berbicara, sepasang mata Lie Cun Ju tetap menatap perempuan itu lekat-lekat. Dia melihat dari sepasang mata yang jernih itu sudah menetes beberapa butir air mata. Ternyata Tao Ling tidak dapat menahan perasaan hatinya dan menangis tersedu-sedu.

Ketika Lie Cun Ju sudah menyelesaikan kata-katanya, dia pun menundukkan kepalanya dalam-dalam.

"Lie kongcu, janji yang pernah kita ucapkan, mungkinkah sanggup aku melupakannya?"

Mendengar kata-kata itu, Lie Cun Ju semakin yakin perempuan itu adalah Tao Ling. Cepat-cepat dia maju lagi satu langkah dan menggenggam tangan perempuan itu erat- erat. Tao Ling tidak memberontak, dia membiarkan tangannya digenggam oleh Lie Cun Ju. Tampaknya dia pasrah.

Keheningan meliputi kedua orang itu.

"Apa . . . kah . . . kau masih membenci aku?" kata Tao Ling dengan suara lirih.

Ketika mendengar ucapan Tao Ling tadi, Lie Cun Ju tidak tahu bagaimana perasaannya saat itu. Otaknya bagai diselimuti awan tebal, dia hanya menggelengkan kepalanya dengan tampang kebodoh-bodohan.

Tao Ling tertawa getir.

"Apakah kau dulu pernah membenci aku?" tanyanya lirih. Lie Cun Ju menganggukkan kepalanya.

"Betul. Tetapi sekarang aku tidak membencimu lagi. Aku . . . tahu kau pasti terpaksa melakukan hal itu."

Tao Ling kembali menarik nafas panjang-panjang.

"Sebetulnya, aku tidak ingin bertemu denganmu lagi. Tetapi . . . akhirnya aku tidak dapat menahan perasaanku, a ... ku ..." Sembari berkata, dia mengerjap-ngerjapkan matanya, kembali dua bulir air mata mengalir membasahi pipinya.

Lie Cun Ju menggenggam tangan Tao Ling erat-erat.

"Ling, biar bagaimana pun, kita sudah bertemu lagi. Aku mempunyai sebuah tujuan yang tenang sekali. Kita dapat hidup sampai tua di sana Ling moay, ikutlah aku meninggalkan tempat ini!" Mendengar kata-kata Lie Cun Ju kembali tubuh Tao Ling tergetar, dia melepaskan diri dari genggaman Lie Cun Ju. Matanya menyorotkan sinar yang ganjil.

"Ti . . . dak, aku ti . . . dak dapat bersamamu lagi . . ." Lie Cun Ju jadi panik.

"Ling moay, kau toh menikah dengan I Ki Hu karena terpaksa, mengapa kau tidak menggunakan kesempatan ini untuk melepaskan diri darinya?"

Tao Ling menatap Lie Cun Ju lekat-Iekat.

"Tidak, Cun Ju ... sebaiknya kau lupakan saja aku!" kata Tao Ling kemudian.

"Ling moay, kau pasti tahu kalau aku tidak sanggup melupakanmu, mengapa kau tetap

..."

Tao Ling tidak memberinya kesempatan untuk menyelesaikan kata-kata Lie Cun Ju.

"Kau . . . tidak perlu berkata apa-apa lagi. Apa yang pernah terjadi dulu, anggap saja sebuah mimpi buruk!" tukas Tao Ling.

"Anggap saja sebagai mimpi buruk? Mengapa kau bisa berkata demikian? Semua itu toh sebuah kenyataan!" teriak Lie Cun Ju.

Sekali lagi Tao Ling menarik nafas panjang.

"Cun Ju, aku tidak dapat menemuimu lagi. Aku akan pergi sekarang." Tubuhnya berkelebat dan melesat keluar dari gerombolan rumput-rumput itu.

Lie Cun Ju tertegun sesaat. Kemudian dia berteriak keras-keras.

"Ling moay, kau tidak bisa pergi!" Kakinya menghentak di atas tanah, lalu menerjang ke arah yang dituju Tao Ling.

Tapi, belum lagi dia mendekati gadis itu, tiba-tiba Tao Ling sudah membalikkan tubuhnya dan jari tengahnya menjulur ke depan. Tahu-tahu dia sudah menotok jalan darah di bagian dada Lie Cun Ju, Lie Cun Ju sama sekali tidak menyangka Tao Ling akan turun tangan terhadapnya. Dia terlebih-lebih tidak menyangka Tao Ling akan menotok jalan darah penting di tubuhnya. Belum lagi gerakannya berhenti, jalan darahnya sudah tertotok. Hawa murninya tersumbat. Meskipun tidak sampai terluka, tetapi tubuhnya tidak dapat bergerak lagi. Terdengar Tao Ling lagi-lagi menarik nafas panjang.

"Cun Ju, aku sendiri sadar bahwa tidak mungkin menyuruhmu melupakan aku. Tapi, Lie Cun Ju . . . bagaimana pun kau harus melupakan aku, bukan hanya karena aku telah menjadi istri I Ki Hu."

"Lalu karena apa?" Tetapi Lie Cun Ju hanya dapat berteriak dalam hati, tidak dapat keluar sama sekali. Tampak Tao Ling menjulurkan tangannya. Kelima jari tangannya bergetar hebat. Perlahan-lahan dia mengelus pipi pemuda itu. Setelah itu menarik nafas panjang lagi. Kemudian dia membalikkan tubuhnya, gerakannya laksana terbang, dalam sekejap mata ia sudah menghilang dalam gerombolan rerumputan.

Sementara itu, sejak jalan darahnya tertotok, Lie Cun Ju terus mengedarkan hawa murninya agar jalan darahnya dapat bebas. Tidak berapa lama setelah kepergian Tao Ling, Lie Cun Ju sudah berhasil membebaskan totokan pada tubuhnya. Baru saja dia hendak melangkahkan kakinya mengejar Tao Ling, tiba-tiba dari ruangan depan berkumandang suara tawa yang aneh dan menyeramkan.

Ketika dia meninggalkan ruangan depan, I Ki Hu dan Kim Ting siong jin masih berdiri ber-hadapan tanpa mengambil tindakan apa pun.

Sekarang, tiba-tiba berkumandang suara tertawa yang demikian menggidikkan hati dari dalam ruangan. Seharusnya suara tawa itu tercetus dari mulut salah seorang dari kedua tokoh tersebut. Tetapi suara tawa yang demikian tinggi dan melengking, yang mengejutkan itu justru bukan suara tertawa I Ki Hu ataupun Kim Ting siong jin

Lie Cun Ju tertegun. Mungkinkah ada tokoh berilmu tinggi lainnya yang muncul di perkam-pungan keluarga Sang? Sekejap kemudian, dia berpikir, siapa pun yang mendatangi perkampungan keluarga Sang, sama sekali tidak ada hubungannya dengan dia. Yang penting baginya hanya mengejar Tao Ling.

Baru saja dia berlari sejauh satu depa lebih tiba-tiba dari belakangnya terasa ada serangkum angin yang berkesiur, segulung kekuatan melanda ke arah punggungnya. Hati Lie Cun Ju tercekat, ketika dia menolehkan kepalanya, tampak I Ki Hu sedang melesat keluar dari koridor panjang. Dengan gerakan tubuh seperti terbang, Raja Iblis itu sedang menerjang kepadanya.

Lie Cun Ju melihat orang yang menerjang ke arahnya ternyata Gin Leng hiat ciang I Ki Hu. Rasa terkejutnya jangan ditanyakan lagi. Dalam keadaan panik, pemuda itu masih menyadari kalau dia tidak mungkin sempat menghindarkan diri lagi. Pada saat itu gerakan tubuh I Ki Hu melayang di permukaan tanah kurang lebih empat ciok.

Kedua tangannya berputaran, sehingga rumput-rumput liar yang ada di sekitarnya tertunduk karena hempasan angin yang terpancar dari kedua telapak tangannya.

Dengan demikian berarti satu depa di sekeliling Lie Cun Ju telah diselimuti kekuatan pukulannya. Pemuda itu tidak mungkin dapat menghindarkan diri lagi. Dengan panik Lie Cun Ju membungkukkan tubuhnya. Telapak tangannya langsung membalik ke atas. Dia sudah mengerahkan tenaganya sebanyak sembilan bagian, untuk menyambut pukulan I Ki Hu dengan kekerasan.

Baru saja telapak tangannya membalik keluar, di depan matanya sudah muncul dua gulung bayangan berwarna kemerahan.

Lie Cun Ju sadar, meskipun dalam tiga tahun belakangan dia sudah berlatih keras ilmu yang terdapat dalam setengah bagian kitab Leng Can Po Li ok, sehingga kepandaiannya mengalami kemajuan pesat, tetapi kalau dibandingkan dengan si Raja Iblis yang telah menggetarkan seluruh dunia persilatan ini, tentu saja bukan tandingannya.

Ketika dia berpikir sampai di sini, situasinya sudah tidak memungkinkan baginya untuk mem-pertimbangkan lama-lama. Tampak tubuh I Ki Hu bagai burung yang aneh menukik ke Lie Cun Ju. Tampaknya sekejap lagi telapak tangan yang seperti berlumuran darah itu akan membentur pukulan Lie Cun Ju. Bahkan pemuda itu juga samar-samar mulai mencium bau amis darah. Di belakang I Ki Hu tiba-tiba berkumandang lagi segulungan suara tawa yang aneh.

Suara tawa yang aneh dan menyeramkan itu persis sama dengan suara tawa yang berkumandang dari ruangan depan tadi. Yaitu suara tawa yang sempat membuat Lie Cun Ju tertegun tadi. Suara tawa bergema, keadaan Lie Cun Ju sedang kritis. Tampak sesosok bayangan melesat keluar. Tubuh orang itu juga melayang di permukaan tanah kurang lebih empat ciok dan tahu-tahu melancarkan dua buah pukulan ke bagian punggung I Ki Hu.

Ketika itu I Ki Hu sedang mengerahkan segenap kekuatannya dengan maksud ingin menghantam mati Lie Cun Ju dengan sekali pukulan. Kedatangan orang berjubah hitam itu membuat I Ki Hu harus membalikkan tubuhnya menghadapi lawan.

Tampak tubuh I Ki Hu masih melayang di permukaan tanah. Tiba-tiba berkelebat dan ber-jungkir balik ke belakang.

Di saat menjungkir balik, sekaligus Raja Iblis itu mengempos hawa murni dalam tubuhnya. Sehingga dia dapat menjejakkan kaki di atas tanah seketika itu juga. Dalam waktu sekejap mata, dia sudah mengadu pukulan dengan manusia berjubah hitam itu.

Dalam keadaan yang demikian genting, Lie Cun Ju berhasil meloloskan diri dari maut. Belum sempat dia melihat siapa manusia berjubah hitam itu, dari ujung koridor panjang terdengar suara desiran.

Ser . . .! Ser . . .! Ser . . .!

Bayangan tiga orang lhama dengan jubah kuningnya yang berkibar-kibar tampak berkelebat. Ternyata ketiga lhama dari kuil Ga tang sudah menyusul tiba.

Begitu sampai di tempat itu, ketiga orang lhama langsung memencarkan diri mengambil posisi segitiga dan mengurung I Ki Hu serta manusia berjubah hitam di tengah-tengah. Sedangkan I Ki Hu dan manusia berjubah hitam itu, setelah beradu pukulan satu kali, langsung terlihat terhuyung-huyung dan masing-masing tergetar mundur satu langkah.

Saat itu, Lie Cun Ju baru sempat melihat tampang si manusia berjubah hitam. Tampak sepasang mata orang itu menyorotkan sinar yang tajam berkilauan. Dia mengenakan pakaian serba hitam yang berkibar-kibar tertiup angin. Hal itu membuat dirinya tidak mirip seperti seorang manusia. Tetapi lebih mirip orang-orangan yang sering dipantekkan di pematang sawah. Sedangkan hal yang membuat perasaan Lie Cun Ju semakin bingung yaitu bagian wajah orang itu yang juga ditutupi sehelai cadar hitam. Hanya sepasang matanya yang terlihat dari dua buah lubang kecil di cadar itu. Tadinya Lie Cun Ju tidak tahu siapa laki-laki berpakaian hitam itu. Tapi setelah melihat orang itu sanggup menyambut pukulan I Ki Hu namun tidak terjadi apa-apa, hatinya langsung tergerak. Dia mulai dapat menduga orang itu pasti Hek Tian mo Cen Sim Fu. Dalam waktu yang bersamaan, benaknya juga teringat suatu hal yang aneh.

Sepanjang hari itu sudah lima orang bercadar yang ditemuinya. Dan sekarang identitas orang-orang bercadar itu sudah jelas. Mereka adalah ayah serta anak I Ki Hu dan I Giok Hong, kedua kakak beradik Tao Heng Kan dan Tao Ling serta Hek Tian mo Cen Sim Fu.

Hubungan di antara kelima orang itu sangat rumit. Bukan keterangan yang dapat dijelaskan dengan satu dua patah kata. Tetapi mereka berlima justru pernah mempunyai tempat tujuan yang sama.

Kelima orang itu pernah sama-sama menuju sebelah barat Gunung Kun Lun san. Lagi pula selama tiga tahun belakangan itu, secara misterius mereka menghilang dari dunia kang ouw. Sampai hari itu, sekaligus kelima orang itu muncul kembali. Dan sepertinya tanpa bersepakat terlebih dahulu mereka sama-sama mengenakan sehelai cadar hitam untuk menutupi wajah mereka. Hanya sepasang mata mereka yang kelihatan.

Seandainya mereka berlima telah bersepakat sebelumnya untuk sama-sama mengenakan sehelai cadar hitam sebagai penutup wajah, urusannya sudah cukup membingungkan. Tetapi kalau ditilik dari beberapa peristiwa yang telah terjadi, di antara mereka masih ada jarak yang memisahkan. Lalu mengapa si Raja Iblis I Ki Hu dan Hek Tian mo yang namanya sudah demikian terkenal tidak bersedia menunjukkan raut wajah mereka?

Lie Cun Ju benar-benar tidak habis pikir. Meskipun dia sudah berhasil meloloskan diri dari maut, tetap saja dia tidak perduli. Dia ingin mengejar Tao Ling. Baru saja tubuhnya bergerak, dia sudah dicegah oleh Coan lun hoat ong.

"Kaucu, kita berempat bekerja sama mengurung kedua orang itu. Masalahnya gawat sekali," kata Ihama tua dengan nada lirih.

Lie Cun Ju tertegun.

"Apa urusannya denganku?"

Sementara keduanya berbicara, antara I Ki Hu dan Cen Sim Fu tampak terlibat perkelahian yang seru. Dalam waktu yang singkat mereka sudah memainkan tujuh- delapan jurus serangan.

"Tentu saja ada hubungannya. Sebaiknya kaucu jangan meninggalkan tempat ini!"

Lie Cun Ju benar-benar dibuat bingung oleh sikap mereka. Selama tiga tahun berdiam di kuil Ga tang, Lie Cun Ju sudah dapat melihat bahwa Coan Lun hoat ong dan beberapa Ihama tua lainnya juga bukan golongan manusia baik-baik. Tetapi, mereka benar-benar menjauhkan diri dari keramaian dunia dan semua perbuatan mereka hanya demi kelangsungan kuil mereka. Dan sekarang tiba-tiba saja bisa timbul niat mereka ingin bertarung melawan I Ki Hu dan Cen Sim Fu hal itulah yang membuat Lie Cun Ju tidak habis pikir.

Lie Cun Ju terdiam sejenak. Belum lagi sempat dia memberikan jawaban, tahu-tahu telinga mereka kembali mendengar desiran angin yang berkesiur. Tampak dua orang muncul dari balik gerombolan rerumputan yang lebat. Kedua orang itu merupakan sepasang laki-laki dan perempuan. Siapa lagi kalau bukan Tao Heng Kan dan I Giok Hong.

Wajah kedua orang itu tetap ditutupi sehelai cadar hitam. Ketika dua orang itu muncul, Raja Iblis dan Cen Sim Fu pun memencarkan diri.

"Cepat gebah ketiga makhluk aneh ini," kata Cen Sim Fu tiba-tiba.

Tao Heng Kan dan I Giok Hong langsung mengiakan. Pergelangan tangan I Giok Hong membalik, tiba-tiba timbul cahaya yang berkilauan. Pecut perak sudah tergenggam di tangannya. Secepat kilat gadis itu mngayunkan pecutnya ke arah Coan Lun hoat ong. Kecepatan gerakannya benar-benar sulit dicarikan tandingannya.

Ilmu kepandaian Coan Lun hoat ong merupakan didikan dari Buddha hidup Danjuel. Sedangkan Buddha hidup Danjuel memperoleh ilmu kepandaiannya dari setengah bagian kitab Leng Can Po Liok yang pernah dicatat isinya oleh Lie Cun Ju. Pada dasarnya, dalam kuil Ga tang sebetulnya tidak ada pelajaran ilmu silat. Hanya sejak Buddha hidup Danjuel, baru ada didikan ilmu silat seperti yang didapatkan oleh Lie Cun Ju. Jadi pada hakekatnya, ilmu mereka sealiran, bedanya tenaga dalam Coan Lun hoat ong, sudah mencapai taraf yang tinggi sekali. Hal itu tidak perlu diherankan, mengingat usianya yang sudah tua sekali dan jelas waktu latihannya juga lebih panjang.

Sebetulnya kalau berbicara tentang ilmu silat, kepandaian Lie Cun Ju justru lebih dalam daripada Coan Lun hoat ong. Lhania tua itu hanya menang di tenaga dalamnya yang sudah tinggi sekali. Bahkan mungkin sudah sulit dicari tandingannya di dunia bu lim.

Ayunan pecut I Giok Hong menggunakan jurus yang benar-benar aneh. Tampaknya Coan Lun hoat ong tidak mengetahui bagaimana harus menghadapinya. Tetapi begitu ayunan pecut I Giok Hong sudah hampir mengenai tubuhnya, dengan cepat Coan Lun hoat ong menggeser tubuhnya sedikit dan mengangkat lengan jubahnya ke atas.

Gerakannya itu sebetulnya tidak mengandung jurus apa pun, yakni sembarangan saja. Tetapi tenaga dalamnya yang begitu dahsyat menimbulkan hempasan angin yang kencang serta melanda ke arah I Giok Hong

Rangkuman tenaga lhama tua yang dahsyat ilu bukan saja menahan gerakan pecut I Giok Hong, tetapi hempasan anginnya bahkan membuat tubuh gadis itu terpental dan terhuyung-huyung ke belakang beberapa tindak. Tetapi akhirnya masih dapat berdiri lagi dengan mantap.

Ketika I Giok Hong mengayunkan pecutnya, Tao Heng Kan juga sudah menghunus pedang. Tampak sinar berkilauan. Digetarkannya pedang itu beberapa kali kemudian ditikamkan kepada kedua orang lhama lainnya. Dalam sekejap mata, terjadilah pertarungan yang sengit di antara ketujuh orang itu. Lie Cun Ju memperhatikan dengan sepasang alis menjungkit ke atas. Meskipun dia tahu, kalau sampai Coan Lun hoat ong sudah turun tangan, pasti ada alasan yang kuat.

Tetapi, urusan dunia bu lim yang tiada habis-habisnya, rasanya tidak berarti apa-apa lagi bagi Lie Cun Ju. Di saat ketujuh orang itu terlibat pertarungan sengit, diam-diam Lie Cun Ju meng-undurkan diri. Dia ingin mencari jejak Tao Ling. Namun, belum sempat dia mengundurkan diri terlalu jauh, meskipun dirinya sudah berada di dalam gerombolan rerumputan yang lebat sehingga dia tidak dapat lagi melihat pertarungan yang sedang berlangsung, namun suara yang berkumandang dari tempat itu dapat terdengar dengan jelas

Dia mendengar I Ki Hu mengeluarkan suara siulan yang panjang sekali. Nada siulannya juga tinggi sekali sehingga melintasi udara terbuka. Dan belum lagi suara siulan itu lenyap, dari tempat yang tidak begitu jauh terdengar sahutan yang berupa siulan juga. Hal itu membuktikan bahwa suara siulan yang terdengar tadi merupakan kode rahasia antara I Ki Hu dengan seseorang. Memang tidak salah, sebab saat itu juga terdengar I Ki Hu berteriak dengan suara lantang.

"Hu jin, cepat kau kemari!"

"Aku datang segera!" Ternyata suara Tao Ling.

Padahal Lie Cun Ju memang ingin mencari Tao Ling. Setelah mendengar suara gadis pujaannya itu, tentu saja perasaannya terguncang. Sedangkan suara Tao Ling yang sebelumnya agak jauh sekarang sudah semakin dekat. Tampaknya tujuan gadis itu memang tempat pertarungan ketujuh orang tadi. Tubuh Lie Cun Ju langsung berkelebat, dia segera menghambur ke depan.

Setelah berlari kurang lebih tiga-empat depa. Dia sudah dapat melihat gerakan tubuh Tao Ling yang laksana terbang. Gadis itu sedang melesat ke depan. Lie Cun Ju tidak ingin kehilangan kesempatan itu. Kakinya menghentak di atas tanah, hawa murninya dihimpun, tubuhnya mencelat ke udara dan baru setengah jalan, dia berjungkir balik dua kali lalu melayang lurus ke depan untuk menghadang di depan Tao Ling.

Lie Cun Ju yakin, apabila Tao Ling sampai di arena pertempuran, mau tidak mau gadis itu pasti terlibat dalam pertarungan itu. Dan Lie Cun Ju tidak ingin hal itu sampai terjadi. Karena dengan demikian, hilang lagi kesempatannya untuk berbincang- bincang dengan Tao Ling. Itulah sebabnya dia menghalangi Tao Ling mendatangi tempat pertempuran.

Tetapi, karena dilanda kepanikan, Lie Cun Ju mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menyusul Tao Ling. Dia lupa racun hawa im dalam tubuhnya belum sirna, hanya tertahan sementara oleh tenaga dalam Coan Lun hoat ong. Sedangkan dia sendiri juga harus menjaga diri baik-baik. Jangan sampai racun hawa im dalam tubuhnya membuyar kembali. Apabila terjadi demikian, maka lukanya bisa bertambah parah.

Karena panik ingin mencegah Tao Ling, Lie Cun Ju tidak mengerahkan hawa murninya untuk mendesak racun hawa im di bawah ketiaknya. Baru saja dia berlari melesat ke depan beberapa depa, tiba-tiba dadanya terasa pengap. Mula-mula matanya berkunang-kunang kemudian menggelap. Hawa murni dalam tubuhnya terlepas dari kendali, tubuhnya yang sedang melayang di tengah udara jatuh terhempas di atas tanah.

Pada saat itu, tubuh Lie Cun Ju mencelat keatas kurang lebih satu depaan. Setelah terhempas di atas tanah, dia berusaha untuk bangkit kembali. Tetapi dia tidak sanggup lagi. Lie Cun Ju melihat Tao Ling terus berlari ke depan. Hatinya semakin panik.

Bergegas dia mengerahkan segenap kemampuannya untuk berteriak. "Ling . . . moay!" teriaknya.

Gerakan tubuh Tao Ling melambat, kemudian dia membalikkan tubuhnya, tepat di saat Lie Cun Ju jatuh di atas tanah.

Tao Ling jadi tertegun. Dia berniat menghambur kembali untuk melihat keadaan Lie Cun Ju.

"Hu jin!" teriak I Ki Hu.

Dengan perasaan bingung, Tao Ling mengiakan sekedarnya.

"Mengapa kau masih belum datang juga, hu jin? Apakah telah terjadi sesuatu padamu?" teriak I Ki Hu kembali.

Belum lagi Tao Ling memberikan jawaban, lie Cun Ju sudah memberontak. "Tao . . . kouwnio ... ke ... ma ... ri ... lah!"

Tao Ling berdiri di tempatnya persis seperti sebuah patung. Lie Cun Ju sedang memanggilnya, I Ki Hu juga sedang memanggilnya. Kalau menurut keinginan hatinya, tentu dia akan berlari menghampiri Lie Cun Ju untuk melihat keadaannya. Tapi, di pihak yang lain, dia sudah menjadi istri I Ki Hu. Bagaimana pun dia harus menuruti perkataannya.

Tampak Tao Ling berdiri tanpa bergeming sedikit pun karena perasaannya diliputi kebimbangan untuk mengambil keputusan yang tepat. Sedangkan keadaan Lie Cun Ju saat itu sudah kritis sekali. Kepalanya pusing tujuh keliling. Pandangan matanya berkunang-kunang seakan-akan ada ribuan bintang di depan pelupuk matanya. Dia merasa tubuhnya seperti berada di tempat yang tinggi sekali dan diayun-ayunkan dengan cepat. Dia tahu apa yang dirasakannya disebabkan karena racun hawa im sudah membuyar, persis seperti saat dia terkena tepukan I Ki Hu. Malah boleh dibilang lukanya jauh lebih parah dari sebelumnya.

Lie Cun Ju menyadari bahwa kemungkinan saat itu dia harus mengorbankan selembar jiwanya di perkampungan keluarga Sang. Pada saat itu, sebetulnya lie Cun Ju sudah menganggap kematian bukanlah hal yang patut disesalkan. Namun masih ada satu hal yang terus menggelayuti pikirannya. Yakni, mengapa Tao Ling meminta ia meninggalkannya dan melupakannya. Sebetulnya apa sebabnya? Itulah sebabnya, Lie Cunn Ju terns memberontak. Namun suaranya sudah semakin melemah. Matanya menatap bayangan tubuh Tao Ling yang samar-samar.

"Tao ... kouw .. . nio, benarkah . . . kau tidak . . . sudi . . . datang kemari?"

Sedangkan saat itu, perasaan hati Tao Ling bukan main perihnya. Mendengar kata-kata Lie Cun Ju, hatinya seperti disayat-sayat oleh pisau yang tajam. Air matanya tidak tertahankan lagi, tubuhnya bergetar. Tao Ling menangis tersedu-sedu dan akhirnya kalah dengan perasaannya sendiri. Perempuan itu membalikkan tubuhnya dan menghambur ke arah Lie Cun Ju. Dia menelungkup di atas dada pemuda itu dan menangis sesenggukan.

"Cun Ju," ucap Tao Ling.

Pikiran Lie Cun Ju sudah setengah sadar setengah tidak. Dia merasa bulir-bulir air mata Tao Ling yang sebesar kacang kedelai menetes membasahi wajahnya. Dengan susah payah pemuda itu berusaha membuka matanya. Dia melihat mata Tao Ling yang bening, seperti sungai sedang dilanda banjir. Tetapi wajahnya masih ditutup dengan sehelai cadar.

Dengan gemetar Lie Cun Ju mengulurkan tangannya "Ling . . . moay, a ... khirnya kau . . . datang ... ju ... ga."

Tao Ling masih sesenggukan. Tidak ada sepatah kata pun yang sanggup diucapkannya. Ta-ngan Lie Cun Ju perlahan-lahan mendekati wajah perempuan itu.

"Ling . . . moay . . . ijin . . . kan ... a ... ku me ... lihat ... mu ... seka ... li lag ... gi!"

Sembari berbicara, tangan Lie Cun Ju yang gemetar semakin mendekat. Maksudnya ingin me-nyibak cadar di wajah itu. Tetapi ketika jari tangan pemuda itu baru menyentuh kain cadar, Tao Ling seperti orang yang tiba-tiba dipatuk ular berbisa.

Cepat-cepat dia memalingkan wajah.

"Ling moay, kau . . ." teriak Lie Cun Ju dengan nada pilu.

Tao Ling berjongkok di sampingnya dengan sepasang tangan mendekap wajahnya. Tepat pada saat itu, terdengar I Ki Hu berteriak kembali."Hu jin, apa yang sedang kaulakukan?" teriaknya.

Tiba-tiba Tao Ling bangkit dari jongkoknya. Matanya memandang Lie Cun Ju sekejap. Dia melihat wajah Lie Cun Ju yang pucat pasi, nafasnya sudah demikian lemah. Tao Ling menarik nafas panjang-panjang. Dia tidak memberi sahutan atas teriakan I Ki Hu tadi. Seakan-akan dalam sesaat dia sudah mengambil keputusan. Dia membungkukkan tubuhnya, diangkatnya Lie Cun Ju ke atas pundaknya, kemudian dibawanya berlari meninggalkan tempat itu.

Lie Cun Ju mendengar suara angin yang berkesiur. Kepalanya terasa pusing tujuh keliling. Dia juga tidak tahu di mana dirinya sekarang berada. Sesaat kemudian, baru terasa Tao Ling menghentikan gerakan kakinya. Begitu terhenti, dia pun tidak ingat apa-apa lagi.

Entah berapa lama sudah berlalu, perlahan-lahan Lie Cun Ju baru tersadar kembali. Tampak keadaan di hadapannya begitu remang-remang. Ada sesosok bayangan yang bersandar di samping tubuhnya. Suara nafasnya dapat terdengar oleh Lie Cun Ju.

Lie Cun Ju masih juga tidak mengetahui di mana dirinya berada. Dia berusaha menggeleng-kan kepalanya beberapa kali.

"Ling moay, kaukah itu?"

Bayangan itu tiba-tiba saja memutar dan menghadap ke luar. Tidak ada sahutan sedikit pun. lie Cun Ju merasa tubuhnya demikian lemas sehingga tidak ada tenaga sedikit pun untuk bergerak. Dipaksakannya dirinya untuk mengatur pernafasan. Dia baru merasakan nyaman. Racun hawa im yang diselusupkan I Ki Hu ke dalam tubuhnya seperti tiba-tiba menghilang entah kemana.

Diam-diam Lie Cun Ju merasa heran. Karena dia tahu tenaga dalam I Ki Hu sudah mencapai taraf yang tinggi sekali, racun hawa im yang didesak ke dalam tubuhnya tidak mudah dipunahkan. Tetapi sekarang dia justru tidak merasakan apa-apa.

Sungguh suatu hal yang tidak masuk akal. Lie Cun Ju merenung sejenak. "Ling moay, mengapa kau diam saja?"

Lie Cun Ju menyapa dua kali berturut-turut. Tampak bayangan itu meninggalkan dirinya. De-ngan terhuyung-huyung bayangan itu berdiri, lalu berjalan menuju luar goa.

Ketika bayangan itu berdiri, Lie Cun Ju sudah yakin orang itu memang Tao Ling. Pada saat itu tubuhnya belum dapat bergerak sedikit pun, dia hanya dapat memanggil dengan suara lirih.

"Ling moay! Ling moay!" panggilnya.

Tapi Tao Ling seperti tidak mendengar panggilannya, kakinya tetap melangkah ke depan. Kalau melihat langkah kakinya ketika berjalan, mirip dengan orang yang mabuk berat.

Lie Cun Ju sama sekali tidak tahu apa yang terjadi ketika ia tidak sadarkan diri. Semuanya membingungkan. Karena itu dia juga tidak tahu mengapa langkah kaki Tao Ling bisa seperti orang mabuk.

Hati Lie Cun Ju merasa penasaran. Dia melihat Tao Ling berdiri di mulut goa dengan sebelah tangan menumpu dinding goa itu. Perlahan-lahan pemuda itu menolehkan kepalanya. Meskipun keadaan di dalam goa gelap gulita, tetapi dia masih dapat melihat kalau sepasang mata Tao Ling menyorotkan sinar yang ganjil.

Dengan mengerahkan seluruh tenaganya Lie Cun Ju memberontak untuk bangkit. Tetapi meskipun bagaimana dia berusaha, tetap saja kekuatannya tidak ada. Bahkan jari tangannya pun tidak sanggup diangkat. Keadaannya saat itu, seperti tertotok jalan darah lemasnya oleh seseorang.

Baru saja Lie Cun Ju ingin memanggil kembali, tiba-tiba dia mendengar mulut Tao Ling mengeluarkan suara rintihan. Tubuhnya terhuyung-huyung……Bluk!

Ternyata Tao Ling terjatuh. Perasaan Lie Cun Ju bukan main paniknya. Namun dia tidak tahu apa yang dilakukan. Rasa terkejutnya jangan ditanyakan lagi.

"Ling moay, kenapa kau?" teriak Lie Cun Ju.

Lie Cun Ju terus memanggil, sampai setengah kentungan lamanya, tapi Tao Ling tetap terkulai di depan mulut goa.

Lie Cun Ju semakin bingung. Akhirnya dia hanya dapat memaksakan perasaannya agar te-nang. Perlahan-lahan ia pejamkan matanya, diaturnya pernafasannya, dan diedarkannya hawa murninya ke dalam seluruh tubuh. Dia berharap dengan demikian dia dapat bergerak serta dapat berjalan ke mulut goa untuk melihat apa yang terjadi pada diri Tao Ling.

Begitu dia mengedarkan hawa murninya, seluruh tubuhnya langsung terasa nyaman. Tenaga dalamnya dengan deras menerjang ketujuh puluh dua jalan darah dalam tubuhnya. Sampai dia merasa adanya cahaya yang menembus ke dalam goa, dia langsung berteriak sekeras-kerasnya kemudian mencelat bangun. Gerak geriknya sudah tidak beda dengan orang yang sehat.

Setelah berhasil mencelat bangun, Lie Cun Ju langsung menghambur ke mulut goa. Tampak di luar goa, cahaya keemasan mulai menyinar, tanda hari sudah menjelang pagi. Dia juga tidak sempat memperhatikan keadaan di sekitarnya. Bergegas dia menengok keadaan Tao Ling.

Tampak sepasang mata Tao Ling memejam erat-erat. Nafasnya lemah sekali. Lie Cun Ju men-julurkan tangannya. Dia menggenggam pergelangan tangan Tao Ling. Tetapi baru saja tangannya menyentuh kulit perempuan itu, hatinya langsung tercekat.

Rupanya pergelangan tangan Tao Ling dingin sekali seperti bongkah batu es. Keadaan seperti itu persis seperti orang yang terserang racun hawa im.

Saat itu juga, Lie Cun Ju sudah bisa menebak kira-kira apa yang terjadi pada dirinya.

Tentunya Tao Ling membawa lari dia dari perkampungan keluarga Sang. Kemudian diletak-kannya di goa itu. Tao Ling menotok jalan darah lemasnya lalu menggunakan tenaga dalamnya menyedot racun hawa im dari tubuhnya sehingga menyalur ke tubuh perempuan itu sendiri.

Itulah sebabnya dia mendapatkan dirinya sudah pulih seperti sedia kala. Tapi Tao Ling justru menggantikannya menerima racun hawa im itu. Dan karena racunnya kambuh, Tao Ling tidak sanggup mempertahankan diri lalu terkulai pingsan di mulut goa. Membayangkan sampai di sini, perasaan Lie Cun Ju seperti disayat sembilu. Air matanya mengalir dengan deras.

"Ling moay, utuk apa kau nielakukan semua ini? Aih! Untuk apa kau melakukan semua ini?" gumamnya.

Sembari berbicara, dia menggendong tubuh Tao Ling. Perlahan-lahan dia berjalan keluar goa. Tampak di bawah sana air laut beriak-riak. Dia sendiri berada di pinggir jurang yang terjal tingginya puluhan depa. Di bawahnya terdapat lautan yang luas.

Lie Cun Ju teringat tiga tahun yang lalu, ketika perahu yang ditumpangi mereka terbelah menjadi dua bagian. Setelah itu dia bertemu dengan Tao Ling di sebuah pulau yang tandus. Mengingat hal itu, perasaannya semakin sedih. Perlahan-lahan dia menurunkan Tao Ling di atas rerumputan. Pada saat itu matahari sudah mulai terbit.

Lie Cun Ju menjulurkan tangannya untuk menyingkap cadar penutup wajah Tao Ling.

Saat itu juga, perasaannya langsung tertegun, tanpa dapat dipertahankan lagi dia menyurut mundur satu langkah.

Tadinya Lie Cun Ju bermaksud menyingkap dulu cadar di wajah Tao Ling baru menyadarkan-nya. Apabila Tao Ling benar-benar menyedot hawa im di tubuhnya, tentunya jiwa perempuan itu sulit diselamatkan lagi. Seandainya mereka berdua sama- sama menceburkan diri ke dalam lautan yang ganas, rasanya tidak ada yang perlu disesalkan lagi.

Tetapi, begitu Lie Cun Ju menyingkap cadar penutup wajah Tao Ling, kemudian memper-hatikannya, dia langsung terkejut setengah mati. Rupanya yang ada di balik cadar itu bukan wajah Tao Ling, malah selembar wajah yang tidak ada miripnya dengan manusia normal!

Tampak di atas wajah itu penuh dengan garis-garis urat berwarna merah, boleh dibilang seluruh wajah itu dipenuhi dengan urat merah yang bertonjolan, seperti ada puluhan ekor ulat yang menempel di wajah itu. Begitu jeleknya sehingga sukar dilukiskan dengan kata-kata.

Dengan termangu-mangu Lie Cun Ju berdiri beberapa saat. Dia teringat kembali semua yang berkaitan dengan pertemuan mereka. Dia teringat kembali ketika dia ingin melihat wajah Tao Ling, tetapi ketika ujung jari tangannya baru menyentuh cadar penutup wajahnya, Tao Ling langsung memalingkan kepalanya. Sekarang, boleh dibilang dia sudah mengerti apa sebabnya.

Selama tiga tahun menghilang dari dunia kang ouw, Tao Ling tentu mengalami suatu hal yang mengerikan. Itu pula yang menyebabkan selembar wajahnya jadi cacat sedemikian rupa.

Sekarang dia juga mengerti mengapa Tao ling menolak ketika ia mengajaknya hidup bersama-sama di kuil Ga tang. Lie Cun Ju memandangi selembar wajah Tao Ling yang mengerikan itu. Lambat laun, dia mulai dapat melihat sebongkah hati Tao ling yang sudah melalui berbagai penderitaan dan yang paling penting masih begitu mencintainya.

Mengingat hati Tao Ling yang demikian sempurna tiba-tiba saja dia merasa wajah Tao Ling masih cantik seperti sedia kala. Perlahan-lahan dia membungkukkan tubuhnya dan mengecup sekilas wajah Tao Ling yang tadi sempat membuatnya terkejut setengah mati.

Kemudian, dia mengenakan lagi cadar hitam itu di wajah Tao Ling. Setelah itu termangu-mangu lagi sejenak, akhirnya dia baru menepuk perlahan-lahan jalan darah di ubun-ubun kepala gadis itu.

Jalan darah di ubun-ubun kepala merupakan jalan darah paling ajaib di tubuh manusia yang berhubungan dengan seluruh jalan darah lainnya. Biar bagaimana pun parahnya luka yang dialami seseorang, tetapi asal jalan darah di ubun-ubun kepalanya ditepuk perlahan-lahan, kesadarannya dapat pulih kembali. Namun tentu saja tidak untuk jangka waktu yang panjang. Hal itu seperti pertolongan daruat pada saat yang kritis.

Setelah jalan darah di kepalanya ditepuk oleh Lie Cun Ju, Tao Ling mengeluarkan suara rintihan dari mulutnya dan perlahan-lahan membuka matanya. Lie Cun Ju menggenggam tangan perempuan itu erat-erat. Dalam hati Lie Cun Ju, Tao Ling masih seorang gadis cilik seperti pertama kali mengenalnya dulu.

Ketika membuka matanya, Tao Ling mendapatkan Lie Cun Ju bersimpuh di sampingnya dan sedang menggenggam tangannya erat-erat. Tubuh Tao Ling langsung tergetar.

"Ling moay, buat apa kau melakukan hal ini?" kata Lie Cun Ju cepat.

Tao Ling tertawa getir. Dia memejamkan matanya kembali untuk mengatur pernafasannya.

"Cun Ju, aku . . . toh tidak ada ar . . . tinya lagi . . . hidup ... di ... dunia ini, kau tidak . .

. perlu mem . . . perduli . . . kan aku!" Lie Cun Ju tersenyum.

"Ling moay, kau tidak usah mengatakan apa-apa lagi. Kalau kau masih berbicara terus, aku akan menyedot kembali racun hawa im yang ada dalam tubuhmu."

Sepasang mata Tao Ling mulai menyiratkan senyuman. "Kau . . . masih saja nakal seperti dulu. Benar-benar . . ."

Lie Cun Ju membungkukkan tubuhnya lalu dipondongnya tubuh Tao Ling. Perlahan- lahan dia berjalan ke depan.

"Kemana kau akan membawa aku?" tanya Tao Ling cepat. "Tempat yang aku katakan sebelumnya. Asal sudah sampai di sana, lukamu pasti akan sembuh. Kita juga bisa melewati seumur hidup dengan tenang."

Tao Ling berusaha memberontak.

"Ti . . . dak, Cun Ju. Aku . . . tidak bisa."

Lie Cun Ju berusaha menenangkan perasaan hatinya sendiri.

"Ling moay, semuanya sudah aku ketahui. Kau tidak perlu menolak permintaanku!" kata Lie Cun Ju dengan tenang.

Tao Ling tertegun.

"A ... pa yang kau ketahui? Bagaimana mungkin?"

Sinar matanya masih menyorotkan perasaan hatinya yang bingung. Lie Cun Ju tersenyum kembali.

"Ling moay, tadi aku sudah menyingkap cadar penutup wajahmu." Tao Ling menarik nafas panjang.

"Cun Ju, kau salah."

Saat itu, ganti Lie Cun Ju yang merasa bingung. Langkah kakinya pun terhenti.

"Apakah ... bukan karena wajahmu yang cacat maka kau tidak bersedia hidup bersama denganku?"

Tao Ling memaksakan dirinya turun dari pondongan Lie Cun Ju dan bersandar di sebuah batu besar.

"Bukan karena wajahku ini." Perasaan Lie Cun Ju jadi gelisah.

"Ling moay, katakanlah, kalau begitu, karena apa?"

Tao Ling menundukkan kepalanya. Tiba-tiba dia tertawa terbahak-bahak.

"Cun Ju, biar bagaimana pun aku toh tidak bisa hidup lebih lama lagi. Lebih baik tidak usah dibicarakan saja."

Begitu paniknya Lie Cun Ju sampai-sampai dia menghentakkan kakinya di atas tanah keras-keras.

"Baik, tidak kau katakan juga tidak apa-apa. Pokoknya aku akan membawamu ke kuil Ga tang. Di sana pasti ada cara untuk menyembuhkanmu. Paling-paling seluruh kepandaianmu akan musnah. Tapi kita toh tidak bermaksud terjun lagi ke dunia kang ouw. Kita justru dapat melewati seumur hidup kita dengan tenang." Tao Ling tertawa terkekeh dua kali. Suaranya keras sekali sehingga seperti orang yang sudah tidak waras.

"Kau benar-benar keras kepala, baiklah . . . aku akan mengatakannya kepadamu."

Lie Cun Ju benar-benar tidak habis pikir mengapa Tao Ling tidak bersedia hidup bersamanya.

"Katakanlah," sahut Lie Cun Ju cepat.

Tao Ling kembali menarik nafas panjang dan mengeluh pendek.

"Aih! Jangankan sekarang aku ini boleh dibilang sudah menjadi setengah manusia setengah setan, lagipula aku juga sudah menjadi istri orang. Bagaimana mungkin a ... ku ..."

Lie Cun Ju tidak memberinya kesempatan untuk meneruskan kata-katanya. Bibirnya me-nyunggingkan seulas senyuman.

"Ling moay, semua itu aku sudah tahu. Apakah masih ada hal lainnya?" Tao Ling menatapnya beberapa saat.

"Lagipula, sekarang . . . aku sudah mengandung empat bulan."

Mungkin apabila saat itu ada geledek yang menyambar, Lie Cun Ju tidak akan begitu terkejut. Kata-kata itu diucapkan oleh Tao Ling demikian tenangnya, tetapi Lie Cun Ju hampir tidak percaya dengan pendengarannya sendiri. Untuk sekian lama dia termangu-mangu, tidak ada sepatah kata pun yang sanggup diucapkannya.

Terdengar Tao Ling meneruskan ucapannya.

"Meskipun aku menikah dengan I Ki Hu karena terpaksa, tapi anak di dalam perut ini, bagaimana pun merupakan darah dagingku sendiri. Meskipun belum lahir, aku sudah merasakan bahwa dia akan menjadi satu-satunya orang yang paling dekat denganku. Coba kau katakan, bagaimana aku tega membiarkan dia terlahir tanpa seorang ayah."

Berkata sampai di situ, dia menghentikan kata-katanya sejenak.

"Walaupun ayahnya bukan seorang ayah yang baik, tetapi dia tetap harus mempunyai seorang ayah!"

Untuk sesaat saja, Tao Ling sudah berbicara demikian banyak. Perasaan hati Lie Cun Ju pun sudah mulai tenang kembali. Dia tersenyum lembut.

"Ling moay, kalau kau demikian menyayangi anakmu, mengapa kau sampai hati membiarkan dia tumbuh besar di bawah asuhan seorang ayah yang jahat? Coba kau bayangkan, akan menjadi manusia seperti apa anakmu nanti?" Tao Ling menarik nafas panjang.

"Meskipun ini bukan kemauanku, tapi semuanya sudah kepalang tanggung." Lie Cun Ju tersenyum.

"Mengapa kau bisa berkata demikian? Sekarang anak ini toh belum terlahir, mana mungkin dia tahu siapa ayah kandungnya? Ling moay, permintaanku tetap tidak berubah. Ikutlah aku tinggalkan tempat ini!"

Tao Ling yang mendengar perkataan Lie Cun Ju, langsung termangu-mangu. Dia seakan tidak menduga kalau cinta Lie Cun Ju terhadap dirinya sedemikian tulus dan dalam. Biarpun telah terjadi perubahan yang bagaimana besarnya atas dirinya, cintanya tetap tidak berubah.

Ketika Tao Ling berdiri dengan termangu-mangu, Lie Cun Ju memperhatikan cadar penutup wajahnya lekat-lekat. Tampak cadar itu bergerak-gerak. Dari sorotan sinar matanya, dapat diduga bahwa dia sedang tersenyum. Senyumannya begitu manis, karena dia tahu di dunia ini ada orang yang demikian tulus mencintainya.

Lie Cun Ju tahu hati Tao Ling sudah mulai tergerak, dia segera maju ke depan satu tindak dan membungkukkan tubuhnya sedikit.

"Ling moay, sudah waktunya kita berangkat."

"Baiklah. Di mana sebetulnya letak kuil Ga tang yang kau katakan itu?"

Baru saja Lie Cun Ju ingin menceritakan keadaan kuil Ga tang, tiba-tiba . . . dari balik sebongkah batu besar terdengar suara tarikan nafas seseorang.

Pada saat itu, Tao Ling sendiri sedang duduk bersandar di sebuah batu besar itu. Tubuhnya tidak dapat bergerak sedikit pun. Tetapi, begitu mendengar suara tarikan nafas itu, dirinya terlonjak seketika. Lie Cun Ju yang mendengar suara tarikan nafas itu juga langsung tergetar. Cepat-cepat dia memapah Tao Ling agar berdiri berdampingan dengannya.

Suara tarikan nafas itu terdengar mengenaskan sekali. Seakan orang yang menarik nafas panjang itu sedang menderita hatinya. Namun bagi pendengaran Tao Ling dan Lie Cun Ju, justru demikian mengejutkan.

Karena mereka berdua dapat mengenali bahwa suara tarikan nafas itu keluar dari mulut Gin Leng Hiat Ciang I Ki Hu!

Ternyata memang benar. Ketika Lie Cun Ju memapah bangun Tao Ling, dari balik sebongkah batu besar itu tampak bayangan berkelebat, perlahan-lahan I Ki Hu berjalan keluar dengan wajah masih tertutup sehelai cadar.

Begitu muncul dari balik batu besar itu, jarak antara I Ki Hu dengan mereka berdua masih ada dua depaan. Sepasang mata menyorotkan kepiluan. Perlahan-lahan dia melangkah ke depan dua tindak. Lie Cun Ju merasakan ada semacam kekuatan yang terpancar dari I Ki Hu yang terus mendesak mereka berdua. Karena itu dia terus menyurut mundur.

Pada saat itu, mereka berdua memang tidak jauh dari tepi jurang yang terjal. Karena mundur berkali-kali, maka mereka tidak bisa mundur lagi. Mereka sudah berada di tepian jurang.

Lie Cun Ju menoleh ke belakang, di bawahnya, kurang lebih dua puluh depaan, tampak ombak laut bergulung-gulung. Timbul buih-buih putih di permukaan air yang kemudian memercik seperti bunga api. Lie Cun Ju hanya melihat sekilas, kemudian dia menolehkan kepalanya.

"I sian sing, kalau kau maju lagi satu langkah. Kami berdua akan menceburkan diri ke dalam lautan yang bergelombang itu."

Padahal, setelah melangkah dua tindak, I Ki Hu juga tidak mendesak lebih jauh lagi.

"Hu jin, ada beberapa hal yang ingin kutanyakan kepadamu," kata I Ki Hu dengan nada datar.

Tao Ling menarik nafas panjang dan berdiam diri cukup lama "Katakanlah," sahutnya.

I Ki Hu menundukkan kepalanya.

"Hu jin, tempo hari, ketika berada di gurun pasir, aku pernah mengatakan, kalau kau memang ingin meninggalkan aku, silakan. Tetapi mengapa saat itu kau malah bersedia mengikuti aku menuju sebelah barat Gunung Kun Lun san?"

Mendengar pertanyaan suaminya, Tao Ling jadi terdiam.

Pada saat itu, dia tidak pernah lupa dengan kematian kedua orang tuanya, dia bersedia mengikuti I Ki Hu menuju sebelah barat Gunung Kun Lun san, karena dia yakin bisa menemui Hek Tian mo Cen Sim Fu di tempat itu. Dengan demikian dia bisa membalas kematian kedua orang tuanya.

I Ki Hu menarik nafas panjang. "Hari itu, kau tidak pergi meninggalkan aku adalah atas kehendakmu sendiri. Sekarang di dalam perutmu sudah ada benihku, darah dagingku, aku tidak akan membiarkan kau pergi lagi."

Tao Ling mendongakkan kepalanya menatap Lie Cun Ju sekilas.

"I sian sing," kata Lie Cun Ju. "Sejak awal hingga akhir, Tao Ling tidak menaruh rasa cinta sedikit pun terhadapmu. Kau bisa menahan orangnya, tapi kau tidak bisa mendapatkan hatinya, apa artinya bagimu?"

Kata-kata itu tepat menusuk isi jantung I Ki Hu. Dulu I Ki Hu pernah mempunyai keinginan untuk membiarkan Tao Ling meninggalkannya, bukan karena perasaannya atau hatinya baik, tetapi karena dia tahu Tao Ling tidak mencintainya. Boleh dibilang harga dirinya terluka oleh sikap Tao Ling itu. Tiga tahun lamanya mereka bersama-sama, siapa pun di antara mereka tidak ada yang mengungkit urusan itu lagi.

Dalam pandangan I Ki Hu, sejak wajahnya menjadi cacat, perasaan Tao Ling sudah hambar dan pasrah. Tetapi tak disangka perkembangannya bisa jadi begini. Tao Ling tetap tidak mencintainya. Dengan demikian sekali lagi batinnya terpukul karena dirinya yang beranggapan dia seorang manusia yang tiada tandingannya di dunia ini. Setelah termangu-mangu sesaat, dia mendongakkan wajahnya dan tertawa terbahak- bahak.

"Biar bagaimana pun, pokoknya dia tidak boleh meninggalkan aku lagi." Kaki Lie Cun Ju melangkah mundur setengah tindak lagi.

"Kalau I sian sing tetap mendesak, kami terpaksa memilih terjun ke dalam jurang”.

I Ki Hu tetap tidak bergeming sedikit pun. Tiba-tiba tubuh si Raja Iblis bergerak. Seperti segumpal asap dia menerjang kepada mereka berdua.

Gerakan I Ki Hu begitu mendadak, juga bukan main cepatnya. Jarak di antara mereka masih ada dua depaan, tetapi sekali melesat, tubuhnya sudah sampai.

Lie Cun Ju juga sejak semula sudah menduga, I Ki Hu pasti tidak akan membiarkan mereka lolos begitu saja. Jadi, ketika dia mengatakan ingin menceburkan diri ke dalam laut, tangannya sudah saling menggenggam erat-erat dengan tangan kanan Tao Ling.

Tao Ling juga sudah tahu maksud hatinya. Mereka memang sudah mengadakan persiapan.

Begitu I Ki Hu melancarkan sebuah pukulan, tangan Lie Cun Ju langsung melingkar dan me-meluk pinggang Tao Ling. Sepasang kakinya menutul di atas tanah dan mencelat ke belakang.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar