Pendekar Pengejar Nyawa Jilid 43

Jilid 43

Untungnya bagian atas dari almari ini ada lubang-lubang bikinan yang mendekuk sehingga orang yang terkurung didalamnya tak sampai mati kehabisan napas, namun demikian hukuman yang lain dari lain ini sungguh tak enak rasanya.

Jikalau Im Ki tak mengambil pakaian, Coh Liu-hiang akan selamanya terkurung didalam almari bagai terkurung didalam penjara batu yang gelap, sebaliknya kalau Im Ki membuka almari mengambil pakaian, maka jejaknya bakal konangan.

Disaat Coh Liu-hiang kebingungan tiba-tiba didengarnya Im Ki berkata: "Kalau toh aku sudah bersumpah takkan kembali ke Sin-cui-kiong, kenapa sekarang kau kemari lagi ? nada suaranya kedengaran penuh diresapi kebencian, semula Coh Liu-hiang melengak dan kaget, namun cepat sekali dia sudah maklum ternyata dia sangka yang terkunci didalam lemari ini adalah Hiong niocu.

memang Im Ki tak tahu, yang terkunci dalam almari bukan Hiong-niocu karena dia berpendapat kecuali Hiang niocu, dalam dunia ini pasti takkan ada orang kedua yang mampu menyelundup masuk kedalam kamar tidurnya.

Coh Liu-hiang sendiri tak tahu apa perlu dirinya memecahkan teka teki ini, maka dalam waktu dekat dia mandah tutup mulut saja.

"Ternyata kau sudah tahu" demikian Im Ki berkata lebih lanjut. "Aku tak akan sudi melihatmu lagi."

Coh Liu-hiang membatin "Tak heran" begitu dia tahu dalam almari ada orang dia lantas menguncinya dari luar, kiranya karena dia sudah tidak mau berhadapan lagi dengan Hiong Nio- cu."

Im Ki berkata lebih lanjut:

"Tahukah kau kenapa aku suruh Kionglam Yan melihatmu, dia masih bocah kenapa kau harus menodai dia ? Memangnya kau hanya mencelakai dia ? Memangnya belum cukup kau menelantarkan dan membuat aku kapiran?"

Coh Liu-hiang tidak berani bicara, namun dia hanya menghela napas.

"Tak perlu kau menghela napas jangan pula bermain main mulut untuk menipuku selamanya aku takkan memaafkan kau, tentunya kau sendiripun maklum." sampai di sini tiba-tiba suaranya berubah beringas

"Kalau kau sudah melanggar sumpahmu sendiri, berani datang kemari pula, maka akupun tidak perlu menghargai hubungan kita masa lalu."

Coh Liu-hiang sedang mengingat ingat suara dan nada bicara Hiong Niocu, akhirnya dia berkata meniru logat orang: "Kau ingin aku mati didalam sini?" dia tahu tiruannya belum tentu mirip, tapi Im Ki sudah beberapa tahun tak bertemu dengan Hiong-nicou suara bicara orang kadang kala bisa berubah mengikuti tumbuhnya usia seseorang. Maka ia mengharapkan Im Ki tak bisa membedakan akan tiruan suaranya.

Benar juga Im Ki seperti tidak memperhatikan, katanya dengan tertawa dinging: "Memangnya kau kira aku akan melepasmu pergi begitu saja seperti dulu itu ?"

"Tapi... tapi tentunya kau masih sudi memberi kesempatan supaya aku dapat melihatmu untuk penghabisan kali."

Im Ki menepekur lama, katanya kemudian: "Kenapa kau masih ingin melihatku ?" "Karena aku ..."

"tak usah kau omong lagi." damprat Im Ki bengis "Apapun yang kau katakan aku takkan percaya."

"apakah kau tahu setelah berhadapan dengan aku, maka kau takkan tega membunuhku ?" setiap patah kata yang diucapkan telah dia pertimbangkan lebih dulu, tak berani dia mengucapkan sepatah katapun yang keliru. tahu untuk memancing keinginan Im Ki untuk melihat dirinya, Im Ki semakin tak mau menemuinya.

Betul juga Im Ki segera menjawab:

"Apapun yang kau katakan, aku sudah berjanji takkan mau menemuimu." "Paling tidak kau memberitahu kepadaku. cara bagaimana kematian anak King."

Kembali Im Ki termenung agak lama, sahutnya rawan: "Selama ini dia tetap tak tahu bila aku ini adalah ibu kandungnya."

"Sudah tentu kau takkan membeber rahasia ini karena kau adalah perempuan suci, perempuan suci mana bisa punya anak ? Sebaliknya demi menepati sumpahku dulu, terpaksa aku ngapusi dia katakan bahwa ibunya sudah lama meninggal."

"Justru karena sikap kita terlalu berkelebihan terhadapnya, mungkin dia mengira ibunya terbunuh oleh aku, maka dia berusaha untuk menuntut balas."

"anak yang harus dikasihani, memangnya tidak tahu bahwa selamanya dia tidak akan punya kesempatan ?"

"Maka dia harus mencari kesempatan" ujar Im Ki, "Sampai Bu Hoa si padri laknat itu kemari, dia tahu Bu Hoa adalah murid siaulim yang punya kepandaian tinggi, pergaulannya di dunia persilatanpun amat luas, maka dia ingin pinjam kekuatan Bu Hoa untuk menghadapi aku, maka tanpa segan-segan dengan kebenciannya dia telah menjual diri kepada Bu Hoa."

Baru sekarang Coh Liu-hiang paham seluruhnya. Memangnya dia sedang heran, Sutow King paling-paling adalah gadis yang masih hijau, meski sudah menanjak dewasa dan mekar asmaranya, belum tentu sampai secabul itu, dengan suka rela dia memasrahkan nasib dirinya menyerahkan kesuciannya ke dalam pelukan Bu Hoa si gundul itu. Baru sekarang Coh Liu-hiang tahu ternyata Sutouw King rela menyerahkan kesuciannya kepada Bu Hoa, memang mempunyai maksud tertentu, jadi keduanya memang sedang memperalat diri masing-masing untuk keuntungan sendiri, keduanya tak mempunyai maksud yang baik.

Berkata Im Ki pula: "Siapa nyana Bu Hoa ternyata hendak memperalat dia untuk mencuri Thian-it-sin-cui, setelah berhasil lantas meninggalkan dia begitu saja, waktu dia sudah bunting, takut aku akan menghukumnya dengan tata tertib perguruan, akhirnya dia nekat bunuh diri." sampai di sini suaranya sudah sesenggukan katanya lebih lanjut lebih pedih: "Dia justru tak tahu apapun yang telah terjadi, aku tak akan membunuhnya, sampai menjelang ajalnya dia... dia masih belum tahu bahwa aku adalah ibu kandungnya sendiri.

Tragedi yang menyedihkan dalam Sin-cui-kiong dan tak diketahui orang luar ini, sampai sekarang terhitung sudah terbeber dengan jelas dan gamblang.

Coh Liu-hiang menghela napas katanya: "Kalau demikian, jadi kau sejak mula sudah tahu akan latar belakang kejadian ini." "Sudah tentu aku tahu." "Lalu kenapa kau harus mencurigai orang lain yang mencuri Thian-it-sin-cui?" "Bahwasanya aku tak pernah mencurigai orang lain, cuma rahasia dari kejadian ini sendiri sekali kali pantang diketahui orang luar, maka terpaksa aku harus mencari orang lain untuk kujadikan kambing hitam" "Lalu siapa yang kau cari?" sengaja Coh liu-hiang ujar bertanya.

Im Ki menjawab: "Coh Liu-hiang!" "Memang tepat orang yang kau cari." Coh Liu-hiang tertawa getir. "memangnya hanya dia satu satunya pilihan, karena hanya orang seperti dia yang mampu melakukan hal itu, kalau aku mencari orang lain, orang orang Kangouw mana mau percaya.

Nadanya kedengarannya tak merasa menyesal malah anggap tindakannya itu cukup memuaskan hatinya.

Tak tertahan Coh Liu-hiang bertanya: "Demi mempertahankan gengsi dan kesucian Sin-cui kiong tanpa segan-segan kau menjadikan orang lain sebagai korbannya?" "Demi gengsi dan kesucian nama Sin-cui-kiong, perbuatan apapun tak segan segannya kulakukan! Tiba-tiba suaranya yang beringas merandek dan berubah pilu dan menghela napas; "Apa lagi kecuali kau laki laki lain didalam pandanganku tak ubahnya seperti anjing buduk, jangan katakan hanya satu Coh Liu-hiang yang menjadi korban, umpama seratus atau seribu apa pula halangannya ?" Coh Liu-hiang menghela napas, ujarnya: "Kalau begitu jadi bukan lantaran dia ingatkan janji maka kau ingin membunuhnya ?"

"benar ia tak datang terang akan mati, apalagi kalau kemari jiwanya takkan terampunkan lagi."

Lama Coh Liu-hiang menerawang tiba-tiba dia bertanya: "Kau masih ingat seorang gadis yang bernama Liu Bu bi?"

"sudah tentu aku masih ingat, dia murid Ciok-koan-im." Suaranya tiba-tiba beringas seperti memburu: "Cara bagaimana kau bisa kenal dia ?"

Coh Liu-hiang tertawa: "tak usah kau merasa cemburu, aku sih tak kenal dia, soalnya belakangan ini dia telah melakukan suatu peristiwa besar yang menggemparkan dunia, karena peristiwa itulah aku mendengar namanya."

"Peristiwa yang menggemparkan ? Peristiwa apa ?" Im Ki menegas "Karena dia minta kau memunahkan racun dalam badannya, maka dia membunuh Coh Liu-hiang."

"memunahkan racun di badannya? Dai terkena racun apa ?" "Memangnya kau tidak tahu ?" Coh Liu-hiang melengak. "Yang terang aku tahu dia tidak terkena racun apa apa !" Kini Coh Liu-hiang betul-betul menjublek. Kiranya semua ini hanya merupakan tipu muslihat Liu Bu-bi sendiri, supaya dirinya kemari masuk perangkap, ternyata terkaannya memang tidak melesat, Liu Bu bi memang murid Ciok Koan-im yan diutus ke Tionggoan untuk menjadi mata matanya, saking naik pitam serasa hampir meledak dan tumpah darah dibuatnya, semula dia terlalu yakin akan diri sendiri selama hidup ini takkan pernah tertipu oleh perempuan, sungguh tidak nyana kali ini dirinya benar benar menjadi korban secara konyol malah.

Tiba tiba Im Ki berkata pula: "Tahukah kau cara bagaimana aku hendak menghadapimu ?" Coh Liu-hiang tertawa getir, sahutnya "Semoga saja kau tidak tenggelamkan almari in di dasar danau." "Kau memang orang yang cerdik, sayang sekali orang pinter sering kebelinger oleh kepintarannya sendiri sehingga melakukan perbuatan yang paling bodoh."

"Memangnya kau benar-benar sudah bertekad tidak mau melihatku lagi untuk penghabisan kali ?"

Lama Im Ki termenung lagi, akhirnya dia tertawa dingin, jengeknya: "Coh Liu-hiang tak perlu kau main-main lagi, setelah kau tahu semua rahasiaku, coba pikir apakah aku bisa melepasmu pulang dengan jiwa masih hidup ?"

Sekujur badan Coh Liu-hiang seketika menjadi dingin, perutnya terasa kecut, katanya menghela napas: "Ternyata kau sudah tahu." Sebetulnya kau memang sudah menipu aku, tapi tidak seharusnya kau katakan bahwa Coh Liu-hiang sudah dibuat mati oleh Liu Bu-bi sudah membunuh Coh Liu-hiang, meski tak dengan tangannya sendiri, hal ini takkan berarti dia siarkan sampai diketahui orang luar. Coh Liu-hiang memang bukan orang baik-baik tapi temannya banyak, memangnya Liu Bu bi tak takut teman temannya itu menuntut balas kepadanya?"

"Memangnya aku selalu rendah menilai dirimu, kau jauh lebih cerdik dan pintar dari apa yang pernah kubayangkan.

"Tapi sebaliknya tak menilaimu terlalu rendah, memangnya aku tahu hanya mengandalkan kekuatan Liu Bu-bi takkan mampu membunuh kau."

Coh Liu-hiang tiba tiba tertawa besar: "Tak heran kau tak berani melepas aku keluar untuk bertanding sampai mati."

"Tak perlu kau membakar kemarahanku, untuk membunuh kau segampang aku membalik tangan, tapi buat apa aku harus mengotori tanganku."

"Tapi jikalau kau tidak melepaskan aku keluar ada sebuah urusan selama hidup takkan bisa kau ketahui lagi."

"Urusan apa ?" tak tertahan Im Ki bertanya, agaknya dia ketarik.

"Kalau Hiong niocu tidak berasa didalam almari ini, lalu dimanakah dia ? Kecuali aku tiada orang lain tahu akan rahasia ini." kedengarannya dia berkata acuh tak acuh, seperti adem-ayem, sebetulnya kedua telapak tangannya sudah berkeringat dingin.

Memangnya hanya hal inilah satu satunya kesempatannya terakhir, dia mengharap seperti pula perempuan lain Im Ki sama menaruh rasa ketarik dan ingin tahu, maka orang akan memaksa dirinya mengatakan rahasia itu.

Asal Im Ki mau melepas dirinya keluar paling tidak dia masih mempunyai setitik harapan, kalau tidak dia bakal terkurung mampus didalam almari ini, selamanya takkan bisa melihat cahaya matahari lagi. Tak nyana bukan saja Im Ki tidak bertanya, malah mulutnya terkancing rapat, sesaat kemudian didengarnya suara alat rahasia berbunyi, agaknya Im Ki sedang membuka salah satu pintu rahasia, disusul terdengar suaranya yang kereng berkata: "Lekas gotong keluar almari itu, tenggelamkan ke dasar danau."

Sungguh sebuah perintah yang aneh: "Kenapa dia menenggelamkan almari pakaiannya sendiri ke dasar danau?" meski curiga murid muridnya tiada yang berani tanya.

Cepat Im Ki mendebarkan: "Suara apapun yang terdengar dari dalam almari, kalian boleh anggap tidak mendengar, tahu tidak?"

Murid muridnya sama mengiakan saja.

Coh Liu-hiang terpaksa tutup mulut dan tak mau bicara lagi. Karena diapun tahu perintah induk air harus diperhatikan dan segera dilaksanakan, apapun yang dia katakan, memprotes atau mencak-mencakpun tak berguna. Dia hanya menyesali nasibnya sendiri yang kurang mujur hari ini.

Perempuan yang tak punya daya tarik atau tak mau mengetahui sesuatu dalam dunia ini jarang ada, ada kalanya seorang lelaki umpama menghabiskan masa hidupnya juga sukar menemukan perempuan macam itu, namun hari ini Coh Liu-hiang justru menemukan.

Almari sudah digotong secara gotong royong oleh murid-murid induk air. Tak lama kemudian air mulai merembes masuk ke dalam almari, lambat laun seluruh badan Coh Liu-hiangpun sudah terendam didalam air. tapi kali ini air tak membawakan rasa segar dan nyaman bagi dia, karena dia sudah insaf tak makan waktu terlalu lama, air ini bakal menamatkan riwayatnya, kulit dagingnya akan membusuk dan tulang tulangnya akan keropos dimakan kutu air. Sejak saat ini Coh Liu-hiang yang terkenal itu bakal lenyap dari percaturan dunia persilatan tenggelam didalam air danau bening ini.

Tak tertahan dia berkeluh kesah dalam hati: "Saudara air, saudara air, selamanya tak pernah aku berbuat sesuatu yang mengecewakan kau, tapi kenapa hari ini kau hendak menyalahi diriku ?"

Sampai detik ini selamanya belum pernah dia meresapi apa itu yang di katakan kecewa dan putus asa. Nah pada detik-detik menjelang ajalnyapun baru dia benar-benar maklum.

Tekanan air dalam almari semakin besar dan berat, walau sekelilingnya serba gelap apapun tak terlihat olehnya, namun dia merasakan bahwa almari ini sudah hampir tenggelam ke dasar dan berada ditengah tengah danau, namun entah mengapa, tekanan air terasa mulai enteng dan berkurang, disusul air mulai mengalir keluar pula dari dalam almari, ternyata almari ini tergotong pula ke dalam kamar tidur induk air.

Terdengar suara Induk air memerintahkan murid muridnya:

"Letakkan saja di sini, kalian keluar semua"

"Blang" almari batu tadi itu kembali menyentuh lantai, kontan badan Coh Liu-hiang bergetar dan tergoncang keras, namun lekas sekali sudah tenang dan kokoh baru pertama kali ini pula betapa senang hati seseorang bila kaki menyentuh bumi kembali.

Setelah murid murid Sin Cui-kiong mengundurkan diri, suasana hening lelap, lama kelamaan terdengar olehnya deru napas Induk air yang semakin memburu seperti gelisah, terang orang sudah tak dapat mengendalikan emosinya lagi. Coh Liu-hiang tertawa katanya keras: "Memangnya aku tahu kau pasti akan merubah niatmu, jikalau aku terbenam mampus, selamanya kau tak akan tahu dimana sebenarnya Hiong niocu sekarang berada ?"

Tak tahan Im Ki bertanya: "Dimana dia ?" "Mungkin sudah mati, atau masih hidup, mungkin jauh di ujung langit, kemungkinan dekat matamu, jikalau kau ingin aku memberitahu kepadamu, hanya ada satu cara saja."

"Agaknya kau ingin supaya aku membebaskan kau ?" "Meski aku ini bukan orang dagang, tapi aku toh tahu untuk berdagang harus adil walau berita ini amat tinggi nilainya, tapi cukup setimpal untuk menebus jiwa seorang Coh Liu-hiang sekali kali aku tidak akan menawarkan harga terlalu tinggi, supaya pembelinya tak usah tawar menawar."

"Kalau kau sudah paham, apa pula yang kau inginkan ?" "Aku hanya ingin kau bebaskan aku, marilah beri kesempatan untuk bertanding secara terbuka dan adil." "Kalau demikian jiwamu pasti melayang." "Kau kira aku takut mati? Aku cuma merasa kematian seperti caraku hari ini, sungguh keterlaluan dan penasaran, hidupku riang gembira, maka akupun ingin mati dengan suka rela dengan hati lapang."

Lama Im Ki bungkam, Coh Liu-hiang menunggu jawabannya.

"Tapi jikalau kau memang tidak berani bertanding dengan aku, akupun tidak memaksa, jikalau aku jadi kau, mungkin akupun tidak akan membebaskan Coh Liu-hiang begitu saja.

Im Ki tetap tidak bersuara, tapi dari luar almari terdengar suara "klik" yang lirih, lalu disusul dengan suara Im Ki berkata dengan nada dingin: "Almari sudah kubuka, silahkan keluar, tapi kau harus ingin betul-betul, setelah kau keluar, bukan saja kematianmu bakal lebih cepat, malah kematianmu teramat mengerikan."

Coh Liu-hiang menghirup napas panjang mulutnya menggumam: "Terima kasih kepada langit dan bumi, berapapun kau ini adalah perempuan juga, belum sampai tidak punya sedikit pun daya tarik terhadap sesuatu yang ingin kau ketahui, jikalau seorang perempuan tidak lagi mau tahu dimana jejak kekasihnya, mungkin dunia ini bakal selalu geger."

"sebetulnya dia sudah mati atau masih hidup? Dimana dia sekarang?"

"Kau mengharap supaya dia sudah meninggal? Atau masih berdoa supaya dia masih tetap hidup" "Kau... " sembari bicara pelan-pelan dia mendorong pintu almari terus melangkah keluar. Bicara sampai detik itu mendadak mulutnya merandek dan menjublek di tempatnya, karena dilihatnya Im Ki yang berdiri dihadapannya sekarang ternyata sudah tidak mirip dengan induk air Im Ki yang pernah dilihatnya tadi.

Induk air Im Ki yang dilihatnya tadi adalah Sin Cui Kiong-cu yang menggetarkan bulim, setiap gerak geriknya yang dan polahnya mengandung kewibawaan dan keyakinan yang besar dan tepat, sehingga orang yang berhadapan dengannya tak berani kurang ajar atau bertingkah laku kurang hormat."

Tapi Im Ki yang dihadapinya ini adalah perempuan lazimnya yang sering dia lihat di dunia ramai, pada sepasang matanya yang bening terang kini sudah diliputi rasa bingung dan kalut, wajahnya yang semula berwibawa dan angker tenang itu kini berubah gugup gelisah, haru dan terlalu emosi, pakaiannya yang inipun sudah kucal, sampaipun kedua jari jari tangannyapun sudah mulai gemetar. Sungguh mimpipun Coh Liu-hiang tak pernah menduga seseorang bisa mengalami perubahan lahiriah dan batiniah secepat itu dalam waktu sependek ini, Sin-cui-kiong cu yang menggetarkan sanubari setiap insan persilatan sekonyong-konyong menjadi perempuan awam yang tak ubahnya dengan perempuan kebanyakan perempuan.

Perubahan ini sungguh luar biasa, susah dibayangkan oleh siapapun, didalam waktu sesingkat ini tekanan derita dan siksaan batin yang dialami mungkin takkan bisa dialami dan dapat dibayangkan oleh orang lain.

Coh Liu-hiang menjadi tak tega, katanya setelah menghela napas: "Sungguh tak nyana cintamu terhadapnya ternyata sedemikian besar sedalam lautan setinggi gunung, jikalau dia bisa tahu sejak sebelum peristiwa ini terjadi, segala kejadianpun takkan berubah begitu cepat, sayang sekali selamanya dia takkan bisa mengetahui lagi."

Dengan kencang Im Ki merenggut dan menggenggam kedua tangannya kencang-kencang, suaranya serak gemetar: "Dia.. dia selamanya sudah..." "Jikalau dia masih tahu dalam dunia ini masih ada orang yang mencintainya ke pati-pati, mungkin sekarang belum lagi ajal jiwanya, namun demikian, seorang laki-laki bisa-bisa mendapat kecintaan seperti dirimu kukira diapun takkan mati penasaran, semoga tentramlah arwahnya dialam baka.

Bergetar sekujur badan Im Ki, tiba-tiba dia tertawa dingin, katanya: "Apakah kau hendak membuat kalut pikiran dan gundah hatiku dengan cerita obrolanmu ini, sehingga aku tak kuasa bergebrak dengan kau ?"

"Sebetulnya aku memang punya maksud demikian, apa boleh buat selamanya aku ini tidak tega menipu perempuan yang sedang dirundung kesedihan" "Apakah kau yang membunuhnya? bentak Im Ki beringasan. "Siapakah sebetulnya yang membunuhnya ? Apa sampai sekarang kau masih belum mengerti ?"

Kembali badan Im Ki bergetar, seolah-olah berdiripun tak kuat lagi. Didalam sekejap ini seakan akan dia bertambah tua puluhan tahun katanya seorang diri dengan suara pilu: "Anak bodoh kenapa kau harus berbuat demikian ? "Kenapa dia harus berbuat demikian tentunya kaupun sudah maklum"

Tangan Im Ki bergetar, tangannya menggepar-gepar seperti hendak mencari sesuatu benda untuk mempertahankan dirinya kecuali cinta atau asmara, pukulan batin apa pula yang kuasa membuat sanubarinya serasa dilukai sampai parah dan tak tertolong lagi ? Pengalaman yang tragis ini memang patut dikasihani, tapi permainan perasaan cinta seperti yang dilakukan sungguh terlalu brutal. Coh Liu-hiang sendiri bingung dan tak tahu apa sebenarnya dia ini pantas dikasihani? Atau harus dibenci? Mungkin pula menggelikan?

Kata Coh Liu-hiang menghela napas: "Sebetulnya aku tak ingin membuat kalut pikiranmu tapi, sekarang kau memang tidak leluasa dan bukan saatnya untuk bergebrak dengan orang, aku sendiripun tidak sudi menarik keuntungan disaat orang mengalami kesulitan."

Tiba tiba setegak tombak kayu badan Im Ki yang gemetar sudah berdiri lagi, katanya dingin: "Membunuh orang tidak perlu harus menunggu bila hati merasa senang atau tentram, silahkan kau turun tangan lebih dulu." "Apa benar kau sekarang mampu bergebrak?"

"Tak kau kuatirkan diriku, lebih kalau kau pikirkan nasibmu sendiri, Asal kau mampu melawan sepuluh jurus seranganku, tidak sia sia kau sebesar ini kau mempelajari ilmu silat dari Ya-te." "agaknya kau memang terlalu congkak dan takabur." ujar Coh Liu-hiang tertawa. Lenyap suaranya laksana kilat tiba-tiba badannya menubruk ke arah Im Ki. Soalnya dia maklum jalan satu satunya untuk merobohkan lawan tangguh ini, hanya menggunakan "Kecepatan" untuk menyergapnya.

Oleh karena itu sedapat mungkin dia bergerak dengan menggunakan "cepat" asal sejurus dia kuasai memegang inisiatif penyerangan, kemungkinan dia punya harapan untuk menang dalam pertarungan jiwa ini.

Memang kecepatan gerak serangan Coh Liu-hiang tak bisa dilukiskan, lebih cepat dari angin puyuh, lebih hebat dan dahsyat dari sambaran kilat. Siapa nyana baru saja dia bergerak, telapak tangan Im Ki berbareng bergerak, kontan dia rasakan adanya selapis tembok tak kelihatan dari tenaga dalam dari ayunan tangan orang membendung dirinya, lebih celaka lagi karena kekuatan bendungan ini laksana gelombang ombak samudra yang bergulung tak putus-putus.

Jangan kata Coh Liu-hiang, hakekatnya tak berhasil merebut kesempatan bahwasanya dia pun tak berhasil mendekati lawan. Semula dia mengira Induk air tak ubahnya dengan Ciok Koan im, ilmu silat orang mengutamakan permainan aneh dengan gerakan ajaib seperti orang main sulapan dengan jurus jurusnya yang lincah itu, maka dia sangka mungkin dirinya masih kuasa menghadapi segala perubahan itu dengan kecerdikan otaknya untuk mengatasi dan mendahului lawan.

Begitulah pertempurannya dengan Ciok koan im dulu.

Di luar tahunya ilmu silat pelajaran Induk air Im Ki justru jauh berlainan golongan dari aliran silat di dunia ini, ternyata ilmu silat Induk air sama dengan julukan ini dapat dari gemblengan dari dalam air pula.

Demikian pula kekuatannya seperti juga dengan air, meski kelihatannya halus dan tenang bahwasanya justru kuat atau melentur tak kenal putus, tiada barang yang kuat membendungnya kalau setitik air dapat melobangi batu maka air bah setidaknya bisa membikin gunung obol dan berubah bentuk, kontan hanyut tersapu bersih sejak dahulu kala, tiada sesuatu benda di alam dunia ini yang kuasa melawan kekuatan air.

Baru sekarang Coh Liu-hiang yang bisa tidur didalam air ini menyadari benar bahwa airlah kenyataan yang paling menakutkan di dalam jagat ini. Air yang tak kenal kasihan. Tapi cara turun tangan induk air justru lebih tidak kenal kasihan lagi, tidak kelihatan gayanya berubah, pukulan telapak tangan yang dahsyat laksana amukan ombak samudra tahu-tahu sudah menindih tiba sehingga Coh Liu-hiang merasa sesak napas dan tak kuat bernapas lagi.

Beruntun mengandal kegesitan dan kelincahan badannya dia sudah merubah berapa kali gerak perubahan, tapi setiap kali Induk air mengayun sebelah tangannya, seluruh serangannya lantas kandas ditengah jalan, bahwa serangan sehebat dan selihay itu sedikitpun tidak menimbulkan suatu tekanan sekecil mungkin bagi Im Ki. Akhirnya Coh Liu-hiang menghela napas, katanya: "Tak heran orang-orang Kangouw sama takut kepadamu, karena siapapun yang bergebrak dengan kau, memang tiada harapan mereka bisa mengalahkan kau."

mulut bicara sementara gerakannya kembali berubah tujuh delapan jurus pula.

Walau dia insyaf perduli serangan jurus apapun yang dia lancarkan hanyalah sia sia belaka, tapi gerak serangan secepat kilat itu masih terus berlangsung dan tetap berubah tak kunjung padam, soalnya begitu gerakannya sedikit lamban atau berhenti, mungkin badannya bisa tergencet menjadi dendeng oleh tekanan kekuatan yang hebat itu.

Terdengar Induk air berkata dingin: "Aku sudah mengalah empat puluh tujuh jurus kepadamu apa kau sudah merasa cukup?"

"Cukup, cukup, lebih dari cukup, silahkan kau membalas!" "Berapa jurus kau mampu melawan seranganku ?" "Kukira sukar ditentukan, mungkin sejuruspun tak kuat melawan, namun mungkin pula aku mampu melayani tujuh ratus jurus." "Dengan bekal kepandaianmu sekarang. bila kau mampu melawan tujuh delapan jurus kupersilahkan kau pergi."

"Kau tidak akan menyesal?"

"Bocah sombong" hardik Induk air murka. "Coba dulu kau sambut sejurus seranganku ini." ditengah bentakannya, tahu tahu serangannya sudah bergerak menyongsong dengan tepukan ke muka Coh Liu-hiang.

Letak kelihaian dari pukulan telapak tangannya ini, yaitu bukan saja lawan tak mampu menangkis, tidak bisa berkelit atau mundur, seumpama seseorang yang sudah kecemplung didalam air bah, kau hanya sekuatnya meronta dan berenang menanjak keatas, mungkin kau masih mempunyai setitik harapan, sebaliknya jikalau kau ingin mundur untuk ganti napas, maka kau akan hancur terbawa oleh air bah, mati tanpa bisa terkubur secara layak.

Coh Liu-hiang ahli berenang dan tahu akan sifat air, sudah tentu dia cukup maklum akan pengertian teori ini. Akan tetapi begitu Induk air tepukan telapak tangannya, dia toh tetap mundur ke belakang. Kelihatannya sudah dia sudah kecewa, dan putus harapan, maka dia tak berusaha untuk melawan, tiada keberanian untuk meronta dan berjuang ditengah gelombang air bah untuk menyelamatkan diri didalam keadaan yang gawat ini, terpaksa dia pasrah nasib dan menunggu ajal saja untuk mengurangi derita.

Kontan seperti layang-layang putus benangnya badan Coh Liu-haing lantas terpentang sungsang sumbel terhanyut oleh kekuatan angin pukulan Induk air.

Agaknya Induk air sendiripun melengak merasa di luar dugaannya.

Bagi tokoh silat yang latihan ilmunya sudah setaraf kepandaiannya sekarang mirip juga dengan ahli catur yang sedang main asal lawan bergerak satu langkah, dia lantas sudah dapat memperhitungkan tujuh delapan langkah susulan selanjutnya.

Begitu Coh Liu-hiang turun tangan, Induk air lantas dapat mengukur dan paham sampai dimana taraf kepandaian ilmu silat Coh Liu-hiang seperti dia paham menghitung jari jarinya sendiri.

Menurut perhitungannya paling Coh Liu-hiang hanya mampu melawan tujuh jurus, siapa kira baru jurus pertama, Coh Liu-hiang sudah dipukulnya mencelat terbang, maka langkah-langkah susulan dari serangan simpanan yang sudah dia siapkan jadi sukar dia teruskan. Bukan saja hal ini membuat dia merasa di luar dugaan, juga membuat dia terperanjat dan kecewa, sungguh dia tidak habis mengerti kenapa penilaian bisa meleset dan salah besar?

Namun meski mengelak dan jalan pikirannya sedikit terpencar, kekuatan pukulannya masih belum sirna juga, kalau orang lain begitu dirinya terbelenggu didalam kekuatan pukulan tangannya, jangan harap kau dapat meloloskan diri. Cuma berapa tinggi ilmu Ginkang Coh Liu- hiang memang benar-benar tak pernah terpikir olehnya.

"Byuuur!" ternyata Coh Liu-hiang berhasil lolos dari belenggu kekuatan pukulannya dan menerjunkan diri ke dalam empang, selincah dan selicin ikan sekali berkelebat badannya lantas lenyap tak kelihatan lagi.

Im Ki tertawa dingin, sekali berkelebat sebat sekali diapun menyusul terjun ke dalam air.

Dilihatnya gerak gerik badan Coh Liu-hiang didalam air jauh lebih lincah dan cepat serta tangkas dari pada dia berada ditengah udara. Tapi Im Ki sendiri juluki Induk air, betapa pandai dan ahlinya dalam berenang, sudah tentu jarang ada orang yang bisa menandinginya. Apalagi diwaktu berenang atau bergerak didalam air, sekujur anggota badannya lantas ikut bergerak dan kerja sama secara sempurna.

Gerakan kedua kaki terutama yang paling penting, jikalau mengenakan sepatu, betapapun kau pandai berenang gerak kecepatanmu pasti terpengaruh. Umpama di belakang ekor ikan kau tambah sirip lagi, maka ikan itu takkan berenang lebih cepat.

Begitulah keadaan Coh Liu-hiang, terasa olehnya sepasang sepatu di kakinya tiba-tiba menjadi berat seperti bandulan ribuan kati. tapi dia tidak menjadi gugup atau keripuhan karena dia toh tahu dirinya takkan bisa melarikan diri. Bahwasanya dia memang tidak ingin pergi, maksudnya hanya ingin perang tanding dengan Im Ki didalam air.

Di daratan jelas dia bukan tandingan Im Ki, tapi didalam air, walau kekuatan pukulan telapak tangan Im Ki masih kuasa dikembangkan betapapun jauh lebih berkurang dengan kekuatannya dibandingkan di daratan. Memangnya hanya air dalam dunia ini yang mampu memunahkan kekuatan air itu pula.

Danau yang semula tenang itu, tiba-tiba beriak gelombang laksana kawah gunung yang mendidih seolah-olah dalam cuaca cerah matahari bersinar di pinggir laut tiba-tiba terbit angin badai, angin sedang mengamuk air lautan sedang murka.

Seperti pula di dasar danau itu tiba-tiba muncul dua naga raksasa dari jaman purba sedang bergelut mati matian, dua naga sedang berhantam, maka airpun bergolak dan berhantam pula.

Murid murid Sin Cui-kiong sama berlarian keluar menonton dengan kejut dan jantung berdebar debar, air danau yang biasanya tenang dan jernih memangnya merupakan danau suci dimata pandangan mereka, kenapa tiba tiba dapat berubah menjadi danau iblis.

Lama kelamaan air danau malah muncrat tinggi dan bergolak dengan dahsyatnya, di bawah tingkah sinar matahari yang baru terbit, kelihatannya reflek sinar matahari sehingga mata silau dan tak terlihat jelas apa sebenarnya yang sedang terjadi dalam air.

Tampak air danau tiba-tiba tegak ke atas seperti dinding kaca itu cepat sekali sudah lenyap, permukaan air timbul gelembung-gelembung air besar seperti ada banyak siluman-siluman air sedang pesta pora menyalakan api iblis sehingga air danau mendidih dan bergolak. Pemandangan yang aneh, hebat dan menakjubkan ini seolah olah terasa membawa bawa situasi yang tidak normal bagi pernapasan manusia, sehingga orang yang melihatnya bukan saja merasa berkunang kunang, bulu kudukpun merinding.

Murid-murid Sin cui kong kebanyakan sejak kecil sudah didik masuk oleh Induk air mereka tumbuh dewasa didalam suasana seperti yang telah digambarkan dimuka, sehingga dalam hati kecil masing-masing timbul rasa tinggi hati dan merasa harga diri mereka jauh lebih suci dan agung dari orang lain, seakan akan kehidupan mereka dalam Sin-cui-kiong mirip kehidupan dewata itu jauh sekali dibanding kehidupan masyarakat besar di dunia pada umumnya, maka tidaklah pantas bila merekapun mempunyai perasaan biasa seperti manusia umumnya, oleh karena itu meraka tak tahu apakah itu sebenarnya "cinta", Selamanya tak tahu pula apa pula yang diartikan "benci" Terutama "Ketakutan" adalah merupakan suatu hal yang mereka rasa paling lucu dan menggelikan.

Akan tetapi hari ini mau tak mau timbul rasa kaget dan keheranan luar biasa yang tak mungkin mereka resapi sebelum ini, mereka merasa seakan akan bakal datang semua bencana yang takkan terlawan akan menerpa atas badan mereka. Malah ada diantara yang menyangka dunia kehidupan mereka indah selama ini sudah runtuh dan porak poranda. Kionglan Yan juga ikut memburu keluar matanya berkaca kaca berlinang ait mata, tapi melihat keadaan yang aneh dan luar biasa pada permukaan air danau yang bergolak itu, rasa pedih hanya seketika sirna diganti rasa kaget dan takut.

Melihat kedatangannya, serempak orang-orang yang lain sama merubung maju semua sama bertanya: "Apa yang telah terjadi ?"

Walau hati Kionglam Yan seperti juga keadaan mereka, kaget dan heran tapi melihat kelakuan yang ketakutan dan tergopoh itu, terpaksa sedapat mungkin dia mengendalikan diri, maka dia lantas membujuk mereka malah: "Tak menjadi soal, mungkin ada angin." "tapi sekarang tiada angin!" "Su cu," ada orang yang meratap malah:

"lekas kau turun melihatnya, lebih baik kau pergi tanya kepada suhu." "mana sam-ci?" tanya Kionglam Yan ragu-ragu.

Seseorang segera menjawab: "Samci dan Kin-moay mengompres keterangan ketiga tawanan

itu"

Kionglam Yan menggigit bibir, akhirnya dia ambil putusan, selincah burung camar tiba-tiba badannya melejit ke pinggir danau, tapi belum lagi dia terjun ke air, tiba-tiba segulung gelombang ombak besar menerpa ke arahnya, Belum lagi dia sempat berdiri tegak, kontan dia terdorong mundur sempoyongan oleh gelombang ombak.

Sekian lamanya dia berdiri menjublek saking kaget, tiba-tiba dia putar badan lari masuk ke lotengnya sendiri, hanya dari tempat tinggalnya saja dari bagian luar yang bisa memasuki istana di bawah air.

Empat gadis yang bertugas didalam istana di bawah air sudah pucat pias ketakutan dari tadi, meski mereka tidak melihat bergolaknya permukaan air danau yang begitu hebat, tapi getaran air yang menerjang dinding gunung kedengarannya laksana gugur gunung, seolah-olah sampan kecil yang terkepung didalam gelombang pasang di lautan samudra raya, suara keras laksana gempa bumi yang dahsyat itu malah lebih menciutkan nyali orang lagi, sehingga terasa bumi seperti kiamat dan merekah.

Begitu berlari masuk Kionglam Yan lantas membentak dengan suara bengis: "Dimana suhu?"

Gadis-gadis itu geleng-geleng kepala, sahutnya gemetar: "Entah dimana" "Sejak tadi kalian kan berada di sini, kenapa bisa tidak tahu ?" "Semula beliau suruh kami gotong almari pakaian itu ke dasar danau, tapi tiba-tiba pula suruh mengembalikan ke tempat semula, terus suruh kami menyingkir keluar, waktu kami

mendengar suara gaduh ini dan memburu kemari, beliau sudah tak kelihatan lagi bayangannya." Kionglam Yan mengerut kening, setelah berpikir tiba-tiba dia bertanya: "Apakah ada orang lain yang masuk kemari tadi ?"

"Ti... tiada" sahut salah seorang gadis. Sebetulnya dialah salah satu gadis yang tertekuk oleh tutukan Coh Liu-hiang serta dikompes keterangannya itu, Hiat-to mereka adalah Im Ki sendiri yang membebaskan. Dalam waktu dan situasi seperti ini mana dia berani banyak icara.

Setelah membanting banting kaki tanpa ragu Kionglam Yan segera terjun diri ke dalam air, suara yang kumandang di lorong bawah tanah semakin dahsyat, soalnya dinding kedua sampingnya menimbulkan gema suara yang mendengung dalam air. Belum lagi Kionglam Yan keluar dari lorong didalam air itu, dari kejauhan sudah dilihatnya dua orang tengah bergelut laksana dua ekor naga ditengah danau, betapa cepat gerakan kedua orang didalam air itu jelas tak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Luas danau ini ada puluhan tombak, kedua orang yang sedang berhantam ini seolah-olah sudah menduduki seluruh luas danau kecil ini, pertama kali Kionglam Yan melihat pertempuran mereka, keduanya masih berada di sebelah kanan, tapi kejap lain tahu-tahu sudah berada di danau sebelah kiri.

Lantaran gerakan mereka terlalu cepat, maka gerakan badan dan tipu tipu serangan mereka jadi tak begitu jelas dan seperti tak mengandung perubahan yang menakjubkan, gelombang pasang yang terjadi didalam danau bukan lantaran gerak perubahan silat, yang dilandasi kekuatan hawa murni, kebanyakan adalah karena kecepatan gerak badan mereka yang terjang sana terjang sini, semakin cepat tenaga pembawaan dari luncuran badan mereka semakin besar pula tenaganya.

Kalau mereka bertempur di atas daratan perbawa pertempuran ini tentu tak sedahsyat ini, karena orang yang menerjang air dan air menerjang air pula, setitik tenaga saling terjang menjadi puluhan tenaga demikian seterusnya dari kecil bertambah besar.

Dan lantaran air itu sendiri bergerak tak henti hentinya, maka gerakan badan mereka yang memang cepat menjadi didorong semakin cepat pula, pertempuran dalam keadaan seperti itu, bukan saja harus menggunakan setiap titik tenaganya sendiri, kaupun harus bisa memanfaatkan setiap tenaga gerakan air itu sendiri, ada saat orangnya terdampar oleh kekuatan gelombang air, sehingga permainan silat dengan tipu-tipunya yang lihay sudah tak bisa terkendali dan terkontrol pula.

Pertempuran dahsyat itu bukan saja merupakan pertempuran yang tiada taranya di seluruh jagat sungguh merupakan perkelahian yang menakjubkan setiap insan manusia yang bisa menyaksikannya, kecuali mereka yang mengalami sendiri pertempuran ini, siapapun takkan bisa meresapi kedahsyatan yang nyata.

Demikian keadaan Kionglam Yan, ia berdiri menjublak dalam air, air danau serasa menyumbat tenggorokannya, namun dia seperti tak merasakan sungguh tak pernah terbayang didalam benaknya tokoh siapa yang mampu bergebrak melawan Induk air Im ki, lebih tak nyana lagi setelah bertempur sekian lamanya, lawan masih belum kelihatan terdesak di bawah angin.

Didalam pusaran air yang begiru cepat hakekatnya ia sukar membedakan lagi wajah dan gerakan badan Coh Liu-hiang, cuma didalam matanya lapat-lapat sudah terbayangkan orang macam apa sebenarnya Coh Liu-hiang itu.

Maka terbayang olehnya senyuman gagah seorang laki-laki yang memabukkan kalbu, serta tingkah lakunya yang bermalas-malas itu. "Coh Liu-hiang" pasti Coh Liu-hiang adanya, "Kecuali Coh Liu-hiang tokoh macam apa lagi yang mampu bertanding dengan Induk air sampai demikian ? Sebetulnya tatkala itu keadaan Coh Liu-hiang sudah payah bukan malu dia sudah mengeluh dalam hati, kalau bukan karena bekal kecerdikannya dalam setiap menghadapi perubahan sehingga dengan sepenuh hati dia berhasil mempergunakan kekuatan pusaran air, mungkin sejak tadi dia sudah terkubur di dasar danau.

Terasa tekanan yang harus dipikulnya semakin lama semakin berat, seluruh urat nadi dan jalan darah dalam tubuhnya seolah-olah hampir meledak, malah darah sudah mulai merembes dari kedua lubang hidungnya.

Baru sekarang benar-benar dia sadari , bergebrak didalam air, sedikitpun dirinya tetap tak punya harapan untuk mencari jalan hidup. Memangnya ilmu pukulan Induk iar pasti gemblengan didalam air, kalau pukulan orang lain tidak bisa menunjukkan perbawanya didalam air, sebaliknya pukulannya paling hanya sedikit berkurang saja kekuatannya.

Terasa olah Coh Liu-hiang air yang menghimpit dadanya di seluruh badannya semakin kencang dan rapat, menjadi keras dan kental seperti air darah, lambat laun gerak-geriknya menjadi lamban dan kaku semakin lama tak bisa bergerak dan bergeser.

Posisinya sudah terdesak ke pinggir jurang kematian.

Siapa tahu gerak gerik permainan silat Induk air Im Ki ternyata juga menjadi lamban serupa angkat tangan atau menggerakkan kaki lambat laun sudah menunjukkan tenaga tidak memadai keinginan hati pula.

Sudah tentu girang Coh Liu-hiang bukan kepalang, memangnya dia tak habis mengerti karena Lwekang Induk air yang besar dan kuat serta semangatnya yang bergairah tadi bisa begitu cepat terkuras menjadi lemas, tapi cepat sekali diapun sudah paham akan duduk persoalannya.

Bahwasanya Im Ki bukan kehabisan tenaga, tapi adalah patah semangatnya karena lambat laun kehabisan pernapasan.. Seperti diketahui Coh Liu-haing berhasil meyakinkan semacam pernapasan yang serba misterius dan tak mungkin dimengerti orang lain, di dalam air boleh dikata dia seperti pula berada di daratan, bebas dan aktif tapi orang lain justru tidak bisa memadai, keadaan dirinya ini. Apalagi didalam menghadapi suatu pertempuran dahsyat orang memerlukan pernapasan segar, memang di sini pula letak kunci kalah atau menang seseorang didalam menghadapi pertandingan sengit dan lama.

Hawa yang bertahan didalam tubuh Induk air dengan cepatnya terkuras keluar, saat mana napasnya sudah hampir berhenti dan amat lemah, dalam badannya sudah terasakan lelah dan kecapaian yang tak bisa tertahankan lagi, malah serasa hampir pingsan dan kepala pun sudah pusing tujuh keliling.

Coh Liu-hiang cukup tahu bila dia memberi kesempatan kepada orang untuk menongolkan kepalanya ke permukaan air menghirup napas, maka dirinya tentu akan kalah total, karena hawa atau pernapasan bisa berganti namun tenaga atau kekuatan tak mungkin dibangkitkan pula dengan adanya pergantian napas ini. Maka betapapun dia tidak akan membiarkan orang ganti napas.

Tampak badan Induk air tiba-tiba terbalik, badan bagian atasnya celentang, punggung kakinya terjulur lempang didalam waktu yang amat singkat beruntun dia sudah melancarkan sembilan kali tendangan maut meski tendangan kakinya tak mengenai Coh Liu-hiang tapi hasilnya menimbulkan buih-buih air yang bergulung gulung disekitar badannya dan mumbul naik ke atas buih air semuanya mengandung kekuatan hawa murni yang hebat laksana pelor besi menerjang kepada Coh Liu-hiang.

Untuk meluputkan diri dari serangan tendangan buih-buih air ini sebetulnya bukan soal sulit bagi Coh Liu-hiang, tapi bila dia mundur, badan Im Ki akan berkesempatan meminjam tenaga jejakkan kakinya didalam air untuk melesat naik menerjang ke permukaan air. Begitulah kenyataannya seperti pelor secara otomatis saja buih-buih air itu berbondong bondong menyerang ke depan sementara badannya laksana roket meluncur ke atas.

Kelihatannya Coh Liu-hiang sudah tak kuasa merintangi aksi orang tapi dalam gugupnya tahu- tahu tanpa hiraukan segala akibatnya sebat sekali dia menubruk maju malah memeluk kencang kedua paha orang. Sudah tentu pimpinan Im Ki tidak pernah membayangkan Coh Liu-hiang bakal melakukan perbuatan yang rendah dan tidak tahu malu ini untuk menyerempet bahaya, didalam waktu sesaat karena kebingungan dia tak tahu cara bagaimana dia harus membebaskan diri, tahu-tahu badannya malah sudah terseret turun pula ke dasar danau. Saking gusar, kaget dan malunya, kontan telapak tangannya terayun menepuk ke batok kepala Coh Liu-hiang.

Dengan kedua tangan memeluk kedua paha orang, bukan saja Coh Liu-hiang tidak bisa menangkis atau berkelit, diapun tak bisa melepaskan orang, karena begitu tangannya lepaskan pelukannya, maka kaki Im Ki akan menendang tepat di alat fitalnya. Jalan satu satunya dia hanya sundulkan kepalanya dengan sekuat tenaga ke perut Im Ki, sehingga badan orang tersunduk mundur bergerak ke belakang sudah tentu tepukan tangan pun tak mengenai sasaran.

Permainan Coh Liu-hiang memang terlalu brutal, saking marah Im Ki rasakan sekujur badannya menjadi linu mengejang. Kecuali Hiong-niocu selama hidupnya boleh dikata belum pernah badannya dipeluk laki-laki lain, entah karena memang pernapasannya yang sudah sesak, badannya seketika menjadi lemah gemulai, sedikitpun tenaga tak mampu dikerahkan lagi.

Sudah tentu Coh Liu-hiang sendiri maklum perbuatan yang dia lakukan sungguh amat memalukan, tapi bila seorang sedang meronta dalam bergelut dengan mara bahaya demi menyelamatkan jiwa, masakan dia harus pikirkan soal malu segala. Betapapun dengan badan Im Ki terjengkang ke belakang karena sundulan kepalanya tadi, segera dia menerjang naik ke atas kedua tangan orang dengan badannya dia dekap, sementara kedua kakinya memegang paha orang.

Mirip dengan ikan gurita dengan kencang seluruh badan Im Ki dia belit kencang sampai tak kuasa meronta lagi. Dilihatnya kedua bole mata Im Ki sudah terbalik dan semakin memutih, buih- buih hawa mulai merembes keluar dari ujung mulutnya, tak berselang lama lagi orang pasti akan mampus kehabisan napas didalam air.

Terang kemenangan bakal diperoleh pasti oleh Coh Liu-hiang, meski cara kemenangan yang ditempuhnya kali ini tak boleh dibanggakan, betapapun menang tetap menang, peduli kemenangan macam apapun, yang jelas jauh lebih baik dari pada menderita kalah.

Tak Nyana pada saat itu pula, tiba-tiba rasakan adanya segulung kekuatan besar yang menerjang naik dari bawah badannya sehingga mereka berdua ke terjang mumbul ke atas. Kiranya tanpa disadari mereka berdua tepat danau persis diatas batu bundar dimana terdapat mulut semburan air besar itu. Kionglam Yan segera menekan tombol maka air mancur ditengah danau itu segera menyemprotkan tenaga semburan airnya ke atas. Kontan Coh Liu-hiang bersama Im Ki sudah keterjang naik mumbul ke permukaan air.

Coh Liu-hiang tahu asal Im Ki diberi kesempatan menghirup hawa berganti napas, dia takkan kuat memiting dan menyekapnya lagi, tapi betapapun kedua kaki tangannya tak boleh lepas atau kendor pelukannya. Tiba-tiba pandangan matanya menjadi terang, ternyata mereka sudah mumbul ke permukaan air.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar