Postingan

Jilid 22

TETAPI BILAMANA ditinjau dari situasi saat ini ia harus melepaskan salah satu pihak, dan ia mengharapkan Koan Ing tidak berhasil melarikan diri. Selagi Suma Han dibuat kebingungan itulah “Sin Tie Langcoen” Ti Siuw-su telah berteriak keras:

“Buat apa kalian berdua harus beribut sendiri dan malah lepaskan Koan Ing disamping? Menurut pendapatku bagaimana kalau kita lihat saja siapa yang berhasil membinasakan Koan Ing terlebih dulu dialah yang menang?”

Mendengar perkataan itu Suma Han merasa hatinya rada tergerak, pikirnya, “Ehmm. suatu pendapat yang bagus!”

Sinar matanya segera dialihkan ke atas wajah Yuan Si Tootiang. sudah tentu tosu inipun sangat setuju.

“Heee.... heee.... inilah suatu pendapat yang bagus!” katanya dingin.

Diantara suara percakapan itu tiba-tiba tubuhnya merendah, pedangnya dengan menggunakan jurus ‘It Tiap Jie Ciu’ atau selembar dedaun menentukan musim bagaikan kilat cepatnya ditusuk ke arah iga kanan Koan Ing.

Suma Han mana mau ketinggalan, ia mendengus dingin seruling pualamnya dengan cepat menusuk ke arah mata sebelah kiri dari pemuda itu.

Sewaktu Sin Tie Langcoen berbicara tadi Koan Ing telah waspada, melihat Yuan Si Tootiang baru saja selesai menjawab telah melancarkan serangan ke arahnya disusul serangan dari Suma Han hatinya jadi bergidik!

Tubuhnya mundur setengah langkah ke belakang, pedangnya membentuk satu lingkaran ditengah udara menangkis terlebih dulu pedang panjang dari Yuan Si Tootiang kemudian baru memunahkan serangan seruling pualam.

Mereka berdua walaupun merupakan jagoan berkepandaian tinggi tetapi di dalam pertempuran kali ini siapapun tidak suka memberi kesempatan buat pihak lawannya, mereka berdua sama-sama menggunakan jurus serangan yang paling cepat dan paling ganas untuk merubuhkan pemuda tersebut. Sebaliknya Koan Ing yang menggunakan ilmu pedang “Thian-yu Khei Kiam” yang merupakan ilmu pedang paling sempurna bertahan terus, hanya di dalam sekejap saja seratus jurus telah lewat.

Pertempuran semakin lama berlangsung semakin ganas dan semakin seru, siapapun tak suka mengalah pada pihak yang lain.

Setelah lewat seratus jurus tiba-tiba Suma Han membentak keras, seruling pualamnya laksana

curahan hujan dengan gencarnya menotok ke depan.

Kelihatannya Koan Ing segera akan terluka di bawah serangan seruling tersebut, siapa tahu mendadak....

“Ting, ting.... ting. ”

Serangan seruling tersebut berhasil dipunahkan oleh Yuan Si Tootiang.

“Kau manusia sungguh tak tahu malu!” bentak Suma Han dengan gusarnya.

Sambil berkata dengan dahsyat ia melancarkan satu serangan menghantam tubuh Yuan Si Tootiang,

Sitoosu dari Bu-tong-pay itu dengan cepat rintangkan pedangnya di depan dada untuk memunahkan datangnya serangan seruling itu.

“Heran! kita belum pernah berjanji untuk tidak saling menghalangi pihak yang lain, kenapa kau orang sembarangan memaki orang lain!” teriaknya pula.

Suma Han yang merasa perkataan tersebut sedikitpun tidak salah ia jadi bungkam dibuatnya.

Dengan dingin si orang tua itu mendengus, seruling pualamnya berturut-turut melancarkan lima buah serangan sekaligus, tetapi diantaranya ada tiga serangan yang mengancam tubuh Yuan Si Tootiang.

“Sin Tie Langcoen” Ti Siuw-su yang melihat kejadian itu hatinya merasa sangat cemas, karena ia merasa bilamana hal ini berlangsung terus maka siapapun diantara mereka bakal berhasil melukai diri Koan Ing karena bilamana salah satu hampir berhasil melukai pemuda itu maka pihak lain pasti turun tangan menghalang.

Sesaat hatinya amat cemas itulah mendadak satu ingatan berkelebat di dalam benaknya.

“Mari kita musnahkan diri Koan Ing!” teriaknya keras. Selesai berkata seruling pualamnya dikebaskan ke depan,

Kokcu dari lembah Chiet Han Kok, Phoa Thian-cu serta si iblis bongkok dari daerah Si Ih. Jien Kong Fang memang dia punya maksud untuk berbuat demikian, mereka mengangguk dan bersama-sama menerjang ke dalam kalangan pertempuran.

“Kalian hendak pergi kemana?” tiba-tiba bentak seseorang dengan amat keras disusul segulung serangan jari yang amat dahsyat menghalangi jalan pergi mereka bertiga.

Sesosok bayangan hijau dengan cepatnya berkelebat datang, orang itu bukan lain adalah si jari sakti Sang Su-im adanya.

Dengan munculnya Sang Su-im ini maka si dewa telapak Cha Can Hong sekalipun pada bermunculan.

Kiranya menanti kawanan binatang buas itu berhasil lari kocar-kacir maka mereka buru-buru berlari menuju kemari.

Hanya di dalam sekejap saja di atas puncak tersebut telah muncul banyak sekali jagoan berkepandaian tinggi, hal ini memaksa Yuan Si Tootiang serta Suma Han pada berkelebat mundur ke belakang. Pada kening Koan Ing sudah mulai kelihatan keringat yang mengucur keluar, ia mundur dua langkah ke belakang untuk hembuskan napas lega.

Saat itulah Sang Siauw-tan buru-buru maju menghampiri dan membimbing lengan kanannya.

Koan Ing yang melihat pada kelopak mata gadis itu telah digenangi air mata segera tersenyum manis dan melepaskan pedang Kiem hong-kiamnya untuk kemudian mencekal tangan gadis itu erat-erat.

“Siauw-tan! Sekarang kita tak ada urusan lagi,” ujarnya sambil tertawa.

Sinar mata semua orang yang hadir di dalam kalangan itu dialihkan kepada kedua orang itu, tetapi Sang Siauw-tan tidak menggubrisnya, ia dongakkan kepalanya memandang ke arah Koan Ing sedangkan butiran air mata mengucur keluar dengan derasnya.

“Siauw-tan! Kau jangan menangis, selanjutnya kita tak akan berpisah kembali,” hibur Koan Ing sambil mengusap kering air matanya.

Sang Siauw-tan tak kuat menahan diri lagi, sambil kucurkan air mata ia menjatuhkan diri ke dalam pelukan pemuda tersebut.

Koan Ing yang melihat begitu mesra dan perhatian gadis tersebut terhadap dirinya dalam hati terasa amat terharu, hampir-hampir saja air matanya ikut berlinang.

Sejak ia mencintai diri Sang Siauw-tan maka saat itu pula mara bahaya selalu mengancam diri mereka, walaupun mereka berdua jarang berkumpul tetapi hati mereka telah saling memahami, masing-masing pihak telah terjerumus di dalam keadaan ‘jauh dimata dekat dihati’.

Saat ini mereka berdua baru saja lolos dari kematian, hal ini benar-benar membuat hati mereka terasa terharu. Tanpa perduli lagi keadaan di sekitarnya mereka saling berpelukan dengan amat mesranya.

Cha Ing Ing serta Cing It nikouw yang melihat kejadian itu pada menundukkan kepalanya rendah-rendah, tak sepatah katapun yang mereka ucapkan.

Suasana jadi amat sunyi tak kedengaran sedikit suarapun....

“Koan Ing! kau jangan lupakan masih ada kami disini!” tiba- tiba Yuan Si Tootiang membentak keras memecahkan kesunyian.

Sambil menarik tangan Sang Siauw-tan pemuda itu mundur satu langkah ke belakang kemudian memandang ke arah si toosu tersebut dengan pandangan tawar, setelah memungut kembali pedangnya ia berdiri tanpa mengucapkan sepatah katapun.

“Yuan Si! Ini hari aku akan bereskan perhitungan diantara kita ” teriak Thian Siang Thaysu dengan dingin.

Suma Han menyapu sekejap kesemua orang kemudian mendengus dengan amat beratnya.

“Hmm! Ini hari aku akan melihat diantara kalian siapa yang bakal menang siapa yang bakal kalah. orang-orang yang hadir di atas puncak pada saat ini boleh dikata semuanya merupakan jago nomor wahid, aku ingin melihat diantara kalian ada beberapa orang yang masih bisa hidup untuk turun gunung ini.”

“Haaa.... haaa aku rasa dugaanmu itu belum tentu benar” potong Sang Su-im sambil tertawa terbahak-bahak.

“Hmm! Diantara kalian ada siapa yang memiliki kepandaian silat jauh lebih lihay dari diriku? Diantara kalian ada berapa orang yang merasa yakin bisa lolos dari kematian? Diantara kalian ada siapa yang kuat untuk melawan ilmu suara iblis pembetot sukma ‘Si Hun Mo Ing?’ Begitu perkataan tersebut diucapkan keluar maka seluruh kalangan jadi gempar, suara jeritan kaget memenuhi angkasa.

“Si Hun Mo Ing” atau ilmu suara iblis pembetot sukma ini adalah semacam ilmu iblis yang sangat dahsyat sekali pengaruhnya, menurut berita yang tersiar tempo dulu Pek Ling Loojien pernah menggunakan ilmu suara iblis pembetot sukma ini untuk mengurung tiga puluh enam orang jagoan lihay.

Sejak Pek Ling Loojien meninggal dunia maka ilmu itupun lantas musnah, tak disangka saat ini Suma Han berhasil mempelajarinya, tidak aneh kalau semua orang yang mendengar pada merasa terkejut.

Begitu suara itu diucapkan keluar, maka suasana di seluruh kalangan jadi tegang, nafsu membunuh mulai meliputi seluruh angkasa raya.

Walaupun Cha Can Hong sekalian belum pernah merasakan bagaimana hebatnya ilmu suara iblis “Si Hun Mo Ing” tersebut tetapi mereka mengerti bilamana ilmu tersebut tiada kekuatan yang bisa melawannya sejak dahulu kala.

Sinar mata Sang Su-im berkilat, tubuhnya tiba-tiba menubruk ke depan sedang tangan kanannya menyentil melancarkan segulung angin serangan menghajar tubuh Suma Han.

Begitu tubuhnya bergerak Cha Can Hong pun bersamaan waktunya melancarkan tiga buah serangan menghajar  si orang tua tersebut.

Thian Siang Thaysu sekalianpun tidak ingin bilamana Suma Han sampai keburu pula mengeluarkan ilmu suara iblis “Si Hun Mo Ing” nya sehingga nyawa mereka semua terancam.

Satu demi satu mereka pada meloncat ke depan melancarkan serangan dengan sangat gencarnya.

Ooo)*(ooO Bab 54  

TIBA-TIBA YUAN SI TOOTIANG membentak keras, tubuhnya bagaikan kilat berkelebat ke depan menghadang di depan tubuh Suma Han sedang Phoa Thian-cu sekalian pun bersama-sama menerjang ke depan menahan datangnya serangan dari Sang Su-im serta Cha Can Hong sekalian.

Cha Can Hong sekalian yang melihat serangannya tidak mencapai sasaran buru-buru mendesak ke depan lebih lanjut dan menyerang untuk kedua kalinya.

Siapa tahu saat itulah tubuh Suma Han buru-buru mengundurkan dirinya ke belakang, seruling pualamnya dilintangkan dekat bibir lalu memperdengarkan irama seruling yang amat dahsyat itu.

Begitu suara seruling bergema memenuhi angkasa hati setiap orang jadi tergetar keras, masing-masing orang merasakan jantungnya berdebar-debar serasa hendak meloncat saja dari dalam rongga tubuh.

Bukan Koan Ing sekalian saja sekalipun Yuan Si Tootiang sekalianpun sama saja keadaannya.

Koan Ing sekalian buru-buru duduk bersila di atas tanah, pemuda itupun tak lupa mencekal urat nadi sang Siauw-tan erat-erat mencegah dirinya menuju ke api iblis.

Ditengah bergemanya suara irama seruling tersebut selangkah demi selangkah Suma Han maju ke depan dalam posisi Pat Kwa, sikapnya sangat serius sekali.

Agaknya dia sendiripun tak berani berlaku gegabah, karena sedikit saja ia kurang hati-hati dan pecah perhatian bukannya tidak berhasil melukai pihak lawan sebaliknya malah balik mengenai dirinya sendiri sehingga memancing dirinya menuju ke dalam keadaan jalan api menuju neraka.

Para jago yang hadir disana mulai mengerahkan tenaga dalamnya untuk melawan, secara samar-samar mereka merasa suara seruling itu mengandung nafsu membunuh yang kuat sedikit saja mereka tidak berhati-hati maka dirinya akan terluka oleb serangan suara seruling itu.

Suara seruling dengan merdunya berkumandang tiada hentinya mengelilingi seluruh kalangan, saat ini para jago benar-benar terkurung di dalam cengkeraman musuh, bukan saja tak dapat bergerak bahkan keadaannya sangat berbahaya sekali.

Koan Ing sendiri merasa amat cemas sekali, berbagai pikiran berkelebat di dalam benaknya.

Sinar mata Suma Han berkelit, langkah kakinya dengan perlahan bergeser ke arah Koan Ing sekalian.

Ia tahu bilamana suara seruling itu tak berhasil untuk mengapa-apakan mereka dalam waktu singkat maka sebentar kemudian Ti Siuw-su sekalian akan tidak tahan dan terluka di bawah serangan suara seruling itu.

Makanya dengan perlahan ia bergeser ke sisi Koan Ing sekalian untuk menggunakan kesempatan tersebut membereskan mereka satu demi satu.

Walaupun Koan Ing sendiri tidak berani bergerak tetapi dalam hatinya ada perhitungan, ia tahu tujuan Suma Han mendekati ke arahnya adalah bermaksud jelek bahkan bilamana ia turun tangan pada saat itu akan berhasil dengan sangat mudahnya.

Tiba-tiba. satu ingatan berkelebat di dalam benaknya.

Ketika melihat Suma Han semakin mendekati dirinya, mendadak dengan suara yang amat berat bentaknya, “Sin Liong Ci Khie atau naga sakti kumpulkan tenaga, jalan darah Leng Thay Toa Hiat?”

Begitu perkataan tersebut diucapkan keluar hatinya terasa tergetar amat keras. seketika itu juga pandangannya jadi berkunang-kunang sedang darah segar muncrat keluar dari mulut. ujar Sang Su-im sekalian adalah jago-jago Bu-lim yang memiliki kepandaian silat yang amat lihay, begitu Koan Ing berseru merekapun lantas mengerti apakah maksudnya.

‘Sin Liong Ci Khie’ atau naga sakti mengumpulkan tenaga ini merupakan pelajaran ilmu tenaga dalam tingkat teratas. Sang Su-im yang mendengar perkataan tersebut tangan kanannya dengan cepat diangkat dan ditekankan ke atas jalan darah “Leng Thay Toa Hiat” pada punggung Koan Ing.

Bersamaan itu pula Cha Can Hong pun meletakkan telapak tangannya di atas jalan darah “Leng Thay Hiat” pada pungguug Sang Su-im.

Di dalam sekejap saja Thian Siang Thaysu. Song Ing, serta Sin Hong Soat-nie sekalian melakukan tindakan yang sama sehingga terbentuklah serangkaian manusia naga,

Koan Ing yang jalan darahnya kena ditekan segera merasa badannya nyaman kembali. Sebenarnya ilmu tersebut adalah sebuah ilmu sakti dari 'Hiat Hoo Sinkang”, walau pun lihay tetapi banyak orang yang tidak mengetahui cara penggunaannya,

Koan Ing sendiripun tidak mengerti apakah Kali ini bakal mendatangkan manfaat atau tidak, tetapi dalam keadaan kepepet terpaksa ia harus mengeluarkannya untuk dicoba,

Suma Han yang melihat tindakan para jago itu sinar matanya berkilat, sekalipun Koan Ing sekalian telah membentuk jadi manusia naga dia pun tidak takut.

Tubuhnya segera maju ke depan untuk sekali tepuk menghajar mati semua orang itu, karena dia tidak ingin mereka bertahan lebih lama lagi.

Tubuhnya selangkah demi selangkah semakin mendekati diri Koan Ing.

Sepasang mata Koan Ing masih tetap dipejamkan rapat- rapat. mendadak ia membentak keras. Ditengah suara bentakan Koan Ing yang amat keras tubuh Sang Su-im sekalian bergetar keras, tak terasa lagi telapak tangan kanan mereka masing-masing ditempelkan pada punggung orang yang berada di depannya.

Di dalam keadaan terkejut mereka tidak mungkin untuk menarik kembali tangannya, karena itu daripada terluka mereka masing-masing pada menambahi lagi tenaga dalamnya sendiri.

Kejadian aneh segera berlangsung, walau pun orang yang berada di belakang telah menambahi tenaga dalamnya tetapi orang yang ada di depan sama sekali tidak terluka sebaliknya tubuh Koan Ing yang ada dipaling depan laksana anak panah yang terlepas dari busurnya tiba-tiba meluncur ke depan.

Diantara berkelebatnya cahaya keemas-emasan tampaklah ia sudah melancarkan serangan ke depan dengan menggunakan jurus ‘Giok Sak Ci Hun’.

Serangan tersebut dikerahkan sangat dahsyat sekali, dimana cahaya tajam berkelebat pedangnya dengan cepat menghajar tubuh Suma Han.

Melihat datangnya serangan itu Suma Han jadi sangat kaget, tangan kanannya diangkat ke atas dengan menggunakan serulingnya ia menangkis datangnya serangan tersebut.

Pedang dan seruling dengan cepat bentrok menjadi satu. terdengarlah suara bentrokan yang amat nyaring dan tubuh kedua belah pihaK masing terpental mundur ke belakang.

“Triiiing....!” seruling pualam yang ada ditangan Suma Han berhasil dibabat putus jadi dua bagian oleh tabasan pedang dari Koan Ing itu.

Semua orang yang hadir ditengah kalangan itu jadi amat terperanjat, sebaliknya air muka Suma Han berubah sangat hebat. Ia sama sekali tidak menyangka kalau ilmu iblisnya yang sangat dahsyat itu berhasil dipunahkan oleh pemuda tersebut.

Dengan termangu-mangu dan mulut melongo memandang potongan serulingnya yang tercecer di atas tanah, wajahnya semakin lama semakin pucat.

Koan Ing yang menggunakan jurus ‘Sin Liong Si Swie’ atau naga sakti menghisap air dari ilmu sakti “Hiat Hoo Sinkang” ditambah pula dengan sebagian tenaga gabungan Sang Su-im sekalian berhasil mengalahkan diri Suma Han, hal ini membuat dia pun rada tertegun dan berdiri termangu-mangu.

Dengan wajah penuh kegusaran akhirnya Suma Han memperhatikan potongan serulingnya, beberapa saat kemudian ia mendongakkan kepalanya menyapu sekejap ke arah semua orang.

Tiba-tiba ia membentak keras, tangan kanannya diajunkan ke depan menyambitkan potongan serulingnya itu ke arah Koan Ing sedang tubuhnya sendiri bagaikan kilat melarikan  diri kebawah puncak.

Koan Ing segera kebaskan pedangnya memukul jatuh seruling itu.

“Cepat halangi dirinya!!” tiba-tiba terdengar Thian Siang Thaysu membentak keras.

Koan Ing merasa hatinya tergetar, dia tahu bilamana Suma Han hendak menggunakan kembali kumpulan binatang buas untuk mengurung diri mereka maka hal itu merupakan satu persoalan yang merepotkan sekali.

Satu ingatan berkelebat di dalam benaknya. “Kau ingin melarikan diri kemana?” bentaknya keras.

Ditengah suara bentakan yang amat keras tubuhnya mencelat ke atas kemudian laksana seekor burung elang cepatnya menubruk ke depan. Gerakan tubuh Suma Han laksana tiupan angin tanpa menoleh lagi melarikan dirinya kebawah puncak.

Koan Ing tidak berani melepaskan dirinya sang tubuh dengan kencangnya mengikuti terus dari belakang.

Hanya di dalam sekejap saja mereka berdua telah tiba di atas sebuah puncak gunung yang penuh dengan tumbuhan bambu.

Mendadak tubuh Suma Han merandek dan meloncat turun di atas sebuah pohon bambu. Koan Ing pun menghentikan gerakannya lalu memandang tajam ke arah si orang tua.

“Heee.... heee.... nyalimu sungguh besar. berani benar kau orang mengejar kemari seorang diri!” seru Suma Han dengan nada yang amat dingin.

Koan Ing segera melintangkan pedangnya di depan dada. “Asalkan kau orang suka mengatakan tidak bakal ikut

campur di dalam persoalan kereta berdarah ini, maka aku segera akan melepaskan dirimu.”

“Omong kosong, sekalipun aku menyanggupi, belum tentu kau suka melepaskan diriku!” bentak si orang tua itu sambil tertawa seram.

Sambil berkata dengan cepat tangannya menyambar sebuah bambu lalu dengan menggunakan telapak tangan kanannya menyajat dan mengupas untuk dibuat seruling bambu.

Melihat kejadian tersebut Koan Ing jadi sangat terperanjat, buru-buru bentaknya keras, “Bilamana kau tidak hentikan gerakanmu jangan kau salahkan aku orang akan turun tangan kejam.

Suma Han tertawa dingin tiada hentinya, jari tengah tangan kanannya mendadak disentilkan ke depan. Segulung angin serangan yang lembut telah melubangi seruling bambu tersebut.

Koan Ing tak bisa berdiam diri lagi, pedang kiem-hong- kiamnya membentuk gerakan setengah lingkaran ditengah udara, kemudian dengan disertai suara desiran tajam serta rentetan cahaya yang menyilaukan mata mengancam tubuh Suma Han.

Melihat dahsyatnya serangan itu Suma Han jadi bergidik, agaknya serangan dari Koan Ing ini telah menggunakan seluruh tenaga dalam yang dimilikinya, ia tidak mengira kalau pemuda tersebut bisa memiliki tenaga dalam yang demikian dahsyatnya,

Hatinya tidak berani memandang rendah datangnya serangan pedang itu, tubuhnya dengan cepat mencelat ke atas, lalu melancarkan satu serangan dahsyat kebawah.

Segulung angin serangan yang amat kuat dengan dahsyatnya menggulung ke depan. Pedang serta bambu dengan cepat bentrok menjadi satu, tubuh suma Han buru- buru mundur ke belakang,

bersamaan itu pula jari tengah serta telunjuk tangan kanannya berkelebat melubangi kembali seruling itu.

Koan Ing mengerti bilamana seruling bambu dari Suma Han itu telah selesai dibuat maka suatu pertempuran yang amat sengit bakal berlangsung semakin dahsyat.

Pedangnya dengan cepat ditarik ke belakang, ditengah suara suitan yang amat nyaring sekali lagi ia melancarkan tusukan dahsyat ke depan.

Tampaklah cahaya keemas-emasan beterbangan pedangnya dengan membentuk gerakan busur langsung menutul ke arah kening Suma Han.

Suma Han mendengus dingin, seruling bambunya dibalik menotok ke arah pergelangan tangan dari pemuda tersebut sedangkan jari tangan kirinya kembali menyentil membuat lubang-lubang pada serulingnya.

Sinar mata Koan Ing berkilat, pedang kiem-hong-kiamnya didorong ke kiri menghindarkan diri dari serangan seruling itu, kemudian diantara perputaran pergelangan tangannya gagang pedang itu telah menghajar ke atas jalan darah “Thay Yang Hiat” sebelah kiri dari si orang tua tersebut.

Suma Han jadi amat terperanjat, semula ia menduga totokan serulingnya tadi akan memaksa Koan Ing untuk berganti jurus. tetapi ia sama sekali tidak menduga kalau Koan Ing bukannya mengubah serangan justeru menggunakan gagang pedangnya mengancam kening.

Saat ini keadaannya sudah kepepet terpaksa tangan kirinya menekan kebawah, seruling ditangan kanannya dilintangkan untuk menahan datangnya serangan gagang pedang dari Koan Ing.

Koan Ing kembali membentak keras, gagang pedangnya diketukkan ke atas seruling bambu itu sedang sikut kanannya bagaikan putaran roda kereta dengan kerasnya menyikut jalan darah ‘Thay Yang Hiat’ sebelah kirinya.

Inilah jurus serangan ‘Lian Huan Sam Ci Thian-yu Khei Riam!’

Suma Han jadi sangat terperanjat, seruling bambu ditangan kanannya dengan cepat disambar ke depan menangkis datangnya serangan sikut itu.

Seruling bambu itu dengan kerasnya kena tersikut hingga terbang ketengah udara, mengambil kesempatan serulingnya terlepas itulah Suma Han buru-buru melayang mundur ke belakang dengan wajah penuh perasaan terkejut bercampur gusar, ia sama sekali tidak menduga kalau dirinya bisa menderita kalah ditangan Koan Ing.... Koan Ing meloncat ke depan, pedang kiem-hong-kiamnya dengan membentuk serentetan cahaya pelangi dengan kencangnya meluncur ketubuh musuhnya.

Suma Han kembaii melayang ke belakang sebenarnya ia bermaksud untuk mematahkan sebuah ranting pohon tetapi kecepatan serangan pedang dari pemuda itu sama sekali tidak memberi sedikitpun kesempatan baginya, hal ini membuat si orang tua itu jadi berkaok2 kegusaran.

Tubuh mereka berdua bersama-sama melayang turun kebawah, baru saja Koan Ing bersiap-siap hendak melancarkan kembali mendadak terdengarlah suara ringkikan kuda yang amat panjang berkumandang datang.

Ia jadi melengak, ingatan kedua belum sempat berkelebat di dalam benaknya kareta berdarah tersebut telah menerjang datang

“Grrr.... grrr .!” ditengah ledakan yang amat keras tampaklah di belakang kereta berdarah tersebut mengikuti datangnya lima orang berbaju hitam.

Hati Koan Ing tergetar keras, ia sama sekali tidak menyangka di tempat ini bisa bertemu dengan kereta berdarah, bagaimana mungkin si sastrawan berusia pertengahan yang merupakan majikan dari rimba Wang Yu Liem bisa melepaskan kereta berdarah tersebut sehingga berhasil melarikan diri?

Tanpa berpikir panjang lagi tubuhnya berkelebat ke depan, ditengah suara suitan yang amat nyaring ia mengejar ke arah kereta berdarah tersebut.

Ditengah suara ringkikan kuda berdarah yang amat keras mendadak kereta berdarah berlari semakin cepat lagi, Koan Ing yang ketinggalan setengah langkah di belakang semula rada tertegun dibuatnya tetapi sebentar kemudian ia sudah melanjutkan tubrukannya ke arah kereta itu. Suma Han sendiripun rada tertegun, tetapi sebentar kemudian dengan cepat iapun melakukan pengejaran.

Tujuh orang mengejar sebuah kereta bagaikan kilat cepatnya berlari ke arah depan....

“Grrrrr.... grrrrr. ”

Putaran roda kereta berbunyi memekikkan telinga meninggalkan debu yang mengepul memenuhi angkasa, tujuh orang jagoan berkepandaian tinggi dengan kencangnya mengejar terus kereta tersebut dari arah belakang tanpa tertinggal selangkahpun.

Akhirnya sampailah kereta berdarah itu di sebuah selat gunung yang sempit, dengan kecepatan yang tinggi kereta itu melanjutkan terjangannya lebih ke depan.

Mendadak....

Suara tertawa yang amat keras bergema memenuhi seluruh selat tersebut, tampaklah sesosok manusia dengan gesitnya melayang turun kebawah,

Koan Ing yang melihat munculnya Orang itu dalam hati rada berdesir, bukankah dia adalah Thian Yang Siuw-su? Saat ini dia orang telah digunakan oleh Wang Yu Liem hal  ini berarti pula kalau si sastrawan berusia pertengahan itupun berada di sekitar tempat ini.

Tubuh Thian Yang Siuw-su laksana sambaran kilat meluncur ke depan, siapa tahu kereta berdarah itu mendadak berputar dan menerjang ke arah bukit sebelah kiri.”

Pikiran Koan Ing segera tergerak, jelas di dalam kereta berdarah masih ada penunggangnya.

Tubuhnya tanpa berhenti melakukan pengejaran terus sedang tubuh Thian Yang Siuw-su pun bersamaan waktunya tiba juga disana sehingga tanpa bisa dicegah lagi antara mereka berdua telah bertemu muka. Ditengah suara bentakan yang amat keras Thian Yang Siuw-su melancarkan satu pukulan dahsyat menghajar dada Koan Ing.

Pemuda itu buru-buru angkat pedangnya menepuk, ditengah suara dengungan yang amat keras pedang kiem- hong-kiam itu berhasil dipukul getar oleh serangan telapak itu.

Suma Han yang ada dibelakangnya sewaktu melihat kejadian ini hatinya jadi kembali berdesir.

“Siapakah orang itu?” pikirnya diam-diam “Bagaimana mungkin di tempat ini kedatangan lagi seorang yang memiliki kepandaian silat demikian tinggi!”

Koan Ing setelah menerima datangnya telapak tadi kontan balas kirim satu tendangan ke depan, tetapi serangannya itupun berhasil dipunahkan oleh Thian Yang Siuw-su.

Dikarenakan saling serang menyerang diantara mereka berdua itulah maka tubuh Suma Han berhasil melampaui setengah pundak dari mereka berdua.

Thian Yang Siuw-su jadi terperanjat, ia tidak mengira kalau di tempat ini telah kedatangan seorang musuh tangguh.

Mereka bertiga tak berani saling berbicara, masing-masing pihak saling berusaha untuk mengejar kereta berdarah itu terlebih dulu.

Tetapi dikarenakan persaingan diantara mereka bertiga itu pula kereta berdarah telah berada kurang lebih tiga kaki lebih jauh dari mereka.

Mendadak kuda2 yang menarik kereta itu meringkik dan pada meloncat berdiri, mengambil kesempatan itu bagaikan anak panah yang terlepas dad busurnya Suma Han meluncur ke depan.

Thian Yang Siuw-su membentak keras, telapak kanannya mengirim satu satu pukulan menghajar kereta berdarah itu. “Grrrrr.... ” Kereta berdarah tersebut segera terjun ke arah bawah tebing dengan cepatnya,

Kiranya dikanenakan sebelah depan dari tempat itu adalah jalan buntu yang tak bisa dilalui lagi, sedangkan Thian Yang Siuw-su takut Suma Han berhasil mendapatkan kereta itu terlebih dulu maka ia telah mengirim satu pukulan menghajar kereta itu jatuh kebawah lembah.

Sebenarnya Suma Han dapat menduduki kereta berdarah tersebut, dengan kejadian ini maka dia jadi kehilangan kereta itu.

Di dalam keadaan gusar tercampur gemas, tubuhnya membalik ditengah udara sambil membentak keras ia melancarkan satu pukulan menghajar tubuh Thian Yang Siuw- su.

Thian Yang Siuw-su pernah melihat kedahsyatan dari tenaga dalam Suma Han, melihat datangnya serangan tersebut ia tidak berani berayal tangannya pun melancarkan satu serangan menghantam ke arah depan.

Dua gulung angin pukulan segera menumbuk menjadi satu, ditegah suara ledakan yang keras timbullah suatu pusaran angin yang amat keras.

Ketika tubuh mereka berdua bersama-sama melayang turun kebawah masing-masing pada pusatkan perhatiannya ke arah musuh, siapapun tak ada yang berani berlaku gegabah.

Tubuh Koan Ing berputar ke udara, sinar matanya dapat melihat kalau kereta berdarah itu telah jatuh ke dalam jurang yang dalamnya kurang lebih selaksa kaki, ia tahu kereta tersebut pastilah akan hancur berantakan.

Tubuhnya berputar dua kali lingkaran ditengah udara lalu meluncur ke atas dinding bukit.

Suma Han serta Thian Yang Siuw-su sehabis saling bertukar satu pukulan di dalam hati masing-masing telah mempunyai perbitungan sendiri2, walaupun kini melihat Koan Ing meninggalkan tempat itu tetapi tak seorangpun yang berani bergerak.

Tubuh Koan Ing dengan gesitnya meloncat diantara dinding gunung kedua belah sisi tubuhnya laksana sebuah kelereng meloncat dan memantul menuju kebawah jurang.

Menanti tubuhnya mencapai dasar jurang maka terlihatlah kereta berdarah itu sudah hancur dan berserakan di atas tanah, kuda2 berwarna darah pun kini sudah menggeletak ditengah ceceran darah, disisinya menggeletak pula sesosok tubuh orang tua.

Ketika Koan Ing dapat melihat orang itu hatinya jadi kaget sehingga hampir-hampir saja meloncat ke atas, bukankah orang tua itu adalah Ciu Tong, Toocu dari pulau Ciat Ih To dilautan Timur?

Setelah tertegun beberapa saat lamanya ia baru maju ke depan dan berjongkok membimbing bangun tubuh orang tua itu.

Dengan amat pajah Ciu Tong membuka matanya dan memandang ke arah Koan Ing beberapa saat lamanya.

“Bukankah kau adalah Koan Ing?” tanyanya.

Dengan perlahan pemuda itu mengangguk “Aku memang Koan Ing adanya!”

“Kedatanganmu sungguh bagus sekali, saat ini kereta berdarah akan menjadi milikku untuk selamanya,” kata Ciu Tong dengan ngotot sekali, Walaupun begitu satu senyuman masih tetap menghiasi bibirnya.

Koan Ing merasa hatinya bergidik, setelah dilihatnya tubuh si orang tua itu berada dalam keadaan pajah dan bermandikan darah maka dalam hati pemuda itu merasa bilamana Ciu Tong tak tertOlong lagi. “Hei.... , tentunya dia berhasil mencuri kereta berdarah itu dari tangan si sastrawan berusia pertengahan itu, tidak disangka akhirnya ia malah memperoleh akibat yang demikian ngerinya!” diam-diam pikirnya dihati.

Ia mulai merasa kalau orang tua yang ada di hadapannya adalah seorang tua yang patut dikasihani.

“Empek Ciu, perkataanmu sedikitpun tak salah!” sahutnya tanpa terasa.

Ciu Tong tertawa kering, dengan paksakan diri ia melanjutkan kembali kata-katanya.

“Aaa....  aku....  aku  sudah....  ada....  du....  duuuuu.  dua

puluh tahun lamanya.... selalu.... mee.... meee     memikirkan

keeee. kereta berda....  darah....  mulai  ini  haa  .  hari  mulai

ini haa.... hari.... kereta be.... berdarah ada.... dalah mii....

milikku. !”

Berbicara sampai disitu, kepalanya tiba-tiba rubuh ke samping dan putuslah napasnya.

Melihat si orang tua itu telah mati Koan Ing merasa hatinya amat sedih sekali, perduli Ciu Tong jahat atau baik ia masih mempunyai nama besar diantara empat manusia aneh, tidak disangka dikarenakan kereta berdarah mereka ayah beranak harus menemui akhir yang begitu mengenaskan, hal ini benar- benar amat mengharukan.

Kini Ciu Tong sudah mati dengan amat mengerikan, sedang sesaat menjelang kematianya ia masih belum juga melupakan kereta berdarah.... tidak aneh kalau Jien Wong memerintahkan dirinya untuk memusnahkan kereta tersebut, tidak nyana kalau kereta berdarah ini benar-benar mendatangkan mala petaka saja!

Selagi pikirannya sedang berputar keras di tengah suara sambaran angin yang keras, tampaklah dua sosok bayangan manusia melayang turun ke atas permukaan tanah. Buru-buru Koan Ing meletakkan mayat dari Ciu Tong ke atas tanah dan ia sendiri menyingkir kesamping, sekali pandang saja pemuda itu dapat melihat kalau yang datang bukan lain adalah Thian Yang Siuw-su serta Suma Han.

Baru saja tubuh Koan Ing mundur ke belakang, mendadak Thian Yang Siuw-su berkelebat menubruk ke arah kereta berdarah yang telah hancur berantakan itu.

Sinar mata Koan Ing berkelebat, hatinya merasa terperanjat karena di tempat itupun sinar matanya telah menemukan segulung kertas yang terguling keluar dari hancuran kereta berdarah tersebut.

Rahasia dari kereta berdarah ini jarang sekali ada orang yang mengetahui, kiranya rahasia tersebut berada di dalam gulungan kertas itu. hanya tidak tahu kertas itu semula disembunyikan dimana?

Mungkin bilamana kereta ini tidak hancur. kertas itupun tidak mungkin bisa muncul.

Sewaktu pemuda itu lagi berdiri termangu-mangu itulah tangan kanan dari Thian Yang Siuw-su telah berhasil mencekal ujung sebelah atas dari gulungan kertas itu.

Ia segera membentak keras pedang kiem-hong-kiamnya langsung menghajar pergelangan tangan dari Thian Yang Siuw-su.

Thian Yang Siuw-su mendengus dingin, tangan kirinya diangkat langsung menyerang ke arah tangan kanannya, dua jari tangannya dengan kecepatan yang tertinggi menotok ke atas tubuh pedang kiem-hong-kiam tersebut.

Suma Han yang selama ini berdiri di samping sesudah melihat kejadian ini sudah tentu tidak mau ambil diam, ditengah suara bentakan yang amat keras kelima jari tangannya dengan dahsyat mencengkeram ke arah punggung Thian Yang Siuw-su. Thian Yang Siauw Su merasa terperanjat, di bawah serangan gabungan dari dua orang jagoan berkepandaian tinggi ini memaksa ia mau tak mau harus meloncat ketengah udara.

“sreeeet....!” ditengah sambaran setentetan cahaya keemas-emasan setengah gulungan kertas tersebut berhasil dibabat putus oleh pedang kiem-hong-kiam dan tersebar ke atas lembah.

Dengan cepat Koan Ing menyambar separuh bagian gulungan kertas itu sedang sebagian gulungan itupun berhasil didapatkan oleh Suma Han.

Waktu itu Koan Ing tidak sempat memperhatikan lagi lukisan di dalam gulungan kertas itu, ia segera memasukkannya ke dalam saku.

Dengan perlahan Thian Yang Siuw-su mencabut keluar pedangnya. sambil dilintangkan di depan dada sinar matanya yang tajam memperhatikan terus ke arah musuh-musuhnya.

“Bilamana kalian berdua tidak suka menyerahkan ilmu silat aliran Hiat Hoa Pay itu janganlah harap bisa loloskan diri dari sini!” tiba-tiba terdengar suara seseorang bergema datang dengan dinginnya.

Koan Ing hanya terasa hatinya tergetar keras dan segera menoleh ke belakang.

Tampaklah dari sisi sebelah kiri muncul seseorang yang bukan lain adalah Majikan dari rimba Wang Yu Liem, si sastrawan berusia pertengahan itu dengan membawa delapan orang lelaki berbaju hitam.

Ia merasa sangat terkejut sinar matanya menyapu sekejap ke sekeliling tempat itu.

Suma Han yang melihat kejadian itupun merasa amat terperanjat sekali, dia tahu kepandaian silat yang dimiliki  Thian Yang Siuw-su tidak berada di bawah dirinya apalagi dengan munculnya orang tersebut berserta kedelapan orang berbaju hitamnya, kepandaian silatnya tentu tidak rendah.

Hal ini berarti pula kalau kedudukannya pada saat ini benar-benar sangat berbahaya sekali.

Si sastrawan berusia pertengahan itu memandang sekejap ke arah Suma Han lalu sambil tertawa tanyanya; “Entah siapakah nama besar dari Loo sian seng ini?”

“Loohu adalah Giok Yan Coen'' sahutnya kemudian sambil mendengus sedang tangannya mematahkan sebatang pohon bambu.

Sehabis berkata tangannya mulai menyambar mematahkan ranting pada bambu tersebut.

Si sastrawan berusia pertengahan itu agak terkejut sewaktu disebutkan nama itu tetapi sebentar kemudian ia sudah tertawa kembali.

“Selamat bertemu, selamat bertemu? cayhe adalah majikan Rmba Wang Yu Liem tentunya Suma Han thayhiap pernah mendengarnya bukan!”

Dalam hati Suma Han pun merasa rada berdesir, ia sama sekali tidak menyangka Kalau orang yang ada di hadapannya pada saat ini adalah majikan dari Rimba Wang Yu Liem, salah satu dari tiga tempat terlarang di dalam Bu-lim, sekali pandang saja ia sudah tahu bilamana orang ini sangat berbahaya dan banyak akal.

Bambu yang ada ditangannya dengan cepatnya dibabat, disajat. membentuk sebuah seruling bambu.

“Ooow.... selamat bertemu, selamat bertemu!” sahutnya sambil bekerja tanpa berhenti. Koan Ing yang melihat Suma Han kembali membuat sebuah seruling hatinya merasa sangat terperanjat, tetapi keadaannya pada saat ini juga amat berbahaya maka itu ia merasa tidak ada perlunya untuk memberi peringatan kepada si sastrawan berusia pertengahan itu, maka itu mulutnya tetap bungkam sedang hatinya secara diam-diam mulai mencari akal untuk meloloskan diri dari sana.

Sinar mata si sastrawan berusia pertengahan itu berkilat, ia yang melihat Suma Han menyajat bambu dalam hati lantas mengira si orang tua itu lagi memamerkan ilmu silatnya, karenanya tak terasa lagi ia sudah tertawa, “Perbuatan dari Suma thayhiap selama hidupnya selalu jujur dan halus, tetapi tak sejujur dan sehalus tindakan dari kami orang-orang Rimba Wang Yu Liem, coba kau lihat Thian Yang Siuw-su itupun kini telah menggabungkan diri dengan Rimba Wang Yu Liem kami!”

Sekali lagi Suma Han merasa hatinya tergetar keras, nama besar dari Thian Yang Siuw-su pernah dia orang mendengarnya, tidak disangka ini hari ia telah digunakan oleh orang lain, hal ini sungguh merupakan suatu peristiwa yang sangat aneh.

Walaupun ia mengerti saat ini keadaannya sangat berbahaya tetapi karena merasa ilmu suara iblis “Si Hun Mo Ing”nya tanpa tandingannya maka hatinya sediKitpun tidak gentar.

Jang terpenting baginya pada saat ini adalah. berusaha untuk merebut waktu, jarinya dengan dahsyat disentilkan ke atas bambu dan jadilah sebuah seruling yang amat indah.

Tiba-tiba si sastrawan berusia pertengahan itu menjerit kaget, hatinya terasa berdesir karena saat itulah ia baru teringat bilamana si orang tua itu pandai menjinakkan binatang dengan mengandalkan serulingnya.

“Cepat rebut seruling bambu itu!” bentaknya keras.

Pedang panjang Thian Yang Siuw-su berkelebat dengan cepat, ganas dan telengas ia langsung menusuk tenggorokan Suma Han. Saat ini Suma Han tinggal melubangi sebuah lubang lagi maka jadilah seruling itu, kini melihat maksud hatinya terhalang, hatinya jadi mendongkol bercampur gusar, ditengah suara bentakan yang amat keras seruling bambu itu dengan disertai suara desiran yang amat tajam menotok ke atas alis Thian Yang Siuw-su.

Sinar mata Koan tag berkil»i, fiba2 tubuh nya meloncat ke atas, ia berkelebat menuja ke arah lembah gunung sebelah belakang,

“Cepat halangi Koan Ing!” bentak si sastrawan berusia pertengahan itu cepat2,

Tiga orang berbaju hitam segera meloncat ketengah udara dan langsung mengejar diri pemuda itu.

Gerakan Koan Ing cepat laksana sambaran kilat berlari menuju keluar selat, Suma Han yang melihat kejadian tersebut hatinya terasa amat berdesir, pikirnya:

“Aku tidak boleh berada disini seorang diri untuk menghantarkan kematian!”

Dengan gesitnya ia menghindarkan diri dari serangan Thian-yuan Siuw-su lalu tubuhnya mencelat dan bersalto ditengah udara untuk kemudian mengejar ke arah Koan Ing.

Thian Yang Siuw-su sewaktu melihat musuhnya melarikan diri, tubuhnya pun ikut berkelebat ke depan melakukan pengejaran.

Dengan demikian mereka berdua satu di depan yang lain di belakang bersama-sama mengejar Koan Ing dengan kencangnya,

Pikiran Koan Ing dengan cepat berputar. bilamana demikian terus keadaannya ia tidak bakal bisa meloloskan dirinya apalagi Suma Han tidak suka melepaskan dirinya terus menerus, ia harus mencari satu akal untuk menghindari mereka. Tubuhnya laksana sambaran kilat berkelebat ke depan, hanya di dalam sekejap mata dia telah keluar dari selat tersebut.

Tiba-tiba tampaklah sesosok bayangan tubuh manusia berkelebat datang. segulung angin serangan jari dengan dahsyatnya meluncur menghantam tubuh Suma Han,

Suma Han dengan gesitnya berkelit, melihat serangannya tidak mencapai pada sasaran bayangan itupun segera berkelebat kesamping.

Kiranya orang itu bukan lain adalah sijari sakti Sang Su-im adanya.

Tubuh Koan Ing baru saja berdiri tegak dari balik hutan kembali muncul seseorang yang bukan lain adalah Sang Siauw-tan.

Kiranya Sang Su-im serta Sang Siauw-tan merasa tidak lega hatinya karena kepergian Koan Ing, karena itu mereka segera menyusul tidak disangka di tempat itu mereka telah berjumpa.

“Kau baik-baik bukan?” tanya sijari sakti itu kepada sang pemuda.

“Terima kasih atas perhatian empek Sang, aku tidak ada urusan sama majikan dari Rimba Wang Yu Liem kembali telah munculkan dirinya sedang empek Ciu sudah mati karena kereta berdarah yang ditumpanginya terjatuh ke dalam jurang!”

Mendengar perkataan tersebut Sang Su-im jadi sangat terperanjat.

“Ooow begitu?”

Ia sama sekali tidak menyangka kalau Ciu Tong telah mati, walaupun dirinya dengan Ciu Tong rada tidak cocok tetapi bagaimanapun juga mereka adalah jago-jago yang mengangkat nama bersama-sama. Dengan kematian dari Ciu Tong ini benar-benar satu pukulan yang amat berat bagi hatinya.

Saat itu Suma Han telah berhasil membuat satu lubang  lagi, tetapi kini Sang Su-im telah munculkan dirinya. Ia takut ilmu suara iblis “Si Hun Mo Ing” tersebut tak manjur untuk digunakan terhadap Koan Ing karena tempo hari ilmunya inipun telah berhasil dipunahkan oleh pemuda tersebut dengan menggunakan ilmu saktinya.

Sinar matanya dengan perlahan menyapu sekejap ke arah dua orang itu, hatinya benar-benar merasa ragu-ragu.

Sang Siauw-tan dengan perlahan berjalan kesisi Koan Ing, mereka berdua tak ada yang mengucapkan sepatah katapun.

Ketiga orang berbaju hitam itupun saat ini sudah berdiri di belakang tubuh Thian Yang Siuw-su, mereka bersama-sama memperhatikan Koan Ing tajam-tajam.

Beberapa saat kemudian tampaklah lima orang berbaju hitam dengan menggendong si sastrawan berusia  pertengahan itupun tiba disana.

Begitu si sastrawan tersebut munculkan dirinya ditengah kalangan sambil tertawa dingin ia segera berseru:

“Beginipun sangat bagus sekali, urusan boleh kita selesaikan disini!”

Sinar mata Suma Han berkilat. seruling bambunya tiba-tiba ditempelkan pada ujung bibirnya. Begitu suara seruling tersebut bergema memenuhi angkasa Koan Ing segera merasakan hatinya tergetar amat keras, tangannya dengan cepat menggenggam tangan Sang Siauw-tan sedang sepasang matanya memperhatikan Suma Han tajam-tajam.

Kini si orang tua itu kembali memperdengarkan suara iblis “Si Hun Mo Ing”nya, maka itu ia harus berusaha mencari kesempatan untuk turun tangan dahsyat terhadap dirinya. Sang Su-im sendiri pun merasa sangat terperanjat, tidak menanti Koan Ing buka suara telapak tangan kanannya telah ditempelkan ke atas jalan darah “Leng Thay Hiat” pada punggungnya.

Thian Yang Siuwsu yang ada diSudut lain Pun buru-buru mencekal tangan si sastrawan berusia pertengahan itu, sisanya delapan orang lelaki berbaju hitam telah kena dikuasai. saat ini mereka menggeletak tak bisa berkutik.

Hal itu terjadi diluar dugaan mereka, sudah tentu membuat Thian Yang Siuwsu merasa amat gusar sekali, dengan mata melotot ia memperhatikan diri Suma Han.

Dengan langkah PatKwanya, Suma Han mulai memperhatikan diri Koan Ing, dalam hatinya ia bermaksud untuk sekali hantam membinasakan pemuda tersebut tetapi ketika melihat Sang Su-im telah menempelkan telapak tangannya pada punggung pemuda itu, hatinya jadi berdesir.

Buru-buru ia mengundurkan dirinya kembali ke tempat semula, Sinar matanya berkilat, ia bermaksud pula untuk membinasakan Thian Yang Siuwsu l bih dahulu, tetapi hatinya merasa tidak tenteram.

Setelah berpikir beberapa saat lamanya terakhir ia mengundurkan dirinya dan naik ke atas sebuah puncak gunung.

Koan Ing yang melihat Suma Han naik ke atas puncak hatinya jadi amat terperanjat di dalam benaknya segera teringat akan sesuatu peristiwa!

Dengan langkah yang amat perlahan Suma Han naik ke atas puncak tebing itu, tiba-tiba irama seruling berubah. Ditengah suara irama seruling laksana retaknya batu serta mengamuknya ombak ditengah samudra terlihatlah dua ekor macan dengan ganas dan dahsyatnya menubruk ke arah  Thian Yang Siuw-su. Ooo)*(ooO

Bab 55

THIAN YANG SIUW-SU mengerutkan dahi, sepasang telapak tangannya segera dipentangkan kesamping, ditengah suara desiran yang tajam macan buas tersebut berhasil dibinasakan olehnya.

Tubuhnya dengan cepat menubruk ke arah tebing tersebut, mendadak seekor ular aneh berbintik2 menyusup keluar antara rerumputan dan langsung menyambar tubuh Thian Yang Siuw-su, bersamaan itu pula dari empat penjuru terdengarlah suara auman harimau serta jeritan kera yang membelah bumi.

Pikiran Koan Ing dengan cepat bergerak, ia tahu bilamana kumpulan binatang2 buas itu berhasil dikumpulkan disana maka sulit sekali baginya untuk meloloskan diri.

Tubuhnyapun ikut meloncat ke atas dan menubruk ke arah tebing gunung tersebut. Kawanan ular menyambar silih berganti di atas tebing gunung itu, pedang panjang Koan Ing berkelebat tiada hentinya kesana kemari menghalau datangnya sambaran tersebut.

Sang Su-im sambil menarik tangan Sang Siuw Tan pun ikut mengejar dari belakang.

“Jangan lepaskan orang itu!” teriak si sastrawan berusia pertengahan dengan suara yang amat keras.

Ketika Koan Ing tiba di atas puncak tebing tersebut Suma Han sejak semula telah meninggalkan tempat itu.

Karena tubrukan harimau serta sambaran ular inilah gerakan mereka jadi sangat terlambat! Sambil melancarkan sentilan2 jari, Sang Su-im berhasil menyusul ke atas puncak tebing itu, kepada Koan Ing segera berkata: “Kita tidak bakal berhasil menyandak dirinya, mari kita mencari dulu tempat untuK menghindar!”

Koan Ing pun merasa perkataan tersebut sedikitpun tidak salah, ia tak memaksa lagi walaupun hatinya terasa sangat cemas,

Sinar matanya dengan perlahan menyapu sekejap di sekeliling tempat itu, tiba-tiba diantara bergeraknya kawanan binatang ia menemukan segerombolan manusia bergerak mendekat....

Beberapa saat kemudian ia baru bisa melihat jelas kalau orang-orang itu bukan lain adalah Song Ing serta Thian Siang Thaysu sekalian

Melihat kejadian tersebut Koan Ing jadi sangat girang, sedangkan Sang Su-im merasa hatinya sedikit ada diluar dugaan.

Sebetulnya Thian Siang Thaysu sekalian tertinggal di atas puncak untuk mengawasi Yuan Si Tootiang sekalian, bagaimana mungkin mereka bisa tiba disini?

Tentunya Yuan Si Tootiang sekalian berhasil melarikan diri dengan pinjam kesempatan waktu suasana amat kacau.

Mereka bertiga bersama-sama berlari untuk menggabungkan diri dengan Thian Siang thay su sekalian, kemudian bersama-sama berangkat menuju kesebuah puncak gunung disebelah kanan.

Puncak guouog itu sangat tinggi sekali sehingga menembus awan, menanti semua orang telah tiba di atas puncak hatinya baru terasa lega, karena di atas puncak gunung yang  demikian tingginya ini binatang buas tak mungkin bisa mencapainya.

“Heeei.... tidak disangka ini hari kembali kita orang terkurung di dalam kurungan binatang buas! Entah harus menggunakan cara apa kita baru bisa terbebas?” Sang Su-im yang membimbing tubuh Sang Siauw-tan tetap membungkam, sinar matanya memandang ke tempat kejauhan.

Cha Can Hong pun menghela napas panjang. “Tempo hari kita semua orang adalah jago-jago Bu-lim yang dihormati oleh setiap orang tidak disangka ini hari bisa terjatuh jadi sedemikian rupa.... tiga manusia genah empat manusia aneh telah mendapatkan malu yang benar-benar memilukan!”

“Ciu heng telah mati!” kata Sang Su-im tiba-tiba dengan suara yang amat tawar.

Tubuh Cha Can Hong kelihatan tergetar keras, ia membungkam dalam seribu bahasa.

Kematian dari Ciu Tong boleh dikata merupakan satu pukulan yang keras terhadap dirinya, karena kematian salah satu anggotanya berarti pula nama besar empat manusia aneh jadi tersapu.

Kepalanya dengan perlahan ditundukan rendah-rendah, lama sekali dia termenung.

Semua jago yang hadir di dalam kalangan pada saat ini pada tahu bagaimana tingginya kepandaian silat yang dimiliki, ditambah pula ilmu obat-obatan yang amat lihay sungguh merupakan suatu keajaiban alam.... Tidak disangka sioiang tua itu kini telah mati!

Thian Yang Thaysu merangkap tangannya memuji keagungan Buddha, mendadak ia merasa dirinya telah mempermainkan nyawanya sendiri, bukan begitu saja bahkan iapun telah menggunakan nyawa dari anak murid Siauw-lim- pay guna merebutkan sebuah kereta berdarah yang tidak diketahui apakah kegunaannya

hal ini benar-benar merupakan suatu pekerjaan yang sangat bodoh. Hatinya mulai merasa menyesal, kecewa karena perbuatannya yang sangat tolol itu!

SesOsok bayangan hijau dengan amat ringannya melayang datang, Koan Ing putar badan sambil melancarkan tiga serangan berantai.

Ditengah suara tertawa panjang yang amat keras orang itu segera balas melancarkan lima pukulan dahsyat.

Ditengah suara dengungan pedang kiem-hong-kiam orang itu dengan ringannya melayang kepinggiran puncak.

Orang itu ternyata adalah Thian Yang Siuwsu.

Tidak selang beberapa saat kemudian muncul delapan orang lelaki berbaju hitam yang segera meletakkan si sastrawan berusia pertengahan tersebut ke atas tanah.

Melihat munculnya Orang itu Thian Siang Thaysu sekalian segera bersiap-siap untuk melancarkan serangan, mereka bermaksud untuk mengadu kekuatan dengan orang-orang Rimba Wang Yu Liem.

Kawanan ular telah mencapai ke atas puncak tebing, Sang Su-im sambil putar badan melancarkan satu serangan jari untuk menghajar hancur seekor ular raksasa sebesar kepala!

Suara auman binatang buas bergema memenuhi empat penjuru, suasana semakin menegang.

“Haaa.... haaa.... saat ini bukanlah saat buat kita untuk saling bermusuhan,” kata si sastrawan berusia pertengahan itu sambil tertawa. “Buat apa kalian mau saling bunuh membunuh?”

“Kalau begitu bagus sekali,” sahut Koan Ing dengan tawar. “Kau serahkan dulu separuh dari gulungan kertas yang diperoleh dari kereta berdarah, setelah itu kami akan memberi separuh tempat di atas puncak ini buat kalian berlindung, Kalau tidak! Lebih baik kalian cepat menyingkir dari sini!” “Haaa.... haaa.... Koan Ing, jangan kau kira kita benar- benar takut kepadamu!” teriak si sastrawan itu dengan tertawa terbahak-bahak, “Sebetulnya kau harus tahu kalau kekuatan diantara kita berdua adalah seimbang, sikapmu janganlah terlalu sombong!”

“Hmmm! mau atau tidak itu terserah dirimu, bilamana kau tidak rela, heee.... hee. boleh coba-coba saja.”

Waktu itu kedelapan orang berbaju hitam itu sudah putar badannya untuk menghadapi serangan dari kawanan ular sedang dipihak Koan Ing, Song Ing, serta Sin Hong Soat-nie masing-masing dengan menggunakan sebilah pedang menyapu serangan dari kawanan ular tersebut hal ini jelas kelihatan kalau kekuatan dari pemuda tersebut jauh melebihi kekuatan lawannya.

“Baik!” sahut si sastrawan berusia pertengahan itu kemudian setelah berpikir sebentar. “Mati hidup kita masing- masing belum bisa diketahui biarlah aku mengalah satu kali buat kalian.”

Sehabis berkata tangannya diangkat. Thian Yang Siuw-su yang ada disampingnya dengan cepat mengambil keluar gulungan kertas itu kemudian diserahkan kepada Koan Ing.

Pemuda itu dengan cepat menerimanya, ketika sinar matanya berputar terasalah pandangan semua orang ditengah kalangan itu sedang memperhatikan gulungan kertas ditangannya.

Tetapi ia tidak mengambil gubris, dari sakunya iapun mengambil keluar seperampat bagiannya.

Rasa ingin tahu mulai menyelimuti hati setiap orang walaupun mereka tidak bermaksud untuk merebut tetapi terhadap rahasia ilmu silat aliran Hiat-ho-pay ini mereka sangit mengharapkan bisa mengetahuinya. Dengan menggunakan tangan kanannya Koan Ing melemparkan gulungan kertas itu ketengah udara, bersamaan itu pula pedang kiem-hong-kiamnya dicabut keluar dari dalam sarungnya.

Diantara berkelebatnya serentetan cahaya keemas-emasan gulungan kertas tersebut telah tersajat hancur berantakan dan tersebar keempat penjuru oleh tiupan angin gunung yang amat kencang.

Melihat kejadian itu hati semua orang merasa kecewa, mereka menyesal sebelum melihat apakah rahasia yang termuat di dalam gulungan kertas itu, benda tersebut keburu sudah dihancurkan oleh Koan Ing.

Si sastrawan berusia pertengahan itupun tak menyangka kalau Koan Ing bisa menghancurkan gulungan kertas itu tanpa melihat sekejappun isinya, hal ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang berada diluar dugaannya.

Rasa menyesal mulai menyelimuti hati kecilnya, dia menyesal kenapa tadi tidak menggunakan gulungan kertas palsu untuk menipu pemuda tersebut.

Suara seruling dengan perlahan mulai merendah, kawanan ular yang menyerangpun mulai mengundurkan diri, walaupun begitu suara aumun macan serta pekikan binatang buas masih berlangsung tiada hentinya di sekeliling tempat itu.

Dalam hati mereka mengerti kalau dalam pada saat ini dirinya telah terkepung di atas puncak tersebut.

Sihar mata si sastrawan berusia pertengahan itu dengan perlahan menyapu sekejap ke seluruh kalangan, kemudian ujarnya, “Dengan hadirnya jagoan Bu-lim yang sedemikian banyaknya, ada seharusnya mencari sesuatu cara untuk meloloskan diri!”

“Hmm! Diantara kita bagaikan air sungai yang tidak mengganggu air sumur, kalian tak diperkenankan melewati garis ini! Kalau tidak kami akan turun tangan tanpa sungkan- sungkan” seru Song In tiba-tiba sambil membuat satu garis di atas permukaan tanah.

Si sastrawan berusia pertengahan itu agak melengak, ia sama sekali tidak menduga kalau Song Ing bisa bertindak tanpa sungkan-sungkan terhadap dirinya, untuk beberapa saat saking mendongkolnya ia tertawa dingin tak henti-hentinya kemudian melengos memandang ke arah kejauhan.

Lama sekali suasana berubah jadi hening.

“Sang-heng!” tiba-tiba Cha Can Hong memecahkan kesunyian, “Siauwte ada urusan yang hendak dirundingkan, entah sudikah kiranya Sang-heng untuk mengabulkan?”

Sang Su-im rada melengak ia sama sekali tidak menduga Cha Can Hong bisa berkata demikian.

Selama ini hubungannya dengan si dewa telapak dari gurun pasir ini sangat intim sekali apalagi diantara empat manusia aneh tinggal mereka berdua saja hal ini sudah tentu membuat hubungan mereka semakin rapat....

Selama ini Cha Can Hong bersifat tinggi hati, bagaimana mungkin ini hari bisa berkata begitu? urusan apa yang hendak diajak berunding?

“Kalau ada urusan silahkan Cha Loo-te bicarakan, asalkan aku orang she Sang bisa melaksanakannya tentu akan kerjakan dengan sepenuh tenaga, buat apa kau orang bicara lambat-lambat?” tegurnya sambil tertawa.

“Heee. soal ini mengenai puteriku yang paling kecil ini.”

Mendengar perkataan tersebut Sang Su-im jadi tersadar kembali, sinar matanya dengan perlahan dialihkan ke atas wajah Cha Ing Ing. Saat ini gadis cilik itu telah menundukkan kepalanya rendah-rendah, wajahnya amat mengenaskan sekali seperti ia mau menangis tapi tak dapat melelehkan air mata.

Koan Ing sendiripun jadi melengak, dia sama sekali tidak menduga Cha Can Hong bisa mengungkit persoalan tersebut dihadapan orang banyak. untuk beberapa saat lamanya pemuda itu jadi kebingungan dan memandang ke arah Song Ing dengan pandangan melongo.

Perlahan-lahan Sang Siauw-tan maju mendekati diri Cha Ing Ing lalu mencekal tangannya erat-erat.

“Haaaaa.... haaaaa.... Cha Loo-te! sudah tentu di dalam urusan ini aku tak ada perkataan lain lagi,” kata Sang Su-im sambil tertawa terbahak-bahak, “Kong Boen Yu adalah kawan karibku tempo hari, bilamana kau ada urusan kenapa tidak dibicarakan langsung dengan nona Song saja?”

Song Ing memandang sekejap ke arah Koan Ing, kemudian tersenyum “Urusan ini bilamana dibicarakan pulang pergi akhirnya ya sama saja karena merupakan satu lingkaran setan, kenapa tidak ditanyakan saja kepada orangnya sendiri, asalkan dia setuju maka urusan kan bisa selesai dengan sendirinya. buat apa ditanyakan lagi kepada kami?”

“Heeeei.... putriku yang terkecil ini sudah aku manja sejak kecil.” seru si dewa telapak sambil menghela napas panjang. Kini ia telah menginjak dewasa, bilamana dalam keadaan aman aku tidak bakal akan membicarakannya tetapi keadaan kita sangat berbahaya sekali karena itu aku terpaksa harus menyelesaikan urusan tersebut ini hari juga!”

Cha Ing Ing yang mendenear perkataan tersebut segera tundukkan kepalanya menangis tersedu-sedu, agaknya ia merasa amat bersedih hati.

Sementara jago yang melihat kejadian itupun merasa hatinya ikut sedih, dengan nama besar dari Cha Can Hong di dalam Bu-lim tidak disangka karena urusan puterinya tidak memperduli lagi kedudukkannya, hal ini benar-benar sangat mengharukan.

Koan Ing sendiri juga dibuat kebingungan setelah mendengar perkataan dari Cha Can Hong tersebut tak mungkin baginya untuk menampik lagi, tetapi iapun tak berani menyanggupi.

Saking bingungnya tanpa terasa sinar matanya sudah dialihkan ke atas wajah Song Ing.

Song Ing memandang sekejap ke arah Koan Ing kemudian tersenyum.

“Jika dihitung aku adalah subonya, dengan beranikan diri biarlah aku mewakili dirinya untuk menyanggupi urusan ini!”

Koan Ing jadi melengak, ia sama sekali tak menyangka kalau Song Ing bisa mewakili dirinya untuk menyanggupi urusan tersebut mulutnya jadi melongo-longo dan selama beberapa saat lamanya tak dapat mengucapkan sepatah katapun,

“Tetapi ia sudah ada ikatan terlebih dulu dengan nona Sang, aku takut hal ini rada sedikit menyiksa nona Cha,” sambung Sang Ing lagi sambil tertawa.

Kini ganti Sang Siauw-tan yang tertegun, diapun tidak menduga kalau Song Ing bisa berkata begitu.

Kontan saja wajahnya berubah menjadi merah padam, saking malunya ia menundukkan kepalanya rendah-rendah sedang dalam hati merasa kheki bercampur girang.

Cha Can Hong yang melihat Song Ing telah menyanggupi, hatinya jadi sangat girang.

“Haaa.... haa.... nona Song, terima kasih, terima kasih” teriaknya sambil tertawa terbahak-bahak.

“Ing-jie!” tegur Song Ing kemudian terhadap Koan Ing. “Haruslah kau ketahui perbuatan seorang lelaki sejati harus ditanggung sendiri resikonya, urusan terhadap nona Cha pun terjadi karena dirimu apalagi kaupun sudah menyajangi dirinya terlampau batas, kini kau tidak bisa menampik lagi. Ajoh cepat memberi hormat buat kedua orang Gak-hu Thayjien!”

Koan Ing rada tertegun, urusan inipun terjadi karena tempo hari ia berusaha untuk menghindari Sang Siauw-tan. sebenarnya dalam hati pemuda itu tidak mencintai Cha Ing Ing, hanya saja dikarenakan keadaan memaksa mau tak mau ia harus menerimanya juga,

Apalagi urusan ini sudah jadi begitu, mati hiduppun masih belum diketahui, karenanya tanpa terasa tubuhnya sudah menjatuhkan diri berlutut.

“Haaaaa.... haaaa.... Hian-say tidak usah banyak adat....

Hian say tidak usah banyak adat” seru Sang Su-im serta Cha Chan Hong berbareng.

Sang Siauw-tan dan Cha Ing Ing buru-buru putar badan untuk melengos, walaupun kedua orang gadis itu bersikap terbuka dan lapang dada tetapi di dalam keadaan seperti ini mau tak mau mereka dibuat jengah juga.

Dengan kejadian ini maka suasana tegang-segera tersapu bersih diganti dengan suasana yang penuh dengan kegembiraan.

Hati semua jago terasa lebih kendor dan nyaman.

Traktiran: (7891767327 | BCA A.n Nur Ichsan) / (1740006632558 | Mandiri A.n Nur Ichsan) / (489801022888538 | BRI A.n Nur Ichsan) ataupun bisa melalui via Trakteer yang ada dibawah

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar