Jilid 12
KOAN ING segera miringkan pedang Kiem-hong-kiamnya kesamping, dengan menggunakan jurus “Hay Thian It Sian” dia memunahkan datangnya terangan dari Sak Huan.
Belum habis jurus serangan itu digunakan tubuhnya sudah melayang ke tengah udara menubruk ke depan, pedangnya membengkok dengan menggunakan jurus ‘Cie Ci Thian Yang’ dia balas menyerang kening Sak Huan.
Sinar mata Sak Huan yang tajam berkedip, pedangnyapun didorong sejajar dada menghajar musuhnya, agaknya dia melihat luka dalam yang diderita Koan Ing belum sembuh kini hendak mengadu tenaga dalam dengan dirinya.
Melihat perbuatan musuhnya demikian, pemuda itu mendengus dingin, sewaktu berada dipuncak Su Li Hong diapun menghadapi Sin Hong Soat-nie di dalam keadaan terluka parah juga, terhadap pertempuran semacam ini boleh dikata dia sudah mempunyai pengalaman yang cukup luas.
Kini Sak Huan berani menghadapi dirinya dengan cara ini sudah tentu dia orang jadi gemas.
Luka dalamnya kini walaupun baru sembuh lima, enam bagian tetapi dia merasa yakin bahwa kepandaian silat dari Sak Huan ini tidak bakal bisa melebihi kepandaian dari Sin Hong Soat-nie.
Maka ujung pedangnya ditarik, tubuhnya berkelebat dari tengah udara bagaikan seekor burung elang dia menubruk ke arah Sak Huan.
Pedang Kiem-hong-kiamnya dengan berubah jadi serentetan sinar yang menyilaukan mata
menuding diri Sak Huan tiada lepasnya, seluruh jurus serangan dilancarkan dengan tiada hentinya laksana mengalirnya air sungai Tiang Kang meluncur terus menerus, setiap serangan tentu mengandung kedahsyatan yang semakin bertambah.
Pedang panjang ditangan Sak Huan berputar tiada hentinya, terhadap keanehan serta kecepatan gerak dari Koan Ing yang luar biasa ini memaksa dia tidak sanggup untuk balas melancarkan serangan, dia sama sekali tidak bisa menduga datangnya serangan dari Koan Ing yang tiada habisnya itu.
Yang paling celaka lagi, ada kalanya Koan Ing menggunakan jurus-jurus serangan aliran Bu-tong-pay yang dimainkan lain dari keadaan biasanya.
Yang penting bagi para jago sewaktu bertanding adalah dapat menduga terlebih dulu bagian mana yang bakal diserang pihak musuh, sudah tentu terhadap cara yang kebalikan dari keadaan biasanya ini bukan saja dia tak dapat menduga terlebih dulu terhadap jurus serangan Koan Ing bahkan sebaliknya dipaksa jadi kelabakan dan terdesak,
Jurus serangan yang dilancarkan Koan Ing laksana deburan ombak di tengah sungai Tiang Kang, dia menitik beratkan serangannya pada perubahan jurus yang cepat dengan menggunakan tenaga dalam sedikit2nya hal ini dilakukan karena untuk melindungi lukanya yang baru saja sembuh.
Tetapi Sak Huan masih tetap menghadapi dengan keadaan yang tenang-tenang saja, hal ini membuat Koan Ing diam- diam merasa keheranan.
Menurut pandangannya tenaga dalam yang dimiliki Sak Huan pada saat ini jauh lebih tinggi daripada apa yang diperlihatkan pada saat ini, kenapa dia tidak menggunakan seluruh tenaga dalam yang dimilikinya?
Waktu itu Koan Ing tiada waktu lagi buat memikirkan soal itu, pedang panjangnya melancarkan serangan diperhebat beberapa kali lipat, dia mulai memikirkan cara yang lain untuk merebut kemenangan karena kecepatan gerak dari Sak Huan yang memaksa setiap serangannya mencapai pada sasaran yang kosong.
Hanya di dalam sekejap saja lima puluh jurus sudah berlalu dengan cepatnya, sebenarnya Sak Huan mengira bahwa dengan amat mudahnya dia berhasil membereskan diri Koan Ing, tetapi kini bukannya menang justru dipaksa berada di bawah angin, maka dengan dinginnya dia lantas mendengus, pikirannya mulai berputar mencari akal untuk menghadapi diri sang pemuda ini
Mendadak Sak Huan memejamkan sepasang matanya, sedang pedang panjang yang ada ditangannya berturut-turut melancarkan dua tebasan menghalangi Koan Ing.
Koan Ing yang melihat Sak Huan mengganti pandangannya dengan pendengaran dalam hati diam-diam rada terperanjat, dia tahu walaupun kebanyakan orang pandangan matajustru lebih tajam dari pendengaran tetapi di dalam suatu pertempuran jarak dekat dari dua orang jago berkepandaian tinggi pendengaran jauh lebih tajam dari penglihatan, kini Sak Huan berbuat demikian bukan saja kedudukannya jadi bertambah kuat diapun bisa terhindar dari gangguan salah penglihatan.
Baru saja hatinya merasa terperanjat mendadak Sak Huan sudah membentak keras pedangnya dengan gencar mendesak dirinya.
Koan Ing segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, berturut-turut dia melancarkan tiga tusukan ke depan, tubuhnya melangkah ke samping dan berdiri dengan amat tenangnya di samping kalangan.
Sak Huan sendiripun berturut-turut meluncurkan beberapa kali tusukan, lama kelamaan dia baru menemukan kalau Koan Ing sudah berdiam diri.
Untuk beberapa saat lamanya dia tidak melihat di manakah Koan Ing sedang berdiri karena waktu itu angin taupan bertiup dengan kencangnya dari sebelah utara. Akhirnya dia terdesak dan membuka matanya kembali dengan perlahan
Dengan pandangan yang amat dingin Koan Ing memandang sekejap ke arah Sak Huan lalu katanya, “Kepandaian silat dari aliran Bu-tong-pay kini aku sudah minta beberapa petunjuk, walaupun kepandaian silat saudara tidak rendah tetapi sayang tidak bisa disebut amat lihay, apalagi sifat serta tindak tanduk saudara amat kurangajar sekali”,
Mendengar perkataan itu dalam hati Sak Huan merasa amat gusar, tetapi dia tidak berani bertindak sembarangan karena dalam hati Ielaki berusia pertengahan ini mengerti kalau dirinya tak mempunyai pegangan yang kuat untuk memperoleh kemenangan,
“Hmm ini hari aku akan menyudahi sampai disini saja,” ujarnya kepada Koan Ing dengan dingin, “Tetapi pada satu hari Sang Siauw-tan pasti akan terjatuh ke tanganku, apalagi kaupun tidak bakal hidup sampai waktu kematianmu,” Sehabis berkata dengan amat dinginnya dia memandang sekejap ke arah Sang Siauw-tan
lalu memasukan kembali pedangnya ke dalam sarung.
Di dalam hati Koan Ing benar-benar merasa amat gusar, tetapi lukanya pada saat ini belum sembuh maka diapun tidak bisa berbuat apa-apa.
“Lebih baik sedikit berhati-hati, bilamana lain kali bertemu kembali dengan diriku,” ancamnya dengan dingin. “Bilamana perkataanmu waktu itu tidak sopan aku akan membuat kau mau tertawapun tak dapat tertawa, hati-hatilah kau berjaga diri.”
Sehabis berkata diapun menarik kembali pedangnya dengan amat tenangnya.
Sinar mata Sat Huan berkelebat tiada hentinya, mendadak tubuhnya berkelebat pedang panjangnya dengan membentuk pelangi panjang menghajar leher Koan Ing dengan kejamnya.
Koan Ing sama sekali tidak menyangka kalau Sak Huan bisa melancarkan serangan kembali setelah dia menyimpan kembali pedangnya, dalam keadaan amat terkejut itulah tangan kanannya berkelebat ke depan mencengkeram tubuh pedang tersebut.
Sang Siauw-tan yang melihat kejadian itupun merasa amat terkejut, tubuhnya berkelebat menubruk ke arah Sak Huan di iringi suara bentakan yang amat gusar.
Di tengah udarajari tangannya berturut-turut melancarkan tujuh buah sentilan sakti ke depan, tujuh buah gulung angin serangan yang tajam dengan cepat menghajar tubuh Sak Huan.
Babatan pedang dari Sak Huan ini dengan amat cepatnya berhasil dicengkeram oleh lima jari dari Koan Ing. Dia tertawa dingin, pedangnya dibabat ke depan, siap-siap membinasakan Koan Ing di bawah tusukan pedangnya, mendadak dia merasakan tugyuh gulung totokan jari meluncur mendatang....
Hatinya terasa berdesir, dalam hati dia tahu inilah serangan Han Yang Ci yang amat dahsyat itu,
Pedangnya terburu-buru ditarik kembali, tubuhnya berjumpalitan beberapa kali di tengah udara lalu melayang keluar dari balik tembok.
Kiranya dia yang melihat serangannya tidak mencapai pada sasarannya lantas mengerti kalau dirinya berdiam lebih lama di sanapun tak ada gunanya karena itu sambil tertawa dingin dia lantas melarikan diri dari sana.
Serangan yang dilancarkan Sang Siauw-tan dengan sekuat tenaga ini walaupun tidak mencapai pada sasaran tetapi air mukanya sudah berubah jadi pucat pasi,
Dari ujung lima jari pemuda itupun dengan perlahan menetes keluar darah segar dia sama sekali tidak menyangka kalau Sak Huan sebagai seorang murid kenamaan ternyata jauh lebih kejam dan licik daripada Ciu Tong si iblis tua itu.
Dengan pandangan gusar dia memandang ke arah depan, lama sekali tak sepatah katapun dapat diucapkan keluar.
Sang Siauw-tan sendiri diam-diam menarik napas panjang setelah itu baru berjalan kesisi
Koan Ing.
“Engko Ing, kau terluka?” tanyanya.
Koan Ing yang melihat Sang Siauw-tan mendekati dirinya dia lantas tersenyum.
“Akh.... tidak mengapa, cuma aku tahu serangan terakhir yang dilancarkan sekuat tenaga itu bukanlah ilmu silat aliran Bu-tongpay, ada kemungkinan jurus itu adalah yang baru saja diciptakan oleh Yuan Si Tootiang?”
Tenaga dalam yang dimiliki Sang Siauw-tan saat ini jauh lebih tinggi daripada tenaga dalam yang dimlikinya dahulu, walaupun baru saja dia melancarkan serangan dengan sekuat tenaga tubuhnya masih bisa bertahan diri.
“Hmm tidak kusangka anak murid Bu-tong-pay begitu tidak tahu malu!” serunya sambil
mengerutkan alisnya rapat-rapat. “Aku mau suruh Tia menegurjadah tua itu, bagaimana dia bisa memperoleh seorang murid yang selicik itu.”
Dalam hati Koan Ing merasa keheranan, Sak Huan sungguh merupakan seorang bernyali srigala apa mungkin Yuan Si Tootiang sama sekali tidak mengetahui akan urusan yang menyangkut diri Sak Huan? Atau mungkin dia sengaja berpura-purapilon,
Dia merasa heran bagaimana mungkin Yuan Si Tootiang hanya mendengus saja sewaktu
untuk pertama kalinya mereka bertemu dan waktu itu Sak Huan melototi diri Sang Siauw-tan tak berkedip.
Dengan kedudukan Sak Huan sebagai seorang toosu tiada seharusnya dia berbuat begitu, ditambah lagi Yuan Si Tootiang adalah seorang ciangbunjin Bu-tong-pay yang mempunyai nama besar di Bu-lim, apakah terhadap urusan ini dia orang menanggapi dengan begitu tawar?
Dengan perlahan mereka berdua kembali ke dalam ruangan tengah.
“Engkoh Ing.” tiba-tiba Sang Siauw-tan menegur “Kita tidak usah tinggal lebih lama lagi disini, mari kita mencari tempat yang lain atau melanjutkan perjalanan malam ini saja, aku tidak ingin tidur lagi. Koan Ing yang diganggu oleh Sak Huan dalam hatipun merasa rada tidak puas, dia tersenyum.
“Baiklah. mari kita meninggalkan tempat ini.”
Sehabis berkata mereka berdua lantas berjalan keluar dari rumah tersebut menuju ke tempat luar.
Baru saja mereka melakukan perjalanan beberapa saat lamanya mendadak Koan Ing menarik diri Sang Siauw-tan untuk bersembunyi dibalik sebuah pohon besar,
Sang Siauw-tanjadi melengak, dengan cepat dia memandang ke arah depan terlihatlah di atas salju berdirilah seorang yang bukan lain adalah Sak Huan,
Lewat beberapa saat kemudian tampaklah sesosok bayangan manusia dengan cepatnya lari mendatang, dari tempat kejauhan Koan Ing sudah bisa mengetahui kalau orang itu bukan lain adalah ciangbunjien dari Bu-tong-pay, Yuan Si Tootiang adanya....
Dalam hati dia merasa amat terperanjat, Yuan totiang juga ikut mengejar datang? Agaknya Sak Huan sedang menanti kedatangan Yuan Tootiang disana, apakah mungkin persoalannya tadi sudah memperoleh ijin dari dia orang?
Tetapi hal ini tidak masuk diakal, Yuan Tootiang adalah salah satu anggota dari tiga manusia genah apalagi kedudukannya sebagai ciangbunjien suatu partai besar, sekalipun dia tidak becus tidak mungkin dia bisa memberi ijin kepada Sak Huan untuk berbuat demikian,
Dengan cepatnya Yuan Si Tootiang sudah tiba dihadapan Sak Huan, mereka berdua mulai berbicara dan bersama-sama lalu menuju kejalan semula,
“Dari tadi aku sudah tahu,” ujar Yuan Si Tootiang dengan keren. Tetapi baru saja berbicara sampai separuh jalan, mendadak tubuhnya merandek.
“Siapa yang bersembunyi dibalik pohon?” bentaknya dengan gusar
Koan Ing jadi amat terperanjat selama ini dia bersama- sama Sang Siauw-tan sama sekali tidak bergerak, bagaimana mungkin Yuan Si Tootiang bisa mengetahui kalau mereka lagi bersembunyi dibalik pohon?
Jika ditinjau dari hal inijelas menunjukkan kalau tenaga dalam yang dimiliki Yuan Si Tootiang jauh berada di atas dua manusia genah lainnya.
Sambil menarik tangan Sang Siauw-tan dia lantas berjalan keluar dari balik pohon itu dan memandang ke arah Yuan Si Tootiang dengan tajam.
Yuan Si Tootiang yang melihat munculnya Sang Siauw-tan serta Koan Ing di tempat itu, sinar matanya berputar-putar.
“Ooouw.... kiranya kalian berdua,” katanya kepada mereka berdua.
“Murid keponakanku ini dikarenakan terlalu kagum dengan nona Sang sudah mengejar kemari, mau tak mau terpaksa pinto harus mengejar kemari juga dengan melakukan perjalanan malam, harap kalian berdua suka memaafkan diri pinto.”
Koan Ing yang mendengar perkataan tersebut lantas jadi melengak, kiranya Sak Huan adalah keponakan dari Yuan Si Tootiang, tidak aneh kalau dia begitu membela dan melindungi dirinya.
Dalam hati dia merasa semakin tidak senang lagi, sahutnya tawar, “Buat apa Tootiang berbuat sungkan-sungkan, tetapi dengan perbuatan dari muridmu itu aku rasa merupakan suatu perbuatan yang terkutuk dan dibenci setiap orang, harap Tootiang suka memberi peringatan yang lebih sebegitu saja.” Nama Yuan Si Tootiang terdapat diantara nama-nama tiga manusia genah, pada biasanya mana mungkin dia memperoleh peringatan yang pedas dari orang lain? Bilamana peristiwa baru-baru ini sampai terdengar di dalam Bu-lim maka akan dibawa kemana wajahnya?
Dia menghela napas panjang-panjang, untuk minta maaf sudah tentu dia orang tidak akan melakukannya karena hal ini bakal merusak kedudukannya, dia memandang sekejap ke arah diri Koan Ing serta Sang Siauw-tan, kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun berlalu dari sana sambil menarik tangan Sak Huan,
Koan Ing yang melihat Yuan Si Tootiang sama sekali tidak berbicara dia pun tidak suka mengambil perduli,
Menanti bayangan mereka berdua sudah amat jauh barulah terdengar Sang Siauw-tan berkata:
“Sungguh aneh sekali bilamana dikatakan Yuan Si Tootiang mengejar kemari bagaimana mungkin Sak Huan bisa menanti dirinya disini?jika dilihat sikap, si jadah setengah tua itu sedikitpun tidak takut kepada hidung kerbau tersebut, hmm agaknya dalam urusan ini ada sesuatu yang tidak beres.”
Dalam hati Koan Ing pun merasa keheranan, tetapi berhubung dia mempunyai dugaan hal ini dikarenakan rasa sayang yang berlebih-lebihan, dia lantas tersenyum,
“Tidak kusangka Yuan Si Tootiang memandang nama besarnya tetapi suatu permainan, kecermelangannya selama puluhan tahun ini ada kemungkinan bakal rusak di tangan Sak
Huan. waktu itu akan ditaruh dimanakah wajahnya? Sehabis berkata dengan menarik tangannya Sang Siauw-
tan dia melanjutkan kembali perjalanannya ke arah depan.
Cuaca semakin terang, Koan Ing serta Sang Siauw-tan yang melanjutkan perjalanan sambil bercakap-cakap sama sekali tidak merasa lelah akhirnya mereka tiba disebuah kota yang cukup besar.
Setelah masuk ke dalam kota mendadak seekor kuda berlari lewat dari samping mereka.
Dengan cepat Koan Ing angkat kepalanya memandang, dia jadi melengak kiranya orang itu adalah Hoo Lieh yang ditemuinya untuk pertama kali bersama-sama Sang Siauw-tan tempo hari.
Terburu-buru Hoo Lieh meloncat turun dari kudanya. “Oouw.... tidak kusangka di tempat ini aku bisa bertemu
kembali dengan nona serta Koan
siauw-hiap,” ujarnya sambil tertawa
Sang Siauw-tan yang melihat munculnya Hoo Lieh dengan wajah girang dalam hati dia merasa amat gembira. “Dimana ayahku?”
Hoo Lieh agak ragu-ragu sejenak, akhirnya dia tertawa. “Pangcu dia orang tua agaknya sudah putus asa terhadap
urusan kereta berdarah itu, pada tiga hari yang lalu dia orang
tua sudah kembali ke daerah Tionggoan, kini cuma tinggal beberapa orang saja yang mendapat perintah untuk mencari jejak Bun Ting-seng.”
Koan Ing yang mendengar Sang Su-im sudah kembali ke daerah Tionggoan dalam hati
merasa amat menyesal sekali, dengan perlahan dia menundukkan kepalanya rendah-rendah lalu tersenyum,
“Lalu dimanakah orang-orang itu?” tanyanya kepada Hoo Lieh.
Hoo Lieh yang melihat munculnya Koan Ing serta Sang Siauw-tan dalam hati benar-benar merasa amat girang sekali. “Setelah Koan siauw-hiap pergi kereta berdarah itu kembali munculkan dirinya, kami lantas pergi mencarijejak kereta berdarah itu bahkan Cha Thay^hiap merasa amat cemas sekali dengan keselamatan siauw-hiap, mereka tahu orang yang menunggang kereta berdarah itu adalah Si Budak Berdarah dari tempat kegelapan”
“Ooow ” seru Koan Ing, dia tahu di dalam soal ini semua
orang bisa mengetahuinya dengan amat cepat tentunya waktu ini Ciu Tong sekalian lagi mengejar kereta berdarah itu, mengejar Si Budak Berdarah dari kegelapan.
Sewaktu dia berada di dalam kereta berdarah itu selama itu tak pernah dia menemukan ilmu silat dari ciangbunjien Hiat- ho-pay seperti yang telah disiarkan, Si Budak Berdarah dari kegelapan pernah menghantam dirinya satu kali, dendam ini dia akan membalasnya tetapi mengingat tenaga dalam yang dimiliki pada saat ini belum bisa mengalahkan Si Budak Berdarah dari tempat kegelapan, maka sekalipun pergi menemukan dirinya juga tiada gunanya.
Hoo Lieh melihat pemuda itu lagi termenung dengan perlahan lantas tertawa.
Mereka semua kini berada di sekitar tempat ini, luka Koan siauw-hiap belum sembuh benar-benar lebih baik untuk sementara waktujangan ikut di dalam gerakan untuk mencari kereta
berdarah itu.
Koan Ing tahu kalau Hoo Lieh bisa berbicara demikian disebabkan dia bersikap sangat baik terhadap dirinya, dengan rasa berterima kasih serunya, “Terima kasih Hoo Thay-hiap sebetulnya akupun tidak punya perhatian lagi terhadap kereta berdarah itu.”
Baru saja dia selesai berkata mendadak tampillah sesosok bayangan manusia berkelebat dihadapan matanya.
“Kau tidak tertarik tidak jadi soal, aku yang punya perhatian sudah datang” serunya dingin,
Koan Ing merasa hatinya tergetar, kiranya orang yang baru datang itu bukan lain adalah Ciu Tong.
Rambutnya yang sudah memutih pada serabutan tidak karuan, tangan kanannya mencekal tongkat sedang sepasang matanya dengan amat dingin memperhatikan Koan Ing. Ciu Pak serta Bu Sian berdua tidak tampak mengikuti dirinya.
Hoo Lieh yang melihat munculnya orang itu diam-diam merasa terperanjat juga, dia menarik napas panjang-panjang.
“Oouw.... kiranya Ciu Tocu sudah datang, Pangcu kami memangnya lagi menanti kedatanganmu disini.”
Ciu Tong adalah manusia yang amat licik, sudah tentu Hoo Lieh yang bermaksud menipu dirinya tidak bakal bisa.
Terdengar dia mendengus dingin, sinar matanya dengan tajam memperhatikan diri Hoo Lieh.
“Heee.... heee.... Sang Su-im sudab kembali ke daerah Tionggoan, kau ingin menipu aku? Mengingat dosamu baru untuk pertama kali ini maka aku ampunijiwamu sekali, ayoh cepat menggelinding pergi!”
Hoo Lieh segera merasakan hatinya bergidik, belum sempat dia mengucapkan sepatah katapun mendadak tardengar Sang Siauw-tan tertawa.
“Paman Hoo kau pergilah mencari ayah dan undang beliau datang kemari”, perintahnya.
Hoo Lieh tahu Sang Siauw-tan takut dirinya bilamana tidak pergi maka Ciu Tong akan turun tangan kejam terhadap dirinya, dalam hati dia merasa sangat berterima kasih sekali terhadap diri nona itu. Diapun tahu sekalipun dirinya tetap tinggal disana juga tiada gunanya, kini Sang Su-im sudah kembali ke daerah Tionggoan sedang Cha Can Hong pun ada di sekitar tempat ini, bilamana dia tidak bisa mendapatkan Sang Su-im sedikit- dikitnya bisa menemukan Cha Can Hong.
Cha Can Hong paling menyayangi diri Sang Siauw-tan, setelah mengetahui dia berada di dalam keadaan bahaya dia orang sudah pasti akan turun tangan membantu. Dia lantas bungkukkan badannya memberi hormat kepada diri sang gadis.
“Nona baik-baiklah kau berjaga diri!” serunya.
Kemudian kepada diri sang pemuda katanya pula, “Koan siauw-hiap aku Hoo Lieh berangkat dulu.”
Sehabis berkata dia putar badan berlalu dari sana.
Dengan pandangan yang amat dingin Ciu Tong memandang hingga tubuh Hoo Lieh lenyap dari pandangan baru kemudian dengan perlahan beralih ke atas wajah mereka berdua.
“Sekalipun kalian bergabung diri juga tidak bakal berhasil menerima seratus jurus seranganku, kalian ingin mengikuti aku dengan rela dan ikhlas ataukah menanti setelah aku turun tangan sendiri menawan kalian. ?”
Sinar mata Sang Siauw-tan berkelebat., dia tahu Ciu Tong jadi orang amat kejam dan licik, pekerjaan apapun bisa dia lakukan.
Tetapi diapun mendengar Cha Can Hong ada di sekeliling tempat ini dan Hoo Liah lagi pergi mencari dirinya. maka saat ini dia harus berusaha mengulur waktu selama mungkin untuk menanti datangnya bala bantuan.
“Empek Ciu,” ujarnya kemudian sambil tertawa. “Kenapa sifatmu ini hari amat kasar sekali?”
“Siauw-tan,” ujar Ciu Tong dengan dingin. “Sejak semula ayahmu sudah bentrok dengan diriku, anak murid perguruanku yang masuk ke daerah Tibetpun kebanyakan binasa ditangan anak buah perkumpulan Tiang-gong-pang, akupun kena dibokong ayahmu, coba kau pikir apakah dendam ini tidak boleh aku balas?”
Terhadap ikatan dendam antara ayahnya serta Ciu Tong sejak semula nona mi sudah mendengar dari mulut Koan Ing, tetapi untuk mengulur waktu lebin lama dia pura-pura tidak paham.
“Empek Ciu,” ujarnya keheranan. “Kau masuk ke daerah Tibet bersama-sama ayahku bahkan pernah berjanji hendak bekerja sama mengejar kereta berdarah itu, bagaimana boleh
dikarenakan sedikit urusanjadi saling bentrok?”
Dengan dinginnya Ciu Tong mendengus dingin, dia merasa curiga terhadap gadis itu setelah mendengar perkataannya, kini Koan Ing ada disampingnya sudah tentu Sang Siauw-tan ikut mengetahui juga di dalam urusan ini, jelas dia mempunyai tujuan tertentu.
Ciu Tong bukanlah seorang bocah yang baru berusia tiga tahun, dia lantas paham gadis itu berbuat demikiian adalah dikarenakan ingin mengulur waktu.
Thian Siang Thaysu serta Cha Can Hong suami istti semuanya ada di sekeliling tempat ini, sebentar lagi mereka pasti akan tiba disana.
“Hmmm.... Siauw-tan!” serunya sambil mendengus dingin, “Bilamana kau ingin benar-benar mengetahui urusan ini, aku bisa bercerita kepadamu, cuma saja kau harus ikut dulu dengan diriku.”
Sang Siauw-tan jadi terperanjat, dia tahu tentulah Ciu Tong sudah mengerti maksudnya hendak mengulur waktu. Ooo)*(ooO
Bab 28
SINAR MATANYA dengan cepat berputar memperhatikan tempat di sekitar sana, tiba-tiba dia menemukan si dewa telapak dari gurun pasir dengan kecepatan yang luar biasa sudah berlari mendatang.
Hatinya jadi amat girang, dia merasa amat lega sehingga tak terasa sudah kirim satu senyuman kepada si iblis tua itu.
Tetapi pada saat itulah mendadak terdengar Ciu Tong membentak keras, dari sepasang matanya memancarkan nafsu membunuh yang menyala-nyala, tubuhnya dengan diiringi suara
desiran angin yang tajam menubruk ke arahnya.
Sewaktu Sang Siauw-tan melihat munculnya Cha Can Hong tadi Ciu Tongpun dapat melihat munculnya si dewa telapak tersebut, sanpai keadaan ssmacam itu mana dia dapat berpeluk tangan lagi maka itu sambil melancarkan serangan dia menubruk ke arah gaiis tersebut.
Begitu tubuhnya bergerak dengan rasa amat terperanjat Koan Ing melancarkan serangan dengan menggunakan pedang Kiem-hong-kiamnya, diantara suara suitan yang amat keras serentetan sinar pelangi emas berkelebat menghajar tubuh Ciu Tong.
Toya ditangan Ciu Tong si iblis tua itu dengan dahsyatnya menghantam kepala Koan Ing, agaknya dia bermaksud menggetar pergi tubuh pemuda tersebut.
Sang Siauw-tan yang berhasil kena dicengkeram oleh Ciu Tong hanya di dalam sekejap saja kontan tak dapat berkutik, iblis tua itu lantas menariknya mendekati tubuhnya dan membentak dengan suara yang amat keras. Jangan bergerak.” Cha Can Hong melengak, terpaksa dia menghentikan langkah kakinya.
Saat ini cukup Ciu Tong menambahi dengan satu bagian tenaga saja maka Sang Siauw-tan seketika itu juga akan terpukul terbinasa.
Koan Ing sendiripun tertegun, dia menarik kembali pedangnya dengan lemas.
Kiranya pedang Kiem-hong-kiam ditangannya berhasil digetarkan terpental oleh sambaran toya Ciu Tong. untung sekali luka dalamnya tidak sampai kambuh lagi.
“Ciu Tong,” terdengar Cha Can Hong mendengus dengan amat marahnya, Namamu berada
diantara empat manusia aneh tetapi perbuatanmu sangat terkutuk, ternyata seorang angkatan muda pun berani bertindak dengan menggunakan cara yang paling rendah ini. Ciu Tong lantas angkat kepalanya tertawa terbahak bahak.
“Haaaa.... haaaa. empat manusia aneh?” teriaknya keras.
“Kesemua itu hanyalah urusan tempo hari saja, sejak masuk ke dalam Tibet hanya cukup seorang Koan Ing saja tidak bisa menangkan dirinya, buat apa aku perlu gagah gagahan lagi? Dia berhenti sebentar untuk kemudian sambungnya lagi.
“Aku sudah menelan racun dan sembiIan puluh hari kemudian seluruh kepandaian silatku akan musnah, sedang hidupku pun habis sudah, bilamana aku tidak berbuat demikian mungkin sepuluh tahun lagipun belum tentu bisa berhasil menyelesaikan semua urusan ini.
Sehabis berkata sinar matanya dengan amat dinginnya memandang sekejap ke arah Suto Beng Cu bertiga yang baru saja mengejar datang.
Cha Can Hong tidak bisa berbuat apa-apa lagi, walaupun dia adalah seorang jagoan yang namanya berada dideretan empat manusia aneh tetapi diapun tahu sebelum Ciu Tong turun tangan sendiri tidak bakal dia berhasil menolong gadis itu dari cengkeramannya,
Bahkan diapun merasa tidak punya pegangan untuk menahan Ciu Tong walaupun seandainya dia berhasil melukai gadis tersebut. “Lantas kau ingin berbuat apa?” tanyanya kemudian.
“Heeee.... heee.... kini kita berada di dalam keadaan yang amat kritis dan saling bekerja untuk kepentingan diri sendiri.” ujar iblis tua itu sambil tertawa dingin. “Siapa yang unggul maka yang lain harus mendengarkan perkataannya kalau tidak hal itu
sama saja dengan mencari penyakit buat dirinya sendiri,”
Ca Can Hong yang mendengar perkataan tersebut segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, walaupun perbuatan dari Ciu Tong amat rendah tetapi benar-benar bisa menghadapi keadaan, asalkan syarafnya tidak terlalu berat sudah tentu mereka suka mendengar kan perkataannya,
Dengan pandangan yang amat dingin Ciu Tong menyapu sekejap kesemua orang, lalu kepada Koan Ing ujarnya dengan dingin,
“Aku tak tahu bagaimana kau bisa menolong Sang Siauw- tan turun dari puncak Su Li Hong, tetapi kau yang mau naik ke puncak Su Li Hong tentunya mau juga bukan ikut aku
pergi?”
Biji mata Koan Ing berputar, pada saat ini dia benar-benar berada di dalam keadaan kepepet. Ciu Tong kembali tertawa terbahak-bahak, ujarnya lagi kepada Cha Can Hong, “Kau jangan mengira bisa berbuat bagaimana kepadamu, kita belum pernah bentrok maka boleh dikata masih merupakan kawan lama, kau jangan kuatir kalau aku bisa menggunakan dirimu.” Cha Can Hong yang mendengar perkataan itu mengandung nada menyindir, dia jadi gusar.
“Ciu Tong Lebih baik berbicara terus terang saja, bilamana kau berani berbuat
sesuatu terhadap Sang Siauw-tan maka aku tidak akan berbuat sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu apalagi Sang Su-impun bukannya manusia yang bisa dipermainkan.” Dalam hati Ciu Tong sudah punya perhitungan, dia lantas tertawa terbahak-bahak.
“Haaa.... haa.... kau jangan kuatir, aku tidak akan berbuat sesuatu terhadap dirinya walaupun aku pernah bentrok dengan diri Sang Su-im tetapi diantara kitapun tidak ada ikatan budi maupun sakit hati, aku tidak bakal membinasakan dirinya.”
Dengan dinginnya Cha Can Hong mendengus.
“Ciu Tong,” tegurnya dengan berat. “Tidak perduli kau akan bicara bagaimana pokoknya kau tidak boleh mengganggu seujung rambutnyapun.”
“Hmm tentunya kau tidak akan tega melihat dia menemui ajalnya hanya dikarenakan sedikit urusan kecil bukan?”
Mendengar ancaman itu Cha Can Hong kontan merasa hatinya menjeblos.
“Kau ingin apakan dirinya?” teriak Koan Ing sambil melintangkan pedangnya.
“Kau ikut aku pergi, apa yang bakal aku perbuat terhadap dirinya nanti kau bisa melihat dengan sendirinya.”
Sehabis berkata sambil menyeret tubuh Sang Siauw-tan dia berjalan ke depan. Koan Ing pun dengan cepat mengikuti dari belakang tubuhnya.
“Engkoh Ing” tiba-tiba terdengar Sing Siauw-tan menoleh berteriak keras. Jangan ikuti diriku.... jangan ikuti diriku. ” Ciu Tong tertawa dingin, jari tangannya berkelebat menotok jalan darah kaku dari gadis tersebut kemudian tanpa menoleh lagi berjalan ke arah depan. Koan Ing rada ragu-ragu sejenak, tetapi akhirnya diapun ikut ke depan.
Ca Can Hong benar-benar merasa gusar bercampur cemas. tetapi diapun tak bisa berbuat apa-apa, terpaksa ikut saja dari belakang pemuda tersebut.
Matanya dengan tajam memperhatikan diri Ciu Tong sedang hati mulai berpikir bagaimanakah caranya pergi menolong diri Sang Siauw-tan.
Dengan gemasnya Koan Ing memperhatikan Sang Siauw- tan di dalam cengkeraman Ciu Tong, walaupun dia punya maksud untuk menolong gadis tersebut tetapi dia takut. dia
takut serangannya gagal sebaliknya malah mencelakai dirinya.
Berbagai pikiran dengan cepat berkelebat di dalam benaknya, tetapi sama sekali tidak berhasil mendapatkan cara yang baik.
Suatu ingatan berkelebat di dalam benaknya, dengan kecepatan yang luar biasa dia maju dua langkah ke depan mendesak semakin mendekat dengan diri Ciu Tong.
“Hmmmm, Koan Ing kau jangan main kayu dihadapanku lagi,” dengus Ciu Tong tanpa menoleh lagi, “Dengan kepandaian yang kau miliki jangan harap bisa merebut gadis ini dari tanganku, bilamana kau lebih mendekat lagi jangan salahkan aku akan bertindak tanpa sungkan-sungkan terhadap Sang Siauw-tan.”
Koan Ing tertegun, sebetulnya dia bermaksud hendak menggunakan menyiksa diri untuk menolong gadis tersebut, tetapijika dilihat dari keadaan iblis tua itu agaknya cara apapun tidak bakal bisa di jalan kan.
Selagi dia menundukkan kepalanya termenung itulah mendadak Ciee Tong menghentikan langkahnya. Koan Ing jadi melengak dan dongakkan kepalanya ke atas, seketika itu juga dia merasa terkejut bercampur girang.
Kiranya perjalanan mereka sudah dihalangi oleh Thian Siang Thaysu, sedangkan di belakangnya sudah ada Hud Ing Thaysu, Thian Liong Thaysu serta anak murid Siauw-lim-pay lainnya,
“Hmm hweesio gundul, kau mau apa?” serunya dengan berat.
Sinar mata Thian Siang Thaysu segera menyapu sekejap kesemua orang, dia bukanlah untuk pertama kali menerjunkan diri ke dalam dunia kangouw, sudah tentu di dalam urusan ini hanya di dalam sekali pandang saja sudah tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi.
“Kau tinggalkanlah Koan Ing disini, aku lantas lepaskan kau pergi!” serunya tawar,
Ciu Tong segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, sebetulnya bagi dia orang untuk meninggalkan Koan Ing bukanlah jadi persoalan, tetapi dengan kedudukannya pada saat ini sudah tentu dia tidak suka mengalah dengan begitu saja, Tidak kuasa lagi dia tertawa terbahak-bahak,
“Haaa.... haaa.... kau ingin aku tinggalkan Koan Ing buat dirimu?” ejeknya ambil menuding Thian Siang Thaysu, Selesai berkata kembali dia tertawa terbahak-bahak,
Thian Siaug Thaysu yang dituding oleh Ciu Tong sambil tertawa terbahak-bahak sudah tentu tidak bisa menahan sabar lagi dia tertawa dingin, “Pinceng justru ingin kau tinggalkan Koan Ing buat diriku”,
Ciu Tong menarik kembali senyumannya, tanpa menoleh lagi kepada Cha Can Hong katanya.
“Cha Loo-te kau boleh hadapi hwesio gundul dari Siauw- lim-si ini”, Cha Can Hong yang melihat sikap dari Ciu Tong ini mirip orang yang lagi memberi perintah dalam hatinya merasa amat gusar.
“Sudah tentu dia tidak ingin berbuat begitu sesuai dengan perkataan dari iblis luar lautan itu, Ciu Tong!” serunya sambil mendengus dingin, “Urusan ini tiada sangkut pautnya dengan Siauw-tan, lebih baik kau turun tangan sendiri saja”,
“Ouw, jadi maksud Cha Loo-te kau rela membiarkan Koan Ing dibawa pergi oleh mereka.”
Cha Can Hong jadi melengak, dia sama sekali tidak menyangka kalau Ciu Tong bisa menggunakan Koan Ing untuk menakut-nakuti dirinya, Setelah termenung berpikir sebentar, akhirnya dia mau juga ke depan.
Ciu Tong kembali tertawa dingin, “Cha Loo-te sejak masuk ke daerah Ti bet kau orang belum pernah secara resmi memperlihatkan ilmu telapak “Toa Mo Hwee Kiom Ciang” mu itu, ini hari justru kau harus memamerkannya dihadapan kita”,
Thian Siang Thaysu Yang melihat Ciu Tong ternyata bisa menggunakan tenaga dari si dewa telapak Cha Can Hong dalam hati merasa agak bergidik, bilamana si dewa telapak dari gurun pasir turun tangan maka istrinya Suto Beng Cu pun pasti tidak akan berpeluk tangan,
Ditambah lagi dengan Koan Ing sendiri, Ciu Tong serta kedua orang gadis tersebut yang bersama-sama mengerubuti mereka, ada kemungkinan suatu bencana tidak bakal lolos,
Baru saja berjalan dua langkah ke depan mendadak satu ingatan berkelebat di dalam benak Cha Can Hong, dia pikir buat apa dirinya digunakan oleh Ciu Tong hanya hendak diadu dengan hweesio dari Siauw-lim-pay tersebut,
Mendadak dia mendapatkan satu cara.
“Thaysu!” serunya kepada Thian Siang hweesio. “Buat apa di antara kita harus bergebrak sendiri, aku pikir lebih baik untuk sementara waktu kita berjaga dengan situasi sekarang ini, bagaimana kalau kita turun tangan setelah melihat Ciu Tong hendak berbuat apa atas diri Sang Siauw-tan?”
Sebenarnya dihati kecil Thian Siang Thaysu sendiri juga tidak mau bergebrak melawan diri Cha Can Hong
“Perkataan sicu amat betul, hal ini sangat cocok dengan maksud hatiku,” sahutnya sambil merangkap tangannya memberi hormat.
Ciu Tong yang melihat mereka berdua bukannya bergebrak sebaliknya malah berkawan, sinar matanya kembali berkedip.
Mendadak dia tertawa terbahak-bahak dengan amat kerasnya....
“Haa.... haa demikianpun baik juga, ayoh pada menyingkir!”
Sehabis berkata dengan langkah yang lebar mereka berjalan ke sebelah depan.
Cha Can Hongpun lantas menyingkir dua langkah ke samping melindungi diri Koan Ing dan mengikuti dari belakang Ciu Tong.
Thian Siang Thaysu yang melihat kejadian inipun tidak banyak bicara, dia tidak ingin terjadi bentrokan pada saat ini, dia akan menanti sewaktu Cha Can Hong bentrok dengan Ciu Tong soal Sang Siauw-tan dia akan menggunakan kesempatan yang baik itu untuk turun tangan.
Demikianlah dengan Ciu Tong berjalan di depan, lainnya pada mengikuti terus dari
belakangnya,
Agaknya dia sama sekali tidak mengambil gubris terhadap soal tersebut asalkan dia berhasil menawan diri Sang Siauw- tan maka apapun tidak perlu ditakuti lagi, dia tahu dirinya bisa membinasakan Sang Siauw-tan terlebih dulu sebelum terlambat.
Dalam hati iblis tua inipun percaya kalau Koan Ing sekalian tidak bakal berani berbuat ambil tindakan, maka itu dia tidak takut kalau mereka tidak sampai mendengarkan dirinya.
Dengan langkah lebar Ciu Tong berjalan ke depan, beberapa saat kemudian sampailah dia disebuah gua yang amat besar. Ciu Tong kembali tertawa keras, teriaknya, “Gua ini cukup besar dan muat untuk didiami sedemikian banyak orang, kitapun bereskan urusan ini disini juga.”
Selama ini Koan Ing terus menerus memikirkan suatu cara untuk menolong diri Sang Siauw-tan dari tangan Ciu Tong, tetapi keadaan semakin lama semakin kacau bahkan Thian Siang Thaysupun kini sudah datang. ^
Dengan munculnya Thian Siang Thaysu ini, memang dia memperoleh satu kebaikan yaitu tidak usah tersiksa dikarenakan Sang Siauw-tan, tetapi hweesio itu lagi mencari dirinya atau dengan perkataan lain suatu persoalan yang rumit kembali terpapar di hadapannya.
Dalam hati Koan Ing tahu kalau Thian Siang Thaysu bukannya tidak ingin, tidak mendapatkan Sang Siauw-tan, karena persoalannya dengan Sang Su-im belum selesai apalagi gadis itupun sudah membakar habis kuil Han-poh-si, maka gadis tersebut adalah satu barang penting pula dimatanya.
Cuma saja selama ini dia selalu mengalah dikarenakan dia tidak ingin mendapat musuh yang lebih banyak.
Setelah masuk ke dalam gua mereka melakukan perjalanan kembali beberapa saat lamanya, mendadak Ciu Tong berhenti dan putar badannya.
“Terima kasih saudara-saudara sekalian suka datang kemari, putraku sebentar lagi bakal datang” ujarnya sambil tertawa. Dengan dinginnya Cha Can Hong segera mendengus dingin.
“Ciu Tong sebenarnya kau ingin main setan apalagi?”
Ciu Tong segera tertawa terbahak-bahak, dia duduk di atas batu cadas, tangan kanannya
mencekal toya sedang tangan kirinya memeluk Sang Siauw- tan. dia sama sekali tidak menggubris perkataan Cha Can Hong itu.
Dalam hati Cha Can Hong merasa semakin gusar, suatu putulan yang keras dengan amat cepatnya menghajar di atas batu cadas di samping tubuhnya.
“Ciu Tong. Kau jangan sombong!” bentaknya gusar.
Ciu Tong si iblis dari lautan ini lantas menarik kembali suara tertawanya, sambil mengerutkan aliinya dia menyapu sekejap kesemua orang. “Biarlah aku berkata setelah putraku datang,” katanya.
Sehabis berkata dengan perlahan dia memejamkan matanya dan duluk bersemedi.
Saat ini Thian Siang Thaysu tidak bisa menahan sabar lagi, dengan dinginnya dia maju ke depan mendekati diri Ciu Tong.
“Cha Can Hong!” mendadak si iblis tua dari luar lautan ini membuka matanya dan membentak dengan amat gusarnya. “Aku peringatkan dulu kepadamu, bilamana kau membiarkan si hweesio gundul ini mendekati diriku maka segera akan aku bunuh dulu diri Sang Siauw-tan.”
Mendengar ancaman itu Cha Can Hong jadi berdesir. “Thaysu tahan!” teriaknya ragu-ragu.
Antara Thian siang Thaysu dengan Cha Can Hong sama sekali tidak ada ganjeIan sakit hati apa-apa, sedang mereka berdua pun agaknya tidak ingin saling bentrok, kini mendengar Cha Can Hong berteriak di a pun lantas berhenti.
“Cha sicu,” ujarnya. “Walaupun kita berdua belum kenal lama teiapi kitapun tidak ingin sampai terjadi bentrokan diantara kita berdua, bagaimana kalau kitajangan saling mengganggu.”
“Maaf cayhe tidak mengerti maksud dari Thaysu.”
“Aku merasa sangat tidak puas dengan cara Ciu Tong yang train culik, bilamana dia berani melukai barang seujung rambutpun dari diri Sang Siauw-tan maka aku tidak akan mengampuni dirinya lagi.”
Mendengar perkataan itu Cha Can Hong merasakan hatinya amat girang, bilamana Thian Siang Thaysu suka turun tangan membantu dirinya ada kemungkinan mereka berhasil paksa Ciu Tong untuk melepaskan diri Sang Siauw-tan.
Sebaliknya Ciu Tong Yang mendengar perkataan tersebut segera meratakan hatinya amat terperanjat, bilamana mereka berdua sungguh-sungguh bekerja sama dia sendiri tidak akan berani mengapa-apakan diri Sang Siauw-tan sekalipun boleh dikata usianya tidak panjang lagi tetapi dihati kecilnya dia masih berharap bisa hidup lebih lama.
“Cha Can Hong” ujarnya dengan dingin. “Kau harus ingat bilamana Sang Siauw-tan sampai terluka hal mi terlalu tidak baik”,
Cha Can Hong cuma mengerutkan alisnya saja, dan tidak ambil gubris diri Ciu Tong. Dia tahu Thian Siang lhaysu tidak akan memberi bantuan kepadanya dengan percuma. Thian Siang Thaysu yang melihat sikap Cha Can Hong rada setuju dia kembali berkata, “Tetapi setelah urusan selesai kau harus menyerahkan Koan Ing kepadaku”
Cha Can Hong jadi tertegun, dengan menggunakan Koan Ing untuk menukar Sing Siauw-tan walaupun di dalam hati dia menyetujui tetapi diapun tahu dengan kelicikan dari Ciu Tong urusan tidak bakal bisa berjalan lancar.
Dia tahu sekalipun Thian Siang Thaysu mempunyai sesuatu maksud terhadap diri pemuda itu tetapi dia jauh lebih lurus daripada Ciu Tong, bilamana Koan Ing ada ditangannya tidak akan terlalu berbahaya. Apalagi nyawa Koan Ing pun tinggal sepuluh hari saja....
Tetapi bilamana ditinjau lagi dari peraturan Bu-lim, hal ini sama sekali tidak boleh dilakukan....
Lama sekali Cha Can Hong berdiri tertegun disana, Ciu Tong yang takut dia benar-benar setuju dengan cepat menimbrung dengan nada yang amat dingin,
“Cha Can Hong, kau haruslah ketahui bila sedikit aku gerakkan tanganku, maka Sang Siauw-tan akan menemui ajalnya, sebelum bertindak, lebih baik kau pikir dulu masak- masak!”
Sinar mata Cha Can Hong kembali berputar, dia masih ragu-ragu untuk mengambi tindakan,
“Thaysu!” tiba-tiba terdengar Koan Ing menimbrung dari samping, “bilamana kau suka membantu paman Cha menolong Siauw-tan lolos dari tangannya aku rela menerima hukumanmu,” Ciu Tong jadi kaget. tergesa-gesa dia bangun dan lintangkan toyanya ke depan.
“Hmmm kalianjangan mengira denganjumlah yang banyak bisa berhasil melakukan sesuatu tindakan sesuka hati, siapa saja yang berani maju selangkah lagi aku segera akan suruh Sang Siauw-tan bermandikan darah.”
Cha Can Hong jadi terperanjat dia takut di dalam keadaan terdesak Ciu Tong benar-benar turun tanganjahat terhadap gadis itu, dengan cepat dia putar tubuh mencegah.
“Tahan aku belum menyanggupi,” “Haaa.... haaa.... haaa.... ” tiba-tiba Ciu Tong tertawa tergelak dengan amat kerasnya. “Putraku sudah datang, urusan inipun segera bisa dibereskan”
Semua orang jadi terkejut, tampaklah Ciu Pak bersama- sama Bun Sian dengan amat tenangnya berjalan masuk kedalam.
Menanti mereka berdua sudah berada di sisi Ciu Tong si iblis tua dari luar lautan ini baru tertawa.
“Apakah kalian sudah mengambil keputusan?” tanyanya sambil menyapu sekejap diri
Cha Can Hong.
Dalam hati si dewa telapak dari gurun pasir ini benar-benar amat bingung, bilamana dia
sungguh-sungguh melakukan tindakan dengan melukai Koan Ing untuk menolong dinnya Sang Siauw-tan setelah sadar apa dia bisakah memaafkan perbuatannya? Soal ini masih merupakan satu hal yang patut dicurigai.
“Aku mau dengar dulu apa yang hendak kalian lakukan,” ujarnya kemudian setelah termenung sebentar.
Dengan perlahan Ciu Tong tertawa dan memandang sekejap ke arah diri Koan Ing.
“Ini hari aku maujodohkan Sang Siauw-tan sebagai istri anakku, dan kalianlah bertindak sebagai saksinya”
Seketika itu juga Koan Ing merasa kepalanya seperti digodam dengan martil besar, lama sekali dia berdiri termangu-mangu.
Dia tidak menyangka kalau Ciu Tong bisa berbuat demikian, tetapi dia yakin Sang
Siauw-tan tidak bakal setuju. “Heee.... heee.... Koan Ing” ujar Ciu Tong lagi sambil tertawa.
Jauh lebih baik akujodohkan Siauw-tan kepada putraku daripada kau kawini, karena umurmu tinggal sepuluh hari lagi, sebelum aku mati aku ingin kawinkan dulu diri mereka.”
Ooo)*(ooO
Bab 29
CHA CAN HONG sendiripun dibuat tertegun, diapun tidak mengira kalau Ciu Tong bisa berbuat demikian.
Lama sekali dia termenung tidak mengucapkan sepatah katapun.
Koan Ing yang melihat Cha Can Hong sama sekali tidak membantah hatinya jadi amat gusar.
“Soal ini tidak mungkin bisa dilakukan!” bentaknya.
“Hmmm tapi jauh lebih baik dikawinkan dengan putraku daripada harus dikawinkan dengan seorang manusia yang sebuah kakinya sudah mulai menginjak tanah kubur” ujar Ciu Tong dingin.
Sinar mata pemuda itu dengan cepat beralih ke arah Cha Can Hong, tetapi orang itu ragu-ragu sejenak.
“Kau tidak ingin Siauw-tan terluka bukan?” ujarnya kepada Koan Ing.
Koan Ingpun tahu kalau Cha Can Hong merasa tidak rela bilamana Sang Siauw-tan bisa berkumpul dengan dirinya, dengan usia yang tinggal sepuluh hari ini memang seharusnya tidak pantas bilamana dia merusak seluruh penghidupan Sang Siauw-tan.
Tetapi yang disukai Ciu Pak hanyalah kecantikan wajah Sang Siauw-tan, apalagi antara Ciu Tong serta ayahnya mempunyai ikatan permusuhan yang sedalam lautan sudah tentu urusan ini tidak bisa dikabulkan.
Tempo hari dia menolak Sang Siauw-tan walaupun diluarnya kelihatan dia sedang mengorbankan dirinya dan demi kebaikan dari Sang Siauw-tan tetapi keadaan yang sesungguhnya dia sedang melarikan diri dari tugas.
Tetapi yang didapat adalah sebaliknya, Sang Siauw-tan bukan saja tidak memperoleh hasil sebaliknya hampir-hampir nyawa mereka berdua lenyap dipuncak Su Li Hong. Akhirnya dia tertawa tawar. “Siauw-tan tidak bakal menyetujui caramu itu,” katanya.
Cha Can Hong dengan pandangan tajam memandang pemuda itu lalu mengerut kan alisnya rapat-rapat.
“Kau terlalu rakus perduli kau berpikir secara bagaimanapun urusan ini tidak bakal bisa kau putuskan!” serunya.
Ciu Tong yang melihat antara Cha Can Hong serta Koan Ing sendiri terjadi keributan dalam hati merasa amat girang dengan pandangan dingin dia memandang ke arah dua orang itu
Kini Cha Can Hong sudah berdiri pada golongannya, dia tahu perduli bagaimanapun dirinya masih berada di atas angin.
Sebaliknya Thian Siang Thaysu yang mulai merasa hatinya tidak tenang, bilamana Cba Can Hong serta Ciu Tong berdamai maka walaupun dia tetap ada disitu juga tak ada gunanya.
Tetapi saat ini dia tak boleh mengundurkan diri terlebih dulu, sedang apa yang diributkan merekapun dia tak bisa ikut campur bicara cuma di dalam hati mulai berpikir cara-cara untuk menghadapi perubahan secara mendadak ini, Koan Ing yang mendengar dimaki rakus oleh Cha Can Hong secara mendadak hatinya terasa suatu perasaan yang aneh.
Biji matanya lantas berputar2 kemudian tertawa tergelak. “Haa.... haa paman Cha tidak perduli kau berpikir secara
bagaimana, seharusnya perbuatanmu tidak boleh begitu.”
Nama besar Cha Can Hong berada diantara empat manusia aneh, Koan Ing pun merupakan seorang angkatan muda seharusnyalah di depan orang banyak dia memberi sedikit wajah kepadanya.
Dengan gusarnya dia mendengus, belum sempat mengucapkan sepatah katapun mendadak terdengar Ciu Tong sudah tertawa terbahak.
“Haa,.... haa Cha Loo-te di dalam urusan ini buat apa banyak beribut dengan seorang angkatan muda.”
Baru saja perkataan dari Ciu Tong itu selesai diucapkan mendadak satu suara yang amat dingin berkumandang masuk dari luar gua, “Di dalam urusan ini lebih baik pinto saja yang berbicara.”
Dengan cepat Koan Ing menoleh ke depan, tampaklah kini di dalam gua sudah bertambah lagi dengan dua orang Toosu.
Mereka bukan lain adalah Yuan Si Tootiang itu ciangbunjien dari Bu-tong-pay serta Sak Huan yang memancarkan sinar mata dingin.
Thian Siang Thaysu yang melihat kemunculan Yuan Si Tootiang disana dalam hati merasa amat girang.
“Too-heng kapan kau datang ke daerah Tibet? Bagaimana Too-heng baru muncul saat ini?”
Cha Can Hong serta Ciu Tong yang melihat munculnya Yuan Si Tootiang di dalam gua secara mendadak dalam hati rada merasa terkejut. Ciu Tong sama sekali tidak menyangka kemunculan Yuan Si Tootiang secara mendadak itu, dia tidak tahu bagaimana perubahan selanjutnya keadaan di tengah kalangan, diam- diam pikirnya mulai berputar mencari akal.
Yuan Si Tootiang tersenyum, kepada Thian Siang Thaysu ujarnya, “Perpisahan selama dua puluh tahun ini kiranya Thaysu masih berada di dalam keadaan biasa saja, kedengarannya ilmu khie-kang Si Bo Sian Cin Khei dari Thaysu sudah berhasil dilatih, selamat. selamat”
Thian Siang Thaysupun tertawa.
“Selama beberapa tahun ini pincengpun belum pernah mendengar berita tentang tootiang, teringat akan Sian Bun Kuang Kie yang Tootiang latih tentu ada kemajuan yang mengejutkan bukan? Kini kereta berdarah muncul kembali, sedang Si Budak Berdarah dari tempat kegelapanpun belum mati, seharusnya kali ini merupakan satu kesempatan buat Tootiang untuk memperlihatkan kepandaian “,
Ciu Tong yang melihat kedua orang itu bercakap2 tiada habisnya segera tertawa terbahak-bahak
“Haaa.... haa. kalian dua orang manusia tidak usah saling
menyanjung lagi, lebih baik perkataan kalian dihentikan sampai disini saja, bila diteruskan waah.... waah. terlalu
mengerikan.... haa.... haaa. ”
Yuan Si Tootiang yang mendengar tersebut dengan tawarnya melirik sekejap ke arah Ciu Tong.
“Suhu,” tiba-tiba terdengar Sak Huan buka mulut. “Biarlah muridmu pergi mencoba-coba kepandaian silat dari jagoan Bu- lim ini. ”
Dengan perlahan Yuan Si Tootiang mengangguk tanda setuju.
Sebaliknya Ciu Tong yang melihat akan hal itu segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, pikirnya, “Hmm Yuan Si Tootiang sihidung kerbau ini sungguh keterlaluan, dia begitu menghina aku.... berani perintahkan muridnya untuk menghadapi aku, tidak kusangka dia orang begitu sombong....
”
Dengan langkah yang perlahan Sak Huan berjalan mendekati Ciu Tong lalu berhenti kurang lebih lima depa dari dirinya.
“Cha Loo-te,” ujar Ciu Tong dengan amat tawarnya terhadap diri Cha Can Hong si dewa telapak masih mengira di kolong langit pada saat ini Koan Ing lah yang paling sombong dan jumawa tidak disangka murid ciangbunjien ini jauh lebih jumawa lagi.
Dia sengaja tidak melibat sekejappun ke arah diri Sak Huan. tetapi toosu muda itu sama sekali tidak bergerak maupun melancarkan serangan dia cuma memandang ke arah iblis tua dari luar lautan itu dengan pandangan tajam.
Sinar mata Koan Ing dengan pelahan berputar, dia tahu Sak Huan bertujuan pada Sang Siauw-tan saja, jika ditinjau dari keadaan pada saat ini dirinya tidak akan berhasil menahan Cha Can Hong apalagi Iukanya belum sembuh dan berada seorang diri, terang dan jelas dia tak ada tempat untuk menancapkan kaki diantara para jago-jago tersebut.
Tetapi Sang Siauw-tan tidak boleh terjatuh ke tangan Ciu Tong semakin tidak boleh
lagi bila terjatuh ditangan Sak Huan.
Ciu Tong yang melihat Sak Huan sama sekali tidak menunjukkan gerakan apapun dalam hati merasa keheranan, dengan sombongnya dia tertawa dan putar badannya kembali.
Sinar mata Sak Huan berkelebat, baru saja tubuh Ciu Tong berputar setengah jalan, tangan kanannya sudah mencabut keluar pedangnya dari dalam sarung, pedang diikuti desiran angin yang amat tajam dia melancarkan satu serangan dahsyat ke arah Ciu Tong.
Ciu Tong pun bukan seorang manusia sembarangan, walaupun dia merasa terperanjat akan kecepatan gerak dari Sak Huan ini tetapi tubuhnya dengan cepat sudah berputar pula, toya ditangan kanannya segera mengejar ke arah Sak Huan.
Pedang dan toya bentrok menjadi satu menimbulkan percikan bunga-bunga api, Sak Huan kembali membentak gusar, pedangnya di dalam sekejap saja sudah melancarkan sembilan kali serangan ke arah toya tersebut,
Air muka Ciu Tong berubah hebat, kedahsyatan dari tenaga yang dipantul keluar dari tubuh pedang itu amat hebat jauh diluar dugaannya, bilamana bukannya dia bisa cepat-cepat menyalurkan seluruh tenaga murninya ke arah toya, ada kemungkinan toyanya pada saat ini sudah terlepas dari tangannya, saking terperanjatnya wajahnyapun berubah hebat, dia membentak dengan amat gusarnya, disusul dengan toya ditangan menggetar balas menyerang ke arah diri Sak Huan.
Cha Can Hong sekalian yang melihat jalannya pertempuran dari samping kalanganpun
diam-diam merasa terperanjat, mereka tidak menyangka kalau ilmu silat dari Sak Huan anak murid dari Yuan Si Tootiang ini ternyata amat dahsyat bahkan kelihaiannya jauh berada di atas diri Koan Ing.
Terhadap kehebatan tenaga dalam Koan Ing mereka sudah merasa amat aneh sekali, tetapi kini muncul kembali seorang pemuda yang tenaga dalamnya jauh di atas Koan Ing, hal ini merupakan suatu berita yang mengerikan sekali.
Sak Huan sendiri juga merasa ada diluar dugaan, dia mengira dengan perbuatannya itu maka toya Ciu Tong berhasil di getar pental kemudian menggunakan kesempatan itu merebut diri Sang Siauw-tan.
Serangannya tak mencapai pada sasarannya sedang Ciu Tongpun dengan amat gusarnya sudah balas melancarkan serangan. dia lantas sadar bilamana sekali lagi dia menerima
serangan tersebut maka pedangnya akan terpental lepas, karena itu pikiran untuk mengundurkan diri segera berkelebat di dalam benaknya.
Dalam keadaan amat gusar, Ciu Tong mana suka membiarkan dia meloloskan diri, dia mendengus dingin sambil mengepit tubuh Sang Siauw-tan, toyanya melancarkan serangan kembali menghajar Sak Huan.
“Tunggu sebentar!” teriak Yuan Si Tootiang dengan keras, “Biarlah aku terima seranganmu itu.”
Sehabis berkata tubuhnya berkelebat menghalangi dihadapan Ciu Tong, pedangnya dengan disertai sarungnya sekalian menghajar datangnya serangan dari Ciu Tong itu, dengan jurus ‘Cing Hay It Su’ atau laut dingin satu gelombang dari aliran Bu-tong kiam hoat.
Koan Ing yang melihat Yuan Si Tootiang turun tangan mendadak satu ingatan berkelebat
di dalam benaknya.
Di tengah suara suitan yang amat nyaring tubuhnya meloncat ke atas udara sedang pedangnya dengan cepat menuding ke arah punggung Ciu Tong.
Ciu Tong yang baru saja melancarkan serangan kena ditahan oleh pedang Yuan Si Tootiang, kini melihat Koan Ing menubruk datang pula dengan dinginnya dia mengerutkan alisnya rapat-rapat, pikirnya, “Hmm.... kau bangsat cilik lukamu saja belum sembuh sudah berani bergebrak melawan aku
berduel.” Tubuhnya melayang ke atas tanah, toyanya dibabat ke depan bermaksud hendak menggunakan tenaga gabungan dari Yuan Si Tootiang serta toyanya sendiri menyambut datangnya serangan dari sang pemuda.
Siapa tahu begitu toyanya menempel dengan pedang Yuan Si Tootiang ternyata sedikitpun tidak menunjukkan reaksi apa- apa, hatinya jadi amat terperanjat, dia tidak menyangka kalau tenaga dalam dari Yuan Si Tootiang berhasil dilatih sedemikian tingginya bahkan jauh berada di atas tenaga dalamnya sendiri.
Saat itu pedang Koan Ing sudah sampai dipunggungnya, baginya cuma ada duajaIan saja, melepaskan Sang Siauw-tan atau menghajar mati gadis itu kemudian baru menerima datangnya serangan pedang sang pemuda.
Bilamana dia membinasakan Sang Siauw-tan mungkin Cha Can Hong tidak akan melepaskan dirinya, apalagi kini tujuannya pun tidak ada disitu, maka dia tidak bermaksud membinasakan diri Sang Siauw-tan.
Tetapi bilamana harus lepas tangan.... dalam hati dia merasa tidak rela.
Sewaktu dia merasa ragu-ragu itulah pedang Kiem-hong- kiam ditangan Koan Ing sudah mengancam punggungnya.
Dengan gusarnya dia membentak keras, setelah melepaskan tubuh Sang Siauw-tan dia balik tangan menyerang Koan Ing.
Koan Ing sama sekali tidak bermaksud untuk melukai Ciu Tong. tubuhnya segera merendah ke bawah menyambar tubuh gadis tersebut.
Dalam hati Ciu Tong benar2 merasa amat gusar, kaki kanannya dengan cepat melancarkan satu tendangan mengancam punggung Koan Ing.
Koan Ing yang sedang menggendong tubuh Sang Siauw- tan mendadak merasa adanya segulung angin pukulan membokong badannya, dalam hati jadi amat kaget untuk menghindar tak sempat lagi membuat dia orang jadi kebingungan. “Ciu Tong, kau berani?” Bentak Cha Can Hong secara tiba-tiba.
Kaki kanan Ciu Tong dengan disertai angin sambaran menerjang ke depan, tubuhnya pun mendadak berkelebat ke depan dan meloncat ke tengah udara
Dengan berpisahnya Ciu Tong serta Yuan Si Tootiang, Cha Can Hong pun dengan terburu-buru mendekati diri Koan Ing serta Sang Siauw-tan.
Koan Ing lantas membebaskan jalan darah Sang Siauw-tan yang tertotok dan mengurutnya beberapa kali.
“Engko Ing.... ” terdengar Sang Siauw-tan menjerit keras lalu menubruk ke dalam pelukan pemuda tersebut, air matanya keluar bercucuran dengan amat derasnya.
Cha Can Hong yang melihat kejadian ini dalam hati lantas merasa amat kecewa dan menyesal.
Sebaliknya Ciu Tong merasa malu bercampur gusar, sebab Koan Ing ternyata berhasil merebut Sang Siauw-tan dari tangannya dan hal ini benar-benar amat memalukan dirinya, tetapi kini Cha Can Hong ada di hadapannya diapun tidak bisa berbuat apa-apa.
Mendadak satu ingatan berkelebat di iblis tua dari luar lautan ini, kepada Thian Siang Thaysu ujarnya.
“Thaysu kau maui Koan Ing sedang aku menghendaki Siauw-tan, bukankah begitu?”
Mendengar perkataan itu Cha Can Hong jadi amat terkejut, tidak disangka Ciu Tong hendak bekerja sama dengan Thian Siang Thaysu untuk menghadapi dirinya.
“Ciu Tong kau manusia tidak tahu malu!” teriaknya gusar. Ciu Tong tertawa terbahak-bahak, belum sempat dia berbicara Yuan Si Tootiang sudah
berkata, “Kalian mengatakan dirinya sebagai manusia aneh dari Bu-lim dan bertujuan atas kereta berdarah tersebut, tidak disangka kiranya hanya ingin beradu sendiri saja. Hmmm
apakah perbuatan kalian itu mirip dengan seorang ketua partai?” Sehabis berkata dengan dinginnya dia menyapu sekejap ke arah semua orang,
Ciu Tong, serta Thian Siang Thaysu pada merasa menyesal, sejak masuk ke daerah Tibet belum pernah mereka menjaga nama serta kedudukannya, kini setelah di tegur oleh Yuan Si Tootiang mereka baru sadar kembali kalau mereka bagaimanapun juga tetap merupakan seorang ketua partai,
Sedang Cha Can Hong diam-diam merasa kagum terhadap diri Yuan Si Tootiang, kiranya ciangbunjien dari Bu-tong-pay ini lain daripada yang lain, bilamana bukan perkataannya ini maka sebelum mendapatkan kereta berdarah ada kemungkinan mereka sudah saling bentrok sendiri,
Koan Ing pun dengan perlahan memandang sekejap ke arah Yuan Si Tootiang, dia tidak menyangka kalau seorang yang begitu menyayangi muridnya ternyata bisa memiliki tindakan lain yang berbeda, dalam hati dia merasa amat keheranan.
Tetapi saat ini diapun merasa menyesal, Yuan Si Tootiang pernah beberapa kali minta maaf kepadanya sebaliknya dia sendiri menghadapi dia orang dengan pikiran manusia picik.
Yuan Si Tootiang yang melihat mereka semua tidak mengucapkan sepatah katapun lantas memandang kembali sekejap kesemua orang.
“Menurut apa yang aku ketahui,” ujarnya, “Kini kereta berdarah sudah menuju ke tenggara dengan melakukan perjalanan siang malam, bilamana dugaanku tidak salah maka kereta tersebut lagi menuju ke gunung Kun Lun San. Dia berhenti sebentar untuk tukar napas kemudian tambahnya, “Kecuali kita segera melakukan pengejaran kalau tidak jangan harap bisa menyandak dirinya.”
Sebetulnya terhadap soal kereta berdarah Koan Ing sudah tidak tertarik, tetapi teringat akan Bun Ting-seng si kongcu berpakaian sutera itu dia merasa dirinya harus ikut melakukan pengejaran apalagi masih ada satu hal yang membingungkan dirinya, kemanakah itu manusia tunggal dari Bu-lim Jien Wong?
Apakah dia bukan majikan dari kereta berdarah?
Bagaimana bisa lenyap secara mendadak?
Cha Can Hong yang mendengar perkataan tersebut termenung berpikir sebentar, kemudian baru ujarnya, “Perkataan dari Tootiang sedikitpun tidak salah, kini harap Totiang suka membuka jalan.”
“Cha Thayhiap kau terlalu sungkan.”jawab Yuan Si Totiang sambil tertawa tawar “Kepandaian silat aliran Toa Moa selamanya tak ada bandingannya di dalam kolong langit, aku lihat lebih baik Cha Thayhiap saja yang memimpin.”
“Omiotohud,” seru Thian Siang Thaysu sambil merangkap tangannya memberi hormat. “Tooheng sebagai ciangbunjin partai dari Bu tong yang namanya sudah terkenal di seluruh Bu-lim, memang sepatutnya menjadi kepemimpinan ini, perkataan dari Cha thayhiap sangat cocok dengan jalan pikiranku. harap Tooheng tidak usah menolak lagi,
Yuan Si Tootiang tidak langsung menjawab sebaliknya termenung berpikir sebentar, akhirnya dia tertawa.
Kalau begitu kita berangkat bersama-sama saja, asalkan semua orang suka bekerja sama buat apa harus memilih pemimpin macam-macam?
Cha Can Hong yang mendengar perkataan ini diam-diam merasa semakin kagum lagi atas keluhuran budi dari Yuan Si Tootiang ini, mereka semua angkat nama bersama-sama, bilamana sampai kedudukan pemimpin ini terjatuh ke tangannya maka dengan sendirinya nama besarnya di dalam Bu-lim akan semakin cemerlang tidak di sangka dia sudah menolak.
“Mari kita segera berangkat!” ajak Yuan Si Tootiang kemudian sambil tertawa.
Sehabis berkata dia berjalan ke arah luar, Ciu Tong dengan membawa serta Ciu Pak serta Bu Sian pun ikut pergi disusul Thian Siang Thaysu dibelakang.
Cha Can Hong memandang sekejap ke arah Koan Ing serta Sang Siauw-tan, belum sempat dia berkata gadis itu sudah tertawa.
“Paman Cha kini lukanya belum sembuh, kami tidak akan pergi!”
Cha Can Hong menundukkan kepalanya termenung berpikir sejenak, akhirnya dia tertawa.
“Siauw-tan Akupun setuju kalau kalian tidak ikut pergi, walaupun perbuatan dari paman Cha mu tadi tidak benar tetapi ke semuanya demi kebaikanmu, aku sama sekali tidak punya maksudjahat terhadap dirimu”
Sebenarnya Koan Ing masih mengandung rasa tidak paham terhadap diri Cha Can Hong, tetapi setelah mendengar perkataannya ini dia baru tahu kalau tindakannya tersebut diambil demi kebaikan dari gadis tersebut.
Setelah berpikir sebentar dia lantas menjawab, “Kami mana berani menyalahkan diri paman Cha.”
Waktu itu Suto Beng Cu yang berdiri di samping bungkam seribu bahasa, Cing Cing memandang tajam diri Koan Ing sedang Ing Ing menundukkan kepalanya tidak berbicara. Akhirnya setelah menghela napas panjang Cha Can Hong dengan membawa ketiga orang perempuan itu berlalu dari dalam gua.
Hoo Lieh yang melihat semua orang sudah pergi diapun tidak suka berdiam disana lebih lama lagi, diam-diam dia orang mengundurkan diri pula dari sana.
Ruangan gua yang semula diliputi oleh ketegangan dan diliputi oleh nafsu membunuh itu kini sudah berubah jadi sunyi senyap, manusia yang semula begitu banyak kini Cuma tinggal dua orang saja.
Koan Ing memandang sekejap ke arah Sang Siauw-tan lalu tertawa.
Sang Siauw-tan memandang sekejap ke sekeliling tempat itu kemudian sambil tertawa dia menarik tangan Koan Ing.
“Engkoh Ing,” ujarnya manja, “Bagaimana kalau kita masuk ke dalam gua ini lebih dalam
untuk melihat-lihat?”
Sambil tersenyum Koan Ing mengangguk, demikianlah mereka berdua lantas masuk kedalam
gua itu.
Semakin ke dalam keadaan gua tersebut semakin aneh, beberapa saat kemudian mendadak terdengarlah suara percikan air yang perlahan.
Sebuah selokan kecil muncul di hadapannya, sang surya menyoroti masuk ke dalam gua melalui celah2 di atas dinding membuat suasana disana terasa amat nyaman.
Mereka berdua jadi amat terperanjat, sejak memasuki daerah Tibet baru untuk pertama kali mereka menemukan pemandangan yang demikian indahnya, keadaannya sangat berbeda sekali dengan tempat tempat lain yang tertutup oleh salju tebal. Sang Siauw-tan lantas menarik tangan Koan Ing untuk diajak duduk ditepi selokan tersebut sambil main air dia memandang ke arah sang pemuda dengan pandangan mesra,
Dengan perlahan Koan Ing mendongak ke atas, mendadak teringat olehnya akan jurus serangan yang digunakan Sak Huan, dia merasa dirinya harus belajar ilmu silat lebih mendalam lagi kalau tidak bagaimana mungkin bisa melindungi diri Sang Siauw-tan? Berpikir sampai disitu dia lantas mulai duduk bersila uatuk menyembuhkan lukanya,
Sang Siauw-tan dengan pandangan terpesona memandang ke atas wajah sang pemuda yang pucat pasi bagaikan mayat itu, dia tidak mau percaya kalau pemuda yang ada di hadapannya hanya mempunyai usia selama sepuluh hari saja,
Koan Ing adalah seorang yang baik, dia tidak seharusnya mati dengan begitu cepat dengan pandangan terpesona gadis itu memandang ke arah wajah pemuda yang pucat pasi itu, dia tertawa, tertawa geli buat dirinya sendiri.
Bilamana Koan Ing mati, diapun bisa mati maka waktu itu mereka akan menjadi satu untuk selamanya.
Mendadak dari samping kirinya berkumandang datang suara dengusan yang amat dingin, Sang Siauw-tanjadi terperanjat ketika menoleh ke belakang tampaklah seorang tosu muda berdiri tidak jauh dari dirinya.
Orang itu bukan lain adalah Sak Huan.
Koan Ing dengan perlahan membuka matanya, dia memandang ke arah Sak Huan dengan pandangan kaget walaupun dia merasa ada sedikit di luar dugaan tetapi yang aneh bagaimana mungkin dia bisa meninggalkan diri Yuan Si Tootiang dengan begitu mudah.
Dengan perlahan dia bangun berdiri dan memandang ke arah Sak Huan dengan pandangan tajam sekali. Sak Huan mengerutkan alisnya, dia memandang diri Sang Siauw-tan lalu ujarnya. “Aku sungguh merasa tidak paham kenapa kau suka mengikuti diri Koan Ing?”
Mendengar perkataan tersebut Koan Ing jadi amat gusar, sekali lagi Sak Huan menghina dirinya kembali,
“Kau berbuat begini apakah tidak takut sampai merusak nama baik suhumu?” teriaknya dengan amat gusar.
Sak Huan tertawa dingin.
“Saat ini cuma ada kita bertiga saja, sama sekali tidak ada suhu sekalian yang hadir!”
Dalam hati Koan Ing benar-benar merasa amat gusar, dia ingin mengumbar hawa amarahnya disana.
“Engkoh Ing kita pergi saja, jangan urusi orang gila itu!” seru Sang Siauw-tan dengan cepat sambil menarik tangan Koan Ing.
Beberapa perkataannya ini sengaja di ucapkan agar Sak Huan bisa mendengar, dengan cepatnya dia menarik tangan pemuda itu dan berjalan menuju kegua sebelah dalam.
Dari sepasang mata Sak Huan segera terlintaslah suatu nafsu membunuh, tetapi hanya sekejap saja sudah lenyap kembali, bukan saja dia tidak mengambil tindakan apa-apa, sebaliknya hanya memandang bayangan punggung mereka berdua dengan pandangan amat dingin.
Dalam hati Sang Siauw-tan serta Koan Ing merasa heran, menurut apa yang diketahui
mereka berdua, Sak Huan tidak bakal lepas tangan dengan begitu saja, bilamana cuma begitu saja buat apa dia munculkan diri disitu Tetapi dengan tidak mengejarnya Sak Huan, hal ini malah jauh lebih baik lagi, mereka berdua saling bertukar pandangan.
Sambil tertawa kemudian berjalan masuk kegua bagian dalam,
Mereka berdua tidak tahu hendak pergi ke mana, tetapi merekapun tidak perduli hendak pergi kemana asalkan dapai ber sama-sama hal ini sudah amat mengembirakan sekali,
Beberapa saat kemudian Koan Ing serta Sang Siauw-tan sudah berada di dalam gua yang amat lurus, tetapi amat gelap dan tak nampak ujungnya,
Lama sekali mereka berdua berdiri ter mangu-mangu, akhirnya sambil menarik tangan sang pemuda ujar Sang Siauw-tan, “Kita hendak pergi kemana?”
Koan Ing rada ragu-ragu sebentar lalu sambil tertawa dia mengangguk, buat dirinya gelap
atau terang adalah sama saja karena matanya bisa melihat di tempat kegelapan seperti disiang hari saja,
Kembali lewat beberapa saat lamanya, mendadak Koan Ing menghentikan langkah kakinya,
Sang Siauw-tanjadi melengak, diapun dapat mendengar suara napas yang amat berat berkumandang keluar dari dalam gua, agaknya ada orang yang lagi kepayahan.
Koan Ing segera mengerutkan alisnya rapat-rapat, dia tidak tahu siapakah yang berada di dalam gua itu.
Dengan ketajaman matanya dia berusaha untuk melihat keadaan di sekeliling tempat itu, tetapi apa yang dilihatnya hanyalah kegelapan saja, apapun tidak kelihatan.
“Mari kita pergi lihat-lihat” ujar Sang Siauw-tan kemudian dengan perlahan. Koan Ing mengangguk, mereka berdua berjalan kembali ke sebelah dalam gua tersebut, tetapi suara napas yang amat berat itupun mendadak berhenti.
Pada ujung gua kembali terdapat suatu tikungan, mendadak mereka berdua jadi tertegun, kiranya di tempat tersebut terdapat sebuah ruangan batu yang sudah hancur, agaknya dahulu pernah ada orang yang terkurung di tempat ini.
Sewaktu dia lagi berdiri termangu-mangu itulah mendadak terdengar Sang Siauw-tan menjerit kaget.
Koan Ing terburu-buru menoleh, tampaklah sesosok bayangan manusia dengan disertai segulung angin sambaran yang amat tajam menerjang ke arahnya.
Koan Ing segera merasakan hatinya bergidik, pada saat itulah Sang Siauw-tan sudah menubruk terlebih dahulu ke arah orang itu.
Koan Ing tidak punya akal lagi, diapun bersuit panjang, sambil mencekal pedang Kiem-hong-kiamnya dia menyerang ke arah orang itu.
Dengan gesitnya orang itu menangkis pedang Koan Ing ke samping lalu mencengkeram tubuh Sang Siauw-tan dan dilempar kan ke arah ke belakang. “Kau bocah perempuan ayoh menyingkir” teriaknya.
Koan Ing yang merasa serangan pedangnya berhasil dibabat miring oleh suatu tenaga yang amat besar dalam hati merasa rada bergidik, dia tidak tahu sebenarnya apa yang sedang dilakukan orang itu terhadap diri Sang Siauw-tan, maka sepasang kakinya dengan cepat menjejak permukaan tanah dan menubruk ke arah dimana tubuh Sang Siauw-tan melay Dengan gusarnya orang itu kembali meraung gusar, lima jarinya dipentangkan siap-siap mencengkeram tubuh Koan Ing,
Pemuda itu segera mendengus, pedang kiem-hong- kiamnya dengan sekuat tenaga ba las menyerang orang itu,
Tetapi ketika dapat melihat jelas wajahnya dia jadi tertegun, Kiranya orang itu bukan lain adalah si manusia tunggal dari Bu-lim Jien Wong yang telah lenyap dari kereta berdarahnya,
Saat ini sepasang mata Jien Wong merah berapi2, rambutnya terurai kacau wajahnya menyengir amat menyeramkan,
Bagaimana mungkin Jien Wong bisa muncul disini? Apalagi agaknya mempunyai suatu
dendam sedalam lautan dengan dirinya sehingga dia menyerang dia orang dengan begitu kalapnya.
Belum habis suatu pikiran berkelebat di dalam benaknya pedang kiem-hong-kiam ditangan kanannya sudah kena direbut oleh babatan Jien Wong, iga kanannya kena dihantam keras sehingga tubuhnya terlempar ke tengah udara dan menumbuk dinding gua.
Dia cuma merasakan darah panas bergolak di dalam dadanya, darah segar tak kuasa lagi menyembur keluar dari mulutnya, dengan paksakan diri dia merangkak bangun untuk mencari diri ^adis tersebut.
Tarlihatlah Sang Siauw-tan berbaring tepat disisinya dalam keadaan tidak sadar kan diri,
Ketika mendongakkan kepalanya ke arah Jien Wong, tampaklah wajah penuh rasa gusar setindak demi setindak si manusia tunggal dari Bu-lim itu berjalan mendekat. Keadaan Koan Ing benar-benar amat berbahaya sekali, dirinya tidak sampai mati terkena pukulan Jien Wong tadi sudah merupakan suatu peristiwa yang ajaib, dengan paksakan diri dia merangkak ke samping tubuh gadis tersebut dan memeriksa urat nadinya.
Tetapi bersamaan waktunya pula dengan disertai auman gusar yang amat mengerikan Jien Wong sudah menubruk datang.
Dengan terburu-buru Koan Ing membentuk serangan satu lingkaran ditangan kanannya lalu didorong ke depan.
“Plaaak....!” serangannya tidak mencapai pada sasaran sebaliknya kena ditangkis sehingga mencong kesamping, saking luar biasanya sehingga keringat pada bercucuran.
Ooo)*(ooO
Bab 30
DENGAN gusarnya Jien Wong menubruk semakin mendekat, Koan Ing jadi semakin terperanjat. dia tidak ingin mati dalam keadaan bingung, karenanya dengan paksakan diri telapak kirinya kembali melancarkan satu serangan ke depan.
Lima jari tangan Jien Wong bagaikan kilat cepatnya menyambar mencengkeram jalan darah “Cian Ching Hiat” nya, membuat tubuhnya jadi lemas sedikitpun tak bertenaga.
Dengan ganasnya Jien Wong segera mendorong dia jatuh terlentang kemudian dengan
menunjukkan sebaris giginya yang putih runcing dia hendak menggigit leher pemuda
tersebut.
Seluruh tubuh Koan Ing tak bisa bergerak tetapi dia melihat dan merasakan segulung hawa dingin merembes ketulang sumsumnya. di dalam hati dia tidak menyangka kalau ini hari dirinya bisa menemui kematian dengan cara yang demikian mengenaskan.
Dengan ganas dan kalapnya Jien Wong menggigit leher pemuda tersebut lalu menghisap darahnya, karena saluran pernapasan tidak sampai putus maka dia masih tetap hidup....
, Kepalanya semakin lama terasa semakin pening, akhirnya diajatuh tidak sadarkan diri. Entah lewat beberapa saat lamanya dengan perlahan Koan Ing membuka matanya kembali.
Dia merasa badannya amat lemas sedikitpun tak bertenaga, dia merasa heran kenapa dirinya tidak mati? Bukankah terang- terangan tadi Jien Wong lagi menghisap darahnya.
Apa mungkin pada saat-saat yang amat kritis ada orang yang sudah turun tangan menolong dirinya lolos dari cengkeraman Jien Wong?